Post on 10-Mar-2023
PENDIDIKAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-
QUR’AN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Disusun oleh:
Faiq Ulul Fahmi
NIM. 11150110000139
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
i
PENDIDIKAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-
QUR’AN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
Faiq Ulul Fahmi
NIM. 11150110000139
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. Abdul Haris, M. Ag
NIP. 19660901995031001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
v
ABSTRAK
Faiq Ulul Fahmi (11150110000139)
“Pendidikan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Al-Qur’an”
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Apa saja dasar-dasar
toleransi antar umat beragama dalam al-Qur’an, untuk mengetahui bagaimana
toleransi antar umat beragama yang terkandung dalam QS. al-Baqarah: 256, QS.
Yunus: 99 dan 100, QS. al-Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6, serta untuk
mengetahui bagaimana penerapan pendidikan toleransi antar umat beragama
berdasarkan hasil analisis penulis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode tafsir Maudhu’i dengan menggunakan teknik analisis
isi (content analysis) melalui kajian kepustakaan (library research). Sumber-sumber
dalam penelitian ini yaitu al-Qur’an dan kitab-kitab Tafsir, dan literatur-literatur
yang berkaitan dengan pendidikan toleransi.
Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) dalam toleransi antar
umat beragama terdapat: Adanya hak kebebasan dalam menganut suatu agama
(tidak memaksa orang lain untuk mengikuti agama yang dianutnya); Baik dan Adil
Terhadap Semua Golongan; dan Menghormati Ajaran Agama Lain Sekaligus
Bertanggung Jawab Terhadap Akidah/Agama Yang Dianut. 2) Penerapannya
dalam pendidikan adalah sebagai berikut: Pembiasaan untuk tidak mencampuri
urusan penganut ajaran agama lain; Pembiasaan untuk saling tolong menolong;
Saling berbagi kepada siapapun; Senantiasa bergabung dalam kebahagiaan ataupun
dalam kesedihan; dan Saling mengingatkan namun tidak boleh ikut dalam ritual
peribadatan agama lain.
Kata kunci: Pendidikan Toleransi, Toleransi Antar Umat Beragama
vi
ABSTRACT
Faiq Ulul Fahmi (11150110000139)
“Inter-Religious Tolerance Education in the Qur'an”
The purpose of this research is to find out what are the basics of inter-
religious tolerance in the Qur'an; to find out how inter-religious tolerance is
contained in the QS. al-Baqarah: 256, QS. Jonah: 99 and 100, QS. al-Mumtahanah:
8, and QS. al-Kafirun: 6; as well as to find out how the application of inter-religious
tolerance education based on the results of the author's analysis.
In this research, the author uses a type of qualitative research by using the
method of tafsir Maudhu'i, by using content analysis techniques through library
research. The sources in this study are the Qur'an and the books of Tafsir, and
literature related to tolerance education.
The results of this research are as follows: 1) in tolerance between religious
communities there are: The right to freedom in professing a religion (not forcing
others to follow their religion); Good and Fair to all Religious communities; and
respecting the teachings of other religions while being responsible for the
creed/religion adhered to. 2) Its application in education is as follows: The habit of
not interfering in the affairs of adherents of other religions; The habit of helping
each other; Share with anyone; Always join in happiness or in sorrow; and remind
each other but may not participate in the rituals of worship of other religions.
Keywords: Tolerance Education, Inter-Religious Tolerance
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan, selain
hanya kepada Allah Swt., Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah
mencurahkan nikmat dan kasih sayang kepada seluruh hamba-Nya.
Shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kita, kekasih kita, suri
tauladan kita Nabi Muhammad Saw. sang penunjuk jalan, pembawa cahaya terang,
mengeluarkan bani Adam dari jalan syirik menuju jalan ketakwaan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua tercinta, yaitu: Ibu Sa’idah dan Bapak Syamsuddin yang telah
mendidik putra-putrinya dengan tulus dan ikhlas, memenuhi kebutuhan moril
dan materiil, membimbing, memotivasi serta selalu mendo’akan putra-
putrinya, sungguh semua itu merupakan pengorbanan yang tak terhitung dan
tak ternilai. Semoga Allah selalu memberi perlindungan, keridhoan dan
keberkahan serta kebahagiaan.
2. Dr. Sururin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Haris, M. Ag. selaku Ketua Program Studi dan dosen
pembimbing skripsi, dan Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. selaku Sekretaris
Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Aminuddin Yakub, MA. selaku dosen Penasehat Akademik yang telah
melayani dan memberikan arahan konsultasi perkuliahan kepada penulis.
viii
5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
ilmunya, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang tak ternilai.
6. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah yang telah
menyediakan berbagai referensi untuk penulisan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan PAI D angkatan 2015 telah memotivasi dan
melakukan canda tawa selama proses perkuliahan sehingga memberikan
pengalaman baru bagi penulis.
8. Teman yang selalu mendukung terselesaikannya skripsi ini yaitu: Rahma Nur
Istiqomah yang terus bawel memberikan motivasi, dukungan, dan masukan
penuh kepada penulis, serta Wahyudin Shidiq dan Alvin Permana yang turut
memberikan dukungan dan masukannya.
9. Teman-teman KKN 48 4G LTE yang telah memberikan pengalaman hidup di
tengah masyarakat.
10. DKM As-Salam yang telah menyediakan tempat kepada penulis selama
mengerjakan penulisan skripsi ini. Serta Mas Novan yang membantu
menggantikan tugas saya ketika sedang ada keperluan di luar dalam rangka
menyusun skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu yang
telah ikhlas memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan, sehingga
penyusunan tulisan ini dapat diselesaikan. penulis mengucapkan terimakasih
dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan.
Aamiin...
Selasa, 10 Agustus 2021
Faiq Ulul Fahmi
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH .................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI .......................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 9
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 9
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 12
A. Pendidikan Toleransi ......................................................................... 12
1. Pendidikan .................................................................................. 12
2. Toleransi ..................................................................................... 15
3. Pendidikan Toleransi .................................................................. 21
B. Agama ................................................................................................ 24
C. Toleransi Antar Umat Beragama ....................................................... 26
D. Al-Qur’an ........................................................................................... 27
E. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 29
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 31
A. Objek dan Waktu Penelitian .............................................................. 31
B. Jenis Penelitian................................................................................... 31
C. Sumber Data....................................................................................... 32
D. Metode Penelitian .............................................................................. 33
E. Teknik Analisis .................................................................................. 34
F. Teknik Penulisan ................................................................................ 34
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 35
A. Tafsir Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Toleransi Antar Umat Beragam
............................................................................................................ 35
B. Analisis Pendidikan Toleransi antar Umat Beragama Yang
Terkandung dalam QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99-100, QS. al-
Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6 .............................................. 41
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 58
A. Kesimpulan ........................................................................................ 58
B. Saran .................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
LEMBAR UJI REFERENSI ......................................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, kita semua pasti hidup di tengah masyarakat yang
beragam. Ragam sukunya, ragam warna kulitnya, ragam kultur budayanya, ragam
bahasanya, dan juga ragam agamanya. Keragaman tersebut merupakan sebuah
keniscayaan yang tidak bisa kita hindari di muka bumi ini, dan tidak bisa kita tolak
kehadirannya dalam hidup ini, karena keragaman adalah bagian dari sunnatullah.
Dalam sejarahnya agama Islam sangat erat dengan warna-warni
perbedaan. Islam mengajarkan umatnya agar semua perbedaan yang ada disikapi
secara damai, bukan secara konfliktual, yakni dengan membangun kehidupan
berlandaskan semangat kebersamaan dan saling menghormati satu sama lain.
Misalnya soal perbedaan agama, Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak
memaksakan orang lain yang berbeda agama dengan kita agar mereka mau
memeluk agama yang sama dengan kita yaitu agama Islam. Seperti dalam Firman-
Nya QS. al-Baqarah: 256:
...
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat... (QS. Al-Baqarah: 256)
Berbicara mengenai keragaman, Indonesia adalah salah satu negara yang
tidak dapat terlepas dari adanya berbagai keragaman. Indonesia adalah negara yang
terdiri dari berbagai suku, adat, budaya dan agama yang beragam, yang tersebar di
seluruh penjuru nusantara yang terpisah-pisahkan oleh luasnya samudera. Meski
terpisah dalam pulau-pulau yang berbeda namun Indonesia tetap satu. Betapa
indahnya keragaman bangsa Indonesia dengan dianugerahkannya Bhineka Tunggal
Ika oleh Tuhan Yang Maha Esa.
2
Sebagai pewaris dan generasi penerus bangsa hendaknya kita selalu
senantiasa bersama-sama merawat dan menjaga kebhinekaan yang telah
dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada kita demi keutuhan bangsa. Agar bangsa ini
menjadi bangsa yang Baldatun ţayyibatun wa Rabbun ģafûr. Apa itu Baldatun
ţayyibatun wa Rabbun ģafûr? Istilah ini berasal dari QS. Saba’: 15:
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun. (QS. Saba’: 15)
Setelah hijrahnya Rasulullah Saw., peradaban negeri Madinah mengalami
beberapa perubahan yang signifikan dalam berbagai hal. Dari beberapa perubahan
itu menjadikan negeri Madinah disebut sebagai negeri yang Baldatun ţayyibatun
wa Rabbun ģafûr. Lalu apa saja yang mendasari bahwa negeri Madinah adalah
negeri yang Baldatun ţayyibatun wa Rabbun ģafûr?
Sabdo, dalam jurnalnya memberikan penjelasan bagaimana negeri yang
Baldatun ţayyibatun wa Rabbun ģafûr itu, di antaranya sebagai berikut:
1. Negeri yang bersaudara
Setelah hijrahnya Rasulullah Saw., Rasulullah Saw. menerapkan
beberapa terapan pada negeri Madinah. Salah satunya yaitu mempersaudarakan
umat Islam dari Muhajirin dan Anshar. Maka dari itu konsep persaudaraan
adalah konsep mendasar dalam peradaban Islam. Persaudaraan di sini bukan
sekedar persaudaraan dalam garis keturunan melainkan persaudaraan iman
juga. Dengan kebijakan tersebut maka akan menghancurkan batas teritorial,
paham, golongan ataupun yang lainya. Sehingga umat Islam ketika itu satu
sama lain sangat kuat, rela dan ikhlas dalam membantu saudaranya.
2. Negeri dengan konstitusi yang damai
Madinah adalah contoh negeri dengan konstitusi yang damai.
Konstitusi yang diterapkan negeri Madinah dapat mendamaikan beberapa
konflik dan sengketa baik para qabilah yang ada ketika itu ataupun hubungan
3
umat Islam dengan umat non Islam. Konstitusi itu menetapkan prinsip negara
modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat,
perlindungan terhadap harta dan jiwa anggota masyarakat. Dengan konstitusi
inilah Madinah dan sekitarnya telah benar-benar menjadi negeri yang damai
bagi seluruh penduduknya.
3. Negeri yang memberikan kesetaraan bagi semua warganya
Negeri Madinah adalah negeri yang memberikan jaminan keamanan
kepada kelompok minoritas (Zimmi). Tidak ada perbedaan status hak dan
kewajiban antara orang Arab dan orang Ajam, antara pendatang dan penduduk
asli Madinah. Semua diperlakukan sama di depan hukum dan sebagai warga
negara dengan hak dan kewajiban masing-masing. 1
Dari beberapa poin di atas dapat diketahui bahwa negeri Madinah adalah
negeri yang dipenuhi berbagai perbedaan. Namun dengan banyaknya perbedaan itu
negeri Madinah dapat mendamaikan, mempersaudarakan, dan memberikan
kesetaraan bagi semua warganya. Sama seperti negeri Madinah, Indonesia juga
dipenuhi dengan berbagai perbedaan suku dan agama. Agar Indonesia dapat
menjadi negeri yang damai maka kita perlu untuk mencontoh seperti apa yang
dicontohkan negeri Madinah, yaitu menjaga persaudaraan, mendamaikan antar
kelompok, dan meyakini bahwa semua warga memiliki status, hak dan kewajiban
yang setara.
Apabila manusia mau belajar dan memahami arti sebuah perbedaan,
niscaya manusia akan mengetahui bahwa perbedaan adalah kehendak Allah yang
keberadaannya menjadi rahmat dan anugerah. Allah Swt. melalui Nabi Muhammad
Saw. telah mengajarkan kepada kita, tentang bagaimana cara kita menyikapi
keragaman yang ada. Dalam Islam keberadaan masyarakat yang beragam tersebut
bertujuan agar manusia mau saling kenal mengenal dan saling menghargai antara
komunitas masyarakat yang satu dengan komunitas masyarakat lainnya. Dalam
konteks keragaman agama misalnya, umat Islam yang menghargai keragaman
1 Sabdo, Konsep “Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur” Sebagai Tujuan Akhir Proses
Transformasi Sosial Islam, Ath-Thariq jurnal Dakwah dan Komunikasi, 2018, h. 3.
4
berarti telah memberikan rasa aman dan rasa keselamatan bagi komunitas yang
berbeda agama dengannya.
Akhir-akhir ini, masyarakat sering kali diperlihatkan di berbagai media
bahwa di sebagian daerah masih sering terjadi sebuah konflik antar kelompok.
