Post on 20-Feb-2023
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
KARAKTERISASI BATUAN KARBONAT FORMASI RAJAMANDALA
BERDASARKAN FORAMINIFERA BESAR
DI DAERAH PADALARANG, JAWA BARAT
Irwansyah¹, Khoiril Anwar M², Nurcahyo I.Basuki ²
¹Divisi Eksplorasi, PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta
²Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Formasi Rajamandala di daerah Padalarang Jawa Barat merupakan formasi batuan karbonat terutama
disusun oleh batugamping yang diendapkan pada umur Oligosen Akhir - Miosen Awal. Formasi ini
mengandung organisme khas seperti foraminifera besar, koral dan alga yang memerlukan beberapa
persyaratan ekologi tertentu untuk berkembang. Dalam penelitian ini identifikasi foraminifera besar dan
fosil asosiasinya dilakukan untuk membuat model biofasies Formasi Rajamandala.
Sebanyak 70 perconto sayatan tipis diambil dari singkapan batuan karbonat yang merupakan representasi
distribusi fasies karbonat Formasi Rajamandala. Berdasarkan analisis petrografi, 70 perconto tersebut
dapat dikelompokkan pada enam fasies yang berhubungan dengan enam standard facies belt. Kandungan
foraminifera besar dan fosil asosiasinya diuji dengan aplikasi multivariate analysis (cluster analysis dan
indicator value) untuk menentukan biofasies, kumpulan dan taksa penciri masing-masing fasies batuan
karbonat.
Hasil penelitian menunjukkan adanya enam biofasies dengan beberapa taksa/genus penciri masing-
masing fasies antara lain: (1) open sea shelf facies, taksa pencirinya adalah foraminifera plangtonik; (2)
deep shelf margin facies, taksa/genus pencirinya adalah foraminifera plangtonik, Cycloclypeus,
Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan Spiroclypeus; (3) foreslope facies, taksa/genus pencirinya
adalah Lepidocyclina, Miogypsinoides, Pararotalia dan Spiroclypeus; (4) organic buildup, taksa
pencirinya adalah koral; (5) open platform facies ditandai dengan kumpulan taksa kelompok
Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina), Pararotalia, koral dan
alga; (6) restricted platform/lagoon facies taksa/genus penciri adalah kelompok Quinqueloculinids
(Quinqueloculinids tidak terdeterminasi dan Austrotrillina) dan Borelis.
PENDAHULUAN
Formasi Rajamandala merupakan formasi batuan
karbonat berumur Oligosen Akhir -Miosen Awal
yang tersingkap dengan baik di daerah barat kota
Bandung, Jawa Barat (Gambar 1). Batuan ini
dianggap sebagai batuan karbonat dengan
pelamparan dan variasi yang cukup lengkap dalam
sistem platform karbonat sehingga dapat dijadikan
model yang cukup baik dalam mempelajari sistem
terumbu umur Tersier di Indonesia. Penelitian
geologi di daerah ini pernah dilakukan oleh
penulis-penulis antara lain van Bemmelen (1949)
mengenai fisiotektonik Zona Depresi Bandung,
Sudjatmiko (1972) menyusun Peta Geologi
Lembar Cianjur yang diterbitkan PPPG,
Pringgoprawiro (1974) melaporkan foraminifera
plangton Paleogen di Masigit, Adisaputra (1983)
mengkorelasikan foraminifera besar terhadap
foraminifera plangton Formasi Rajamandala,
Martodjojo (1984) meneliti Cekungan Bogor dan
evolusinya. Koesoemadinata dan Siregar (1984)
yang meneliti model fasies terumbu batugamping
Formasi Rajamandala. Kadar (1990) melakukan
analisis nannoplangton di Formasi Batuasih.
Penelitian tentang biofasies foraminifera besar
secara detil pada fasies batuan karbonat Formasi
Rajamandala masih jarang dan sangat penting
dilakukan karena selain dapat menentukan umur
dan lingkungan pengendapan sedimen karbonat,
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
penelitian ini juga diperlukan untuk kepentingan
studi fasies batuan karbonat dan paleoekologi
lebih lanjut. Hal ini merupakan suatu tantangan
dalam upaya peningkatan referensi tentang studi
batuan karbonat secara umum.
Dalam makalah ini penulis melakukan penelitian
biofasies batuan karbonat dengan tujuan untuk
mengetahui karakteristik fasies karbonat Formasi
Rajamandala berdasarkan kandungan foraminifera
besar dan fosil asosiasinya berdasarkan data dari
sayatan tipis (thin section) batuan karbonat.
Ketersediaan data dari Geological Research
Group ITB (2009) memberikan kesempatan
penulis untuk melakukan penelitian biofasies
tersebut
STRATIGRAFI REGIONAL
Pada akhir Oligosen- Miosen Awal, Cekungan
Bogor menempati daerah Jawa Barat bagian
tengah (Martodjojo, 1984: Koesoemadinata &
Siregar, 1984). Pada saat itu diendapkan Formasi
Batuasih dan Formasi Rajamandala, keduanya
dalam lingkungan laut. Bagian teratas Formasi
Batuasih yang terdiri dari lempung gampingan
berubah fasies menjadi batugamping terumbu
Formasi Rajamandala (Gambar 2)
Nama satuan batugamping Rajamandala
dipublikasikan untuk pertama kali oleh Martin
(1911). Nama ini kemudian digunakan oleh
Baumann drr. (1973) untuk seluruh batugamping
berumur Oligosen-Miosen yang tersingkap di
daerah Rajamandala-Cimandiri. Satuan ini telah
disebut oleh para peneliti sebelumnya dengan
berbagai nama, antara lain: batugamping
Rajamandala (Martin, 1911), batugamping
Lepidocyclina (Harting, 1929), batugamping
Tagogapu (Leupold & van der Vlerk, 1931),
batugamping Masigit (van Bemmelen, 1949),
Anggota batugamping Formasi Rajamandala
(Sudjatmiko, 1972) dan batugamping terumbu
(Effendi, 1974). Status formasi Rajamandala
ditegaskan oleh Martodjojo (1984) dan
dipublikasikan oleh Koesoemadinata dan Siregar
(1984). Siregar (1984) membagi formasi
Rajamandala menjadi dua anggota; Anggota
Batugamping dan Anggota Napal. Formasi
Rajamandala mengandung fosil foraminifera
plangton, berumur N3-N5 atau Oligosen Akhir
hingga Miosen Awal. Kumpulan fosil
foraminifera besar menunjukkan umur Te1-Te4
atau Oligosen Akhir hingga Miosen Awal
(Adisaputra, 1983).
MATERI DAN METODOLOGI
Penelitian biofasies ini dilakukan terhadap 70
perconto sayatan tipis dari singkapan batuan
karbonat yang dianggap mewakili distribusi fasies
batugamping Formasi Rajamandala yang
tergambar dalam Peta Asosiasi Fasies
Batugamping Formasi Rajamandala (Geological
Research Group ITB, 2009) (Gambar 2).
