02-BAb 1-5 Gizi Bumil

download 02-BAb 1-5 Gizi Bumil

of 21

Transcript of 02-BAb 1-5 Gizi Bumil

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Semenjak Krisis Moneter (Krismon) melanda Indonesia pada tahun 1997, berakibat pada ketidakstabilan harga bahan pangan, kemungkinan membuat konsumsi makan masyarakat ekonomi rendah bergeser yang biasanya 3 x sehari menjadi 2 x sehari, bahkan ada yang tidak makan makanan yang memenuhi syarat gizi (Soekirman, 2000). Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan salah satu masalah gizi akibat konsumsi makan yang tidak cukup mengandung energi protein, atau adanya gangguan kesehatan (Soekirman, 2000). Sebab lain dari terjadinya masalah tersebut adalah rendahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi, atau kemampuan untuk menerapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari (Berg, 1985). Tinggi rendahnya pendidikan dan pengetahuan tentang gizi erat kaitannya dengan keadaan gizi masyarakat, termasuk gizi ibu hamil (Depkes, 2000). Kehamilan adalah adanya perubahan fisik dari ibu akibat perubahan keadaan hormon yang disertai gejala-gejala seperti mual, muntah, dan lainlain. Selama hamil, terjadi peningkatan daya metabolisme energi. Sebagian ibu hamil mengalami penyesuaian fisiologik dan metabolik selama mengandung yang sesuai dengan proses-proses anabolik yang terjadi dalam janin dan plasenta. Sebagai akibat dari proses anabolisme tersebut, kebutuhan zat gizi umumnya meningkat selama kehamilan. Karena itu, penting sekali bagi ibu hamil mengkonsumsi makanan yang cukup, khususnya energi dan protein (Sarwono Prawiroharjo, 1997). Peluang untuk melahirkan bayi sehat dan selamat dimungkinkan bila kondisi kesehatan ibu baik. Namun kenyataannya, masih banyak ibu hamil yang menderita gizi kurang, utamanya KEK. Penderita KEK mempunyai resiko melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR) dan kematian ibu bersalin karena pendarahan (Depkes, 1995). 1

2 Di Jawa Tengah, prevalensi KEK ibu hamil sebanyak (18,45%) dan prevalensi KEK di Kabupaten Pekalongan (16,2%). Sedangkan tingkat Kecamatan Bojong (16,2%), dan di Desa Bojong Lor (15,5%) (Dinkes Kabupaten Pekalongan, 2007). Prosentase KEK ibu hamil Desa Bojong Lor merupakan prosentase tertinggi dibanding dengan desa lain di wilayah Kecamatan Bojong.Sebagian besar tingkat pendidikan ibu hamil adalah pendidikan dasar. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan

penelitian mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan Apakah Ada Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Ibu Hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupten Pekalongan. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat pendidikan ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupten Pekalongan. b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupten Pekalongan. c. Mendeskripsikan status gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupten Pekalongan.

3 d. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupten Pekalongan. e. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan status gizi ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat : Memberikan informasi tentang hubungan pendidikan dan

pengetahuan gizi ibu hamil dengan status gizi pada ibu hamil. 2. Bagi institusi kesehatan: Sebagai masukan bagi perencana program gizi dalam penyusunan kebijakan program gizi yang akan datang.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan asupan energi dan protein yang berlangsung terus-menerus yang dapat mengakibatkan timbulnya gangguan penyakit tertentu. Penderita KEK mempunyai resiko untuk melahirkan Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) lebih tinggi dibandingkan dengan WUS normal, dan (50,9%) ibu hamil KEK menderita anemia gizi sebagai salah satu faktor penyebab tingginya kematian ibu (Depkes, 2002). 2. Etiologi Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah, atau keduanya. Selain itu, zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan tubuh (Jellife, 1994).

B. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Soekirman (2000), status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau kelompok orang tertentu yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu. Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan kualitas hidup satu masyarakat dan juga memberikan intervensi. Sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilaksanakan (Jalal dan Soekirman, 1990). Penilaian status gizi dapat dibagi dua, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian tidak langsung. Penilaian secara langsung dibagi 4

5 menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2002). 2. Penilaian Antropometri Antropometri artinya ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut pandang gizi. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002). Antropometri sebagai indikator yang dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas (Supariasa, 2002). a. Lingkar Lengan Atas (LLA) Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil dan wanita usia subur. Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi. Pengukuran LLA digunakan karena

pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Hasil pengukuran LLA ada dua kemungkinan: bila < 23,5 cm dikatakan resiko KEK, bila 23,5 cm dikatakan tidak resiko KEK. Apabila ibu hamil beresiko KEK, diperkirakan akan melahirkan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Supariasa, 2002). 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan KEK Gizi dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung meliputi infeksi dan asupan makan. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi persediaan pangan keluarga, pendidikan, dan pengetahuan ibu, pendapatan, sanitasi lingkungan, dan pelayanan kesehatan (Soekirman, 2000).

6 a. Faktor langsung Infeksi Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan akibat interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, dan adanya penyakit yang sering diderita (Beck, 1995). Antara status gizi dan infeksi terdapat interaksi yang bolakbalik. Infeksi dapat mengakibatkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Orang yang mengalami gizi kurang mudah terserang penyakit infeksi (Suhardjo, 1999). Menurut Pudjiadi (2000), terdapat interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi. Sebab malnutrisi disertai infeksi, pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada malnutrisi sendiri. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan terhadap infeksi. Dampak infeksi terhadap pertumbuhan, seperti menurunnya berat badan telah lama diketahui. Keadaan demikian ini disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita infeksi. Sehingga masukan (intake) zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan. Lagipula pada infeksi, kebutuhan tersebut justru meningkat oleh katabolisme yang berlebihan pada suhu badan tinggi (Pudjiadi, 2000). Asupan Makanan Asupan makanan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dimakan seseorang yang dapat diukur dengan jumlah bahan makanan atau energi dan zat gizi. Salah satu faktor penting yang mendasar timbulnya masalah gizi kurang adalah adanya perilaku asupan makanan (Suhardjo, 1999).

7 Pada dasarnya, makanan yang dikonsumsi berfungsi untuk mempertahankan kehidupan manusia, yaitu sebagai sumber energi dan pertumbuhan, serta pengganti jaringan atau sel tubuh yang rusak (Muhtadi,1993). Tingkat asupan makanan akan mempengaruhi keadaan gizi. Tingkat asupan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan. Kuantitas

menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan yang rusak (Sediaoetama, 1996). Asupan makan seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan ketersediaan pangan dalam keluarga. Kebiasaan makan adalah kegiatan yang berkaitan dengan makanan menurut tradisi setempat. Kegiatan itu meliputi hal-hal seperti: bagaimana pangan diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan berapa banyak yang dimakannya (Suhardjo, 1999). Kebutuhan zat gizi tiap individu berbeda, ada yang tinggi, dan ada yang rendah, disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, aktivitas, dan keadaan khusus lainnya. Zat gizi adalah satuansatuan yang menyusun bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan penggunaannya. Suatu kecukupan zat gizi yang dianjurkan dapat menjamin tercapainya status gizi yang baik (Sediaoetama, 1991). b. Faktor tidak langsung Ketersediaan Pangan Keluarga Ketersediaan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya (Depkes, 2000). Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri, dari pasar, atau sumber

8 lain), harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan (Depkes, 2000). Pendidikan Pendidikan ibu memberi pengaruh terhadap perilaku kepercayaan diri dari tanggung jawab dalam memilih makanan. Seseorang yang berpendidikan tinggi tidak memperhatikan tentang pantangan atau makanan tabu terhadap konsumsi bahan makanan yang ada (Singarimbun, 1998). Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi

penerimaan informasi, sehingga pengetahuan akan terbatas. Pada masyarakat dengan pendidikan rendah yang akan lebih kuat

mempertahankan

tradisi-tradisi

berhubungan

dengan

makanan, sehingga sulit untuk menerima pembaharuan di bidang gizi (Singarimbun, 1998). Pengetahuan Tingkat pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jarak menengah dari pendidikan kesehatan selanjutnya. Perilaku kesehatan akan berpengaruh keadaan meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan (Notoatmojo, 1993). Pendidikan atau kognitif merupakan keadaan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari hasil penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmojo, 1993). Pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari keterangan. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman atau singkatnya (knowledge). Sedangkan pengetahuan yang didapat dari keterangan disebut ilmu

pengetahuan (Notoatmojo, 1993).

