1-AGUS
-
Upload
zain-hidayah -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of 1-AGUS
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
1
Kajian Indeks Kepekaan Lingkungan Dalam Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil Di Kabupaten Sumenep
(Studi Kasus Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang)
Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo
Abstrak
Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil berpengaruh terhadap upaya
pengembangan wilayah di pulau kecil itu sendiri. Pengembangan pulau kecil harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki, antara lain daya dukung dan aspirasi stakeholder. Penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan melalui indikator nilai Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) dan arahan prioritas pengembangan berdasarkan persepsi stakeholders yang didekati melalui hasil Analytical Hierarki Proces (AHP).
Nilai indeks kepekaan lingkungan di pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang tergolong dalam kategori tinggi (baik). Nilai IKL di tiap pulau-pulau kecil adalah pulau Sapudi (IKL = 4), pulau Poteran (IKL = 2) dan pulau Giliyang serta Kecamatan Dungkek (IKL = 7).
Arahan pengembangan menurut persepsi stakeholders didasarkan atas spesifikasi tiap wilayah pulau-pulau kecil serta adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil pertanian dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Kata kunci : Pulau kecil, Pulau Sapudi, Poteran, Giliyang, stakeholders, Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL), Analytical Hierarki Proces (AHP) dan arahan pengembangan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pendayagunaan sumberdaya
kelautan dan pesisir yang ditujukan untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat mempunyai kedudukan yang
sangat strategis, berkenaan dengan
semakin menipisnya sumberdaya didarat
maupun dalam rangka tetap melestarikan
keberadaan sumberdaya didarat tersebut.
Upaya untuk meningkatkan penggalian
terhadap sumberdaya laut maupun pesisir
perlu terus ditingkatkan seiring dengan
kebijakan memberikan perhatian yang
lebih besar terhadap sektor kelautan
sebagaimana yang digariskan dalam
kebijakan bidang ekonomi nasional. Salah
satu upaya yang sedang dilakukan dalam
menggali sumberdaya laut dan pesisir
adalah pemanfaatan pulau kecil.
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
merupakan perairan dengan jumlah pulau
17.508 buah pulau baik yang besar
maupun yang kecil.. Jumlah tersebut
sekitar 10.000 buah pulau merupakan
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
2
pulau – pulau kecil. Sekian banyak pulau–
pulau yang ada, sebagian masih belum
dimanfatkan secara optimal sesuai dengan
potensinya. Pengalaman beberapa negara,
terutama negara kepulauan menunjukkan
bahwa ada sebagian pulau kecil yang
berkembang pesat karena potensi
sumberdaya yang dimiliki serta
keuntungan lokasi, tetapi juga tidak sedikit
pulau–pulau kecil yang pembangunan
ekonominya kurang menggembirakan,
baik karena langkanya potensi sumberdaya
alam, lokasinya yang terisolir maupun
ketersediaan sarana dan prasarana yang
ada.
Kondisi tersebut merupakan
karakteristik fisik yang dimiliki oleh pulau
pulau kecil. Namun secara biologis, pulau
kecil mempunyai keistimewaan dengan
sumberdaya yang dimiliki. Upaya
pengembangan, potensi yang dimiliki oleh
pulau kecil terbentur pada permasalahan
utama, yaitu keterisolasian dan biaya
tambahan yang timbul akibat kondisi
geografis. Walaupun pulau kecil memiliki
potensi yang cukup besar baik dari potensi
wisata bahari, perikanan dan lainnya,
namun belum mampu meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Segenap kendala tersebut bukan
berarti pulau – pulau kecil tidak dapat
dikembangkan, melainkan pola
pembangunannya harus mengikuti kaidah
ekologis khususnya daya dukung (carrying
capacity) dan minimilize dampak negatif
pembanguan (cross sectoral impacts).
Pada masa otonomi daerah sebagai
paradigma baru pembangunan, peran
pemerintah daerah sangat diperlukan
dalam upaya pengelolaan pulau pulau
kecil.
