proposal wahyu
-
Upload
wahyu-chan -
Category
Documents
-
view
439 -
download
11
Transcript of proposal wahyu
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
USULAN SKRIPSI KIMIA
Judul Skripsi : Sintesis Busa Poliuretan dari Minyak Jarak, Air dan 1,4-Butanadiol yang Direaksikan dengan Toluena Diisosianat (TDI) sebagai Isolator Panas
Nama Lengkap : Fajar Adani Wahyu SuryajatiNomor Mahasiswa : 07307141014Alamat : Bulus II RT 03/RW IV Pakem, Sleman,
YogyakartaTempat Penelitian : Laboratorium Kimia FMIPA UNYPembimbing Utama : Dr. Eli RohaetiLembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNYPembimbing Pendamping : Dr. SuyantaLembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNYJangka Waktu Penelitian : Maret – AprilPerkiraan Biaya : Rp 1.000.000,00
Yogyakarta, 15 Februari 2011
MenyetujuiPembimbing Utama
Dr. Eli RohaetiNIP. 19691229 199903 2 001
Peneliti
Fajar Adani Wahyu S.NIM. 07307141026
MenyetujuiPembimbing Pendamping
Dr. Suyanta, M. Si.NIP. 19660508 199203 1 002
MengetahuiKoordinator Tugas Akhir Skripsi
Program Studi Kimia
Endang Dwi Siswani, M. T.NIP. 19541120 198702 2 001
1
I. JUDUL
Sintesis Busa Poliuretan dari Minyak Jarak, Air dan 1,4-Butanadiol yang
Direaksikan dengan Toluena Diisosianat (TDI) sebagai Isolator Panas
II. RUANG LINGKUP/BIDANG ILMU
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Kimia Fisika Polimer
III. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanaman jarak (Richinus communis L.) merupakan tanaman tahunan yang
mudah tumbuh di daerah tropik maupun subtropik dalam bentuk perdu besar
yang bercabang banyak, tidak teratur, dengan ketinggian mencapai 3 meter.
Curah hujan yang optimal 700-1200 mm per tahun akan sangat berpengaruh
dalam meningkatkan produktivitas biji castor yang baik (Ihwan Ulul Firdaus,
2009:3-5).
Menurut Robert Manurung yang dikutip oleh Sardi Duryatmo, minyak
jarak (Castor oil) dihasilkan dari biji buah jarak ricinus dengan pengepresan atau
ekstraksi pelarut dari biji tanaman jarak. Minyak yang diperoleh mengandung
asam-asam lemak yaitu asam risinoleat (89,5%) sebagai komponen utama, asam
oleat (3,0%), asam linoleat (4,2%), dan asam stearat (1,0%). Kombinasi gugus
hidroksil dan ketakjenuhan dalam minyak jarak menghasilkan minyak yang
lebih kental, tahan oksidasi dan dapat melekat pada permukaan logam dalam
bentuk lapisan film yang tipis (Sardi Duryatmo, 2005:28-29).
Penggunaan produk-produk turunan minyak jarak yang banyak diproduksi
di dunia berdasarkan urutan nilai produksinya adalah minyak pelumas, kosmetik,
2
pengobatan, urethane, detergen dan sabun, pelapis, serat nilon, dan tekstil
(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:16-18).
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu yang
potensial untuk dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia adalah tanaman
jarak (Richinus communis L.). Minyak jarak (Castor oil) yang nanti dihasilkan
dapat diolah sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat. Salah satu produk
yang dapat dikembangkan adalah poliuretan. Adanya gugus hidroksil yang
berasal dari asam lemak tidak jenuh, asam risinoleat dalam minyak jarak,
menjadikan minyak jarak sebagai bahan baku (sebagai poliol) poliuretan yang
memiliki sifat unggul di bidang kelistrikan (Gerber, U., Meyer W., Schelbert, P.,
2005; Kusakawa, S., Yokkaichi, Yoshiyuki I., Mie, Seichi M., Yokkaichi, Kenji
K., dan Itami, Kenji U., 1986).
Poliuretan adalah jenis polimer yang memiliki banyak kelebihan pada
sifat-sifatnya dibandingkan jenis polimer yang lain pada aplikasi sejenis. Secara
prinsip, poliuretan dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara senyawa yang
mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul (diol atau poliol)
dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus isosianat reaktif per
molekul (diisosianat atau poliisosianat). Sifat produk hasil sintesis dikendalikan
oleh monomer yang digunakan, bervariasi mulai dari elastomer yang bersifat
fleksibel hingga plastik yang bersifat kaku dan rigid (keras) (Saunder, 1988;
Stevens, 2007:468-472). Salah satu aplikasi produksi poliuretan dalam dunia
industri adalah busa-busa yang kuat dan fleksibel dengan konduktivitas rendah
sehingga digunakan sebagai bahan isolator panas (Stevens, 2007:472-474).
3
Minyak jarak merupakan salah satu bahan alam yang mempunyai gugus
hidroksil, sehingga minyak jarak dapat digunakan sebagai sumber poliol dalam
sintesis poliuretan. Salah satu senyawa diisosianat yang umum digunakan
sebagai sumber gugus isosianat dalam sintesis poliuretan yaitu toluena-
diisosianat (TDI). TDI merupakan senyawa diisosianat aromatik yang lebih
reaktif dibandingkan dengan diisosianat alifatik.
Dalam penelitian ini akan dikaji tentang sintesis busa poliuretan dengan
menggunakan metode one shot process. Busa poliuretan sebagai isolator panas
disintesis dari minyak jarak-TDI yang direaksikan dengan penambahan aditif
yakni 1,4-butanadiol sebagai chain extender dan air sebagai blowing agent.
Untuk memperoleh informasi tentang busa poliuretan yang dapat diaplikasikan
sebagai bahan isolator panas dilakukan sintesis busa poliuretan dengan variasi
komposisi antara minyak jarak, air, TDI, dan 1,4-butanadiol.
Busa poliuretan diharapkan memiliki sifat-sifat yang khas sebagai isolator
panas, antara lain : konduktivitas termal yang rendah, density bulk rendah, dan
absorbsi air (water absorbtion) rendah. Karakterisasi busa poliuretan hasil
sintesis meliputi penentuan massa jenis, analisis gugus fungsi, uji derajat
penggembungan, kemampuan absorpsi uap air, dan konduktivitas termal.
