Post on 29-Mar-2023
Komitmen Politik dan Anggaran
(Studi Pustaka Pewujudan Komitmen Kabupaten Layak Anak dalam
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Malang 2014)
Oleh: Muhammad Sakti Perdana
ABSTRAK
Dalam menciptakan penerus bangsa yang berkualitas baik secara fisik serta
akal, Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
memiliki program yang disebut Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Pelaksanaan
KLA sendiri dibebankan pada keuangan daerah masing-masing yaitu dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Malang
merupakan salah satu kabupaten yang sudah mengadaptasi konsep KLA di
daerahnya, hal ini terlihat dengan adanya Peraturan Daerah no. 11 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak Anak.
Untuk mengetahui bagaimana komitmen perwujudan KLA teralokasi pada
APBD Kabupaten Malang di tahun 2014, digunakan metode deskriptif kualitatif.
Metode tersebut dilakukan dengan studi pustaka sebagai alat pengumpulan serta
analisis data. Data yang dibutuhkan yaitu dokumen APBD, Peraturan Daerah
Kabupaten Malang no. 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak
Anak, serta Peraturan Menteri PPPA no. 12 tahun 2011 tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak. Penelitian dilakukan dengan melihat alokasi
anggaran pada APBD, setelah itu alokasi anggaran tersebut dilihat seberapa besar
program yang memiliki kaitan dengan pemenuhan hak anak sesuai yang
tercantum dalam Perda dan indikator KLA yang sudah disebutkan diatas.
Dari analisis tersebut, dapat dilihat bahwa ada 19 SKPD serta Belanja
Hibah dan Bantuan Sosial yang memiliki program terkait pemenuhan hak anak.
Alokasi program-program tersebut tersebar dalam 67 program dalam 19 SKPD.
Program tersebut tidak keseluruhannya merupakan program yang sengaja fokus
pada pemenuhan hak anak, namun memiliki pengaruh atau kontribusi pada
penyelenggaraan pemenuhan hak anak.
Kata Kunci: KLA, Hak Anak, Politik Anggaran.
ABSTRACT
To create the nation’s future with good quality of physically and mind, the
Ministry of Protection and Empowerment of Women and Children (KPPPA) has a
program called Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). The implementation of KLA
itself is charged in finance of the respective areas, that is Regional Government
Budget. Kabupaten Malang is one of the regencies that have adapted the concept
of KLA in their region, it is seen by the Regional Regulation no. 11 of 2013 about
the Implementation of Children’s Right.
To find out how the embodiment of realization KLA commitment
allocated to Regional Government Budget of Kabupaten Malang in 2014, used a
qualitative descriptive method. The method is performed by the literature study as
a means of data collection and analysis. The data required is the budget document,
Malang District Regulation no. 11 of 2013 on the Implementation of Children's
Rights, as well as the PPA Regulation no. 12 of 2011 on indicators Regency / City
of Eligible Children. The study was conducted by looking at the budget allocation,
after that the budget allocation is seen how large a program that has the fulfillment
of children's rights as stated in the legislation and the KLA indicators that already
mentioned above.
From this analysis, it can be seen that there are 19 SKPDs and Grant
Expenditure and Social Assistance programs related to the fulfillment of children's
rights. The allocation of those programs are distributed in 67 programs in 19
SKPDs. The program is not entirely a program that deliberately focus on the
fulfillment of children's rights, but has influence or contribute to the fulfillment of
child rights implementation.
Keyword: KLA, Children’s Rights, Political Budgeting.
Pendahuluan
Terdapat kiasan yang
mengatakan bahwa anak-anak
merupakan calon pemimpin masa
depan bangsa. Kiasan tersebut bukan
merupakan isapan jempol semata.
Karena bagaimanapun, pucuk
kepemimpinan pasti akan berputar
dan anak pada saat ini, akan menjadi
pengganti pemimpin atau
pemerintahan di masa yang akan
datang kelak. Untuk menjadi bangsa
yang besar dan kuat, barang tentu
perhatian pada anak yang
notabenenya sebagai penerus bangsa
harus diperhatikan secara serius.
Seorang filsuf Inggris yang
cukup terkenal John Locke (1632-
1704) mengatakan bahwa
pengalaman dan pendidikan bagi
anak merupakan faktor yang paling
menentukan dalam perkembangan
anak. Seorang anak diibaratkan
sebagai sebuah kertas kosong, yang
berarti bentuk corak serta isi kertas
tersebut bergantung dengan cara
kertas tersebut diisi. Locke
mengungkapkan betapa pentingnya
pengaruh pengalaman dan
lingkungan terhadap perkembangan
anak. Anak merupakan pribadi yang
masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan dari
lingkungannya.1
Menurut Jonas Langer,
manusia tumbuh menjadi sesuatu
seperti apa yang dibuat oleh
lingkungannya agar ia menjadi
sesuatu.2 Diibaratkan seperti cermin,
seorang anak yang baru dilahirkan
kejiwaannya kosong, dan ia
memantulkan cahaya lingkungannya.
1 Singgih D. Gunarsa; Dasar dan Teori
Perkembangan Anak. 1982. Hal15-16 2 Ibid. hal 72
Oleh sebab itu, betapa pentingnya
pengaruh lingkungan terhadap anak
karena lingkungan menjadi sumber
yang memberi rangsangan terhadap
anak.
Lingkungan dalam dunia
Psikologi terbagi menjadi dua, yaitu
lingkungan psikis dan fisik.
Lingkungan fisik erat kaitannya
dengan infrastruktur atau fasilitas-
fasilitas kasat mata. Sebagai sebuah
negara, sudah menjadi satu
kewajiban negara untuk
menyediakan barang-barang
kebutuhan publik. Kebutuhan publik
merupakan kebutuhan masyarakat
umum yang dituntut pemenuhannya
oleh negara. Termasuk didalamnya
pemenuhan kebutuhan lingkungan
untuk menjamin tumbuh kembang
anak.
Kebutuhan publik meliputi
dua macam barang, yaitu barang
privat dan barang publik3. Barang
privat adalah barang yang produksi
dan kegunaannya dapat dipisahkan
dari penggunaan oleh orang lain.
Biasanya pemenuhan barang privat
dapat dipenuhi oleh masing-masing
perorangan seperti pembelian
minuman, makanan, pakaian, namun
ada barang privat yang
ketersediaannya harus diupayakan
oleh pemerintah, seperti beras dan
bahan pokok lainnya.
Barang publik adalah barang
yang tidak bisa dikecualikan
penggunaannya dari orang lain
sekalipun seseorang telah
memproduksi dan membayarnya.
misalnya keamanan dan jalan raya.
Sekalipun seseorang sudah
membayarnya, orang lain juga dapat
menikmatinya. Barang publik ini
3 Hudiyanto; Ekonomi Politik. 2004. Hal. 14
mutlak dipenuhi ketersediannya oleh
penyelenggara negara4.
