Post on 10-Apr-2023
INTERAKSI pH, KARBONDIOKSIDA, ALKALINITAS DAN HARDNESS
DI KOLAM IKAN* (* “Interactions of pH, Carbon Dioxide, Alkalinity and Hardness in Fish Pond” by William A.
Wurts and Robert M. Durborow in SRAC Publication no 464)
Kualitas air di kolam dipengaruhi oleh interaksi banyak komponen kimiawi.
Karbondioksida, pH, alkalinitas dan hardness (kesadahan) yang saling
berhubungan dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kolam, tingkat
stress dan kesehatan ikan, ketersediaan oksigen dan toksisitas ammonia, seperti
halnya logam-logam tertentu. Kebanyakan gambaran kualitas air tak
konstan/tetap. Konsentrasi karbondioksida dan pH berfluktuasi atau bergeser tiap
hari. Alkalinitas dan hardness relatif stabil meski berubah juga, biasanya dalam
kisaran mingguan hingga bulanan, bergantung pada pH atau kandungan mineral
air dan tanah dasar.
1. pH DAN KARBONDIOKSIDA
Ukuran yang mengindikasikan apakah air asam atau basa disebut pH. Lebih
tepatnya, pH mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen dalam air dan
didefinisikan sebagai logaritma negatif dari mol konsentrasi ion hidrogen (-log
[H+]). Air dianggap asam jika pH kurang dari 7 dan basa jika pH diatas 7.
Kebanyakan nilai pH berkisar antara 0 dan 14. Kisaran pH yang direkomendasikan
untuk budidaya adalah 6,5 – 9.0 (Gambar 1).
1
Ikan dan vertebrata lainnya mempunyai rata-rata pH darah 7,4. Darah ikan
kontak sangat dekat dengan air (terpisahkan hanya 1 atau 2 sel), melalui
pembuluh darah insang dan kulit. Kisaran pH air kolam yang dikehendaki sangat
mendekati pH darah ikan (yakni 7,0 – 8,0). Ikan bisa stress dan mati jika pH drop
dibawah 5 (sangat asam) atau naik diatas 10 (misalnya di alkalinitas rendah
kaitannya dengan intesitas fotosintesa oleh alga/fitoplankton atau lumut yang
padat).
pH kolam terus bervariasi karena respirasi dan fotosintesis. Setelah
matahari terbenam, konsentrasi DO menurun karena fotosintesis berhenti dan
seluruh tanaman dan hewan di kolam mengkonsumsi oksigen (respirasi). Di kolam
yang padat tebarnya tinggi, konsentrasi karbondioksida meningkat sebagai hasil
dari respirasi. CO2 bebas dilepaskan saat respirasi bereaksi dengan air,
menghasilkan asam karbonat (H2CO3) temperatur (°C) dan pH menjadi lebih
rendah.
H2O + CO2 → H2CO3 → H+ + HCO3-
2
Tabel berikut merupakan ringkasan perubahan relatif DO, CO2 dan pH selama 24
jam (Tucker, 1984).
Waktu Perubahan
DO CO2 pH
Siang Meningkat Menurun Meningkat Malam Menurun Meningkat Menurun
Karbondioksida jarang bersifat toksik secara langsung terhadap ikan.
Namun demikian, konsentrasi yang tinggi mengakibatkan pH air kolam drop dan
membatasi kapasitas darah ikan untuk transport oksigen karena pH darah di
insang juga menjadi lebih rendah. Pada konsentrasi DO (misalnya 2 ppm), ikan
mati lemas karena level CO2 tinggi dan tak berpengaruh jika CO2 rendah.
