101-344-1-PB (1).pdf

10
MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006 1 STUDI BATUAN METAMORF DALAM MEMPELAJARI EVOLUSI GEOLOGI (Studi Kasus di Daerah Komplek Miomaffo – Timor) oleh : Denny S Djohor 1) dan J. Sopaheluwakan 2) 1) Dosen Biasa, Prodi T. Geologi Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, USAKTI Gedung D, Lt. 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440 2) Dosen Luar Biasa – Fakultas Pascasarjana, ITB Abstrak Masif Mutis secara umum disusun oleh batuan peridotit dijumpai di bagian utara dan selatan daerah penelitian, di bagian inti terdiri atas berbagai variasi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa dan pelitik; di bagian tengah dan timurnya didominasi oleh batuan metabasit. Kehadiran batuan metamorf pada Masif Miomaffo sangat menarik dilakukan penelitian dalam rangka untuk mempelajari evolusi geologi pada suatu wilayah berdasarkan karakteristik petrologi batuan metamorf; dengan studi kasus di daerah Kompleks Mutis, Timor. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Petrologi Jurusan Teknik Geologi, FIKTM – ITB, Bandung. Data yang diteliti berupa 11 sayatan tipis conto batuan terpilih dari daerah kompleks Mutis (Masif Miomaffo) di Timor. Metoda penelitian yang dilakukan terdiri atas metoda penelitian laboratorium dan studi literatur yang meliputi reaksi metamorfosis dan evolusi geologi hubungannya dengan deformasi dan proses metamorfosis. Kompleks Mutis meliputi dua daerah, yakni disebut sebagai daerah Masif Mutis dan daerah Masif Miomaffo, kedua daerah ini menempati bagian tengah dari rangkaian pegunungan Timor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Sopaheluwakan (1989); litologi yang dijumpai di Pulau Timor terbentuk pada berbagai umur dan cara terjadinya berbeda, serta diklasifikasikan pada formasi yang bersifat autochton maupun allochton. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis contoh batuan pada umumnya batuan ini memperlihat-kan peranan deformasi atau tekanan lebih besar dibandingkan temperatur, yang ditunjukan oleh kenampakan fabrik S 1 sampai S 3 . Mulai dari contoh batuan pada bagian bawah hingga contoh batuan pada bagian atas dari kolom lithostruktural, menunjukan kenaikan derajat metamorfosa, mulai dari zeolit fasies sampai biotite grade. Akan tetapi, pada biotite grade mengalami proses retrograsif. Hal ini menunjukan ada penurunan derajat metamorfosa yang diperkirakan akibat adanya proses peng-angkatan (uplift) ?. Contoh batuan yang dianalisis dapat dikelompokan menjadi tiga zona metamorfosa yakni, antara lain; Zona Klorit – Biotit, Zona Garnet dan Zona Staurolit – Kyanit. Ketiga zona tersebut dapat digolongkan dalam low-grade metamorfosa. I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masif Mutis secara umum disusun oleh batuan peridotit dijumpai di bagian utara dan selatan daerah penelitian, di bagian inti terdiri atas berbagai variasi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa dan pelitik; di bagian tengah dan timurnya didominasi oleh batuan metabasit. Kehadiran batuan metamorf pada Masif Miomaffo sangat menarik dilakukan penelitian dalam rangka untuk mempelajari evolusi geologi. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penulisan makalah ini adalah dalam rangka pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni dalam bidang penelitian yang merupakan kewajiban dari seorang dosen. Tujuan umum adalah untuk mengembangkan dan menambah wawasan dalam bidang petrologi, serta untuk melengkapi daftar acuan atau bacaan bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum khususnya dan dalam mengikuti kegiatan perkuliahan umumnya. Tujuan khusus adalah untuk mempelajari evolusi geologi pada suatu wilayah berdasarkan karakteristik petrologi batuan metamorf; dengan studi kasus di daerah Kompleks Mutis, Timor. 1.3. Lokasi Penelitian Pengolahan data dilakukan di laboratorium Petrologi Jurusan Teknik Geologi, FIKTM – ITB, Bandung. Data yang diteliti berupa 11 sayatan tipis conto batuan terpilih dari daerah kompleks Mutis (Masif Miomaffo) di Timor, saat penelitian lapangan dilakukan, yakni sebelum tahun 1990 wilayah ini