Dalam penjaminan tumbuh
kembangnya anak, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA)
mencetuskan program
Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Dalam Peraturan Menteri (Permen)
PPPA No. 11 tahun 2011 tentang
Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak, yang
dimaksud KLA adalah
kabupaten/kota yang mempunyai
sistem pembangunan berbasis hak
anak melalui pengintegrasian
komitmen dan sumberdaya
pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam
kebijakan, program dan kegiatan
untuk menjamin terpenuhinya hak
anak.
Dalam lampiran Permen
tersebut, secara klasifikatif hak anak
dibagi dalam lima klaster merujuk
pada hasil Konvensi Hak Anak
(KHA). Klaster-klaster tersebut
berisikan hak-hak anak yang harus
dipenuhi. Klaster pertama adalah
Hak sipil dan kebebasan. Hak-hak
anak yang termasuk dalam klaster
tersebut adalah Hak atas Identitas;
Hak perlindungan identitas; Hak
berekspresi, dan mengeluarkan
pendapat; Hak berpikir, berhati
nurani, dan beragama; Hak
berorganisasi dan berkumpul secara
damai; Hak atas perlindungan
pribadi; hak akses informasi yang
layak; dan Hak bebas dari
penyiksaan dan penghukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat manusia.
4 Ibid
Klaster yang kedua adalah
mengenai Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif. Dalam klaster
ini hak-hak anak yang harus
dilindungi adalah Bimbingan dan
tanggung jawab orang tua; Anak
yang terpisah dari orang tua;
Reunifikasi; Pemindahan anak secara
ilegal; Dukungan kesejahteraan bagi
anak; Anak yang terpaksa dipisahkan
dari lingkungan keluarga;
pengangkatan/adopsi anak; Tinjauan
penempatan secara berkala;
kekerasan dan penelantaran.
Pada klaster ketiga, hak anak
yang harus dilindungi adalah
kesehatan dasar dan kesejahteraan.
Didalamnya menjamin anak
penyandang disabilitas; kesehatan
dan layanan kesehatan; jaminan
sosial layanan dan fasilitasi
kesehatan; serta standar hidup.
Selanjutnya, pada klaster keempat
hak anak yang harus dilindungi
adalah pendidikan, pemanfaatan
waktu luang, dan kegiatan budaya.
Didalamnya menjamin tentunya
pendidikan; tujuan pendidikan; serta
kegiatan liburan, dan kegiatan seni
dan budaya.
Hak anak pada klaster kelima
yang harus dilindungi adalah
mengenai perlindungan khusus; yaitu
perlindungan dikala anak dalam
situasi darurat; anak yang
berhadapan dengan hukum; anak
dalam situasi eksploitasi; serta anak
yang masuk dalam kelompok
minoritas dan terisolasi. Kelima
klaster tersebut merupakan hak yang
harus dilaksanakan serta dipenuhi
oleh negara atas hasil konvensi hak
anak.
Dalam pelaksanaan kelima
klaster tersebut, ada prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan pemenuhan hak anak.
Prinsip yang pertama adalah Non-
diskriminasi, yaitu dalam pemenuhan
hak anak tidak ada diskriminasi
suku, ras, agama, jenis kelamin,
bahasa, status ekonomi, dan lain
sebagainya. Prinsip yang kedua
adalah kepentingan terbaik bagi
anak, yaitu menjadikan hal yang
paling baik bagi anak sebagai
pertimbangan utama dalam setiap
kebijakan, program, dan kegiatan.
Ketiga adalah hak untuk hidup,
kelangsungan hidup, dan
perkembangan anak, yaitu menjamin
hak untuk hidup, kelangsungan hidup
dan perkembangan anak semaksimal
mungkin. Prinsip yang terakhir
adalah penghargaan terhadap anak,
yaitu mengakui dan memastikan
bahwa setiap anak yang memiliki
kemampuan untuk menyampaikan
pendapatnya, diberikan kesempatan
untuk mengekspresikan
pandangannya secara bebas terhadap
segala sesuatu hal yang
mempengaruhi dirinya.
KLA sendiri merupakan
tindak lanjut dari keikutsertaan serta
komitmen Indonesia pada
Convention on the Rights of the
Child (CRC) dan World Fit for
Children dan juga merupakan
pelaksanaan dari berbagai
perundang-undangan di Indonesia.
Sejak tahun 2006, Indonesia mulai
melakukan persiapan dan penguatan
institusi untuk memulai pondasi
pengembangan KLA tersebut.
Pengembangan KLA sendiri
bertujuan untuk membangun inisiatif
pemerintahan kabupaten/kota yang
mengarah pada upaya transformasi
konsep hak anak ke dalam kebijakan,
program, dan kegiatan untuk
menjamin terpenuhinya hak anak di
kabupaten/kota 5
Kabupaten Malang
merupakan kabupaten yang sudah
mendapat penghargaan tingkat
Madya Kota/Kabupaten Layak Anak
pertahun 20136. Adapun tingkatan
penghargaan KLA dari yang
terendah hingga tertinggi adalah
Pratama, Madya, Nindiya, dan
Utama. Dibandingkan dengan
kabupaten lainnya di Jawa Timur,
berdasarkan pencarian singkat pada
website resmi KLA (kla.or.id) hanya
Kabupaten Malang, kabupaten di
Jawa Timur yang telah meraih
penghargaan KLA tingkat Madya.
Bahkan dengan tetangga terdekatnya
yaitu Kota Malang yang juga
menjadi kota percontohan KLA,
penghargaan yang diraih Kabupaten
Malang masih lebih tinggi. Kota
Malang baru meraih penghargaan
KLA setingkat Pratama.
Penghargaan yang diraih
Kabupaten Malang pada tahun 2013
lalu merupakan penghargaan kedua
yang diterima oleh Kabupaten
Malang. Sebelumnya, pada tahun
2012 Kabupaten Malang juga
mendapat penghargaan yang serupa
dari Kementerian Perlindungan
Perempuan dan Anak. Penghargaan
5 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia No. 11 tahun 2011,
Tentang Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak. 6Anonymous; Kabupaten Malang Meraih
Penghargaan Kabupaten Layak Anak
Tingkat Madya Tahun 2013.
http://kla.or.id/index.php?option=com_conte
nt&view=article&id=2252:kabupaten-
malang-meraih-penghargaan-kabupaten-
layak-anak-tingkat-madya-tahun-
2013&catid=77:malang&Itemid=100
(diakses pada 24 April 2014 pukul 15:52)
yang diterimapun sama yaitu
penghargaan KLA tingkat Madya.
Pelaksanaan KLA di
Kabupaten Malang diatur sendiri
dalam Peraturan Daerah khusus yaitu
Peraturan Daerah Kabupaten Malang
Nomor 11 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pemenuhan Hak
Anak. Dari sekian kabupaten di Jawa
Timur yang menjadi kabupaten
percontohan seperti yang tercantum
dalam website resmi KLA,
berdasarkan riset singkat penulis,
hanya Kabupaten Malang yang
memiliki perda khusus
penyelenggaraan hak anak yang
berangkat dari konsep KLA.