Perconto batuan tersebut ada yang berasal dari
lintasan maupun yang diambil secara spot
sampling dari daerah sekitar Gunung Guha,
Gunung Balukbuk, Pasir Batununggal, Gunung Bende, Gunung Ketu, Pasir Pabeasan, Gunung
Bancana, Gunung Masigit, Gunung Pawon dan
Cikamuning. Pemrosesan data dilakukan di
laboratorium untuk melakukan pengujian
petrografi dan mikropaleontologi. Analisa
petrografi untuk mengetahui nama litologi/tekstur
batuan sehingga diperoleh gambaran tentang
fasies batuan karbonat yang di daerah penelitian.
Sayatan tipis batuan karbonat berukuran 4 cm x
7,5 cm diamati menggunakan mikroskop
polarisasi. Penamaan litologi batuan karbonat
mengikuti klasifikasi dari Dunham (1962).
Analisa mikropaleontologi, khususnya
foraminifera besar meliputi penentuan nama
genus atau spesies, keragaman dan kelimpahannya
serta asosiasinya dengan mikrofosil lain seperti
foraminifera plangtonik, bentonik, alga dan koral.
Analisa ini dilakukan secara kuantitatif. Proses
determinasi foraminifera besar dari sayatan tipis
batuan karbonat dilakukan dengan melakukan
pengamatan dari bentuk struktur dalam (internal
morphology) dari foraminifera besar tersebut.
Proses penghitungan jumlah individu foraminifera
besar dan fosil asosiasinya dalam satu sampel
dilakukan dengan hanya menghitung jumlah
foraminifera besar dan fosil
asosiasinya yang muncul di sayatan tipis. Individu
fosil dihitung satu apabila ditemukan fosil dalam
keadaan utuh maupun setengah utuh.
Untuk keberadaan fosil dalam keadaan setengah
utuh (pecah-pecah) tetap dihitung satu apabila
memperlihatkan ciri khas dari suatu genus/taksa
mikrofosil yang diteliti. Sedangkan keberadaan
fosil yang pecah-pecah dan sulit ditentukan
genusnya dimasukkan dalam fosil tidak
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
terdeterminasi yang tidak digunakan dalam
analisis statistik.
Untuk analisis data, berapa hal yang dilakukan
antara lain:
-Mengidentifikasi fasies dan lingkungan
pengendapan batuan karbonat yang merujuk pada
Standard Facies Belt batuan karbonat menurut
Wilson (1975). Setelah itu akan diintegrasikan
dengan hasil analisis mikropaleontologi untuk
mendapatkan gambaran kelimpahan dan
keragaman mikrofosil pada masing-masing fasies
yang telah teridentifikasi.
Standard fasies belt dari Wilson (1975) dapat
diterapkan di daerah Rajamandala karena fasies
karbonat Wilson ini menggambarkan distribusi
fasies karbonat yang ideal dan cocok untuk segala
kondisi tektonik, termasuk keberadaan fasies
lagoon, reef, near reef, fore reef, slope dan
endapan laut dalam yang menyusun Formasi
Rajamandala (Geological Research Group ITB,
2009).
-Menggunakan aplikasi biostratigrafi kuantitatif
Cluster Analysis dan Nilai Indikator dengan
bantuan program PAST (Paleontological Statistic)
versi 1.97 untuk mengetahui gambaran secara
objektif mengenai kumpulan dan keragaman
mikrofosil pada masing-masing fasies serta dapat
menginterpretasi variabel lingkungan/ekologi
yang mempengaruhi perubahan kumpulan
foraminifera besar dan fosil asosiasinya pada
biofasies yang hadir.
FASIES KARBONAT FORMASI
RAJAMANDALA
Pada tahun 2009 Geological Research Group ITB
melakukan penelitian dan pemetaan fasies batuan
karbonat Formasi Rajamandala daerah Padalarang.
Penelitian ini berdasarkan pengamatan di
lapangan serta didukung oleh studi petrografi dan
biostratigrafi.
Daerah Rajamandala di Padalarang terdiri dari dua
perbukitan batugamping yakni perbukitan di
bagian utara (Bancana, Masigit, Pawon, Ketu,
Pabeasan dan Cikamuning) dan perbukitan
batugamping Rajamandala di daerah bagian
selatan (Guha, Batununggal dan Bende).
Di daerah Gunung Bancana, Masigit dan Pawon
dari tua ke muda ditemukan bedded foraminifera-
red algae packstone - platy coral bindstone facies;
diatasnya diendapkan bedded domal- platy coral
bindstone - massive coral framestone; paling atas
diendapkan massive rudstone facies. Urutan fasies
yang sama juga ditemukan di daerah Gunung
Ketu. Di daerah Cikamuning terdapat empat fasies
batuan karbonat yakni bedded - massive coral
bindstone - framestone, diatasnya diendapkan
bedded prograding rudstones dan packstone. Di
atasnya diendapkan endapan turbidit yang terdiri
dari fasies well bedded foraminifera packstone-
grainstone. Paling muda diendapkan thick bedded
-massive rudstone facies dengan perselingan tipis
napal. Pola pengendapan memperlihatkan
pendalaman ke arah timur laut (NE).
Untuk perbukitan batugamping di daerah bagian
selatan terlihat beberapa fasies batuan karbonat.
Di daerah G. Guha dari tua ke muda terdiri atas;
thick bedded-massive coral bindstone dan
framestone, dilapisi oleh bedded packstone dan
wackestone dengan melimpahnya fosil miliolids
(lagoon). Paling muda terdiri atas perlapisan
rudstone conglomeratic dan napal di bagian
bawah dengan foraminifera packstone dan napal
di bagian atasnya. Di daerah G. Balukbuk dan
Batununggal ditemukan dua fasies batuan
karbonat, paling bawah didominasi oleh fasies
thick bedded massive coral bindstone -framestone
sedangkan diatasnya ditutupi fasies rudstone
conglomeratic dan napal. Di selatan G. Bende
ditemukan empat fasies, dari tua ke muda adalah
batu pasir dan konglomerat serta perlapisan batu
pasir dan lempung. Diinterpretasikan sebagai
bagian dari Formasi Bayah dan Batuasih. Endapan
tersebut kemudian ditutupi lapisan fasies platy
coral bindstone dan packstone. Diatasnya
diendapkan fasies milliolid packstone – wackstone
(lagoon) dengan ditemukannya kontak (truncation
surface). Paling muda ditemukan rudstone
conglomeratic facies dan napal. Di daerah sebelah
utara G. Bende ditemukan fasies thick bedded -
massive bindstone-framestone pada bagian bawah,
diikuti dengan perlapisan fasies rudstone
conglomeratic dan napal di bagian atasnya. Di
daerah G. Pabeasan fasies batuan karbonat yang
ditemukan adalah perselingan bedded
foraminifera-red algae packstone - grainstone
dengan bindtsone pada bagian bawah, dan
diatasnya diendapkan thick bedded bindstone -
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
massive framestone. Pola pengendapan fasies juga
memperlihatkan pendalaman ke arah timur laut
(NE).
