proposal wahyu

55
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA USULAN SKRIPSI KIMIA Judul Skripsi : Sintesis Busa Poliuretan dari Minyak Jarak, Air dan 1,4- Butanadiol yang Direaksikan dengan Toluena Diisosianat (TDI) sebagai Isolator Panas Nama Lengkap : Fajar Adani Wahyu Suryajati Nomor Mahasiswa : 07307141014 Alamat : Bulus II RT 03/RW IV Pakem, Sleman, Yogyakarta Tempat Penelitian : Laboratorium Kimia FMIPA UNY Pembimbing Utama : Dr. Eli Rohaeti Lembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNY Pembimbing Pendamping : Dr. Suyanta Lembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNY Jangka Waktu Penelitian : Maret – April Perkiraan Biaya : Rp 1.000.000,00 Yogyakarta, 15 Februari 2011 Menyetujui Pembimbing Utama Dr. Eli Rohaeti NIP. 19691229 199903 2 001 Peneliti Fajar Adani Wahyu S. NIM. 07307141026

Transcript of proposal wahyu

Page 1: proposal wahyu

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

USULAN SKRIPSI KIMIA

Judul Skripsi : Sintesis Busa Poliuretan dari Minyak Jarak, Air dan 1,4-Butanadiol yang Direaksikan dengan Toluena Diisosianat (TDI) sebagai Isolator Panas

Nama Lengkap : Fajar Adani Wahyu SuryajatiNomor Mahasiswa : 07307141014Alamat : Bulus II RT 03/RW IV Pakem, Sleman,

YogyakartaTempat Penelitian : Laboratorium Kimia FMIPA UNYPembimbing Utama : Dr. Eli RohaetiLembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNYPembimbing Pendamping : Dr. SuyantaLembaga : Jurdik Kimia FMIPA UNYJangka Waktu Penelitian : Maret – AprilPerkiraan Biaya : Rp 1.000.000,00

Yogyakarta, 15 Februari 2011

MenyetujuiPembimbing Utama

Dr. Eli RohaetiNIP. 19691229 199903 2 001

Peneliti

Fajar Adani Wahyu S.NIM. 07307141026

MenyetujuiPembimbing Pendamping

Dr. Suyanta, M. Si.NIP. 19660508 199203 1 002

MengetahuiKoordinator Tugas Akhir Skripsi

Program Studi Kimia

Endang Dwi Siswani, M. T.NIP. 19541120 198702 2 001

Page 2: proposal wahyu

1

I. JUDUL

Sintesis Busa Poliuretan dari Minyak Jarak, Air dan 1,4-Butanadiol yang

Direaksikan dengan Toluena Diisosianat (TDI) sebagai Isolator Panas

II. RUANG LINGKUP/BIDANG ILMU

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Kimia Fisika Polimer

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman jarak (Richinus communis L.) merupakan tanaman tahunan yang

mudah tumbuh di daerah tropik maupun subtropik dalam bentuk perdu besar

yang bercabang banyak, tidak teratur, dengan ketinggian mencapai 3 meter.

Curah hujan yang optimal 700-1200 mm per tahun akan sangat berpengaruh

dalam meningkatkan produktivitas biji castor yang baik (Ihwan Ulul Firdaus,

2009:3-5).

Menurut Robert Manurung yang dikutip oleh Sardi Duryatmo, minyak

jarak (Castor oil) dihasilkan dari biji buah jarak ricinus dengan pengepresan atau

ekstraksi pelarut dari biji tanaman jarak. Minyak yang diperoleh mengandung

asam-asam lemak yaitu asam risinoleat (89,5%) sebagai komponen utama, asam

oleat (3,0%), asam linoleat (4,2%), dan asam stearat (1,0%). Kombinasi gugus

hidroksil dan ketakjenuhan dalam minyak jarak menghasilkan minyak yang

lebih kental, tahan oksidasi dan dapat melekat pada permukaan logam dalam

bentuk lapisan film yang tipis (Sardi Duryatmo, 2005:28-29).

Penggunaan produk-produk turunan minyak jarak yang banyak diproduksi

di dunia berdasarkan urutan nilai produksinya adalah minyak pelumas, kosmetik,

Page 3: proposal wahyu

2

pengobatan, urethane, detergen dan sabun, pelapis, serat nilon, dan tekstil

(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:16-18).

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu yang

potensial untuk dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia adalah tanaman

jarak (Richinus communis L.). Minyak jarak (Castor oil) yang nanti dihasilkan

dapat diolah sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat. Salah satu produk

yang dapat dikembangkan adalah poliuretan. Adanya gugus hidroksil yang

berasal dari asam lemak tidak jenuh, asam risinoleat dalam minyak jarak,

menjadikan minyak jarak sebagai bahan baku (sebagai poliol) poliuretan yang

memiliki sifat unggul di bidang kelistrikan (Gerber, U., Meyer W., Schelbert, P.,

2005; Kusakawa, S., Yokkaichi, Yoshiyuki I., Mie, Seichi M., Yokkaichi, Kenji

K., dan Itami, Kenji U., 1986).

Poliuretan adalah jenis polimer yang memiliki banyak kelebihan pada

sifat-sifatnya dibandingkan jenis polimer yang lain pada aplikasi sejenis. Secara

prinsip, poliuretan dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara senyawa yang

mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul (diol atau poliol)

dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus isosianat reaktif per

molekul (diisosianat atau poliisosianat). Sifat produk hasil sintesis dikendalikan

oleh monomer yang digunakan, bervariasi mulai dari elastomer yang bersifat

fleksibel hingga plastik yang bersifat kaku dan rigid (keras) (Saunder, 1988;

Stevens, 2007:468-472). Salah satu aplikasi produksi poliuretan dalam dunia

industri adalah busa-busa yang kuat dan fleksibel dengan konduktivitas rendah

sehingga digunakan sebagai bahan isolator panas (Stevens, 2007:472-474).

Page 4: proposal wahyu

3

Minyak jarak merupakan salah satu bahan alam yang mempunyai gugus

hidroksil, sehingga minyak jarak dapat digunakan sebagai sumber poliol dalam

sintesis poliuretan. Salah satu senyawa diisosianat yang umum digunakan

sebagai sumber gugus isosianat dalam sintesis poliuretan yaitu toluena-

diisosianat (TDI). TDI merupakan senyawa diisosianat aromatik yang lebih

reaktif dibandingkan dengan diisosianat alifatik.

