Post on 28-Feb-2023
Hukum keuangan negara
A. Hubungan antara Keuangan Negara dengan Hukum
Keuangan Negara sebagai suatu pengertian mempunyai koreksi
dengan negara. Sedangkan Negara adalah suatu istilah dalam ilmu
hukum. Dalam kaitannya dengan hukum Tata Negara, maka keuangan
Negara berkaitan dengan Badan-badan kenegaraan, seperti
Pemerintah (Presiden atau departemen-departemen). Dewan
Perwakilan Rakyat dan Badan-badan kenegaran itu meliputi
pembagian tugas, wewenang, pertanggungjawaban dan lain-lain.
Sedangkan hubungannya dengan Hukum Administrasi Negara meliputi,
teknik penyusunan anggaran, proses pengesahan, sumber-sumber
keuangan, pajak, retribusi, sumbangan, aspek pemasukan dan
pengeluaran, sumber pendapatan daerah, aktiva dan hutang Negara
dan sebaginya.
B. Pengertian Keuangan Negara.
Menurut Manual Administrasi Keuangan Daerah yang dimaksud
dengan Administrasi Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun
barang) yang dapat menjadi kekayaan Negara berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Sedangkan menurut Richars Musgrave dalam “The Theory of
Public Finance”
“The complex of problem that counter around the revenue and
expenditure process of government is refered to traditionally as
public finance” (Kumpulan masalah yang berkisar di sekeliling
proses Pendapatan dan Belanja Negara secara tradisional, biasanya
dapat dianggap sebagai keuangan negara)
Selain itu Keuangan Negara dirumuskan juga dalam Undang-
Undang No. 17 tahun 1965 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara
– yang dalam penjelasan Tambahan Lembaran Negara (TLN) No. 2776
sebagai berikut :
“ Seluruh kekayaan termasuk didalamnya segala bagian-bagian
harta milik kekayaan dan segala hak dan kewajiban yang timbul
karenanya, baik kekayaan itu benda dalam penguasaan pejabat-
pejabat atau lembaga-lembaga yang termasuk perintah maupun berada
dalam penguasaan dan pengurusan bank-bank pemerintah dengan
status hukum publik/perdata”
Dari rumusan pengertian keuangan negara itu dapat dilihat
beberapa unsur/aspek yamg terkandung didalamnya.
1.Hak-hak negara.
2.Kewajiban-kewajiban negara.
3.Ruang lingkup keuangan negara.
4.Aspek sosial ekonomi dari keuangan negara.
1.Hak-hak Negara
a.Hak monopoli mencetak uang.
b.Hak untuk memungut pajak, bea, cukai dan retribusi.
c.Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat.
d.Hak untuk melakukan pinjaman baik dalam maupun luar negeri.
2. Kewajiban-Kewajiban Negar
Kewjiban-kewajiban utama negara tersebut adalah merupakan
realisasi dari tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea
IV, Pembukaan UUD 1945 yaitu ;
-Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
-Memajukan kesejahteraan umum.
-Mencerdaskan kehidupan bangsa.
-Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
3. Ruang lingkup Keuangan Negara
Ruang lingkup Keuangan negara dapat dibedakan atas 2 (dua)
komposisi, yaitu :
a. Keuangan Negara yang langsung diurus Pemerintah
Keuangan negara yang langsung diurus Pemerintah dapat berupa
Uang maupun barang. Dalam hal berupa uang berwujud dalam bentuk
APBN yang setiap tahun disusun dan ditetapkan dengan UU, dan
secara teknis oprasional diatur dalam berbagai peraturan
perundangan. Sedangkan dalam bentuk barang ( milik negara ) dapt
berwujud barang bergerak, tidak bergerak, hewan dan persediaan.
b. Keuangan Negara yang dipisahkan pengurusnya
Keuangan negara yang dipisahkan pengurusnya adalah kekayaan
negara yang pengelolaannya dipisahkan dari keuangan negara. Cara
pengelaolaannya dapat didasarkan atas hukum publik maupun hukum
privat.
