Post on 21-Apr-2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banks leading the development, besarnya peran perbankan
dalam keseluruhan sistem keuangan nasional, menuntut
peran lebih sektor perbankan yang dapat memberdayakan
ekonomi masyarakat mengawal pencapaian pertumbuhan
ekonomi, Sesuai dengan fungsi intermediary perbankan
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 UU No 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) bahwa “Fungsi utama
Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman
(kredit)“.
Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya
ditulis PBI) No : 14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012
Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan
Pengelolaan (Trust) menambah jenis perjanjian yang
berkembang dalam praktik perbankan. PBI ini merupakan
tindak lanjut dari kebijakan makropudensial tentang
penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang
luar negeri (DULN) melalui perbankan di dalam negeri.
1
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fakta adanya
kebutuhan bisnis khususnya di sektor migas yang masih
menggunakan jasa Trustee oleh perbankan di luar negeri.dan
Penggunaan konsep trust dalam aktivitas bisnis di Indonesia
semakin berkembang, tidak hanya di dalam transaksi
perbankan, namun juga di dalam transaksi pasar modal, dan
investasi.
Landasan hukum dari penerbitan PBI ini yang
berdasarkan kepada Pasal 6 Huruf i UU Perbankan.
Berdasarkan pasal tersebut, Bank dapat melakukan
kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak. Secara teoritis terdapat
perbedaan yang substansial antara perjanjian penitipan
guna kepentingan pihak ketiga dalam KUHPerdata dengan
konsep trust, yang berasal dari common law system.
Dari sudut pandang hukum , konsep trust masih
menimbulkan perdebatan , mengingat secara historis konsep
trust berasal dari sistem hukum Anglo-Saxon (common law
system) yang mengenal dual-ownership , dimana terhadap
suatu benda dimungkinkan untuk dimiliki oleh subjek hukum
berbeda, yaitu pemilik legal (legal owner) dan pemilik
2
manfaat ( beneficial owner). Hal ini tidak dikenal dalam
sistem hukum benda dan hukum perjanjian di Indonesia,
namun eksistensi dari perjanjian trust ini dimungkinkan
berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam hukum
perjanjian (Pasal 1338 Ayat 1).
Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan
terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yakni (i) settlor
sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya untuk
dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari bank
yang melakukan kegiatan Trust; dan (iii) beneficiary yakni
pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust. Pada
dasarnya hubungan hukum yang terjalin di antara settlor,
trustee, maupun beneficiary termasuk ke dalam lingkup
perjanjian.
Perjanjian pada umumnya diatur pada Pasal 1313
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”
Berdasarkan sistem hukum benda di Indonesia ( Buku
II) KUHPerdata, pemilik legal adalah merupakan pemilik
3
manfaat. Dalam tataran praktis, penggunaan konsep trust
ini akan bersinggungan dengan kepentingan pihak ketiga,
yakni pemilik dana yang dititip dan dikelola oleh pihak
bank. Selanjutnya, Berdasarkan PBI, bank dimungkinkan
bertindak sebagai agen investasi dimana Bank akan
bertindak sebagai trustee yang melakukan investasi asset
berdasarkan instruksi yang jelas dan rinci dari settlor,
yang disesuaikan dengan jenis kegiatan atau instrument
yang digunakan.
Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka mengandung
beberapa asas penting seperti asas kebebasan berkontrak,
asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan
mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas
kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas
kebiasaan.1 Miriam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa asas
kebebasan berkontrak tersebut di atas pada dasarnya
dibatasi juga oleh tanggung jawab para pihak.2 Asas-asas
yang disebutkan di atas harus dikandung dalam setiap
perjanjian termasuk perjanjian Trust yang didesain oleh
1 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan, Bandung, Alumni 2001, hlm. 1082 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni 1994, hlm. 45
4
bank, yang dibentuk berdasarkan PBI No. 14/17/PBI/2002
tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan
Pengelolaan (Trust).
PBI tersebut bertujuanmemberikan penguatan struktur
pasokan devisa yang berssumber dari devisa hasil ekspor
migas. Kegiatan Trust ini dilakukan oleh unit kerja yang
terpisah dari unit bank lainnya. Ketentuan PBI ini akan
bermanfaat untuk mengelola potensi devisa yang belum
tergali secara maksimal.
Kegiatan Pengelolaan dan Penitipan (Trust) ini memiliki
tiga fungsi yaitu; sebagai agen pembayar, sebagai agen
investasi secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah serta sebagai agen peminjam dan atau agen
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Untuk menjalankan
fungsi trustee, bank umum selain kantor cabang bank asing
(KCBA) yang akan menjadi trustee harus memenuhi dua tahap
yang harus ditempuh dan sudah di tentukan okeh Bank
Indonesia. Pertama. harus memiliki izin prinsip dengan
sejumlah syarat selain berbadan hukum Indonesia, Bank
tersebut memiliki Kpaasitas untuk melakukan kegiatan Trust,
mencantumkan rencana kegiatan Trust dalam Rencana Bisnis
5
Bank (RBB) yang sudah memperoleh assessment dari Bank
Indonesia. Setelah itu Bank yang ingin memperoleh
kegiatan trustee harus mendapatkan surat penegasan dari Bank
Indonesia. Jika dua tahap ini sudah dipenuhi, baru sebuah
bank dapat menjalankan kegiatan trustee nya.
Berdasarkan PBI tersebut, hubungan hukum yang
mendasari kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan ini
didasarkan pada perjanjian, yakni perjanjian trust.
Sebagaimana telah dijelaskan , perjanjian trust merupakan
perjanjian yang berasal dari common law system. Oleh
karena itu perlu dikaji perjanjian penitipan dan
pengelolaan ( trust) berdasarkan PBI ini agar dalam
praktik dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan
tujuan berlakunya PBI tersebut dan harmonis dengan hukum
yang berlaku. Ada pun judul penelitian yang diangkat
adalah IMPLIKASI KEGIATAN USAHA PENITIPAN DENGAN
PENGELOLAAN (TRUST) DALAM AKTIVITAS PERBANKAN TERHADAP
PEMBAHARUAN HUKUM PERJANJIAN INDONESIA
1.2 Rumusan Masalah
6
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana
diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan, antara lain :
1. Bagaimana kedudukan perjanjian penitipan dan
pengelolaan (trust) dalam sistem hukum perjanjian
Indonesia?
2. Bagaimana tanggung jawab Bank terhadap pengelolaan
asset yang dititipkan dan dikelola oleh Bank?
3. Apakah implikasi hukum dari kegiatan penitipan dan
pengelolaan (trust) terhadap pembaruan hukum
perjanjian Indonesia?
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kegiatan Usaha Bank Pada Umumnya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN 2010-2014) yang dituangkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2010 sebagai pelaksanaan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa pembangunan
di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai
permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya,
tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan
terciptanya kondisi-kondisi dasar yaitu :
a) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;
b) Penciptaan sector ekonomi yang kokoh serta;
c) Pembangunan ekonomi yang inklusif dan
berkeadilan.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi nasional tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi dunia yang
8
saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang dipicu
oleh kasus subprime mortgage di Amerika Serikat.3
2.2 Kegiatan Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) yang Di
kelola Oleh Bank
Indonesia telah mengambil kebijakan di sektor
moneter melalui Bank Indonesia, kebijakan tersebut
terkait devisa hasil ekspor dan utang luar negeri.
Berdasarkan PBI no : 14/25/PBI/2012 Tentang Penerimaan
Devisa Hasil ekspor dan Penarikan Devisa Luar Negeri,
maka bank di Indonesia dimungkinkan untuk menawarkan
kegiatan usaha yang berkenaan dengan penitipan dan
pengelolaan asset (trust) berdasarkan perjanjian.
Diharapkan dengan kebijakan ini, pasokan devisa dapat
menjadi lebih berkesinambungan (sustainable), yang dapat
yang dapat dioptimalkan untuk keperluan kegiatan usaha
bank yang mendukung pengelolaan devisa. Lebih lanjut
pengelolaan devisa dapat dilakukan melalui kegiatan
usaha bank berupa penitipan dan pengelolaan (trust) yang
dapat mendukung peningkatan daya saing perbankan di
3 Lihat Bab III .Ekonomi dalam Lampiran PErturan Presiden RI No : 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010- 2014.
9
dalam negeri, pendalaman pasar keuangan atau financial
deepening, dan terwujudnya pasar keuangan yang aktif dan
sehat..4
Jenis kegiatan penitipan pengelolaan ini merupakan
wujud pengembangan dari jenis usaha bank yang sudah
diatur didalam Pasal 6 UU perbankan. Didalam Pasal 6
huruf (i) diatur bahwa salah satu usaha bank adalah
menyediakan Jasa Penitipan Untuk Kepentingan Pihak
ketiga (custody).
Realisasi dari perkembangan Kegiatan usaha bank
untuk penitipan dan pengelolaan (trust) dapat mendukung
upaya Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan nilai
Rupiah. Upaya ini ini sesuai dengan fungsi Bank sebagai
intermediary yang mempertemukan mereka yang mempunyai
kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang
membutuhkan dana (Lack of Fund).
Sebelumnya Bank tidak diperkenankan untuk
menyelenggarakan kegiatan trust sehingga peluang untuk
menarik devisa sisa hasil ekspor dan utang luar
negeri tidak terfasilitasi. Diharapkan dengan terbitnya
4 Lihat bagian menimbang PBI No 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan UsahaBank berupa Penitipan dan pengelolaan (trust).
10
PBI no 14/ 17/ PBI/2012 kelebihan dana yang berasal
dari devisa hasil ekpor dan utang luar negeri dapat
digunakan di dalam negeri, dan pada akhirnya dapat
menunjang pembangunan ekonomi di Indonesia. Walaupun
usaha dan jenis usaha bank termasuk pengembangan
kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan (trust) harus
tetap patuh terhadap prinsip utama dalam aktifitas
perbankan yakni Prinsip kehati-hatian (prudential banking
plinciples) 5
Berkaitan dengan kegiatan usaha ini, jika dilihat
dari sudut pandang hukum perjanjian, pengembangan
kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan asset (trust)
yang didasarkan pada perjanjian ini merupakan
pengembangan dari jenis perjanjian yang tetap tunduk
pada ketentuan umum dalam Buku III KUHPerdata Tentang
Perikatan. KUHperdata merupakan produk system hukum
Eropa Kontinental, namun dalam perkembangannya banyak
produk hukum di Indonesia yang dipengaruhi oleh system
hukum Anglo Saxon dan salah satunya adalah perjanjian
trust sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan5 Lihat Pasal 2, Pasal 8 dan Pasal 29 UU Perbankan.
11
terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yakni (i) settlor
sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya
untuk dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari
bank yang melakukan kegiatan Trust; dan (iii) beneficiary
yakni pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust.
Pada dasarnya hubungan hukum yang terjalin di antara
settlor, trustee, maupun beneficiary termasuk ke dalam lingkup
perjanjian yang masi didasarkan Keada ketentuan-
ketentuan umum dalam Buku II KUHPerdata diantaranya
Pasal 1313, 1320 , dan 1338.
Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka
mengandung beberapa asas penting seperti asas kebebasan
berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas
kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas
kepatutan, dan asas kebiasaan.6 Miriam Darus
Badrulzaman menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak
tersebut di atas pada dasarnya dibatasi juga oleh
tanggung jawab para pihak.7 Asas-asas yang disebutkan
di atas harus dikandung dalam setiap perjanjian
6 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan, Bandung, Alumni 2001, hlm. 1087 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.. Cit, hlm. 45
12
termasuk perjanjian Trust yang didesain oleh bank, yang
dibentuk berdasarkan PBI No. 14/17/PBI/2002 tentang
Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan
(Trust).
Terbitnya Peraturan Bank Inonesia PBI No :
14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012 Tentang
Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan Pengelolaan
(Trust) menambah jenis perjanjian yang berkembang dalam
praktik perbankan. PBI ini merupakan tindak lanjut
dari kebijakan makropudensial tentang penerimaan devisa
hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN)
melalui perbankan di dalam negeri. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh fakta adanya kebutuhan bisnis
khususnya di sektor migas yang masih menggunakan jasa
Trustee oleh perbankan di luar negeri.. berdasarkan PBI
ini Bank akan bertindak sebagai trustee guna menarik
potensi devisa dari industry Migas yang semula dikelola
oleh trustee di luar negeri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan BI diperoleh
keterangan bahwa Bank Indonesia mengambil peluang
tersebut dengan cara mendorong perbankan domestic untuk
13
menyediakan dan mengembangkan jasa yang diatur dalam UU
Perbankan. Pasal 6 huruf 1 jo Pasal 9 UU Perbankan
mengatur tentang kegiatan penitipan untuk kepentingan
pihak ketiga berdasarkan suatu kontrak. Selanjutnya
kontrak yang dibuat harus memenuhi rambu-rambu sebagai
berikut :
a. Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan
penitipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf i bertanggung jawab untuk menyimpan
harta mulik penitip dan memenuhi kewajiban
sesuai dengan kontrak;
b. Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan
dicatat secara tersendiri;
c. Dalam hal mengalami kepailitan, semua harta
yang dititipkan pada Bank tersebut tidak
dimasukkan ke dalam harta pailit dan wajib
dikembalikan kepada penitip yang
bersangkutan.
Mengacu pada peluang mengembangkan jasa penitipan di
atas, PBI menerbitkan PBI No : 14/17/PBI/2012 Tentang
Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dan Pengelolaan
14
(Trust). PBI ini tentu bukan satu2nya regulasi yang
mengatur kegiatan trust di perbankan. Banyak regulasi
terkait yang melengkapi UU Perbankan dan PBI tentang
trust tersebut. Salah satu yang terkait dengan fungsi
pengawasan terhadap aktivitas Trust ini, Bank Indonesia
mengeluarkan Surat Edaran No : 15/10/DPNP 2013 Tentang
Laporan Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)
Bank Umum yang disampaikan kepada Bank Umum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa
hingga saat ini baru 3 Bank yang menawarkan jasa
penitian dengan pengelolaan (trust) ini, yakni Bank
Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI. Berkenaan dengan
kontrak sebagai dasar hubungan hukum bank selaku trustee
dengan settlor/beneficiary, kewenangan Bank selaku trustee
dibatasi oleh PBI. Selanjutnya Pasal 5 Ayat 1 PBI
memgatur tentang kegiatan yang dapat dilakukan oleh
Bank selaku trustee, yakni :
a) agen Pembayar (paying agent) ; kegiatan menerima
dan melakukan pemindahan uang dan/atau dana,
serta mencatat arus kas masuk dan keluar untuk
dan atas nama Settlor.