Mereka yang berbeda pandangan sering kali terpicu untuk saling bermusuhan di
antara keduanya. Perbedaan dijadikan sumber konflik oleh mereka yang tidak
mampu mengambil ibrah dari ketetapan Allah, yaitu realitas kehidupan yang tidak
mungkin bisa berjalan tanpa adanya kebinekaan. Hal yang demikian sering terjadi
karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya
toleransi terhadap berbagai macam perbedaan yang ada. Padahal perbedaan adalah
sunnatullah agar manusia saling menghargai dan menyayangi.
Dalam beberapa waktu terakhir, penulis sering kali menemukan berita
tentang permusuhan antar kelompok. Salah satunya yaitu seperti yang penulis lansir
dari CNN Indonesia, bahwa Imparsial, yang merupakan lembaga LSM yang
bergerak di bidang pengawasan dan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) di Indonesia, menemukan sebanyak puluhan kasus pelanggaran terhadap
hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) atau intoleransi di Indonesia
dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Dilansir dari CNN Indonesia: Koordinator Program Imparsial, Ardimanto
Adiputra mengatakan, “Pelanggaran terhadap hak KBB terjadi dalam pelbagai
bentuk. Setidaknya terdapat 31 kasus yang kami monitoring lewat media-media
pelanggaran hak terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan,” kata Ardimanto
kepada tim redaksi CNN Indonesia di Kantornya, Jakarta, Minggu (17/11/2019). 2
Pelanggaran hak KBB yang disebutkan oleh Ardimanto yaitu di
antaranya:
Pelarangan terhadap ritual, pengajian, ceramah atau pelaksanaan
kepercayaan agama yang terjadi sebanyak 12 kasus. Sedangkan urutan
berikutnya adalah pelarangan pendirian rumah atau tempat ibadah dengan 11
kasus, perusakan terhadap rumah ibadah, baik gedung ataupun properti dengan
2 Ryan Hadi Suhendra, Imparsial Temukan 31 Kasus Intoleransi selama Setahun, 2019,
(https://www.cnnindonesia.com/). Diakses pada 15 Juli 2020 pukul 20.45.
5
3 kasus, dan pelarangan terkait kebudayaan etnis tertentu dalam hal ini Cap
Gomeh dengan 2 kasus. Kemudian selanjutnya ada pengaturan tentang tata cara
berpakaian berkaitan dengan agama atau keyakinan tertentu ada 1 kasus.
Pelanggaran berikutnya adalah perihal imbauan atau edaran tentang aliran
agama tertentu dengan 1 kasus. Poin terakhir adalah terkait penolakan untuk
bertetangga dengan orang yang tidak seagama, ini juga terjadi sebanyak 1
kasus, tandasnya kepada tim redaksi CNN. 3
Selain itu masih banyak lagi kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia.
Seperti yang penulis lansir dari kanal berita Suara.com, bahwa Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut
kondisi bangsa kekinian adalah masyarakat kurang bersatu. Kasus intoleransi antar
umat beragama menjadi salah satu faktor yang dapat disebut sebagai gangguan
berbangsa. Ia pun menyebutkan bahwa, Belum lama ini terjadi penolakan
pembangunan Gereja Katolik Paroki Santo Joseph, kota Tanjungbalai, Karimun,
Kepulauan Riau dan perusakan musala di Perumahan Agape, Tumaluntung,
Minahasa Utara, Sulawesi Utara. 4
Dilansir dari Suara.com: Kepada tim redaksi Suara di Balai Purnomo
Prawiro, Universitas Indonesia, Senin (17/2/2020), Mahfud mengatakan, “Saat
ini, gangguan kita adalah kekurang bersatuan kita. Misalnya muncul gejala
intoleransi, di mana orang yang berbeda dianggap musuh. Kalau di dalam
bahasa agama itu, menganggap orang yang berbeda adalah musuh adalah sikap
taksiri”. 5
Melihat masih banyaknya masyarakat yang bertindak demikian, ini berarti
masih banyak masyarakat yang belum mempunyai kesadaran atau pengetahuan
tentang arti pentingnya rasa toleransi kepada sesama. Negara dan agama
mengajarkan kita untuk saling bertenggang rasa antara satu golongan dengan
golongan yang lain, dengan cara saling menghargai dan menghormati terhadap
perbedaan yang ada. Dengan demikian, maka kita dapat bersatu untuk saling
bekerja sama, saling melengkapi, saling bahu membahu membangun negeri,
3 Ibid. Diakses pada 15 Juli 2020 pukul 20.49. 4 Pebriansyah Ariefana, Ada Intoleransi, Mahfud MD Salahkan Orang Indonesia Kurang
Bersatu, 2020, (https://www.suara.com/). Diakses pada 15 Juli 2020 pukul 21.27. 5 Ibid. Diakses pada 15 Juli 2020 pukul 21.31.
6
menuju negeri yang makmur damai dan sejahtera. Maka dari itu sangat penting
untuk menumbuhkan sikap tenggang rasa antara satu sama lain.
Membahas mengenai toleransi, tentu kurang lengkap rasanya apabila
belum membahas mengenai pendidikan, karena keduanya saling berkaitan dan
berhubungan. Pendidikan merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya
manusia dan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju.
Pendidikan adalah tempat di mana peserta didik secara aktif mengembangkan
potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter
sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita-cita
yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai
lingkungan. Dengan demikian Pendidikan merupakan tempat untuk membentuk
pola pikir masyarakat sejak dini.
Maka dari itu, pendidikan adalah hal yang paling mendasar untuk
membentuk kepribadian seseorang. Dalam kasus ini, pendidikan merupakan garda
terdepan untuk menumbuhkan sikap toleransi masyarakat sejak dini. Adanya
kesalahan pendidikan di Indonesia maka akan berdampak kurangnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya sikap tenggang rasa kepada sesama.
Seperti kasus yang penulis lansir dari Kompasiana, bahwa terdapat surat
edaran di Sekolah Dasar Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta yang
menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam
Muslim. Masih di kota yang sama, intoleransi juga sempat terjadi di SMAN 8
Yogyakarta karena kepala sekolahnya mewajibkan siswanya untuk mengikuti
kemah sekolah pada hari Paskah. Padahal hari itu sebagian murid kristiani
merayakan hari besar. Protes yang dilakukan sebelumnya oleh guru agama Katolik
7
dan Kristen tidak ditanggapi oleh kepala sekolah yang pada akhirnya mengubah
tanggal perkemahan setelah ada desakan dari pihak luar. 6
Di lain daerah ada juga kasus yang mirip-mirip, seperti kasus yang penulis
lansir dari kanal media berita Kumparan, yaitu: pada tahun 2014 ditemukan kasus
pelarangan penggunaan jilbab di beberapa sekolah seperti SMPN 1 Singaraja dan
SMAN 2 Denpasar, Bali. Ini berarti sebagian guru, termasuk kepala sekolah,
cenderung lebih memprioritaskan kegiatan ataupun nilai-nilai agama mayoritas
saja. Sebagian guru juga dinilai tidak dapat membedakan antara keyakinan
pribadinya dengan nilai dasar toleransi yang seharusnya ia ajarkan ke muridnya. 7
Selain kasus perihal peraturan sekolah, ada juga kasus lain yang berpotensi
menimbulkan sikap intoleransi, yaitu seperti kasus di mana terdapat buku ajar
agama Islam yang mengandung muatan intoleransi dan bernuansa kekerasan.
Seperti yang dimuat dalam buku “Intoleransi dalam Buku Pendidikan Islam” yang
merupakan hasil penelitian terhadap buku ajar PAI. Buku ini menyajikan topik
pokok terkait masalah munculnya muatan radikal dan intoleran dalam buku ajar
PAI.
Dalam buku yang berjudul “Intoleransi dalam Buku Pendidikan Islam” itu
ditemukan bahwa, terdapat materi yang menjadi kontroversi dalam buku ajar PAI-
PB terbitan Kemendikbud maupun KLKPD. Yaitu materi tentang pemikiran
Muhammad Bin Abdul Wahhab, terutama pada poin-poin a, c, dan d. Poin-poin
tersebut memuat pernyataan dibolehkannya membunuh orang musyrik; dan
menyatakan bahwa penyebutan nama nabi, syekh, atau malaikat sebagai perantara
dalam doa disebut sebagai kemusyrikan; juga menyebut permintaan syafaat selain
kepada Allah Swt. adalah sebagai perbuatan syirik. 8
6 Eva Nurmala, Pendidikan dan Toleransi, 2019, (https://www.kompasiana.com/). Diakses
pada 16 Juli 2020 pukul 06.13. 7 Langkan, Tidak Hanya di Padang, KPAI Catat Ada 5 Kasus Intoleransi di Indonesia, 2021,
(https://kumparan.com/). Diakses pada 19 Februari 2021 pukul 10.32. 8 Hamid Nasuhi, dkk., Intoleransi dalam Buku Pendidikan Islam?: Telaah Atas Isi dan
Kebijakan Produksi, (Jakarta: Kencana, 2018), h. 49.
8
Selain itu ditemukan juga buku ajar untuk anak TK berjudul “Anak Islam
Suka Membaca” yang di dalamnya memuat kata dan kalimat yang mengajarkan
ujaran kebencian dan nada kekerasan. Di antaranya adalah seperti “Cara Laga Ala
Gaza”, “Berani Mati Bela Agama”, “Bom”, “Kafir”, “Selesai-Raih-Bantai-Kiai”,
Dll. Buku itu akhirnya ditarik karena dinilai berbahaya sebab dengan sengaja
menanam sikap intoleran dan mengajarkan kekerasan kepada anak didik. 9
Apa yang diberikan sekolah kepada anak didik adalah bekal untuk
kehidupannya kelak di masyarakat. Apabila sekolah tidak mengajarkan pentingnya
sikap toleransi, maka dikhawatirkan nanti akan semakin banyak lagi kasus-kasus
intoleransi yang akan terjadi berikutnya. Seperti yang sudah terjadi belakangan ini.
Padahal sudah jelas negara dan agama memerintahkan untuk saling
menghormati dan menghargai adanya perbedaan di antara kita. Namun masih
banyak masyarakat yang tidak mau untuk membuka diri dan memahami bahwa
perbedaan di antara kita adalah sebuah keindahan dan rahmat dari Allah Swt..
Di dalam al-Qur’an Allah Swt. menegaskan bahwa penciptaan manusia
dan semua makhluk dengan segala perbedaannya bukanlah hal yang sia-sia,
melainkan ada hikmah yang luhur bagi manusia yang berpikir. Perbedaan
penciptaan juga tidak dimaksudkan untuk menjadi sumber konflik bagi manusia.
Allah menciptakan seluruh makhluknya berbeda-beda agar manusia saling
mengenal dan merenungi makna indahnya perdamaian dalam perbedaan. Seperti
dalam Firman-Nya, QS. al-Hujurat: 13:
Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
9 Ibid., h. 62.
9
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat:
13).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka sangat penting adanya
kajian tentang pentingnya sikap toleransi di antara masyarakat. Dengan demikian
penulis terdorong untuk menyusun pengkajian tentang pendidikan toleransi dalam
penelitiannya yang berjudul “Pendidikan Toleransi Antar Umat Beragama
dalam Al-Qur’an”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan, maka penulis dapat
mengidentifikasikan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:
1. Masih sering terjadi kasus intoleransi antar umat beragama di kalangan
masyarakat
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya sikap toleransi
3. Urgensi atau pentingnya pendidikan toleransi antar umat beragama bagi
kehidupan bermasyarakat
4. Perlunya penguatan terhadap pendidikan toleransi yang diberikan kepada
anak
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang teridentifikasi dari pembahasan yang ada
dalam latar belakang di atas, maka untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang
tepat dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberi batasan masalah terhadap
penelitian ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai pendidikan
toleransi antar umat beragama dalam al-Qur’an berdasarkan hasil analisis penulis
terhadap ayat-ayat tentang toleransi dalam kitab-kitab Tafsir al-Qur’an.
10
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis paparkan di atas,
maka penulis dapat memaparkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa dasar-dasar toleransi antar umat beragama dalam al-Qur’an?
2. Bagaimana toleransi antar umat beragama yang terkandung dalam QS. al-
Baqarah: 256, QS. Yunus: 99 dan 100, QS. al-Mumtahanah: 8, dan QS.
al-Kafirun: 6?
3. Bagaimana penerapan pendidikan toleransi antar umat beragama?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui Apa saja dasar-dasar toleransi antar umat beragama dalam al-
Qur’an, untuk mengetahui bagaimana toleransi antar umat beragama yang
terkandung dalam QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99 dan 100, QS. al-
Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6, serta untuk mengetahui bagaimana
penerapan pendidikan toleransi antar umat beragama.
F. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka diharapkan
penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat kepada pembaca, manfaat yang
penulis harapkan adalah sebagai berikut:
Teoritis:
Penelitian ini secara umum memberikan informasi tentang pendidikan
toleransi dalam perspektif al-Qur’an. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
penambahan kajian pustaka atau khazanah keilmuan tentang pendidikan toleransi
dalam perspektif al-Qur’an.