Di tandon atau perairan alami, CO2 jarang melebihi 5 – 10 ppm. Konsentrasi
CO2 tinggi hampir selalu disertai dengan konsentrasi DO rendah (respirasi tinggi);
aerasi yang digunakan untuk meningkatkan DO rendah akan membantu
membuang kelebihan CO2 dengan meningkatkan difusi balik ke atmosfer. Level
CO2 yang kronis dapat di-treatment secara kimia dengan Ca(OH)2. Kira-kira 1 ppm
Ca(OH)2 akan membuang 1 ppm CO2 . Treatment ini jangan diterapkan di perairan
yang kapasitas buffer-nya miskin (alkalinitas rendah) karena pH akan meningkat
hingga level yang mematikan ikan. Dan juga, membahayakan ikan jika Ca(OH)2
diberikan ke perairan dengan konsentrasi ammonia tinggi. pH tinggi
meningkatkan toksisitas ammonia.
3
2. Alkalinitas
Jumlah basa yang ada di air didefinisikan apa yang disebut alkalinitas. Basa
umum yang ditemukan di kolam ikan meliputi karbonat, bikarbonat, hidroksida
dan pospat. Karbonat dan bikarbonat adalah komponen alkalinitas yang paling
umum dan paling penting. Alkalinitas diukur dengan jumlah asam (ion hidrogen)
air yang dapat terabsorb (buffer) sebelum mencapai pH yang ditunjukkan. Total
alkalinitas dinyatakan sebagai mg/l atau ppm kalsium karbonat (mg/l atau ppm
CaCO3). Kisaran total alkalinitas yang diinginkan untuk budidaya ikan antara 75 -
200 mg/l CaCO3.
Alkalinitas karbonat-bikarbonat (dan hardness) di air permukaan dan air bor
dihasilkan terutama dari interaksi CO2, air, dan batu kapur. Air hujan secara alami
bersifat asam karena terekspos terhadap CO2 atmosfer. Setelah air hujan jatuh ke
tanah, tiap tetes air hujan menjadi jenuh dengan CO2; dan pH menjadi lebih
rendah. Air bor dipompa dari reservoir/sumber air bawah tanah alami yang besar
atau kecil, yang membentuk kantong-kantong air bawah tanah (groundwater).
Tipikalnya, air bawah tanah konsentrasi CO2-nya tinggi dan pH dan konsentrasi DO
rendah.
Karbondioksida tinggi di air bawah tanah karena proses bakterial di tanah
dan beragam underground, pembentukan partikel mineral melalui gerakan air.
Setelah air tanah -atau air hujan- mengalir dan menapis tanah dan bentukan
bebatuan bawah tanah yang mengandung batu kapur kalsitik (CaCO3) atau batu
kapur dolomite [CaMg(CO3)2], asiditas yang dihasilkan oleh CO2 akan melarutkan
limestone dan membentuk garam-garaman bikarbonat kalsium dan magnesium:
4
CaCO3 + H2O + CO2 → Ca2+ + HCO3-
atau
CaMg(CO3)2 + H2O + 2CO2 → Ca2+ + Mg2+ + 4HCO3-
Air yang dihasilkan akan meningkat alkalinitas, pH dan hardness-nya.
3. Konsentrasi Alkalinitas, pH, dan Karbondioksida
Di air yang beralkalinitas sedang hingga tinggi (kapasitas buffering-nya baik)
dan level hardness yang serupa, pH-nya netral atau agak basa (7,0 hingga 8,3) dan
fluktuasinya tak besar. Jumlah CO2 yang lebih tinggi (yakni asam karbonat) atau
asam-asam lainnya diperlukan untuk menurunkan pH karena lebih basa untuk
menetralisir atau buffer asam. Hubungan antara alkalinitas, pH dan CO2 bisa
ditunjukkan pada Tabel 2. Angka (faktor) yang ada dalam table tersebut yang
terkait pH dan suhu air yang terukur dikalikan dengan nilai alkalinitas yang terukur
(mg/l sebagai CaCO3). Hasil dari bilangan-bilangan ini mengestimasikan
konsentrasi CO2 (mg/l).
Contohnya, Pak Itang mengukur pH 7,2, suhu air 25 °C dan total alkalinitasnya 103 mg/l di kolam
ikannya. Ia menentukan faktor koresponden 0,124 dari table 2 dan mengalikan angka ini dengan
alkalinitas yang terukur, 103 mg/l. hasilnya menunjukkan estimasi konsentrasi CO2 dalam kolamnya:
0,124x 103 mg/l alkalinitas = 12.8 mg/l CO2 .
