Kebudayaan Indonesia
Transcript of Kebudayaan Indonesia
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
KEBUDAYAAN INDONESIABAB II
RELIGI ETNIS : TRADISI YANG MASIHBERTAHAN
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIASASTRA JEPANG 2012 Smt. 1
Disusun Oleh : 1. Afiyatun2. Anisa Ade Oktari3. Armand Maulana4. Indah Puspitasari5. Lidya Lastriana
1 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
6. Mustika Chandra D7. Sastri Anissa
RELIGI ETNIK:TRADISI YANG MASIH BERTAHAN
Di era modern ini, beberapa suku di Indonesia masih
melangsungkan hidup dengan cara tradisional karena belum
adanya pengaruh dari budaya luar. Etnis tersebut di tinggal
di daerah pendalaman yang sulit dijangkau dikarenakan
lingkungan alam yang masih memperngaruhi dan transportasi
yang jarang.
Bentuk religi yang belum mendapat pengaruh dari agama
besar dunia yang dianut etnis – etnis dalam disebut religi
asli Indonesia. Pada umumnya setiap bentuk religi nusantara
meliputi beberapa ajaran pokok antara lain mencakup
penjelasan – kosmologi, penciptaan alam semesta dan
manusia, makhluk supernatural, kehidupan dan setelah
kematian. Bentuk tradisi berupa mitos dan legenda merupakan
salah satu sumber mengetahui dan mempelajari bentuk religi
yang dianut dan berkembang pada suatu etnis.
Berdasarkan perbandingan dan analogi terhadap etnis
sederhana yang tidak mendapat pengaruh kebudayaan luar dalam
masa lalu, maka religi masa prasejarah diupayakan dapat
direkonstruksi. Pemujaan terhadap arwah leluhur (ancerstor
2 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
worship) mungkin sudah sangat dikenal dalam masa prasejarah
dalam periode perundagian.
Salah satu ciri religi etnis yang ada di Nusantara
adalah kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supernatural.
Makhluk dan kekuatan supernatural tersebut antara lain
berupa dewa – dewi dan arwah leluhur. Dewa dan Dewi adalah
makhluk penting yang agak jauh dari manusia. Biasanya mereka
dianggap mengendalikan alam semesta, atau kalau dalam suatu
bentuk religi diakui terdapat beberapa dewa dan dewi, maka
masing – masing dari mereka itu berkuasa atas bagian –
bagian tertentu dari alam semesta. Kepercayaan terhadap
arwah leluhur sejalan dengan pengertian yang tersebar luas
bahwa makhluk manusia terdiri atas dua bagian, yaitu tubuh
dan suatu jenis roh penghidupan (Haviland, 1999: 197-198).
Selain kepercayaan dari dewa – dewi, muncul juga
kepercayaan tentang adanya makhluk – makhluk halus atau roh
halus. Bentuk kepercayaan kepada roh yang berkeliaran di
sekitar lingkungan dikenal sebagai animisme
(Koentjaraningrat, 1992:231). Bentuk kepercayaan animisme
dalam masa sekarang sebenarnya hanya kelanjutan dari masa
prasejarah.
Dari penjelasan diatas, muncul beberapa pertanyaan yang
menyangkut dengan religi etnis itu sendiri.
3 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
1. Tradisi apa saja yang masih bertahan dan
dilaksankan sampai sekarang?
2. Suku apa saja yang masih menjalankannya?
4 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
Toraja
Toraja merupakan suku bangsa yang berada di kepulauan
Sulawesi di daerah pegunungan
Latimojong dan pegunungan Quaries.
Di kaki bukit – bukit inilah
terdapat perkampungan orang Toraja
yang tinggal di rumah – rumah
(tongkonan) dengan arsitektur tradisionalnya yang khas.
Rumah adat Toraja
(Tongkonan).
A. Religi
Orang Toraja percaya kepada Puang Matua yang
menciptakan alam semesta dan menurunkan aturan – aturan
(aluk), keyakinan terhadap adanya Deata yang menguasai dan
memelihara langit (Deata Tangganan Langi), bumi (Deata
Kepadanganna), isi bumi (Deata Tanggana Padang), dan
keyakinan terhadap To Mambali Puang yaitu roh para leluhur
yang telah menjadi dewa. Orang Toraja yang menganut
kepercayaan ini wajib memberikan sesajian hewan kurban
seperti kerbau, ayam dan babi.