11
Praktis :
1. Bagi lembaga Sekolah, dapat menjadi sebuah masukan agar pendidikan
pada sekolah tersebut selain menekankan sisi pengetahuan anak didik
namun juga memperhatikan sisi sikap yaitu terkait dengan sikap toleransi
anak didik
2. Bagi Pendidik, dapat digunakan sebagai sumber informasi sehingga
mengetahui bagaimana konsep pendidikan toleransi menurut perspektif al-
Qur’an
3. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi berkaitan
dengan penelitian dengan tema yang sama
4. Bagi masyarakat umum, menambah wawasan dan pengetahuan tentang
pentingnya pendidikan toleransi sebagai alat pengembangan diri
5. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
referensi.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Toleransi
Pada poin pertama kajian teori, penulis akan membahas terlebih dahulu
apa dan bagaimana itu pendidikan, toleransi, dan pendidikan toleransi, yaitu
sebagai berikut:
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Apakah yang dimaksud dengan pendidikan itu? Untuk dapat
memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan, lebih dahulu
hendaklah kita pahami arti pendidikan secara etimologi di samping
definisi secara terminologi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal
dari kata didik yang artinya pelihara dan latih, sedangkan pendidikan
sendiri memiliki pengertian proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang, dan usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 10
Definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli atau suatu
bangsa tergantung dari sudut pandang yang digunakan dalam memberi
arti, sehingga definisi pendidikan ini berbeda antara satu dengan yang lain.
Pendidikan menurut John Dewey seperti yang dikutip Syafril dan
Zelhendri Zen dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, dikatakan
bahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kecakapan-
10 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 352.
13
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan
sesama manusia. 11
Bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagian manusia, berkebudayaan,
berasas peradaban, memajukan hidup agar mempertinggi derajat
kemanusiaan. 12
Pengertian pendidikan, seperti yang disebutkan dalam buku
karya Syafril dan Zelhendri Zen adalah:
Sebagai proses di mana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimum. 13
Adapun pengertian pendidikan menurut UU RI. No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional, Bab 1, pasal 1 ayat 1, dijelaskan
bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan,
pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” 14
Jadi pendidikan adalah usaha sadar seseorang untuk
mengembangkan potensi dirinya agar menjadi individu yang lebih baik
yang memiliki spiritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya
juga masyarakat.
11 Syafril dan Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Kencana, 2017), h. 28. 12 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 5. 13 Syafril dan Zelhendri Zen, Op.cit., h. 31. 14 UU Republik Indonesia, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Indonesia: Bidang
DIKBUD KBRI Tokyo, 2003), h. 1.
14
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Setiap negara memiliki titik tekan sendiri dalam tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Antara negara satu dengan negara lain
mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda, begitu juga antara daerah
kota dengan daerah desa. Namun tidak berarti tidak ada unsur yang sama
dalam tujuan pendidikan di setiap negara atau daerah di muka bumi ini.
Hal yang mempengaruhi perbedaan tujuan pendidikan adalah faktor sosial
budaya, sistem politik dan potensi dari masing-masing daerah atau negara.
Rulam Ahmadi dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan, disebutkan bahwa pendidikan
memiliki beberapa tujuan di antaranya:
a) Mengoptimalisasi potensi kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang dimiliki siswa, b) Mewariskan nilai-nilai budaya
dari generasi ke generasi untuk menghindari sebisa mungkin anak-
anak tercabut dari akar budaya dan kehidupan berbangsa dan
bernegara, c) Mengembangkan daya adaptabilitas siswa untuk
menghadapi situasi masa depan yang terus berubah, d) Meningkatkan
tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, e) mengembangkan tanggung
jawab terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya, dan f) membantu
siswa memahami hubungan yang seimbang antara hukum dan
kebebasan pribadi dan sosial. 15
Jadi dengan adanya perbedaan sosial budaya, sistem politik dan
potensi dari masing-masing daerah itu maka akan mempengaruhi pula
beberapa perbedaan tujuan pendidikan di tiap-tiap daerah. Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan potensi
daerah, agar dapat terus dilestarikan dari generasi ke generasi dan juga
mampu mencetak sumber daya manusia yang berkompeten untuk
mengembangkan potensi daerah yang ada. Namun secara garis besar
tujuan pendidikan itu sama.
15 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), Cet. 2, h. 45.
15
Adapun fungsi dan tujuan pendidikan dalam UU RI Nomor 20
Tahun 2003, Bab II Pasal 3 disebutkan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang ber-
martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.16
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan dan fungsi pendidikan yaitu untuk mengembangkan peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, berilmu dan
berkompeten untuk mengembangkan potensi daerahnya, serta membentuk
peradaban bangsa yang bermartabat.
2. Toleransi
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup
sendiri. Setiap orang pasti membutuhkan orang lain, baik untuk kepentingan
diri sendiri maupun untuk kepentingan bersama. Untuk kelancaran dan
ketenteraman dalam melakukan interaksi antar manusia, Islam memberikan
aturan yang lengkap tentang bagaimana seorang muslim harus bersikap dan
berperilaku sehari-hari.
Salah satu karakter penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap
muslim adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain. Menghormati
dan menghargai orang lain merupakan salah satu upaya untuk menghormati
dan menghargai diri sendiri. Islam memberikan aturan umum dalam
melakukan penghormatan dan penghargaan kepada orang lain. Menghargai
dan menghormati orang lain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan
dalam batas-batas tertentu. 17 Sikap tersebut sering kita sebut sebagai sikap
16 Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8. 17 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2015), h. 131.
16
toleran atau dalam Islam disebut sebagai sikap tasamuh. Lalu apa yang
dimaksud dengan toleransi/tasamuh itu sendiri?
a. Pengertian Toleransi
Dalam bahasa inggris, istilah toleransi dikenal dengan sebutan
tolerance yang memiliki arti toleransi, kesabaran, kelapangan dada, tahan
terhadap, dan dapat menerima. 18
Adapun dalam bahasa Arab, toleransi biasa disebut sebagai
tasamuh yang berarti kelapangan dada, kemurahan hati, memaklumi,
membiarkan, mengizinkan dan saling memudahkan. 19 Tasamuh juga
mempunyai arti bermurah hati yaitu sikap akhlak terpuji dalam pergaulan,
di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam
batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam. 20
Sedangkan menurut istilah, toleransi yaitu sifat atau sikap
menenggang rasa, menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang
berbeda dan juga yang bertentangan dengan pendiriannya. 21
Menurut UNESCO seperti yang dikutip Zuhairi Miswari dalam
bukunya yang berjudul Al-Qur’an Kitab Toleransi, mendefinisikan
toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima dan saling
menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan
karakter manusia. Toleransi juga berarti sebuah sikap positif dengan cara
menghargai hak orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan
asasinya sebagai manusia. 22
18 Achmad Fanani, Kamus Populer: Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Yogyakarta:
Literindo, 2015), h. 411. 19 A. Thoha Husein, Kamus Akbar Bahasa Arab: Indonesia-Arab, (Jakarta: Gema Insani,
2013), h. 1445. 20 Halimatussa’diyah, Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural, (Surabaya: CV.
Jakad Media Publishing, 2020), h. 70. 21 Dwi Ananta Devi, Toleransi Beragama, (Semarang: Alprin, 2020), h. 2. 22 Zuhairi Miswari, Al-Quran Kitab Toleransi, (Jakarta: Pustaka Oasis, 2017), h. 162.
17
Dari pengertian di atas, toleransi dapat diartikan sebagai sikap
menenggang, membiarkan, dan membolehkan, baik berupa pendirian,
kepercayaan, maupun kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya.
Dengan kata lain, toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip
orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan
kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Sebaliknya, dalam toleransi
tercermin sikap yang kuat atau istiqomah untuk memegang keyakinan atau
pendapat sendiri.
b. Hakikat Toleransi
Zuhairi Miswari, dalam bukunya “Al-Qur’an Kitab Toleransi”
menyebutkan setidaknya terdapat lima hal yang dimungkinkan menjadi
substansi atau hakikat toleransi, yaitu:
1) Menerima perbedaan untuk hidup damai.
2) Menjadikan keseragaman menuju perbedaan, artinya
membiarkan segala kelompok berbeda dan eksis dalam dunia,
tidak perlu adanya penyeragaman.
3) Membangun moral stoisisme, yaitu menerima bahwa orang lain
mempunyai hak.
4) Mengekspresikan keterbukaan terhadap orang lain, ingin tahu,
menghargai, ingin mendengarkan dan belajar dari orang lain.
5) Dukungan antusias terhadap perbedaan serta menekankan aspek
otonomi. 23
Toleransi merupakan ajaran semua agama. Toleransi merupakan
kehendak seluruh makhluk Tuhan untuk hidup damai dan saling
menghargai. Misalnya dalam agama Kristen, seperti yang disebutkan
dalam jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, di situ dijelaskan
bahwa Tuhan mereka Yesus dalam teladan hidup dan pengajarannya
mewariskan nilai toleransi yang terdokumentasi dengan baik dalam kitab
suci Alkitab, yang merupakan tuntunan wajib bagi orang yang percaya
untuk berpikir dan bertindak. Ajaran tentang toleransi begitu tegas, lugas
23 Zuhairi Miswari, Op.cit., h. 162.
18
dan jelas sehingga mudah diterima. Karena itu tanpa ragu gereja
seharusnya bebas dari aksi intoleransi apabila standar berpikir dan
bertindak sesuai Alkitab. 24
Dalam hal ini harus dipahami dengan baik, bahwa hakikat dari
toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai
di antara keragaman. Toleransi menjadi hak setiap warga negara untuk
diperlakukan setara tanpa memperhitungkan lagi latar belakang agama,
etnisitas, ataupun sifat-sifat spesifik yang dimiliki seseorang. Yang
memberikan jaminan terwujudnya toleransi bukan lagi orang per orang
atau kelompok tertentu terhadap yang lain, melainkan institusi negara.
c. Toleransi dalam Islam
Al-Qur’an sebagai sebuah kitab petunjuk yang universal,
memuat ayat-ayat yang berisi pedoman dan pokok-pokok peraturan yang
sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupannya. Dari sekian
banyak petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
berisi pesan-pesan yang seharusnya menjadi pedoman bagi umat manusia
terhadap upaya menjaga kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan yang
multikultural. 25
1) Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan dari asal yang
sama, dan dijadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
saling mengenal
24 Rikardo Dayanto Butar-Butar, dkk., “Pengajaran Tuhan Yesus Mengenai Toleransi Dan
Implementasinya Di tengah Masyarakat Majemuk”, Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama
Kristen, Vol. 4, 2019, h. 93. 25 Yaya Suryana dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural: Suatu upaya penguatan jati diri
Bangsa, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h. 332.
19
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. menciptakan
manusia dari asal yang sama sebagai keturunan Adam dan Hawa yang
tercipta dari tanah. Semua manusia sama di hadapan Allah. Manusia
menjadi mulia bukan karena suku, warna kulit, ataupun jenis kelamin,
melainkan karena ketakwaannya. Kemudian, manusia dijadikan
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuan penciptaan semacam itu
bukan untuk saling menjatuhkan, menghujat, dan bersombong,
melainkan agar saling mengenal untuk menumbuhkan rasa saling
menghormati dan semangat saling menolong.
Ayat ini dapat dipahami bahwa agama Islam secara normatif
telah menguraikan tentang kesetaraan dalam bermasyarakat yang
tidak mendiskriminasikan kelompok lain. 26
2) Al-Qur’an mengajarkan untuk tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu
barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)
26 Ibid., h. 333.
20
Pada ayat ini dijelaskan bahwa untuk memasuki agama
Islam tidak boleh ada paksaan dari manapun, karena apabila
seseorang masuk Islam karena suatu paksaan, maka akan terjadi
ketidak nyamanan dalam jiwanya. Maka yang dikehendaki adalah
iman yang tulus tanpa adanya paksaan. Apabila seseorang mau untuk
mempelajari dan mengetahui tentang Islam maka akan mengetahui
mana jalan yang lurus dan mana jalan yang salah.
Nabi Muhammad Saw. memberikan contoh nyata bagaimana
sikap toleran itu dipraktikkan. Beliau sangat toleran dengan siapapun,
termasuk dengan orang-orang yang tidak seiman, kecuali jika mereka
memusuhi Islam. 27
1) Hadis Nabi Muhammad Saw. menyatakan semua hamba Allah
Swt. bersaudara.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Jauhilah
prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang
paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka
mencari-cari isu, saling mendengki, saling membelakangi, serta
saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara.” (HR. Bukhari)
Pada hadis ini Nabi Saw. memerintahkan umatnya agar
menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh di antara
hamba-hambanya saling mendengki, saling membenci satu sama lain.
27 Marzuki, Op.cit., h. 148.
21
2) Hadis Nabi Muhammad Saw. menyatakan bahwa agama yang
dicintai Allah Swt. adalah agama yang lurus dan toleran.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah ditanya: “Agama manakah yang paling
dicintai Allah?” Rasulullah menjawab: “yang lurus lagi toleran.”
(HR. Bukhari)
Jadi dari hadis ini dapat diketahui bahwa Rasulullah sangat
menyukai muslim yang toleran. Dan secara tidak langsung Rasulullah
telah mengajarkan kepada umatnya agar selalu senantiasa bersikap
toleran terhadap suatu perbedaan. Karena agama yang dicintai Allah
adalah agama yang lurus dan juga toleran.
