IMPLEMENTASI KONSEP TAKSU DAN JENGAH TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DESA

57
PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 1 SEMARAPURA Jalan Flamboyan No. 63, Semarapura, Klungkung, Bali Telp. (0366) 21508 SURAT KETERANGAN 421.7/797./SMAN 1 SMR/Dikpora Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SMA Negeri 1 Semarapura, menerangkan bahwa : NI PUTU EKA UMARISTA APRILIANI 9874 IDA BAGUS ANANDA BRAMANA PUTRA 9941 HENDRA SETIAWAN 9977 Memang benar siswa SMA Negeri 1 Semarapura yang telah menyusun karya tulis dengan karya ilmiah sendiri dan belum pernah dilombakan dalam perlombaan karya tulis ilmiah lainnya, dengan judul : IMPLEMENTASI KONSEP TAKSU DAN JENGAH TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DESA.” Karya tulis tersebut dapat diikutsertakan dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat SMA se-Bali dalam rangka 2 nd Psychological Writing Competition 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Semarapura, Agustus 2012 Kepala SMA Negeri 1 Semarapura (Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd) NIP. 19551231 197903 1 137

Transcript of IMPLEMENTASI KONSEP TAKSU DAN JENGAH TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG

DINAS PENDIDIKAN

SMA NEGERI 1 SEMARAPURA

Jalan Flamboyan No. 63, Semarapura, Klungkung, Bali Telp. (0366) 21508

SURAT KETERANGAN

421.7/797./SMAN 1 SMR/Dikpora

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SMA Negeri 1 Semarapura,

menerangkan bahwa :

NI PUTU EKA UMARISTA APRILIANI 9874

IDA BAGUS ANANDA BRAMANA PUTRA 9941

HENDRA SETIAWAN 9977

Memang benar siswa SMA Negeri 1 Semarapura yang telah menyusun

karya tulis dengan karya ilmiah sendiri dan belum pernah dilombakan

dalam perlombaan karya tulis ilmiah lainnya, dengan judul :

“IMPLEMENTASI KONSEP TAKSU DAN JENGAH

TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DESA.”

Karya tulis tersebut dapat diikutsertakan dalam rangka mengikuti Lomba

Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat SMA se-Bali dalam rangka 2nd

Psychological

Writing Competition 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Demikian surat keterangan

ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarapura, Agustus 2012

Kepala SMA Negeri 1 Semarapura

(Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd)

NIP. 19551231 197903 1 137

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : “Implementasi Konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan

Kepercayaan Diri Remaja Desa”

Penulis :

Ni Putu Eka Umarista Apriliani 9874

Ida Bagus Ananda Bramana Putra 9941

Hendra Setiawan 9977

Semarapura, 24 Agustus 2012

Guru Pembimbing,

Ni Wayan Rina Lestari, S.Pd.

NIP. 1986 0524 2009 022002

Mengesahkan,

Kepala SMA Negeri 1 Semarapura

Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd.

NIP. 19551231 197903 1 137

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang

berjudul “Implementasi Konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan Kepercayaan Diri

Remaja Desa”. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka mengikuti mengikuti

Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat SMA se-Bali dalam rangka 2nd

Psychological Writing Competition 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan

Mahasiswa Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Karya ilmiah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 1

Semarapura atas bantuan moral dan material yang diberikan.

2. Ni Wayan Rina Lestari, S.Pd. dan Masliana Agustini, S.Pd., selaku

pembimbing ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMA Negeri 1

Semarapura atas bimbingan dalam penyusunan karya tulis ini.

3. Kedua orang tua kami yang telah memberikan motivasi dan dorongan.

4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan karya tulis

ilmiah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah yang sederhana ini berguna bagi kita semua.

Semarapura, Agustus 2012

Penulis

“Implementasi Konsep Taksu dan Jengah

Tingkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa”

A B S T R A K S I

Ni Putu Eka Umarista Apriliani, Ida Bagus Ananda Bramana Putra, dan

Hendra Setiawan, 2012, 38 halaman

Kompetensi sosial remaja dalam kehidupan multikultural menjadi aspek

kehidupan yang banyak memengaruhi aspek kehidupan lainnya sehingga dengan

memiliki kompetensi sosial yang tinggi, remaja memiliki kesiapan yang baik

untuk memasuki dunia persaingan yang sangat terbuka. Perkembangan yang sehat

akan ditandai dengan adanya kepercayaan diri remaja yang dimanifestasikan

dalam sikap tegar ketika menghadapi situasi sosial yang sangat kompleks. Remaja

desa menghadapi tuntutan yang sama dengan remaja kota, tetapi mereka memiliki

lingkungan yang kurang memberikan stimulasi dan fasilitasi untuk menghadapi

masalah yang ditimbulkan. Maka tak jarang remaja desa memiliki perasaan malu

dan minder dibandingkan remaja di daerah perkotaan. Menyadari hal tersebut,

remaja desa sedini mungkin harus ditanamkan kepercayaan diri untuk mengurangi

permasalahan perilaku remaja. Salah satu kearifan lokal Bali dalam upaya

meningkatkan kepercayaan diri remaja adalah konsep taksu dan jengah. Kedua

konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki potensi yang besar dalam

peningkatkan kepercayaan diri remaja desa. Peningkatan kepercayaan diri remaja

desa akan berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi sosial yang dimiliki,

sehingga remaja desa akan mampu bersaing dengan remaja kota yang ada

disekitarnya.

Data-data yang digunakan dalam karya tulis ini bersumber dari berbagai

referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas.

Data yang terkumpul diolah secara sistematis. Kemudian dianalisis secara

deskriptif argumentatif, dengan tulisan bersifat deskriptif. Selanjutnya ditarik

suatu simpulan yang bersifat umum dan beberapa rekomendasi untuk

ditindaklanjuti.

Dari pembahasan yang telah dipaparkan, didapatkan bahwa sebagian besar

siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa, memiliki tingkat

kepercayaan diri rendah, namun di sisi lain responden juga telah memiliki serta

memahami konsep taksu dan jengah yang berpotensi dalam menjawab

permasalahan kurangnya rasa percaya diri remaja desa. Potensi konsep taksu dan

jengah dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri remaja desa antara lain

mudah diterima, relevan dengan perkembangan zaman, berperan dalam

melestarikan budaya Bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami,

dapat diimplementasikan dengan cara sederhana, dan dapat diintegrasikan dalam

berbagai aspek di masyarakat. Implementasi konsep taksu dan jengah sebagai

salah satu upaya dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa (self

confidence) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah, serta di lingkungan

masyarakat.

Kata Kunci : Remaja Desa, Kompetensi Sosial, Kepercayaan Diri, dan Konsep

Taksu dan Jengah.

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Halaman Pernyataan ..................................................................................... iii

Halaman Pengesahan .................................................................................... iv

Abstrak .......................................................................................................... v

Daftar Isi ....................................................................................................... vi

Daftar Gambar ............................................................................................... viii

Daftar Gambar ............................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 3

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kompetensi Sosial ................................................................... 5

2.2 Kepercayaan Diri ..................................................................... 8

2.3 Konsep Taksu dan Jengah ........................................................ 12

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Sumber dan Jenis Data ............................................................. 14

3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 14

3.3 Analisis Data ............................................................................ 15

3.4 Penarikan Simpulan ................................................................. 15

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Persepsi Siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap Konsep

Taksu dan Jengah .................................................................... 16

4.2 Potensi Konsep Taksu dan Jengah dalam Meningkatkan

Kepercayaan Diri Remaja Desa ............................................... 20

4.3 Cara Mengimplementasikan Konsep Taksu dan Jengah

dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa ............ 23

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 37

5.2 Saran ........................................................................................ 37

Daftar Pustaka

Lampiran

Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Gambar 4.1. Tingkat Kepercayaan Diri Responden ........................ 17

2. Gambar 4.2. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep

Taksu ................................................................................................ 18

3. Gambar 4.3. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep

Jengah .............................................................................................. 18

4. Gambar 4.4. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep

Taksu dan Jengah ............................................................................. 19

5. Gambar 4.5. Diagram Potensi Konsep Taksu dan Jengah ............... 21

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1. Tabel 4.1. Data Hasil Kuesioner ...................................................... 16

2. Tabel 4.2. Pengelompokan Pernyataan dalam Kuesioner ............... 17

3. Tabel 4.3 Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler KSPAN yang

Menerapkan Konsep Taksu Dan Jengah ......................................... 29

4. Tabel. 4.4 Rancangan Implementasi Konsep Taksu dan Jengah

dalam Bimbingan Teman Sebaya di lingkungan Sekaa Truna dan

Pasraman .......................................................................................... 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja adalah sosok yang sedang dalam proses perubahan dari masa

anak-anak ke dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat dinamis dan

peka bagi individu dan seringkali menimbulkan berbagai masalah, baik yang

bersifat emosional, sosial maupun kognitif. Dalam kehidupan yang bersifat

multikultural dan penuh tantangan, kompetensi sosial seorang remaja menjadi

salah satu aspek kehidupan yang banyak memengaruhi aspek kehidupan yang

lain sehingga dengan memiliki kompetensi sosial yang tinggi, remaja

memiliki kesiapan yang baik untuk memasuki dunia persaingan yang sangat

terbuka (Ubaydillah, 2006).

Kompetensi sosial merupakan kemampuan untuk menggunakan

sumber sosial berupa kesempatan, fasilitas di lingkungan dan memanfaatkan

sumber personal, untuk menghadapi masalah yang timbul dalam interaksi

sosial. Perkembangan yang sehat akan ditandai dengan adanya kepercayaan

diri remaja yang dimanifestasikan dalam sikap tegar ketika menghadapi

situasi sosial yang menyediakan berbagai kegiatan yang mewadahi kebutuhan

dan keinginannnya untuk menjalin interaksi sosial.

Remaja desa menghadapi tuntutan yang sama dengan remaja kota,

tetapi mereka memiliki lingkungan yang kurang memberikan stimulasi dan

fasilitasi untuk menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh lingkunganya.

Selain itu, kehidupan remaja desa dan kota yang berbeda baik dari sisi

kewilayahan maupun kependudukan mengakibatkan kesempatan untuk

menggunakan sarana dan fasilitas dalam menghadapi masalah kehidupanpun

juga berbeda. Maka tak jarang remaja desa memiliki perasaan malu dan

minder dibandingkan dengan remaja di daerah perkotaan (Tarigan, 2006).

Fenomena yang menunjukkan bahwa remaja desa memiliki

kepercayaan diri yang rendah sangat memprihatinkan karena hal tersebut

akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial remaja itu sendiri. Salah

satunya seperti yang diungkapkan Nugraha (dalam Saefudin, 2008) bahwa

kurangnya kepercayaan diri remaja akan berdampak terhadap rendahnya

kemampuan bergaul atau bersosialisasi, bereaksi secara negatif terhadap

pendekatan orang lain, sukar diajak bekerjasama dan bersikap memusuhi.

Lebih lanjut Nugraha menyatakan bahwa besar kemungkinan remaja dengan

kepercayaan diri rendah akan memiliki masalah tertentu pada masa

dewasanya, seperti dalam adaptasi sosial emosional jangka panjang,

perkembangan akademik dan kognitifnya, serta kehidupannya sebagai

seorang warga negara.

Menyadari hal tersebut, remaja sedini mungkin harus ditanamkan

kepercayaan diri untuk mengurangi permasalahan perilaku remaja. Di Bali

sendiri telah ada potensi-potensi dari kearifan lokal dalam upaya

meningkatkan kepercayaan diri remaja, salah satunya adalah konsep taksu

dan jengah. Taksu merupakan satu kekuatan yang ada dalam diri

manusia (inner power) yang dapat memberikan sebuah inspirasi, kecerdasan,

keindahan dan keajaiban, yang tidak hanya menyangkut fisik atau alam, tetapi

juga menyangkut hal yang psikis, sehingga menghasilkan perilaku dari karya

yang indah. Sedangkan jengah dalam konteks budaya memiliki konotasi

semangat (competitive pride) guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari

keterpurukan. Jengah merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi

pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Kedua konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki

potensi yang besar dalam peningkatkan kepercayaan diri remaja desa.