Secara umum menurut penelitian Geological
Research Group ITB (2009) ini terdapat enam
asosiasi fasies batuan karbonat yang terdapat di
Formasi Rajamandala daerah Padalarang, yakni
dari tua ke muda : asosiasi fasies bedded
packstone-bindstone; asosiasi fasies framestone-
bindstone (reefal facies); asosiasi fasies rudstone-
packstone; asosiasi fasies packstone lagoonal;
asosiasi fasies turbiditic limestone; dan asosiasi
fasies rudstone-napal.(Gambar 3).
Geological Research Group ITB (2009) juga
berhasil mengidentifikasi lima mikrofasies batuan
karbonat dari hasil analisis petrografi antara lain :
1. Quartzose bioclastic facies
Fasies ini didominasi oleh butiran kuarsa (>10%)
dan bioclasts yang terdiri dari foraminifera
bentonik dan alga merah. Berdasarkan tekstur
kuarsa dan kehadiran pecahan koral, maka fasies
ini dibagi dua :
a.Polycrystalline quartzose-coral
rudstone/packstone facies
b.Monocrystalline quartzose-foraminifera
rudstone/grainstone/packstone facies
2. Mudstone-wackestone facies
Mudstone-wackestone facies ini didominasi oleh
matrik berupa mikrit (>50%) dan mengandung
sedimen rombakan, intraclasts, dan bioclasts (10-
20%), seperti alga merah, foraminifera besar,
gastropoda, ostrakoda, miliolid dan crinoids.
3. Bioclastic facies
Pada fasies ini ditemukan bioclasts laut dangkal
yang melimpah dan matriks yang berupa mikrit.
Bioclasts dalam bentuk utuh dan terawetkan
dengan baik. Bioclastic facies saling bersisipan
dengan lithoclastic facies. Ada empat sub fasies
yang teridentifikasi:
a. Miliolid-red algae packstone/wackestone facies.
b.Coral-redalgae
boundstone/packstone/wackestone facies
c. Foraminifera-red algae packstone/wackestone
facies
d. Coral rudstone facies
4. Lithoclastic facies
Fasies ini mempunyai kandungan lithoclasts yang
melimpah (>20%) dan bioclasts laut dangkal
dalam mikrit.
5. Planktonic foraminifera facies
Fasies ini dicirikan oleh melimpahnya
foraminifera plangtonik dalam matrik
lempung/lumpur.
Secara umum hasil analisis petrografi dari 70
sayatan batuan karbonat Formasi Rajamandala
tersebut dapat dilihat pada TABEL 1.
ANALISIS FORAMINIFERA BESAR
Foraminifera besar merupakan salah satu
indikator yang tepat untuk merekonstruksi model
lingkungan pengendapan daerah paparan karbonat.
Hal ini ditentukan dengan cara menginterpretasi
fasies, morfologi, cara hidup dan distribusi
foraminifera besar (Hallock & Glenn, 1986).
Foraminifera besar merupakan fauna oligotropic
dan hidup di daerah laut dangkal yang jernih dan
hangat. Ia hidup berasosiasi dengan alga, koral
dan moluska. Tetapi kelimpahan yang besar tidak
selalu berasosiasi dengan reefal, near refal
ataupun inner neritic. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi interpretasi lingkungan
pengendapan berdasarkan foraminifera besar
antara lain ekologi, komposisi fauna, evolusi,
preservasi dan perpindahan fauna.
Penyebaran geografinya tergantung oleh 2 faktor
yaitu nutrisi dan suhu air (Langer dan Hottinger,
2000). Foraminifera besar hidup sebagian besar di
daerah paparan karbonat. Walaupun melingkupi
daerah paparan karbonat namun hidup
foraminifera besar ini sangat dipengaruhi oleh
faktor global dan faktor lokal seperti : ekologi
(salinitas, kedalaman air, substrat, intensitas
cahaya, simbion dan temperatur), geologi (muka
air laut) serta filogeni (evolusi dan kepunahan).
Variasi dari parameter-parameter di atas
mempengaruhi komposisi/kumpulan dan
kelimpahan biota (Chaproniere, 1975).
Khusus untuk Indonesia, biozonasi foraminifera
besar menggunakan Klasifikasi Huruf (T) Tersier,
sebagai contoh klasifikasi menurut Adams (1984).
Berdasarkan hasil determinasi foraminifera besar
dan fosil asosiasinya terhadap 70 sayatan tipis
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
ditemukan spesies Austrotrillina striata, Borelis
pygmaeus, Pararotalia mecatepecensis, genus
Amphistegina, Operculina, Miogypsinoides,
Lepidocyclina, Heterostegina, Spiroclypeus,
Cycloclypeus dan kelompok Quinqueloculinids.
Subgenus dari Lepidocyclina yang berhasil
didentifikasi antara lain Lepidocyclina
(isolepidina), Lepidocyclina (nephrolepidina) dan
Lepidocyclina (eulepidina). Fosil-fosil lain yang
berasosiasi dengan foraminifera besar yang di
analisis secara kuantitatif dalam penelitian ini
adalah koral, alga, foraminifera plangtonik dan
foraminifera bentonik kecil. Setiap individu dari
taksa yang ditemukan dihitung secara kuantitatif
sehingga terlihat kelimpahan dan keragaman yang
bervariasi untuk setiap sampelnya. Hasil analisis
tersebut kemudian ditampilkan dalam tabel
distribusi foraminifera besar dan fosil asosiasinya
pada TABEL 1. Pada tabel tersebut masing-
masing perconto telah dikelompokkan
berdasarkan kesamaan fasies menurut Wilson
(1975).
ANALISIS BIOSTRATIGRAFI
KUANTITATIF
Biostratigrafi kuantitatif yaitu suatu metoda dalam
biostratigrafi dimana penyelesaian masalah-
masalah biostratigrafi seperti biozonasi, biofasies
dan korelasi dapat dilakukan dengan logika
matematika/statistik seperti: multivariate
analysis, ranking & scaling, unitary association
dan lain-lain.
Analisis multivariat merupakan salah satu teknik
statistik yang digunakan untuk memahami
struktur data dalam dimensi tinggi. Disebut
dimensi tinggi karena melibatkan lebih dari dua
variabel. Variabel-variabel itu saling terkait
(berkorelasi) satu sama lain. Beberapa metode
yang termasuk ke dalam golongan analisis
multivariat ini adalah Cluster Analysis dan
Principal Component Analysis (PCA).
