Post on 27-Apr-2023
i
OPTIMALISASI PRODUKSI BIOSUGAR DARI ALGA LAUT
Kappaphycus alvarezii MELALUI PROSES HIDROLISIS SECARA ASAM
DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Saccharomycopsis fibuligera
InaCCY595
NURFADILLAH
H411 14 506
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
OPTIMALISASI PRODUKSI BIOSUGAR DARI ALGA LAUT
Kappaphycus alvarezii MELALUI PROSES HIDROLISIS SECARA ASAM
DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Saccharomycopsis fibuligera
InaCC Y595
Skripsi ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin
NURFADILLAH
H411 14 506
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayah-Nya yang tidak terhingga
jumlahnya kepada setiap hambanya. Rabb yang telah memberikan petunjuk ke
jalan yang benar, kemudahan dan kelancaran salah seorang hamba-Nya, Shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya sehingga penulis mendapat kemudahan dan kelancaran
menyelesaikan skripsi ini.
Penelitian ini berjudul “Optimalisasi Produksi Biosugar dari Alga Laut
Kappaphycus alvarezii Melalui Proses Secara Asam dan Fermentasi
Menggunakan Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595”. Penelitian ini
dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Selama penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua saya Ibunda Nurmiati S.Pd dan Ayahanda Drs. Abd.
Kadir, adik-adikku tercinta Naim Shihab dan Nafisah Mahdiyyah atas segala
dukungan, doa dan perjuangan yang telah dilakukan hingga penulis dapat sampai
pada titik ini. Kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA sebagai dosen
pembimbing utama dan Bapak Dr. Sulfahri, S.Si, M.Si sebagai dosen pembimbing
pertama yang senantiasa memberikan kritik, saran dan nasehat serta motivasi yang
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
Penulis juga mengucapkan terima kasih serta penghargaan kepada :
- Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu selaku Rektor Universitas
Hasanuddin beserta jajarannya.
- Bapak Dr. Eng. Amiruddin, S.Si., M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, beserta saf
dan pegawainya.
- Ibu Dr. Hj. Zohra Hasyim, M.Si selaku ketua Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
- Ibu Dr. Nur Haedar, M.Si selaku sekretaris Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
- Bapak Dr. Eddy Soekandarsi, M.Si selaku Penasehat Akademik dan Ketua
Penguji sidang sarjana yang senantiasa memberikan nasehat dan arahan
kepada penulis sedari penulis memulai studi hingga selesai.
- Bapak Drs. Asadi Abdullah, M.Si, Ibu Dr. Eva Johannes, M.Si, Ibu
Dr. Sjafaraenan, M.Si dan Ibu Dr. Syahribulan, M.Si selaku penguji sidang.
- Bapak dan Ibu dosen Departemen Biologi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
- Kak Tri analisis Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar yang telah banyak membantu.
- Kak Fuad Gani S.Si selaku analis Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
vi
Hasanuddin, Makassar yang telah banyak membantu dan memberikan saran-
saran.
- Bapak Taufik yang telah banyak membantu dalam meminjamkan kunci pagar
dihari libur kuliah.
- Teman-teman parter Penelitian kepada saudari Winda Lestari Taufan dan
Dian Psupita Wulandari yang telah banyak membantu dan berjuang bersama
menyelesaiakan penelitian ini.
- Kepada saudaraku Bioaltruistik dan teman-teman Biologi 2014 yang selalu
membantu dan selalu ada saat tiba-tiba dibutuhkan.
- Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
satu persatu, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih atas saran dan
masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, meskipun demikian penulis telah berusaha semaksimal
mungkin dalam mengerjakannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan mendatang. Penulis
berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua, bagi perkembangan dunia sains
dan teknologi.
Makassar, Februari 2018
Penulis
vii
ABSTRAK
Kapppaphycus alvarezii merupakan salah satu alga laut yang mempunyai kadar
karbohidrat yang cukup tinggi dan dapat diperbaharui sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan baku pembuatan biosugar. Penelitian ini terdiri dari dua
tahap penelitian. Penelitian tahap satu bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi alga dengan metode hidrolisis secara asam pada alga K. alvarezii
terhadap kadar gula yang dihasilkan. Penelitian tahap dua bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pH dan durasi fermentasi terhadap kadar gula dan biomassa
sel yang dihasilkan. Pada penelitian ini dilakukan metode hidrolisis dengan
menggunakan H2SO4 8% 0.2 M dengan konsentrasi alga 0.5%, 1%, 1.5% dan 2%.
Konsentrasi alga yang menghasilkan kadar gula paling optimal dilanjutkan
dengan proses fermentasi. Alga K. alvarezii difermentasi menggunakan yeast
Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595. Hasil penelitian tahap satu
menunjukkan bahwa kadar gula tertinggi dihasilkan pada kosentrasi alga 0.5%
dengan kadar gula sebesar 0,56 g/g. Hasil penelitian tahap dua menunjukkan
bahwa variasi pH dan durasi fermentasi tidak berpengaruh terhadap kadar gula
dan biomassa sel yang dihasilkan. Kadar gula yang dihasilkan pada tahap
fermentasi ini sama pada tahap hidrlosis yaitu sebesar 0,56 g/g.
Kata kunci: Alga Kapppaphycus alvarezii, Hidrolisis, Fermentasi, Kadar Gula,
Biomassa sel, yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595
viii
ABSTRACT
Kapppaphycus alvarezii is one of the sea algae which has high enough
carbohydrate and can be renewed so that it can be made as one of raw material of
making biosugar. This research consists of two stages of research. The first step of
the study was to determine the effect of algae concentration by acid hydrolysis
method on K. alvarezii algae on the sugar content produced. The second phase
study aims to determine the effect of pH and fermentation duration on sugar
content and cell biomass produced. In this research, hydrolysis method using
H2SO4 8% 0.2 M with algae concentration of 0.5%, 1%, 1.5% and 2%. The
concentration of algae that produce the most optimal sugar content followed by
fermentation process. Algae K. alvarezii is fermented by yeast Saccharomycopsis
fibuligera InaCC Y595. The results of the first stage showed that the highest sugar
content was produced at algae concentration of 0.5% with sugar content of 0.56 g
/ g. The results of the second phase showed that pH variation and fermentation
duration did not affect the sugar content and cell biomass produced. The sugar
content produced at this fermentation stage is the same at the hydrlosis stage of
0.56 g / g.
Keywords: Alga Kapppaphycus alvarezii, Hydrolysis, Fermentation, Sugar Level,
Cell Biomass, yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
ABSTARAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
I.1 Latar Belakang .................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................4
I.3 Tujuan Penelitian .............................................................................5
I.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................5
I.5 Waktu dan Tempat ...........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................6
II.1 Alga Laut Kappaphycus alvarezii ..................................................6
II.2 Produksi Biosugar .........................................................................10
II.3 Yeast Saccharomycopsis fibuligera ..............................................14
II.4 Hidrolisis ......................................................................................16
II.5 Fermentasi ....................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................20
III.1 Alat dan Bahan ............................................................................20
x
III.1.1 Alat ...........................................................................................20
III.1.2 Bahan ........................................................................................20
III.2 Prosedur Kerja .............................................................................20
III.2.1 Pretreatment Alga Kappaphycus alvarezii ...............................20
III.2.2 Hidrolisis Secara Asam ............................................................21
III.2.3 Pengukuran Kurva Pertumbuhan .............................................21
III.2.4 Pembuatan Starter Fermentasi ..................................................22
III.2.5 Proses Fermentasi .....................................................................22
III.2.6 Pengukuran Kadar Gula Reduksi .............................................23
III.2.7 Pengukuran Biomassa sel .........................................................23
III.3 Rancangan Penelitian Hidrolisis Asam .......................................24
III.4 Rancangan Penelitian Fermentasi ...............................................24
III.5 Analisis Data Hidrolisis Asam ....................................................25
III.6 Analisis Data Fermentasi ...........................................................25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................27
IV.1 Pengambilan Sampel Alga ..........................................................27
IV.2 Proses Hidrolisis Alga .................................................................27
IV.3 Pengukuran Kurva Pertumbuhan ................................................31
IV.4 Kadar Gula Selama Proses Fermentasi .......................................33
IV.5 Biomassa sel Selama Proses Fermentasi .....................................37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................41
V.1 Kesimpulan ...................................................................................41
V.2 Saran .............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................42
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Jenis Alga dalam Menghasilkan Biosugar .................. 13
Tabel 2. Rancangan Penelitian Hidrolisis Asam .............................................. 24
Tabel 3. Rancangan Penelitian Fermentasi ...................................................... 25
Tabel 4. Perbandingan Kadar Gula Hasil Penelitian ini dengan Beberapa
Penelitian lainnya ................................................................................ 30
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alga Kappaphycus alvarezii ............................................................ 8
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel Alga Kappaphycus alvarezii ........... 27
Gambar 3. Histogram Kadar Gula Proses Hidrolisis Asam ............................ 28
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan yeast .............................................................. 34
Gambar 5. Histogram Hasil Kadar Gula Reduksi Proses Fermentasi (Inokulum
5%) ................................................................................................. 34
Gambar 6. Histogram Hasil Kadar Gula Reduksi Proses Fermentasi (Inokulum
10%................................................................................................. 37
Gambar 7. Histogram Hasil Biomassa Sel (Inokulum 5%) ............................. 38
Gambar 8. Histogram Hasil Biomassa Sel (Inokulum 10%) ........................... 38
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Hasil Dokumentasi Penelitian ............................................... 50
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Alga ............................................... 51
Gambar 2. Alga Kappaphycus alvarezii ........................................................ 51
Gambar 3. Perendaman dan Pencucian alga Kappaphycus alvarezii ............ 51
Gambar 4. Alga Kappaphycus alvarezii dikeringkan .................................... 52
Gambar 5. Alga K. alvarezii dihaluskan menggunakan Hummer mill .......... 52
Gambar 6. Alga K. alvarezii disaring menggunakan ayakan 40 mesh .......... 52
Gambar7. Proses pemanasan larutan alga yang telah ditambahkan asam sulfat
.................................................................................................. 53
Gambar 8. Proses penyaringan larutan alga K. alvarezii ............................... 53
Gambar 9. Proses dan hasil sentrifugasi larutan alga..................................... 53
Gambar 10. Pengukuran kadar gula hidrolisis alga ....................................... 54
Gambar 11. Hasil pengukuran pH larutan alga .............................................. 54
Gambar 12.Hasil pengukuran pHlarutan alga setelah penambahan buffer
phospat ...................................................................................... 54
Gambar 13. Isolat yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595 ............. 55
Gambar 14. Subkultur isolat yeast S. fibuligera pada medium PDA ............ 55
Gambar 15. Pemindahan isolat yeast S. fibuligera pada medium alga untuk
mengukur kurva pertumbuhan .................................................. 55
Gambar 16. Proses aktivasi yeast S.fibuligerasebagai medium pertumbuhan
dalam pengukuran kurva pertumbuhan .................................... 56
xiv
Gambar 17. Proses melarutkan alga K. alvarezii danpenambahan asam sulfat
.................................................................................................. 56
Gambar 18. Proses pemanasan larutan alga K. alvarezii selama 30 menit .... 56
Gambar 19. Proses penyaringan larutan alga K. alvarezii ............................. 57
Gambar 20. Proses sentrifius hidrolisat larutan alga...................................... 57
Gambar 21. Proses penambahan larutan buffer phospat ................................ 57
Gambar 22. Proses mensterilkan larutan alga menggunakan autoklaf .......... 58
Gambar 23. Medium fermentasi durasi 0jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam .... 58
Gambar 24. Subkltur isolat yeast . fibuligera pada medium PDA ................. 58
Gambar 25. Aktivasi yeast S. fibuligera sebagai medium fermentasi ........... 59
Gambar 26. Proses penambahan starter ke dalam masing-masing medium
fermentasi alga K. alvarezii ...................................................... 59
Gambar 27. Hasil fermentasi durasi 0 jam ..................................................... 59
Gambar 28. Hasil fermentasi durasi 24 jam .................................................. 60
Gambar 29. Hasil fermentasi durasi 48 jam ................................................... 60
Gambar 30. Hasil fermentasi durasi 72 jam ................................................... 60
Gambar 31. Pengukuran kadar gula fermentasi ............................................ 61
Gambar 32. Hasil pengukuran kadar gula hidrolisis asam dan fermentasi .... 61
Gambar 33. Pengukuran Biomassa sel ........................................................... 61
Lampiran II. Hasil Uji Statistik ................................................................. 62
Tabel 1. Tabel Kadar Gula Hidrolisis ............................................................ 62
Tabel 2. Tabel Kadar Gula Fermentasi .......................................................... 63
Tabel 3. Biomassa sel .................................................................................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Gula (gula pasir) merupakan kebutuhan pokok rakyat yaitu sebagai bahan
pangan sumber kalori yang menempati urutan keempat setelah padi-padian,
pangan hewani serta minyak dan lemak, dengan pangsa sebesar 6,7 persen. Selain
itu, konsumsi gula merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan setiap orang
baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun bahan baku industri pangan
sebagai pemanis utama (Sugiyanto, 2007). Pengguna gula pasir adalah konsumen
rumah tangga untuk jenis Gula Kristal Putih (GKP), dan industri makanan dan
minuman untuk Gula Kristal Rafinasi (GKR). Menurut teori ekonomi, salah satu
faktor yang mempengaruhi konsumsi gula per kapita adalah pendapatan rumah
tangga konsumen (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013).