Transcript of 101-344-1-PB (1).pdf

Page 1: 101-344-1-PB (1).pdf

MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006

1

STUDI BATUAN METAMORF DALAM MEMPELAJARI EVOLUSI GEOLOGI

(Studi Kasus di Daerah Komplek Miomaffo – Timor)

oleh : Denny S Djohor 1) dan J. Sopaheluwakan 2)

1) Dosen Biasa, Prodi T. Geologi

Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, USAKTI Gedung D, Lt. 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440

2) Dosen Luar Biasa – Fakultas Pascasarjana, ITB

Abstrak

Masif Mutis secara umum disusun oleh batuan peridotit dijumpai di bagian utara dan selatan daerah penelitian, di bagian inti terdiri atas berbagai variasi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa dan pelitik; di bagian tengah dan timurnya didominasi oleh batuan metabasit. Kehadiran batuan metamorf pada Masif Miomaffo sangat menarik dilakukan penelitian dalam rangka untuk mempelajari evolusi geologi pada suatu wilayah berdasarkan karakteristik petrologi batuan metamorf; dengan studi kasus di daerah Kompleks Mutis, Timor.

Pengolahan data dilakukan di laboratorium Petrologi Jurusan Teknik Geologi, FIKTM – ITB, Bandung. Data yang diteliti berupa 11 sayatan tipis conto batuan terpilih dari daerah kompleks Mutis (Masif Miomaffo) di Timor. Metoda penelitian yang dilakukan terdiri atas metoda penelitian laboratorium dan studi literatur yang meliputi reaksi metamorfosis dan evolusi geologi hubungannya dengan deformasi dan proses metamorfosis.

Kompleks Mutis meliputi dua daerah, yakni disebut sebagai daerah Masif Mutis dan daerah Masif Miomaffo, kedua daerah ini menempati bagian tengah dari rangkaian pegunungan Timor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Sopaheluwakan (1989); litologi yang dijumpai di Pulau Timor terbentuk pada berbagai umur dan cara terjadinya berbeda, serta diklasifikasikan pada formasi yang bersifat autochton maupun allochton.

Berdasarkan pengamatan sayatan tipis contoh batuan pada umumnya batuan ini memperlihat-kan peranan deformasi atau tekanan lebih besar dibandingkan temperatur, yang ditunjukan oleh kenampakan fabrik S1 sampai S3.

Mulai dari contoh batuan pada bagian bawah hingga contoh batuan pada bagian atas dari kolom lithostruktural, menunjukan kenaikan derajat metamorfosa, mulai dari zeolit fasies sampai biotite grade. Akan tetapi, pada biotite grade mengalami proses retrograsif. Hal ini menunjukan ada penurunan derajat metamorfosa yang diperkirakan akibat adanya proses peng-angkatan (uplift) ?.

Contoh batuan yang dianalisis dapat dikelompokan menjadi tiga zona metamorfosa yakni, antara lain; Zona Klorit – Biotit, Zona Garnet dan Zona Staurolit – Kyanit. Ketiga zona tersebut dapat digolongkan

dalam low-grade metamorfosa.

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Masif Mutis secara umum disusun oleh batuan peridotit dijumpai di bagian utara dan selatan daerah penelitian, di bagian inti terdiri atas berbagai variasi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa dan pelitik; di bagian tengah dan timurnya didominasi oleh batuan metabasit.

Kehadiran batuan metamorf pada Masif Miomaffo sangat menarik dilakukan penelitian dalam rangka untuk mempelajari evolusi geologi. 1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan makalah ini adalah dalam rangka pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni dalam bidang penelitian yang merupakan kewajiban dari seorang dosen.

Tujuan umum adalah untuk mengembangkan dan menambah wawasan dalam bidang petrologi, serta untuk melengkapi daftar acuan atau bacaan bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum khususnya dan dalam mengikuti kegiatan perkuliahan umumnya.