Keberhasilan polimerisasi diketahui dengan mengidentifikasi gugus fungsi
busa poliuretan yang ditentukan dengan alat Spektrofotometer Fourier
Transform Infra Red (FTIR). Aplikasi busa poliuretan sebagai isolator panas
dianalisis melalui density bulk dengan analisis massa jenis, kemampuan absorbsi
air (water absorbtion) melalui uji absorbsi uap air. Sedangkan, untuk
4
menentukan ada tidaknya ikatan silang pada poliuretan dilakukan melalui uji
derajat penggembungan (swelling degree). Uji konduktivitas termal dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar kemampuan busa untuk menghantarkan panas.
Besarnya nilai konduktivitas termal ini dapat digunakan sebagai persyaratan
busa poliuretan sebagai isolator panas.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam
penelitian ini permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Jenis monomer pembawa gugus isosianat dan pembawa gugus hidroksil
aktif yang digunakan mempengaruhi sifat fisik dan kimia busa poliuretan.
2. Komposisi monomer dalam sintesis mempengaruhi sifat fisik dan kimia
busa poliuretan yang dihasilkan.
3. Kemampuan poliuretan sebagai isolator panas mengacu pada
konduktivitas termal, density bulk dan kemampuan absorbsi air.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mengatasi meluasnya permasalahan, maka dalam penelitian ini
dibatasi sebagai berikut:
1. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan busa poliuretan adalah
minyak jarak sebagai sumber gugus hidroksil aktif, dan TDI sebagai
sumber isosianat.
2. Penambahan zat aditif berupa air sebagai blowing agent dan 1,4-butanadiol
sebagai chain extender.
5
3. Perbandingan komposisi minyak jarak : air : 1,4-butanadiol : TDI adalah
(1:0,5:1:4), (1:0,5:2:4), (1:0,5:3:4), (2:0,5:1:3), (2:0,5:2:3), dan (2:0,5:3:3)
dalam massa.
4. Karakterisasi poliuretan hasil sintesis, meliputi : analisis density bulk
melalui penentuan massa jenis, analisis gugus fungsi dengan alat FTIR, uji
ikatan silang melalui derajat penggembungan, water absorption, dan
konduktivitas termal dengan alat konduktivitas termal apparatus.
5. Keberhasilan polimerisasi dianalisis dengan FTIR, sedangkan aplikasi
produk busa poliuretan dengan massa jenis rendah, ikatan silang tinggi,
water absorbtion rendah, dan konduktivitas termal rendah
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu :
1. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan
massa jenis paling rendah?
2. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan
kemampuan absorbsi uap air paling rendah?
3. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan
ikatan silang paling tinggi?
4. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan
konduktivitas termal paling rendah?
5. Pada komposisi bahan manakah yang menghasilkan busa poliuretan
sebagai isolator panas terbaik?
6
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan massa jenis
paling rendah.
2. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan kemampuan
absorbsi uap air paling rendah.
3. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan ikatan silang
paling tinggi.
4. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan konduktivitas
termal paling rendah.
5. Menentukan komposisi bahan yang menghasilkan busa poliuretan sebagai
isolator panas terbaik.
F. Manfaat Penelitan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Memberikan informasi tentang sintesis busa poliuretan dari minyak jarak,
air, dan 1,4-butanadiol yang direaksikan dengan TDI.
2. Memberikan informasi mengenai karakter busa poliuretan hasil sintesis.
3. Memberikan alternatif bahan isolator panas dari bahan alam yang ramah
lingkungan.
4. Menambah khasanah pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa yang
akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang sintesis busa poliuretan dari
bahan alam
7
IV. Landasan Teori
A. Deskripsi Teori
1. Poliuretan
Poliuretan merupakan suatu makromolekul yang mengandung gugus
fungsi (NHCOO) dalam rantai utamanya. Gugus uretan ditunjukkan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Gugus Uretan
Poliuretan dipakai dalam berbagai macam aplikasi, termasuk serat (jenis
elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan busa-busa yang fleksibel dan
kuat. Polimer termoset ini dapat disintesis dengan mereaksikan antara senyawa
yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul (diol atau
poliol) dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus isosianat
reaktif per molekul (diisosianat atau poliisosianat) (Saunder, 1988; Stevens,
2007:468-472).
Gugus hidroksi untuk poliuretan dapat diperoleh dari suatu poliester,
polieter, atau polihidroksi. Suatu poliester atau polieter dihidroksi yang
diformulasikan dengan senyawa isosianat akan menghasilkan produk berupa
busa fleksibel, sedangkan antara polihidroksi dengan senyawa isosianat
menghasilkan busa-busa yang kuat. (Stevens, 2007:473)
8
Salah satu faktor penting dalam pembuatan poliuretan adalah reaktivitas
dari senyawa isosianat. Diisosianat aromatik lebih reaktif daripada diisosianat
alifatik, dan diisosianat primer dapat bereaksi lebih cepat dari pada diisosianat
sekunder ataupun diisosianat tersier. 1,6-Heksanadiisosianat (HDI), isophoron
diisosianat (IPDI) merupakan jenis diisosianat alifatik yang sering digunakan
dalam pembuatan poliuretan. Sedangkan untuk diisosianat aromatik, sering
digunakan metilena-4,4’-difenil diisosianat (MDI) dan toluena diisosianat (TDI)
(Braun, D., Cherdron, H., Rehahn, M., Ritter, H., dan Voit, B., 2005:320). Pada
Gambar 2. ditunjukkan reaksi pembentukan serat nilon (merek dagang Perlon U)
yang dipreparasi dari 1,6-heksanadiisosianat (HDI) dan 1,4-butanadiol (Stevens,
2007:468).
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Serat Nilon (Merek dagang Perlon U)
Reaksi pembentukan poliuretan dari senyawa isosianat dengan poliol
memerlukan beberapa bahan kimia tambahan (zat aditif) untuk mengatur
struktur dan memperpanjang rantai. Beberapa zat aditif tersebut adalah
pemanjang rantai (chain extender), zat pengembang (blowing agent), pemlastis,
pengeras dan pengikat silang (Eli Rohaeti dan Suyanta, 2010:15-18).