Adapun potensi-potensi yang dimiliki konsep taksu dan jengah dalam upaya

meningkatkan kepercayaan diri remaja desa antara lain mudah dipahami,

relevan dengan perkembangan zaman, berperan dalam melestarikan budaya

bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami, dapat diintegrasikan

dalam berbagai aspek di masyarakat, dan dapat diimplementasikan dengan

cara sederhana baik dalam lingkup informal (keluarga), formal (sekolah),

maupun nonformal (masyarakat).

Dengan demikian apabila konsep tersebut telah ditanamkan dan

dikembangkan di dalam diri remaja, khususnya remaja desa, maka akan dapat

meningkatkan kembali rasa percaya diri remaja tersebut. Peningkatan

kepercayaan diri remaja desa akan berpengaruh terhadap peningkatan

kompetensi sosial yang dimiliki, sehingga remaja desa akan mampu bersaing

dengan remaja kota yang ada disekitarnya.

Oleh karena itu pada tulisan ini akan dikaji potensi kearifan lokal di

Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi sosial remaja Bali

melalui konsep taksu dan jengah serta cara mengimplementasikannya.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas yaitu

sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap konsep

taksu dan jengah?

2. Bagaimana potensi konsep taksu dan jengah dalam meningkatkan

kepercayaan diri remaja desa?

3. Bagaimana cara mengimplementasikan konsep taksu dan jengah dalam

meningkatkan kepercayaan diri remaja desa?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis ini antara lain sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan persepsi siswa SMA Negeri 1 Semarapura

terhadap konsep taksu dan jengah.

2. Untuk mendeskripsikan potensi konsep taksu dan jengah dalam

meningkatkan kepercayaan diri remaja desa.

3. Untuk mendeskripsikan cara mengimplementasikan konsep taksu dan

jengah dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa.

1.4. Manfaat Penulisan

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak antara lain sebagai berikut:

1. Bagi remaja, sebagai tambahan informasi mengenai potensi kearifan lokal

dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu

dan jengah dan cara mengimplementasikannya di lingkungan keluarga

(informal), lingkungan sekolah (formal), dan lingkungan masyarakat

(nonformal).

2. Bagi masyarakat, sebagai tambahan informasi mengenai potensi kearifan

lokal dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep

taksu dan jengah dan cara mengimplementasikannya.

3. Bagi penulis, dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan dan

pemahaman secara lebih mendalam dan komprehensif penulis mengenai

potensi kearifan lokal dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali

melalui konsep taksu dan jengah dan cara mengimplementasikannya.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kompetensi Sosial

2.2.1. Pengertian Kompetensi Sosial

Hughes (Topping dkk, 2000: 31) menyatakan bahwa

kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap,

kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh

konteks budaya, lingkungan dan situasi. Kompetensi sosial tidak lepas

dari pengaruh situasi sosial, kondisi kelompok sosial, tugas sosial serta

keadaan individu untuk beradaptasi dalam berbagai keadaan dan

lingkungan. Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1999: 99) menyatakan

bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan

lingkungan dan diri pribadi sebagai sumber untuk meraih hasil yang

optimal dalam hubungan interpersonal.

Asher dan Parker (Durkin, 1995: 149) mendefinisikan

kompetensi sosial sebagai komponen lengkap dari suatu hubungan,

kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk membuat

hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke

arah pertemanan.

(Gullota dkk, 1999: 70) menyimpulkan bahwa kompetensi

sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu

dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi

pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial

tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang

dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.

Ford (1982: 325) memberikan definisi yang lebih terarah

dengan mengartikan kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai

dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan

cara-cara yang tepat dan memberikan efek positif bagi perkembangan.

Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi

sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih

banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat

mencintai. Individu dengan kompetensi sosial melalui pikiran dan

perasaannya akan mampu menyeleksi dan mengontrol perilaku mana

yang sebaiknya dinampakkan dan yang sebaiknya ditekan pada situasi

tertentu yang dihadapi guna menerima tujuan yang diinginkan dirinya

sendiri atau orang lain.

Setiap individu setidaknya memiliki kompetensi sosial pada

satu situasi dan tidak seorang pun yang memiliki kompetensi sosial

pada semua situasi, berarti setiap individu pernah melakukan

kesalahan dalam satu situasi yang dihadapi sehingga tidak dapat

mencapai tujuan. Individu dengan kompetensi sosial secara umum

ialah yang dapat mengatur dirinya dan beradaptasi dengan banyak

kelompok dan terhadap banyak situasi (Topping dkk, 2000: 33-35).

Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat

berkomunikasi secara efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan

orang lain, memperoleh peran gender yang tepat, mengamati tugas

moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi, menyesuaikan

tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan

norma yang ada.

Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa

kompetensi sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan

individu dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan

memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam

konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan,

situasi yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.

2.2.2. Aspek-Aspek Kompetensi Sosial

Menurut Argyle (1994: 117-121) kompetensi sosial memiliki

beberapa aspek, yaitu:

a. Model ketrampilan sosial; dalam setiap keadaan, individu mencari

tujuan yang jelas, membuat respon dan menerima umpan balik.

Semua tergantung dari proses belajar melalui modelling yang

melibatkan tujuan yang ingin dicapai oleh individu, tingkah laku

utama dari orang lain yang ada di lingkungan individu, dan siapa

yang menjadi model belajar serta pengaruhnya terhadap individu.

b. Pemberian reward; reward merupakan kunci menuju pertemanan

dan ketertarikan, individu lebih memilih untuk dapat diterima dalam

kelompok ketika menunjukkan tingkah laku yang positif, memiliki

sifat sosial positif, dan tidak bertindak agresif (Newcomb dkk dalam

Argyle, 1994: 119). Reward yang dimaksud bisa berupa verbal,

seperti pujian, kalimat menyetujui, simpati dan non verbal seperti

senyuman, anggukan dan sentuhan, tidak selalu berupa hadiah.

c. Empati; berada pada peran orang lain dan merasakan apa yang

dirasakan orang lain, melibatkan kognitif untuk melihat dan

menganalisis apa yang ditunjukkan oleh orang lain, emosi untuk

berbagi dan mengutarakan perasaan serta kegiatan kooperatif.

d. Kecerdasan sosial dan pemecahan masalah; perilaku yang

ditampilkan memiliki aspek penting berupa pengetahuan dan

pemikiran, dimana individu yang kurang berpengalaman tidak

mengerti untuk apa sebuah pertemuan dilakukan atau tidak dapat

memperkirakan apa yang akan terjadi saat wawancara kerja.

Beberapa individu tidak dapat memahami persahabatan, cinta, tidak

menyadari pentingnya loyalitas dan komitmen.

e. Asertivitas; pada setiap hubungan yang terjadi membutuhkan

tingkat asertivitas tertentu karena asertivitas membuat individu

mampu mengontrol apa yang terjadi dalam kondisi sosial yang

dihadapi agar sesuai dengan tujuannya, mempengaruhi orang lain

tanpa tindakan agresi dan tanpa merusak hubungan.

f. Komunikasi non verbal; dibutuhkan dalam pemberian respon

sebagai reinforcement, ucapan akan lebih berarti jika didukung oleh

mimik muka dan tingkah laku yang mendukung.

g. Komunikasi verbal; dalam beberapa hubungan, komunikasi verbal

merupakan hal pokok karena ada beberapa individu yang tidak

dapat memberikan komunikasi non verbal dengan baik.

h. Persepsi pribadi; berpengaruh pada proses penerimaan informasi

dari tanda-tanda sosial yang diberikan orang lain dan bagaimana

mengartikan serta memilih perilaku yang sesuai untuk respon dari

kondisi yang dihadapi.

Sementara itu Gullotta dkk (1990: 100), secara spesifik

menyebutkan aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari:

a. Kapasitas kognitif yaitu hal yang mendasari keterampilan sosial

dalam menjalin dan menjaga hubungan interpersonal yang positif.

Kapasitas kognitif meliputi harga diri yang positif, kemampuan

memandang sesuatu dari sudut pandang sosial, dan keterampilan

memecahkan masalah interpersonal.

b. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan

privacy.

c. Keterampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan

individu dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga

tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.

2.2. Kepercayaan Diri

2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri

Menurut Martini dan Adiyati (dalam Alsa, 2006: 48)

Kepercayaan diri diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang untuk

mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan.

Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang

berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya

dan terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya (dalam

Afiatin & Budi Andayani, 1996: 24).

Davies (2004) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu

sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga

seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain. Rasa percaya diri

merupakan keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki,

keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan

percaya bahwa dengan akal budi mampu untuk melaksanakan apa

yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan. Rasa percaya diri

(Self-confidence) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri.

Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri

(Santrock, 2003:336).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan maka

dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu perasaan

positif yang ada dalam diri seseorang yang berupa keyakinan dan

kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya,

sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap

tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan

bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan.

2.1.2. Ciri-ciri Kepercayaan Diri

Teori Lauster (dalam Alsa, 2006: 49) tentang kepercayaan diri

mengemukakan ciri-ciri orang yang percaya diri, yaitu:

a. Percaya pada kemampuan sendiri

Yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala

fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan

individu untuk mengevaluasi dan mengatasi fenomena yang terjadi.

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

Yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap

diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan

orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.

c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri

Yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik

dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang

menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.

d. Berani mengungkapkan pendapat

Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu

dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya

paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.

Sementara itu Lindenfield (1994: 4-7) mengemukakan empat

ciri utama seseorang yang memiliki percaya diri batin yang sehat, yaitu

cinta diri, pemahaman diri, tujuan yang jelas, dan pemikiran yang

positif.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang ciri-ciri kepercayaan

diri dapat disimpulkan bahwasannya seseorang yang memiliki

kepercayaan diri diharapkan akan cinta diri, percaya pada kemampuan

sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki

pemikiran positif atau optimis terhadap diri sendiri, serta berani

mengungkapkan pendapat.

2.1.3. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri

Lauster (1990), mengemukakan aspek-aspek yang terkandung

dalam kepercayaan diri antara lain:

a. Ambisi

Ambisi merupakan dorongan untuk mencapai hasil yang

diperlihatkan kepada orang lain. Orang yang percaya diri cenderung

memiliki ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan

berkeyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan sesuatu.

b. Mandiri

Individu yang mandiri adalah individu yang tidak tergantung

pada individu lain karena mereka merasa mampu untuk

menyelesaikan segala tugasnya, tahan terhadap tekanan.

c. Optimis

Individu yang optimis akan selalu berpikiran positif, selalu

beranggapan bahwa akan berhasil, yakin dan dapat menggunakan

kemampuan dan kekuatannya secara efektif, serta terbuka.

d. Tidak mementingkan diri sendiri

Sikap percaya diri tidak hanya mementingkan kebutuhan

pribadi akan tetapi selalu peduli pada orang lain.

e. Toleransi

Sikap toleransi selalu mau menerima pendapat dan perilaku

orang lain yang berbeda dengan dirinya.

Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Kumara

(dalam Yulianto dan Nashori, 2006) menyatakan bahwa ada empat

aspek kepercayaan diri, yaitu:

a. Kemampuan menghadapi masalah

b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya

c. Kemampuan dalam bergaul

d. Kemampuan menerima kritik

2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri

Menurut Mangunharja (dalam Alsa, 2006: 49) faktor-faktor

yang memengaruhi kepercayaan diri adalah:

a. Faktor Fisik

Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh atau

rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang yang jelas

terlihat oleh orang lain. Hal tersebut akan menimbulkan perasaan

tidak berharga keadaan fisiknya, karena seseorang amat merasakan

kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang

lain. Jadi dari hal tersebut seseoang tersebut tidak dapat bereaksi

secara positif dan timbullah rasa minder yang berkembang menjadi

rasa tidak percaya diri.

b. Faktor mental

Seseorang akan jauh lebih percaya diri apabila ia mempunyai

kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian

khusus yang dimilikinya. Sehingga kelebihan yang dimilikinya ini

dapat menambah kepercayaan dirinya dalam berinteraksi dalam

masyarakat sosial.

c. Faktor sosial

Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial dari

dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan

keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama

dalam kehidupan setiap orang.