Memang ada beberapa daerah yang
memiliki perda terkait perlindungan
anak, namun belum ada yang
berangkat dari konsep KLA sesuai
Permen PPPA No. 11 tahun 2011.
Dalam penilaian KLA
sendiri, berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 12 tahun 2011, terdapat 31
indikator untuk menilai suatu daerah
sebagai Kota/Kabupaten yang layak
anak. Tentunya, indikator yang
sudah ditetapkan tersebut tidak salah
jika digunakan pula sebagai indikator
penilaian terhadap Perda yang
digunakan untuk menjalankan
kebijakan KLA itu sendiri. Dalam
pelaksanaan Perda sendiri tentunya
tidak boleh keluar dari koridor aturan
yang lebih tinggi, dalam hal ini
adalah Peraturan Menteri. Oleh
sebab itu, pelaksanaan Perda
Kabupaten Malang No. 11 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak sudah
seharusnya sesuai dengan indikator
Kota Layak Anak itu sendiri.
Pembiayaan pelaksanaan
aturan daerah tentunya dibiayai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) daerah tersebut.
Karena anggaran mempunyai
kedudukan yang penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan
daerah7. Dalam pelaksanaan
pengembangan KLA, pendanaan
pengembangan KLA di tingkat
Kabupaten/Kota dibebankan pada
APBD. Hal ini ditetapkan dalam
Peraturan Menteri PPPA No. 11
tahun 2011 pada pasal 15 ayat tiga.
Sudah barang tentu apabila didanai
APBD, harus secara jelas
perencanaan serta penggunaan
anggaran dari program
pengembangan Kota Layak Anak ini.
APBD sendiri dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
13 tahun 2006 didefinisikan sebagai
suatu rencana tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD sekaligus ditetapkan dengan
peraturan daerah8.
Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan diatas, penulis
ingin menemukan seberapa besar
komitmen Pemerintah Kabupaten
Malang dalam mewujudkan
Kabupaten Layak Anak dilihat.
Besaran komitmen tersebut dilihat
dari seberapa besar alokasi program
dalam APBD Kabupaten Malang
2014 yang memiliki kaitan dengan
pemenuhan hak anak. Program yang
memiliki kaitan dengan pemenuhan
hak anak tersebut didasarkan dengan
indikator Kabupaten Layak Anak
7 Suhadak & Trilaksono Nugroho;
Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan
Daerah dalam Penyusunan APBD di Era
Otonomi. 2007. Hal. 5 8 Ibid, Hal. 8
sesuai Peraturan Menteri PPPA No.
12 tahun 2011. Oleh sebab itu,
penulis mengambil judul “Komitmen
Politik dan Anggaran (Studi Pustaka
Pewujudan Komitmen
Kabupaten/Kota Layak Anak dalam
Alokasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Malang
2014)”
Teori Anggaran Publik
Menurut Mardiasmo,
anggaran merupakan pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang
hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial9. Dari definisi
anggaran tersebut terdapat tiga kata
kunci untuk menjelaskan definisi
dari anggaran secara sederhana, yaitu
estimasi kinerja, terperiode, dan
harus berbentuk finansial atau angka.
Tidak jauh berbeda dengan
Mardiasmo, Munandar dalam
Suhadak mengatakan bahwa
anggaran adalah suatu rencana yang
disusun secara sistematis, meliputi
seluruh kegiatan perusahaan yang
dinyatakan unit moneter dan berlaku
untuk jangka waktu tertentu10
. Selain
kedua definisi tersebut, John F. Due
dalam Rinusu dalam Suhadak
mengatakan bahwa anggaran
merupakan suatu pernyataan tentang
perkiraan pengeluaran dan
penerimaan yang diharapkan akan
terjadi dalam satu periode di masa
depan, serta data dari pengeluaran
dan penerimaan yang sungguh-
sungguh terjadi di masa lalu11
.
9 Mardiasmo; Akuntansi Sektor Publik.
2009. Hal. 61 10
Suhadak & Trilaksono Nugroho, op.cit.
Hal 5 11
Ibid.
Ketiga definisi anggaran tersebut
merupakan definisi anggaran secara
luas. Anggaran sendiri dibedakan
sektornya menjadi dua yaitu sektor
swasta dan sektor publik12
.
Anggaran pada sektor swasta
merupakan anggaran yang terdapat
pada sektor usaha seperti
perusahaan-perusahaan bukan milik
pemerintah negara dan biasanya
merupakan bagian dari rahasia
perusahaan dan tertutup bagi publik
untuk mengaksesnya. Berbeda
dengan anggaran sektor publik, yaitu
instrumen akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan
pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan biaya publik.
Anggaran publik berisi rencana
kegiatan yang direpresentasikan
dalam bentuk rencana perolehan
pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter13
.
Menurut Mardiasmo,
anggaran sektor publik dibagi
menjadi dua, yaitu anggaran
operasional dan anggaran modal.
Anggaran proposional digunakan
untuk merencanakan kebutuhan
sehari-hari dalam menjalankan
pemerintahan atau dapat disebut juga
Belanja Rutin. Belanja rutin adalah
pengeluaran yang manfaatnya hanya
untuk satu tahun anggaran dan tidak
menambah aset atau kekayaan bagi
pemerintah. Selain itu, anggaran ini
merupakan pengeluaran yang bersifat
berulang-ulang ditiap tahun
anggarannya. Sedangkan anggaran
modal merupakan anggaran untuk
rencana jangka panjang dan
pembelanjaan atas aktiva tetap
seperti gedung, peralatan, kendaraan
12
Mardiasmo; op.cit. hal. 61 13
Mardiasmo; op.cit. hal. 62
dan sebagainya. Anggaran modal
pengeluarannya memiliki manfaat
yang cenderung melebihi satu tahun
anggaran dan menambah aset atau
kekayaan pemerintah dan setidaknya
dapat meningkatkan pendapatan
anggaran pada tahun-tahun
selanjutnya14
Pada tingkatan daerah,
anggaran sektor publik ini disebut
sebagai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
13 tahun 2006 mendefinisikan
APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Menurut Darise dalam Suhadak
mengatakan bahwa APBD
merupakan instrumen yang akan
menjamin terciptanya disiplin dalam
proses pengambilan keputusan
terkait dengan kebijakan pendapatan
maupun belanja daerah. Suhadak dan
Trilaksono mengatakan bahwa
APBD merupakan salah satu
instrumen kebijakan yang dipakai
sebagai alat untuk meningkatkan
pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat di daerah15
.
Mardiasmo mengatakan
APBD merupakan instrumen
kebijakan yang utama bagi
pemerintah daerah. APBD digunakan
sebagai alat untuk menentukan besar
pendapatan dan pengeluaran,
membantu pengambilan keputusan,
dan perencanaan pembangunan,
otorisasi pengeluaran di masa yang
akan datang, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar untuk
14
Ibid. Hal. 66-67 15
Suhadak & Trilaksono Nugroho, op.cit.
