Post on 17-Jan-2023
PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 SEMARAPURA
Jalan Flamboyan No. 63, Semarapura, Klungkung, Bali Telp. (0366) 21508
SURAT KETERANGAN
421.7/797./SMAN 1 SMR/Dikpora
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SMA Negeri 1 Semarapura,
menerangkan bahwa :
NI PUTU EKA UMARISTA APRILIANI 9874
IDA BAGUS ANANDA BRAMANA PUTRA 9941
HENDRA SETIAWAN 9977
Memang benar siswa SMA Negeri 1 Semarapura yang telah menyusun
karya tulis dengan karya ilmiah sendiri dan belum pernah dilombakan
dalam perlombaan karya tulis ilmiah lainnya, dengan judul :
“IMPLEMENTASI KONSEP TAKSU DAN JENGAH
TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DESA.”
Karya tulis tersebut dapat diikutsertakan dalam rangka mengikuti Lomba
Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat SMA se-Bali dalam rangka 2nd
Psychological
Writing Competition 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Demikian surat keterangan
ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarapura, Agustus 2012
Kepala SMA Negeri 1 Semarapura
(Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd)
NIP. 19551231 197903 1 137
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : “Implementasi Konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan
Kepercayaan Diri Remaja Desa”
Penulis :
Ni Putu Eka Umarista Apriliani 9874
Ida Bagus Ananda Bramana Putra 9941
Hendra Setiawan 9977
Semarapura, 24 Agustus 2012
Guru Pembimbing,
Ni Wayan Rina Lestari, S.Pd.
NIP. 1986 0524 2009 022002
Mengesahkan,
Kepala SMA Negeri 1 Semarapura
Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd.
NIP. 19551231 197903 1 137
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Implementasi Konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan Kepercayaan Diri
Remaja Desa”. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka mengikuti mengikuti
Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat SMA se-Bali dalam rangka 2nd
Psychological Writing Competition 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan
Mahasiswa Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Karya ilmiah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 1
Semarapura atas bantuan moral dan material yang diberikan.
2. Ni Wayan Rina Lestari, S.Pd. dan Masliana Agustini, S.Pd., selaku
pembimbing ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMA Negeri 1
Semarapura atas bimbingan dalam penyusunan karya tulis ini.
3. Kedua orang tua kami yang telah memberikan motivasi dan dorongan.
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan karya tulis
ilmiah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah yang sederhana ini berguna bagi kita semua.
Semarapura, Agustus 2012
Penulis
“Implementasi Konsep Taksu dan Jengah
Tingkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa”
A B S T R A K S I
Ni Putu Eka Umarista Apriliani, Ida Bagus Ananda Bramana Putra, dan
Hendra Setiawan, 2012, 38 halaman
Kompetensi sosial remaja dalam kehidupan multikultural menjadi aspek
kehidupan yang banyak memengaruhi aspek kehidupan lainnya sehingga dengan
memiliki kompetensi sosial yang tinggi, remaja memiliki kesiapan yang baik
untuk memasuki dunia persaingan yang sangat terbuka. Perkembangan yang sehat
akan ditandai dengan adanya kepercayaan diri remaja yang dimanifestasikan
dalam sikap tegar ketika menghadapi situasi sosial yang sangat kompleks. Remaja
desa menghadapi tuntutan yang sama dengan remaja kota, tetapi mereka memiliki
lingkungan yang kurang memberikan stimulasi dan fasilitasi untuk menghadapi
masalah yang ditimbulkan. Maka tak jarang remaja desa memiliki perasaan malu
dan minder dibandingkan remaja di daerah perkotaan. Menyadari hal tersebut,
remaja desa sedini mungkin harus ditanamkan kepercayaan diri untuk mengurangi
permasalahan perilaku remaja. Salah satu kearifan lokal Bali dalam upaya
meningkatkan kepercayaan diri remaja adalah konsep taksu dan jengah. Kedua
konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki potensi yang besar dalam
peningkatkan kepercayaan diri remaja desa. Peningkatan kepercayaan diri remaja
desa akan berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi sosial yang dimiliki,
sehingga remaja desa akan mampu bersaing dengan remaja kota yang ada
disekitarnya.
Data-data yang digunakan dalam karya tulis ini bersumber dari berbagai
referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas.
Data yang terkumpul diolah secara sistematis. Kemudian dianalisis secara
deskriptif argumentatif, dengan tulisan bersifat deskriptif. Selanjutnya ditarik
suatu simpulan yang bersifat umum dan beberapa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti.
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, didapatkan bahwa sebagian besar
siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa, memiliki tingkat
kepercayaan diri rendah, namun di sisi lain responden juga telah memiliki serta
memahami konsep taksu dan jengah yang berpotensi dalam menjawab
permasalahan kurangnya rasa percaya diri remaja desa. Potensi konsep taksu dan
jengah dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri remaja desa antara lain
mudah diterima, relevan dengan perkembangan zaman, berperan dalam
melestarikan budaya Bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami,
dapat diimplementasikan dengan cara sederhana, dan dapat diintegrasikan dalam
berbagai aspek di masyarakat. Implementasi konsep taksu dan jengah sebagai
salah satu upaya dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa (self
confidence) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah, serta di lingkungan
masyarakat.
Kata Kunci : Remaja Desa, Kompetensi Sosial, Kepercayaan Diri, dan Konsep
Taksu dan Jengah.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Halaman Pernyataan ..................................................................................... iii
Halaman Pengesahan .................................................................................... iv
Abstrak .......................................................................................................... v
Daftar Isi ....................................................................................................... vi
Daftar Gambar ............................................................................................... viii
Daftar Gambar ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kompetensi Sosial ................................................................... 5
2.2 Kepercayaan Diri ..................................................................... 8
2.3 Konsep Taksu dan Jengah ........................................................ 12
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Sumber dan Jenis Data ............................................................. 14
3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 14
3.3 Analisis Data ............................................................................ 15
3.4 Penarikan Simpulan ................................................................. 15
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Persepsi Siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap Konsep
Taksu dan Jengah .................................................................... 16
4.2 Potensi Konsep Taksu dan Jengah dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Remaja Desa ............................................... 20
4.3 Cara Mengimplementasikan Konsep Taksu dan Jengah
dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa ............ 23
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 37
5.2 Saran ........................................................................................ 37
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
1. Gambar 4.1. Tingkat Kepercayaan Diri Responden ........................ 17
2. Gambar 4.2. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep
Taksu ................................................................................................ 18
3. Gambar 4.3. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep
Jengah .............................................................................................. 18
4. Gambar 4.4. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep
Taksu dan Jengah ............................................................................. 19
5. Gambar 4.5. Diagram Potensi Konsep Taksu dan Jengah ............... 21
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1. Tabel 4.1. Data Hasil Kuesioner ...................................................... 16
2. Tabel 4.2. Pengelompokan Pernyataan dalam Kuesioner ............... 17
3. Tabel 4.3 Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler KSPAN yang
Menerapkan Konsep Taksu Dan Jengah ......................................... 29
4. Tabel. 4.4 Rancangan Implementasi Konsep Taksu dan Jengah
dalam Bimbingan Teman Sebaya di lingkungan Sekaa Truna dan
Pasraman .......................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja adalah sosok yang sedang dalam proses perubahan dari masa
anak-anak ke dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat dinamis dan
peka bagi individu dan seringkali menimbulkan berbagai masalah, baik yang
bersifat emosional, sosial maupun kognitif. Dalam kehidupan yang bersifat
multikultural dan penuh tantangan, kompetensi sosial seorang remaja menjadi
salah satu aspek kehidupan yang banyak memengaruhi aspek kehidupan yang
lain sehingga dengan memiliki kompetensi sosial yang tinggi, remaja
memiliki kesiapan yang baik untuk memasuki dunia persaingan yang sangat
terbuka (Ubaydillah, 2006).
Kompetensi sosial merupakan kemampuan untuk menggunakan
sumber sosial berupa kesempatan, fasilitas di lingkungan dan memanfaatkan
sumber personal, untuk menghadapi masalah yang timbul dalam interaksi
sosial. Perkembangan yang sehat akan ditandai dengan adanya kepercayaan
diri remaja yang dimanifestasikan dalam sikap tegar ketika menghadapi
situasi sosial yang menyediakan berbagai kegiatan yang mewadahi kebutuhan
dan keinginannnya untuk menjalin interaksi sosial.
Remaja desa menghadapi tuntutan yang sama dengan remaja kota,
tetapi mereka memiliki lingkungan yang kurang memberikan stimulasi dan
fasilitasi untuk menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh lingkunganya.
Selain itu, kehidupan remaja desa dan kota yang berbeda baik dari sisi
kewilayahan maupun kependudukan mengakibatkan kesempatan untuk
menggunakan sarana dan fasilitas dalam menghadapi masalah kehidupanpun
juga berbeda. Maka tak jarang remaja desa memiliki perasaan malu dan
minder dibandingkan dengan remaja di daerah perkotaan (Tarigan, 2006).
Fenomena yang menunjukkan bahwa remaja desa memiliki
kepercayaan diri yang rendah sangat memprihatinkan karena hal tersebut
akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial remaja itu sendiri. Salah
satunya seperti yang diungkapkan Nugraha (dalam Saefudin, 2008) bahwa
kurangnya kepercayaan diri remaja akan berdampak terhadap rendahnya
kemampuan bergaul atau bersosialisasi, bereaksi secara negatif terhadap
pendekatan orang lain, sukar diajak bekerjasama dan bersikap memusuhi.
Lebih lanjut Nugraha menyatakan bahwa besar kemungkinan remaja dengan
kepercayaan diri rendah akan memiliki masalah tertentu pada masa
dewasanya, seperti dalam adaptasi sosial emosional jangka panjang,
perkembangan akademik dan kognitifnya, serta kehidupannya sebagai
seorang warga negara.
Menyadari hal tersebut, remaja sedini mungkin harus ditanamkan
kepercayaan diri untuk mengurangi permasalahan perilaku remaja. Di Bali
sendiri telah ada potensi-potensi dari kearifan lokal dalam upaya
meningkatkan kepercayaan diri remaja, salah satunya adalah konsep taksu
dan jengah. Taksu merupakan satu kekuatan yang ada dalam diri
manusia (inner power) yang dapat memberikan sebuah inspirasi, kecerdasan,
keindahan dan keajaiban, yang tidak hanya menyangkut fisik atau alam, tetapi
juga menyangkut hal yang psikis, sehingga menghasilkan perilaku dari karya
yang indah. Sedangkan jengah dalam konteks budaya memiliki konotasi
semangat (competitive pride) guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari
keterpurukan. Jengah merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi
pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Kedua konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki
potensi yang besar dalam peningkatkan kepercayaan diri remaja desa.
Adapun potensi-potensi yang dimiliki konsep taksu dan jengah dalam upaya
meningkatkan kepercayaan diri remaja desa antara lain mudah dipahami,
relevan dengan perkembangan zaman, berperan dalam melestarikan budaya
bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami, dapat diintegrasikan
dalam berbagai aspek di masyarakat, dan dapat diimplementasikan dengan
cara sederhana baik dalam lingkup informal (keluarga), formal (sekolah),
maupun nonformal (masyarakat).
Dengan demikian apabila konsep tersebut telah ditanamkan dan
dikembangkan di dalam diri remaja, khususnya remaja desa, maka akan dapat
meningkatkan kembali rasa percaya diri remaja tersebut. Peningkatan
kepercayaan diri remaja desa akan berpengaruh terhadap peningkatan
kompetensi sosial yang dimiliki, sehingga remaja desa akan mampu bersaing
dengan remaja kota yang ada disekitarnya.
