Post on 16-Jan-2023
i
KARYA TULIS ILMIAH
LITERATURE REVIEW
KOMUNIKASI PEREKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN DENGAN
PERAWAT TERHADAP KELENGKAPAN PENGISIAN
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
ASRIANTI
17.03.177
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
MAKASSAR 2020
ii
LITERATURE REVIEW
KOMUNIKASI PEREKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN DENGAN
PERAWAT TERHADAP KELENGKAPAN PENGISIAN
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program
Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
KARYA TULIS ILMAH
Diajukansebagai salah satusyaratdalammenyelesaikanpendidikan
Program Studi Diploma 3 RekamMedis dan Informasi Kesehatan
Disusun dan diajukan oleh
ASRIANTI
NIM. 17.03.177
vii
ABSTRAK
ASRIANTI: LITERATURE KOMUNIKASI PEREKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN
DENGAN PERAWAT TERHADAP KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN PEMBIMBING: Ari Sukawan dan Ns.Zukri Malik
Latar Belakang: Dampak jika tidak adanya komunikasi antrara perekam medis dengan perawat
mengenai ketidaklengkapan pengisian dokumentasi keperawatan akan menyulitkan bagian analisis rekam
medis untuk mengolah data pasien dan menjadikan berkas rekam medis menjadi tidak akurat. Mengingat
banyaknya beban kerja perawat menjadikan perawat tidak punya waktu untuk melakukan pencatatan
dokumentasi, padahal dokumentasi tersebut menjadi bukti keamanan bagi pasien dan juga bermanfaat
bagi perawat dalam mengetahui perkembangan pasien. Tujuan: Untuk mengetahui kendala komunikasi
antara perekam medis dan perawat. Untuk mengetahui peran perekam medis dalam kolaborasi
interpresional. Metodologi: Pencarian artikel mengunakan database Google Scholar yang sesuai dengan
kriteria yang telah kita tetapkan, untuk menemukan literature atau artikel. Hasil Penelitian: Kendala
komunikasi perekam medis dan perawat yaitu banyaknya beban kerja perawat dan kesibukan perawat
dalam melayani pasien dan kurangnya wadah komunikasi antara perekam medis dengan perawat. Peran
Komunikasi dalam Kolaborasi Interprofessional yaitu melakukan sosialisasi, memonitoring dan evaluasi
secara rutin kepada tenaga kesehatan terutama tenaga perawat dan mengingatkan perawat dalam
pengisian dokumentasi keperawatan, melakukan pengawasan terhadap kelengkapan rekam medis.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa rata – rata kendala komunikasi perekam medis dan perawat
kurang baik karena kesibukan perawat dalam melayani pasien dan beban kerja yang tinggi sehingga sulit
untuk berkomunikasi. Peran perekam medis seperti melakukan sosialisasi, memonitoring, evaluasi serta
mengingatkan perawat dalam pengisian dokumentasi keperawatan.
Kata kunci: Komunikasi perawat dengan rekam medis, dan Kelengkapan dokumentasi keperawatan.
viii
ABSTRACT
ASRIANTI: COMMUNICATION LITERATURE OF MEDICAL RECORDER OF HEALTH
INFORMATION WITH NURSES ON COMPLETENESS OF COMPLETING NURSING
DOCUMENTATION SUPERVISOR: Ari Sukawan and Ms. Zukri Malik Background: The impact of the absence of communication between medical recorders and nurses
regarding the incomplete filling of nursing documentation will make it difficult for the medical record
analysis section to process patient data and make medical record files inaccurate. Given the large number
of workloads of nurses, nurses do not have time to record documentation, even though this
documentation is evidence of safety for patients and is also useful for nurses in knowing patient
progress. Objective: To determine the communication barrier between medical recorders and nurses. To
find out the role of the medical recorder in interactive collaboration. Methodology: Search for articles
using the Google Scholar database that matches the criteria we have set, to find literature or articles.
Results: Communication constraints between medical recorders and nurses are the large number of
workloads of nurses and nurses' busyness in serving patients and the lack of communication platforms
between medical recorders and nurses. The Role of Communication in Interprofessional Collaboration,
namely conducting routine outreach, monitoring and evaluation to health workers, especially nurses and
reminding nurses in filling out nursing documentation, monitoring the completeness of medical records.
Conclusion: It can be concluded that the average communication barrier between medical recorders and
nurses is not good because of the busyness of nurses serving patients and high workloads, making it
difficult to communicate. The role of medical recorders is such as socializing, monitoring, evaluating
and reminding nurses in filling out nursing documentation. Keywords: Nurse communication with medical records, and completeness of nursing documentation
ix
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan
baik dan tepat waktu. Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengambil judul
“KOMUNIKASI PEREKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN
DENGAN PERAWAT TERHADAP KELENGKAPAN PENGISIAN
DOKUMENTASI KEPERAWATAN”. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat
diselesaikan. Untuk itu ucapan yang tidak terhingga kepada Ayahanda Adil,
Ibunda Almh.Sariati, serta keluarga besarku yang telah memberikan dukungan
moril dan material, doa yang tulus serta kasih sayang Untuk itu rasa terima
kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak H. Sumardin Makka, S.KM, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat
Sulawesi Selatan.
2. Bapak Dr. Ns. Makkasau, M.Kes. M.EDN, selaku Ketua Stikes
Panakkukang Makassar.
3. Bapak Syamsuddin, A.Md.PK. SKM. M.Kes, selaku Ketua Program Studi
D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan STIKES Panakkukang
Makassar.
4. Bapak Ari Sukawan,S.St,M.Kes selaku pembimbing I yang senantiasa
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan tugas
x
akhir ini.
5. Bapak Ns.Zukri Malik,S.kep,M.Kep, selaku pembimbing II yang senantiasa
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
6. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf teknis dan administrasi STIKES
Panakkukang Makassar Program Studi D3 Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan.
7. Teristimewa kepada saudara-saudara, keluarga dan teman-teman penulis
yang telah memberikan inspirasi, motivasi, semangat dan doa-doanya
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini
Penulis menyadari akan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis
berharap kritik dan saran guna membantu penulis dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah.
Makassar, November 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Halaman Persetujuan ...................................................................................... iii
Halaman Pengesahan .......................................................................................v
Halaman Pernyataan Keaslian..........................................................................vi
Halaman Abstrak (Bahasa Indonesia) .............................................................vii
Halaman Abstract (Bahasa Inggris) ................................................................viii
Prakata ............................................................................................................ ix
Daftar Isi...........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Rekam Medis ..................................................... 7
B. Tinjauan Tentang Perekam Medis .................................................. 10
C. Tinjauan Tentang Kelengkapan Rekam Medis ............................... 12
D. Tinjauan Tentang Dokumen Keperawatan ..................................... 15
E. Tinjauan Tentang Komunikasi ........................................................ 18
xii
F. Tinjauan Tentang Perawat ............................................................... 24
G. Tinjauan Tentang Tenaga Perawat .................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 29
A. Desain Penelitian ........................................................................ 29
B. Pencarian literature ..................................................................... 29
1. Kata Kunci (keywords) .......................................................... 29
2. Database Pencarian ............................................................... 30
3. Strategi Pencarian .................................................................. 30
C. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi....................................................... 31
D. Sintesis Hasil Literature .............................................................. 32
1. Hasil Pencarian literature ...................................................... 32
2. Daftar Artikel Yang Memenuhi Kriteria................................ 34
E. Ekstraksi Data .............................................................................. 35
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 37
A. Hasil ............................................................................................. 37
B. Pembahasan ................................................................................. 40
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 48
A. Kesimpulan .................................................................................. 48
B. Saran ............................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 49
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi kesehatan yang didalamnyamengandung
pelayanan yang sangat kompleks, salah satunya yaitu menyajikanpelayanan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatanditunjukan pada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik sehatmaupun sakit. Perawat
merupakan anggota tim kesehatan yang menghadap masalah yang diberikan
ditentukan oleh kualitas berbagai komponenpelayanan termasuk keperawatan dan
sumber daya (WARSINI 2019).