Menurut data Pasar Gula Dunia (2016) pada tahun 2012 konsumsi gula
mencapai 5.100.000 ton, sedangkan produksi gula yang dihasilkan mencapai
2.040.000 ton. Akibatnya, kekurangan kebutuhan gula mencapai 3.200.000 ton
yang harus diimpor. Perkiraan konsumsi gula pada tahun 2022 mencapai
5.562.000 ton, sedangkan produksi gula mencapai 2.159.000 ton, sehingga
kekurangan kebutuhan gula mencapai 3.402.000 ton yang diimpor. Sementara itu,
berdasarkan data Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu (2015) jumlah
volume ekspor tebu kebeberapa negara yang membutuhkan mencapai
939.852.629 kg dan jumlah volume impor tebu mencapai 3.039.324.432 kg pada
tahun 2014. Jika hal tersebut terus terjadi maka setiap tahunnya Indonesia akan
2
mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Permasalahan ini cukup
menarik perhatian masyarakat dan pemerintah mengingat bahan baku pembuatan
gula seperti tebu sampai saat ini masih sangat terbatas. Salah satu alternatif yang
telah ditempuh adalah usaha menghasilkan gula dari bahan dasar pati dengan cara
menghidrolisis pati menjadi gula. Bahan baku yang digunakan seperti jagung, ubi
jalar, singkong dan sukun yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dapat
dihidrolisis baik secara asam maupun enzimatis untuk menghasilkan gula. Tetapi
kekurangan dari bahan baku tersebut yaitu kontinuitas penyediaan bahan baku,
fluktuasi harga bahan baku dan bahan baku tersebut seharusnya digunakan
sebagai bahan makanan (Giovanni, 2014).
Salah satu solusi untuk meningkatkan produksi gula nasional adalah
dengan produksi biosugar dari alga laut. Mengingat bahwa Indonesia merupakan
salah satu negara yang menjadi penyuplai bahan baku alga laut bagi negara-negara
yang membutuhkan. Produksi alga laut Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 9,28
juta ton meningkat hampir 3 juta ton dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar
6,51 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014).
Provinsi Sulawesi-Selatan merupakan produsen alga laut terbesar di
Indonesia. Sulawesi-Selatan merupakan salah satu sentra produksi alga laut,
sehingga alga laut merupakan salah satu komoditas unggulan. Kontribusi
Sulawesi-Selatan terhadap produksi nasional sebesar 25% sebagai yang terbesar
di Indonesia. Produksi Rumput Laut Sulsel tahun 2015 sebesar 3,29 juta ton yang
terdiri dari 2,17 juta ton Kappaphycus alvarezii, 0,88 juta ton Gracilaria dan 0,24
juta ton Spinosum (Mahatama & Farid, 2013; Asni, 2015). Salah satu jenis alga
laut yang terbesar diproduksi di Sulawesi Selatan yaitu jenis Kappaphycus
3
alvarezii. Alga merah jenis itu memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan
produksi tinggi yaitu 12-18 ton alga kering/ha/tahun (Lee et al., 2016). Dinding
sel alga merah kaya akan polisakarida seperti agar-agar, selulosa, silen, mannan,
dan karagenan (Arad & Levy-Ontman, 2010).
Alga laut K. alvarezii memiliki kandungan karbohidrat yang paling tinggi
yang mudah terdegradasi sehingga diperhitungkan sebagai bahan baku produksi
biosugar (Linn et al., 2000). Proses degradasi karbohidrat dari alga laut K.
alvarezii menjadi monosugar dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode
hidrolisis dan metode fermentasi. Proses hidrolisis adalah suatu proses pemecahan
senyawa karbohidrat kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat
organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme
(Suprihatin, 2010).
Proses degradasi karbohidrat dari alga laut dapat dilakukan dengan
menggunakan hidrolisis enzim tetapi proses tersebut membutuhkan biaya yang
relatif mahal sehingga dilakukan alternatif lain yaitu dengan proses hidrolisis
menggunakan asam (asam sulfat 0.2 M). Hasil penelitian dari Kim et al. (2015)
menjelaskan bahwa parameter perbedaan konsentrasi asam dapat mempengaruhi
produksi biosugar. Polisakarida dalam alga merah dapat dihidrolisis menggunakan
asam dengan memecah struktur polisakarida menjadi molekul glukosa (Sandi, et
al., 2016).
Salah satu metode degradasi karbohidrat yang efektif dan juga murah adalah
melalui metode fermentasi. Mikroba potensial yang dapat digunakan dalam
degradasi karbohidrat melalui metode fermentasi adalah Saccharomycopsis
4
fibuligera karena memiliki kemampuan menguraikan pati yang tinggi (Gonzalez
et al., 2008; Eksteen et al., 2003). S. fibuligera InaCC Y595 merupakan salah
satu jenis ragi yang dapat ditemukan pada tape singkong (LIPIMC, 2017). Ragi
ini dianggap sebagai salah satu produsen terbaik yang mengandung enzim
amilolitik karena kapasitasnya untuk melakukan hidrolisis pati (Wickerham et al.,
1944; dan Choo et al., 2016). Alpha-Amilase dari organisme ini menunjukkan
degradasi baku pati dan aktif pada pH 5,0-6,0 yaitu sekitar pH bubur pati (Hasan
et al., 2008; Hostinová et al., 2010).
Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian mengenai
optimalisasi produksi biosugar dari alga laut K. alvarezii melalui proses hidrolisis
secara asam dan fermentasi menggunakan S. fibuligera InaCC Y595.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi K. alvarezii dan
durasi inkubasi terhadap kadar gula hasil hidrolisis alga laut K. alvarezii?
2. Bagaimana pengaruh kombinasi perlakukan konsentrasi inokulum
S. fibuligera InaCC Y595, pH medium fermentasi dan durasi fermentasi
terhadap kadar gula dan biomassa sel yang dihasilkan dari proses
fermentasi alga laut K. alvarezii?
I.3 Tujuan Peneitian
1. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi K. alvarezii dan durasi
inkubasi terhadap kadar gula hasil hidrolisis alga laut K. alvarezii.
2. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakukan konsentrasi inokulum
S. fibuligera InaCC Y595, pH medium fermentasi dan durasi
5
fermentasi terhadap kadar gula dan biomassa sel yang dihasilkan dari
proses fermentasi alga laut K. alvarezii.
I.4 Manfaat Penelitian
1. Melalui penelitian ini, diperoleh informasi mengenai metode hidrolisis
ataupun fermentasi yang tepat untuk memproduksi biosugar dari alga
K. alvarezii.
2. Membantu menyelesaikan masalah pemerintah dari kekurangan produksi
gula nasional melalui produksi gula dari alga laut K. alvarezii.
3. Meningkatkan nilai guna dan nilai jual alga laut jenis K. alvarezii.
I.5 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2017 bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Bioteknologi,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel alga
dilakukan di Perairan Laut Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang,
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Alga Laut Kappaphycus alvarezii
Alga adalah kelompok yang beragam dari organisme prokariotik dan
eukariotik mulai dari genus yang uniseluler seperti Chlorella dan diatom dengan
bentuk multiseluler (Mandawat, 2016). Alga laut tumbuh dan tersebar hampir di
seluruh perairan Indonesia, baik yang termasuk jenis makroalga maupun
mikroalga (Loupatty, 2014). Alga dapat hidup di air laut dan air tawar bahkan air
limbah dalam bentuk koloni ataupun filamen. Alga mampu mengabsorbsi nutrisi
dari lingkungan sekitarnya dan berfotosintesis dengan bantuan sinar matahari
untuk menghasilkan oksigen. Karena kemampuannya melakukan proses
fotosintesis, maka alga digolongkan sebagai organisme fotoautotrofik
(Widmer et al., 2010).
Alga merupakan tumbuhan fotoautotrofik sehingga membutuhkan cahaya
matahari untuk fotosintesis. Selain itu, alga juga termasuk mikroorganisme aerob
sehingga alga tidak bisa hidup di tempat yang dalam atau kekurangan oksigen.
Ditemui di zona perairan yang dangkal dengan penetrasi cahaya yang efektif.
(Wijffels et al., 2010).
Alga laut (Rhodophyta) biasanya dapat ditemukan di berbagai habitat pantai
dan memiliki sekitar 6.000 spesies keanekaragaman yang merupakan tertinggi
diantara semua tiga jenis alga laut. Sebelumnya, dilaporkan bahwa ada sekitar 2,8
juta ton rumput laut merah yang dipanen setiap tahun. Spesies yang dipanen untuk
tujuan konsumsi seperti nori yang terutama dari genus Porphyra, sedangkan untuk
7
produksi karagenan spesies yang terlibat termasuk Eucheuma atau Kappaphycus
(Chang et al., 2016).
Umumnya E. cottonii Doty yang juga disebut K. alvarezii tumbuh dengan
baik di daerah dangkal. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran
air laut. Kondisi perairan yang sesuai untuk budidaya alga laut K. alvarezii yaitu
perairan terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman
perairan 7,65–9,72 m, salinitas 33–35 ppt, suhu air laut 28–30 °C, kecerahan 2,5–
5,25 m, pH 6,5–7, dan kecepatan arus 22–48 cm/detik (Wiratmaja et al., 2011).