Oleh karena itu pada tulisan ini akan dikaji potensi kearifan lokal di
Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi sosial remaja Bali
melalui konsep taksu dan jengah serta cara mengimplementasikannya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap konsep
taksu dan jengah?
2. Bagaimana potensi konsep taksu dan jengah dalam meningkatkan
kepercayaan diri remaja desa?
3. Bagaimana cara mengimplementasikan konsep taksu dan jengah dalam
meningkatkan kepercayaan diri remaja desa?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis ini antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk mendeskripsikan persepsi siswa SMA Negeri 1 Semarapura
terhadap konsep taksu dan jengah.
2. Untuk mendeskripsikan potensi konsep taksu dan jengah dalam
meningkatkan kepercayaan diri remaja desa.
3. Untuk mendeskripsikan cara mengimplementasikan konsep taksu dan
jengah dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa.
1.4. Manfaat Penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak antara lain sebagai berikut:
1. Bagi remaja, sebagai tambahan informasi mengenai potensi kearifan lokal
dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu
dan jengah dan cara mengimplementasikannya di lingkungan keluarga
(informal), lingkungan sekolah (formal), dan lingkungan masyarakat
(nonformal).
2. Bagi masyarakat, sebagai tambahan informasi mengenai potensi kearifan
lokal dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep
taksu dan jengah dan cara mengimplementasikannya.
3. Bagi penulis, dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman secara lebih mendalam dan komprehensif penulis mengenai
potensi kearifan lokal dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali
melalui konsep taksu dan jengah dan cara mengimplementasikannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kompetensi Sosial
2.2.1. Pengertian Kompetensi Sosial
Hughes (Topping dkk, 2000: 31) menyatakan bahwa
kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap,
kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh
konteks budaya, lingkungan dan situasi. Kompetensi sosial tidak lepas
dari pengaruh situasi sosial, kondisi kelompok sosial, tugas sosial serta
keadaan individu untuk beradaptasi dalam berbagai keadaan dan
lingkungan. Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1999: 99) menyatakan
bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan
lingkungan dan diri pribadi sebagai sumber untuk meraih hasil yang
optimal dalam hubungan interpersonal.
Asher dan Parker (Durkin, 1995: 149) mendefinisikan
kompetensi sosial sebagai komponen lengkap dari suatu hubungan,
kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk membuat
hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke
arah pertemanan.
(Gullota dkk, 1999: 70) menyimpulkan bahwa kompetensi
sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi
pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial
tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang
dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.
Ford (1982: 325) memberikan definisi yang lebih terarah
dengan mengartikan kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai
dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan
cara-cara yang tepat dan memberikan efek positif bagi perkembangan.
Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi
sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih
banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat
mencintai. Individu dengan kompetensi sosial melalui pikiran dan
perasaannya akan mampu menyeleksi dan mengontrol perilaku mana
yang sebaiknya dinampakkan dan yang sebaiknya ditekan pada situasi
tertentu yang dihadapi guna menerima tujuan yang diinginkan dirinya
sendiri atau orang lain.
Setiap individu setidaknya memiliki kompetensi sosial pada
satu situasi dan tidak seorang pun yang memiliki kompetensi sosial
pada semua situasi, berarti setiap individu pernah melakukan
kesalahan dalam satu situasi yang dihadapi sehingga tidak dapat
mencapai tujuan. Individu dengan kompetensi sosial secara umum
ialah yang dapat mengatur dirinya dan beradaptasi dengan banyak
kelompok dan terhadap banyak situasi (Topping dkk, 2000: 33-35).
Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat
berkomunikasi secara efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan
orang lain, memperoleh peran gender yang tepat, mengamati tugas
moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi, menyesuaikan
tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan
norma yang ada.
Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa
kompetensi sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan
individu dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan
memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam
konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan,
situasi yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.
2.2.2. Aspek-Aspek Kompetensi Sosial
Menurut Argyle (1994: 117-121) kompetensi sosial memiliki
beberapa aspek, yaitu:
a. Model ketrampilan sosial; dalam setiap keadaan, individu mencari
tujuan yang jelas, membuat respon dan menerima umpan balik.
Semua tergantung dari proses belajar melalui modelling yang
melibatkan tujuan yang ingin dicapai oleh individu, tingkah laku
utama dari orang lain yang ada di lingkungan individu, dan siapa
yang menjadi model belajar serta pengaruhnya terhadap individu.
b. Pemberian reward; reward merupakan kunci menuju pertemanan
dan ketertarikan, individu lebih memilih untuk dapat diterima dalam
kelompok ketika menunjukkan tingkah laku yang positif, memiliki
sifat sosial positif, dan tidak bertindak agresif (Newcomb dkk dalam
Argyle, 1994: 119). Reward yang dimaksud bisa berupa verbal,
seperti pujian, kalimat menyetujui, simpati dan non verbal seperti
senyuman, anggukan dan sentuhan, tidak selalu berupa hadiah.
c. Empati; berada pada peran orang lain dan merasakan apa yang
dirasakan orang lain, melibatkan kognitif untuk melihat dan
menganalisis apa yang ditunjukkan oleh orang lain, emosi untuk
berbagi dan mengutarakan perasaan serta kegiatan kooperatif.
d. Kecerdasan sosial dan pemecahan masalah; perilaku yang
ditampilkan memiliki aspek penting berupa pengetahuan dan
pemikiran, dimana individu yang kurang berpengalaman tidak
mengerti untuk apa sebuah pertemuan dilakukan atau tidak dapat
memperkirakan apa yang akan terjadi saat wawancara kerja.
Beberapa individu tidak dapat memahami persahabatan, cinta, tidak
menyadari pentingnya loyalitas dan komitmen.
e. Asertivitas; pada setiap hubungan yang terjadi membutuhkan
tingkat asertivitas tertentu karena asertivitas membuat individu
mampu mengontrol apa yang terjadi dalam kondisi sosial yang
dihadapi agar sesuai dengan tujuannya, mempengaruhi orang lain
tanpa tindakan agresi dan tanpa merusak hubungan.
f. Komunikasi non verbal; dibutuhkan dalam pemberian respon
sebagai reinforcement, ucapan akan lebih berarti jika didukung oleh
mimik muka dan tingkah laku yang mendukung.
g. Komunikasi verbal; dalam beberapa hubungan, komunikasi verbal
merupakan hal pokok karena ada beberapa individu yang tidak
dapat memberikan komunikasi non verbal dengan baik.
h. Persepsi pribadi; berpengaruh pada proses penerimaan informasi
dari tanda-tanda sosial yang diberikan orang lain dan bagaimana
mengartikan serta memilih perilaku yang sesuai untuk respon dari
kondisi yang dihadapi.
Sementara itu Gullotta dkk (1990: 100), secara spesifik
menyebutkan aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari:
a. Kapasitas kognitif yaitu hal yang mendasari keterampilan sosial
dalam menjalin dan menjaga hubungan interpersonal yang positif.
Kapasitas kognitif meliputi harga diri yang positif, kemampuan
memandang sesuatu dari sudut pandang sosial, dan keterampilan
memecahkan masalah interpersonal.
b. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan
privacy.
c. Keterampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan
individu dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga
tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.
2.2. Kepercayaan Diri
2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Martini dan Adiyati (dalam Alsa, 2006: 48)
Kepercayaan diri diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang untuk
mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan.
Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang
berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya
dan terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya (dalam
Afiatin & Budi Andayani, 1996: 24).
Davies (2004) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu
sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga
seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain. Rasa percaya diri
merupakan keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan
percaya bahwa dengan akal budi mampu untuk melaksanakan apa
yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan. Rasa percaya diri
(Self-confidence) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri.
Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri
(Santrock, 2003:336).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan maka
dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu perasaan
positif yang ada dalam diri seseorang yang berupa keyakinan dan
kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya,
sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap
tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan.
2.1.2. Ciri-ciri Kepercayaan Diri
Teori Lauster (dalam Alsa, 2006: 49) tentang kepercayaan diri
mengemukakan ciri-ciri orang yang percaya diri, yaitu:
a. Percaya pada kemampuan sendiri
Yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala
fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan
individu untuk mengevaluasi dan mengatasi fenomena yang terjadi.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
Yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap
diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan
orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.
c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri
Yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik
dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang
menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.
d. Berani mengungkapkan pendapat
Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu
dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya
paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.
Sementara itu Lindenfield (1994: 4-7) mengemukakan empat
ciri utama seseorang yang memiliki percaya diri batin yang sehat, yaitu
cinta diri, pemahaman diri, tujuan yang jelas, dan pemikiran yang
positif.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang ciri-ciri kepercayaan
diri dapat disimpulkan bahwasannya seseorang yang memiliki
kepercayaan diri diharapkan akan cinta diri, percaya pada kemampuan
sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki
pemikiran positif atau optimis terhadap diri sendiri, serta berani
mengungkapkan pendapat.
2.1.3. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Lauster (1990), mengemukakan aspek-aspek yang terkandung
dalam kepercayaan diri antara lain:
a. Ambisi
Ambisi merupakan dorongan untuk mencapai hasil yang
diperlihatkan kepada orang lain. Orang yang percaya diri cenderung
memiliki ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan
berkeyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan sesuatu.
b. Mandiri
Individu yang mandiri adalah individu yang tidak tergantung
pada individu lain karena mereka merasa mampu untuk
menyelesaikan segala tugasnya, tahan terhadap tekanan.
c. Optimis
Individu yang optimis akan selalu berpikiran positif, selalu
beranggapan bahwa akan berhasil, yakin dan dapat menggunakan
kemampuan dan kekuatannya secara efektif, serta terbuka.
d. Tidak mementingkan diri sendiri
Sikap percaya diri tidak hanya mementingkan kebutuhan
pribadi akan tetapi selalu peduli pada orang lain.
e. Toleransi
Sikap toleransi selalu mau menerima pendapat dan perilaku
orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Kumara
(dalam Yulianto dan Nashori, 2006) menyatakan bahwa ada empat
aspek kepercayaan diri, yaitu:
a. Kemampuan menghadapi masalah
b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya
c. Kemampuan dalam bergaul
d. Kemampuan menerima kritik
2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri
Menurut Mangunharja (dalam Alsa, 2006: 49) faktor-faktor
yang memengaruhi kepercayaan diri adalah:
a. Faktor Fisik
Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh atau
rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang yang jelas
terlihat oleh orang lain. Hal tersebut akan menimbulkan perasaan
tidak berharga keadaan fisiknya, karena seseorang amat merasakan
kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang
lain. Jadi dari hal tersebut seseoang tersebut tidak dapat bereaksi
secara positif dan timbullah rasa minder yang berkembang menjadi
rasa tidak percaya diri.
b. Faktor mental
Seseorang akan jauh lebih percaya diri apabila ia mempunyai
kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian
khusus yang dimilikinya. Sehingga kelebihan yang dimilikinya ini
dapat menambah kepercayaan dirinya dalam berinteraksi dalam
masyarakat sosial.
c. Faktor sosial
Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial dari
dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan
keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama
dalam kehidupan setiap orang.
2.3. Konsep Taksu dan Jengah
Taksu dan Jengah merupakan dua sumber kekuatan manusia yang
telah dimilikinya sejak dalam kandungan hingga lahir sebagai manusia
seutuhnya. Ardhana dan Sudharta (1990: 13) mengatakan taksu merupakan
kekuatan dalam yang memberikan kecerdasan dan keindahan. Taksu
terwujud sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hasil kerja
keras, dedikasi, penyerahan diri pada bidang tertentu secara murni dan
disiplin. Konsep jengah dalam konteks budaya memiliki konotasi semangat
guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jengah
merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan
dalam kehidupan masyarakat.
