1 BAB I PENDAHULUAN ) merupakan produk akhir · PDF file3 hiperurisemia lebih besar, karena...
Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN ) merupakan produk akhir · PDF file3 hiperurisemia lebih besar, karena...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asam urat (uric acid) merupakan produk akhir metabolisme purin, yang
merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati
yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase.
Pada abad yang semakin modern, pola makan seseorang juga mengalami
pergeseran, yang berpotensi meningkatkan kadar asam urat. Selain dipengaruhi
oleh faktor internal (usia, genetik, hormonal), juga faktor eksternal (makanan
yang mengandung purin tinggi). Makanan yang berpotensi meningkatkan asam
urat contohnya kacang- kacangan, melinjo, daging, jeroan, seafood dan minuman
beralkohol.
Hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat lebih dari normal ) bisa terjadi
karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduction) atau penurunan
pengeluaran asam urat urin (underexcretion) atau gabungan keduanya. Penurunan
pengeluaran asam urat urin (underexction) atau gabungan keduanya. Manifestasi
hiperurisemia yang sering adalah terjadinya gout. Gangguan metabolisme yang
mendasari gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar
asam urat lebih dari 7,0 mg/dl (laki –laki) dan 6,0 mg/dl (perempuan) (Stefanus,
2009: 2556).
Gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.
merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraseluler. Keluhan dirasakan akibat asam urat yang terakumulasi dalam
jumlah besar di dalam darah akan memicu beberapa hal, yakni: (a) pembentukan
2
kristal berbentuk jarum, (b) sendi-sendi biasanya menjadi bengkak, kaku,
kemerahan, terasa panas, serta menimbulkan rasa nyeri (Damayanti, 2012: 9).
Hubungan umur dengan hiperurisemia menunjukkan bahwa semakin tua umur
seseorang, akan semakin berisiko. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian
terdahulu (dalam Purwaningsih, 2010: 19) bahwa Prevalensi hiperurisemia
asimptomatik di Amerika Serikat adalah 5%, sedangkan di Inggris sekitar 6,6%
dan di Scotlandia sebesar 8%. Di New Zealand, hiperurisemia lebih banyak di
jumpai pada laki-laki dari suku Maori (27,1%) di bandingkan dengan laki-laki
Eropa (9,4%). Penelitian di Atayal, Taiwan pada 342 populasi di atas 18 tahun
menunjukkan bahwa kejadian hiperurisemia sekitar 41,4%. Satu survei
epidemiologik yang di lakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO-
COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun didapatkan bahwa
prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita.
Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, penderita penyakit gout dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini
tebukti dengan hasil rekam medik RSCM pada tahun 1995 jumlah kasus yang
tercatat adalah 46 kasus, 37 pria dan 9 wanita yakni ada 2 kasus umur 2-25 tahun,
40 kasus umur 30-50 tahun dan 4 kasus umur >65 tahun (Krisnatuti, Rina, Vera,
1997 dalam Penelitian Andry, dkk, 2009: 26-27). Jadi prevalensi kejadian gout
lebih banyak terjadi antara umur 30-50 tahun.
Hal ini selaras dengan pendapat Misnadiarly (2007:16) bahwa sekitar 90%
penderita yang mengalami asam urat di atas normal adalah pria dan wanita usia
30-50 tahun yang tergolong kelompok usia produktif. Bila kadar asam urat tinggi
tetapi tidak ada gejala serangan sendi disebut stadium awal. Hal tersebut terjadi
pada setiap orang, dan berbeda-beda. Ada yang bertahun-tahun sama sekali tidak
muncul gejalanya, tetapi ada yang muncul gejalanya di usia 20, 30, atau 40 tahun.
Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Tinah Purwaningsih di RSU
Kardinah Tegal, mulai dari kelompok umur 30-40, 41-50, 51-60 dan > 60 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, wanita menopause (umur >50 th) memiliki risiko
3
hiperurisemia lebih besar, karena sudah terjadi penurunan estrogen, yang dapat
menentralisir kadar asam urat dalam darah maupun urin (Purwaningsih, 2010).