9 Pengetahuan juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individuindividu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya (Aswar, 1997). Sedangkan media massa adalah sebagai sarana komunikasi, mempunyai pengaruh besar dalam penentuan opini seseorang. Adanya informasi akan mempengaruhi sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut (Aswar, 1997). Pendapatan Keluarga Tingkat pendapatan keluarga menentukan bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut. Semakin rendah pendapatan, semakin besar presentase yang digunakan untuk membeli bahan makanan, dan semakin tinggi pendapatan, maka presentase yang digunakan untuk membeli bahan makanan semakin kecil (Berg, 1986). Pola pembelanjaan makanan antara kelompok miskin dan kaya tercermin dalam kebiasaan pengeluaran. Di negara miskin, sebagian besar pembelanjaan dialokasikan untuk makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan (Berg, 1986). Keluarga yang tergolong mampu mempunyai persediaan pangan yang mencukupi, bahkan berlebih untuk sepanjang tahun. Sedangkan pada keluarga kurang mampu, pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan (Sajogyo, 1996). Sanitasi Lingkungan dan Sarana Kesehatan Sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan adalah tersedianya air bersih dan sarana kesehatan yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan (Soekirman, 2000). Makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resiko anak terkena penyakit dan

10 kekurangan gizi. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi lingkungan, akan meningkatkan usaha masyarakat untuk menjaga kesehatan individu, keluarga, dan lingkungan. Apabila sanitasi lingkungan terjaga dengan baik, maka kemungkinan timbulnya penyakit infeksi dapat dikurangi (Soekirman, 2000). Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan tersedianya air bersih. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak (Soekirman, 2000).

11 C. Kerangka Teori Status Gizi kurang Makan Tidak Seimbang Pola Asuh Anak Tidak Memadai Ketersediaan Pangan Keluarga kkkurang Sanitasi dan air bersih, Pelayanan Kesehatan Dasar tidak memadai Penyakit Infeksi

Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Ketrampilan masyarakat

Kurang Pemberdayaan Wanita & Keluarga, Kurang Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan

Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial Sumber: Modifikasi Soekirman, 2000. D. Kerangka Konsep Tingkat Pendidikan Status Gizi Pengetahuan Gizi

E. Hipotesa 1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi ibu hamil. 2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil.

12 BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi pada ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan. Metode yang digunakan adalah survai dengan wawancara

menggunakan kuesioner, pendekatan penelitian adalah belah lintang karena pengukuran variabel-variabel dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan dan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2008. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di Desa Bojong Lor Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan sebanyak 30 orang. Tidak dilakukan pengambilan sampel, karena seluruh unit populasi diteliti.

D. Jenis dan Cara Pengambilan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer adalah data yang diambil dengan menggunakan atau melalui pengukuran, observasi, dan wawancara meliputi: identitas ibu hamil (nama, umur, alamat), data antropometri (LLA), tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi ibu tentang gizi ibu hamil. 2. Data Sekunder a. Data demografi b. Data geografi.

12

13 E. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data a. Data pendidikan diperoleh berdasarkan hitungan tahun sukses yang ditempuh ibu selama pendidikan. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga katagori dan diberi kode, yaitu: 1 = Pendidikan Dasar, jika 1-9 tahun. 2 = Pendidikan Menengah, jika 10-12 tahun. 3 = Pendidikan Tinggi, jika 13 tahun. (Depdiknas, 2003).

b. Data pengetahuan gizi ibu diperoleh berdasarkan jawaban kuesioner. Nilai 1 untuk jawaban tahu, dan nilai 0 untuk jawaban tidak tahu. Kemudian dinilai dengan sistem skor, yaitu jumlah jawaban tahu dibagi dengan soal yang ada, dan kemudian dikalikan 100%. Selanjutnya, hasil perhitungan tersebut dikatagorikan menurut Khomsan (2000), dan diberi kode, yaitu: 1 = Baik, jika > 80%. 2 = Sedang, jika 60%-80%. 3 = Kurang, jika < 60%. c. Data status gizi ibu hamil diperoleh dari hasil pengukuran LLA. Kemudian dikelompokkan menjadi 2 katagori dan diberi kode, yaitu: 1 = KEK, jika LLA < 23,5 cm. 2 = tidak KEK, jika 23,5 cm. 2. Analisis Data a. Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan sebaran data masing - masing variabel. Berdasarkan kategorinya, antara lain variabel tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, dan status gizi ibu hamil. b. Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel independen, yaitu tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu hamil dengan variabel dependen yaitu status gizi ibu hamil. Data hasil penelitian diuji kenormalannya (Supariasa, 2002).

