100406033 - Wahyu Ardhiningtika

31
Ujian Tengah Semester Perencanaan Kota “Studi Kasus Penerapan Satu Unsur Perencanaan Kota” Wahyu Ardhiningtika 100406033 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR MEDAN 2012 KATA PENGANTAR

Transcript of 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Page 1: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Ujian Tengah Semester

Perencanaan Kota

“Studi Kasus Penerapan Satu Unsur Perencanaan Kota”

Wahyu Ardhiningtika

100406033

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

MEDAN

2012

KATA PENGANTAR

Page 2: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga

makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk

maupun pedoman bagi pembaca. Adapun judulnya yaitu : “Studi Kasus

Penerapan Satu Unsur Perencanaan Kota”

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki

bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memenuhi salah satu kewajiban

mahasiswa yakni ujian tengah semester lima.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, Oleh

kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan

masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Medan, 1 November 2012

Bab I

Page 3: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Pendahuluan

Perencanaan kota merupakan proses penyusunan rencana tata ruang kota,

yang didalamnya terkandung arahan penataan ruang kota. Pada mulanya,

kegiatan perencanaan dilakukan oleh orang-orang “pilihan” yang dianggap

mampu menerjemahkan visi dan keinginan manusia akan tata ruang yang

lebih baik, atau mereka yang sangat berduit untuk merealisasikan cita-cita

mereka mengenai masyarakat yang dianggap ideal.

Secara umum Perencanaan Kota adalah ruang yang dimana merupakan

wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk

ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

hidupnya. Perencanaan kota adalah sebuah rencana pembangunan kota yang

dimana merencanakannya berdasarkan empat dasar yakni dasar fisik,

ekonomi, politik, dan sosial. Dasar fisik sebuah kota adalah wujud yang

kelihatan berupa bangunan-bangunan, jalan, taman, dan benda-benda lain

yang menciptakan bentuk kota tersebut. Dasar ekonomi sebuah kota

memberikan alasan bagi eksistensinya. Dasar politik sebuah kota sangat penting

bagi ketertiban. Dasar sosial sangat penting supaya kota ada artinya.

Seiring dengan modernsisasi tata ruang, kota tumbuh melewati batas yang

dapat ditoleransi oleh lingkungan perkotaan. Seiring dengan siklus perkotaan,

bagian pusat kota menjadi terbengkalai dan perlu direvitalisasi, sementara

bagian pinggiran merupakan kawasan yang baru terbangun dengan

“memakan” ruang terbuka hijaunya. Bentukan fisik kota mengalami

penyeragaman rupa dengan penonjolan indivualitas bangunan-bangunan.

Dalam hal ini, sesuatu yang megah ditunjukkan oleh ukuran gedung (luas dan

tinggi) maupun skala pelayanan. Dalam hal ini modernisasi tata ruang

merefleksikan keinginan manusia untuk menciptakan kebaharuan-kebaharuan

melalui penguasaan terhadap alam dan lingkungan.

Page 4: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Titik balik dimana manusia mulai meninggalkan yang tradisional dan mulai

memfokuskan kepada kebutuhannya secara personal mempengaruhi praktik

perencanaan. Dalam sejarahnya, perencanaan kota sendiri merupakan upaya

untuk memanipulasi ruang yang sudah ada agar manusia hidup nyaman dan

layak. Ilmu perencanaan sendiri, dalam pandangan saya, mengesahkan suatu

metode pemisahan manusia dan lingkungan (alam). Melalui objektivitas

berpikir dan rasio yang digunakannya, manusia merumuskan konsep dan

menciptakan teknologi serta standar yang semakin memperkuat

kecenderungan untuk memanipulasi lingkungan. Perencanaan kota menjadi

kurang pada aspek penonjolan terhadap subjektivitas pengamatan unsur-unsur

di dalam ruang, sehingga perencana sedikit memiliki sensitivitas dalam

pengamatan terhadap lingkungan. Pada titik ekstrem dari perencanaan

modern ini, muatan rencana pun mengalami standardisasi. Pedoman maupun

standar menjadi pegangan untuk menentukan isi, sedangkan aspek-aspek yang

direncanakan pun telah ditetapkan dengan prosedur. Dalam hal ini, perencana

telah kehilangan “keterpesonaan” terhadap lingkungan.

Page 5: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Bab II

Teori

Di dalam perencanaan, atau lebih spesifik perencanaan kota, dapatkah kita

melakukan pemisahan antara teori dan praktik? Dalam kenyataannya, pemisahan

tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Dengan merentang sejarah perencanaan,

John Friedmann dalam bukunya yang monumental Planning in the Public Domain

mengungkapkan definisi perencanaan sebagai pemanfaatan pengetahuan metode

dan teknis untuk mencari solusi dalam jangka waktu tertentu. Praktik tidak dapat

dipisahkan dari teori karena memberikan paradigma dan kerangka untuk

melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam perencanaan. Dalam

hal ini saya mengambil posisi bahwa antara teori dan praktik tidak dapat

dipisahkan sama sekali.

Berawal dari Theory of Planning dan Theory in Planning

Ketegangan antara teori dan praktik sebenarnya sudah muncul ketika

Faludi berbicara mengenai perbedaan antara theory of planning dan theory in

planning. Pada pengertian yang pertama, perencanaan dianggap sebagai

serangkaian prosedur untuk mencapai tujuan dalam perencanaan. Terdapat

urutan logis perencanaan yang mesti diikuti untuk menghasilkan rencana.