Kondisi yang sama terjadi di
Kabupaten Sumenep. Sebagai Kabupaten
Kepulauan, Sumenep memiliki sejumlah
pulau kecil, yang salah satunya adalah
Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi.
Upaya pengembangan wilayah pulau
merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan bargaining power dari
Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi.
Diperlukan pengembangan managemen
sumberdaya secara terus menerus dan
logis, sebagai suatu dasar integrasi untuk
membuat suatu keputusan dalam bentuk
kebijakan untuk mendukung usaha
pengembangan pulau – pulau kecil.. Oleh
karena itu upaya pengembangan Pulau
Giliyang, Puteran dan Sapudi tersebut
memerlukan kajian mendalam tentang
daya dukung wilayah untuk menentukan
arahan pengembangan wilayah. Landasan
hasil kajian kedua hal tersebut diharapkan
dapat mendukung terbentuknya kebijakan
tentang pegembangan wilayah di Pulau
Giliyang, Puteran dan Sapudi berbasis
lingkungan (environmental based
development)
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
3
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di
tiga pulau kecil yang ada di Kabupaten
Sumenep. Pulau-pulau tersebut adalah
Pulau Gilyang (Kecamatan Dungkek),
Pulau Poteran (Kecamatan Talango) dan
Pulau Sapudi (Kecamatan Nonggunong
dan Gayam). Letak geografis dan batas
ketiga pulau kecil yang dijadikan lokasi
penelitian sebagai berikut :
Tabel 1 Letak dan batas lokasi penelitian Pulau Letak Geografis Batas Wilayah
LS BT Utara Selatan Timur Barat
Gililayang 114,160 114,200
6,960
7,020 Laut Jawa
Laut Jawa
Laut Jawa
Kec. Gapura
Puteran 113,920
114,080 7,040
7,120 Selat Talango
Selat Madura
Selat Sapudi
Selat Talango
Sapudi 114,250
114,450 7,050
7,200 Kec. Nonggunong
Selat Madura
Selat Ra’as
Selat Sapudi
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini difokuskan pada
kegiatan dari potensi wilayah,
pemanfaatan sumberdaya alam,
kesejahteraan masyarakat serta upaya
pengembangan wilayah. Data yang
dibutuhkan terdiri dari data primer dan
data sekunder.
Data primer
Diperoleh dari survey dan
wawancara langsung dengan responden
sebagai “stakeholders” yang berjumlah
sebanyak 30 responden. Pengambilan
sampel untuk penentuan responden dalam
penelitian menggunakan metode
Judgement Sampling
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuesioner (daftar
pertanyaan) dengan maksud untuk
mengetahui persepsi masing – masing
responden guna mendapatkan skenario
dalam mengoptimalkan pengembangan
wilayah dan masyarakat di Pulau Giliyang,
Poteran dan Sapudi
Data sosial ekonomi
Data sosial ekonomi diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan
metode convinience sampling. Wawancara
dilakukan terhadap masyarakat dengan
cara pengisian kuesioner (daftar
pertanyaan) Data sekunder diperoleh dari
studi pustaka dan instansi terkait.
Analisis Data
Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan
Proses penyusunan indeks
kepekaan lingkungan (IKL) dalam studi
ini, mencakup tahapan berikut :
1. Data dan informasi tentang habitat,
tata guna lahan dan perairan yang
telah dikumpulkan, dikalsifikasikan
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
4
menjadi suatu kelas sumberdaya (peta
tematik)
2. Setiap kelas habitat, tata guna atau
penggunaan perairan dipetakan secara
digital (computerized) menjadi suatu
layer GIS (Geographic Information
System)
3. Setiap kelas sumberdaya dapat
ditetapkan indeks kepekaan
lingkungan (IKL) dengan formula
sebagai berikut :
Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat,
tata guna lahan atau penggunaan perairan
NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya
NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya
Indeks kepekaan lingkungan
yang ditetapkan dengan memberikan skor
pada masing-masing nilai (skor) penyusun
(tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai
sosial). Skoring untuk masing-masing nilai
penyusun berikisar antara 1-5.
Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau
Kecil
Metode analisis data yang
digunakan adalah Proses Hirarki Analitik
(AHP), yaitu suatu pendekatan yang
digunakan berdasarkan analisis kebijakan
yang bertujuan untuk memecahkan
permasalahan yang terjadi sehingga
mendapatkan solusi yang tepat dan optimal
dalam pengembangan pulau kecil melalui
pengelolaan sumberdaya alam. Menurut
Suryadi (1998) dan Saaty (1993) tahapan
analisis data meliputi :
1 Mendefinisikan masalah dan
menentukan solusi yang diinginkan.
2 Menyusun struktur permasalahan
dalam hirarki.
3 Membuat matriks
perbandingan/komparasi berpasangan,
untuk menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen
terhadap masing masing tujuan atau
kriteria/kepentingan yang setingkat
diatasnya.
4 Menghitung akar ciri, vektor ciri dan
menguji konsistensi, melalui matriks
pendapat individu dan lainnya.
5 Menyusun matrik pendapat gabungan,
bertujuan untuk membentuk matrik
yang mewakili matrik pendapat
individu yang ada dan digunakan
untuk mengukur tingkat konsistensi
serta vektor prioritas dari semua
responden.
6 Revisi pendapat, dilakukan apabila ilai
konsistensi ratio pendapat cukup tinggi
(lebih besar dari 0,1). Jika jumlah
revisi terlalu besar sebaiknya
responden tersebut dihilangkan.
Sehingga penggunaan revisi ini sangat
terbatas mengingat akan terjadinya
IKL = TK x NK x NS
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
5
penyimpangan dari jawaban yang
sebenarnya
7 Rekomendasi Kebijakan
Dalam penelitian ini menggunakan
analisis data dengan pendekatan AHP,
untuk analisis kebijakan sebagai upaya
mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya dalam pengembangan
pulau kecil. Permasalahan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam di
pulau kecil merupakan permasalahan
umum sehingga penaganannya harus
dilakukan secara terintegrasi dan
terkait antar beberapa pihak yang
berkepentingan (stakeholders). Faktor
faktor dalam penentuan kebijakan
pengelolaan sumbedaya untuk
pengembangan pulau kecil, meliputi
pihak pihak yaitu : a)
investor/perusahaan b) Pemerintah,
dan c)masyarakatsetempat/lokal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan
Indeks kepekaan lingkungan
disusun untuk yaitu suatu nilai yang
dihasilkan dari perhitungan indeks tingkat
kerawanan, indeks nilai konservasi dengan
nilai sosial ekonomis. Hasil pemetaan IKL
ini dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan pengelolaan dan
pengembangan tata guna lahan dan tata
ruang wilayah, pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan perairan, serta
penentuan prioritas penanggulangan serta
perhitungan biaya yang harus ditanggung
akibat kerusakan tersebut.
Formula penyusunan indeks
kepekaan lingkungan (IKL), sebagai
berikut
Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat,
tata guna lahan atau penggunaan perairan
NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya
NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya Indeks kepekaan lingkungan
yang ditetapkan dengan memberikan skor
pada masing-masing nilai (skor) penyusun
(tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai
sosial). Skoring untuk masing-masing nilai
penyusun berikisar antara 1-5. Penjelasan
masing-masing skor sebagai berikut :
a. Tingkat Kerawanan (TK) Skor Keterangan
1 Kerawanan sangat rendah, kondisi habitat dan sumberdaya masih alami
2 Kerawanan rendah, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya minimal