Metode analisis multivariat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cluster analysis yang diolah
dengan menggunakan bantuan program komputer
PAST/ Paleontological Statistics (Hammer &
Harper, 2006) dan Microsoft Excel.
Analisis kluster (cluster analysis) merupakan
teknik multivariat yang bertujuan untuk
mengelompokkan objek-objek berdasarkan
karakteristik yang dimilikinya (Davis, 1986).
Semua objek harus diseleksi berdasarkan distance
(jarak) atau kemiripan (similarity). Objek yang
memiliki kemiripan dengan objek lain
dikelompokkan dalam satu kelompok.
Karakteristik tersebut bisa diinterpretasikan
sebagai kemiripan dalam biogeografi, lingkungan
(ekologi) dan evolusi. Pada akhirnya, objek dalam
satu kelompok bersifat homogen sebaliknya, antar
kelompok akan bersifat heterogen. Kelompok-
kelompok tersebut dapat dikatakan mirip/berbeda
dilihat dari nilai Indeks Kemiripan (Index of
similarity). Semakin kecil Index of similarity
berarti dua objek tersebut tidak sama
kelompoknya, sedangkan semakin besar Index of
similarity dari 2 objek tersebut berarti
kelompoknya sama/mirip. Pengelompokan
(cluster) yang bertingkat ini akan menghasilkan
diagram yang disebut dendogram.
Pengelompokan (clustering) akan tetap
menghasilkan sebuah dendogram walaupun data
yang akan dikelompokkan mempunyai indeks
distance/similarity yang berbeda-beda serta
berasal dari data acak. Jadi tingkat kepercayaan
dari analisis kluster dapat dilihat dari level indeks
distance/similarity dalam dendogram.
Data paleontologi yang terdiri dari
percontoh/sampel dan taksa-taksa didalamnya
akan dikelompokkan baik yang berdasarkan Q-
mode (menganalisis sampel), R-mode
(menganalisis taksa) maupun berdasarkan
keduanya sekaligus (Gradstein et. al., 1985).
Untuk keakuratan hasil analisis maka dipilih
taksa-taksa/ variabel-variabel yang saling terkait
satu sama lain. Ada 13 taksa/variabel yang dipilih
yaitu kelimpahan foraminifera plangtonik,
foraminifera besar Cycloclypeus, Miogypsinoides,
Operculina, Heterostegina, kelompok
Quinqueloculinids (Quenqueloculinids tidak
terdeterminasi dan Austrotrillina), Borelis,
Lepidocyclina, Pararotalia, Amphistegina,
Spiroclypeus, Koral dan Alga.
Analisis kluster menggunakan teknik Q-mode
dengan metoda Ward’s methods menghasilkan
dendogram yang terdiri dari 8 kluster (A, B, C, D,
E, F, G dan H). Hal ini terlihat pada gambar 4.
Pengelompokan tersebut berdasarkan kepada
penarikan garis indeks kemiripan 110. Nilai
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
indeks kemiripan tersebut dipilih karena mewakili
distribusi/penyebaran fasies karbonat yang telah
ditentukan berdasarkan fasies Wilson (1975). Hal
ini juga terlihat pada dendogram yang dihasilkan
dari analisis kluster dengan teknik R-mode
(Gambar 5).
Hasil cluster analysis berguna dalam penentuan
Indicator Value (IV) atau Nilai Indikator dari
taksa/spesies. Indicator Value merupakan metode
yang mudah dan relatif baru dalam menentukan
spesies indikator/penciri serta kumpulannya yang
mencirikan suatu cluster atau kelompok. Metode
ini menggabungkan antara tingkat spesifisitas
(spesifity) suatu spesies/taksa terhadap suatu
kondisi ekologis, seperti tipe habitat dan keeratan
hubungannya (fidelity) dengan kondisi tersebut
(Dufrene & Legendre, 1997). Metode ini
mengelompokkan spesies yang ada pada suatu
habitat menjadi spesies indikator/penciri jika
spesies tersebut menempati posisi yang khas
(karakteristik) pada habitat tersebut (spesifisitas
dan keeratannya tinggi). Spesies yang tinggi
spesifisitas dan keeratannya dengan suatu habitat
merupakan spesies yang memiliki Nilai Indikator
yang paling tinggi. Spesies indikator/penciri akan
memberikan makna keadaan ekologi dari kluster
tempat spesies/taksa dikelompokkan.
Nilai Indikator suatu spesies dihitung sebagai
hasil dari kelimpahan relatif suatu spesies dalam
suatu cluster atau kelompok. Persamaan
matematika untuk menentukan Nilai Indikator
menurut Dufrene & Legendre (1997) adalah:
IndValij = Aij * Bij * 100
Aij = Nij/Ni.
Bij = Mij/Mj
Aij = Rata-rata kelimpahan spesies/genus i pada
sampel yang dimaksud dibanding semua cluster
Nij = Rata-rata jumlah individu spesies/genus i
pada keseluruhan sampel pada cluster j
Ni =Total dari rata-rata jumlah individu
spesies/genus i pada keseluruhan cluster
Bij = Frekuensi relatif kehadiran spesies/genus i
pada cluster j
Mij = Jumlah sampel pada cluster j yang
mengandung spesies/genus i
Mi = Total sampel pada cluster j.
Nilai Indikator akan maksimum ketika semua
individu dari suatu spesies ditemukan semua
dalam satu tempat/perconto dan suatu spesies
hadir dalam semua perconto dalam satu
kelompok/cluster (a symmetric indicator).
Menurut Dufrene & Legendre (1997) bahwa
taksa/spesies yang mempunyai Indikator Value
yang > 25% merupakan spesies indikator/penciri
dari semua taksa yang ada dalam suatu kluster
dengan anggapan bahwa taksa/spesies penciri
tersebut mempunyai kehadiran setidaknya 50%
dalam satu perconto atau kelimpahan relatifnya
dalam satu kluster mencapai 50%. Indikator Value
dari 5-25% mengindikasikan spesies/taksa
tersebut sering hadir di habitat tersebut, tapi bukan
merupakan penciri. Sedangkan Indicator Value
yang kurang dari 5% menunjukkan taksa tersebut
sangat jarang hidup di lingkungan itu berdasarkan
keadaan ekologinya (Renema dan Troelstra, 2000).
Hasil perhitungan nilai indikator/Indicator Value
tersebut kemudian dirangkum seperti yang terlihat
pada TABEL 2.
KARAKTERISTIK BIOFASIES
FORAMINIFERA BESAR FORMASI
RAJAMANDALA
Integrasi antara analisis petrografi/fasies dengan
kandungan foraminifera besar dan fosil
asosiasinya serta didukung dengan analisis kluster
dan nilai indikator telah memperlihatkan karakter-
karakter yang berbeda dari masing-masing
biofasiesnya. Karakter-karakter biofasies tersebut
bisa dilihat dari kumpulan dan taksa pencirinya,
kelimpahan dan diversitas serta interpretasi
faktor-faktor ekologi yang mempengaruhinya.
