Post on 24-Jan-2023
PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENDAPATANDAERAH LAINNYA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Publik IIOleh Bapak Sayifullah S.E., M.Akt.
Oleh : Azmi Hanif (5553121571)
Ifatullah (5553120827)
Nadia Putri Adityo(5553120666)
Kelas : IV C
Kelompok : 5 (Lima)
2014UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
3
FAKULTAS EKONOMIJURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
penilitian ini dengan tepat waktu. Dengan pembuatan karya
tulis ilmiah ini bermaksud untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Ekonomi Pubik II yang diajukan oleh Bapak Sayifullah S.E.,
M.Akt.
Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
orang-orang yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis
ilmiah ini. Kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih
jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami menerima kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki pembuatan karya
tulis selanjutnya.
2
Daftar Isi
KataPengantar..........................................................................................................................2
DaftarIsi....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
LatarBelakang...........................................................................................................................4
TujuanMakalah.........................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN
Pendapatan AsliDaerah..........................................................................................................5
PajakDaerah..................................................................................................................5
Retribusi.......................................................................................................................18
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yangDipisahkan...............................................21
Lain-Lain PAD YangSah............................................................................................22
Pendapatan DarahLainnya..................................................................................................22
HibahDaerah................................................................................................................22
DanaDarurat................................................................................................................25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...............................................................................................................................26
BAB I5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendapatan asli daerah adalah bagian dari pendapatan
daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan undang-undang tentang keuangan negara,
kekuasaan atas pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
dilaksanakan oleh wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan yaitu dikuasakan kepada Menteri
Keuangan. Sedangkan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan yang dananya bersumber dari APBD, diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah.
Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, daerah
mendapat kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu ciri dari
kemapanan suatu daerah dalam berotonomi adalah terletak pada
kemampuan keuangannya. Untuk itu, daerah harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
daerahnya.
Tuntutan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) semakin
besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil,
peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D) ke daerah dalam jumlah
6
besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan
transfer keuangan oleh pemerintah kepada daerah dalam rangka
mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya
relatif memadai namun daerah harus lebih kreatif dalam
meningkatkan PAD-nya. Oleh karena itu, daerah harus dapat
menggali sumber-sumber PAD yang potensial secara maksimal
namun tentu saja harus dalam koridor peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan tidak menimbulkan high cost economy.
Pada makalah ini akan dibahas lebih jauh dan terperinci
mengenai Pendapatan Asli Daerah Dan Pendapatan Daerah Lainnya
serta kasus-kasus yang terjadi dan keselarasannya pada teori
yang ada.
Tujuan Makalah
Sebagai masyarakat yang menginginkan agar aspirasinya
didengarkan melalui perwakilannya dalam struktur
kepemerintahan atau dimana otonomi daerah diberlakukan
sehingga kita sepatutnya memiliki pemahaman mengenai kegiatan
keungan pemerintah daerah dalam Pendapatan Asli Daerah dan
Pendapatan Daerah Lainnya. Makalah ini disusun dengan tujuan
untuk memperoleh gambaran mengenai Pendapatan Asli Daerah dan
Pendapatan Daerah Lainnya. Disamping itu, makalah ini disusun
untuk melengkapi syarat penilaian Mata Kuliah Ekonomi Publik
II yang diwajibkan bagi mahasiwa semester IV kelas C.
BAB 2
7
PEMBAHASAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan. Sedangkan pendapatan asli daerah adalah bagian
dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu
sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PAD (pendapatan sumber daerah) bersumber dari:
Pajak daerah
Retribusi daerah
Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Lain-lain PAD Yang Sah
A.Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang di kelola oleh pemerintah
daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah
TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran
rutin dan pembangunan daerah (APBD). Tony Marsyahrul (2004:5).
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah
daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk menggali
potensi sumber-sumber penerimaan daerahnya dan kemudian
menentukan sendiri sumber penerimaan daerah yang sesuai dengan
karakteristik daerahnya masing-masing.