3 Kerawanan sedang, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya masih dibawah kemampuan pulih lingkungan
4 Kerawanan tinggi, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya melebihi kemampuan pulih lingkungan
5 Kerawanan sangat tinggi, kondisi habitat dan sumberdaya mengalami degradasi
IKL = TK x NK x NS
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
6
b. Nilai Konversi (NK) Skor Keterangan
1 Keterwakilan sangat tinggi, keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan utuh
2 Keterwakilan tinggi, keberadaan sumberdaya kompleks dan utuh
3 Keterwakilan sedang, keberadaan sumberdaya kompleks, namun tidak utuh
4 Keterwakilan rendah, keberadaan sumberdaya cukup kompleks dan tidak utuh
5 Keterwakilan sangat rendah, keberadaan sumberdaya tidak kompleks dan utuh
c. Nilai Sosial (NS) Skor Keterangan
1 Memiliki dampak sosial sangat tinggi
2 Memiliki dampak sosial tinggi 3 Memiliki dampak sosial cukup
tinggi 4 Memiliki dampak sosial rendah 5 Memiliki dampak sosial sangat
rendah
Hasil dari penilaian indeks kepekaan
lingkungan, selanjutnya dikelompokkan
menjadi 3 kategori :
Skor Kategori < 40 Indeks kepekaan tinggi
40 > X < 80 Indeks kepekaan sedang
80 > X < 125 Indeks kepekaan rendah
5.2.1 Indeks Kepekaan Lingkungan di
Pulau Poteran
Pulau Poteran, secara
administratf masuk dalam wilayah
Kecamatan Talango, yang terdiri dari 8
desa. Hasil penelitian tahun sebelumnya
melalui sektor yang menjadi prioritas
pengembangan sebagai representasi
pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah
sektor perikanan tangkap, perdagangan,
perkebunan dan wisata. Kondisi ini
menunjukkan bahwasanya, Pulau Poteran
memiliki keterwakilan sumberdaya yang
kompleks, namun tidak unik. Hasil
perhitungan nilai indeks kepekaan
lingkungan di Pulau Poteran, sebagai
berikut :
Tabel 7 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran, Kecamatan Talango No Desa Nilai Keterangan
Kerawanan Konversi Sosial 1 Talango 1 2 1 Pasar, ekosistem terumbu karang,
budidaya rumput laut 2 Padike 2 1 1 Pemukiman padat, jalur
penyeberangan, situs sejarah, ekosistem terumbu karang dan penangkapan
3 Cabbiya 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan
4 Gapurana 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan penangkapan
5 Essang 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
7
6 Palasa 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan
penangkapan 7 Poteran 2 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan
penangkapan. 8 Kombang 1 2 1 Terumbu karang dan penangkapan
Total 10 15 8 Sumber : Hasil olah data primer
Tabel 6 diatas menunjukkan, nilai
indeks kepekaan lingkungan (IKL) di
Pulau Poteran dalam ketegori tinggi (IKL
= 2). Nilai tingkat kerawanan paling tinggi
terdapat di desa Poteran dan Padike. Untuk
desa Padike, kondisi ini banyak
dipengaruhi oleh aktifitas perdagangan
yang ada dan sebagai jalur pintu masuk,
sedangkan di desa Poteran, kerawanan
lebih disebabkan oleh pengambilan pasir
untuk bahan bangunan yang berakibat pada
abrasi. Hal tersebut meski masih secara
kumulatif masih dibawah ambang batas
toleransi lingkungan, jika tidak di tangani
dan dikelola secara baik dan benar melalui
pengaturan tata ruang dan pemanfaatan
sumberdaya, akan berpotensi menjadi
faktor utama yang menyebabkan
berkurangnya daya dukung di Pulau
Poteran.
Indeks Kepekaan Lingkungan di
Kecamatan Dungkek dan Pulau Giliyang
Desa Bancamara dan Banraas
merupakan desa yang terdapat di Pulau
Giliyang, secara administratif masuk
dalam wilayah Kecamatan Dungkek.
