08. Perdarahan Post Partum
-
Upload
mohammad-sutami -
Category
Documents
-
view
564 -
download
8
Transcript of 08. Perdarahan Post Partum
Pendahuluan
Perdarahan postpartum
adalah perdarahan yang terjadi
setelah bayi lahir yang melewati
batas fisiologis normal. Pada
umumnya seorang ibu melahirkan
akan mengeluarkan darah secara
fisiologis sampai jumlah 500 ml
tanpa menyebabkan gangguan
homeostasis. Dengan demkian
secara konvensional dikatakan
bahwa perdarahan yang melebihi
500 ml dapat dikategorikan sebagai
perdarahan postpar tum dan
perdarahan yang secara kasat mata
mencapai 1000 ml harus segera
ditangani secara serius . Definisi
baru mengatakan bahwa setiap
perdarahan yang yang dapat
mengganggu homeostasis tubuh
a t a u m e n g a k i b a t k a n t a n d a
hipovolemia termasuk dalam
kategori perdarahan postpartum.
Kemampuan seorang wanita untuk
1
2
m e n a n g u l a n g i a k i b a t b u r u k
pedarahan tergantung pada status
kesehatan sebelumnya, ada tidaknya
a n e m i a , a d a t i d a k n y a
hemokonsentrasi seperti pada
preeklamsia dan ada tidaknya
dehidrasi. Perdarahan sebanyak
lebih dari 1/3 volume darah atau
1000 ml harus segera mendapatkan
penanganan. Volume darah (dalam
ml) dihitung dengan rumus berat
badan (BB) dalam kg dikalikan
dengan angka 80
Perdarahan postpartum
dapat terjadi segera setelah janin
lahir, selama pelepasan plasenta
a tau se te lah plasenta lah i r .
Perdarahan yang terjadi sebelum dan
selama plasenta lahir lebih dikenal
sebagai perdarahan kala III dan
perdarahan setelah plasenta lahir
sebagai perdarahan kala IV.
Berdasarkan waktu kejadiannya
perdarahan postpartum dibagi dua
3
74dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGTatalaksana PPHTatalaksana PPH
Perdarahan Postpartumdan Penanganannya
H. Risanto SiswosudarmoBagian Obstestri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran UGM – RS SardjitoYogyakarta
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
yakni perdarahan postpartum dini
(terjadi dalam 24 jam pertama setelah
b a y i l a h i r ) d a n p e r d a r a h a n
postpartum lanjut (terjadi setelah 24
jam sejak bayi lahir). Perdarahan
yang terjadi dalam kala IV sering
disebut disebut juga perdarahan
postpartum segera (
).
Tulisan ini secara khusus
bertujuan membahas perdarahan
p o s t p a r t u m d i n i d a n u s a h a
penanganannya, karena kejadiannya
yang relatif lebih banyak dan sering
mengakibatkan komplikasi serius
b e r u p a k e m a t i a n m a t e r n a l .
Perdarahan postpartum lanjut yang
biasanya terjadi karena retensi sisa
plasenta, lebih sedikit kejadiannya
dan jarang menyebabkan komplikasi
serius sampai mengakibatkan
immediate
postpartum bleeding 1
kematian ibu. Sampai saat ini
perdarahan postpartum masih
merupakan penyebab kematian
maternal tertinggi di Indonesia.
Meskipun pendekatan
r is iko untuk mengant is ipas i
perdarahan postpartum masih
d i p e r d e b a t k a n k a r e n a t i d a k
seorangpun pasti terbebas dari
kemungkinan perdarahan setelah
bersalin, tetapi pendekatan risiko
tetap memberikan pertimbangan
agar penanganan lebih berhati-hati
dan petugas lebih siaga. Faktor risiko
yang memungkinkan seorang ibu
bersalin mengalami pedarahan
postpartum antara lain dapat dilihat
pada tabel berikut (Tabel 1).
Faktor predisposisi dan etiologi
3
Process Etiology Risk factors
Tone 1. Uterus over-distension
2. Uterine muscle fatigue
3. Uterine infection or
chorioamnionitis
4. Uterine distortion or
abnormality
5. Uterine relaxing drugs
a. Multiple pregnancy
b. Macrosomia
c. Polyhydramnios
d. Severe hydrocephalus
a. Prolonged or precipitate labor,
especially if stimulated
b. High parity (20-fold increased risk)
c. Previous pregnancy with PPH
a. Prolonged PROM
b. Fever
a. Fibroid uterus
b. Placenta previa
a. Anaesthetic drugs
b. Nifedipine
c. NSAIDs
d. Betamimetics
e. MgSO4
Tabel 1. Faktor risiko perdarahan post partum
75Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Tissue 1. Retained placenta or
membranes
2. Abnormal placenta(succinturiate/accessory lobe)
a. Incomplete placenta at delivery,
especially < 24 weeks
b. Previous uterine surgeryc. Abnormal placenta on ultrasound
Trauma 1. Cervical , vaginal or perineal
tears
2. Extended tear at CS
3. Uterine rupture
4. Uterine inversion
a. Precipitous delivery, manipulations
at delivery
b. Operative delivery
c. Episiotomy especially mediolateral
a. Malposition
b. Fetal manipulation e.g. version of
second twin
c. Deep engagement
a. Previous uterine surgery
b. Previous cesarean section
a. High parity
b. Fundal placenta
c. Fundal pressure
d. Excessive traction of cord
Thrombin
1. Pre-existing clotting
abnormality e.g.
