1-AGUS

13
EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188 1 Kajian Indeks Kepekaan Lingkungan Dalam Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil Di Kabupaten Sumenep (Studi Kasus Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang) Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo Abstrak Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil berpengaruh terhadap upaya pengembangan wilayah di pulau kecil itu sendiri. Pengembangan pulau kecil harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki, antara lain daya dukung dan aspirasi stakeholder. Penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan melalui indikator nilai Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) dan arahan prioritas pengembangan berdasarkan persepsi stakeholders yang didekati melalui hasil Analytical Hierarki Proces (AHP). Nilai indeks kepekaan lingkungan di pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang tergolong dalam kategori tinggi (baik). Nilai IKL di tiap pulau-pulau kecil adalah pulau Sapudi (IKL = 4), pulau Poteran (IKL = 2) dan pulau Giliyang serta Kecamatan Dungkek (IKL = 7). Arahan pengembangan menurut persepsi stakeholders didasarkan atas spesifikasi tiap wilayah pulau-pulau kecil serta adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil pertanian dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Kata kunci : Pulau kecil, Pulau Sapudi, Poteran, Giliyang, stakeholders, Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL), Analytical Hierarki Proces (AHP) dan arahan pengembangan PENDAHULUAN Latar belakang Pendayagunaan sumberdaya kelautan dan pesisir yang ditujukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat strategis, berkenaan dengan semakin menipisnya sumberdaya didarat maupun dalam rangka tetap melestarikan keberadaan sumberdaya didarat tersebut. Upaya untuk meningkatkan penggalian terhadap sumberdaya laut maupun pesisir perlu terus ditingkatkan seiring dengan kebijakan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sektor kelautan sebagaimana yang digariskan dalam kebijakan bidang ekonomi nasional. Salah satu upaya yang sedang dilakukan dalam menggali sumberdaya laut dan pesisir adalah pemanfaatan pulau kecil. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dengan jumlah pulau 17.508 buah pulau baik yang besar maupun yang kecil.. Jumlah tersebut sekitar 10.000 buah pulau merupakan

description

Pengelolaan pesisir

Transcript of 1-AGUS

Page 1: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

1

Kajian Indeks Kepekaan Lingkungan Dalam Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau Kecil Di Kabupaten Sumenep

(Studi Kasus Pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang)

Romadhon Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fak Pertanian Unijoyo

Abstrak

Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil berpengaruh terhadap upaya

pengembangan wilayah di pulau kecil itu sendiri. Pengembangan pulau kecil harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki, antara lain daya dukung dan aspirasi stakeholder. Penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan melalui indikator nilai Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) dan arahan prioritas pengembangan berdasarkan persepsi stakeholders yang didekati melalui hasil Analytical Hierarki Proces (AHP).

Nilai indeks kepekaan lingkungan di pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang tergolong dalam kategori tinggi (baik). Nilai IKL di tiap pulau-pulau kecil adalah pulau Sapudi (IKL = 4), pulau Poteran (IKL = 2) dan pulau Giliyang serta Kecamatan Dungkek (IKL = 7).

Arahan pengembangan menurut persepsi stakeholders didasarkan atas spesifikasi tiap wilayah pulau-pulau kecil serta adanya keterkaitan antar pulau direkomendasikan sebagai berikut : a) Pulau Sapudi yang mempunyai keunggulan strategis berupa akses yang lebih mudah ke pusat pasar besar seperti daerah Bali, Banyuwangi, Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan sebagai wilayah outlet pemasaran, pusat pengembangan industri ternak, pusat bisnis dan perdagangan; b) Pulau Poteran, memiliki sektor perdagangan hasil pertanian dan kelautan dengan tingkat kompetisi yang baik, pengembangannnya diarahkan sebagai pusat pengembangan UKM dan industri skala rumah tangga. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mensuplai bahan jadi maupun ½ jadi ; c) Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki sumber perikanan dan bahan baku bagi industri rumah tangga arahan pengembangannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi sumber-sumber bahan baku yang ada sehingga dapat digunakan sebagai input industri. Kata kunci : Pulau kecil, Pulau Sapudi, Poteran, Giliyang, stakeholders, Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL), Analytical Hierarki Proces (AHP) dan arahan pengembangan

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pendayagunaan sumberdaya

kelautan dan pesisir yang ditujukan untuk

mendukung peningkatan kesejahteraan

masyarakat mempunyai kedudukan yang

sangat strategis, berkenaan dengan

semakin menipisnya sumberdaya didarat

maupun dalam rangka tetap melestarikan

keberadaan sumberdaya didarat tersebut.