3. Pendidikan Toleransi
Sikap toleran harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai modal untuk
bisa menjalin harmoni dalam keberagaman. Sikap toleran itu merupakan hasil
yang diakibatkan oleh sikap moderat dalam beragama. Moderasi adalah
proses, toleransi adalah hasilnya. Seorang yang moderat bisa jadi tidak setuju
atas suatu tafsir ajaran agama, tapi ia tidak akan menyalah-nyalahkan orang
lain yang berbeda pendapat dengannya. Begitu juga seorang yang moderat
niscaya punya keberpihakan atas suatu tafsir agama, tapi ia tidak akan
memaksakannya berlaku untuk orang lain. 28
Jadi sikap toleran itu sangat penting, tanpa sikap toleran akan sulit
dicapai ketentraman dalam kehidupan bersama yang diwarnai oleh berbagai
macam keberagaman. Sikap toleran itu harus ditanamkan kepada anak sejak ia
mulai eksis dalam keluarganya. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-
anaknya dalam penerapan sikap toleran di tengah-tengah keluarga. Demikian
28 Kementerian Agama RI, Tanya Jawab Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 17.
22
pula, sekolah harus memperhatikan semua peserta didiknya untuk selalu
bersikap toleran agar dapat hidup secara damai dan terbebas dari benih-benih
permusuhan di sekolah khususnya dan di masyarakat pada umumnya. 29
Satu hal yang sangat penting bagi anak didik di sekolah agar memiliki
sikap saling menghormati dan menghargai adalah dengan ditanamkannya
pendidikan toleransi. Apa itu pendidikan toleransi?
a. Hakikat Pendidikan Toleransi
Masalah toleransi sebaiknya sudah ditanamkan sejak pendidikan
dasar. Anak-anak jangan terjebak dalam pendidikan yang eksklusif yang
menutup mata akan kenyataan dunia luar. Anak-anak justru harus segera
mengetahui bahwa di luar agama yang dianutnya, ada juga kebenaran.
Semua agama mengajarkan budi baik, toleransi, perdamaian, dan hal-hal
positif lainnya. Semua itu disebut nilai-nilai bersama. Jadi yang
ditonjolkan adalah persamaannya, bukan perbedaannya. Pola didik seperti
ini akan sangat berbekas pada jiwa anak, dan pada gilirannya akan
membentuk pribadi anak untuk bisa menghargai perbedaan dan
menjunjung tinggi hak-hak orang atas pihak lain, termasuk dari agama
yang berbeda. Toleransi dapat muncul apabila pengetahuan agamanya
semakin berkualitas.
Peningkatan kualitas pendidikan agama itu penting untuk
meredam semangat fanatisme agama yang berlebihan. Karena tanpa
pengetahuan agama yang memadai, orang cenderung curiga terhadap
agama-agama lain, takut berkomunikasi, sehingga bersikap eksklusif, dan
mudah menyulut konflik. 30
Dengan demikian, sekolah perlu adanya pendidikan yang dapat
mendidik siswa untuk menjadi manusia yang toleran saling menghargai
29 Marzuki, Op.cit., h. 152. 30 Choirul Fuad Yusuf, Pendidikan Agama berwawasan Kerukunan, (Jakarta: PT Pena
Citasatria, 2008), h. 31.
23
dan menghormati. Konsep pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan
toleransi.
Pendidikan toleransi merupakan bagian dari konsep pendidikan
multikultural. Apa itu pendidikan toleransi/ pendidikan multikultural?
Pendidikan toleransi/pendidikan multikultural menurut Azra
seperti yang dikutip Yaya Suryana dan Rusdiana dalam bukunya
Pendidikan Multikultural: Suatu upaya penguatan jati diri Bangsa,
dikatakan bahwa pendidikan toleransi merupakan bentuk pendidikan yang
bertujuan untuk menumbuhkan sikap peduli, mau mengerti dan adanya
politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia, seperti
toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM,
demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal serta subjek lain yang
relevan. 31
b. Langkah mendidik toleransi pada anak
Ada tiga langkah penting dalam pendidikan yang dapat ditempuh
untuk menumbuhkan sikap toleransi. Berikut ini adalah tiga langkah yang
penulis kutip dari buku karya Marzuki, yaitu:
1) Mencontohkan dan menumbuhkan toleransi. Ada enam cara
mendidik anak menjadi toleran, yaitu a) Perangi prasangka
buruk Anda, b) tekadkan untuk mendidik anak yang toleran,
c) jangan dengarkan komentar bernada diskriminasi, d) beri
kesan positif tentang semua suku, e) doronglah anak agar
banyak terlibat dengan keragaman, dan f) contohkan
toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan. a) menerima
perbedaan sejak dini, b) kenalkan anak terhadap keragaman,
c) beri jawaban tegas dan sederhana terhadap pertanyaan
tentang perbedaan, dan d) bantu anak melihat persamaan.
3) Menantang stereotip dan tidak berprasangka. a) tunjukkan
prasangka dan stereotip, b) lakukan “cek percakapan” untuk
menghentikan ungkapan percakapan bermuatan stereotip, c)
31 Yaya Suryana dan Rusdiana, Op.cit., h. 197.
24
jangan biarkan anak terbiasa mendiskriminasikan, dan d)
tetapkan aturan. 32
c. Karakteristik Pendidikan Toleransi
Menurut Halimatussa’diyah pendidikan toleransi memiliki
beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1) Pendidikan toleransi berprinsip pada demokrasi, kesetaraan, dan
keadilan.
2) Pendidikan toleransi berorientasi pada kemanusiaan,
kebersamaan, dan kedamaian.
3) Pendidikan toleransi mengembangkan sikap mengakui,
menerima, dan menghargai keragaman. 33
B. Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata agama memiliki arti ajaran,
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya. 34
Sebagian kalangan mendefinisikan agama sebagai seperangkat aturan
yang meliputi hubungan manusia dengan dunia ghaib khususnya dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan
lingkungan. Agama adalah ajaran tentang kewajiban dan kepatuhan terhadap
aturan, petunjuk perintah yang diberikan Tuhan kepada manusia lewat utusan-
utusan-Nya yang diajarkan kepada manusia melalui pendidikan dan teladan. 35
Harun Nasution memberi definisi agama lebih terperinci. Ia
mengemukakan, inti sari yang terkandung dalam istilah agama ialah “ikatan”.
32 Marzuki, Op.cit., h. 59. 33 Halimatussa’diyah, Op.cit., h. 32. 34 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., h. 15. 35 Alamsyah M. Dja’far, dkk., Hak atas Kebebasan Beragama atau berkeyakinan di
Indonesia, (Jakarta: Wahid Foundation, 2016), h. 112.
25
Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.
Ikatan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia sehari-
hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu
kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindra. Oleh karena itu agama
diberi definisi-definisi sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang harus dipatuhi
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan gaib
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
rasul. 36
Jadi agama adalah suatu ajaran yang di dalamnya berisi seperangkat
sistem yang mengatur kehidupan manusia, yaitu bagaimana manusia beriman dan
beribadah kepada Tuhan, bagaimana hubungan yang baik antara manusia dengan
manusia dan manusia dengan lingkungan, serta berisi pedoman hidup bagi manusia
agar menjadi manusia yang berakhlak mulia.
36 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), h. 11.
26
C. Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi antar umat beragama adalah sikap menghargai, menghormati,
dan memberi kebebasan terhadap penganut ajaran agama lain. Itu tidak berarti
bahwa seseorang harus mengorbankan keyakinannya, akan tetapi harus
mencerminkan sikap yang kuat untuk memegang kepercayaannya.
Toleransi antar umat beragama dapat terwujud apabila menerapkan
prinsip sebagai berikut:
1. Tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan itu dilakukan
secara halus ataupun dilakukan secara kasar.
2. Manusia berhak untuk memilih dan memeluk agama yang diyakininya dan
beribadat menurut keyakinan itu.
3. Tidak akan berguna memaksa seseorang agar mengikuti suatu keyakinan
tertentu.
4. Tuhan Yang Maha Esa tidak melarang hidup bermasyarakat dengan yang
tidak sepaham atau seagama, dengan harapan menghindari sikap saling
bermusuhan. 37
Jadi untuk dapat mewujudkan toleransi antar umat beragama, maka harus
diterapkan suatu prinsip dalam masyarakat bahwa tidak boleh ada paksaan dalam
menganut agama dan tidak boleh saling bermusuhan oleh sebab perbedaan
kepercayaan.
Membahas mengenai toleransi antar umat beragama, Kementerian Agama
RI juga mempunyai konsep yang serupa yaitu moderasi beragama. Apa itu
moderasi beragama? Dalam buku saku terbitan Kementerian Agama RI yang
berjudul Tanya Jawab Moderasi Beragama, dijelaskan bahwa moderasi beragama
yaitu cara beragama dengan jalan tengah. Dengan moderasi beragama, seseorang
37 Jauhar Fuad, Pembelajaran Toleransi (Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Menangkal Paham Radikal di Sekolah), 2nd Proceedings Annual Conference for Muslim Scholars,
2018, h. 566.
27
tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang
yang mempraktikkannya disebut moderat. 38
Kementerian Agama RI juga menjelaskan bagaimana prinsip beragama
yang moderat itu? Dijelaskan bahwa moderasi beragama prinsipnya ada dua yaitu
adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada
tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan
sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal
ibadah misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan
pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi
pada upaya untuk memuliakan manusia. Sedangkan orang yang ekstrem sering
terjebak dalam praktik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela
keagungan-Nya saja seraya mengesampingkan aspek kemanusiaan. Orang
beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan”
padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama. 39
D. Al-Qur’an
Ketika membahas seputar Ulumul Qur’an, beberapa pakar selalu
mengawalinya dengan menjelaskan mengenai bentuk penulisan kata (lafaz) Al-
Qur’an serta menjelaskan makna Al-Qur’an secara etimologi (asal kata).
Secara garis besar, terdapat dua perbedaan pendapat mengenai asal kata
Al-Qur’an, yang pertama asal kata al-Qur’an tidak berhamzah, dan yang kedua
adalah dengan hamzah.
Yang pertama yaitu, asal kata al-Qur’an tidak berhamzah. Menurut Imam
al-Syafi’i seperti yang dikutip Amroeni Drajat dikatakan bahwa lafaz al-Qur’an
yang terkenal itu bukan musytaq dan bukan pula berhamzah. Lafaz itu sudah lazim
digunakan untuk pengertian Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Jadi, bukan berasal dari akar kata qa-ra-a. Sebab jika demikian,
38 Kementerian Agama RI, Op.cit., h. 2. 39 Ibid., h. 7.
28
tentu semua yang dibaca dapat dinamai al-Qur’an. Nama itu khusus bagi al-Qur’an
seperti halnya Taurat dan Injil. 40
Adapun yang kedua yaitu, asal kata al-Qur’an disertai dengan hamzah.
Menurut al-Lihyani seperti yang dikutip Amroeni Drajat dikatakan bahwa lafaz al-
Qur’an ditulis dengan huruf hamzah di tengahnya berdasarkan pola kata ghufran
dan merupakan pecahan kata dari kata qa-ra-a yang berarti tala atau “membaca”.
Lafaz al-Qur’an digunakan untuk menamai sesuatu yang dibaca, yakni objek,
dalam bentuk mashdar. Pendekatan ini lebih akurat dan lebih tepat, karena di dalam
bahasa Arab lafaz al-Qur’an adalah bentuk mashdar yang maknanya sinonim
dengan kata qira’ah, yakni “bacaan”. 41
Namun dari kedua perbedaan pendapat itu, nama yang paling populer
adalah al-Qur’an, yang merupakan bentuk kata mashdar dari qa-ra-a, sehingga
kata al-Qur’an dimengerti oleh setiap orang sebagai nama Kitab Suci yang mulia.
42
Adapun, definisi al-Qur’an secara terminologi seperti yang dikutip dari
buku karya Ali Romdhoni yang berjudul Al-Qur’an dan Literasi: Sejarah
Rancang-Bangun Ilmu-ilmu Keislaman, al-Qur’an adalah kata (kalam Allah) yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang kata-katanya bermu’jizat,
membacanya adalah ibadah, disampaikan secara mutawatir, dan ditulis dalam
mushaf-mushaf dari awal surat al-Fatihah hingga surat an-Nas. 43
Adapun pengertian al-Qur’an yang dikutip dari buku karya Abuddin Nata,
al-Quran adalah firman Allah Swt. yang diturunkan melalui Malaikat Jibril (Ruh
al-Amin) kepada hati Rasulullah Muhammad Saw. dengan menggunakan bahasa
Arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjah (dalil) bagi Muhammad Saw.
sebagai Rasul, undang-undang bagi kehidupan manusia serta hidayah bagi orang
yang berpedoman kepadanya, menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan
40 Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana,
2017), h. 27. 41 Ibid., h. 28. 42 Ibid., h. 27. 43 Ali Romdhoni, Al-Qur’an dan Literasi: Sejarah Rancang-Bangun Ilmu-ilmu Keislaman,
(Depok: Literatur Nusantara, 2013), h. 56.
29
cara membacanya. Ia tersusun di antara dua mushaf yang dimulai dengan surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, baik dari segi tulisan maupun ucapannya, dari satu generasi ke generasi
lain, terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian. 44
Jadi al-Qur’an adalah firman Allah Swt. yang diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad Saw. melalui perantara malaikat Jibril, yang di dalamnya
berisi undang-undang bagi kehidupan manusia serta hidayah bagi orang yang
berpedoman kepadanya, serta menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan
cara membacanya, yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang dimulai dari surat al-
Fatihah hingga surat al-Nas.
E. Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penulis yaitu di
antaranya:
1. Skripsi Nur Lu’lu’il Maknunah yang berjudul “Konsep Toleransi
Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan
Tafsir An-Nur)” yang diajukan kepada Program Studi Ilmu Al-Quran dan
Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dalam skripsi ini saudari Nur
Lu’lu’il Maknunah menjelaskan tentang konsep toleransi beragama dalam
al-Qur’an yang dikemukakan oleh dua tokoh mufasir Indonesia yaitu
Buya Hamka dengan tafsirnya al-Azhar dan Hasbi Ash-Shiddiqie dengan
tafsirnya an-Nur. Dalam skripsi ini membahas bagaimana seharusnya
konsep toleransi beragama. 45
2. Skripsi Abdul Chalim yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Toleransi
Dalam al-Qur’an Surah Yunus Ayat 40-41 Dan Al-Baqarah Ayat 256”
44 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), h. 1. 45 Nur Lu’lu’il Maknunah, “Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif
atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2016, tidak dipublikasikan.
30
yang ditujukan kepada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pendidikan toleransi dalam al-
Qur’an. Hasil temuan saudara Abdul Chalim dalam penelitian ini adalah
manusia diperintahkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam
kehidupan sehari-hari. Sesuai perintah dalam al-Qur’an yang melarang
manusia untuk memaksakan kehendak orang lain sesuai dengan
kehendaknya sendiri. Menghargai orang lain dalam menjalankan aktivitas
dan ibadahnya selagi tidak mengganggu norma yang berlaku dalam
masyarakat. Selain itu, toleransi juga akan menimbulkan nilai
persaudaraan yang tinggi sehingga kan menimbulkan rasa cinta kasih dan
juga dapat memperkuat nilai persatuan antar anak bangsa. Sehingga akan
terhindar dari perpecahan dan permusuhan. 46
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang
disebutkan di atas adalah sama-sama meneliti tentang toleransi yang terkandung
dalam al-Quran.
Adapun perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah
disebutkan di atas yaitu, dalam penelitian penulis, penelitian difokuskan pada
pendidikan toleransi antar umat beragama dalam al-Qur’an. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh saudari Nur Lu’lu’il Maknunah yaitu mengenai konsep
toleransi beragama dalam al-Qur’an. Adapun perbedaan dengan penelitian saudara
Abdul Chalim yaitu, penelitian penulis lebih terfokus ke pendidikan toleransi antar
umat beragama, sedangkan penelitian saudara Abdul Chalim membahas
pendidikan toleransi secara umum dalam al-Qur’an.
46 Abdul Chalim, “Nilai-nilai Pendidikan Toleransi Dalam al-Qur’an Surah Yunus Ayat 40-
41 Dan Al-Baqarah Ayat 256”, Skripsi pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Salatiga, 2018,
tidak dipublikasikan.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tafsir al-Qur’an
yang terfokus pada ayat-ayat tentang pendidikan toleransi, yaitu di antaranya:
a. Q.S al-Baqarah [2]: 256 tentang tidak ada seorang pun yang berhak
memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam
b. Q.S Yunus [10]: 99 dan 100 tentang Allah tidak menghendaki agar
semua orang yang ada di bumi ini beriman karena hikmah tertentu.
c. Q.S al-Mumtahanah [60]: 8 tentang Allah tidak melarang kalian
untuk berbuat baik dan menjalin hubungan dengan orang-orang kafir
yang tidak memerangi dan mengusir kalian dari negeri kalian.
d. Q.S al-Kafirun [109]: 6 tentang tanggung jawab agama masing-
masing tanpa adanya pencampuran.
2. Waktu Penelitian
Adapun pengaturan waktu penelitian penulis dimulai dari bulan Juli
tahun 2020 yang dilakukan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan di tempat tinggal penulis.
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode tafsir Maudhu’i dengan menggunakan teknik
analisis isi (content analysis) melalui kajian kepustakaan (library research).
Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin menghasilkan data
32
bersifat deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan, dan perilaku individu atau
kelompok yang dapat diamati berdasarkan subyek itu sendiri. 47
Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, peneliti juga berusaha melihat fenomena di lingkungan
penelitian, dan berusaha memahami dan memberi makna terhadap rangkaian
peristiwa yang dilihat dan didengarnya.
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi realitas sosial yang bersifat unik,
kompleks, dan ganda. Artinya penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang
tepat untuk mengungkapkan fenomena di suatu lingkungan (sekolah, perguruan
tinggi, masyarakat, atau kantor). Dalam penelitian kualitatif dapat dipelajari dan
dieksplorasi serta dipahami pengalaman manusia atau kelompok seperti
kepercayaan, frustasi, keindahan, pengharapan, dan cita-cita yang telah terbentuk
dan dialami oleh individu-individu atau kelompok-kelompok tertentu. 48
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan
dengan tema dalam penelitian ini, sumber-sumber tersebut terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu al-Qur’an dan kitab-kitab
Tafsir yaitu mengenai ayat-ayat yang menjelaskan tentang toleransi antar umat
beragama.
Adapun sumber data sekunder, yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber data primer. Adapun data sekunder dalam penulisan skripsi ini
yaitu literatur-literatur yang berkaitan dengan pendidikan toleransi, misalnya
seperti jurnal yang berjudul Pembelajaran Toleransi oleh Jauhar Fuad,
Mengembangkan Sikap Toleransi dan Kebersamaan di Kalangan Siswa oleh Busri
Endang, Strategi Penanaman Toleransi Beragama Anak Usia Dini oleh Anwar
Zain, dan literatur-literatur yang lain.
47 Sugiyono, Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.
9. 48 Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah, 2019), h. 45.
33
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
tafsir maudhu’i atau tafsir tematik. Tafsir Maudhu’i menurut Abdul Mustaqim
dalam bukunya epistemologi tafsir kontemporer, dikatakan bahwa metode tafsir
maudhu’i ini adalah upaya untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan
memfokuskan pada tema yang telah ditetapkan dengan mengkaji secara serius
tentang ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut. Topik inilah yang menjadi ciri
utama dari metode tematik (maudhu’i). 49
Adapun pembahasan yang penulis fokuskan yaitu mengenai pendidikan
toleransi antar umat beragama.
Al-Farmawi dalam kitabnya Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i, seperti
yang dikutip oleh Abdul Mustaqim, merumuskan beberapa langkah metodis dalam
penafsiran tematik, di antaranya sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas. Dalam hal ini penulis ingin
membahas mengenai pendidikan toleransi antar umat beragama.
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang akan
dibahas. Adapun ayat-ayat yang penulis himpun yaitu: Q.S al-Baqarah [2]:
256, Q.S Yunus [10]: 99 dan 100, Q.S al-Mumtahanah [60]: 8, dan Q.S
al-Kafirun [109]: 6.
3. Menyusun runtutan ayat yang telah dihimpun.
4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
6. Melengkapi dengan hadits-hadits yang relevan.
7. Mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian sama. 50
49 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LkiS Group, 2012), h.
167. 50 Ibid, h. 168.
34
E. Teknik Analisis
Teknik analisis yang peneliti gunakan yaitu metode content analysis
(analisis isi) Teknik analisis ini merupakan kesimpulan yang benar dari sebuah
buku atau dokumen. Teknik ini juga digunakan untuk menemukan karakteristik
dari sebuah pesan yang penggarapannya dilakukan secara objektif dan sistematis.
Analisis data dimulai dengan pengolahan data mentah. Mengolah data
berarti membuat data ringkasan berdasarkan data mentah hasil pengumpulan data.
Pada penelitian kualitatif, analisis data dimulai dari reduksi data,
kategorisasi data, sintesis, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja. Analisis
data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan dan setelah selesai penelitian. 51
Dalam melakukan penelitian ini, pertama peneliti mengumpulkan data
terlebih dahulu melalui observasi kepustakaan. Selanjutnya proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan. Setelah dibaca,
dipelajari, maka langkah selanjutnya adalah menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data mentah yang
diperoleh dari hasil penelitian.
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah penyajian data atau sekumpulan
informasi yang memungkinkan peneliti melakukan penarikan kesimpulan. Bentuk
penyajian data yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah teks naratif
yang menceritakan secara panjang lebar temuan penelitian. Adapun langkah yang
terakhir dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan atau verifikasi.
F. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
51 Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah, 2019), h. 52.
35
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tafsir Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Toleransi dalam Tafsir
Al-Misbah
1. Surah Al-Baqarah Ayat 256
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)
M. Quraish Shihab, melalui tafsirnya menjelaskan, setelah jelas bagi
setiap orang melalui ayat yang lain, siapa Allah dan kewajaran-Nya untuk
disembah, serta keharusan mengikuti agama yang ditetapkan-Nya, serta jelas
pula bahwa Dia memiliki kekuasaan yang tidak terbendung, maka bisa jadi ada
yang menduga bahwa hal tersebut dapat menjadi alasan bagi Allah untuk
memaksa makhluk menganut agama-Nya, apalagi dengan kekuasaan-Nya yang
tidak terkalahkan itu. Untuk menampik dugaan ini, datanglah ayat 256 ini.
“Tidak ada paksaan dalam menganut agama”. Mengapa ada paksaan,
padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu; mengapa ada paksaan, padahal
sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja
(QS. al-Ma’idah: 48), yaitu dengan jalan menyatukan secara naluriah pendapat
36
kamu serta tidak menganugerahkan kamu kemampuan memilih, tetapi Dia,
Allah tidak menghendaki itu. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan
kedamaian. Agama-Nya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian tidak dapat
diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena
itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam. Mengapa ada
paksaan, padahal telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Jika
demikian, sangatlah wajar setiap pejalan memilih jalan yang benar, dan tidak
terbawa ke jalan yang sesat. Sangatlah wajar semua masuk agama ini. Pasti ada
sesuatu yang keliru dalam jiwa seseorang yang enggan menelusuri jalan yang
lurus setelah jalan itu terbentang di hadapannya. Tidak ada paksaan dalam
menganut agama, karena telah jelas jalan yang lurus. Itu sebabnya, sehingga
orang gila dan yang belum dewasa atau yang tidak mengetahui tuntunan
agama, tidak berdosa jika melanggar atau tidak menganutnya, karena bagi dia
jalan yang jelas itu belum diketahuinya. Tetapi jangan tidak tahu menahu
padahal kita mempunyai potensi untuk mengetahui, tetapi potensi itu tidak
digunakan. Di sini kita dituntut untuk tidak menyia-nyiakan potensi itu.
2. Surah Yunus Ayat 99-100
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (QS. Yunus:
99)
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan
akalnya. (QS. Yunus: 99)
37
Dalam Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab disebutkan bahwa
ayat ini telah mengisyaratkan bahwa manusia diberi kebebasan percaya atau
tidak. Kaum Yunus tadinya enggan beriman, kasih sayang-Nyalah yang
mengantar Allah Swt. memperingatkan dan mengancam mereka. Nah, kaum
Yunus yang takdirnya membangkang atas kehendak mereka sendiri, kini atas
kehendak sendiri pun mereka sadar dan beriman, sehingga Allah Swt. tidak
menjatuhkan siksa-Nya. Demikian Allah memberi kebebasan kepada manusia.
Tapi jangan mengira bahwa kebebasan itu bersumber dari kekuatan manusia.
Tidak! Itu adalah kehendak dan anugerah Allah, karena jikalau Tuhan
Pemelihara dan Pembimbingmu menghendaki, tentulah beriman secara
bersinambung tanpa diselingi sedikit keraguan pun semua manusia yang berada
di muka bumi seluruhnya. Ini dapat dilakukan-Nya antara lain dengan
mencabut kemampuan manusia memilah dan memilih dan dengan menghiasi
jiwa mereka hanya dengan potensi positif saja, tanpa nafsu dan dorongan
negatif sebagaimana halnya malaikat. Tetapi itu tidak dikehendaki-Nya, karena
Dia bermaksud menguji manusia dan memberi mereka kebebasan beragama
dan bertindak. Dia menganugerahkan manusia potensi akal agar mereka
menggunakannya untuk memilah dan memilih.
Maka, jika demikian, apakah engkau wahai Muhammad, engkau
hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang mukmin
semuanya yang benar-benar mantap imannya? Allah tidak merestui engkau
melakukan yang demikian, bahkan jika seandainya engkau berusaha ke arah
sana, engkau tidak dapat berhasil. Dan kalaupun engkau berhasil, Aku tidak
akan menerimanya – karena yang demikian adalah iman paksaan, sedang yang
Aku kehendaki adalah iman yang tulus, tanpa pamrih dan tanpa paksaan. Tetapi
bagaimana engkau dapat memaksa orang beriman dengan tulus padahal tidak
ada satu pun jiwa yang akan dapat beriman di satu saat pun kecuali dengan izin
Allah. Memang ada di antara manusia yang beriman sehingga Allah
menganugerahkan kepada mereka ketenangan batin dan kebahagiaan dan ada
juga yang enggan sehingga Allah menimpakan kekotoran jiwa, yakni
38
kegoncangan hati atau kemurkaan akibat kekotoran jiwa itu kepada orang-
orang yang tidak beriman karena enggan mempergunakan akalnya.