a. Haemophilia
b. vWD
c. Hypofibrinogenemia
2. Acquired in pregnancy
a. ITP
b. Preeclampsia (PE) with
thrombocytopenia
(HELLP)
c. DIC from PE, IUFD,
Plac abruption, AFE,
Severe Infection or
sepsis
d. Dilutional
coagulopathy
3. Anticoagulation
a. History of coagulopathy
b. History of liver disease
a. High blood pressure, bruising
b. Fetal death
c. Fever, raised WBCC
d. APH, sudden collapse
e. Massive transfusion
a. History of DVT/PE
b. Aspirin, heparin
Dari faktor risiko di atas
umur tua dan pari tas t inggi
(grandemulti gravida) merupakan
faktor risiko utama dengan risiko
relatif mencapai 20 kali, meskipun
penelitian lain tidak mendukung.
B e b e r a p a f a k t o r r i s i k o l a i n
menunjukkan besarnya
kejadian perdarahan postpartum
(Tabel 2).
odds ratio
4
76Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Risk Factors OR
Prolonged third stage of labor 7.6
Preeclampsia 5.0
Mediolateral episiotomy 4.7
Previous postpartum hemorrhage 3.5
Retained placenta 3.5
Twin pregnancy 3.3
Arrest of descent 2.9
Instrumental deilvery 2.3
Soft-tissue lacerations 2.0
Asian ethnicity 1.7
Augmented labor 1.7
Forceps or vacuum delivery 1.7
Hispanic ethnicity 1.7
Midline episiotomy 1.6
Nulliparity 1.5
Tabel 2.relatif beberapa faktor risiko perdarahan postpartum4
Syok hemoragik
S y o k t e r j a d i b i l a a d a
hipoperfusi pada organ vital.
Hipoperfusi bisa disebabkan oleh
kegagalan kerja jantung (syok
kardiogenik), infeksi yang hebat
sehingga terjadi redistribusi cairan
yang beredar (intravaskular) ke
dalam cairan ekstravaskular (syok
sept ik ) , h ipovolemia karena
dehidrasi ( syok hipovolemik) atau
karena perdarahan banyak (syok
hemoragik). Tanda dan gejala syok
hemoragik bervariasi tergantung
pada jumlah darah yang hilang dan
kecepatan hilangnya darah (Tabel 4)5
Compensated Mild Moderate Severe
Blood Loss (mL) <1000 1000–1500 1500–2000 >2000
Heart rate (bpm) <100 >100 >120 >140Blood pressure Normal Orthostatic
change
Marked fall Profound fall
Capillary refill Normal May be
delayed
Usually
delayed
Always delayed
Respiration Normal Mildincrease
Moderatetachypnea
Marked tachypnea:respiratory collapse
Urinary output(mL/h)
>30 20–30 5–20 Anuria
Mental status Normal Agitated Confused Lethargic ,
obtunded
Tabel 4 Tanda, gejala dan klasifikasi syok hemoragik (wanita dengan berat badan 60-70 kg)5
.
77Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Kematian terjadi karena
kegagalan multiorgan. Perdarahan
hebat menyebabkan penurunan
volume sirkulasi sehingga terjadi
respons simpatis. Terjadi takikardia,
k o n t r a k t i l i t a s o t o t j a n t u n g
meningkat dan vasokonstriksi
perifer. Sementara volume darah
beredar menurun, kemampuan sel
darah merah untuk mengangkut
oksigen juga menurun sedang
kenaikkan kontratilitas otot jantung
membutuhkan pasokan oksigen
lebih banyak. Keadaan ini cepat
memacu terjadinya kegagalan
miokardium. Vasokonstriksi perifer
ditambah dengan menurunnya
kemampuan darah membawa
oksigen menyebabkan terjadinya
hipoperfusi dan hipoksia jaringan.
H i p o k s i a j a r i n g a n m e m a c u
metabolisme anaerob dan terjadilah
asidosis. Asidosis inilah yang
memacu terlepasnya berbagai
mediator kimiawi dan memacu
respons inflamasi sistemik. Keadaan
ini menyebabkan terlepasnya radikal
oksigen yang berakibat kematian sel.
K e m a t i a n s e l m e n y e b a b k a n
lemahnya sistem barier mukosa
sehingga mikroorganisme dan
endotoksin mudah tersebar ke
seluruh jaringan dan organ. Keadaan
i n i l a h y a n g m e n g a k i b a t k a n
terjadinya
(SIRS) dan
kegagalan multiorgan yang berakhir
dengan kematian.
K e m a t i a n m a t e r n a l
didefinisikan sebagai kematian ibu
yang ada hubungannya dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas
yakni 6 minggu setelah melahirkan.
Angka kematian maternal adalah
jumlah kematian maternal per
100.000 kelahiran hidup. Perdarahan
postpartum masih merupakan
penyebab terbanyak kematian
m a t e r n a l . S e c a r a g l o b a l ,
diperkirakan jumlah kematian
maternal dunia pada tahun 2000
mencapai 529 ribu yang tersebar di
Asia 47,8% (253 000), Afrika 47,4%
(251 000); Amerika Latin dan
Caribbean 4% (22 000); dan kurang
dari 1% (2500) di negara maju. Di
k a w a s a n A s e a n I n d o n e s i a
menempati urutan tertinggi dalam
angka kematian maternal yakni
390/100.000 kelahiran hidup, jauh di
atas negara Asean lainnya (Gambar
1).