8
Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur
dengan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak dan retribusi
daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 18 Tahun
1997 dan ditindaklanjuti peraturan Nomor 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi daerah. Berdasarkan undang-undang dan peraturan
pemerintah tersebut, daerah di berikan kewenangan untuk
memungut 11 jenis pajak, kabupaten/kota diberi peluang untuk
menggali potensi sumber-sumber keuangannya dan 28 jenis
retribusi. Daerah dilarang memungut jenis Pajak selain yang
tersebut di atas (Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009).
Apabila ada Daerah menetapkan Perda dan melakukan pemunggutan
Pajak Daerah selain yang ditetapkan UU, maka Perda tersebut
akan direkomendasikan untuk dapat dibatalkan.
Macam-Macam Pajak Daerah
PAJAK PROVINSI
Pajak provinsi adalah pungutan pajak yang di tetapkan
oleh gubernur selaku kepala daerah (tingkat 1) sebagai bagian
dari pendapatan provinsi. Jenis-jenis pajak provinsi terdiri
dari :
Pajak Kendaraan Bermotor
Obyek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan
dan/atau penguasaan kendaran bermotor.
Dikecualikan sebagai objek pajak kendaraan bermotor
adalah kepemilikian dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor oleh:
a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
9
b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas
timbal balik;
c. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
Subjek pajak adalah kendaran bermotor adalah orang
pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.
Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau
badan yang memiliki kendaraan bermotor.
Dasar dari pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung
sebagai perkalian dari 2 unsur pokok:
a. Nilai jual kendaraan bermotor;
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan
jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan
kendaraan bermotor.
Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:
a. 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum;
b. 1% untuk kendaraan bermotor umum;
c. 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-
alat besar.
Pajak Kendaraan di Atas Air
Obyek pajak kendaraan di atas air adalah kepemilikan
dan/atau penguasaan kendaran di atas air.
Dikecualikan sebagai objek pajak kendaraan di atas air
adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraaan diatas
air oleh:
a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
10
b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas
timbal balik;
c. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air
perintis.
d. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Dasar pengenaan pajak kendaraan di atas Air di hitung
berdasarkan nilai jual kendaraan di atas air.
Subyek pajak adalah kendaran di atas air adalah orang
pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai
kendaraan diatas air.
Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau
badan yang memiliki kendaraan di atas air.
Tarif pajak kendaraan di atas air di tetapkan sebesar 1,5%.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah
penyerahan kendaraan bermotor.
Dikecualikan sebagai objek bea balik nama kendaraan
bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor oleh:
a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas
timbal balik;
c. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor adalah
nilai jual kendaraan bermotor.
11
Subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah
orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan
kendaraan bermotor.
Wajib pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah
orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan
kendaraan bermotor.
Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan
pertama ditetapkan sebesar:
a. 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum;
b. 10% untuk kendaraan bermotor umum;
c. 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-
alat besar.
Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan
kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:
a. 1% untuk kendaraan bermotor bukan umum;
b. 1% untuk kendaraan bermotor umum;
c. 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-
alat besar.
Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan
karena warisan ditetapkan sebesar:
a. 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan umum;
b. 0,1% untuk kendaraan bermotor umum;
c. 0,03% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan
alat-alat besar.
Menghitung Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor(BBN-KB):
Tarif x Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau Nilai Jual
Kendaraan Bermotor, berdasarkan harga umum.
12
Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air
Objek pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah
penyerahan kendaraan diatas air.
Subjek pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah
orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahaan
kendaraan di atas air.
Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas
penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%.
Dikecualikan sebagai objek bea balik nama kendaraan di
atas air adalah penyerahan kendaraan bermotor oleh:
a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas
timbal balik;
c. Orang pribadi ata badan atas kendaraan di atas air
perintis;
d. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan di atas air
adalah nilai jual kendaraan di atas air.
Wajib pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah
orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan
kendaraan di atas air.
Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas
penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1%.
13
Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas
penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Objek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah bahan
bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap
digunakan untuk kendaraan bermotor.
Bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud ialah
bensin, solar dan bahan bakar gas.
Wajib pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan
bermotor.
Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah
konsumen bahan bakar kendaraan bermotor.
Dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor
adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor.
Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan
sebesar 5%
Contoh untuk penghitungan pajak bahan bakar kendaraan bermotor
bahwa setiap kita membeli BBM di SPBU kita telah ikut membayar
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), nilai yang kita
bayarkan adalah 5 % dari nilai jual BBM setelah dipotong PPN.
Jadi jika harga premium per liter Rp. 4.500 maka perhitungan
nilai pajaknya adalah :
Rp. 4.500 x 5/115 = Rp. 195.652 per liter
14
Jadi jika kita membeli 10 liter, maka PBBKB nya adalah Rp.
1956.52,
Proses pembayaran pajak yang dibayarkan tersebut :
1. Proses pertamakali adalah Penetapan Penyedia BBM (contoh
Pertamina, Shell Indonesia, Petronas Indonesia dan Total
Indonesia ditetapkan sebagai Wajib Pungut oleh Pemerintah
Provinsi Banten.
2. Selanjutnya pihak penjual (SPBU) melakukan Delivery Order
(DO) ke penyedia bahan bakar dan diwajibkan membeli
seharga harga pasaran yang telah ditetapkan, misalkan
Premium per liter adalah Rp.4.500. Dalam hal ini pihak
penyedia bahan bakar wajib memungut PPN dan PBBKB serta
memberikan nilai keuntungan untuk pembeli (SPBU).
3. Nilai PBBKB yang telah dipungut selanjutnya dilaporkan
dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) ke
DPKAD Provinsi Banten dan disetorkan langsung setiap
tanggal 25 bulan berikutnya ke Kas Daerah Provinsi
Banten.
4. Nilai PBBKB yang masuk ke Kas daerah Provinsi Banten
adalah bagian dari PAD Provinsi Banten untuk pembangunan
daerah.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan: Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan air permukaan adalah:
a. Pengambilan air dibawah tanah.
b. Pemanfaatan air bawah tanah atau air permukaan.
15
c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah atau air
permukaan.
Dikecualikan dari objek pajak pengambilan dan pemanfaatan
air bawah tanah dan air permukaan adalah:
a. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan oleh pemerintah pusat atau daerah;
b. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk
menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan
pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber
air;
c. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian
rakyat;
d. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga;
e. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan lainnya yang diatur dengan peraturan
daerah.
Tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan di tetapkan sebagai berikut:
a. Air bawah tanah sebesar 20%.
b. Air permukaan sebesar 10%.
Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan/atau Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan
yang mengambil, atau memanfaatkan air bawah tanah
dan/atau air permukaan.
16
Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan/atau Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan
yang mengambil, atau memanfaatkan air bawah tanah
dan/atau air permukaan.
Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan adalah nilai perolehan
air.
PAJAK KABUPATEN/KOTA
Pajak kabupaten/kota adalah pungutan pajak yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota selaku kepala daerah (tingkat
II) sebagai bagian dari pendapatan kabupaten atau kota.
Jenis jenis pajak kabupaten / kota terdiri dari:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
17
1. Pajak Hotel
Pajak hotel adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada
orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Fasilitas yang terhitung pajak hotel adalah sebagai
berikut :
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka
pendek.
2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas
penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan.
3. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan
khusus tamu hotel.
Tarif Pajak
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen). Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak hotel dengan dasar
pengenaan pajak
Sistem Pemungutan Dan Pembayaran Pajak
Pemungutan pajak hotel menggunakan system self assesment yaitu
sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan jumlah besaran
disesuaikan dengan omzet bulanan yang terjual.
18
Wajib Pajak diwajibkan melaporkan pajak yang terutang
dengan menggunakan SPTPD, dengan melampirkan bon nota/tanda
pembayaran yang telah di perporasi/legalisasi. Apabila Wajib
Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya setelah dilakukan
pemeriksaan, kepadanya dapat diterbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar (SKPDKB) dan atau surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT) yang menjadi sarana
penagihan pajak.