15
b) Agen investasi dana secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah.; kegiatan
menempatkan , mengkonversi, melakukan lindung
nilai (hedging) dan mengadministrasikan
penempatan dana untuk dan atas nama Settlor.
c) Agen peminjaman (borrowing agent) dan/atau agen
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk
dan atas nama settlor sesuai perjanjian trust.
Disini Bank akan bertinfak sebagai perantara
dalam rangka mendapatkan sumber-sumber
pendanaan antara lain dalam bentuk
pinjaman/pembiayaan.
Selanjutnya Pasal 14 Ayat 2 menegaskan bahwa seluruh
kegiatan yang dimaksud wajib dilakukan berdasarkan
instruksi tertulis dari settlor sebagaimana termuat
dalam perjanjian trust.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam PBI , tugas
bank sebagai trust dalam Perjanjian Trust sebatas pihak
yang akan melakukan perbuatan hukum berdasarkan
perintah tertulis untuk kepentingan settlor, yang
sekaligus beneficiary. Dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal
16
23 dari PBI No. 14/17/PBI/2012 disebutkan bahwa
perjanjian Trust yang dibuat secara tertulis harus
memuat hal-hal sebagai berikut :
a) penunjukan bank sebagai trustee
b) penunjukan beneficiary
c) hak dan kewajiban para pihak, yaitu trustee, settlor,
dan beneficiary
d) kewajiban trustee untuk menjaga kerahasiaan data
dan transaksi settlor dan beneficiary, kecuali untuk
kepentingan pelaporan kepada Bank Indonesia
e) harta Trust tidak termasuk dalam harta pailit
dan wajib dikembalikan kepada settlor
f) pencatatan harta Trust dilakukan secara terpisah
dari harta bank
g) pembebasan trustee dari tanggung-jawab
(indemnification) terhadap kerugian, kecuali karena
kelalaian (negligence) dan pelanggaran (unlawful
conduct) yang dilakukan trustee
h) mekanisme penghentian perjanjian Trust
i) penunjukan trustee pengganti dalam hal bank
sebagai trustee dicabut izin usahanya sebagai
17
bank baik atas inisiatif Bank Indonesia maupun
atas Permintaan bank (self liquidation), atau
dicabut persetujuan prinsipnya untuk melakukan
kegiatan Trust
j) penyelesaian sengketa
k) pilihan hukum (choice of law)
l) yurisdiksi pengadilan apabila penyelesaian
sengketa ditempuh melalui jalur hukum
m) klausula yang menyatakan bahwa kegiatan yang
diperjanjikan dalam perjanjian Trust adalah
kegiatan Trust sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012
n) klausula yang menyatakan bahwa perubahan
terhadap isi perjanjian hanya dapat dilakukan
secara tertulis dan disepakati oleh para pihak
o) tidak bertujuan untuk pencucian uang dan/ atau
terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme
p) tidak bertentangan dengan ketentuan dan
18
peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku.
2.3 Perjanjian Pada Umumnya dalam Sistem Hukum Indonesia
Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia
tercantum dalam Buku III KUHPerdata. Berdasarkan Pasal
1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan Perjanjian adalah:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”.
Perjanjian secara umum dapat mempunyai arti yang
luas dan sempit. Dalam arti luas suatu perjanjian berarti
setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai
yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para
pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian
kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit “perjanjian”
disini hanya ditujukan terhadap hubungan-hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud
oleh Buku III KUHPerdata.
19
Hukum perjanjian dibicarakan sebagai bagian daripada
hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian
daripada hukum kekayaan. Maka hubungan yang timbul antara
para pihak di dalam perjanjian adalah hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan. Karena perjanjian
menimbulkan hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan,
maka dapat kita simpulkan, bahwa perjanjian menimbulkan
perikatan. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa perjanjian
adalah salah satu sumber utama perikatan. Dan karenanya
ada yang mengatakan, bahwa perjanjian yang diatur di
dalam Pasal 1313 BW adalah perjanjian yang menimbulkan
perjanjian yang menimbulkan perikatan atau perjanjian
obligatoir. 8
Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi
dua atau jamak, di mana untuk itu diperlukan kata sepakat
para pihak. Akan tetapi tidak semua perbuatan hukum yang
bersegi banyak merupakan persetujuan/perjanjian, misalnya
pemilihan umum. Perjanjian kalau dilihat dari wujudnya
adalah merupakan rangkaian kata-kata yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang diucapkan
8 J. Satrio, Op. Cit, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 28
20
atau dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak
yang membuat perjanjian. Dalam perjanjian tercantum hak-
hak dan kewajiban dari pihak yang membuatnya.9
Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan
sebagaimana mestinya apa yang merupakan hak dan kewajiban
terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena itu
melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu untuk kepentingan
orang lain, yakni pihak yang berhak atas pelaksanaan
perjanjian tersebut. Apabila perjanjian itu bersegi satu
maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut
hanya ada pada satu pihak saja sedangkan pihak yang lain
hanya mempunyai hak. Tapi bilamana perjanjian itu
bersegi dua maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian
ada pada kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak
secara timbal balik masing-masing mempunyai hak dan
kewajiban yang saling berhadapan satu sama lain.
2.3.1 Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Mengenai hukum perjanjian khususnya kita mengenal
beberapa asas yaitu :9 Mariam Darus Badruldjaman, Keputusan-keputusan Tentang Perkara Perdata, Bapit Cabang Sumatera Utara, Medan, 1962, hlm. 253.
21
1. Asas itikad baik
Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata yang menyatakan bahwa surat perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adanya itikad
baik merupakan hal utama dalam suatu perjanjian. Hal
ini menunjukan bahwa dalam mengadakan suatu
perjanjian, para pihak mendasarkannya atas tujuan
yang, dan memang berniat baik untuk melaksanakan
perjanjian tersebut sesuai dengan yang
diperjanjikan, tanpa adanya tipu muslihat.
2. Asas kebebasan berkontrak
Merupakan kebebasan mengadakan perjanjian yang
berisi dan bersyarat apa saja dengan siapa saja.
Kebebasan berkontrak merupakan kehendak bebas
sebagai perwujudan dan diakuinya hak asasi manusia.
Hal ini berarti bahwa para pihak bebas membuat
perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian
tersebut, sepanjang memenuhi syarat sebagai
berikut:10
1. Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian
10 Munir Fuady, “Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis)” PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999, hlm. 30
22
2. Tidak dilarang oleh undang-undang
3. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku
4. Dilaksanakan dengan itikad baik
Asas ini terdefinisikan dalam Pasal 1319 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa Semua persetujuan, baik yang
mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal
dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan
umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.
3. Asas konsensualisme
Konsensualisme berasal dari kata ‘konsesnsus’ yang
berarti kesepakatan. Hal ini menunjukan dengan
adanya kesepakatan diantara para pihak, berarti
telah tercapai sesuatu kehendak. Kehendak ini harus
dinyatakan. Dengan demikian, menurut asas ini,
perjanjian dilahirkan pada saat tercapainya
kesepakatan.
4. Asas kekuatan mengikat
Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak hanya
terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga
kebiasaan, kepatutan, dan moral. Hal ini secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 1254 KUHPerdata “semua
23
syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tidak
mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan
kesusilaan baik, atau sesuatu yang dilarang oleh
undang-undang, adalah batal, dan berakibat bagi
persetujuan yang digantungkan padanya, tidak
berdaya.”
5. Asas kepastian hukum
Asas ini harus terdapat dalam setiap perjanjian yang
dibuat. Kepastian ini terungkap dari kekuatan
mengikat perjanjian tersebut sebagai undang-undang
bagi pihak-pihak yang membuatnya.
6. Asas kepatutan
Asas ini terkandung dalam Pasal 1339 KUHPerdata dan
berkaitan dengan isi perjanjian. Hal yang dinyatakan
secara tegas oleh pihak-pihak mengenai hak-hak dan
kewajiban mereka dalam suatu perjanjian harus
memenuhi nilai kepatutan yang dianut oleh masyarakat
dan harus memenuhi rasa keadilan masyarakat
7. Asas kebiasaan
24
Hal ini diatur dalam Pasal 1339 dan Pasal 1347
KUHPerdata. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
hal-hal yang secara tegas telah diatur, tetapi juga
hal-hal yang memenuhi kebiasaan umum lazim diikuti.
2.4 Perjanjian Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) Dalam
Perspektif Sistem Hukum Indonesia.11
2.4.1Trust merupakan bagian dari Equity.
Dalam pandangan tradisi hukum Anglo Saxon trust is created
where the absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in
that property to a person, (the trustee) to hold that peoperty on trust for
the benefit of another person (the beneficiary) in accordance with terms
set out by the settlor
Disamping itu pengertian yuridis dari Trust, berikut ini
diberikan definisi yang diberikan oleh Black’s Law
Dictionary sebagai berikut :
“(1) the right, enforceable solely in equity, to the beneficial enjoyment of
property to which another person holds the legal title; a property
11 Sub bab ini merupakan Bagian dari Hasil penelitian Tri Handayani &Lastuti Abubakar, Upaya Perlindungan terhadap Pihak Ketiga (Beneficiary) dalamPerjanjian Trust (Trusteeship Agreement) sebagai Perjanjian yang Berkembang dalamPraktikI, dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Padjadjaran.
25
interest held by one person ( the trustee ) at the request of another (the
settler) for the benefit of a third party (beneficiary);
(2) a fiduciary relationship regarding property and charging the person
with title to the property with equitable duties to deal with it for
another’s benefit; the confidence placed in a trustee, together with the
trustee’s obligations toward the property and the beneficiary”12
teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor
menyerahkan suatu benda untuk diletakkan dalam trusts
yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan trustee.
Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan
kewajiban kepada trustee untuk menyerahkan kenikmatan
atau kemanfaatan benda tersebut kepada pihak ketiga
yang disebut dengan beneficiary. Ini menunjukkan bahwa
settlor sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan
trusts yang diucapkan olehnya dilaksanakan tidak lagi
menguasai, memiliki atau mempunyai kepentingan apapun
atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut.
Penyerahan benda tersebut tidak disertai dengan suatu
kontra prestasi langsung yang harus dilakukan oleh
trustee kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak12 Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn: Thompson Reuters,9th ed, 2009) hlm. 1647-1648
26
ketiga yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan
trusts-nya tersebut.
Pada negara-negara dengan tradisi Anglo saxon, trusts
adalah suatu pranata atau institusi yang unik. Trust
tidaklah berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian
dati suatu sistem yang lebih besar, yaitu equity.13 Trust
merupakan salah satu kontribusi terbesar dari equity.14
Dalam perjanjian trust dikenal ada 2 (dua) jenis
kepemilikan (ownerships) yakni pemilik secara hukum (legal
owner) yang disebut dengan trustee yang melakukan dungsi
pengurusan atau pengelolaan atas kekayaan trust, dan
pemilik manfaat (beneficial owner) yang dinamakan dengan
beneficiary. Pemilik menurut hukum (legal owner) adalah trustee,
sedang pemilik manfaat (beneficiary) hanya memperoleh
manfaat menggunakan atau memakai benda yang berada
dalam pemilikan trustee.15
13 Peter Joseph Loughlin, “The Domestication of The “Trust: Bridging theGap between Common Law and Civil Law, hlm. 3,http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm 14 Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet & Maxwell,2000), hlm. 1. 15 Jonker Sihombing:Pengaturan KEgiatan Trust Bagi Industri PErbankan di Indonesia. Jurnal law review vol XII No 3- Maret 2013 hlm. 474
27
Dalam suatu trust, trustee tidaklah memiliki hubungan
langsung dengan benefiaciary. Trustee adalah pihak yang
menerima hak milik atas suatu benda dari tangan settlor,
baik yang diberikan setelah settlor meninggal (trust will)
maupun selama settlor masih hidup (iter vivos) dengan
kewajiban untuk menyerahkan kenikmatan trust corpus
kepada beneficiary. Trustee, meskipun merupakan
pemegang hak milik atas benda yang berada dalam trusts
tidaklah memiliki wewenang yang penuh atas benda yang
berada di dalam trusts tersebut.
Pure trusts adalah suatu perjanjian dengan tiga pihak.
Trust demikian dibentuk dari suatu perjanjian yang
disebut dengan “indenture”, yang memuat kesepakatan
antara pihak yang disebut dengan nama grantor atau creator
atau settlor yang meletakkan suatu benda ke dalam trusts,
dengan trustee sebagai pihak yang dipercayakan untuk
melindungi, mengurus, dan memberikan kemanfaatan dari
benda yang diletakkan dalam trusts (trusts corpus) untuk
kepentingan pihak-pihak yang dinamakan beneficiaris,
yang berhak atas pemanfaatan atau penghasilan yang
diperoleh berdasarkan atau menurut syarat-syarat dan
28
ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut.
Selanjutnya karena trusts ini dibentuk berdasarkan pada
suatu perjanjian, dalam hal ini seluruh ketentuan yang
berlaku dalam common law berlaku bagi trusts yang
demikian.
2.4.2 Prinsip-prnsip yang terkandung dalam Equity
Equity merupakan konstruksi etikal, 16 yang diterapkan
secara kasuistis ternyata pada akhirnya juga memperoleh
bentuk-bentuk hukumnya, yang selanjutnya menghasilkan
prinsip-prinsip (hukum) dalam equity, yang kemudian
diterapkan setiap proses dalam peradilan, khususnya
setelah berlakunya judicature Act (Imp) 1873. Prinsip-prinsip
equity secara garis besar dijelaskan berikut di bawah ini
:17
1. Equity will not suffer a wrong to be without remedy
Prinsip ini merupakan dasar atau pondasi equity.
Pada dasarnya setiap pihak yang melakukan perbuatan
yang melawan hukum atau yang bersalahan dengan
hukum (termasuk perikatan yang lahir dari
perjanjian) dapat digugat dihadapan pengadilan16 Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish Publishing, 2002), hlm 13-14.17 Ibid, hlm 17-18
29
untuk memberikan ganti rugi atau untuk
mengembalikan kerugian pada keadaan seperti semula,
maupun untuk memenuhi kewajibannya. Dalam hal
ketentuan hukum yang berlaku tidak cukup memberikan
penggantian yang layak atau pelaksanaan kewajiban
yang sepadan, equity mencoba untuk menyeimbangkan
kekurangan tersebut dengan memberikan penggantian
yang seimbang.
