-M- e7 Mini Project Demam Tifoid

8

Click here to load reader

Transcript of -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

Page 1: -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

MANAJEMEN KASUS DEMAM TIFOID PUSKESMAS BATUA

KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella

enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C

juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan

paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90%

dari demam enterik adalah demam tifoid. Demam tifoid juga masih menjadi topik

yang sering diperbincangkan.

Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa

dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat

ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Secara keseluruhan,

demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian

pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi

per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan

Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per

tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan

Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per

tahun) di bagian dunia lainnya.

Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan

reservoir untuk Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama

berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam

telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah endemik,

infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan.

Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan secara oral. Infeksi

dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di

Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19

tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga,

yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya

sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan

tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.

1

Page 2: -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

II. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit demam

tifoid di masyarakat, beberapa laporan menyebutkan bahwa kasus demam tifoid

sangat sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status

ekonomi masyarakat yang tergolong rendah, tingkat pendidikan yang rendah serta

kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Keadaan ini dapat

mengakibatkan pengobatan yang diberikan tidak adekuat.

Dari data yang kami kumpulkan, demam tifoid merupakan penyakit dengan

frekuensi terbanyak yang dirawat di perawatan umum Puskesmas Batua. Selama 2,5

bulan terakhir (awal Januari sampai pertengahan Maret 2013), tercatat jumlah

penderita demam tifoid sebanyak 79 kasus dari 222 pasien yang dirawat, atau

sebanyak 35,59%. Jumlah itu meliputi penderita laki-laki 34 orang dan perempuan

45 orang. Didapatkan pula jumlah penderita demam tifoid pada anak lebih besar dari

pada dewasa, yaitu 46 kasus atau 58,2%.

III.PEMILIHAN INTERVENSI

Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah diadakan kegiatan deteksi penyakit demam tifoid di puskesmas dan

posyandu. Dalam kegiatan tersebut dilakukan screening penyakit terhadap pasien-

pasien yang datang berobat di poliklinik dan posyandu berdasarkan tanda dan gejala

yang sesuai dengan penyakit ini. Pasien-pasien yang tergolong dicurigai demam

tifoid kemudian diperiksakan darahnya. Jika hasil laboratorium mendukung,

diberikan pengobatan yang sesuai dibekali dengan cara penggunaan obat yang

semestinya serta diedukasi dengan memberikan penyuluhan perorangan kepada

pasien mengenai demam tifoid terutama faktor-faktor yang dapat mengakibatkan

kekambuhan penyakit ini. Meskipun dari hasil laboratorium tidak mendukung, tetapi

dari gambaran klinis sangat sesuai dengan demam tifoid, tetap diberikan terapi

demam tifoid.

Mengingat ketidakpahaman masyarakat akan demam tifoid terutama cara

yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit ini maka diperlukan

intervensi melalui penyuluhan yang lebih luas terhadap warga masyarakat tidak

hanya melalui perorangan yang datang berobat ke puskesmas.

2

Page 3: -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

IV. PELAKSANAAN

Kegiatan ini diadakan di poliklinik dan posyandu di Puskesmas Batua. Pada

tanggal 9 Maret 2013 ditemukan pasien perempuan atas nama An.AA dengan umur

12 tahun datang keluhan demam yang sudah dialami 4 hari. Demam dirasakan

terutama pada sore sampai malam hari. Sebelumnya pasien sudah diberikan obat

penurun panas oleh ibunya, namun demamnya hanya turun setelah minum obat, dan

masih berulang. Akhirnya pasien datang ke poliklinik Puskesmas Batua.

Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien dengan keluhan: demam sejak 4 hari

yang lalu, dirasakan terutama pada sore hingga malam hari. Hal ini menyebabkan

pasien tetap beraktivitas biasa (masuk sekolah) pada pagi harinya. Selain itu pasien

juga mengeluh sering nyeri perut, dan susah buang air besar. Pada pemeriksaan fisis

didapatkan anak tampak lemas dengan lidah kotor dengan tepi agak hiperemis. Dari

anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat ditegakkan diagnosis klinis demam tifoid.

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan

obat antibiotik yaitu kloramfenikol, ditambah dengan paracetamol dan vitamin.

Pada saat itu tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium karena pasien terlambat

datang.