Theory in planning mengungkapkan hal yang sebaliknya. Pertanyaan yang

lebih dahulu mengemuka adalah: teori atau substansi apa yang perlu diketahui

oleh perencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini perencana

mencari konsep dan metode yang tepat atau semacam formula untuk

menemukan solusi-solusi.

Theory of planning atau procedural planning dikritik karena terlalu kaku

dalam mempraktikkan perencanaan dalam kenyataannya. Perencana menjalani

serangkaian tahapan yang sudah mapan yang mengarahkan tindakan mereka.

Procedural planning umumnya bergantung kepada aspek administratif. Perencana

Page 6: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

yang lebih pragmatis akan sangat cepat untuk menyesuaikan dengan gaya

perencanaan ini. Pada konteks sebaliknya, theory in planning atau substantive

planning lebih berkutat kepada pemahaman terhadap konsep dan metode yang

sesuai untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Substansive

planning memberikan fleksibilitas dalam merumuskan persoalan dan

pemecahannya. Perencana yang cenderung idealis akan sangat menyukai

pendekatan ini.

Dalam perkembangan selanjutnya, antara theory of planning dan theory in

planning mampu berjalan beriringan. Selain mengikuti tahapan logis, perencanaan

juga diisi oleh sejumlah teori dan konsep yang diambil dari ilmu-ilmu yang relevan.

Selain mengembangkan serangkaian prosedur, perencana juga melakukan adopsi

dan adaptasi terhadap bidang-bidang keilmuan yang terkait.

Menuju Perencanaan Komunikatif

Perkembangan selanjutnya, menurut teori sosial, teori dan tindakan

tidaklah dapat dipisahkan. Dalam Theory of Communicative Action, bahwa

gagasan-gagasan yang berkembang di kepala para ahli, yang terkait

kontribusinya terhadap arah perkembangan masyarakat, tidak dapat dapat

diterapkan secara mekanis. Karena para ahli yang bersangkutan perlu menjalani

proses komunikatif yang berarti melihat perspektif yang ragam di dalam

masyarakat. Dalam hal ini, sebuah teori tidak berbicara sendiri, namun menjadi

kontekstual bagi suatu komunitas. Para ahli justru menggali lebih lanjut mengenai

yang sesungguhnya terjadi di dalam masyarakat.

Konteks teori komunikasi ini sangat relevan bagi perencanaan. Perencanaan

bukanlah ilmu pasti yang terkait dengan perilaku alam dan keinginan untuk

melakukan kontrol, melainkan terkait dengan pemahaman sosial mengenai cita-

cita dan keinginan masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting

karena akan menjadi cara untuk menggali aspirasi masyarakat. Tidak hanya itu,

seorang perencana menjadi seorang komunikator yang menyampaikan gagasan-

gagasannya, namun bukan pihak yang dominan dalam prosesnya.

Page 7: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Untuk konteks saat ini di Indonesia, perencana sebagai komunikator masih

berada di angan-angan. Para perencana yang termasuk ke dalam kelompok

akademisi memang berperan besar dalam pemahaman-pemahaman baru baik

dalam theory of planning maupun theory in planning, namun dapat dikatakan

masih masih ada “jarak” dengan masyarakat atau bertindak sebagai komunikator.

Meskipun pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang menjadi fitrah

mereka di kehidupan akademik menjadi sangat penting untuk dikerjakan, lebih

sering merupakan bagian dari pelayanan terhadap kelompok tertentu, seperti

pemerintah maupun pengembang besar. Ada peluang untuk menjadikan

perencanaan menjadi cara-cara untuk memecahkan persoalan yang dihadapi

masyarakat sekaligus menjadi lebih dekat dengan komunitas. Dalam hal ini saya

menafsirkan praktik perencanaan sebagai upaya memecahkan masalah

masyarakat sekaligus keberpihakan terhadap mereka.

Dengan perkembangan masyarakat yang ada sekarang yang dipahami

sebagai postmodern society, seorang perencana tidak mungkin bertindak lepas dari

paradigma yang memandang bahwa perencanaan seharusnya tidak menjadi

instrumen untuk memproduksi metanarasi (sebuah produk rencana pada dasarnya

adalah sebuah metanarasi karena sifatnya yang mengatasi wacana lain

menyangkut perikehidupan masyarakat, dalam hal ini tata ruang). Perencana pun

memiliki tanggung jawab untuk membentuk masyarakat secara bertanggung

jawab yang dilakukan secara diskursif, bukan melalui ego keahlian. Aspirasi dari

seluruh kelompok pun harus dipertimbangkan sebagai perwujudan bahwa

masyarakat memiliki culture yang ragam.

Perencana sebagai Teoritisi atau Praktisi?

Dengan uraian di atas sesungguhnya tidak relevan lagi menanyakan

apakah perencana adalah seorang teoritisi atau praktisi. Perencana haruslah

seseorang yang mampu mengkaitkan antara teori dan metode untuk

memecahkan persoalan-persoalan di dalam masyarakat dengan

mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan politik yang ada. Bukan pekerjaan

yang mudah. Dalam prakteknya, perencana memanfaatkan paradigma tertentu

Page 8: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

yang mengarahkan kepada tindakan tertentu. Saya sangat menyanyangkan

apabila terdapat pendapat bahwa antara keduanya dapat dipisahkan. Saya

beranggapan bahwa perencana haruslah orang yang mampu menjebatani antara

teori dan metode yang diketahuinya atau harus diketahuinya untuk memecahkan

persoalan.