2.3. Konsep Taksu dan Jengah

Taksu dan Jengah merupakan dua sumber kekuatan manusia yang

telah dimilikinya sejak dalam kandungan hingga lahir sebagai manusia

seutuhnya. Ardhana dan Sudharta (1990: 13) mengatakan taksu merupakan

kekuatan dalam yang memberikan kecerdasan dan keindahan. Taksu

terwujud sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hasil kerja

keras, dedikasi, penyerahan diri pada bidang tertentu secara murni dan

disiplin. Konsep jengah dalam konteks budaya memiliki konotasi semangat

guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jengah

merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan

dalam kehidupan masyarakat.

Sementara itu, menurut Bandem dan deBoer (1995: 152), taksu

dikatakan sebagai “The Magical Power, The Artists Inspiration“, taksu

merupakan satu kekuatan yang ada dalam diri manusia (inner power) yang

dapat memberikan sebuah inspirasi, kecerdasan, keindahan dan keajaiban,

yang tidak hanya menyangkut fisik atau alam, tetapi juga menyangkut hal

yang psikis, sehingga menghasilkan perilaku dari karya yang indah.

Sedangkan Jengah memiliki konotasi sebagai competitive pride yaitu

semangat untuk bersaing.

Taksu dan jengah diumpamakan sebagai sinar matahari dan sinar

bulan purnama. Sinar matahari yang memancar di siang hari memberikan

pencerahan dan penerangan seluruh mahluk agar memahami dan mengerti

hidup. Sedangkan sinar bulan purnama di malam hari memberikan

penerangan kepada semua mahluk bahwa hidup ini sesungguhnya sangat

indah. Taksu dan jengah adalah dua kekuatan yang saling isi mengisi

sehingga memungkinkan terjadinya transformasi budaya secara terus

menerus melalui proses pemeliharaan, pelestarian, pembinaan dan

pengembangan.

Taksu dan jengah merupakan dua paradigma dalam kebudayaan Bali

yang perlu dihayati dan dikembangkan. Dalam upaya menggali dan

mengembangkan dua sumber kekuatan tersebut, sudah tentu tidak hanya

berhenti pada tataran tradisionalis, melainkan mampu berkembang

menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman yaitu melalui

penguasaan ilmu dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta dalam aplikasinya dilandasi oleh nilai-nilai etika, moral dan agama,

maka kita memiliki pegangan yang kuat dan kokoh dalam menghadapi

berbagai perubahan, dan tantangan yang datang baik dari dalam diri manusia

maupun dari luar diri manusia. Walaupun telah menguasai ilmu dan

teknologi, namun belum melaksanakan nilai-nilai etika, moral dan agama

dalam kehidupan sehari-hari, maka selamanya mereka tidak bisa mencapai

hidup spiritual, sebab ia tidak dikendalikan oleh jiwanya melainkan oleh

egonya.

Jika dikaitkan dengan kelompok manusia, orang yang memiliki

konsep taksu dan engah setara dengan kelompok Climbers yaitu kelompok

orang yang pantang menyerah, melakukan sesuatu sampai tuntas, berani

mengambil resiko dan menikmati kebahagiaan sejati atas hasil yang

diperolehnya karena ia mencapai puncak (Stoltz, 2000). Dengan kata lain

kelompok Climbers memiliki sikap dan motivasi tinggi (motivasi

berprestasi). Dengan menumbuhkembangkan konsep taksu dan jengah siswa

dapat membuat siswa berada pada kelompok Climbers sehinga mereka

memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.

BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Sumber dan Jenis Data

Data-data yang digunakan dalam karya tulis ini bersumber dari

berbagai referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan

yang dibahas. Sumber data memiliki validitasi yang tinggi serta keaslian dan

keabsahan data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Data yang

diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif yang mendeskripsikan potensi

kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali

melalui konsep taksu dan jengah serta cara mengimplementasikannya.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam karya tulis ini dikumpulkan dengan studi

pustaka melalui fasilitas e-library, yaitu memperoleh informasi dengan

membaca dari situs-situs internet yang memiliki integritas tinggi dan

berkaitan dengan permasalahan atau topik karya tulis ini, berhubungan satu

sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian/analisis

pembahasan potensi kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan kepercayaan

diri remaja Bali melalui konsep taksu dan jengah serta cara

mengimplementasikannya.

Selain itu data yang diperlukan dalam karya tulis ini juga

dikumpulkan melalui kuesioner yang sudah penulis sebarkan kepada

responden mengenai pendapat mereka terhadap potensi kearifan lokal di Bali

dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu dan

jengah.

Kuesioner yang dibuat merupakan kuesioner tertutup, yakni kuisioner

yang menyediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden yaitu

kuesioner tentang pendapat para responden terhadap potensi kearifan lokal di

Bali dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu

dan jengah.

Adapun responden yang dilibatkan dalam karya tulis ini adalah

sebanyak 101 responden. Para responden merupakan siswa SMA Negeri 1

Semarapura kelas X (sepuluh) yang dipilih secara acak (random sampling).

3.3. Analisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data

dengan menyusun data-data tersebut secara sistematis. Data dalam karya tulis

ini yang bersumber dari berbagai referensi atau literatur dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif argumentatif. Sementara itu data yang

bersumber dari hasil kuesioner diolah secara deskriptif kualitatif yang diawali

dengan proses editing, mengkode data atau mengkodefikasi data dan

membuat tabulasi. Editing dilakukan untuk memperbaiki kualitas data serta

menghilangkan keragu-raguan atas data yang telah diberikan oleh responden.

Pengkodean dilakukan untuk memudahkan dalam mengumpulkan jawaban

dari para responden yang di ikuti dengan proses tabulasi data yakni

memasukkan data ke dalam tabel.

Selanjutnya akan diperoleh tulisan yang bersifat deskriptif, yang

menggambarkan potensi kearifan lokal di Bali dalam meningkatkan

kepercayaan diri remaja Bali melalui konsep taksu dan jengah serta cara

mengimplementasikannya.

3.4. Penarikan Simpulan

Setelah melalui proses analisis data, dilanjutkan pada proses sintesis

melalui proses menarik dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan

penulisan serta pembahasan yang dilakukan secara sistematis. Berikutnya,

ditarik suatu simpulan yang bersifat general (umum) dan beberapa saran

untuk ditindaklanjuti dan dipedomankan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Persepsi Siswa SMA Negeri 1 Semarapura terhadap Konsep Taksu dan

Jengah

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan metode

kuesioner terhadap 101 responden yang tersebar di empat kelas di SMA

Negeri 1 Semarapura, Klungkung, Bali, dengan tingkat pengembalian

kuesioner 100% diperoleh data-data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Kuesioner

No. Pernyataan Frekuensi

SS S R TS STS

1. Saya malu memiliki gadget keluaran lama 13 49 23 15 1

2. Saya malu mengendarai motor lama 6 9 26 51 9

3. Saya ingin memiliki penampilan yang

mengikuti perkembangan zaman 17 54 19 11 0

4. Sebagai remaja desa, saya tetap ingin

memiliki prestasi yang gemilang 88 13 0 0 0

5. Saya ingin memiliki pakaian dengan merk

terkenal 12 36 40 12 1

6. Saya selalu ingin menonjolkan diri 24 36 31 7 3

7. Saya ingin dipuji oleh orang-orang atas

kelebihan yang saya miliki 21 49 17 14 0

8. Saya malu menggunakan pakaian yang biasa-

biasa saja 1 15 25 47 13

9. Saya tidak suka jika orang menilai saya

hanya dari penampilan 53 27 7 12 2

10. Saya memiliki motivasi untuk berprestasi

layaknya remaja kota walaupun saya seorang

remaja desa

67 30 4 0 0

11. Saya mengetahui dan memahami arti kata

jengah 34 51 14 1 1

12. Saya merasa jengah jika nilai saya lebih

rendah dari teman-teman 61 33 6 0 1

13. Saya selalu melakukan pekerjaan yang

diberikan kepada saya dengan sepenuh hati 52 39 10 0 0

14. Jika saya mengalami kegagalan dalam

melakukan sesuatu, saya akan terus berusaha

hingga saya berhasil

78 22 1 0 0

15. Saya termasuk orang yang ulet dalam

melakukan pekerjaan 29 49 22 1 0

16. Saya selalu berusaha mengerjakan sesuatu

dengan sebaik mungkin dalam batas

kemampuan saya

62 37 0 2 0

17. Saya merasa perlu menekuni suatu bidang 72 28 1 0 0

atau pekerjaan secara disiplin

18. Saya suka orang-orang memberikan kritik

dan saran atas hasil karya saya 40 51 10 0 0

19. Saya mengetahui arti kata taksu 13 43 39 6 0

20. Saya ingin mengembangkan konsep jengah

dan taksu yang telah ada dalam diri saya 37 46 17 1 0

Selanjutnya, pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dikelompokkan

menjadi empat, yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Pengelompokan Pernyataan dalam Kuesioner

No. Kelompok Persepsi Frekuensi

SS S R TS STS

1. Kelompok I 1, 2, 3, 5, 8, dan 9 102 190 140 148 26

2. Kelompok II 4, 13, 15, 16, 17, dan 19 316 209 72 9 0

3. Kelompok III 6, 7, 11, 12, 14, dan 18 258 242 79 22 5

4. Kelompok IV 10 dan 20 104 76 21 1 0

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disajikan diagram mengenai

persepsi responden sebagai berikut.

Gambar 4.1. Tingkat Kepercayaan Diri Responden

Kelompok pertama merupakan pernyataan yang mendeskripsikan

tingkat kepercaayaan diri siswa SMA Negeri 1 Semarapura, terdiri dari

pernyataan 1, 2, 3, 5, 8, dan 9. Berdasarkan tabel 4.2. menunjukkan bahwa

31% responden cenderung tidak percaya diri bahkan 17% responden merasa

17%

31%

23%

25%

4%

Sangat Tidak Percaya Diri

Tidak Percaya Diri

Ragu-ragu

Percaya Diri

Sangat Percaya Diri

sangat tidak percaya diri. Berdasarkan data tersebut maka dapat dinyatakan

bahwa siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa,

memiliki tingkat kepercayaan diri rendah.

Gambar 4.2. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep Taksu

Kelompok kedua terdiri dari pernyataan 4, 13, 15, 16, 17, dan 19

merupakan pernyataan yang mendeskripsikan pemahaman konsep taksu oleh

siswa SMA Negeri 1 Semarapura. Diagram tersebut menunjukkan sebanyak

316 responden atau sekitar 52% sangat memahami tentang konsep taksu.

Gambar 4.3. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep Jengah

Kelompok ketiga merupakan pernyataan yang mendeskripsikan

pemahaman konsep jengah di kalangan siswa SMA Negeri 1 Semarapura,

terdiri dari pernyataan 6, 7, 11, 12, 14, dan 18. Berdasarkan diagram, dapat

diketahui bahwa 42% responden cenderung sangat paham mengenai konsep

jengah.

52% 35%

12%

1% 0%

Sangat Paham

Paham

Ragu-ragu

Tidak Paham

Sangat Tidak Paham

42%

40%

13%

4% 1%

Sangat Paham

Paham

Ragu-ragu

Tidak Paham

Sangat Tidak Paham

Gambar 4.4. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Konsep

Taksu dan Jengah

Kelompok keempat terdiri dari pernyataan 10 dan 20 yang

merupakan pernyataan yang mendeskripsikan pemahaman responden

terhadap konsep taksu dan jengah. Dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden (51%) sangat memahami tentang konsep taksu dan jengah.

Berdasarkan data hasil kuesioner yang diperoleh, dapat disimpulkan

bahwa responden yang mewakili remaja desa yaitu siswa SMA Negeri 1

Semarapura memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Hal ini dapat

dilihat dari Gambar 4.1. yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa

SMA Negeri 1 Semarapura menyatakan setuju dan bahkan sangat setuju

dengan pernyataan dalam kuesioner yang menjadi indikator rendahnya

kepercayaan diri.