Berdasarkan data-data kasus yang menyimpulkan bahwa peningkatan faktor
umur dan hiperurisemia saling berhubungan, maka dari itu penulis tertarik untuk
mengetahui profil kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya”.
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan tingginya prevalensi kasus hiperurisemia, maka dilakukan
kajian data dalam bentuk studi observasional terhadap profil kadar asam, sehingga
di buat identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Maraknya penjual makanan tinggi purin contohnya (jeroan, seafood, dan juga
minuman beralkohol.) sehingga sangat beresiko meningkatnya kadar asam urat.
2. Banyaknya pasien yang mengeluhkan gejala-gejala peningkatan asam urat
ketika usia lebih dari 30 tahun.
3. Adanya kemungkinan tingginya prevalensi hiperurisemia di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yakni bagaimana profil kadar asam urat pada usia lebih dari 30
tahun di RSUD dr.Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah?”
5. Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan pada pria maupun wanita yang berumur >30 tahun
tanpa mengetahui apakah pasien tersebut puasa atau tidak.
4
6. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil kadar asam urat di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Kalimantan Tengah.
2) Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan kadar asam urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah.
b) Mendeskripsikan kadar asam urat berdasarkan jenis kelamin pasien yang
berusia lebih 30 tahun.
c) Mendeskripsikan latar belakang diagnosis pasien yang mengalami
hiperurisemia
7. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan tambahan informasi kepada pihak rumah sakit tentang kadar asam
urat pada usia lebih dari 30 tahun sehingga dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam Penegakan diagnosa penyakit.
2. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam cara pembuatan dan
penulisan materi ilmiah tentang asam urat.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi peneliti lainnya dapat meneliti hubungan asam urat dengan kondisi
lainnya misal, hormonal atau obesitas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Asam Urat
a. Pengertian Asam Urat
Asam Urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Purin
merupakan degradasi dari purin nucleotide yang merupakan bahan penting
dalam tubuh sebagai komponen dari asam nukleat dan penghasil energi
dalam inti sel (Putra, 2009: 2555).
Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada
tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering
disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini
disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya
kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau
lebih dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperurisemia
disebabkan oleh sintesa purin berlebih dalam tubuh karena pola makan yang
tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang
mengalami gangguan (Price &Wilson, 1992 dalam Andry, Saryono, Arif
Upoyo, 2009: 26).
Kadar asam urat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, genetik,
hormonal) dan faktor eksternal (makanan yang mengandung purin tinggi).
Makanan yang berpotensi meningkatkan asam urat contohnya kacang-
kacangan, melinjo, daging dan minuman beralkohol.
Selaras dengan apa yang dikatakan oleh Damayanti (2012: 25) bahwa
faktor usia merupakan faktor internal yang menyebabkan lebih banyak atau
beresiko lebih besar terkena asam urat, disebutkan pula bahwa rentang usia di
atas 40 tahun karena akibat proses penyimpangan metabolisme yang umumnya
berkaitan dengan usia.
6
Bagi orang yang berusia 40 tahun ke atas, kelebihannya dalam darah
akan menyebabkan pengkristalan pada persendian dan pembuluh kapiler
darah, terutama yang dekat dengan persendian. Akibatnya, apabila
persendian digerakkan akan terjadi gesekan kristal-kristal tersebut sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Penumpukan kristal asam urat yang kronis pada
persendian menyebabkan cairan getah bening yang berfungsi sebagai
pelincir (lubricant) tidak berfungsi. Akibatnya persendian tidak dapat
digerakkan. Ini sering terjadi pada manula lantaran kelebihan asam urat yang
tidak dihiraukan (Damayanti, 2012: 16).
Ditambahkan oleh Misnadiarly (2007:16) bahwa sekitar 90% penderita
yang mengalami asam urat di atas normal adalah pria dan wanita usia 30-50
tahun yang tergolong kelompok usia produktif. Bila kadar asam urat tinggi
tetapi tidak ada gejala serangan sendi disebut stadium awal. Hal tersebut
terjadi pada setiap orang, dan berbeda-beda.