14 menggunakan Kolmogorov Smirnov Test. Analisis hubungan tingkat pendidikan dengan status gizi ibu hamil menggunakan uji Rank Spearman karena data berdistribusi tidak normal. Analisis hubungan pengetahuan dengan status gizi ibu hamil menggunakan uji Korelasi Pearson karena data berdistribusi normal dengan alat bantu komputer menggunakan program SPSS Versi 11,5.

F. Definisi Operasional No. 1. Variabel Tingkat Pendidikan Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Definisi Operasional Skala

Tingkat pendidikan formal yang di Interval tempuh ibu hamil dengan hitungan tahun sukses. Kemampuan ibu hamil untuk menjawab Interval semua pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan gizi dan kesehatan, dinyatakan dalam bentuk nilai 0 - 25. Kemudian dihitung dengan sistem skor dalam satuan persen. Suatu keadaan dilihat dari ada tidaknya Interval KEK pada ibu hamil diakibatkan kurang energi protein yang sudah berlangsung secara terus menerus, dilihat berdasarkan hasil pengukuran LLA dinyatakan dalam satuan cm.

2.

3.

Status Gizi Ibu Hamil

15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa Bojong Lor 1. Letak Geografis Daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Bojong Lor yang lokasinya terletak di Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan data monografi, Desa Bojong Lor memiliki luas wilayah 160.895 Ha. Batas wilayah Desa Bojong Lor adalah sebagai berikut: sebelah utara desa Bojong Minggir, sebelah selatan desa Rejosari, sebelah barat desa Legok Clile, sebelah timur desa Wiroditan. 2. Jumlah Penduduk a. Berdasarkan Jenis Kelamin Deskripsi jumlah penduduk Desa Bojong Lor berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 : TABEL 1 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah 1211 1218 2429 Persentase (%) 49,8 50,2 100,0

Sumber : Monografi Desa Bojong Lor, Desember 2007. Dari Tabel 1, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Bojong Lor adalah perempuan (50,2%) dan 49,8% lainnya adalah lakilaki. b. Berdasarkan Mata Pencaharian Deskripsi jumlah penduduk Desa Bojong Lor berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2 :

15

16 TABEL 2 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN Mata Pencaharian Petani Buruh tani Wiraswasta Buruh industri Pertukangan Pedagang Jasa PNS Pensiunan Jumlah Jumlah 320 230 126 127 76 186 8 25 16 1114 Persentase (%) 28,7 20,6 11,3 11,4 6,8 16,7 0,7 2,2 1,4 100,0

Sumber : Monografi Desa Bojong Lor, Desember 2007. B. Umur Ibu Hamil Responden dengan umur 19 23 tahun merupakan responden yang paling banyak dengan persentase 43,3 %. Hal ini disebabkan di Desa Bojong Lor sebagian besar penduduknya berada pada katagori usia produktif. Distribusi ibu hamil menurut umur dapat dilihat pada Tabel 3 : TABEL 3 DISTRIBUSI IBU HAMIL MENURUT UMUR Umur (tahun) 19 - 23 24 - 29 30 - 34 35 - 40 Jumlah Jumlah 13 11 4 2 30 Persentase (%) 43,3 36,7 13,3 6,7 100,0

17 C. Pendidikan Ibu Hamil Pendidikan yang pernah ditempuh oleh ibu hamil bervariasi mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Rata-rata pendidikan ibu hamil 8,30 tahun dengan simpangan baku 2,961 tahun. Hasil distribusi ibu hamil berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4 : TABEL 4 DISTRIBUSI IBU HAMIL MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN Tingkat Pendidikan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Perguruan Tinggi Jumlah Jumlah 20 5 5 30 Pengetahuan (%) 66,6 16,7 16,7 100,0

Pendidikan ibu hamil dikelompokan berdasar jenjang sekolah. Dari Tabel 4 bisa diketahui bahwa ibu hamil dengan pendidikan dasar (66,6%) pendidikan menengah dan perguruan tinggi masing-masing ( 16,7 %). Kemungkina hal ini akan mempengaruhi penerimaan informasi, sehingga pengetahuan akan terbatas. Pada masyarakat dengan pendidikan rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi sehingga sulit untuk menerima pembaharuan di bidang gizi.

