Post on 28-Jan-2023
3. ANALISA PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH
BUBUNGAN TINGGI DI DESA TELOK SELONG
3.1. Organisasi Ruang Rumah Bubungan Tinggi
Organisasi ruang rumah Bubungan Tinggi ini memusat pada ruang
palidangan. Ruang-ruang lainnya yaitu kedua anjung, penampik besar, dan
penampik bawah seolah mengelilingi ruang palidangan sebagai rumah pusat
yang dominan. Dari sudut lain Francis D.K Ching mengatakan organisasi ruang
terpusat terjadi dimana sejumlah ruang sekunder di hadapan pada suatu raang
dominan. (Ching, 1991:205). Pada kenyataannya ruang palidangan di rumah
Bubungan Tinggi ini memang merapakan ruang keluarga yang ukurannya cukup
besar dibanding ruang yang lain. Ruangan ini digunakan sebagai raang yang
menampung kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama oleh seluruh anggota
keluarga
Pusat Rumah
Gambar 3.1. Posisi Pusat Rumah
Dengan masuknya agama Islam, rumg palidangan ini berfiingsi sebagai
tempat melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan bersama-sama seluruh anggota
60
61
anggota keluarga. Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan di ruang
ini Adalah sholat berjamaah, dan pelajaran mengaji yang diberikan orang tua
kepada anaknya. Sholat dan mengaji adalah kegiatan keagamaan yang sangat
penting di dalam agama Islam Sholat adalah rukun kedua dalam rukun Islam
yang dianggap sebagai tiang agama, sedangkan mengaji adalah belajar membaca
Al Qur'an dimana Al Qur'an merupakan dasar hukum bagi umat Islam sehingga
penting untuk dipelajari. (Depdikbud, 1986:39).
Karena letaknya pada pusat bangunan, pelaksanaan kegiatan ibadah
pada ruangan ini diharapkan akan memberikan energi baik pada ruang-mang lain
disekitarnya (hasil wawancara). Dari sudut lain Francis D.K Ching mengatakan
bentuk terpusat ini dapat menjadi simbol tempat-tempat yang suci atau penuh
penghormatan (Ching, 1991:75). Tampaknya hal ini terjadi pula pada ruang
palidangan di rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini, dimana ruang
palidangan raerupakan simbol dari sholat berjamaah dan mengaji (Al Quran)
sebagai pusat dari ruang-ruang lain yang mewakili kegiatan-kegiatan lainnya
(hasil wawancara)
3.1.1 Pembagian Ruang Rumah Bubungan Tinggi
Pembagian ruang pada rumah Bubungan Tinggi ini dapat dikelompokkan
ke dalam tiga area berdasarkan sifat kegiatan yang dilakukan didalamnya, yaitu:
1. Area umum atau publik, dimana area ini berisi ruang-ruang yang dapat
dikunjungi orang lain atau tamu selain penghuni rumah. Ruang-ruang yang
berada di area ini adalah penampik kedl, dan penampik besar. Ruang - ruang
ini merupakan mang yang dapat dikunjungi oleh tamu.
2. Area privat atau area yang biasa digunakan sebagai wadah aktivitas
penghuninya saja. Ruang-ruang yang berada di area ini adalah palidangan,
dan kedua anjung. Palidangan merupakan raang keluarga tempat berkumpul
seluruh anggota keluarga dan melakukan aktivitas bersama. Kedua anjung
adalah ruang tidur diraana setiap anggota keluarga beristirahat
3. Area service adalah area yang digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan-
kegiatan pelayanan untuk seluruh anggota keluarga seperti memasak,
62
menumbuk bahan makanan, dan lain-lain. Ruang-ruang yang termasuk di
dalam area ini adalah penampik bawah, dan padapuran.
Gambar 3.2 Pembagian Area
Pembagian ruang pada rumah Bubungan Tinggi ini lebih didasarkan kepada
kebutuhan ruang secara teknis bukan secara simbolis (hasil wawancara).
3.1.2 Bentuk Ruang Rumah Bubungan Tinggi
Ruang-ruang yang berada dalam satu area di rumah Bubungan Tinggi
umumnya merupakan ruang - ruang terbuka, dimana tidak terdapat dinding yang
membatasi antara satu ruang dan ruang yang lain. Ruang-ruang yang berada
dalam satu area hanya dibatasi oleh perbedaan ketinggian lantai atau barisan
tiang.