9
2. Busa Poliuretan
a. Sintesis Busa Poliuretan
Salah satu aplikasi poliuretan adalah untuk pembuatan busa-busa yang
kuat dan fleksibel. Terdapat dua tipe cara dalam pembuatan busa polimer
berdasarkan bahan peniup yang digunakan untuk menghasilkan busa-busa, yakni
tipe fisika dan kimia. Bahan peniup fisika adalah gas-sas (udara, nitrogen, atau
karbon dioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya, atau cairan-cairan
bertitik didih rendah yang akan menguap oleh pemanasan seperti
klorofluorokarbon. Sedangkan bahan peniup kimia dapat berupa senyawa
mineral dan organik yang terurai oleh pemanasan dengan pembebasan sejumlah
besar gas, contohnya adalah p,p’-oksibis-(benzenasulfonil hidrazida) dan p-
toluenasulfonil semikarbazida yang menghasilkan nitrogen berturut-turut pada
suhu sekitar 160oC dan 235oC.
Jenis bahan pembentuk busa padat poliuretan menentukan sifat busa yang
diperoleh. Busa fleksibel dipreparasi dari poliester atau polieter dihidroksi, busa
kuat (rigid) dipreparasi dari polihidroksi. Busa kuat dipreparasi tanpa air dengan
mereaksikan prapolimer berujung hidroksil dengan diisosianat dalam hadirnya
bahan peniup. Berat molekul akan naik melaui ikatan-ikatan uretana. Busa ini
diaplikasikan sebagai isolator panas karena bahan peniup yang tertangkap dalam
sel-sel busa memberikan sifat konduktivitas panas yang rendah.
Salah satu metode pembuatan busa fleksibel adalah mengkombinasikan
senyawa poliol dari poliester atau polieter dihidroksi dengan diisosianat dan air
sebagai blowing agent. Karbon dioksida (CO2) dibebaskan secara simultan
10
selama reaksi polimerisasi berlangsung melalui pembentukan gugus-gugus urea.
Ketika gas berkembang, polimer akan membusa dan menaikkan viskositas
(Stevens, 2007:472-473).
Salah satu proses sintesis poliuretan adalah dengan one shot process.
Proses ini dilakukan dengan mencampurkan suatu polihidroksi dengan
diisosianat menggunakan katalis ataupun chain extender sehingga diperoleh
cairan poliuretan. Cairan poliuretan selanjutnya dicetak untuk mendapatkan
padatan poliuretan. Salah satu teknik pencetakan yang dapat dilakukan adalah
dengan casting dan curing, yaitu dengan menuangkan cairan poliuretan ke dalam
cetakan kemudian dipanaskan pada temperatur sekitaar 100 oC selama beberapa
jam. Teknik pencetakan lain yang dapat dilakukan atau digunakan adalah teknik
lelehan seperti yang dilakukan untuk mendapatkan poliuretan termoplastik
(Hepburn, 1982 : 99). Untuk one shot process biasanya polimerisasi dilakukan di
bawah temperatur 50 oC, sedangkan sintesis poliuretan termoplastik dilakukan di
atas temperatur 120 oC (Hepburn, 1982 : 85).
b. Busa Poliuretan sebagai Isolator Panas
Busa padat poliuretan adalah salah satu jenis isolator panas yang sangat
baik. Daya isolasi busa padat poliuretan hampir 2 kali daya isolasi busa
polistirena. Adanya busa dalam isolator panas berfungsi untuk menurunkan
konduktivitas panas bahan. Hal tersebut terjadi karena gas pengisi gelembung
memiliki konduktivitas panas yang jauh lebih rendah dibandingkan padatannya
(Robert Manurung, Saswinadi S., dan Lienda A., 1985:2 ).
11
Sifat-sifat busa padat poliuretan yang dipakai sebagai isolator panas
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Busa Padat Poliuretan sebagai Isolator Panas (Robet Manurung dkk., 1985:13)
Sifat Besaran
Konduktivitas panas 0,24 Btu in/ft2.h.oF (32oF)
0,16 Btu in/ft2.h.oF (-185oF)
Temperatur maksimum yang aman 300oF
Bulk density (2-2,5) lb/cu.ft
Absorbsi air (water absorption) 15% volume
Transmisi uap air Sedang
Ketahanan terhadap kerusakan Baik
Spesifik heat 0,3 cal/gram.oC
c. Karakterisasi Busa Poliuretan sebagai Isolator Panas
1) Penentuan Massa Jenis
Hasil sintesis dari busa poliuretan memiliki 2 macam bentuk, yakni busa
poliuretan yang beraturan dan tidak beraturan. Untuk massa jenis dari produk
sintesis busa poliuretan dengan bentuk beraturan yakni berbentuk silinder, uji
rapat massa dilakukan dengan menimbang massa sampel dan menghitung
volume sampel yaitu x (jari-jari)2 x tinggi. Massa jenis sampel ditentukan
dengan menggunakan persamaan (4).
¿ Massa busa poliuretanVolumebusa poliuretan
...............................................................(4)
Dimana : Massa jenis sampel (g/cm3)
Untuk busa poliuretan dengan bentuk tidak beraturan, massa jenisnya
ditentukan dengan cara menimbang piknometer sehingga diperoleh massa
12
piknometer. Selanjutnya, menimbang piknometer yang telah berisi air sebagai
massa piknometer + pelarut. Ke dalam piknometer yang berisi air, dimasukkan
sampel busa poliuretan hingga air yang tidak menempati piknometer keluar
melalui tutup piknometer (Eli Rohaeti dan Suyanta, 2010:26-27). Piknometer
yang berisi sampel dan air ditimbang. Massa jenis sampel ditentukan dengan
menggunakan persamaan (5).
¿w3
w1−(w2−w3)× Massa jenis pelarut ............................................(5)
Dimana :
: Massa jenis sampel (g/cm3)
W1 : Massa piknometer + pelarut
W2 : Massa piknometer + pelarut + sampel
W3 : Massa sampel
2) Ananlisis Gugus Fungsi
Metode spektroskopi yang digunakan untuk menganalisis pita-pita
absorpsi gugus fungsi polimer adalah spektroskopi Inframerah (IR). Teknik
spektroskopi FTIR merupakan teknik terbaru dalam perkembangan spektroskopi
IR (Stevens, 2007:163).