4. Aspek Sosial Ekonomi Keuangan Negara
Aspek Sosial Ekonomi Keuangan Negara antara lain mencakup
distribusi pendapatan dan kekayaan dan kestabilan kegiatan-
kegiatan Ekonomi. Distribusi kegiatan pendapatan dan kekayaan
negara merupakan sebagian dari Demokrasi Ekonomi yang juga
merupakan sebagian dari cita-cita keadilan dan perdamaian pada
umumnya.
C. Landasan Hukum Keuangan Negara
Pasal 23 UUD 1945 mengatur secara khsus mengenai keuangan
negara sebagai berikut :
1.Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidan menyetujui
anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan
anggaran tahun yang lalu.
2.Segala pajak itu untuk Keperluan negara bedasar undang-undang.
3.Macam dan harga mata uanga ditetapkan dengan Undang-undang.
4.Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
5.Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan
dengan Undang-undang. Hsil pemeriksaan itu diberitahukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Dari rumusan pasal 23 UUD 1945 itu dapat disimpulkan adanya 2
(dua) unsur pokok yang terkandung didalamnya, yakni;
a.Unsur Perioditasi (tiap-tiap tahun)
b.Unsur yuridis (Undang-undang)
Dengan demikian mengenai landasan Hukum Pengelolaan Keuangan
Negara dapat disimpulkan sebagai beriku :
1. LandasanUmum
a.UUD 1945
b.Ketetapan MPR mengenai Garis-gari Besar Haluan Negara
2. Landasan Khusus
a.UU Pembendaharaan Indonesia stabil 1925 nomor 448 dan terakhir
diperbaharui dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969.
b.Undang-undang No 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
c.Undang-Undang tentang APBN.
d.Peraturan Perundang-undangan menyangkut Pajak, Bea dan Cukai.
e.Peraturan Pemerintah, Keputusan/Instruksi Presiden dan
Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan Negara (Termasuk Keprea
Nomor 14A Tahun 1980)
D. Aktivitas Pemerintah (Government Assets, Overheidsvermagen)
Aktivitas atau kekayaan Pemerintah (dalam aspek tertentu
berarti Staats domain) adalah merupakan salah satu sumber penting
bagi Pemerintah untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dalam
rangka melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan.
Secara garis besar kekayaan Pemerintah dapatdibagi menjadi
kekayaan Pemerintah yang tidak menghasilkan adalah bukan ditujukan untuk
memperoleh keuntungan, melainkan untuk dipergunakan melayani
kepentingan masyarakat atau kesejahteraan umum, misalnya gedung-
gedung Pemerintah, jalan, jembatan pelabuhan, bendungan, alat-
alat kantor dan lain-lain. Sedangkan kakekayaan Pemerintah yang
memeberikan sumber penghasilan atau pendapatan dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
a.Perusahaan Negara.
b.Tanah Negara atau Staats domein (tanah yang dikuasai negara)
c.Fungsi perbankan.
E. Anggaran Negara
Anggaran adalah gambaran kebijakan Negara yang tercermin
dalam bentuk angka-angka (uang) yang merupakan pemasukan dan
pengeluaran negara untuk jangka waktu yang umumnya uantuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang di samping itu memuat data-data
pelaksanaan anggaran tahun lalu.
Beberapa pengertian dari anggaran dapat disebutkan sebagai
berikut :
Budget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan
kebijaksanaan management yang dipakai dalam suatu periode
tertentu sebagai petunjuk atau blue print dalam periode itu.
Anggaran ialah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada suatu
pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang
mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada suatu
masa depan, dan pada pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan)
yang mungkin dapat diterima dlam masa tersebut.
Dengan demikian pada hakekatnya penyusunan anggaran adalah
untuk memenuhi kebutuhan administrasi keuangan secara tertib,
teratur, disiplin dan sekaligus memudahkan pengawasan.
F. Pendapatan Negara
Pendapatan negara adalah realisasi pemasukan pendapatan
negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pendapatan
negara ini umumnya dibagi dalam beberapa kwalifikasi, Pendapatan
tersebut selalu berkembang seirama dengan perkembangan jaman.