Angka kematian maternal
dii RS Sardjito dalam kurun waktu 5
tahun terakhir menunjukkna angka
yang relatif sangat tinggi karena
systemic inflammatory
response syndrome
6
3
7
Kematian maternal
78Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
rumah sakit ini merupakan rumah
sakit rujukan. Angka tertinggi terjadi
pada tahun 2004 sebesar 1802 sedang
rata-rata dalam 5 tahun adalah 1066
( G a m b a r 2 ) . M e s k i p u n
p r e e k l a m s i a / e k l a m s i a m a s i h
merupakan penyebab kematian
8
maternal terbesar (32%), dan infeksi
merupakan penyebab kedua (23%)
tetapi banyak kasus infeksi (sepsis)
terjadi akibat perawatan yang lama di
r u m a h s a k i t k a r e n a f a k t o r
perdarahan (Gambar 3).8
Gambar 1. Perbandingan angka kematian maternal negara Asean.7
Gambar 2. Angka kematian maternal di RS Sardjito dalam 5 tahun terakir (2003 - 2007).8
79Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Gambar 3. Penyebab kematian maternal di RS Sardjito (2003-2007).8
Penanganan
Penanganan aktif kala tiga
(PAKT)
Tujuan utama penanganan
perdarahan postpartum ada 3 yakni
p e n c e g a h a n , p e n g h e n t i a n
perdarahan dan mengatasi syok.
Pendekatan risiko, meskipun
menimbulkan kontroversi tetap
masih mendapatkan tempat untuk
diperhatikan. Setiap ibu hamil
dengan faktor risiko tinggi terjadinya
perdarahan postpartum sebaiknya
dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan
yang mempunyai unit tranfusi dan
perawatan intensif.
. Setiap ibu melahirkan harus
mendapatkan penanganan aktif kala
3
tiga (
). PAKT adalah sebuah
tindakan (intervensi) yang bertujuan
mempercepat lahirnya plasenta
dengan meningkatkan kontraksi
uterus sehingga menurunkan
kejadian perdarahan postpartum
karena atoni uteri (Tabel 6).
Tindakan ini meliputi 3 komponent
u t a m a y a k n i ( 1 ) p e m b e r i a n
uterotonika, (2) tarikan tali pusat
terkendali dan (3) masase uterus
setelah plasenta lahir. Oksitosin 10
unit disuntikan secara intramuskular
segera setelah bahu depan atau janin
lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat
secara terkendali (tidak terlalu kuat)
active management of the third
stage, AMTS
10
9
80Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
OutcomeControlRate, %
RelativeRisk
95% CI* NNT† 95% CI
PPH >500 mL 14 0.38 0.32-0.46 12 10-14
PPH >1000 mL 2.6 0.33 0.21-0.51 55 42-91
Hemoglobin <9
g/dL6.1 0.4 0.29-0.55 27 20-40
Blood transfusion 2.3 0.44 0.22-0.53 67 48-111
Therapeuticuterotonics
17 0.2 0.17-0.25 7 6-8
Table 6. Benefits of Active Management Vs. Physiological Management.11
*95% confidence interval†Number needed to treat
Oksitosika. Oksitosika
u t a m a y a n g d i p a k a i d a l a m
pencegahan dan penanganan
perdarahan postpartum adalah
oksitosin dan metilergonovin. Society
of Obstetricians and Gynecologist of
Canada (SOGC) Clinical Practice
G u i d l i n e m e r e k o m e n d a s k a n
p e m a k a i a n o k s i t o s i n d a n
metilergonovin sebagai berikut
(Tabel 7).12
Drug Dose Side Effects Contraindications
Oxytocin • 10 units IM
• 5 units IV bolus
• 10 to 20
units/litre
•
• Usually none
hypersensitivity to
drug
• Painful contractions
• Nausea, vomiting,
• (water intoxication)
• Hypersensitivit
y to drug
Methylergonovi
ne
• 0.25mg IM or
• 0.125mg IV repeat
every 5 minuts as
needed
• Peripheral
vasospasm
• Hypertension
• Hypertension
• Hypersensitivit
y to drug
Tabel 7. Penggunaan oksitosika12
Misoprostol. Misoprostol
adalah analog prostaglandin E , yang
pertama kali diterima oleh
sebagai
1
Food and
Drug Administration (FDA)
obat ukus peptikum. Sekarang
misoprostol banyak digunakan dalam
praktek obstetrik karena sifatnya yang
bisa memacu kontraksi miometrium
81Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
di lakukan pada saat uterus
berkontraksi kuat sambil ibu diminta
mengejan. Jangan lupa melakukan
terhadap uterus
untuk menghidari inversi.
Lakukan masase
counter-pressure
Never
apply cord traction (pull) without
applying counter traction (push)
above the pubic bone on a well-
contracted uterus.9
fundus uteri segera setalah plasenta
lahir sampai uterus berkontraksi
kuat, palpasi tiap 15 menit dan
yakinkan uterus tidak lembek setelah
masase berhenti. Rekomendasi
kunci yang dianjurkan dalam
praktek untuk menekan kejadian
perdarahan postpartum adalah
sebagai berikut.
9
4
Clinical recommendation Evidence
rating
1. Active management of the third stage of labordecreases postpartum blood loss and the risk of
postpartum hemorrhage (number needed to treat=12).