Tujuan khusus adalah untuk mempelajari evolusi geologi pada suatu wilayah berdasarkan karakteristik petrologi batuan metamorf; dengan studi kasus di daerah Kompleks Mutis, Timor. 1.3. Lokasi Penelitian

Pengolahan data dilakukan di laboratorium Petrologi Jurusan Teknik Geologi, FIKTM – ITB, Bandung. Data yang diteliti berupa 11 sayatan tipis conto batuan terpilih dari daerah kompleks Mutis (Masif Miomaffo) di Timor, saat penelitian lapangan dilakukan, yakni sebelum tahun 1990 wilayah ini

Page 2: 101-344-1-PB (1).pdf

Studi Batuan Metamorf dalam mempelajari Evolusi Geologi Denny S Djohor dan J. Sopaheluwakan (hal 1 – 10)

2

masih termasuk dalam wilayah Indonesia bagian Timur. 1.4. Kerangka Penelitian

Metoda penelitian yang dilakukan terdiri atas metoda penelitian laboratorium dan studi literatur yang meliputi reaksi metamorfosis dan evolusi geologi hubungannya dengan deformasi dan proses metamorfosis.

1.5. Metoda Penelitian Laboratorium

Metoda penelitian laboratorium yang dilakukan meliputi studi analisis sayatan tipis conto batuan (petrografi) dengan menggunakan mikroskop polarisasi (Nikon Optphot. – Pol. Microscope). Conto batuan yang dianalisis diambil atau disampling berdasarkan urutan dari bawah ke atas dari kolom lithostruktural (Gambar 01).

Analisis sayatan tipis (petrografi) ini sendiri, secara umum meliputi :

- pemerian indeks mineral yang muncul, - perubahan tekstur dan ukuran butir, - perubahan mineral assemblage, - struktur mikro.

II. Geologi Regional Daerah Penelitian

Kompleks Mutis meliputi dua daerah yakni disebut sebagai daerah Masif Mutis dan daerah Masif Miomaffo, kedua daerah ini menempati bagian tengah dari rangkaian pegunungan Timor. Bentuk topografi daerah ini kasar dan terisolir, terdiri atas batuan kristalin, sebagian berupa batugamping dengan lapisan yang tegak, berada diantara batuan yang banyak mengandung batulempung dengan bentuk morfologi bergelombang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Sopaheluwakan (1989); litologi yang dijumpai di Pulau Timor terbentuk pada berbagai umur dan cara terjadinya berbeda, serta diklasifikasikan pada formasi yang bersifat autochton maupun allochton.

Masif Mutis dan Miomaffo terdiri atas batuan sedi-men yang berumur Mesozoikum dan Tersier, batuan volkanik, batugamping, peridotit dan gabro dari Kompleks Mutis berumur Permo-Triassic.

Sejumlah batugamping koral berumur Tersier yang mengalami pengangkatan dijumpai di bagian utara Miomaffo yang posisinya tidak selaras menutupi Kompleks Bobonaro yang terdiri atas scaly clay tipe melange – olistostrom.

Kontak antara batuan kompleks Mutis dan batuan peridotit berupa kontak tektonik. Kontak kedua batuan tersebut dengan batuan sedimen disekitarnya adalah tidak selaras.

Masif Mutis secara umum disusun oleh batuan peridotit dijumpai di bagian utara dan selatan daerah penelitian, di bagian inti terdiri atas berbagai variasi

batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa dan pelitik; di bagian tengah dan timurnya didominasi oleh batuan metabasit.

Masif Miomaffo didominasi oleh batuan metamorfosis. Batuan peridotit hanya dijumpai pada beberapa lokasi di sebelah baratdaya daerah penelitian. Bagian timur Masif Miomaffo ini sebagian ditempati oleh batuan metapilitik dan sebagian ditempati oleh batuan metabasit dan metatufa; secara struktural pada bagian teratas didapat sisipan batuan meta-basit.

Secara regional kolom lithostruktural batuan Masif miomaffo dari Kompleks Mutis dapat dilihat pada Gambar-1. III. Data Hasil Analisis Petrografi

Hasil analisis petrografi dan derajat meta-morfosis dari conto batuan adalah sebagai berikut (berurutan mulai dari conto batuan yang menempati bagian bawah hingga bagian atas) :

• No. Conto : 53 • Nama batuan : Metatuff

Pemerian : Secara umum tampak tekstur klastik masih

terlihat, diikuti dengan munculnya slaty cleavage. Tersusun oleh perulangan glass (gelas), kuarsa, karbonat (kalsit), sebagian besar telah mengalami perlipatan dan membentuk axial plane cleavage.