Seorang ahli pada negara Perancis Jean Bodin (1530-1596)
menyebutkan beberapa macam kwalifikasi penerimaan negara :
-Rampasan perang
-Hadiah negara sahabat
-Domein atau tanah milik Negara
-Perusahaa-perusahaan milik Negara
-Bea Eksport Import
-Pajak
Kemudian seorang ahli keuangan negara Jerman Kameralis
membedakan penerimaan negara sebagai berikut :
-Perpajakan
-Domein
-Regalia (Upeti)
Menurut APBN, pendapatan negara dibedakan menjadi :
1.Sumber Penerimaan Rutin
2.Sumber penerimaan Pembangunan.
1. Sumber-sumber Penerimaan Rutin
a.Penerimaan bukan pajak di luar negeri
b.Penerimaan pajak langsung
c.Penerimaan Pajak tidak langsung
d.Penerimaan Be Cukai
e.Penerimaan Pungutan lain-lain
f.Penerimaan Pendidikan
g.Penerimaan Penjualan
h.Penerimaan Jasa
i.Penerimaan Kerjasama dan Peradilan
j.Penerimaan Kembali dan penerimaan lain-lain
k.Penerimaan khusus
2. Sumber-sumber Penerimaan Pembangunan
1.Nilai lawan bantuan program
2.Nilai rupiah bantuan proyek
3.Sisa anggaran lebih (anggaran rutin tersebut di atas no. 11.4)
G. Keuangan Daerah
Bahwa berdasarkan pasal 18 UUD 1945 dan sesuai dengan
otonomi yang diberikan kepada daerah, maka daerah diberi hak
untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dan kepadanya diberikan
sumber-sumber pendapatan yang cukup.
Wewenag yang diberikan kepada Daerah tersebut antara lain :
1.Pemungutan sumber-sumber pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 55 UU No. 5 Tahun 1974.
2.Penyelenggaraan pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan
Keuangan Daerah (Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1974)
3.Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
perhitungan atas APBD (pasal 64 ayat (2) dan (3) UU No.5 Tahun
1974).
1. Prinsip Penyusunan dan Pelaksanaan APBD.
1.Anggaran Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD bisa pula
tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan pasal 64 (2) UU No. 5
tahun 1974.
2.Agar daerah selalu mengusahakan terwujudnya Anggaran yang
berimbang dalm pengertian adanya keseimbangan antara Pengeluaran
dan Penerimaan Daerah.
3.Agar Daerah selalu melaksanakan tertib Anggaran yang tercermin
dari meningkatnya pendapatan asli Daerah.
4.Pelaksanaan Anggaran harus makin terarah dengan pola yang jelas.
2. Dasr Hukum Keuangan Daerah
Adapun undang-undang yang dijadikan sebagai dasr/pokok bagi
Keuangan Daerah adalah pasal 55 asmpai dengan 64 UU No. 5 Tahun
1974. Di samping itu masih terdapat beberapa peraturan
perundangan lainya yang mengatur wewenang penyelenggaraan
keuangan Daerah, antara lain :
1.Undang-undang No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan keuangan
antara Negara dengan Daerah-daerah.
2.Undang-undang No. 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
Daerah.
3.Undang-undang No. 12 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Retribusi Daerah.
4.Undang-undang No. 10 Tahun 1968 tentang penyerahan BBNKB, Pajak
Radio dan Pajak Bangsa Asing kepada Daerah.
5.Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan
Pertanggujawaban dan PengawasanKeuangan Daerah.
6.Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1975 tentang Cara penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuanagn Daerah, dann Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
7.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1975 tentang Contoh-
contoh Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
8.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1978 tentang
Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah.\
9.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1978 tentang
Pelaksanaan Tuntutan Perbendaharaann dan Tuntutan Ganti Rugi
Keuangan dan Menteri Daerah.
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2979 tentang
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah Daerah.
11.Peraturan Menteri dalam Negeri No. 1 Tahun 1980 tentang
Petunjuk/pedoman Tata Administrasi Bendaharawan Daerah.
12.Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
H. Bendaharawan
Pengertian Bendaharawan dimuat dalam pasal 77 ayat (1)
Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (UUPI) atau ICW.
Bendaharawan adalah “Orang-orang atau badan-badan yang karena
Negara ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar
(mengeluarkan) atau menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga
dan barang di dalam gudang-gudan atau tempat-tempat penyimpanan
yang lain sebagimana dimaksud dalam pasal 55 UUPI/ICW dan selaku
demikian dijawajibkan member perhitungan (pertanggungjawaban)
tentang hal pengurusannya”.
