Post on 07-Jan-2023
RATIONAL CHOICE-EKSTENTIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI
INDONESIA
Umar Abdul Azizi
Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan 2012,
Fisipol, UGM, Yogyakarta
NIM: 12/332991/SP/25217; Vanumar@yahoo.com
Kata Kunci: Rational Choice, James S Coleman,
Deforestasi di Indonesia
Sejarah Rational Choice
Teori pilihan rasional
adalah teori yang beranggapan
bahwa manusia dalam mengambil
suatu keputusan selalu
memperhitunglan keuntungan
terhadap dirinya(terutama dalam
bentuk materi)ii. Sejarahnya,
teori ini muncul setelah perang
dunia kedua antara tahun 1950-
1960, dimana negara-negara
berlomba-lomba dalam membangun
ekonomi dan politik. Teori rational
choice lahir dari bagian revolusi para penganut behavioral
yang berkembang di Amerika. Teori ini awalnya
dikembangkan untuk melihat cara bagaimana individu
berprilaku dengan menggunakan metode empiris. Namun,
karena teori ini bersumber dari metodologi ekonomiiii. Hal
itu membuat teori ini juga dikenal sebagai ekspansi
imperialistik ekonomi kedalam wilayah keilmuan sosiologi,
antropologi, hukum, social biology dan tentunya ilmu politik.
Teori ini sangat berperan penting dalam memcahkan
permasalahan politik, terutama politik-ekonomi. Ilmuan-
ilmuan yang turut mengembangkan teori ini adalah seperti
James B Rule, Anthony Downs, Gordon Tullock, William
Racker, dan Manchur Olseniv.
Deskripsi Teoritik
Rational choice memandang manusia sebagai mahkluk
ekonomi atau economic creature. Manusia juga sebagai mahkluk
politik(homo Politicus) sudah menuju ke arah manusia ekonomi
(homo Economicus), terutama dalam menentukan keputusan
kolektif atau publik. Salah satu terobosan dari teori ini
adalah mengkatagorikan ilmu politik sebagai ilmu yang
benar-benar science. Rational Choice beranggapan bahwa pelbagai
i Umar Abdul Aziz adalah Mahasiswa JPP 2012, lahir pada tanggal 30 September 1994 di Jakarta.ii Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama , 2010, Hal.92.iii Marsh David dan Gerry Stroker, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik, NewYork: Nusamedia, 2010, Hal.76.iv Miriam Budiardjo, Loc.cit.
kebijakan atau keputusan dapat diramal dengan melihat
kepentingan-kepentingan dari aktor yang
bersangkutan(involved). Hal tersebut dapat dijelaskan
dengan hitung-hitungan yang metematis.
James S Coleman
Teori ini beranggapan, manusia sebagai mahluk yang
berakal adalah aktor yang merumuskan tindakanya secara
rasional untuk memaksimalkan keuntunganya. Seperti yang
dikatakan James S. Coleman:
Inti dari tindakan politik adalah individu sebagai
aktor terpenting dalam dunia politik. Sebagai mahluk
rational ia selalu mempunyai tujuan (goal-seeking atau
goal-oriented) yang mencerminkan apa yang dianggapnya
kepentingan diri sendiri. Ia melakukan hal itu dalam
situasi terbatasnya sumber daya (resource resistaint), dan
karena itu ia perlu membuat pilihanv.
Pendapat J.S. Coleman diatas dapat digarisbawahi
bahwa yang menjadi perhatian utama dalam teori ini adalah
tiga hal, yaitu mempunyai tujuan (goal-oriented), terbatasnya
sumber daya (resource resistaint), dan memutuskan pilihan.
Seperti yang dikatakan Miriam Budiardjo, untuk menentukan
sikap dan tindakan, teori Rational Choice mengajarkan
pentingnya membuat beberapa alternatif pilihan. Dalam
v Ibid., Hal 93.
membuat dan memutuskan alternatif(choice) aktor selalu
mempertimbangkan goal dan kondisi resource resistaint. Keputusan
yang dipilih nantinya adalah keputusan yang paling
memberikan keuntungan dan kegunaan maksimal baginyavi.
Pengembangan Dari Para Tokoh Dan Ilmuan
J Elster
J. Elster berpendapat bahwa intisari dari rational
choice adalah ketika individu dihadapkan pada beberapa
jenis pilihan, individu tersebut biasannya melakukan apa
yang mereka yakini berkemungkinan mempunyai hal yang
terbaikvii.