D. Pengetahuan Ibu Hamil Tingkat pengetahuan gizi ibu bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor pendidikan. Rata-rata pengetahuan ibu hamil adalah 87,87% dengan simpangan baku 7,464%. Kategori pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 5 :

18 TABEL 5 KATEGORI PENGETAHUAN GIZI Pengetahuan gizi Baik Sedang Jumlah Jumlah 23 7 30 Persentase (%) 76,7 23,3 100,0

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan gizi ibu didapatkan hasil dengan katagori pengetahuan gizi baik sebanyak (76,7%) dan sedang sebanyak (23,3%). Walaupun sebagian besar pendidikan ibu hamil rendah, namun ibu hamil aktif dalam kegiatan penyuluhan dan pertemuan-pertemuan. E. Status Gizi Ibu Hamil Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh asupan zat gizi dan pengetahuan gizi. Ibu hamil KEK disebabkan kurangnya asupan zat gizi, rendahnya pendidikan, dan kurangnya pengetahuan gizi ibu hamil. Sehingga dalam penyerapan informasi tentang gizi juga kurang Rata-rata status gizi ibu hamil sesuai hasil pengukuran LILA adalah 23,903 cm dengan simpangan baku 0,968 cm.Distribusi ibu hamil berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel 6: TABEL 6 DISTRIBUSI IBU HAMIL BERDASARKAN STATUS GIZI Status Gizi KEK Tidak KEK Jumlah Jumlah 7 23 30 Persentase (%) 23,3 76,7 100,0

Ibu hamil dengan kategori KEK sebanyak (23,3%) dan ibu hamil dengan kategori tidak KEK sebanyak (76,7%). Kemungkinan hal ini disebabkan ibu hamil cukup mengkonsumsi zat gizi dan memiliki pengetahuan gizi yang baik.

19 F. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi Ibu Hamil Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Tingkat pendidikan yang rendah bisa mempengaruhi penerimaan terhadap informasi tentang gizi. Sehingga pengetahuan akan terbatas jika tidak diimbangi dengan adanya keaktifan ibu hamil untuk mendapat informasi. Hubungan pendidikan dengan status gizi ibu hamil dapat dilihat pada Gambar 1:

GAMBAR 1 HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN STATUS GIZI IBU HAMIL Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman diperoleh nilai r : 0,029 dengan p = 0,879 > 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi ibu hamil. Terlihat bahwa pendidikan ibu yang sebagian besar rendah, memiliki status gizi yang baik. Hal ini bisa disebabkan ibu hamil memiliki keaktifan dalam mengikuti penyuluhan dan kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan gizi, sehingga dapat menambah pengetahuan ibu hamil.

G. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi ibu Hamil Pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil. Hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil dapat didilihat pada Gambar 2:

20

GAMBAR 2 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN STATUS GIZI IBU HAMIL Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji statistik Pearson diperoleh nilai r : 0,239 dengan p = 0,204 > 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi ibu hamil. Pada hasil penelitian ini menerangkan bahwa semakin baik pengetahuan ibu, tidak selalu diikuti dengan status gizi yang baik pula. Kemungkinan hal ini terjadi karena pendapatan dan ketersediaan pangan keluarga ibu hamil tidak mencukupi serta ibu hamil tidak menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.

21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Tingkat pendidikan formal ibu hamil minimal 6 tahun,maksimal 14 tahun dan rata rata 8,30 tahun. 2. Pengetahuan Gizi ibu hamil minimal 68 %,maksimal 100 % dan rata rata 87,87 %. 3. Status Gizi ibu hamil minimal 21,9 cm, maksimal 26 cm dan rata rata 23,903 cm. 4. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi ibu hamil. 5. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi ibu hamil.

B. Saran 1. Untuk mempertahankan status gizi yang baik, ibu hamil tetap meningkatkan pengetahuan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan di PKK, Posyandu, dan kegiatan yang lain. 2. Perlu dilakukan penyuluhan yang lebih intensif oleh tenaga kesehatan serta kader bagi ibu hamil yang status gizinya kurang.

21