5
Tabel 2. Faktor untuk menghitung konsentrasi CO2 di air dengan pH, suhu, dan
alkalinitas yang sudah diketahui.
pH Temperatur (°C)
5 10 15 20 25 30 35
6,0 2,915 2,539 2,315 2,112 1,970 1,882 1,839 6,2 1,839 1,602 1,460 1,333 1,244 1,187 1,160 6,4 1,160 0,010 0,921 0,841 0,784 0,749 0,732 6,6 0,732 0,637 0,582 0,531 0,495 0,473 0,462 6,8 0,462 0,402 0,367 0,335 0,313 0,298 0,291 7,0 0,291 0,254 0,232 0,211 0,197 0,188 0,184 7,2 0,184 0,160 0,146 0,133 0,124 0,119 0,116 7,4 0,116 1,101 0,092 0,084 0,078 0,075 0,073 7,6 0,073 0,064 0,058 0,053 0,050 0,047 0,046 7,8 0,046 0,040 0,037 0,034 0,031 0,030 0,030 8,0 0,029 0,025 0,023 0,021 0,020 0,019 0,018 8,2 0,018 0,016 0,015 0,013 0,012 0,012 0,011 8,4 0,012 0,010 0,009 0,008 0,008 0,008 0,007
Metode ini memerlukan pengukuran pH dari air sampel secara langsung,
tidak lebih dari 30 menit dari pengambilan sampel untuk meminimalisir
kesalahan/error. Namun karena banyak sumber error yang bisa terjadi dengan
cara ini, maka lebih akurat apabila dilakukan pengukuran CO2 cara langsung,
menggunakan prosedur kimiawi.
4. Alkalinitas, pH dan Fotosintesa
Basa berkaitan dengan reaksi alkalinitas dengan menetralisir asam.
Karbonat dan bikarbonat dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa dan
buffer (meminimalkan) perubahan pH. pH dari air ber-buffer kuat biasanya
berfluktuasi antara 6,5 dan 9,0. Di perairan dengan alkalinitas rendah, pH dapat
sangat rendah yang membahayakan (CO2 dan asam karbonat dari respirasi) atau
level tinggi yang membahayakan (fotosintesa yang cepat) –Gambar 2.
6
Fitoplankton sangat mikroskopis atau hampir mikroskopis merupakan
tanaman air yang sangat berpengaruh terhadap sebagian besar oksigen
(fotosintesis) dan produktivitas primer di kolam. Dengan menstabilkan pH pada
atau diatas 6.5, alkalinitas meningkatkan produktifitas fitoplankton (kesuburan
kolam) dengan meningkatkan ketersediaan nutrien (konsentrasi pospat terlarut).
Alkalinitas pada atau diatas 20 mg/l menahan CO2 dan meningkatkan konsentrasi
yang tersedia untuk fotosintesa.
Fitoplankton menggunakan CO2 dalam fotosintesis, pH air kolam meningkat
karena asam karbonat (yakni CO2 ) terbuang. Dan juga, fitoplankton dan tanaman
lainnya dapat mengambil bikarbonat (HCO3) dan membentuk CO2 untuk
fotosintesis, dan melepaskan ion karbonat (CO32- ):
2HCO3- + fitoplankton → CO2 (fotosintesa) + CO3
2- + H2O
CO32- + H2O → HCO3
- + OH- (basa kuat)
8
Karbonat yang dilepaskan (yang diubah dari bikarbonat) oleh tanaman
hidup dapat mengakibatkan pH naik secara drastis (diatas 9) selama periode
fotosintesis yang cepat oleh bloom fitoplankton (alga) yang padat. Naiknya pH
dapat terjadi pada air beralkalinitas rendah (20-50 mg/l) atau pada air yang
alkalinitas bikarbonat-nya sedang hingga tinggi (75-200 mg/l) yang mempunyai
hardness kurang dari 25 mg/l.