Sementara itu, menurut Bandem dan deBoer (1995: 152), taksu
dikatakan sebagai “The Magical Power, The Artists Inspiration“, taksu
merupakan satu kekuatan yang ada dalam diri manusia (inner power) yang
dapat memberikan sebuah inspirasi, kecerdasan, keindahan dan keajaiban,
yang tidak hanya menyangkut fisik atau alam, tetapi juga menyangkut hal
yang psikis, sehingga menghasilkan perilaku dari karya yang indah.
Sedangkan Jengah memiliki konotasi sebagai competitive pride yaitu
semangat untuk bersaing.
Taksu dan jengah diumpamakan sebagai sinar matahari dan sinar
bulan purnama. Sinar matahari yang memancar di siang hari memberikan
pencerahan dan penerangan seluruh mahluk agar memahami dan mengerti
hidup. Sedangkan sinar bulan purnama di malam hari memberikan
penerangan kepada semua mahluk bahwa hidup ini sesungguhnya sangat
indah. Taksu dan jengah adalah dua kekuatan yang saling isi mengisi
sehingga memungkinkan terjadinya transformasi budaya secara terus
menerus melalui proses pemeliharaan, pelestarian, pembinaan dan
pengembangan.
Taksu dan jengah merupakan dua paradigma dalam kebudayaan Bali
yang perlu dihayati dan dikembangkan. Dalam upaya menggali dan
mengembangkan dua sumber kekuatan tersebut, sudah tentu tidak hanya
berhenti pada tataran tradisionalis, melainkan mampu berkembang
menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman yaitu melalui
penguasaan ilmu dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta dalam aplikasinya dilandasi oleh nilai-nilai etika, moral dan agama,
maka kita memiliki pegangan yang kuat dan kokoh dalam menghadapi
berbagai perubahan, dan tantangan yang datang baik dari dalam diri manusia
maupun dari luar diri manusia. Walaupun telah menguasai ilmu dan
teknologi, namun belum melaksanakan nilai-nilai etika, moral dan agama
dalam kehidupan sehari-hari, maka selamanya mereka tidak bisa mencapai
hidup spiritual, sebab ia tidak dikendalikan oleh jiwanya melainkan oleh
egonya.
Jika dikaitkan dengan kelompok manusia, orang yang memiliki
konsep taksu dan engah setara dengan kelompok Climbers yaitu kelompok
orang yang pantang menyerah, melakukan sesuatu sampai tuntas, berani
mengambil resiko dan menikmati kebahagiaan sejati atas hasil yang
diperolehnya karena ia mencapai puncak (Stoltz, 2000). Dengan kata lain
kelompok Climbers memiliki sikap dan motivasi tinggi (motivasi
berprestasi). Dengan menumbuhkembangkan konsep taksu dan jengah siswa
dapat membuat siswa berada pada kelompok Climbers sehinga mereka
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Sumber dan Jenis Data
Data-data yang digunakan dalam karya tulis ini bersumber dari
berbagai referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan
yang dibahas. Sumber data memiliki validitasi yang tinggi serta keaslian dan
keabsahan data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Data yang
diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif yang mendeskripsikan potensi
kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali
melalui konsep taksu dan jengah serta cara mengimplementasikannya.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam karya tulis ini dikumpulkan dengan studi
pustaka melalui fasilitas e-library, yaitu memperoleh informasi dengan
membaca dari situs-situs internet yang memiliki integritas tinggi dan
berkaitan dengan permasalahan atau topik karya tulis ini, berhubungan satu
sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian/analisis
pembahasan potensi kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan kepercayaan
diri remaja Bali melalui konsep taksu dan jengah serta cara
mengimplementasikannya.
Selain itu data yang diperlukan dalam karya tulis ini juga
dikumpulkan melalui kuesioner yang sudah penulis sebarkan kepada
responden mengenai pendapat mereka terhadap potensi kearifan lokal di Bali
dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu dan
jengah.
Kuesioner yang dibuat merupakan kuesioner tertutup, yakni kuisioner
yang menyediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden yaitu
kuesioner tentang pendapat para responden terhadap potensi kearifan lokal di
Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu
dan jengah.
Adapun responden yang dilibatkan dalam karya tulis ini adalah
sebanyak 101 responden. Para responden merupakan siswa SMA Negeri 1
Semarapura kelas X (sepuluh) yang dipilih secara acak (random sampling).
3.3. Analisis Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data
dengan menyusun data-data tersebut secara sistematis. Data dalam karya tulis
ini yang bersumber dari berbagai referensi atau literatur dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif argumentatif. Sementara itu data yang
bersumber dari hasil kuesioner diolah secara deskriptif kualitatif yang diawali
dengan proses editing, mengkode data atau mengkodefikasi data dan
membuat tabulasi. Editing dilakukan untuk memperbaiki kualitas data serta
menghilangkan keragu-raguan atas data yang telah diberikan oleh responden.
Pengkodean dilakukan untuk memudahkan dalam mengumpulkan jawaban
dari para responden yang di ikuti dengan proses tabulasi data yakni
memasukkan data ke dalam tabel.
Selanjutnya akan diperoleh tulisan yang bersifat deskriptif, yang
menggambarkan potensi kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan
kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu dan jengah serta cara
mengimplementasikannya.
3.4. Penarikan Simpulan
Setelah melalui proses analisis data, dilanjutkan pada proses sintesis
melalui proses menarik dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan
penulisan serta pembahasan yang dilakukan secara sistematis. Berikutnya,
ditarik suatu simpulan yang bersifat general (umum) dan beberapa saran
untuk ditindaklanjuti dan dipedomankan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Persepsi Siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap Konsep Taksu dan
Jengah
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan metode
kuesioner terhadap 101 responden yang tersebar di empat kelas di SMA
Negeri 1 Semarapura, Klungkung, Bali, dengan tingkat pengembalian
kuesioner 100% diperoleh data-data sebagai berikut:
Tabel 4.1. Data Hasil Kuesioner
No. Pernyataan Frekuensi
SS S R TS STS
1. Saya malu memiliki gadget keluaran lama 13 49 23 15 1
2. Saya malu mengendarai motor lama 6 9 26 51 9
3. Saya ingin memiliki penampilan yang
mengikuti perkembangan zaman 17 54 19 11 0
4. Sebagai remaja desa, saya tetap ingin
memiliki prestasi yang gemilang 88 13 0 0 0
5. Saya ingin memiliki pakaian dengan merk
terkenal 12 36 40 12 1
6. Saya selalu ingin menonjolkan diri 24 36 31 7 3
7. Saya ingin dipuji oleh orang-orang atas
kelebihan yang saya miliki 21 49 17 14 0
8. Saya malu menggunakan pakaian yang biasa-
biasa saja 1 15 25 47 13
9. Saya tidak suka jika orang menilai saya
hanya dari penampilan 53 27 7 12 2
10. Saya memiliki motivasi untuk berprestasi
layaknya remaja kota walaupun saya seorang
remaja desa
67 30 4 0 0
11. Saya mengetahui dan memahami arti kata
jengah 34 51 14 1 1
12. Saya merasa jengah jika nilai saya lebih
rendah dari teman-teman 61 33 6 0 1
13. Saya selalu melakukan pekerjaan yang
diberikan kepada saya dengan sepenuh hati 52 39 10 0 0
14. Jika saya mengalami kegagalan dalam
melakukan sesuatu, saya akan terus berusaha
hingga saya berhasil
78 22 1 0 0
15. Saya termasuk orang yang ulet dalam
melakukan pekerjaan 29 49 22 1 0
16. Saya selalu berusaha mengerjakan sesuatu
dengan sebaik mungkin dalam batas
kemampuan saya
62 37 0 2 0
17. Saya merasa perlu menekuni suatu bidang 72 28 1 0 0
atau pekerjaan secara disiplin
18. Saya suka orang-orang memberikan kritik
dan saran atas hasil karya saya 40 51 10 0 0
19. Saya mengetahui arti kata taksu 13 43 39 6 0
20. Saya ingin mengembangkan konsep jengah
dan taksu yang telah ada dalam diri saya 37 46 17 1 0
Selanjutnya, pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dikelompokkan
menjadi empat, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Pengelompokan Pernyataan dalam Kuesioner
No. Kelompok Persepsi Frekuensi
SS S R TS STS
1. Kelompok I 1, 2, 3, 5, 8, dan 9 102 190 140 148 26
2. Kelompok II 4, 13, 15, 16, 17, dan 19 316 209 72 9 0
3. Kelompok III 6, 7, 11, 12, 14, dan 18 258 242 79 22 5
4. Kelompok IV 10 dan 20 104 76 21 1 0
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disajikan diagram mengenai
persepsi responden sebagai berikut.
Gambar 4.1. Tingkat Kepercayaan Diri Responden
Kelompok pertama merupakan pernyataan yang mendeskripsikan
tingkat kepercaayaan diri siswa SMA Negeri 1 Semarapura, terdiri dari
pernyataan 1, 2, 3, 5, 8, dan 9. Berdasarkan tabel 4.2. menunjukkan bahwa
31% responden cenderung tidak percaya diri bahkan 17% responden merasa
17%
31%
23%
25%
4%
Sangat Tidak Percaya Diri
Tidak Percaya Diri
Ragu-ragu
Percaya Diri
Sangat Percaya Diri
sangat tidak percaya diri. Berdasarkan data tersebut maka dapat dinyatakan
bahwa siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa,
memiliki tingkat kepercayaan diri rendah.
Gambar 4.2. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep Taksu
Kelompok kedua terdiri dari pernyataan 4, 13, 15, 16, 17, dan 19
merupakan pernyataan yang mendeskripsikan pemahaman konsep taksu oleh
siswa SMA Negeri 1 Semarapura. Diagram tersebut menunjukkan sebanyak
316 responden atau sekitar 52% sangat memahami tentang konsep taksu.
Gambar 4.3. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep Jengah
Kelompok ketiga merupakan pernyataan yang mendeskripsikan
pemahaman konsep jengah di kalangan siswa SMA Negeri 1 Semarapura,
terdiri dari pernyataan 6, 7, 11, 12, 14, dan 18. Berdasarkan diagram, dapat
diketahui bahwa 42% responden cenderung sangat paham mengenai konsep
jengah.
52% 35%
12%
1% 0%
Sangat Paham
Paham
Ragu-ragu
Tidak Paham
Sangat Tidak Paham
42%
40%
13%
4% 1%
Sangat Paham
Paham
Ragu-ragu
Tidak Paham
Sangat Tidak Paham
Gambar 4.4. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep
Taksu dan Jengah
Kelompok keempat terdiri dari pernyataan 10 dan 20 yang
merupakan pernyataan yang mendeskripsikan pemahaman responden
terhadap konsep taksu dan jengah. Dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden (51%) sangat memahami tentang konsep taksu dan jengah.
Berdasarkan data hasil kuesioner yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa responden yang mewakili remaja desa yaitu siswa SMA Negeri 1
Semarapura memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Hal ini dapat
dilihat dari Gambar 4.1. yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
SMA Negeri 1 Semarapura menyatakan setuju dan bahkan sangat setuju
dengan pernyataan dalam kuesioner yang menjadi indikator rendahnya
kepercayaan diri.
