08. Perdarahan Post Partum

19
Pendahuluan Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demkian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius . Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum. Kemampuan seorang wanita untuk 1 2 menangulangi akibat buruk pedarahan tergantung pada status kesehatan sebelumnya, ada tidaknya anemia, ada tidaknya hemokonsentrasi seperti pada preeklamsia dan ada tidaknya dehidrasi. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Volume darah (dalam ml) dihitung dengan rumus berat badan (BB) dalam kg dikalikan dengan angka 80 Perdarahan postpartum dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV. Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan postpartum dibagi dua 3 74 dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG Tatalaksana PPH Tatalaksana PPH Perdarahan Postpartum dan Penanganannya H. Risanto Siswosudarmo Bagian Obstestri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM – RS Sardjito Yogyakarta Emergency Cases in Obstetric Emergency Cases in Obstetric

Transcript of 08. Perdarahan Post Partum

Page 1: 08. Perdarahan Post Partum

Pendahuluan

Perdarahan postpartum

adalah perdarahan yang terjadi

setelah bayi lahir yang melewati

batas fisiologis normal. Pada

umumnya seorang ibu melahirkan

akan mengeluarkan darah secara

fisiologis sampai jumlah 500 ml

tanpa menyebabkan gangguan

homeostasis. Dengan demkian

secara konvensional dikatakan

bahwa perdarahan yang melebihi

500 ml dapat dikategorikan sebagai

perdarahan postpar tum dan

perdarahan yang secara kasat mata

mencapai 1000 ml harus segera

ditangani secara serius . Definisi

baru mengatakan bahwa setiap

perdarahan yang yang dapat

mengganggu homeostasis tubuh

a t a u m e n g a k i b a t k a n t a n d a

hipovolemia termasuk dalam

kategori perdarahan postpartum.

Kemampuan seorang wanita untuk

1

2

m e n a n g u l a n g i a k i b a t b u r u k

pedarahan tergantung pada status

kesehatan sebelumnya, ada tidaknya

a n e m i a , a d a t i d a k n y a

hemokonsentrasi seperti pada

preeklamsia dan ada tidaknya

dehidrasi. Perdarahan sebanyak

lebih dari 1/3 volume darah atau

1000 ml harus segera mendapatkan

penanganan. Volume darah (dalam

ml) dihitung dengan rumus berat

badan (BB) dalam kg dikalikan

dengan angka 80

Perdarahan postpartum

dapat terjadi segera setelah janin

lahir, selama pelepasan plasenta

a tau se te lah plasenta lah i r .

Perdarahan yang terjadi sebelum dan

selama plasenta lahir lebih dikenal

sebagai perdarahan kala III dan

perdarahan setelah plasenta lahir

sebagai perdarahan kala IV.

Berdasarkan waktu kejadiannya

perdarahan postpartum dibagi dua

3

74dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGTatalaksana PPHTatalaksana PPH

Perdarahan Postpartumdan Penanganannya

H. Risanto SiswosudarmoBagian Obstestri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran UGM – RS SardjitoYogyakarta

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 2: 08. Perdarahan Post Partum

yakni perdarahan postpartum dini

(terjadi dalam 24 jam pertama setelah

b a y i l a h i r ) d a n p e r d a r a h a n

postpartum lanjut (terjadi setelah 24

jam sejak bayi lahir). Perdarahan

yang terjadi dalam kala IV sering

disebut disebut juga perdarahan

postpartum segera (

).

Tulisan ini secara khusus

bertujuan membahas perdarahan

p o s t p a r t u m d i n i d a n u s a h a

penanganannya, karena kejadiannya

yang relatif lebih banyak dan sering

mengakibatkan komplikasi serius

b e r u p a k e m a t i a n m a t e r n a l .

Perdarahan postpartum lanjut yang

biasanya terjadi karena retensi sisa

plasenta, lebih sedikit kejadiannya

dan jarang menyebabkan komplikasi

serius sampai mengakibatkan

immediate

postpartum bleeding 1

kematian ibu. Sampai saat ini

perdarahan postpartum masih

merupakan penyebab kematian

maternal tertinggi di Indonesia.

Meskipun pendekatan

r is iko untuk mengant is ipas i

perdarahan postpartum masih

d i p e r d e b a t k a n k a r e n a t i d a k

seorangpun pasti terbebas dari

kemungkinan perdarahan setelah

bersalin, tetapi pendekatan risiko

tetap memberikan pertimbangan

agar penanganan lebih berhati-hati

dan petugas lebih siaga. Faktor risiko

yang memungkinkan seorang ibu

bersalin mengalami pedarahan

postpartum antara lain dapat dilihat

pada tabel berikut (Tabel 1).

Faktor predisposisi dan etiologi

3

Process Etiology Risk factors

Tone 1. Uterus over-distension

2. Uterine muscle fatigue

3. Uterine infection or

chorioamnionitis

4. Uterine distortion or

abnormality

5. Uterine relaxing drugs

a. Multiple pregnancy

b. Macrosomia

c. Polyhydramnios

d. Severe hydrocephalus

a. Prolonged or precipitate labor,

especially if stimulated

b. High parity (20-fold increased risk)

c. Previous pregnancy with PPH

a. Prolonged PROM

b. Fever

a. Fibroid uterus

b. Placenta previa

a. Anaesthetic drugs

b. Nifedipine

c. NSAIDs

d. Betamimetics

e. MgSO4

Tabel 1. Faktor risiko perdarahan post partum

75Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 3: 08. Perdarahan Post Partum