Empat hari kemudian, yaitu pada tanggal 13 Maret 2013, pasien berobat lagi

ke posyandu tempat tinggalnya, yaitu ORW 3 Kelurahan Tello Baru. Ibu pasien

mengatakan bahwa demam sudah agak menurun, meskipun masih lemas. Dari

pemeriksaan fisis, lidah pasien juga sudah tidak kotor. Ibu pasien mengatakan obat

yang diberikan dari puskesmas sudah akan habis pada hari itu juga. Pengobatan

tambahan yang kami berikan adalah antipiretik dan vitamin. Kami menyarankan

untuk kembali berobat di puskesmas keesokan harinya, karena pada saat itu

posyandu tidak disertakan dengan pengobatan demam tifoid, dalam hal ini

kloramfenikol.

Dari anamnesis, ditemukan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

tingginya resiko kejadian demam tifoid pada pasien ini seperti pasien sangat sering

jajan makanan ringan di sekolahnya, ketidaktahuan pasien dan keluarga terhadap

tindakan yang harus dilakukan, serta tingkat higene pasien yang masih rendah.

Riwayat kekambuhan kepada pasien bisa diakibatkan karena tidak didukung oleh

kesadaran dan pengetahuan pasien untuk beristirahat di rumah. Selain itu,

3

Page 4: -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatik tidak bersifat kausatif

sehingga kemungkinan kekambuhan menjadi sangat besar. Selain medikamentosa,

kami memberikan penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan pribadi dan

lingkungan. Saat pasien berobat di Posyandu, kami mendatangi tempat tinggal

pasien. Pada saat kunjungan ke rumah pasien, kami melihat bahwa tingkat

kebersihan keluarga tersebut masih belum memadai, dan tingkat pencahayaan

matahari langsung masih sangat kurang, sehingga terkesan sumpek. Kamar mandi

yang disertai WC hanya ada satu dengan tingkat kebersihan yang agak rendah.

Pasien dan keluarganya, terutama ibu, kemudian diberi penjelasan dan

penyuluhan secara personal mengenai penyakit tersebut, faktor-faktor risiko yang

perlu dihindari, dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah

kekambuhan, serta bagaimana penggunaan obat yang semestinya. Selain itu

penyuluhan juga mencakup perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di keluarga dan

di sekolah. Untuk selanjutnya, kami meminta keluarga pasien untuk turut

meneruskan informasi dan pengetahuan tersebut, misalnya kepada tetangga atau

keluarga lainnya.

V. EVALUASI

Keadaan pasien kami evaluasi lagi 4 hari kemudian. Menurut ibu pasien, kondisi

anaknya sudah membaik. Pasien sudah tidak demam dan lemas. Meski begitu,

pasien masih beraktivitas di rumah, sampai betul-betul pulih dan bisa kembali

bersekolah. Dari pemeriksaan fisis, suhu tubuh pasien juga sudah normal

kembali, yaitu 36,8oC.

Perilaku hidup bersih dan sehat juga sudah mulai dilakukan keluarga tersebut.

Meskipun keadaan rumah yang sumpek dan tidak rapi tidak bisa diubah secara

tiba-tiba, namun setidaknya keluarga tersebut sedikit-sedikit sudah mulai

mengerti tentang cuci tangan, tidak jajan sembarangan, tidak menumpuk piring

dan pakaian kotor, dan sebagainya.

4

Page 5: -M- e7 Mini Project Demam Tifoid

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara

yang sedang berkembang di Asia, termasuk Indonesia

Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan tambahan dari laboratorium.

Terapi yang diberikan adalah istirahat, diet lunak, dan antimikroba.

Diagnosis demam tifoid yang ditegakkan secara dini dan disertai pemberian

terapi yang tepat mencegah terjadinya komplikasi, kekambuhan, pembawa

kuman (carrier), dan kemungkinan kematian.

Strategi pencegahan diarahkan pada ketersediaan air bersih, menghindari

makanan yang terkontaminasi, higiene perorangan, sanitasi yang baik, dan

pemberian vaksin sesuai kebutuhan.

Saran

Dibutuhkan kerja sama yang lebih lagi antara penderita dengan dokter atau

petugas kesehatan lainnya dalam mengevaluasi kegiatan.

Dibutuhkan penyediaan obat, alat kesehatan, serta sarana penunjang lebih

baik lagi di pukesmas.

Tenaga kesehatan sebaiknya mengikuti pelatihan-pelatihan guna meng-

update ilmu pengetahuan terkini.

PESERTA PENDAMPING

(dr. Hanna Aulia Namirah) (dr. Hendrayani)

5