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien (Herlina, Mattalatta et al. 2018).
Pendokumentasian merupakan bukti legal pelaksanaan pelayanan di rumah
sakit. Kualitas pelayanan disuatu rumah sakit salah satunya dapat dilihat dari
pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan. Pendokumentasian asuhan
keperawatan dilakukan sebagai bukti tindakan keperawatan sudah dilakukan
secara professional dan legal sehingga dapat memberikan perlindungan pada
perawat dan pasien.. Apabila pengisian rekam medis tidak lengkap maka akan
2
mengakibatkan informasi yang ada dalam rekam medis menjadi tidak tepat, tidak
akurat, dan tidak sah atau legal (Purwanti, Kurniasih et al. 2019).
Pendokumentasian asuhan keperawatan sebagai bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan keperawatan yang
berguna untuk kepentingan pasien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara
tertulis dengan tanggung jawab perawat dan merupakan bagian dari pelaksanaan
asuhan keperawatan yang menggunakan pendekatan proses keperawatan dan
memilliki nilai hukum yang sangat penting (Herlina, Mattalatta et al. 2018).
Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan sangat penting dan
komunikasi dapat berupa tulisan atau dengan bersifat verbal serta non-verbal. Cara
ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya komunikasi interpersonal yang
melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau dalam bentuk pertemuan yang bisa
melibatkan banyak orang. Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan
non verbal digunakan baik secara tersendiri atau sebagai pendukung dari
komunikasi tulisan yang dilakukan. Kesalahan komunikasi dalam suatu pelayanan
kesehatan biasa terjadi seperti halnya antara perekam medis dan perawat mengenai
kelengkapan dokumentasi keperawatan.(Prabowo 2017).
Dampak jika tidak adanya komunikasi antrara perekam medis dengan
perawat mengenai ketidaklengkapan pengisian dokumentasi keperawatan akan
menyulitkan bagian analisis rekam medis untuk mengolah data pasien dan
3
menjadikan berkas rekam medis menjadi tidak akurat yang dapat digunakan
sebagai standar akreditasi rumah sakit, indikator pelayanan mutu, bukti tanggung
jawab, serta tanggung gugat perawat dan sebagai sarana penilitian(Koto 2020).
Kelengkapan pengisian dokumentasi keperawatan dapat mempengaruhi
terhadap kegunaan rekam medis seperti administrasi, hukum, keuangan,
penelitian, pendidikan dan dokumentasi. Pengetahuan pelaksanaan
pendokumentasian harus dimiliki oleh berbagai profesi tenaga kesehatan salah
satunya adalah perawat.
Seorang perawat mempunyai peran dalam melaksanakan pendokumentasian
asuhan keperawatan dalam rekam medis. Proses keperawatan merupakan metode
ilmiah yang dipakai dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional.
Perawat, dimana saja ia bertugas, menghadapi klien dengan segala macam kasus,
dan melayani klien pada semua tingkat usia juga harus menggunakan proses
keperawatan. Perawat diharapkan memahami tentang konsep proses keperawatan
dan mampu menerapkan serta menyusunannya dalam sebuah dokumen status
kesehatan klien. karena informasi penting terkait perawatan dan kondisi
kesehatannya terabaikan. Jadi tujuannya adalah untuk mengurangi kesalahan
komunikasi perawat kepada pasien terkait kondisi kesehatannya dan penanganan
yang di berikan juga dapat berlangsung dengan baik (Purba 2019).
Mengingat banyaknya beban kerja perawat menjadikan perawat tidak punya
waktu untuk melakukan pencatatan dokumentasi, padahal dokumentasi tersebut
4
menjadi bukti keamanan bagi pasien dan juga bermanfaat bagi perawat dalam
mengetahui perkembangan pasien. Dokumentasi tidak hanya berisikan data-data
kondisi pasien namun juga tindakan-tindakan tenaga kesehatan. Jika dokumentasi
tidak lengkap akan menyulitkan bagian analisis rekam medis untuk mengolah data
pasien. Karena jika terjadi kesalahan dan ketidaksesuaian dalam perjalanan
penyakit pasien maka pasien bisa menuntut akan hal itu. Dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien, setiap langkah dari proses keperawatan
memerlukan pendokumentasian mulai dari tahap pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan harus
didokumentasikan (Sinulingga 2019).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil
Penelitian dengan judul “Komunikasi Perekam Medis Informasi Kesehatan Denga
nPerawat Terhadap Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Keperawatan.
Dalam literature review ini yang digunakan sebagai populasi adalah Perawat
dan Perekam medis dan outcome kelengkapan pengisian dokumentasi
keperawatan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana komunikasi perawat dengan petugas rekam medis mengenai
kelengkapan pengisian dokumentasi keperawatan?
5
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui komunikasi petugas rekam medis dengan petugas perawat
mengenai dokumentasi keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. mengetahui peran perekam medis dalam kolaborasi interpresional
b. mengetahui kendala komunikasi antara perekam medis dan perawat
D. Manfaat penulisan
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa dan tenaga perekam medis di rumah sakit, yaitu :
1.Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi, laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi penulis berikutnya tentang rekam medis, khususnya mengenai
komunikasi perawat dengan petugas rekam medis dalam kelengakapan
dokumentasi keperawatan.
b. Bagi penulis, hasil penulisan laporan kasus ini dapat menambah dan
meningkatkan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai
kelengkapan dokumentasi keperawatan untuk dijadikan sebagai bahan untuk
penulisan kasus sama lebih lanjut, serta pengetahuan yang baik dalam
bermitra dengan profesi lain.
6
2.Manfaat Praktis
a. Bagi rumah sakit, laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
upaya peningkatan kemitraan di Rumah Sakit.
b. Bagi tenaga rekam medis dan tenaga keperawatan, laporan kasus ini dapat
dijadikan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan kemitraan antar
profesi lain
.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang rekam medis
1.Definisi tentang rekam medis
Menurut permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis
pasal 1 ayat (1) bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang Rekam identitas pasien, pemeriksaan,pengobatan,tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Rekam medis adalah siapa, apa, dimana, dan bagaimana perawatan pasien
selama dirumah sakit ,untuk melengkapi rekam medis harus memiliki data yang
cukup tertulis dalam rangkaian kegiatan guna menghasilkan suatu diagnosis,
jaminan, pengobatan dan hasil akhir.