Saya cenderung melihat bahwa mereka yang terlibat di dalam praktek

perencanaan lupa untuk meng-update teori yang mereka miliki atau setidaknya

merenung tentang apa yang mereka telah kerjakan. Saya memiliki kesan bahwa

dengan memasuki dunia praktek, tidak perlu lagi berhubungan dengan teori

maupun metode. Terdapat penyakit yang menghinggapi para praktisi ini, yaitu

copy paste dokumen rencana satu ke rencana yang lainnya, padahal terdapat

persoalan yang berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Saya

menduga hal ini terjadi karena merasa ranah teori maupun metode bukanlah milik

mereka.

Sementara itu, para akademisi perlu berperan dan terlibat dalam tindakan

praktis. Mereka dapat menjadi bagian dari perubahan di dalam masyarakat atau

turut melakukan proses perencanaan dapat menjadi pilihan. Dalam hal ini,

perencana yang termasuk ke dalam kelompok akademisi tidak hanya sekedar

berteori melainkan terlibat dalam praktik perencanaan. Dengan demikian, mereka

dapat memiliki kepekaan untuk menentukan mana teori maupun metode yang

tepat, serta berkontribusi terhadap perkembangan keilmuan mereka pada masa

mendatang.

Page 9: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Terdapat jargon bagi sebagian orang, “kota telah berubah”. Dalam benak

sebagian besar orang, kota memiliki dinamika yang cepat. Perubahan komponen-

komponennya, baik itu yang berasal dari lingkungan fisik, ekonomi, maupun

budaya, seringkali tidak dapat diprediksikan. Rencana, kalau pun itu ada,

biasanya dituding lebih lambat dibandingkan dengan perubahan yang tengah

berlangsung tersebut.

Pada sisi yang lain, ”kota yang berubah” dipahami dari perubahan

paradigma kita memandang kota sebagai sebuah entitas. Makna yang lainnya dari

”kota telah berubah” adalah kota dipandang sebagai lingkungan liar yang tak

ramah. Apabila dalam kerangka pandang modern, kota merupakan sebagai

sesuatu yang memiliki keajegan, maka dalam paradigma baru ini kota identik

dengan ”ketidakteraturan”. Dalam kerangka pandang ini pula, sebuah kota

dianggap dapat dikendalikan atau dikontrol sesuai dengan rencana yang telah

dibuat. Hal ini berbeda dengan kerangka pandang postmodern, yang melihat kota

sebagai entitas kota yang chaotic dan selalu berubah.

Sebuah contoh untuk menggambarkan kondisi kota yang selalu berubah

tersebut dapat dilihat di dalam lansekap kota. Kota senantiasa dicirikan dengan

Page 10: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

dualisme karakter: wilayah produktif – berkembang dan terpencil, pejalan kaki –

wilayah padat kendaraan yang macet. Kota senantiasa menampilkan karakternya

yang tidak stabil dan tidak ada yang berarti untuk waktu yang relatif lama.

Perubahan pada suatu lokasi akan diikuti oleh perubahan pada titik atau area

lainnya yang menciptakan adanya organisasi mandiri.

Urban chaos

Kota adalah mikrokosmos dan cermin masyarakat, dan budaya dalam

skala besar. Jadi untuk menumbuhkan pemahaman menyeluruh tentang kota, kita

harus memikirkan sebanyak mungkin, bila tidak seluruhnya, keragaman yang

melahirkan kota yang kontemporer. Ide-ide konvensional tentang kota sebagai

gambaran besar arsitektur (architecture-writ-large) tidak dapat dengan mudah

dihubungkan dengan teori kota sebagai sistem-sistem sosial, budaya, ekonomi, dan

institusi.

Oleh karena itu, sistem-sistem sosial tidak mudah dikaitkan dengan bentuk

ruang. Pemahaman perencana diliputi oleh kompleksitas dan keragaman. Ada

berbagai dimensi sosial yang harus dipertimbangkan dan memerlukan pendalaman

pemahaman. Guna lahan tidak dengan sendirinya mampu menjelaskan mengenai

aliran transportasi, melainkan juga karakteristik ekonomi suatu lokasi dan budaya

”berkendaraan” penduduk kota tersebut. Disamping itu, kota senantiasa adalah

sebuah sistem terbuka yang menerima aliran energi, orang, dan komoditas dari

sekitarnya, yang berpengaruh pula terhadap terbentuknya suatu pola guna lahan.

Adanya ketidakteraturan pada sebagian besar wilayah kota, maka lansekap kota

dilihat dalam pemahaman geometri fraktal. Pada kenyataannya pula, kota-kota

mempunyai struktur-struktur fraktal yang berbeda dimana fungsi-fungsinya saling

menyerupai dirinya sendiri (self similiarity) dalam banyak keteraturan dan skala.

Pemahaman terhadap geomtri fraktal ini sangat penting untuk mengamati

langsekap kota yang beragam dari skala dan ukurannya.

Page 11: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Chaos Planning

Prof. Batty dari Univerity of College London berpendapat bahwa

perencanaan selalu bergantung kepada pembuatan rencana geometris yang ideal

yang berakar dari perencanaan kota yang muncul pada abad ke-19. Pada abad

tersebut, kota-kota dilihat sebagai entitas yang tidak teratur, menyebar ke segala

arah, dan kumuh. Rencana-rencana yang dibuat sangat kental dengan penentuan

tatanan yang stabil dan hirakis dalam pengaturan ruang kota. Rencana geometris

seperti ini, seperti yang dibuat oleh Ebernezer Howard dengan Garden City

mengajukan sebuah rencana kota yang ideal dalam ukuran dan struktur, yang

menurut Prof. Batty mengabaikan cara alamiah sebuah kota tumbuh:

”Idealized cities are simply too naive with respect to the workings of the

development process and competition for the use of the space that

characterises the contemporary city and degree of diversity and

heterogenity that the most vibrant cities manifest.”