Kelengkapan yang harus dipersiapkan antara lain
Wajib Pajak harus mengisi surat pemberitahuan pajak
daerah (SPTPD) dan menandatangani oleh Wajib Pajak atau
yang diberi kuasa;
Menyiapkan Bon nota/tanda pembayaran untuk di
perporasi/legalisasi oleh Dinas;
Bilamana tidak, maka Dinas menyiapkan bon nota dengan
permohonan Wajib Pajak;
Menyiapkan laporan keuangan untuk pemeriksaan rutin
maupun berkala dari Dinas dengan melaporkan jumlah bon
nota/tanda pembayaran yang sah yang telah terjual untuk
ditetapkan besaran pajaknya;
Bilamana pihak pengelola tidak memenuhi kewajiban
perpajakannya, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi
administratif berupa SKPDKB sesuai hasil pemeriksaan.
Contoh Kasus :
19
Seseorang menginap di Hotel “ABC” dengan harga/tarif kamar
Rp.200.000,00 sebelum discount. Pada saat keluar (check out
time) yang bersangkutan melakukan pembayaran atas:
Jasa sewa kamar Rp
200.000,-
Discount 50% Rp
100.000,- (-)
Rp 100.000,-
Jasa binatu (laundry) Rp
50.000,-
Jasa makanan (restoran) Rp
100.000,-
Jasa karaoke(hiburan) Rp
150.000,-
Jasa telepon Rp
100.000,- (+)
Rp 400.000,-
Perhitungan Pajak Hotel adalah sebagai berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada
hotel
20
= 10% x Rp.600.000
= Rp 60.000 (Enam Puluh Ribu Rupiah)
Dengan kata lain bahwa dalam hal ini perhitungan Pajak Hotel
diskon dinyatakan bukan komponen pengurang besarnya pajak
terhutang.
2. Pajak Restoran
Pajak restoran adalah suatu jenis pajak yang dikenakan
kepada orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan yang dilakukan oleh restoran. Pengelola restoran
selaku wajib pajak berkewajiban memungut pajak ini yang tarif
setinggi-tingginya sebesar 10% yang ditetapkan melalui
peraturan daerah. Tarif pajak restoran sebesar 10%.
3. Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada
orang pribadi atau badan yang menikmati atau menonton hiburan
yang disediakan oleh pribadi atau badan yang menyelenggarakan
hiburan tersebut. Tarif pajak hiburan sebesar 35%.
4. Pajak Reklame
Pajak reklame adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada
seseorang atau badan organisasi yang menyelenggarakan kegiatan
reklame. Tarif pajak reklame sebesar 25%.
5. Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan adalah suatu jenis pajak yang
dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang memperoleh
21
manfaat atas penerangan jalan di wilayah daerah yang tersedia
penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
daerah. Tarif pajak penerangan jalan sebesar 10%.
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Pajak yang dikenakan kepada pribadi atau badan organisasi
yang mengambil bahan galian golongan C. Dasar pengenaan pajak
pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil
pengambilan bahan galian golongan C. Bahan Golongan C adalah
bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup
orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan
asbes. Industri pertambangan. Tarif pajak pengambilan bahan
galian golongan C sebesar 20%.
7. Pajak Parkir
Pajak yang dikenakan kepada pribadi yang melakukan parkir
kendaraan ditempat dimana tempat tersebut adalah tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Tarif pajak
parkir sebesar 20%.
8. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah.
9. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan burung walet. Subjek sarang
22
burung walet ialah orang pribadi atau badan yang melakukan
pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Dasar
pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang
burung walet, nilai jual sarang burung walet yang dimaksud
adalah dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran
umum sarang burung walet yang berlaku didaerah yang
bersangkutan dengan volume sarang burung walet. Tarif pajak
sebesar 10%.