A
2. Active management of the third stage of labor does notincrease the risk of retained placenta.
A
3. Oxytocin is the first choice for prevention ofpostpartum hemorrhage because it is as effective or
more effective than ergot alkaloids or prostaglandins
and has fewer side effects.
A
4. For the prevention of postpartum hemorrhage, and in
conjunction with the other components of activemanagement of the third stage of labor, oxytocin can
be administered with the delivery of the anterior
shoulder or after the delivery of the placenta.
B
5. The recommended dose is oxytocin 10 units
intramuscularly or 20 units diluted in 500 mL normalsaline intravenously to prevent postpartum
hemorrhage in the third stage of labor.
B
6. Misoprostol may be used when other oxytocic agents
are not available for prevention of postpartum
hemorrhage (number needed to treat=18).
A
7. Misoprostol may be used for treatment of postpartum
hemorrhage, but this agent is associated with more
side effects than conventional uterotonic drugs.
A
8. Routine episiotomy increases anal sphincter tears and
blood loss.
A
Tabel 5. Rekomendasi kunci pencegahan perdarahan postpartum.4,10
A = consistent, good-quality patient-oriented evidence; B = inconsistent orlimited-quality patient-oriented evidence; C = consensus, disease orientedevidence, usual practice, expert opinion, or case series.
82Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
( ) dan kenaikan suhu
( ) sampai 38º Celsius. Bila
misoprostol dibandingkan dengan
oksitosika injeksi terlihat bahwa
oksitosika injeksi lebih baik dalam
mencegah kejadian perdarahan
postpartum banyak (>1000 ml)
dengan RR 1.36 (1.17,-1.58). Tidak
ada perbedaan antara pemakaian
misoprostol dibanding dengan
oksitoska injeksi dalam kejadian kala
III lama (>30 menit), plasenta manual
maupun kebutuhan transfusi darah,
bahkan untuk lama kala III,
oksitosika injeksi lebih pendek
dibanding misoprostol. Studi
WHO tahun 2001 juga menunjukkan
tidak ada perbedaan kejadian
kematian maternal antara kedua
kelompok, yakni 2 dari 9264 pada
kelompok misoprostol dibanding 2
dari 9266 pada kelompok oksitiosika
injeksi.
S t u d i l a i n j u g a
menunjukkan bahwa oksitosin
masih lebih baik dibandingkan
dengan misoprostol sebagai upaya
pencegahan perdarahan postpartum
dalam PAKT (Tabel 8).
shivering
pyrexia 14
14
14
15
y a k n i s e b a g a i o b a t i n d u k s i
persalinan dan uterotonika penting
untuk mengatasi perdarahan
postpartum karena atoni uteri.
Misoprostol lebih unggul dibanding
prostaglandin lain seperti PG E atau
PG F karena sifatnya yang stabil
pada temperatur kamar, murah dan
mudah penggunaannya.
Dalam sebuah
yang melibatkan 37 penelitian
misoprostol dan 9 prostaglandin
suntikan dengan jumlah subyek
42.621 wanita menghasilkan bukti
sebagai berikut: Misoprostol oral
dengan dosis 600 µg (7 penelitian,
2849 wanita) dan sublingual (satu
penelitian, 661 wanita) memberikan
nilai RR dan 95%
0.66 (0.45-0.98) dibanding plasebo
d a l a m m e n e k a n k e j a d i a n
perdarahan postpartum hebat (>1000
ml). Lima penelitian misoprostol
oral (3519 wanita) menurunkan
kebutuhan transfusi darah sebanyak
3 kali ( RR 0.31; 95%CI 0,10-0,94).
Meskipun demikian misoprostol
memberikan efek samping yang
cukup signifikan berupa menggigil
2
2α
13
systematic
reviev
confidence interval
Misoprostol*)
n=9225
Oxytocin*)
n=9228
RR95% CI
Perdarahan =1000 ml 4.0% 2.9% 1.39 (1.19 to 1.63)Uterotonika tambahan 15.2% 10.9% 1.40 (1.29 to 1.51)
Tabel 8. Perbandingan misoprostol vs oksitosin dalam PAKT.15
*) Misoprostol (600 mg) diberikan secara oral dan oksitosin (10 U) diberikan secara intramuskular atauintravena segera setelah sebagian janin atau seluruhnya lahir.
83Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
P e n a n g a n a n p e r d a r a h a n
postpartum yang telah terjadi
(
).
Intervensi medis
e s t a b l i h e d p o s t p a r t u m
hemorrhage
. Jika
dengan PAKT perdarahan vaginal
masih berlangsung maka harus
segera diberikan 5-10 unit oksitosin
secara intravena pelan atau 5-30 unit
dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg
ergometrin intravena. Pada saat yang
sama dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan
adanya sebab lain seperti adanya
robekan jalan lahir atau retensi sisa
plasenta. Perhatian harus ditujukan
pada cara mengatasi syok (“ABC's”)
dengan memasang venokateter
besar, memberikan oksigen dengan
masker, monitoring tanda vital dan
memasang kateter tinggal untuk
memonitor jumlah urin yang keluar.
Monitoring saturasi oksigen juga
perlu dilakukan. Darah diambil
untuk pemeriksaan rutin, golongan
darah dan skrining koagulasi. Ada
baiknya dokter menahan darah
dalam tabung reaksi untuk observasi
berapa lama darah menjendal.