5 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
B. Upacara
Upacara yang harus dilakukan adalah Rambu Tuka’ yang
berkaitan dengan kehidupan seperti pertanian, pembangunan
dan peresmian rumah adat Tongkonan, kelahiran, perkawinan
dan kematian. Upacara ini di tujukan kepada sang pencipta
dan Deata – Deata.
Upacara lain yang amat penting adalah Rambu Solo’ yang
berkaitan dengan kematian ditujukan kepada roh – roh leluhur
yang menjelma menjadi Deata. Upacara ini berkaitan dengan
status sosial seseorang. Semakin tinggi status sosial orang
tersebut, upacaranya pun akan memakan waktu lama hingga
sebulan bahkan setahun dengan mengorbankan ratusan hewan
kurban. Pada bangsawan tinggi unsur penting yang harus ada
adalah pembacaan syair – syair yang disebut badong. Dalam
syair ini diceritakan tentang riwayat hidup orang yang mati
meliputi garis keturunannya, jalan hidupnya, , hingga
jiwanya naik keangkasa, menyatu dengan para arwah leluhur
yang berada di antara bintang – bintang.
C. Musik dan Tarian
Dalam berbagai acara, suku Toraja melakukan tarian
terutama dalam upacara penguburan. Tarian ini dilakukan
untuk menunjukan rasa duka cita, penghormatan, dan memberi
semangat kepada almarhum untuk melewati jalan panjangnya
menuju akhirat. Tarian prajurit Ma’randing ditampilkan untuk
memuji keberanian almarhum di masa hidupnya. Beberapa orang
pria melakukan tarian dengan pedang atau perisai dari kulit
6 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
kerbau, dan menggunakan helm tanduk kerbau dihari kedua
pemakaman. Tarian Ma’randing juga mengawali prosesi ketika
jenazah dibawa dari lumbung padi ke tempat pemakaman
(Rante). Selama upacara perempuan dewasa akan melakukan
tarian Ma’katia sambil bernyanyi dan menggunakan baju
berbulu. Tarian ini untuk mengingatkan pada peziarah atas
kemurahan hari dan kesetiaan almarhum. Ma’dondan dilakukan
anak lelaki dan perempuan yang ceria dan bertepuk tangan
setelah penyembelihan kerbau dan babi.
Tarian
Ma’randing yang ditarikan para peziarah.
7 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
Papua
Wilayah Papua dahulu mirip Terra Incognita, ‘daratan
tak dikenal’, karena wilayah ini hampir tidak disentuh oleh
pengaruh kebudayaan asing. Catatan sejarah mengenai daratan
ini nyaris tidak ada. Disebabkan tidak ditemukannya
peninggalan – peninggalan tertulis. Penduduk asli pulau ini
dapat dikatakan masih mewarisi kehidupan zaman prasejarah
tradisi neolitik karena peralatan untuk pencaharian hidupnya
masih menggunakan batu halus.
A. Religi
Sistem religi masyarakat Papua memuja roh – roh nenek
moyang (animisme) dan memuja kekuatan – kekuatan alam atau
benda (dinamisme).
B. Upacara dan Pertunjukan Seni
Untuk menunjukan jiwa seninya masyarakat papua
menggunakan topeng yang biasanya di buat dari kayu, anyaman,
dan bahan – bahan dari rotan. Topeng dipakai pada saat
mereka menari diiringi dengan
musik dalam suatu upacara atau
8 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
pesta maupun pada waktu melepaskan arwah nenek moyang.
Masyarakat Papua beranggapan bahwa pada waktu pesta atau
upacara tersebut, arwah nenek moyang diperbolehkan hadir
untuk satu malam saja, dan setelahnya para arwah tersebut
diusir dengan cara – cara tertentu. Ini dikarenakan arwah
tersebut dapat mengganggu dan merugikan kehidupan orang yang
masih hidup. Tarian Topeng di Papua.
Pertunjukan seni ini dapat diadakan di halaman rumah Yeu
(rumah khusus untuk laki – laki).