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebuna,
perhutanan, dan pertambangan. Objek PBB adalah Bumi dan
Bangunan.
Cara mendaftarkan objek PBB yaitu orang yang menjadi
subjek PBB harus mendaftarkan objek pajaknya ke kantor DPPKAD
dengan menggunakan formulir surat pemberitahuan objek pajak
yang tersedia gratis.
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah
pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak
pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam23
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah
Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.[1]
Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan dari nilai perolehan obyek pajak dengan besaran tarif
sebesar 5% dari nilai perolehan obyek pajak.
Pajak Lain-lain
Selain jenis pajak kabupaten/kota yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah (PP 65/2001), dengan peraturan daerah
dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang.
Tata cara Penghapusan Piutang Pajak yang Kadaluwarsa
Hal – hal pokok mengenai tata cara penghapusan piutang pajak
yang kadaluwarsa berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001 sebagai
berikut:
Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak
untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat
dihapuskan.
Gubernur menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak
provinsi yang sudah kadaluwarsa.
Bupati atau walikota menetapkan keputusan penghapusan
piutang pajak kabupaten atau kota yang sudah kadaluwarsa.
Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah
kadaluwarsa diatur dengan peraturan daerah.
24
Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kabupaten/Kota
Hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukan bagi
daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan
dengan ketentuan sebagi berikut:
Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan kendaraan
di atas aair dan bea daerah kabupaten/kota di provinsi
yang bersangkutan paling sedikit 30%.
Hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan
pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota
diprovinsi yang bersangkutan paling sedikit 70%.
Bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan lebih lanjut
dengan peraturan daerah provinsi dengan memeperhatikan
aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota.
Penggunaan bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan
sepenuhnya oleh daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagi Hasil Pajak Kabupaten kepada Desa
Hasil penerimaan pajak kabupaten diperuntukan paling
sedikit 10% bagi desa diwilayah daerah kabupaten yang
bersangkutan. Bagian desa sebagaimana dimaksud ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten dengan memperhatikan aspek
pemerataan dan potensi antardesa. Penggunaan bagian desa
ditetapkan sepenuhnya oleh desa yang bersangkutan.
Kasus Pajak Di Provinsi Banten
Setelah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan
penggelapan pajak di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Samsat
25
Kabupaten Lebak, sebesar Rp1,6 Miliar, penyidik dari
Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Banten, terus
melakukan pengembangan, untuk mencari pelaku lain. Tiga orang
yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penggelapan
pajak itu antara lain DFS (34) yang bertugas sebagai kasir dan
dua tenaga kerja kontrak (TKK) berinisial D dan KS di UPT
Samsat Kabupaten Lebak.
Para tersangka diduga kuat melakukan penggelapan uang
pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Baru (BBNKB), dengan
kerugian mencapai Rp1,6 miliar. Kasus ini akan segera
dilimpahkan ke kejaksaan. Surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan (SPDP) sudah kami kiri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Banten. Dia menjelaskan, tersangka DFS yang bertugas sebagai
kasir dan Control Registrasi (CR) di UPT Samsat Rangkasbitung,
Lebak i itu diduga tidak menyetorkan uang penerimaan BBNKB
yang dibayarkan wajib pajak ke UPT Samsat Rangkasbitung, Lebak
mulai dari September 2009-Desember 2011. (Sumber:
www.suarapembaruan.com; Kasus Penggelapan Pajak di Kantor Samsat Lebak
Terus Dikembangkan)
Pada kasus ini kita dapat melihat bagaimana penyelewengan
terjadi pada pengurusan pajak yang dilakukan oleh oknum
petugas pajak di Kabupaten Lebak. Penyalahgunaan pajak yang
berujung pada korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak
struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap
jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Pajak yang seharusnya bisa menjalankan fungsi dengan baik
sebagai budgetair menjadi kurang efektif. Terjadi
26
penyalagunaan pajak terjadi dapat kita lihat dari dua sudut
pandang, yaitu dari sudut pandang wajib pajak dan yang kedua
adalah dari sudut pandang pemerintah.