Metode IR didasarkan pada penyerapan sinar inframerah oleh molekul
yang menyebabkan terjadinya gerakan vibrasi dan rotasi dari gugus-gugus dan
ikatan kimia pada molekul. Setiap gugus fungsional dalam molekul
mengabsorpsi radiasi IR pada daerah yang spesifik. Daerah yang banyak
digunakan untuk berbagai keperluan adalah 4000 cm-1 sampai 400 cm-1
(Khopkar, 2003:231).
13
Menurut Eli Rohaeti N. M. Surdia, Cynthia L. Radiman, dan E.
Ratnaningsih (2002:314), spektrum-spektrum IR yang diperoleh dari analisis
spektrometri FTIR dapat digunakan untuk mengkarakterisasi senyawa polimer
secara kualitatif dan kuantitatif. Poliuretan hasil sintesis yang dikarakterisasi
dengan teknik spektroskopi FTIR menunjukkan puncak serapan yang
karakteristik. Pada Tabel 2. ditunjukkan puncak serapan poliuretan yang
karakteristik.
Tabel 2. Data Puncak Serapan Poliuretan (Eli Rohaeti dkk., 2002:314)
Bilangan Gelombang
(cm-1)
Jenis Gugus Fungsi
3330 Ulur N-H
1730 Gugus uretan
1720 Ulur C=O bebas
1700 Ulur C=O berikatan hidrogen
1541 Deformasi N-H
1400 Ulur C-N-C
1100 Ulur C-O
3) Uji Derajat Penggembungan (Swelling Degree)
Suatu polimer yang berikatan silang akan menggembung karena molekul-
molekul pelarut menembus jaringan. Untuk menentukan derajat ikatan silang
polimer digunakan parameter derajat penggembungan dalam suatu pelarut. Oleh
karena itu, derajat ikatan silang sering pula dinyatakan dalam derajat
penggembungan/swelling degree/crosslink density (Stevens, 2007:110).
Sampel busa poliuretan ditimbang dengan massa tertentu kemudian
direndam dengan pelarut air selama 24 jam. Setelah perendaman, sampel
14
diangkat dari pelarut dan dibiarkan mengering pada temperatur kamar. Sampel
kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh selisih antara massa sampel
sebelum dan sesudah direndam dalam pelarut. Penentuan ikatan silang melalui
uji derajat penggembungan dihitung dengan menggunakan persamaan (6).
S=m2−m1
m1
× 100 % .........................................................................(6)
Dimana :
S : Swelling (derajat penggembungan dalam %)
M2 : Massa polimer setelah direndam dalam pelarut (gram)
M1 : Massa polimer sebelum direndam dalam pelarut (gram)
Semakin besar derajat penggembungan menunjukkan bahwa sampel busa
poliuretan semakin mudah larut/ditembus oleh pelarut. Hal ini berarti semakin
rendah jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Sebaliknya, apabila derajat
penggembungan semakin kecil berarti bearti sampel busa poliuretan semakin
sulit ditembus oleh pelarut, yang berarti semakin banyak jumlah ikatan silang
dalam busa poliuretan. Poliuretan dengan derajat penggembungan bernilai
negatif menunjukkan bahwa struktur rantai berupa linier atau bercabang,
sedangkan derajat penggembungan bernilai positif menunjukkan bahwa
poliuretan memiliki struktur rantai ikatan silang. (Eli Rohaeti dan Suyanta,
2010:27-28)
4) Uji Absorbsi Uap Air
5) Konduktivitas Termal
15
Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi dari
bagian yang bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah apabila terdapat perbedaan
temperatur atau temperatur gradien. Konduktivitas termal (k) adalah sifat bahan
yang menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas pada
gradien temperatur.
Berdasarkan hukum Fourier, hubungan dasar untuk perpindahan panas
dengan cara konduksi dalam suatu bahan dinyatakan dengan persamaan (7):
q=−kAdTdx
..........................................................................................(7)
Dimana :
q : Laju perpindahan kalor per satuan waktu (Btu/h)
k : Konduktivitas thermal bahan (Watt/moC)
A : Luas penampang (m2)
dTdx
: Gradien temperatur
Tanda minus pada persamaan Fourier memenuhi hukum kedua
termodinamika, yaitu kalor mengalir dari titik bertemperatur tinggi ke titik
bertemperatur rendah. Persamaan di atas berlaku bila konduktivitas termal bahan
pada keadaan tunak (steady state) (Holman, 1991:2-8). Bahan yang mempunyai
konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor (conductor), sebaliknya, bahan
yang memiliki konduktivitas termal rendah disebut isolator (insulator). Pada
umumnya, konduktivitas termal berubah seiring dengan meningkatnya
temperatur.
3. Minyak Jarak
16
Tanaman jarak (Ricinus communis L. ) merupakan salah satu famili
Euphorbiaceae. Budidaya tanaman jarak dapat dikembangkan di daerah tropis
dan subtropis dengan tekstur tanah yang gembur dan agak berpasir serta
mempunyai drainase\ yang baik. Biji jarak sebagai hasil dari budidaya
menghasilkan sejumlah besar produk dengan nilai ekonomi tinggi. Beberapa
faktor agroekologi yang dapat meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan
biji jarak yang baik antara lain temperatur udara 20-26 oC, kelembaban udara
kira-kira 60%, curah hujan 700-1200 mm/tahun, keasaman tanah (pH tanah)
berkisar antara 5-7, dan ditanam pada ketinggian 0-800 m dari permukaan laut
(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:3-5). Tanaman jarak ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Tanamanan jarak (Ricinus communis L.)
Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi:
pemanenan buah jarak ketika 75% mengering, pengeluaran biji dari buah jarak,
pengeringan biji jarak dengan sinar matahari hingga diperoleh kadar air 6%,
penggilingan biji jarak untuk memisahkan daging biji dan tempurung yang
keras, pemanasan daging biji selama 30 menit pada suhu 170o, penggilingan
17
daging biji hingga hancur, pengepresan minyak dengan mesin pres, dan
penyaringan minyak. Racun ricin yang tertinggal pada bungkil jarak hasil
pengepresan membahayakan. Penghilangan kadar racun dapat dilakukan dengan
proses kimia yakni dengan menambahkan etanol dan natrium hidroksida.