Pertunjukan seni juga merupakan bentuk ungkapan sebuah
budaya, sebagai wahana untuk menyampaikan nilai – nilai yang
terkandung dalan budaya tersebut. Misalnya pesta dansa yang
menjadi ungkapan rasa terimakasih atas keselamatan dan
permintaan pertolongan dari kegagalan dan berbagai macam
segi.
C. Jimat
Jimat menurut KBBI adalah benda yang mengandung
kesaktian yang dapat menolak bala dan penyakit, kebal maupun
semacamnya. Kepercayaan terhadap jimat merupakan dinamisme
yang menganggap bahwa
segala sesuatu
mempunyai tenaga atau
kekuatan yang dapat
mempengaruhi
9 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
keberhasilan atau kegagalan dalam perjalanan hidup manusia.
Menggunakan jimat sebagai metode pengobatan sudah dijalani
masyarakat Papua sejak lama. Bentuk jimat beragam, sering
berupa tumbuh – tumbuhan yang berbau kuat dan bewarna tua
atau benda yang sudah di sucikan dalam sebuah ritual
upacara. Jimat dipakai dapat berupa kalung dan semacamnya.
D. Berburu
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selain mencari sagu,
masyarakat Papua juga bermata pencaharian lain sebagai
pemburu. Mereka biasanya memburu binatang besar dan liar,
seperti babi hutan, buaya, burung kasuari dan sebagainya.
Ini merupakan tugas kaum laki – laki secara individiual.dan
terkadang juga ditemani oleh anjing pemburu. Anak laki –
laki yang sudah remaja akan dilatih ketangkasannya dalam
berburu oleh ayahnya. Peralatan berburu antara lain; pisau
belati, tombak, kuku burung kasuari dan busur anak panah.
Dayak
Dayak merupakan penduduk asli pulau Kalimantan. Masing
– masing suku Dayak di pulau Kalimantan memeliki kebudayaan
10 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
yang hampir sama. Masyarakat Dayak menempati daerah pesisir
pantai dan sungai – sungai di dekat tempat tinggal mereka.
Etnis Dayak terdiri dari 6 suku besar dan 405 bahasa suku
kecil yang menyebar di seluruh kalimantan (J.U. Lontaan,
1975). Kuatnya arus transmigrasi membawa pengaruh dari luar
dan menyebabkan masyarakat asli Dayak terseret semakin jauh
ke pedalaman dan perbukitan.
A. Religi
Religi asli penduduk suku Dayak adalah Kaharingan yang
berarti air kehidupan. Penganut Kaharingan percaya bahwa
lingkungan sekitar penuh dengan keberadaan makhluk halus dan
roh – roh (Ngaju Ganan) yang biasanya menempati tiang rumah,
batu – batu besar, pohon – pohon yang besar dan sebgainya.
Ganan terbagi menjadi 2, yaitu roh – roh baik (Ngaju
Sangyang Nayu – Nayu) dan roh – roh jahat. Roh nenek moyang
juga merupakan makhluk halus yang penting dalam kehidupan
masyarakat Dayak. Menurut masyarakat Dayak, orang yang sudah
mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat
tinggal manusia sebelum kembali kepada dewa tertinggi
(Ranying).
B. Upacara
Tradisi masyarakat Dayak pada saat melahirkan biasanya
diadakan upacara memukul gendang dan kelentangan dengan nada
khusus yang disebut Domaq. Ini dimaksudkan agar proses
11 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
kelahiran dapat berjalan lancar dan selamat. Setelah bayi
lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu
sebatas ukuran lutut sang bayi dan kemudian diikatkan dengan
benang, diberi ramuan obat seperti air kunyit dan gambir.
Kemudian bayi dimandikan, dan dimasukkan kedalam tanggok
yang telah dilapisi dengan daun biruq dibagian bawah. Bagian
atas dilapisi dengan daun pisang yang sudah di sterilkan
dengan api. Bayi akan dibawa kesetiap sudut rumah sambil
meninggalkan potongan tongkol pisang, ini dilakukan agar
setiap makhluk pengganggu tertipu. Pada upacara ini juga
merupakan awal di perbolehkannya si bayi yang dimasukan dan
ditidurkan dalam ayunan (Lepas Pati). Sebelum bayi berumur
dua tahun diadakan upacara pemandian atau turun mandi di
sungai, dengan maksud untuk memperkenalkan bayi kepada dewa
penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi bahaya
ketika anak itu melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
air.