Tissue 1. Retained placenta or

membranes

2. Abnormal placenta(succinturiate/accessory lobe)

a. Incomplete placenta at delivery,

especially < 24 weeks

b. Previous uterine surgeryc. Abnormal placenta on ultrasound

Trauma 1. Cervical , vaginal or perineal

tears

2. Extended tear at CS

3. Uterine rupture

4. Uterine inversion

a. Precipitous delivery, manipulations

at delivery

b. Operative delivery

c. Episiotomy especially mediolateral

a. Malposition

b. Fetal manipulation e.g. version of

second twin

c. Deep engagement

a. Previous uterine surgery

b. Previous cesarean section

a. High parity

b. Fundal placenta

c. Fundal pressure

d. Excessive traction of cord

Thrombin

1. Pre-existing clotting

abnormality e.g.

a. Haemophilia

b. vWD

c. Hypofibrinogenemia

2. Acquired in pregnancy

a. ITP

b. Preeclampsia (PE) with

thrombocytopenia

(HELLP)

c. DIC from PE, IUFD,

Plac abruption, AFE,

Severe Infection or

sepsis

d. Dilutional

coagulopathy

3. Anticoagulation

a. History of coagulopathy

b. History of liver disease

a. High blood pressure, bruising

b. Fetal death

c. Fever, raised WBCC

d. APH, sudden collapse

e. Massive transfusion

a. History of DVT/PE

b. Aspirin, heparin

Dari faktor risiko di atas

umur tua dan pari tas t inggi

(grandemulti gravida) merupakan

faktor risiko utama dengan risiko

relatif mencapai 20 kali, meskipun

penelitian lain tidak mendukung.

B e b e r a p a f a k t o r r i s i k o l a i n

menunjukkan besarnya

kejadian perdarahan postpartum

(Tabel 2).

odds ratio

4

76Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 4: 08. Perdarahan Post Partum

Risk Factors OR

Prolonged third stage of labor 7.6

Preeclampsia 5.0

Mediolateral episiotomy 4.7

Previous postpartum hemorrhage 3.5

Retained placenta 3.5

Twin pregnancy 3.3

Arrest of descent 2.9

Instrumental deilvery 2.3

Soft-tissue lacerations 2.0

Asian ethnicity 1.7

Augmented labor 1.7

Forceps or vacuum delivery 1.7

Hispanic ethnicity 1.7

Midline episiotomy 1.6

Nulliparity 1.5

Tabel 2.relatif beberapa faktor risiko perdarahan postpartum4

Syok hemoragik

S y o k t e r j a d i b i l a a d a

hipoperfusi pada organ vital.

Hipoperfusi bisa disebabkan oleh

kegagalan kerja jantung (syok

kardiogenik), infeksi yang hebat

sehingga terjadi redistribusi cairan

yang beredar (intravaskular) ke

dalam cairan ekstravaskular (syok

sept ik ) , h ipovolemia karena

dehidrasi ( syok hipovolemik) atau

karena perdarahan banyak (syok

hemoragik). Tanda dan gejala syok

hemoragik bervariasi tergantung

pada jumlah darah yang hilang dan

kecepatan hilangnya darah (Tabel 4)5

Compensated Mild Moderate Severe

Blood Loss (mL) <1000 1000–1500 1500–2000 >2000

Heart rate (bpm) <100 >100 >120 >140Blood pressure Normal Orthostatic

change

Marked fall Profound fall

Capillary refill Normal May be

delayed

Usually

delayed

Always delayed

Respiration Normal Mildincrease

Moderatetachypnea

Marked tachypnea:respiratory collapse

Urinary output(mL/h)

>30 20–30 5–20 Anuria

Mental status Normal Agitated Confused Lethargic ,

obtunded

Tabel 4 Tanda, gejala dan klasifikasi syok hemoragik (wanita dengan berat badan 60-70 kg)5

.

77Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 5: 08. Perdarahan Post Partum

Kematian terjadi karena

kegagalan multiorgan. Perdarahan

hebat menyebabkan penurunan

volume sirkulasi sehingga terjadi

respons simpatis. Terjadi takikardia,

k o n t r a k t i l i t a s o t o t j a n t u n g

meningkat dan vasokonstriksi

perifer. Sementara volume darah

beredar menurun, kemampuan sel

darah merah untuk mengangkut

oksigen juga menurun sedang

kenaikkan kontratilitas otot jantung

membutuhkan pasokan oksigen

lebih banyak. Keadaan ini cepat

memacu terjadinya kegagalan

miokardium. Vasokonstriksi perifer

ditambah dengan menurunnya

kemampuan darah membawa

oksigen menyebabkan terjadinya

hipoperfusi dan hipoksia jaringan.

H i p o k s i a j a r i n g a n m e m a c u

metabolisme anaerob dan terjadilah

asidosis. Asidosis inilah yang

memacu terlepasnya berbagai

mediator kimiawi dan memacu

respons inflamasi sistemik. Keadaan

ini menyebabkan terlepasnya radikal

oksigen yang berakibat kematian sel.

K e m a t i a n s e l m e n y e b a b k a n

lemahnya sistem barier mukosa

sehingga mikroorganisme dan

endotoksin mudah tersebar ke

seluruh jaringan dan organ. Keadaan

i n i l a h y a n g m e n g a k i b a t k a n

terjadinya

(SIRS) dan

kegagalan multiorgan yang berakhir

dengan kematian.

K e m a t i a n m a t e r n a l

didefinisikan sebagai kematian ibu

yang ada hubungannya dengan

kehamilan, persalinan, dan nifas

yakni 6 minggu setelah melahirkan.