Beberapa biofasies yang berhasil diidentifikasi
pada platform karbonat Formasi Rajamandala di
daerah Padalarang, Jawa Barat yaitu :
Biofasies 1, Plangtonic packstone (Kluster A,
Open sea shelf facies)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
-Pada biofasies ini diversitas dari biotanya rendah
karena didominasi oleh foraminifera plangtonik
sebagai taksa pencirinya dengan index value (IV)
lebih dari > 25%. Hal ini menunjukkan bahwa
kehadiran foraminifera plangtoniknya melimpah,
dengan kelimpahan relatif > 50%. Foraminifera
besar seperti Operculina dan Amphistegina juga
ditemukan tetapi tidak melimpah.. Hal ini
mengindikasikan biofasies ini terbentuk di fasies
open sea shelf (Gambar 6).
Biofasies 2, Plangtonic- Larger foraminifera
packstone (Kluster B, Deep shelf margin facies)
-Diversitas biofasies 2 ini mulai meningkat/tinggi,
ditunjukkan dengan berkembangnya foraminifera
besar. Foraminifera plangtonik masih menjadi
taksa pencirinya. Foraminifera besar yang menjadi
taksa/genus penciri antara lain Cycloclypeus,
Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan
Spiroclypeus. Diperkirakan biofasies ini
diendapkan di neritik tengah, yang juga ditandai
dengan kehadiran alga yang mulai meningkat.
Diversitas yang meningkat dari semua
foraminifera besar ini menunjukkan bahwa
lingkungannya adalah di deep shelf margin facies
(Gambar 7).
Biofasies 3 (Foreslope facies) terdiri atas 3
Subbiofasies :
a. Biofasies 3a, Lepidocyclina
packstone/grainstone (Kluster C)
Diversitas foraminifera besar masih tinggi
yang dicirikan dengan melimpahnya
genus/taksa Lepidocyclina sebagai penciri
dari biofasies ini. Kumpulan foraminifera
besar seperti Operculina, Heterostegina,
Amphistegina, Spiroclypeus dan Pararotalia
hadir, tetapi tidak penciri biofasies ini. Koral
dan alga juga ditemukan tetapi tidak
melimpah.
b. Biofasies 3b, Pararotalia-Miogypsinoides
grainstone (Kluster D)
Biofasies ini mempunyai diversitas biota yang
tinggi. Namun perbedaannya dengan biofasies
3a adalah terletak pada munculnya
foraminifera besar Pararotalia,
Miogypsinoides dan Spiroclypeus sebagai
genus/taksa penciri.
Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan
Lepidocyclina masih bisa ditemukan tapi tidak
melimpah. Kelompok Quinqueloculinids dan
alga juga masih hadir, sedangkan koral agak
berkurang.
c. Biofasies 3c, Cycloclypeus packstone (Kluster
F)
Foraminifera besar seperti Cycloclypeus,
Operculina, Heterostegina, Amphistegina,
Spiroclypeus dan Pararotalia tidak melimpah.
Genus Lepidocyclina mulai jarang ditemukan.
Alga juga mulai berkurang. Yang menarik
adalah mulai meningkatnya kehadiran koral
walaupun bukan penciri biofasies ini.
Menurut Wagner (1964) Lepidocyclina
ditemukan pada kedalaman 50-60meter.
Berdasarkan hal di atas diperkirakan biofasies
ini merupakan bagian dari foreslope facies
(Gambar 8 a, b, c).
Biofasies 4 coral-red algae boundstone (Kluster
E/ Organic build up)
-Biofasies ini diversitas biotanya rendah-sedang,
karena taksa pencirinya adalah koral dengan index
value (IV) sebesar 54,09 %. Hal ini menunjukkan
bahwa kehadiran koral sangat melimpah, dengan
kelimpahan relatif > 50%. Alga juga ditemukan
melimpah walaupun tidak sebanyak koral.
Foraminifera besar Spiroclypeus juga ditemukan
tetapi tidak melimpah. Miogypsinoides dan
Pararotalia mulai jarang, begitu juga dengan
Operculina, Heterostegina, Amphistegina dan
Lepidocyclina, sedangkan Kelompok
Quinqueloculinids masih agak banyak ditemukan.
Melimpahnya koral dan alga ini menandakan
bahwa biofasies ini terbentuk di fasies organic
build up (F5) berbentuk coralline red algae
(Gambar 9).
Biofasies 5, miliolid-algae mudstone (Kluster H,
Open platform facies)
-Litologinya tersusun oleh mudstone-wackestone.
Biota di daerah ini mempunyai diversitas yang
sedang. Kelompok Quinqueloculinids hadir
dengan kelimpahan agak tinggi. Koral mulai
berkurang, sedangkan alga masih banyak
ditemukan. Foraminifera besar seperti Pararotalia,
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
Miogypsinoides, Operculina, Heterostegina,
Amphistegina, Lepidocyclina dan Spiroclypeus
jarang ditemukan. Genus Borelis mulai hadir
walaupun tidak banyak. Karena diversitas yang
masih tinggi dinterpretasikan daerah ini
diendapkan di laut yang lebih dangkal/ open
platform facies (Gambar 10).
Biofasies 6, Miliolid packstone (Kluster G,
restricted platform facies/lagoon)
-Pada biofasies ini diversitasnya rendah karena
terjadi peningkatan kelimpahan yang sangat
signifikan dari kelompok Quinqueloculinids dan
genus Borelis. Dengan index value (IV) yang
sangat tinggi yaitu 53,9 % dan 91,9 %
menandakan kelompok Quinqueloculinids dan
genus Borelis sangat dominan dan merupakan
genus/taksa penciri dari biofasies ini (Gambar
IV.32a dan IV.32b). Dari data diatas dapat
diinterpretasikan bahwa biofasies ini merupakan
penciri fasies restricted platform /lagoon (F8)
(Gambar 11)..
Secara umum model distribusi foraminifera besar
dan asosiasinya pada platform karbonat Formasi
Rajamandala pada waktu umur Oligosen Akhir-
Miosen Awal dapat dijelaskan pada gambar 12.
DISKUSI
Dalam studi ini identifikasi mikrofosil lebih
ditekankan pada determinasi foraminifera besar
walaupun sampai tahapan genus (hanya beberapa
spesies yang dapat dikenali) sedangkan
identifikasi fosil asosiasinya seperti koral dan alga
tidak sampai detil. Hal ini tentu saja berpengaruh
pada data kuantitatif (kelimpahan) yang diuji
dalam metoda biostratigrafi kuantitatif sehingga
mempengaruhi interpretasi biofasiesnya. Tidak
semua biofasies mempunyai taksa/genus penciri.