2. Equity follows the law
Court of Chancery tidak berhak mengeluarkan putusan
yang berbeda atau mengabaikan putusan yang
dikeluarkan oleh court of common law, kecuali dalam hal
terjadinya ketidakaadilan. Court of chancery juga tidak
boleh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.18
3. Where there is equal equity, the law shall prevail
Dalam prinsip ketiga ini menggambarkan bahwa dua
orang yang secara bersama-sama memiliki hak dalam
equity (equitable right) menuntut kepemilikan atas suatu
benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki
18 Todd and Lowrie, textbook on Trust, London: Blackstone Press limited, 2000, hlm. 14
30
titel hak dalam hukum ( legal rights), dalam equity
pun, orang yang memiliki titel hak dalam hukum
menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak
dalam equity dari orang yang lainnya sudah
diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang
memiliki titel hak dalam hukum ini memperoleh hakya
dalam equity.
4. Where the Equities are equal, the first in time shall prevail
Dalam prinsip ini, jika ada dua orang yang
memiliki hak dalam equity yang sama, dan tidak ada
alah satu pun dari mereka yang memiliki titel hak
dalam hukum, maka org pertama kali memperoleh hak
dalam equity merupakan pemilik dari benda tersebut.
5. He who seeks equity must do equity
Menurut prinsip ini jika seseorang menuntut hak ya
dalam equity harus melaksanakan juga kewajiban-
kewajiban dalam equity. Misalnya, seorang beneficiary
yang menuntut agar seorang trustee melaksanakan
kewajiban sebagai trustee bagi beneficiary, harus
memelihara dan atau menyelamatkan benda yang berada
31
dalam trust nya tersebut.19
6. He who comes to equity come with clean hands
Berdasarkan prinsip ini setiap orang yang menuntut
hak nya dalam equity, harus dapat membuktikan bahwa
ia telah memeroleh hak dalam equty nya tersebut
tanpa melakukan pelanggaran hak orang lain. Jika
terbukti bahwa dalam memperolehnya, ada hak pihak
lain yang telah dilanggar, equity menolak untuk
peneguhan hak dalam equity nya tersebut.20
7. Delay defeats equity
Dalam prinsip ini, waktu untuk mempertahankan hak
dalam equity menjadi perhatian yang penting. Seorang
yang menuntut haknya dalam equity tidak boleh
mengabaikannya, begitu ia mengetahui adanya keadaan
atau fakta hukum yang menunjukan telah terjadi
pelanggaran terhadap hak nya dalam equity.21
8. Equity is equity
Menurut prinsip ini ika ada lebih dari satu orang
yang menikmati kepentingan yang sama atas suatu
19 Michael Evans, outline of equity and trusts, (Sydney; Butterworths, 1995),hlm. 1120 Ibid, hlm1221 Hudson, OpCit, hlm. 19
32
benda tertentu, tetapi tanpa adanya suatu
ketentuan, kesepakatan atau perjanjian bagaimana
cara membagi benda tersebut diantara mereka, equity
menyatakan bahwa benda tersebut harus dibagi di
antara mereka secara adil dan sama besarnya.
9. Equity looks on that as done which ought to be done
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal suatu
perjanjian adalah suatu perjanjian yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya, equity menganggap pihak
yang menjanjikan untuk melakukan prestasi telah
melakukan prestasi yang dijanjikan olehnya
tersebut, karena ia dapat dipaksa untuk
melakukannya.
10. Equity imputes an intentionto fulfil an obligation
Equity menempatkan tindakan manusia dalam konstruksi
yang paling menguntungkan. Bilamana ada seseorang
melakukan suatu tindakan yang dapat dikonstruksikan
untuk memenuhi kewajibannya yang harus dipenuhi,
maka equity memperlakukan tindakan tersebut sebagai
tindakan pemenuhan kewajibannya tersebut.
11. Equity acts in personam
33
Equity tidak memberikan tuntutan hak kebendaan atas
harta kekayaan tertentu, melainkan hanya memberikan
hak untuk mengajukan gugatan secara pribadi dan
perorangan
2.4.3 Konsepsi Trust dalam Hukum Perjanjian (Menurut
Sistem Hukum Anglosaxon dan Sistem Hukum Eropa
Kontinental)
Definisi secara umum mengenai trust adalah : ‘Legal
relationships created –inter vivos or on Death- by a person, the settlor,
when assets have been placed under the control of a trustee for the
benefits of a beneficiary or for a Specified Purpose ( The hague convention
on law applicable for trusts and its recognition, 1985)’22 atau dengan
kata lain legal relationship created under the laws of equity whereby
property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the benefit of
other. Konsepsi trusts tersebut jelas berbeda dengan
konsepsi perjanjian dalam tradisi hukum Anglo Saxon.
Sementara itu, pengertian dari perjanjian menurut
tradisi hukum anglo saxon adalah ‘contract is a private
relationship between the parties to the contract; it is not of the essence of22 Sebagaimana di kutip dari Kajian Hukum mengenai Trustee, ‘aspek Legal Skim Trustee dalam Industri Hulu Migas’ oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia, Juni 2010.
34
a trust that a setllor can give property to his trustee on trust for a third
party.23 Dengan demikian terdapat beberapa perbedaan
atara trust dengan perjanjian diantaranya yaitu;
a. Perjanjian menurut tradisi system hukum anglo
saxon harus memiliki consideration ( Prestasi
Timbal balik) agar perjanjian tersebut sah, atau
dalam hal tidak adanya consideration, perjanjian
tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
(autentik). Consideration terdiri dari executed
consideration dan executory consideration. Yang dimaksud
dengan excecutory consideration adalah suatu janji
yang dibuat oleh salah satu pihak sebagai
penukaran (exchange) atau suatu imbalan atas suatu
janji yang akan dilaksanakan pada waktu yang
akan datang (future) Sementara itu yang dimaksud
dengan Executed Consideration adalah merupakan harga
yang dibayarkan oleh satu pihak sebagai imbalan
dari janji atau perbuatan/ tindakan oleh pihak
lain. 24
23 Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt Briefcaseon Equity and Trust (London; Cavebdish Publishing ltd, 1999) hlm. 324 Sri Sunarni Sunarto, Syarat Consideration dalam Perjanjian Menurut Sistem AngloSaxon tidak Diharuskan dalam Perjanjian Hukum Perdata Internasional dengan NegaraPenganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, Dalam Bukunya Etty R. Agoes ‘Peran
35
Dengan demikian konsepsi hukum perjanjian dalam
system hukum anglo saxon tidak dapat dibuat
secara cuma-cuma, setiap perjanjian harus
berisikan prestasi secara timbal balik antara
para pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Kecuali dibuat dalam bentuk akta.
Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan
pihak ketiga. Dalam pandangan tradisi hukum Anglo
Saxon, asas privity of contract, meskipun dalam suatu
perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga,
namun pihak ketiga tersebut tidak dapat
memperoleh manfaat atau menuntut dipenuhinya hak
pihak ketiga yang ada dalam perjanjian
tersebut.25
b. Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan
pihak ketiga. Dalam pandangan tradisi hukum Anglo
Saxon, asas Privity of Contract ,meskipun dalam suatu
perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga,
namun pihak ketiga tersebut tidak dapat
Hukum dalam Pembangunan Di Indonesia;Kenyataan, Harapan, Tantangan, Rosda,Bandung 2012, hlm. 54725 Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The law Book Company Limited, 1993), hlm 129.
36
memperoleh manfaat ayau menuntut dipenuhinya hak
pihak ketiga yang ada dalam perjanjian tersebut.
Trust dalam sistem hukum Indonesia seringkali
disalahgunakan sebagai penyelundupan hukum, hal
ini dikarenakan pranata trust merupakan pranata
hukum yang bebas nilai, trust pada hakikatnya
menyerahkan kewenangan bahkan kepamilikan kepada
seseorang untuk kepentingan orang lain. Di
Indonesia, belum ada hukum yang mengatur tentang
lembaga trust ini, namun secara implisit
pengaturannya masih tersebar dalam Buku III
KUHperdata. Hal ini disebabkan trust ini berasal
dari tradisi hukum anglo saxon, maka tidak heran
jika dalam sistem hukum kita tidak mengenal
pranata trust ini.
Sebagaimana diketahui Buku III KUHPerdata
menganut sistem terbuka dan dengan adanya asas
kebebasan berkontrak maka dimungkinkan
terbentuknya suatu perjanjian baru yang berkembang
dalam praktik yang sebelumnya tidak tercantum
37
dalam KUHPerdata. Keberadaan lembaga trust di
Indonesia ini didasarkan oleh suatu perjanjian.
Munir fuady dalam bukunya menyatakan bahwa,
paranata hukum trustee dapat berlaku di Indonesia
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 26
a. Harus ada kontrak untuk itu. Perlu diketahui
ada juga trustee yang tidak berlandaskan kontrak,
karena itu tidak berlaku di Indonesia aitu apa
yang disebut dengan implied trustee
b. Berlakunya bukan secara kepranataan, melainkan
secara kontraktual. Maksudnya hak, kewajiban
dan tanggung jawab hukum dan para pihak semata-
mata seperti yang diatur dalam kontrak
tersebut. Selebihnya hanya berlaku sesuai
dengan penafsiran hukum yang lazim atas kontrak
tersebut. Tidak ada ketentuan lain yang berlaku
selain itu.
c. Harus mengikuti syarat-syarat yang berlaku
untuk suatu kontrak, karena itu suatu kontrak
trustee yang bertujuan untuk menyelundupi suatu26 Munir fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku ke IV, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hlm. 110.
38
peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak
bisa diberlakukan dan haruslah null and void (batal
demi hukum), karena itu bertentangan dengan
syarat yang dipepruntukan bagi suatu kontrak,
yakni:
(1) Suatu kontrak harus dibuat untuk suatu
sebab yang halal (Pasal 1320 KUHPerdata)
(2) Suatu Kontrak tidak boleh bertentangan
dengan ketertiban umum (Pasal 1337
KUHPerdata)
39
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Penelitian terkait kegiatan usaha penitipan dan
pengelolaan (trust) oleh Bank dapat ditujukan sebgai
berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penitipan dan
pengelolaan (trust) dalam sistem hukum perjanjian
Indonesia
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Bank terhadap
pengelolaan asset yang dititipkan dan dikelola oleh
Bank
3. Untuk mengetahui implikasi hukum dari kegiatan
penitipan dan pengelolaan (trust) terhadap
pembaruan hukum perjanjian Indonesia
3.2. Manfaat Penelitian
3.2.1 Kegunaan teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis
dapat memberikan sumbangan pemikiran dan merupakan
40
sumber teoritis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya
hukum perbankan, terutama yang berkaitan dengan fungsi
intermediary perbankan.
3.2.2 Kegunaan praktis
Memberikan informasi dan dapat dijadikan bahan
masukan kepada para pihak dalam pengambilan kebijakan
bagi para pihak baik otoritas perbankan (Bank
Indonesia) dalam membentuk regulasi, Bank Operasional
dalam menentukan kebijakan yang mendukung sector bisnis
khususnya disektor Migas yang masih menggunakan jasa
trustee oleh perbankan di luar negeri.
Diharapkan dapat berguna bagi pihak yang bermaksud
mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum perbankan
sebagai alternatif pembiayaan
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Spesifikasi Penelitian;
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu
membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta.27 Juga dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia dan
gejala lainnya.28 Dengan demikian penelitian ini akan
menggambarkan berbagai masalah hukum dan fakta serta
gejala lainnya yang berkaitan upaya pemberdayaan UMKM
untuk menunjang sektor riil melalui revitalisasi fungsi
intermediary fungsi perbankan, kemudian menganalisisnya
guna memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh
tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti
4.2 Metode Pendekatan;
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode
pendekatan yuridis normatif, yaitu menelusuri, mengkaji
dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan materi
peneltian ini. Digunakannya pendekatan yuridis dengan
27 Sumadi, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, 1988, hlm. 19.28 Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 10.
42
pertimbangan masalah yang diteliti berkisar pada
keterkaitan suatu peraturan dengan peraturan lainnya.
4.3 Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu
penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian
lapangan (field research). Penelitian kepustakaan bertujuan
untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data sekunder
yang berupa bahan hukum primer yang berkaitan dengan
penelitian ini antara lain :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 sebagimana diubah
dengan UU No : 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.
d. Peraturan Bank Indonesia No 14/17/PBI/2012 tentang
Kegiatan usaha Bank Penitipan dan Pengelolaan (trust)
Studi kepustakaan juga meliputi bahan-bahan hukum
sekunder berupa literatur, hasil penelitian, lokakarya
yang berkaitan dengan materi penelitian. Untuk
melengkapi dapat digunakan bahan hukum tersier berupa
kamus atau artikel pada majalah, surat kabar. Selain
43
studi kepustakaan pengumpulan data juga dilakukan
melalui penelitian lapangan, tujuannya mencari data-
data lapangan (data primer) yang berkaitan dengan
materi penelitian dan berfungsi sebagai pendukung data
sekunder.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah studi dokumen untuk mengumpulkan
data sekunder, sedangkan untuk mengumpulkan data primer
dilakukan dengan wawancara dengan responden yang
terpilih.
44
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Implementasi PBI No : 17/2012 tentang Perjanjian
Penitipan dan Pengelolaan.
5.1.1 Latar Belakang Terbitnya PBI No : 17/PBI/2012
Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan
Pengelolaan (Trust).
Lahirnya PBI Tentang Trust merupakan dampak dari
kebijakan yang dikeluarkan oleh BP Migas terkait
penerimaan devisa hasil ekspor dan utang luar negeri
melalui perbankan di dalam negeri, yang diharapkan
pasokan devisa dapat lebih berkesinambungan (sustainable).