Angka kematian maternal adalah

jumlah kematian maternal per

100.000 kelahiran hidup. Perdarahan

postpartum masih merupakan

penyebab terbanyak kematian

m a t e r n a l . S e c a r a g l o b a l ,

diperkirakan jumlah kematian

maternal dunia pada tahun 2000

mencapai 529 ribu yang tersebar di

Asia 47,8% (253 000), Afrika 47,4%

(251 000); Amerika Latin dan

Caribbean 4% (22 000); dan kurang

dari 1% (2500) di negara maju. Di

k a w a s a n A s e a n I n d o n e s i a

menempati urutan tertinggi dalam

angka kematian maternal yakni

390/100.000 kelahiran hidup, jauh di

atas negara Asean lainnya (Gambar

1).

Angka kematian maternal

dii RS Sardjito dalam kurun waktu 5

tahun terakhir menunjukkna angka

yang relatif sangat tinggi karena

systemic inflammatory

response syndrome

6

3

7

Kematian maternal

78Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 6: 08. Perdarahan Post Partum

rumah sakit ini merupakan rumah

sakit rujukan. Angka tertinggi terjadi

pada tahun 2004 sebesar 1802 sedang

rata-rata dalam 5 tahun adalah 1066

( G a m b a r 2 ) . M e s k i p u n

p r e e k l a m s i a / e k l a m s i a m a s i h

merupakan penyebab kematian

8

maternal terbesar (32%), dan infeksi

merupakan penyebab kedua (23%)

tetapi banyak kasus infeksi (sepsis)

terjadi akibat perawatan yang lama di

r u m a h s a k i t k a r e n a f a k t o r

perdarahan (Gambar 3).8

Gambar 1. Perbandingan angka kematian maternal negara Asean.7

Gambar 2. Angka kematian maternal di RS Sardjito dalam 5 tahun terakir (2003 - 2007).8

79Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 7: 08. Perdarahan Post Partum

Gambar 3. Penyebab kematian maternal di RS Sardjito (2003-2007).8

Penanganan

Penanganan aktif kala tiga

(PAKT)

Tujuan utama penanganan

perdarahan postpartum ada 3 yakni

p e n c e g a h a n , p e n g h e n t i a n

perdarahan dan mengatasi syok.

Pendekatan risiko, meskipun

menimbulkan kontroversi tetap

masih mendapatkan tempat untuk

diperhatikan. Setiap ibu hamil

dengan faktor risiko tinggi terjadinya

perdarahan postpartum sebaiknya

dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan

yang mempunyai unit tranfusi dan

perawatan intensif.

. Setiap ibu melahirkan harus

mendapatkan penanganan aktif kala

3

tiga (

). PAKT adalah sebuah

tindakan (intervensi) yang bertujuan

mempercepat lahirnya plasenta

dengan meningkatkan kontraksi

uterus sehingga menurunkan

kejadian perdarahan postpartum

karena atoni uteri (Tabel 6).

Tindakan ini meliputi 3 komponent

u t a m a y a k n i ( 1 ) p e m b e r i a n

uterotonika, (2) tarikan tali pusat

terkendali dan (3) masase uterus

setelah plasenta lahir. Oksitosin 10

unit disuntikan secara intramuskular

segera setelah bahu depan atau janin

lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat

secara terkendali (tidak terlalu kuat)

active management of the third

stage, AMTS

10

9

80Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 8: 08. Perdarahan Post Partum

OutcomeControlRate, %

RelativeRisk

95% CI* NNT† 95% CI

PPH >500 mL 14 0.38 0.32-0.46 12 10-14

PPH >1000 mL 2.6 0.33 0.21-0.51 55 42-91

Hemoglobin <9

g/dL6.1 0.4 0.29-0.55 27 20-40

Blood transfusion 2.3 0.44 0.22-0.53 67 48-111

Therapeuticuterotonics

17 0.2 0.17-0.25 7 6-8

Table 6. Benefits of Active Management Vs. Physiological Management.11

*95% confidence interval†Number needed to treat

Oksitosika. Oksitosika

u t a m a y a n g d i p a k a i d a l a m

pencegahan dan penanganan

perdarahan postpartum adalah

oksitosin dan metilergonovin. Society

of Obstetricians and Gynecologist of

Canada (SOGC) Clinical Practice

G u i d l i n e m e r e k o m e n d a s k a n

p e m a k a i a n o k s i t o s i n d a n

metilergonovin sebagai berikut

(Tabel 7).12

Drug Dose Side Effects Contraindications

Oxytocin • 10 units IM

• 5 units IV bolus

• 10 to 20

units/litre

• Usually none

hypersensitivity to

drug

• Painful contractions

• Nausea, vomiting,

• (water intoxication)

• Hypersensitivit

y to drug

Methylergonovi

ne

• 0.25mg IM or

• 0.125mg IV repeat

every 5 minuts as

needed

• Peripheral

vasospasm

• Hypertension

• Hypertension

• Hypersensitivit

y to drug

Tabel 7. Penggunaan oksitosika12

Misoprostol. Misoprostol

adalah analog prostaglandin E , yang

pertama kali diterima oleh

sebagai

1

Food and

Drug Administration (FDA)

obat ukus peptikum. Sekarang

misoprostol banyak digunakan dalam

praktek obstetrik karena sifatnya yang

bisa memacu kontraksi miometrium

81Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 9: 08. Perdarahan Post Partum

di lakukan pada saat uterus

berkontraksi kuat sambil ibu diminta

mengejan. Jangan lupa melakukan

terhadap uterus

untuk menghidari inversi.