Namun di sisi lain, siswa SMA Negeri 1 Semarapura memiliki
tingkat pemahaman yang cukup tinggi terhadap konsep taksu dan jengah
yang mengindikasikan bahwa responden telah mengenal, memahami, dan
memiliki konsep kearifan lokal berupa taksu dan jengah dalam dirinya
masing-masing. Hal tersebut dilihat dari frekuensi siswa yang menyatakan
sangat paham dengan pernyataan berupa indikator adanya konsep taksu dan
jengah yang dapat dilihat pada gambar 4.1, gambar 4.3, dan gambar 4.4.
Konsep taksu dan jengah merupakan dua paradigma dalam
kebudayaan Bali yang perlu dihayati dan dikembangkan. Kedua konsep ini
saling mengisi secara terus menerus dalam rangka meningkatkan potensi diri
51% 38%
10%
1% 0%
Sangat Paham
Paham
Ragu-ragu
Tidak Paham
Sangat Tidak Paham
dalam menghadapi perubahan lingkunga (Ardana, 2007). Namun,
keberadaan konsep taksu dan jengah belum banyak disadari remaja.
Padahal, konsep ini telah mengakar dalam kehidupan dan berpotensi dalam
menjawab permasalahan kurangnya rasa percaya diri remaja khususnya
remaja desa.
4.2. Potensi Konsep Taksu dan Jengah dalam Meningkatkan Kepercayaan
Diri Remaja Desa
Kepercayaan diri merupakan salah satu kompetensi sosial yang
memegang peranan penting saat ini. Mengingat dengan semakin
berkembangnya arus globalisasi, maka kepercayaan diri menjadi aspek pokok
dalam mengarungi perkembangan zaman. Ironisnya, sebagian besar remaja,
yang notabena adalah pemegang kendali globalisasi, justru memiliki tingkat
kepercayaan diri yang rendah. Krisis kepercayaan diri tersebut umumnya
lebih banyak terjadi pada remaja desa. Hal ini diperkuat dengan hasil
kuesioner yang disebarkan terhadap 101 responden di SMA Negeri 1
Semarapura yang menunjukkan bahwa hampir setengah (48%) responden
menyatakan sangat tidak percaya diri dan tidak percaya diri pada pernyataan
di kuesioner yang menyatakan kurangnya kepercayaan diri. Jika tidak segera
diatasi, persoalan ini tentu akan menjadi suatu momok yang tidak hanya
berdampak pada remaja itu sendiri tetapi juga bagi keberlangsungan hidup
bangsa.
Bali memiliki berbagai konsep-konsep kearifan lokal yang dapat
diimplementasikan dalam pengembangan karakter terutama kepercayaan diri
remaja. Konsep taksu dan jengah adalah bagian dari local genius Bali yang
berpotensi dalam pengembangan kepercayaan diri remaja khususnya remaja
desa. Taksu dan jengah merupakan dua kekuatan yang saling mengisi secara
terus-menerus dalam rangka meningkatkan potensi diri dalam menghadapi
perubahan lingkungan (Setem, 2011). Dalam peningkatan potensi diri,
konsep taksu bertindak sebagai pangkal aktivitas dan landasan kemampuan
dalam menghasilkan karya-karya besar sedangkan konsep jengah menjadi
pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat (Nugrahaeni, 2010).
Kedua konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki potensi yang
besar dalam pembentukan kepercayaan diri remaja. Berikut ini adalah
diagram ringkas mengenai potensi konsep taksu dan jengah dalam
pengembangan kepercayaan diri remaja desa.
Gambar 4.5. Diagram Potensi Konsep Taksu dan Jengah
Konsep taksu dan jengah merupakan bagian dari kearifan lokal Bali
yang telah diwariskan secara turun-temurun. Penerapan konsep taksu dan
jengah dalam pengembangan kepercayaan diri remaja mudah diterima dan
diaplikasikan sebab kedua konsep tersebut telah mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat Bali. Selain itu, penerapan konsep ini juga lebih
berwawasan budaya sehingga akan lebih akrab dan mudah diterima oleh
masyarakat (Sepasangkata, 2012).
Walaupun merupakan bagian dari local genius, namun nilai-nilai
yang terkandung dalam konsep taksu dan jengah bersifat luwes. Ditambah
lagi, upaya menggali dan mengembangkan dua sumber kekuatan tersebut
tidak hanya berhenti pada tataran tradisionalis, melainkan mampu
berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman
(Heri, 2009).
Konsep taksu dan jengah dapat diterapkan tidak hanya bagi
masyarakat Bali melainkan juga bagi masyarakat umum yang berada di luar
Mudah Diterima
Dapat Diimplementasikan dengan Cara Sederhana
Dapat Diintegrasikan dalam Berbagai Aspek di Masyarakat
Relevan dengan Perkembangan Zaman
Berperan dalam Melestarikan Budaya Bali
Bersifat Universal
Mudah Dimengerti dan Dipahami
Potensi
Konsep Taksu
dan Jengah
daerah Bali. Kedua konsep tersebut bersifat universal dan tidak terpaku pada
tatanan tradisi yang ada. Taksu dan jengah bagaikan perpaduan antara sinar
matahari dan sinar bulan purnama (Heri, 2009). Sinar matahari yang
memancar di siang hari memberikan pencerahan dan penerangan seluruh
mahluk agar memahami dan mengerti hidup. Sedangkan sinar bulan
purnama di malam hari memberikan penerangan kepada semua mahluk
bahwa hidup ini sesungguhnya sangat indah.
Dalam tinjauan sejarah, konsep taksu dan jengah merupakan bagian
dari folklor sebagian lisan (sosiofact). Hal tersebut didasari oleh ciri-ciri dari
konsep taksu dan jengah yang memenuhi ciri-ciri folklor, di antaranya
penyebaran dilakukan secara lisan, berkembang dalam berbagai versi,
bersifat anonim, mempunyai kegunaan untuk mendidik, menjadi milik
bersama masyarakat tertentu, dan bersifat lugu (Djaja, dkk., 2009). Oleh
karena itu, penerapan konsep taksu dan jengah dalam pengembangan
kepercayaan diri remaja secara tidak langsung berperan dalam melestarikan
warisan leluhur masyarakat Bali.
Konsep taksu dan jengah juga bersifat sederhana dan tradisional. Hal
ini disebabkan oleh penyebarannya yang hanya dilakukan dari mulut ke
mulut (Febrianto, 2012) mendorong masyarakat untuk membuat konsep ini
sebisa mungkin agar mudah dimengerti oleh masyarakat yang akan
menerima konsep ini. Karena hal tersebut, maka kedua konsep ini mudah
dipahami sehingga dapat diimplementasikan dengan cara sederhana.
Selain pengimplementasiannya yang sederhana, dalam
pengembangan kepercayaan diri, konsep taksu dan jengah dapat
diintegrasikan di berbagai lingkungan remaja. Kedua konsep ini dapat
menyatu dengan kegiatan dan aktivitas remaja baik di lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
Pada dasarnya, konsep taksu dan jengah meningkatkan kepercayaan
diri remaja melalui peningkatan motivasi untuk berprestasi. Kembali pada
pengertian taksu dan jengah sendiri yang memiliki pengertian kesungguhan
melakukan suatu pekerjaan untuk memunculkan talenta dan rasa malu bila
pekerjaan itu gagal dilakukan, maka konsep ini cukup relevan diterapkan
dalam upaya pengembangan kepercayaan diri terutama bagi remaja desa.
4.3. Cara Mengimplementasikan Konsep Taksu dan Jengah dalam
Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa
Kehidupan remaja perkotaan dan pedesaan tentulah berbeda terutama
dalam hal sarana teknologi maupun pranata sosial yang menyertainya.
Selaras dengan konsep perkembangan Brenferbronner (dalam Rice & Dolgin,
2008) yang menyatakan bahwa perkembangan remaja tidak bisa dipisahkan
dari lingkungan baik fisik maupun sosial tempat mereka tinggal, sehingga
perbedaan sarana dan fasilitas sosial akan sangat berpengaruh terhadap
proses perkembangannya. Dalam menyikapi perbedaan kesempatan tersebut
sering muncul keluhan yang menggambarkan dirinya kurang beruntung,
sehingga timbul perasaan kurang berharga, yang bisa memunculkan sikap
kurang objektif dan tindakan over kompensatoris yang justru menambah
beban bagi dirinya untuk menampilkan diri secara optimal (Herbert, 2005).
Pengalaman negatif seperti hal tersebut memungkinkan turunnya
kepercayaan diri remaja (self confidence) dan konsep nasib dalam
menghadapi masalah kehidupan yang timbul di lingkungannya.
Terkait dengan kepercayaan diri ini, Koentjaraningrat (dalam Afiatin
dan Martinah, 1998) menyatakan bahwa salah satu kelemahan yang dimiliki
remaja pedesaan saat ini adalah kurangnya kepercayaan diri. Padahal jika
ditelisik lebih dalam lagi, kepercayaan diri merupakan aspek yang sangat
penting sebagai sarana untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki
(Davies, 2004). Dari kepercayaan diri yang dimiliki, kesuksesan dan
keberhasilan hidup seseorang akan dapat diprediksikan (Gerungan, 1996).
Individu yang percaya diri biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan
kemampuannya dalam melakukan sesuatu terutama dalam menggapai cita-
cita yang diinginkannya (Gunarsa, 1989: 51). Sebalikya, individu yang rasa
percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam
hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan individu lain maupun dalam
pekerjaan (Anthony, 1992).
Melihat fenomena yang ada sekarang ini, tampak beberapa
karakteristik yang mengindikasikan betapa remaja desa saat ini banyak yang
mengalami kurang percaya diri. Beberapa karakteristik tersebut antara lain,
memiliki motivasi yang rendah untuk berkompetisi, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat, rendahnya motivasi siswa untuk
mengembangkan diri dan motivasi untuk belajar, kepribadian yang
cenderung labil, senang meniru dan tidak mentaati tata tertib sekolah
(Lauster, 1990). Syarwani (dalam Corey, 1997) menyatakan bahwa
lingkungan yang keras cenderung memudahkan individu untuk membentuk
kepercayaan diri. Sedangkan Ginder (dalam Djuwarijah, 2002)
mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi proses pembentukan
kepercayaan diri remaja, antara lain adalah interaksi di dalam keluarga
(informal), sekolah (formal), dan masyarakat (nonformal).
Oleh karena itu, implementasi serta optimalisasi konsep taksu dan
jengah sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja
pedesaan (self confidence) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Mengingat konsep jengah pada budaya Bali dapat
menghindari munculnya konsep nasib, rendahnya kepercayaan dir pada
remaja dan bahkan dapat memotivasi remaja untuk berprestasi (Ardhana dan
Sudharta, 1990: 13).
4.3.1. Implementasi Konsep Taksu dan Jengah di Lingkungan Keluarga
Implementasi konsep taksu dan jengah dalam interaksi
keluarga (informal), salah satunya dapat terwujud dalam bentuk proses
pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Mouly
(dalam Idrus, 2004) berpendapat bahwa pengasuhan orang tua sangat
penting peranannya dalam pengembangan kepribadian. Pernyataan
tersebut diperkuat dari hasil penelitian Idrus dan Rohmiati (2008: 10)
yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara pola asuh orang tua etnis Jawa dengan tingkat kepercayaan diri
remaja. Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pola
asuh mendorong dan kepercayaan diri nilai r = 0,419 dengan p = 0,000
(p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang
sangat signifikan antara pola asuh mendorong dan tingkat kepercayaan
diri remaja, semakin mendorong pola asuh yang diterima, maka akan
semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.
Sementara itu, Mahmud (2003) juga berpendapat bahwa, pola
asuh demokratis lebih berpengaruh positif terhadap peningkatan rasa
kepercayaan diri dibandingkan pola asuh otoriter ataupun permisif.