Tabel 1. Nilai Rujukan untuk Asam Urat
Metode Usia dan
jenis
kelamin
Mg/dl Faktor
konversi
Satuan
internasional
(μmol/ L)
Enzimatik <12 th
Dewasa Lk
Pr
60-90 th Lk
Pr
>90 th Lk
Pr
2,0-5,5
4,4-7,6
2,3-6,6
4,2-8,0
3,5-7,3
3,5-8,3
2,2-7,7
59,48 119-327
262-452
137-393
250-476
208-434
208-494
131-458
Sumber:Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik Kementerian Kesehatan tahun 2010
7
b. Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat darah diatas normal. Banyak batasan untuk menyatakan hiperurisemia,
secara umum kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium
pada populasi normal dikatakan sebagai hiperurisemia. Batasan yang sering
digunakan untuk hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar asam urat yang bisa mencerminkan adanya kelainan
patologi.
Dari data WHO (World Health Organization) didapatkan hanya 5-10%
pada laki-laki normal mempunyai kadar asam urat di atas 7mg%, dan sedikit
dari gout mempunyai kadar asam urat di bawah kadar tersebut. Kadar asam
urat di atas 7 mg/dl pada laki dan 6 mg/dl pada perempuan, dipergunakan
sebagai batasan hiperurisemia (WHO, 1983 dalam Putra, 2009: 2550).
Terjadinya hiperurisemia disebabkan adanya kelainan metabolik
sehingga sintesis asam urat menjadi berlebihan dan bersifat abnormal.
Peningkatan biosintesis asam urat tersebut bisa terjadi karena adanya
perubahan genetik sehingga mekanisme kontrol sintesis purin menjadi
terganggu. Selain faktor genetik, proses biokimiawi juga ikut berperan.
Karena itu hiperurisemia digolongkan sebagai penyakit gangguan
metabolisme purin bawaan (Misnadiarly, 2007: 9-10).
Menurut Mellado (dalam Misnadiarly, 2007: 17), kandungan purin
yang tinggi ditemukan pada produk makanan dan minuman berikut:
1. Daging (daging sapi, daging babi, juga daging ayam dan kalkun).
Kandungan purin tidak hanya tergantung pada hewan sumbernya tetapi
juga tergantung pada cara penyajiannya, misalnya kandungan purin pada
daging iga berbeda dan bervariasi jika daging direbus atau dipanggang.
Pada daging unggas dan ikan, kandungan purin lebih tinggi ditemukan
pada kulitnya.
8
2. Ikan (tidak semua, tetapi pada beberapa daging ikan seperti sarden dan
tuna) dan juga pada seafood (kerang,udang).
3. Beberapa sayuran, seperti buncis, asparagus, bayam dan jamur.
4. Semua minuman beralkohol, terutama bir.
5. Jeroan, terutama ampela dan ginjal.
Selain pengaruh pola makanan juga kadar asam urat mulai meninggi
selama pubertas pada laki-laki tetapi wanita tetap rendah sampai menopause
akibat efek urikosurik estrogen (Sofitri, 2012: 87). Jadi selama seorang
perempuan mempunyai hormon estrogen, maka pembuangan asam uratnya ikut
terkontrol, karena estrogen membantu meningkatkan ekskresi asam urat
melalui ginjal (Sylvia, 2006 dalam Festy, Rosyiatul, Aris, 2010: 2). Ketika
sudah tidak mempunyai kandungan hormon estrogen yang cukup, seperti saat
menopause, barulah terjadi peningkatan asam urat (Mulyanto, 2012: 19).