Hal 8
evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai, dan alat
kordinasi bagi semua aktivitas dari
berbagai unit kerja.16
Dari pengertian mengenai
anggaran diatas dapat disimpulkan
bahwa anggaran daerah merupakan
alat kebijakan dari pemerintah
daerah yang berisikan rencana
kegiatan serta tujuan yang ingin
dicapai dimana dituliskan dengan
satuan moneter, dimana dijelaskan
secara rinci pendapatan serta
pengeluaran pemerintahan yang
dapat dipertanggung jawabkan
kepada publik.
Dalam Permendagri No. 13
tahun 2006 pasal 22, struktur APBD
merupakan satu kesatuan dari
pendapatan daerah, belanja daerah,
dan pembiayaan daerah. Pendapatan
meliputi semua penerimaan uang
melalui rekening umum kas daerah
yang menambah ekuitas dana
sebagai hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Belanja
meliputi semua pengeluaran dari
rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana, merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
Serta pembiayaan meliputi semua
transaksi keuangan untuk menutup
defisit atau memanfaatkan surplus.
Menurut Mardiasmo, struktur
anggaran daerah merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan
daerah, belanja daerah, dan
pembiayaan. Pendapatan daerah
adalah semua penerimaan daerah
dalam satu tahun anggaran yang
16
Mardiasmo; Otonomi dan Manajemen
Keuangan Daerah. 2002. Hal. 103
menjadi hak daerah. Belanja daerah
adalah semua pengeluaran daerah
dalam satu tahun anggaran yang
menjadi beban daerah. Pembiayaan
adalah transaksi untuk menutup
selisih antara pendapatan daerah dan
belanja daerah17
.
Dalam anggaran daerah,
dikenal pula plafon anggaran. Plafon
anggaran merupakan batas
maksimum atas alokasi dana pada
tiap kegiatan. Plafon anggaran
ditunjukan untuk menghasilkan
alokasi dana yang akurat, adil, dan
mampu memberi insentif bagi setiap
unit kerja untuk melaksanakan
prinsip ekonomis, efisien dan efektif
dalam melakukan pengeluaran
daerah18
Urgensi dan Fungsi Anggaran
Menurut Mardiasmo,
anggaran sektor publik menjadi
penting karena beberapa alasan
sebagai berikut19
:
1. Anggaran merupakan alat
terpenting bagi
pemerintah untuk
mengarahkan
pembangunan sosial-
ekonomi, menjamin
kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.
2. Anggaran diperlukan
karena adanya kebutuhan
dan keinginan masyarakat
yang tidak terbatas dan
terus berkembang,
sedangkan sumber daya
yang ada terbatas.
Anggaran diperlukan
17
Ibid. hal. 185 18
Ibid. hal. 195 19
Ibid. hal. 121
karena adanya masalah
keterbatasan sumber daya
(scarcity of resources),
pilihan (choice), dan
trade offs.
3. Anggaran diperlukan
untuk meyakinkan bahwa
pemerintah telah
bertanggung jawab
terhadap rakyat. Dalam
hal ini anggaran publik
merupakan instrumen
pelaksanaan akuntabilitas
publik oleh lembaga-
lembaga publik yang ada.
Fungsi-fungsi dari anggaran
daerah menurut Mardiasmo adalah20
:
1. Anggaran berfungsi
sebagai alat perencanaan,
yang antara lain
digunakan untuk:
a. Merumuskan
tujuan serta
sasaran kebijakan
sesuai dengan visi
dan misi yang
ditetapkan
b. Merencanakan
berbagai program
dan kegiatan
untuk mencapai
tujuan organisasi
serta
merencanakan
alternatif sumber
pembiayaannya
c. Mengalokasikan
sumber-sumber
ekonomi pada
berbagai program
dan kegiatan yang
telah disusun
20
Ibid. hal. 183
2. Anggaran berfungsi
sebagai alat pengendalian,
yang digunakan untuk:
a. Mengendalikan
efisiensi
pengeluaran
b. Membatasi
kekuasaan atau
kewenangan
pemda
c. Mencegah adanya
overspending,
underspending,
dan salah sasaran
(misappropriation
) dalam
pengalokasian
anggaran pada
bidang lain yang
bukan merupakan
prioritas
d. Memonitor
kondisi keuangan
dan pelaksanaan
operasional
program atau
kegiatan
pemerintah
3. Anggaran sebagai alat
fiskal digunakan untuk
menstabilkan ekonomi
dan mendorong
pertumbuhan ekonomi
melalui pemberian
fasilitas, dorongan, dan
koordinasi kegiatan
ekonomi masyarakat
sehingga mempercepat
pertumbuhan ekonomi.
4. Anggaran sebagai alat
politik digunakan untuk
memutuskan prioritas-
prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap
prioritas tersebut.
Anggaran sebagai
dokumen politik
merupakan bentuk
komitmen antara
eksekutif dan kesepakatan
legislatif atas penggunaan
dana publik untuk
kepentingan tertentu
5. Anggaran sebagai alat
koordinasi antar unit kerja
dalam organisasi
pemerintah daerah yang
terlibat dalam proses
penyusunan anggaran.
Anggaran yang disusun
dengan baik akan mampu
mendeteksi terjadinya
inkonsistensi suatu unit
kerja dalam pencapain
tujuan organisasi.
Anggaran juga menjadi
alat komunikasi antar unit
kerja
6. Anggaran sebagai alat
evaluasi kinerja. Kinerja
pemerintah daerah dapat
dinilai berdasarkan target
anggaran yang terealisasi.
7. Anggaran dapat
digunakan sebagai alat
untuk memotivasi
manajemen pemerintah
daerah agar bekerja
secara ekonomis, efektif
dan efisien dalam
mencapai target kinerja.
Target kinerja hendaknya
ditetapkan dalam batas
rasional yang dapat
dicapai (tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu
rendah)
8. Anggaran dapat juga
digunakan sebagai alat
untuk menciptakan ruang
publik (public sphere),
dalam arti bahwa proses
penyusunan anggaran
harus melibatkan seluas
mungkin masyarakat.
Keterlibatan masyarakat
tersebut dapat dilakukan
melalui proses
penjaringan aspirasi
masyarakat yang hasilnya
digunakan sebagai dasar
perumusan arah dan
kebijakan umum
anggaran.
Konsep Kota Layak Anak
Berdasarkan Peraturan
Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2011
Tentang Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak, yang
dimaksud dengan Kota Layak Anak
adalah Kabupaten/Kota yang
mempunyai sistem pembangunan
berbasis hak anak melalui
pengintegrasian komitmen dan
sumberdaya pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha yang terencana
secara menyeluruh dan berkelanjutan
dalam kebijakan, program dan
kegiatan untuk menjamin
terpenuhinya hak anak. Dalam
Peraturan menteri ini, yang dimaksud
dengan anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
Kota Layak Anak (KLA) sendiri
diadopsi dari hasil Resolusi Majelis
Umum PBB pada tahun 2002 yang
dokumennya dikenal dengan judul
“A World Fit For Children”. Setelah
melalui persiapan dan penguatan
kelembagaan, Indonesia mulai
memperkenalkan dan
mengembangkan KLA pada tahun
2006.