Firman-Nya ( ) “Apakah engkau, engkau memaksa
manusia” ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. yang berupaya dengan
sungguh-sungguh melebihi kemampuan beliau sehingga hampir mencelakakan
diri sendiri guna mengajak manusia beriman kepada Allah Swt. Apa yang
beliau lakukan itu karena aneka upaya dan bermacam-macamnya cara yang
beliau lakukan sehingga seakan-akan hal tersebut telah sampai pada tahap
“paksaan”, yakni paksaan terhadap diri beliau sendiri dan hampir menyerupai
pemaksaan terhadap orang lain, walaupun tentunya bukan pemaksaan. Itulah
agaknya sebabnya sehingga kata ( ) “engkau” ditegaskan padahal kata (
) “engkau paksaan” sudah mengandung kata “engkau” yang untuk ditujukan
pada beliau. Penggalan ayat ini dari satu sisi menegur beliau, dan dari sisi lain
memuji kesungguhan beliau. Juga menunjukkan bahwa sikap kaum musyrikin
itu benar-benar di luar kekuasaan Nabi Muhammad Saw. untuk mengubahnya.
Yang dimaksud dengan ( ) “izin Allah” pada ayat ini adalah
hukum-hukum sebab dan akibat yang diciptakan Allah dan yang berlaku umum
bagi seluruh manusia. Dalam hal ini Allah telah menciptakan manusia memiliki
potensi berbuat baik dan buruk, dan menganugerahkan kepadanya akal untuk
memilih jalan yang benar serta menganugerahkan pula kebebasan memilih apa
yang dikehendakinya. Bagi yang menggunakan akal dan potensinya secara
baik, maka dia telah memperoleh izin Allah untuk beriman. Sedang yang
enggan menggunakannya, Allah pun menjadikan dalam jiwanya kegoncangan
dan kebimbangan, kesesatan dan kekufuran yang akan mengantar menuju
murka-Nya.
39
3. Surah Al-Mumtahanah Ayat 8
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)
M. Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir al-Misbah menyebutkan
bahwa perintah untuk memusuhi kaum kafir (non muslim) yang diuraikan oleh
ayat-ayat yang lain boleh jadi menimbulkan kesan bahwa semua non muslim
harus dimusuhi. Untuk menampik kesan keliru ini, ayat ini menggariskan
prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum muslimin dan non muslimin.
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun terhadap mereka
(orang-orang non muslim), dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada
mereka. Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka berada di pihak
yang benar, sedang salah seorang dari kamu berada di pihak yang salah, maka
kamu harus membela dan memenangkan mereka. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Pada ayat selanjutnya Allah
menegaskan bahwa, Allah hanya melarang kamu menyangkut orang-orang
yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari negeri kamu dan
membantu orang lain dalam pengusiran kamu, yaitu melarang kamu untuk
menjadikan mereka teman-teman akrab tempat menyimpan rahasia dan
penolong-penolong yang kamu andalkan.
Firman Allah ( ) “tidak memerangi kamu” menggunakan
bentuk mudhari’/present tense. Ini dipahami sebagai bermakna “mereka secara
faktual sedang memerangi kamu”. Kata ) ) yang berarti “dalam”
mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam
40
wadah tersebut sehingga tidak ada dari keadaan mereka yang berada di luar
wadah itu. Dengan kata ( ) “dalam agama” tidak termasuklah peperangan
yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya
dengan agama, dan tidak termasuk pula siapapun yang secara faktual tidak
memerangi umat Islam seperti suku Khuza’ah dan golongan Ahl-Dzimmah.
Kata ( ) terambil dari kata ( ) yang berarti “kebajikan yang luas”. Salah
satu nama Allah Swt. adalah al-Bar. Ini karena demikian luas kebajikan-Nya.
Dataran yang terhampar di persada bumi ini dinamai bar karena luasnya.
Dengan penggunaan kata tersebut oleh ayat di atas, tercermin izin untuk
melakukan aneka kebajikan terhadap non-muslim selama mereka tidak
membawa dampak negatif bagi umat Islam.
4. Surah Al-Kafirun Ayat 6
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Al-Kafirun: 6)
Dalam kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab disebutkan
bahwa ayat ini menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat
yakni: bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyentuhku
sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan
bagiku juga secara khusus agamaku, aku pun mestinya memperoleh kebebasan
untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya.
Kata ( ) dapat berarti “agama”, atau “balasan”, atau “kepatuhan”.
Sementara ulama memahami kata tersebut di sini dalam arti “balasan”. Antara
lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin Mekkah tidak memiliki agama.
Mereka memahami ayat di atas dalam arti masing-masing kelompok akan
menerima balasan yang sesuai. Bagi mereka, ada balasannya, dan bagi Nabi
41
pun demikian. Baik atau buruk balasan itu diserahkan kepada Tuhan. Dia-lah
yang menentukannya.
Didahulukannya kata ( ) dan ( ) berfungsi menggambarkan
kekhususan, karena itu pula masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan
tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah
sembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau ( )
diartikan “agama”, ayat ini tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan mengakui
kebenaran anutan mereka. Ayat ini hanya mempersilahkan mereka menganut
apa yang mereka yakini. Apabila mereka telah mengetahui tentang ajaran
agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran
mereka, silahkan, karena memang tidak ada paksaan dalam memeluk agama
(QS. al-Baqarah: 256).
Ayat ke 6 ini merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik,
bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian
masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan
baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa
mengabaikan keyakinan masing-masing. Awal surah ini menanggapi usul
kaum musyrikin untuk berkompromi dalam akidah dan kepercayaan tentang
Tuhan. Usul tersebut ditolak dan akhirnya ayat terakhir surah ini menawarkan
bagaimana sebaiknya perbedaan tersebut disikapi.
B. Analisis Pendidikan Toleransi antar Umat Beragama Yang
Terkandung dalam QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99-100,
QS. al-Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6 Berdasarkan
Tafsir Al-Misbah
Setelah sebelumnya penulis menyajikan tafsir ayat-ayat al-Qur’an tentang
toleransi dalam Tafsir al-Misbah, selanjutnya penulis menyajikan hasil temuan dari
42
analisis terhadap tafsir QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99-100, QS. al-
Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6, yaitu analisis mengenai pendidikan
toleransi antar umat beragama.
1. Toleransi Antar Umat Beragama
Beberapa nilai-nilai toleransi antar umat beragama yang penulis
temukan dari hasil menganalisis tafsir QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99-
100, QS. al-Mumtahanah: 8, dan QS. al-Kafirun: 6 yaitu di antaranya:
a. Adanya Kebebasan dalam Menganut Agama (tidak memaksa orang
lain untuk mengikuti agama yang dianutnya)
Kebebasan dalam menganut agama adalah adanya hak bagi setiap
orang untuk menganut agama yang diyakininya benar. Kebebasan dalam
masyarakat untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-
masing merupakan cara untuk mewujudkan sikap toleran dalam kehidupan
beragama. Karena dengan memberi kebebasan terhadap orang lain dalam
menganut agama yang diyakininya benar berarti kita sudah bersikap
toleran.
Dalam konteks ini al-Qur’an mengajarkan kita untuk memberi
kebebasan terhadap orang lain dalam menentukan sendiri agama yang
hendak dianut yang diyakininya benar, dan melarang untuk melakukan
pemaksaan terhadap orang lain agar memeluk Islam. Hal ini seperti yang
dijelaskan dalam tafsir di atas yaitu dalam QS. al-Baqarah ayat 256. Pada
ayat tersebut secara gamblang dinyatakan bahwa “Tidak ada paksaan
dalam menganut agama”.
Seperti yang dijelaskan dalam Tafsir al-Misbah karya M. Quraish
Shihab, mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu;
mengapa ada paksaan, padahal sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat saja (QS. al-Ma’idah: 48), yaitu dengan
jalan menyatukan secara naluriah pendapat kamu serta tidak
43
menganugerahkan kamu kemampuan memilih, tetapi Dia, Allah tidak
menghendaki itu. 52 Allah menghendaki agar setiap orang merasakan
kedamaian. Agama-Nya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian tidak
dapat diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak
damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama
Islam. 53
Hal ini senada dengan yang disebutkan dalam QS. Yunus: 99-
100. Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa Allah memberi kebebasan
kepada manusia. Namun jangan mengira bahwa kebebasan itu bersumber
dari kekuatan manusia. Tidak! Itu adalah kehendak dan anugerah Allah,
karena jikalau Tuhan Pemelihara dan Pembimbingmu menghendaki,
tentulah beriman secara bersinambung tanpa diselingi sedikit keraguan
pun semua manusia yang berada di muka bumi seluruhnya. Ini dapat
dilakukan-Nya antara lain dengan mencabut kemampuan manusia
memilah dan memilih dan dengan menghiasi jiwa mereka hanya dengan
potensi positif saja, tanpa nafsu dan dorongan negatif sebagaimana halnya
malaikat. Tetapi itu tidak dikehendaki-Nya, karena Dia bermaksud
menguji manusia dan memberi mereka kebebasan beragama dan
bertindak. Dia menganugerahkan manusia potensi akal agar mereka
menggunakannya untuk memilah dan memilih. 54
Bagi yang menggunakan akal dan potensinya secara baik, maka
dia telah memperoleh izin Allah untuk beriman. Sedang yang enggan
menggunakannya, Allah pun menjadikan dalam jiwanya kegoncangan dan
kebimbangan, kesesatan dan kekufuran yang akan mengantar menuju
murka-Nya. 55
52 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 6, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007), h.
111. 53 Lajnah Pentashilan Mushaf al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil Pustaka,
2014), h. 17. 54 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007),
h. 164. 55 Ibid., h. 166.
44
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa segala bentuk
pemaksaan terhadap orang lain untuk memilih suatu agama tidak
dibenarkan dalam al-Qur’an. Karena yang dikehendaki Allah adalah iman
yang tulus tanpa pamrih dan paksaan. Manusia telah dibekali dengan akal
untuk memilih mana yang benar. Apabila dia mau menggunakannya untuk
mencari tahu kebenarannya niscaya dia akan menyadari bahwa kebenaran
mutlak adalah agama Islam.
Dalam tafsir Departemen Agama RI dijelaskan bahwa Nabi
Muhammad Saw. dan umatnya dilarang keras oleh Allah Swt. memaksa
orang lain beriman, karena beriman atau tidaknya seseorang adalah
tergantung kepada kehendak dan iradah Allah Swt. 56
Namun demikian, adanya kebebasan dalam menuntut agama dan
adanya larangan memaksa orang mengikuti agama Islam ini sama sekali
tidak berhubungan dengan kebenaran suatu agama. Kalau persoalannya
tentang kebenaran agama, al-Qur’an dengan jelas mengatakan bahwa
agama Islamlah yang haq. 57
Hal ini seperti yang disebutkan dalam QS. Ali Imran: 19, Allah
Swt. berfirman:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS.
Ali Imran: 19)
Senada dengan ayat 19, pada ayat lain dalam QS. Ali Imran juga
menyinggung tentang bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan
56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010),
h. 368. 57 Lajnah Pentashilan Mushaf al-Qur’an, Op. cit., h. 19.
45
agama yang lain tidak akan di terima. Ayat yang demikian adalah firman
Allah Swt. dalam QS. Ali Imran: 85, yang berbunyi:
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran: 85)
Berdasarkan kedua ayat di atas maka sudah jelas bahwa meskipun
ada kebebasan untuk orang menentukan sendiri agama yang di yakini
benar dan juga tidak boleh memaksa orang agar memeluk Islam, namun
Islam mempunyai pernyataan tegas bahwa agama yang benar dan yang
akan diterima di sisi Allah Swt. adalah Agama Islam saja. Dengan
demikian kita harus senantiasa memegang teguh tali agama Islam sampai
akhir hayat. Dan juga tetap mendakwahkan agama Islam kepada semua
orang, dengan catatan dakwah yang dilakukan adalah dengan jalan dakwah
yang santun. Tidak boleh memaksa orang lain untuk menganut ajaran
Islam. Apabila Allah menghendaki maka mereka akan sadar sendiri dan
meyakini bahwa agama Islamlah agama yang benar.
b. Baik dan Adil Terhadap Semua Golongan
Sama dengan memberi kebebasan kepada orang lain dalam
menganut agama, bersikap baik dan adil terhadap semua golongan juga
merupakan salah satu bagian dari sikap toleran.
Agama Islam mengajarkan untuk berlaku adil terhadap semua
golongan. Adapun landasan untuk berlaku adil terhadap semua golongan
yaitu QS. al-Mumtahanah: 8.
46
Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa ayat ini menggariskan
prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum muslimin dan non muslimin.
Di mana Allah tidak melarang kamu berlaku adil kepada mereka (orang-
orang non muslim). Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka
berada di pihak yang benar, sedang salah seorang dari kamu berada di
pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. 58
Hal ini seperti yang terkandung dalam QS. al-Maidah: 8:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Maidah: 8)
Adil terhadap semua golongan misalnya adalah ketika seorang
mukmin diminta kesaksiannya dalam suatu hal atau perkara, hendaklah dia
memberikan kesaksian yang sebenarnya saja. Tidak membelok-belokkan
karena pengaruh sayang atau benci; karena lawan atau kawan; karena yang
diberi kesaksian adalah orang kaya, lalu segan karena kayanya; atau
miskin, lalu kasihan karena kemiskinannya. Katakan apa yang engkau tahu
dalam hal itu, katakan yang sebenarnya, yakni dengan adil. Karena
58 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 28, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007),
h. 168.