Ciri-ciri morfologi K. alvarezii adalah berthallus (kerangka tubuh tanaman),
bentuk silindris dan gepeng, berwama merah, merah coklat, hijau dan sebagainya.
Cabangnya berselang tidak teratur serta mempunyai benjolan-benjolan (blunt
nodule) dan duri-duri (Devis, 2008). Morfologi Kappaphycus alvarezii dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alga K. alvarezii (kiri hijau dan kanan cokelat)
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2013.
K. alvarezii adalah salah satu rumput laut utama yang dibudidayakan di
dunia terutama negara seperti Malaysia, Filipina, Indonesia dan Tanzania.
K. alvarezii adalah salah satu dari rumput laut merah tropis yang penting dengan
kandungan polisakarida pada dinding selnya, hal itu adalah sumber yang paling
penting dari kappa karagenan. Kappa karagenan adalah hidrokoloid yang
8
digunakan sebagai aditif makanan, bertindak sebagai sebuah gel, pengemulsi,
penebalan dan menstabilkan agen di bidang farmasi (Chang et al., 2016). Selain
itu, banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
Kebutuhan untuk produk karagenan dari bahan baku K. alvarezii diprediksi akan
meningkat di masa depan (Fadilah et al., 2015). Komponen utama dari karagenan
adalah D–galaktosa-4-sulfat dan 3,6–anhydro–D–galaktosa–2-sulfat yang
berpotensi untuk difermentasikan (Meinita et al., 2012).
Nama E. cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia
perdagangan nasional maupun internasional, sebagai komoditas ekspor dan bahan
baku industri penghasil karagenan. Karagenan yang dihasilkan adalah tipe kappa
karagenan. Oleh karena itu, jenis ini secara taksonomi diubah namanya dari
E. cottonii menjadi K. alvarezii (Atmadja, 1996).
Memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat dan produktivitas yang
tinggi (12-18 ton kering/ha/tahun). Karagenan yang terkandung dalam K. alvarezii
mudah dikonversi oleh hidrotermal, asam, enzim atau proses fermentasi menjadi
produk monosugar (Lee et al., 2016).
Fikoeritrin merupakan pigmen dominan pada alga merah. Pigmen tersebut
memberikan kenampakan warna merah pada alga. Alga merah mempunyai
kemampuan adaptasi kromatik, yaitu penyesuaian warna thallus berdasarkan
kualitas pencahayaan yang diterima. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
informasi mengenai persentase kandungan pigmen pada K. alvarezii, yaitu
klorofil a (74,920%), turunan klorofil a (16,419%), karoten (0,947%), xantofil
(0,727%), dan lutein (6,988%) (Dewangga, 2008).
9
Pigmen yang terkandung dalam thallus alga laut digunakan untuk
pengklasifikasiannya. Pigmen ini dapat menentukan warna thallus sesuai dengan
pigmen yang ada pada kelas Chlorophyceae (algae hijau), Phaeophyceae (algae
coklat), Rhodophyceae (alga merah) dan Cyanopyceae (alga biru). Alga laut dapat
dijadikan sumber gizi karena umumnya mengandung karbohidrat, protein, sedikit
lemak dan yang sebagian besar merupakan senyawa garam seperti natrium dan
kalium. Selain itu juga merupakan sumber vitamin A, B1, B2 B6, B12 dan
vitamin C, serta mengandung mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat
besi dan iodium (Devis, 2008).
Komposisi kimia alga laut bervariasi antarindividu, spesies, habitat,
kematangan dan kondisi lingkungannya. Hasil penelitian, Rahim et al. (2014),
menjelaskan bahwa komposisi kimia K. alvarezii (berdasarkan berat kering) total
karbohidrat 59,58 ± 0,88%, lipid 0,75 ± 0,22%, abu, 19,70 ± 0,09%, kelembaban,
147 14,23 ± 0,32% dan protein, 5,74 ± 0,89%. Hasil penelitian yang sedikit
berbeda dengan penelitian tersebut diperoleh Abirami & Kowsalya (2011) yang
melakukan analisis langsung terhadap K. alvarezii dipanen dari pantai distrik
Ramanathapuram, Tamil Nadu yang mengandung karbohidrat total 57,3%, lipid
0,89%, abu 28,9%, dan protein 4,5%.
Beberapa strain mikroalga kini hadir secara alami dan memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat pada umumnya menumpuk diplastida
sebagai bahan cadangan (yaitu pati) atau konstituen utama dari dinding sel
(Chen, 2011).
II.2 Produksi Biosugar
10
Biosugar adalah salah satu produk antara yang penting yang dapat
dihasilkan dari limbah pengolahan tapioka atau singkong (Ayoola et al., 2012).
salah satu limbah utama yang dihasilkan oleh industri pengolahan tapioka adalah
kulit singkong. Karena kandungan yang tinggi, bahan baku ini bisa digunakan
dengan baik untuk menghasilkan biosugar (Yoonan & Kongkiattikajorn, 2004 &
Olanbiwoninu & Odunfa, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian pemanfaatan bahan organik untuk energi
terbarukan saat ini banyak dilakukan. Salah satu produk energi terbarukan adalah
bioetanol yang dihasilkan dari gula difermentasikan. Oleh karena itu, kebutuhan
untuk menghasilkan biosugar murah saat ini meningkat dan salah satu sumber
potensi untuk menghasilkan biosugar adalah dari pengolahan limbah singkong
karena mengandung pati, selulosa dan hemiselulosa (Edama et al., 2014).
Bahan baku limbah lain yang dapat digunakan dalam produksi biosugar
adalah singkong dan ampas tebu. Menurut Woiciechowski et al. (2002), singkong
dan ampas tebu dapat diubah menjadi gula-gula pereduksi (terutama glukosa)
karena kaya akan bahan organik terutama pati. Untuk mendapatkan gula reduksi
dari singkong dan ampas tebu, limbah ini dapat dihidrolisis secara asam atau
enzimatik. Woiciechowski et al. (2002) juga mengatakan bahwa hasil gula reduksi
dari singkong dan ampas tebu dengan menggunakan hidrolisis enzimatik yaitu
97%. Hasil tersebut hanya sedikit lebih tinggi dari hasil hidrolisis asam yaitu 95%.
Kelemahan utama menggunakan hidrolisis asam adalah peralatan yang digunakan
harus dirancang untuk menahan kondisi korosif serta suhu tinggi dan tekanan
(Yoonan & Kongkiattikajorn, 2004).
11
Bioenergi telah dikembangkan dari tiga jenis bahan baku biomassa yaitu
generasi pertama (gula, pati), generasi kedua (lignoselulosa) dan generasi ketiga
(makroalga atau mikroalga) (Horn et al., 2000; Jeong & Park, 2010; Kang et al.,
2013; Meinita et al., 2013). Eksploitasi sumber daya generasi pertama telah
terhambat dalam menghadapi oposisi yang dihasilkan untuk pemanfaatan tanaman
yang seharusnya dapat digunakan sebagai makanan (Kang et al., 2013). Bahan
baku generasi kedua menghindari masalah ini, tetapi beberapa masalah untuk
mengatasi tujuan produksi skala industri (Borines et al., 2013). Hal ini disebabkan
oleh struktur kompleks lignoselulosa, yang memerlukan beberapa jenis
pretreatment. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas biomassa.
Proses ini sangat kompleks, relatif mahal, hasil yang diperoleh rendah dan dapat
merusak lingkungan (Borines et al., 2013 & Trivedi et al., 2013). Sedangkan
bahan baku generasi ketiga dengan mudah dapat terdepolimerasi ke gula
sederhana karena kurangnya struktur dinding sel dan lignin (Jeong et al., 2014;
Khambhaty et al., 2012; Meinita et al., 2013). Dalam konteks ini, daya tarik
makroalga sebagai sumber daya generasi ketiga, meningkat di seluruh dunia.
Makroalga sebagai substrat yang potensial memungkinkan untuk terus
dikembangkan, ramah lingkungan dan sumber bahan bakar hayati ekonomis
(Horn et al., 2000; Jeong & Park, 2010; Jeong et al., 2014; Kim et al., 2014;
Meinita et al., 2013; Ra et al., 2013). Banyak keuntungan dari penggunaan
makroalga karena tidak bersaing dengan sumber daya pangan, pertumbuhan yang
lebih cepat dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tanaman darat,
mengandung karbohidrat tinggi tanpa lignin, tidak membutuhkan pupuk,
12
pestisida, tanah dan air tawar dalam pertumbuhannya (Borines et al., 2013; Jeong
et al., 2014; Khambhaty et al., 2012; Meinita et al., 2013).
Hasil penelitian Jeong et al. (2015) mengatakan bahwa makroalga
Gracilaria verrucosa yang dihidrolisis menggunakan asam pekat sebagai katalis
menghasilkan kadar gula yang tinggi melalui proses fermentasi. Penelitian ini
menggunakan asam Amberlyst-15 sebagai katalis dan Gracilaria verrucosa
sebagai biomassa. Asam Amberlyst-15 adalah resin polimer cationexchange
dengan fungsi asam sulfonat yang digunakan pada berbagai reaksi katalis asam,
karena sifatnya yang tidak beracun dan ramah lingkungan (Kadam et al., 2009;
Pal et al., 2012; Tan et al., 2013).
Menurut Rahim et al. (2014), telah membuktikan bahwa alga merah
K. alvarezii adalah bahan baku yang sesuai untuk produksi biosugar dimana
kandungan karbohidrat D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat
yang potensial untuk difermentasikan. Selain itu, K. alvarezii dianggap sebagai
bahan baku yang murah karena hanya membutuhkan air laut, sinar matahari dan
karbon dioksida untuk kultivasi. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah
polimer karagenan, selulosa dan hemiselulosa rumput laut membentuk molekul
gula sederhana. Menurut Lenihan et al. (2010), menjelaskan bahwa substrat,
konsentrasi asam, suhu dan waktu reaksi dapat memberi efek pada hidrolisis
polisakarida. Dengan demikian, beberapa parameter diuji untuk mendapatkan
hasil maksimal gula reduksi dari rumput laut. Berikut ini adalah tabel
perbandingan berbagai jenis alga untuk menghasilkan biosugar.
Tabel 1. Perbandingan jenis alga dan metode hidrolisis untuk
menghasilkan biosugar.