Hal tersebut didukung dari hasil penelitian Dewi (2004) yang
membuktikan bahwa pola asuh demokratis mempunyai hubungan
positif yang sangat signifikan dengan tingkat kepercayaan diri remaja,
yaitu semakin demokratis pola asuh orang tua maka semakin tinggi
tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.
Jika ditelisik lebih dalam lagi, pandangan tersebut selaras
dengan pola asuh demokrasi keluarga Hindu di Bali, orang tua selalu
menginginkan anak mereka untuk menjadi anak yang suputra dan
sadhu gunawan. Dalam istilah Hindu anak yang suputra dan sadhu
gunawan adalah sosok anak yang penuh tanggung jawab, memiliki
karakter yang luhur, berjiwa sosial, mampu membawa diri di depan
orang lain, dan tentunya memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
(http://pandejuliana.wordpress.com/2012/04/25/keluarga-sukinah-dari-
perspektif-hindu/).
Adanya korelasi tersebut membuktikan bahwa pola asuh
demokratis mengambil peran penting dalam perkembangan dan
pembentukan pribadi terutama rasa percaya diri seorang remaja.
Aspek-aspek pola asuh demokratis yang patut dilaksanakan oleh orang
tua untuk mendorong rasa percaya diri seperti, memberi perintah yang
terperinci tanpa emosional, memberi hadiah dan memotivasi remaja
melalui penerapan konsep taksu dan jengah, yang memberikan
kontribusi terbentuknya kepercayaan diri pada remaja.
Penerpan konsep taksu dan jengah dalam pola asuh demokratis
lebih difokuskan pada komunikasi yang baik dan penuh motivasi,
dapat memposisikan anak pada situasi yang menyejukkan,
menunjukkan rasa kasih sayang yang dapat memberikan keleluasaan
anak untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya tanpa ada
perasaan takut. Namun, keleluasaan yang diberikan orangtua tidak
bersifat mutlak melainkan adanya kontrol (tanpa emosional) dan
pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada. Seperti contoh,
ketika sang anak mengalami masalah di sekolah, berupa nilai yang
menurun atau remidi, orang tua dapat memberikan self affirmation atau
semangat taksu dan jengah kepada sang anak, sehingga anak
cenderung lebih diakui, terbuka, lebih percaya diri, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang ujungnya dapat
meningkatkan kualitas prestasi di sekolah, bahkan dapat meningkatkan
jiwa kompetisi dalam meraih harapan dan cita-cita.
Orang tua juga dapat menyediakan waktu luang untuk sekadar
curhat atau mengeluarkan segala keluh kesah sang anak, melalui
komunikasi yang hangat sehingga dapat mempererat hubungan antara
anak dan orang tua. Apabila orang tua sibuk, maka sebelumnya orang
tua dapat membuat jadwal pertemuan rutin dengan anak, seperti
memanfaatkan kesempatan akhir pekan atau memanfaatkan hari libur,
baik keagamaan maupun nasional.
Di samping itu, orang tua diharapkan lebih memerhatikan,
mengevaluasi serta mengoptimalkan kembali aspek-aspek pola asuh
demokratis yang telah diterapkan selama ini dalam mendidik anak.
Sikap orang tua yang menunjukkan kasih, perhatian, memotivasi atau
semangat (taksu dan jengah), penerimaan, cinta, dan kasih sayang
serta kelekatan emosional yang tulus dengan remaja, akan
membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.
4.3.2. Implementasi Konsep Taksu dan Jengah di Lingkungan Sekolah
Sumbangan efektif pola asuh orang tua terhadap kepercayaan
diri remaja adalah hanya sebesar 17,5 %, hal ini menunjukkan bahwa
pola asuh dalam lingkungan keluarga bukan merupakan satu-satunya
faktor yang memengaruhi kepercayaan diri pada remaja. Adapun
faktor-faktor lain yang memengaruhi kepercayaan diri adalah
pendidikan (lingkungan sekolah) yang mampu memberikan kontribusi
dalam membentuk pribadi yang percaya diri (Idrus dan Rohmiati,
2008:12).
Penelitian yang dilaksanakan oleh Martani dan Adiyanti (dalam
Djuwarijah, 2002) menyatakan bahwa, faktor proses belajar mengajar
yang dikembangkan serta kondisi atau keadaan sekolah juga
mempunyai peranan yang besar terhadap pembentukan kepercayaan
diri remaja. Contohnya, aktivitas dan kosentrasi belajar peserta didik
dalam mengikuti pelajaran matematika sangat tinggi, hal tersebut
berpengaruh pada tingginya keinginan peserta didik untuk berprestasi,
yang berujung pada meningkatnya rasa percaya diri (Ardana, 2007).
Selain itu, kebanggaan terhadap sekolah yang berprestasi baik dalam
bidang akademik maupun non akademik akan mengakibatkan sikap
yang positif dan menimbulkan kepercayaan diri pada remaja.
Sehingga, melalui pendidikan, remaja diharapkan memiliki
kepercayaan diri untuk selalu bersikap optimis dan yakin akan
kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas.
Namun ironisnya, saat ini pembelajaran di sekolah hanya
sebatas prosedural yang mengakibatkan pengetahuan peserta
cenderung bersifat prosedural. Padahal pemahaman prosedural dan
konseptual perlu saling melengkapi. Selain itu, peserta didik cenderung
pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terjadi karena peserta
didik belum diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya atau dewan pendidik cenderung mendominasi
pembelajaran, dan peserta didik cenderung pasrah pada nasib.
Kepasrahan peserta didik pada nasib mengidentifikasikan bahwa
rendahnya rasa percaya diri remaja, sehingga mereka mudah menyerah
dan tidak mau mengambil risiko (Ardana, 2007). Sehubungan dengan
itu, Ardhana dan Sudharta (1990: 13) menyatakan, bahwa dalam
masyarakat Bali, konsep nasib sudah berkembang sangat kuat bahkan
mendarah daging, yang secara ekstrim dapat mengecilkan ikhtiar,
usaha dan kemampuan manusia dalam perjuangan hidupnya, sehingga
dapat mewujudkan sikap pasif dan mudah menyerah, suatu sikap yang
tidak potensial bagi kehidupan.
Melihat keadaan yang begitu dilematis, konsep taksu dan
jengah cukup penting dipertimbangkan dalam mengatasi masalah
tersebut. Konsep ini memiliki makna yang sangat kuat dalam
pembelajaran karena konsep taksu dan jengah mengandung pengertian
sebagai kemampuan dasar, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan
motivasi intrinsik. Dengan menumbuhkembangkan konsep taksu dan
jengah peserta didik dapat membuat dirinya berada pada kelompok
climbers sehingga mereka memiliki rasa kepercayaan diri dan motivasi
berprestasi yang tinggi (Stoltz, 2000). Melalui pembelajaran yang
berorientasi konsep taksu dan jengah serta konstruktivis meningkatkan
efektivitas pembelajaran (aktitivas belajar dan prestasi belajar).
Hasil penelitian yang dilaksanakan, Ardana (2007),
menunjukkan bahwa secara keseluruhan pemanfaatan konsep taksu
dan jengah dalam model pembelajaran berdampak pada meningkatnya
keefektivan pembelajaran (aktivitas tergolong sangat tinggi, hasil
belajar siswa tergolong baik, dan tanggapan siswa positif terhadap
pembelajaran). Hal ini dapat terjadi karena pembelajaran yang
berorientasi pada konsep taksu dan jengah dapat meningkatkan konsep
diri akademis peserta didik yakni keyakinan peserta didik terhadap
kemampuan akademisnya. Sehubungan dengan itu, hasil penelitian
Marsh, Smith, dan Barnes (1985:15) menyatakan bahwa peserta didik
yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan akademis yang baik,
akan membawa dampak positif terhadap prestasi belajar peserta didik.
Sehingga diketahui pula bahwa konsep jengah merupakan kekuatan
pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas
tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Pemanfaatan konsep taksu dan
jengah dalam model pembelajaran berdampak pula terhadap
meningkatnya rasa percaya diri dan motivasi belajar peserta didik.
Penerapan pembelajaran yang berorientasi pada konsep taksu
dan jengah memerlukan kesiapan dari dewan pendidik terutama dalam
mengembangkan konsep tersebut ke peserta didik. Konsep taksu dan
jengah ini merupakan dua kekuatan dalam yang saling mengisi,
sehingga implementasinya patut diselaraskan. Pengembangan konsep
taksu dan jengah peserta didik dilakukan melalui pengungkapan
kalimat sugesti (self affirmation) oleh dewan pendidik seperti, “bapak
atau ibu yakin kamu tidak akan pernah menyerah …”, “teman lain
bisa… kamu pasti bisa…” , “kamu tidak kalah dengan yang lain…”.
“kamu pasti bisa…”. Pengucapan kalimat sugesti tersebut memerlukan
keseriusan, ketepatan, dan ketegasan karena jika dilakukan tidak
serius, tidak tepat, dan tidak tegas dapat berdampak pembelajaran yang
tidak efektif. Di samping itu juga kalimat sugesti dapat dimuat dalam
LKS (Lembar Kerja Siswa) (Ardana, 2007).
Jika implementasi konsep taksu dan jengah dilaksanakan selain
dalam bentuk bidang studi, seperti kegiatan ekstrakurikuler atau
kegiatan pada HUT sekolah, pengisian waktu tenggang setelah ulangan
umum, MOS, perayaan hari besar nasional, dewan pendidik dapat
memodifikasi perangkat yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
Perangkat hendaknya memuat kalimat sugesti yang digunakan untuk
memotivasi peserta didik. Dewan pendidik juga dapat mencari
kegiatan yang secara langsung telah memuat nilai-nilai percaya diri,
sehingga dalam pengembanganya tinggal dioptimalkan saja. Berikut
ini disajikan contoh rancangan kegiatan ekstrakurikuler KSPAN yang
menerapkan konsep taksu dan jengah, dalam meningkatkan
kepercayaan diri remaja, sebagaimana tampak pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler KSPAN yang Menerapkan
Konsep Taksu Dan Jengah
No Kegiatan Tujuan Implementasi Konsep Taksu dan
Jengah dalam Kegiatan
1.
Outbound
training
KSPAN
1. Menumbuhkan rasa
percaya diri remaja.
2. Meningkatkan rasa
percaya diri remaja.
3. Memberikan proses terapi
1. Outbound training dilaksanakan
dalam bentuk permainan, baik permainan tradisional ataupun
modern, simulasi, diskusi,
penjelajahan, yang cenderung
membuat peserta terlibat langsung
secara kognitif, afektif, dan
diri dalam berkomunikasi,
dan menimbulkan adanya
rasa saling pengertian,
sehingga terciptanya
saling percaya antar
sesame teman.
psikomotorik.
2. Dalam outbound training peserta
diharapkan mampu menampilkan
rasa percaya diri dan berkarya
tanpa adanya rasa takut akan
kesalahan, takut akan cemoohan,
cemas dan pikiran lain yang
menyebabkan seseorang merasa
kehilangan rasa percaya diri.
3. Apabila peserta kalah, disinilah
tugas panitia atau pembina untuk
menerapkan konsep taksu dan
jengah berupa semangat motivasi,
sehingga rasa percaya diri peserta
dapat bangkit kembali.
4. Kegiatan outbound training dapat
dilaksanakan secara berkala guna
melatih rasa percaya diri peserta
2.
Jambore
KSPAN
1. Menumbuhkan rasa
percaya diri remaja.
2. Meningkatkan rasa
percaya diri remaja
3. Menumbuhkan dan
meningkatkan kreativitas
serta pengetahuan peserta
didik dalam bidang,
HIV/AIDS, seksualitas,
dan NARKOBA.