Kegagalan menjendal dalam 8-10
m e n i t m e n u n j u k k a n a d a n y a
gangguan pembekuan darah.
Langkah penting yang
harus segera diambil adalah koreksi
12
hipovolemia (resusitasi cairan).
Kelambatan atau ketidak sesuaian
d a l a m m e m b e r i k a n k o r e k s i
hipovolemia merupakan awal
kegagalan mengatasi kematian
akibat perdarahan postpartum.
Meskipun pada perdarahan kedua
komponen darah yaitu plasma dan
sel darah hilang, tetapi penanganan
pertama untuk menjaga homeostasis
tubuh dan mempertahankan perfusi
jaringan adalah dengan pemberiaan
ciran. Larutan kristaloid (saline
normal atau ringer laktat) atau koloid
harus segera diberikan dengan
jumlah 3 kali estimasi darah yang
hilang, tetapi larutan kristaloid lebih
diutamakan. Dextran tidak boleh
diberikan karena mengganggu
agregasi platelet. Dosis maksimal
untuk larutan koloid adalah 1500 ml
per 24 jam.
O k s i t o s i n d a n
metilergonovin masih merupakan
obat lini pertama. Oksitosin dberikan
lewat infus dengan dosis 20 unit per
liter dengan tetesan cepat. Bila sudah
terjadi kolaps sirkulasi oksitosin 10
unit diberikan lewat suntikan
i n t r a m i o m e t r i a l . T i d a k a d a
kontraindikasi untuk oksitosin
dalam dosis terapetik, hanya ada
sedikit efek samping yakni nausea
dan muntah. Retensi air sangat
17
3
84Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
jarang terjadi. Metilergonovin maleat
menghasilkan kontraksi tetanik
dalam 5 menit setelah pemberian
intramuskular. Dosisnya adalah 0,25
mg yang dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat
ini juga bisa diberikan secara
intramiometrial atau intrvena
d e n g a n d o s i s 0 , 1 2 5 m g .
M e t i l e r g o n o v i n t i d a k b o l e h
diberikan pada pasien hipertensi.
Misoprostol rektal dengan
dosis tinggi (1000 µg) terbukti efektif
m e n g h e n t i k a n p e r d a r a h a n
postpartum yang membandel
( ) . D a r i 1 4 p a s i e n
perdarahan postpartum yang tidak
tidak respons terhadap oksitosin dan
metilergonovin dan mendapat 1000
µg misoprostol, pada semuanya
perdarahan berhenti dalam 3 menit
dan tidak memerulkan oksitosika
tambahan lagi. Dosis yang lebih
tinggi, 6500 µg pernah diberikan
kepada 4 pasien yang tidak respons
dengan uterotonika standard dan
memperoleh respons yang cepat.
Hasil penelitian ini memang
dipertanyakan karena tidak ada
kontrolnya.
Sebuah
yang melibatkan 462 partisipan yang
membandingkan misoprostol (dosis
600 sampai 1000 µg) versus oksitosin
17
18
r e f r a c t o r y
systematic review
plus ergometrin dan misoprostol
versus plasebo memberikan hasil
sebagai berikut.
1. Penggunaan misoprostol tidak
berhubungan secara bermakna
dengan penurunan (a) kematian
maternal (2 trial, 398 wanita; RR
7.24, 95% CI 0.38-138.6), (b)
histerektomi (2 trial, 398 wanita;
RR 1.24, 95% CI 0.04-40.78), (c)
uterotonika tambahan (2 trial,
398 wanita; RR 0.98, 95% CI 0.78-
1.24), (d) transfusi darah (2 trial,
394 wanita; RR 1.33, 95% CI 0.81-
2.18), dan evakuasi plasenta atau
sisa plasenta (1 trial, 238 wanita;
RR 5.17, 95% CI 0.25-107).
2. P e n g g u n a a n m i s o p r o s t o l
meningkatkan secara bermakna
kejadian (2 trial,
392 wanita; RR 6.40, 95% CI
1.71- 23.96) dan menggigil (2
trial, 394 wanita; RR 2.31, 95% CI
1.68-3.18).
. Pasien
harus diletakkan dalam posisi
litotomi dengan pencahayaan yang
baik sehingga adanya robekan di
perineum, vagina dan seviks dapat
diidentifikasi. Jika robekan jalan
lahir dapat disingkirkan maka segera
dilakukan eksplorasi kavum uterin
untuk menyingkirkan adanya retensi
19
maternal pyrexia
Intervensi bedah
85Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
sisa plasenta. Jika setelah manuver
ini perdarahan masih berlangsung
dan kontraksi uterus lembek, maka
atoni uterin adalah penyebab
perdarahan.
Beberapa intervensi bedah
yang dapat dilakukan adalah
kompresi bimanual, tampon uterus
( ),
jahitan pada , jahitan segi
empat ganda ( ),
jahitan B-Lynch, ligasi arteria
uterina, ligasi arteria iliaka interna,
h i s t e r e k t o m i , t a m p o n
intraabdominal ( -
) dan embolisasi arteria iliaka
interna atau arteria uterina.
Kompresi bimanual dilakukan
dengan satu tangan (tangan kanan
mengepal) ditempatkan di forniks
anterior dan tangan kiri mengangkat
korpus dan menekan ke arah tangan
yang di dalam vagina. Cara ini
setidaknya dapat menghentikan
perdarahan sementara sambil
menyiapkan langkah lainnya.