63
Gambar 3.3 Penampik Kecil dan Penampik Besar
Garabar 3.4 Palidangan dan Anjung
Pada gambar 3.3 dapat dilihat ruang penampik besar dan penampik kecil
dipisahkan oleh dua buah tiang yang sejajar tanpa perbedaan ketinggian lantai.
Sedangkan pada gambar 3.4 antara palidangan dan kedua anjung dibedakan
dengan perbedaan ketinggian lantai. Antara palidangan dan kedua anjung ini
pada saat rumah Bubungan Tinggi ini dihuni dahulu dibatasi oleh tirai kain
yang disulam dengan manik-manik perak yang disebut dinding air guci.
64
Gambar 3.5 Penampik Bawah dan Padapuran
Pada penampik bawah dan padapuran juga dipisahkan hanya dengan perbedaan
ketinggian lantai dan dua buah tiang tanpa adanya dinding yang memisahkan.
Bentuk ruang-ruang yang terbuka dalam satu area ini secara filosofis
tidak diketahui bermakna apa. Secara teknis ruang-ruang yang terdapat dalam
satu area memang menampung aktivitas yang relatif bersifat sama, sehingga
bentuk ruang yang terbuka dapat mendukung satu aktivitas dengan aktivitas lain
yangsejenis. Ruangyang terbukajuga membuat fiingsi ruang lebih fleksibel.
3.1.3 Fungsi Ruang Rumah Bubungan Tinggi
Sebagai sebuah sistem religi, agama Islam memiliki perangkat yang
melengkapinya baik berupa ajaran, aturan atau perlengkapan ibadah. Di dalam
agama Islam dikenal adanya lima rukun Islam sebagai rangkaian ibadah yang
wajib dilaksanakan umat Islam untuk menjadi seorang muslim yang lengkap. Isi
dari rukun Islam tersebut adalah : 1) Dua kalimah syahadat (akubersaksi bahwa
tidak ada Tuhan lain kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu
pesuruh Allah), 2) Sholat, 3) zakat, 4) Puasa Ramadhan, 5) Menunaikan
ibadah haji bila mampu.
Setelah agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan dan dipeluk oleh
sebagian besar masyarakatnya, baik ajaran - ajaran maupun aturan-aturan agama
Islam secara tidak langsung dilaksanakan pula oleh masyarakat Banjar, termasuk
didalamnya kelima rukun Islam. Perilaku ibadah secara Islam ini memberi
65
fungsi-fungsi khusus ke dalam ruang-ruang rumah Bubungan Tinggi. Fungsi-
fungsi tersebut lebih lanjut bahkan berkembang menjadi simbol ruang yang
menampungnya. Secara lebihjelas raang-ruang tersebut adalah :
1. Palidangan, sebagai ruang yang digunakan untuk sholat, ruangan ini memang
memiliki keistimewaan, baik dari posisinya yang menjadi pusat bagi ruang
lain, maupun dari besaran ruang yang cukup besar dibanding ruang lainnya.
Gambar 3.6 Palidangan
2 Padapuran, selain sebagai tempat memasak, padapuran atau dapur rumah itu
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan seperti beras, jagung
dan lain-lain. Sebagai tempat penyimpanan bahan makanan padapuran ini
bagi masyarakat Banjar identik dengan ibadah zakat. Sudah menjadi tradisi
bagi masyarakat Banjar untuk mengeluarkan zakat setahun sekali dari dapur.
Karena masyarakat Banjar pada umumnya adalah masyarakat agraris maka
zakat yang mereka keluarkan berupa beras. (Depdikbud, 1982: 116). Pada
rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini tempat penyimpanan
makanan dan pintu belakang terdapat di penampik bawah, namun karena
penampik bawah dan padapuran terletak di satu area yang sama sehingga
66
fungsi dari kedua ruang ini memang sangat fleksibel dan saling melengkapi
antara satu dengan yang lain.
