Post on 18-Jan-2023
1
EVALUASI PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Oleh:
Komarudin
Jurusan Pendidikan Kepelatihan FPOK UPI
ABSTRAK
Artikel ini dilatarbelakangi oleh suatu pemikiran bahwa evaluasi portofolio dalam pembelajaran
penjas merupakan barang baru yang harus dikembangkan, selama ini dalam pembelajaran penjas
guru melaksanakan evaluasi tradisional yang hanya menilai serpihan-serpihan kecil dari bahan ajar
yang diberikan, selain itu domain kognitif dan afektif dalam pelaksanaan evaluasi masih terabaikan
dan hanya fokus pada domain psikomotor saja, evaluasi tersebut belum bisa memotret seluruh profil
kemampuan siswa. Masalah yang ingin diungkap dalam artikel ini adalah apa yang dimaksud
dengan evaluasi portofolio dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran
pendidikan jasmani? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui evaluasi portofolio dan bagaimana
penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Prosedur pemecahan
masalah dengan menggunakan pendekatan teoretis. Tahapan dalam evaluasi portofolio yaitu tahap
persiapan: 1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi, 2) Menjelaskan kepada
siswa tentang evaluasi portofolio untuk mengases tujuan pembelajaran, 3) Menjelaskan seberapa
banyak kinerja dan hasil karya minimal yang harus tercantum dan disertakan dalam portofolio, 4)
Menjelaskan bagaimana hasil kerja tersebut harus disajikan. Tahap Pelaksanaan: 1) Guru
memotivasi siswa, 2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan siswa, 3) Berikan umpan
balik secara berkesinambungan kepada siswa, 4) Memamerkan keseluruhan karya yang disimpan
dalam portofolio. Tahap evaluasi: 1) Evaluasi dimulai dengan menegakan kriteria evaluasi, 2)
Kriteria yang disepakati diterapkan secara konsisten oleh guru dan siswa, 3) Lakukan self
assessment untuk menghayati kekuatan dan kelemahannya, 4) Hasil evaluasi dijadikan tujuan baru
bagi proses pembelajaran berikutnya.
2
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam beberapa tahun yang lalu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menggunakan
kurikulum 1994 berubah menjadi kurikulum 2004, perubahan ini memberikan dampak terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Cartono dan Sutarto Utari (2006: 2) mengatakan bahwa: “Perubahan
kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content based curriculum) ke kurikulum berbasis
kompetensi (competency based curriculum) mengakibatkan perubahan paradigma pada proses
pembelajaran yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai siswa
(kompetensi). Selain itu, terjadi pergeseran pada paradigma pendekatan pendidikan yang
berorientasi masukan (input oriented education) ke pendekatan pendidikan kompetensi dan
penekanan lebih kepada hasil dengan penggunaan metode yang bervariasi. Perubahan kurikulum
jelas memberikan dampak yang luar biasa terhadap perubahan paradigma pendekatan guru dalam
proses pembelajaran sehingga tujuan yang harus dicapai siswa dalam proses tersebut berubah-ubah
sesuai dengan kebijakan perubahan kurikulum.
Dalam kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan pada penciptaan
iklim yang kondusif bagi terciptanya suasana aman, nyaman, dan tertib, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning). Iklim
tersebut mendorong terwujudnya proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan bermakna, yang
lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do),
belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to
live together). Suasana tersebut memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya
ketergantungan dikalangan warga sekolah yang bersifat adaptif, dan proaktif (Mulyasa, 2007: 33).
Perubahan kurikulum untuk tujuan meningkatkan mutu pendidikan perlu disikapi secara positif,
Mulyasa (2006: 4) mengatakan: “Perubahan kurikulum harus diantisipasi dan dipahami oleh
berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan pembelajaran memiliki kedudukan strategis,
yang menentukan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan, baik proses maupun hasil.”