. Tamon uterus adalah
prosedur tradisional yang banyak
ditinggalkan sejak 1970-an meskipun
bila dikerjakan dengan benar masih
bisa memberi manfaat. Tindakan ini
dipertimbangkan bila terapi obat-
uterine packing, tamponade test
placental bed
multiple square suture
intra abdominal
packing16
K o m p r e s i b i m a n u a l .
Tampon uterus (
)
Uterine
packing
obatan tidak berhasil atau sambil
menunggu tindakan operatif .
Tamponade uterus menggunakan
balon telah dilaporkan misal dengan
k a t e t e r e s o f a g u s
Sengstaken–Blakemore, balon
hidrostatik urologik Rusch dan
' B a k r i S O S ' b a l l o o n . B a l o n
dimasukkan dalam rongga uterin
dan diinflasi dengan 300–500 ml air
untuk menekan sinus yang terbuka.
K e m a m p u a n b a l o n u n t u k
menghentikan perdarahan atau
disebut ,
mempunyai predictive value of 87%.
Pada keadaan di mana
korpus berkontraksi baik sedang
segmen bawah rahim tidak, seperti
pada plasenta letak rendah, maka
tampon uterus bermanfaat. Bila
seluruh uterus lembek dan serviks
terbuka lebar maka tampon tidak
efekti f karena tampon tidak
mendapat tahanan dari bawah.
Tampon harus dipasang dengan
padat dan hanya meninggalkan
bagian sedikit di dalam vagina untuk
mengangkat setelah 24 jam.
.
Insidensi melakukan histerektomi
peripartum berkisar antara 7-13 per
100.000 persalinan dan sebagian
besar terjadi bersamaan dengan
seksio sesarea. Indikasi utama adalah
positive 'tamponade test'3
16
Histerektomi peripartum
86Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
plasenta akreta, inkreta dan perkreta,
a toni uter in , ruptur uter in ,
hematoma ligamentum latum,
robekan serviks luas setelah
t i n d a k a n f o r s e p s , d a n
koriomanionitis. Sebaiknya serviks
dipotong dibawah arteria uterina.
Histerektomi supraservikal dapat
dilakukan kalau dibutuhkan operasi
yang lebih cepat.
.
Histerektomi tidak menjamin bahwa
p e r d a r a h a n p a s t i b e r h e n t i .
Perdarahan bisa terjadi karena
gangguan faktor pembekuan
( ) atau
manipulasi yang berlebihan. Sebuah
tampon padat ditaruh di tempat
sumber perdarahan dan diangkat
setelah 24 jam setelah gangguan
perdarahan terkoreksi.
. Sel darah
merah yang dimampatkan (
, PRC) lebih banyak
digunakan untuk mengatasi syok
hemoragik. Tujuan transfusi darah
pada kedaan ini adalah restorasi
cairan intravaskular yang hilang dan
pemulihan kapasitas membawa
oksigen oleh sel darah merah (
). Kemampuan
membawa oksigen sel darah merah
pada seorang individu yang sehat
tidak akan terganggu sampai kadar
16
16
Tampon intrabdominal
Transfusi darah
consumptive coagulopathy
Packed
Red Cells
oxygen
carrying-capacity
hemoglobin turun di bawah 6-7
g/dL. Kehilangan darah lebih dari
20-25% atau dengan kecurigaan
k o a g u l o p a t i m e m e r l u k a n
penggantian faktor koagulasi.
Pemeriksan faktor koagulasi juga
diperlukan setelah pemberian 5-10
unit PRC.
Di beberapa rumah sakit di
Inggris, dalam keadaan yang sangat
mendesak (kehilangan darah sampai
4 0 % d a n p e r d a r a h a n m a s i h
berlangsung), tersedia fasilitas
yang mampu
menyediakan darah
dalam 10 menit meskipun
untuk melakukan
d i p e r l u k a n s y a r a t
tertentu. Jika fasilitas ini
tidak ada, maka
bisa dimintakan.
Dengan cara ini risiko sebuah
adalah rendah
(1–4%) tergantung apakah pasien
p e r n a h m e n d a p a t t r a n s f u s i
sebelumnya atau belum, dan risiko
rekasi transfusi jauh lebih rendah
lagi. Bahkan dalam situasi yang lebih
mendesak lagi darah golongan O dan
Rhesus (RhD) negat i f dapat
diberikan sebagai upaya .
Tabel berikut menggambarkan
seberapa mendesak darah harus
segera tersedia.
21
20
electronic cross-matching
fully cross-
matched
electronic cross-
m a t c h i n g
type-specific uncross-
matched blood
unexpected antibody
life saving
87Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Disseminated intravascular
coagulation (DIC). DIC adalah
g a n g g u a n m e n d a d a k y a n g
disebabkan oleh hilangnya kontrol
aktivasi pembekuan intravaskular
yang menyebabkan pembentukan
trombin secara abnormal dan terus
menerus. Darah merembes dari
tempat luka, tusukan infus, bekas
tusukan jarum, permukaan mukosa,
petekie, ekimosis, adalah manifestasi
perdarahan yang sering terlihat.