Gambar 3.7 Padapuran Gambar 3.8Tempat Penyimpanan
Makanan
3. Anjung kanan dan Anjung kiwa, sebagai ruang tidur masyarakat Banjar
memiliki aturan sendiri berkenaan dengan penggunaannya. Dalam masyarakat
Banjar kedudukan orang tua sangat dihormati maka yang berhak tidur di
Anjung kanan adalah orang tua, sedangkan yang tidur di anjung sebelah kiri
adalah anak. Sebelah kanan bagi umat Islam adalah sisi yang diutamakan
dapat dilihat dari penyucian anggota tubuh sebelah kanan lebih dulu dari
anggota tubuh sebelah kiri pada saat melakukan wudlu, atau penggunaan
tangan kanan untuk makan, dan lain-lain. Alasan ini pula yang membuat
anjung kanan digunakan sebagai ruang tidur orang tua (hasil wawancara).
Berkaitan dengan fiingsinya sebagai ruang tidur pula maka anjung kanan dan
anjung kiwa ini dianggap berkaitan erat dengan ibadah puasa, karena
digunakan sebagai tempat beristirahat siang hari pada saat melaksanakan
ibadah puasa (Depdikbud, 1982 : 117). Bagi umat Islam tidur saat berpuasa
merupakan ibadah, karena dengan tidur seorang muslim yang berpuasa
67
dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasanya,
misalnya berpikiran buruk, bergunjing, dan lain-lain (hasil wawancara).
Gambar 3.9 Anjung
Penggunaan kedua anjung ini tidak hanya sebagai ruang tidur, masyarakat
Banjar umumnya melakukan ibadah sholat sunah, dan berzikir di ruangan ini
pula Berbeda dengan sholat lima waktu, sholat sunah biasanya dilakukan
secara individual begitu pula dengan berzikir. Seorang muslim yang telah
menunaikan ibadah haji selayaknya lebih sering melaksanakan ibadah-
ibadah sunah (dilakukan berpahala tidak dilakukan tidak berdosa) seperti
sholat sunah dan berzikir Karena hal ini pula, anjung kiwa dan anjung kanan
dianggap mewakili rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan ibadah haji
(Depdikbud, 1982: 117).
69
3.2. Elemen Pembentuk Ruang Rumah Bubungan Tinggi
3.2.1. Lantai Rumah Bubungan Tinggi
Secara umum bahan lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini adalah
papan kayu ulin. Lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini tidak hanya berfungsi
sebagai alas ruang, tetapijuga sebagai batas dari satu ruang ke ruang yang lain.
Lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini memiliki banyak perbedaan ketinggian
yang menjadi batas ruang. Jumlah jenjang lantai sebuah rumah Bubungan Tinggi
umumnya selalu dalam hitungan ganjil 7, atau 9 jenjang Dalam budaya Dayak
konsep ganjil ini berarti masih terbuka tidak tertutup seperti pada bilangan genap
(lihat bab 2 hal 46). Setelah masuknya Islam konsep ganjil pada rumah
Bubungan Tinggi ini dianggap masyarakat sebagai penerapan hadist nabi yang
berbunyi "Innallaha witron yuhibbul witra " yang berarti sesungguhnya Allah itu
ganjil (Esa), Dia menyukai yang ganjil. (Depdikbud 3, 1982 : 117).
Gambar 3.10. Potongan Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong
Rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini memilik 7 jenjang lantai
sebagai penerapan Al Hadist tersebut.
3.2.2. Dinding Rumah Bubungan Tinggi
Dinding pada rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini dipasang
secara vertikal dengan ketinggian ± 5.50 m. Seperti rumah-rumah adat Banjar
lainnya yang juga memiliki ketinggian yang relatif lebih tinggi dibandingkan
70
rumah-rumah saat ini. Bahan yang digunakan untuk dinding rumah Bubungan
Tinggi di desa Telok Selong adalah kayu ulin atau yang biasa disebut kayu besi.
Pada dinding rumah Bubungan Tinggi terdapat komponen-komponen interior
seperti pintu, jendela, dan penempatan ornamen-ornamen hias berupa ukuran.