Pada lapisan yang kaya akan gelas, tampak hadir mineral epidot, di samping itu pada bagian poros perlipatan kadang-kadang dijumpai mineral karbon. Walaupun mineral-mineral indikator/khas tidak dijumpai, batuan ini ditafsirkan termasuk pada fasies zeolit (very low grade)

• No. Conto : 53. B • Nama batuan : Metatuff

Pemerian : Stilopmelan mulai hadir dan membentuk horison

dan proses rekristalisasi telah tampak yang diikuti oleh pengisian oksida besi. Secara umum batuan ini telah memperlihatkan struktur foliasi (S1) dan pada bagian lain mineral pirit pre-tektonik masih terlihat (S0)

Kenampakan S1 yang masih sejajar dengan S0 ditafsirkan batuan ini diakibatkan oleh proses metamorfosis beban. Komposisi batuan terdiri atas mineral epidot, ,mineral opak (campuran materil carbonaceous dan sphen), kuarsa, klorit, aktinolit dan pirit.

• No. Conto : 54 • Nama batuan : Metatuff

Page 3: 101-344-1-PB (1).pdf

MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006

3

Pemerian : Mulai tampak gejala intra folial dan lipatan berupa

lipatan di dalam foliasi yang kaya akan pirit, ditafsir kan sebagai transisi dari S1 ke S2.

Jumlah mineral pirit makin melimpah dari conto batuan sebelumnya dan terkonsentrasi dalam horison tertentu (akibat gravity settling ?).

Mineral epidot dan biotit mulai muncul, stilpnomelan menghilang. Tampak folding yang diakibatkan oleh F2 yang berasosiasi dengan kristalisasi mineral klorit pada bagian axial folding, juga terlihat adanya mineral epidot yang terdeformasikan dan hadirnya mineral kalsit bertindak sebagai semen hasil produk S2.

Paragenesa pada tahap ini stabil, seperti yang ditunjukan oleh urutan mineral kalsit, kuarsa, epidot dan sphen.

Rekonstruksi proses mikro-struktur dan paragenesa mineralogi dari kelompok batuan meta-tuff ini dapat dilihat pada gambar 02.

• No. Conto : 49 • Nama batuan : Sekis Staurolit-Garnet-Mika

Pemerian : Memperlihatkan tekstur porfiriblastik yang terdiri

atas, porfiroblast garnet, plagioklas, staurolit dan mika, dalam masadasar plagioklas, kuarsa, mika dan aktinolit.

Staurolit, berwarna kecoklatan, memperlihatkan kenampakan shear. Sebagian garnet terdapat sebagai inklusi pada plagioklas, dan pada beberapa individu plagioklas ini tampak menunjukan tekstur mirmekitik (yang mengindikasikan partial melting).

Mineral staurolit telah mengalami deformasi brittle. Paragenesa pada batuan ini terdiri atas mineral

biotit, garnet, staurolit, plagioklas dan kuarsa. Berdasarkan assosiasi mineral di atas dan dengan

munculnya mineral staurolit menunjukan derajat metamor fosa paling tinggi dari seluruh contoh yang dianalisis

Sebagian kuarsa memperlihatkan proses rekristalisasi dan sebagian dari biotit terlipat, hal ini menunjukan adanya post – crysatalliine deformation.

• No. Conto : 59 • Nama batuan : Metapelite

Pemerian : Temperatur meningkat dicirikan dengan

homogenisasi dari garnet, ditandai dengan menghilangnya gejala zoning.

Garnet muncul kembali, kadang-kadang dijumpai menginklusi staurolit, artinya mineral garnet terus tumbuh bersamaan dengan kristalisasi staurolit, sementara staurolit terus tumbuh pada saat garnet berhenti mengkristal.

Beberapa mineral plagioklas memperlihatkan tekstur mirmekitik, hal ini mengindikasikan telah mengalami partial melting.

Pada batuan ini, derajat metamorfosisnya termasuk pada upper staurolit grade.

• No. Conto : 46.B • Nama batuan : Kuarsit Pemerian :

Conto batuan ini diwakili oleh kuarsit yang diperkirakan dari batupasir kuarsa; tampak telah muncul mineral biotit berukuran halus, yang membentuk biotite zone. Beberapa mineral telah mengalami retrogresi menjadi khlorit

Batuan ini telah menunjukan struktur foliasi (S1), yang disusun oleh mineral kuarsa, biotit, albit, kalsit dan muskovit. Foliasi S1 ini telah terlipat.