Namun di sisi lain, siswa SMA Negeri 1 Semarapura memiliki

tingkat pemahaman yang cukup tinggi terhadap konsep taksu dan jengah

yang mengindikasikan bahwa responden telah mengenal, memahami, dan

memiliki konsep kearifan lokal berupa taksu dan jengah dalam dirinya

masing-masing. Hal tersebut dilihat dari frekuensi siswa yang menyatakan

sangat paham dengan pernyataan berupa indikator adanya konsep taksu dan

jengah yang dapat dilihat pada gambar 4.1, gambar 4.3, dan gambar 4.4.

Konsep taksu dan jengah merupakan dua paradigma dalam

kebudayaan Bali yang perlu dihayati dan dikembangkan. Kedua konsep ini

saling mengisi secara terus menerus dalam rangka meningkatkan potensi diri

51% 38%

10%

1% 0%

Sangat Paham

Paham

Ragu-ragu

Tidak Paham

Sangat Tidak Paham

dalam menghadapi perubahan lingkunga (Ardana, 2007). Namun,

keberadaan konsep taksu dan jengah belum banyak disadari remaja.

Padahal, konsep ini telah mengakar dalam kehidupan dan berpotensi dalam

menjawab permasalahan kurangnya rasa percaya diri remaja khususnya

remaja desa.

4.2. Potensi Konsep Taksu dan Jengah dalam Meningkatkan Kepercayaan

Diri Remaja Desa

Kepercayaan diri merupakan salah satu kompetensi sosial yang

memegang peranan penting saat ini. Mengingat dengan semakin

berkembangnya arus globalisasi, maka kepercayaan diri menjadi aspek pokok

dalam mengarungi perkembangan zaman. Ironisnya, sebagian besar remaja,

yang notabena adalah pemegang kendali globalisasi, justru memiliki tingkat

kepercayaan diri yang rendah. Krisis kepercayaan diri tersebut umumnya

lebih banyak terjadi pada remaja desa. Hal ini diperkuat dengan hasil

kuesioner yang disebarkan terhadap 101 responden di SMA Negeri 1

Semarapura yang menunjukkan bahwa hampir setengah (48%) responden

menyatakan sangat tidak percaya diri dan tidak percaya diri pada pernyataan

di kuesioner yang menyatakan kurangnya kepercayaan diri. Jika tidak segera

diatasi, persoalan ini tentu akan menjadi suatu momok yang tidak hanya

berdampak pada remaja itu sendiri tetapi juga bagi keberlangsungan hidup

bangsa.

Bali memiliki berbagai konsep-konsep kearifan lokal yang dapat

diimplementasikan dalam pengembangan karakter terutama kepercayaan diri

remaja. Konsep taksu dan jengah adalah bagian dari local genius Bali yang

berpotensi dalam pengembangan kepercayaan diri remaja khususnya remaja

desa. Taksu dan jengah merupakan dua kekuatan yang saling mengisi secara

terus-menerus dalam rangka meningkatkan potensi diri dalam menghadapi

perubahan lingkungan (Setem, 2011). Dalam peningkatan potensi diri,

konsep taksu bertindak sebagai pangkal aktivitas dan landasan kemampuan

dalam menghasilkan karya-karya besar sedangkan konsep jengah menjadi

pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat (Nugrahaeni, 2010).

Kedua konsep tersebut bersinergi satu sama lain dan memiliki potensi yang

besar dalam pembentukan kepercayaan diri remaja. Berikut ini adalah

diagram ringkas mengenai potensi konsep taksu dan jengah dalam

pengembangan kepercayaan diri remaja desa.

Gambar 4.5. Diagram Potensi Konsep Taksu dan Jengah

Konsep taksu dan jengah merupakan bagian dari kearifan lokal Bali

yang telah diwariskan secara turun-temurun. Penerapan konsep taksu dan

jengah dalam pengembangan kepercayaan diri remaja mudah diterima dan

diaplikasikan sebab kedua konsep tersebut telah mendarah daging dalam

kehidupan masyarakat Bali. Selain itu, penerapan konsep ini juga lebih

berwawasan budaya sehingga akan lebih akrab dan mudah diterima oleh

masyarakat (Sepasangkata, 2012).

Walaupun merupakan bagian dari local genius, namun nilai-nilai

yang terkandung dalam konsep taksu dan jengah bersifat luwes. Ditambah

lagi, upaya menggali dan mengembangkan dua sumber kekuatan tersebut

tidak hanya berhenti pada tataran tradisionalis, melainkan mampu

berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman

(Heri, 2009).

Konsep taksu dan jengah dapat diterapkan tidak hanya bagi

masyarakat Bali melainkan juga bagi masyarakat umum yang berada di luar

Mudah Diterima

Dapat Diimplementasikan dengan Cara Sederhana

Dapat Diintegrasikan dalam Berbagai Aspek di Masyarakat

Relevan dengan Perkembangan Zaman

Berperan dalam Melestarikan Budaya Bali

Bersifat Universal

Mudah Dimengerti dan Dipahami

Potensi

Konsep Taksu

dan Jengah

daerah Bali. Kedua konsep tersebut bersifat universal dan tidak terpaku pada

tatanan tradisi yang ada. Taksu dan jengah bagaikan perpaduan antara sinar

matahari dan sinar bulan purnama (Heri, 2009). Sinar matahari yang

memancar di siang hari memberikan pencerahan dan penerangan seluruh

mahluk agar memahami dan mengerti hidup. Sedangkan sinar bulan

purnama di malam hari memberikan penerangan kepada semua mahluk

bahwa hidup ini sesungguhnya sangat indah.

Dalam tinjauan sejarah, konsep taksu dan jengah merupakan bagian

dari folklor sebagian lisan (sosiofact). Hal tersebut didasari oleh ciri-ciri dari

konsep taksu dan jengah yang memenuhi ciri-ciri folklor, di antaranya

penyebaran dilakukan secara lisan, berkembang dalam berbagai versi,

bersifat anonim, mempunyai kegunaan untuk mendidik, menjadi milik

bersama masyarakat tertentu, dan bersifat lugu (Djaja, dkk., 2009). Oleh

karena itu, penerapan konsep taksu dan jengah dalam pengembangan

kepercayaan diri remaja secara tidak langsung berperan dalam melestarikan

warisan leluhur masyarakat Bali.

Konsep taksu dan jengah juga bersifat sederhana dan tradisional. Hal

ini disebabkan oleh penyebarannya yang hanya dilakukan dari mulut ke

mulut (Febrianto, 2012) mendorong masyarakat untuk membuat konsep ini

sebisa mungkin agar mudah dimengerti oleh masyarakat yang akan

menerima konsep ini. Karena hal tersebut, maka kedua konsep ini mudah

dipahami sehingga dapat diimplementasikan dengan cara sederhana.

Selain pengimplementasiannya yang sederhana, dalam

pengembangan kepercayaan diri, konsep taksu dan jengah dapat

diintegrasikan di berbagai lingkungan remaja. Kedua konsep ini dapat

menyatu dengan kegiatan dan aktivitas remaja baik di lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

Pada dasarnya, konsep taksu dan jengah meningkatkan kepercayaan

diri remaja melalui peningkatan motivasi untuk berprestasi. Kembali pada

pengertian taksu dan jengah sendiri yang memiliki pengertian kesungguhan

melakukan suatu pekerjaan untuk memunculkan talenta dan rasa malu bila

pekerjaan itu gagal dilakukan, maka konsep ini cukup relevan diterapkan

dalam upaya pengembangan kepercayaan diri terutama bagi remaja desa.

4.3. Cara Mengimplementasikan Konsep Taksu dan Jengah dalam

Meningkatkan Kepercayaan Diri Remaja Desa

Kehidupan remaja perkotaan dan pedesaan tentulah berbeda terutama

dalam hal sarana teknologi maupun pranata sosial yang menyertainya.

Selaras dengan konsep perkembangan Brenferbronner (dalam Rice & Dolgin,

2008) yang menyatakan bahwa perkembangan remaja tidak bisa dipisahkan

dari lingkungan baik fisik maupun sosial tempat mereka tinggal, sehingga

perbedaan sarana dan fasilitas sosial akan sangat berpengaruh terhadap

proses perkembangannya. Dalam menyikapi perbedaan kesempatan tersebut

sering muncul keluhan yang menggambarkan dirinya kurang beruntung,

sehingga timbul perasaan kurang berharga, yang bisa memunculkan sikap

kurang objektif dan tindakan over kompensatoris yang justru menambah

beban bagi dirinya untuk menampilkan diri secara optimal (Herbert, 2005).

Pengalaman negatif seperti hal tersebut memungkinkan turunnya

kepercayaan diri remaja (self confidence) dan konsep nasib dalam

menghadapi masalah kehidupan yang timbul di lingkungannya.

Terkait dengan kepercayaan diri ini, Koentjaraningrat (dalam Afiatin

dan Martinah, 1998) menyatakan bahwa salah satu kelemahan yang dimiliki

remaja pedesaan saat ini adalah kurangnya kepercayaan diri. Padahal jika

ditelisik lebih dalam lagi, kepercayaan diri merupakan aspek yang sangat

penting sebagai sarana untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki

(Davies, 2004). Dari kepercayaan diri yang dimiliki, kesuksesan dan

keberhasilan hidup seseorang akan dapat diprediksikan (Gerungan, 1996).

Individu yang percaya diri biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan

kemampuannya dalam melakukan sesuatu terutama dalam menggapai cita-

cita yang diinginkannya (Gunarsa, 1989: 51). Sebalikya, individu yang rasa

percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam

hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan individu lain maupun dalam

pekerjaan (Anthony, 1992).

Melihat fenomena yang ada sekarang ini, tampak beberapa

karakteristik yang mengindikasikan betapa remaja desa saat ini banyak yang

mengalami kurang percaya diri. Beberapa karakteristik tersebut antara lain,

memiliki motivasi yang rendah untuk berkompetisi, baik di lingkungan

keluarga, sekolah maupun masyarakat, rendahnya motivasi siswa untuk

mengembangkan diri dan motivasi untuk belajar, kepribadian yang

cenderung labil, senang meniru dan tidak mentaati tata tertib sekolah

(Lauster, 1990). Syarwani (dalam Corey, 1997) menyatakan bahwa

lingkungan yang keras cenderung memudahkan individu untuk membentuk

kepercayaan diri. Sedangkan Ginder (dalam Djuwarijah, 2002)

mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi proses pembentukan

kepercayaan diri remaja, antara lain adalah interaksi di dalam keluarga

(informal), sekolah (formal), dan masyarakat (nonformal).

Oleh karena itu, implementasi serta optimalisasi konsep taksu dan

jengah sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja

pedesaan (self confidence) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah,

maupun masyarakat. Mengingat konsep jengah pada budaya Bali dapat

menghindari munculnya konsep nasib, rendahnya kepercayaan dir pada

remaja dan bahkan dapat memotivasi remaja untuk berprestasi (Ardhana dan

Sudharta, 1990: 13).

4.3.1. Implementasi Konsep Taksu dan Jengah di Lingkungan Keluarga

Implementasi konsep taksu dan jengah dalam interaksi

keluarga (informal), salah satunya dapat terwujud dalam bentuk proses

pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Mouly

(dalam Idrus, 2004) berpendapat bahwa pengasuhan orang tua sangat

penting peranannya dalam pengembangan kepribadian. Pernyataan

tersebut diperkuat dari hasil penelitian Idrus dan Rohmiati (2008: 10)

yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan

antara pola asuh orang tua etnis Jawa dengan tingkat kepercayaan diri

remaja. Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pola

asuh mendorong dan kepercayaan diri nilai r = 0,419 dengan p = 0,000

(p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang

sangat signifikan antara pola asuh mendorong dan tingkat kepercayaan

diri remaja, semakin mendorong pola asuh yang diterima, maka akan

semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.