Untuklebihjelasnyakomponen-komponen tersebut adalah :
1 Pintu, seluruhnya terdapat empat buah pintu pada rumah bubungan tinggi
ini. Satu pintu depan atau yang biasa disebut lawang hadapan, dua buah pintu
pada tawing halat untuk masuk kepalidangan yang disebut lawang kembar
dan satu pintu yang terletak di penampik bawah menuju ke pelataran
samping yang disebut lawang belakang
Gambar 3.11 Lawang Hadapan dan LawangKembar
Secarajelas tidak ditemukan data-data mengenai pengaruh agama Islam pada
bentukan, jutnlah, maupun penempatan pintu pada rumah Bubungan Tinggi di
desa Telok Selong ini,
71
2. Jendela pada rumah Bubungan Tinggi ini, seperti juga pada rumah adat
Banjar pada zamannya jumlah jendela pada sisi ruang sebelah kiri sama
dengan sisi ruang sebelah kanan, kecuali pada ruang penampik bawah
dimanaposisijendela digantikan oleh pintu belakang. Konsep ganjil kembali
ditemui pada jeruji jendela yang berjumlah sebelas buah dalam satujendela
Alasan jumlah jeruji ganjil ini adalah sebagai penerapan Al Hadist seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Gambar 3.12 Jumlah Ganjil Pada Jeruji Jendela
3. Pada Rumah Bubungan Tinggi ini terdapat tataban yaitu tutup kaki tawing
(dinding) sebelah dalam. Tataban ini terdapat di kaki dinding pada ruangan
penampik besar dan penampik kecil. Tataban ini dimanfaatkan sebagai
sandaran, apabila duduk raembelakangi dinding. Pada saat orang Banjar
melangsungkan acara keagamaan, tataban ini digunakan sebagai tempat
72
meletakkan Al Qur'an. Seperti diketahui Al Qur'an adalah Kitab Suci Agama
Islam yang tidak boleh diletakkan di lantai.
Gambar 3.13 Tataban
4. Ornamen hias berupa ukiran, pada rumah Bubungan Tinggi ini penempatan
ornamen berupa ukiran memang dominan diletakkan pada dinding rumah.
Untuk lebih jelasnya mengenai ornamen hias akan dibahas pada sub bab
selanjutnya.
3.2.3 Langit-langit Rumah Bubungan Tinggi
Pada dasarnya rumah-rumah adat Banjar tidak memiliki plafond, atap
yang menjadi elemen arsitektur sekaligus merupakan langit-langit atau plafond
yang membentuk ruang dalam bangunan, di rumah Bubungan Tinggi ini secara
umum juga tidak memiliki plafond , kecuali pada bagian atas ruang palidangan,
yaitu tepat dibawah atap bubungan tinggi. Pemberian plafond pada ruang ini
lebih dikarenakan alasan teknis. Bentuk atap Bubungan Tinggi yang curatn
membuat kotoran debu dan serpihan kayu dari atap Bubungan Tinggi mudah
jatuh kebawah karena itulah dibawah atap Bubungan Tinggi ini diberi plafond.
(Hasil wawancara). Karena kondisi tersebut diatas, atap pada rumah Bubungan
Tinggi sekaligus merupakan langit-langit yang membentuk ruang di dalamnya.
73
Gambar 3.14 Plafon diatas Ruang Palidangan
Masuknya agama Islam merubah cara masyarakat Banjar memaknai
bentuk atap rumah Bubungan Tinggi ini. Dalam kebudayaan Dayak, bentuk atap
Bubungan Tinggi yang menjulang tinggi ke langit identik dengan gunung
keramat di dunia atas yang dikuasai oleh mahatala (lihat Bab 2 hal 45) yang
disimbolkan oleh ukiran Burung Enggang pada ujung pertemuan atap. Dengan
masuknya Islatn, bentuk atap Bubungan Tinggi kemudian dimaknai sebagai
ikrar terhadap Allah yang Maha Tinggi (Depdikbud, 1982 : 116) Ukiran burung
enggang yang berada di pertemuan atap Bubungan Tinggi kemudian dikenal
sebagai layang-layang atau gagalungan (Depdikbud, 1982 : 83). Bukan hanya
bentuk atap Bubungan Tinggi yang dimaknai sesuai dengan ajaran Agama
Islam. Atap Sindang langit yang menutupi ruang penampik besar dan penampik
kecil merupakan simbol ibadah sholat. Hal ini dikarenakan bentuk atap sindang
langit yang bagian depannya semakin merendah. Bentuk yang seperti
"merunduk" inidianggap mewakili sikap sujud dantunduk kepadaAllah SWT
dalam ibadah sholat (Depdikbud, 1982 : 116).