Dari segi wajib pajak, mereka kurang puas dengan kinerja
pemerintah baik dari segi pengawasan terhadap penggunaan dana
pajak maupun kinerja institusi pajak. Sehingga perlu diadakan
pembenahan terhadap system perpajakan di Indonesia. Dari segi
pemerintah, masih banyak tindakan menyimpang yang
dilakukan oleh pemerintah serta terdapat birokrasi yang
mendukungnya. Untuk mencapai fungsi budgetair yang
maksimal, perlu adanya kerjasama antara wajib pajak dan
pemerintah.
Retribusi
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Beberapa dari istilah-istilah yang terkait dengan peraturan
retribusi adalah jasa, jasa umum, jasa usaha, perizinan
tertentu, wajib retribusi, masa retribusi.
Berdasarkan objeknya, retribusi dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum;
2. Retribusi Jasa Usaha;
3. Retribusi Perizinan Tertentu.
27
Rincian dari masing-masing jenis retribusi diatur dalam
Peraturan Pemerinah (PP 66/2001), dengan peraturan daerah
dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria
yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Berikut ini uraian hal-hal pokok megenai peraturan
retribusi daerah yang diolah berdasarkam UU Nomor 34 Tahun
2000 dan Nomor 6 Tahun 2001.
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk
dan Akte Catatan Sipil;
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
Retribusi Pelayanan Pasar;
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadaman Kebakaran;
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintahan daerah dengan menganut prinsip
28
komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta.
Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
Retribusi Tempat Pelelangan;
Retribusi Terminal;
Retribusi Tempat Parkir Khusus;
Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
Retribusi Penyedotan Kakus;
Retribusi Rumah Potong Hewan;
Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
Retribusi Penyebrangan di Atas Air;
Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
Retribusi Perijinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis-jenis Retribusi Perijinan Tertentu:
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
29
Retribusi Ijin Gangguan;
Retribusi Ijin Trayek.
Retribusi Terutang, Tata Cara Penghapusan, dan Bagi Hasil ke
Desa
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang menggunakan jasa atau perijinan tertentu dihitung
dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat
penggunaan jasa. Tata cara penghapusan piutang retribusi
yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan daerah. Hasil
penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten
sebagian diperuntukkan kepada desa. Bagian desa sebagaimana
dimaksud ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah
kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa dalam
penyediaan layanan tersebut.
Kasus Retribusi Daerah
Medan-ORBIT: Dugaan penyimpangan retribusi parkir di Dinas
Perhubungan (Dishub) Kota Medan yang ditangani Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terus menjadi sorotan. Dalam
penanganannya, Kejatisu mengaku sudah memeriksa 19 orang
saksi, di antaranya Kadishub Armansyah Lubis serta Kabid
Perparkiran Fahmi Harahap.
Dijelaskan, persoalan penyimpangan parkir yang mengakibatkan
kerugian keuangan negara melalui sector Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bukan baru kali ini terjadi.
30
Untuk tahun 2010, angka penyimpangan retribusi parkir
mencapai Rp24 miliar. Jadi tidak ada alasan bila tidak segera
mengusut dan menuntaskannya lalu menetapkan tersangka. Sebab,
kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi, Pasalnya, dalam
laporan pencatatan penerimaan PAD retribusi parkir 2011
sebesar Rp32 miliar, namun fisik PAD yang masuk ke kas daerah
hanya Rp10,6 miliar. Sementara pada 2010 dicatatkan penerimaan
mencapai Rp16 miliar, namun yang masuk ke kas daerah hanya
Rp12 miliar.
Untuk itu, Kejatisu diminta segera mengumpulkan alat bukti
keterlibatan para petinggi Dishub Medan,serta kemudian
menetapkan tersangkanya. (Sumber: www.harianorbit.com; Kasus Retribusi
Parkir Dishub Medan Rp24 M; 2012)
Kita dapat melihat hal yang sama terjadi pada pengelolaan
keuangan daerah untuk retribusi ini, sama halnya pada
pengelolaan pajak. Apabila pihak yang bersangkutan tidak serta
bersikap bijaksana dalam mengelolanya akan terjadi
penyalahgunaan dan tindak korupsi yang sangat disayangkan.