Upaya untuk meningkatkan penggalian

terhadap sumberdaya laut maupun pesisir

perlu terus ditingkatkan seiring dengan

kebijakan memberikan perhatian yang

lebih besar terhadap sektor kelautan

sebagaimana yang digariskan dalam

kebijakan bidang ekonomi nasional. Salah

satu upaya yang sedang dilakukan dalam

menggali sumberdaya laut dan pesisir

adalah pemanfaatan pulau kecil.

Indonesia merupakan negara

kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

merupakan perairan dengan jumlah pulau

17.508 buah pulau baik yang besar

maupun yang kecil.. Jumlah tersebut

sekitar 10.000 buah pulau merupakan

Page 2: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

2

pulau – pulau kecil. Sekian banyak pulau–

pulau yang ada, sebagian masih belum

dimanfatkan secara optimal sesuai dengan

potensinya. Pengalaman beberapa negara,

terutama negara kepulauan menunjukkan

bahwa ada sebagian pulau kecil yang

berkembang pesat karena potensi

sumberdaya yang dimiliki serta

keuntungan lokasi, tetapi juga tidak sedikit

pulau–pulau kecil yang pembangunan

ekonominya kurang menggembirakan,

baik karena langkanya potensi sumberdaya

alam, lokasinya yang terisolir maupun

ketersediaan sarana dan prasarana yang

ada.

Kondisi tersebut merupakan

karakteristik fisik yang dimiliki oleh pulau

pulau kecil. Namun secara biologis, pulau

kecil mempunyai keistimewaan dengan

sumberdaya yang dimiliki. Upaya

pengembangan, potensi yang dimiliki oleh

pulau kecil terbentur pada permasalahan

utama, yaitu keterisolasian dan biaya

tambahan yang timbul akibat kondisi

geografis. Walaupun pulau kecil memiliki

potensi yang cukup besar baik dari potensi

wisata bahari, perikanan dan lainnya,

namun belum mampu meningkatkan

tingkat kesejahteraan masyarakat.

Segenap kendala tersebut bukan

berarti pulau – pulau kecil tidak dapat

dikembangkan, melainkan pola

pembangunannya harus mengikuti kaidah

ekologis khususnya daya dukung (carrying

capacity) dan minimilize dampak negatif

pembanguan (cross sectoral impacts).

Pada masa otonomi daerah sebagai

paradigma baru pembangunan, peran

pemerintah daerah sangat diperlukan

dalam upaya pengelolaan pulau pulau

kecil.

Kondisi yang sama terjadi di

Kabupaten Sumenep. Sebagai Kabupaten

Kepulauan, Sumenep memiliki sejumlah

pulau kecil, yang salah satunya adalah

Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi.

Upaya pengembangan wilayah pulau

merupakan salah satu usaha untuk

meningkatkan bargaining power dari

Pulau Giliyang, Puteran dan Sapudi.

Diperlukan pengembangan managemen

sumberdaya secara terus menerus dan

logis, sebagai suatu dasar integrasi untuk

membuat suatu keputusan dalam bentuk

kebijakan untuk mendukung usaha

pengembangan pulau – pulau kecil.. Oleh

karena itu upaya pengembangan Pulau

Giliyang, Puteran dan Sapudi tersebut

memerlukan kajian mendalam tentang

daya dukung wilayah untuk menentukan

arahan pengembangan wilayah. Landasan

hasil kajian kedua hal tersebut diharapkan

dapat mendukung terbentuknya kebijakan

tentang pegembangan wilayah di Pulau

Giliyang, Puteran dan Sapudi berbasis

lingkungan (environmental based

development)