Pada masyarakat Dayak pedalaman terdapat pula upacara
yang ditunjukan kepada dewi padi dan pencipta alam semesta
(Po’ Matau) saat memulai musim tanam padi, dan saat musim
panen. Saat upacara berlangsung ditunjukan tarian Hudoq yang
sakral dan berkekuatan
magis. Upacara ini
dapat berlangsung
selama satu jam bahkan
satu hari. Tarian Hudoq
biasanya dilakukan
12 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
oleh 11 orang penari laki – laki yang dipimpim oleh seorang
pawang. Pawang itu akan mengucapkan mantra lalu menaburkan
beras kuning kepada semua penari pertanda upacara dimulai.
Para penari menjadi perantara untuk menyampaikan doa agar
hasil panen pertanian melimpah, dan rasa syukur atas hasil
panen yang melimpah.
Pawan melemparkan beras kuning
kepada penari.
13 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
Bali
Budaya Bali mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan
India yang prosesnya semakin cepat di abad 1 M. Didalam
prasasti – prasasti di abad ke-10 M, pulau Bali sudah
disebut dalam bahasa sansekerta ‘walidwipa’ yang berarti
kurban. Ini sesuai dengan adat istiadat Bali yang sering
mengadakan upacara dan memberikan sesaji berupa kurban
kepada dewa yang di puja.
A. Religi
Pemeluk Hindu Dharma adalah orang Bali yang tinggal di
pulau Bali, Lombok dan daerah lainnya. Banyak upacara yang
dipimpin oleh Pendeta Brahmana (Pedanda) menggunakan air
suci (tirtha) dan api untuk menyucikan benda dan manusia.
Air suci disiapkan oleh para pendeta untuk upacara yang
penting. Lampu dan bel dibunyikan oleh pendeta ketika ia
membaca mantera – mantera kepada dewa.
B. Upacara
Menurut kepercayaan Hindu Dharma, kematian merupakan
proses jiwa (atman) meninggalkan jasad, namun jiwa tersebut
tidak akan terlepas dari jasad sebelum dilaksanakan upacara
14 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
kematian atau pembakaran yaitu Ngaben. Oleh sebab itu jasad
harus dibakar melalui upacara Ngaben yang sangat meriah.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini
masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal /
bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan
terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa
keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan
secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal
di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Selama masa
penyimpanan di rumah itu, roh orang yang meninggal menjadi
tidak tenang dan selalu ingin kebebasan. Hari baik biasanya
diberikan oleh para pendeta (Pedanda), setelah melalui
konsultasi dan kalender yang ada. Persiapan biasanya diambil
jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan. Pada saat inilah
keluarga, dibantu oleh masyarakat mempersiapkan sarcophagus
atau "bade dan lembu" atau Wadah berbentuk vihara atau
padma, sebagai symbol rumah Tuhan. Bade dan Lembu yang
disiapkan biasanya sangat megah, terbuat dari bambu, kayu,
kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan
atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan. “Bade
dan Lembu” ini merupakan tempat mayat yang akan dilaksanakan
Ngaben.
15 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
Kesimpulan
Dari semua penjelasan tersebut, Indonesia memiliki
beragama suku dan beragam religi kepercayaan masing –
masing suku tersebut. Mereka mengekspresikan rasa takut
dan rasa syukur dengan mengadakan ritual untuk satu
tujuan kepada Tuhan yang menciptakan namun dengan cara
berbeda, dan sesuai tradisi budaya yang telah turun –
temurun dilakukan oleh nenek moyang.
16 | P a g e
BAB II: Religi Etnik: Tradisi yang Masih Bertahan
Pranata LuarSejarah Kebudayaan Indonesia: Religi dan Falsafah
Penelitian di Monumen Nasional, Minggu, 14 September
2012
http://www.ceritadayak.com/2011/05/sumbu-perdamaian-
tumbang-anoi.html
17 | P a g e