Kebijakan ini khususnya terkait dengan aktivitas
pertambangan, khususnya Minyak Bumi dan Gas
(Migas).mengatur tentang pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa dengan mengutamakan penggunaan rekening di Bank Umum
Nasional. Berdasarkan kajian dari Bank Indonesia, dampak
kebijakan sektor Migas tersebut memang belum signifikan
menambah pasokan devisa, namun demikian berpeluang
memberikan kesempatan bagi bank-bank BUMN untuk terlibat
45
dalam industri Migas, mendorong peningkatan level of
playing field, fee based income dan daya saing terhadap
KCBA (Kantor Cabang Bank Asing).29
Selama ini , Devisa Hasil Ekspor (DHE) PT
Pertamina masuk ke dalam cadangan devisa di bank
Indonesia yang nilainya kurang lebih 40 % dari dari
keseluruhan ekspor migas. Jumlah ini berasal dari pola
bagi hasil Migas antara KPS dan Pemerintah sebesar 75 :
25. Sebagai gambaran pada tahun 2009 , DHE Migas
memasukkan $864,7 juta atau sekitar 51 % masuk ke dalam
cadangan devisa BI. Di sisi lain, untuk impor, PT
Pertamina menggunakan pembiayaan yang bersumber dari
pembelian valas di pasar (melalui Bank Mandiri, BRI dan
BNI) dan pasokan dari Bank Indonesia. Pembelian PT
Pertamina di pasar mencapai USD 1,2 miliar per bulan atau
30 % dari total pembelian nasabah bank, lebih besar dari
DHE Migas yang masuk ke dalam cadangan devisa BI.
disimpan di luar negeri. Oleh karena itu , diperlukan
upaya untuk mengalihkan seluruh potensi devisa tersebut
ke dalam negeri. Peluang tersebut dapat direalisasi29 Hasil Kajian Hukum Bank Indonesia mengenai Potensi Sumber Devisa Migas : Fakta, Peluang, dan Tantangan Kebijakan ( Pemenuha Penugasan Matriks Kebijakan 2010).
46
dengan cara mengembangkan dan mengoptimalkan jasa
perbankan nasional , yakni jasa penitipan sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 jo Pasal 9 UU Perbankan.
Praktik aliran dana/potensi dari industri Migas
sebelum dan setelah terbitnya SK BP Migas Tahun 2008 saat
ini dapat dilihat dari skema di bawah ini
Skema IV.1.1. sebelum Kebijakan BP Migas/ Surat Keputusan BP MigasNo . Kep-0066/B/BP00000/2008/50 /2008
47
skema IV.1.2 sesudah Kebijakan BP Migas
Operating Cost
K3S$10.6 BILL.
INVESTORS(TRUSTEE)
Indonesia Share
$35.3 Bill.
Gross Revenue:$54.2 Bill.
Cost Recovery$9.3 Bill.
Contractor Share $17.4 Bill.
Bp Migas Share$27.5 Bill.
Petroleum Operations
Corporate & Income Tax$7.8 Bill.
- Internal- Vendors
Taxes
Tax Reimbursement
Expenditures (Cash Call)
Bank LN & KCBA
Cost
48
Dalam praktik saat ini, selain cash call, potensi pasokan
devisa antara lain berasal dari hasil penjualan gas dan
dana yang dikelola oleh trustee di luar negeri. Berdasarkan
hasil kajian, setidaknya ada 3 hal yang harus dibenahi
bagi bank-bank BUMN memanfaatkan peluang , yaitu.
Potensi Sumber Devisa Cash Call
Operating Cost
K3S$10.6 BILL.
INVESTORS(TRUSTEE)
Indonesia Share$35.3 Bill.
Gross Revenue:$54.2 Bill.
Cost Recovery$9.3 Bill.
Contractor Share $17.4 Bill.
Bp Migas Share$27.5 Bill.
Petroleum Operations
Corporate & Income Tax$7.8 Bill.
- Internal- Vendors
Taxes
Tax Reimbursement
Expenditures (Cash Call)
Bank LN & KCBA
Cost
49
Beberapa fakta terkait pengelolaan sumber devisa cash call
sebelum diterbitkannya kebijakan BP Migas, yaitu:
1. pooling account umumnya di Bank Luar dan masuk ke
dalam Negeri secara terjadwal melalui KCBA.
2. Dana yang diterima BUMN mayoritas dalam rupiah
3. Turnover cukup tinggi dan dapat dikatakan tidak ada
float.
4. konversi disesuaikan dengan kebutuhan operasional
5. efektif sudah menjadi sumber pasokan devisa saat
ini.
Fakta di atas menciptakan peluang sekaligus tantangan
bagi industri perbankan Indonesia untuk meningkatkan level
of playing field dan fee based income bank-bank BUMN serta
meningkatkan likuiditas valas/rupiah bank-bank BUMN.
Peluang ini dapat diperoleh dengan menempatkan dana yang
semula dititipkan di Bank Luar Negeri tersebut untuk
ditempatkan pada surat-surat berharga di Indonesia
seperti Surat Utang Negara (SUN) melalui dana titipan,
dan penempatan di Bank Indonesia (BI). Mengingat selama
ini, dana hasil ekspor Migas disimpan pada Bank di luar
negeri, maka tantangan terbesar bank-bank BUMN adalah
50
bagaimana meningkatkan kepercayaan pemilik dana agar
dananya aman di simpan di Indonesia. Untuk itu Indonesia
perlu mempersiapkan kualitas teknologi dan pelayanan
bank-bank BUMN yang belum mampu sepenuhnya memenuhi
kebutuhan K3S dan cross border issues seperti regional treasury,
counterparties, biaya transfer dll.30
Adapun kebijakan yang dibutuhkan adalah :
1. pelaksanaan dari ketentuan BP Migas terkait
transaksi barang dan jasa K3S.
2. Peningkatan teknologi dan kualitas pelayanan bank-
bank BUMN
3. Mewajibkan penggunaan rekening di bank dalam negeri
sebagai pooling account untuk kontrak Migas yang baru.
A. Potensi Sumber Devisa : Hasil Penjualan gas (revenue)
Berkenaan sumber devisa berupa hasil penjualan gas
(revenue), maka selama ini faktanya adalah :
1. dana ditempatkan di bank luar negeri yang berperan
sebagai trustee
30 Bank Indonesia, Op.cit, hlm.10
51
2. akumulasi dana akan meningkat sesuai dengan
kapasitas produksi;
3. dana mengendap sesuai jadwal pembayaran/instalment;
4. re-investment dana oleh trustee berdasarkan kriteria
tertentu dan harus seizin BP Migas (join signature).,
berdasarkan fakta di atas, maka terdapat peluang bagi
perbankan di Indonesia untuk menggantikan posisi trustee
di luar negeri sebagai trustee. Selain itu, dana dapat
ditempatkan melalui instrumen Surat Utang Negara (SUN)
melalui kegiatan penitipan atau penempatan dana di
Bank Indonesia. Adapaun tantangan yang dihadapi adalah
:
1. diperlukan regulasi perbankan yang memungkinkan
pengembangan kegiatan penitipan.
2. Kajian aspek legak terkait dengan pencantuman
klausula terbebas dari boedel pailit dan penempatan
dan trust di dalam negeri.
3. Diperlukan biaya untuk mengubah kontrak yang berlaku
saat ini.
Beberapa kebijakan yang dibutuhkan untuk mengatasi
hambatan tersebut adalah :
52
1. penyusunan ketentuan mengenai kegiatan penitipan
termasuk aturan mengenai kontrak antara pemilik dan
pengelola harta yang dititipkan ( trusteeship
agreement);
2. penyediaan instrumen di dalam negeri untu menampung
aliran devisa;
3. mewajibkan penempatan trust fund di dalam negeri untuk
kontrak migas yang baru.
b. Eksistensi trustee dalam kegiatan pengelolaan dana yang
bersumber dari industri Migas.
Eksistensi trustee dalam kegiatan pengelolaan dana ini
lebih banyak berkaitan dengan aspek hukum, antara lain :
1. penggunaan bank di luar negeri berdasarkan
kesepakatan para pihak (perjanjian)
2. didirikan di negara yang memiliki pranata trust.
3. Trustee dapat bertindak sebagai guarantor, menerima,
mengelola dan membagi revenue ( untuk bagian para
pihak maupun pembayaran utang),
4. Dana yang dikelola terlindungi dari boedel pailit
jika trustee di likuidasi.
53
Adapun peluang yang dapat dimanfaatkan adalah
mengambil alih fungsi trustee ke dalam negeri melalui
kegiatan penitipan di bank BUMN (khusus untuk non-borrowing
scheme) dan penempatan dana di Bank Indonesia. Sedangkan
tantangan yang dihadapi adalah keberadaan regulasi
mengenai kegiatan penitipan, penggunaan konsep trust
khususnya maxim “bankcruptcy remote dan penempatan trust fund
di dalam negeri. Untuk mengantisipasi hambatan-hambatan
terkit eksistensi trustee diperlukan ketentuan mengenai
kegiatan penitipan termasuk aturan mengenai kontrak
antara pemilik dan pengelola harta yang dititipkan;
penyediaan instrumen di dalam negeri untuk menampung
aliran devisa serta dasar hukum bagi kewajiban penggunaan
bank dalam negeri sebagai agen pembayar (paying agent)untuk
kontrak-kontrak migas baru.
Berdasarkan kondisi-konsidi sebagaimana dipaparkan,
Bank Indonesia sebagai regulator, khususnya terkait
fungsi pengaturan telah menerbitkan PBI No : 14 Tahun
2012 tentang Trust.
54
V.1.2.
Skema Kerangka Regulasi yang mendukung Kegiatan Penitipan dengan
Pengelolaan
Baik pengaturan dalam UU
Perbankan dan UU BI maupun aturan-aturan terkait , pada
UU NO ; 8/2010 TTG PENCEGAHANDAN PEMBERANTASAN TPPU
UU NO : 5 TAHUN 1995 TTG PASAR MODAL
PBI 14/3/PBI/2012 TTG PROGRAMANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI PENYELENGGARAAN JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK
PBI NO : 12/20/PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BPR DAN BPRS
PBI NO : 12/3/ PBI/2010 TTG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHANPENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALAS BUKAN BANK
11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHANPENDANAAN TERORISME BAGI BANKUMUM
13/25/PBI/2011 TTG PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIANPELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN
PBI 12/21/PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK
PBI 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM
PBI 7/6/PBI/2005 TENTANG
14/17/PBI/2012 TENTANGKEGIATAN USAHA BANK BERUPA
PENITIPAN DENGANPENGELOLAAN (TRUST)
SE 15/10/DPNP 2013
LAPORAN KEGIATANPENITIPAN DENGAN
PENGELOLAAN (TRUST)BANK UMUM YANG
DISAMPAIKAN KEPADA BI
55
dasarnya memastikan bahwa dalam kegiatan penitipan dengan
pengelolaan , Bank sebagai trustee dibatasi oleh rambu-
rambu sebagai berikut :
a. bank selaku trustee wajib menjaga kekayaan settlr dan
melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada settlor.
b. Bank yang melakukan kegiatan penitipan dengan
Pengelolaan wajib mengetahui asal usul dana yang
dititipkan, khususnya tidak berasal dari aktivitas
illegal, sehingga berpotensi mendudukkan Bank selaku
trustee terlibat dalam TPPU.
c. Bank selaku trustee wajib menerapkan prinsip kehati-
hatian Bank ( prudential banking principle) , mengingat
dana yang dikelola oleh Bank sebagai trustee
d. Mengadopsi konsep trust dimana trustee adalah pemilik
secara hukum (legal owner), maka settlor atau benerficiary
merupakan pemilik manfaat (beneficial owner), maka
regulasi kegiatan penitipan dengan pengelolaan
mewajibkan Bank selaku trustee untuk mematuhi
ketentuan tentang transparansi produk dan penggunaan
data pribadi nasabah.
56
e. Selanjutnya regulasi juga mewajibkan Bank selaku
trustee membuat perencanaan bisnis Bank, mengelola
risiko yang berpotensi timbul dalam kegiatan
penitipan dengan pengelolaan
Selain regulasi yang terkait, maka PBI No 14/17/PBI/2012
mengatur substansi Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan,
termasuk mengatur apa saja yang harus dimasukkan dalam
perjanjian Penitipan dengan pengelolaan. Berdasarkan PBI
ini, kegiatan penitipan dengan pengelolaan yang berlaku
di lingkungan perbankan Indonesia dapat diperbandingkan
dengan konsep trust yang berlaku pada sistem common law.
Berikut ini, beberapa perspektif legal dari substansi
pengaturan kegiatan penitipan dengan pengelolaan menurut
PBI No : 14/17/PBI/2012.
a. Kegiatan Penitipan dengan Pengelolaan ini mengadopsi
konsep trust sebagaimana dianut dalam sistem common
law. PBI secara tegas menggunakan istilah trust bagi
kegiatan penitipan dengan pengelolaan ini.
Dimaksudkan dengan trust dalam PBI iniadalah kegiatan
penitipan dengan pengelolaan atas harta milik
settlor berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank
57
sebagai trustee dengan settlor sebagai pemilik dan pihak
yang menitipkan hartanya untuk kepentingan beneficiary
sebagai pihak yang akan menerima manfaat (Pasal 1).
b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan Trust.
PBI mewajibkan Bank yang akan melakukan kegiatan trust
ini berhati-hati dalam menyelenggarakan kegiatan
penitipan dengan pengelolaan, khususnya untuk
mencegah kegiatan trust sebagai upaya cara untuk
melakukan pencucian uang dan pendanaan kegiatan
terorisme (Pasal 3). Oleh karena itu, trustee harus
melakukan beberapa hal berikut ini :
1. customer due dilligence;
2. enhanced due dilligence; dan/atau
3. pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan;
untuk memastikan harta turst tidak berasal dari
kejahatan dan/atau tidak bertujuan untuk
pencucian uang dan pendanaan terorisme.
c. Penerapan “Bankcruptcy remote” dalam kegiatan Penitipan
dengan Pengelolaan
58
Bank yang melakukan kegiatan trust wajib memenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut (Pasal 4) :
1. kegiatan trust harus dilakuakn oleh unit yang
terpisah dari unit kegiatan Bank lainnya;
2. harta yang dititipkan oleh settlor untuk dikelola
terbatas pada aset finasial, yaitu aset berupa
dana, tagihan dan/atau surat berharga;
3. harta yang dititipkan settlor untuk dikelola oleh
trustee dicatat dan dilaporkan secara terpisah.
4. Dalam hal Bank yang melakukan kegiatan trust
dilikuidasi, semua harta trust tidak dimasukkan
dalam harta pailit (boedel pailit) dan
dikembalikan kepada settlor âtau dialihkan kepada
trustee pengganti yang ditunjuk settlor.