1. Kegiatan dapat dilaksanakan saat
waktu tenggang menjelang
penerimaan rapor atau pada saat
libur akhir semester.
2. Peserta diajak mengikuti kegiatan
yang dapat menguji kepercayaan
diri, seperti lomba LCC KSPAN,
lomba tutor sebaya, lomba yel-yel
dan lomba musikalisasi puisi.
3. Dalam setiap kegiatan yang
dilaksanakan, diharapkan tetap
mengedepankan konsep taksu dan
jengah sebagai konsep diri peserta.
Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan dan wadah bagi
generasi muda untuk mengaktualisasikan segala bakat serta potensi
yang dimiliki, sehingga sekolah diharapkan mampu meningkatkan lagi
kualitas pembelajaran guna mendapatkan hasil yang maksimal dan
menambah jumlah prestasi peserta didik dalam bidang akademik
maupun non akademik, agar kepercayaan diri (jengah) peserta didik
yang sudah terbentuk dalam dirinya tidak mudah pudar dengan
sendirinya. Selain itu, sekolah juga perlu meningkatkan motivasi
peserta didik (taksu) dalam berkompetisi, yang di dalamnya termasuk
motivasi belajar dan motivasi untuk mengembangkan diri dengan
mengadakan training motivasi taksu dan jengah pada peserta didik
atau mengadakan aktivitas outbond training, sehingga peserta didik
dapat belajar sambil bermain sesuai yang dikehendakinya, yang
akhirnya dapat meningkatkan rasa percaya diri (jengah) dan semangat
belajar (taksu) para peserta didik. (Idrus dan Rohmiati, 2008:16).
Sekolah juga dapat mengoptimalkan kembali program
bimbingan teman sebaya (peer guidance) untuk meningkatkan rasa
percaya diri peserta didik yang didalamnya dapat dimuat konsep taksu
dan jengah, tanpa adanya kesenjangan antar peserta didik dan
paksaan. Hasil validasi yang dilaksanakan oleh Rohayati (2011)
menunjukan program bimbingan teman sebaya, efektif meningkatkan
percaya diri siswa. Program tersebut dapat dilaksanakan di sekolah
dengan menggunakan kelompok pembanding dan ditambah instrumen
eksternal.
4.3.3. Implementasi konsep taksu dan jengah di lingkungan masyarakat
Implementasi atau penerapan konsep taksu dan jengah juga
dapat dilaksanakan di tataran yang lebih luas yakni, lingkungan
masyarakat mengingat faktor lingkungan masyarakat (nonformal)
sangat memengaruhi dan menentukan kualitas kepercayaan diri
seorang remaja desa. Hasil penelitian Martaniah dan Afiatin (1998)
menunjukkan bahwa remaja yang mengalami masalah berkaitan
dengan kepercayaan diri lebih sering mengungkapkan masalahnya
kepada teman di lingkungan sekitarnya daripada orang tua, atau dewan
pendidik di lingkungan sekolah. Teman merupakan sarana perubahan
untuk mendapatkan solusi terhadap masalahnya, mereka juga
mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sarana untuk
evaluasi diri serta mendapatkan dukungan sosial (Santrock, 2003:339)
Pendapat Fulgini, dkk (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa
pengaruh teman sebaya di lingkungannya, meningkat terhadap anak
saat mereka memasuki masa transisi remaja. Garbarino dan Benn
(dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa teman sebaya di lingkungan
masyarakat memainkan peranan penting dalam pembentukan identitas
seseorang. Sementara itu hasil penelitian Idrus (2004), juga
membuktikan bahwa dalam proses pencarian jati diri, remaja
cenderung lebih dekat kepada teman sebaya atau teman sepermainan
mereka di lingkungan masyarakat.
Dari pendapat pakar di atas, interaksi antar teman sebaya
dalam kehidupan seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan kehidupannya, termasuk perkembangan pribadi pada
diri seseorang, salah satunya adalah membentuk pribadi yang percaya
diri (Buhrmester, dalam Papalia, 2008:617-618). Selain itu penerimaan
kelompok pada remaja dapat menumbuhkan sikap yang percaya diri,
daripada mereka yang diabaikan dan ditolak oleh teman kelompoknya
(Mussen, dalam Idrus, 2004). Dilihat dari pernyataan di atas,
lingkungan teman sebaya di masyarakat dipandang tepat dalam
menerapkan konsep taksu dan jengah dalam upaya meningkatkan rasa
percaya diri remaja, yang dapat diimplementasikan dalam bentuk
pelayanan bimbingan teman sebaya (peer guidance), yaitu bimbingan
yang dilakukan oleh remaja terhadap remaja lainnya (Rambu-rambu
penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling, 2007 : 44).
Di dalam lingkup masyarakat Bali, penerapan konsep taksu
dan jengah yang diintegrasikan ke dalam program bimbingan teman
sebaya, dapat dilaksanakan di sekaa teruna dan pasraman, mengingat
kedua kegiatan tersebut lebih banyak melibatkan aktivitas remaja yang
tentunya dapat membentuk rasa solidaritas serta lingkaran pertemanan.
Secara harafiah, sekaa teruna adalah organisasi tradisional Bali, yang
bergerak di bidang kepemudaan. Keanggotaan sekaa teruna terdiri dari
remaja yang berdomisili di sekitar banjar dengan kegiatan yang
mencakup adat istiadat, keagamaan atau ritual, dan budaya Bali
(kearifan lokal) (http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/1/4/k2.
html). Sedangkan pasraman adalah lembaga pendidikan khusus yang
berkecimpung dalam budaya, adat istiadat dan agama. Lembaga ini
merupakan alternatif, karena pendidikan karakter yang diajarkan di
sekolah formal dari tingkat sekolah dasar sampai dengan di perguruan
tinggi tidak sampai menjangkau pilar-pilar pendidikan karakter bangsa.
Pada sekolah formal, pendidikan agama dan karakter diajarkan sebatas
ilmu pengetahuan, sedangkan di pasraman lebih sebagai bentuk
latihan disiplin spiritual dan latihan menata hidup yang lebih baik
(http://arjana-stahn.blogspot.com/2009/11/menggagas-eksisitensi-
pasraman-sebagai.html).
Kegiatan bimbingan teman sebaya di sekaa teruna dan
pasraman sebaiknya dilaksanakan pada saat liburan sekolah, dengan
rentang waktu selama 6 hari, mengingat padatnya materi pelajaran
yang diajarkan serta padatnya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
masing-masing. Sehingga apabila dapat memanfaatkan waktu liburan
sekolah, maka kegiatan sekaa teruna dan pasraman tersebut tidak akan
mengganggu aktivitas di sekolah peserta didik yang padat. Dalam
kegiatan bimbingan teman sebaya (peer guidance) di lingkungan sekaa
teruna dan pasraman, akan terdapat interaksi sosial dan muncul
dinamika kelompok yang akan membantu peserta didik untuk lebih
terbuka dan menerima apa yang telah disepakati oleh kelompok.
Dalam bimbingan teman sebaya (peer guidance), terdapat
tahap-tahap yang dapat meningkatkan percaya diri peserta.
Pengalaman-pengalaman individu dari hasil berinteraksi dengan orang
lain dan lingkungan yang lebih luas akan menyebabkan perubahan
yang positif pada diri individu dan nantinya akan dapat meningkatkan
rasa percaya diri peserta. Selain itu, pada kegiatan bimbingan teman
sebaya akan terjadi komunikasi antara pemimpin dengan anggota
kelompok atau antara anggota dengan anggota kelompok sehingga
terjadi interaksi yang menimbulkan saling percaya untuk
mengungkapkan pendapat, ide-ide dari anggota kelompok yang
menimbulkan pengalaman baru yang dapat memperkuat keyakinan
pada diri seseorang (Suwarjo, 2008 : 83).
Kegiatan bimbingan teman sebaya dibangun melalui pemilihan
calon konselor, pelatihan calon konselor dan pelaksanaan serta
pengorganisasian bimbingan teman sebaya (Suwarjo, 2008). Dalam
pelaksanaannya melalui tiga komponen, yaitu layanan dasar, layanan
responsif, dan dukungan sistem yang saling terhubung satu sama lain
(Rohayati, Iceu, 2011). Namun, nantinya panitia diharapkan mampu
mengemas kegiatan dengan sebaik mungkin dan tanpa menghilangkan
karakter sebenarnya dari kegiatan pasraman dan sekaa teruna. Berikut
adalah salah satu contoh matrik perkiraan implementasi konsep taksu
dan jengah dalam bimbingan teman sebaya di linkungan sekaa truna
dan pasraman, sebagaimana tampak pada tabel 4.4.
Tabel. 4.4 Rancangan Implementasi Konsep Taksu dan Jengah
dalam Bimbingan Teman Sebaya di lingkungan Sekaa Truna dan Pasraman
Aspek Kegiatan Tujuan Metode
dan Teknik Materi
Pertemuan
ke/waktu 1. Layanan
Dasar Dharma
Wacana
Dharma Tula
Memberikan informasi
tentang pentingnya
sikap yakin akan
kemampuan diri dan
optimis dalam
menghadapi hidup,
dengan langkah-
langkah benar.
Dharma
Wacana
(Ceramah)
Dharma Tula
(Diskusi)
Konsep Taksu
dan Jengah. Serta
Konsep diri
45 menit
2. Layanan
Responsif.
Perkenalan
dan
pembentukan
kelompok
melalui
permainan.
Peserta saling mengenal
dengan anggota
kelompoknya serta
dapat membentuk suatu
kelompok.
Gerak
(movement)
Perkenalan dan
pembentukan
kelompok
bimbingan teman
sebaya.
1
45 menit
3. Layanan Dukung Sebaya
a. Kemapuan
Pribadi
Art and
Crafts
(belajar
membuat
sarana
upakara)
Peserta diharapkan
kreatif dalam menggali
dan mengembangkan
potensi dan konsep taksu
dan jengah melalui
kegiatan seni.
Dharma
Sadhana
(Praktik)
Gerak
(movement)
Kreatif dalam
menggali dan
mengembangkan
potensi diri.
2
45 menit
Ekspresi
kemampuan
diri
Siswa berani menjadi
diri sendiri, dan
menerima penolakan
orang lain.
Dharma
Sadhana
(Praktik)
Gerak
(movement)
Berani menjadi
diri sendiri.
Berani menerima
dan menghadapi
penolakan orang
lain.
3
1x45 menit
Selain itu, pengaktifan masyarakat sekitar juga perlu dilakukan
guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam memberikan dukungan pada kegiatan, membina kerjasama
dengan pemuda sekitar, membina hubungan dengan masyarakat. Hal
ini selaras dengan pernyataan Stephen Robbins dan Mary Coulter
(1999) yang mengemukakan bahwa fungsi pengaktifan masyarakat
sebagai kegiatan memotivasi, mengarahkan, menyeleksi yang paling
b. Interaksi
Sosial
Dharma
Tula
Peserta berpendirian,
tidak tergantung pada
orang lain, serta dapat
mengendalikan emosi.
Dharma Tula
(Diskusi)
Umpan Balik
Gerak
(movement)
Kukuh dalam
pendirian, tidak
tergantung pada
orang lain, dapat
mengendalikan
emosi.
4
45 menit
Permainan
Gelas
berkeliling
Siswa memandang
positif terhadap orang
lain, dan menghargai
orang lain.
Dharma
Sadhana
(Praktik)
Gerak
(movement)
Memberi
sambutan yang
hangat.
Menghargai
orang lain.
5
45 menit
c. Konsep
Taksu dan
Jengah
Konsep
Diri
Permainan
Tadisional
Bali.