Pada tahun 2004 dalam kurikulum berbasis kompetensi sampai kurikulum yang digunakan
sekarang, selain tes juga sudah diperkenalkan jenis evaluasi non tes yaitu portofolio. Adanya
evaluasi portofolio dalam dunia pendidikan didasari oleh sebuah konotasi bahwa guru dalam
melakukan evaluasi terhadap siswa hanya menggunakan tes yang cenderung menilai serpihan-
serpihan kecil dalam proses pembelajaran. Padahal evaluasi memiliki ruang lingkup yang cukup
luas, mengingat luasnya cakupan bidang pendidikan maka evaluasi pendidikan pada prinsipnya
dapat dikelompokkan ke dalam tiga cakupan penting yaitu evaluasi pembelajaran, evaluasi
program, dan evaluasi system. Dalam konteks tulisan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah
evaluasi pembelajaran. Sukardi (2008: 5) mengatakan: “Evaluasi pembelajaran merupakan inti
bahasan evaluasi yang kegiatannya dalam lingkup kelas atau dalam lingkup proses belajar
mengajar. Evaluasi pembelajaran kegiatannya termasuk kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru
dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Bagi guru evaluasi pembelajaran adalah
media yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi guru akan
mendapatkan informasi tentang pencapaian hasil belajar. Di samping itu, dengan evaluasi guru juga
akan mendapatkan informasi tentang materi yang telah disampaikan apakah dapat diterima oleh
para siswanya, atau tidak”. Berdasarkan pendapat tersebut, evaluasi memiliki cakupan luas yang
tidak hanya diarahkan pada evaluasi pembelajaran, tetapi juga pada evaluasi program yaitu evaluasi
yang berkenaan dengan kurikulum, kebijakan program, implementasi program, dan efektivitas
program. Sedangkan evaluasi system berkenaan dengan evaluasi diri, evaluasi internal, evaluasi
eksternal, evaluasi kelembagaan untuk mencapai tujuan tertentu dari suatu lembaga. Guru dalam
3
melakukan evaluasi terhadap siswa tidak hanya berkenaan dengan hasil belajar saja tetapi meliputi
proses pembelajaran. Dengan demikian evaluasi portofolio yang dilakukan guru tidak hanya
melalui tes tetapi dengan berbagai bentuk evaluasi, sehingga hasil dari evaluasi tersebut dapat
mencerminkan usaha dan kemampuan siswa yang sebenarnya dan dengan cara yang paling objektif
dan otentik (Erman, 2010: 1).
Penerapan evaluasi portofolio di Indonesia dalam pembelajaran pendidikan jasmani belum
dilakukan oleh para guru pendidikan jasmani, evaluasi ini masih merupakan barang baru yang perlu
dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Berdasarkan literatur, dalam pembelajaran
pendidikan jasmani selama ini khususnya untuk menilai penguasaan materi dalam pembelajaran
pendidikan jasmani, guru cenderung masih menggunakan evaluasi tradisional dalam bentuk tes
yang dibuat oleh guru dan masih mengabaikan proses pembelajaran. Kaitan dengan masalah
tersebut, Sudana (2002: 2) mengatakan: ”Pelaksanaan evaluasi belum begitu nampak terintegrasi
dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian
umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai
salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah
proses belajar mengajar. Seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja,
asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
Masalah lain yang masih terjadi dalam pembelajaran pendidikan jasmani domain kognitif
masih saja terabaikan artinya guru selama ini tidak melakukan evaluasi terhadap domain kognitif.
Hanik (2007: 1) mengatakan: “Large class size, limited class time, language barriers, students
reading ability, and lack of planning time to design and record assessment -often discourage
teachers from implementing quality assessment in the cognitive domain. Another contributing
factor to low quality cognitive assessment is the fact that administrators, parents, and even students
traditionally have been unconcerned about, and have not demanded, an assessment of students
cognitive performance in physical education. In addition, teachers have often perceived traditional
cognitive assessment (paper tests) as being of little value to the learning process in physical
education and, therefore, they have chosen not to implement them”. Pendapat tersebut menegaskan
bahwa evaluasi kognitif tidak dilakukan oleh guru karena beberapa faktor seperti jumlah siswa
terlalu banyak, keterbatasan waktu, bahasa, kemampuan membaca, dan kurangnya waktu untuk
merancang evaluasi, sehingga guru tidak tertarik untuk melakukan evaluasi pada domain kognitif.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap rendahnya kualitas evaluasi adalah tidak adanya perhatian
administrator, orang tua, dan siswa, sehingga evaluasi pada aspek kognitif yang bersifat tradisional
tidak menjadi tuntutan dalam pendidikan jasmani. Guru dalam pembelajaran pendidikan jasmani
sering menggunakan evaluasi tradisional (tes objektif) pada aspek kognitif sedangkan menilai
proses belajar diabaikan. Hal inilah yang masih sama kondisinya dengan di Indonesia.