2. Penyebab hiperurisemia
Berdasarkan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Putra, 2010: 2551) bahwa
penyebab hiperurisemia terdiri dari penyebab hiperurisemia primer dan penyebab
hiperurisemia sekunder.
a) Penyebab hiperurisemia primer, antara lain:
1) Produksi yang berlebihan (overproduction); tidak diketahui sebabnya
(idiopathik)
2) Pemecahan yang berkurang (underexcretion); idiopathik
3) Kelainan enzim spesifik
b) Penyebab hiperurisemia sekunder, antara lain:
1) Produksi yang berlebihan ;
2) Hematologi; pada keganasan (leukemia, limfoma, mieloma), penyakit
mieloproliferatif, anemia hemolitik kronik
3) Kekurangan enzim glucosa-6-phosphatase;
4) Keganasan; Pertumbuhan sel ganas, terapi dengan kemoterapi atau radiasi
9
5) Peningkatan cell turnover; psoriasis
6) Peningkatan ATP turnover; alkohol, exercise
7) Penurunan pemecahan, antara lain: (a) gagal ginjal, (b) dehidrasi, (c) terapi
diuretik, (d) obat-obatan; etambutol, pirazinamid, nicotinic acid, (e)
hiperparatiroid.
Selain mengetahui penyebab, kita perlu memahami bagaimana langkah
pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab hiperurisemia yakni:
1) Pemeriksaan hematologi; pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan
darah tepi
2) Pemeriksaan fungsi ginjal; termasuk klirens kreatinin dan elektrolit
Di atas terkait masalah faktor primer maupun sekunder, namun ada beberapa
faktor lain sebagai penyebab hiperurisemia yang dapat dikoreksi, yakni obesitas,
hipertrigliseridemia, hipertensi, terapi diuretik, konsumsi obat tertentu, dehidrasi,
konsumsi alkohol.
3. Macam-macam Hiperurisemia
a. Hiperurisemia dan gout primer
Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler
yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim.
Adapun penyebab penyakit ini berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan
faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan
karena berkurangnya pengeluran asam urat dari dalam tubuh.
b. Hiperurisemia dan gout sekunder
Asam urat jenis sekunder ini kebanyakan disebabkan oleh karena meningkatnya
produksi asam urat dan berkurangnya pengeluaran asam urat dalam urin. Kasus
meningkatnya produksi asam urat, terjadi karena pengaruh makanan dengan
kadar purin tinggi.
10
c. Gejala – gejala gout
Lebih dari 90 % pasien mengalami keterlibatan ibu jari kaki pada suatu saat
selama perjalanan penyakit. Secara khas, sendi yang terkena terasa panas,
merah, nyeri, dan agak bengkak. Mungkin sulit membedakan gejala ini karena
reaksi radang gout dapat menunjukan tanda-tanda konstitusional, misalnya
demam.
Endapan bertopi mungkin terdapat pada daerah sub kutan atau periosteum pada
permukaan ekstensor siku, tulang kering, atau jari atau pada daun telinga.
Keadaan yang biasa menyertai antara lain adalah obesitas, hipertensi, diabetes
mellitus, aterosklerosis, dan hipertrigliseridenia.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan asam urat dalam cairan tubuh mencakup beberapa metode
Enzymatic colorymatic (Uricase), PTA Kimia (phosphotungstic acid) dan metode
yang berdasar Kromatografi HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
a) Metode Enzymatic Colorymatic (Uricase)
Pemeriksaan asam urat memakai metode enzimatik, dengan memakai
Uricase. H2O2 akan bereaksi dengan katalis peroksidase, 3,5-dichloro-2-
hydroxybenzenesulfonic acid (DCHBS) dan 4-aminophenazone (PAP) yang
membentuk quinoneimine warna merah-violet/merah muda sebagai indikator.
Metode Uricase lebih spesifik dibanding PTA. Uricase akan mengoksidasi
asam urat, sehingga terbentuk allantoin, hidrogen peroksida dan
karbondioksida.
Prinsip reaksi : uricase Uric acid + O2 + 2 H2O Allantoin + CO2 + H2O2 peroksidase 2 H2O2 + DCHBS + PAP N-(4-antipyrl)-3-chloro-5-
sulfonate-p-benzoquinonimine + HCL + 4 H2O
11
Metode Enzymatic Colorymatic (Uricase) mempunyai kelebihan karena
bermutu tinggi dan biaya rendah, serta tidak memerlukan protein. Sebagai
alternatif, substrat dapat dipakai guanine, xanthine, dan beberapa struktur yang
mirip.