Peserta diharapkan dapat
memandang suatu
keberhasilan atau
kegagalan tergantung
dari usaha sendiri, serta
mengakui kesalahan bila
bersalah.
Peserta diharapakn
tekun dalam melakukan
suatu tugas dan
mempunyai harapan
yang realistis.
Peserta diharapkan
mampu memahami dan
menerapkan konsep
Taksu dan Jengah serta
Konsep Diri.
Gerak
(movement)
Memandang
keberhasilan
atau kegagalan
tergantung dari
usaha sendiri.
Tekun dalam
melakukan suatu
tugas.
Menerapkan
Konsep Taksu
dan Jengah serta
Konsep Diri.
Mempunyai
harapan yang
realistis.
6
1x45 menit
Dharma
Santi
Diakhir kegaiatn peserta
diharapkan saling maaf
memaafkan dengan hati
dan pikiran yang suci
serta ucapan yang tulus
iklas.
Dharma
Santi
(silaturahmi)
Gerak
(movement)
Silaturahmi antar
peserta sebagai
wujud solidaritas.
45 menit
efektif, termasuk sekaligus sebagai medium dalam memecahkan
konflik yang dapat timbul. Seperti contoh, orang tua dapat mengajak
sang anak yang memilki kepercayaan diri rendah untuk bergabung
dalam kegiatan bimbingan teman sebaya. Orang tua juga dapat
mengadakan pengawasan rutin terhadap kegiatan dan apabila terdapat
penyimpangan, orang tua dapat melaporkan ke pihak penyelenggara
kegiatan. Di samping itu faktor biaya juga sangat mendukung kegiatan
sehingga sangat dibutuhkan donator yang mau berpartisipasi
membantu dalam pembiayaan, seperti melibatkan masyarakat untuk
memberikan ide serta berpartisipasi langsung dalam memajukan
kegiatan tersebut (Pidarta 1998).
Melalui kegiatan ini, secara tidak langsung remaja telah
memaknai, memahami dan mengaktifkan kembali sekaa teruna dan
pasraman sebagai warisan budaya yang hendaknya dapat dibangkitkan
dan dilestarikan kembali sebagai pusat pembelajaran, pencerahan, dan
pendalaman budaya, agama serta sebagai upaya membangun karakter,
moralitas, serta kepercayaan diri generasi muda di Bali.
Dengan berbekal kompetensi sosial berupa kepercayaan diri (self
confidence) melalui penerapan konsep taksu dan jengah di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat, remaja desa diyakini menjadi peka
terhadap berbagai situasi sosial yang dihadapi, mampu berhubungan dan
bersaing dengan orang lain dalam situasi sosial dengan memuaskan, berhasil
menghadapi tiap-tiap permasalahan dengan cara-cara yang berkompeten yang
akan memberikan konsekuensi untuk seluruh kehidupannya kelak setelah
dewasa, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu penerapan konsep taksu dan jengah yang notabene
merupakan kearifan lokal asli Bali, kini perlu dibangkitkan dengan
implementasi dan optimalisasi secara merata, sehingga dari upaya tersebut
diharapkan memperoleh setetes embun di tengah lautan tradisi dan riuhnya
modernitas.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan metode
kuesioner terhadap 101 responden dapat diketahui bahwa sebagian
besar siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa,
memiliki tingkat kepercayaan diri rendah, namun di sisi lain
responden juga telah memiliki serta memahami konsep taksu dan
jengah yang berpotensi dalam menjawab permasalahan kurangnya
rasa percaya diri remaja desa.
5.1.2. Potensi konsep taksu dan jengah dalam upaya meningkatkan
kepercayaan diri remaja desa antara lain mudah diterima, relevan
dengan perkembangan zaman, berperan dalam melestarikan budaya
Bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami, dapat
diimplementasikan dengan cara sederhana, dan dapat diintegrasikan
dalam berbagai aspek di masyarakat.
5.1.3. Implementasi konsep taksu dan jengah sebagai salah satu upaya
dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa (self confidence)
dapat diterapkan di lingkungan keluarga yang terwujud dalam proses
pengasuhan demokrasi yang diberikan orang tua kepada anak-
anaknya, di lingkungan sekolah terwujud dalam proses pembelajaran
dan memodifikasi perangkat kegiatan berupa ekstrakulrkuler, serta di
lingkungan masyarakat diterapkan dalam kegiatan bimbingan teman
sebaya (peer guidance) yang diitegrasikan melalui sekaa truna dan
pasraman.
5.2. Saran
5.2.1. Kepada remaja desa sebagai subjek penelitian, diharapkan dapat
menumbuhkan dan mempertahankan sikap kepercayaan diri dengan
menerapkan konsep taksu dan jengah. Mengingat, kepercayaan diri
merupakan bentuk kompetensi diri yang sangat penting di tengah
persaingan global yang kompleks.
5.2.2. Kepada generasi muda diharapkan agar memiliki kebanggaan atas
kearifan lokal (local genius) miliknya sendiri serta tidak asing dengan
nilai tradisi budaya Hindu dan dresta yang dimiliki khususnya di
desanya masing-masing.
5.2.3. Kepada orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan pola
pengasuhan dan pemberian stimulasi yang dapat meningkatkan
kepercayaan diri remaja dengan mengimplementasikan konsep taksu
dan jengah dalam model pola asuh demokratis, karena dengan hal
tersebut akan menjadikan remaja desa tumbuh dan berkembang
dengan penuh percaya diri dengan kepribadian yang baik.
5.2.4. Sekolah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui implementasi konsep taksu dan jengah guna menumbuhkan
rasa kepercayaan diri peserta didik. Selain itu, sekolah juga perlu
meningkatkan motivasi peserta didik dalam berkompetisi, yang di
dalamnya termasuk motivasi belajar, motivasi untuk mengembangkan
diri serta dapat memberikan dan mengoptimalkan kegiatan di luar jam
pelajaran (ekstrakurikuler) yang dapat membantu pembentukan
kepercayaan diri seperti, outbond, bakti sosial, pelatihan
kepemimpinan dan program-program lainnya yang dapat memacu
kepercayaan diri peserta didik.
5.2.5. Kepada pihak penyelenggara kegiatan bimbingan teman sebaya di
lingkungan sekaa teruna dan pasraman, diharapkan dapat merancang
kegiatan dengan sebaik-baiknya dan semenarik mungkin, sehingga
dapat membuat peserta didik tidak merasa bosan melainkan merasa
ketagihan untuk mengikuti kegiatan tersebut.
5.2.6. Perlunya diadakan sosialisasi kepada masyarakat luas terutama
dikalangan remaja desa akan pentingnya konsep taksu dan jengah
dalam meningkatkan kepercayaan diri (self confidence).
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T., & Martinah, S. M., 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja
Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika, No. 6 / 67-79.
Afiatin, Tina dan Budi Andayani. 1996. Konsep Diri, Harga Diri, dan
Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjahmada No.
223-30.
Alsa, Asmadi. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan
Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik. Semarang. Jurnal
Psikologi. No.1. 47-49.
Ardhana, I.G.G., Sudharta. R.T. 1990. Keserasian Transformasi Nilai dan
Pembangunan Berwawasan Budaya dalam Masyarakat Bali. Makalah
Disajikan dalam Seminar Nasional Keserasian Transformasi Nilai dan
Pembangunan Berwawasan Budaya. Denpasar: Fakultas Sastra.
Argyle, M. 1994. The Psychology of Interpersonal Behavior. 5th edition. London:
Penguin Books.
Bandem, I Made and deBoer, Fredrik. 1995. Balinese Dance in Transition: Kaja
and Kelod. Oxford: OUP.
Davies, P. 2004. Meningkatkan Rasa Percaya Diri. Alih Bahasa Saut Pasaribu.
Yogyakarta: Torent Books.
Dewi, P. E. 2004. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Tingkat
Kepercayaan Diri Remaja. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam
Indonesia.
Djaja, Wahyudi dkk. 2009. Sejarah untuk SMA/MA. Klaten: PT. Intan Pariwara.
Djuwarijah. 2002. Penignkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling
Kelompok. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIAI Universitas Islam
Indonesia.
Durkin, K. 1995. Developmental Social Psychology. From Infancy to Old Age.
Oxford: Blackwell Publisher Ltd.
Febrianto, Rizka. 2012. Folklor dalam Sejarah. Avaliable at: http://rizkafebrianto.
blogspot.com/2012/04/folklor-dalamsejarah.html#!/2012/04/folklordalam-
sejarah. html. Opened: 18.08.2012.
Ford, M. E. 1982. Social Cognition and Social Competence. Journal of
Developmental Psychology. 16, 3, 323-340.
Gullotta, T. P., Adams, G. R., Montemayor, R. 1999. Developing Social
Competence In Adolescent. California: Sage Publications, Inc.
Heri. 2009. Taksu dan Jengah. Avaliable at: http://www.cyberdharma.
net/v2/index.php/935452a3031eaff9e94578ad5fc3e6fc?start=63. Opened:
17.08.2012.
Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Disertasi. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Lauster, P. 1990. Personality Test. Alih Bahasa D. H. Gulo. Jakarta: Bumi
Aksara. Lindenfield. 1997. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta: Arcan.
Mahmud, 2003. Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan
Tingkah Laku Prososial Anak. Jurnal Psikologi Vol.11/ No.1/ 1-9.
Marsh H. W, Smith T. D & Barnes, J. 1985. Multidimensional Self-concept.
Relation With Sex and Academic Acievement, Journal of Educational
Psychology, Vol.77.No.5.
Nugrahaeni. 2010. Bertahan dengan Kepercayaan. Avaliable at: http://ansbali.
blogspot.com/ 2010_04_01_archive.html. Opened: 17.08.2012.
Rice, F.P. & Dolgin, K.G. (2008). The Adolescence: Development, Relationships,
and Culture. USA: Pearson Education.
Saefudin, Azwar. 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Santrock. 2003. Live Span Development. Jakarta: Erlangga
Sepasangkata. 2012. Revitalisasi Kearifan Lokal dan Jati Diri Bangsa. Avaliable
at: http://sepasangkata.wordpress.com/2012/05/27/revitalisasi-kearifan-
lokal-dan-jati /diri-bangsa/ Opened: 19.08.2012.
Setem, I Wayan. 2011. Jejak Seksualitas dalam Lukisan Dewa Putu Mokoh dan
Murniasih. Denpasar: Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni
Indonesia.
Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan menjadi Peluang.
Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta. Grasindo.
Stoltz, P. G. 2000. Mengubah Hambatan menjadi Peluang. Alih Bahasa T.
Hermaya. Jakarta: Grasindo.
Tarigan R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara
Topping, K., William, B., Elizabeth, A. H. 2000. Social Competence: The Social
Construction of the Concept. The Handbook of Emotional Intelligence
h.28-39. Jossey_Bass Inc: California.
Ubaydillah A.N. 2006. Bagaimana Menjadi Percaya Diri. Available at:
http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp. Opened: 15.08.2012.
Yulianto, F. & Nashori, F. 2006. Kepercayaan Diri Dan Prestasi Atlet Tae Kwon
Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Universitas Diponegara
Vol. 3 No.1 / 55-62.
LEMBAR KUESIONER
Judul penelitian : Implementasi konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan
Kepercayaan Diri Remaja Desa
Tanggal pengisian :
Petunjuk Pengisian:
Berilah jawaban pernyataan dibawah ini sesuai dengan pendapat Anda dengan cara
memberi tanda √ pada kolom yang tersedia.