Bungkil yang bebas dari racun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Sardi
Duryatmo, 2005:30-31).
Secara kimia, minyak jarak yang diperoleh terdiri atas asam lemak
trigliserida (ester). Kira-kira 89,5% kandungan utama dari minyak jarak adalah
asam risinoleat, suatu asam lemak dengan 18 atom C yang memiliki ikatan
rangkap pada posisi 9, dan gugus hidroksil pada atom karbon 12. Kombinasi
antara gugus hidroksil dengan ketakjenuhan ini menghasilkan minyak yang
kental dan tahan oksidasi sehingga memenuhi persyaratan ideal sebagai pelumas
karena daya lekat yang baik pada permukaan logam dalam bentuk lapisan film
yang tipis.
Disamping asam lemak risinoleat, minyak jarak juga mengandung 4,2 %
asam linoleic, 3,0% asam oleic, dan 1,0% asam stearic (3). Gambar 4.
menunjukkan struktur kimia minyak jarak.
18
Gambar 4. Struktur kimia minyak jarak
Penggunaan produk-produk turunan minyak jarak yang banyak diproduksi
di dunia berdasarkan urutan nilai produksinya adalah minyak pelumas, kosmetik,
pengobatan, urethane, detergen dan sabun, pelapis, serat nilon, dan tekstil
(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:16-18).
a. Sifat Fisik-Kimia Minyak Jarak
1) Massa Jenis
Massa jenis adalah perbandingan massa terhadap volume suatu sampel
pada temperatur tertentu. Alat yang digunakan untuk penentuan massa jenis
adalah piknometer (Ketaren, 1986:39). Massa jenis minyak jarak () dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (2).
19
¿(mpm )−(mp)
V...............................................................................(2)
Dimana :
: Massa jenis (g/ml)
mpm: Massa piknometer + massa minyak (g)
mp : Massa piknometer (g)
V : Volume minyak (ml)
2) Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan cahaya yang dilewatkan pada
suatu medium cerah. Indeks bias pada minyak atau lemak digunakan untuk
pengujian kemurnian minyak dan dapat digunakan untuk menentukan terjadinya
hidrogenasi katalisis.
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah refraktometer abbe yang
dilengkape dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada temperatur 25oC
untuk minyak dan temperatur 40oC untuk lemak (Ketaren, 1986:42). Indeks bias
pada temperatur tertentu dapat diperoleh dengan persamaan (3).
R=R '+K (T '−T ) ..............................................................................(3)
Dimana :
R : Pembacaan skala pada suhu T (oC)
R’ : Pembacaan skala pada suhu T’ (oC)
T’ : Temperatur dimana R’dicari (oC)
K : Faktor koreksi: 0,000365 (lemak) dan 0,000385 (minyak)
3) Titik Leleh dan Titik Didih
20
Titik leleh adalah temperatur pada saat minyak atau lemak pertama kali
mencair. Sedangkan titik didih adalah temperatur pada saat minyak atau lemak
mulai mendidih pertama kali
4. Toluena Diisosianat (TDI)
Diisosianat merupakan pereaksi utama dalam sintesis poliuretan. Toluen
Diisosianat (TDI) merupakan salah satu senyawa aromatik diisosianat yang
umum digunakan untuk sintesis poliuretan.
Gambar 5. Struktur Isomer TDI (Saunders)
Material dasar pembuatan TDI adalah toluen melalui reaksi nitrasi dengan
menggunakan campuran asam sulfat dan asam nitrat. TDI yang dihasilkan
merupakan campuran dari dua jenis isomer, yaitu 2,4-toluen diisosianat (80%)
dan 2,6-toluen diisosianat (20%) (Gambar 5.). Pada suhu kamar isomer TDI
berwujud cair karena titik lelehnya berada pada rentang 5-15oC. Uap campuran
isomer TDI dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan (Saunders,
1988).
5. 1,4-Butanadiol
21
Beberapa jenis poliuretan menggunakan pemanjang rantai (chain extender)
untuk mengatur struktur dan panjang rantai poliuretan. Polimer-polimer
berujung isosianat dapat dipolimerisasi lebih lanjut lewat reaksi-reaksi dengan
senyawa organik alifatik dengan berat molekul rendah seperti diol dan diamin
untuk membentuk berturut-turut gugus uretana dan urea tambahan.
Chain extender digunakan dalam pembuatan busa poliuretan fleksibel,
elastomer mikroseluler, cast elastomer, dan sistem RIM (Reaction Injection
Moulding). Chain extender bereaksi dengan diisosianat membentuk segmen
poluretan atau poliurea dalam polimer uretana. Salah satu senyawa organik
alifatik yang umum digunakan sebagai chain extender adalah 1,4 butanadiol
(Saunders, 1988; Stevens, 2007:470).
Senyawa 1,4-butanadiol pertama kali dipreparasi pada tahun 1890 melalui
hidrolisis asam dari N,N-dinitro-1,4-butanadiamin. Sifat- sifat 1,4-butanadiol
yaitu: memiliki titik lebur 20,2C, titik didih 228C, butanadiol adalah suatu
senyawa yang tidak berwarna atau berwarna pucat, berbentuk cairan tidak
berbau (Speight, 2002: 2.99). 1,4-butanadiol sangat stabil pada temperatur
ruang, namun mudah terbakar pada suhu tinggi. Struktur 1,4-butanadiol
ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Struktur Butanadiol
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang mengungkapkan
penggunaan minyak jarak sebagai monomer untuk sintesis poliuretan. Hal ini
22
dibuktikan dari data-data penelitian yang dihasilkan oleh Indah Nursanti (2007)
dengan judul penelitian “Sintesis dan Karakterisasi Poliuretan dari Minyak Jarak
dan Toluen Diisosianat (TDI)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan ikatan silang pada poliuretan berbanding terbalik dengan banyaknya
minyak jarak yang digunakan untuk sintesis.