Umumnya, kuarsa dijumpai sebagai inklusi pada biotit yang bertindak sebagai porfiroblast. Pada umumnya tumbuh setelah F1 dan sebelum F2, tetapi kadang kadang pada F1 (?) biotit telah hadir berwarna coklat tua; yang merupakan indikasi biotit grade.

• No. Conto : 71.A • Nama batuan: Metapelite

Pemerian : Batuan ini telah memperlihatkan segregasi

metamorfik, yaitu terdiri atas lapisan yang kaya akan kuarsa dan yang kaya akan mika; berbentuk differenciated layering.

Deformasi F2 mulai tampak tanpa diikuti oleh rekristalisasi, yang tampak hanya gejala reorientasi menghasilkan symmetric folding.

Porfiroblast garnet hadir bersama pressure shadow yang ditempati mika dan kuarsa berbentuk granoblastik, gejala ini mengindikasikan bahwa garnet bersifat pre-tektonik terhadap pembentukan foliasi utama (S2)

Mineral garnet tampak memperlihatkan gejala zoning, pada bagian luarnya mengandung inklusi dan pada bagian dalamnya relatif jernih; hal ini menunjukan adanya dua fase pertumbuhan.

• No. Conto : 33 • Nama batuan: Sekis klorit-aktinolit-albit-epidot

Pemerian : Posisi conto batuan ini berada di bagian bawah

dari conto batuan sebelumnya, termasuk dalam fasies green schist; dicirikan dengan perubahan ukuran butiran dari kasar ke halus.

Diperkirakan berasal dari batuan tuff yang telah meng alami proses metamorfosa, yang dicirikan dengan adanya jejak perlapisan/layering (S0), yang ditindih oleh struktur foliasi (metmorphic foliation).

Page 4: 101-344-1-PB (1).pdf

Studi Batuan Metamorf dalam mempelajari Evolusi Geologi Denny S Djohor dan J. Sopaheluwakan (hal 1 – 10)

4

Adapun indikasi lain yang menunjukan batuan asalnya tuff basic, antara lain; relict texture batuan beku tidak dijumpai, ukuran butir relatif homogen.

• No. Conto : 58. • Nama batuan : Metabasite

Pemerian : Berupa batuan amfibolit yang posisinya lebih ke

atas dari batuan sebelumnya (no.conto 59 & 49). Mineral hornblenda berwarna hijau sebagai akibat telah mengalami ubahan, kemudian terlihat adanya gejala shearing yang memotong S2.

Dicirikan dengan adanya proses displacement dari mineral-mineral amfibol, yaitu dengan terbentuknya mineral aktinolit pada bagian ujung mineral amfibol, hal ini menunjukan telah terjadi proses kristalografi orientasi. Peristiwa ini hal biasa, yang sering terlihat pada batuan amfibolit.

• No. Conto : 226. • Nama batuan : Metabasite

Pemerian : Berupa batuan amfibolit yang telah mengalami

perlipatan (chevron folding), tetapi tidak diikuti dengan rekristalisasi pada bidang axial plane.

Beberapa mineral amfibol tumbuh memotong foliasi umum. Paragenesa mineral terdiri atas plagioklas dan hornblende.

Tampak terlihat ada metamorfic fluid dalam mineral plagioklas, yang ter-perangkap pada saat rekristalisasi. Sebagian plagioklas bertindak sebagai porfiroblast. IV. Evolusi Geologi

4.1. Hubungan Deformasi dengan Derajat Metamorfosa

• Deformasi dan metamorfosa pada Metatuff

Tipe batuan asal boleh jadi adalah tuff mempunyai komposisi basa yang telah mengalami metemorfosa progresif sejalan dengan deformasi. Ini menghasilkan fabrik S1 hampir sejajar dengan struktur asal (Foto 1 dan Foto 2).

Pengarahan dari klorit menunjukan sebelum pemben-tukan bidang sumbu slaty cleavage. Makin ke atas, terjadi perubahan progresif dari tekstur dan komposisi mineral. Contoh-contoh batuan ini memperlihatkan penambahan kecepatan derajat metamorfosa dan intensitas deformasi ke arah atas dalam kolom batuan/ lithostruktural dari Kompleks Mutis.