13
No. Jenis Alga Metode Hidrolisis
Kadar gula yang
Diproduksi
1 Gelidium amansii
120oC, 15 menit,
3 % H2SO4
0.49 (Gal)
0.126 (Glu)
2
Kappaphycus
alvarezii
110oC, 90 menit, 0.2 M
H2SO4 (8%, 80 g/L)
0.428 (RS)
3
Kappaphycus
alvarezii
130oC,15 menit, 0.2 M
H2SO4 (10%, 10 g/100 L)
0.385 (RS) 0.089
(Glu) 0.239 (Gal)
4
Gracilariopsis
chorida
130oC, 15 menit, 0.2 M
H2SO4 (10%, 10 g/100 L)
0.234 (RS)
0.136 (Gal)
5
Gracilaria
tenuistipitata
130oC, 15 menit, 0.2 M
H2SO4 (10%, 10 g/100 L)
0.266 (RS)
0.187 (Gal)
II.3 Yeast Saccharomycopsis fibuligera
S. fibuligera merupakan salah satu spesies dari teleomorf genus
Ascomycetes (Kurtzman & Fell, 2000). S. fibuligera merupakan khamir
homotalik, dengan fase diploid yang dominan dan fase haploid yang singkat. S.
fibuligera merupakan ragi pada makanan yang memiliki bentuk (dimorfik) ragi
sakarolitik dan fermentatif karena terdapat pembentukan multipolar budding dan
mycelial yang digunakan dalam industri pembuatan wine dari beras. Aski dari S.
fibuligera berbentuk spheroidal-ovoidal dan mungkin dapat bebas terbentuk dari
sebuah sel vegetatif atau melekat pada akhir atau di sisi hifa. Setiap askus
membentuk dua sampai empat askospora berbentuk hat-shaped. S. fibuligera
dapat mengasimilasi glukosa, sukrosa, selobiosa, trehalosa dan serat larut air
(Chi et al., 2009).
14
Karakteristik dari S. fibuligera adalah produksi sel vegetatif berbentuk oval
memanjang atau bulat dengan pseudomiselium. S. fibuligera mempunyai pH
optimum pertumbuhan 3,0. S. fibuligera memiliki berbagai nama sinonim,
diantaranya adalah Endomyces fibuliger Lindner, Pichia fibuliger (Lindner)
Boidin, Pignal, Lehodey, Vey & Abadie, Endomyces lindneri Saito, Endomyces
hordei (Saito) Klocker, Endomycopsis fibuliger (Lindner) Dekker var. lindneri
(Saito) Dekker, Endomyces hordei Saito, Saccharomycopsis hordei (Saito)
Klöcker, Candida lactosa Dwidjoseputro & Wolf (Kurtzman & Maudy, 2011).
S. fibuligera memiliki kemampuan yang dapat mengakumulasi trehalosa
dari pati, mensekresi amilase, enzim asam protease dan β-glukosidase (Wang et
al., 2011). S. fibuligera juga digunakan dalam produksi etanol dari pati,
khususnya pati dari tepung singkong, tetapi konversi langsung dari bahan baku
menjadi glukosa terbatas (Saelim et al., 2008). Sehingga, untuk konversi pati
menjadi bioetanol, co-kultur S. fibuligera dan Zymomonas mobilis digunakan.
Z. mobilis menghasilkan etanol oleh fermentasi heksosa seperti glukosa dan
fruktosa (Dien et al., 2003; & Chi et al., 2009; Sivamani et al., 2015).
Peran utama dari S. fibuligera dalam proses produksi untuk anggur beras
tradisional melibatkan konversi pati menjadi gula yang kemudian dapat
difermentasi menjadi etanol dan asam organik. Beberapa glukoamilase yang
diproduksi oleh S. fibuligera dapat mencerna pati asli, yang meningkatkan
degradasi pati dari bahan baku (misalnya, barley dan kacang) (Choo et al., 2016).
Trehalosa, amilase, asam protease, dan β-glukosidase yang juga diproduksi oleh
S. fibuligera memiliki banyak kegunaan dalam industri fermentasi dan farmasi
(Chi et al., 2009).
15
S. fibuligera merupakan ragi yang umum digunakan dalam fermentasi beras
dan singkong sehingga termasuk salah satu produsen amilase terbaik
(Chi et al., 2009). Alpha-Amilase dari organisme ini menunjukkan degradasi baku
pati dan aktif pada pH 5,0-6,0 yaitu sekitar pH bubur pati sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam pertumbuhan S. fibuligera juga dapat hidup pada pH
tersebut (Hasan et al., 2008; Hostinová et al., 2010).
II.4 Hidrolisis
Proses hidrolisis bertujuan untuk memecah karbohidrat kompleks yang ada
pada bahan baku menjadi gula sederhana misalnya glukosa dan maltosa agar
dapat dimanfaatkan oleh mikroba fermentasi. Proses hidrolisis bisa dilakukan
secara fisika, kimia maupun biologi. Proses hidrolisis secara fisika yaitu dengan
cara pemanasan atau perebusan. Proses hidrolsis secara kimia yaitu dengan
penambahan larutan asam atau basa. Sedangkan proses hidrolisis secara biologi
yaitu dengan penggunaan enzim. Kombinasi ketiga jenis metode hidrolisis juga
biasa dilakukan dalam industri fermentasi (Sulfahri et al., 2016).
Hidrolisis dalam susasana asam menghasilkan pemecahan ikatan glikosidik
yang berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, proton yang bertindak sebagai
katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang
menghubungkan dua unit gula dan membentuk asam konjugat. Langkah ini diikuti
dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O yang menghasilkan zat antara
kation karbonium siklis (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II),
menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklis (III). Tidak ada
kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin dibentuk. Mungkin kedua
modifikasi protonasi terjadi dengan kemungkinan terbesar pada kation siklis.
16
Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan cepat
membentuk hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Hutkins, 2006;
Kolusheva & Marinova, 2007; Maarel et al., 2002).
Proses hidrolisis pati yaitu pengubahan molekul pati menjadi monomernya
atau unit-unit penyusunnya seperti glukosa. Hidrolisis pati dapat dilakukan
dengan bantuan asam atau enzim dengan suhu, pH dan waktu reaksi tertentu
(Ayoola et al., 2013 dan Ramachandran et al., 2013).
Polisakarida dalam Gracilaria sp. dapat dihidrolisis menggunakan asam
dengan memecah struktur polisakarida menjadi molekul glukosa. Hidrolisis
dengan enzim bertujuan untuk membantu proses konversi pati menjadi gula
sederhana (Sandi et al., 2016). Menurut Susmiati (2010), kadar gula reduksi hasil
hidrolisis ditentukan oleh konsentrasi asam. Semakin tinggi konsentrasi asam
semakin tinggi gula reduksinya. Kadar karbohidrat alga laut kering yang diperoleh
dari hidrolisis Gracillaria sp. adalah 73,66%. Sedangkan, kadar karbohidrat alga
laut dari jenis E. cottonii menurut penelitian Luthfy (1988) adalah 68,48%.
Karbohidrat pada alga laut mempunyai fungsi tertentu yaitu untuk menentukan
kadar suatu gula reduksi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis. Semakin
banyak karbohidrat (pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa) semakin banyak
juga gula reduksi yang terbentuk (Winarno, 2004).
II.5 Fermentasi
Kata fermentasi berasal dari bahasa Latin yaitu “ferverve” yang berarti dalam
keadaan mendidih atau bergelembung, akibat terjadinya gelembung CO2 dari
katabolisme senyawa organik, pada mulanya dikenal sebagai aktivitas yeast pada
ekstrak buah nira (Sulfahri et al., 2016).
17
Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi reduksi dalam suatu sistem
biologi yang menghasilkan energi dimana donor dan akseptornya adalah senyawa
kimia organik. Senyawa kimia organik yang biasa digunakan pada proses
fermentasi adalah gula (Stanbury et al., 2003).
Dalam fermentasi, tidak terdapat akseptor elektron luar yang berperan.
Senyawa organik yang diuraikan berfungsi sebagai donor, sekaligus akseptor
elektron. Senyawa organk yang biasa digunakan adalah gula. Contoh reaksinya
yaitu (Madigan et al., 2012):
C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH + 54 kkal
Proses fermentasi berlangsung dengan fosforilasi tingkat substrat.
Pelakunya adalah mikroorganisme anaerob fakultatif atau anaerob obligat. Hasil
akhirnya selalu didapatkan senyawa-senyawa organik sederhana hasil penguraian
substrat, maka sering kali dikatakan bahwa proses oksidasinya berjalan tidak
sempurna. Pada fermentasi karbohidrat, asam piruvat adalah senyawa antara
kunci. Senyawa-senyawa beratom C 4-6 diubah terlebih dahulu menjadi asam
piruvat. Kemudian asam piruvat diubah lebih lanjut menjadi produk
(Madigan et al., 2012).
Proses fermentasi mendayagunakan aktivitas suatu mikroba tertentu atau
campuran beberapa spesies mikroba. Mikroba yang banyak digunakan dalam
proses fermentasi antara lain khamir, kapang dan bakteri. Kemajuan dalam bidang
teknologi fermentasi telah memungkinkan manusia untuk memproduksi berbagai
produk yang tidak dapat atau sulit diproduksi melalui proses kimia. Teknologi
fermentasi merupakan salah satu upaya manusia dalam memanfaatkan bahan-
bahan yang berharga relatif murah bahkan kurang berharga menjadi produk yang
18
bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan manusia
(Sulystianingrum, 2008).
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur
terendam (submerged). Medium kultur permukaan dapat berupa medium padat,
semi padat atau cair. Sedangkan kultur terendam dilakukan dalam medium cair
menggunakan bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi aerasi, labu yang
digoyang dengan shaker atau fermentor. Kondisi yang optimum untuk suatu
proses fermentasi tergantung pada jenis organismenya. Pengendalian faktor-faktor
fermentasi bertujuan untuk menciptakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan
dan produksi metabolit yang diinginkan dari suatu organisme tertentu. Fermentasi
medium cair lebih memungkinkan untuk mengendalikan faktor-faktor fisik dan
kimia yang mempengaruhi proses fermentasi seperti suhu, pH dan kebutuhan
oksigen (Sulystianingrum, 2008).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, tabung reaksi,
pipet tetes, jarum ose, fermentor, bioreaktor, autoklaf, Laminar Air Flow (LAW),
spektrofotometer, pH meter, hot plate, termometer, rotary shaker, glucose
refraktometer, oven, hummer miller, inkubator, sentrifius, timbangan dan ayakan
mesh.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga laut K. alvarezii,
asam kuat H2SO4 8% 0.2 M, kultur yeast S. fibuligera InaCC Y595, medium PDA
(PotatoDextrosa Agar), akuades, dan buffer phospat 0,2 M, aluminium foil dan
kertas saring.
III.2 Prosedur Kerja
III.2.1 Pretreatment Kappaphycus alvarezii
Biomassa alga laut K. alvarezii dikeringkan di bawah sinar matahari.
Biomassa alga laut K. alvarezii yang telah kering dimilling hingga hancur dan
diayak dengan ukuran ayakan 40 mesh. Biomassa alga laut K. alvarezii yang lolos
ayakan 40 mesh ditimbang dengan biomassa yang bervariasi sesuai dengan
rancangan penelitian (0.25gr, 0.5gr, 0.75gr dan 1gr) dan dimasukkan pada
erlenmeyer 1.000 mL lalu ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1000
20
mL, kemudian diaduk. Alga laut K. alvarezii kemudian dihidrolisis sesuai dengan
rancangan penelitian.
III.2.2 Proses Hidrolisis Asam
Alga laut K. alvarezii yang telah melalui proses pretreatment dimasukkan
ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan asam H2SO4 dalam jumlah 8% 0.2 M.