Dalam penelitian ini akan dikaji tentang sintesis busa poliuretan dengan

menggunakan metode one shot process. Busa poliuretan sebagai isolator panas

disintesis dari minyak jarak-TDI yang direaksikan dengan penambahan aditif

yakni 1,4-butanadiol sebagai chain extender dan air sebagai blowing agent.

Untuk memperoleh informasi tentang busa poliuretan yang dapat diaplikasikan

sebagai bahan isolator panas dilakukan sintesis busa poliuretan dengan variasi

komposisi antara minyak jarak, air, TDI, dan 1,4-butanadiol.

Busa poliuretan diharapkan memiliki sifat-sifat yang khas sebagai isolator

panas, antara lain : konduktivitas termal yang rendah, density bulk rendah, dan

absorbsi air (water absorbtion) rendah. Karakterisasi busa poliuretan hasil

sintesis meliputi penentuan massa jenis, analisis gugus fungsi, uji derajat

penggembungan, kemampuan absorpsi uap air, dan konduktivitas termal.

Keberhasilan polimerisasi diketahui dengan mengidentifikasi gugus fungsi

busa poliuretan yang ditentukan dengan alat Spektrofotometer Fourier

Transform Infra Red (FTIR). Aplikasi busa poliuretan sebagai isolator panas

dianalisis melalui density bulk dengan analisis massa jenis, kemampuan absorbsi

air (water absorbtion) melalui uji absorbsi uap air. Sedangkan, untuk

Page 5: proposal wahyu

4

menentukan ada tidaknya ikatan silang pada poliuretan dilakukan melalui uji

derajat penggembungan (swelling degree). Uji konduktivitas termal dilakukan

untuk mengetahui seberapa besar kemampuan busa untuk menghantarkan panas.

Besarnya nilai konduktivitas termal ini dapat digunakan sebagai persyaratan

busa poliuretan sebagai isolator panas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam

penelitian ini permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Jenis monomer pembawa gugus isosianat dan pembawa gugus hidroksil

aktif yang digunakan mempengaruhi sifat fisik dan kimia busa poliuretan.

2. Komposisi monomer dalam sintesis mempengaruhi sifat fisik dan kimia

busa poliuretan yang dihasilkan.

3. Kemampuan poliuretan sebagai isolator panas mengacu pada

konduktivitas termal, density bulk dan kemampuan absorbsi air.

C. Pembatasan Masalah

Untuk mengatasi meluasnya permasalahan, maka dalam penelitian ini

dibatasi sebagai berikut:

1. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan busa poliuretan adalah

minyak jarak sebagai sumber gugus hidroksil aktif, dan TDI sebagai

sumber isosianat.

2. Penambahan zat aditif berupa air sebagai blowing agent dan 1,4-butanadiol

sebagai chain extender.

Page 6: proposal wahyu

5

3. Perbandingan komposisi minyak jarak : air : 1,4-butanadiol : TDI adalah

(1:0,5:1:4), (1:0,5:2:4), (1:0,5:3:4), (2:0,5:1:3), (2:0,5:2:3), dan (2:0,5:3:3)

dalam massa.

4. Karakterisasi poliuretan hasil sintesis, meliputi : analisis density bulk

melalui penentuan massa jenis, analisis gugus fungsi dengan alat FTIR, uji

ikatan silang melalui derajat penggembungan, water absorption, dan

konduktivitas termal dengan alat konduktivitas termal apparatus.

5. Keberhasilan polimerisasi dianalisis dengan FTIR, sedangkan aplikasi

produk busa poliuretan dengan massa jenis rendah, ikatan silang tinggi,

water absorbtion rendah, dan konduktivitas termal rendah

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu :

1. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan

massa jenis paling rendah?

2. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan

kemampuan absorbsi uap air paling rendah?

3. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan

ikatan silang paling tinggi?

4. Pada komposisi manakah diperoleh busa poliuretan hasil sintesis dengan

konduktivitas termal paling rendah?

5. Pada komposisi bahan manakah yang menghasilkan busa poliuretan

sebagai isolator panas terbaik?

Page 7: proposal wahyu

6

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan massa jenis

paling rendah.

2. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan kemampuan

absorbsi uap air paling rendah.

3. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan ikatan silang

paling tinggi.

4. Mengetahui komposisi busa poliuretan hasil sintesis dengan konduktivitas

termal paling rendah.

5. Menentukan komposisi bahan yang menghasilkan busa poliuretan sebagai

isolator panas terbaik.

F. Manfaat Penelitan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Memberikan informasi tentang sintesis busa poliuretan dari minyak jarak,

air, dan 1,4-butanadiol yang direaksikan dengan TDI.

2. Memberikan informasi mengenai karakter busa poliuretan hasil sintesis.

3. Memberikan alternatif bahan isolator panas dari bahan alam yang ramah

lingkungan.

4. Menambah khasanah pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa yang

akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang sintesis busa poliuretan dari

bahan alam

Page 8: proposal wahyu

7

IV. Landasan Teori

A. Deskripsi Teori

1. Poliuretan

Poliuretan merupakan suatu makromolekul yang mengandung gugus

fungsi (NHCOO) dalam rantai utamanya. Gugus uretan ditunjukkan pada

Gambar 1.

Gambar 1. Gugus Uretan

Poliuretan dipakai dalam berbagai macam aplikasi, termasuk serat (jenis

elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan busa-busa yang fleksibel dan

kuat. Polimer termoset ini dapat disintesis dengan mereaksikan antara senyawa

yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul (diol atau

poliol) dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus isosianat

reaktif per molekul (diisosianat atau poliisosianat) (Saunder, 1988; Stevens,

2007:468-472).

Gugus hidroksi untuk poliuretan dapat diperoleh dari suatu poliester,

polieter, atau polihidroksi. Suatu poliester atau polieter dihidroksi yang

diformulasikan dengan senyawa isosianat akan menghasilkan produk berupa

busa fleksibel, sedangkan antara polihidroksi dengan senyawa isosianat

menghasilkan busa-busa yang kuat. (Stevens, 2007:473)

Page 9: proposal wahyu

8

Salah satu faktor penting dalam pembuatan poliuretan adalah reaktivitas

dari senyawa isosianat. Diisosianat aromatik lebih reaktif daripada diisosianat

alifatik, dan diisosianat primer dapat bereaksi lebih cepat dari pada diisosianat

sekunder ataupun diisosianat tersier. 1,6-Heksanadiisosianat (HDI), isophoron

diisosianat (IPDI) merupakan jenis diisosianat alifatik yang sering digunakan

dalam pembuatan poliuretan. Sedangkan untuk diisosianat aromatik, sering

digunakan metilena-4,4’-difenil diisosianat (MDI) dan toluena diisosianat (TDI)

(Braun, D., Cherdron, H., Rehahn, M., Ritter, H., dan Voit, B., 2005:320). Pada

Gambar 2. ditunjukkan reaksi pembentukan serat nilon (merek dagang Perlon U)

yang dipreparasi dari 1,6-heksanadiisosianat (HDI) dan 1,4-butanadiol (Stevens,

2007:468).