Alkalinitas bikarbonat yang tinggi di air ‘lunak’ dihasilkan dari sodium dan
potassium karbonat yang lebih mudah larut daripada karbonat kalsium dan
magnesium yang menyebabkan hardness. Jika terdapat kalsium, magnesium dan
fotosintesis yang menghasilkan karbonat ketika pH lebih besar dari 8.3
membentuk limestone. Kolam dengan alkalinitas dibawah 20 mg//l biasanya tak
mampu menopang bloom fitoplankton dan pH meningkat drastis karena
fotosintesis yang intens.
5. Hardness
Hardness air penting untuk budidaya ikan dan umumnya menyatakan aspek
kualitas air. Hardness merupakan suatu ukuran kuantitas ion divalent (yaitu
garam-garam dengan 2 muatan positif) seperti kalsium, magnesium dan atau besi
di air. Hardness merupakan gabungan garam-garam divalent; namun, kalsium dan
magnesium merupakan sumber hardness yang paling umum.
Hardness biasanya diukur dengan titrasi kimia. Hardness air sampel
dinyatakan dalam mg/l sebagai kalsium carbonat (mg/l CaCO3). Hardness kalsium
9
karbonat merupakan istilah umum yang mengindikasikan total jumlah garam-
garam divalent yang ada dan secara khusus tidak menunjukkan apakah kalsium,
magnesium, dan atau beberapa garam-garam divalent lainnya menyebabkan
hardness air.
Hardness umumnya rancu dengan alkalinitas (total konsentrasi basa).
Kerancuan ini berkaitan dengan istilah yang digunakan untuk menyatakan
keduanya, mg/l CaCO3. Jika limestone yang berpengaruh terhadap hardness dan
alkalinitas, maka konsentrasinya akan serupa (jika tak identik). Namun, ketika
sodium bikarbonat (NaHCO3) yang berpengaruh terhadap alkalinitas
memungkinkan hardness rendah dan alkalinitas tinggi. Air asam, air tanah, atau
air bor biasanya mempunyai hardness rendah atau tinggi dan alkalinitas rendah
atau tak beralkalinitas.
Kalsium dan magnesium sangat esensial dalam proses biologis ikan
(pembentukan tulang dan sisik, pembekuan darah dan reaksi metabolisme
lainnya). Ikan dapat menyerap kalsium dan magnesium secara langsung dari air
atau dari pakannya. kalsium merupakan garam divalent lingkungan yang paling
penting dalam budidaya ikan. Adanya kalsium bebas (ionic) dalam air budidaya
membantu menurunkan hilangnya garam-garam lain (seperti sodium dan
potassium) dari cairan tubuh (yakni darah).
Sodium dan potassium merupakan garam-garam yang paling penting dalam
darah ikan dan sangat kritikal untuk fungsi jantung, saraf, dan otot yang normal.
Riset menunjukkan bahwa kalsium dalam lingkungan juga diperlukan untuk
10
mengabsorb kembali hilangnya garam-garam ini. Dalam air berkalsium rendah,
ikan dapat kehilangan sejumlah sodium dan potassium subtansial ke air (keluar
dari tubuhnya). Energi tubuh digunakan untuk mengabsorb kembali garam-garam
yang hilang tersebut.
Kisaran kalsium bebas yang disarankan dalam perairan budidaya adalah 25
hingga 100 ppm (63-250 mg/l CaCO3 hardness). Ikan lele dapat mentolerir
konsentrasi calsium yang rendah asalkan pakannya mengandung level mineral
kalsium minimum, tetapi pertumbuhannya lebih lambat. Hal yang sama, ikan
rainbow trout dapat mentolerir perairan yang free konsentrasi kalsium serendah
10 mg/l jika pH diatas 6,5. Jika budidaya air tawar ikan striped bass, red drum,
atau crawfish harus dipertimbangkan, konsentrasi kalsium bebas berkisar 40-100
ppm (100-250 ppm sebagai CaCO3 hardness), akan lebih baik jika level 100 ppm
(250 ppm kalsium hardness) serupa dengan konsentrasi kalsium darah ikan. Tes
specifik untuk kalsium hardness sebaiknya dilakukan pada sampel air dari sumber
air yang akan dipakai untuk membudidaya ikan-ikan tersebut.