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam
tentang identitas, anamneses penentuan fisik laboratarium, diagnosa segala
pelayanan dan tindakan medic yang diberikan kepada pasien dan pengobatan
baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat
darurat.
8
2. Tujuan rekam medis.
Tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam medis baik dan benar
tertib administrasi dirumah sakit tidak akan berhasil sebagaimana yang
diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pembuatan rekam medis dirumah sakit bertujuan untuk mendapatkan
catatan atau dokumen yang akurat dan adekuat dari pasien, mengenai
kehidupan dan riwayat penyakit dimasa lalu dan sekarang, juga pengobatan
yang telah diberikansebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan.
Rekam medis dibuat untuk tertib administrasi dirumah sakit yang
merupakan salah satu faktor penentu dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan. (Rustiyanto, 2012:6).
3. Nilai guna rekam medis.
a. Bagi pasien
1) Menyedikan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang diterima
oleh pasien.
2) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang kedua kali
dan seterusnya.
9
3) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien
dalam kasus-kasus kompensasi pekerja kecelakaan pribadi atau mal
praktek.
b. Bagi fasilitas layanan kesehatan.
1) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja professional kesehatan.
2) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien.
3) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.
c. Bagi pemberi pelayanan
1) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga professional
dalam merawat pasien.
2) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan yang bersifat
berkesinambungan pada berbagai tingkatan pelayanan kesehatan.
3) Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan. (Rustiyanto,
2012:7).
4. Kegunaan rekam medis
a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya yang ikut
ambil bagian dalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan kepada
pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
10
c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit, pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat dirumah sakit.
d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya.
f. Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna untuk penelitian dan
pendidikan.
g. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis
pasien.
h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan(rustiyanto 2009).
B. Tinjauan Perekam medis informasi kesehatan.
1. Definisi tentang perekam medis
Menurut Permenkes No. 55 tahun 2013 tentang penyelenggaraan Pekerjaan
Perekam Medis pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa perekam medis adalah
seorang yang telah lulus pendidikan rekam medis dan informasi kesehatan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
11
2. Hak perekam medis
Menurut Permenkes No. 55 tahun 2013 tenteang Penyelenggaran pekerjaan
Rekam medis pasal 17 menyatakan bahwa dalam menjalankan pekerjaannya,
perekam medis mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pekerjaan rekam
medis dan informasi kesehatan sesuai standar profesi perekam medis.
b. Memperoleh informasi kesehatan yang lengkap dan jujur dari klien dan/ atau
keluarganya.
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi.
d. Menerima imbalan jasa profesi.
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.Kewajiban perekam medis.
Menurut Permenkes No. 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
pekerjaan Perekam medis pasal 18 menyatakan bahwa dalam melaksanakan
pekerjaannya, perekam medis mempunyai kewajiban:
a. Menghormati hak pasien/klien.
b. Menyimpan rahasia pasien/ sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
c. Memberikan data dan informasi kesehatan berdasarkan kebutuhan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12
d. Membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
e. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedurb
operasional.
C. Tinjauan Kelengkapan Rekam medis
1. Definisi kelengkapan rekam medis
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2005:600) kelengkapan
adalah perihal lengkap, kegenapan , kekompetenan.
Menurut Dirjen Yanmed (2006:7) kelengkapan rekam medis adalah kajian
atau telah yang dilakukan kepada jumlah lembaran-lembaran rekam medis sesuai
dengan lamanya perawatan meliputi kelengkapan rekam medis, paramedik dan
penunjang medik sesuai prosedur yang ditetapkan.
Berdasarkan keputusan Menteri kesehatan No. 129/MENKES/SK/II/2008
tentang standar pelayanan minimal Rumah sakit bahwa rekam medis yang telah
diisi lengkap oleh dokter dalam waktu < 24 jam setelah pasien rawat inap
diputuskan untuk pulang, yang meliputi identitas pasien, anamnesis, rencana
asuhan, pelaksanaan asuhan, tindak lanjutdan resume dengan standar
kelengkapan 100%.
13
2. Kelengkapan isi rekam medis
Rekam medis harus dibuat secara lengkap dan jelas baik secara tertulis
maupun secara elektronik. Isi rekam medis dibedakan berdasarkan jenis
pelayanan yang dilakukan. Isi dari rekam medis dapat dibedakan menjadi
rekam medis rawat jalan, rekam medis rawat inap, rekam medis gawat darurat,
dan rekam medis pasien dalam keadaan bencana. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 pasal 3.
Rekam medis rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
sekurangkurangnya memuat :
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis yang mencakup keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
e. Diagnosis
f. Rencana tatalaksana
g. Pengobatan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
14
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
Rekam medis yang lengkap dapat memberikan banyak keuntungan,
diantaranya adalah dapat membantu koordinasi, menyediakan informasi dan
juga sebagai sarana komunikasi tim multidisiplin. Oleh karena itu, beberapa
informasi yang harus terdapat dalam rekam medis diantaranya :
a. Demografi pasien
b. Keluhan utama atau alasan yang menyebabkan pasien ke fasilitas pelayanan
kesehatan
c. Ruang lingkup pemeriksaan
d. Hasil pemeriksaan yang positif
e. Hasil pemeriksaaan negative yang relevan
f. Hasil pemeriksaan laboratorium
g. Diagnosis atau kesan
h. Rencana manajemen yang jelas dan tindakan yang disetujui
i. Detail perawatan dan rekomendasi pengobatan di masa mendatang
j. Obat yang diberikan, diresepkan atau diperbaharui dan segala jenis alergi obat
18
k. Instruksi tertulis dana tau informasi pendidikan yang diberikan kepada
pasien
l. Dokumentasi komunikasi dengan pasien dan keluarga
15
m. Tanggal kunjungan kembali yang disarankan
Setiap data yang terdapat pada rekam medis harus diberi tanggal, waktu
dan terbaca dengan jelas. Jika terdapat penundaan, waktu kejadian dan
penundaan harus dicatat serta keterlambatannya. Singkatan harus dihindari
karena dapat menjadi ambigu. Kecuali jika singkatan tersebut merupakan
singkatan yang sudah umum dan lazim dipergunakan. Rekam medis juga harus
dibuat secara objektif tentang apa yang dilakukan dan dikatakan pasien yang
mengarahkan dokter saat menegakkan diagnosis. Selain itu harus juga
disertakan dokumentasi tentang ketidakpatuhan, kegagalan pasien mengikuti
saran, minum obat, konsultasi yang diminta, atau tindakan lain yang dapat
berkontribusi pada cedera atau keterlambatan dalam penanganan medis. apabila
terdapat konsultasi via telepon mengenai pasien, harus didokumentasikan nam,
tanggal, konten, termasuk tindakan yang diambil (Mathioudakis,2016)
D. Tinjauan dokumentasi keperawatan.
1. Definisi dokumentasi keperawatan
Menurut Asmadi (2008) dokumentasi merupakan pernyataan tentang kejadian
atau aktifitas yang otentik dengan membuat catatan tertulis.
Dokumentasi keperawatan berisi hasil aktivitas keperawatan yang dilakukan
perawat terhadap klien, mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
Dokumentasi keperawatan berisi kegiatan pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan perawat terhadap pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada
16
klien, berguna untuk klien, perawat dan tim kesehatan lain sebagai tangung
jawab perawat dan sebagai bukti dalam persoalan hukum (Praptiningsih,2006).