Selain pada domain kognitif, ternyata domain afektifpun dalam pembelajaran pendidikan
jasmani masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam evaluasi. Patrick, Ward, & Crouch,
1998) dalam Mary O’Sullivan & Mary Henninger (2000: 1) mengatakan: “Affective objective are
often written for physical education, there is little time provided to teaching and less time devoted
to assessing these objectives.” Pendapat yang sama dikemukakan Hanik (2007: 1) bahwa: “Physical
educators have systematically evaluated the physical skills of their students, but have not assessed
the cognitive and affective skills as consistently.” Maksud kedua pendapat tersebut, tujuan afektif
seringkali tercantum dalam program pendidikan jasmani, tetapi guru masih tidak melakukan
evaluasi pada domain tersebut disebabkan karena waktu yang diberikan untuk mengajar tidak
mencukupi, apalagi untuk menilai tujuan tersebut. Sedangkan guru pendidikan jasmani dalam
menilai keterampilan fisik melakukannya secara sistematis tetapi selalu mengabaikan kedua domain
pembelajaran yaitu kognitif dan afektif, padahal kedua domain tersebut penting untuk dinilai.
4
Selain permasalahan di atas, kondisi lain yang selama ini terjadi dalam melakukan evaluasi
dalam pembelajaran pendidikan jasmani untuk melihat keberhasilan siswa dalam belajar, guru
cenderung menilai siswa dengan cara mengetes keterampilan siswa diakhir setelah kompetensi atau
bahan ajar selesai diberikan dengan menggunakan bentuk tes. Asmawi Zainul (1999: 8)
mengatakan: “Tes yang digunakan oleh guru untuk menilai siswa adalah tes yang baku (standard
test) yang biasa digunakan dalam menilai hasil belajar siswa yang terkadang tidak komprehensif
karena hanya mengukur sebagian kecil saja dari sekian banyak kemampuan siswa.” Pendapat lain
mengenai masalah tersebut, Melograno (2000: 97-98) mengatakan: “In the past, primary source of
evidence of student learning included individual or group administered skill tests, multiplechoice
tests, and standardized achievement tests. These tests help measure a discrete skill or the recall of
discrete information, but are limited when gathering evidence about the application of these
abilities in a “real-life” context”. Selanjutnya Rusli Lutan (1999) menjelaskan permasalahan yang
sama bahwa: “Guru penjas cenderung melakukan evaluasi untuk membandingkan siswa yang satu
dengan yang lainnya, sehingga kemampuan dan kemajuan siswa dinyatakan dengan skor yang
bersifat kuantitatif dan kompetitif, sehingga skor yang diberikan kepada siswa seringkali tidak
mempunyai makna apa-apa, begitupun umpan balik yang diberikan guru kepada siswa tidak
dipahaminya”.
Pendapat tersebut, menegaskan bahwa siswa yang dianggap telah menguasai pelajaran atau
kompetensi dinyatakan lulus, sebaliknya siswa yang dianggap belum menguasai materi atau
kompetensi dinyatakan tidak lulus karena guru dalam menilai tidak melihat proses sebelumnya
yang dilakukan siswa selama pembelajaran, bisa jadi siswa yang tidak lulus adalah siswa yang aktif.