47
keadilan adalah pintu terdekat kepada takwa, sedang rasa benci adalah
membawa jauh dari Tuhan. 59
Jika dipahami dalam artian yang lebih luas, adil di sini tidak
hanya khusus ketika menghukum saja, lebih dari itu yakni mencakup
pergaulan hidup. Seperti yang dijelaskan dalam tafsir al-Azhar QS. al-
Mumtahanah: 8.
Misalnya yaitu ketika kita berbaik dengan tetangga sesama Islam,
maka dengan tetangga yang bukan Islam hendaklah kita berbaik juga.
Ketika kita kepada tetangga sesama Islam mengantarkan makanan yang
enak, maka hendaklah kita qisth (istilah yang diartikan lebih luas dari adil),
yaitu antarkan juga makanan kepada tetangga yang berlainan agama. Jika
mereka di dalam kesedihan, tunjukkanlah kepada mereka bahwa kita pun
turut bersedih. 60
Islam adalah agama damai yang mencintai kemanusiaan. Ia
membawa rahmat dan kedamaian bagi seluruh alam. Bahkan, walau dalam
keadaan bermusuhan, Islam tetap memerintahkan kejujuran tingkah laku
dan perlakuan yang adil. 61
Prinsipnya adalah dalam suatu hubungan antara orang-orang
Islam dengan orang-orang Non-Islam, yaitu boleh mengadakan hubungan
baik, selama pihak yang bukan Islam melakukan yang demikian juga. Hal
ini hanya dapat dibuktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak.
62
59 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 6, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 156. 60 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 28, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 106. 61 M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-
Qur’an), (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 242. 62 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010),
h. 98.
48
c. Menghormati Ajaran Agama Lain Sekaligus Bertanggung Jawab
Terhadap Akidah/Agama Yang Dianut
Adapun bentuk sikap toleransi selanjutnya yang penulis temukan
berdasarkan penelitian ayat-ayat di atas yaitu menghormati ajaran agama
lain dan bertanggung jawab terhadap akidah/agama yang dianut.
Salah satu bentuk penghormatan terhadap agama lain yaitu
membiarkan atau membolehkan masing-masing pihak untuk dapat
melaksanakan apa yang dianggapnya baik dan benar. Hal ini sesuai dengan
QS. al-Kafirun: 6 seperti yang ditafsirkan dalam tafsir al-Misbah.
Dijelaskan bahwa kata ( دين ) dapat berarti “agama”, atau
“balasan”, atau “kepatuhan”. Sementara ulama memahami kata tersebut di
sini dalam arti “balasan”. Antara lain dengan alasan bahwa kaum
musyrikin Mekkah tidak memiliki agama. Mereka memahami ayat di atas
dalam arti masing-masing kelompok akan menerima balasan yang sesuai.
Bagi mereka, ada balasannya, dan bagi Nabi pun demikian. Baik atau
buruk balasan itu diserahkan kepada Tuhan. Dia-lah yang menentukannya.
63 Ayat ini menurut mereka semakna dengan firman-Nya:
Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa
yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang
kamu perbuat”. (QS. Saba’: 25)
Dengan demikian hendaknya kita senantiasa menghormati
penganut agama lain yaitu dengan cara tidak mencampuri urusan masing-
masing pihak, tidak menghina dan mencela terhadap apa yang mereka
63 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 30, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007),
h. 685.
49
kerjakan, tidak melarang terhadap kegiatan keagamaan mereka. Alangkah
baiknya apabila kita membiarkan atau membolehkan masing-masing
pihak untuk dapat melaksanakan apa yang dianggapnya baik dan benar.
Namun demikian bukan berarti kita diperintahkan untuk mengakui
kebenaran anutan mereka. Bukan! di sini kita hanya boleh
mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini.
Maka dari itu hendaklah kita senantiasa bertanggung jawab
terhadap aqidah/agama yang dianut. Yaitu dengan cara tidak
mencampurbaurkan masing-masing agama. Biarlah masing-masing agama
berdiri sendiri sesuai dengan ajarannya masing-masing. Hal ini sesuai
dengan apa yang dijelaskan tafsir al-Misbah dalam QS. al-Kafirun: 6.
Disebutkan bahwa ayat ini menetapkan cara pertemuan dalam
kehidupan bermasyarakat yakni: bagi kamu secara khusus agama kamu.
Agama itu tidak menyentuhku sedikit pun, kamu bebas untuk
mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan bagiku juga secara khusus
agamaku, aku pun mestinya memperoleh kebebasan untuk
melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya. 64
Dalam tafsir al-Lubab disebutkan bahwa ayat dari surah al-
Kafirun ini memiliki tujuan untuk menciptakan hubungan harmonis dalam
kehidupan masyarakat plural tanpa penyatuan/pencampurbauran ajaran
agama-agama 65
Tidak dibenarkan mengubah, menambah, atau mengurangi
praktik-praktik ibadah ritual yang diterima dari Nabi Saw., karena itu cara
peribadatan kaum musyrik yang berbeda dengan tuntunan Nabi Saw.
walaupun dengan tujuan yang sama, tetap saja tidak dibenarkan. Islam
64 Ibid., h. 684. 65 M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-
Qur’an), (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 771.
50
adalah Islam, dan kekufuran adalah kekufuran, jangan paksakan
pertemuannya. 66
Maka dari itu, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku.
Sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa
yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada
orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.
Begitulah bagaimana sebaiknya perbedaan tersebut disikapi.
2. Penerapan Pendidikan Toleransi Antar Umat Beragama
Pendidikan hadir di tengah-tengah masyarakat memiliki banyak
fungsi. Disebutkan dalam UU sisdiknas 2003 pada bab II pasal 3, bahwa fungsi
pendidikan nasional adalah mengembankan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan adalah siswa diarahkan supaya nantinya dapat
menjadi warga negara yang menghargai sesama warga, termasuk yang berbeda.
Pendidikan itu diselenggarakan secara demokratis dan tidak diskriminatif
dengan menjunjung HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan pluralitas
bangsa. Dengan demikian tujuan pendidikan dapat mewujudkan kerukunan dan
sikap toleransi. 67
Kerukunan akan dapat diwujudkan apabila tumbuh sikap toleransi.
Jadi sangat penting mengembangkan sikap toleransi dan kebersamaan melalui
rekayasa pedagogi pada latar belakang masyarakat majemuk. Di lingkungan
sekolah siswa berinteraksi satu sama lain, belajar untuk menghormati
66 Ibid., h. 773. 67 Jauhar Fuad, Pembelajaran Toleransi (Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Menangkal Paham Radikal di Sekolah), 2nd Proceedings Annual Conference for Muslim Scholars,
2018, h. 567.
51
perbedaan dan menerima satu sama lain yang mungkin dalam lingkungan itu
belum pernah mereka temui. 68
Siswa dibantu untuk menerima, mengakui, dan menghargai perbedaan
atau keragaman sosial budaya dan agama. Dengan saling menerima, orang
yang berbeda itu dapat saling melengkapi dan saling membantu. Hak asasi
setiap orang diakui dan kekhasan setiap kelompok diakui. Sikap saling
menerima dan menghargai akan cepat berkembang bila dilatihkan dan
dididikkan pada siswa dalam sistem pendidikan nasional. Dengan pendidikan
tersebut, siswa dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada
orang, budaya, dan agama lain, bahkan melatihnya dalam hidup sehingga
ketika mereka dewasa sudah mempunyai sikap itu. 69
Meskipun secara umum model-model pembelajaran untuk
mengembangkan sikap toleransi demikian banyak dan luwes namun terdapat
beberapa model yang secara lebih spesifik ditawarkan khususnya untuk bidang
pendidikan moral termasuk di dalamnya pengembangan sikap toleransi serta
kemampuan berinteraksi sosial. Model-model yang ditawarkan yang
menitikberatkan pada interaksi sosial ini ialah pada proses latihan menghayati
hakikat nilai/moral melalui proses pelibatan langsung dalam proses-proses
simulatif atau situasi sebenarnya. Dari proses-proses interaksi ini para siswa
diharapkan dapat memperoleh wawasan fungsi, peran dan tanggung jawab
moral dan sosial yang sesungguhnya dalam masyarakat dan dapat memperkuat
pengertiannya tentang konsep dan prinsip nilai dan moral. 70
Proses pembinaan atau penanaman sikap toleransi pada siswa dapat
dilakukan melalui pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan
pembiasaan di lingkungan sekolah. 71
68 Busri Endang, Mengembangkan Sikap Toleransi dan Kebersamaan di Kalangan Siswa,
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 2011, h. 89. 69 Jauhar Fuad, Op.cit., h. 568. 70 Busri Endang, Op.cit., h. 96. 71 Yuni Maya Sari, Pembinaan Toleransi dan Peduli Sosial dalam Upaya Memantapkan
Watak Kewarganegaraan Siswa, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol. 23, 2014, h. 15.
52
Adapun pendidikan toleransi antar umat beragama yang penulis
temukan dari hasil analisis temuan nilai-nilai toleransi di atas, di antaranya
adalah:
a. Pembiasaan untuk tidak mencampuri urusan penganut ajaran agama
lain
Salah satu bentuk cara menanamkan sikap toleransi yang dapat
diterapkan di sekolah berdasarkan hasil temuan dari penelitian di atas
adalah pembiasaan untuk tidak mencampuri urusan penganut ajaran agama
lain. Dengan tidak mencampuri urusan penganut ajaran agama lain berarti
kita sudah menghormati dan menghargai adanya perbedaan agama dan
memberi rasa kedamaian terhadap pemeluk agama lain. Serta
mengamalkan nilai-nilai toleransi yang ada dalam al-Qur’an, yaitu QS. al-
Baqarah: 256 dan QS. Yunus: 99-100 tentang kebebasan menganut suatu
agama, dan QS. al-Kafirun: 6 tentang menghormati perbedaan dan
tanggung jawab terhadap aqidah yang dianut. Dengan metode tersebut
diharapkan anak didik selalu senantiasa menghormati pemeluk agama lain
di sekitarnya, dengan tidak mengejek dan menyalahkan agama lain.
Sehingga nantinya akan tertanam pada jiwa anak didik sampai dewasa
nanti.
Selain dengan metode pembiasaan guru juga dapat menggunakan
metode nasehat sebagai pendukung keberhasilan metode pembiasaan.
Yaitu misalnya dengan cara memberikan nasehat kepada anak agar selalu
menghargai temannya yang berbeda agama saat berdo’a dan sikap
berdo’anya berbeda, jangan ada saling mengejek atau mengolok-olok
karena perbedaan. 72
72 Anwar Zain, Strategi Penanaman Toleransi Beragama Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, Vol. 4, 2020, h. 105.
53
b. Pembiasaan untuk saling tolong menolong
Selain pembiasaan untuk tidak mencampuri urusan penganut
ajaran agama lain, sekolah juga dapat menambahkan pembiasaan sikap
toleransi yang lain untuk menanamkan sikap toleransi pada siswa, yaitu
dengan pembiasaan berbuat baik dengan saling tolong menolong tanpa
membedakan latar belakang agama. Hal ini seperti yang dimuat dalam QS.
al-Mumtahanah: 8 yaitu tentang anjuran berbuat baik terhadap semua
golongan, selama golongan itu tidak memusuhi karena agama. Dengan
demikian, diharapkan siswa dapat mengamalkan sikap tersebut di
kehidupannya sehari-hari. Adapun yang tidak kalah penting dalam
menanamkan sikap saling tolong menolong yaitu dengan cara metode
keteladanan. Guru merupakan suri teladan bagi siswa, maka dari itu apa
yang ditampilkan guru kepada siswa hendaknya adalah sifat dan sikap
yang baik-baik. Dalam konteks ini sangat penting masing-masing guru
menampilkan sifat toleransi dengan saling menolong dan saling berteman
tanpa ada membedakan. Ini merupakan suatu keteladanan yang harus
ditampilkan oleh guru kepada anak-anak, guna menunjang keberhasilan
penanaman sikap toleransi kepada siswa.
c. Saling berbagi kepada siapapun
Anak harus dibiasakan merasakan apa yang dirasakan temannya,
misalnya ketika temannya tidak membawa bekal makan, maka anak yang
lain harus dibiasakan berbagi kepada temannya, meski temannya tersebut
berbeda agama, agar siswa terbiasa untuk saling toleran di kehidupan
sehari-harinya. Hal yang demikian ini adalah sebagai manifestasi dari
pengamalan QS. al-Mumtahanah: 8.
Dengan demikian, pengembangan atau pembelajaran sikap dalam
hal ini toleransi beragama pada dasarnya membantu anak bisa
54
mengembangkan kemampuan hidup bersama dengan orang di sekitarnya
dengan berbagai perbedaan termasuk dalam berbeda agama. 73
d. Senantiasa bergabung dalam kebahagiaan ataupun dalam kesedihan
Apabila ada teman yang sedang mendapat kebahagiaan seperti
mendapat juara kelas, mendapat penghargaan, mendapat nilai bagus, dan
lain-lain, hendaknya anak dibiasakan untuk ikut serta dalam kebahagiaan
temannya tersebut meskipun temannya berbeda agama. begitu pula apabila
temannya sedang mendapat musibah seperti sakit, hendaknya anak
dibiasakan untuk bersama-sama menjenguk teman yang sedang sakit itu.