Lakukan masase

counter-pressure

Never

apply cord traction (pull) without

applying counter traction (push)

above the pubic bone on a well-

contracted uterus.9

fundus uteri segera setalah plasenta

lahir sampai uterus berkontraksi

kuat, palpasi tiap 15 menit dan

yakinkan uterus tidak lembek setelah

masase berhenti. Rekomendasi

kunci yang dianjurkan dalam

praktek untuk menekan kejadian

perdarahan postpartum adalah

sebagai berikut.

9

4

Clinical recommendation Evidence

rating

1. Active management of the third stage of labordecreases postpartum blood loss and the risk of

postpartum hemorrhage (number needed to treat=12).

A

2. Active management of the third stage of labor does notincrease the risk of retained placenta.

A

3. Oxytocin is the first choice for prevention ofpostpartum hemorrhage because it is as effective or

more effective than ergot alkaloids or prostaglandins

and has fewer side effects.

A

4. For the prevention of postpartum hemorrhage, and in

conjunction with the other components of activemanagement of the third stage of labor, oxytocin can

be administered with the delivery of the anterior

shoulder or after the delivery of the placenta.

B

5. The recommended dose is oxytocin 10 units

intramuscularly or 20 units diluted in 500 mL normalsaline intravenously to prevent postpartum

hemorrhage in the third stage of labor.

B

6. Misoprostol may be used when other oxytocic agents

are not available for prevention of postpartum

hemorrhage (number needed to treat=18).

A

7. Misoprostol may be used for treatment of postpartum

hemorrhage, but this agent is associated with more

side effects than conventional uterotonic drugs.

A

8. Routine episiotomy increases anal sphincter tears and

blood loss.

A

Tabel 5. Rekomendasi kunci pencegahan perdarahan postpartum.4,10

A = consistent, good-quality patient-oriented evidence; B = inconsistent orlimited-quality patient-oriented evidence; C = consensus, disease orientedevidence, usual practice, expert opinion, or case series.

82Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 10: 08. Perdarahan Post Partum

( ) dan kenaikan suhu

( ) sampai 38º Celsius. Bila

misoprostol dibandingkan dengan

oksitosika injeksi terlihat bahwa

oksitosika injeksi lebih baik dalam

mencegah kejadian perdarahan

postpartum banyak (>1000 ml)

dengan RR 1.36 (1.17,-1.58). Tidak

ada perbedaan antara pemakaian

misoprostol dibanding dengan

oksitoska injeksi dalam kejadian kala

III lama (>30 menit), plasenta manual

maupun kebutuhan transfusi darah,

bahkan untuk lama kala III,

oksitosika injeksi lebih pendek

dibanding misoprostol. Studi

WHO tahun 2001 juga menunjukkan

tidak ada perbedaan kejadian

kematian maternal antara kedua

kelompok, yakni 2 dari 9264 pada

kelompok misoprostol dibanding 2

dari 9266 pada kelompok oksitiosika

injeksi.

S t u d i l a i n j u g a

menunjukkan bahwa oksitosin

masih lebih baik dibandingkan

dengan misoprostol sebagai upaya

pencegahan perdarahan postpartum

dalam PAKT (Tabel 8).

shivering

pyrexia 14

14

14

15

y a k n i s e b a g a i o b a t i n d u k s i

persalinan dan uterotonika penting

untuk mengatasi perdarahan

postpartum karena atoni uteri.

Misoprostol lebih unggul dibanding

prostaglandin lain seperti PG E atau

PG F karena sifatnya yang stabil

pada temperatur kamar, murah dan

mudah penggunaannya.

Dalam sebuah

yang melibatkan 37 penelitian

misoprostol dan 9 prostaglandin

suntikan dengan jumlah subyek

42.621 wanita menghasilkan bukti

sebagai berikut: Misoprostol oral

dengan dosis 600 µg (7 penelitian,

2849 wanita) dan sublingual (satu

penelitian, 661 wanita) memberikan

nilai RR dan 95%

0.66 (0.45-0.98) dibanding plasebo

d a l a m m e n e k a n k e j a d i a n

perdarahan postpartum hebat (>1000

ml). Lima penelitian misoprostol

oral (3519 wanita) menurunkan

kebutuhan transfusi darah sebanyak

3 kali ( RR 0.31; 95%CI 0,10-0,94).

Meskipun demikian misoprostol

memberikan efek samping yang

cukup signifikan berupa menggigil

2

13

systematic

reviev

confidence interval

Misoprostol*)

n=9225

Oxytocin*)

n=9228

RR95% CI

Perdarahan =1000 ml 4.0% 2.9% 1.39 (1.19 to 1.63)Uterotonika tambahan 15.2% 10.9% 1.40 (1.29 to 1.51)

Tabel 8. Perbandingan misoprostol vs oksitosin dalam PAKT.15

*) Misoprostol (600 mg) diberikan secara oral dan oksitosin (10 U) diberikan secara intramuskular atauintravena segera setelah sebagian janin atau seluruhnya lahir.

83Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 11: 08. Perdarahan Post Partum

P e n a n g a n a n p e r d a r a h a n

postpartum yang telah terjadi

(

).

Intervensi medis

e s t a b l i h e d p o s t p a r t u m

hemorrhage

. Jika

dengan PAKT perdarahan vaginal

masih berlangsung maka harus

segera diberikan 5-10 unit oksitosin

secara intravena pelan atau 5-30 unit

dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg

ergometrin intravena. Pada saat yang

sama dilakukan pemeriksaan untuk

menyingkirkan kemungkinan

adanya sebab lain seperti adanya

robekan jalan lahir atau retensi sisa

plasenta. Perhatian harus ditujukan

pada cara mengatasi syok (“ABC's”)

dengan memasang venokateter

besar, memberikan oksigen dengan

masker, monitoring tanda vital dan

memasang kateter tinggal untuk

memonitor jumlah urin yang keluar.