Kemudian dipanaskan di atas electronic stove. Pemanasan dilakukan sambil
diaduk-aduk. Proses pemanasan berlangsung selama dua jam dengan suhu
pemanasan ±100°C, serta diinkubasi dengan lama yang bervariasi sesuai dengan
rancangan penelitian, yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 menit (Kim et al., 2015;
Rahim et al., 2014). Setelah dihidrolisis, hidrolisat disaring dengan menggunakan
kertas saring untuk diambil supernatannya. Supernatan yang diperoleh kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 9.000 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil
sentrifugasi diambil dan disterilisasi. Supernatan kemudian diukur kadar gulanya.
III.2.3 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Saccharomycopsis fibuligera InaCC
Y595
S. fibuligera InaCC Y595 diambil 1 ose yang sebelumnya telah dikultur
pada medium SDA pada tabung reaksi, dan diinokulasikan ke dalam erlenmeyer
50 mL yang berisi 5 mL substrat K. alvarezii yang telah diatur pH menjadi 5
dengan penambahan buffer Phospat 0,2 M. Kemudian diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I dipipet
dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL substrat K.
alvarezii, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi II).
Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (OD 600 nm = 0,5) dipipet dan diinokulasi
kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 mL substrat K. alvarezii,
21
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam yang disebut dengan
kultur fermentasi. Pengukuran kurva pertumbuhan dilakukan dengan mengukur
pertumbuhan kultur fermentasi S. fibuligera InaCC Y595 yang dilakukan dengan
mengukur absorbansinya (OD) pada spektrofotometer pada panjang gelombang
600 nm dengan interval 3 jam sekali selama 30 jam. Dibuat grafik kurva
pertumbuhan dari nilai absorbansi dan waktu fermentasi.
III.2.4 Pembuatan Starter Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595
S. fibuligera InaCC Y595 diambil 1 ose yang sebelumnya telah dikultur
pada medium SDA pada tabung reaksi dan diinokulasikan ke dalam erlenmeyer
50 mL yang berisi 5 mL substrat K. alvarezii yang telah diatur pH menjadi 5
dengan penambahan buffer Phospat 0.2 M. Kemudian diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I dipipet
dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL substrat
K. alvarezii, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C selama 24 jam (Aktivasi
II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (OD 600 nm = 0,5) dipipet dan diinokulasi
kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 mL substrat K. alvarezii,
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30°C sampai jam dimana pertengahan fase
eksponensial S. fibuligera InaCC Y595 terjadi sesuai dengan kurva pertumbuhan.
III.2.5 Proses Fermentasi
Proses fermentasi alga laut K. alvarezii dilakukan dengan menggunakan
yeast S. fibuligera InaCC Y595 yang diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Alga laut K. alvarezii yang telah dipretreatment ditambahkan air
hingga diperoleh konsentrasi substrat 1% lalu dipanaskan dengan suhu pemanasan
±100°C selama 90 menit. Alga laut K. alvarezii kemudian ditambahkan starter
22
S. fibuligera InaCC Y595 yang telah diaktivasi dengan konsentrasi inokulum yang
bervariasi (5% dan 10%). Proses fermentasi dilakukan pada medium dengan pH
yang bervariasi (pH 4, pH 5, dan pH 6) dengan durasi fermentasi yang bervariasi
(0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam). Setelah memasuki masa inkubasi 0 jam, 24
jam, 48 jam dan 72 jam, maka dilakukan pengukuran kadar gula dan biomassa sel
S. fibuligera InaCC Y595.
III.2.6 Pengukuran Kadar Gula
Pengukuran gula yang terlarut dalam larutan alga dapat menggunakan
refraktometer. Total gula terlarut pada 3 perlakuan dengan menggunakan
refraktometer genggam digital (Model REF 113) pada 20oC dan dilakukan
kalibrasi menggunakan akuades. Setelah itu dikeringkan dan mengambil 1-2 tetes
sampel larutan alga dan ditaruh di atas prisma refraktometer dan kadar gula
terlarut dapat dilihat pada skala. Hasil pengukuran kadar gula dinyatakan dengan
%Brix (Ismawati et al., 2016).
III.2.7 Pengukuran Biomassa Sel
Pengukuran biomassa sel S. fibuligera InaCC Y595 dilakukan dengan
menggunakan metode berat kering sel (DCW = dry cell weight). Berat kering sel
dilakukan dengan terlebih dahulu menyentrifugasi sampel medium fermentasi
sebanyak 50 mL pada kecepatan 9.000 rpm selama 10 menit. Setelah
disentrifugasi, maka diperoleh supernatan dan pelet sel. Supernatan dikeluarkan
dengan cara disedot perlahan dengan menggunakan pipet. Setelah itu, pelet yang
dihasilkan kemudian dicuci dengan cara menambahkan akuades pada pelet sel dan
disentrifugasi pada kecepatan 9.000 rpm selama 5 menit. Pelet kemudian
disuspensikan dengan akuades dan disedot menggunakan pipet lalu dipindahkan
23
ke dalam kertas saring dengan ukuran pori 0,47 µm yang sebelumnya telah dioven
hingga beratnya konstan (W1). Kertas saring yang telah mengandung pelet
kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam dan
ditimbang (W2). Hasil DCW adalah selisih antara berat kertas saring akhir dan
berat kertas saring awal (W2-W1) yang dinyatakan dengan berat kering sel
dengan satuan gram/liter (g/L).
III.3 Rancangan Penelitian Hidrolisis Asam
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan pola faktorial. Penelitian ini dilakukan dengan perlakukan konsentrasi
K. alvarezii dan durasi inkubasi. Parameter yang diamati adalah kadar gula.
Tabel 2. Rancangan Penelitian Hidrolisis Asam
Konsentrasi
K. alvarezii
Durasi Inkubasi
30 menit 60 menit 90 menit
Konsentrasi 0.5%
Konsentrasi 1%
Konsentrasi 1.5%
Konsentrasi 2%
III.4 Rancangan Penelitian Fermentasi
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan pola faktorial. Penelitian dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali
dengan perlakukan konsentrasi inokulum S. fibuligera InaCC Y595, pH medium
24
fermentasi dan durasi fermentasi. Parameter yang diamati adalah kadar gula dan
biomassa sel S. fibuligera InaCC Y595.
Tabel 3. Rancangan Penelitian Fermentasi
Konsentrasi
Inokulum
pH
Medium
Durasi Fermentasi
0 Jam 24 Jam 48 Jam 72 Jam
Inokulum
5%
4
5
6
Inokulum
10%
4
5
6
III.5 Analisis Data Penelitian Hidrolisis Asam
Data yang berupa kadar gula dianalisis dengan menggunakan ANOVA
untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi K. alvarezii dan durasi
inkubasi terhadap kadar gula hasil hidrolisis alga laut K. alvarezii. Jika terdapat
pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%
(α=0.05) untuk mengetahui pasangan kelompok data yang sama dan berbeda pada
tiap perlakuan.
III.6 Analisis Data Penelitian Fermentasi
Data yang berupa kadar gula dan biomassa sel dianalisis dengan
menggunakan ANOVA untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakukan
konsentrasi inokulum S. fibuligera InaCC Y595, pH medium fermentasi dan
25
durasi fermentasi terhadap kadar gula dan biomassa sel yang dihasilkan dari
proses fermentasi alga laut K. alvarezii. Jika terdapat pengaruh maka dilanjutkan
dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95% (α=0.05) untuk mengetahui
pasangan kelompok data yang sama dan berbeda pada tiap perlakuan.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Proses Hidrolisis Alga Kappaphycus alvarezii
Bahan dasar dari penelitian ini yaitu alga K. alvarezii. Setiap perlakuan
dilakukan tiga kali ulangan dan dihtung rata-ratanya sebagai kadar gula yang
dihasilkan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan Glucose
Refractometer.
Berdasarkan uji ANOVA pada selang kepercayaan 95%, dapat diketahui
bahwa variasi konsentrasi alga K. alvarezii berpengaruh signifikan terhadap kadar
gula yang dihasilkan. Sehingga uji statistik dilanjutkan dengan uji Tukey.
Berdasarkan uji Tukey yang telah dilakukan pada selang kepercayaan 95%,
diketahui bahwa hidrolisis asam sulfat pada konsentrasi alga 0.5% dan 1% tidak
berbeda secara signifikan dan konsentrasi alga 1.5% dan 2% juga tidak berbeda
secara signifikan. Tetapi konsentrasi alga 0.5% dan 1% berbeda secara signifikan
dengan konsentrasi alga 1.5% dan 2%. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
konsentrasi alga mempengaruhi kadar gula. Tetapi waktu pemanasan tidak
mempengaruhi secara signifikan kadar gula yang dihasilkan. Sehingga kadar gula
hasil hidrolisis asam paling optimal pada konsentrasi 0.5%.
Asam H2SO4 merupakan katalisator depolimerisasi kandungan alga K.
alvarezii (karaginan) yang lebih efektif atau lebih cepat dibandingkan dengan
asam lainnya (Wardhani, et al., 2013). Selain itu, H2SO4 dapat menghidrolisis
rumput laut dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan HCl. Hal ini karena
H2SO4 memiliki ion ekstra daripada HCl. Seperti yang dijelaskan oleh Qian et al.
27
(2005), konsentrasi ion hidrogen merupakan faktor penting untuk mengurangi
pembentukan gula karena proton dalam asam molekul akan berpartisipasi dalam
reaksi dekomposisi sebagai katalis (Rahim et al., 2014). Hal tersebut
menunjukkan bahwa alga K. alvarezii dapat dimanfaatkan sebagai sumber
biomassa laut potensial untuk memproduksi biosugar. Proses hidrolisis secara
asam menghasilkan jumlah biosugar yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian lainnya. Konversi gula yang dicapai dalam penelitian ini lebih
tinggi daripada kadar gula yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya yang juga
menggunakan alga merah. Hasil penelitian yang diperoleh sudah sesuai dengan
teori karena besarnya kadar gula yang dihasilkan tidak melebihi batas teoritis,
demikian pula dengan penelitian lainnya. Namun untuk meningkatkan kadar gula
dari alga K. alvareezii perlu untuk meningkatkan proses hidrolisisnya.
IV.2 Pengukuran Kurva Pertumbuhan Saccharomycopsis fibuligera
InaCC Y595
Sebelum proses fermentasi dilakukan, terlebih dahulu yeast yang akan
digunakan pada penelitian ini yaitu Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595
harus diketahui kondisi optimum pertumbuhannya pada medium hasil hidrolisis
alga K. alvarezii. Hal ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas dari yeast ini dapat
optimal sebelum diinokulasi ke dalam medium fermentasi. Medium alga
K. alvarezii bukan merupakan medium umum yang digunakan. Oleh karena itu,
mikroorganisme yang akan melakukan proses fermentasi dengan menggunakan
medium alga K. alvarezii harus diadaptasikan terlebih dahulu. Salah satu metode
untuk mengadaptasikan yeast ini pada medium alga K. alvarezii yaitu dengan
melalui proses aktivasi starter dengan membuat kurva pertumbuhan.
28
Kurva pertumbuhan diukur selama 30 jam dengan interval 3 jam, dengan
mengukur absorbansinya (Optical Density) pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 600 nm.
Setiap mikroorganisme memiliki bentuk kurva pertumbuhan yang spesifik.