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Serat Nilon (Merek dagang Perlon U)

Reaksi pembentukan poliuretan dari senyawa isosianat dengan poliol

memerlukan beberapa bahan kimia tambahan (zat aditif) untuk mengatur

struktur dan memperpanjang rantai. Beberapa zat aditif tersebut adalah

pemanjang rantai (chain extender), zat pengembang (blowing agent), pemlastis,

pengeras dan pengikat silang (Eli Rohaeti dan Suyanta, 2010:15-18).

Page 10: proposal wahyu

9

2. Busa Poliuretan

a. Sintesis Busa Poliuretan

Salah satu aplikasi poliuretan adalah untuk pembuatan busa-busa yang

kuat dan fleksibel. Terdapat dua tipe cara dalam pembuatan busa polimer

berdasarkan bahan peniup yang digunakan untuk menghasilkan busa-busa, yakni

tipe fisika dan kimia. Bahan peniup fisika adalah gas-sas (udara, nitrogen, atau

karbon dioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya, atau cairan-cairan

bertitik didih rendah yang akan menguap oleh pemanasan seperti

klorofluorokarbon. Sedangkan bahan peniup kimia dapat berupa senyawa

mineral dan organik yang terurai oleh pemanasan dengan pembebasan sejumlah

besar gas, contohnya adalah p,p’-oksibis-(benzenasulfonil hidrazida) dan p-

toluenasulfonil semikarbazida yang menghasilkan nitrogen berturut-turut pada

suhu sekitar 160oC dan 235oC.

Jenis bahan pembentuk busa padat poliuretan menentukan sifat busa yang

diperoleh. Busa fleksibel dipreparasi dari poliester atau polieter dihidroksi, busa

kuat (rigid) dipreparasi dari polihidroksi. Busa kuat dipreparasi tanpa air dengan

mereaksikan prapolimer berujung hidroksil dengan diisosianat dalam hadirnya

bahan peniup. Berat molekul akan naik melaui ikatan-ikatan uretana. Busa ini

diaplikasikan sebagai isolator panas karena bahan peniup yang tertangkap dalam

sel-sel busa memberikan sifat konduktivitas panas yang rendah.

Salah satu metode pembuatan busa fleksibel adalah mengkombinasikan

senyawa poliol dari poliester atau polieter dihidroksi dengan diisosianat dan air

sebagai blowing agent. Karbon dioksida (CO2) dibebaskan secara simultan

Page 11: proposal wahyu

10

selama reaksi polimerisasi berlangsung melalui pembentukan gugus-gugus urea.

Ketika gas berkembang, polimer akan membusa dan menaikkan viskositas

(Stevens, 2007:472-473).

Salah satu proses sintesis poliuretan adalah dengan one shot process.

Proses ini dilakukan dengan mencampurkan suatu polihidroksi dengan

diisosianat menggunakan katalis ataupun chain extender sehingga diperoleh

cairan poliuretan. Cairan poliuretan selanjutnya dicetak untuk mendapatkan

padatan poliuretan. Salah satu teknik pencetakan yang dapat dilakukan adalah

dengan casting dan curing, yaitu dengan menuangkan cairan poliuretan ke dalam

cetakan kemudian dipanaskan pada temperatur sekitaar 100 oC selama beberapa

jam. Teknik pencetakan lain yang dapat dilakukan atau digunakan adalah teknik

lelehan seperti yang dilakukan untuk mendapatkan poliuretan termoplastik

(Hepburn, 1982 : 99). Untuk one shot process biasanya polimerisasi dilakukan di

bawah temperatur 50 oC, sedangkan sintesis poliuretan termoplastik dilakukan di

atas temperatur 120 oC (Hepburn, 1982 : 85).

b. Busa Poliuretan sebagai Isolator Panas

Busa padat poliuretan adalah salah satu jenis isolator panas yang sangat

baik. Daya isolasi busa padat poliuretan hampir 2 kali daya isolasi busa

polistirena. Adanya busa dalam isolator panas berfungsi untuk menurunkan

konduktivitas panas bahan. Hal tersebut terjadi karena gas pengisi gelembung

memiliki konduktivitas panas yang jauh lebih rendah dibandingkan padatannya

(Robert Manurung, Saswinadi S., dan Lienda A., 1985:2 ).

Page 12: proposal wahyu

11

Sifat-sifat busa padat poliuretan yang dipakai sebagai isolator panas

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Busa Padat Poliuretan sebagai Isolator Panas (Robet Manurung dkk., 1985:13)

Sifat Besaran

Konduktivitas panas 0,24 Btu in/ft2.h.oF (32oF)

0,16 Btu in/ft2.h.oF (-185oF)

Temperatur maksimum yang aman 300oF

Bulk density (2-2,5) lb/cu.ft

Absorbsi air (water absorption) 15% volume

Transmisi uap air Sedang

Ketahanan terhadap kerusakan Baik

Spesifik heat 0,3 cal/gram.oC

c. Karakterisasi Busa Poliuretan sebagai Isolator Panas

1) Penentuan Massa Jenis

Hasil sintesis dari busa poliuretan memiliki 2 macam bentuk, yakni busa

poliuretan yang beraturan dan tidak beraturan. Untuk massa jenis dari produk

sintesis busa poliuretan dengan bentuk beraturan yakni berbentuk silinder, uji

rapat massa dilakukan dengan menimbang massa sampel dan menghitung

volume sampel yaitu x (jari-jari)2 x tinggi. Massa jenis sampel ditentukan

dengan menggunakan persamaan (4).

¿ Massa busa poliuretanVolumebusa poliuretan

...............................................................(4)

Dimana : Massa jenis sampel (g/cm3)

Untuk busa poliuretan dengan bentuk tidak beraturan, massa jenisnya

ditentukan dengan cara menimbang piknometer sehingga diperoleh massa

Page 13: proposal wahyu

12

piknometer. Selanjutnya, menimbang piknometer yang telah berisi air sebagai

massa piknometer + pelarut. Ke dalam piknometer yang berisi air, dimasukkan

sampel busa poliuretan hingga air yang tidak menempati piknometer keluar

melalui tutup piknometer (Eli Rohaeti dan Suyanta, 2010:26-27). Piknometer

yang berisi sampel dan air ditimbang. Massa jenis sampel ditentukan dengan

menggunakan persamaan (5).