74
Gambar 3.15 Atap Bubungan Tinggi dengan Ukiran Layang-layang
Gambar 3.16 Atap Sindang Langit
3.2.4 Tiang Rumah Bubungan Tinggi
Tiang pada rumah Bubungan Tinggi bukan hanya sebagai konstruksi atau
rangka bangunan tetapi juga merupakan pembatas antara ruang satu dengan
ruang yang lain. Pada rumah Bubungan Tinggi ini tiang yang ada terbuat dari
kayu ulin dengan ukuran yang cukup panjang. Tiang yang paling tinggi berjumlah
delapan buah, tiang-tiang tersebut berada di ruang palidangan, dan menjadi
rangka tawing halat. Tiang - tiang itu dikenal dengan nama tiang pitogor.
Pitogor sendiri berarti utama, kedelapan tiang tersebut memang merupakan
tiang penyangga utama pada bangunan . (hasil wawancara) dari mana asal kata
pitagor, dan apa makna filosofisnya secara jelas tidak diketahui.
75
Gambar3.17 Empat Tiang Pitogor
3.2.5 Tangga Rumah Bubungan Tinggi
Tidak seperti pada rumah Bubungan Tinggi pada umumnya di rumah
Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini hanya memiliki dua buah tangga,
yaitu tangga naik ke karawat, dan tangga turun menuju ke penampik bawah.
Tidak terdapat tangga di depan rumah seperti pada umumnya rumah Bubungan
Tinggi. Hal ini terjadi karena jembatan didepan rumah Bubungan Tinggi ini
cukup tinggi sehingga tidak diperlukan tangga untuk naik ke lapangan
pamedangan. Pada saat jalan dan jembatan di depan rumah ini belum dibangun,
sehingga sungai tepat berada di depan rumah Bubungan Tinggi ini
76
kemungkinan saat itu terdapat tangga untuk naik dari sungai ke rumah ini.
(hasil wawancara)
Gambar 3.18 Tangga Naik ke Karawat
Seperti jumlahjeruji jendela, danjenjang lantai rumahjumlah anak tangga
padarumahinijugadalambilangan ganjil. Makna filosofis dibalik jutnlah ganjil
tersebut sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
77
Tabel 3.2 Elemen Pembentuk Ruang
Elernen Pembentukruang
Lantai
Dinding
Jendela
Pintu
Tataban
Langit-langit
Kolom
Tangga
Pandangan BudayaAwal
Me rniliki j enj angyang selaluberjumlah ganjil.Bilangan ganjilbermakna masihterbuka, tidaktertutup sepertibilangan genap.
Jurnlah jerajijendela ganjildengan maknayang sama sepertidiatas
-
-
Bentuk atapBubungan Tingiadalah lambang darigunung keramat didunia atas yangdikuasai olehMahatala
8 Tiang Pitogordianggap sebagaitiang utama
Jumlahanak tanggaganjil denganmakna yang samaseperti diatas
Bentuk di RumahBubungan Tinggi diDesa Telok Selong
Memiliki tujuhjenjang lantai.
Memiliki sebelasjemjijendela
Memiliki 4 buahpintu, pintu depanpintu kembar (ditawin halaf), danpintu belakang
Hanya terdapat dipenampik kecil danpenampik besar
Memiliki atap yangbentuknya samaseperti umumnyaRumah BubunganTinggi
Memiliki tiangPitogor 8 buah
Terdapat dua buahtangga, memiliki 5anak tangga
Keterangan
Ganjil dimaknaisebagai cerminanAl-hadist yangberbunyi "Innallahawitrun yuhibbulwzfra"(Allah ituganjil / Esa, diamenyukai yangganjil)Ganjil sudahdimaknai sebagaiaplikasi dari AlHadist
Secara filosofistidak diketahuibemiakna apa
Tutup kaki dinding,digunakan sebagaisandaran punggungsaat duduk. Saatada acara selamatandigunakan sebagaitempat meletakkanAl-QuranAtap BubunganTinggi dimaknaisebagai ikrarterhadap Allah yangmaha tinggi. Atapsindang langitdimaknai sebagaisimbol sujud dantunduk kepadaAllah SWT sepertidalam sholatSecara filosofistiang pitogor initidak didapat datayang menjelaskanKonsep ganjil sudahdimaknai sebagaiaplikasi dariAl Hadist
78
3.3 Elemen Dekoratif
Elemen dekoratif adalali salah satu faktor penunjang estetika. Pamudji
Suptandar menyebutkan dalam perancangan interior unsur dekorasi merupakan
unsur pendukung yang memberi nilai tambah bagi keindahan ruang (Suptandar,
1999:195). Bagi masyarakat banjar elemen dekoratif berupa ukiran-ukiran pada
dinding rumah tinggal mereka bukan hanya memenuhi tuntutan akan
kebutuhan estetis saja. akan tetapi lebih merupakan identitas, yang menyimpan
makna filosofi kehidupan yang dalam dari masyarakat Banjar. (Hasil
wawancara)
Sebagai umat muslim, ajaran-ajaran agama Islam ikut pula terwujud
pada unsur dekorasi pada rumah tinggal mereka. Di rumah Bubungan Tinggi ini
nilai-nilai Islam terwujud dari berbagai segi pada unsur dekoratifiiya, baik dari
segi bentuk, tatanan, dan penempatan elemen dekoratifhya.