Hal ini juga terlihat pada kurva pertubuhan S. fibuligera pada Gambar 4. Pada
gambar tersebut dapat dilihat bahwa S. fibuligera hanya memiliki 2 fase
pertumbuhan, yaitu fase eksponensial dan fase stationer dan tidak memiliki fase
adaptasi atau lag phase dan fase kematian atau death phase. Hal ini disebabkan
karena medium pembuatan starter sama dengan medium fermentasi. Yeast
tersebut telah melalui fase adaptasi pada saat proses aktivasi. Sedangkan fase
kematian belum terjadi pada kurva pertumhan tersebut. Fase eksponensial terjadi
pada jam ke-0 sampai jam ke-21. Menurut Gerber & Roland (2008) menjelaskan
bahwa fase eksponensial adalah fase dimana laju pertumbuhan sel
mikroorganisme meningkat dan terjadi secara konstan. Setelah fase eksponensial,
selanjutnya terjadi fase stationer pada jam ke-21 sampai jam ke-30.
Berdasarkan dari rumus yang digunakan, usia starter yang diperoleh pada
yeast S. fibuligera adalah 19 jam. Menurut Hogg (2005), umur starter yang baik
digunakan sebagai inokulum medium fermentasi adalah sepanjang fase
eksponensial, karena pada fase ini sel mikroorganisme memiliki kemampuan
membelah yang maksimum, laju pertumbuhan dan aktivitas metabolisme konstan.
Menurut Kusumaningati et al. (2013), umur usia starter ditentukan dengan
menghitung laju pertumbuhan spesifik (µ) dan doubling time (tg) berdasarkan
data jumlah sel dan waktu inkubasi pada kurva pertumbuhan.
IV.3 Kadar Gula Selama Proses Fermentasi
29
Pengukuran kadar gula pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
alat Glucose refractometer. Glucose refractometer yang digunakan terlebih
dahulu dikalibrasi dengan menggunakan akuades. Pada permukaan prisma utama
ditetesi larutan alga K. alvarezii hingga tersebar merata kemudian ditutup secara
perlahan. Sambil mengamati putar measurement knob sampai mendapatkan posisi
batas gelap terang tepat pada garis persilangan. Hasilnya dicatat lalu dibersihkan
prisma utama dengan kertas tissue yang telah dibasahi akuades.
Brix adalah zat padat kering terlarut dalam larutan (gr/100gr larutan) yang
dihitung sebagai sukrosa. Sehingga brix adalah jumlah padatan terlarut dalam 100
gram sampel alga K. alvarezii. Gula dari % brix merupakan hasil inversi dari
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Berdasarkan cahaya pembiasan dengan
memfokuskan alat pada cahaya terang, maka akan menghasilkan dua bagian yaitu
gelap dan terang. Batas antara bagian gelap dan terang ini menunjukkan nilai brix
dari sampel alga K. alvarezii yang diukur (Santoso, 2011).
Hasan et al. (2008) dan Hostinová, (2002) menjelaskan bahwa S. fibuligera
dalam proses fermentasi menghasilkan α-amilase untuk mendegradasi baku pati
dan aktif pada pH 5,0-6,0 yaitu sekitar pH bubur pati sehingga dapat dikatakan
bahwa dalam pertumbuhan S. fibuligera juga dapat hidup pada pH tersebut.
Sedangkan pada penelitian Gonzales et al. (2008) S. fibuligera dari DSMZ—
Deutsche Sammlung von Mikroorganismenund Zellkulturen GmbH dapat hidup
pada media dengan pH berkisar antara 4-4.5. Berdasarkan hal tersebut sehingga
penelitian ini menghasilkan kadar gula yang sama pada masing-masing pH dan
setiap durasi fermentasinya karena pertumbuhan yeast S. fibuligera berada pada
pH 4-6.
30
Yeast S. fibuligera dapat hidup pada media yang mengandung polisakarida
dan disakarida. Hal ini didukung oleh penelitian dari Gonzales (2008) bahwa
yeast S. fibuligera yang ditumbuhkan pada media tepung singkong, telah
menguraikan pati dari tepung singkong menjadi gula sederhana dan menghasilkan
enzim α-amilase. Pati tersebut adalah salah satu polisakarida. Sedangkan pada
proses pretreatment, kandungan polisakarida telah terurai menjadi gula sederhana
sehingga tidak ada lagi tersisa nutrisi yang akan digunakan yeast S. fibuligera
untuk melakukan fermentasi. Penelitian lain menjelaskan bahwa alga K.alvarezii
adalah salah satu alga yang golongan karagenannya adalah jenis kappa. Diketahui
bahwa kappa karagenan tersusun atas D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-D-
galaktosa-2-sulfat (Meinita et al., 2012). Ketika dihidrolisis menggunakan asam
maka akan menjadi monosakarida berupa galaktosa. Hal ini didukung oleh
penelitian Meinita et al. (2011) bahwa pada alga K. alvarezii yang dihidrolisis
menggunakan asam menghasilkan kadar gula jenis galaktosa yang lebih tinggi
dibandingkan jenis monosakarida lainnya. Sementara itu, yeast S. fibuligera dapat
memfermentasi gula seperti glukosa dan maltosa tetapi tidak dapat
memfermentasi gula berupa galaktosa dan sukrosa (Nga et al., 1995; Ra et al.,
2016). Berdasarkan hal tersebut maka dalam proses ini tidak terjadi fermentasi.
sehingga tidak dapat diketahui pada variasi pH dan durasi fermentasi yang mana
yang menghasilkan kadar gula paling optimal.
Berdasarkan uji ANOVA yang telah dilakukan dengan selang kepercayaan
95%, dapat diketahui bahwa variasi pH dan durasi fermentasi tidak berpengaruh
terhadap kadar gula yang dihasilkan. Sehingga tidak dilanjutkan dengan uji
Tukey.
31
Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui
jenis, konsentrasi, molaritas asam dan beberapa faktor lainnya yang efektif
digunakan untuk memfermentasi alga terutama alga K. alvarezii.
IV.4 Biomassa Sel Selama Proses Fermentasi
Keberhasilan dari fermentasi dapat dilihat berdasarkan dari respon
pertumbuhan mikroba pada medium fermentasi. Pada penelitian ini, pengukuran
biomassa sel yeast S. fibuligera dilakukan dengan menggunakan metode berat
kering sel (dry cell weight). Pengukuran biomassa sel dilakukan selama
fermentasi 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam.
Berdasarkan uji ANOVA pada selang kepercayaan 95% pada inokulum
yeast 5% dan 10% menunjukkan bahwa variasi pH dan durasi fermentasi tidak
mempengaruhi biomassa sel yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka tidak
dilanjutkan dengan uji Tukey.
Hasil yang diperoleh tersebut disebabkan karena tidak terjadi proses
fermentasi pada masing-masing medium fermentasi. Hal ini sejalan dengan kadar
gula yang dihasilkan pada proses fermentasi yaitu menghasilkan kadar gula yang
sama pada masing-masing variasi pH dan durasi fermentasi. Sehingga, meskipun
terdapat perbedaan biomassa sel yang dihasilkan pada proses ini tetapi hasil
pengukuran tersebut tidak berbeda nyata atau tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap biomassa sel yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena metode
pengukuran jumlah sel dengan menggunakan teknik berat kering sel adalah
metode yang mempunyai kelemahan yaitu tidak bisa membedakan antara sel yang
variabel dan non variabel, sehingga sel-sel yang sudah mati juga akan ikut
terhitung.
32
Penelitian Rahmadani et al., (2017) bahwa waktu fermentasi berpengaruh
terhadap aktivitas yeast karena semakin lama fermentasi maka yeast akan semakin
aktif berkembangbiak atau membelah. Tetapi karena pada penelitian ini tidak
terjadi proses fermentasi maka biomassa sel yang dihasilkan juga tidak berbeda
nyata disetiap durasi fermentasinya. Oleh karena tidak adanya kenaikan atau
penurunan jumlah biomassa sel secara signifikan sehingga tidak diketahui pada
pH dan durasi fermentasi mana yang menghasilkan biomassa paling tinggi.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh dari variasi konsentrasi alga K. alvarezii terhadap kadar
gula tetapi durasi pemanasan tidak mempengaruhi kadar gula yang
dihasilkan. Hidrolisis dengan menggunakan asam H2SO4 8% 0.2 M pada
konsentrasi alga 0.5% lebih efektif karena jumlah kadar gula yang dihasilkan
lebih optimal yaitu 0.56 g/g dibandingkan dengan menggunakan konsentrasi
alga 1%, 1.5%, dan 2%.
2. Tidak terdapat pengaruh inokulum yeast, variasi pH dan durasi fermentasi
terhadap kadar gula dan biomassa yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
yeast tidak dapat memfermentasi gula yang dihasilkan dari proses hidrolisis.
V.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
konsentrasi asam H2SO4 yang optimal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam proses fermentasi menggunakan asam untuk menghasilkan kadar gula
yang optimum terutama dalam proses fermentasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abd-Rahim, F., Wasoh, H., Zakaria, M. R., Ariff, A., Kapri, R., Ramli, N., Siew-
Ling, L. 2014. Production of High Yield Sugars from Kappaphycus
alvarezii Using Combined Methods of Chemical and Enzymatic
Hydrolysis. Food Hydrocolloids. 42(2): 309–315.
Abirami, R. G. & Kowsalya, S. 2011. Nutrient and Nutraceutical Potentials of
Seaweed Biomass Ulva lactuca and Kappaphycus alvarezii. Journal of
Agricultural Science and Technology. 5(23): 111-115.
Arad, S. M., Levy-Ontman, O. 2010. Red Microalgal Cell-Wall Polysaccharides:
Biotechnological Aspects. Curr. Opin. Biotechnol. 21 (3): 358–364.
Asni, A. 2015. Analisis Produksi Alga Laut (Kappaphycus alvarezii) Berdasarkan
Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten Bantaeng.
Jurnal Akuatika. 4(2): 1-14.
Atmadja, W. S., Kadi, A., Sulistijo, Rahmaniar, S. 1996. Pengenalan Jenis-jenis
Alga Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Ayoola, A. A., Adeeyo, O. A., Efeovbokhan, V. C., Ajileye, O., 2012. A
Comparative Study on Glucose Production from Sorghum Bicolor and
Manihot Esculenta Species in Nigeria. Intl. J. Sci. Technol. 2: 353-357.
Ayoola, A. A., Adeeyo, A. O., Efeovbokhan, C. V., dan Olasimbo, D.A. 2013.
Optimum Hydrolysis Conditions of Cassava for Starch for Glucose
Production. International Journal of Advenced Resaerch in IT and
Engineering. 2(1): 93-101.
Borines, M. G., Leon, R. L., Cuello, J. L. 2013. Bioethanol Production from the
Macroalgae Sargassum spp. Bioresour Technol. 138, 22–29.
Chang, V., Patrick, N. O., Swee-Sen, T. 2017. The Properties Of Red Seaweed
(Kappaphycus Alvarezii) And Its Effect On Mammary Carcinogenesis.
Biomedicine & Pharmacotherapy. 296-301.
Chapman V. J., Chapman D. J. 1980. Seaweed and Their Uses Third edition.
Chapman and Hall, Ltd. London.
Chen, C. 2011. Thermogravimetric Analysis of Microalgae Combustion Under
Different Oxygen Supply Concentrations. Applied Energy. 88(9): 3189-
3196.
Chen, C. Y., Zhao, X. Q., Yen, H. W., Ho, S. H., Cheng, C. L., Lee, D. J., 2013.