Pengembangan KLA sendiri
bertujuan untuk membangun inisiatif
pemerintahan Kabupaten/Kota yang
mengarah pada upaya transformasi
konsep hak anak kedalam kebijakan,
program, dan kegiatan untuk
menjamin terpenuhinya hak anak di
Kabupaten/Kota. Pendanaan
pelaksanaan KLA di tingkat nasional
dibebankan pada APBN, KLA
tingkat povinsi pada APBD Provinsi,
dan KLA tingkat Kabupaten/Kota
dibebankan pada APBD
Kabupaten/kota.
Dalam upaya pemenuhan
hak anak pada tiap kebijakan,
program, dan kegiatan Pemerintah,
ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan yaitu, Non-diskriminasi;
Kepentingan yang terbaik bagi anak;
Hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan anak; serta
penghargaan terhadap perlindungan
anak.
Prinsip Non-deiskriminasi
yaitu prinsip pemenuhan hak anak
yang tidak membedakan suku, ras
agama, jenis kelamin, bahasa, paham
politik, asal kebangsaan, status
ekonomi, kondisi fisik maupun psikis
anak, atau faktor lainnya. Prinsip
kepentingan terbaik bagi anak yaitu
menjadikan hal yang paling baik bagi
anak sebagain pertimbangan utama
dalam setiap kebijakan, program, dan
kegiatan. Selanjutnya pada pelaksana
pengembangan KLA harus menjamin
hak untuk hidup, kelangsungan hidup
dan perkembangan anak semaksimal
mungkin. Dan prinsip yang terakhir
adalah penghargaan terhadap
pandangan anak, yaitu mengakui dan
memastikan bahwa setiap anak yang
memiliki kemampuan untuk
menyampaikan pendapatnya,
diberikan kesempatan untuk
mengekspresikan pandangannya
secara bebas terhadap segala sesuatu
hal yang mempengaruhi dirinya.
Pelaksanaan KLA merujuk
pada hasil Konvensi Hak Anak, yang
berisi hak anak yang dikelompokan
dalam lima klaster hak anak, yaitu:
1. Hak sipil dan kebangsaan
a. Hak atas identitas
b. Hak perlindungan
identitas
c. Hak berekspresi
dan mengeluarkan
pendapat
d. Hak berpikir,
berhati nurani, dan
beragama
e. Hak berorganisasi,
dan berkumpul
secara damai
f. Hak atas
perlindungan
kehidupan pribadi
g. Hak akses
informasi yang
layak
h. Hak bebas dari
penyiksaaan dan
penghukuman lain
yang kejam, tidak
manusiawi atau
merendahkan
martabat manusia
2. Lingkungan keluarga dan
pengasuhan alternatif
a. Bimbingan dan
tanggung jawab
orang tua
Melakukan
penguatan pada
orang tua untuk
memenuhi
tanggung
jawabnya dalam
pengasuhan dan
tumbuh kembang
anak.
b. Anak yang
terpisah dari orang
tua
Pada prinsipnya
anak tidak boleh
dipisahkan dari
orang tua kecuali
pemisahan
tersebut untuk
kepentingan
terbaik bagi anak.
c. Reunifikasi
Pertemuan
kembali anak
dengan orang tua
setelah
terpisahkan,
misalnya karena
bencana alam,
konflik bersenjata,
atau orang tua
berada di luar
negeri.
d. Pemindahan anak
secara ilegal
Memastikan
bahwa anak tidak
dipisahkan secara
ilegal dari
daerahnya ke luar
daerah atau luar
negeri.
e. Dukungan
kesejahteraan bagi
anak
Memastikan anak
tetap dalam
kondisi sejahtera
meskipun orang
tuanya tidak
mampu.
f. Anak yang
terpaksa
dipisahkan dari
lingkungan
keluarga
Memastikan anak-
anak yang
diasingkan dari
lingkungan
keluarga mereka
mendapatkan
pengasuhan
alternatif atas
tanggungan
negara.
g. Pengangkatan/ado
psi anak
Memastikan
pengangkatan/ado
psi anak dilakukan
sesuai peraturan,
dipantau, dan
dievaluasi tumbuh
kembangnya agar
kepentingan
terbaik anak tetap
terpenuhi.
h. Tinjauan
penempatan
secara berkala
Memastikan anak-
anak yang berada
di Lembaga
Kesejahteraan
Sosial Anak
(LKSA) terpenuhi
hak tumbuh
kembangnya dan
mendapatkan
perlindungan.
i. Kekerasan dan
penelantaran
Memastikan anak
tidak mendapat
perlakuan kejam,
tidak manusiawi,
dan merendahkan
martabat manusia.
3. Kesehatan dasar dan
kesejahteraan
a. Anak penyandang
disabilitas
Memastikan anak
penyandang
disabilitas
mendapatkan
akses layanan
publik yang
menjamin
kesehatan dan
kesejahteraannya.
b. Kesehatan dan
layanan kesehatan
Memastikan setiap
anak mendapatkan
pelayanan
kesehatan yang
komprehensif dan
terintegrasi.
c. Jaminan sosial
layanan dan
fasilitasi
kesehatan
Memastikan setiap
anak mendapatkan
akses jaminan
sosial dan
fasilitasi
kesehatan.
d. Standar hidup
Memastikan anak
mencapai standar
tertinggi
kehidupan anak
dalam hal fisik,
mental, spiritual,
moral dan sosial.
4. Pendidikan, pemanfaatan
waktu luang, dan kegiatan
budaya
a. Pendidikan
Memastikan setiap
anakmendapatkan
akses pendidikan
dan pelatihan
yang berkualitas
tanpa diskriminasi
b. Tujuan
Pendidikan
Memastikan
bahwa lembaga
pendidikan
bertujuan untuk
mengembangkan
minat, bakat dan
kemampuan anak
serta
mempersiapkan
anak untuk
bertanggung
jawab kepada
kehidupan yang
toleran, saling
menghormati, dan
bekerja sama
untuk kemajuan
dunia dalam
semangat
perdamaian.
c. Kegiatan liburan,
dan kegiatan seni
dan budaya
Memastikan
bahwa anak
memiliki waktu
untuk beristirahat
dan dapat
memanfaatkan
waktu luang untuk
melakukan
berbagai kegiatan
seni dan budaya.