Page 3: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

3

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di

tiga pulau kecil yang ada di Kabupaten

Sumenep. Pulau-pulau tersebut adalah

Pulau Gilyang (Kecamatan Dungkek),

Pulau Poteran (Kecamatan Talango) dan

Pulau Sapudi (Kecamatan Nonggunong

dan Gayam). Letak geografis dan batas

ketiga pulau kecil yang dijadikan lokasi

penelitian sebagai berikut :

Tabel 1 Letak dan batas lokasi penelitian Pulau Letak Geografis Batas Wilayah

LS BT Utara Selatan Timur Barat

Gililayang 114,160 114,200

6,960

7,020 Laut Jawa

Laut Jawa

Laut Jawa

Kec. Gapura

Puteran 113,920

114,080 7,040

7,120 Selat Talango

Selat Madura

Selat Sapudi

Selat Talango

Sapudi 114,250

114,450 7,050

7,200 Kec. Nonggunong

Selat Madura

Selat Ra’as

Selat Sapudi

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini difokuskan pada

kegiatan dari potensi wilayah,

pemanfaatan sumberdaya alam,

kesejahteraan masyarakat serta upaya

pengembangan wilayah. Data yang

dibutuhkan terdiri dari data primer dan

data sekunder.

Data primer

Diperoleh dari survey dan

wawancara langsung dengan responden

sebagai “stakeholders” yang berjumlah

sebanyak 30 responden. Pengambilan

sampel untuk penentuan responden dalam

penelitian menggunakan metode

Judgement Sampling

Wawancara dilakukan dengan

menggunakan kuesioner (daftar

pertanyaan) dengan maksud untuk

mengetahui persepsi masing – masing

responden guna mendapatkan skenario

dalam mengoptimalkan pengembangan

wilayah dan masyarakat di Pulau Giliyang,

Poteran dan Sapudi

Data sosial ekonomi

Data sosial ekonomi diperoleh

melalui wawancara dengan menggunakan

metode convinience sampling. Wawancara

dilakukan terhadap masyarakat dengan

cara pengisian kuesioner (daftar

pertanyaan) Data sekunder diperoleh dari

studi pustaka dan instansi terkait.

Analisis Data

Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan

Proses penyusunan indeks

kepekaan lingkungan (IKL) dalam studi

ini, mencakup tahapan berikut :

1. Data dan informasi tentang habitat,

tata guna lahan dan perairan yang

telah dikumpulkan, dikalsifikasikan

Page 4: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

4

menjadi suatu kelas sumberdaya (peta

tematik)

2. Setiap kelas habitat, tata guna atau

penggunaan perairan dipetakan secara

digital (computerized) menjadi suatu

layer GIS (Geographic Information

System)

3. Setiap kelas sumberdaya dapat

ditetapkan indeks kepekaan

lingkungan (IKL) dengan formula

sebagai berikut :

Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat,

tata guna lahan atau penggunaan perairan

NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya

NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya

Indeks kepekaan lingkungan

yang ditetapkan dengan memberikan skor

pada masing-masing nilai (skor) penyusun

(tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai

sosial). Skoring untuk masing-masing nilai

penyusun berikisar antara 1-5.

Penyusunan Arahan Pengembangan Pulau

Kecil

Metode analisis data yang

digunakan adalah Proses Hirarki Analitik

(AHP), yaitu suatu pendekatan yang

digunakan berdasarkan analisis kebijakan

yang bertujuan untuk memecahkan

permasalahan yang terjadi sehingga

mendapatkan solusi yang tepat dan optimal

dalam pengembangan pulau kecil melalui

pengelolaan sumberdaya alam. Menurut

Suryadi (1998) dan Saaty (1993) tahapan

analisis data meliputi :

1 Mendefinisikan masalah dan

menentukan solusi yang diinginkan.

2 Menyusun struktur permasalahan

dalam hirarki.

3 Membuat matriks

perbandingan/komparasi berpasangan,

untuk menggambarkan kontribusi

relatif atau pengaruh setiap elemen

terhadap masing masing tujuan atau

kriteria/kepentingan yang setingkat

diatasnya.

4 Menghitung akar ciri, vektor ciri dan

menguji konsistensi, melalui matriks

pendapat individu dan lainnya.