Reaksi terjadi berdasarkan model kinetik dan keseimbangan, dengan
panjang gelombang tertentu. Sebagai penghasil kromogen, dapat dipakai
peroksidase dan oksigen. Hidrogen peroksida dengan bantuan horse radish
peroksidase dan akseptor oksigen akan membentuk komplek warna yang dapat
diukur dengan spektrofotometer. Sebaiknya dipakai bahan yang tepat untuk
mendapatkan cukup absorbansi dan mengurangi interferen. Pengaruh luar yang
dapat yang dapat mengganggu proses reaksi yaitu asam askorbat dan bilirubin.
Sebagai contoh, beberapa metode oksidasi askorbat untuk menghapus asam
askorbat. Penggunaan aminophenazone dengan phenol atau penambahan
ferricyanide dapat meminimalkan pengaruh akibat adanya bilirubin.
Metode Enzymatic Colorymatic (uricase) dapat juga diterapkan pada
pemakaian reagen kering (dry reagent), contoh pada sistem multilayer film,
menggunakan uricase dan peroksidase yang dipisahkan dari warna leukosit
oleh membran semipermeabel sehingga terbentuk komplek warna. Sistem yang
lain, memakai bahan nitroselulose dengan melibatkan uricase, peroksidase dan
MBTH (3-methyl-2-benzothiazolinone hydrazone) sebagai akseptor oksigen.
Sistem berikutnya memakai bahan plasma dan uricase, peroksidase, dan penol
yang ditambahkan untuk mengukur asam urat. Sistem-sistem tersebut menjadi
dasar untuk pemeriksaan asam urat dengan POCT, sehingga menghasilkan
akurasi dan presisi yang baik.
12
b) Metode Kimia ( Phosphotungstic Acid)
Metode ini merupakan reaksi warna biru tungsten dari PTA (phosphotungstic
acid) yang direduksi oleh urat dalam suatu medium alkali. Absorbansi dari
warna yang terjadi akan diukur dalam panjang gelombang antara 650-700 nm.
Metode PTA mempunyai kelemahan karena pengaruh-pengaruh luar, sehingga
diperlukan modifikasi.
c) Metode Kromatografi High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Metode ini menggunakan pertukaran ion (ion exchange) untuk mengukur kadar
asam urat, pada panjang gelombang 293 nm. Kelebihan dari metode ini adalah;
spesifik dan cepat, mobile phase sederhana, waktu retensi untuk asam urat
kurang dari 6 menit. Metode ini dapat digunakan untuk acuan.
Adapun pra analitik pemeriksaan asam urat yakni melakukan puasa 10-12
jam sebelum diambil darah, pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara
pukul 07.00 – 09.00, hindari makanan yang mengandung purin. Dari pra analitik
tersebut akan dapat melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium pada pemeriksaan asam urat yakni, diet (bagi penderita asam urat
untuk diet makanan tinggi purin), pengaruh obat (salah satunya jenis diuretik),
merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang berlebihan seperti olahraga,
sampel serum/plasma hemolisis, lipemik, dan ikterik (Sofitry, 2012: 90, Pedoman
Pemeriksa Kimia Klinik Kementrian Kesehatan Tahun 2010: 43-45).
5. Macam-macam Sampel untuk Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Kadar Asam Urat di dalam darah
Sampel nya dapat berupa : Serum, Plasma heparin dan Plasma EDTA.
b) Pemeriksaan Kadar Asam Urat dalam Urin pagi hari dan 24 jam
13
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari (Kee, 1997: 51). Ketentuan kadar
asam urat dalam urin berlebihan bila kadarnya lebih dari 800 mg / 24 jam pada
diet biasa atau lebih dari 600 mg / 24 jam pada diet bebas purin.
c) Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan pemeriksaan untuk melihat deposit
Kristal monosodium urat. Pemeriksaan cairan sendir dilakukan pada daerah
sendi yang mengalami peradangan (Mulyanto, 2012: 23-24).