5. Perlindungan khusus
a. Anak dalam
situasi darurat
Anak yang
mengalami situasi
darurat karena
kehilangan orang
tua/pengasuh/tem
pat tinggal dan
fasilitas
pemenuhan
kebutuhan dasar
(sekolah, air
bersih, bahan
makanan,
sandang,
kesehatan dan
sebagainya) yang
perlu
mendapatkan
prioritas dalam
pemenuhan dan
perlindungan hak-
hak dasarnya.
b. Anak yang
berhadapan
dengan hukum
Memastikan
bahwa anak-anak
yang berhadapan
dengan hukum
mendapatkan
perlindungan dan
akses atas tumbuh
kembangnya
secara wajar, dan
memastikan
diterapkannya
keadilan restoratif
dan prioritas
diversi bagi anak,
sebagai bagian
dari kerangka
pemikiran bahwa
pada dasarnya
anak sebagai
pelaku pun adalah
korban dari sistem
sosial yang lebih
besar.
c. Anak dalam
situasi eksploitasi
Situasi eksploitasi
adalah segala
kondisi yang
menyebabkan
anak tersebut
berada dalam
keadaan terancam,
tertekan,
terdiskriminasi,
dan terhambat
aksesnya untuk
bisa tumbuh
kembang secara
optimal. Anak-
anak korban
eksploitasi harus
ditangani secara
optimal mulai dari
pelayanan
kesehatan,
rehabilitasi sosial
hingga pada
pemulangan dan
reintegrasi.
d. Anak yang masuk
dalam kelompok
minoritas dan
terisolasi
Memastikan
bahwa anak-anak
dari kelompok
minoritas dan
terisolasi dijamin
haknya untuk
menikmati
budaya, bahasa,
dan
kepercayaannya.
Tahap pengembangan KLA
sesuai Peraturan Menteri PPPA No.
11 Tahun 2011 tentang Kebijakan
Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak terbagi dalam enam
tahapan, yaitu (1) Persiapan, (2)
Perencanaan, (3) Pelaksanaan, (4)
Pemantauan, (5) evaluasi, dan (6)
Pelaporan.
Dalam mengukur suatu
pemerintahan daerah dalam
melaksanakan pengembangan KLA,
berdasarkan Peraturan Menteri PPPA
No. 12 tahun 2011 tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak diatur
Indikator untuk menilai pelaksanaan
pengembangan KLA di suatu
pemerintahan daerah. Indikator
adalah variabel yang membantu
dalam mengukur dan memberikan
nilai dalam mengupayakan terpenuhi
hak anak untuk terwujudnya
Kabupaten/Kota layak anak.
Indikator KLA ini sendiri merupakan
hasil pengembangan dari peraturan
perundang-undangan yang terkait
pemenuhan hak anak. Indikator KLA
ini meliputi dua bagian besar, yaitu
(1) penguatan kelembagaan, dan (2)
klaster hak anak.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif
kualitatif. Pemilihan metode
deskriptif kualitatif adalah karena
kebutuhan dari penelitian ini untuk
mendeskripsikan data APBD. Selain
itu, untuk menggambarkan secara
rinci dan mendetail atas data yang
didapat nantinya. Penelitian kualitatif
ini menggunakan metode
kepustakaan.
Studi kepustakaan sendiri
ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka,
membaca, dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian21
. Selain
21
Mestika Zed; Metode Penelitian
Kepustakaan. 2008. Hal. 3
itu, studi pustaka juga dapat
didefinisikan sebagai suatu penelitian
yang bertujuan untuk mengumpulkan
data dan informasi dengan bantuan
buku-buku, periodikal-periodikal,
naskah-naskah, catatan-catatan, kisah
sejarah tertulis, dokumen-dokumen
dan materi pustaka lainnya22
.
Dalam memenuhi tujuan
penelitian ini, studi pustaka akan
diterapkan sebagai metode dalam
pengumpulan data dan juga
pengolahan dari data tersebut.
Pengunaan studi pustaka dalam
pengolahan data pada penelitian ini
yaitu dilakukan dengan bentuk
analisa antar dokumen-dokumen.
Data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini merupakan data-data
pustaka, yaitu dokumen resmi
lembaga pemerintahan yaitu
Pemerintah Kabupaten Malang.
Subjek pada penelitian ini
adalah APBD Kabupaten Malang
2014 untuk pelaksanaan Kota Layak
Anak. Fokus dalam penelitian ini
adalah ketersediaan alokasi anggaran
dalam APBD Kabupaten Malang
2014 yang memiliki kaitan dengan
pemenuhan hak anak sesuai
Indikator KLA dan juga Perda
Kabupaten Malang no. 11 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak. Fokus
penelitian tersebut dijabarkan seperti
berikut ini:
a. Penelitian ini meneliti
secara garis besar alokasi
belanja baik belanja
langsung atau tidak
langsung pada APBD
Kabupatern Malang 2014
yang terkait
22
Drs. Komarudin, Kamus Riset. 1984. Hal.
145
penyelenggaraan
pemenuhan hak anak
pada seluruh SKPD yang
ada. Hal ini dikarenakan
dalam penyelenggaraan
pemenuhan hak anak
tersebut merupakan
tanggung jawab lintas
SKPD sehingga harus
dilihat dari keseluruhan
SKPD. Pemilihan tahun
dokumen 2014 ini sendiri
didasari dari Perda
Kabupaten Malang No.
11 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak
yang baru diterbitkan
pada tahun 2013 lalu.
b. Kemudian, berdasarkan
hasil analisis atas alokasi
anggaran pada tiap SKPD
tersebut, akan
dikomparasikan dengan
Perda Kabupaten Malang
No. 11 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak.
setelah dilakukan
komparasi dengan Perda
tersebut, hasil analisis
tersebut akan dilhat pula
dari indikator
Kota/Kabupaten Layak
Anak seperti yang telah
diatur oleh Peraturan
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak No.
12 tahun 2011 tentang
Indikator Kabupaten/Kota
Layak Anak. Hal ini
dilakukan untuk melihat
secara keseluruhan dari
program dalam APBD
apakah masih ada yang
kurang atau tidak dari
Perda tersebut dengan
indikator yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
c. Dari hasil analisa itulah
akan dilihat seberapa
besar anggaran dalam
rangka implementasi
Perda Pemenuhan Hak
Anak dan juga dapat
dilihat apakah alokasi-
alokasi tersebut sudah
memenuhi indikator
Kabupaten/Kota Layak
Anak sesuai aturan
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak.
Proses pengumpulan data ini
dilakukan dengan mengunduh
dokumen APBD Kabupaten Malang
2014 di situs resmi Pemerintah
Daerah Kabupaten Malang. Apabila
data yang dibutuhkan tidak bisa
diakses secara daring, maka data
yang diperlukan didapat melalui
instansi-instansi Pemerintah Daerah
yang terkait.
Terdapat beberapa model
analisa data pada penelitian
kualitatif. Salah satunya adalah
model Miles dan Huberman.