• Deformasi dan metamorfosa pada meta-pelite

Contoh batuan ini memperlihatkan variasi morfologi bidang belahan sejalan dengan peningkatan derajat metamorfosa. Diantara orientasi butiran kasar dijumpai bidang belah dari zona biotit dan didominasi

oleh tekstur porfiroblastik dari garnet atau staurolit (Foto 3 dan 4). S2 membentuk cleavage utama di dalam zona mineral. S2 dalam zona biotit berhubung an dengan clevage crenulasi, yang didefinisikan mikrolit yang dipisahkan oleh lipatan mikro-asimetris (Foto 5 dan 6). Morfologi lipatan ini memperlihat kan orientasi. Fabrik S1 menyudut terhadap arah penyempitan dari fabrik S2. Contoh contoh batuan ini mewakili zona biotit - garnet - staurolit. • Deformasi dan metamorfosa pada meta-basite

Contoh batuan ini termasuk dalam metamorfosa low grade. Amfibolit yang dibentuk didominasi oleh foliasi fabrik S2 sebelum foliasi fabrik S1 membentuk crenulasi simetris yang didominasi oleh cleavage, yang merupakan perubahan orientasi dari S1 hornblenda terhadap S2 hornblenda yang terjadi secara gradual atau serentak (Foto 7 dan 8). Batas batu an diantara kristal hornblenda, di dalam high grade amfibolit terlihat tegas dan nyata. Deformasi struktur S2 berkembang menjadi lipatan S3 yang jarang memperlihatkan bidang sumbu.

Secara umum perubahan mikrostruktur dan komposisi mineral ini memperlihatkan progresif deformasi dan metamorfosa makin ke atas (Tabel 01). 4.2. Zona Metamorfosa

Berdasarkan analisis sayatan tipis contoh batuan seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, secara umum contoh batuan daerah penelitian memperlihatkan (dimulainya dari bagian bawah hingga bagian atas) zona metamorfosa antara lain :

a. Zona Klorit – Biotit

Dijumpai pada batuan meta-tuff dan pada beberapa batuan metapelite, metamorfosa zona klorit menghasilkan slaty phyllite yang mengandung mineral rekristalisasi (kuarsa, albit, klorit, muskovit dan grafit).

Selanjutnya tampak menunjukan mulai memasuki zona biotit, hal ini dicirikan hilangnya mineral stilpno-melan yang berasosiasi dengan biotit berwarna hijau (Foto 9). b. Zona Garnet

Dijumpai pada conto batuan metapillite. Zona ini memperlihatkan hubungan antara mineral garnet yang berasosiasi dengan klorit, biotit, muskovit dan kuarsa. Mineral garnet ini, umumnya hadir sebagai mineral profiroblast (Foto 10).

c. Zona Staurolit - Kyanit

Zona ini mempunyai karakteristik mengandung staurolit yang berasosiasi dengan garnet, biotit, muskovit, klorit dan kuarsa (Foto 11)

Page 5: 101-344-1-PB (1).pdf

MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006

5

4.3. Kondisi Metamorfosa

Peningkatan derajat metamorfosa yang diikuti dengan perubahan komposisi solid solution (mineral biotit, garnet, plagioklas dan amfibol) dan hilang nya beberapa mineral-mineral indeks yang ada.

Pada diagram Kurva diagram kondisi P-T dari suatu reaksi (H.G.F. Winkler, 1979) lihat lampiran; memperlihatkan variasi kondisi metamorfosa dari contoh batuan yang dianalisis, menunjukan kondisi metamorfosa kontak pada temperatur yang semakin tinggi. V. Kesimpulan

• Berdasarkan pengamatan sayatan tipis contoh batuan, pada umumnya batuan ini memperlihatkan peranan deformasi atau tekanan lebih besar dibandingkan temperatur, yang ditunjukan oleh kenampakan fabrik S1 sampai S3.

• Mulai dari contoh batuan pada bagian bawah hingga contoh batuan pada bagian atas dari kolom lithostruktural, menunjukan kenaikan derajat metamorfosa, mulai dari zeolit fasies sampai biotite grade. Akan tetapi, pada biotite grade mengalami proses retrograsif. Hal ini menunjukan ada penurunan derajat metamorfosa yang diperkirakan akibat adanya proses pengangkatan (up-lift) ?.

• Contoh batuan yang dianalisis dapat dikelompokan menjadi tiga zona metamorfosa yakni, antara lain; (1) Zona Klorit – Biotit, (2) Zona Garnet dan (3) Zona Staurolit – Kyanit. Ketiga zona tersebut dapat digolongkan dalam low-grade metamorfosa.