2. Tujuan dokumentasi keperawatan
Tujuan dokumentasi sebagai sesuatu informasi yang tertulis, dokumentasi
keperawatan merupakan media komuniaksi yang efektif antar profesi dalam
suatu tim pelayanan kesehatan pasien. Disamping itu dokumentasi keperawatan
bertujuan untuk perencanaan perawatan pasien sebagai indikator kualitas
pelayanan kesehatan, sumber data unutk penelitian bagi pengembangan ilmu
keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan
pelaksanaan asuhan keperawatan serta sebagai sarana pendidikan bagi para
mahasiswa (Achmadi, Pondaag, dan Babakal, 2015).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan dokumentasi keperawatan
a. Motivasi perawat dalam proses dokumentasi asuhan keperawatan
Motivasi seseorang dalam mengisi dokumentasi asuhan keperawatan akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas data yang ada pada dokumen rekam
medis tersebut, motivasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
pekerjaan. Ketika beban kerja di ruang bedah tinggi maka motivasi kerja dari
perawat pun semakin menurun namun tidak semua perawat memiliki motivasi
yang rendah, tergantung terhadap perawat itu sendiri. Menurunya motivasi
seorang perawat akan berpengaruh terhadap pemberian pelayanan kesehatan
17
pada pasien terutama cara penyampaian informasi kesehatan pada pasien
(Noviari and Susanti 2015).
b. Pengetahuan perawat tentang dokumentasi asuhan keperawatan yang
dikatakan lengkap
Dokumentasi bukan hanya sekedar menuliskan sesuatu dalam lembar
pencatatan, tetapi harus lebih dahulu memikirkan dan menganalisis apa yang
akan dan harus dicatat. Terkadang dalam proses dokumentasi asuhan
keperawatan masih ada yang terlewat tidak diisi hal ini disebabkan oleh
tingginya kesibukan perawat, pengetahuan perawat tentang kelengkapan
dokumentasi asuhan keperawatan dianggap belum sepenuhnya mengetahui.
Pengetahuan terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan tersebut
dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaannya. Dimana ketika
seorang perawat lupa tidak mengisi dokumentasi asuhan keperawatan
walaupun hanya satu poin saja akan dianggap biasa saja tanpa adanya
kemauan untuk merubah kebiasaan tersebut (Noviari and Susanti 2015).
E. Tinjauan tentang komunikasi
1. Definisi tentang komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi merujuk pada proses
pernyataan yang melibatkan dua orang atau lebih. Fungsi komunikasi adalah
18
mampu mengendalikan perilaku orang lain atau anggota suatu kelompok melalui
beberapa aturan yang disepakati (Prabowo 2017).
Istilah komunikasi (communication) secara etimologis berasal dari bahasa
latin yaitu communis ini memiliki makna “berbagi” atau “menjadi milik
bersama”, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi merupakan
suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada proses penyataan yang melibatkan
dua orang atau lebih. Sejalan dengan komunikasi menurut Onong Uchjana
Effendy, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan
ataupun melalui mediaTujuan komunikasi.
Komunikasi terjadi tentu memiliki tujuan. Seorang berkomunikasi dengan
orang lain memiliki alasan mengapa dia harus berkomunikasi. Berikut tujuan dari
komunikasi,Melalui komunikasi, maka pesan yang disampaikan komunikator
dapat dimengerti oleh komunikan. Agar dapat dimengerti oleh komunikan maka
komunikator perlu menjelaskan pesan utama dengan sejelasjelasnya dan sedetail
mungkin.
a. Melalui komunikasi, maka komunikator dapat memahami komunikan, atau
sebaliknya. Dengan melakukan komunikasi, setiap individu dapat memahami
individu yang lain dengan kemampuan mendengarkan apa yang dibicarakan
orang lain.
19
b. Melalui komunikasi, komunikator berusaha supya pendapat atau pesan dapat
diterima oleh komunikan. Komunikasi dan pendekatan persuasif merupakan
cara agar gagasan bisa diterima oleh orang lain.
c. Melalui komunikasi, komunikator dapat menggerakkan orang lain untuk
melakukan tindakan. Komunikasi yang dilakukan dengan pendekatan
persuasif mampu membangun persamaan presepsi dengan orang lain
(khalayak) kemudian menggerakkannya sesuai keinginan komunikator.
2. Unsur komunikasi
Komunikasi terjadi jika memenuhi unsur-unsur di bawah ini:
a. Sumber (source)
Sumber adalah dasar dalam penyampaianpesan dalam rangka memperkuat
pesan itu sendiri. Sumber komunikasi bisa dari orang/perorangan, lembaga,
media cetak, data-data, dan buku.
b. Komunikator (communicator)
Komunikator adalah pelaku yang menyampaikan atau meneruskan pesan
kepada individu. Komunikator dapat juga berupa kelompok atau organisasi.
c. Pesan (message)
Pesan adalah keseluruhan isi yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan. Pesan mempunyai peran utama sebagai pengarah perilaku,
sehingga melalui pesan, kita bisa mengubah sikap dan tingkah laku orang lain.
20
d. Saluran (channel)
Saluran adalah media yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Saluran
komunikasi berupa saluran formal (resmi) dan saluran informal (tidak resmi).
Saluran formal adalah saluran yang mengikuti garis wewenang dari suatu
organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahannya, sedangkan
saluran informal adalah saluran yang berupa desas-desus, kabar burung dan
kabar angin.
e. Komunikan/pendengar/penerima/audiens (receiver)
Komunikan adalah penerima pesan dalam komunikasi yang berupa individu,
kelompok, dan bisa juga khalayak ramai.
f. Umpan balik (feed back)
Umpan balik (feed back) adalah reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan, yang dimanfaatkan oleh sumber untuk memperbaiki dan
ataupun menyempurnakan komunikasi yang dilakukan. Dengan adanya reaksi
ini, sumber akan mengetahui apakah komunikasi berjalan dengan baik atau
tidak. Jika hasilnya baik disebut positif dan jika hasilnya buruk disebut
negative.
g. Hasil/efek (effect)
Efek merupakan hasil akhir dari suatu komunikasi dengan bentuk terjadinya
perubahan sikap dan perilaku komunikan. Perubahan itu bisa sesuai keinginan
atau tidak sesuai dengan keinginan komunikator.
21
3. Jenis komunikasi.
Komunikasi digolongkan menjadi 3 kategori jenis komunikasi antara lain yaitu:
1. Komunikasi lisan dan tulisa
Dasar dari penggolongan komunikasi lisan dan tulisan ini adalah bentuk pesan
yang disampaikan, pada komunikasi antar pribadi komunikasi jenis ini yang
paling banyak dilakukan. Komunikasi lisan merupakan jenis komunikasi yang
disampaikan secara lisan atu berinteraksi dengan menggunakan suara
mulut/berbicara. Sedangkan komunikasi secara tertulis disampaikan melalui
media atau sarana tulisan, baik berupa pesan singkat melalui gawai, atau
tertulis melalui surat.