Tradisi ini masih muncul sampai saat ini, kota ditata untuk menentukan

struktur dan pola ruang yang ideal, yang dirasa menjadi tujuan jangka panjang

semua pihak. Apabila pada abad ke-19, pengaruh perencana kota yang visioner

yang menentukan bentuk kota, maka saat ini penggunaan teknik-teknik yang

terstandar dan melalui prosedur ilmiah menentukan tata ruang kota.

Tata ruang merupakan perwujudan ideal dari teknologi dan ilmu

pengetahuan yang diaplikasikan para perencana. Struktur dibuat dengan ketat

dengan memperhatikan kaitan-kaitan antar pusat menurut hirarkinya. Terdapat

anggapan bahwa kota dapat dikendalikan pada masa mendatang, sehingga

persoalan-persoalan seperti kemacetan akan dapat tertangani.

Pola ruang disusun menurut perencanaan yang deterministik. Kota dibagi

habis ke dalam blok-blok peruntukan yang menentukan lokasi dari kegiatan –

kegiatan utama kota. Peluang perubahan dijaga seminimal mungkin untuk

Page 12: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

mengarahkan tindakan dan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan ruang

kota. Instrumen lain dibutuhkan untuk melakukan pengendalian seperti

melakukan penertiban terhadap ”pemanfataan yang tidak sesuai”.

Kota ideal dalam konteks perencanaan terhadap ketidakterturan (chaos

planning) memberikan karakteristik perencanaan sebagai kegiatan yang otoriter.

Perencana merupakan pihak di belakang rencana yang ideal yang didesakkan ke

dalam masyarakat. Di balik itu, terdapat persoalan menyangkut daya tanggap

rencana terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam ruang

kota. Umumnya, rencana kota sangat jarang mampu dengan cepat menangkap

perubahan tersebut, sehingga akumulasi terhadap penyimpangan semakin besar.

Kita dapat melihat suatu kawasan yang dilanggar oleh satu pihak akan diikuti oleh

pihak lainnya yang menginginkan manfaat yang sama dari pemanfaatan ruang.

Tidak sadar, rencana yang baru pun telah menjadi usang.

Planning in Chaos

Menurut Prof. Batty, kota tumbuh secara allometri – tumbuh dalam

kecepatan yang berbeda – yang menghasilkan perubahan terhadap proporsi -

dan hal ini merubah keseimbangan energi yang digunakan untuk melestarikannya.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai network science yang akan:

“… provides a way of linking size to the network forms that enable cities

to function in different ways. The impacts of climate change, the quest

for better performance, and the seemingly intractable problems of

ethnic segregation and deprivation due to failures in job and housing

markets can all be informed by a science that links size to scale and

shape through information and material and social networks that

constitute the essential functioning of cities.”

Dengan menyadari adanya keterbatasan di dalam perencanaan kota yang

ideal, dalam merencanakan ketidakteraturan, maka paradigma mengenai

ketidakteraturan kota mengarahkan kepada keterbatasan dari perencanaan.

Dengan memahami persoalan-persoalan secara mendetil atau fungsi-fungsi dari

Page 13: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

sistem yang kompleks, kita akan melakukan intervensi lebih sedikit, tetapi dalam

cara-cara yang lebih realitis.

Dengan kata lain: sebagus-bagusnya sebuah rencana, dilihat dari visi masa

depan dan pemanfaatan sumber dayanya, masih lebih baik tidak ada rencana

sama sekali. Disini, perencana perlu memikirkan lagi proses perencanaan kita yang

selama ini yang lebih condong kepada: ”penentuan struktur dan pola ruang kota

apa yang akan terbentu pada masa mendatang”, menjadi kepada: ”bagaimana

rencana itu akan dipahami dan dilakukan”. Mau tidak mau, perencanaan dalam

konteks paradigma chaos ini adalah model partisipatif yang luas.

Persoalan-persoalan yang Melingkupi Peraturan Zonasi

Saat ini, seringkali terjadi kesalahpahaman mengenai peraturan zonasi

dengan rencana tata ruang. Banyak orang menganggap, terutama para

profesional, bahwa pengerjaan rencana tata ruang dan peraturan zonasi adalah

sama. Oleh karenanya, pengerjaan keduanya disatukan. Padahal, jelas disebutkan

bahwa antara keduanya berbeda. Peraturan zonasi (zoning regulation) ditujukan

sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, sementara itu, rencana tata

ruang masuk ke dalam lingkup perencanaan yang merupakan proses untuk

menentukan struktur dan pola ruang. Dalam Ketentuan Umum UU No. 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang, pengertian peraturan zonasi sama sekali tidak

disebutkan. Hal ini sama sekali tidak mengherankan karena instrumen-instrumen

lainnya dalam konteks pengendalian pun tidak diuraikan lebih lanjut. Namun,

dalam penjelasan umum angka 6, peraturan zonasi dijelaskan sebagai:

“Ketentuan yang mengatur tentang tentang persyaratan pemanfaatan

ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap

blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci

tata ruang.”

Pada penjelasan pasal 36 ayat 1 disebutkan:

Page 14: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

“Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan

ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona

peruntukan sesuai dengan rencana rinci ruang.”