Terdapat tiga kegiatan dalam
menganalisa data menurut model
Miles dan Huberman, yaitu23
:
1. Reduksi Data
Reduksi data merujuk
pada proses pemilihan,
pemfokusan,
penyederhanaan,
abstraksi, dan
pentransformasian data
mentah yang didapatkan.
23
Emzir; Analisis Data: Metodologi
Penelitian Kualitatif. 2012. Hal. 129
Melalui pereduksian data
ini peneliti dapat
memilah-milah data yang
didapat, sehingga
penelitian akan terfokus
dan data-data yang tidak
diperlukan dalam
penelitian ini dapat
dikesampingkan.
2. Model Data (Data
Display)
Model dalam hal ini
didefinisikan sebagai
suatu kumpulan informasi
yang tersusun yang
membolehkan
pendeskripsian
kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
Melalui tampilan model
ini membantu memahami
apa yang terjadi dan
melakukan suatu analisis
lanjutan atau tindakan
didasarkan pada
pemahaman tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Dalam penarikan
kesimpulan, setelah
melakukan kegiatan
analisis data, peneliti
mulai memutuskan
apakah makna sesuatu
dari data tersebut,
mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan,
konfigurasi yang
mungkin, dan proposisi-
proposisi. Makna-makna
yang telah didapatkan
dalam penarikan
kesimpulan ini tentunya
harus diujikan
keabsahannya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Total SKPD yang memiliki
program terkait pemenuhan hak anak
sebanyak 19 SKPD. Selain alokasi
dari program SKPD, pemenuhan hak
anak pada Kabupaten Malang
dianggarkan pula pada Belanja Hibah
dan Bantuan Sosial. Hak anak yang
dimaksud sendiri merupakan hak
anak yang diatur dalam Perda
Kabupaten Malang no. 1 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pemenuhan
Hak Anak serta dari Indikator KLA
yang dikeluarkan oleh Kementrian
PPPA berdasarkan Permen PPPA no.
12 tahun 2011 tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak.
Total keseluruhan program
yang terkait dengan pemenuhan hak
anak baik dari SKPD ataupun belanja
hibah dan bantuan sosial sebesar Rp.
263,621,869,269.-. Total alokasi
tersebut merupakan 9.30% dari total
belanja APBD Kabupaten Malang.
Total anggaran program yang
terkait pemenuhan hak anak sebesar
Rp. 263,621,869,269.- merupakan
9.30% dari total alokasi belanja
APBD Kabupaten Malang 2014.
Alokasi tersebut terbagi dalam 19
SKPD serta Belanja Hibah dan
Bantuan Sosial. Dari keseluruhan
alokasi tersebut, amanat Peraturan
Daerah Kabupaten Malang no. 11
tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak serta indikator
dari KLA itu sendiri sebagian besar
sudah masuk dalam pengalokasian
tersebut.
Dari total anggaran program
yang terkait pemenuhan hak anak
sebesar Rp. 263,621,869,269.- atau
9.30% dari total alokasi belanja
Kabupaten Malang 2014, anggaran
sebesar itu menjadi salah satu
penentu bahwa Kabupaten Malang
sedang menuju Kabupaten Layak
Anak. Dengan alokasi anggaran
hampir sepersepuluh dari total
alokasi belanja, tentunya pemenuhan
hak anak menjadi salah satu isu yang
cukup menarik perhatian. Selain total
anggaran tersebut, dengan penerbitan
Perda Kabupaten Malang no. 11
tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak, menunjukan
bahwa Kabupaten Malang
berkomitmen dalam menuju
terciptanya Kabupaten Malang
sebagai Kabupaten Layak Anak.
SKPD Dinas Pendidikan
dengan Rp. 84,462,194,300.-
merupakan SKPD dengan alokasi
anggaran program terkait hak anak
paling besar. Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Pasar menjadi
SKPD dengan alokasi anggaran Rp.
31,200,000.- untuk program terkait
pemenuhan anak paling kecil. Hal ini
dapat dimaklumi karena Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan
Pasar bukan merupakan SKPD
dengan program yang dikhususkan
bagi anak.
SKPD dengan total program
terbanyak adalah Sekretariat Daerah
dengan 10 program. Dalam dokumen
APBD Kabupaten Malang 2014
sendiri, Sekretariat Daerah dipecah
dalam 14 bagian, dan dari bagian-
bagian tersebut lima bagian
diantaranya memiliki program terkait
pemenuhan hak anak. Jadi, Dinas
dengan alokasi program terkait hak
anak terbanyak adalah Dinas
Kesehatan dengan sembilan program.
Dinas-dinas selanjutnya dengan
program terbanyak yaitu Dinas
Pendidikan dengan tujuh program,
Dinas Sosial dengan enam program
dan Dinas Pemuda dan Olahraga
dengan empat program.
Dari dinas-dinas yang
memiliki program terkait pemenuhan
hak anak terbanyak, dapat dilihat
bahwa Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang dalam
melaksanaan pemenuhan hak anak
menjadikan urusan kesehatan dan
pendidikan sebagai prioritas utama.
Hal ini sesuai dengan Perda
Kabuopaten Malang no. 11 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak dimana
pelayanan kesehatan serta pendidikan
merupakan dua hak anak yang harus
disediakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang.
Dalam Perda tersebut juga
mengamanatkan bahwa pelayanan
dalam kesejahteraan sosial
merupakan salah satu hak anak yang
harus disediakan, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Malang melalui
Dinas Sosial berusaha memenuhi hak
tersebut. Selain tiga hak tersebut,
hak-hak anak lainnya yang tercantum
dalam Perda tersebut, pemenuhannya
tersebar dalam 19 SKPD dan juga
Belanja Hibah serta Bantuan Sosial.
Hak anak yang dimaksud dalam
Perda Kabupaten Malang no. 11
tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pemenuhan Hak Anak adalah:
1. Akta kelahiran;
2. Pelayanan kesehatan;
3. Pendidikan;
4. Pelayanan dalam
kesejahteraan sosial;
5. Perlindungan dari
perlakuan salah;
6. Sarana prasarana bermain,
berolahraga, seni budaya;
dan
7. Akses partisipasi dan
berkumpul serta
bergabung dalam forum
anak.
Dari ketujuh hak anak yang
diatur dalam Perda Kabupaten
Malang no. 11 tahun 2013,
keseluruhannya telah dialokasikan
pada beragam program dalam APBD
Kabupaten Malang 2014. Selain hak
anak berdasarkan perda tersebut,
penilaian untuk menjadi KLA juga
dapat dinilai berdasarkan indikator
KLA yang dikeluarkan oleh
Kementrian PPPA. Dari 31 indikator,
sudah hampir sebagian besar dari
indikator tersebut teralokasikan pada
program SKPD Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang. Indikator KLA
sendiri didasarkan pada pengeuatan
kelembagaan serta lima klaster hak
anak. Kelima klaster tersebut adalah:
1. Hak Sipil dan Kebebasan
2. Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif
3. Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan
4. Pendidikan, Pemanfaatan
Waktu Luang, dan
Kegiatan Budaya
5. Perlindungan Khusus
Kekurangan dari alokasi
program yang terkait pemenuhan hak
anak pada APBD Kabupaten Malang
2014 adalah alokasi-alokasi tersebut
mayoritas merupakan bukan program
yang dialokasikan khusus untuk
anak. Pemenuhan hak anak masih
nimbrung dengan alokasi program
lainnya.