Keterangan:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No. Pernyataan Frekuensi
SS S R TS STS
1. Saya malu memiliki gadget keluaran lama
2. Saya malu mengendarai motor lama
3. Saya ingin memiliki penampilan yang mengikuti
perkembangan zaman
4. Sebagai remaja desa, saya tetap ingin memiliki
prestasi yang gemilang
5. Saya ingin memiliki pakaian dengan merk terkenal
6. Saya selalu ingin menonjolkan diri
7. Saya ingin dipuji oleh orang-orang atas kelebihan
yang saya miliki
8. Saya malu menggunakan pakaian yang biasa-biasa
saja
9. Saya tidak suka jika orang menilai saya hanya dari
penampilan
10. Saya memiliki motivasi untuk berprestasi layaknya
remaja kota walaupun saya seorang remaja desa
11. Saya mengetahui dan memahami arti kata jengah
12. Saya merasa jengah jika nilai saya lebih rendah dari
teman-teman
13. Saya selalu melakukan pekerjaan yang diberikan
kepada saya dengan sepenuh hati
14. Jika saya mengalami kegagalan dalam melakukan
sesuatu, saya akan terus berusaha hingga saya berhasil
15. Saya termasuk orang yang ulet dalam melakukan
pekerjaan
16. Saya selalu berusaha mengerjakan sesuatu dengan
sebaik mungkin dalam batas kemampuan saya
17. Saya merasa perlu menekuni suatu bidang atau
pekerjaan secara disiplin
18. Saya suka orang-orang memberikan kritik dan saran
atas hasil karya saya
19. Saya mengetahui arti kata taksu
20. Saya ingin mengembangkan konsep jengah dan taksu
yang telah ada dalam diri saya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ni Putu Eka Umarista Apriliani
Tempat Tanggal Lahir : Rendang, 16 April 1995
Alamat : Jalan Pudak 1 Semarapura
Telp/HP : - / 081916359932
Email : ekaumarista@gmail.com
Status : Siswi SMAN 1 Semarapura
Kelas : XII IPA 1
Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali
Telp. 036621508
Hasil Karya Tulis :
1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah
Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))
(Kajian Pustaka/2012).
2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di
Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).
3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).
4. Implementasi Konsep Menyama Braya di Kalangan Remaja Hindu dalam
Upaya Meminimalisasi Konflik Adat di Bali (Kajian Pustaka/2011).
5. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi
Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).
6. Pemanfaatan Daun Kacapiring dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2
(Kajian Pustaka/2011).
7. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pestisida
Alami dalam Membasmi Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
(Penelitian/2012).
8. Pemanfaatan Larutan Daun Gamal (Gliricidia sepium) Sebagai Pestisida
Alami Bagi Hama Kepik (Helopeltis sp.) (Suatu Studi Pendahuluan Terhadap
Hama Kepik pada Tanaman Jeruk di Perkebunan Mekar Sari, Banjar
Pundukaha Kelod, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung) (Penelitian/2011).
9. Revitalisasi Pengembangan Terapi Psikologi dalam Wisata Spiritual Sebagai
Bagian Dari Travel Medicine Pada Kepariwisataan Bali (Kajian
Pustaka/2012).
Penghargaan Akademis dan Ilmiah :
1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
2. Finalis LKTI HMJ Kimia Universitas Udayana 2012
3. Finalis LKTI Scientific Atmosphere 2012 FK Universitas Udayana.
4. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri
Denpasar tahun 2012.
5. Juara 1 (EMAS) Olimpiade Siswa Nasional (OSN) Bidang BIOLOGI Tingkat
Kabupaten Klungkung tahun 2012.
6. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Biologi Universitas Udayana 2012.
7. Juara 2 Lomba Siswa Berprestasi Putri tingkat Kabupaten Klungkung tahun
2012.
8. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi
Universitas Warmadewa.
9. Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha 2011.
10. Peserta LKTI bagi siswa SMA Avicena Competition 2011.
11. Semifinalis HMC (Hipocrates Medical Championship) 2012 Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Peserta
TTD
Ni Putu Eka Umarista Apriliani
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ida Bagus Ananda Bramana Putra
Tempat Tanggal Lahir : Klungkung, 19 November 1994
Alamat : Jln. Gunung Agung, Gg. 2, Lorong 1, No. 1, Klungkung
Telp/HP : 036625208 / 085737464667
Email : meme.bali@yahoo.com
Status : Siswa SMAN 1 Semarapura
Kelas : XII IPB
Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali
Telp. 036621508
Hasil Karya Tulis :
1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah
Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))
(Kajian Pustaka/2012).
2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di
Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).
3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).
4. Implementasi Konsep “Satsangga” dalam Pendidikan Seks bagi Remaja Hindu
di Bali (Kajian Pustaka/2011).
5. Kisah 1001 Malam ‘Ni Diah Tantri’ Inspirasi Ibu dalam Mengembangkan
Karakter Anak (Kajian Pustaka/2011).
6. Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Bali Melalui Jalur
Pendidikan (SMAN Bali Mandara) (Essay/2011).
7. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi
Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).
8. Pengembangan Taman Usada Taru Pramana dalam Mewujudkan Bali Travel
Medicine Centre (Kajian Pustaka/2012).
9. Perlunya Konsentrasi Maksimal Pemerintah terhadap Peningkatan Mutu
Pendidikan di Klungkung (Essay/2011).
10. Permainan Tradisional sebagai Wahana Pendidikan Karakter yang
Menyenangkan (Kajian Pustaka/2011).
11. Revitalisasi Pasraman untuk Membangun Karakter Generasi Muda Bali
(Kajian Pustaka/2011).
12. Upaya Revitalisasi Peran Subak dalam Pelestarian Sumber Daya Air (Studi
Kasus : Subak Lepang, Pasedahan Toya Jinah, di Desa Lepang, Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Bali) (Penelitian/2011).
13. YASRAM (Yayasan Kesejahteraan Masyarakat) Bali sebagai Benteng
Masyarakat Bali terhadap Serbuan Arus Urbanisasi (Kajian Pustaka/2012).
Penghargaan Akademis dan Ilmiah :
1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
2. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri
Denpasar tahun 2012.
3. Juara 1 Jumbara PMR Tingkat Provinsi Bali 2011.
4. Juara 1 LKTI “Kenakalan Remaja” Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Ganesha Singaraja 2011.
5. Juara 1 LKTI 2012 yang diselenggarakan oleh Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
6. Juara 1 LKTI Psikologi 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
7. Juara 1 LKTI Tingkat Nasional 2011 Stikes Advaita Medika Tabanan.
8. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Biologi Universitas Udayana 2012.
9. Juara 1 Lomba Darma Wacana Putra tingkat SMA/SMK, dalam rangka
PORSENIJAR tingkat Kabupaten Klungkung tahun 2011.
10. Juara 1 Lomba Darma Wacana Putra tingkat SMA/SMK, dalam rangka
PORSENIJAR tingkat Kabupaten Klungkung tahun 2012.
11. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah KNPI Provinsi Bali 2011.
12. Juara 1 Olimpiade Agama Ke-5 Tahun 2010 Tingkat Kabupaten, Universitas
Mahendradata.
13. Juara 1 Olimpiade Agama Ke-6 Tahun 2011 Tingkat Kabupaten, Universitas
Mahendradata.
14. Juara 2 LKTI Scientific Atmosphere 2012 Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
15. Juara 2 Lomba Mengarang Cerpen Bali Modern Tingkat SMA/SMK,
Mahasiswa untuk Putra se-Bali 2011 Serangkaian Pesta Kesenian Bali
XXXIII.
16. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi
Universitas Warmadewa.
17. Peserta LKTI-L Geosphere Competition II 2011 Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
Peserta
TTD
Ida Bagus Ananda Bramana Putra
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hendra Setiawan
Tempat Tanggal Lahir : Klungkung, 27 Oktober 1995
Alamat : Br. Papaan, Sampalan, Klungkung
Telp/HP : - / 085739219641
Email : h.setiawan9519@yahoo.co.id
Status : Siswa SMAN 1 Semarapura
Kelas : XII IPA 1
Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali
Telp. 036621508
Hasil Karya Tulis :
1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah
Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))
(Kajian Pustaka/2012).
2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di
Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).
3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).
4. Eksistensi Perpustakaan Keliling (Mobile Library) dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia (Essay/2011).
5. Fermentasi Urine Sapi Bali (Bos javanicus) sebagai Pupuk Organik Cair untuk
Meningkatkan Produksi Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)
(Penelitian/2012).
6. Implementasi Konsep “Satsangga” dalam Pendidikan Seks bagi Remaja Hindu
di Bali (Kajian Pustaka/2011).
7. Kisah 1001 Malam ‘Ni Diah Tantri’ Inspirasi Ibu dalam Mengembangkan
Karakter Anak (Kajian Pustaka/2011).
8. Memformat Pendidikan Sekolah Menengah Atas Bernilai Plus (Essay/2011).
9. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi
Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).
10. Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete Chrysosporium) dalam
Pengolahan Limbah Tekstil (Suatu Studi Pendahuluan terhadap Limbah
Pencelupan Benang di Banjar Grombong, Desa Sampalan, Kabupaten
Klungkung) (Penelitian/2011).
11. Pengembangan Taman Usada Taru Pramana dalam Mewujudkan Bali Travel
Medicine Centre (Kajian Pustaka/2012).
12. Perlunya Konsentrasi Maksimal Pemerintah terhadap Peningkatan Mutu
Pendidikan di Klungkung (Essay/2011).
13. Permainan Tradisional sebagai Wahana Pendidikan Karakter yang
Menyenangkan (Kajian Pustaka/2011).
14. Testimoni Melalui KDS (Kelompok Dukungan Sebaya), Hapuskan Sekat
Terhadap ODHA (Essay/2011).
15. Upaya Revitalisasi Peran Subak dalam Pelestarian Sumber Daya Air (Studi
Kasus : Subak Lepang, Pasedahan Toya Jinah, di Desa Lepang, Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Bali) (Penelitian/2011).
16. YASRAM (Yayasan Kesejahteraan Masyarakat) Bali sebagai Benteng
Masyarakat Bali terhadap Serbuan Arus Urbanisasi (Kajian Pustaka/2012).
Penghargaan Akademis dan Ilmiah :
1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
2. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri
Denpasar tahun 2012.
3. Juara 1 Esaai Ilmiah Populer SMA (Scientific Competition of Nursing
Udayana 2011).
4. Juara 1 Jumbara PMR Tingkat Provinsi Bali 2011.
5. Juara 1 LKTI “Kenakalan Remaja” Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 2011.
6. Juara 1 LKTI 2012 yang diselenggarakan oleh Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
7. Juara 1 LKTI Tingkat Nasional 2011 Stikes Advaita Medika Tabanan.
8. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Biologi Universitas Udayana 2012.
9. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah KNPI Provinsi Bali 2012.
10. Juara 1 Lomba Siswa Berprestasi Putra tingkat Kabupaten Klungkung tahun
2012.
11. Juara 2 (PERAK) Olimpiade Siswa Nasional (OSN) Bidang FISIKA Tingkat
Kabupaten Klungkung tahun 2012.
12. Juara 2 LKTI Scientific Atmosphere 2012 Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
13. Juara 2 Lomba KKR (Kader Kesehatan Remaja) Tingkat Provinsi Bali 2011.
14. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi
Universitas Warmadewa.
15. Peserta Gema Lomba Karya (GELORA) Essai Nasional 2011 Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja.
16. Peserta LKTI-L Geosphere Competition II 2011 Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
17. Peserta Lomba Mengarang (Essay) yang diselenggarakan oleh Bali Post.
18. Semifinalis HMC (Hipocrates Medical Championship) 2012 Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Peserta
TTD
Hendra Setiawan