Pustaka

Cloos, M.,1986. Blueschists in the Franciscan complex of California Petrotectonic constraints on uplift mechanism. In: blueschists and eclogites-Geol. Soc. Am. Mem 164:77-94.

Deer, W.A., R.A. Howie & J. Zussman, 1966. An Introduction to the rock forming minerals. Longman, England: 1-528.

Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian Region.-Geol. Surv. Am. Prof. Paper.

Hyndman, Donald W., 1985. Petrology of Igneous and Metamorphic Rocks, Copyright, McGraw-Hill, Inc, hal. 31-45, 241-333.

Katili, J. A., 1989. Reviewof past and present geotectonic concepts of eastern Indonesia.-Proc. Snellius II Symp.,Neth J. Sea Res. 24.

Kerr, P.F., 1959. Optical Mineralogy, Kogakusha co. Ltd., Tokyo, Japan.

MacKenzie, W.S., and Guildford, C., 1980. Atlas or Rock Forming Minerals in Thin Section: John Willey & Son, New York.

Miyashiro, A., 1973. Metamorphism and Metamorphic Belts. Allen and Unwin.

Williams, H., Turner, F.J. and Gilbert, C.M., 1954, Petrography, an introduction to the study of rock in thin section, W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Winkler, H.G.F., 1974, Petrogenensis of Meramorphic Rock, New York; Springer Verlag New York Inc. Hal. 278-319.

Page 6: 101-344-1-PB (1).pdf

Studi Batuan Metamorf dalam mempelajari Evolusi Geologi Denny S Djohor dan J. Sopaheluwakan (hal 1 – 10)

6

Gambar 1. Kolom Lithostruktural dari Kompleks Mutis di Miomaffo Masif (Sopaheluwakan,1989 yang disedehernakan)

Gambar 2. Paragenesa Mineral pada Batuan MetaTuff (no conto bantuan 53, 53B, 54)

Gambar 3. Paragenesa Mineral pada Batuan MetaPhilit (no conto bantuan 46B, 49, 59 dan 71A)

Page 7: 101-344-1-PB (1).pdf

MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006

7

Gambar 4. Paragenesa Mineral pada Batuan MetaTuff (no conto bantuan 31)

Gambar 5. Paragenesa Mineral pada Batuan MetaBasite (no conto bantuan 58 dan 226)

Foto 1 dan 2. Sayatan tipis conto batuan ( no 53B – ITB) menunjukan kenampakan S1 yang masih sejajar dengan conto S0 yang dibentuk oleh stilpnopelan dengan campuran carbonaceous material dan sphene, tampak hadir aktinolit dan pirit

Page 8: 101-344-1-PB (1).pdf

Studi Batuan Metamorf dalam mempelajari Evolusi Geologi Denny S Djohor dan J. Sopaheluwakan (hal 1 – 10)

8

Foto 3 dan 4. Sayatan tipis conto batuan ( no 71A – ITB) menunjukan tekstur porfiroblast dari garnet dengan pressure shadow, ditempati oleh agregat kuarsa granoblast dan lembaran-lembaran mika

Foto 5 dan 6. Sayatan tipis conto batuan ( no 48B – ITB) menunjukan kenampakan cleavage crenulasi dengan tidak menerusnya bidang pemisah mikrolit yang menunjukkan variabel geometri microfold

Page 9: 101-344-1-PB (1).pdf

MINDAGI Vol. 10 No.1, Juni 2006

9

Foto 7 dan 8. Sayatan tipis conto batuan ( no 231 – ITB) memperlihatkan kenampakan morfologi yang didominasi oleh amfibol dalam amfibolit, dimana fabrik S2 menunjukan tekstur keseimbangan yang dibentuk oleh batas butiran di antara fasa amfibol dan plagioklas

Foto conto sayatan tipis nikol sejajar nikol bersilang

Foto 9 Foto 10

Page 10: 101-344-1-PB (1).pdf

Studi Batuan Metamorf dalam mempelajari Evolusi Geologi Denny S Djohor dan J. Sopaheluwakan (hal 1 – 10)

10

Foto 11

Gambar 6. Kurva diagram kondisi P – T dari suatu reaksi (H.G.F Winkler, 1979)