Sektor yang menjadi prioritas
pengembangan sebagai representasi
pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah
sektor perikanan tangkap, perdagangan,
perkebunan dan wisata. Kondisi ini
menunjukkan bahwasanya, Pulau Giliyang
memiliki keterwakilan sumberdaya yang
kompleks, namun tidak unik. Hasil
perhitungan nilai indeks kepekaan
lingkungan di Pulau Giliyang dan
Kecamatan Dungkek, sebagai berikut :
Tabel 8 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek No Desa Nilai Keterangan
Kerawanan Konversi Sosial 1 Jadung 2 2 2 Perikanan tangkap dan
industri kecil 2 Romben
Rana 2 2 2 Perikanan tangkap dan
industri kecil 3 Romben
Guna 2 2 2 Rumput laut, lamun,
perikanan tangkap. 4 Romben
Barat 2 2 2 Rumput laut, lamun,
perikanan tangkap. 5 Bicabi 2 2 2 Perikanan tangkap,
industri kecil dan makanan
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
8
6 Dungkek 3 3 2 Pelabuhan, perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
7 Candi 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
8 Bunpenang 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
9 Tamansare 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
10 Bungin 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
11 Lapa laok 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
12 Lapa taman 2 1 2 Perikanan tangkap, terumbu karang, cemara udang, wisata pantai
13 Lapa daya 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan
14 Bancamara 1 2 1 Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin
15 Banraas 1 2 1 Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin
Total 29 29 28 Sumber : Hasil olah data primer
Penilaian indeks kepekaan
lingkungan (IKL= 7) di Pulau Giliyang
dan Kecamatan Dungkek, menunjukkan,
nilai kerawanan, konversi dan sosial
wilayah desa di Pulau Giliyang dan desa
lainnya di Kecamatan Dungkek, terdapat
perbedaan. Nilai kerawanan, konversi dan
sosial di dua desa yang ada di Pulau
Giliyang (Bancamara dan Banraas),
memiliki nilai yang lebih baik. Utamanya
untuk nilai kerawanan dan sosial,
menunjukkan dampak sosial yang terjadi
di wilayah pulau kecil akan lebih besar,
Secara fisik, wilayah pulau kecil memiliki
ukuran yang lebih kecil dan keterbatasan
toleransi lingkungan terhadap perubahan,
sehingga perubahan sekecil apapun yang
terjadi akan mampu mempengaruhi
keseimbangan ekosisitem dan sosial yang
ada. Kondisi ini pula yang menjelaskan
mengapa perlu adanya pembatasan
pemanfaatan segenap sumberdaya yang
ada di pulau kecil.
Secara umum, nilai IKL yang ada
diwilayah administratif Kecamatan
Dungkek masih dalam kategori baik.
Faktor pendukung kondisi tersebut,
utamanya adalah belum dimanfaatkannya
sumberdaya dan ruang secara optimal
sehingga dampak yang ditimbulkan masih
kecil.
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
9
Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau
Sapudi
Pulau Sapudi, secara administratif
terdiri dua wilayah kecamatan, yaitu
Kecamatan Nonggunong dan Gayam.
Sektor yang menjadi prioritas di ke dua
kecamatan tersebut, meliputi : wisata,
perikanan tangkap, peternakan dan industri
pengolahan hasil laut. Adapun hasil
penilaian indeks kepekaan lingkungan di
Pulau Sapudi, sebagai berikut
:
Tabel 9 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi, Kecamatan Gayam dan Nonggunong
No Desa Nilai Keterangan Kerawanan Konversi Sosial
1 Sonok 2 1 1 Perikanan tangkap, peternakan, wisata,
2 Somber 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian
3 Sokarame Timur 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian
4 Sokarame Paseser
2 2 1 Perikanan tangkap, peternakan dan industri kecil
5 Talaga 2 2 1 Perikanan tangkap mangrove, peternakan dan industri kecil
6 Tana Merah 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian
7 Nonggunong 2 2 1 Perikanan tangkap, peternakan dan pertanian
8 Rosong 2 2 1 Perikanan tangkap mangrove dan peternakan
9 Prambanan 3 2 1 Perikanan tangkap Abrasi, pemboman ikan
10 Pancor 3 3 1 Perikanan tangkap, peternakan dan abrasi
11 Gayam 2 2 1 Perikanan tangkap Pasar, pelabuhan
12 Jambuir 1 2 1 Peternakan, pertanian 13 Karang Tengah 2 2 1 Industri kecil,
peternakan dan pertanian
14 Nyamplong 2 2 1 Industri kecil,
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
10
peternakan dan pertanian
15 Kalowang 2 2 1 Perikanan tangkap Mangrove
16 Tarebung 3 3 1 Perikanan tangkap peternakan, pelabuhan, abrasi
17 Gendang barat 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian
18 Gendang timur 2 1 1 Perikanan tangkap, peternakan dan wisata
Total 38 36 18 Sumber : Hasil olah data primer
Hasil penilaian terhadap indeks
kepekaan lingkungan (IKL= 4) di Pulau
Sapudi, menunjukkan, kondisi yang
hampir sama dengan Pulau Giliyang dan
Pulau Poteran. Kondisi yang membedakan
terletak pada nilai konversi. Terdapat dua
desa yang memiliki nilai konversi baik
(keterwakilan sangat tinggi, keberadaan
sumberdaya yang unik, kompleks dan
utuh).. Kondisi tersebut pula menjadikan
wilayah Pulau Sapudi menjadi sebuah
wilayah yang layak untuk dikonservasi
menjadi cagar alam.