Kegagalan organ yang terjadi secara
sekunder sebagai akibat iskemia
Estimated blood loss
(ml) (% blood volume)
for a 60-kg woman
Degree of urgency Request
500–1000 (10–20%) Standby Standard cross-match of 2 units
1000–1500 (20–30%):
blood loss controlled
Urgent (blood needed
within 1 h)
Urgent cross-match of 6 u
1000–1500 (20–30%):
actively bleeding and
1500–2500 (30–40%)
Very urgent (blood
needed within
30 min)
6 units type-specific or uncross-matched
blood or electronic issue of blood where
suitable facilities present
>2500 (>40%) or
above with no response
to fluid resuscitation
Emergency (blood
needed within
15 min)
2–4 units Group O RhD-negative blood from
satellite fridge or blood bank followed by
type-specific or electronic issue of blood
where suitable facilities present
Tabel 9. Urgensi permintaan darah20
karena timbunan fibrin dalam
pembuluh darah juga sering
dijumpai. DIC harus dicurigai bila
terjadi penurunan fibrinogen secara
b e r m a k n a d i s e r t a i d e n g a n
memanjangnya
(PT),
(APTT), trombositopenia
sedang sampai berat dan diikuti
dengan kenaikan dan
(FDPs). Tabel 10 menunjukkan
indikasi pemberian komponen
darah.
20
20
22
prothrombine time
activated partial thromboplastine
time
D-dimers
fibrinogen degradation products
Component Indication Usual starting dose
Packed RBC Replacement of oxygen-carrying
capacity
2– 4 Units IV
Platelets Thrombocytopenia or
thrombasthenia with bleeding
6–10 Units IV
Fresh frozen plasma Documented coagulopathy 2–6 Units IV
Cryoprecipitate Coagulopathy with low
fibrinogen
10–20 Units IV
Tabel 10. Indikasi pemberian terapi komponen darah.22
88Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Rekomendasi menghadapi pasien
perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum
sering bersifat akut, dramatik,
underestimated dan merupakan
sebab utama kematian maternal.
Manajemen perdarahan postpartum
telah direview secara rinci dalam
SOGC
dengan
rekomendasi sebagai berikut.
Clinical Practice Guidelines for
the Prevention and Management of
Postpartum Hemorrhage
1. Clinicians should be familiar with the
clinical signs of hemorrhagic shock.
(III-B)
2. Clinicians should be familiar with the
stages of hemorrhagic shock. (III-B)
3. Clinicians should assess each
woman's risk for hemorrhagic shock
and prepare for the procedure
accordingly. (III-B)
4. Resuscitation from hemorrhagic
shock should include adequate
oxygenation. (II-3A)
5. Resuscitation from hemorrhagic
shock should include restoration of
circulating volume by placement of
two largebore IVs, and rapid infusion
of a balanced crystalloid solution.
(I-A)
6. Isotonic crystalloid or colloid
solutions can be used for volume
replacement in hemorrhagic shock (I-
B). There is no place for hypotonic
22
d e x t r o s e s o l u t i o n s i n t h e
management of hemorrhagic shock (I-
E).
7. Blood component transfusion is
indicated when deficiencies have been
documented by clinical assessment or
hematological investigations (II-
2B).They should be warmed and
infused through filtered lines with
normal saline, free of additives and
drugs (II-3B).
8. Vasoactive agents are rarely
indicated in the management of
hemorrhagic shock and should be
considered only when volume
replacement is complete, hemorrhage
is arrested, and hypotension
c o n t i n u e s . T h e y s h o u l d b e
administered in a critical care setting
w i t h t h e a s s i s t a n c e o f a
multidisciplinary team. (III-B)
9. Appropriate resuscitation requires
ongoing evaluation of response to
t h e r a p y , i n c l u d i n g c l i n i c a l
evaluation, and hematological,
b i o c h e m i c a l , a n d m e t a b o l i c
assessments. (III-B)
10. In hemorrhagic shock, prompt
recognition and arrest of the source
of hemorrhage, while implementing
r e s u s c i t a t i v e m e a s u r e s , i s
recommended. (III-B)
89Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Ringkasan:
1. Perdarahan postpartum sering
b e r s i f a t a k u t , d r a m a t i k ,
dan merupakan
sebab utama kematian maternal.
2. Pendekatan risiko diperlukan
u n t u k m e n g a n t i s i p a s i
kemungkinan kejadiannya.
Grandemultigavida merupakan
faktor risiko utama dengan nilai
20 kali.
3. P e n a n g a n a n p e r d a r a h a n
postpartum ditujukan pada 3 hal
yakni pencegahan, penghentian
perdarahan dan mengatasi syok.
4. Penanganan aktif kala III
persalinan merupakan tindakan
preventif yang harus diterapkan
pada setiap persalinan.
5. Oksitosin dan metilergonovin
merupakan obat lini pertama baik
da lam upaya pencegahan
m a u p u n p e n g o b a t a n .
Misoprostol dengan dosis 600-
1000 µg dapat dipakai bila obat
lini pertama gagal.
6. Restorasi cairan melalui dua jalur
underestimated
odds ratio
infus dengan venokateter ukuran
besar (16-18) adalah tindakan
p e r t a m a m e n g a t a s i s y o k
hemoragik. Larutan kristaloid
sebanyak 3 kali estimasi jumlah
darah yang hi lang dapat
m e m p e r t a h a n k a n p e r f u s i
jaringan.
7. Dalam keadaan yang sangat
mendesak (perdarahan mencapai
40% volume darah) dan masih
berlangsung pemberian darah
yang sesuai tanpa
adalah tindakan yang
dapat dibenarkan.