Ketentuan-ketentuan di atas menegaskan bahwa
kegiatan penitipan dengan pengelolaan menerapkan
bankcruptcy remote. PBI juga menegaskan bahwa kegiatan
trust dituangkan dalam perjanjian tertulis antara
trustee dan settlor.
d. Kegiatan trustee berdasarkan perintah tertulis dari
Settlor
59
Bank yang melakukan kegiatan Penitipan dengan
Pengelolaan (trust), dapat bertindak sebagai ( Pasal
5) :
1. agen pembayar (paying agent); yakni kegiatan
menerima dan melakukan pemidahan uang dan/atau
dana, serta mencatat arus kas masuk dan keluar
untuk dan atas nama settlor. Sebagai agen
pembayar, kegiatan trustee meliputi ;membuka dan
menutup rekening untuk dan atas nama settlor;
menerima dan menyimpan dana ke dalam rekening
settlor, melakukan pembayaran dari rekening settlor
kepada beneficiary dan/atau pihak lain; serta
mencatat , mendokumentasikan, dan
mengadministrasikan dokumen terkait dengan
rekening settlor.
2. Agen investasi dana secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah. Dimaksudkan dengan
kegiatan agen investasi disini adalah kegiatan
menempatkan, mengkonversi, melakukan lindung nilai
(hedging) dan mengadminsitrasikan penempatan dana
untuk dan atas nama settlor. Kegiatan investasi
60
dana baik secara konvensional maupun syariah
dilaksanakan berdasarkana instruksi yang jelas dan
rinci dari settlor, yang sesuai dengan jenis
kegiatan atau instrumen yang digunakan. Instrumen
yang jelas dan rinci tersebut antara lain :
a. jenis mata uang;
b. jenis/instrumen penempatan;
c. jangka waktu;
d. jumlah nominal’
e. counterparty;
f. counterparty limit;
g. penjamin;dan/atau
h. peringkat instrumen investasi.
Dalam hal settlor menginstruksikan trustee untuk
melakukan kegiatan investasi dana selain kegiatan
yang diatur dalam peraturan perundanga-undangan
yang berlaku, maka investasi tersebut harus
dilakukan oleh manajer investasi. Disini berlaku
ketentuan di Pasar Modal.
3. Agen peminjaman (borrowing agent) dan/atau agen
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, untuk dan
61
atas nama settlor sesuai perjanjian trust. Dalam
kegiatan ini , dimaksudkan sebagai agen pinjaman
adalah kegiatan perantara dalam rangka mendapatkan
sumber –sumber pendanaan antara lain dalam bentuk
pinjaman /pembiayaan. Dimaksudkan dengan kegiatan
sebagai agen peminjaman dan/atau pembiayaan ini,
antara lain mencakup : memperoleh pinjaman atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang
dibuktikan dengan perjanjian kredit atau
perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atau
tahawwuth , mencadangkan dana untuk membayar
pinjaman atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah berdasarkan mekanisme yang ditetapkan oleh
settlor.
Khusus untuk Bank Umum Syariah yang melakukan
kegiatan trust hanya dapat bertindak sebagai agen
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Seluruh
kegiatan Trustee di atas wajib dilakukan
berdasarkan instruksi tertulis dari settlor.
Kewajiban berdasarkan instruksi tertulis ini harus
62
dimuat dalam perjanjian trust. Penafsiran kewajiban
ini menurut pendapat peneliti harus ditafsirkan
baik dicantumkan maupun tidak dalam klausul
perjanjian trust.
e. Larangan Bagi Trustee
PBI mengatur secara tegas bahwa dalam melakukan
kegiatan trust , trustee dilarang memanfaatkan harta
trust untuk kepentingan sendiri; dan /atau melakukan
kegiatan di luar yang telah diatur dalam perjanjian
trust, baik atas inisiatif sendiri maupun berdasarkan
perintah settlor (Pasal 9).
f. Kegiatan Trust merupakan Fee Based Income
Dalam melaksanakan kegiatan trust, trustee memperoleh fee
atau ujrah sesuai dengan perjanjian trust.bagi bank
umum syariah, fee atau ujrah disesuaikan dengan akad
yang digunakan (Pasal 10)
g. Pencatatan Kegiatan Trust terpisah dari pembukuan
Bank
63
Dalam melaksanakan kegiatan trust , trustee wajib
membuat pencatatan kegiatan trust yang terpisah dari
pembukuan Bank, termasuk rincian masing-masing
kegiatan trust. Pencatatan tersebut paling kurang
meliputi pencatatan mengenai transaksi dan posisi
harta trust. Tata cara pencatatan kegiatan trust mengacu
pada pernyataan standar akuntansi keuangan yang
berlaku. Selain itu, trustee wajib menggunakan rekening
pada bank di dalam negeri untuk seluruh kegiatan
trust. Penggunaan pada Bank dalam negeri antara lain
untuk menerima seluruh pendapatan, membayarkan
seluruh kewajiban settlor, pemindahan dana dari
rekening settlor kepada beneficiary. Selanjutnya
kegiatan trust wajib diaudit oleh auditor internal dan
auditor eksternal paling kurang 1 kali dalam
setahun.
Trustee wajib memastikan bahwa kegiatan trust merupakan
bagian sari audit umum terhadap bank.
64
5.1.3 Kesiapan perbankan Indonesia untuk mengembangkan
jasa Penitipan dengan Pengelolaan
Eksistensi Kegiatan Usaha Penitipan dengan
Pengelolaan diakui dalam UU Perbankan, khususnya
dalam Pasal 6 jo Pasal 9 UU Perbankan , yang menjadi
landasan bagi bank untuk melayani jasa penitipan .
Dalam praktik perbankan saat ini, Pasal 6 digunakan
sebagai landasan bagi jasa penitipan yang dikenal
dengan save deposite box, sedangkan Pasal 9 menjadi
dasar bagi Bank untuk menyediakan jasa sebagai
Kustodian dan Wali Amanat, sebagai lembaga penunjang
dipasar modal. Oleh karena itu, terhadap Bank yang
menjadi Bank Kustodian dan Wali Amanat tunduk pada
regulasi di Pasar Modal, khususnya UU No : 5 Tahun
1995 Tentang Pasar Modal.
Berdasarkan hasil penelitian, saat ini baru terdapat
3 Bank umum nasional yang memperoleh persetujuan
Bank Indonesia untuk memberikan jasa penitipan
dengan pengelolaan (trust) di Indonesia, yaitu Bank
Mandir, Tbk, Bank BNI, Tbk, dan Bank BRI.31 Pemilihan31 Hasil wawancara dengan Asisten Direktur Departemen kebijakan Makroprudensial, Bank Indonesia, Bapak Indra Gunawan dan Manajer
65
ke 3 bank umum nasional ini berdasarkan pertimbangan
regulasi, kesiapan teknologi informasi dan
pertimbangan dari Bank Indonesia selaku regulator.
Pemilihan ke 3 bank tersebut tentunya harus terlebih
dahulu memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
a. Persyaratan bagi Bank yang akan melakukan
kegiatan Trust.
Pasal 15 PBI mensyaratkan bahwa Bank sebagai trustee
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. berbadan hukum Indonesia;
2. merupakan bank devisa dengan modal inti paling
sedikit Rp.5 triliun;
3. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum paling
rendah sebesar 13 % selama 18 bulan terakhir
berturut-turut
4. memiliki Tingkat Kesehatan Bank sebagai berikut :
Depertemen Kebijakan, Bank Indonesia, pada Selasa tanggal 26 November2012 pkl 15.00 –selesai.
66
a) paling rendah tingkat peringkat komposit 2 pada
periode penilaian dalam 12 bulan terakhir
secara berturut-turut;
b) paling rendah peringkat komposit 3 pada periode
penilaian dalam 6 bulan sebelum periode
sebagaimana diatur dalam angka 1.
5. Mencantumkan rencana kegiatan trust dalam rencana
bisnis bank. Dan
6. Memiliki kapasitas untuk melakukan kegiatan trust
berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia..
Selama melakukan kegiatan trust, Bank wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. modal inti paling sedikit sebesar Rp.5 triliun;
2. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang
paling rendah sebesar 13 %; dan
3. tingkat kesehatan Bank paling rendah peringkat
komposit 2.
Selain Bank umum nasional, kegiatan trust dapat
dilakukan oleh kantor selain cabang bank asing yang
berbadan hukum Indonesia dengan modal inti dan rasio
kewajiban modal minimumm yang sama dengan bank umum
67
nasional. Selain itu, bagi kantor cabang bank asing
harus memenuhi syarat khusus yakni :
1. memiliki Capital Equivalency Maintained Assets
(CEMA) minimum sebesar Rp. 5 triliun;
2. memenuhi persyaratan badan hukum Indonesia
paling lambat 3 tahun sejak ketentuan ini berlaku.
Selama melakukan kegiatan trust, kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri wajib memnuhi
persyaratan :
1. CEMA minimum dengan penghitungan sesuai ketentuan
yang berlaku dan paling sebesar Rp.5 triliun;
2. Rasio Kewajiban Peyediaan Modal Minimum paling
rendah sebesar 13 %,
3. Tingkat kesehatan Bank paling rendah peringkat
komposit 2.
b. Akibat Hukum Bagi Bank yang tidak lagi memenuhi
persyaratan selama melaksanakan kegiatan trust.
Akibat hukum apabila selama melaksanakan kegiatan
trust , persyaratan sebagai trustee tidak terpenuhi, maka
68
berdasarkan Pasal 15, Bank atau kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri :
1. dilarang membuat perjanjian trust baru;
2. wajib menyelesaikan pemenuhan persyaratan; dan
3. wajib mengembalikan harta trust kepada settlor atau
mengalihkan harta trust kepada trustee pengganti yang
ditunjuk oleh settlor sesuai dengan perjanjian trust ,
apabila trustee tidak dapat memenuhi persyaratan
sebagaimana ditentukan dalam angka 2.
c. Penilaian oleh Bank Indonesia bagi Bank untuk melakukan
kegiatan trust
Bank Indonesia , selain mempunyai kewenangan untuk
melakukan penilaian terhadap Bank sebelum memperoleh
persetujuan sebagai trustee, juga memeliki kebijakan
terhadap sumber daya manusia untuk mengelola unit trustee.
Penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia, paling
kurang mencakup (Pasal 18):
1. manajemen risiko Bank yang memadai khususnya untuk
sistem operasi dan prosedur yang didukung oleh
69
teknologi informasi yang memadai untuk seluruh
kegiatan trust yang diperkenankan;
2. bank tidak sedang dikenakan tindakan pengawasan
bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan
pengawasan adalah Cease and Desist Order (CDO)yang
disebabkan oleh fraud.
3. Kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan pada saat
Bank menyampaikan permohonan untuk melakukan
kegiatan trust.
Selain penilaian terhadap Bank yang akan melaksanakan
kegiatan trust, Bank Indonesia menetapkan kebijakan
bagi sumber daya manusia yang mengelola unit trust
sebagai berikut (Pasal 19) :
1. Bank wajib memliki kebijakan terkait sumber daya
manusia yang mengelola unit kerja trustee;
2. Dalam menetapkan kebijakan sumber daya manusia pada
unit kerja trustee, Bank tetap berpedoman pada
ketentuan BI yan mengatur mengenai prinsip kehati-
hatian Bank yang melakukan penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain.
70
3. Kebijakan SDM tersebut antara lain berupa penentuan
persyaratan dan kualifikasi SDM untuk kegiatan trust;
4. Komposisi jumlah SDM unit kerja trustee paling sedikit
50 % merupakan pegawai Bank (dalam hal ini pegawai
tetap) dan berkewarganegaraan Indonesia.
5. Kualifikasi jabatan pimpinan unit kerja trustee dan
pejabat satu tingkat di bawah pimpinan unit kerja
trustee paling kurang meliputi kompetensi di bidang
keuangan dan memiliki integritas
Di samping persyaratan untuk menjadi Trustee, PBI juga
mengatur bahwa settlor adalah nasabah korporasi; dan bukan
merupakan pihak terafiliasi dengan Bank. 32 Berdasarkan
PBI, settlor juga dapat bertindak sebagai beneficiary.
5.2. Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan sebagai
Perjanjian Tidak Bernama yang berkembang dalam Praktik
Perbankan.
5.2.1 Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan tunduk
pada Prinsip-prinsip Hukum perjanjian Indonesia.
32 Yang dimaksud dengan Pihak Terafiliasi adalah Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 22 UU Perbankan. Lihat juga UU No : 21Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
71
Berdasarkan PBI, hubungan antara settlor dan trustee
dituangkan dalam perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan
yang dibuat secara tertulis. Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, bahwa kegiatan Penitipan dengan pengelolaan
ini merupakan perngembangan dari jasa yang sebelumnya
sudah dilakukan oleh dunia perbankan, yakni jasa
penitipan untuk kepentingan pihak ke tiga berdasarkan
suatu kontrak, yang diatur dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU
Perbankan. Selama ini, Pasal 6 i jo pasal 9 ini dalam
praktik di implementasikan dalam perjanjian dalam rangka
fungsi Bank sebagai Kustodian dan Bank sebagai Wali
Amanat, yaitu lembaga penunjang pasar modal. Pengembangan
kegiatan Penitipan dengan pengelolaan berdasarkan hukum
positif Indonesia diperkenankan dengan mengacu pada Pasal
1319 , Pasal 1318 Ayat (1) sepanjang memenuhi syarat sah
nya suatu perjanjian.
Oleh karena itu, Kegiatan Penitipan dengan
pengelolaan yang dituangkan dalam Perjanjian Penitipan
dengan pengelolaan (trusts) merupakan perjanjian yang
berkembang dalam praktik perbankan. Berdasarkan sistem
terbuka dan asas kebebasan berkontrak, maka perjanjian
72
penitipan dengan pengelolaan ini digolongkan sebagai
perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenskomst) yang
tetap tunduk pada prinsip/asas dan ketentuan dalam Buku
III KUHPerdata tentang Perikatan, khususnya Pasal 1320
KUHPerdata sebagai syarat lahir dan mengikatnya
perjanjian trust ini bagi para para pihak.
Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan tentunya
telah memenuhi persyaratan sahnya perjanjian, yakni :
a. adanya kesepakatan antara settlor dan trustee untuk
membuat perjanjian pentipan dengan pengelolaan yang
dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani
oleh ke dua belah pihak (syarat kesepakatan para
pihak) baik Bank sebagai trustee dan settlor
b. Bank sebagai trustee dan pemilik dana (settlor ) adalah
badan hukum yang merupakan subjek hukum yang cakap
melakukan perbuatan hukum, termasuk membuat
perjanjian. Bank yang bertindak sebagai trustee harus
memenuhi persyaratan khusus yang diatur dalam PBI
dan ketentuan terkait lainnya, sedangkan settlor
adalah pemilik dana berupa nasabah korporasi (syarat
cakap untuk melakukan perjanjian)
73
c. objek atau hal tertentu dalam Perjanjian Penitipan
dengan Pengelolaan adalah jasa penitipan dengan
pengelolaan yang akan dilakukan oleh trustee untuk
kepentingan beneficiary (syarat hal tertentu)
d. perjanjian Penitipan dengan pengelolaan diatur dalam
peraturan Bank Indonesia, dan tunduk pada peraturan
lainnya yang bersifat memaksa , khususnya UU
Perbankan.
Bagan V.2.1.2Kedudukan Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan dalam Sistem Hukum
Perjanjian Indonesia.
74
mengacu pada skema di atas, keberadaan perjanjian
Pengelolaan dengan penitipan di Indonesia, khususnya di
perbankan dapat diterima sebagai jenis perjanjian baru
yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan
peran perbankan dalam mendorong perekonomian Indonesia,
khususnya untuk meningkatkan pengelolaan cadangan devisa
negara. Namun demikian, tentu saja perjanjian Penitipan
dengan pengelolaan ini harus disesuaikan dengan sistem
hukum Indonesia, mengingat sistem hukum Indonesia tidak
mengenal konsep trust sebagaimana dikenal dalam sistem
coomon law. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian atau
BUKU III KUHPERDATA
PERJANJIAN BERNAMA (PERJANJIAN YANG
DIATUR DLM KUHPERDATA/KUHD)
PERJANJIAN TIDAK BERNAMA /DILUAR KUHPERDATA/KUHD
PERJANJIAN PENITIPAN DENGAN
PENGELOLAAN (TRUST)
PSL 1319 dan 1338 (1)
SISTEM TERBUKA DALAM HUKUM
PERJANJIAN & ASAS KEBEBASAN BERKONTRAk
75
harmonisasi agar dapat digunakan secara baik. Salah satu
cara yang digunakan oleh otoritas perbankan, dalam hal
ini menerbitkan PBI No ; 14/17/PBI/2012 merupakan langkah
yang tepat, mengingat landasan hukum yang akan dijadikan
acuan bagi para pihak adalah perjanjian Penitipan dengan
pengelolaan (trust) yang akan di buat oleh para pihak dan
mengikat ke para pihak. PBI mengatur persyarata para
pihak , bentuk dan substansi apa saja yang harus
diakomodasikan ke dalam perjanjian penitipan dengan
pengelolaan.
Penunjukan Bank sebagai trustee dan penunjukan
beneficiary harus disampaikan secara tertulis oleh settlor
kepada Bank. Dan bank yang ditunjuk sebagai trustee harus
membuat pernyataan tertulis atas kesanggupannya sebagai
trustee. Selanjutnya, penunjukan dan kesepakatan lainnya
wajib dituangkan dalam perjanjian trustee secara tertulis.
Selain diwajibkan dibuat dalam bentuk tertulis,
perjanjian trust harus dibuat dalam bahasa Indonesia, dan
dapat dialihbahasakan ke dalam bahasa lain sesuai dengan
kepentingan para pihak. Dalam hal perjanjian
dialihbahasakan, maka perjanjian tersebut arus memuat
76
informasi yang sama dengan perjanjian trust yang disusun
dalam bahasa Indonesia. Apabila terdapat perbedaan
penafsiran, maka yang berlaku adalah perjanjian yang
disusun dalam bahasa Indonesia.
PBI memberikan cakupan minimal tentang hal-hal yang
dimuat dalam perjanjian trust, yaitu :
a. Penunjukan Bank sebagai Trustee;
b. Penunjukan beneficiary;
c. Hak dan kewajiban para pihak, yaitu Trustee, Settlor dan
Beneficiary;
d. Kewajiban Trustee untuk menjaga kerahasiaan data dan
transaksi Settlor dan Beneficiary, kecuali untuk
kepentingan pelaporan kepada bank Indonesia;
e. Harta trust tidak termasuk dalam harta pailit dan
wajib dikembalikan kepada Settlor;
f. Pencatatan harta trust dilakukan secara terpisah dari
harta Bank;
g. Pembebasan Trustee dari tanggung jawab (indemnification)
terhadapa kerugian , kecuali karena kelalain
(negligence) dan pelanggarab (willful misconduct) yang
dilakukan trustee.
77
h. Mekanisme penghentian perjanjian Trust;
i. Penunjukan Trustee pengganti antara lain dalam hal
Bank sebagai Trustee dicabut izin usahanya sebagai
Bank baik atas inisiatif Bank Indonesia maupun atas
permintaan Bank (self liquidation) atau dicabut
persetujuan prinsipnya untuk melakukan kegiatan trust;
j. Penyelesaian sengketa;
k. Pilihan hukum (choice of law);
l. Yurisdiksi pengadilan apabila penyelesaian sengketa
ditempuh melalui jalur hukum;
m. Klausul yang menyatakan bahwa kegiatan yang
diperjanjikan dalam perjanjian Trust adalah kegiatan
Trust sebagaimana dimaksud dalam PBI No :
14/17/PBI/2012.
n. Klausul bahwa perubahan terhadap isi perjanjian
hanya dapaty dilakukan secara tertulis dan
disepakati oleh para pihak;
o. Tidak bertujuan untuk pencucian uang dan/atau
terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan dan
perundang-undangan yang mengatur mengenai anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme;
78
p. Tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku lainnya.
Berdasarkan ketentuan dalam PBI, dapat disimpulkan
bahwa perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan merupakan
pengembangan dari jasa Penitipan untuk kepentingan
pihak ketiga berdasarkan suatu kontrak, yang sudah
diatur dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU Perbankan.
Pengembangan tersebut adalah kewenangan pengelolaan
oleh pihak trustee sesuai kesepakatan. Namun demikian,
kewenangan pengelolaan ini lebih sempit dari fungsi
Trustee dalam konsep common law. Dalam Perjanjian Trust
menurut PBI terkandung esensi yang mirip dengan
beberapa perjanjian yang sudah ada dalam KUHPerdata,
yakni :
1. Perjanjian pemberian kuasa di bidang bisnis
(perjanjian keperantaraan/keagenan) ; dimana Trustee
bertindak untuk dan atas nama Settlor. Hal ini secara
tegas disebutkan antara lain dalam Pasal 5 PBI,
bahwa trustee bertindak untuk dan atas nama settlor. Hal
ini berarti, ketika melakukan hubungan hukum dengan
79
pihak ketiga terkait dengan kegiatan trust, maka secara
yuridis sebenarnya Settlor ditarik menjadi Pihak. Oleh
karena itu, Tim peneliti berkesimpulan dalam konteks
ini Bank selaku Trustee menempatkan diri sebagai
perantara. Penyebutan trustee sebagai penerima kuasa
kurang tepat mengingat esensi dari kegiatan
Penitipan dengan pengelolaan ini (trust) murni
bertujuan mendapatkan profit melalui fee based income,
yang bukan menjadi ciri pemberian kuasa (Pasal 10
PBI). Berbeda dengan perjanjian pemberian kuasa,
berdasarkan Pasal 1794 KUHPerdata bahwa pemberian
kuasa bersifat cuma –cuma kecuali ditentukan
sebaliknya. Tim Peneliti berkesimpulan, bahwa ada
unsur perjanjian keagenan dalam kegiatan Penitipan
dengan pengelolaan ini.
Berikut ini hubungan para pihak dalam perjanjian
Penitipan dengan pengelolaan .
Skema V.2.1 Para Pihak dalam Perjanjian Penitipan denganPengelolaan yang setttlor dan beneficiary nya adalah pihak yang
berbeda
TRUSTEESETTLOR INVESTASI
80
Skema V2.1. Perjanjian Penitipan dan Pengelolaan dimana settlordan beneficiary berada dalam pihak yang sama. (Perantara)
Dalam perjanjian penitipan dan pengelolaan Settlor
sebagai pemilik kekayaan/dana mengadakan perjanjian
trust dengan Trustee, dan berdasarkan perintah tertulis
melakukan investasi atau pembayaran untuk kepentingan
beneficiary.
2. Perjanjian Penitipan
Pasal 1694 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian
penitipan terjadi apabila orang menerima barang
orang lain untuk menyimpannya dan kemudian
BENEFICIARY
TRUSTEESETTLOR/
BENEFICIARYINVESTASI
81
mengembalikannya dalam keadaan yang sama. Penerima
titipan wajib memelihara barang titipan sebaik-
baiknya seperti barang milik sendiri. Trustee dalam
perjanjian penitipan dengan pengelolaan tidak hanya
menyimpan kekayaan trust, namun mempunyai kewajiban-
kewajiban lain baik yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan maupun perjanjian. Oleh karena
itu peneliti berkesimpulan bahwa kegiatan penitipan
dengan pengelolaan lebih banyak mengandung unsur
penitipan.
3. Perjanjian guna kepentingan pihak ketiga (derden
beding) yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata; “
dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan
pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat
untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada
orang lain, mengandung syarat semacam itu. Siapapun
yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh
menariknya kembali, jika pihak ketiga telah
menyatakan akan mempergunakan syarat itu.”Disini,
dapat dilihat bahwa dalam perjanjian guna
82
kepentingan pihak ke tiga diperlukan adanya kehendak
dari pihak ketiga. Dalam konsep trust, syarat kehendak
pihak ketiga, dalam hal ini benefficiary, tidak
diperlukan, karena dalam perjanjian trust yang akan
diperoleh adalah manfaat atau penghasilan. PBI
tidak menyebutkan syarat bahwa beneficiary harus
menyatakan kehendaknya Disini perbedaannya dengan
Perjanjian guna kepentingan pihak ketiga. PBI
mengadopsi kedudukan beneficiary dalam konsep trust pada
common law sebagai pihak yang hanya akan menerima
manfaat.Mengacu pada ke tiga jenis perjanjian
bernama yang diatur dalam KUHPerdata di atas, dapat
disimpulkan bahwa perjanjian penitipan dengan
pengelolaan merupakan perjanjian yang berkembang
dalam praktik. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan
yang mengatur ke tiga jenis perjanjian di atas
tidak sesuai apabila diterapkan pada perjanjian
penitipan dengan pengelolaan. Tim peneliti
berkesimpulan, PBI dan perjanjian trust yang dibuat
oleh para pihak akan menjadi landasan hukum bagi hak
83
dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam
perjanjian ini, yaitu trustee, settlor dan beneficiary.
5.2.2 Perbedaan Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan
(trust) dengan konsep Trust dalam common law system
Perjanjian dengan Pengelolaan (trust) yang berkembang
dalam praktik perbankan ini mengadopsi sebagian kecil
dari konsep trust yang dianut oleh sistem common law, yang
berlaku di negara-negara Anglo –Saxon. Terdapat perbedaan
yang mendasar antara trust sebagai perjanjian tidak bernama
dalam sistem hukum perjanjian Indonesia dengan konsep trust
dalam sistem common law. Beberapa perbedaan substansial
tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Tabel V.1.1 Perbedaan Antara Perjanjian Trust dlm PBIdengan Trust dalam common law system
Perbedaan Perjanjian
Penitipan
dengan
Pengelolaan
Trust dalam
sistem
common law
Keterangan
Sumber Hukum UU dan Equity Dalam sistem
84
Perjanjian
Penitipan
dengan
pengelolaan
(trust)
(kepatutan)
yang timbul
dan
berkembang di
luar hukum
hukum
Indonesia,
kepatutan
merupakan
salah satu
asas yang
terkandung
dalam
perjanjian
Kedudukan
trustee
Pihak yang
melakukan
kegiatan
penitipan
dengan
pengelolaan
berdasarkan
perintah
settlor
Pihak yang
mengelola
aset trust
berdasarkan
maxim/prinsip
trust.
Trustee dalam
perjanjian
penitipan
dengan
pengelolaan
mempunyai
kewenangan
terbatas,
yakni hanya
atas
perintah.
Aset/dana Bukan milik Secara legal bankcruptcy
85
trust trustee diakui
sebagai milik
trustee
remote diatur
dalam PBI,
tidak berlaku
demi hukum
Kepemilikan
thd aset trust
Tidak dikenal
dual ownership
Dikenal dual
ownershipSistem hukum
benda tidak
mengenal
pemisahan
antara
pemilik
secara hukum
dan pemilik
manfaat,
namun
mengenal
kepemilikan
bersama
(medeeigendom
)
Sumber : diolah oleh Tim peneliti, 2013.
86
Esensi dalam konsep trust menurut sistem common law adalah
adanya pengakuan secara hukum bahwa aset trust berpindah
kepada trustee, walaupun kepemilikan itu dibatasi oleh
kewajiban untuk mengalihkan manfaatnya pada beneficiary.
Oleh karena itu, timbul permasalahan yuridis lainnya,
yaitu pengakuan adanya dual ownership dalam mekanisme trust
yang tidak dikenal dalam sistem hukum benda Indonesia.
Perbedaan ini akan mengakibatkan beberapa hambatan
yuridis terkait dengan tanggung jawab trustee, khususnya
apabila trustee dinyatakan pailit. Permasalahan lainnya
adalah ketiadaan sumber hukum yang dapat digunakan untuk
mengakomodasikan akibat hukum adanya dual ownership .
Anatomi trust dalam sistem common law berbeda dengan sistem
hukum Indonesia.
87
Bagan V.1.2. Anatomi trust dalam sistem common law
Sumber : Routledge, Trusts Law , Lawcards series, 2006.
Dari bagan anatomi trust di atas, makan dapat
diidentifikasi bahwa hambatan yuridis implementasi konsep
trust adalah tidak dikenalnya Equity sebagai alternatif
sumber hukum selain peraturan perundang-undangan, dan
tidak dikenalnya dual ownership dalam sistem hukum benda.
PROPERTY (ANYTHING CAPABLE OF BEING OWNED)
DUAL OWNERSHIP (RESULTING FROM EQUITY'S INTERVENTION
LEGAL OWNERSHIP (MANAGEMENT CONTROL)
TRUSTEE
EQUITABLE OWNERSHIP (BENEFICIAL ENJOYMENT)
BENEFICIARIES
(INDIVIDUALS OR PRIVATE
CLAS)
PURPOSES (USUALLY
CHARITABLE)
88
5.3 Tanggung jawab Terbatas Bank sebagai trustee dalam
Perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan.