Monitoring saturasi oksigen juga

perlu dilakukan. Darah diambil

untuk pemeriksaan rutin, golongan

darah dan skrining koagulasi. Ada

baiknya dokter menahan darah

dalam tabung reaksi untuk observasi

berapa lama darah menjendal.

Kegagalan menjendal dalam 8-10

m e n i t m e n u n j u k k a n a d a n y a

gangguan pembekuan darah.

Langkah penting yang

harus segera diambil adalah koreksi

12

hipovolemia (resusitasi cairan).

Kelambatan atau ketidak sesuaian

d a l a m m e m b e r i k a n k o r e k s i

hipovolemia merupakan awal

kegagalan mengatasi kematian

akibat perdarahan postpartum.

Meskipun pada perdarahan kedua

komponen darah yaitu plasma dan

sel darah hilang, tetapi penanganan

pertama untuk menjaga homeostasis

tubuh dan mempertahankan perfusi

jaringan adalah dengan pemberiaan

ciran. Larutan kristaloid (saline

normal atau ringer laktat) atau koloid

harus segera diberikan dengan

jumlah 3 kali estimasi darah yang

hilang, tetapi larutan kristaloid lebih

diutamakan. Dextran tidak boleh

diberikan karena mengganggu

agregasi platelet. Dosis maksimal

untuk larutan koloid adalah 1500 ml

per 24 jam.

O k s i t o s i n d a n

metilergonovin masih merupakan

obat lini pertama. Oksitosin dberikan

lewat infus dengan dosis 20 unit per

liter dengan tetesan cepat. Bila sudah

terjadi kolaps sirkulasi oksitosin 10

unit diberikan lewat suntikan

i n t r a m i o m e t r i a l . T i d a k a d a

kontraindikasi untuk oksitosin

dalam dosis terapetik, hanya ada

sedikit efek samping yakni nausea

dan muntah. Retensi air sangat

17

3

84Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 12: 08. Perdarahan Post Partum

jarang terjadi. Metilergonovin maleat

menghasilkan kontraksi tetanik

dalam 5 menit setelah pemberian

intramuskular. Dosisnya adalah 0,25

mg yang dapat diulang tiap 5 menit

sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat

ini juga bisa diberikan secara

intramiometrial atau intrvena

d e n g a n d o s i s 0 , 1 2 5 m g .

M e t i l e r g o n o v i n t i d a k b o l e h

diberikan pada pasien hipertensi.

Misoprostol rektal dengan

dosis tinggi (1000 µg) terbukti efektif

m e n g h e n t i k a n p e r d a r a h a n

postpartum yang membandel

( ) . D a r i 1 4 p a s i e n

perdarahan postpartum yang tidak

tidak respons terhadap oksitosin dan

metilergonovin dan mendapat 1000

µg misoprostol, pada semuanya

perdarahan berhenti dalam 3 menit

dan tidak memerulkan oksitosika

tambahan lagi. Dosis yang lebih

tinggi, 6500 µg pernah diberikan

kepada 4 pasien yang tidak respons

dengan uterotonika standard dan

memperoleh respons yang cepat.

Hasil penelitian ini memang

dipertanyakan karena tidak ada

kontrolnya.

Sebuah

yang melibatkan 462 partisipan yang

membandingkan misoprostol (dosis

600 sampai 1000 µg) versus oksitosin

17

18

r e f r a c t o r y

systematic review

plus ergometrin dan misoprostol

versus plasebo memberikan hasil

sebagai berikut.

1. Penggunaan misoprostol tidak

berhubungan secara bermakna

dengan penurunan (a) kematian

maternal (2 trial, 398 wanita; RR

7.24, 95% CI 0.38-138.6), (b)

histerektomi (2 trial, 398 wanita;

RR 1.24, 95% CI 0.04-40.78), (c)

uterotonika tambahan (2 trial,

398 wanita; RR 0.98, 95% CI 0.78-

1.24), (d) transfusi darah (2 trial,

394 wanita; RR 1.33, 95% CI 0.81-

2.18), dan evakuasi plasenta atau

sisa plasenta (1 trial, 238 wanita;

RR 5.17, 95% CI 0.25-107).

2. P e n g g u n a a n m i s o p r o s t o l

meningkatkan secara bermakna

kejadian (2 trial,

392 wanita; RR 6.40, 95% CI

1.71- 23.96) dan menggigil (2

trial, 394 wanita; RR 2.31, 95% CI

1.68-3.18).

. Pasien

harus diletakkan dalam posisi

litotomi dengan pencahayaan yang

baik sehingga adanya robekan di

perineum, vagina dan seviks dapat

diidentifikasi. Jika robekan jalan

lahir dapat disingkirkan maka segera

dilakukan eksplorasi kavum uterin

untuk menyingkirkan adanya retensi

19

maternal pyrexia

Intervensi bedah

85Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 13: 08. Perdarahan Post Partum

sisa plasenta. Jika setelah manuver

ini perdarahan masih berlangsung

dan kontraksi uterus lembek, maka

atoni uterin adalah penyebab

perdarahan.

Beberapa intervensi bedah

yang dapat dilakukan adalah

kompresi bimanual, tampon uterus

( ),

jahitan pada , jahitan segi

empat ganda ( ),

jahitan B-Lynch, ligasi arteria

uterina, ligasi arteria iliaka interna,

h i s t e r e k t o m i , t a m p o n

intraabdominal ( -

) dan embolisasi arteria iliaka

interna atau arteria uterina.