Untuk itu diperlukan untuk menciptakan aparatur pemerintah
yang jujur dan bersih, selain itu diperlukan sistem kontrol
yang efisien.
B.Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan
negara yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. Pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan ini merupakan subbidang keuangan negara
31
yang khusus ada pada negara-negara nonpublik. Pemerintah
melakukan investasi pada BUMN. BUMD atau lembaga keuangan
negara/daerah lainnya sehingga timbul hak dan kewajiban negara
berkenaan dengan investasi tersebut.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan
bagian dari PAD daerah tersebut, yang antara lain bersumber
dari:
Bagian laba dari perusahaan daerah;
Bagian laba dari lembaga keuangan bank (contoh Bank
Daerah);
Bagian laba atas penyertaan modal kepada badan usaha
lainnya.
C.Lain-Lain PAD Yang Sah
Selain jenis-jenis PAD diatas, pendapatan daerah dapat pula
berasal dari lain-lain PAD yang sah, seperti:
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
Jasa giro atas penyimpanan uang APBD pada sebuah bank
pemerintah;
Pendapatan bunga;
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing; dan
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah.
PENDAPATAN DAERAH LAINNYA32
Pendapatan daerah lainnya atau disebut dengan “Lain-lain
Pendapatan” bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain PAD dan dana perimbangan. Lain-
lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan
daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah,
dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan
pemerintah.
A.Hibah Daerah
Hibah daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang
berasal dari pemerintah dalam/luar negeri, badan/lembaga
dalam/luar negeri, atau perorangan, baik dalam bentuk devisa,
rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan
pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Penerimaan ini
tidak bersifat mengikat sehingga tidak dapat mempengaruhi
kebijakan daerah.
Hibah daerah yang berasal dari dalam negeri dituangkan
dalam sebuah Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara
pemerintah daerah dan pemberi hibah. Demikian pulan dana hibah
yang berasal dari luar negeri harus dituangkan dalam naskah
perjanjian hibah yang di tanda tangani oleh pemerintah pusat
dan pemberi hibah luar negeri. Selanjutnya, hibah tersebut
akan diteruskan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
terkait.
Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi
pemerintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan
aparatur daerah. Tata cara pemberian, penerimaan, dan
penggunaan hibah, baik dari dalam/luar negeri diatur dengan33
Peraturan Pemerintah. Pertanggung jawaban pengelolaan keuangan
hibah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada
APBD. Pertanggungjawaban hibah dalam bentuk barang dan/atau
jasa dilaporkan melalui mekanisme pelaporan keuangan daerah
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Sumber Hibah
Pada hakikatnya, hibah bersumber dari:
1. Dalam Negeri, hibah dapat bersumber dari:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah Lain;
c. Badan/Lembaga/Organisasi swasta dalam negeri; dan/atau
d. Kelompok masyarakat/perorangan.
2. Luar Negeri, Hibah dapat bersumber dari:
a. Bilateral, yaitu hibah yang berasal dari pemerintah
suatu negara melauli suatu lembaga/badan keuangan yang
ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk
melaksanakan pemberian hibah.
b. Multilateral, yaitu hibah yang berasal dari lembaga
multilateral.
c. Donor lainnya, yaitu hibah yang berasal dari
badan/lembaga/organisasi/kelompok masyarakat/perorangan
luar negeri yang tidak termasuk lembaga bilateral dan
multilateral.
Bentuk Hibah
Pemberian hibah dapat berupa uang/dana, barang maupun
jasa termasuk tenaga ahli atau pelatihan. Hibah dalam bentuk
34
uang/dana dapat berupa rupiah, devisa, atau surat berharga.