Dalam pengertian ini, peraturan zonasi dibuat sebagai penjabaran dari zona

peruntukan yang termuat di dalam rencana rinci, yang merupakan pengaturan

terhadap pemanfaatan ruang dan pengendaliannya. Apa yang disebut sebagai

rencana rinci? Rencana rinci tediri atas:

a. Rencana tata ruang pulau/kepulauan, dan rencana tata ruang kawasan

strategis nasional;

b. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

c. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota, dan rencana tata ruang

kawasan strategisnya.

Hanya saja, terdapat ketentuan yang menyatakan rencana detail tata ruang

didasarkan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. Hal ini didasarkan atas

interpretasi terhadap Pasal 14 ayat (6) UU No. 26 Tahun 2007 yang menyebutkan

bahwa:

“Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf

c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.”

Dengan demikian, terdapat kesulitan untuk menerjemahkan dalam lingkup

mana sebaiknya peraturan zonasi diterapkan. Pasal 14 (6) ini memberikan arahan

bahwa peraturan zonasi hanya meliput kepada tata ruang kabupaten/kota.

Sementara itu, pada Pasal 36 ayat (2) disebutkan peraturan zonasi disusun

berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

Kebingungan mulai muncul dari ayat selanjutnya (Pasal 36 ayat 3) yang

menyebutkan bahwa peraturan zonasi ditetapkan peraturan pemerintah untuk

arahan peraturan zonasi sistem nasional, peraturan daerah propinsi untuk arahan

peraturan zonasi sistem propinsi, dan peraturan daerah kabupaten/kota untuk

peraturan zonasi. Apakah ini berarti bahwa nasional dan propinsi juga memiliki

peraturan zonasi? Apakah muatan peraturan zonasi yang terdapat dalam RTRWN,

Page 15: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

RTRWP, RTRWKabupaten/Kota, dan rencana rinci dapat dibedakan? Apabila

benar ada demikian, apa saja muatan dari peraturan zonasi yang disusun oleh

nasional dan propinsi? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan teknis seperti:

bagaimana menyusun amplop ruang pada kedalaman sistem nasional dan

propinsi?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu saja membingungkan bagi mereka

yang akan menyusun peraturan zonasi. UU Penataan Ruang menetapkan adanya

istilah “indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional” untuk arahan

pengendalian pemanfaatan ruang pada tingkatan RTRWN dan RTRWP,

“ketentuan umum peraturan zonasi” untuk RTRWKabupaten/Kota dan arahan

peraturan zonasi untuk RTR Kaw. Metropolitan/Megapolitan, dan Agropolitan. Hal

ini menimbulkan pertanyaan mengani: apa perbedaan peraturan zonasi tersebut

dengan yang disusun dari rencana rinci tata ruang? Persoalan lainnya adalah: siapa

yang menetapkan peraturan zonasi untuk RTR Kaw.

Metropolitan/Megapolitan/Agropolitan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas memerlukan ketetapan yang mengatur

pelaksanaannya secara lebih operasional. Saat ini saja, sudah terdapat “suara-

suara” untuk melakukan revisi terhadap UU Penataan Ruang, sehingga

pemahaman yang “membingungkan” di atas dapat diperjelas.

“Kebiasaan-Kebiasaan” dalam Menyusun Peraturan Zonasi

Saya sebutkan dengan “kebiasaan-kebiasaan” disini adalah praktik yang

umum diterapkan dalam menyusun peraturan zonasi, terlebih yang

diinterpretasikan di kalangan akademisi di PWK – ITB.

Dalam kaitannya dengan pengendalian pemanfaatan ruang, Denny

Zulkaidi, salah satu anggota Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan

Kota Institut Teknologi Bandung (KK PPK – ITB), menempatkan peraturan zonasi

sebagai perangkat utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Di bawahnya

terdapat perangkat insentif dan disinsentif, perizinan, dan sanksi. Dalam

pernyataan UU Penataan Ruang, keempat instrumen tersebut (termasuk

Page 16: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

peraturan zonasi dibuat sejajar), namun pertimbangan praktis bahwa ketiga

perangkat yang disebut belakangan didasarkan atas peraturan zonasi. Hal inilah

yang menyebabkan peraturan zonasi berkesan dominan dan perlu mendapat

perhatian lebih dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang. Hal

tersebut memang tidak salah, namun dalam hemat sama, perizinan pun dapat

dilakukan tanpa menunggu disusunnya peraturan zonasi, melainkan mengacu

kepada rencana. Namun, apabila peraturan zonasi telah ada, maka

keterkaitannya dengan perizinan menjadi tidak terhindarkan lagi.

Lebih mudah memahami penyusunan peraturan zonasi dalam kaitannya

dengan penyusunan rencana rinci (atau RDTR Kawasan Perkotaan). Dalam

praktiknya, keduanya (rencana dan peraturan zonasi) dapat dilaksanakan

bersamaan dalam penyusunannya. Hal ini dapat menghemat biaya penyusunan

RDTRK dan peraturan zonasi, karena ada bagian-bagian yang overlap. Peraturan

zonasi berisi: guna lahan, intensitas bangunan dan tata massa, dan aturan

pemanfaatan ruang. Dua hal pertama yang disebutkan sebelumnya merupakan

bagian yang harus ada di dalam RDTRK. Dalam konteks selanjutnya, antara

rencana rinci kota dan peraturan zona dapat menjadi pedoman dalam

penyusunan RDTRK dan rencana yang lebih teknis (RTRK / RTBL). Pelaksanaan

survei lapangan akan lebih menghemat waktu dan biaya apabila dilaksanakan

secara berbarengan, namun tetap keduanya adalah entitas yang berbeda.