Evaluasi tersebut, mempunyai makna yang sempit dan cenderung merugikan siswa karena
keputusan akhir yang diberikan guru dalam evaluasi adalah hasil akhir. Berdasarkan permasalahan
tersebut peneliti tertarik untuk menerapkan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan
jasmani, mengapa tertarik dengan masalah ini karena evaluasi portofolio sangat komplek yang
menilai berbagai aneka pengalaman dan kemampuan yang berada dalam ketiga domain yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan demikian, evaluasi tradisional berupa tes perlu dicermati kembali dalam upaya
memperbaiki mutu pembelajaran khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, karena
evaluasi tradisional berbentuk tes yang selama ini dilaksanakan para guru pendidikan jasmani di
sekolah belum bisa memotret seluruh profil kemampuan dan keterampilan siswa. Hasil belajar yang
diharapkan dapat terungkap melalui evaluasi portofolio yaitu hasil belajar yang terfokus pada tiga
domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Benjamin Bloom (1956) dalam Saeful Sagala (2006:
33). Ketiga domain tersebut, menjadi tujuan pendidikan yang harus dicapai dalam pembelajaran
agar terjadi peningkatan taraf hidup manusia sebagai pribadi, pekerja, profesional, warga
masyarakat, warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Permasalahan ini yang menjadi dasar penulis untuk mengkaji lebih jauh dan
menerapkannya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, agar guru mampu memotret hasil belajar
siswa secara menyeluruh pada ketiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan
demikian penulis beri judul artikel ini yaitu: ”Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan
Jasmani.
2. Masalah
Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan pada latar belakang masalah, penulis akan
menguraikan masalah tersebut dalam bentuk pertanyaan yaitu: “Apa dan bagaimana penerapan
evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani?
5
3. Tujuan Artikel
Mengacu kepada rumusan masalah yang penulis paparkan, tujuan yang diharapkan dari
artikel ini adalah: “Untuk mengetahui apa dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam
pembelajaran pendidikan jasmani?
4. Manfaat Artikel
Artikel ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
a. Manfaat Secara Teoritis
1. Diharapkan artikel ini bermanfaat untuk mengembangkan keilmuan terutama yang
berkenaan dengan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
2. Diharapkan artikel ini memberikan gambaran yang lebih jelas dan komprehensif mengenai
pengaruh model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar
siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
3. Diharapkan artikel ini bermanfaat sebagai bahan bacaan/referensi bagi semua pihak yang
terlibat dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, khususnya dalam menilai hasil
belajar siswa.
b. Manfaat Secara Praktis
1. Diharapkan artikel ini dijadikan sebagai rekomendasi bagi kepala sekolah, guru pendidikan
jasmani, pembina olahraga di sekolah, dalam meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan
jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio.
2. Jika terbukti evaluasi portofolio lebih baik terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran
pendidikan jasmani, diharapkan artikel ini bermanfaat dalam menggugah dan membiasakan
kembali guru pendidikan jasmani untuk menerapkan evaluasi portofolio dalam pembelajaran
pendidikan jasmani agar hasil belajar siswa diperoleh secara komprehensif.
5. Prosedur Pemecahan Masalah
Permasalahan yang penulis paparkan dalam latar belakang masalah, akan penulis kaji
dengan menggunakan pendekatan teoritis, artinya penulis berupaya untuk mengeksplorasi berbagai
referensi terkait dengan permasalahan tersebut, sehingga permasalahan terungkap jelas berdasarkan
dari berbagai sudut kajian teori.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Evaluasi, dan Evaluasi Portofolio
Dalam beberapa literature kita sering membaca tentang evaluasi yang di dalamnya
menjelaskan beberapa istilah yang hampir sama tetapi memiliki makna yang berbeda seperti
evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes. Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari
sistem evaluasi. Ada beberapa istilah yang sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik
evaluasi, yaitu tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Secara konseptual istilah-istilah tersebut
berbeda satu sama lain, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat. Istilah tersebut adalah:
a. Tes
Istilah "tes" berasal dari bahasa latin "testum" yang berarti sebuah piring atau jambangan dari
tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya
dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan
tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu
masalah tertentu. Gilbert Sax (1980) mengemukakan "a test may be defined as a task or series of
6
task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or
psychological traits or attributes". Maksudnya adalah tes sebagai suatu tugas atau rangkaian tugas.