¿w3

w1−(w2−w3)× Massa jenis pelarut ............................................(5)

Dimana :

: Massa jenis sampel (g/cm3)

W1 : Massa piknometer + pelarut

W2 : Massa piknometer + pelarut + sampel

W3 : Massa sampel

2) Ananlisis Gugus Fungsi

Metode spektroskopi yang digunakan untuk menganalisis pita-pita

absorpsi gugus fungsi polimer adalah spektroskopi Inframerah (IR). Teknik

spektroskopi FTIR merupakan teknik terbaru dalam perkembangan spektroskopi

IR (Stevens, 2007:163).

Metode IR didasarkan pada penyerapan sinar inframerah oleh molekul

yang menyebabkan terjadinya gerakan vibrasi dan rotasi dari gugus-gugus dan

ikatan kimia pada molekul. Setiap gugus fungsional dalam molekul

mengabsorpsi radiasi IR pada daerah yang spesifik. Daerah yang banyak

digunakan untuk berbagai keperluan adalah 4000 cm-1 sampai 400 cm-1

(Khopkar, 2003:231).

Page 14: proposal wahyu

13

Menurut Eli Rohaeti N. M. Surdia, Cynthia L. Radiman, dan E.

Ratnaningsih (2002:314), spektrum-spektrum IR yang diperoleh dari analisis

spektrometri FTIR dapat digunakan untuk mengkarakterisasi senyawa polimer

secara kualitatif dan kuantitatif. Poliuretan hasil sintesis yang dikarakterisasi

dengan teknik spektroskopi FTIR menunjukkan puncak serapan yang

karakteristik. Pada Tabel 2. ditunjukkan puncak serapan poliuretan yang

karakteristik.

Tabel 2. Data Puncak Serapan Poliuretan (Eli Rohaeti dkk., 2002:314)

Bilangan Gelombang

(cm-1)

Jenis Gugus Fungsi

3330 Ulur N-H

1730 Gugus uretan

1720 Ulur C=O bebas

1700 Ulur C=O berikatan hidrogen

1541 Deformasi N-H

1400 Ulur C-N-C

1100 Ulur C-O

3) Uji Derajat Penggembungan (Swelling Degree)

Suatu polimer yang berikatan silang akan menggembung karena molekul-

molekul pelarut menembus jaringan. Untuk menentukan derajat ikatan silang

polimer digunakan parameter derajat penggembungan dalam suatu pelarut. Oleh

karena itu, derajat ikatan silang sering pula dinyatakan dalam derajat

penggembungan/swelling degree/crosslink density (Stevens, 2007:110).

Sampel busa poliuretan ditimbang dengan massa tertentu kemudian

direndam dengan pelarut air selama 24 jam. Setelah perendaman, sampel

Page 15: proposal wahyu

14

diangkat dari pelarut dan dibiarkan mengering pada temperatur kamar. Sampel

kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh selisih antara massa sampel

sebelum dan sesudah direndam dalam pelarut. Penentuan ikatan silang melalui

uji derajat penggembungan dihitung dengan menggunakan persamaan (6).

S=m2−m1

m1

× 100 % .........................................................................(6)

Dimana :

S : Swelling (derajat penggembungan dalam %)

M2 : Massa polimer setelah direndam dalam pelarut (gram)

M1 : Massa polimer sebelum direndam dalam pelarut (gram)

Semakin besar derajat penggembungan menunjukkan bahwa sampel busa

poliuretan semakin mudah larut/ditembus oleh pelarut. Hal ini berarti semakin

rendah jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Sebaliknya, apabila derajat

penggembungan semakin kecil berarti bearti sampel busa poliuretan semakin

sulit ditembus oleh pelarut, yang berarti semakin banyak jumlah ikatan silang

dalam busa poliuretan. Poliuretan dengan derajat penggembungan bernilai

negatif menunjukkan bahwa struktur rantai berupa linier atau bercabang,

sedangkan derajat penggembungan bernilai positif menunjukkan bahwa

poliuretan memiliki struktur rantai ikatan silang. (Eli Rohaeti dan Suyanta,

2010:27-28)

4) Uji Absorbsi Uap Air

5) Konduktivitas Termal

Page 16: proposal wahyu

15

Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi dari

bagian yang bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah apabila terdapat perbedaan

temperatur atau temperatur gradien. Konduktivitas termal (k) adalah sifat bahan

yang menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas pada

gradien temperatur.

Berdasarkan hukum Fourier, hubungan dasar untuk perpindahan panas

dengan cara konduksi dalam suatu bahan dinyatakan dengan persamaan (7):

q=−kAdTdx

..........................................................................................(7)

Dimana :

q : Laju perpindahan kalor per satuan waktu (Btu/h)

k : Konduktivitas thermal bahan (Watt/moC)

A : Luas penampang (m2)

dTdx

: Gradien temperatur

Tanda minus pada persamaan Fourier memenuhi hukum kedua

termodinamika, yaitu kalor mengalir dari titik bertemperatur tinggi ke titik

bertemperatur rendah. Persamaan di atas berlaku bila konduktivitas termal bahan

pada keadaan tunak (steady state) (Holman, 1991:2-8). Bahan yang mempunyai

konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor (conductor), sebaliknya, bahan

yang memiliki konduktivitas termal rendah disebut isolator (insulator). Pada

umumnya, konduktivitas termal berubah seiring dengan meningkatnya

temperatur.

3. Minyak Jarak

Page 17: proposal wahyu

16

Tanaman jarak (Ricinus communis L. ) merupakan salah satu famili

Euphorbiaceae. Budidaya tanaman jarak dapat dikembangkan di daerah tropis

dan subtropis dengan tekstur tanah yang gembur dan agak berpasir serta

mempunyai drainase\ yang baik. Biji jarak sebagai hasil dari budidaya

menghasilkan sejumlah besar produk dengan nilai ekonomi tinggi. Beberapa

faktor agroekologi yang dapat meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan

biji jarak yang baik antara lain temperatur udara 20-26 oC, kelembaban udara

kira-kira 60%, curah hujan 700-1200 mm/tahun, keasaman tanah (pH tanah)

berkisar antara 5-7, dan ditanam pada ketinggian 0-800 m dari permukaan laut

(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:3-5). Tanaman jarak ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tanamanan jarak (Ricinus communis L.)

Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi:

pemanenan buah jarak ketika 75% mengering, pengeluaran biji dari buah jarak,

pengeringan biji jarak dengan sinar matahari hingga diperoleh kadar air 6%,

penggilingan biji jarak untuk memisahkan daging biji dan tempurung yang

keras, pemanasan daging biji selama 30 menit pada suhu 170o, penggilingan

Page 18: proposal wahyu

17

daging biji hingga hancur, pengepresan minyak dengan mesin pres, dan

penyaringan minyak. Racun ricin yang tertinggal pada bungkil jarak hasil

pengepresan membahayakan. Penghilangan kadar racun dapat dilakukan dengan

proses kimia yakni dengan menambahkan etanol dan natrium hidroksida.

Bungkil yang bebas dari racun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Sardi

Duryatmo, 2005:30-31).

Secara kimia, minyak jarak yang diperoleh terdiri atas asam lemak

trigliserida (ester). Kira-kira 89,5% kandungan utama dari minyak jarak adalah

asam risinoleat, suatu asam lemak dengan 18 atom C yang memiliki ikatan

rangkap pada posisi 9, dan gugus hidroksil pada atom karbon 12. Kombinasi

antara gugus hidroksil dengan ketakjenuhan ini menghasilkan minyak yang

kental dan tahan oksidasi sehingga memenuhi persyaratan ideal sebagai pelumas

karena daya lekat yang baik pada permukaan logam dalam bentuk lapisan film

yang tipis.

Disamping asam lemak risinoleat, minyak jarak juga mengandung 4,2 %

asam linoleic, 3,0% asam oleic, dan 1,0% asam stearic (3). Gambar 4.

menunjukkan struktur kimia minyak jarak.

Page 19: proposal wahyu

18

Gambar 4. Struktur kimia minyak jarak

Penggunaan produk-produk turunan minyak jarak yang banyak diproduksi

di dunia berdasarkan urutan nilai produksinya adalah minyak pelumas, kosmetik,

pengobatan, urethane, detergen dan sabun, pelapis, serat nilon, dan tekstil

(Ihwan Ulul Firdaus, 2009:16-18).

a. Sifat Fisik-Kimia Minyak Jarak

1) Massa Jenis

Massa jenis adalah perbandingan massa terhadap volume suatu sampel

pada temperatur tertentu. Alat yang digunakan untuk penentuan massa jenis

adalah piknometer (Ketaren, 1986:39). Massa jenis minyak jarak () dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan (2).

Page 20: proposal wahyu

19

¿(mpm )−(mp)

V...............................................................................(2)

Dimana :

: Massa jenis (g/ml)

mpm: Massa piknometer + massa minyak (g)

mp : Massa piknometer (g)

V : Volume minyak (ml)

2) Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan cahaya yang dilewatkan pada

suatu medium cerah. Indeks bias pada minyak atau lemak digunakan untuk

pengujian kemurnian minyak dan dapat digunakan untuk menentukan terjadinya

hidrogenasi katalisis.

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah refraktometer abbe yang

dilengkape dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada temperatur 25oC

untuk minyak dan temperatur 40oC untuk lemak (Ketaren, 1986:42). Indeks bias

pada temperatur tertentu dapat diperoleh dengan persamaan (3).

R=R '+K (T '−T ) ..............................................................................(3)

Dimana :

R : Pembacaan skala pada suhu T (oC)

R’ : Pembacaan skala pada suhu T’ (oC)

T’ : Temperatur dimana R’dicari (oC)

K : Faktor koreksi: 0,000365 (lemak) dan 0,000385 (minyak)

3) Titik Leleh dan Titik Didih

Page 21: proposal wahyu

20

Titik leleh adalah temperatur pada saat minyak atau lemak pertama kali

mencair. Sedangkan titik didih adalah temperatur pada saat minyak atau lemak

mulai mendidih pertama kali

4. Toluena Diisosianat (TDI)

Diisosianat merupakan pereaksi utama dalam sintesis poliuretan. Toluen

Diisosianat (TDI) merupakan salah satu senyawa aromatik diisosianat yang

umum digunakan untuk sintesis poliuretan.

Gambar 5. Struktur Isomer TDI (Saunders)

Material dasar pembuatan TDI adalah toluen melalui reaksi nitrasi dengan

menggunakan campuran asam sulfat dan asam nitrat. TDI yang dihasilkan

merupakan campuran dari dua jenis isomer, yaitu 2,4-toluen diisosianat (80%)

dan 2,6-toluen diisosianat (20%) (Gambar 5.). Pada suhu kamar isomer TDI

berwujud cair karena titik lelehnya berada pada rentang 5-15oC. Uap campuran

isomer TDI dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan (Saunders,

1988).

5. 1,4-Butanadiol

Page 22: proposal wahyu

21

Beberapa jenis poliuretan menggunakan pemanjang rantai (chain extender)

untuk mengatur struktur dan panjang rantai poliuretan. Polimer-polimer

berujung isosianat dapat dipolimerisasi lebih lanjut lewat reaksi-reaksi dengan

senyawa organik alifatik dengan berat molekul rendah seperti diol dan diamin

untuk membentuk berturut-turut gugus uretana dan urea tambahan.

Chain extender digunakan dalam pembuatan busa poliuretan fleksibel,

elastomer mikroseluler, cast elastomer, dan sistem RIM (Reaction Injection

Moulding). Chain extender bereaksi dengan diisosianat membentuk segmen

poluretan atau poliurea dalam polimer uretana. Salah satu senyawa organik

alifatik yang umum digunakan sebagai chain extender adalah 1,4 butanadiol

(Saunders, 1988; Stevens, 2007:470).

Senyawa 1,4-butanadiol pertama kali dipreparasi pada tahun 1890 melalui

hidrolisis asam dari N,N-dinitro-1,4-butanadiamin. Sifat- sifat 1,4-butanadiol

yaitu: memiliki titik lebur 20,2C, titik didih 228C, butanadiol adalah suatu

senyawa yang tidak berwarna atau berwarna pucat, berbentuk cairan tidak

berbau (Speight, 2002: 2.99). 1,4-butanadiol sangat stabil pada temperatur

ruang, namun mudah terbakar pada suhu tinggi. Struktur 1,4-butanadiol

ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur Butanadiol

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang mengungkapkan

penggunaan minyak jarak sebagai monomer untuk sintesis poliuretan. Hal ini

Page 23: proposal wahyu

22

dibuktikan dari data-data penelitian yang dihasilkan oleh Indah Nursanti (2007)

dengan judul penelitian “Sintesis dan Karakterisasi Poliuretan dari Minyak Jarak

dan Toluen Diisosianat (TDI)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

peningkatan ikatan silang pada poliuretan berbanding terbalik dengan banyaknya

minyak jarak yang digunakan untuk sintesis.