5 Menyusun matrik pendapat gabungan,

bertujuan untuk membentuk matrik

yang mewakili matrik pendapat

individu yang ada dan digunakan

untuk mengukur tingkat konsistensi

serta vektor prioritas dari semua

responden.

6 Revisi pendapat, dilakukan apabila ilai

konsistensi ratio pendapat cukup tinggi

(lebih besar dari 0,1). Jika jumlah

revisi terlalu besar sebaiknya

responden tersebut dihilangkan.

Sehingga penggunaan revisi ini sangat

terbatas mengingat akan terjadinya

IKL = TK x NK x NS

Page 5: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

5

penyimpangan dari jawaban yang

sebenarnya

7 Rekomendasi Kebijakan

Dalam penelitian ini menggunakan

analisis data dengan pendekatan AHP,

untuk analisis kebijakan sebagai upaya

mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya dalam pengembangan

pulau kecil. Permasalahan dalam

pemanfaatan sumberdaya alam di

pulau kecil merupakan permasalahan

umum sehingga penaganannya harus

dilakukan secara terintegrasi dan

terkait antar beberapa pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Faktor

faktor dalam penentuan kebijakan

pengelolaan sumbedaya untuk

pengembangan pulau kecil, meliputi

pihak pihak yaitu : a)

investor/perusahaan b) Pemerintah,

dan c)masyarakatsetempat/lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan

Indeks kepekaan lingkungan

disusun untuk yaitu suatu nilai yang

dihasilkan dari perhitungan indeks tingkat

kerawanan, indeks nilai konservasi dengan

nilai sosial ekonomis. Hasil pemetaan IKL

ini dapat digunakan sebagai dasar

perencanaan pengelolaan dan

pengembangan tata guna lahan dan tata

ruang wilayah, pengendalian pencemaran

dan kerusakan lingkungan perairan, serta

penentuan prioritas penanggulangan serta

perhitungan biaya yang harus ditanggung

akibat kerusakan tersebut.

Formula penyusunan indeks

kepekaan lingkungan (IKL), sebagai

berikut

Dimana : TK : Tingkat kerawanan dari habitat,

tata guna lahan atau penggunaan perairan

NK : Nilai konversi, mencerminkan keterwakilan, representatif keunikan integritas dan hubungan dengan klas sumberdaya lainnya

NS : Nilai sosial, menggambarkan dampak ekonomi, sosial dan budaya Indeks kepekaan lingkungan

yang ditetapkan dengan memberikan skor

pada masing-masing nilai (skor) penyusun

(tingkat kerawanan, nilai konversi dan nilai

sosial). Skoring untuk masing-masing nilai

penyusun berikisar antara 1-5. Penjelasan

masing-masing skor sebagai berikut :

a. Tingkat Kerawanan (TK) Skor Keterangan

1 Kerawanan sangat rendah, kondisi habitat dan sumberdaya masih alami

2 Kerawanan rendah, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya minimal

3 Kerawanan sedang, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya masih dibawah kemampuan pulih lingkungan

4 Kerawanan tinggi, kondisi habitat dan penggunaan sumberdaya melebihi kemampuan pulih lingkungan

5 Kerawanan sangat tinggi, kondisi habitat dan sumberdaya mengalami degradasi

IKL = TK x NK x NS

Page 6: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

6

b. Nilai Konversi (NK) Skor Keterangan

1 Keterwakilan sangat tinggi, keberadaan sumberdaya yang unik, kompleks dan utuh

2 Keterwakilan tinggi, keberadaan sumberdaya kompleks dan utuh

3 Keterwakilan sedang, keberadaan sumberdaya kompleks, namun tidak utuh

4 Keterwakilan rendah, keberadaan sumberdaya cukup kompleks dan tidak utuh

5 Keterwakilan sangat rendah, keberadaan sumberdaya tidak kompleks dan utuh

c. Nilai Sosial (NS) Skor Keterangan

1 Memiliki dampak sosial sangat tinggi

2 Memiliki dampak sosial tinggi 3 Memiliki dampak sosial cukup

tinggi 4 Memiliki dampak sosial rendah 5 Memiliki dampak sosial sangat

rendah

Hasil dari penilaian indeks kepekaan

lingkungan, selanjutnya dikelompokkan

menjadi 3 kategori :