Istilah tugas dapat berbentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta
didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap seseorang. Hamid Hasan (1988) memberikan definisi
mengenai tes yaitu: “Tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes
dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan". Rusli Lutan (1996: 121) mengemukakan:
“Tes adalah atat atau instrumen untuk mengumpulkan informasi”. Rumusan ini lebih terfokus pada tes
sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan hanya ada dalam prosedur penelitian,
tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi. Selanjutnya, Conny Semiawan (1986) mengemukakan bahwa:
“Tes sebagai alat pengukur untuk menetapkan apakah berbagai faset dari kesan yang kita perkirakan
dari seseorang adalah benar merupakan fakta, juga adalah cara untuk menggambarkan bermacam-
macam faset ini seobjektif mungkin”. Dari beberapa pendapat tersebut, penulis dapat simpulkan
bahwa pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku tertentu. Oleh sebab itu
fungsi tes adalah sebagai alat ukur, sedangkan dalam konteks pembelajaran tes hasil belajar pada aspek
perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang
telah disampaikan.
b. Pengukuran
Untuk menjelaskan mengenai istilah pengukuran, peneliti mengutip pendapat Rusli Lutan
(1996: 122) bahwa pengukuran adalah: “Proses pengumpulan informasi yang bersifat kuantitatif
yang dapat dinyatakan dalam skor”. Sedangkan menurut Glock dalam Hamid Hasan (1988)
dikatakan bahwa: "In the last analysis measurement is only a part, although a very substansial part of
evaluation. It provides information upon which an evaluation can be based ... Educational
measurement is the process that attemps to obtain a quantified representation of the degree to which
a trait is possessed by a pupil." Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan (Wiersma dan Jurs
(1985) bahwa: "technically, measurement is the assigment of numerals to objects or events according
to rules that give numeral quantitative meaning”. Sedangkan Ebel (1972) mengemukakan bahwa:
“Measurement is a process of assigning numbers to the individual members of a set of objects or
persons for the purpose of indicating differences among them in the degree to which they possess
the characteristic being measured. If any characteristic of persons or things can be defined
clearly enough so observed differences between them with respect to this characteristic can be
consistenly verified, the characteristic is measurable. A more refined type of measurement in-
volves comparison of some characteristic of a thing with a preestablished standard scale for
measuring that characteristic”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengumpulkan berbagai informasi untuk
menentukan kuantitas sesuatu sehingga diperoleh data atau skor tentang sesuatu. Kata "sesuatu" bisa
berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran,
tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu
memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi.
c. Penilaian
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment, bukan dari ist ilah
evaluation. Depdikbud (1994) mengemukakan: “Penilaian adalah suatu kegiatan untuk
memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil
yang telah dicapai siswa." Kata "menyeluruh" mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya
ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup aspek pengetahuan,
7
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Selanjutnya, Gronlund mengartikan bahwa: “Penilaian adalah
suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi/data untuk
menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran." Sedangkan Anthony
Nitko (1996) menjelaskan: "Assessment is a broad term defined as a process for obtaining
information that is used for making decisions about students ...." Beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan
berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
Keputusan yang dimaksud adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan
diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan. Keputusan tentang peserta
didik meliputi juga pengelolaan belajar, penempatan peserta didik sesuai dengan jenjang atau jenis
program pendidikan, bimbingan dan konseling, dan menyeleksi peserta didik untuk pendidikan
lebih lanjut. Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar sangat bermanfaat untuk membantu
peserta didik merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong
tanggung jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik
(peer) atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan keputusan perlu menggunakan
pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian. Pengambilan
keputusan harus membimbing peserta didik untuk melakukan perbaikan pencapaian hasil belajar.
Penilaian harus dipandang sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan proses
dan hasil belajar, bukan hanya sebagai cara yang digunakan untuk menilai hasil belajar.