Marlina (2003) dengan “Studi Awal Pembuatan Film Poliuretan dari
Minyak Jarak (Castor Oil) dan 4,4-Difenilmetan Diisosianat (MDI)”. Produk
poliuretan dibuat dalam bentuk film dengan cara penekanan hidrolik pada
kondisi tekanan 150 kgf/cm2, temperatur 180oC dan lama penekanan 15 menit.
Film poliuretan yang dihasilkan bersifat transparan, elastis, homogen dan
memiliki titik leleh 505,29oC. Selain itu, terdapat gelembung-gelembung udara
yang terperangkap di film poliuretan. Hal ini yang menjadi dasar dilakukannya
sintesis busa poliuretan berbasis minyak jarak.
Penelitian Khaeru Nissaullatifah (2010) yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Butanadiol terhadap Sintesis Poliuretan Berbasis Minyak Jarak dan
Toluen Diisosianat (TDI)”. Dalam penelitian tersebut ditambahkan chain
extender berupa 1,4-butanadiol dengan tujuan untuk mengatur struktur dan
memperpanjang rantai poliuretan. Hasil sintesis busa poliuretan diperoleh
kondisi optimum pada komposisi minyak jarak : TDI : 1,4-Butanadiol dalam
perbandingan 1 : 4: 1. Semakin banyak 1,4-butanadiol yang ditambahkan, maka
semakin tinggi massa jenis produk sintesis busa poliuretan yang dihasilkan. Di
samping itu, derajat penggembungan akan semakin kecil (ikatan silang semakin
banyak) seiring dengan meningkatnya penggunaan 1,4-butanadiol.
23
C. Kerangka Berfikir
Secara prinsip, poliuretan dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara
senyawa yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul
(diol atau poliol) dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus
isosianat reaktif per molekul (diisosianat atau poliisosianat).
Minyak jarak terdiri atas asam lemak trigliserida (ester). Adanya gugus
hidroksil yang berasal dari asam lemak tidak jenuh, asam risinoleat dalam
minyak jarak, dapat menjadikan minyak jarak sebagai sumber poliol poliester
dalam sintesis poliuretan. Gugus hidroksi ini dapat bereaksi dengan gugus
diisosianat dari TDI sebagai sumber isosianat untuk menghasilkan poliuretan.
Banyaknya gugus hidroksi yang bereaksi dengan gugus isosianat dapat
mempengaruhi gugus fungsi uretan dan ikatan silang hasil sintesis poliuretan.
Penggunaan gugus hidroksi yang lebih banyak akan meningkatkan sifat termal
dan sifat mekanik ke arah yang lebih baik.
Untuk memperoleh informasi tentang busa poliuretan dilakukan sintesis
busa poliuretan dengan variasi komposisi antara minyak jarak, air, 1,4-
butanadiol dan TDI. 1,4-butanadiol ditambahkan dalam sintesis busa poliuretan
sebagai chain extender agar diperoleh modifikasi pada struktur dan panjang
rantai poliuretan. Air sebagai chemical blowing agent ditambahkan agar
diperoleh gelembung-gelembung gas yang terperangkap pada matriks poliuretan
sehingga dihasilkan busa dengan fleksibelitas tertentu.
Dengan adanya penambahan aditif berupa chain extender dan blowing
agent, diharapkan diperoleh busa poliuretan dengan konduktivitas panas rendah,
24
density bulk rendah dan absorbsi air rendah sehingga dapat diaplikasikan bahan
isolator panas.
V. Metode Penelitian
A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah poliuretan hasil sintesis dari minyak jarak, air,
TDI dan 1,4-butanadiol.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah meliputi massa jenis, gugus fungsi, derajat
penggembungan, absorbsi uap air, dan konduktivitas termal busa poliuretan hasil
sintesis.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah perbandingan komposisi minyak jarak
: air : 1,4-butanadiol : TDI (perbandingan massa) yang dilakukan dalam sintesis
busa poliuretan. Perbandingan konsentrasi yang dilakukan terdapat dalam Tabel
3.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah massa jenis, derajat
penggembungan, absorbsi uap air, dan konduktivitas termal busa poliuretan hasil
sintesis.
25
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengadukan
dan suhu proses polimerisasi. Waktu pengadukan dalam proses polimerisasi
adalah 2 menit sedangkan suhu yang digunakan dalam proses polimerisasi
adalah temperatur ruang.
Tabel 3. Perbandingan Komposisi Sintesis Poliuretan antara Minyak jarak, Air, TDI, dan 1,4-Butanadiol
dalam massaMinyak Jarak Air 1,4-Butanadiol TDI
1 0,5 1 4
1 0,5 2 4
1 0,5 3 4
2 0,5 1 3
2 0,5 2 3
2 0,5 3 3
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. FTIR 800 Shimadzu
b. Heat Conduction Apparatus
c. Neraca analitik
d. Desikator
e. Piknometer
f. Alat refraktometer
g. Buret
h. Penangas minyak
i. Pemanas
26
j. Oven
k. Frezzer
l. Termometer
m. Gelas beker
n. Erlenmeyer
o. Tabung reaksi
p. Pengaduk
q. Cetakan
r. Alumunium foil
s. Stopwatch
t. Pipet tetes
2. Bahan-bahan yang digunakan
a. Minyak jarak (Castor Oil) dari PT Bratachem
b. Akuades
c. Toluen Diisosianat ( TDI ) teknis
d. 1,4-butanadiol (p.a. Merck)
e. Kalium bromida
f. Indikator pp (p.a Merck)
g. Etanol
27
D. Prosedur Penelitian
1. Karakterisasi Minyak Jarak
a. Massa Jenis
Piknometer 10 ml dicuci dan dibersihkan berturut-turut dengan
menggunakan akuades dan etanol. Piknometer dipanaskan ke dalam oven
dengan temperatur 110oC selama 15 menit sehingga piknometer bebas dari air
dan pengotor. Piknometer didinginkan hingga suhu kamar agar diperoleh
volume sesuai dengan kalibrasi, kemudian ditimbang sehingga diperoleh massa
piknometer. Sampel dimasukkan sampai sampel meluap keluar lubang tutup
piknometer. Hindari adanya gelembung udara. Piknometer beserta isi ditimbang.