Marlina (2003) dengan “Studi Awal Pembuatan Film Poliuretan dari

Minyak Jarak (Castor Oil) dan 4,4-Difenilmetan Diisosianat (MDI)”. Produk

poliuretan dibuat dalam bentuk film dengan cara penekanan hidrolik pada

kondisi tekanan 150 kgf/cm2, temperatur 180oC dan lama penekanan 15 menit.

Film poliuretan yang dihasilkan bersifat transparan, elastis, homogen dan

memiliki titik leleh 505,29oC. Selain itu, terdapat gelembung-gelembung udara

yang terperangkap di film poliuretan. Hal ini yang menjadi dasar dilakukannya

sintesis busa poliuretan berbasis minyak jarak.

Penelitian Khaeru Nissaullatifah (2010) yang berjudul “Pengaruh

Penambahan Butanadiol terhadap Sintesis Poliuretan Berbasis Minyak Jarak dan

Toluen Diisosianat (TDI)”. Dalam penelitian tersebut ditambahkan chain

extender berupa 1,4-butanadiol dengan tujuan untuk mengatur struktur dan

memperpanjang rantai poliuretan. Hasil sintesis busa poliuretan diperoleh

kondisi optimum pada komposisi minyak jarak : TDI : 1,4-Butanadiol dalam

perbandingan 1 : 4: 1. Semakin banyak 1,4-butanadiol yang ditambahkan, maka

semakin tinggi massa jenis produk sintesis busa poliuretan yang dihasilkan. Di

samping itu, derajat penggembungan akan semakin kecil (ikatan silang semakin

banyak) seiring dengan meningkatnya penggunaan 1,4-butanadiol.

Page 24: proposal wahyu

23

C. Kerangka Berfikir

Secara prinsip, poliuretan dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara

senyawa yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksil reaktif per molekul

(diol atau poliol) dan senyawa isosianat yang memiliki lebih dari satu gugus

isosianat reaktif per molekul (diisosianat atau poliisosianat).

Minyak jarak terdiri atas asam lemak trigliserida (ester). Adanya gugus

hidroksil yang berasal dari asam lemak tidak jenuh, asam risinoleat dalam

minyak jarak, dapat menjadikan minyak jarak sebagai sumber poliol poliester

dalam sintesis poliuretan. Gugus hidroksi ini dapat bereaksi dengan gugus

diisosianat dari TDI sebagai sumber isosianat untuk menghasilkan poliuretan.

Banyaknya gugus hidroksi yang bereaksi dengan gugus isosianat dapat

mempengaruhi gugus fungsi uretan dan ikatan silang hasil sintesis poliuretan.

Penggunaan gugus hidroksi yang lebih banyak akan meningkatkan sifat termal

dan sifat mekanik ke arah yang lebih baik.

Untuk memperoleh informasi tentang busa poliuretan dilakukan sintesis

busa poliuretan dengan variasi komposisi antara minyak jarak, air, 1,4-

butanadiol dan TDI. 1,4-butanadiol ditambahkan dalam sintesis busa poliuretan

sebagai chain extender agar diperoleh modifikasi pada struktur dan panjang

rantai poliuretan. Air sebagai chemical blowing agent ditambahkan agar

diperoleh gelembung-gelembung gas yang terperangkap pada matriks poliuretan

sehingga dihasilkan busa dengan fleksibelitas tertentu.

Dengan adanya penambahan aditif berupa chain extender dan blowing

agent, diharapkan diperoleh busa poliuretan dengan konduktivitas panas rendah,

Page 25: proposal wahyu

24

density bulk rendah dan absorbsi air rendah sehingga dapat diaplikasikan bahan

isolator panas.

V. Metode Penelitian

A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah poliuretan hasil sintesis dari minyak jarak, air,

TDI dan 1,4-butanadiol.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah meliputi massa jenis, gugus fungsi, derajat

penggembungan, absorbsi uap air, dan konduktivitas termal busa poliuretan hasil

sintesis.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah perbandingan komposisi minyak jarak

: air : 1,4-butanadiol : TDI (perbandingan massa) yang dilakukan dalam sintesis

busa poliuretan. Perbandingan konsentrasi yang dilakukan terdapat dalam Tabel

3.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah massa jenis, derajat

penggembungan, absorbsi uap air, dan konduktivitas termal busa poliuretan hasil

sintesis.

Page 26: proposal wahyu

25

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengadukan

dan suhu proses polimerisasi. Waktu pengadukan dalam proses polimerisasi

adalah 2 menit sedangkan suhu yang digunakan dalam proses polimerisasi

adalah temperatur ruang.

Tabel 3. Perbandingan Komposisi Sintesis Poliuretan antara Minyak jarak, Air, TDI, dan 1,4-Butanadiol

dalam massaMinyak Jarak Air 1,4-Butanadiol TDI

1 0,5 1 4

1 0,5 2 4

1 0,5 3 4

2 0,5 1 3

2 0,5 2 3

2 0,5 3 3

C. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

a. FTIR 800 Shimadzu

b. Heat Conduction Apparatus

c. Neraca analitik

d. Desikator

e. Piknometer

f. Alat refraktometer

g. Buret

h. Penangas minyak

i. Pemanas

Page 27: proposal wahyu

26

j. Oven

k. Frezzer

l. Termometer

m. Gelas beker

n. Erlenmeyer

o. Tabung reaksi

p. Pengaduk

q. Cetakan

r. Alumunium foil

s. Stopwatch

t. Pipet tetes

2. Bahan-bahan yang digunakan

a. Minyak jarak (Castor Oil) dari PT Bratachem

b. Akuades

c. Toluen Diisosianat ( TDI ) teknis

d. 1,4-butanadiol (p.a. Merck)

e. Kalium bromida

f. Indikator pp (p.a Merck)

g. Etanol

Page 28: proposal wahyu

27

D. Prosedur Penelitian

1. Karakterisasi Minyak Jarak

a. Massa Jenis

Piknometer 10 ml dicuci dan dibersihkan berturut-turut dengan

menggunakan akuades dan etanol. Piknometer dipanaskan ke dalam oven

dengan temperatur 110oC selama 15 menit sehingga piknometer bebas dari air

dan pengotor. Piknometer didinginkan hingga suhu kamar agar diperoleh

volume sesuai dengan kalibrasi, kemudian ditimbang sehingga diperoleh massa

piknometer. Sampel dimasukkan sampai sampel meluap keluar lubang tutup

piknometer. Hindari adanya gelembung udara. Piknometer beserta isi ditimbang.