Salah satu alasan diterbitkannya PBI tentang trust
tidak dapat dilepaskan keinginan untuk dapat menarik dana
yang semula disimpan di bank trust di luar negeri. Salah
satu yang harus disiapkan adalah kesiapan infrastruktur
legal yang mampu menjaga kepercayaan pemilik dana kalau
dana mereka disimpan di bank di Indonesia. Berdasarkan
hal itu, maka kepastian dan jaminan perlindungan terhadap
aset trust menjadi sangat penting untuk mengembangkan
kegiatan penitipan dengan pengelolaan. Mengingat landasan
hukum trust di Indonesia berdasarkan PBI, maka hak dan
kewajiban para pihak harus diperjanjikan secara rinci
dalam perjanjian trust. Salah satu aspek yang menjadi kunci
keberhasilan pengembangan kegiatan penitipan dengan
pengelolaan adalah tanggung jawa bank selaku trustee.
5.3.1 Bank sebagai trustee bertanggug jawab atas kerugian
yang timbul akibat kelalaian Bank dalam mengelola aset
trust
89
Tanggung jawab Bank selaku trustee dalam kegiatan penitipan
dengan pengelolaan terbatas pada aset yang dititipkan dan
dikelola berdasarkan perintah settlor. Bank tidak
bertanggung jawab terhadap kerugian investasi yang timbul
karena sifat investasi. Sepanjang tidak bertentangan
dengan instruksi settlor yang dituangkan dalam perjanjian
trust,maka Bank yang melaksanakan kegiatan trust tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban (Pasal 7 ayat 4 PBI). Dalam
hal settlor menginstruksikan Trustee untuk melakukan kegiatan
investasi dana trust di luar jenis investasi yang telah
ditentukan oleh PBI, maka investasi tersebut harus
dilakukan oleh Mnajer Investasi.33 Dalam hal ini, Bank
sebagai trsutee akan bertindak sebagai agen pembayar, atau
agen yang menghubungkan manajer investasi dengan settlor.
Disini fungsi perantara sangat menonjol dibandingkan
fungsi trustee. Dalam hal terjadi kerugian investasi yang
dikelola oleh manajer investasi berlakulah asas-asas di
Pasar Modal. Manajer investasi yang secara profesional
dan itikad baik telah melakukan portofolio investasi ,
33 manajer investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, sebagaimana dimaksud dalam UU No : 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
90
juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kerugian yang timbul sebagai sifat investasi. Investor,
dalam konteks ini adalah settlor, menanggung kerugian
sebagai risiko investasi. Dalam praktik, settlor sebagai
entitas bisnis tentu mengelola risiko (risk management) ini
sebaik mungkin. PBI telah mengakomodasikan dan
membebankan kewajiban pengelolaan risiko ini kepada bank
yang melaksanakan kegiatan Penitipan dengan pengelolaan.
Pasal 31 PBI mengatur tentang kewajiban Bank untuk
menerapkan manajemen risiko dalam kegiatan Penitipan
dengan pengelolaan . Penerapan manajemen risiko paling
kurang mecakup
Skema V.3.1 Pengendalian Risiko oleh Bank sebagai Trustee dalam Kegiatan dengan
pengelolaan.
91
sumber : Pasal 31 PBI No.14/17/PBI/2012.
Manajemen risiko dalam kegiatan Penitipan dengan
pengelolaan ini merupakan kewajiban yang timbul
berdasarkan Undang-undang, dalam hal ini PBI.
Imolementasi manajemen risiko terkait pengawasan aktif
dar Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah
dapat dirinci sebagai berikut :
a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi serta
Dewan Pengawas Syariah, yang tercermin dari :
1) Persetujuan dewan Komisaris dalam Rencana Bisnis
Bank untuk melakukan kegiatanTrust; dan
Manajemen Risiko
Pengawasan aktif Dewan Komisaris,
Direksi serta Dewan
pengawas Syariah
Kecukupan Kebijakan
dan Prosedurkecukupan proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan,
dan pengendalian risiko serta
sistem pengendalian
intern
Sistem pengendalian
Intern
92
2) evaluasi atas pelaksanaan Rencana Bisnis Bank
terkait kegiatan trust antara lain dituangkan dalam
risalah rapat Dewan Komisaris.
b. Pengawasan aktif Dewan pengawas syariah setidaknya :
1) memastikan kegiatan trust sesuai dengan prinsip
syariah; dan
2) memastikan prosedur bank untuk kegiatan trust sesuai
dengan prinsip syariah.
c. Pengawasan aktif Direksi paling kurang terdiri
atas :
1) menetapkan Rencana Bisnis Bank untuk Kegiatan Trust;
2) menetapkan kebijakan dan prosedur Bank untuk
kegiatan Trust;
3) memantau dan mngevaluasi kegiatan Trust.
Berkenaan dengan kecukupan kebijakan dan Prosedur, Bank
wajib memiliki dan mengimplemetasikan kebijakan dan
prosedur yang komprehensif dan efektif, sekurangnya
meliputi :
1) kebijakan penilaian tingkat risiko kegiatan trust;
2) kebijakan SDM untuk kegiatan Trust;
93
3) prosedur pelaksanaan kegiatan trust yang mencakup
antara lain : penunjukan Bank sebagai trustee;
penilaian profil risiko settlor, pernyataan
kesanggupan Bank sebagai trustee; penyusunan
perjanjian trust; pelaksanaan kegiatan trust yang
berpedoman pada perjanjian trust;
4) prosedur penyelesaian sengketa;
5) prosedur untuk melakukan identifikasi, pengukuran,
pemantauan, pengendalian risiko, dan sistem
informasi untuk kegiatan trust.
Selanjutnya, Bank wajib melakukan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian atas risiko
untuk kegiatan trust. Proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko wajib didukung oleh
sistem informasi manajemen yang tepat waktu, informatif ,
dan akurat.
Sistem Pengendalian Intern sebagai komponen
manajemen risiko mewajibkan Bank memiliki sistem
pengendalian intern yang efektif, antara lain dengan
adanya pembatasan wewenang dan tanggung jawab unit kerja
94
untuk kegiatan trust, dan dilakukannya pemeriksaan oleh
satuan kerja audit intern.
Oleh karena itu, apabila kerugian dalam kegiatan
penitipan dengan pengelolaan timbul akibat Bank selaku
trustee lalai memenuhi kewajiban menyediakan sistem
manajemen risiko sebagaimana diuraikan di atas, maka Bank
wajib bertanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan
hukum, yakni tidak memenuhi kewajiban berdasarkan Pasal
31 PBI.
Selain kelalaian dalam pemenuhan manajemen risiko, maka
Bank wajib menanggung kerugian yang diakibatkan kegagalan
memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian trust.
Dengan demikian, tanggung jawab bank sebagai trustee dapat
timbul akibat kelalaian memenuhi kewajiban berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan perjanjian trustee. Dalam
hal ini, bank wajib bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian yang timbul baik kepada settlor maupun kepada
beneficiary.
Bagan V.3.1
95
Dasar Pertanggungjawaban Bank selaku Trustee dalam Kegiatan
penitipan dengan pengelolaan.
Sumber : diolah oleh Tim Peneliti.
5.3.2 Aset trust secara yuridis bukan milik Bank selaku
trustee
Perbedaan antara kegiatan penitipan dengan
Pengelolaan (trust) dengan konsep trust dalam sistem common
law adalah berkaitan dengan status kepemilikan
kekayaan/aset/dana trust. Berdasarkan PBI, kekayaan trust
bukan lah milik Trustee (Bank), namun tetap milik settlor.
Bank hanya diperkenankan mengelola atau melakukan
perbuatan hukum atas kekayaan trust berdasarkan perintah
KEGIATAN PENITIPAN DENGAN PENGELOLAAN
TANGGUNG JAWAB BANK SEBAGAI TRUSTEE
KEGIATAN/PERBUATAN YANG BERTENTANGAN DGN PERATURAN PERUNDANGAN
KERUGIAN KRN KELALAIAN DALAM KEGIATAN PENITIPAN
DENGAN PENGELOLAAN
GANTI RUGI
PERJANJIAN TRUST
96
tertulis. Bank sebagai trustee bahkan dilarang
memanfaatkan harta trust unutuk kepentingan sendiri; dan/
atau melakukan kegiatan di luar yang telah diatur dalam
perjanjian trust, baik atas inisiatif sendiri maupun
berdasarkan perintah tertulis dari settlor. Berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam PBI, sangat jelas bahwa dalam
kegiatan usaha penitipan dengan pengelolaan (trust) ,
kekayaan trust bukan milik Bank sebagai trustee, melainkan
tetap menjadi milik settlor.
Akibat hukumnya, kekayaan trust harus dicatat secara
terpisah dari kekayaan /aset Bank. Dalam hal Bank
dilikuidasi atau dipailitkan, maka kekayaan trust bukanlah
termasuk kedalam harta pailit dan wajib dikembalikan pada
settlor. Berbeda dengan kegiatan penitipan dengan
pengelolaan, kekayaan trust dalam sistem common law secara
hukum menjadi milik trust, namun manfaatnya dimiliki oleh
beneficiary. Trustee leluasa dapat mengelola dana trustee karena
ada pengalihan kepemilikan dana trust kepada trustee.
Permasalahan hukum yang memerlukan kajian lebih lanjut
adalah berkaitan dengan tanggung jawab Bank sebagai
trustee. Dalam hal timbul kerugian akibat kegiatan
97
penitipan dengan pengelolaan, dan bank wajib mengganti
kerugian, maka perlu ditentukan kekayaan mana yang akan
menjadi jaminan bagi pelaksanaan tanggung jawab Bank.
Apabila harus dipertanggungjawabkan dari dana Bank
sebagai Bank, maka perlu dipertimbangkan kedudukan
dana /aset Bank yang merupakan dana pihak ketiga
( nasabah kreditor), yang tidak dapat digunakan untuk
menjadi jaminan bagi kewajiban Bank. Ketentuan Modal
minimum Rp.5 Triliun merupakan jaminan bahwa Bank sebelum
memperoleh persetujuan sebagai Trustee, telah
memperthitungkan potensi ganti rugi yang dapat timbul.
5.3.3 Penerapan bankcruptcy remote dalam penyelesaian
perjanjian Penitipan dengan Pengelolaan.
Salah satu hambatan dalam penerapan konsep trust di
Indonesia adalah kedudukan trustee sebagai legal owner yang
tidak dikenal dalam sistem hukum benda Indonesia, dan
kedudukan kekayaan trust yang beralih kepada trustee sebagai
98
legal owner. Ke dua hal ini menimbulkan kesulitan bagi
sistem hukum Indonesia, khususnya hukum perjanjian untuk
menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
trust di Indonesia. Keleluasan trustee untuk mengelola dana
trust harus dibatasi baik oleh perjanjian maupun oleh
ketentuan perundang-undangan, mengingat trustee dalam
perjanjian penitipan dengan pengelolaan (trust) bukan
pemilik secara hukum. Namun demikian, untuk
mengantisipasi kebutuhan dalam praktik , eksistensi
perjanjian trust dapat diakui sebagai salah satu perjanjian
yang berkembang dalam praktik perbankan. Konsepsi dual
ownership dan peralihan kekayaan trust pada trustee harus
dicarikan jalan keluarnya, agar perjanjian trust di
Indonesia mempunyai landasan hukum yang kokoh.
Untuk menjamin dan memberikan perlindungan hukum bagi
pemilik kekayaan/dana yaitu settlor , maka PBI dengan tegas
mengatur bahwa dana trust tidak beralih, tidak masuk ke
dalam kekayaan Bank atau boedel pailit bank, serta harus
dibuat catatan terpisah dengan kekayaan Trust. Konsep
Bankcruptcy remote dalam trust menurut sistem commonlaw ini
diadopsi oleh PBI 14/17/PBI/2012. Dengan demikian,
99
kekayaan trust memperoleh kepastian hukum dalam
penyelesaian perjanjian penitipan dengan pengelolaan.
Dalam hal Bank dilikuidasi atau dialihkan penitipan
dengan pengelolaannya kepada trustee pengganti, maka
kekayaan trust harus dikembalikan kepada settlor atau
dilaihkan kepada trustee pengganti.
5.4. Gagasan Pembaruan Hukum Perdata di Indonesia terkait
Penggunaan Konsep trust dalam Perjanjian Penitipan
dengan Pengelolaan.
5.4.1 Hukum Perjanjian Indonesia membuka peluang untuk
pengembangan jasa Perbankan.
Terbitnya PBI No: 14/17/PBI/2012 tentang kegiatan
Usaha Penitipan dengan pengelolaan dalam aktivitas
perbankan menambah perbendaharaan perjanjian yang
mengadopsi konsep trust dari sistem common law. Sebelum
Perbankan, Pasar Modal terlebih dahulu mengelaborasi
konsep trust ini dalam beberapa kegiatan, antara lain
kegiatan penerbitan obligasi, pengelolaan dana investor
oleh manajer investasi dalam wadah reksadana, serta
100
pengelolaan dana jaminan oleh Lembaga Kliring dan
penjaminan (LKP) dalam mekanisme transaksi bursa.
Telah diuraikan sebelumnya, sistem hukum perjanjian
yang bersifat terbuka yang dianut oleh Buku III
KUHPerdata (Pasal 1319) dan asas kebebasan berkontrak
yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat 1, membuka peluang bagi
para pihak untuk membuat perjanjian baru selain yang
telah ada dalam KUHPerdata dan KUHDagang. Sepanjang
memenuhi syarat sah perjanjian, maka para pihak bebas
menentukan bentuk, isi dan nama perjanjian sesuai
kebutuhan para pihak. Namun demikian, perjanjian trust ini
tidak hanya masuk dalam ranah hukum perjanjian, tetapi
juga memerlukan dukungan dari aspek hukum benda,
khususnya sebagai landasan hukum bagi eksistensi dual
ownership. Terdapat perbedaan mendasar antara sifat buku II
tentang Hukum Benda dan Buku III KUHPerdata.