Dipandang dari segi obyek pengurusan khusus, maka
bendaharawan dapat dibagi atasa :
1.Bendaharawan Uang yaitu menerima, menyimpan dan
mengeluarkan/membayar uang yang dikuasai Negara.
2.Bendaharawan barang yaitu yang menerima, menyimpan dan
mengeluarkan barang-barang milik Negara.
3.Bendaharawan Uang dan Barang yaitu yang menerima menyimpan dan
mengeluarkan/membayarkan uang dan barang-barang milik Negara.
Bendaharawan uang, terdiri dari :
1.Bendaharawan Umum adalah yang menjalankan pengurusan Kas Negara
dan bertugas menerima semua pendapatan Negara, menyimpan dan
melakukan pembayaran berdasarkan surat perintah membayar dari
Ordonator.
2.Bendaharawan Khusus Penerimaan Tertentu yaitu bendaharawan
penghubungantara pihak pembayar dengan kas Negara. Tugasnya
adalah menerima pembayaran dari yang berkewajiaban membayar,
untuk selanjutnya menyetorkan ke Kas Negara.
3.Bendaharawan Khusus Pengeluaran tertentu yaitu bendaharawan yang
bertugas untuk melakukan pengeluaran tertentu atas beban
anggaran.
I. Inventarisasi
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan,
penyelenggaraan, pengaturan pencatatan, dan pendaftaran barang-
barang inventaris. Sedangkan daftar Inventaris adalah suatu dokumen
yang menunjukkan sejumlah kekayaan Negara yang bersifat kebendaan
baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP.225/MK/V/1971,
pasal 1 disebutkan yang dimaksud (pengertian) barang milik
Negara/kekayaan Negara adalah : semua barang milik
Negara/kekayaan Negara yang berasal/diberi dengan dana yang
bersumber untuk seluruhnya ataupun sebagaian dari Anggaran
Belanja Negara ataupun dengan dana diluar Anggaran Belanja Negara
yang berada di bawah pengurusan atau penguasaan Departemen-
departemen. Lembaga-lembaga Negara, Lembaga-lembaga Pemerintah
Non Departemen serta unit-unit dalam lingkungannya yang terdapat,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk kekayaan
Negara yang telah dipisahkan (kekayaan Perum dan Persero) dan
barang-barang milik/Kekayaan Daerah Otonom.
Penghapusan barang milik Negara/Daerah dapat saja terjadi
sewaktu-waktu sehingga dengan hapusnya barang milik Negara/Daerah
tersebut akan menimbulkan akibat hukum bagi status barang itu.
Timbul perubahan status hukum barang Negara/Daerah,
pelaksanaannya diluar atas dasar antara lain :
1.Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1970 tentang Penjualan atau
Pemindah-tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai oleh
Negara.
2.Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1971 tentang Penjualan
Kendaraan Peroranagan Dinas Miliki Negara.
3.Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1974 tentang pelaksanaan
Penjualan Rumah Negeri, dan semua peraturan pelaksanaannya.
4.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1979, (yaitu khusus
untuk Barang Milik Daerah) yang mengatur secara teknis
administrative.
Adapun yang dimaksud dengan perubahan status hukum terhadap
barang Negara/Daerah adalah setiap tindakan hukum dari
Pemerintah/Daerah yang mengakibatkan terjadinya perubahan status
hukum pemilikan atas barang.
Terjadi perubahan status hukum tersebut dapat karena :
a.Penghapusan barang
b.Penjualan barang.
HUKUM PAJAKA. Kedudukan Hukum Pajak
Pada umumnya Hukum Pajak dianggap sebagai sebagai satu
bagian dari hukum publik dalm rumpun ilmu hukum Administrasi
Negara. P.J.A. Adrian, mantan guru besar Hukum Pajak pada
Universitas Amsterdam mengemukakan bahwa bagaimanpun lebih tepat
member tempat tersendiri untuk Hukum Pajak dengan kedudukan yang
sejajar dengan hukum Administrasi Negara. Alasan yang dikemukakan
untuk itu adalah :
1.Tugas hukum pajak bersifat lain dari Hukum Administrasi pada
umumnya.