Sementara itu, Mahmud (2003) juga berpendapat bahwa, pola

asuh demokratis lebih berpengaruh positif terhadap peningkatan rasa

kepercayaan diri dibandingkan pola asuh otoriter ataupun permisif.

Hal tersebut didukung dari hasil penelitian Dewi (2004) yang

membuktikan bahwa pola asuh demokratis mempunyai hubungan

positif yang sangat signifikan dengan tingkat kepercayaan diri remaja,

yaitu semakin demokratis pola asuh orang tua maka semakin tinggi

tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, pandangan tersebut selaras

dengan pola asuh demokrasi keluarga Hindu di Bali, orang tua selalu

menginginkan anak mereka untuk menjadi anak yang suputra dan

sadhu gunawan. Dalam istilah Hindu anak yang suputra dan sadhu

gunawan adalah sosok anak yang penuh tanggung jawab, memiliki

karakter yang luhur, berjiwa sosial, mampu membawa diri di depan

orang lain, dan tentunya memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

(http://pandejuliana.wordpress.com/2012/04/25/keluarga-sukinah-dari-

perspektif-hindu/).

Adanya korelasi tersebut membuktikan bahwa pola asuh

demokratis mengambil peran penting dalam perkembangan dan

pembentukan pribadi terutama rasa percaya diri seorang remaja.

Aspek-aspek pola asuh demokratis yang patut dilaksanakan oleh orang

tua untuk mendorong rasa percaya diri seperti, memberi perintah yang

terperinci tanpa emosional, memberi hadiah dan memotivasi remaja

melalui penerapan konsep taksu dan jengah, yang memberikan

kontribusi terbentuknya kepercayaan diri pada remaja.

Penerpan konsep taksu dan jengah dalam pola asuh demokratis

lebih difokuskan pada komunikasi yang baik dan penuh motivasi,

dapat memposisikan anak pada situasi yang menyejukkan,

menunjukkan rasa kasih sayang yang dapat memberikan keleluasaan

anak untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya tanpa ada

perasaan takut. Namun, keleluasaan yang diberikan orangtua tidak

bersifat mutlak melainkan adanya kontrol (tanpa emosional) dan

pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada. Seperti contoh,

ketika sang anak mengalami masalah di sekolah, berupa nilai yang

menurun atau remidi, orang tua dapat memberikan self affirmation atau

semangat taksu dan jengah kepada sang anak, sehingga anak

cenderung lebih diakui, terbuka, lebih percaya diri, dan mampu

menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang ujungnya dapat

meningkatkan kualitas prestasi di sekolah, bahkan dapat meningkatkan

jiwa kompetisi dalam meraih harapan dan cita-cita.

Orang tua juga dapat menyediakan waktu luang untuk sekadar

curhat atau mengeluarkan segala keluh kesah sang anak, melalui

komunikasi yang hangat sehingga dapat mempererat hubungan antara

anak dan orang tua. Apabila orang tua sibuk, maka sebelumnya orang

tua dapat membuat jadwal pertemuan rutin dengan anak, seperti

memanfaatkan kesempatan akhir pekan atau memanfaatkan hari libur,

baik keagamaan maupun nasional.

Di samping itu, orang tua diharapkan lebih memerhatikan,

mengevaluasi serta mengoptimalkan kembali aspek-aspek pola asuh

demokratis yang telah diterapkan selama ini dalam mendidik anak.

Sikap orang tua yang menunjukkan kasih, perhatian, memotivasi atau

semangat (taksu dan jengah), penerimaan, cinta, dan kasih sayang

serta kelekatan emosional yang tulus dengan remaja, akan

membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut.

4.3.2. Implementasi Konsep Taksu dan Jengah di Lingkungan Sekolah

Sumbangan efektif pola asuh orang tua terhadap kepercayaan

diri remaja adalah hanya sebesar 17,5 %, hal ini menunjukkan bahwa

pola asuh dalam lingkungan keluarga bukan merupakan satu-satunya

faktor yang memengaruhi kepercayaan diri pada remaja. Adapun

faktor-faktor lain yang memengaruhi kepercayaan diri adalah

pendidikan (lingkungan sekolah) yang mampu memberikan kontribusi

dalam membentuk pribadi yang percaya diri (Idrus dan Rohmiati,

2008:12).

Penelitian yang dilaksanakan oleh Martani dan Adiyanti (dalam

Djuwarijah, 2002) menyatakan bahwa, faktor proses belajar mengajar

yang dikembangkan serta kondisi atau keadaan sekolah juga

mempunyai peranan yang besar terhadap pembentukan kepercayaan

diri remaja. Contohnya, aktivitas dan kosentrasi belajar peserta didik

dalam mengikuti pelajaran matematika sangat tinggi, hal tersebut

berpengaruh pada tingginya keinginan peserta didik untuk berprestasi,

yang berujung pada meningkatnya rasa percaya diri (Ardana, 2007).

Selain itu, kebanggaan terhadap sekolah yang berprestasi baik dalam

bidang akademik maupun non akademik akan mengakibatkan sikap

yang positif dan menimbulkan kepercayaan diri pada remaja.

Sehingga, melalui pendidikan, remaja diharapkan memiliki

kepercayaan diri untuk selalu bersikap optimis dan yakin akan

kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas.

Namun ironisnya, saat ini pembelajaran di sekolah hanya

sebatas prosedural yang mengakibatkan pengetahuan peserta

cenderung bersifat prosedural. Padahal pemahaman prosedural dan

konseptual perlu saling melengkapi. Selain itu, peserta didik cenderung

pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terjadi karena peserta

didik belum diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya atau dewan pendidik cenderung mendominasi

pembelajaran, dan peserta didik cenderung pasrah pada nasib.

Kepasrahan peserta didik pada nasib mengidentifikasikan bahwa

rendahnya rasa percaya diri remaja, sehingga mereka mudah menyerah

dan tidak mau mengambil risiko (Ardana, 2007). Sehubungan dengan

itu, Ardhana dan Sudharta (1990: 13) menyatakan, bahwa dalam

masyarakat Bali, konsep nasib sudah berkembang sangat kuat bahkan

mendarah daging, yang secara ekstrim dapat mengecilkan ikhtiar,

usaha dan kemampuan manusia dalam perjuangan hidupnya, sehingga

dapat mewujudkan sikap pasif dan mudah menyerah, suatu sikap yang

tidak potensial bagi kehidupan.

Melihat keadaan yang begitu dilematis, konsep taksu dan

jengah cukup penting dipertimbangkan dalam mengatasi masalah

tersebut. Konsep ini memiliki makna yang sangat kuat dalam

pembelajaran karena konsep taksu dan jengah mengandung pengertian

sebagai kemampuan dasar, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan

motivasi intrinsik. Dengan menumbuhkembangkan konsep taksu dan

jengah peserta didik dapat membuat dirinya berada pada kelompok

climbers sehingga mereka memiliki rasa kepercayaan diri dan motivasi

berprestasi yang tinggi (Stoltz, 2000). Melalui pembelajaran yang

berorientasi konsep taksu dan jengah serta konstruktivis meningkatkan

efektivitas pembelajaran (aktitivas belajar dan prestasi belajar).

Hasil penelitian yang dilaksanakan, Ardana (2007),

menunjukkan bahwa secara keseluruhan pemanfaatan konsep taksu

dan jengah dalam model pembelajaran berdampak pada meningkatnya

keefektivan pembelajaran (aktivitas tergolong sangat tinggi, hasil

belajar siswa tergolong baik, dan tanggapan siswa positif terhadap

pembelajaran). Hal ini dapat terjadi karena pembelajaran yang

berorientasi pada konsep taksu dan jengah dapat meningkatkan konsep

diri akademis peserta didik yakni keyakinan peserta didik terhadap

kemampuan akademisnya. Sehubungan dengan itu, hasil penelitian

Marsh, Smith, dan Barnes (1985:15) menyatakan bahwa peserta didik

yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan akademis yang baik,

akan membawa dampak positif terhadap prestasi belajar peserta didik.

Sehingga diketahui pula bahwa konsep jengah merupakan kekuatan

pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas

tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Pemanfaatan konsep taksu dan

jengah dalam model pembelajaran berdampak pula terhadap

meningkatnya rasa percaya diri dan motivasi belajar peserta didik.

Penerapan pembelajaran yang berorientasi pada konsep taksu

dan jengah memerlukan kesiapan dari dewan pendidik terutama dalam

mengembangkan konsep tersebut ke peserta didik. Konsep taksu dan

jengah ini merupakan dua kekuatan dalam yang saling mengisi,

sehingga implementasinya patut diselaraskan. Pengembangan konsep

taksu dan jengah peserta didik dilakukan melalui pengungkapan

kalimat sugesti (self affirmation) oleh dewan pendidik seperti, “bapak

atau ibu yakin kamu tidak akan pernah menyerah …”, “teman lain

bisa… kamu pasti bisa…” , “kamu tidak kalah dengan yang lain…”.

“kamu pasti bisa…”. Pengucapan kalimat sugesti tersebut memerlukan

keseriusan, ketepatan, dan ketegasan karena jika dilakukan tidak

serius, tidak tepat, dan tidak tegas dapat berdampak pembelajaran yang

tidak efektif. Di samping itu juga kalimat sugesti dapat dimuat dalam

LKS (Lembar Kerja Siswa) (Ardana, 2007).

Jika implementasi konsep taksu dan jengah dilaksanakan selain

dalam bentuk bidang studi, seperti kegiatan ekstrakurikuler atau

kegiatan pada HUT sekolah, pengisian waktu tenggang setelah ulangan

umum, MOS, perayaan hari besar nasional, dewan pendidik dapat

memodifikasi perangkat yang digunakan dalam kegiatan tersebut.

Perangkat hendaknya memuat kalimat sugesti yang digunakan untuk

memotivasi peserta didik. Dewan pendidik juga dapat mencari

kegiatan yang secara langsung telah memuat nilai-nilai percaya diri,

sehingga dalam pengembanganya tinggal dioptimalkan saja. Berikut

ini disajikan contoh rancangan kegiatan ekstrakurikuler KSPAN yang

menerapkan konsep taksu dan jengah, dalam meningkatkan

kepercayaan diri remaja, sebagaimana tampak pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler KSPAN yang Menerapkan

Konsep Taksu Dan Jengah

No Kegiatan Tujuan Implementasi Konsep Taksu dan

Jengah dalam Kegiatan

1.

Outbound

training

KSPAN

1. Menumbuhkan rasa

percaya diri remaja.

2. Meningkatkan rasa

percaya diri remaja.

3. Memberikan proses terapi

1. Outbound training dilaksanakan

dalam bentuk permainan, baik permainan tradisional ataupun

modern, simulasi, diskusi,

penjelajahan, yang cenderung

membuat peserta terlibat langsung

secara kognitif, afektif, dan

diri dalam berkomunikasi,

dan menimbulkan adanya

rasa saling pengertian,

sehingga terciptanya

saling percaya antar

sesame teman.

psikomotorik.

2. Dalam outbound training peserta

diharapkan mampu menampilkan

rasa percaya diri dan berkarya

tanpa adanya rasa takut akan

kesalahan, takut akan cemoohan,

cemas dan pikiran lain yang

menyebabkan seseorang merasa

kehilangan rasa percaya diri.

3. Apabila peserta kalah, disinilah

tugas panitia atau pembina untuk

menerapkan konsep taksu dan

jengah berupa semangat motivasi,

sehingga rasa percaya diri peserta

dapat bangkit kembali.

4. Kegiatan outbound training dapat

dilaksanakan secara berkala guna

melatih rasa percaya diri peserta

2.

Jambore

KSPAN

1. Menumbuhkan rasa

percaya diri remaja.

2. Meningkatkan rasa

percaya diri remaja

3. Menumbuhkan dan

meningkatkan kreativitas

serta pengetahuan peserta

didik dalam bidang,

HIV/AIDS, seksualitas,

dan NARKOBA.

1. Kegiatan dapat dilaksanakan saat

waktu tenggang menjelang

penerimaan rapor atau pada saat

libur akhir semester.