Penyebab hiperurisemia dapat ditelusuri dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan
adalah pemeriksaan darah rutin asam urat darah, kreatinin darah, pemeriksaan
urin rutin, kadar asam urat urin 24 jam, kadar kreatinin urat 24 jam, dan
pemeriksaan penunjang lainnya (Putra, 2009: 2555).
14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Doris Sylvanus Palangkaraya-Kalimantan Tengah
2) Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember tahun
2012.
B. Metode Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu
penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
tentang suatu keadaan secara obyektif.
C. Definisi Operasional Variabel
1) Kadar Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin dalam darah yang
diperiksa dengan fotometer dan hasilnya dinyatakan dalam mg/dl (Putra, 2009:
2555).
2) Usia lebih dari 30 tahun adalah rentang usia seseorang dimana kemungkinan
sudah terjadi gangguan metabolisme tubuh termasuk hiperurisemia.
D. Populasi dan Sampel
1) Populasi
15
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
melakukan pemeriksaan asam urat pada bulan September sampai dengan bulan
Desember tahun 2012.
2) Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik purpossive sampling yakni pasien yang
berumur lebih dari 30 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Diperoleh sampel
sebanyak 68 orang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
eksperimen di laboratorium. Peneliti melakukan pengamatan, analisa dan membuat
catatan hasil pemeriksaan darah beserta dengan data hasil pemeriksaan
pendukungnya.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan asam urat
adalah fotometer 4020, sentrifuge , micropipette 1000μl, 20μl, tip, kit reagen asam
urat, tissue dan buku catatan hasil pengamatan yang dilengkapi dengan data hasil
pemeriksaan darah pasien.
G. Prosedur kerja
Metode : test warna enzimatik
Reagensia : Kit Reagen Asam Urat (Uric acid)
R1: Enzim
R2: Standar asam urat
Cara kerja :
1. Menyiapkan serum yang diperoleh dari sentrifuge
2. Menyiapkan tabung reaksi uk. 75x100 sebanyak 3 buah
3. Menyiapkan reagen dalam suhu ruang
4. Skema pipetasi
16
μL Blanko Standar Sampel R1 - 20 -
Sampel - - 20 WR 1000 1000 1000
5. Masing-Masing diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25°C
6. Melakukan Pemeriksaan dengan fotometer 4020 pada panjang
gelombang 546 nm.
H. Pengolahan dan Analis Data
Dari Penelitian yang dilakukan diperoleh data hasil penelitian melalui
pengumpulan data yang akan dibuat pengolahan data dalam bentuk tabel.
I. Keterbatasan Penelitian
Pemeriksaan sampel darah yang dilakukan pada penelitian ini memiliki
keterbatasan, yakni dalam beberapa hal:
1) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien yang melakukan pemeriksaan asam
urat itu melakukan persiapan pasien dengan menghindari makanan yang
mengandung purin;
2) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien sedang melakukan puasa 10-12 jam
sebelum diambil darah atau bahkan tidak melakukan puasa;
3) Peneliti tidak mengetahui apakah pasien telah mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat mempengaruhi tingkat kadar asam urat, contoh: diuretik.
17
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Faktor usia merupakan faktor internal yang menyebabkan lebih banyak atau
beresiko lebih besar terkena asam urat. Penelitian ini memiliki sasaran yang
meliputi laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari 30 tahun. Penelitian ini
diambil dari 68 sampel darah yang melakukan pemeriksaan asam urat di
Laboratorium RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Dari jumlah tersebut,
terdapat 35 orang pasien laki-laki dan 33 orang pasien perempuan yang berusia di
atas 30 tahun.
Tabel 2. Jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat berdasarkan jenis kelamin.
Jumlah pasien Laki-Laki Perempuan
68 orang 35 orang 33 orang
Persentase 51% 49%
Tabel 3. Jumlah pasien berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok umur laki-laki Perempuan Jumlah %
30-40 2 3 5 7%
41-60 22 25 47 69%
>60 11 5 16 24%
Dari 68 sampel, 37 diantaranya mengalami peningkatan kadar asam urat
(hiperurisemia), dengan distrisbusi usia dan kelompok umur seperti pada tabel 4
dan 5 berikut.