Massa jenis minyak jarak ditentukan dengan menggunakan persamaan (2).
b. Indeks Bias
Alat refraktometer dihidupkan dan dikondisikan pada temperatur 32,5oC.
Sampel diambil dan diteteskan pada bagian optik refraktometer dengan
menggunakan pipet tetes. Indeks bias diputar dengan cara memutar balace
sehingga diperoleh pemisahan warna yang tajam pada cermin optik. Nilai indeks
bias pada temperatur tertentu diperoleh dengan menggunakan persamaan (3).
c. Titik Leleh dan Titik Didih
Sampel minyak jarak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup rapat
dan dibekukan pada temperatur 0oC di dalam freezer. Tabung reaksi, penangas
minyak, termometer, dan pemanas dirangkai dengan menggunakan statif.
Pemanas dihidupkan untuk memanaskan minyak jarak. Titik leleh dan titik leleh
diamati dan dicatat
28
2. Sintesis Busa Poliuretan
Sintesis busa poliuretan yang dilakukan menggunakan metode one shoot
process. Minyak jarak, air dan 1,4-butanadiol diaduk hingga diperoleh campuran
yang homogen. Kemudian, campuran direaksikan dengan TDI pada temperatur
ruang. Komposisi bahan sesuai pada Tabel 3. Selanjutnya dilakukan pengadukan
campuran reaksi secara cepat selama 2 menit hingga diperoleh campuran
homogen dan diperoleh poliuretan procure. Poliuretan procure dituang di atas
cetakan berukuran 3 x 3 x 3 cm3 yang sebelumnya telah dilapisi dengan
aluminium foil dan dibiarkan mengeras pada temperatur ruang. Busa poliuretan
yang diperoleh siap dikarakterisasi.
3. Karakterisasi Produk Polimerisasi
a. Massa Jenis
Hasil sintesis dari busa poliuretan memiliki 2 macam bentuk, yakni busa
poliuretan yang beraturan dan tidak beraturan. Massa jenis dari produk sintesis
busa poliuretan dengan bentuk beraturan yakni dikondisikan dalam bentuk
silinder dengan diameter 2,9 cm dan tebal 1,09 cm, uji rapat massa dilakukan
dengan menimbang massa sampel dan menghitung volume sampel yaitu x
(jari-jari)2 x tinggi. Massa jenis sampel ditentukan dengan menggunakan
persamaan (4).
Untuk busa poliuretan dengan bentuk tidak beraturan, massa jenisnya
ditentukan dengan cara menimbang piknometer sehingga diperoleh massa
piknometer. Selanjutnya, menimbang piknometer yang telah berisi air sebagai
massa piknometer + pelarut. Ke dalam piknometer yang berisi air, dimasukkan
29
sampel busa poliuretan hingga air yang tidak menempati piknometer keluar
melalui tutup piknometer. Piknometer yang berisi sampel dan air ditimbang.
Massa jenis sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan (5).
b. Gugus Fungsi
Metode yang digunakan dalam preparasi sampel adalah dengan pembuatan
pelet KBr. Sampel busa poliuretan hasil sintesis digerus dengan menggunakan
mortar dan dicampur dengan KBr hingga diperoleh campuran yang homogen.
Campuran ditekan dan diperoleh pelet KBr. Pelet KBr siap dianalisis dengan
menggunakan FTIR pada daerah 4000-400 cm-1 hingga diperoleh spektrum
poliuretan hasil analisis.
c. Derajat Penggembungan (Swelling Degree)
Sampel busa poliuretan dipotong kecil kemudian ditimbang. Sampel
tersebut direndam dalam gelas kimia yang berisi air selama 24 jam. Setelah 24
jam sampel diangkat dari pelarut dan dibiarkan mengering pada temperatur
ruang. Sampel kemudian ditimbang kembali. Selisih antara massa sampel
sebelum dan sesudah direndam merupakan kondisi penentu untuk menentukan
derajat penggembungan. Derajat penggembungan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (6)
d. Absorbsi Uap Air
30
e. Konduktivitas Termal
Pengukuran konduktivitas teermal akan dilakukan di laboratorium PAU
Teknik UGM Yogyakarta dengan alat Heat Conduction Apparatus. Pengukuran
dilakukan untuk mengetahui pengaruh insulasi termal dari busa poliuretan hasil
sintesis pada hantaran panas diantara 2 logam. Ketebalan sampel busa diukur
dengan menggunakan mikrometer sebelum dimasukkan ke dalam holder.
Selanjutnya holder yang sudah berisi sampel dimasukkan ke dalam alat konduksi
panas dengan menjepitnya di antara pemanas dan pendingin. Input daya yang
digunakan sebesar 10 watt. Kemudian temperatur pada ke-6 titik sensor dibaca
tiap selang waktu 10 menit. Pengulangan dilakukan hingga diperoleh keadaan
steady dengan memperhatikan input daya sebelum mengulangi keseluruhan
prosedur. Informasi yang diperoleh hingga keadaan steady pada pemanas dan
pendingin diinterpolasi antarmuka untuk menentukan kemiringan temperatur dari
isolator. ΔT yang diperoleh digunakan untuk menentukan konduktivitas termal
dari busa padat poliuretan hasil sintesis (Vishu Shah, 2007).
Konduktivitas termal dihitung dengan menggunakan persamaan (8):
k=QA [ t
ΔT ] .........................................................................................................(8)
Dimana k : Konduktivitas termal
Q : Laju transfer panas per satuan waktu (watt)
A : Luas penampang sampel (m2)
t : Ketebalan sampel dalam bentuk silinder (m)
ΔT : Selisih temperatur pemanas-pendingin (oC)
31
E. Diagram Alir Penelitian
32
F. Teknik Analisis Data
1. Karakterisasi Minyak Jarak
a. Massa Jenis
Besarnya massa jenis minyak jarak dapat dihitung dengan menggunakan
rumus (2).
b. Indeks Bias
Nilai indeks bias pada temperatur tertentu ditentukan dengan
menggunakan persamaan (3).
c. Titik Leleh dan Titik Didih
Titik leleh dan titik didih minyak jarak dapat ditentukan ketika minyak
jarak mulai meleleh dan mendidih pada kondisi pengujian yang dilakukan.