35
Microalgae-Based Carbohydrates for Biofuel Production. Biochem. Eng. J.
78. 1-10.
Chi, Z. and Chi, Z. 2009. Saccharomycopsis fibuligera and its applications in
biotechnology. Biotechnol. Adv. 27: 423-431.
Cho, J. H., Chang, P. H., Jae, Y. L., Jeong, A. S., Young, S. K., Dong, W. L., Sin,
G. P., Gir, W. L., Emily, C., Yin, W. L. A., Hyun, A. K. 2016. Whole-
Genome de novo Sequencing, Combined with RNA-Seq Analysis, Reveals
Unique Genome and Physiological Features of the Amylolytic Yeast
Saccharomycopsis fibuligera and its Interspecies Hybrid. Biotechnology
for Biofuels. 9: 246.
Dien, B. S., Cotta, M. A., Jeffries, T. W. 2003. Bacteria Engineered for Fuel
Ethanol Production: Current Status. Appl Microbiology and
Biotechnology. 63: 258–266.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat
Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Devis, F. H. 2008. Bioetanol Berbahan Dasar Ampas Alga Laut Kappaphycus
alvarezii. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dewangga, I. G. 2008. Studi Pengaruh Pengeringan Terhadap Kandungan dan
Komposisi Pigmen Utama Alga Laut Kappaphycus Alvarezii (Doty) Doty
(1986). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Produksi Alga Laut Indonesia.
Ditjen Perikanan. Jakarta.
Direktorat Pangan dan Pertanian. 2013. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan Dan Pertanian 2015-2019.
Bappenas. Jakarta.
Edama, N. A., Alawi, S., Siti, N., Abd. R., 2014. Enzymatic Saccharification of Tapioca
Processing Wastes Into Biosugars Through Immobilization Technology. Biofuel
Research Journal. 1: 2-6.
Eksteen J. M., Van, R. P., Cordero, O. R. R, Pretorious, I. S. 2003. Starch
Fermentation by Recombinant Saccharomyces Cerevisiae Strains
Expressing the Alpha-Amylase and Glucoamylase Genes from Lipomyces
Kononenkoae and Saccharomycopsis fibuligera. Biotechnol Bioeng. 84:
639–46.
Fachri, A. R., Puji, A., Tri, G. P., 2013. Pembuatan Bioetanol dari Limbah
Tongkol Jagung dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida dan Waktu
Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. 1(19): 60-69.
36
Fadilah, S., Alimuddin, Petrus, R. P., Joko S., Andi, P. 2016. Growth,
Morphology and Growth Related Hormone Level in Kappaphycus
alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters, Indonesia.
Hayati Journal of Biosciences. 1-6.
Gerber, M. And Roland, S. 2008. An Analysis of Available Mathematical Models
for Anaerobic Digestion of Organic Substances for Production of Biogas.
International Gas Union Research Conference. Paris.
Giovanni, J. 2014. Variasi Waktu dan Enzim α – Amilase pada Hidrolisis Pati
Sukun (Artocarpus altilis park.). Universitas ATMA Jaya. Yogyakarta.
González, C. F., Fariña, J. I., & de Figueroa, L. I. C. (2008). Optimized
Amylolytic Enzymes Production in Saccharomycopsis fibuligera DSM-
70554. An approach to efficient cassava starch utilization. Enzyme and
Microbial Technology. 42(3). 272–277.
Hasan, K., Ismaya, W. T., Kardi, I., Andiyana, Y., Kusumawidjaya, S.,
Ishmayana, S., Soemitro, S. (2008). Proteolysis of α-amylase from
Saccharomycopsis fibuligera : Characterization of Digestion Products.
Section Cellular and Molecular Biology. 63(1987). 1044–1050.
Hogg, S., 2005.Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd., England.
Hostinová, E. (2002). Amylolytic Enzymes Produced by the Yeast
Saccharomycopsis fibuligera. Biologia Bratislava. 11. 247–251.
Hutkins, R.W. 2006. Microbiolgy and Technology of Fermented Food. Blackwell
publishing rofessional, lowa. USA.
Ismawati, N., Nurwantono, Yoyok, B. P., 2016. Nilai pH, Total Padatan Terlarut
dan Sifat Sensoris Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Bit (Beta vulgaris
L.) Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(3) :89-93.
Jeong, G. T., Park, D. H., 2010. Production of Sugars and Levulinic Acid from
Marine Biomass Gelidium amansii. Appl. Biochem Biotechnol. 161: 41–
52.
Jeong, G. T., Ra, C. H., Hong, Y. K., Kim, J. K., Kong, I. S., Kim, S. K., Park, D.
H. 2015. Conversion of Red-Algae Gracilaria verrucosa to Sugars,
Levulinic Acid and 5- Hydroxymethylfurfural. Bioprocess and Biosystems
Engineering. 38(2): 207-217.
Kadam, S. T., Thirupathi, P., Kim, S. S. 2009. Amberlyst-15: An Efficient and
Reusable Catalyst for the Friedel–Crafts Reactions of Activated Arenes
and Heteroarenes with a-Amido Sulfones. Tetrahedron. 65(50): 10383–
10389.
Kang, K. Y., Park, D. H., Jeong, G. T. 2013. Effects of Inorganic Salts on
Pretreatment of Miscanthus Straw. Bioresour. Technol. 132: 160–165.
37
Khambhaty, Y., Mody, K., Gandhi, M. R., Thampy, S., Maiti, P., Brahmbhatt, H.,
Eswaran, K., Ghosh, P. K., 2012. Kappaphycus alvarezii as A Source of
Bioethanol. Bioresour. Technol. 103: 180–185.
Kim, S. W., Hong, C., Jeon, S. & Shin, H. 2015. High-yield Production of
Biosugars from Gracilaria verrucosa by Acid and Enzymatic Hydrolysis
Processes. Bioresource Technology. 196: 634–641.
Kolusheva, T dan Marinova, A. 2007. A Study of The Optimal Conditions for
Starch Hydrolysis Through Thermostable alfa-Amylase. Journal of the
University of Chemical Technology and Matallurgy. 42(1): 93-96.
Kurtzman C. P, Fell J. W. 2000. The Yeasts: A Taxonomic Study 4th Revised and
Enlarged Edition. Amsterdam: Elsevier. 2000: 1-525.
Kurtzman C. P. dan Maudy, T. S. 2011. The Yeast: A Taxonomic Study. Elsevier.
USA.
Kusumaningati, M. A., S. Nurhatika, A. Muhibuddin. 2013. Pengaruh
Konsentrasi Inokulum Bakteri Zymomoas mobilis dan Lama Fermentasi
Pada Produksi Etanol dari Sampah Sayur dan Buah Pasar Wonokromo
Surabaya. Jurnal Sains dan Sen Pomits.2 (2): 2337-3520.
Lee, Sang-Bum and Gwi, T. J. 2016. Production of Biosugar from Red Macro-
Algae Eucheuma cottonii Using Acid-Hydrolysis. Microbiolgy and
Biotechnology Letters. 44(1): 48-54.
Lee, Sang-Bum, Sung-Koo, K., Yong-Ki, H., Gwi-Taek, J. 2016. Optimization of
the Production of Platform Chemicals and Sugars from the Red
Macroalga, Kappaphycus alvarezii. Jurnal Alga Research. 13: 303-310.
Lenihan, P., Orozco, A., O’Neill, E., Ahmad, M. N. M., Rooney, D. W., &
Walker, G.M. 2010. Dilute Acid Hydrolysis of Lignocellulosic Biomass.
Chemical Engineering Journal. 156: 395–403.
Lin, L., Tako, M., Hongo, F. 2000. Isolation and Characterization of I-
Carrageenan from Eucheuma serra (Togekirinsai). J. Appl. Glycosci. 47:
303-310.
LIPIMC. 2017. Indonesian Culture Collection (InaCC). Pusat Penelitian Biologi.
Jakarta.
Luthfy, S. 1988. Mempelajari Ekstraksi Karagenan Dengan Metode Semi Refined
dari Eucheuma cottonii, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Loupatty, V. D. 2014. Pemanfaatan Alga Laut Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan
Baku Bioetanol. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pattimura. Ambon.
38
Maarel, M. J. E. C., Veen, B. V. D., Uitdehaag, J. C. M., Leemhuis, H., and
Dijhuizen, L. 2002. Propertie and Application of Starch-Converting
Enzymes of the Alfa-Amylase. Journal of Biotechnology. 94: 137-155.
Madigan, M. T., Martinko, J. M., Sthal, D. A., Clark, D. P. 2012. Brock, Biology
of Microorganisms, Thirteenth Edition. Pearson Education. San Francisco.
Mahatama, E & Farid, M. 2013. Daya Saing dan Saluran Pemasaran Alga Laut:
Kasus Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Buletin Ilmiah Litbang
Perdagangan. 7(1): 55-72.
Mandawat, P., 2016. Hydrolysis of Algal Biomass To Recover Nutrients and
Sugar. Indian Institute of Technology Roorke. Indian.
Meinita, M. D. N., Kang, J. Y., Jeong, G. T,, Koo, H. .M, Park, S. M., Hong, Y.
K., 2011. Bioethanol production from the acid hydrolysate of the
carrageenophyte Kappaphycus alvarezii (cottonii). J Appl Phycol.24: 857-
862.
Meinita, M. D. N., Ji-Young, K., Gwi-Taek, J., Hyun, M. K., Sung, M. P., Yong-
Ki, H. 2012. Bioethanol Production from the Acid Hydrolysate of the
Carrageenophyte Kappaphycus alvarezii (cottonii). Journal of Applied
Phycology. 24(4): 857-862.
Meinita, M. D. N., Marhaeni, B., Winanto, T., Jeong, G. T., Khan, M. N. A.,
Hong, Y. K. 2013. Comparison of Agarophytes (Gelidium, Gracilaria, and
Gracilariopsis), as Potential Resources for Bioethanol Production. J. Appl.
Phycol. 25: 1957-1961.
Naiola, E. 2008. Mikrobia Amilolitik pada Nira dan Laru dari Pulau Timor, Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Biodiversitas. 9(3): 165-168.
Nga, B. H., C. W. Yip, S. I.Koh & L. L. Chiu, 1995. Variation of electrophoretic
karyotypes in genetically different strains of Saccharomycopsis fibuligera
and Yarrowia lipoiyitca. Microbiology.141. 705-711.
Nugroho, E. & Endhay, K., 2015. Agribisnis Rumput Laut. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Olanbiwoninu, A. A., Odunfa, S. A., 2012. Enhancing the Poduction of Reducing
Sugars From Cassava Peels by Pretreatment Methods. Intl. J. Sci. Technol.
2: 650-657.
Pal, R., Sarkar, T., Khasnobis, S., 2012. Amberlyst-15 in Organic Synthesis.
ARKIVOC. 570–609.
Qian, X., Nimlos, M. R., Davis, M., Johnson, D. K., & Himmel, M. E., 2005.
Abinitiomoleculer Dynamics Simulation of β-D-glucose and β-D-xylose
39
Degradation Mechanisms in Acidic Aqueous Solution. Carbohydrate
Research. 340. 2319-2327.