Skor Kategori < 40 Indeks kepekaan tinggi

40 > X < 80 Indeks kepekaan sedang

80 > X < 125 Indeks kepekaan rendah

5.2.1 Indeks Kepekaan Lingkungan di

Pulau Poteran

Pulau Poteran, secara

administratf masuk dalam wilayah

Kecamatan Talango, yang terdiri dari 8

desa. Hasil penelitian tahun sebelumnya

melalui sektor yang menjadi prioritas

pengembangan sebagai representasi

pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah

sektor perikanan tangkap, perdagangan,

perkebunan dan wisata. Kondisi ini

menunjukkan bahwasanya, Pulau Poteran

memiliki keterwakilan sumberdaya yang

kompleks, namun tidak unik. Hasil

perhitungan nilai indeks kepekaan

lingkungan di Pulau Poteran, sebagai

berikut :

Tabel 7 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Poteran, Kecamatan Talango No Desa Nilai Keterangan

Kerawanan Konversi Sosial 1 Talango 1 2 1 Pasar, ekosistem terumbu karang,

budidaya rumput laut 2 Padike 2 1 1 Pemukiman padat, jalur

penyeberangan, situs sejarah, ekosistem terumbu karang dan penangkapan

3 Cabbiya 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan

4 Gapurana 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan penangkapan

5 Essang 1 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan penangkapan

Page 7: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

7

6 Palasa 1 2 1 Terumbu karang, rumput laut dan

penangkapan 7 Poteran 2 2 1 Terumbu karang, perkebunan dan

penangkapan. 8 Kombang 1 2 1 Terumbu karang dan penangkapan

Total 10 15 8 Sumber : Hasil olah data primer

Tabel 6 diatas menunjukkan, nilai

indeks kepekaan lingkungan (IKL) di

Pulau Poteran dalam ketegori tinggi (IKL

= 2). Nilai tingkat kerawanan paling tinggi

terdapat di desa Poteran dan Padike. Untuk

desa Padike, kondisi ini banyak

dipengaruhi oleh aktifitas perdagangan

yang ada dan sebagai jalur pintu masuk,

sedangkan di desa Poteran, kerawanan

lebih disebabkan oleh pengambilan pasir

untuk bahan bangunan yang berakibat pada

abrasi. Hal tersebut meski masih secara

kumulatif masih dibawah ambang batas

toleransi lingkungan, jika tidak di tangani

dan dikelola secara baik dan benar melalui

pengaturan tata ruang dan pemanfaatan

sumberdaya, akan berpotensi menjadi

faktor utama yang menyebabkan

berkurangnya daya dukung di Pulau

Poteran.

Indeks Kepekaan Lingkungan di

Kecamatan Dungkek dan Pulau Giliyang

Desa Bancamara dan Banraas

merupakan desa yang terdapat di Pulau

Giliyang, secara administratif masuk

dalam wilayah Kecamatan Dungkek.

Sektor yang menjadi prioritas

pengembangan sebagai representasi

pemanfaatan sumberdaya yang ada adalah

sektor perikanan tangkap, perdagangan,

perkebunan dan wisata. Kondisi ini

menunjukkan bahwasanya, Pulau Giliyang

memiliki keterwakilan sumberdaya yang

kompleks, namun tidak unik. Hasil

perhitungan nilai indeks kepekaan

lingkungan di Pulau Giliyang dan

Kecamatan Dungkek, sebagai berikut :

Tabel 8 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Giliyang dan Kecamatan Dungkek No Desa Nilai Keterangan