Selain itu, dalam bidang
pendidikan, program yang
dianggarkan Kabupaten Malang
adalah wajib belajar sembilan tahun.
Sedangkan dalam Perda no. 11 tahun
2013 dan juga indikator KLA itu
sendiri, Pemerintah Daerah
dibebankan untuk menyelenggarakan
wajib belajar 12 tahun. Namun, pada
tahun anggaran 2014 ini, wajib
belajar 12 tahun sudah mulai dirintis
dengan adanya alokasi mengenai
rintisan wajib belajar 12 tahun.
Dalam bidang pencatatan
kelahiran, indikator KLA
menetapkan bahwa yang dinilai
adalah adanya pembebasan bea pada
saat pengurusan akta kelahiran. Dari
program yang dianggarkan pada
APBD Kabupaten Malang 2104,
tidak dapat dideteksi apakah sudah
bebas bea atau tidak dikarenakan
tidak adanya program yang secara
khusus dianggarkan untuk
pembebasan bea pengurusan akta
kelahiran.
Dengan kata lain, Kabupaten
Malang sudah menuju Kabupaten
Layak Anak karena dari 31 indikator
dari KLA, Kabupaten Malang sudah
menganggarkan program pemenuhan
indikator tersebut. Namun,
Kabupaten Malang memerlukan
program-program yang memang
dikhususkan bagi terjadinya
pemenuhan hak anak, tidak hanya
nimbrung dengan program-program
yang sudah ada.
Kesimpulan
Dari penelitian ini,
kesimpulan mengenai alokasi APBD
Kabupaten Malang 2014 terhadap
pemenuhan hak anak dalam rangka
Kabupaten Layak Anak adalah
sebagai berikut:
1. Komitmen politik
diselenggarakan dengan baik dapat
kita telusuri melalui alokasi anggaran
kegiatan yang mendukung pelaksaan
komitmen tersebut. Dalam konteks
pelaksanaan pemenuhan hak anak
menuju terciptanya Kabupaten
Malang sebagai Kabupaten Layak
Anak, jumlah alokasi anggaran
program yang memiliki kaitan
dengan pemenuhan hak anak sebesar
Rp. 263,621,869,269.-. Alokasi
tersebut merupakan 9.30% dari total
alokasi belanja Pemerintah
Kabupaten Malang dalam APBD
Kabupaten Malang 2014. Program
yang memiliki kaitan dengan
pemenuhan hak anak tersebar dalam
19 SKPD serta Belanja Hibah dan
Bantuan Sosial.
2. Dinas yang
mengalokasikan anggaran terbesar
untuk program pemenuhan hak anak
adalah Dinas Pendidikan dengan Rp.
84,462,194,300.- dan Dinas
Kesehatan dengan Rp.
66,697,623,700.-. Untuk
perencanaan program yang memiliki
kaitan dengan pemenuhan paling
banyak yaitu Dinas Kesehatan
dengan sembilan program, Dinas
Pendidikan dengan tujuh program,
dan Dinas Sosial dengan enam
program. Dengan demikian, dalam
pemenuhan hak anak, Pemerintah
Kabupaten Malang memiliki
prioritas pada bidang pendidikan dan
juga kesehatan karena kedua bidang
tersebut memiliki program serta
alokasi anggaran terbesar dalam
pemenuhan hak anak.
3. Penentuan program-
program yang memiliki kaitan
dengan pemenuhan hak anak
didasarkan pada Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan dan
Perlindungan Anak Republik
Indonesia no. 12 Tahun 2011 tentang
Indikator Kabupaten/Kota Layak
Anak dan juga Perda Kabupaten
Malang no. 11 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pemenuhan Hak
Anak. Dari kedua dokumen tersebut
diklasifikasikan program-program
yang memiliki kaitan dengan
pemenuhan hak anak. Dengan
adanya Perda tersendiri yang
mengatur penyelenggaraan
pemenuhan hak anak, serta alokasi
sebesar Rp. 263,621,869,269.- atau
9.30% dari total alokasi belanja
APBD untuk program terkait
pemenuhan hak anak, menunjukan
komitmen Kabupaten Malang
menuju Kabupaten Layak Anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif: Analisis Data.
Jakarta: Rajawali Pers.
Gunarsa, Singgih D. 1982. Dasar
dan Teori Perkembangan
Anak. BPK Gunung Mulia.
Herdiansyah, Haris. 2011. Metode
Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
Hudiyanto. 2004. Ekonomi Politik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Komarudin. 1984. Kamus Riset.
Bandung: Penerbit Angkasa
Bandung
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor
Publik. Yogyakarta: ANDI
_________. 2002. Otonomi dan
Manajemen Keuangan
Daerah. Yogyakarta: ANDI
Moleong, Lexy J. 1989. Metode
Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy.
Jakarta: Elex Media
Komputindo
Parsons, Wayne. 2006. Public
Policy: Pengantar Teori &
Praktik Analisis Kebijakan.
(Tri Wibowo Budi Santoso,
Penerjemah). Jakarta:
Kencana
Suhadak, & Nugroho, Trilaksono.
2007. Paradigma Baru
Pengelolaan Keuangan
Daerah dalam Penyusunan
APBD di Era Otonomi.
Malang: Bayumedia dan
Lembaga Penerbitan &
Dokumentasi FIA – Unibraw.
Wahab, Solichin Abdul. 2011.
Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Malang:
UMM Press.
Zed, Mestika. 2008. Metode
Penelitian Kepustakaan.
Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Dokumen
World Bank. 1998. Public
Expenditure Management
Handbook. Washington D.C.
Dokumen Negara
Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Malang Tahun
2011
Kabupaten Malang Dalam Angka
Tahun 2012
Peraturan Daerah Kabupaten Malang
No. 11 Tahun 2013
Peraturan Daerah Kabupaten Malang
No. 17 Tahun 2013
Peraturan Daerah Kabupaten Malang
No. 2 Tahun 2011
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
13 Tahun 2006
Peraturan Menteri Dalam Negeri No,
32 Tahun 2011
Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak No. 11 Tahun 2011
Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak No. 12 Tahun 2011
Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak No. 13 Tahun 2011
Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak No. 14 Tahun 2011
Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun2007
Web
http://kla.or.id/index.php?option=co
m_content&view=article&id
=2252:kabupaten-malang-
meraih-penghargaan-
kabupaten-layak-anak-
tingkat-madya-tahun-
2013&catid=77:malang&Ite
mid=100 (diakses pada 24
April 2014 pukul 15:52)
http://www.malangkab.go.id (diakses
pada 11 November 2014 pukul
10.00)