Rahim, A. F., Wasoh, H., Zakaria, M. R., Ariff, A., Kapri, R., RamLi, N., Siew-
Ling, L. 2014. Production of High Yield Sugars from Kappaphycus
alvarezii Using Combined Methods of Chemical and Enzymatic
Hydrolysis. Food Hydrocolloids. 42(2). 309–315.
Ra, C. H., Jeong, G. T., Shin, M. K., Kim, S. K. 2013. Biotransformation of 5-
Hydroxymethylfurfural (HMF) by Scheffersomyces stipitis During Ethanol
Fermentation of Hydrolysate of the Seaweed Gelidium amansii. Bioresour.
Technol. 140: 421–425.
Ramachandran, V., Pujari, N., matey, T. and Kulkarni, S. 2013. Enzymatic
Hydrolysis from Glucose-A Review. International Journal of Science an
Technology Research. 2(10): 1937-1942.
Saelim, K., Dissara, Y., H-Kittikun, A. 2008. Saccharification of Cassava Starch
by Saccharomycopsis fibuligera YCY1 Isolated from Loog-Pang (Rice
Cake Starter). Songklanakarin Journal of Science and Technology.30:
65-71.
Sandi, Y. A., Wiwik, S. R., dan Yenni C. 2016. Hidrolisis Alga Laut (Glacilaria
Sp.) Menggunakan Katalis Enzim dan Asam untuk Pembuatan Bioetanol.
Jurnal Kimia. 10(1): 7-14.
Santoso J, Yumiko Y, Takeshi S. 2003. Mineral, Faty Acid and Dietary Fiber
Compositions in Several Indonesian Seaweed. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia. 11: 45-51.
Santoso B. E., 2011. Analisis kualitas nira dan bahan alur untuk pengawasan
pabrikasi di pabrik gula. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI). Pasuruan.
Sivamani, S., Anugraka, S., Baskar, R. 2015. Optimization of Ethanol Production
from Mixed Feedstock of Cassava Peel and Cassava Waste by Coculture
of Saccharomycopsis fibuligera NCIM 3161 and Zymomonas Mobilis
MTCC 92. In: Chemical and Bioprocess Engineering. Apple Academic
Press.13-24.
Sudarmadji, S., B. Haryono, and Suhardi. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sugiyanto, C. 2007. Permintaan Gula di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. 8(2): 113-127.
Sulfahri, 2012. Optimalisasi Biokonversi Hasil Hidrolisis Alga Spirogyra hyalina
menjafi Etanol Menggunakan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces
40
cerevisiae. Tesis. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
Surabaya.
Sulfahri, Amin, M., Sumitro, S. B., and Murni, S. 2016. Bioetanol Alga
Spirogyra, Bahan Bakar Masa Depan. Leutikaprio. Yogyakarta.
Suprihatin, 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit UNESA University Press.
Surabaya.
Sulistyaningrum, L. S. 2008. Optimasi Fermentasi Asam Kojat Oleh Galur Mutan
Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10. Universitas Indonesia. Depok.
Susmiati, Y. 2010. Rekayasa Proses Hidrolisis Pati dan Serat Ubi Kayu untuk
Produksi Bioetanol. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Stanbury,P. F., A. Whitaker, and S. J. Hall. 2003. Principles of Fermentation
Technology. Butterworth Heinemann. Oxford.
Tan, I. S., Lam, M. K., Lee, K. T. 2013. Hydrolysis of Macroalgae Using
Heterogeneous Catalyst for Bioethanol Production. Carbohydr. Polym. 94:
561–566.
Taylor, R. D. & Won. W. K. 2013. Outlook of the U.S. and World Sugar Markets,
2012-2022. Departement of Agribusiness & Applied Economics Report.
Fargo.
Trivedi, N., Gupta, V., Reddy, C. R. K., Jha, B. 2013. Enzymatic Hydrolysis and
Production of Bioethanol from Common Macrophytic Green Alga Ulva
fasciata Delile. Bioresour. Technol. 150: 106–112.
Wang, D., Zhe, C., Shoufeng, Z., Zhen-Ming, C. 2011. Disruption of the Acid
Protease Gene in Saccharomycopsis fibuligera A11 Eenhances Amylolytic
Activity and Stability as well as Trehalose Accumulation. Journal of
Enzyme and Microbial Technology. 49: 88-93.
Wardhani, I. K., Samir, V., Aji, P., 2013. Kinetika Reaksi Depolimerisasi
Karaginan Pada Suhu dan pH Optimum dengan Katalisator Asam Sulfat.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(4): 177-183.
Wickerham, L. J., Lockwood, L. B., Pettijohn, O. G., Ward, G. E. 1944. Starch
Hydrolysis and Fermentation by the Yeast Endomycopsis fibuliger. J
Bacteriol. 48:413–27.
Widmer, I., Dal, Grande, F., Cornejo, C., Scheidegger, C. 2010. Highly Variable
Microsatellite Markers for The Fungal and Algal Symbionts of The Lichen
Lobaria Pulmonaria and Challenges in Developing Biont-Specific
Molecular Markers for Fungal Associations. Fungal Biol. (114):538–544.
41
Wijffels, R. H., Barbosa, M. J., and Eppink, M. H. M. 2010. Microalgae for The
Production fo Bulk Chemicals and Biofuels. Biofuels Bioprod Biorefin. 4:
28-795.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wiratmaja, I. G., I. G. B. Wijaya, K., dan I. N. Suprapta, W. 2011. Pembuatan
Etanol Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut
Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin.5(1):
75-84.
Woiciechowski, A. L., Nitsche, S., Pandey, A., Ricardo, C. 2002. Acid and
Enzymatic Hydrolysis to Recover Reducing Sugars from Cassava Bagasse:
an Economic Study. J. Braz. Arch. Biol. Technol. 45: 393-400.
Yoonan, K., Kongkiattikajorn, J. 2004. A Study of Optimal Conditions for
Reducing Sugars Production From Cassava Peels by Diluted Acid and
Enzymes. Kasetsart J.: Nat. Sci. 38: 29-35.
43
LAMPIRAN
Lampiran Hasil Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Alga Kappaphycus alvarezii di Desa
Punaga Kecamatan Mangarabombang Kab. Takalar
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 2. Alga Kappaphycus alvarezii
(Sumber:Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 3. Perendaman dan pencucian alga Kappaphycus alvarezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
44
Gambar 4. Alga Kappaphycus alvarezi dikeringkan di bawah sinar matahari
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 5. Alga Kappaphycus alvarezii dihaluskan menggunakan Hummer mill
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 6. Alga Kappaphycus alvarezii disaring menggunakan ayakan 40 mesh
dan hasil ayakan (tepung alga)
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
45
Gambar 7. Proses pemanasan larutan alga Kappaphycus alvaezii yang telah
ditambahkan asam sulfat H2SO4
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 8. Proses penyaringan larutan alga Kappaphycus alvaezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 9. Proses dan hasil sentrifugasi larutan alga Kappaphycus alvaezii dengan
kecepatan 9.000 rpm selama 10 menit (Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
46
Gambar 10. Pengukuran kadar gula hidrolisis alga Kappaphycus alvarezii
menggunakan Glucose refraktometer
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 11. Hasil pengukuran pH larutan alga Kappaphycus alvarezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 12. Hasil pengukuran pH larutan alga Kappaphycus alvarezii setelah
penambahan buffer phospat
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
47
Gambar 13. Isolat yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595 dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 14. Subkultur isolat yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595 pada
medium PDA
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 15. Pemindahan isolat yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595
pada medium alga Kappaphycus alvarezii untuk mengukur kurva pertumbuhan
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
48
Gambar 16. Proses aktivasi yeast Saccharomycopsis fibuligera sebagai medium
pertumbuhan dalam pengukuran kurva pertumbuhan
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 17. Proses melarutkan alga K. alvarezii 0.5% dan penambahan asam
sulfat 8% 0.2 M.
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 18. Proses pemanasan larutan alga K. alvarezii selama 30 menit
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Aktivasi I Aktivasi II Aktivasi III
49
Gambar 19. Proses penyaringan larutan alga K. alvarezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 20. Proses sentrifius hidrolisat larutan alga K. alvarezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 21. Proses penambahan larutan buffer phospat 0.2 M sehingga pH
menjadi pH 4, 5 dan 6
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
50
Gambar 22. Proses mensterilkan larutan alga K. alvarezii menggunakan autoklaf
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 23. Medium fermentasi durasi 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 24. Subkultur isolat yeast Saccharomycopsis fibuligera InaCC Y595 pada
medium PDA (Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
51
Gambar 25. Proses aktivasi yeast Saccharomycopsis fibuligera sebagai medium
fermentasi
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 26. Proses penambahan starter ke dalam masing-masing medium
fermentasi alga K. alvarezii
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 27. Hasil fermentasi durasi 0 jam
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
52
Gambar 28. Hasil fermentasi durasi 24 jam
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 29. Hasil fermentasi durasi 48 jam
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 30. Hasil fermentasi durasi 72 jam
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
53
Gambar 31. Pengukuran kadar gula fermentasi
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
Gambar 32. Pengukuran Biomassa sel dengan metode Dry Cell Weight (DCW)
(Sumber: Koleksi Pribadi, 2017)
54
Lampiran II. Hasil Uji Statistik
Tabel 1. Kadar Gula Proses Hidrolisis
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: gula
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,094a 11 ,009 6,983 ,000
Intercept 9,425 1 9,425 7693,796 ,000
Konsentrasi ,084 3 ,028 22,939 ,000
Durasi ,002 2 ,001 1,000 ,383
konsentrasi *
durasi
,007 6 ,001 1,000 ,448
Error ,029 24 ,001
Total 9,548 36
Corrected Total ,124 35
a. R Squared = ,762 (Adjusted R Squared = ,653)
Gula
Tukey HSDa,b
Konsentrasi N
Subset
1 2
3 9 ,4600
4 9 ,4667
1 9 ,5600
2 9 ,5600
Sig. ,977 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,001.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = 0,05.
55
Tabel 2. Kadar Gula Hasil Fermentasi
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: gula
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
Model
,000a 11 ,000 . .
Intercept 11,290 1 11,290 . .
pH ,000 2 ,000 . .
durasi ,000 3 ,000 . .
pH * durasi ,000 6 ,000 . .
Error ,000 24 ,000
Total 11,290 36
Corrected Total ,000 35
a. R Squared = . (Adjusted R Squared = .)
56
Tabel 3. Biomassa Sel
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: biomassa
Inokulum 5%
Source
Type III
Sum of
Squares
df Mean
Square F Sig.
Corrected
Model
1,089a 11 ,099 1,713 ,131
Intercept 36,804 1 36,804 637,000 ,000
pH ,069 2 ,034 ,596 ,559
Durasi ,476 3 ,159 2,744 ,065
pH * Durasi ,544 6 ,091 1,571 ,199
Error 1,387 24 ,058
Total 39,280 36
Corrected Total 2,476 35
a. R Squared = ,440 (Adjusted R Squared = ,183)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: biomassa
Inokulum 10%
Source
Type III
Sum of
Squares
df Mean
Square F Sig.
Corrected
Model
,359a 11 ,033 ,683 ,741
Intercept 40,534 1 40,534 848,395 ,000
pH ,096 2 ,048 1,000 ,383
durasi ,012 3 ,004 ,085 ,967
pH * durasi ,251 6 ,042 ,876 ,527
Error 1,147 24 ,048