Secara kumulatif nilai IKL di
wilayah desa-desa Pulau Sapudi masih
dalam kategori baik (< 40). Kondisi ini,
lebih banyak disebabkan belum
dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang
secara optimal serta penguasaan teknologi
yang masih rendah. Pengawasan lebih
lanjut perlu dilakukan melalui pengaturan
pemanfataan sumberaya, meliputi
penetapan kawasan pengembangan yang
sesuai dengan daya dukung lahan dan
perairan serta penggunaan teknik
pemanfaatan sumberdaya yang ramah
lingkungan.
Arahan Pengembangan
Arahan pengembangan yang
berbeda untuk setiap wilayah belum
memberikan hasil yang memuaskan
apabila tidak dibangun keterkaitan yang
saling memperkuat antar tipologi wilayah.
Pada tahap awal upaya membangun
keterkaitan harus dimulai dengan
memperkuat keterkaitan antar pulau-pulau
kecil. Upaya membangun keterkaitan
tersebut dapat dilakukan dengan
membangun segitiga pertumbuhan antara
pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang.
Langkah – langkah yang diperlukan dalam
membangun keterkaitan pada tahap awal
ini adalah sebagai berikut :
1. Pulau Sapudi yang mempunyai
keunggulan strategis berupa akses
yang lebih mudah ke pusat pasar besar
seperti daerah Bali, Banyuwangi,
Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan
sebagai wilayah outlet pemasaran,
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
11
pusat pengembangan industri ternak,
pusat bisnis dan perdagangan.
Aksesibilitas dan posisi geografisnya
yang strategiis akan mengakibatkan
aliran baik keluar maupun keluar dari
daerah segitiga pertumbuhan akan
lebih mudah. Dengan demikian secara
bertahap akan mendorong peningkatan
volume perdagangan.
2. Pulau Poteran, memiliki sektor
perdagangan hasil pertanian dan
kelautan dengan tingkat kompetisi
yang baik, pengembangannnya
diarahkan sebagai pusat
pengembangan UKM dan industri
skala rumah tangga. Kondisi ini akan
sangat membantu dalam mensuplai
bahan jadi maupun ½ jadi.
Dilakukannya pengolahan sebelum
produk dikirim akan meningkatkan
nilai tambah yang diperoleh sehingga
kebocoran ekonomi wilayah dapat
dikurangi.
3. Pulau Giliyang dan Kecamatan
Dungkek pada umumnya merupakan
wilayah yang memiliki sumber
perikanan dan bahan baku bagi industri
rumah tangga arahan
pengembangannya adalah bagaimana
meningkatkan kapasitas produksi
sumber-sumber bahan baku yang ada
sehingga dapat digunakan sebagai
input industri. Hal ini dapat
diwujudkan dengan menyediakan
sarana dan prasarana yang mendukung
bagi peningkatakan produksi, dapat
berupa pelatihan dan introduksi
teknologi yang lebih baik.