Massa jenis minyak jarak ditentukan dengan menggunakan persamaan (2).

b. Indeks Bias

Alat refraktometer dihidupkan dan dikondisikan pada temperatur 32,5oC.

Sampel diambil dan diteteskan pada bagian optik refraktometer dengan

menggunakan pipet tetes. Indeks bias diputar dengan cara memutar balace

sehingga diperoleh pemisahan warna yang tajam pada cermin optik. Nilai indeks

bias pada temperatur tertentu diperoleh dengan menggunakan persamaan (3).

c. Titik Leleh dan Titik Didih

Sampel minyak jarak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup rapat

dan dibekukan pada temperatur 0oC di dalam freezer. Tabung reaksi, penangas

minyak, termometer, dan pemanas dirangkai dengan menggunakan statif.

Pemanas dihidupkan untuk memanaskan minyak jarak. Titik leleh dan titik leleh

diamati dan dicatat

Page 29: proposal wahyu

28

2. Sintesis Busa Poliuretan

Sintesis busa poliuretan yang dilakukan menggunakan metode one shoot

process. Minyak jarak, air dan 1,4-butanadiol diaduk hingga diperoleh campuran

yang homogen. Kemudian, campuran direaksikan dengan TDI pada temperatur

ruang. Komposisi bahan sesuai pada Tabel 3. Selanjutnya dilakukan pengadukan

campuran reaksi secara cepat selama 2 menit hingga diperoleh campuran

homogen dan diperoleh poliuretan procure. Poliuretan procure dituang di atas

cetakan berukuran 3 x 3 x 3 cm3 yang sebelumnya telah dilapisi dengan

aluminium foil dan dibiarkan mengeras pada temperatur ruang. Busa poliuretan

yang diperoleh siap dikarakterisasi.

3. Karakterisasi Produk Polimerisasi

a. Massa Jenis

Hasil sintesis dari busa poliuretan memiliki 2 macam bentuk, yakni busa

poliuretan yang beraturan dan tidak beraturan. Massa jenis dari produk sintesis

busa poliuretan dengan bentuk beraturan yakni dikondisikan dalam bentuk

silinder dengan diameter 2,9 cm dan tebal 1,09 cm, uji rapat massa dilakukan

dengan menimbang massa sampel dan menghitung volume sampel yaitu x

(jari-jari)2 x tinggi. Massa jenis sampel ditentukan dengan menggunakan

persamaan (4).

Untuk busa poliuretan dengan bentuk tidak beraturan, massa jenisnya

ditentukan dengan cara menimbang piknometer sehingga diperoleh massa

piknometer. Selanjutnya, menimbang piknometer yang telah berisi air sebagai

massa piknometer + pelarut. Ke dalam piknometer yang berisi air, dimasukkan

Page 30: proposal wahyu

29

sampel busa poliuretan hingga air yang tidak menempati piknometer keluar

melalui tutup piknometer. Piknometer yang berisi sampel dan air ditimbang.

Massa jenis sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan (5).

b. Gugus Fungsi

Metode yang digunakan dalam preparasi sampel adalah dengan pembuatan

pelet KBr. Sampel busa poliuretan hasil sintesis digerus dengan menggunakan

mortar dan dicampur dengan KBr hingga diperoleh campuran yang homogen.

Campuran ditekan dan diperoleh pelet KBr. Pelet KBr siap dianalisis dengan

menggunakan FTIR pada daerah 4000-400 cm-1 hingga diperoleh spektrum

poliuretan hasil analisis.

c. Derajat Penggembungan (Swelling Degree)

Sampel busa poliuretan dipotong kecil kemudian ditimbang. Sampel

tersebut direndam dalam gelas kimia yang berisi air selama 24 jam. Setelah 24

jam sampel diangkat dari pelarut dan dibiarkan mengering pada temperatur

ruang. Sampel kemudian ditimbang kembali. Selisih antara massa sampel

sebelum dan sesudah direndam merupakan kondisi penentu untuk menentukan

derajat penggembungan. Derajat penggembungan dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan (6)

d. Absorbsi Uap Air

Page 31: proposal wahyu

30

e. Konduktivitas Termal

Pengukuran konduktivitas teermal akan dilakukan di laboratorium PAU

Teknik UGM Yogyakarta dengan alat Heat Conduction Apparatus. Pengukuran

dilakukan untuk mengetahui pengaruh insulasi termal dari busa poliuretan hasil

sintesis pada hantaran panas diantara 2 logam. Ketebalan sampel busa diukur

dengan menggunakan mikrometer sebelum dimasukkan ke dalam holder.

Selanjutnya holder yang sudah berisi sampel dimasukkan ke dalam alat konduksi

panas dengan menjepitnya di antara pemanas dan pendingin. Input daya yang

digunakan sebesar 10 watt. Kemudian temperatur pada ke-6 titik sensor dibaca

tiap selang waktu 10 menit. Pengulangan dilakukan hingga diperoleh keadaan

steady dengan memperhatikan input daya sebelum mengulangi keseluruhan

prosedur. Informasi yang diperoleh hingga keadaan steady pada pemanas dan

pendingin diinterpolasi antarmuka untuk menentukan kemiringan temperatur dari

isolator. ΔT yang diperoleh digunakan untuk menentukan konduktivitas termal

dari busa padat poliuretan hasil sintesis (Vishu Shah, 2007).

Konduktivitas termal dihitung dengan menggunakan persamaan (8):

k=QA [ t

ΔT ] .........................................................................................................(8)

Dimana k : Konduktivitas termal

Q : Laju transfer panas per satuan waktu (watt)

A : Luas penampang sampel (m2)

t : Ketebalan sampel dalam bentuk silinder (m)

ΔT : Selisih temperatur pemanas-pendingin (oC)

Page 32: proposal wahyu

31

E. Diagram Alir Penelitian

Page 33: proposal wahyu

32

F. Teknik Analisis Data

1. Karakterisasi Minyak Jarak

a. Massa Jenis

Besarnya massa jenis minyak jarak dapat dihitung dengan menggunakan

rumus (2).

b. Indeks Bias

Nilai indeks bias pada temperatur tertentu ditentukan dengan

menggunakan persamaan (3).

c. Titik Leleh dan Titik Didih

Titik leleh dan titik didih minyak jarak dapat ditentukan ketika minyak

jarak mulai meleleh dan mendidih pada kondisi pengujian yang dilakukan.