2. Peserta diajak mengikuti kegiatan

yang dapat menguji kepercayaan

diri, seperti lomba LCC KSPAN,

lomba tutor sebaya, lomba yel-yel

dan lomba musikalisasi puisi.

3. Dalam setiap kegiatan yang

dilaksanakan, diharapkan tetap

mengedepankan konsep taksu dan

jengah sebagai konsep diri peserta.

Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan dan wadah bagi

generasi muda untuk mengaktualisasikan segala bakat serta potensi

yang dimiliki, sehingga sekolah diharapkan mampu meningkatkan lagi

kualitas pembelajaran guna mendapatkan hasil yang maksimal dan

menambah jumlah prestasi peserta didik dalam bidang akademik

maupun non akademik, agar kepercayaan diri (jengah) peserta didik

yang sudah terbentuk dalam dirinya tidak mudah pudar dengan

sendirinya. Selain itu, sekolah juga perlu meningkatkan motivasi

peserta didik (taksu) dalam berkompetisi, yang di dalamnya termasuk

motivasi belajar dan motivasi untuk mengembangkan diri dengan

mengadakan training motivasi taksu dan jengah pada peserta didik

atau mengadakan aktivitas outbond training, sehingga peserta didik

dapat belajar sambil bermain sesuai yang dikehendakinya, yang

akhirnya dapat meningkatkan rasa percaya diri (jengah) dan semangat

belajar (taksu) para peserta didik. (Idrus dan Rohmiati, 2008:16).

Sekolah juga dapat mengoptimalkan kembali program

bimbingan teman sebaya (peer guidance) untuk meningkatkan rasa

percaya diri peserta didik yang didalamnya dapat dimuat konsep taksu

dan jengah, tanpa adanya kesenjangan antar peserta didik dan

paksaan. Hasil validasi yang dilaksanakan oleh Rohayati (2011)

menunjukan program bimbingan teman sebaya, efektif meningkatkan

percaya diri siswa. Program tersebut dapat dilaksanakan di sekolah

dengan menggunakan kelompok pembanding dan ditambah instrumen

eksternal.

4.3.3. Implementasi konsep taksu dan jengah di lingkungan masyarakat

Implementasi atau penerapan konsep taksu dan jengah juga

dapat dilaksanakan di tataran yang lebih luas yakni, lingkungan

masyarakat mengingat faktor lingkungan masyarakat (nonformal)

sangat memengaruhi dan menentukan kualitas kepercayaan diri

seorang remaja desa. Hasil penelitian Martaniah dan Afiatin (1998)

menunjukkan bahwa remaja yang mengalami masalah berkaitan

dengan kepercayaan diri lebih sering mengungkapkan masalahnya

kepada teman di lingkungan sekitarnya daripada orang tua, atau dewan

pendidik di lingkungan sekolah. Teman merupakan sarana perubahan

untuk mendapatkan solusi terhadap masalahnya, mereka juga

mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sarana untuk

evaluasi diri serta mendapatkan dukungan sosial (Santrock, 2003:339)

Pendapat Fulgini, dkk (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa

pengaruh teman sebaya di lingkungannya, meningkat terhadap anak

saat mereka memasuki masa transisi remaja. Garbarino dan Benn

(dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa teman sebaya di lingkungan

masyarakat memainkan peranan penting dalam pembentukan identitas

seseorang. Sementara itu hasil penelitian Idrus (2004), juga

membuktikan bahwa dalam proses pencarian jati diri, remaja

cenderung lebih dekat kepada teman sebaya atau teman sepermainan

mereka di lingkungan masyarakat.

Dari pendapat pakar di atas, interaksi antar teman sebaya

dalam kehidupan seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap

perkembangan kehidupannya, termasuk perkembangan pribadi pada

diri seseorang, salah satunya adalah membentuk pribadi yang percaya

diri (Buhrmester, dalam Papalia, 2008:617-618). Selain itu penerimaan

kelompok pada remaja dapat menumbuhkan sikap yang percaya diri,

daripada mereka yang diabaikan dan ditolak oleh teman kelompoknya

(Mussen, dalam Idrus, 2004). Dilihat dari pernyataan di atas,

lingkungan teman sebaya di masyarakat dipandang tepat dalam

menerapkan konsep taksu dan jengah dalam upaya meningkatkan rasa

percaya diri remaja, yang dapat diimplementasikan dalam bentuk

pelayanan bimbingan teman sebaya (peer guidance), yaitu bimbingan

yang dilakukan oleh remaja terhadap remaja lainnya (Rambu-rambu

penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling, 2007 : 44).

Di dalam lingkup masyarakat Bali, penerapan konsep taksu

dan jengah yang diintegrasikan ke dalam program bimbingan teman

sebaya, dapat dilaksanakan di sekaa teruna dan pasraman, mengingat

kedua kegiatan tersebut lebih banyak melibatkan aktivitas remaja yang

tentunya dapat membentuk rasa solidaritas serta lingkaran pertemanan.

Secara harafiah, sekaa teruna adalah organisasi tradisional Bali, yang

bergerak di bidang kepemudaan. Keanggotaan sekaa teruna terdiri dari

remaja yang berdomisili di sekitar banjar dengan kegiatan yang

mencakup adat istiadat, keagamaan atau ritual, dan budaya Bali

(kearifan lokal) (http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/1/4/k2.

html). Sedangkan pasraman adalah lembaga pendidikan khusus yang

berkecimpung dalam budaya, adat istiadat dan agama. Lembaga ini

merupakan alternatif, karena pendidikan karakter yang diajarkan di

sekolah formal dari tingkat sekolah dasar sampai dengan di perguruan

tinggi tidak sampai menjangkau pilar-pilar pendidikan karakter bangsa.

Pada sekolah formal, pendidikan agama dan karakter diajarkan sebatas

ilmu pengetahuan, sedangkan di pasraman lebih sebagai bentuk

latihan disiplin spiritual dan latihan menata hidup yang lebih baik

(http://arjana-stahn.blogspot.com/2009/11/menggagas-eksisitensi-

pasraman-sebagai.html).

Kegiatan bimbingan teman sebaya di sekaa teruna dan

pasraman sebaiknya dilaksanakan pada saat liburan sekolah, dengan

rentang waktu selama 6 hari, mengingat padatnya materi pelajaran

yang diajarkan serta padatnya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah

masing-masing. Sehingga apabila dapat memanfaatkan waktu liburan

sekolah, maka kegiatan sekaa teruna dan pasraman tersebut tidak akan

mengganggu aktivitas di sekolah peserta didik yang padat. Dalam

kegiatan bimbingan teman sebaya (peer guidance) di lingkungan sekaa

teruna dan pasraman, akan terdapat interaksi sosial dan muncul

dinamika kelompok yang akan membantu peserta didik untuk lebih

terbuka dan menerima apa yang telah disepakati oleh kelompok.

Dalam bimbingan teman sebaya (peer guidance), terdapat

tahap-tahap yang dapat meningkatkan percaya diri peserta.

Pengalaman-pengalaman individu dari hasil berinteraksi dengan orang

lain dan lingkungan yang lebih luas akan menyebabkan perubahan

yang positif pada diri individu dan nantinya akan dapat meningkatkan

rasa percaya diri peserta. Selain itu, pada kegiatan bimbingan teman

sebaya akan terjadi komunikasi antara pemimpin dengan anggota

kelompok atau antara anggota dengan anggota kelompok sehingga

terjadi interaksi yang menimbulkan saling percaya untuk

mengungkapkan pendapat, ide-ide dari anggota kelompok yang

menimbulkan pengalaman baru yang dapat memperkuat keyakinan

pada diri seseorang (Suwarjo, 2008 : 83).

Kegiatan bimbingan teman sebaya dibangun melalui pemilihan

calon konselor, pelatihan calon konselor dan pelaksanaan serta

pengorganisasian bimbingan teman sebaya (Suwarjo, 2008). Dalam

pelaksanaannya melalui tiga komponen, yaitu layanan dasar, layanan

responsif, dan dukungan sistem yang saling terhubung satu sama lain

(Rohayati, Iceu, 2011). Namun, nantinya panitia diharapkan mampu

mengemas kegiatan dengan sebaik mungkin dan tanpa menghilangkan

karakter sebenarnya dari kegiatan pasraman dan sekaa teruna. Berikut

adalah salah satu contoh matrik perkiraan implementasi konsep taksu

dan jengah dalam bimbingan teman sebaya di linkungan sekaa truna

dan pasraman, sebagaimana tampak pada tabel 4.4.

Tabel. 4.4 Rancangan Implementasi Konsep Taksu dan Jengah

dalam Bimbingan Teman Sebaya di lingkungan Sekaa Truna dan Pasraman

Aspek Kegiatan Tujuan Metode

dan Teknik Materi

Pertemuan

ke/waktu 1. Layanan

Dasar Dharma

Wacana

Dharma Tula

Memberikan informasi

tentang pentingnya

sikap yakin akan

kemampuan diri dan

optimis dalam

menghadapi hidup,

dengan langkah-

langkah benar.

Dharma

Wacana

(Ceramah)

Dharma Tula

(Diskusi)

Konsep Taksu

dan Jengah. Serta

Konsep diri

45 menit

2. Layanan

Responsif.

Perkenalan

dan

pembentukan

kelompok

melalui

permainan.

Peserta saling mengenal

dengan anggota

kelompoknya serta

dapat membentuk suatu

kelompok.

Gerak

(movement)

Perkenalan dan

pembentukan

kelompok

bimbingan teman

sebaya.

1

45 menit

3. Layanan Dukung Sebaya

a. Kemapuan

Pribadi

Art and

Crafts

(belajar

membuat

sarana

upakara)

Peserta diharapkan

kreatif dalam menggali

dan mengembangkan

potensi dan konsep taksu

dan jengah melalui

kegiatan seni.

Dharma

Sadhana

(Praktik)

Gerak

(movement)

Kreatif dalam

menggali dan

mengembangkan

potensi diri.

2

45 menit

Ekspresi

kemampuan

diri

Siswa berani menjadi

diri sendiri, dan

menerima penolakan

orang lain.

Dharma

Sadhana

(Praktik)

Gerak

(movement)

Berani menjadi

diri sendiri.

Berani menerima

dan menghadapi

penolakan orang

lain.

3

1x45 menit

Selain itu, pengaktifan masyarakat sekitar juga perlu dilakukan

guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi

dalam memberikan dukungan pada kegiatan, membina kerjasama

dengan pemuda sekitar, membina hubungan dengan masyarakat. Hal

ini selaras dengan pernyataan Stephen Robbins dan Mary Coulter

(1999) yang mengemukakan bahwa fungsi pengaktifan masyarakat

sebagai kegiatan memotivasi, mengarahkan, menyeleksi yang paling

b. Interaksi

Sosial

Dharma

Tula

Peserta berpendirian,

tidak tergantung pada

orang lain, serta dapat

mengendalikan emosi.

Dharma Tula

(Diskusi)

Umpan Balik

Gerak

(movement)

Kukuh dalam

pendirian, tidak

tergantung pada

orang lain, dapat

mengendalikan

emosi.

4

45 menit

Permainan

Gelas

berkeliling

Siswa memandang

positif terhadap orang

lain, dan menghargai

orang lain.

Dharma

Sadhana

(Praktik)

Gerak

(movement)

Memberi

sambutan yang

hangat.

Menghargai

orang lain.

5

45 menit

c. Konsep

Taksu dan

Jengah

Konsep

Diri

Permainan

Tadisional

Bali.

Peserta diharapkan dapat

memandang suatu

keberhasilan atau

kegagalan tergantung

dari usaha sendiri, serta

mengakui kesalahan bila

bersalah.

Peserta diharapakn

tekun dalam melakukan

suatu tugas dan

mempunyai harapan

yang realistis.

Peserta diharapkan

mampu memahami dan

menerapkan konsep

Taksu dan Jengah serta

Konsep Diri.

Gerak

(movement)

Memandang

keberhasilan

atau kegagalan

tergantung dari

usaha sendiri.