8. Tindakan bedah dilakukan bila
usaha menhentikan perdarahan
secara medis tdak berhasil.
T indakan tersebut adalah
kompresi bimanual, tamponade,
jahitan B Lynche, histerektomi
dan tamponade intraabdominal.
9. Bila terjadi gejala DIC maka
pengobatan khusus DIC harus
segera diberikan mulai dari
transfusi platelet,
dan
crossmatching
live safing
fresh frozen
plasma cryoprecipitate.
90Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Referensi :
1. WHO. Wor ld Heal th Repor t
2005—Make every mother and child
count. Geneva: World Health
Organization; 2005
2. Cuningham FG, Mc Donald PC, Grant
NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins
GDV, Clark SL. 21
ed. Connecticut: Appleton and Lange.
2001
3. Ramanathan, G and Arulkumaran, S.
Postpartum Hemorrhage.
2006;28(11):967–973
4. Maughan KL, Heim SW, Galazka SS.
5. American College of Obstetricians
a n d G y n e c o l o g i s t s : A C O G
educational bulletin. Hemorrhagic
shock. Number 235.
1997;57:219–26.
6. Marzi I. Hemorrhagic shock: update
in pathophysiology and therapy.
1997;111:42-
4.
7. Martaadisubrata D, Sastrawinata S
dan Saifudin AB (eds). Bunga Rampai
Obstetri dan Ginekologi Sosial.
. Jakarta 2005.
8. Wahyu dan Siswosudarmo. Angka
Kematian Maternal di RS Sardjito
dalam kurun waktu 2003-2007.
Balikpapan 2008.
9. Anonym Management of the third
stage of labor to prevent postaprtum
William Obstetrics
J Obstet
Gynaecol Can
Int J Gynaecol
Obset
Acta
Anaesthesiol Scand Suppl
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Proc.
KOGI XV
.
st
Preventing Postpartum Hemorrhage:
Managing the Third Stage of Labor.
2006;73:1025-8.Am Fam Physician
hemorrhage. International Joint
Policy Statemen of the International
Confederation of Midwives (ICM)
and the International Federation of
Gynecology and Obstetrics
2003;25(11):952–3.
10.Anderson J M and Etches D.
Prevention and Management of
Postpartum Hemorrhage.
2007;75:875-82.
11.Prendivi l le WJ , Elbourne D,
McDonald S: Active versus expectant
management in the third stage of
labour (Cochrane Review). In:
, Issue 2. Oxford, UK:
Update Software. 2002.
12.Schuurmans N, MacKinnon C, Lane
C, and Etches D. SOGC Clinical
Practice Guidline. Prevention and
M a n a g e m e n t o f P o s t p a r t u m
Hemorrhage.
2000;22(4):271-81
13.Goldberg AB, Greenberg MB, and
Darney PD. Misoprostol and
Pregnancy. 2001; 344 (1):
38-45.
14.Gülmezoglu AM, Forna F, Villar J,
Hofmeyr GJ. Prostaglandins for
p r e v e n t i n g p o s t p a r t u m
hemorrhage.
2007, Issue 3. Art.
N o . : C D 0 0 0 4 9 4 . D O I :
10.1002/14651858.CD000494.pub3
15.Gülmezoglu AM, Villar J, Ngoc NTN
et.al. WHO Multicentre Randoized
T r i a l o f M i s o p r o s t o l i n t h e
(FIGO. J
O b s t e t G y n a e c o l C a n
Am Fam
Physician
The
Cochrane Library
J Soc Obstet Gynaecol
Can
N Engl J Med
Cochrane Database of
Systematic Reviews
91Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Management of the Third Stage of
Labor. 2001;358:689-95.
16.Elyan A and Ibrahim A. Intractable
Postpartum Hemorrhage. ASJOG
2004; Vol 1:132-6
17.Selo-Ojeme. Primary postpartum
hemorrhage
2002; Vol. 22, No. 5,
463–469
18.Abdel-Aleem H, El-Nashar I and
Abdel-Aleem A. (2001) Management
of severe postpartum hemorrhage
with misoprostol.
, 72, 75–76.
19.Mousa HA, and Alfirevic Z.
Treatment for primary postpartum
hemorrhage.
2007, Issue 1. Art.
Lancet
Journal of Obstetrics and
Gynaecology
International Journal
of Gynecology and Obstetrics
Cochrane Database of
Systematic Reviews
N o . : C D 0 0 3 2 4 9 . D O I :
10.1002/14651858.CD003249.pub2.
20.Macphaila S, and Talks K. Massive
post-partum haemorrhage and
management of disseminated
intravascular coagulation.
(2004) 14,
123–131
21.Smith HO. Shock in the gynecologic
patient. In: Rock JA,Thomson JD,
ed i tors .Te Linde ' s opera t ive
gynecology. 8th ed. Lippincott-
Raven; 1997. p. 245-61.
22.Martel MJ and Saskatoon SK. SOGC
C l i n i c a l P r a c t i c e G u i d l i n e .
Hemorrhagic shock
2002;24(6):504-11
Current
Obstetrics & Gynaecology
. J Obstet Gynaecol
Can .
92Tatalaksana PPHTatalaksana PPH
2008 Clinical Updates Emergency cases-
dr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OGdr. H. Risanto Siswosudarmo, Sp.OG
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric
Em
erge
ncy
Cas
esin
Ob
stet
ric