2. Karakterisasi Produk Polimerisasi

a. Massa Jenis

Terdapat 2 cara untuk menentukan massa jenis padat poliuretan. Bila busa

poliuretan yang diperoleh dari hasil sintesis berbentuk tidak beraturan, maka

digunakan persamaan (5) untuk menentukan massa jenis sampel. Dan, untuk

massa jenis sampel busa padat poliuretan dengan bentuk beraturan digunakan

persamaan (4).

b. Gugus Fungsi

Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh dapat dianalisis gugus fungsi

yang muncul di daerah 4000-400 cm-1. Dengan membandingkan spektrum IR

yang diperoleh dari tiap-tiap komposisi variasi bahan sintesis busa padat

poliuretan maka akan diperoleh perbedaan struktur rantai busa poliuretan.

Page 34: proposal wahyu

33

c. Derajat Penggembungan dan Absorpsi Air

Derajat penggembungan dalam polimer ditentukan dengan menggunakan

persamaan (6). Semakin besar derajat penggembungan menunjukkan bahwa

sampel busa poliuretan semakin mudah larut/ditembus oleh pelarut. Hal ini

berarti semakin rendah jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Sebaliknya,

apabila derajat penggembungan semakin kecil berarti bearti sampel busa

poliuretan semakin sulit ditembus oleh pelarut, yang berarti semakin banyak

jumlah ikatan silang dalam busa poliuretan. Poliuretan dengan derajat

penggembungan bernilai negatif menunjukkan bahwa struktur rantai berupa

linear atau bercabang, sedangkan derajat penggembungan bernilai positif

menunjukkan bahwa poliuretan memiliki struktur rantai ikatan silang.

d. Konduktivitas Termal

Konduktivitas termal dihitung dengan menggunakan persamaan (8). Bila

nilai konduktivitas termal dari busa poliuretan rendah, maka sampel dapat

digunakan sebagai isolator panas. Sebaliknya, biala konduktivitas termal sampel

tinggi, makan busa padat poliuretan hasil sintesis tidak dapat digunakan sebagai

isolator, melainkan digunakan sebagai konduktor panas.

VI. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Penyusunan proposal : 28 Januari – 15 Februari 2011

Pelaksanaan penelitian : 7 Maret – 24 April 2011

Penyusunan laporan : 25 April – 30 Mei 2011

Page 35: proposal wahyu

34

VII. Rincian Biaya

Penyusunan proposal : Rp 100.000,00

Pembelian bahan : Rp 400.000,00

Sewa alat dan analisis data : Rp 450.000,00

Penyusunan laporan dan Penggandaan : Rp 300.000,00

Total Biaya : Rp 1.250.000,00

Page 36: proposal wahyu

35

DAFTAR PUSTAKA

Braun, D., Cherdron, H., Rehahn, M., Ritter, H., dan Voit, B. (2005) Polymer

Synthesis Theory and Practice Fundamentals, Methods, Experiments, 4th ed.

Berlin: Springer-Berlin Verlag.

Eli Rohaeti, N. M. Surdia, Cynthia . L. Radiman, dan E. Ratnaningsih. (2002).

Biodegradasi Poliuretan Hasil Sintesis dari Amilosa-PEG-MDI

Menggunakan Lumpur Aktif. Procceding Seminar Nasional Kimia. 311-

317.

Eli Rohaeti, Suyanta. (2010). Sintesis Busa Poliuretan Ramah Lingkungan

Berbasis Minyak Jarak Sebagai Bahan Isolator Panas. Laporan Penelitian.

Yogyakarta : Dikti.

Hepburn, C. (1982). Polyurethan Elastomer. New York : Applied Science

Publisher.

Holman, J. P. (1991). Terjemahan E. Jasjfi, Perpindahan Kalor. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Ihwan Ulul Firdaus. (2009). Investasi Jarak Kaliki. PT Nawapanca Adhi Cipta.

Indah Nursanti. (2007). Sintesis Dan Karakterisasi Poliuretan Dari Minyak Jarak

Dan Toluen Diisosianat (TDI). Skripsi. Yogyakarta : UNY.

Khaeru Nissaullatifah. (2010). Pengaruh Penambahan Butanadiol Terhadap Sintesis

Poliuretan Berbasis Minyak Jarak dan Toluen Diisosianat (TDI). Laporan

Penelitian Kimia. Yogyakarta : UNY.

Khopkar, S.M. (2003). Konsep Dasar Analitik. Jakarta : UI Prees.

Kusakawa, S., Yokkaichi, Yoshiyuki I., Mie, Seichi M., Yokkaichi, Kenji K., dan

Itami, Kenji U. (1986). Curebale Urethane Composition. United States Patent.

No. 4,603,188.

Marlina. (2003). Studi Awal Pembuatan Film Poliuretan dari Minyak Biji Jarak

(Castor oil) dan 4-4’-Difenilmetan Diisosianat (MDI). Prosiding Seminar

sehari 70 th Noer Mandsjoeriah Surdia. Bandung : Dept. Kimia FMIPA

ITB.

Page 37: proposal wahyu

36

Robert Manurung, Saswinadi Sasmojo, Lienda Aliwarga. (1985). Penelitian

Proses Pembuatan Pembuatan dan Pengujian Poliuretan sebagai Isolator

Panas. Laporan Penelitian. Jakarta : Dikti.

S. Ketaren. (1986). Pengantar Teknologi Lemak & Minyak Pangan. Jakarta : UI

Press.

Sardi Duryatmo. (2005). “Bahan Bakar Kendaraan Masa Depan”. Trubus. (Edisi

Juni 2005). 28-29.

Sardi Duryatmo. (2005). “Dua Jarak Satu Cara”. Trubus. (Edisi Juni 2005). 30-31.

Saunders, K. J. (1988). Organic Polymer Chemistry, 2nd ed. London : Chapman &

Hall.

Speight, James G. (2002). Chemical Process and Design handbook. New York :

McGraw-Hill companies.

Steven, Malcolm P. (2007). Terjemahan Iis Sopyan, Kimia Polimer. Jakarta : PT

Pradnya Paramita.

Ulrich, Gerber. (2005). Polyhydroxyl-Compositions Derived from Castor Oil with

Enhanced Reactivity Suitable for Polyurethane-Synthesis. United States Patent.

No. 6897283.

Vishu Shah. (2007). Handbook of Plastics Testing and Failure Analysis. USA :

Wiley Interscience John Wiley & Sons, Inc.