Karena jalinan hubungan yang seperti ini akan mempunyai dampak yang
terkesan di dalam hati yang dapat menjadikan manusia berakhlak mulia
dan berbudi pekerti luhur. Sekali lagi yang demikian ini merupakan
pengamalan dari QS. al-Mumtahanah: 8
e. Saling mengingatkan namun tidak boleh ikut dalam ritual peribadatan
agama lain
Adapun hal penting lainnya dalam menanamkan sikap toleran
pada anak yaitu dengan pembiasaan saling mengingatkan dalam hal ajaran
agama temannya akan tetapi tidak boleh ikut serta bergabung dalam
melaksanakan peribadatan agama lain. Masing-masing agama memiliki
cara dan ajarannya sendiri, baik dalam hal ritual peribadatan ataupun
aturan-aturan pokok agama.
Namun sebelum menerapkan pembiasaan tersebut hendaknya
anak didik diberi pengetahuan terlebih dahulu tentang hal-hal peribadatan
masing-masing agama dan hal-hal yang dibolehkan dan hal-hal yang
dilarang. Apa yang harus dikerjakan anak yang muslim dan apa yang tidak
73 Ibid., h. 105.
55
boleh dilakukan. Begitu juga bagi anak yang non muslim juga
diberlakukan demikian. Anak didik dibolehkan dan dianjurkan untuk
saling mengingatkan temannya apabila temannya melanggar ajaran
agamanya. Namun tidak dibolehkan untuk saling mencampurbaurkan
masing-masing agama.
Hendaknya sekolah memberi perhatian lebih kepada anak
didiknya dalam beribadah. Bagi anak yang beragama Islam, selalu
senantiasa diwajibkan shalat lima waktu dan ketika bulan Ramadhan tiba
mereka diwajibkan untuk berpuasa. Bagi anak yang non-muslim
hendaknya menghormati anak yang muslim ketika sedang bulan
Ramadhan. Yaitu dengan tidak makan di sembarang tempat di depan anak
yang muslim.
Dengan saling mengingatkan dalam beribadah sesuai dengan
agama masing-masing dan tidak ikut serta dalam ritual peribadatan agama
lain, berarti sudah menerapkan isi kandungan QS. al-Kafirun: 6 tentang
menghormati agama lain dan bertanggung jawab terhadap agama yang
dianut.
Demikianlah beberapa poin penerapan pendidikan toleransi antar
umat beragama dalam al-Qur’an yang dapat penulis sajikan berdasarkan hasil
analisis penulis terhadap penafsiran al-Qur’an mengenai ayat-ayat tentang
toleransi dari beberapa sumber yang penulis kumpulkan.
Berbicara mengenai penerapan pendidikan toleransi antar umat
beragama di sekolah, Kementerian Agama RI telah mengambil langkah
strategis dalam mengembangkan pendidikan toleransi di sekolah, yaitu dengan
menerapkan suatu konsep yang disebut dengan moderasi beragama dalam
pendidikan Islam.
56
Lalu bagaimana konsep moderasi beragama dalam pendidikan Islam
yang ditawarkan Kementerian Agama RI dan bagaimana pedoman
implementasinya?
Kementerian Agama RI menyebutkan bahwa dalam moderasi
beragama, pendidikan Islam tidak boleh hanya berorientasi pada persoalan-
persoalan teoretis keagamaan yang bersifat kognitif semata, namun kurang
menaruh perhatian terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan
agama yang kognitif menjadi makna yang perlu diinternalisasikan ke dalam
diri peserta didik kemudian dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Pendidikan
Islam bertujuan untuk membentuk generasi yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian
dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama. 74
Dalam mengimplementasikan moderasi beragama di dunia
pendidikan harus diperhatikan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai pada
waktu yang akan datang serta strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran
itu.
Adapun implementasi moderasi beragama dapat ditempuh dengan tiga
strategi sebagai berikut:
Pertama, menyisipkan muatan moderasi dalam setiap materi yang
relevan. Pendekatan implementasinya lebih ditekankan pada aspek bagaimana
substansi tersebut dikaitkan dengan spirit moderasi beragama dan dapat
diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, mengoptimalkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang
dapat melahirkan cara berpikir kritis, bersikap menghargai perbedaan,
menghargai pendapat orang lain, toleran, demokratis, berani menyampaikan
gagasan, sportif dan bertanggung jawab. Pendekatan implementasi moderasi
74 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI, 2019), hal. 150.
57
beragama jenis ini dilakukan pada saat mentransformasikan pengetahuannya
kepada peserta didiknya di dalam kelas maupun di luar kelas.
Ketiga, menyelenggarakan program, pendidikan, pelatihan dan
pembekalan tertentu dengan tema khusus tentang moderasi beragama. Dapat
juga dilakukan dengan menyelenggarakan mata pelajaran atau materi khusus
tentang moderasi beragama. Namun hal ini akan menambah beban belajar
siswa. Sehingga dikhawatirkan akan menambah lama waktu penyelesaian
studinya. Dengan demikian hendaknya moderasi beragama memang tidak
dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri, akan tetapi terkandung secara
substansif di dalam setiap mata pelajaran. 75
75 Kementerian Agama RI, Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI, 2019), hal. 152.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis penulis pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis dapat memberi kesimpulan tentang pendidikan toleransi
antar umat beragama dalam al-Qur’an di antaranya sebagai berikut:
Berdasarkan hemat penulis, penulis menemukan beberapa dasar-dasar
pendidikan toleransi dalam al-Qur’an. Di antara dasar-dasar yang dapat penulis
kumpulkan yaitu: Q.S al-Baqarah [2]: 256 tentang tidak ada seorang pun yang
berhak memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam; Q.S Yunus [10]: 99 dan
100 tentang Allah tidak menghendaki agar semua orang yang ada di bumi ini
beriman karena hikmah tertentu; Q.S al-Mumtahanah [60]: 8 tentang Allah tidak
melarang kalian untuk berbuat baik dan menjalin hubungan dengan orang-orang
kafir yang tidak memerangi dan mengusir kalian dari negeri kalian; dan Q.S al-
Kafirun [109]: 6 tentang tanggung jawab agama masing-masing tanpa adanya
pencampuran. Penulis juga menemukan beberapa ayat yang lain yang menyinggung
tentang toleransi, namun dalam hal ini, penulis mengkategorikannya sebagai ayat
penguat dan pendukung pada ayat-ayat yang disebut di atas.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menemukan beberapa bentuk sikap
toleransi berdasarkan hasil analisis penulis terhadap ayat-ayat yang disebutkan.
Beberapa bentuk-bentuk sikap toleransi yang penulis temukan dari hasil analisis
QS. al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 99 dan 100, QS. al-Mumtahanah: 8, dan QS. al-
Kafirun: 6, yaitu: Adanya kebebasan dalam menganut agama (tidak memaksa orang
lain untuk mengikuti agama yang dianutnya); baik dan adil terhadap semua
golongan; menghormati ajaran agama lain sekaligus bertanggung jawab terhadap
akidah/agama yang dianut.
59
Adapun beberapa penerapan pendidikan toleransi antar umat beragama
yang penulis temukan dari hasil analisis di atas yaitu: Pembiasaan untuk tidak
mencampuri urusan penganut ajaran agama lain; pembiasaan untuk saling tolong
menolong; saling berbagi kepada siapapun; senantiasa bergabung dalam
kebahagiaan ataupun dalam kesedihan; dan saling mengingatkan namun tidak boleh
ikut dalam ritual peribadatan agama lain
B. Saran
Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang telah penulis paparkan,
penulis ingin menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Indonesia adalah negara yang berlandaskan Pancasila dan menjunjung
tinggi kebhinekaan. Untuk itu hendaknya setiap sekolah memberi
perhatian terhadap pendidikan toleransi untuk anak-anak didiknya. Hal ini
agar tidak terjadi diskriminasi dan intoleransi di antara mereka. Serta
dengan harapan agar mereka kelak menjadi masyarakat yang baik yang
tidak suka memancing keributan dengan ujaran kebencian di atas
banyaknya keragaman dan perbedaan, khususnya perbedaan agama. Agar
mereka mampu menciptakan kerukunan di kalangan masyarakat.
2. Kepada semua masyarakat hendaknya selalu senantiasa menciptakan
suasana yang adem dan damai di manapun berada. Tidak menjadi
provokator yang menjadikan suasana makin panas dan saling bermusuhan.
3. Hendaknya orang tua mengajari dan menanamkan sikap toleransi kepada
anaknya sejak dini, agar terbiasa.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Ariefana, Pebriansyah. “Ada Intoleransi, Mahfud MD Salahkan Orang Indonesia
Kurang Bersatu”. https://www.suara.com/, 2020.
Butar-Butar, Rikardo Dayanto., dkk. Pengajaran Tuhan Yesus Mengenai Toleransi
Dan Implementasinya Di tengah Masyarakat Majemuk. Jurnal Teologi
dan Pendidikan Agama Kristen, 2019.
Chalim, Abdul. “Nilai-nilai Pendidikan Toleransi Dalam al-Qur’an Surah Yunus
Ayat 40-41 Dan Al-Baqarah Ayat 256”, Skripsi pada Institut Agama Islam
Negeri Salatiga: 2018. tidak dipublikasikan.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Penerbit Lentera Abadi,
2010.
Devi, Dwi Ananta. Toleransi Beragama. Semarang: Alprin, 2020
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam. Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006.
Dja’far Alamsyah M.., dkk. Hak atas Kebebasan Beragama atau berkeyakinan di
Indonesia. Jakarta: Wahid Foundation, 2016.
Drajat, Amroeni. Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:
Kencana, 2017.
Endang, Busri. Mengembangkan Sikap Toleransi dan Kebersamaan di Kalangan
Siswa. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 2011.
Fanani, Achmad. Kamus Populer: Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris.
Yogyakarta: Literindo, 2015.
61
Fuad, Jauhar. Pembelajaran Toleransi (Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Menangkal Paham Radikal di Sekolah). 2nd Proceedings Annual
Conference for Muslim Scholars, 2018.
Fuad, Jauhar. Pembelajaran Toleransi (Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Menangkal Paham Radikal di Sekolah. 2nd Proceedings Annual
Conference for Muslim Scholars, 2018.
Halimatussa’diyah. Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Multikultural. Surabaya:
CV. Jakad Media Publishing, 2020
Hamka. Tafsir al-Azhar, Juzu’ 6. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Husein, A. Thoha. Kamus Akbar Bahasa Arab: Indonesia-Arab. Jakarta: Gema
Insani, 2013.
Kementerian Agama RI. Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan
Islam. Jakarta: Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2019.
Kementerian Agama RI. Tanya Jawab Moderasi Beragama. Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019.
Lajnah Pentashilan Mushaf al-Qur’an. Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014.
Langkan. “Tidak Hanya di Padang, KPAI Catat Ada 5 Kasus Intoleransi di
Indonesia”. https://kumparan.com/, 2021
Maknunah, Nur Lu’lu’il. “Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur”, Skripsi pada
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta: 2016. tidak
dipublikasikan.
Marzuki. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2015.
Miswari, Zuhairi. Al-Quran Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis, 2017.
62
Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LkiS Group,
2012.
Nasuhi, Hamid., dkk. Intoleransi dalam Buku Pendidikan Islam: Telaah Atas Isi
dan Kebijakan Produksi. Jakarta: Kencana, 2018.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1979.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016.
Nurmala, Eva. “Pendidikan dan Toleransi”. https://www.kompasiana.com/, 2019
Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN
Syarif Hidayatullah, 2019.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Romdhoni, Ali. Al-Qur’an dan Literasi: Sejarah Rancang-Bangun Ilmu-ilmu
Keislaman. Depok: Literatur Nusantara, 2013.
Sabdo. Konsep “Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur” Sebagai Tujuan Akhir
Proses Transformasi Sosial Islam. Ath-Thariq jurnal Dakwah dan
Komunikasi, 2018.
Sari, Yuni Maya. Pembinaan Toleransi dan Peduli Sosial dalam Upaya
Memantapkan Watak Kewarganegaraan Siswa. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial. 23, 2014.
Shihab, M. Quraish. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah
Al-Qur’an). Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jilid 11. Tangerang: Penerbit Lentera Hati,
2007.
63
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jilid 28. Tangerang: Penerbit Lentera Hati,
2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jilid 30. Tangerang: Penerbit Lentera Hati,
2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jilid 6. Tangerang: Penerbit Lentera Hati,
2007.
Sugiyono. Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2010.
Suhendra, Ryan Hadi. “Imparsial Temukan 31 Kasus Intoleransi selama Setahun”.
https://www.cnnindonesia.com/, 2019.
Suryana, Yaya., dan Rusdiana. Pendidikan Multikultural: Suatu upaya penguatan
jati diri Bangsa. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.
Syafril., dan Zen, Zelhendri. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana, 2017.
UU Republik Indonesia. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia:
Bidang DIKBUD KBRI Tokyo, 2003.
Yusuf, Choirul Fuad. Pendidikan Agama berwawasan Kerukunan. Jakarta: PT Pena
Citasatria, 2008.
Zain, Anwar. Strategi Penanaman Toleransi Beragama Anak Usia Dini. Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini. 4, 2020