3.3.1 Bentuk Elemen Dekoratif
Sesuai dengan ajaran agama Islam yang melarang visualisasi mahluk
hidup yaitu hewan dan manusia maka bentuk-bentuk elemen dekoratif yang
berupa ukiran-ukiran di rumah Bubungan Tinggi ini tidak ada yang
memvisualisasikan mahluk hidup. Larangan tersebut muncul untuk mencegah
perbuatan musyrik atau menyembah selain Allah SWT. Sebagai jalan
keluarnya masyarakat Banjar menggunakan tumbuh-tumbuhan, motif lain seperti
tali tambang dan motif sinar sebagai hasil pemahaman mereka terhadap Al Hadist
dan ayat -ayat Al-Quran. Selain itu terdapat pula motif-motif kaligrafi sebagai
wujud sifat religius masyarakat Banjar. Adapun jenis - jenis motif ukiran yang
ada di rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong itu adalah :
1. Tumbuh-tumbuhan sebagai perwujudan dialog masyarakat Banjar dengan
lingkungan alam disekitamya. Adapun bagian dari tumbuhan yang digunakan
sebagai motif ukiran pada rumah bubimgan tinggi yang ini adalah bunga,
daun-daunan, dan buah-buahan. Motif bunga-bungaan bagi orang Banjar
melambangkan suatu harapan kehidupan yang cerah pada masa datang. Daun-
daunan dengan warna hijaunya adalah lambang yang bermakna kesuburan.
Sedangkan motif buah-buahan bermakna pengecapan dari kehidupan yang
subur tadi (Seman, 1982, 68)
79
Gambar 3.19 Motif Bunga, Daun, dan Buah
2. Motif-motif lain yaitu tali tambang yang bermakna persatuan, kesatuan dan
kekuatan motif ukiran yang biasa disebut tali bapintal ini merupakan aplikasi
pemahaman masyarakat Banjar terhadap terjemahan dari suatu ayat kitab suci
Al-Qur'an surat Al Imron ayat 103 yang berbunyi "Wa'tasyimu bihablillahi
jamiaw wala tafarroqu" yang artinya "Berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali Allah dan janganlah kamu berpecah-belah". Tali Allah yang dimaksudkan
adalah agama beserta ajaran-ajarannya. Tali bapintal menggambarkan
kerukunan hidup berkeluarga maupun bermasyarakat dengan prinsip mufakat
yang keseluruhannya dilandasi oleh aqidah agama (Seman, 2001:188). Selain
tali bapintal terdapat motif lain yaitu pancaran sinar matahari yang memiliki
makna simbol kehidupan. Matahari dengan cahayanya memberikan kehidupan
bagi mahluk dan dunia, khususnya bagi manusia, binatang dan tumbuhan.