Kehadiran fasies lagoon, reef, near reef, fore reef,
slope dan endapan laut dalam didukung dengan
hasil penelitian biofasies ini yang berhubungan
dengan enam standard facies belt menurut Wilson
(1975) yakni: restricted platform/lagoon, open
platform, organic build up, foreslope, deep shelf
margin dan open sea shelf. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa batuan karbonat Formasi
Rajamandala diendapkan dalam sistem platform
karbonat yang berbentuk rim.
KESIMPULAN
Hasil analisis biostratigrafi kuantitatif
menggunakan analisis kluster, indikator value
(IV) dan Principal Component Analysis
menunjukkan adanya 6 biofasies, 8
kluster/kelompok dan beberapa taksa/genus
penciri masing-masing biofasies yang mewakili
Standard Fasies Belt (Wilson, 1975) yaitu
lingkungan Open sea shelf, Deep shelf margin,
Foreslope, Organic buildup, Open platform
interior dan Restricted platform/lagoon., yaitu :
a. Biofasies 1 (Open sea shelf facies/F2)
diwakili oleh kluster A, taksa pencirinya
adalah foraminifera plangtonik
b. Biofasies 2 (Deep shelf margin/F3) diwakili oleh kluster B, taksa/genus pencirinya adalah
foraminifera plangtonik, foraminifera besar
Cycloclypeus, Operculina, Heterostegina,
Amphistegina dan Spiroclypeus.
c. Biofasies 3 (Foreslope facies/F4), terdiri atas kluster C, D dan Kluster F.
Kluster C taksa/genus pencirinya adalah
foraminifera besar Lepidocyclina. Kluster D
taksa/genus pencirinya adalah
Miogypsinoides, Pararotalia dan
Spiroclypeus. Sedangkan kluster F tidak ada
taksa/genus penciri, kumpulan foraminifera
besarnya adalah Cycloclypeus, Pararotalia,
Amphistegina dan Spiroclypeus.
d. Biofasies 4 (Organic buildup facies/F5)
diwakili oleh kluster E, taksa pencirinya
adalah koral.
e. Biofasies 5 (Open platform/F7) diwakili oleh
kluster H, taksa/genus penciri tidak ada.
Kumpulan biotanya terdiri dari kelompok
Quinqueloculinids, Pararotalia, Koral dan
alga.
f. Biofasies 6 (Restricted platform/lagoon/F8)
diwakili oleh kluster G, taksa/genus
pencirinya adalah kelompok
Quinqueloculinids (Quinqueloculinids tidak
terdeterminasi, Austrotrillina) dan Borelis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada
rekan-rekan di laboratorium mikropaleontologi,
petrografi dan geodinamik ITB. Terima kasih
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
ditujukan juga kepada rekan-rekan di Kelompok
Stratigrafi, Program Litbang Eksplorasi
PPPTMGB“LEMIGAS”.
PUSTAKA
Adams, C. G., 1984. Neogene larger foraminifera,
evolutionary and geologically events in the
context of datum plane, in Ikebe, N., Tsuchi, R.,
eds., Pacific Neogene Datum Planes, h. 47 – 67.
Adisaputra, M.K. and Coleman, P.J., 1983.
Correlation between Larger Benthonic and
Smaller Foraminifera from The Mid-Tertiary
Rajamandala Formation, Central West Java. Geol.
Res.Dev. Centre. Pal.Ser., n.4. p.37-55
Baumann, P., De Genevraye, P., Samuel, L.,
Midjito, Sajekti, S., 1973. Contribution to the
geological knowledge of Southeast Java . Proc.
Indon. Petrl. Assoc, 2, 105-108.
Chaproniere, C.G.H., 1975. Paleoecology of
Oligo-Miocene Larger Foraminifera, Australia.
Alcheringa, 1p. 37-58.
Davis, J.C., 1986. Statistics and Data Analysis in
Geology. John Wiley & Sons,New York.
Dufrêne, M. and Legendre, P., 1997. Species
assemblages and indicator species: the need for a
flexible asymmetrical approach. Ecological
Monographs, 67 : 345-366.
Dunham, R. J., 1962. Classification of Carbonate
Rock According to Depositional Texture, in Ham,
W.E. (ed.). Depositional Environment in
Carbonate Rock. AAPG Memoir-1, h. 108-121.
Effendi, A.C., 1974. Geologic Map of Bogor
Quadrangle, Java, scale 1:250.000, Geological
Survey of Indonesia, Bandung.
Geological Research Group, 2009. Geology of
Rajamandala Complex. Faculty of Earth Sciences
and Technology ITB.
Gradstein, F.M., Agterberg, F.P., Brower, J.C. and
Schwarzacher, 1985. Quantitative Stratigraphy. D.
Reidel Publishing Company. Paris.
Harting, A., 1929. Tagogapu, Excursion guide
book C-1. Fouth Pacific Sci. Congress, Java., 14th.
Hallock, P. and Glenn, E.C., 1986. Larger
Foraminifera: a tool for paleoenviromental
analysis of Cenozoic carbonate depositional facies.
Palaios. n.1, p. 55-64.
Hammer, O. and Harper, D., 2006.
Paleontological Data Analysis. Blackwell
Publishing Ltd. USA.
Kadar, A.P., 1990, On the Age of The
Rajamandala and Batuasih Formations, Central
West Java, Indonesia. Geo.Res.Dev.Cen. Bandung,
Indonesia.
Koesoemadinata, R.P. and Siregar, S., 1984. Reef
Facies Model of the Rajamandala Formation,
West Java. Proceedings of the thirteenth Annual
Convention Indonesia Petroleum Association, v.1.
p.1-18.
Leupold, W. & Van der Vlerk, I.M., 1931. The
Tertiary, Godenkboek Martin. Leidsche
Geologische Mededeelingen, V, 611-648.
Langer, M.R. and Hottinger, L.C., 2000.
Biogeography of selected Larger
Micropaleontology 46. 105-127.
Martin, K., 1911. Vorlaufiger bericht uber
geologische forschungen auf java. Erster teil,
Sammlungen des geologischen Reichs-Museums
in Leiden, 1-56.
Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor,
Jawa Barat, Disertasi Doktor, Jurusan Geologi
ITB (tidak diterbitkan).
Murray, J.W., 2006. Ecology and Applications of
Benthic Foraminifera, Cambridge University
Press.
Pringgoprawiro, H., 1974. Foraminifera Plangton
Paleogen Daerah Selatan Cibadak dan Sekitar Pr.
Pawon, Padalarang, Jawa Barat, PIT ke 3 IAGI,
h.11
Renema, W. and Troelstra, S.R., 2001. Larger
foraminifera distribution on a mesotrophic
carbonate shelf in SW Sulawesi (Indonesia).