Di berbagai negara, peraturan zoning terdiri dari dua unsur, yaitu zoning

text/zoning statement dan zoning map. Zoning map berisi aturan-aturan (atau

menjadi sisi dari regulasinya), yang menjelaskan mengenai tata guna lahan dan

kawasan, pemanfaatan yang diizinkan dan diizinkan dengan syarat, standar

pengembangan, minumum lot requirement, dll.. Sementara itu, zoning map berisi

pembagian blok peruntukan dengan ketentuan aturan untuk tiap blok

peruntukan. Selain itu, zoning map menggambarkan mengenai tata guna lahan

dan lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan. Dalam praktiknya peta zonasi dibuat

dalam kode zonasi yang digambarkan dalam bentuk huruf dan angka. Kuncinya

adalah membuat sistem pengkodean yang konsisten yang dapat dengan mudah

diingat dan dibaca.

Page 17: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Dilihat dari rincian materi yang diatur, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kegiatan yang diperbolehkan

2. Kegiatan yang dilarang

3. Aturan khusus untuk kegiatan

4. Kegiatan tambahan dan aturannya

5. Kegiatan bersyarat dan aturannya

6. Pengecualian khusus

7. Ketentuan luas persil

8. Ketentuan luas pekarangan (sempadan depan, samping, belakang)

9. KDB maksimum

10. Luas minimum/maksimum lantai bangungan

11. Batas tinggi bangunan

12. Variansi

Page 18: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

London

2.1 Penerapan unsur perencanaan kota London pada bidang transportasi.

London adalah ibu kota Inggris dan

Britania Raya yang merupakan wilayah

metropolitan terbesar di Britania Raya dan

juga zona perkotaan terbesar di Uni Eropa

berdasarkan luas wilayah. Berlokasi di

sepanjang Sungai Thames, London telah

menjadi permukiman utama selama dua

milenium sejak didirikan oleh Romawi pada

abad ke-1 dengan nama Londinium. Inti dari

London kuno, yaitu City of London, sebagian

besar masih tetap mempertahankan batas-

batas abad pertengahannya. Sejak abad ke-

19, nama London juga digunakan untuk

menyebut kota metropolitan yang

berkembang di sekitar inti ini. Konurbasi dari

wilayah-wilayah urban ini pada akhirnya membentuk Region London dan

wilayah administratif London Raya. Wilayah ini diatur dan dibawahi oleh

walikota London yang dipilih melalui pemilihan umum beserta Majelis London.

London adalah kota global terkemuka yang unggul dalam bidang seni,

bisnis, pendidikan, hiburan, mode, keuangan, kesehatan, media, layanan

profesional, penelitian dan pembangunan, pariwisata, serta transportasi.

London, bersama dengan New York City, merupakan pusat keuangan

terkemuka di dunia, dan menjadi kota dengan PDB terbesar kelima di dunia,

atau yang tertinggi di Eropa. Kota ini dikatakan sebagai pusat kebudayaan

dunia. London juga menjadi kota yang paling sering dikunjungi, dan tercatat

sebagai kota dengan bandar udara tersibuk di dunia berdasarkan lalu lintas

penumpang internasional. 43 universitas di London membentuk konsentrasi

Page 19: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

pendidikan tinggi terbesar di Eropa. Pada tahun 2012, London menjadi kota

pertama yang telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade Musim

Panas modern sebanyak tiga kali.

London terdiri dari beragam

masyarakat dan budaya dengan lebih

dari 300 bahasa digunakan oleh

berbagai etnis. Pada bulan Maret

2011, London tercatat berpenduduk

sebanyak 8.174.100 jiwa, sekitar

12,5% dari populasi Britania Raya

secara keseluruhan. Hal ini juga

menjadikan London sebagai kota

terbesar di Uni Eropa menurut jumlah

populasi. Kawasan perkotaan London

Raya juga menjadi kawasan urban

terbesar kedua (setelah Paris) di Uni

Eropa dengan jumlah penduduk

8.278.251 jiwa, sedangkan kawasan metropolitan London adalah yang

terbesar di Uni Eropa dengan populasinya yang diperkirakan mencapai 12

hingga 14 juta jiwa. Sebelumnya, London juga pernah menjadi kota dengan

populasi terbesar di dunia pada periode 1831-1925.

London memiliki empat Situs Warisan Dunia, yaitu: Menara London;

Kebun Botani Kew; komplek situs bersejarah yang terdiri dari Istana

Westminster, Westminster Abbey dan Gereja St. Margaret; serta permukiman

bersejarah Greenwich (tempat di mana Observatorium Kerajaan menandai

meridian utama, yaitu 0° garis bujur, dan GMT). Markah tanah (landmark)

terkenal London yang lainnya antara lain Istana Buckingham, Mata London,

Katedral Santo Paulus, Piccadilly Circus, Jembatan Menara, Stadion Wembley,

Page 20: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Jembatan London, dan Trafalgar Square. London juga merupakan lokasi dari

berbagai museum, galeri, perpustakaan, acara olahraga, dan institusi

kebudayaan lainnya, termasuk British Museum, Museum Maritim Nasional,

Perpustakaan Britania, Galeri Nasional, Tate Modern, Wimbledon, dan 40

Teater West End. London Underground juga merupakan jaringan kereta api

bawah tanah tertua di dunia, serta yang terluas kedua setelah Shanghai

Metro.

London underground

London Underground adalah

jaringan transportasi massal kereta

listrik di bawah tanah yang melayani

daerah kota London dan London Raya

atau sering disebut dengan istilah

metro. Jaringan ini, yang merupakan

jaringan sejenis yang tertua di dunia,

juga dikenal dengan nama the Tube

atau cukup Underground dan sudah

mulai beroperasi sejak 10 Januari 1863

pada Metropolitan Railway yang sekarang rutenya dilayani oleh Circle Line dan

Hammersmith & City Line.