2. Komunikasi verbal dan nonverbal
Menurut buku manajemen keperawatan, komunikasi verbal adalah
komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Komunikasi ini dapat terjadi secara langsung, yaitu melalui tatap muka, atau
tidak langsung, yakni melalui telepon, tulisan, telekonferen, dan lainlain.
Sementara itu, komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang
disampaikan melalui bahasa tubuh. Menurut Dimbley dan Burton dalam
Roger , komunikasi nonverbal dapat berupa gerakkan tubuh, posisi tubuh,
ekspresi wajah, tatapan muka, jarak, nada suara, pakaian, dan sentuhan.
22
Dalam prosesnya, baik komunikasi verbal maupun nonverbal dapat
berlangsung satu arah maupun dua arah. Komunikasi satu arah adalah
komunikasi yang terjadi tanpa ada umpan balik (feed back), komunikasi ini
biasanya bersifat koersif, yakni berupa perintah atau instruksi.
Bentuk komunikasi verbal efektif yaitu:
1) Berlangsung secara timbal balik.
2) Makna pesan dapat disampaikan secara ringkas dan jelas.
3) Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami.
4) Cara penyampaian mudah diterima.
5) Disampaikan secara tulus
6) Mempunyai tujuan yang bisa ditangkap jelas.
7) Memperhatikan norma yang berlaku.
8) Disertai dengan humor atau cara-cara menyenangkan lainnya.
Bentuk komunikasi nonverbal efektif yaitu:
1) Penampilan fisik yang meyakinkan lawan bicara.
2) Sikap tubuh dan gesture.
3) Ekspresi wajah.
4) Sentuhan.
3. Komunikasi vertikal dan horizontal.
Komunikasi vertikal terjadi saat pimpinan perusahaan/ organisasi memberikan
instruksi kepada bawahan dan karyawannya. Sedangkan komunikasi secara
23
horizontal yakni komunikasi antara karyawan dengan karyawan, baik yang
berlangsung secara formal maupun nonformal. Komunikasi efektif.
Komunikasi dikatakan efektif apabila:
1) Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang
dimaksud oleh pengirimnya.
2) Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan
ditindak lanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim (chalouiss
2011).
4. Peran Komunikasi
Peran penting komunikasi kesehatan juga tercermin dalam judul pengantar
"The Healthy People 2010 Information" yang menyatakan "use communication
strategically to improve health". Artinya, tidak ada jalan lain menyukseskan
kesehatan individu dan masyarakat kecuali dengan memanfaatkan jasa
komunikasi. Atas pertimbangan itu, maka semua analisis dan upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia harus mengikutsertakan peranan ilmu
komunikasi, terutama strategi komunikasi, untuk menyebarluaskan informasi
yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas masyarakat agar dapat
membuat keputusan yang tepat sehubungan dengan kesehatan (Rahmadiana
2012).
24
F. Tinjauan tentang komunikasi interpersonal
1. Pengertian komunikasi interpersonal
Definisi komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antar dua
orang untuk membentuk sebuah hubungan, komunikasi tersebut dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kesamaan tertentu (Utami 2019).
Pentingnya situasi komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis.Komunikasi yang berlangsung
secara dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Monolog menunjukkan
suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara dan yang lain menjadi
pendengar, jadi tidak terjadi interaksi. Dialog adalah bentuk komunikasi
interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam
komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan
pendengar secara bergantian. Pentingnya bagi komunikator adalah karena ia
dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya, yang penting untuknya
mengubah sikap, pendapat atau prilakunya sehingga komunikator dapat
mengarahkanya ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan (Utami 2019).
Dibanding dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi
interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini dan perilaku komunikan.Hal ini disebabkan komunikasi interpersonal
25
umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face).Pada saat tatap muka
antara pembicara dengan pendengar terjadi kontak pribadi (personal
contact).Pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.Ketika pesan
disampaikan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback), pada saat
itu komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan terhadap pesan yang
disampaikan (Utami 2019).
2. Hambatan Komunikasi Interpersonal
a. Hambatan penyaringan pesan merupakan faktor utama dari penyaringan
adalah jumlah tingkatan dalam struktur suatu organisasi, semakin banyak
tingkatan vertikal dalam hierarki organisasi semakin banyak kesempatan
terjadi penyaringan.
b. Kesalahan persepsi, dimana penerima dalam proses komunikasi secara selektif
melihat dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar
belakang dan karakteristik pribadi mereka.
c. Kelebihan informasi, dimana setiap pribadi memiliki kapasitas untuk
memproses data, ketika informasi harus diolah melebihi kapasitas pemrosesan
dan hasilnya melebihi informasi (Utami 2019).
3. Peran perekam medis dalam kolaborasi interpersonal
Peran perekam medis dalam kolaborasi interpersonal memiliki tujuan agar
dapat mencapai tingkat mutu yang tinggi dalam memberikan pelayanan
terhadap keselamatan pasien, sehingga tercipta kolaborasi yang terakreditasi
26
secara baik dan professional untuk meningkatkan keselamatan pasien saat di
rumah sakit(Utami 2019).
G.Tinjauan tentang tenaga perawat
1. Definisi tentang tenaga perawat
Menurut UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan pasal 1 ayat (1)
menyatakan bahwa keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadan sakit maupun
sehat.
Menurut UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan pasal 1 ayat (2)
menyatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Peran perawat
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang
lain (dalam hal ini adalah perawat) untuk berproses dalam system sebagai berikut:
a. Pemberi asuhan keperawatan.
b. Pembela pasien.
c. Pendidik tenaga perawat dan masyarakat.
d. Koordinator dalam pelayanan pasien
e. Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat.
f. Konsultan/penasihat pada tenaga kerja dan klien.
27
g. Pembaharu sistem, metodologi dan sikap(Ardika and Bhima 2012).
3.Fungsi perawat
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber
yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasikan proses keperawatan.
f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan
studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan
dan praktek keperawatan.
g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,
keluarga, kelompok serta masyarakat.
h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam
melaksanakan kegiatan keperawatan(chalouiss 2011, Ardika and Bhima 2012).
28
BAB III
METODE PENILITIAN
A. Desain Penelitian
Penilitian ini adalah Literature Review dengan menggunakan metode
tradisional atau Narative review yaitu dengan mengumpulkan, mengindentifikasi,
mengevaluasi dan menginterpretasikan beberapa jurnal terkait kelengkapan
pengisisan dokumentasi keperawatan.
Dari 2 jurnal penilitian yang dilakukan review terdapat 1 penilitian yang
menggunakan penelitian Analitik Observasional dengan pendekatan Crossectiona
dan 1 menggunakan penilitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan
pendekatan observasional.
B. Pencarian Literature Review
1. Kata Kunci
Kata kunci merupakan suatu kata yang menonjol (significant) dalam
pencarian sebuah database, sehingga kata kunci disusun sebaik mungkin untuk
menghasilkan database yang spesifik sesuai dengan judul yang diangkat.
Adapun kata kunci yang digunakan dalamn pencarianj jurnal database
adalah komunikaisi perawaat dengan rekam medis dan kelengkpan dokumentasi
keperawatan.