J B Rule
Sedangkan, James B. Rule mengatakan bahwa tindakan
manusia pada dasarnya adalah instrumen agar perilaku
manusia dapat dijelaskan utnuk mencapai tujuan tertentu.
Aktor juga selalu merumuskan aksi mana yang akan
memaksimalkan keuntunganya. Informasi dan data yang
relevan sangat diperlukan untuk merumuskan aksi tersebut.
Menurut J.B. Rule lagi, proses-proses sosial berskala
besar seperti ratings, institution, dan perbagai praktik
vi Ibid.vii Marsh David dan Gerry Stroker, Loc.cit.
merupakan hasil dari perumusan dan perhitungan
tersebutviii.
Pengertian Rational Choice dari JB Rule membuat teori
ini menjadi semakin kompleks. Penggunaan teori ini juga
menjadi tidak sebatas pada aksi-aksi yang jelas ada motif
ekonominya, seperti pemilihan dalam segala kegiatan
politik, kelompok kepentingan dan lainya. Hal yang
terpenting untuk membatasi penggunaan teori ini adalah
kembali kepada pilihan aktor individu yang menghendaki
keuntungan maksimal dengan kondisi sumber daya terbatas.
Studi Kasus
Selanjutnya akan dicoba untuk membahas sebuah
fenomena yang dilematos dengan menggunakan rational choice.
Adapun fenomena pertama yang akan dibahas adalah dilema
tentang deforestasi hutan akbibat ekstenfikasi perkebunan
sawit.
Urgensi dan Standing Position
Fenomena tentang deforestasi hutan akbibat
ekstenfikasi perkebunan sawit, menjelaskan dilema
viii Miriam Budiardjo, Op.cit.Hal 94.
pemerintah dalam pembangunan agraria di Indonesia.
Fenomena ini dirasa perlu untuk dibahas, karena banyaknya
tuntutan dan konflik terhadap tindakan pemerintah. Pada
kesempatan kali ini penggunaan teori bukan dimaksudkan
untuk membenarkan atau menyetujui realita yang ada
tentang kebijakan pemerintah atau perusahaan. Penggunaan
teori ini hanyalah berupaya menjelaskan apa yang menjadi
landasan dan pendekatan atas kebijakan pemerintah.
Analisis Kasus
Pemerintah dihadapkan pada fakta bahwa komoditas
sawit di Indonesia telah
menyumbang devisa negara US$ 20,2
miliar dan menghidupi 10 juta
tenaga kerja beserta
keluarganyaix. Hal tersebut
membawa Indonesia menjadi
produsen sawit kedua terbesar
setelah Malaysia. Permintaan
pasar terhadap komoditas sawitpun
semakin meningkat tiap tahunnya.
Melakukan reboisasi dan
pelestarian orang utan juga
adalah hal yang sulit untuk
dilakukan. Karena mengatasi atau
membunuh hama orang utan itu lebih mudah dan lebih murah
dibanding harus merelokasi atau melestarikanya. Untuk
biaya konservasi satu individu orang utan sebesar US $
3000 atau sekitar Rp.28.500.000 dengan waktu yang relatif
lama yaitu 3-5 tahun. Sedangkan biaya pemindahan orang
utan dari habitat yang lama ke tempat yang baru sebesar
Rp 15.000.000x.
Goal-oriented dari permasalahan perluasan perkebunan
sawit adalah menghasilkan keuntungan yang semaksimal
mungkin dalam perkebunan sawit. Yaitu untuk mendapatkan
devisa negara dari komoditas sawit dan produk turunannya
dan memperluas lapangan pekerjaan. Apabila banyak
memperhatikan hal-hal selain goal tersebut, maka dapat
diperkirakan keuntungan yang diperoleh tidak akan
maksimal. Oleh karena itu, masalah ekologi dan masalah
sosial antropologi dikesampingkan karena bukan merupakan
goal dan kepentingan diri sendiri.