Journal of Palaeogeography, Palaeoclimatology,
Palaeoecology. n.175 p.125-146
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
Sujatmiko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur,
skala 1: 100.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of
Indonesia vol. 1 A. Government Printing Office,
The Hague, Martinus Nijhoff, vol. 1A,
Netherlands.
Wagner, C.W., 1964. Manual of Larger
Foraminifera. Generic determination and
Stratigraphic value. Bataafse Internationale
Petroleum Maatschappij N.V. The Hague.
Exploration and Division.
Wilson, J.E., 1975. Carbonate Facies in Geologic
History. Springer-Verlag, New York, 471
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 1. Lokasi Penelitian
GAMBAR 2. Stratigrafi regional Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 3. Peta Asosiasi Fasies Batugamping Formasi Rajamandala dam Lokasi Sampel (Geological Research Group ITB, 2009)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
Cluster
QuinqueloculinidsBorelis Amphistegina Koral Alga MiogypsinoidesPararotalia OperculinaLepidocyclinaHeterosteginaSpiroclypeusCycloclypeusPlangtonik
KM-5 B Wackestone Open sea shelf F2 1 0 12 0 5 1 1 1 6 0 3 5 304 A
SNI-4B Packstone Deep shelf margin/Toe of slope F3 4 0 91 0 25 0 11 6 8 10 31 197 296 B
YUG-4 Sandy bioclastic grainstone Fore slope F4 3 0 12 5 5 0 9 4 95 4 18 11 5 C
KM-7 B Floatsone Fore slope F4 3 0 11 0 25 22 3 3 41 2 13 2 8 D
Xb6 Wackestone Fore slope F4 3 0 5 5 17 1 21 2 8 0 33 3 3 D
Bc4 Packstone Fore slope F4 1 0 5 5 25 0 7 4 13 2 43 7 0 D
Za11 Lithoclastic-bioclastic grainstone Fore slope F4 7 0 9 0 25 0 15 2 14 4 43 8 6 D
YUA-26 Sandy bioclastic grainstone Fore slope F4 0 0 21 5 5 1 37 2 30 3 42 3 2 D
SNH-23 Packstone Fore slope F4 22 0 28 5 25 2 39 7 24 19 76 5 0 D
YUN-13 Planktonic packstone Fore slope F4 36 11 47 0 25 0 62 7 4 2 2 0 0 D
Xb2A Mudstone Organic build up F5 1 0 0 25 5 0 0 0 2 1 3 0 0 E
Bc1 Wackestone Organic build up F5 1 4 0 25 5 0 0 0 0 0 0 0 0 E
Xb2B Foraminifera-red algae grainstone Organic build up F5 1 0 0 30 9 1 0 0 1 0 0 0 0 E
XB-9 Lithoclastic-bioclastic rudstone Organic build up F5 1 0 0 25 10 1 2 0 2 0 1 0 0 E
SNA-24 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 5 2 3 25 5 0 0 0 6 1 6 4 7 E
SNH-26 Foraminifera packstone Organic build up F5 6 1 3 25 5 0 0 0 4 0 1 0 5 E
SNC-9 Bioclastic floatstone Organic build up F5 2 0 12 25 5 0 2 0 5 2 2 1 4 E
YUJ-9A Mudstone Organic build up F5 1 0 5 25 5 0 4 0 2 1 2 1 4 E
SNI-3 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 0 6 25 0 0 1 0 2 0 3 2 5 E
Za6 Lithoclastic-coral-red algae wackestone Organic build up F5 5 0 3 50 25 0 1 0 0 0 0 1 7 E
XB-10 Foram packstone Organic build up F5 3 0 2 25 16 0 3 0 2 0 6 1 3 E
U9 Foram Grainstone to Floatstone Organic build up F5 2 0 0 25 25 0 0 0 0 0 2 2 0 E
Bc2 Coral-red algae packstone Organic build up F5 4 0 4 25 25 1 2 0 5 0 7 1 2 E
Da6 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 0 0 25 25 0 0 0 2 0 9 3 1 E
SNH-21 Packstone Organic build up F5 10 0 17 25 5 2 16 4 1 1 7 3 5 E
SNG-18 Lithoclastic-bioclastic floatstone Organic build up F5 7 2 9 40 5 1 7 2 4 2 18 4 0 E
Bc9 Foraminifera packstone Organic build up F5 0 0 0 25 5 0 4 0 2 0 13 3 3 E
YUL-12 Branching coral-red algae floatstone Organic build up F5 6 0 5 25 5 1 5 2 9 1 14 0 0 E
Xa5 Quartzose bioclastic rudstone Organic build up F5 0 0 1 25 11 1 2 0 8 0 22 2 0 E
U8 Wackestone Organic build up F5 3 0 4 25 17 0 2 0 4 0 17 5 0 E
U7 Foraminifera-red algae wackestone Organic build up F5 2 2 5 25 12 1 1 2 4 0 15 5 3 E
Xb3 Coral-red algae wackestone Organic build up F5 4 0 4 25 21 1 5 1 4 0 24 2 1 E
Bc7 Quartzose bioclastic rudstone Organic build up F5 4 0 4 25 25 0 5 0 3 1 27 8 2 E
U4 Foraminifera-red algae wackestone Fore slope F4 0 0 10 0 5 0 1 0 3 0 7 49 10 F
SNH-3B Coral Packstone Fore slope F4 11 0 16 25 25 0 3 0 4 0 11 27 25 F
Da10 Lithoclastic-bioclastic floatstone Fore slope F4 8 0 22 5 25 0 13 0 7 0 5 17 35 F
YUL-4 Foraminifera-red algae packstone Fore slope F4 0 0 18 5 25 0 9 2 8 8 10 8 49 F
YUN-6 Packstone Restricted Platform Interior/Lagoon F8 53 36 5 5 5 0 4 1 0 0 3 0 1 G
Za8 Wackestone Restricted Platform Interior/Lagoon F8 18 27 0 0 5 0 1 0 0 0 0 0 0 G
SNG-16 Cycoclypeus packstone Open Platform Interior F7 7 2 23 5 25 2 18 1 2 1 11 2 2 H
YUL-1 Wackestone Open Platform Interior F7 9 5 20 5 25 0 26 3 1 8 6 2 3 H
SNG-23 Packstone Open Platform Interior F7 7 2 2 5 25 1 1 1 22 0 3 2 3 H
Bc6 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 2 0 25 1 1 0 11 0 25 3 0 H
O7 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 0 5 25 0 1 0 0 0 1 1 11 H
SNH-6 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 6 5 25 0 1 1 1 0 6 1 0 H
U10 Grainstone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 25 0 0 0 0 0 2 0 0 H
YUF-10 Wackestone Open Platform Interior F7 3 0 0 5 25 0 0 0 0 0 0 0 0 H