29
Table 1
Kata Kunci
Komunikasi perawat
rekam medis
OR
Nurse communication
medical records
AND
Kelengkapan dokumentasi
keperawatan
OR
Completeness of nursing
documentation
2. Database Pencarian
Database pencarian jurnal pada penelitian ini menggunakan database
Google Scholar.
3. Strategi Pencarian
Stategi pencarian yang digunakan untuk mendapatkan literature atau
artikel yang dicari sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dengan
menggunakan strategi Boolean System yaitu perintah yang digunakan pada
mesin pencarian seperti penggunaan kata AND, OR , NOT pada kata kunci,
maka hal ini berarti memberikan perintah untuk memunculkan artikel dengan
kata kunci
30
Tabel 3.1
Strategi Pencarian Jurnal
DATABASE STRATEGI PENCARIAN JURNAL
Google Scholar Komunikasi And perekam medis And
kelengkapan And dokumentasi keperawatan
perwat And
C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau syarat yang harus dipenuhi artikel tersebut
agar bisa dijadikan data untuk dilakukan literature review. Kriteria ekslusi adalah
indikator ketika itu ditemukan pada artikel tersebut maka artikel tersebut tidak
diambil dalam proses literature review.
Adapun kriteria inklusi dan kriteria ekslusi pada literature ini yaitu:
Tabel 3.2
Kriterian Inklusi dan Eksklusi
INKLUSI EKSKLUSI
Artikel tahun 2013-2020. Sebelum artikel 2013-2020.
31
Kelengkapandokumentasi keperawatan Berkaitan dengan kelengkapan dokumentasi
keperawatan tetapi tidak bisa di download.
Komunikasi perekam medis dan perawat
terhadap dokumentasi keperawatan
Jurnal hanya menampilkan abstrak atau
tidak fulltext
Peran Perekam Medis dalam Kolaborasi
Interprofessional
D. Sintesis Hasil Literature
1.Hasil pencarian literature
Berdasarkan hasil pencarian jurnal di database google scholar penulis
dapatkan sejumlah jurnal sesuai dengan kata kunci strategi pencarian penulis
yang dilakukan, dari sejumlah jurnal tersebut penulis akan menyeleksi sesuai
dengan kriteria inklusi yang telah penulis tetapkan. Setelah melihat jenis
jurnalnya dari 2 jurnal semuanya fulltext maka penulis bisa melakukan sinetesis
hasil literaturdengan mengambil jurnal yang hanya bisa memenuhi inklusi yang
telah penulis tetapkan.
32
Hasil Literaratur Review akan dijelaskan sesuai tema beriku:
Identifikasi jurnal
berdasarkan database
google scholar(n=1870)
Identifikasi judul dan
skrining (n=1843)
Id entifikasi abstrak
dan skrining (n=27)
Dikeluarkan (n=23)
Partisipan : Tidak berfokus
pada komunikasi perekam
medis dan perawat (n=10)
Intervensi : Ti dak sesuai
kriteria inklusi (n=10 )
Outcome : Tidak membahas
kelengkapan pengisian
dokumentasi keperawatan
(n=5)
Dikeluarkan (n=1843)
Partisipan : Judul jurnal
tidak sesuai dengan
perekam medis dan perawat
(n=1500)
Intervensi : Tidak ada
hubungan komunikasi
(n=339)
Outcome : Berkaitan
dengan kelengkapan
pengisian dokumentasi
keperawatan tetapi tidak
bias di download (n=4)
Full text dan
sesuai kriteria
inklusi (n=2 )
33
a. Kelengkapan dokumentasi keperawatanKomunikasi perekam medis dan
perawat terhadap dokumentasi keperawatan.
b. Peran Perekam Medis dalam Kolaborasi Interprofessional
2. Daftar jurnal yang memenuhi kriteria
a. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Rekam Medis Dengan
Kelengkapan Pengisian Catatan Keperawatan Pada Instalasi Rawat Inap Di
Rumah Sakit At-Turots Al Islamy Sleman.
b. Pendokumentasian standar asuhan keperawatan Di rumah sakit umum
daerah mamuju, indonesia.
34
E. Ekstraksi data
No
Nama peneliti
(Author), Th
Judul Desain penilitian Populasi
sampel
Penghambat komunikasi
terkait dokumentasi
keperawatan
Peran perekam medis
1 Sri Utami,
Amalina Tri
Susilani &
Fahmi
Hakam
(2016)
Hubungan Tingkat
Pengetahuan
Tentang Rekam
Medis Dengan
Kelengkapan
Pengisian Catatan
Keperawatan Pada
Instalasi Rawat
Inap Di Rumah
Sakit At-Turots Al
Islamy Sleman
Analitik
Observasional
dengan pendekatan
Crossectional
5 berkas Banyaknya beban kerja
perawat
Melakukan sosialisasi,
Memonitoring dan
evaluasi secara rutin
kepada tenaga kesehatan
terutama tenaga perawat
35
2 Supratti &
Ashriady
(2016)
Pendokumentasian
standar asuhan
keperawatan
Dirumah sakit umum
daerah mamuju,
indonesia
Kuantitatif
deskriptif dengan
pendekatan
observasional
1.Kesibukan perawat
dalam melayanipasien
2.Kurangnya wadah
komunikasi antara
perekam medis dan
perawat
1.Mengingatkan perawat
dalam pengisian
dokumentasikeperawa
tan
2. Melakukan
pengawasan terhadap
kelengkapan rekam
medis
3. Perlu diadakan
pelatihan tentang
asuhan keperawatan
secara
berkesinambungan
36
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada bab ini penulis mendiskripsikan beberapa sumber dari literature
tentang Komunikasi perekam medis dengan perawat terhadap kelengkapan
pengisian dokumentasi keperawatan. Penulis melakukan pencarian dan
pengumpulan jurnal ilmiah pada periode tahun 2015 sampai dengan tahun
2020.
Berdasarkan hasil pencarian literature, penulis menemukan dua jurnal
yang memenuhi kritria inklusi. Hasil penelitian tersebut berhubungan dengan
Komunikasi perekam medis dengan perawat terhadap kelengkapan pengisian
dokumentasi keperawatan. Adapun hasil literature yang penulis dapatkan
disajikan berdasarkan tabel penyajian hasil pencarian literature sebagai
berikut :
37
Table 4.1
Penyajian hasil pencarian literature
No Nama
penulis
(author)Th
Nama jurnal
(Vol.No)
Judul Metode
(Desain,
Populasi,
Variabel)
Hasil penilitian Sumber
Database Peran Perekam Medis dalam
Kolaborasi
Interprofessional
Kendala Komunikasi
Perekam Medis dan Perawat
1. Sri Utami,
Amalina Tri
Susilani &
Fahmi
Hakam
(2016)
Jurnal
permata
Indonesia
(vol 7 no 1)
Hubungan Tingkat
Pengetahuan
Tentang Rekam
Medis Dengan
Kelengkapan
Pengisian Catatan
Keperawatan Pada
Instalasi Rawat
Inap Di Rumah
Sakit At-Turots Al
Islamy Sleman
Analitik
Observasional
dengan
pendekatan
Crossectional
Melakukan sosialisasi,
Memonitoring dan evaluasi secara
rutin kepada tenaga kesehatan
terutama tenaga perawat
Banyaknya beban
kerja perawat
Scholar
38
2 Supratti &
Ashriady
(2016)
Jurnal
keperawatan
poltekkes
mamuju
(vol 2 no 1)
Pendokumentasian
standar asuhan
keperawatan Di
rumah sakit umum
daerah mamuju,
indonesia
Kuantitatif
deskriptif
dengan
pendekatan
observasional
1.