Tekun dalam

melakukan suatu

tugas.

Menerapkan

Konsep Taksu

dan Jengah serta

Konsep Diri.

Mempunyai

harapan yang

realistis.

6

1x45 menit

Dharma

Santi

Diakhir kegaiatn peserta

diharapkan saling maaf

memaafkan dengan hati

dan pikiran yang suci

serta ucapan yang tulus

iklas.

Dharma

Santi

(silaturahmi)

Gerak

(movement)

Silaturahmi antar

peserta sebagai

wujud solidaritas.

45 menit

efektif, termasuk sekaligus sebagai medium dalam memecahkan

konflik yang dapat timbul. Seperti contoh, orang tua dapat mengajak

sang anak yang memilki kepercayaan diri rendah untuk bergabung

dalam kegiatan bimbingan teman sebaya. Orang tua juga dapat

mengadakan pengawasan rutin terhadap kegiatan dan apabila terdapat

penyimpangan, orang tua dapat melaporkan ke pihak penyelenggara

kegiatan. Di samping itu faktor biaya juga sangat mendukung kegiatan

sehingga sangat dibutuhkan donator yang mau berpartisipasi

membantu dalam pembiayaan, seperti melibatkan masyarakat untuk

memberikan ide serta berpartisipasi langsung dalam memajukan

kegiatan tersebut (Pidarta 1998).

Melalui kegiatan ini, secara tidak langsung remaja telah

memaknai, memahami dan mengaktifkan kembali sekaa teruna dan

pasraman sebagai warisan budaya yang hendaknya dapat dibangkitkan

dan dilestarikan kembali sebagai pusat pembelajaran, pencerahan, dan

pendalaman budaya, agama serta sebagai upaya membangun karakter,

moralitas, serta kepercayaan diri generasi muda di Bali.

Dengan berbekal kompetensi sosial berupa kepercayaan diri (self

confidence) melalui penerapan konsep taksu dan jengah di lingkungan

keluarga, sekolah, dan masyarakat, remaja desa diyakini menjadi peka

terhadap berbagai situasi sosial yang dihadapi, mampu berhubungan dan

bersaing dengan orang lain dalam situasi sosial dengan memuaskan, berhasil

menghadapi tiap-tiap permasalahan dengan cara-cara yang berkompeten yang

akan memberikan konsekuensi untuk seluruh kehidupannya kelak setelah

dewasa, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang-orang di sekitarnya.

Oleh karena itu penerapan konsep taksu dan jengah yang notabene

merupakan kearifan lokal asli Bali, kini perlu dibangkitkan dengan

implementasi dan optimalisasi secara merata, sehingga dari upaya tersebut

diharapkan memperoleh setetes embun di tengah lautan tradisi dan riuhnya

modernitas.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan metode

kuesioner terhadap 101 responden dapat diketahui bahwa sebagian

besar siswa SMA Negeri 1 Semarapura, yang mewakili remaja desa,

memiliki tingkat kepercayaan diri rendah, namun di sisi lain

responden juga telah memiliki serta memahami konsep taksu dan

jengah yang berpotensi dalam menjawab permasalahan kurangnya

rasa percaya diri remaja desa.

5.1.2. Potensi konsep taksu dan jengah dalam upaya meningkatkan

kepercayaan diri remaja desa antara lain mudah diterima, relevan

dengan perkembangan zaman, berperan dalam melestarikan budaya

Bali, bersifat universal, mudah dimengerti dan dipahami, dapat

diimplementasikan dengan cara sederhana, dan dapat diintegrasikan

dalam berbagai aspek di masyarakat.

5.1.3. Implementasi konsep taksu dan jengah sebagai salah satu upaya

dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja desa (self confidence)

dapat diterapkan di lingkungan keluarga yang terwujud dalam proses

pengasuhan demokrasi yang diberikan orang tua kepada anak-

anaknya, di lingkungan sekolah terwujud dalam proses pembelajaran

dan memodifikasi perangkat kegiatan berupa ekstrakulrkuler, serta di

lingkungan masyarakat diterapkan dalam kegiatan bimbingan teman

sebaya (peer guidance) yang diitegrasikan melalui sekaa truna dan

pasraman.

5.2. Saran

5.2.1. Kepada remaja desa sebagai subjek penelitian, diharapkan dapat

menumbuhkan dan mempertahankan sikap kepercayaan diri dengan

menerapkan konsep taksu dan jengah. Mengingat, kepercayaan diri

merupakan bentuk kompetensi diri yang sangat penting di tengah

persaingan global yang kompleks.

5.2.2. Kepada generasi muda diharapkan agar memiliki kebanggaan atas

kearifan lokal (local genius) miliknya sendiri serta tidak asing dengan

nilai tradisi budaya Hindu dan dresta yang dimiliki khususnya di

desanya masing-masing.

5.2.3. Kepada orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan pola

pengasuhan dan pemberian stimulasi yang dapat meningkatkan

kepercayaan diri remaja dengan mengimplementasikan konsep taksu

dan jengah dalam model pola asuh demokratis, karena dengan hal

tersebut akan menjadikan remaja desa tumbuh dan berkembang

dengan penuh percaya diri dengan kepribadian yang baik.

5.2.4. Sekolah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran

melalui implementasi konsep taksu dan jengah guna menumbuhkan

rasa kepercayaan diri peserta didik. Selain itu, sekolah juga perlu

meningkatkan motivasi peserta didik dalam berkompetisi, yang di

dalamnya termasuk motivasi belajar, motivasi untuk mengembangkan

diri serta dapat memberikan dan mengoptimalkan kegiatan di luar jam

pelajaran (ekstrakurikuler) yang dapat membantu pembentukan

kepercayaan diri seperti, outbond, bakti sosial, pelatihan

kepemimpinan dan program-program lainnya yang dapat memacu

kepercayaan diri peserta didik.

5.2.5. Kepada pihak penyelenggara kegiatan bimbingan teman sebaya di

lingkungan sekaa teruna dan pasraman, diharapkan dapat merancang

kegiatan dengan sebaik-baiknya dan semenarik mungkin, sehingga

dapat membuat peserta didik tidak merasa bosan melainkan merasa

ketagihan untuk mengikuti kegiatan tersebut.

5.2.6. Perlunya diadakan sosialisasi kepada masyarakat luas terutama

dikalangan remaja desa akan pentingnya konsep taksu dan jengah

dalam meningkatkan kepercayaan diri (self confidence).

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T., & Martinah, S. M., 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja

Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika, No. 6 / 67-79.

Afiatin, Tina dan Budi Andayani. 1996. Konsep Diri, Harga Diri, dan

Kepercayaan Diri Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjahmada No.

223-30.

Alsa, Asmadi. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan

Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik. Semarang. Jurnal

Psikologi. No.1. 47-49.

Ardhana, I.G.G., Sudharta. R.T. 1990. Keserasian Transformasi Nilai dan

Pembangunan Berwawasan Budaya dalam Masyarakat Bali. Makalah

Disajikan dalam Seminar Nasional Keserasian Transformasi Nilai dan

Pembangunan Berwawasan Budaya. Denpasar: Fakultas Sastra.

Argyle, M. 1994. The Psychology of Interpersonal Behavior. 5th edition. London:

Penguin Books.

Bandem, I Made and deBoer, Fredrik. 1995. Balinese Dance in Transition: Kaja

and Kelod. Oxford: OUP.

Davies, P. 2004. Meningkatkan Rasa Percaya Diri. Alih Bahasa Saut Pasaribu.

Yogyakarta: Torent Books.

Dewi, P. E. 2004. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Tingkat

Kepercayaan Diri Remaja. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam

Indonesia.

Djaja, Wahyudi dkk. 2009. Sejarah untuk SMA/MA. Klaten: PT. Intan Pariwara.

Djuwarijah. 2002. Penignkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling

Kelompok. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIAI Universitas Islam

Indonesia.

Durkin, K. 1995. Developmental Social Psychology. From Infancy to Old Age.

Oxford: Blackwell Publisher Ltd.

Febrianto, Rizka. 2012. Folklor dalam Sejarah. Avaliable at: http://rizkafebrianto.

blogspot.com/2012/04/folklor-dalamsejarah.html#!/2012/04/folklordalam-

sejarah. html. Opened: 18.08.2012.

Ford, M. E. 1982. Social Cognition and Social Competence. Journal of

Developmental Psychology. 16, 3, 323-340.

Gullotta, T. P., Adams, G. R., Montemayor, R. 1999. Developing Social

Competence In Adolescent. California: Sage Publications, Inc.

Heri. 2009. Taksu dan Jengah. Avaliable at: http://www.cyberdharma.

net/v2/index.php/935452a3031eaff9e94578ad5fc3e6fc?start=63. Opened:

17.08.2012.

Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Disertasi. Yogyakarta:

Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Lauster, P. 1990. Personality Test. Alih Bahasa D. H. Gulo. Jakarta: Bumi

Aksara. Lindenfield. 1997. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Jakarta: Arcan.

Mahmud, 2003. Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan

Tingkah Laku Prososial Anak. Jurnal Psikologi Vol.11/ No.1/ 1-9.

Marsh H. W, Smith T. D & Barnes, J. 1985. Multidimensional Self-concept.

Relation With Sex and Academic Acievement, Journal of Educational

Psychology, Vol.77.No.5.

Nugrahaeni. 2010. Bertahan dengan Kepercayaan. Avaliable at: http://ansbali.

blogspot.com/ 2010_04_01_archive.html. Opened: 17.08.2012.

Rice, F.P. & Dolgin, K.G. (2008). The Adolescence: Development, Relationships,

and Culture. USA: Pearson Education.

Saefudin, Azwar. 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Santrock. 2003. Live Span Development. Jakarta: Erlangga

Sepasangkata. 2012. Revitalisasi Kearifan Lokal dan Jati Diri Bangsa. Avaliable

at: http://sepasangkata.wordpress.com/2012/05/27/revitalisasi-kearifan-

lokal-dan-jati /diri-bangsa/ Opened: 19.08.2012.

Setem, I Wayan. 2011. Jejak Seksualitas dalam Lukisan Dewa Putu Mokoh dan

Murniasih. Denpasar: Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni

Indonesia.

Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan menjadi Peluang.

Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta. Grasindo.

Stoltz, P. G. 2000. Mengubah Hambatan menjadi Peluang. Alih Bahasa T.

Hermaya. Jakarta: Grasindo.

Tarigan R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara

Topping, K., William, B., Elizabeth, A. H. 2000. Social Competence: The Social

Construction of the Concept. The Handbook of Emotional Intelligence

h.28-39. Jossey_Bass Inc: California.

Ubaydillah A.N. 2006. Bagaimana Menjadi Percaya Diri. Available at:

http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp. Opened: 15.08.2012.

Yulianto, F. & Nashori, F. 2006. Kepercayaan Diri Dan Prestasi Atlet Tae Kwon

Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Universitas Diponegara

Vol. 3 No.1 / 55-62.

LEMBAR KUESIONER

Judul penelitian : Implementasi konsep Taksu dan Jengah Tingkatkan

Kepercayaan Diri Remaja Desa

Tanggal pengisian :

Petunjuk Pengisian:

Berilah jawaban pernyataan dibawah ini sesuai dengan pendapat Anda dengan cara

memberi tanda √ pada kolom yang tersedia.