2. Karakterisasi Produk Polimerisasi
a. Massa Jenis
Terdapat 2 cara untuk menentukan massa jenis padat poliuretan. Bila busa
poliuretan yang diperoleh dari hasil sintesis berbentuk tidak beraturan, maka
digunakan persamaan (5) untuk menentukan massa jenis sampel. Dan, untuk
massa jenis sampel busa padat poliuretan dengan bentuk beraturan digunakan
persamaan (4).
b. Gugus Fungsi
Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh dapat dianalisis gugus fungsi
yang muncul di daerah 4000-400 cm-1. Dengan membandingkan spektrum IR
yang diperoleh dari tiap-tiap komposisi variasi bahan sintesis busa padat
poliuretan maka akan diperoleh perbedaan struktur rantai busa poliuretan.
33
c. Derajat Penggembungan dan Absorpsi Air
Derajat penggembungan dalam polimer ditentukan dengan menggunakan
persamaan (6). Semakin besar derajat penggembungan menunjukkan bahwa
sampel busa poliuretan semakin mudah larut/ditembus oleh pelarut. Hal ini
berarti semakin rendah jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Sebaliknya,
apabila derajat penggembungan semakin kecil berarti bearti sampel busa
poliuretan semakin sulit ditembus oleh pelarut, yang berarti semakin banyak
jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Poliuretan dengan derajat
penggembungan bernilai negatif menunjukkan bahwa struktur rantai berupa
linear atau bercabang, sedangkan derajat penggembungan bernilai positif
menunjukkan bahwa poliuretan memiliki struktur rantai ikatan silang.
d. Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal dihitung dengan menggunakan persamaan (8). Bila
nilai konduktivitas termal dari busa poliuretan rendah, maka sampel dapat
digunakan sebagai isolator panas. Sebaliknya, biala konduktivitas termal sampel
tinggi, makan busa padat poliuretan hasil sintesis tidak dapat digunakan sebagai
isolator, melainkan digunakan sebagai konduktor panas.
VI. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penyusunan proposal : 28 Januari – 15 Februari 2011
Pelaksanaan penelitian : 7 Maret – 24 April 2011
Penyusunan laporan : 25 April – 30 Mei 2011
34
VII. Rincian Biaya
Penyusunan proposal : Rp 100.000,00
Pembelian bahan : Rp 400.000,00
Sewa alat dan analisis data : Rp 450.000,00
Penyusunan laporan dan Penggandaan : Rp 300.000,00
Total Biaya : Rp 1.250.000,00
35
DAFTAR PUSTAKA
Braun, D., Cherdron, H., Rehahn, M., Ritter, H., dan Voit, B. (2005) Polymer
Synthesis Theory and Practice Fundamentals, Methods, Experiments, 4th ed.
Berlin: Springer-Berlin Verlag.
Eli Rohaeti, N. M. Surdia, Cynthia . L. Radiman, dan E. Ratnaningsih. (2002).
Biodegradasi Poliuretan Hasil Sintesis dari Amilosa-PEG-MDI
Menggunakan Lumpur Aktif. Procceding Seminar Nasional Kimia. 311-
317.
Eli Rohaeti, Suyanta. (2010). Sintesis Busa Poliuretan Ramah Lingkungan
Berbasis Minyak Jarak Sebagai Bahan Isolator Panas. Laporan Penelitian.
Yogyakarta : Dikti.
Hepburn, C. (1982). Polyurethan Elastomer. New York : Applied Science
Publisher.
Holman, J. P. (1991). Terjemahan E. Jasjfi, Perpindahan Kalor. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Ihwan Ulul Firdaus. (2009). Investasi Jarak Kaliki. PT Nawapanca Adhi Cipta.
Indah Nursanti. (2007). Sintesis Dan Karakterisasi Poliuretan Dari Minyak Jarak
Dan Toluen Diisosianat (TDI). Skripsi. Yogyakarta : UNY.
Khaeru Nissaullatifah. (2010). Pengaruh Penambahan Butanadiol Terhadap Sintesis
Poliuretan Berbasis Minyak Jarak dan Toluen Diisosianat (TDI). Laporan
Penelitian Kimia. Yogyakarta : UNY.
Khopkar, S.M. (2003). Konsep Dasar Analitik. Jakarta : UI Prees.
Kusakawa, S., Yokkaichi, Yoshiyuki I., Mie, Seichi M., Yokkaichi, Kenji K., dan
Itami, Kenji U. (1986). Curebale Urethane Composition. United States Patent.
No. 4,603,188.
Marlina. (2003). Studi Awal Pembuatan Film Poliuretan dari Minyak Biji Jarak
(Castor oil) dan 4-4’-Difenilmetan Diisosianat (MDI). Prosiding Seminar
sehari 70 th Noer Mandsjoeriah Surdia. Bandung : Dept. Kimia FMIPA
ITB.
36
Robert Manurung, Saswinadi Sasmojo, Lienda Aliwarga. (1985). Penelitian
Proses Pembuatan Pembuatan dan Pengujian Poliuretan sebagai Isolator
Panas. Laporan Penelitian. Jakarta : Dikti.
S. Ketaren. (1986). Pengantar Teknologi Lemak & Minyak Pangan. Jakarta : UI
Press.
Sardi Duryatmo. (2005). “Bahan Bakar Kendaraan Masa Depan”. Trubus. (Edisi
Juni 2005). 28-29.
Sardi Duryatmo. (2005). “Dua Jarak Satu Cara”. Trubus. (Edisi Juni 2005). 30-31.
Saunders, K. J. (1988). Organic Polymer Chemistry, 2nd ed. London : Chapman &
Hall.
Speight, James G. (2002). Chemical Process and Design handbook. New York :
McGraw-Hill companies.
Steven, Malcolm P. (2007). Terjemahan Iis Sopyan, Kimia Polimer. Jakarta : PT
Pradnya Paramita.
Ulrich, Gerber. (2005). Polyhydroxyl-Compositions Derived from Castor Oil with
Enhanced Reactivity Suitable for Polyurethane-Synthesis. United States Patent.
No. 6897283.
Vishu Shah. (2007). Handbook of Plastics Testing and Failure Analysis. USA :
Wiley Interscience John Wiley & Sons, Inc.