Jaringan ini memiliki 274 stasiun serta 253 mil atau 408 km rel aktif

yang melayani 3 juta perjalanan penumpang per hari. Pada 2003 - 2004,

terdapat 948 juta perjalanan yang telah dilayani. Sejak 2003, London

Underground menjadi bagian Transport for London atau TfL yang juga

mengelola kontrak bis tingkat London yang populer.

Page 21: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Logo Underground berupa

lingkaran merah dengan persegi

panjang biru horizontal di tengahnya

sudah menjadi ikon bagi kota

London dan akan langsung dikenali

oleh masyarakat. Persegi panjang

biru tersebut bertuliskan

UndergrounD atau jika digunakan sebagai tanda stasiun akan bertuliskan

nama stasiun tersebut.

Jaringan transportasi umum London merupakan salah satu yang

terbesar di dunia. Dengan akses ke Bus, Trem, layanan Rail Nasional dan

tabung Underground yang terkenal. Kereta api didefinisikan sebagai sarana

transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri

maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang

bergerak di rel. Dengan demikian kereta api hanya dapat bergerak/berjalan

pada lintasan/jaringan rel yang sesuai dengan peruntukannya, hal ini menjadi

keunggulannya karena tidak terganggu dengan lalu lintas lainnya, tetapi dilain

pihak menjadikan kereta api menjadi angkutan yang tidak fleksibel karena

jaringannya terbatas.

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri

dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan

rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya).

Rangkaian kereta api atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga

mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Untuk

angkutan barang dalam jumlah yang besar dapat digunakan rangkaian lebih

dari 50 kereta yang ditarik dan/atau didorong dengan beberapa buah lokomotif,

seperti kereta api babaranjang (kereta api batutu bara rangkaian panjang)di

Sumatera Selatan.

Page 22: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Kereta api merupakan angkutan yang efisien untuk jumlah penumpang

yang tinggi sehingga sangat cocok untuk angkutan massal kereta api

perkotaan pada koridor yang padat, tetapi juga digunakan untuk angkutan

penumpang jarak menengah sampai dengan 3 atau 4 jam perjalanan ataupun

untuk angkutan barang dalam jumlah yang besar dalam bentuk curah, seperti

untuk angkutan batu bara. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif,

beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat

transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun

antarnegara.

BAB III

STUDI BANDING

A. KOTA OSAKA ( transportasi )

Osaka (大阪市 Ōsaka-shi?, Kota Osaka) adalah sebuah kota

di wilayah Kansai, Jepang. Osaka adalah kota berpenduduk terbesar

nomor tiga di Jepang setelah Tokyo dan Yokohama. Osaka

merupakan sebuah metropolis air yang dikenal dengan sungai-

sungainya dan jumlah jembatan terbanyak di Jepang.

Osaka dibangun sebagai suatu kota ratusan tahun lalu.

Selama masa sejarahnya, banyak mengalami perubahan, antara lain

perencanaan dan peneraan teknologi baru untuk mencapai

lingkungan kota yg nyaman bagi warganya. Perencanaan dan

penerapan dari zoning / pengelompokkan kegiatan merupakan

pokok yang harus dapat dilakukan secara konsisten.

Osaka Master Plan - Konsep Dasar

Page 23: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Osaka mempunyai rencana-rencana khusus dalam

mengahadapi abad 21 yg terkenal dengan nama “Dua Konsep Osaka

Plan 21″ yaitu :

1. Kota yang mencintai warganya

2. Kota yang merupakan bagian dari dunia

Konsep kota yang mencintai warganya memang sangat dipenuhi

oleh pemerintah daerah Osaka. Dimana dalam pelaksanaannya dan

penerapannya harus didasari pada keseimbangan yg harmoni

antara tempat tinggal, tempat kerja dan rekreasi dalam kehidupan

seluruh warganya.

Tujuan perencanaan kota Osaka sebagai berikut :

1. Mengutamakan kesehatan dan keamanan

2. Penekanan perhatian pada gaya hidup perkotaan

3. Penerapan kota dari elemen- elemen budaya lama dengan

mengabdikan budaya lama dalam kota modern

Kuil Shinsaibashi di tengah kota, merupakan penerapan elemen2

budaya lama dengan kota modern Osaka.

Page 24: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

4. Pendekatan ekonomi pada pembangunan dan

pengembangan kehidupan sosial

5. Terbuka terhadap masukan secara internasional dengan

konsep- konsep globalisasi

6. Sistim pengembangan kota Osaka :

a. Pengembangan pusat kota dan pembangunan ‘pusat2

kota’ lain ( suburb )

b. Pengembangan akses utara-selatan serta timur-barat

c. Pengembangan perkotaan sesuai dengan karakter

masing- masing daerah

Taman dan ruang terbuka hijau sangat penting di kota2 besar dan

berguna untuk tempat rekreasi, keindahan serta paru2 kota. Taman

tertua di Osaka adalah Nakanoshima yg dibuka tahun 1891. Tahun

1952 berkembang menjadi 20 taman dengan total luas 801,42 hektar

sesuai dengan perencanaan kota.

Daerah terbuka hijau ( termasuk plazanya ) sudah mulai

dipopulerkan sejak tahun 1941. Fungsi daerah ini juga

dikombinasikan area rekreasi yg sekarang telah terbentuk sebanyak

6 daerah hijau seluas 740 hektar sesuai perencanaan kota.