Kerawanan Konversi Sosial 1 Jadung 2 2 2 Perikanan tangkap dan

industri kecil 2 Romben

Rana 2 2 2 Perikanan tangkap dan

industri kecil 3 Romben

Guna 2 2 2 Rumput laut, lamun,

perikanan tangkap. 4 Romben

Barat 2 2 2 Rumput laut, lamun,

perikanan tangkap. 5 Bicabi 2 2 2 Perikanan tangkap,

industri kecil dan makanan

Page 8: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

8

6 Dungkek 3 3 2 Pelabuhan, perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

7 Candi 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

8 Bunpenang 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

9 Tamansare 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

10 Bungin 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

11 Lapa laok 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

12 Lapa taman 2 1 2 Perikanan tangkap, terumbu karang, cemara udang, wisata pantai

13 Lapa daya 2 2 2 Perikanan tangkap, industri kecil dan makanan

14 Bancamara 1 2 1 Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin

15 Banraas 1 2 1 Perikanan tangkap, terumbu karang, potensi angin

Total 29 29 28 Sumber : Hasil olah data primer

Penilaian indeks kepekaan

lingkungan (IKL= 7) di Pulau Giliyang

dan Kecamatan Dungkek, menunjukkan,

nilai kerawanan, konversi dan sosial

wilayah desa di Pulau Giliyang dan desa

lainnya di Kecamatan Dungkek, terdapat

perbedaan. Nilai kerawanan, konversi dan

sosial di dua desa yang ada di Pulau

Giliyang (Bancamara dan Banraas),

memiliki nilai yang lebih baik. Utamanya

untuk nilai kerawanan dan sosial,

menunjukkan dampak sosial yang terjadi

di wilayah pulau kecil akan lebih besar,

Secara fisik, wilayah pulau kecil memiliki

ukuran yang lebih kecil dan keterbatasan

toleransi lingkungan terhadap perubahan,

sehingga perubahan sekecil apapun yang

terjadi akan mampu mempengaruhi

keseimbangan ekosisitem dan sosial yang

ada. Kondisi ini pula yang menjelaskan

mengapa perlu adanya pembatasan

pemanfaatan segenap sumberdaya yang

ada di pulau kecil.

Secara umum, nilai IKL yang ada

diwilayah administratif Kecamatan

Dungkek masih dalam kategori baik.

Faktor pendukung kondisi tersebut,

utamanya adalah belum dimanfaatkannya

sumberdaya dan ruang secara optimal

sehingga dampak yang ditimbulkan masih

kecil.

Page 9: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

9

Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau

Sapudi

Pulau Sapudi, secara administratif

terdiri dua wilayah kecamatan, yaitu

Kecamatan Nonggunong dan Gayam.

Sektor yang menjadi prioritas di ke dua

kecamatan tersebut, meliputi : wisata,

perikanan tangkap, peternakan dan industri

pengolahan hasil laut. Adapun hasil

penilaian indeks kepekaan lingkungan di

Pulau Sapudi, sebagai berikut

:

Tabel 9 Indeks Kepekaan Lingkungan di Pulau Sapudi, Kecamatan Gayam dan Nonggunong

No Desa Nilai Keterangan Kerawanan Konversi Sosial

1 Sonok 2 1 1 Perikanan tangkap, peternakan, wisata,

2 Somber 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian

3 Sokarame Timur 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian

4 Sokarame Paseser

2 2 1 Perikanan tangkap, peternakan dan industri kecil

5 Talaga 2 2 1 Perikanan tangkap mangrove, peternakan dan industri kecil

6 Tana Merah 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian

7 Nonggunong 2 2 1 Perikanan tangkap, peternakan dan pertanian

8 Rosong 2 2 1 Perikanan tangkap mangrove dan peternakan

9 Prambanan 3 2 1 Perikanan tangkap Abrasi, pemboman ikan

10 Pancor 3 3 1 Perikanan tangkap, peternakan dan abrasi

11 Gayam 2 2 1 Perikanan tangkap Pasar, pelabuhan

12 Jambuir 1 2 1 Peternakan, pertanian 13 Karang Tengah 2 2 1 Industri kecil,

peternakan dan pertanian

14 Nyamplong 2 2 1 Industri kecil,

Page 10: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

10

peternakan dan pertanian

15 Kalowang 2 2 1 Perikanan tangkap Mangrove

16 Tarebung 3 3 1 Perikanan tangkap peternakan, pelabuhan, abrasi

17 Gendang barat 2 2 1 Industri kecil, peternakan dan pertanian

18 Gendang timur 2 1 1 Perikanan tangkap, peternakan dan wisata

Total 38 36 18 Sumber : Hasil olah data primer

Hasil penilaian terhadap indeks

kepekaan lingkungan (IKL= 4) di Pulau

Sapudi, menunjukkan, kondisi yang

hampir sama dengan Pulau Giliyang dan

Pulau Poteran. Kondisi yang membedakan

terletak pada nilai konversi. Terdapat dua

desa yang memiliki nilai konversi baik

(keterwakilan sangat tinggi, keberadaan

sumberdaya yang unik, kompleks dan

utuh).. Kondisi tersebut pula menjadikan

wilayah Pulau Sapudi menjadi sebuah

wilayah yang layak untuk dikonservasi

menjadi cagar alam.