Kompresi bimanual dilakukan

dengan satu tangan (tangan kanan

mengepal) ditempatkan di forniks

anterior dan tangan kiri mengangkat

korpus dan menekan ke arah tangan

yang di dalam vagina. Cara ini

setidaknya dapat menghentikan

perdarahan sementara sambil

menyiapkan langkah lainnya.

. Tamon uterus adalah

prosedur tradisional yang banyak

ditinggalkan sejak 1970-an meskipun

bila dikerjakan dengan benar masih

bisa memberi manfaat. Tindakan ini

dipertimbangkan bila terapi obat-

uterine packing, tamponade test

placental bed

multiple square suture

intra abdominal

packing16

K o m p r e s i b i m a n u a l .

Tampon uterus (

)

Uterine

packing

obatan tidak berhasil atau sambil

menunggu tindakan operatif .

Tamponade uterus menggunakan

balon telah dilaporkan misal dengan

k a t e t e r e s o f a g u s

Sengstaken–Blakemore, balon

hidrostatik urologik Rusch dan

' B a k r i S O S ' b a l l o o n . B a l o n

dimasukkan dalam rongga uterin

dan diinflasi dengan 300–500 ml air

untuk menekan sinus yang terbuka.

K e m a m p u a n b a l o n u n t u k

menghentikan perdarahan atau

disebut ,

mempunyai predictive value of 87%.

Pada keadaan di mana

korpus berkontraksi baik sedang

segmen bawah rahim tidak, seperti

pada plasenta letak rendah, maka

tampon uterus bermanfaat. Bila

seluruh uterus lembek dan serviks

terbuka lebar maka tampon tidak

efekti f karena tampon tidak

mendapat tahanan dari bawah.

Tampon harus dipasang dengan

padat dan hanya meninggalkan

bagian sedikit di dalam vagina untuk

mengangkat setelah 24 jam.

.

Insidensi melakukan histerektomi

peripartum berkisar antara 7-13 per

100.000 persalinan dan sebagian

besar terjadi bersamaan dengan

seksio sesarea. Indikasi utama adalah

positive 'tamponade test'3

16

Histerektomi peripartum

86Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 14: 08. Perdarahan Post Partum

plasenta akreta, inkreta dan perkreta,

a toni uter in , ruptur uter in ,

hematoma ligamentum latum,

robekan serviks luas setelah

t i n d a k a n f o r s e p s , d a n

koriomanionitis. Sebaiknya serviks

dipotong dibawah arteria uterina.

Histerektomi supraservikal dapat

dilakukan kalau dibutuhkan operasi

yang lebih cepat.

.

Histerektomi tidak menjamin bahwa

p e r d a r a h a n p a s t i b e r h e n t i .

Perdarahan bisa terjadi karena

gangguan faktor pembekuan

( ) atau

manipulasi yang berlebihan. Sebuah

tampon padat ditaruh di tempat

sumber perdarahan dan diangkat

setelah 24 jam setelah gangguan

perdarahan terkoreksi.

. Sel darah

merah yang dimampatkan (

, PRC) lebih banyak

digunakan untuk mengatasi syok

hemoragik. Tujuan transfusi darah

pada kedaan ini adalah restorasi

cairan intravaskular yang hilang dan

pemulihan kapasitas membawa

oksigen oleh sel darah merah (

). Kemampuan

membawa oksigen sel darah merah

pada seorang individu yang sehat

tidak akan terganggu sampai kadar

16

16

Tampon intrabdominal

Transfusi darah

consumptive coagulopathy

Packed

Red Cells

oxygen

carrying-capacity

hemoglobin turun di bawah 6-7

g/dL. Kehilangan darah lebih dari

20-25% atau dengan kecurigaan

k o a g u l o p a t i m e m e r l u k a n

penggantian faktor koagulasi.

Pemeriksan faktor koagulasi juga

diperlukan setelah pemberian 5-10

unit PRC.

Di beberapa rumah sakit di

Inggris, dalam keadaan yang sangat

mendesak (kehilangan darah sampai

4 0 % d a n p e r d a r a h a n m a s i h

berlangsung), tersedia fasilitas

yang mampu

menyediakan darah

dalam 10 menit meskipun

untuk melakukan

d i p e r l u k a n s y a r a t

tertentu. Jika fasilitas ini

tidak ada, maka

bisa dimintakan.

Dengan cara ini risiko sebuah

adalah rendah

(1–4%) tergantung apakah pasien

p e r n a h m e n d a p a t t r a n s f u s i

sebelumnya atau belum, dan risiko

rekasi transfusi jauh lebih rendah

lagi. Bahkan dalam situasi yang lebih

mendesak lagi darah golongan O dan

Rhesus (RhD) negat i f dapat

diberikan sebagai upaya .

Tabel berikut menggambarkan

seberapa mendesak darah harus

segera tersedia.

21

20

electronic cross-matching

fully cross-

matched

electronic cross-

m a t c h i n g

type-specific uncross-

matched blood

unexpected antibody

life saving

87Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 15: 08. Perdarahan Post Partum

Disseminated intravascular

coagulation (DIC). DIC adalah

g a n g g u a n m e n d a d a k y a n g

disebabkan oleh hilangnya kontrol

aktivasi pembekuan intravaskular

yang menyebabkan pembentukan

trombin secara abnormal dan terus

menerus. Darah merembes dari

tempat luka, tusukan infus, bekas

tusukan jarum, permukaan mukosa,

petekie, ekimosis, adalah manifestasi

perdarahan yang sering terlihat.