Ilustrasi pola keterkaitan antar
wilayah pulau kecil yang saling
memperkuat dan simetris (Diadopsi dari
Laporan Tim P4W) adalah sebagai berikut
:
Gambar 15 Pola Keterkaitan antar Wilayah Pulau Sapudi, Giliyang, Poteran yang
simentris serta saling memperkuat
Pulau Sapudi
Pulau Poteran Pulau Giliyang
ProduksiBahan Baku/
BahanMentah
Bahan ½ jadi
UKMHome Industry
Bali, BanyuwangiJember,
Situbondo
Akumulasi Nilai Tambah
Outlet PemasaranPusat Bisnis dan Perdagangan
Pulau Sapudi
Pulau Poteran Pulau Giliyang
ProduksiBahan Baku/
BahanMentah
Bahan ½ jadi
UKMHome Industry
Bali, BanyuwangiJember,
Situbondo
Akumulasi Nilai Tambah
Outlet PemasaranPusat Bisnis dan Perdagangan
Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)
12
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penilaian dan
kajian yang telah dilakukan menyimpulkan
beberapa hal, yaitu :
1. Kondisi lingkungan di wilayah pulau-
pulau kecil (Pulau Sapudi, Poteran dan
Giliyang), yang meliputi tingkat
kerawanan, konversi dan sosial, masih
dalam kondisi baik. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai indeks
kepekaan lingkungan (IKL) dalam
kategori baik (Poteran = 2, Poteran = 7
dan Sapudi = 4) . Maksudnya,
lingkungan pulau-pulau kecil masih
memiliki daya dukung terhadap
pengembangan sektor prioritas.
2. Tingkat kerawanan pada nilai tinggi
(buruk) yang menunujukkan level
kerawanan dari habitat, tata guna lahan
atau penggunaan perairan pada tiap
desa di wilayah pulau-pulau kecil,
adalah : desa Padike dan Poteran
(Poteran), Dungkek (Giliyang) dan
desa Pancor sera Prambanan (Sapudi).
3. Tiap pulau kecil memiliki representasi
keunikan integritas sumberdaya
tersendiri pada salah satu desa
didalamnya. Kondisi ini tercermin dari
nilai konversi pada tiap wilayah desa.
Nilai konversi pada kategori tinggi
(baik) di tiap pulau-pulau kecil, terdiri
dari desa Lapa taman (Dungkek), desa
Padike (Poteran) dan desa Sonok serta
Gendang timur (Sapudi).
4. Semua wilayah desa pada tiap wilayah
pulau kecil, memiliki nilai sosial yang
sama. Kondisi ini menunjukkan taraf
sosial dan ekonomi masyarakat di tiap
pulau-pulau kecil adalah sama.
4. Arahan pengembangan yang dibangun
atas adanya keterkaitan antar pulau
direkomendasikan sebagai berikut : a)
Pulau Sapudi dijadikan sebagai
wilayah outlet pemasaran, pusat
pengembangan industri ternak, pusat
bisnis dan perdagangan; b) Pulau
Poteran, pengembangannnya diarahkan
sebagai pusat pengembangan UKM
dan industri skala rumah tangga.
Kondisi ini akan sangat membantu
dalam mensuplai bahan jadi maupun ½
jadi ; c) Pulau Giliyang dan
Kecamatan Dungkek arahan
pengembangannya adalah bagaimana
meningkatkan kapasitas produksi
sumber-sumber bahan baku yang ada
sehingga dapat digunakan sebagai
input industri.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 1990. Beberapa Konsepsi Alokasi Sumberdaya Alam Untuk Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Ke Arah Pembangunan Yang Berkelanjutan. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) – Institut Pertanian Bogor, Bogor.
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188
13
Bengen, D.G. 2002 Sinopsis Ekosistem
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor
Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting dan
M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Mitchell, Robert Cameron and Richard T,
Carson. 1989. Using Surveys to Value Public Goods. The Contingent Valuation Methods. Resource For The Future, Washington D.C.
Pretty, J. dan I. Guijt. 1992. Primary
Environmental Care : An Alternative Paradigm for Development Assistence dalam Britha Mikkelsen. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Ruitenbeek, H.J. 1991. Mangrove
Management : An Economics Analysis of Management Option
with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesia Project (EMDI). EMDI Environmental Reports, Jakarta.
Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan
Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarkhi Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.
Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya
Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siregar, D.D. 2004. Manajemen Aset:
Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s Pada Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia, Jakarta.