2.Hukum Palak dapat secara langsung dipergunakan sebagai sarana
politik perekonomian.
3.Hukum Pajak memiliki tat-tertib dan istilah-istilah yang khas
untuk bidang pekerjaannya.
Hukum pajak yang juga sering disebut sebagi Hukum Fiskal
adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan meyerahkannya
kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik yangmengatur hubungan-hubungan
hukum antara Negara dengan orang-orang atau badan-badan hukum
yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak)
B. Sejarah Pemungutan Pajak
Pada zaman dahulu orang-orang telah menganggap bijaksana dan
berbudi luhur serta mersa bangga untuk secara sukarela turut
serta memelihara kelangsungan hidup negaranya. Jalan fikiran
seperti ini dapt dilihat pada alam pikiran rakyat Yunani Kuno.
Pikiran itu berlangsung terus-menerus sampai jatuhnya Romawi
Barat pada tahun 476 Masehi, bahkan sampai diketemukannya benua
Amerika; sehinggga pada waktu tersebut pajak secara paksa belum
dikenal. Artinya pengeluaran-pengeluaran para Raja dan keperluan
Negara masih dibiayai oleh penghasilan dari harta kekayaan Raja,
tetapi dalam pengeluaran Negara yang berjumlah besar dan
diperkirakan tidak dapat dicukupi dari kekayaan pribadi raja maka
(barulah) dimintakan sumbangan secara sukarela dari rakyat baik
berupa barang maupun uang. Dan rakyat yang dapat memberikan
sumbangan sukarela tersebut dapat merasakan bangga.
Mengenai definisinya, banyak sarjana yang merumuskannya
dengan rumusan yang berbeda-beda. Rochmat Soemitro dalam bukunya
“Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” memberikan
definisi bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
C. Dasar Hukum Pajak di Indonesia
Menurut pasal 23 ayat (2) UUD 1945 segala pajak untuk
keperluan Negara berdasrkan Undang-undang. Jadi dasar hukum pajak
di Imdonesia mendapatkan landasan konstitusionalnya yaitu pasal
23 ayat (2) UUD 1945. Dari landasan tersebut diketahui dengan
jelas bahwa ketentuan perpajakan harus diatur dengan produk hukum
yang dibuat oleh Presiden bersama DPR, sebab menurut pasal 5 ayat
(1) dan menurut pasal 20 (1) Undang-undang itu dibuat oleh
Presiden bersama DPR.
Adanya Undang No. 8 tahun 1967 belum bisa menjawb secara
fundamental tentang masalah-masalah perpajakan sehingga tuntutan
akann perubahannya kembali tetap ada. Oleh sebab itu sejak tahun
1983 dilahirkan beberapa UU tentang perpajakan yang berlaku
sampai sekarang, yaitu :
1.UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
2.UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3.UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5.UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.
Berbagai UU tentang perpajakan tersebut telah diikuti
berbagai peraturan perundangan lainnya sebagai perangkat
pengaturan lebih lanjut berupa peraturan pemerintah dan Keputusan
Presiden maupun berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia dsb.
D. Fungsi Pajak
Di sampan sebagi budgeter pajak mempunyai juga fungsi lain
yaitu sebagai regulerend. Dengan fungsi budgeter pajak terletak
di sector publik dan merupakan suatu alat atau sumber untuk
memesukkan uang sebanyk-banyaknya pada kas Negara yang kemudian
dipergunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Negara yang
(di Indonesia) pada umumnya dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran rutin. Sedangkan fungsi regulerend
(mengatur) berarti bahwa pajak digunakan sebagai suatu alat untuk
menciptakan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang berbeda di luar
bidang ekonomi dan banyak ditujukan pada sector swasta.
E. Macam-macam Pungutan
Secara garis besar macam-macam pungutan yang umumnya
dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat ada tiga macam yaitu
pajak, retribusi dan sumbangan.
Sedangkan pajak sebagai pengutan dapat dibedakan menjadi :
1.Pajak Subyektif dan pajak obyektif.