Mengingatkanpera
wat dalam
pengisian
dokumentasi
keperawatan
2. Melakukan pengawasan
terhadap kelengkapan
rekam medis
3. Perlu diadakan pelatihan
tentang asuhan
keperawatan secara
berkesinambungan
1. Kesibukan perawat
dalam melayani
pasien
2. Kurangnya wadah
komunikasi
perekam medis dan
perawat
Scholar
39
Berdasarkan tabel 4.1 diatas Pada tabel diatas juga menunjukkan bahwa peran
perekam medis dalam Kolaborasi Interprofessional pada penelitian Sri Utami, Amalina
Tri Susilani & Fahmi Hakam (2016) yaitu melakukan sosialisasi, memonitoring dan
evaluasi secara rutin kepada tenaga kesehatan terutama tenaga perawat. Sedangkan
pada penelitian Supratti & Ashriady (2016) yaitu mengingatkan perawat dalam
pengisian dokumentasi keperawatan, melakukan pengawasan terhadap kelengkapan
rekam medis, Perlu diadakan pelatihan tentang asuhan keperawatan secara
berkesinambungan.
Pada tabel diatas juga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi kendala
komunikasi perekam medis dan perawat pada penelitian Sri Utami, Amalina Tri
Susilani & Fahmi Hakam (2016) yaitu banyaknya beban kerja perawat. Sedangkan pada
penelitian Supratti & Ashriady (2016) yaitu kesibukan perawat dalam melayani pasien
dan kurangnya wadah komunikasi antara perekam medis dengan perawat.
B. Pembahasan
1. Peran perekam medis dalam kolaborasi interpresional
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peran perekam medis dalam
kolaborasi interpresional sudah sesuai dengan Peran perekam medis dalam
kolaborasi interpresional peran yang ditetapkan dimana peranan tersebut yaitu
pada penelitian Sri Utami, Amalina Tri Susilani & Fahmi Hakam (2016)
melakukan sosialisasi, memonitoring dan evaluasi secara rutin kepada tenaga
kesehatan terutama tenaga perawat. Sedangkan pada penelitian Supratti &
40
Ashriady (2016) mengingatkan perawat dalam pengisian dokumentasi
keperawatan, melakukan pengawasan terhadap kelengkapan rekam medis,
Perlu diadakan pelatihan tentang asuhan keperawatan secara
berkesinambungan.
Peran perekam medis dalam kolaborasi interpresional memiliki tujuan
agar dapat mencapai tingkat mutu yang tinggi dalam memberikan pelayanan
terhadap keselamatan pasien, sehingga tercipta kolaborasi yang terakreditasi
secara baik dan professional untuk meningkatkan keselamatan pasien saat di
rumah sakit.
Pentingnya situasi komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis.Komunikasi yang berlangsung
secara dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Monolog menunjukkan
suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara dan yang lain menjadi
pendengar, jadi tidak terjadi interaksi. Dialog adalah bentuk komunikasi
interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi.
Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda,
masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.
Pentingnya bagi komunikator adalah karena ia dapat mengetahui diri
komunikan selengkap-lengkapnya, yang penting untuknya mengubah sikap,
pendapat atau prilakunya sehingga komunikator dapat mengarahkanya ke
suatu tujuan sebagaimana ia inginkan (Utami 2019).
41
Dampak dari kolaborasi yang buruk adalah tingginya kesalahan dalam
pembuatan resep di Indonesia akibat dari kesalahan dalam penulisan resep
dokter, apoteker yang tidak tepat dalam penyiapan obat dan pemberian
informasi mengenai obat tersebut. Selain itu disebabkan karena efek samping
obat dan kesalahan selama perawatan, hal ini muncul karena buruknya
kolaborasi antar profesi kesehatan. Kesalahan yang terjadi di pelayanan
kesehatan diakibatkan oleh buruknya komunikasi dan kurangnya pemahaman
anggota tim(Purba 2019).
Olehnya itu peneliti berpendapat bahwa peran Peran perekam medis
dalam kolaborasi interpresional sangat penting terhadap kegiatan pelayanan
pasien karena dengan adanya peran perekam medis dapat mengontrol adanya
ketidaklengkapan berkas rekam medis terkhusus pada pencatatan dokumentasi
keperawatan. Jadi apabila terjadi ketiudaklengakapan dokumentasi
keperawatan yang dilakukan oleh perawat maka perlunya peran perekam
medis dalam kaloborasi interpersonal seperti perlu adanya Melakukan
sosialisasi, Memonitoring dan evaluasi secara rutin kepada tenaga kesehatan
terutama tenaga perawat, Mengingatkan perawat dalam pengisiandokumentasi
keperawatan Melakukan pengawasan terhadap kelengkapan rekam medis,
Perlu diadakan pelatihan tentang asuhan keperawatan secara
berkesinambungan.
42
2. Kendala komunikasi perekam medis dan perawat
Komunikasi merupakan suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi merujuk pada proses
pernyataan yang melibatkan dua orang atau lebih. Fungsi komunikasi adalah
mampu mengendalikan perilaku orang lain atau anggota suatu kelompok
melalui beberapa aturan yang disepakati (Prabowo 2017).
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa komunikasi antara perekam medis dan
perawat belum efektif karena masih terdapat kendala seperti pada penelitian Sri
Utami, Amalina Tri Susilani & Fahmi Hakam (2016) didapatkan banyaknya beban
kerja perawat. Sedangkan pada penelitian Supratti & Ashriady (2016) didapatkan
kesibukan perawat dalam melayani pasien dan kurangnya wadah komunikasi antara
perekam medis dengan perawat.
Penelitian ini tidak sesuai dengan (Noviari and Susanti 2015) Dokumentasi
bukan hanya sekedar menuliskan sesuatu dalam lembar pencatatan, tetapi harus
lebih dahulu memikirkan dan menganalisis apa yang akan dan harus dicatat.
Terkadang dalam proses dokumentasi asuhan keperawatan masih ada yang terlewat
tidak diisi hal ini disebabkan oleh tingginya kesibukan perawat, pengetahuan
perawat tentang kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan dianggap belum
sepenuhnya mengetahui. Pengetahuan terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan tersebut dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaannya.
Dimana ketika seorang perawat lupa tidak mengisi dokumentasi asuhan
43
keperawatan walaupun hanya satu poin saja akan dianggap biasa saja tanpa adanya
kemauan untuk merubah kebiasaan tersebut maka perlu adanya komunikasi antara
perekam medis dan perawat mengenai pengisian dokumentasi keperawatan.
Menurut (Koto 2020) bahwa komunikasi perekam medis dan perawat dalam
pengisian dokumentasi keperawatan perlu dilakukan karena jika tidak akan
menyulitkan bagian analisis rekam medis untuk mengolah data pasien dan
menjadikan berkas rekam medis menjadi tidak akurat yang dapat digunakan sebagai
standar akreditasi rumah sakit, indikator pelayanan mutu, bukti tanggung jawab,
serta tanggung gugat perawat dan sebagai sarana penelitian.