O8 Packstone Open Platform Interior F7 4 0 12 5 25 0 1 0 2 1 11 5 10 H
SNG-20 Packstone Open Platform Interior F7 5 0 8 2 25 0 11 0 8 0 7 0 0 H
YUA-27 Grainstone Open Platform Interior F7 14 0 5 5 30 0 5 1 1 0 6 2 3 H
YUN-4 Wackestone Open Platform Interior F7 12 0 4 5 25 0 7 1 0 2 0 0 0 H
SNF-15 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 5 0 1 0 0 0 0 1 11 H
SNF-9 Foraminifera packstone Open Platform Interior F7 1 1 3 5 5 0 3 0 1 1 3 3 21 H
SNH-3A Foraminifera - red algae floatstone Open Platform Interior F7 3 0 2 0 5 0 7 1 3 0 5 5 17 H
SNH-4 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 0 5 0 5 2 1 0 1 0 0 H
KM-6 Wackestone Open Platform Interior F7 1 0 1 5 0 0 2 0 1 0 1 0 1 H
KM-7 A Floatstone - grainstone Open Platform Interior F7 2 0 0 0 5 0 0 0 0 0 2 1 3 H
YUL-2 Packstone Open Platform Interior F7 0 0 0 5 5 0 0 0 0 0 1 1 2 H
SNS-7 Packstone Open Platform Interior F7 8 0 6 5 5 0 4 1 4 2 4 2 7 H
SNF-18 Rudstone - floatstone Open Platform Interior F7 6 0 3 5 5 0 1 0 4 1 3 1 2 H
SNI-4A Wackestone Open Platform Interior F7 2 1 5 5 5 0 2 0 1 0 4 1 3 H
YUF-4 Rudstone- grainstone Open Platform Interior F7 3 7 3 5 5 0 0 0 1 0 0 0 0 H
YUN-2 Packstone Open Platform Interior F7 13 1 2 5 5 0 1 0 0 0 0 0 0 H
KM-5 A Packstone Open Platform Interior F7 0 0 7 5 15 1 0 0 10 1 2 4 3 H
XB1A Packstone Open Platform Interior F7 1 0 3 5 11 1 1 0 5 1 3 1 1 H
SNG-14 Packstone Open Platform Interior F7 4 0 11 0 5 0 17 3 6 1 11 4 7 H
YUL-3 Miliolids packstone Open Platform Interior F7 0 1 7 5 5 0 11 3 7 0 2 1 0 H
XB1B Foraminifera-red algae packstone Open Platform Interior F7 1 0 3 0 7 2 0 0 6 2 19 5 6 H
SNG-22 Coral-red algae packstone Open Platform Interior F7 11 2 6 5 5 1 4 1 2 0 10 0 0 H
SNH-1 Miliolids packstone Open Platform Interior F7 9 0 5 0 5 0 6 2 2 0 9 2 2 H
Sayatan PETROGRAFI Fasies Karbonat (Wilson,1975) SimbolKelimpahan Foraminifera dan Fosil asosiasinya
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
TABEL 1. Data Petrografi, Fasies karbonat dan Kelimpahan Foraminifera & Fosil Asosiasinya
GAMBAR 4 Analisis kluster dengan teknik Q-mode dengan metoda Ward’s method
10 20 30 40 50 60 70
-500
-400
-300
-200
-100
0
Similarity
KM5B
SNI-4B
YUG-4
KM7B
XB6
BC4
Za11
YUA-26
SNH-23
YUN13
XB2a
BC1
XB2b
XB9
SNA-24
SNH-26
SNC-9
YUJ-9A
SNI-3
Za6
XB10
U9
BC2
Da6
SNH-21
SNG-18
BC9
YUL-12
XA5
U8
U7
XB3
BC7
U4
SNH-3B
DA-10
YUL-4
YUN6
Za8
SNG-16
YUL-1
SNG-23
BC6
O7
SNH-6
U10
YUF-10
O8
SNG-20
YUA-27
YUN4
SNF-15
SNF-9
SNH-3A
SNH-4
KM6
KM7A
YUL-2
SNS-7
SNF-18
SNI-4A
YUF-4
YUN2
KM5A
XB1a
SNG-14
YUL-3
XB1b
SNG-22
SNH-1
A B C D E F G H
Sampel/perconto
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 5 Analisis kluster dengan teknik R-mode dengan metoda Ward’s method
TABEL 2 Nilai Indikator pada setiap kluster
Total sampel 1 1 1 7 23 4 2 31 Max IV
max Cluster A B C D E F G H Cluster
Variabel Indicator Value ( IV )
Plangtonik 47.2 45.96 0.776 0.241 0.214 4.62 0.039 0.38 A 47.2
Cycloclypeus 1.23 80.75 4.509 1.405 0.632 10.4 0 0.47 B 80.75
Miogypsinoides 18.38 0 0 39.02 3.128 0 0 1.21 D 39.02
Operculina 5.2 31.2 20.8 20.06 3.047 0.65 1.3 1.48 B 31.2
Heterostegina 0 46.12 18.45 18.07 0.697 2.31 0 1.11 B 46.12
Quinqueloculinids 1.518 6.074 4.555 13.39 4.34 3.61 53.9 5.34 G 53.9
Borelis 0 0 0 0.655 0.303 0 91.95 0.6 G 91.95
Koral 0 0 10.03 3.276 54.09 13.2 2.508 5.86 E 54.09
Lepidocyclina 4.284 5.712 67.83 13.67 1.943 3.93 0 1.74 C 67.83
Pararotalia 1.577 17.35 14.2 41.46 2.958 10.3 3.943 5.4 D 41.46
Amphistegina 7.468 56.63 7.468 11.2 1.638 10.3 0.778 2.66 B 56.63
Spiroclypeus 2.691 27.8 16.14 32.29 6.748 7.4 0.673 3.83 D 32.29
Alga 4.712 23.56 4.712 19.79 10.62 18.8 4.712 12.2 B 23.56
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
-500
-400
-300
-200
-100
0
Similarity
Plank
Cyclo
Migypnoid
Operculin
Heteros
Quinquelo
Borelis
Koral
Lepido
Pararotal
Amphisteg
Spiro
Alga
Taksa/variab
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 6 Kumpulan mikrofosil di fasies open sea shelf (Kluster A)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 7 Kumpulan mikrofosil di fasies deep shelf margin (Kluster B)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 8a Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster C)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 8b Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster D)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 8c Kumpulan mikrofosil di fore slope facies (Kluster F )
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 9 Kumpulan mikrofosil di organic buildup facies (Kluster E)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 10 Kumpulan mikrofosil di open platform facies (Kluster H)
PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
The 36th HAGI and 40
th IAGI Annual Convention and Exhibition
Makassar, 26 – 29 September 2011
GAMBAR 11 Kumpulan mikrofosil di restricted platform/lagoon facies (Kluster G)