Pajak subyektif adalah pajak yang pemungutannya pertama-tama
memperhatikan keadaan wajib pajak. Sedangkan pajak obyektif
adalah pajak yang pemungutannya pertama-tama melihat kepada
obyeknya baik berupa benda, keadaan, perubahan maupun peristiwa
yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak.
2.Pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Pjak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodic
(berkala) di mana wajib pajak telah dapat ditentukan lebih
dahulu, sehingga sebelum permulaan tahun pajak telah dapat dibuat
lebih dulu daftar-daftar wajib pajak yang hanya bersangkutan.
Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang hanya dipungut
jika suatu ketika terdapat suatu peristiwa atau perubahan seperti
penyerahan barang-barang tak bergerak, pembuatan akte dan
sebagainya.
3.Pajak umum dan pajak daerah.
Timbulnya pembagian antara pajak umum dan pajak daerah
disebabkan adanya kekuasaan pemerintah pusat pada daerah-daerah,
sedangkan azaz hukum antara pajak umum dan pajak daerah tidak
mempunyai perbedaan, perbedaan lainya ialah bahwa sumber pajak
Negara (umum) relative tidak terbatas baik jumlah maupun
penggunannya.
Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok –pokok
Pemerintahan di Daerah menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah
adalah :
a.Pendapatan asli daerah sendiri
b.Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah pusat.
c.Lain-lain pendapatan yang sah.
F. Retribusi, Sumbangan dan Ireda/Ipeda
Retribusi adalah pemungutan sebagai pembayaran atas suatu
pemakaian dengan prestasi kembalinya secara langsung.
Sumbangan adalah biaya-biaya atau pungutan yang dikeluarkan
untuk prestasi pemerintah tertentu dalam menutupi kekurangan
keuangan, seperti sumbangan untuk PON, MTQ dan sebagainya.
Adapun Ipeda (iuran pembangunan daerah) merupakan pungutan
pusat yang diselenggarakan oleh suatu direktorat yang semula
bernam Direktorat Pajak Hasil Bumi yang kemudian (sejak tahun
1975) diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak. Ipeda/Ireda ini
sekarang menjadi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).Sekalipun Ipeda
dan Ireda itu merupakan pungutan pusat tetapi penggunaannya bukan
untuk pusat melainkan untuk daerah guna kepentingan pembangunan
dan rehabilitsi perusahaan daerah.
G. Timbulnya Hutang Pajak
Hukum Pajak positif di Indonesia tidak mengatur secara
eksplisit tentang kapankah sebenarnya saat timbulnya hutang pajak
itu. Secara teoretis ada dua ajaran mengenai saat timbulnya
hutang pajak, yaitu :
1.Ajaran Materiil
Menurut ajaran materiil hutang pajak timbul karena undang-
undang bukan karena ketetapan fiskus. Jika sebelum keluarnya
ketetapan wajib pajak meninggal dunia maka hutang pajak akan
beralih pada ahli warisnya.
2.Ajaran Formal
Menurut ajaran ini hutang pajak timbul setelah
dikeluarkannya surat ketetapan pajak sehingga orang yang
meninggal dunia sebelum dikeluarkannya ketetapan pajak itu
menjadi bebas dari kewajiban membayar pajak sehingga tidak
diberikan kepada ahli warisnya.
H. Cara Pemungutan Pajak
Ada tiga cara pemungutan pajak atas penghasilan atau kekayaan seorang wajib pajak, yaitu sistem nyata (riil stelse),
sistem anggapan (fiktif stelse) dan sistem campuran (stelsel acmpuran) .
1.Stelsel Nyata
Dalam stelsel ini pungutan pajak didasarkan pada penghasilan
yang sesungguhnya diperoleh dalam setiap tahun. Besarnya
penghasilan seorang wajib pajak baru diketahui secara
sesungguhnya pada akhir tahun.
2.Stelsel Anggapan
Berdasarkan stelsel ini adkalanya tanpa sam sekali
terpengaruh oleh besarnya penghasilan yang sesungguhnya diperoleh
dalm tahun yang sedang berjalan itu, sehingga besarnya pajak
telah dapat ditentukan pada awal tahun pajak.
3.Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan gabungan dari dua stelsel sebelumnya.