Komunikasi digolongkan menjadi 3 kategori jenis komunikasi antara lain
yaitu:
a. Komunikasi lisan dan tulisan
Dasar dari penggolongan komunikasi lisan dan tulisan ini adalah
bentuk pesan yang disampaikan, pada komunikasi antar pribadi komunikasi
jenis ini yang paling banyak dilakukan. Komunikasi lisan merupakan jenis
komunikasi yang disampaikan secara lisan atu berinteraksi dengan
menggunakan suara mulut/berbicara. Sedangkan komunikasi secara tertulis
disampaikan melalui media atau sarana tulisan, baik berupa pesan singkat
melalui gawai, atau tertulis melalui surat.
44
b. Komunikasi verbal dan nonverbal
Menurut buku manajemen keperawatan, komunikasi verbal adalah
komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Komunikasi ini dapat terjadi secara langsung, yaitu melalui tatap muka,
atau tidak langsung, yakni melalui telepon, tulisan, telekonferen, dan lain-
lain. Sementara itu, komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang
disampaikan melalui bahasa tubuh. Menurut Dimbley dan Burton (1992)
dalam Roger (2000), komunikasi nonverbal dapat berupa gerakkan tubuh,
posisi tubuh, ekspresi wajah, tatapan muka, jarak, nada suara, pakaian, dan
sentuhan.
Dalam prosesnya, baik komunikasi verbal maupun nonverbal dapat
berlangsung satu arah maupun dua arah. Komunikasi satu arah adalah
komunikasi yang terjadi tanpa ada umpan balik (feed back), komunikasi ini
biasanya bersifat koersif, yakni berupa perintah atau instruksi.
Bentuk komunikasi verbal efektif yaitu:
1) Berlangsung secara timbal balik.
2) Makna pesan dapat disampaikan secara ringkas dan jelas.
3) Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami.
4) Cara penyampaian mudah diterima.
5) Disampaikan secara tulus
6) Mempunyai tujuan yang bisa ditangkap jelas.
45
7) Memperhatikan norma yang berlaku.
8) Disertai dengan humor atau cara-cara menyenangkan lainnya.
Bentuk komunikasi nonverbal efektif yaitu:
1) Penampilan fisik yang meyakinkan lawan bicara.
2) Sikap tubuh dan gesture.
3) Ekspresi wajah.
4) Sentuhan.
c. Komunikasi vertikal dan horizontal.
Komunikasi vertikal terjadi saat pimpinan perusahaan/ organisasi
memberikan instruksi kepada bawahan dan karyawannya. Sedangkan
komunikasi secara horizontal yakni komunikasi antara karyawan dengan
karyawan, baik yang berlangsung secara formal maupun nonformal.
Komunikasi efektif. Komunikasi dikatakan efektif apabila:
1) Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang
dimaksud oleh pengirimnya.
2) Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan
ditindak lanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim (chalouiss
2011).
46
Olehnya itu peneliti berpendapat bahwa kendala atau masalah dalam
berkomunikasi antara perekam medis dan perawat sering terjadi dikarena
kesibukan masing – masing petugas dalam melayani pasien sehingga waktu
untuk bisa berkomunikasi menjadi kurang. Komunikasi sangat perlu bagi
setiap tenaga kesehatan agar pelayanan yang diberikan berjalan secara
optimal tanpa adanya kendala.Perlunya waktu untuk bisa berkomunkasi
antara perekam medis dan perawat agar terhindar dari kesalahan dalam
pencatatan dokumentasi keperawatan.Bentuk komunikasi dari kedua jurnal
yang dilakukan review adalah bentuk komunikasi verbal yang dimana
komunikasi yang dilakukan secara langsung.
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil kesimpulan Peran perekam medis seperti melakukan sosialisasi, memonitoring,
evaluasi serta mengingatkan perawat dalam pengisian dokumentasi keperawatan.
2. Hasil kesimpulan bahwa rata – rata kendala komunikasi perekam medis dan perawat
kurang baik karena kesibukan perawat dalam melayani pasien dan beban kerja yang
tinggi sehingga sulit untuk berkomunikasi.
B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan komunikasi yang baik antara petugas kesehatan khususnya
perekam medis dan perawat untuk melakukan pencatatan rekam medis sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
2. Sebaiknya dilakukan sosialisasi tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) terkait
pengisian dokumentasi keperawatan.
48
Daftar Pustaka
Ardika, R. G. And S. K. L. Bhima (2012). Hubungan Antara Pengetahuan Perawat
Tentang Rekam Medis Dengan Kelengkapan Pengisian Catatan Keperawatan:
Di Bangsal Penyakit Dalam Rsup Dr. Kariadi Semarang Periode 1-31 Januari
2012, Fakultas Kedokteran.
Chalouiss (2011). "Pengertian ,Tujuan ,Bentuk ,Dan Unsur Komunikasi
Efektif."
Herlina, H., Et Al. (2018). "Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dan Beban Kerja Terhadap
Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum
(Rsud) Kelas B Kabupaten Bone." Yume: JournalOf Management1(3).
Koto, A. H. H. (2020). "Pentingnya Pengetahuan Perawat Dalam Kelengkapan
Dokumentasi Keperawatan Di Rumah Sakit."
Noviari, E. A. And D. D. Susanti (2015). "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Di Ruang Bedah
Rsud Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya." Media Informasi11(1): 2738.
Prabowo, T. (2017). "Komunikasi Dalam Keperawatan. Yogyakarta ".
Purba, M. A. (2019). "Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kelengkapan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit."
Purba, M. A. (2019). "Peningkatan Komunikasi Dalam Pelaksanaan Interprofessional
Collaboration Pada Pasien Di Rumah Sakit."
Purwanti, E., Et Al. (2019). "Hubungan Pengetahuan Dengan Kelengkapan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rspku Muhammadiyah
Yogyakarta."
Rahmadiana, M. (2012). "Komunikasi Kesehatan: Sebuah Tinjauan."
JurnalPsikogenesis1(1): 88-94.
Rustiyanto, E. (2009). "Etika Profesi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan." 118.
Sinulingga, S. B. (2019). "Analisis Kelengkapan Hasil Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Pada Pasien."
49
Utami, F. (2019). "Determinan Kelengkapan Berkas Rekam Medis Rawat Inap di RSUD
Kota Padangsidimpuan Tahun 2018."
Warsini, W. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Dokumentasi
Keperawatan dengan Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSI Hidayatulloh Yogyakarta,
Universitas Alma Ata Yogyakarta.
50
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap Penulis Asrianti, Lahir di Jeneponto pada tanggal
30 Agustus 1998. Merupakan anak pertama dari pasangan Adil
dan Alm. Sariati dari dua bersaudara. Pengalaman menempuh
jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar di SDI Batang
Kaluku lulus pada tahun 2009, Kemudian melanjutkan sekolah
Menengah pertama di SMP PGRI sungguminasa lulus pada tahun 2012, dan
melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tamalatea lulus pada tahun
2015. Penulis melanjutkan pendidikan di STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
Prodi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan pada tahun 2017.