Secara kumulatif nilai IKL di

wilayah desa-desa Pulau Sapudi masih

dalam kategori baik (< 40). Kondisi ini,

lebih banyak disebabkan belum

dimanfaatkannya sumberdaya dan ruang

secara optimal serta penguasaan teknologi

yang masih rendah. Pengawasan lebih

lanjut perlu dilakukan melalui pengaturan

pemanfataan sumberaya, meliputi

penetapan kawasan pengembangan yang

sesuai dengan daya dukung lahan dan

perairan serta penggunaan teknik

pemanfaatan sumberdaya yang ramah

lingkungan.

Arahan Pengembangan

Arahan pengembangan yang

berbeda untuk setiap wilayah belum

memberikan hasil yang memuaskan

apabila tidak dibangun keterkaitan yang

saling memperkuat antar tipologi wilayah.

Pada tahap awal upaya membangun

keterkaitan harus dimulai dengan

memperkuat keterkaitan antar pulau-pulau

kecil. Upaya membangun keterkaitan

tersebut dapat dilakukan dengan

membangun segitiga pertumbuhan antara

pulau Sapudi, Poteran dan Giliyang.

Langkah – langkah yang diperlukan dalam

membangun keterkaitan pada tahap awal

ini adalah sebagai berikut :

1. Pulau Sapudi yang mempunyai

keunggulan strategis berupa akses

yang lebih mudah ke pusat pasar besar

seperti daerah Bali, Banyuwangi,

Situbondo dan lainnya, bisa dijadikan

sebagai wilayah outlet pemasaran,

Page 11: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

11

pusat pengembangan industri ternak,

pusat bisnis dan perdagangan.

Aksesibilitas dan posisi geografisnya

yang strategiis akan mengakibatkan

aliran baik keluar maupun keluar dari

daerah segitiga pertumbuhan akan

lebih mudah. Dengan demikian secara

bertahap akan mendorong peningkatan

volume perdagangan.

2. Pulau Poteran, memiliki sektor

perdagangan hasil pertanian dan

kelautan dengan tingkat kompetisi

yang baik, pengembangannnya

diarahkan sebagai pusat

pengembangan UKM dan industri

skala rumah tangga. Kondisi ini akan

sangat membantu dalam mensuplai

bahan jadi maupun ½ jadi.

Dilakukannya pengolahan sebelum

produk dikirim akan meningkatkan

nilai tambah yang diperoleh sehingga

kebocoran ekonomi wilayah dapat

dikurangi.

3. Pulau Giliyang dan Kecamatan

Dungkek pada umumnya merupakan

wilayah yang memiliki sumber

perikanan dan bahan baku bagi industri

rumah tangga arahan

pengembangannya adalah bagaimana

meningkatkan kapasitas produksi

sumber-sumber bahan baku yang ada

sehingga dapat digunakan sebagai

input industri. Hal ini dapat

diwujudkan dengan menyediakan

sarana dan prasarana yang mendukung

bagi peningkatakan produksi, dapat

berupa pelatihan dan introduksi

teknologi yang lebih baik.