Kegagalan organ yang terjadi secara

sekunder sebagai akibat iskemia

Estimated blood loss

(ml) (% blood volume)

for a 60-kg woman

Degree of urgency Request

500–1000 (10–20%) Standby Standard cross-match of 2 units

1000–1500 (20–30%):

blood loss controlled

Urgent (blood needed

within 1 h)

Urgent cross-match of 6 u

1000–1500 (20–30%):

actively bleeding and

1500–2500 (30–40%)

Very urgent (blood

needed within

30 min)

6 units type-specific or uncross-matched

blood or electronic issue of blood where

suitable facilities present

>2500 (>40%) or

above with no response

to fluid resuscitation

Emergency (blood

needed within

15 min)

2–4 units Group O RhD-negative blood from

satellite fridge or blood bank followed by

type-specific or electronic issue of blood

where suitable facilities present

Tabel 9. Urgensi permintaan darah20

karena timbunan fibrin dalam

pembuluh darah juga sering

dijumpai. DIC harus dicurigai bila

terjadi penurunan fibrinogen secara

b e r m a k n a d i s e r t a i d e n g a n

memanjangnya

(PT),

(APTT), trombositopenia

sedang sampai berat dan diikuti

dengan kenaikan dan

(FDPs). Tabel 10 menunjukkan

indikasi pemberian komponen

darah.

20

20

22

prothrombine time

activated partial thromboplastine

time

D-dimers

fibrinogen degradation products

Component Indication Usual starting dose

Packed RBC Replacement of oxygen-carrying

capacity

2– 4 Units IV

Platelets Thrombocytopenia or

thrombasthenia with bleeding

6–10 Units IV

Fresh frozen plasma Documented coagulopathy 2–6 Units IV

Cryoprecipitate Coagulopathy with low

fibrinogen

10–20 Units IV

Tabel 10. Indikasi pemberian terapi komponen darah.22

88Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 16: 08. Perdarahan Post Partum

Rekomendasi menghadapi pasien

perdarahan postpartum.

Perdarahan postpartum

sering bersifat akut, dramatik,

underestimated dan merupakan

sebab utama kematian maternal.

Manajemen perdarahan postpartum

telah direview secara rinci dalam

SOGC

dengan

rekomendasi sebagai berikut.

Clinical Practice Guidelines for

the Prevention and Management of

Postpartum Hemorrhage

1. Clinicians should be familiar with the

clinical signs of hemorrhagic shock.

(III-B)

2. Clinicians should be familiar with the

stages of hemorrhagic shock. (III-B)

3. Clinicians should assess each

woman's risk for hemorrhagic shock

and prepare for the procedure

accordingly. (III-B)

4. Resuscitation from hemorrhagic

shock should include adequate

oxygenation. (II-3A)

5. Resuscitation from hemorrhagic

shock should include restoration of

circulating volume by placement of

two largebore IVs, and rapid infusion

of a balanced crystalloid solution.

(I-A)

6. Isotonic crystalloid or colloid

solutions can be used for volume

replacement in hemorrhagic shock (I-

B). There is no place for hypotonic

22

d e x t r o s e s o l u t i o n s i n t h e

management of hemorrhagic shock (I-

E).

7. Blood component transfusion is

indicated when deficiencies have been

documented by clinical assessment or

hematological investigations (II-

2B).They should be warmed and

infused through filtered lines with

normal saline, free of additives and

drugs (II-3B).

8. Vasoactive agents are rarely

indicated in the management of

hemorrhagic shock and should be

considered only when volume

replacement is complete, hemorrhage

is arrested, and hypotension

c o n t i n u e s . T h e y s h o u l d b e

administered in a critical care setting

w i t h t h e a s s i s t a n c e o f a

multidisciplinary team. (III-B)

9. Appropriate resuscitation requires

ongoing evaluation of response to

t h e r a p y , i n c l u d i n g c l i n i c a l

evaluation, and hematological,

b i o c h e m i c a l , a n d m e t a b o l i c

assessments. (III-B)

10. In hemorrhagic shock, prompt

recognition and arrest of the source

of hemorrhage, while implementing

r e s u s c i t a t i v e m e a s u r e s , i s

recommended. (III-B)

89Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 17: 08. Perdarahan Post Partum

Ringkasan:

1. Perdarahan postpartum sering

b e r s i f a t a k u t , d r a m a t i k ,

dan merupakan

sebab utama kematian maternal.

2. Pendekatan risiko diperlukan

u n t u k m e n g a n t i s i p a s i

kemungkinan kejadiannya.

Grandemultigavida merupakan

faktor risiko utama dengan nilai

20 kali.

3. P e n a n g a n a n p e r d a r a h a n

postpartum ditujukan pada 3 hal

yakni pencegahan, penghentian

perdarahan dan mengatasi syok.

4. Penanganan aktif kala III

persalinan merupakan tindakan

preventif yang harus diterapkan

pada setiap persalinan.

5. Oksitosin dan metilergonovin

merupakan obat lini pertama baik

da lam upaya pencegahan

m a u p u n p e n g o b a t a n .

Misoprostol dengan dosis 600-

1000 µg dapat dipakai bila obat

lini pertama gagal.

6. Restorasi cairan melalui dua jalur

underestimated

odds ratio

infus dengan venokateter ukuran

besar (16-18) adalah tindakan

p e r t a m a m e n g a t a s i s y o k

hemoragik. Larutan kristaloid

sebanyak 3 kali estimasi jumlah

darah yang hi lang dapat

m e m p e r t a h a n k a n p e r f u s i

jaringan.