Nilai CaCO3 hardness yang rendah merupakan indikasi kuat bahwa
konsentrasi kalsiumnya rendah. Namun begitu, hardness tinggi tak selalu
mencerminkan konsentrasi kalsium tinggi. Tetapi, karena limestone sangat umum
di tanah dan lapisan bebatuan di Amerika Tenggara, untuk amannya diasumsikan
bahwa hardness tinggi mencerminkan level calsium tinggi.
Nilai CaCO3 hardness 100 mg/l mencerminkan konsentrasi kalsium bebas 40
mg/l (nilai CaCO3 dibagi dengan 2,5) jika hardness diakibatkan oleh adanya
11
kalsium saja. Hal serupa, nilai CaCO3 100 mg/l merepresentasikan nilai magnesium
bebas 24 mg/l (nilai CaCO3 dibagi dengan 4,12) jika hardness diakibatkan oleh
magnesium saja. Faktor-faktor ini (2,5 dan 4,12) terkait dengan berat molekul
CaCO3 dan perbedaan berat atom antara kalsium dan magnesium. Jika hardness
diakibatkan oleh limestone, nilai CaCO3 biasanya merefleksikan gabungan kalsium
dan magnesium bebas dengan kalsium yang menjadi garam divalent yang utama.
Kapur pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi kalsium
(dan alkalinitas karbonat dan bikarbonat) di daerah yang perairannya asam atau
air tanah. Namun demikian, pada pH 8,3 atau lebih, kapur pertanian tak akan
larut. Gypsum pertanian (kalsium sulfat) atau kalsium chloride dapat digunakan
untuk meningkatkan level kalsium di perairan lunak beralkali. Pengidentifikasian
sumber air yang cocok mungkin menjadi lebih praktis.
6. Pengaruh pH, Alkalinitas, dan Hardness terhadap Toksisitas Ammonia dan
Logam Berat
Ammonia menjadi lebih toksik jika pH meningkat. Konsentrasi ammonia
toksik (NH3) yang lebih tinggi terbentuk di air yang basa; sedangkan bentuk yang
kurang toksik, ammonium (NH4+) lebih lazim di perairan asam. Karena alkalinitas
meningkatkan pH, ammonia akan lebih toksik di perairan dengan total alkalinitas
tinggi. Hardness tak berhubungan dengan toksisitas ammonia.
Logam seperti copper (Cu, tembaga) dan zinc (ZN) umumnya digunakan di
seputar lingkungan akuatik. Logam-logam ini menjadi lebih mudah larut di
12
lingkungan asam. Bentuk ion terlarut atau bebas dari logam-logam ini beracun
untuk ikan. Total alkalinitas tinggi meningkatkan pH dan terdapat basa yang
mengakibatkan bentuk copper dan zinc yang kurang toksik atau tak larut.
Konsentrasi kalsium dan magnesium (hardness) tinggi memblokir efek copper dan
zinc pada sisi toksiknya. Oleh karena itu, copper dan zinc lebih toksik terhadap
ikan di air asam, ‘lunak’ dengan total alkalinitas rendah.
Idealnya, kolam budidaya sebaiknya pHnya antara 6,5 dan 9,0 dengan total
alkalinitas sedang hingga tinggi (75-200 mg/l) dan kalsium hardness 100-250 mg/l
CaCO3. Banyak prinsip-prinsip kimia abstrak (misal buffering karbonat-bikarbonat)
dan sulit untuk dipahami. Namun demikian, pemahaman fundamental konsep
dan kimia yang mendasari interaksi pH, CO2, alkalinitas, dan hardness diperlukan
untuk manajemen kolam yang efektif dan profitable. Tak ada yang bisa
memungkiri bahwa kualitas air merupakan kimiawi air.
13