Keterangan:

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

R = Ragu-ragu

TS = Tidak setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan Frekuensi

SS S R TS STS

1. Saya malu memiliki gadget keluaran lama

2. Saya malu mengendarai motor lama

3. Saya ingin memiliki penampilan yang mengikuti

perkembangan zaman

4. Sebagai remaja desa, saya tetap ingin memiliki

prestasi yang gemilang

5. Saya ingin memiliki pakaian dengan merk terkenal

6. Saya selalu ingin menonjolkan diri

7. Saya ingin dipuji oleh orang-orang atas kelebihan

yang saya miliki

8. Saya malu menggunakan pakaian yang biasa-biasa

saja

9. Saya tidak suka jika orang menilai saya hanya dari

penampilan

10. Saya memiliki motivasi untuk berprestasi layaknya

remaja kota walaupun saya seorang remaja desa

11. Saya mengetahui dan memahami arti kata jengah

12. Saya merasa jengah jika nilai saya lebih rendah dari

teman-teman

13. Saya selalu melakukan pekerjaan yang diberikan

kepada saya dengan sepenuh hati

14. Jika saya mengalami kegagalan dalam melakukan

sesuatu, saya akan terus berusaha hingga saya berhasil

15. Saya termasuk orang yang ulet dalam melakukan

pekerjaan

16. Saya selalu berusaha mengerjakan sesuatu dengan

sebaik mungkin dalam batas kemampuan saya

17. Saya merasa perlu menekuni suatu bidang atau

pekerjaan secara disiplin

18. Saya suka orang-orang memberikan kritik dan saran

atas hasil karya saya

19. Saya mengetahui arti kata taksu

20. Saya ingin mengembangkan konsep jengah dan taksu

yang telah ada dalam diri saya

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ni Putu Eka Umarista Apriliani

Tempat Tanggal Lahir : Rendang, 16 April 1995

Alamat : Jalan Pudak 1 Semarapura

Telp/HP : - / 081916359932

Email : [email protected]

Status : Siswi SMAN 1 Semarapura

Kelas : XII IPA 1

Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali

Telp. 036621508

Hasil Karya Tulis :

1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah

Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))

(Kajian Pustaka/2012).

2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di

Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).

3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).

4. Implementasi Konsep Menyama Braya di Kalangan Remaja Hindu dalam

Upaya Meminimalisasi Konflik Adat di Bali (Kajian Pustaka/2011).

5. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi

Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).

6. Pemanfaatan Daun Kacapiring dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2

(Kajian Pustaka/2011).

7. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pestisida

Alami dalam Membasmi Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci)

(Penelitian/2012).

8. Pemanfaatan Larutan Daun Gamal (Gliricidia sepium) Sebagai Pestisida

Alami Bagi Hama Kepik (Helopeltis sp.) (Suatu Studi Pendahuluan Terhadap

Hama Kepik pada Tanaman Jeruk di Perkebunan Mekar Sari, Banjar

Pundukaha Kelod, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten

Klungkung) (Penelitian/2011).

9. Revitalisasi Pengembangan Terapi Psikologi dalam Wisata Spiritual Sebagai

Bagian Dari Travel Medicine Pada Kepariwisataan Bali (Kajian

Pustaka/2012).

Penghargaan Akademis dan Ilmiah :

1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2. Finalis LKTI HMJ Kimia Universitas Udayana 2012

3. Finalis LKTI Scientific Atmosphere 2012 FK Universitas Udayana.

4. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri

Denpasar tahun 2012.

5. Juara 1 (EMAS) Olimpiade Siswa Nasional (OSN) Bidang BIOLOGI Tingkat

Kabupaten Klungkung tahun 2012.

6. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan

Biologi Universitas Udayana 2012.

7. Juara 2 Lomba Siswa Berprestasi Putri tingkat Kabupaten Klungkung tahun

2012.

8. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi

Universitas Warmadewa.

9. Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Jurusan Pendidikan Sejarah

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha 2011.

10. Peserta LKTI bagi siswa SMA Avicena Competition 2011.

11. Semifinalis HMC (Hipocrates Medical Championship) 2012 Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

Peserta

TTD

Ni Putu Eka Umarista Apriliani

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ida Bagus Ananda Bramana Putra

Tempat Tanggal Lahir : Klungkung, 19 November 1994

Alamat : Jln. Gunung Agung, Gg. 2, Lorong 1, No. 1, Klungkung

Telp/HP : 036625208 / 085737464667

Email : [email protected]

Status : Siswa SMAN 1 Semarapura

Kelas : XII IPB

Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali

Telp. 036621508

Hasil Karya Tulis :

1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah

Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))

(Kajian Pustaka/2012).

2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di

Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).

3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).

4. Implementasi Konsep “Satsangga” dalam Pendidikan Seks bagi Remaja Hindu

di Bali (Kajian Pustaka/2011).

5. Kisah 1001 Malam ‘Ni Diah Tantri’ Inspirasi Ibu dalam Mengembangkan

Karakter Anak (Kajian Pustaka/2011).

6. Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Bali Melalui Jalur

Pendidikan (SMAN Bali Mandara) (Essay/2011).

7. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi

Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).

8. Pengembangan Taman Usada Taru Pramana dalam Mewujudkan Bali Travel

Medicine Centre (Kajian Pustaka/2012).

9. Perlunya Konsentrasi Maksimal Pemerintah terhadap Peningkatan Mutu

Pendidikan di Klungkung (Essay/2011).

10. Permainan Tradisional sebagai Wahana Pendidikan Karakter yang

Menyenangkan (Kajian Pustaka/2011).

11. Revitalisasi Pasraman untuk Membangun Karakter Generasi Muda Bali

(Kajian Pustaka/2011).

12. Upaya Revitalisasi Peran Subak dalam Pelestarian Sumber Daya Air (Studi

Kasus : Subak Lepang, Pasedahan Toya Jinah, di Desa Lepang, Kecamatan

Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Bali) (Penelitian/2011).

13. YASRAM (Yayasan Kesejahteraan Masyarakat) Bali sebagai Benteng

Masyarakat Bali terhadap Serbuan Arus Urbanisasi (Kajian Pustaka/2012).

Penghargaan Akademis dan Ilmiah :

1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri

Denpasar tahun 2012.

3. Juara 1 Jumbara PMR Tingkat Provinsi Bali 2011.

4. Juara 1 LKTI “Kenakalan Remaja” Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Ganesha Singaraja 2011.

5. Juara 1 LKTI 2012 yang diselenggarakan oleh Institut Hindu Dharma Negeri

Denpasar.

6. Juara 1 LKTI Psikologi 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

7. Juara 1 LKTI Tingkat Nasional 2011 Stikes Advaita Medika Tabanan.

8. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan

Biologi Universitas Udayana 2012.

9. Juara 1 Lomba Darma Wacana Putra tingkat SMA/SMK, dalam rangka

PORSENIJAR tingkat Kabupaten Klungkung tahun 2011.

10. Juara 1 Lomba Darma Wacana Putra tingkat SMA/SMK, dalam rangka

PORSENIJAR tingkat Kabupaten Klungkung tahun 2012.

11. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah KNPI Provinsi Bali 2011.

12. Juara 1 Olimpiade Agama Ke-5 Tahun 2010 Tingkat Kabupaten, Universitas

Mahendradata.

13. Juara 1 Olimpiade Agama Ke-6 Tahun 2011 Tingkat Kabupaten, Universitas

Mahendradata.

14. Juara 2 LKTI Scientific Atmosphere 2012 Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana.

15. Juara 2 Lomba Mengarang Cerpen Bali Modern Tingkat SMA/SMK,

Mahasiswa untuk Putra se-Bali 2011 Serangkaian Pesta Kesenian Bali

XXXIII.

16. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi

Universitas Warmadewa.

17. Peserta LKTI-L Geosphere Competition II 2011 Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja.

Peserta

TTD

Ida Bagus Ananda Bramana Putra

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendra Setiawan

Tempat Tanggal Lahir : Klungkung, 27 Oktober 1995

Alamat : Br. Papaan, Sampalan, Klungkung

Telp/HP : - / 085739219641

Email : [email protected]

Status : Siswa SMAN 1 Semarapura

Kelas : XII IPA 1

Alamat : Jalan Flamboyan 63, Klungkung, Bali

Telp. 036621508

Hasil Karya Tulis :

1. Aplikasi Rekayasa Genetika dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah

Lingkungan (Studi Pendahuluan terhadap Pisang Abaka (Musa textilis))

(Kajian Pustaka/2012).

2. Budidaya Paprika (Capsicum annum L.) sebagai Primadona Pertanian di

Lahan Sempit (Kajian Pustaka/2012).

3. Bukit Abah, Kilauan Emas yang Masih Terpendam (Essay/2012).

4. Eksistensi Perpustakaan Keliling (Mobile Library) dalam Upaya

Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia (Essay/2011).

5. Fermentasi Urine Sapi Bali (Bos javanicus) sebagai Pupuk Organik Cair untuk

Meningkatkan Produksi Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)

(Penelitian/2012).

6. Implementasi Konsep “Satsangga” dalam Pendidikan Seks bagi Remaja Hindu

di Bali (Kajian Pustaka/2011).

7. Kisah 1001 Malam ‘Ni Diah Tantri’ Inspirasi Ibu dalam Mengembangkan

Karakter Anak (Kajian Pustaka/2011).

8. Memformat Pendidikan Sekolah Menengah Atas Bernilai Plus (Essay/2011).

9. Pagelaran Wayang Cenk Blonk sebagai Media Pendidikan Seks bagi

Masyarakat Hindu di Bali (Penelitian/2012).

10. Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete Chrysosporium) dalam

Pengolahan Limbah Tekstil (Suatu Studi Pendahuluan terhadap Limbah

Pencelupan Benang di Banjar Grombong, Desa Sampalan, Kabupaten

Klungkung) (Penelitian/2011).

11. Pengembangan Taman Usada Taru Pramana dalam Mewujudkan Bali Travel

Medicine Centre (Kajian Pustaka/2012).

12. Perlunya Konsentrasi Maksimal Pemerintah terhadap Peningkatan Mutu

Pendidikan di Klungkung (Essay/2011).

13. Permainan Tradisional sebagai Wahana Pendidikan Karakter yang

Menyenangkan (Kajian Pustaka/2011).

14. Testimoni Melalui KDS (Kelompok Dukungan Sebaya), Hapuskan Sekat

Terhadap ODHA (Essay/2011).

15. Upaya Revitalisasi Peran Subak dalam Pelestarian Sumber Daya Air (Studi

Kasus : Subak Lepang, Pasedahan Toya Jinah, di Desa Lepang, Kecamatan

Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Bali) (Penelitian/2011).

16. YASRAM (Yayasan Kesejahteraan Masyarakat) Bali sebagai Benteng

Masyarakat Bali terhadap Serbuan Arus Urbanisasi (Kajian Pustaka/2012).

Penghargaan Akademis dan Ilmiah :

1. Finalis LKTI HIMAGROTEK 2012 Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2. Finalis LKTI yang diselenggarakan oleh Politeknik Kesehatan Negeri

Denpasar tahun 2012.

3. Juara 1 Esaai Ilmiah Populer SMA (Scientific Competition of Nursing

Udayana 2011).

4. Juara 1 Jumbara PMR Tingkat Provinsi Bali 2011.

5. Juara 1 LKTI “Kenakalan Remaja” Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 2011.

6. Juara 1 LKTI 2012 yang diselenggarakan oleh Institut Hindu Dharma Negeri

Denpasar.

7. Juara 1 LKTI Tingkat Nasional 2011 Stikes Advaita Medika Tabanan.

8. Juara 1 LKTI-B yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan

Biologi Universitas Udayana 2012.

9. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah KNPI Provinsi Bali 2012.

10. Juara 1 Lomba Siswa Berprestasi Putra tingkat Kabupaten Klungkung tahun

2012.

11. Juara 2 (PERAK) Olimpiade Siswa Nasional (OSN) Bidang FISIKA Tingkat

Kabupaten Klungkung tahun 2012.

12. Juara 2 LKTI Scientific Atmosphere 2012 Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana.

13. Juara 2 Lomba KKR (Kader Kesehatan Remaja) Tingkat Provinsi Bali 2011.

14. Juara 3 Lomba Karya Ilmiah Populer (Essai) 2012 Fakultas Ekonomi

Universitas Warmadewa.

15. Peserta Gema Lomba Karya (GELORA) Essai Nasional 2011 Universitas

Pendidikan Ganesha Singaraja.

16. Peserta LKTI-L Geosphere Competition II 2011 Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja.

17. Peserta Lomba Mengarang (Essay) yang diselenggarakan oleh Bali Post.

18. Semifinalis HMC (Hipocrates Medical Championship) 2012 Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

Peserta

TTD

Hendra Setiawan