Resource resistaint atau terbatasnya sumber daya menjadi
kalkulasi penting bagi setiap aktor dalam menetukan
tindakanya yang rasional. Dalam kasus perluasan
perkebunan sawit ini, areal hutan yang terbatas menjadi
pertimbangan apakah ingin dilestarikan atau dimanfaatkan
ix http://www.bumn.go.id/ptpn6/publikasi/berita/indonesia-sby-saya-pasang-badan-untuk-sawit/ ; diakses pada tanggal 05/01/2013 Jam 03.00WIB.
menjadi perkebunan sawit. Penduduk setempat terutama
masyarakat suku dayak, juga menjadi perhitungan apakah
akan dipekerjakan atau diberikan kompensasi saja. Orang
utan yang sering masuk ke areal perkebunan juga
dipertimbangkan, apakah akan dibunuh sebagai hama atau
x WWF. Dalam Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan Didalam dan Sekitar Perkebunan Sawit. 2007.Hal 48.
dilestarikan. Kemudian keuangan pemerintah juga
dipertimbangkan alokasi dananya, apakah untuk operasioanl
pelestarian atau operasional perkebunan sawit. Hal
tersebut tentunya memberikan alternatif dalam bertindak
yang masing-masingnya memiliki konsekuensi yang berbeda.
Setelah penjelasan diatas, teori ini dapat mencoba
merasionalkan keputusan pemerintah atau perusahaan atas
permasalahan yang terjadi mengenai perluasan perkebunan
sawit. Pemerintah dan perusahaan swasta memiliki potensi
untuk mengembangkan komoditas sawit atau melestarikan
kekayaan dan keanekeragaman alam. Maka pemerintah membuat
beberapa alternative pilihan(choice). Alternatif A,
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
David, Marsh dan Gerry Stroker. 2010.Teori dan Metode dalam
Ilmu Politik. NewYork: Nusamedia.
WWF. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan
Didalam dan Sekitar Perkebunan Sawit. WWF Publishing.
http://www.bumn.go.id/ptpn6/publikasi/berita/indonesia-
sby-saya-pasang-badan-untuk-sawit/ ; diakses pada tanggal
05/01/2013 Jam 03.00WIB
memperluas perkebunan sawit agar dapat memperoleh devisa
yang tinngi dan lapangan kerja yang luas. Namun
konsekuensinya adalah mengorbankan keanekaragaman hayati
di hutan. Sedangkan alternatif B, menghentikan perluasan
sawit yang ekstrem. Kemudian melakukan reboisasi(termasuk
pengembalian hutan adat) dan pelestarian orangutan. Namun
dengan konsekuensi, akan sangat banyak biaya yang
dikeluarkan. Pendapatan devisa dan lapangan pekerjaanpun
tidak dapat dimaksimalkan.
Jika kita menggunakan teori rational choice, tentunya
alternatif yang dipilih adalah alternatif A, karena
alternatif A sesuai dengan konsep goal oriented dan resources
resistance yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena jelas
alternatif A menambah devisa dan memperluas lapangan
kerja. Sedangkan sebaliknya, alternatif B tidak dipilih
karena tidak sesuai dengan goal oriented dan resources resistance
yang telah dirumuskan. Karena alternatif B tidak optimal
dalam menggunakan seumber daya. Keuntungan yang diperoleh
juga tidak bersifat langsung dan nyata.
Pemaparan diatas telah memperlihatkan bagaimana
teori rational choice menjelaskan pendekatan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam kebijakan politik agrarianya.
Terlihat sangat rasional memang apa yang telah dilakukan
oleh pemerintah. Namun dari penjelasan diatas, dapat kita
lihat juga kelemahan dan kekurangan dari teori rational
choice itu sendiri. Contohnya seperti menjadikan manusia
sebagai individu yang altruism(tidak peduli terhadap sesama
manusia lain). Hal ini dapat dilihat dengan diabaikannya
masyarakat Suku Dayak yang telah dirusak lingkungannya.
Ditambah lagi, sebuah pilihan yang tanpa disertai dengan
pertimbangan sosisologis, lingkungan atau historis dirasa
telah membuktikan keterbatasan manusia dalam
rasionalitas. Karena manusia memang sering bertindak
tidak rasional.
Disamping dari kekurangan-kekurangan tersebut,
rational choice tetap memiliki keunggulan dibandingkan
pendekatan-pendekatan lainnya. Sebagai teori dengan
metodologi ekonomi yang empiris, teori ini sangat mudah
untuk diterapkan oleh tiap individu. Mulai dari hal-hal
yang krusial, hingga masalah sehari-hari. Karena memang
konsep teori ini yang sangat sesuai dengan kenyataan
manusia pada umumnya yang selalu menginginkan kepuasan
dan keuntungan seoptimal mungkin. Pada intinya, dengan
segala kekurangan dan kelebihannya, teori rational choice
sangat layak untuk menjadi pertimbangan utama dalam
pendekatan ilmu politik.