Mula-mula pungutan pajak didasarkan atas satu anggapan bahwa
penghasilan seseorang dianggap sama besarnya dengan penghasilan
sesungguhnya pada tahun sebelumnya, kemudian baru disesuaikan
dengan penghasilan sesungguhnya pada tahun yang bersangkutan.
PUBLIK DOMAIN(Kepunyaan Publik)
A. Aturan Hukum Publik Domein
Seperti diketahui bahwa pemerintah dalam Negara modern ini
tampil dengan legitimasi untuk melaksanakan tugas-tugas
pembangunan masysrakat. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya itu
pemerintah memerlukan fasilitas yang dapat dimiliki oleh Negara.
Benda-benda itu dimiliki oleh Negara/pemerintah sebagai
subyek hukum yang lain, artinya pemerintah dapt memiliki hak-hak
atas benda-benda itu. Dan benda-benda yang dimiliki oleh
pemerintah itu disebut publik Domain atau Staats Domain (Keputusan
publik atau kepunyaan Negara).
B. Perbedaan Paham
Menurut E. Utrecht telah timbul perselisihan paham di
kalangan Sarjana Hukum mengenai Staats Domain tersebut.
Perselisihan itu bermula dengan adanya pembagian kepunyaan
Negara sejak abad XIX, yakni pembagian ke dalam kepunyaan privat
dan kepunyaan publik. Pembagian tersebut mula pertama dilakukan
oleh seorang srjana Perancis yang bernama Proudhon. Sejak awal
abad XIX Proudhon telah mengadakan pembagian tentang kedudukan
hukum dari kepunyaan Negara itu yaitu :
1.Kepunyaan privat (domaine prive)
Kepunyaan privat meliputi benda-benda yang dipakai oleh aparat
pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya. Kemanfaatan benda-
benda tersebut secara langsung lebih digunakan oleh aparat
pemerintah (jarang dipakai oleh umum); seperti kebun-kebun, rumah
dinas, gedung badan usaha Negara dan sebagainya.
2.Kepunyaan publik (domaine public)
Kepunyaan publik meliputi benda-benda yang disediakan oleh
pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat. Kemanfaatan benda-benda
tersebut dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum,
seperti jalan umum, jembatan, pelabuhan, lapangan olah raga dan
sebagainya (termasuk kantor-kantor pemerintah untuk melayani
publik).
Menurut Proundhon bahwa privat domaine diatur dengan hukum
biasa dalam lapangan perdata yaitu hukum yang mengatur “propiete”
dalam “Code Civil” Perancis. Di Indonesia pengaturan
terhadapkepunyaan privat dari kepunyaan Negara ini diatur di dalm
pasal 570 KUH Perdata.
Sedangkan kepunyaan publik tidak tunduk kepada hukum perdata
biasa; sebab benda-benda kepunyaan publik itu tunduk kepada dan
diaturoleh hukum tersendiri yang bukan propriete dalm Code Civil
melainkan hukum tersendiri yakni “hukum domaine public”.
Thorbecke, seorang ahli ilmu hukum publik di negeri Belanda,
sependapat dengan Proudhon. Smpai dengan tahun 1890-an pendapat
Thorbeeke diterima secara umum di negeri Belanda mengemukakan
bahwa tidak salah jika dikatakan pemerintah itu bukan eigenaar.
Beberapa pasal BW bisa dikemukakan oleh Thorbecke sebagai berikut
:
Pasal 573 (1) : Benda-benda yang tidak dalam perniagaantidak
dapat menjadi pokok besit.
Pasal 1164 (1 ) : Yang dapat dibebani hipotik hanyalah benda-benda
bergerak yang dalam perniagaan.
Pasal 1332 : Hanya benda-benda dalam perniagaan dapat menjadi
pokok suatu perjanjian.
Pasal 1953 : Berdasarkan lewat orang tidak dapat memperoleh hak
milik (eigenaar) atas benda-benda diluar perniagaan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut maka dikemukakan bahwa
benda-benda yang bukan benda perniagaan tidak dapt menjadi pokok
besit; sehingga benda-benda tersebut tidak dapat menjadi hak
egendom. Benda-benda yang tidak dapat dijadikan hak eigendom
tersebut tentu saja bukan milik seseorang eigenaar. Dengan
demikian pemerintah bukanlah eigenaar terhadap benda-benda
domaine public ini, sebab domaine public bukan benda perniagaan.