Hibah dalam bentuk barang dapat berupa barang bergerak seperti
peralatan, mesin, kendaraan bermotor, sedangkan barang tidak
bergerak seperti tanah, gedung dan bangunan. Sedangkan hibah
dalam bentuk jasa dapat berupa bantuan teknis, pendidikan,
pelatihan, penelitian, dan jasa lainnya.
Kasus Hibah di Provinsi Banten
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus
dugaan penyelewengan penyaluran dana bantuan sosial (bansos)
dan hibah di Pemerintah Provinsi Banten.
“Oh, terbuka kemungkinan (Atut tersangka Bansos Banten),”
kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, di Gedung KPK,
Jakarta, Senin (23/12/2013). Kasus ini masih berada pada
tingkat penyelidikan. Butuh dua alat bukti untuk menaikkan
status perkara ke tingkat penyidikan.
“Tetapi yang penting sekarang, kan sudah makin jelas posisi
Atut (di kasus Lebak). Yang ini (kasus bansos Banten) tinggal
didalami,” ujar Adnan. Saat ini Atut ditahan di Lapas Pondok
Bambu, Jakarta Timur.
Atut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap
pengurusan sengketa pilkada Kabupaten, Lebak, Banten. KPK juga
menemukan bukti kuat dugaan keterlibatan Atut dalam kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten.
Seperti diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan
ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran bantuan sosial di
35
Banten yang nilainya Rp 7,8 miliar. Anggaran tersebut
dicairkan pada 2010 hingga 2011.
Menurut laporan pemeriksaan BPK, Pemerintah Banten pada 2010
mengalokasikan anggaran bansos Rp 51,5 miliar dan terealisasi
Rp 51,4 miliar. Sedangkan pada 2011 anggaran bansos
dialokasikan Rp 78,5 miliar dan terealisasi Rp 78,2 miliar.
Data Indonesia Corruption Watch menemukan indikasi
penyelewengan terkait penyaluran dana bansos yang
mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 34,9 miliar pada
2011. ICW menduga ada empat modus penyelewengan anggaran yang
dilakukan oknum kepala daerah setempat.
Empat modus itu adalah lembaga penerima hibah fiktif,
pengulangan alamat lembaga penerima hibah, pemotongan dana
hibah, serta aliran dana hibah kepada lembaga yang dipimpin
kerabat Atut. (Sumber: www.kompas.com; KPK: Terbuka Kemungkinan Atut
Jadi Tersangka Bansos Banten; 2013)
Pada kasus ini terjadi korupsi dana bansos dan hibah yang
menjerat kepala daerahnya sendiri sebagai pelaku tindakan
pidana korupsi ini. Padahal seharusnya para pemimpin dan
pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
tanggung jawab etis tinggi, sehingga pengelolaan dana daerah
dapat secara bijaksana dikelola dan digunakan demi kepentingan
kesejahteraan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi.
B.Dana Darurat
36
Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari
APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana
nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD-nya.
Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional
dan/atau peristiwa luar biasa yang ditetapkan oleh presiden.
Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada
daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Daerah
dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi
Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis
solvabilitas sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Pemerintah
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB III
PENUTUP
37
Kesimpulan
Salah satu sumber pendapatan daerah adalah PendapatanAsli
Daerah (PAD). Yang dimaksud dengan PAD adalah hak daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun bersangkutan. PAD merupakan bagian dari pendapatan
daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain PAD,
pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Daerah Lainnya.
Setiap daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur keuangannya
sendiri yang bersumber dari pendapatan asli daerah dan
pendapatan daerah lainnya, apabila suatu daerah memiliki
kemampuan untuk mengelola keuangannya sendiri menceriminkan
daerah tersebut mempunyai kemapanan dalam melaksanakan otonomi
daerah. Untuk mengoptimalkan keuangan daerahnya diperlukan
keikutsertaan masyarakat dengan cara membayar pajak dan
retribusi kepada pemerintah daerah. Selain itu peran
pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya harus efektif
dan efisien agar mendukung pelaksanaan pembangunan daerah.
38