18
Tabel 4. Jumlah pasien hiperurisemia
Kadar asam urat Laki-laki Perempuan Jumlah
Meningkat 18 19 37
Normal dan rendah 17 14 31
Tabel 5. Jumlah pasien hiperurisemia berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok umur Hiperurisemia
Laki-laki
Hiperurisemia
perempuan
Jumlah
30-40 - 2 2
41-60 12 13 25
>60 6 4 10
Dari 68 sampel yang ada, latar belakang diagnosis dapat dilihat pada tabel 6
berikut.
Tabel 6. Macam-macam diagnosis pasien yang melakukan pemeriksaan asam urat
Diagnosis Jumlah Persentase
Hiperurisemia/Gout 16 Orang 24 %
DM 19 Orang 28 %
Hipertensi 11 Orang 16 %
Tuberkulosis 8 Orang 12 %
Chronic Renal Failure 3 Orang 4 %
HD (Hemodialisa) 6 Orang 9 %
Lain-lain 5 Orang 7 %
Jumlah 68 Orang 100%
19
Dari 37 pasien hiperurisemia, latar belakang diagnosisnya adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Latar belakang belakang diagnosis pasien hiperurisemia
Diagnosis Jumlah Persentase DM 10 27 %
Hiperurisemia/Gout 9 24 % Hipertensi 6 16 %
Gagal ginjal 6 16 % Tuberkulosis 4 11 %
Decompensation cordis (DC) 1 3 % Lain-lain 1 3 % Jumlah 37 Orang 100%
b. Pembahasan
Pemilihan sampel pada golongan usia lebih dari 30 tahun mengingat pada usia
tersebut sudah mulai banyak keluhan yang berkaitan dengan peningkatan kadar
asam urat. Hal ini mungkin pengaruh dari pola makan atau adanya kelainan
metabolik yang mendasari. Hiperurisemia ini bisa terjadi karena peningkatan
produksi (overproduction) atau penurunan ekskresi asam urat (underexcretion).
Dari faktor asupan makanan yang dikonsumsi kebanyakan penduduk Indonesia,
juga termasuk didalamnya kebanyakan penduduk di Kalimantan Tengah yang
cenderung tidak sehat seperti maraknya makanan seafood (kerang, udang dan lain-
lain), jeroan, terutama ampela serta konsumsi minuman beralkohol, seperti bir.
Dari 68 pasien yang diperiksa, laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan
perempuan. Kelompok umur terbanyak yang mengalami hiperurisemia adalah usia
41-60 tahun, dimana jumlah pasien perempuan sedikit lebih banyak dibanding laki-
laki. Hal ini disebabkan karena pada periode umur tersebut, perempuan kebanyakan
sudah menuju periode menopause dimana terjadi penurunan kadar estrogen. Kadar
estrogen yang berkurang akan menurunkan fungsi urikosurik, sehingga kadar asam
urat meningkat.
20
Pada tabel 7 di atas telah ditampilkan beberapa penyakit yang menjadi latar
belakang hiperurisemia. Selain gout, hiperurisemia dapat dilatar belakangi oleh
diabetes melitus, hipertensi, gagal ginjal, tuberkulosis, decompensation cordis (DC)
serta diagnosis penyakit lainnya. Hubungan beberapa diagnosis tersebut di atas
dengan hiperurisemia, hal ini dapat dilihat secara ringkas pada tabel 8 di bawah
ini.
Tabel 8. Penyakit dan hubungannya dengan hiperurisemia
Penyakit Hubungan dengan hiperurisemia
DM 1. Asam urat merangsang produksi sitokin dari
leukosit dan kemokin dari otot polos
pembuluh darah
2. Merangsang perlekatan granulosit pada
endotelium, adesi platelet dan pelepasan
radikal bebas peroksida dan superoksida serta
memicu stres oksidatif.