Page 25: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Peta Kota Osaka

Macam Transportasi di Kota Osaka

- Pertama, pesawat terbang. Tentunya ada banyak pilihan maskapai

udara dengan tarif terbang yang berbeda tergantung jenis kelas.

Maskapai udara yang kami gunakan adalah Garuda Indonesia dengan

tarif kelas ekonomi di kisaran 6.700.000 Rupiah (negosiasi dari tarif awal

10.000.000 Rupiah) untuk rute penerbangan pulang pergi Jakarta -

Page 26: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Osaka - Jakarta dengan transit di Bali. Total durasi perjalanan adalah 8

jam.

- Kedua, bus kota. Kendaraan ini merupakan salah satu pilihan populer

untuk bepergian dalam kota. Demi alasan penghematan biaya, kami

beberapa kali membeli tiket bus terusan dalam kota yang bertarif 500

Yen. Dengan tiket bus terusan yang berbentuk seperti kartu telepon

tahun 90-an, kita hanya perlu menunjukkan kepada sang supir tiap kali

hendak turun di tempat tujuan. Tarif normal untuk bepergian dengan

bus (tanpa tiket terusan) berkisar di angka 100-200 Yen sekali pergi.

Tapi jika tujuan yang kita hendak capai berada di pinggiran kota,

biasanya dibutuhkan ekstra Yen untuk menambah biaya perjalanan di

luar biaya tiket terusan. Misalkan dari Horikawa Marutamachi menuju

Arashiyama, kamu harus membayar ekstra 220 Yen.

- Ketiga, kereta api. Kereta api merupakan alat transportasi utama yang

mengangkut sebagian besar komuter di kota-kota besar seperti Tokyo

dan Osaka. Sekali bepergian dengan kereta api lokal (yang berhenti di

tiap stasiun) menghabiskan biaya di kisaran 100-300 Yen. Jangan

tanyakan mengapa kami tak bepergian dengan Shinkansen, tarif sekali

Page 27: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

perginya berkisar di angka 800-8000 Yen! Seperti yang sering dilihat di

tayangan televisi, untuk memasuki kereta api di Jepang butuh usaha

yang lebih dan kaki yang kokoh. Karena jika kita bepergian di jam

berangkat atau pulang kerja, berdiri berdesak-sesak di dalam kereta

adalah hal yang sangat lumrah. Satu lagi, etika berkendara di dalam

bus dan kereta adalah dilarang mengobrol! Maka jika beberapa minggu

yang lalu sebagian pengguna trasnportasi umum di Kyoto - Osaka

merasa terganggu dengan rombongan warga Indonesia yang mengobrol

dan tertawa di dalam transportasi publik (sebut saja “kami”),

maafkanlah kami.

- Keempat, sepeda. Tak pernah menyangka jika kami akan dapat

bepergian di dalam kota menggunakan sepeda. Sepeda kami dapatkan

dari hostel tempat kami menginap dengan tarif sekali sewa sebesar 500

Yen - dengan menaruh deposit 1000 Yen yang nantinya akan

dikembalikan. Bepergian dengan sepeda ternyata lebih cepat

dibandingkan menggunakan bus kota. Selain lebih menyenangkan, tak

ada sedikitpun keringat yang keluar karena suhu musim gugur yang

dingin. Untuk urusan parkir, kamu bisa memanfaatkan jasa parkir

khusus sepeda di dekat pusat perbelanjaan yang biasanya mematok

tarif flat sebesar 150 Yen untuk sekali parkir. Jika kamu tak berhati-hati

menaruh sepeda di tempat umum, seperti yang kami lakukan di Gion,

kamu akan terancam denda ribuan Yen dari polisi yang lalu lalang. Oh

ya, jangan bayangkan sepeda jenis fixed gear atau mountain bike yang

berseliweran di jalur khusus karena jenis kebanyakan yang dipakai

adalah sepeda klasik dengan keranjang di depan stang.

Page 28: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

Di luar pilihan yang

disebutkan di atas, tentunya

masih banyak pilihan alat

transportasi di Jepang semisal

taksi atau bahkan kendaraan

pribadi. Entah dengan tarif

taksi, tapi tarif parkir untuk

mobil pribadi di lahan-lahan

sempit dalam kota amatlah

mahal. Tak heran jika akhirnya saya berpikir bahwa pemilik mobil di Jepang

adalah kaum yang memang cukup mapan secara ekonomi. Bayangkan dengan

tarif masuk tempat parkir sekitar 1200 Yen, untuk kelipatan 60 menit tarifnya

adalah 200 Yen.

PETA JALUR PESAWAT TERBANG DI KOTA OSAKA

Page 29: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

PETA JALUR KERETA API BAWAH TANAH DI KOTA OSAKA

BAB IV

KESIMPULAN

Page 30: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

1. Jadi kesimpulan nya Osaka mempunyai rencana-rencana khusus

dalam mengahadapi abad 21 yg terkenal dengan nama “Dua Konsep Osaka

Plan 21″ yaitu Kota yang mencintai warganya Kota yang merupakan

bagian dari dunia dan Konsep kota yang mencintai warganya memang

sangat dipenuhi oleh pemerintah daerah Osaka.. Selain itu asoka juga

mempunyai Tujuan perencanaan kota diantaranya Mengutamakan

kesehatan dan keamananPenekanan perhatian pada gaya hidup

perkotaan.

2.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: 100406033 - Wahyu Ardhiningtika

http://en.wikipedia.org/wiki/San_Jose,_Ca

http://id.wikipedia.org/wiki/Osaka