Menurut ajaran Islam sendiri cahaya berarti pemberian Allah kepada langit dan
bumi. Hal ini berdasarkan ayat suci Al-Qur'an, surat ke-24 yaitu surat An-Nur
yang berarti "Cahaya", ayat 35 yang menyebutkan bahwa Allah (pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. (Seman, 2001 :184)
80
Gambar 3.20 Motif Tali dan Sinar
3. Motif yang terakhir adalah motif ukiran Kaligrafi. Seiring dengan masuknya
agama Islam motif ukiran kaligrafi ikut menambah warna seni kaligrafi
Kalimantan Selatan. Kaligrafi yang digunakan biasanya adalah nama Tuhan
(Allah SWT) nama Nabl Muhammad SAW dan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dan
salah satu huruf hijaiyah dengan nama lam jalalah. Lam jalalah diartikan
akronim atau singkatan dari "laa haula wala quwwata illa billah" yang artinya
"Tidak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah". Orang
Banjar yang memiliki kehidupan religius sangat mengimani makna dari ayat
ini, sehingga dijadikan suatu amalan zikir yang dibaca pada setiap saat. Motif
ukiran ini kemudian dipercaya oleh masyarakat Banjar sebagai penolak hal-
hal buruk seperti roh-roh jahat dan lain-lain yang dapat membahayakan
kehidupan mereka. (Seman, 2001 : 182)
Gambar 3.21 Motif Kaligrafi
81
Gambar 3. 22 Motif Ukiran Huruf Lam (Lam Jalalah)
3.3.2. Tatanan Elemen Dekoratif
Dari segi tatanannya, elemen dekoratif di rumah Bubungan Tinggi ini
dapat dibagi menjadi tiga yaitu bagian bawah, tengah dan atas. Bagian atas
didominasi oleh ukiran kaligrafi. Hal ini bertujuan agar ayat-ayat suci Al-Qur'an,
nama Allah, dan Nabi-Nabi terpelihara kesuciannya. Peletakan agar ukiran
kaligrafi ini diistimewakan yaitu diletakkan dibagian atas. Alasan lain yaitu
dengan penempatan demikian agar ukiran kaligrafi tersebut mudah dibaca, agar
orang yang membacanya selalu mengingat ajaran-ajaran agama didalam
kehidupannya.
Pada tawing halat ukiran kaligrafi ditempatkan pada bagian atas yang
disebut dahi /awang. Bagian tengah didominasi ukiran tumbuh-tumbuhan yaitu
bunga, daun-daunan dan buah-buahan. Ukiran tumbuh-tumbuhan ini terdapat pada
jurai lawang, sebagian dahi lawang. Bagian bawah diisi dengan motif ukiran tali
bapintal dan sinar matahari pada daun pintu bagian bawah. Motif ukiran tali
bapintal ini digunakan pada tataban yang terletak pada sepanjang kaki dinding
bagian dalam ruang penampik kecil dan besar.
Gambar 3.23 Tawing Halat
82
3.3.3 Penempatan Elemen Dekoratif
Dari segi penempatannya, secara umum elemen dekoratif di rumah
Bubungan Tinggi ini diletakkan pada area publik yaitu pada penampik kecil,
penampik besar serta di lawang hadapan, yaitu pintu masuk rumah Bubungan
Tinggi ini. Pada ruang penompik kecil dan penampik besar yang merupakan satu
ruang ini elemen dekoratif terdapat pada tataban, pertemuan antar balok pada
langit-langit serta tempat gantungan lampu yang juga berada di langit-langit.
Elemen dekoratif yang paling banyak terdapat di tawing halat.
Gambar 3.24 Tataban Gambar 3.25 Jurai Lawang
Gambar 3.26 Dahi Lawang Gambar 3.27 Gantungan Lampu
Tawing halat sebagai satu-satunya dinding di rumah ini yang
memisahkan area publik dan area privat memiliki arti yang sangat besar bagi
masyarakat Banjar pada umumnya dan pemilik rumah khususnya. Tawinghalat
adalah lambang identitas bagi pemiliknya. Semakin megah tawing halat, semakin
meriah ukirannya menunjukkan makin tinggi pula kedudukan pemiliknya dimata
masyarakat sekitar. Sedemikian pentingnya arti tawing halat sampai -sampai
83
hanya bangsawan, dan alim ulama saja yang berhak duduk didekat tawing halat
ini. (Hasil Wawancara)
Pada area privat penempatan ornamen atau elemen dekoratif tidak ada
sama sekali. Dilihat darl sudut pandang agama Islam hal ini sangat beralasan.
Palidangan dan kedua anjung yang berfiingsi sebagai tempat sholat terlihat sepi
dari ornamen. Hal ini dikarenakan ibadah sholat adalah ibadah yang melibatkan
manusia dan Allah kedalam hubungan yang sangat khusus dan pribadi. Sehingga
untuk mendukung kekhusukan ibadah sholat tersebut maka tidak diletakkan
omamen atau elemen dekoratif yang ditakutkan nantinya akan mengganggu
proses ibadah itu sendiri.
Gambar 3.28 Bagian Belakang Tawing Halat