3. Peranan potensial asam urat atau xantin
oksidase bagi terjadinya disfungsi endotel dan
dalam memediasi respon inflamasi sistemik
yang akhirnya bermuara pada terjadinya
resistensi insulin dan cardiovascular events.
Hipertensi 1. Disfungsi endotel akibat produksi ROS
(reactive oxygen species atau jenis oksigen
yang reaktif) yang berlebihan dan penurunan
jumlah NO (nitric oxide atau oksida yang
berisi nitrit).
2. Hiperurisemia juga menyebabkan inflamasi
vaskuler, proliferasi otot polos, peningkatan
21
produksi renin, dan lesi vaskuler pada ginjal
(Heinig dan Johnson, 2006; Feig, 2008, dalam
Mustafiza, 2010: 47).
Gagal ginjal 1. Hal ini terjadi bilamana seorang pasien
memiliki hiperurisemia karena underexcretion
(Pemecahan yang berkurang);
2. Kemungkinan pula disebabkan karena
gangguan sekresi asam urat dari tubulus ginjal
(Putra, 2010: 2551).
Tuberkulosis Salah satu hubungan antara tuberkolosis dengan
hiperurisemia pada penyebab hiperurisemia
sekunder, sebagaimana disebutkan oleh Putra
(2010: 2554), disebabkan oleh gangguan
fractional uric acid clearance (termasuk kategori
gangguan pengeluaran asam urat / underexcretion)
adalah pada hipertensi, kelaparan, peminum
alkohol, juga dipengaruhi oleh adanya kontra
indikasi atau efek samping pemakaian obat seperti
diuretik dosis terapeutik, salsilat dosis rendah,
pirazinamid, estambutol, asam nikotinat dan
siklosporin.
Sebagaimana dijelaskan Soeparman (1998: 723-
724) bahwa obat-obatan yang digunakan dalam
terapi tuberkolosis adalah obat pirazinamid dan
estambutol. Sehingga pada kondisi tertentu, efek
samping dari obat ini mengacu adanya
hiperurisemia.
22
Penyakit Jantung Koroner Hiperurisemia memiliki hubungan yang jelas
dengan angka kematian yang diakibatkan oleh
berbagai macam penyakit jantung dan pembuluh
darah. Pada orang yang menderita hiperurisemia
dan hipertensi terdapat peningkatan resiko
munculnya penyakit jantung koroner.
Hiperurisemia juga berhubungan dengan sindrom
metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan
kelainan-kelainan dengan meningkatnya kadar
insulin dalam darah, hipertensi, kadar trigliserida
darah yang meningkat dan lemak darah HDL-
cholestrol yang rendah, yang pada umumnya
sering mengakibatkan jantung koroner (Supriyono,
2008: 26).
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai bagian akhir dari penulisan karya ilmiah ini bahwa profil kadar asam
urat pada usia lebih dari 30 tahun di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Penelitian ini melibatkan 68 pasien, 35 orang laki-laki dan 33 orang perempuan.
Kelompok umur terbanyak yang mengalami hiperurisemia adalah diteliti usia
41-60 tahun dengan jenis kelamin perempuan sedikit lebih banyak.
2. Penyakit yang menyertai peningkatan kadar asam urat adalah diabetes melitus
(10 pasien; 27%); hiperurisemia/gout (9 pasien; 24%), hipertensi (6 pasien;
16%), gagal ginjal (6 pasien; 16%), tuberkulosis (4 pasien; 11%), penyakit
jantung koroner 1 pasien; 3%), diagnosis lainnya (1 pasien; 3%).
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:
1) Bagi dokter klinisi
Permintaaan pemeriksaan asam urat hendaknya selalu dilengkapi diagnosis.
2) Bagi Mahasiswa
Agar dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut, misal hubungan
peningkatan kadar asam urat dengan hormonal atau obesitas.
3) Bagi Masyarakat
Pemeriksaan asam urat dapat menjadi pilihan untuk diperiksa secara rutin
seiring dengan pertambahan usia.