7. Dalam keadaan yang sangat

mendesak (perdarahan mencapai

40% volume darah) dan masih

berlangsung pemberian darah

yang sesuai tanpa

adalah tindakan yang

dapat dibenarkan.

8. Tindakan bedah dilakukan bila

usaha menhentikan perdarahan

secara medis tdak berhasil.

T indakan tersebut adalah

kompresi bimanual, tamponade,

jahitan B Lynche, histerektomi

dan tamponade intraabdominal.

9. Bila terjadi gejala DIC maka

pengobatan khusus DIC harus

segera diberikan mulai dari

transfusi platelet,

dan

crossmatching

live safing

fresh frozen

plasma cryoprecipitate.

90Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 18: 08. Perdarahan Post Partum

Referensi :

1. WHO. Wor ld Heal th Repor t

2005—Make every mother and child

count. Geneva: World Health

Organization; 2005

2. Cuningham FG, Mc Donald PC, Grant

NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins

GDV, Clark SL. 21

ed. Connecticut: Appleton and Lange.

2001

3. Ramanathan, G and Arulkumaran, S.

Postpartum Hemorrhage.

2006;28(11):967–973

4. Maughan KL, Heim SW, Galazka SS.

5. American College of Obstetricians

a n d G y n e c o l o g i s t s : A C O G

educational bulletin. Hemorrhagic

shock. Number 235.

1997;57:219–26.

6. Marzi I. Hemorrhagic shock: update

in pathophysiology and therapy.

1997;111:42-

4.

7. Martaadisubrata D, Sastrawinata S

dan Saifudin AB (eds). Bunga Rampai

Obstetri dan Ginekologi Sosial.

. Jakarta 2005.

8. Wahyu dan Siswosudarmo. Angka

Kematian Maternal di RS Sardjito

dalam kurun waktu 2003-2007.

Balikpapan 2008.

9. Anonym Management of the third

stage of labor to prevent postaprtum

William Obstetrics

J Obstet

Gynaecol Can

Int J Gynaecol

Obset

Acta

Anaesthesiol Scand Suppl

Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Proc.

KOGI XV

.

st

Preventing Postpartum Hemorrhage:

Managing the Third Stage of Labor.

2006;73:1025-8.Am Fam Physician

hemorrhage. International Joint

Policy Statemen of the International

Confederation of Midwives (ICM)

and the International Federation of

Gynecology and Obstetrics

2003;25(11):952–3.

10.Anderson J M and Etches D.

Prevention and Management of

Postpartum Hemorrhage.

2007;75:875-82.

11.Prendivi l le WJ , Elbourne D,

McDonald S: Active versus expectant

management in the third stage of

labour (Cochrane Review). In:

, Issue 2. Oxford, UK:

Update Software. 2002.

12.Schuurmans N, MacKinnon C, Lane

C, and Etches D. SOGC Clinical

Practice Guidline. Prevention and

M a n a g e m e n t o f P o s t p a r t u m

Hemorrhage.

2000;22(4):271-81

13.Goldberg AB, Greenberg MB, and

Darney PD. Misoprostol and

Pregnancy. 2001; 344 (1):

38-45.

14.Gülmezoglu AM, Forna F, Villar J,

Hofmeyr GJ. Prostaglandins for

p r e v e n t i n g p o s t p a r t u m

hemorrhage.

2007, Issue 3. Art.

N o . : C D 0 0 0 4 9 4 . D O I :

10.1002/14651858.CD000494.pub3

15.Gülmezoglu AM, Villar J, Ngoc NTN

et.al. WHO Multicentre Randoized

T r i a l o f M i s o p r o s t o l i n t h e

(FIGO. J

O b s t e t G y n a e c o l C a n

Am Fam

Physician

The

Cochrane Library

J Soc Obstet Gynaecol

Can

N Engl J Med

Cochrane Database of

Systematic Reviews

91Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Page 19: 08. Perdarahan Post Partum

Management of the Third Stage of

Labor. 2001;358:689-95.

16.Elyan A and Ibrahim A. Intractable

Postpartum Hemorrhage. ASJOG

2004; Vol 1:132-6

17.Selo-Ojeme. Primary postpartum

hemorrhage

2002; Vol. 22, No. 5,

463–469

18.Abdel-Aleem H, El-Nashar I and

Abdel-Aleem A. (2001) Management

of severe postpartum hemorrhage

with misoprostol.

, 72, 75–76.

19.Mousa HA, and Alfirevic Z.

Treatment for primary postpartum

hemorrhage.

2007, Issue 1. Art.

Lancet

Journal of Obstetrics and

Gynaecology

International Journal

of Gynecology and Obstetrics

Cochrane Database of

Systematic Reviews

N o . : C D 0 0 3 2 4 9 . D O I :

10.1002/14651858.CD003249.pub2.

20.Macphaila S, and Talks K. Massive

post-partum haemorrhage and

management of disseminated

intravascular coagulation.

(2004) 14,

123–131

21.Smith HO. Shock in the gynecologic

patient. In: Rock JA,Thomson JD,

ed i tors .Te Linde ' s opera t ive

gynecology. 8th ed. Lippincott-

Raven; 1997. p. 245-61.

22.Martel MJ and Saskatoon SK. SOGC

C l i n i c a l P r a c t i c e G u i d l i n e .

Hemorrhagic shock

2002;24(6):504-11

Current

Obstetrics & Gynaecology

. J Obstet Gynaecol

Can .

92Tatalaksana PPHTatalaksana PPH

2008 Clinical Updates Emergency cases-

dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric

Em

erge

ncy

Cas

esin

Ob

stet

ric