Hukum Benda di Indonesia menganut sistem tertutup,
dalam arti para pihak tidak diperkenankan menciptakan
kebendaan baru selian ditentukan oleh Undang-undang. Oleh
karena itu, konsep trust dalam sistem common law tidak dapat
diadopsi secara utuh utuh. Kegiatan penitipan dengan
101
pengelolaan (trust) yang dituangkan dalam PBI merupakan
pengembangan bentuk jasa penitipan yang sudah diatur
dalam Pasal 6 i jo Pasal 9 UU Perbankan. Penamaan trust
dalam PBI ini semata-mata untuk meningkatkan kepercayaan
pihak ketiga, khususnya pemilik dana untuk dapat
difasilitasi oleh perbankan Indonesia. Namun, PBI
mengadopsi mekanisme Bankcruptcyremote, sebagai salah satu
upaya menjamin dan melindungi kekayaan trust. Dapat
disimpulkan bahwa perjanjian penitipan dengan pengelolaan
(trust) berdasarkan PBI tidak sama persis dengan trust dalam
sistem common law.
5.5 Implikasi Perjanjian Penitipan dengan pengelolaan
(trust) terhadap Hukum Perjanjian Indonesia.34
Melihat pada praktik penggunaan konsep trust dalam
aktivitas bisnis, khususnya jasa keuangan di Indonesia,
maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian-perjanjian yang
menggunakan konsep trust tidak sepenuhnya atau tidak sama
dengan trust yang dikenal dalam sistem common law. Ciri34 Sub bab ini merupakan Bagian dari Hasil penelitian Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Upaya Perlindungan terhadap Pihak Ketiga (Beneficiary) dalam Perjanjian Trust (Trusteeship Agreement) sebagai Perjanjian yang Berkembang dalam PraktikI, dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Padjadjaran.
102
konsep trust di common law system yang paling dominan adalah
dikenalnya dual ownership, dimana trustee berkedudukan sebagai
legal owner (pemilik secara hukum), dan pihak lainnya adalah
beneficial owner (penerima manfaat). Dalam konteks
bisnis,khususnya investasi, settlor sebagai pemilik dana
(investor) menyerahkan dana kepada perusahan Trust (
Trustee Company) untuk dikelola berdasarkan Trust, dan
selanjutnya akan dinikmati manfaatnya oleh pemilik dana.
Dalam konsep investasi melalui Trust Company, settlor
adalah juga beneficiary.
Dalam perjanjian dengan konsep trust di Indonesia ,
tidak dikenal adanya dual ownership. Hukum Benda mengatur
bahwa pemilik suatu benda secara hukum adalah juga
pemilik manfaat. Pasar Modal sejak tahun 1997 dengan
Keputusan Bapepam No : 48/PM/1997 Tentang Rekening Efek
pada Kustodian memperkenalkan istilah Pemilik Terdaftar
dalam mekanisme transaksi, dimana Kustodian Sentral
mengelola seluruh efek dalam rekening dan mewakili
kepentingan pemegang rekening yang bertindak sebagai
pemilik manfaat (beneficial owner).
103
Peneliti menyimpulkan berdasarkan data yang diolah
baik data pustaka maupun hasil penelitian lapangan bahwa
konsep trust yang digunakan dalam perjanjian trust di
Indonesia dapat digolongkan ke dalam perjanjian yang
berkembang dalam praktik. Berdasarkan sistem terbuka dan
asas kebebasan berkontrak dalam Buku III KUHPerdata, maka
eksistensi perjanjian yang menggunakan konsep trust diakui
sepanjang dibuat secara sah dan perkembangan dari jenis-
jenis perjanjian yang memang semula sudah diatur dalam
KUHPerdata. PBI tentang Penitipan dengan Pengelolaan
(Trust) misalnya, secara tegas menyatakan bahwa Bank
selaku trustee hanya dapat melakukan perbuatan hukum atas
perintah tertulis. Namun demikian, tidak dapat disamakan
denga perjanjian pemberian kuasa, walaupun ada unsur
perintah untuk melakukan perbuatan hukum guna kepentingan
settlor. Jenis perjanjian bernama yang mendekati konsep
perjanjian trust di Indonesia adalah Perjanjian guna
kepentingan pihak ketiga (derden beding) sebagaimana
diatur dalam Pasal 1317 KHUPerdata. Pasal ini dan unsur-
unsur perjanjian penitipan sebagaimana diatur dalam Bab
XI Buku III KUHPerdata. Oleh karena itu, perjanjian trust
104
dalam konteks Indonesia harus memuat klausul-klausul yang
rinci giuna perlindungan pihak ke tiga, khususnya apabila
trustee pailit, dilikuidasi atau tidak dapat lagi
menjalankan fungsi trust. Perkembangan bisnis global yang
menciptakan peluang bagi Indonesia untuk menarik sebesar-
besarnya dana ke dalam negeri menjadi alasan bagi
pembaruan regulasi di bidang perjanjian, khususnya untuk
mengakomodasi secara utuh konsep trust dalam sistem hukum
perjanjian.
Gagasan pengembangan perjanjian trust ini di
Indonesia, selain didasarkan pada Pasal 1338 Ayat (1)
yang menganut asas kebebasan berkontrak, selayaknya
mengacu pada pengakuan atas prinsip hukum baru yang
dikalangan bisnis diakui sebagai aturan atau kebiasaan-
kebiasaan dalam praktik bisnis. Berbeda dengan trust dalam
sistem common law yang lahir dari equity (kepatutan), maka
perjanjian trust yang dikembangkan dalam sistem hukum
Indoneisa tetap berpangkal pada hukum, khususnya hukum
perjanjian. Namun demikian, mengacu pada ketentuan Pasal
1339 KUHPerdata, maka perjanjian trust harus memperhatikan
pula segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
105
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Hal ini berarti, perjanjian trust tidak diperkenankan
memperjanjikan hal-hal yang tidak patut dan dilarang oleh
undang-undang.
Berbeda dengan trust dalam sistem common law yang lahir
karena dianggap patut, guna mengisi kokosongan karena
hukum tidak mengatur, maka perjanjian trust lahir
berdasarkan perjanjian dengan pembatasan harus sejalan
dengan kepatutan. Artinya, dalam sistem hukum Indonesia,
kepatutan merupakan bagian dari hukum, sehingga konsep
perjanjian trust tetap harus mengacu pada hukum yang
berlaku. Sebaliknya, dalam sistem common law, trust lahir
dari kepatutan (equity), yang terpisah dari hukum (law) dan
tunduk pada prinsip-prinsip equity yang disebut dengan
maxims of equity.35
Opsi lainnya yang juga dapat ditempuh adalah adanya
pranata hukum trust Indonesia yang disesuaikan dengan
kebutuhan Indonesia yang bersifat komprehensif guna
menangkap peluang global.
35 lihat Lastuti Abubakar, Op.cit, hlm 403.
106
5.5.1 Gagasan pengaturan dual ownership dalam Sistem Hukum
Benda.
Pengaturan dual ownership dalam sistem Hukum Perdata,
khususnya Hukum Benda merupakan kebutuhan mendesak bagi
keberadaan perjanjian trusti atau pranata trust di Indonesia.
Selama ini ini pembaruan hukum Perdata Indonesia
dilakukan secara parsial, berdasarkan kebutuhan yang
mendesak. Oleh karena itu pilihan untuk melakukan
pembaruan KUHPerdata bukan opsi terbaik, mengingat
sulitnya membuat kodifikasi hukum Perdata secara utuh.
Sistem pembaruan Hukum perdata Indonesia dapat dilakukan
dengan membuat aturan-aturan dalam bentuk Undang-undang
yang secara khusus mengatur materi muatan tertentu. Oleh
karena itu, KUHPerdata tidak lagi berlaku utuh seperti
saat diundangkan.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang sifatnya
nasional telah mencabut atau menambah pengaturan hukum
Perdata dalam KUHPerdata, yaitu Undang-undang yang
mencabut :
107
a. UU No: 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mencabut
Buku I KUHPerdata yang mengatur tentang Perkawinan
dan sebagian hukum keluarga .
b. UU No : 5 Tahun 1960 tentang UUPA telah mencabut
pengaturan Hak-hak Atas Tanah di dalam Buku II.
c. UU No : 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah dan Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah,
mencabut hipotik atas Tanah,
d. UU No : 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia da UU No : (9
Tahun 2011 tentang Resi Gudang , telah menambah
pengaturan Hak Kebendaan yang bersifat memberikan
Jaminan dalam Buku II KUHPerdata.
Berdasarkan metode pembaruan hukum Perdata di atas,
maka konsep trust dapat dimasukkan dalam ketentuan
khusus yang mengatur tentang Trust sebagai bagian dari
Hukum Perdata Indonesia. Diharapkan ketentuan khusus
ini dapat menjadi payung hukum bagi aktivitas yang
menggunakan konsep trust di Indonesia.
108
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Perjanjian penitipan dengan pengelolaan (trust)
merupakan salah satu jenis perjanjian tidak bernama
yang timbul dalam praktik perbankan guna
memanfaatkan peluang untuk meningkatkan devisa
Negara dari sector industri Migas. Perjanjian
penitipan dengan pengelolaan ini eksistensinya
diakui , mengingat sistem hukum perjanjian Indonesia
menganut sistem terbuka (Pasal 1319 KUHPerdata) dan
asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Ayat 1) , yang
memungkinkan para pihak membuat perjanjian baru
sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian. Namun
demikian, perjanjian penitipan dengan pengelolaan
ini hanya mengadopsi sebagian dari konsep trust yang
dikenal dalam sistem common law, yakni penngunaan
bankcruptcy remote , dimana kekayaan trust dipisahkan dari
kekayaan bank. Konsep dual ownership dan peralihan
kekayaan trust dari settlor dalam trust tidak dikenal
dalam sistem hukum perdata di Indonesia. Oleh karena
110
itu, PBI mengatur secara tegas bahwa kekayaan trust
tidak beralih kepada Bank sebagai trustee, dan
kewenangan trustee untuk mengelola kekayaan trust harus
berdasarkan perintah tertulis dan sesuai dengan
perjanjian trust yang telah disepakati. Perjanjian
penitipan dengan pengelolaan yang diatur dalam PBi
No: 14/17/PBI/2012 ini merupakan pengembangan dari
kegiatan penitipan berdasarkan kontrak yang sudah
diatur dalam Pasal 6 I jo Pasal 9 UU Perbankan.
2. Bank Tidak bertanggung jawab atas kerugian investasi
yang timbul akibat pengelolaan kekayaan trust yang
menjadi objek perjanjian penitipan dengan
pengelolaan sepanjang Bank telah melakukan instruksi
sesuai perjanjian. Bank harus bertanggung jawab
apabila kerugian timbul karena kelalaian Bank baik
berupa kelalaian mematuhi kewajiban yang timbul dari
peraturan perundang-undangan maupun dari perjanjian
trust. Dengan demikian, Bank dapat dimintai
pertanggungjawaban atas kerugian baik berdasarkan
perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi
berdasarkan sistem hukum perjanjian Indonesia.
111
3. Terbitnya PBI No : 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan
penitipan dengan pengelolaan , telah mengubah peta
hukum perjanjian Indonesia , khususnya perjanjian
tidak bernama yang berkembang dalam praktik
perbankan. Mengingat konsep trust mengenal dual
ownership yang tidak dikenal dalam sistem hukum benda
Indonesia, maka diperlukan pembaruan hukum perdata,
khususnya hukum benda untuk mengakomodasikan
dualownership dalam hukum perdata Indonesia. Pembaruan
hukum perdata yang dianggap tepat adalah dengan
menerbitkan peraturan khusus yang mengatur tentang
trust sebagai paying hukum bagi kegiatan yang
menggunakan konsep trust.
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil,maka tim
peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Diperlukan pengawasan oleh otoritas perbankan,
dalam hal ini Bank Indonesia untuk memantau
perjanjian baku yang digunakan oleh perbankan
112
terkait perjanjian penitipan dengan pengelolaan ini
guna menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi
pemilik dana (settlor)
2. Diperlukan landasan hukum yang kokoh untuk
memfasilitasi kegiatan yang menggunakan konsep trust
di Indonesia. Pilihan infrastruktur legal yang
dianggap tepat untuk menjadi payung hukum adalah UU
Tentang Trust.
3. Diperlukan upaya untuk mendorong perbankan nasional
memenuhi persyaratan sebagai trustee.
113
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish
Publishing, 2002),
Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet &
Maxwell, 2000)
Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt
Briefcase on Equity and Trust (London; Cavebdish
Publishing ltd, 1999)
Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn:
Thompson Reuters, 9th ed, 2009)
J. Satrio, Op. Cit, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian Buku 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia ( Tinjauan Hukum
Tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek, Terrace Book
Library, Bandung 2009
Michael Evans, outline of equity and trusts, (Sydney; Butterworths,
1995
Miriam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni
1994.
______________________, Keputusan-keputusan Tentang Perkara
Perdata, Bapit Cabang Sumatera Utara, Medan, 1962
_____________________, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan
dengan Penjelasan, Bandung, Alumni 2001
Munir Fuady, “Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis)” PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung 1999
____________________, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku ke
IV, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002.
114
Routledge, Trust Law , Cavendish Lawcards series, Fifth
Edition, 2006
Sri Sunarni Sunarto, Syarat Consideration dalam Perjanjian Menurut
Sistem Anglo Saxon tidak Diharuskan dalam Perjanjian Hukum Perdata
Internasional dengan Negara Penganut Sistem Hukum Eropa
Kontinental, Dalam Bukunya Etty R. Agoes ‘Peran Hukum dalam
Pembangunan Di Indonesia;Kenyataan, Harapan, Tantangan, Rosda,
Bandung 2012
Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The
law Book Company Limited, 1993),
Sumadi, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, 1988
Todd and Lowrie, textbook on Trust, London: Blackstone Press
limited, 2000
Perundang-undangan:
Undang-undnag No. 19 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-
undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Undang-undang No : 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah
Lampiran Perraturan Presiden RI No : 5 Tahun 2010 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2010- 2014.
PBI No 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank berupa
Penitipan Dengan pengelolaan (trust).
Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 15/10/DPNP/2013
Perihal Laporan Kegiatan Penitipan Dengan Pengelolaan
115
(Trust) Bank Umum yang Disampaikan kepada Bank
Indonesia.
Sumber Lain:
Jonker Sihombing:Pengaturan Kegiatan Trust Bagi Industri Perbankan di
Indonesia. Jurnal law review vol XII No 3- Maret 2013
Peter Joseph Loughlin, “The Domestication of The “Trust:
Bridging the Gap between Common Law and Civil Law, hlm.
3, http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm
116