Mr. Von Reeken menentang pendapat Thorbecke dengan
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
1.Benda-benda yang diselenggarakan untuk kepentingan umum bukanlah
benda di luar perniagaan, sebab benda-benda di luar perniagaan
adalah benda-benda yang dikeluarkan dari pergaulan hukum biasa
(maka domaine public bukanlah benda di luar perniagaan dalam
keseluruhannya).
2.Negara adlah eigenaar menurut hukum privat biasa dari publik
domaine sehingga hukum privat (hukum perdata) berlaku juga bagi
benda-benda tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan publiknya. Bilamana benda-benda tersebut digunakan
untuk kepentingan umum maka sebagian benda-benda itu menjadi
benda “di luar perniagaan” sehingga tidak seluruhnya dikeluarkan
dari lapangan hukum privat biasa.
Dari sana dapat disimpulkan bahwa sikap ilmu hukum dan
yurisprudensi menempatkan Negara sebagai “egenaar” adalah
memiliki alasan-alasan yang kuat secara yuridis.
C. Hak Menguasai oleh Negara dan Publik Domaine di Inadonesia
Dasar tentang hak menguasai oleh Negara ini secara sangat
dasar ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi :
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnay
kemakmuran rakyat”
Selanjutnya pasal 2 UUPA menyatakan bahwa : “Bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya pada
tingkat tinggi dikuasai oelah negar, sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat.
Sedangkan pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud
hak menguasai oleh Negara adalah kewenangan untuk :
1.Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
2.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan rung angkasa.
3.Menentukan dan mengatur hubnungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Jadi yang dimaksud dengan hak menguasai oleh Negara di sini
ialah mengatur dan mendudukan posisi bumi, air dan ruang angkasa
sesuai dengan fungsi Negara sebagi organisasi kekuasaan untuk
mencapai tujuan bersama.
D. Cara Mendapatkan/Jalan Negara Menggunakan “Hak Menguasai” atas
Benda-benda Publik Domaine
1.Penyerahan secara sukarela
Yaitu penyerahan dari pemilik agar barang-barang miliknya dapat
dikuasai oleh Negara untuk kepentingan umum.
2.Pertukaran
Yaitu kesepakatan antara pemilik dan penguasa Negara bahwa
pemilik menyerahkan benda-benda miliknya kepada Negara, sedangkan
Negara menyerahkan benda-benda lain sebagai pengganti.
3.Pembelian
Yaitu Pembelian oleh Negara terhadap eigenaar swasta baik dengan
cara pemborongan maupun dengan cara pembelian biasa seperti yang
diatur dalam pasal 1457 – 1540 BW.
4.Daluarsa
Yaitu pemilikan karena benda-benda tersebut telah dikuasai oleh
Negara selama waktu yang cukup lama dan selama itu tidak ada yang
mengguagat atau mengklaim sebagai miliknya.
5.Pencabutan (Onteigening)
Yaitu pemaksaan oleh Negara terhadap eigenaar swasta untuk
menyerahkan hak miliknya kepada Negara bilamana yang
berseangkutan tidak mau menyerahkan menurut harga wajar sedangkan
Negara untuk kepentingan umum sangat memerlukan hak tersebut.
Selain itu ada juga lembaga “pembebasan”.
6.Karena klaim pengusaaan atas tanah yang diterlantarkan.
7.Kareana ketentuan pasal 21 (3) dan pasal 26 (2) yaitu : Orang
asing (yang mempunyai kewarganegaraan dua macam) dan orang
Indonesia yang tidak punya kewarganegaraan lagi harus melepas hak
miliknya dalam satu tahun; jika tidak tanahnya jatuh pada Negara.
Mata Kuliah Hukum Keuangan Negara - PENGERTIAN DAN TUJUANPERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
PENGERTIAN DAN TUJUAN PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan
yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah
merupakan amanat UUD 1945 yaitu diselenggarakannya otonomi seluas-
luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian
secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hubungan
keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-
Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan
landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah
tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna
bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban
dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang penting adalah
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi
vertikal pusat di daerah.