Ilustrasi pola keterkaitan antar

wilayah pulau kecil yang saling

memperkuat dan simetris (Diadopsi dari

Laporan Tim P4W) adalah sebagai berikut

:

Gambar 15 Pola Keterkaitan antar Wilayah Pulau Sapudi, Giliyang, Poteran yang

simentris serta saling memperkuat

Pulau Sapudi

Pulau Poteran Pulau Giliyang

ProduksiBahan Baku/

BahanMentah

Bahan ½ jadi

UKMHome Industry

Bali, BanyuwangiJember,

Situbondo

Akumulasi Nilai Tambah

Outlet PemasaranPusat Bisnis dan Perdagangan

Pulau Sapudi

Pulau Poteran Pulau Giliyang

ProduksiBahan Baku/

BahanMentah

Bahan ½ jadi

UKMHome Industry

Bali, BanyuwangiJember,

Situbondo

Akumulasi Nilai Tambah

Outlet PemasaranPusat Bisnis dan Perdagangan

Page 12: 1-AGUS

Kajian Indeks Kepekaan ..... 1 - 13 (Romadhon)

12

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penilaian dan

kajian yang telah dilakukan menyimpulkan

beberapa hal, yaitu :

1. Kondisi lingkungan di wilayah pulau-

pulau kecil (Pulau Sapudi, Poteran dan

Giliyang), yang meliputi tingkat

kerawanan, konversi dan sosial, masih

dalam kondisi baik. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai indeks

kepekaan lingkungan (IKL) dalam

kategori baik (Poteran = 2, Poteran = 7

dan Sapudi = 4) . Maksudnya,

lingkungan pulau-pulau kecil masih

memiliki daya dukung terhadap

pengembangan sektor prioritas.

2. Tingkat kerawanan pada nilai tinggi

(buruk) yang menunujukkan level

kerawanan dari habitat, tata guna lahan

atau penggunaan perairan pada tiap

desa di wilayah pulau-pulau kecil,

adalah : desa Padike dan Poteran

(Poteran), Dungkek (Giliyang) dan

desa Pancor sera Prambanan (Sapudi).

3. Tiap pulau kecil memiliki representasi

keunikan integritas sumberdaya

tersendiri pada salah satu desa

didalamnya. Kondisi ini tercermin dari

nilai konversi pada tiap wilayah desa.

Nilai konversi pada kategori tinggi

(baik) di tiap pulau-pulau kecil, terdiri

dari desa Lapa taman (Dungkek), desa

Padike (Poteran) dan desa Sonok serta

Gendang timur (Sapudi).

4. Semua wilayah desa pada tiap wilayah

pulau kecil, memiliki nilai sosial yang

sama. Kondisi ini menunjukkan taraf

sosial dan ekonomi masyarakat di tiap

pulau-pulau kecil adalah sama.

4. Arahan pengembangan yang dibangun

atas adanya keterkaitan antar pulau

direkomendasikan sebagai berikut : a)

Pulau Sapudi dijadikan sebagai

wilayah outlet pemasaran, pusat

pengembangan industri ternak, pusat

bisnis dan perdagangan; b) Pulau

Poteran, pengembangannnya diarahkan

sebagai pusat pengembangan UKM

dan industri skala rumah tangga.

Kondisi ini akan sangat membantu

dalam mensuplai bahan jadi maupun ½

jadi ; c) Pulau Giliyang dan

Kecamatan Dungkek arahan

pengembangannya adalah bagaimana

meningkatkan kapasitas produksi

sumber-sumber bahan baku yang ada

sehingga dapat digunakan sebagai

input industri.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 1990. Beberapa Konsepsi Alokasi Sumberdaya Alam Untuk Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Ke Arah Pembangunan Yang Berkelanjutan. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) – Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 13: 1-AGUS

EMBRYO VOL. 5 NO. 1 JUNI 2008 ISSN 0216-0188

13

Bengen, D.G. 2002 Sinopsis Ekosistem

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor

Dahuri, H.R., J. Rais, S.P. Ginting dan

M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Mitchell, Robert Cameron and Richard T,

Carson. 1989. Using Surveys to Value Public Goods. The Contingent Valuation Methods. Resource For The Future, Washington D.C.

Pretty, J. dan I. Guijt. 1992. Primary

Environmental Care : An Alternative Paradigm for Development Assistence dalam Britha Mikkelsen. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Ruitenbeek, H.J. 1991. Mangrove

Management : An Economics Analysis of Management Option

with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesia Project (EMDI). EMDI Environmental Reports, Jakarta.

Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan

Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarkhi Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.

Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya

Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, D.D. 2004. Manajemen Aset:

Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s Pada Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia, Jakarta.