Kegiatan penilaian harus dapat memberikan informasi kepada guru untuk meningkatkan
kemampuan mengajarnya dan membantu peserta didik mencapai perkembangan belajarnya
secara optimal. Implikasi dari penilaian harus digunakan sebagai cara atau teknik untuk
mendidik sesuai dengan prinsip pedagogik. Guru harus menyadari bahwa kemajuan belajar
peserta didik merupakan salah satu indikator keberhasilannya dalam pembelajaran.
d. Evaluasi
Selanjutnya istilah evaluasi, menurut beberapa pendapat seperti Witherington (1952)
mengemukakan bahwa evaluasi adalah: “an evaluation is a declaration that something has or does
not have value." Hal yang sama dikemukakan Wand dan Brown (1957) bahwa evaluasi
adalah: "...refer to the act or process to determining the value of something". Pendapat tersebut
menegaskan pentingnya nilai (value) dalam evaluasi, padahal dalam evaluasi bukan hanya
berkaitan dengan nilai tetapi juga arti atau makna. Sebagaimana dikemukakan Guba dan Lincoln
(1985) bahwa: “Evaluation is a process for describing an evaluate and judging its merit
and worth". Maksudnya evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan
menimbangnya dari segi nilai dan arti. Dilihat dar i proses dan hasil evaluasi tentu sangat
dipengaruhi o leh beragam pengamatan, latar belakang dan pengalaman praktis evaluator itu
sendiri. Gilbert Sax (1980: 18) mengatakan bahwa: “Evaluation is a process through which a value
judgement or decision is made from a variety of observations and from the background and training
of the evaluator". Dari beberapa pendapat mengenai evaluasi, dapat disimpulkan bahwa
hakikat evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan
kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian tersebut, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan lebih lanjut, Zaenal Arifin (2009: 5-6) mengemukakan sebagai berikut:
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan
evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan
kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. E valuasi
8
berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu.
Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang
dilakukan. Proses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti
terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip Berta dilakukan secara terus-menerus.
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan
nilai dan arti. Hamid Hasan (1988) secara tegas membedakan kedua istilah tersebut, pemberian
nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai evaluan
tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi, pertimbangan yang
diberikan sepenuhnya berdasarkan apa evaluan itu sendiri. Sedangkan arti, berhubungan
dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu. Tentu saja kegiatan evaluasi
yang komprehensif adalah yang meliputi proses pemberian keputusan tentang nilai dan
proses keputusan tentang arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus
selalu meliputi keduanya. Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan Scriven
(1967) adalah formatif dan sumatif.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian pertimbangan
ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan ditentukan nilai dan
arti/makna (worth and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian
pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Tanpa
kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang
dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria yang digunakan dapat saja berasal dari apa
yang dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa juga berasal dari luar apa yang dievaluasi
(eksternal), baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Jika yang dievaluasi itu adalah
proses pembelajaran, maka kriteria yang dimaksud bisa saja dikembangkan dari
karakteristik proses pembelajaran itu sendiri, tetapi dapat pula dikembangkan kriteria
umum tentang proses pembelajaran. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator dengan
pertimbangan (a) hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (b) evaluator lebih
percaya diri (c) menghindari adanya unsur subjektivitas (d) memungkinkan hasil evaluasi akan
sama sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda, (e) memberikan kemudahan
bagi evaluator dalam melakukan penafsiran hasil evaluasi.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada gambaran
yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar siswa (learning progress),
sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu obiek. Keputusan
penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran tetapi dapat pula didasarkan pada hasil
pengamatan dan wawancara. Untuk lebih jelasnya hubungan antara evaluasi, penilaian, pengukuran
dan tes, dapat dilihat pada Gambar 3.3.
9
Evaluasi
Penilaian/Assessment
Pengukuran
Tes dan Non-Tes
Gambar 3.3. Hubungan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, dan Tes
Secara etimologi portofolio diartikan sebagai: ”Kumpulan dokumen, berkas, bundel dan
bukti fisik tentang aktivitas” (Erman, 2010: 2). Portofolio berarti kumpulan bukti fisik aktivitas-
kinerja (individu, kelompok, atau lembaga) sebagai data otentik yang dilakukan oleh yang
bersangkutan. Sedangkan evaluasi portofolio adalah kumpulan karya (dokumen) siswa yang
tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran. Portofolio
digunakan oleh guru dan siswa untuk mengevaluasi dan memantau perkembangan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu (Surapranata dan Hatta, 2004: 28).
Evaluasi portofolio juga merupakan usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan
perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa yang bersumber dari catatan
dan dokumentasi pengalaman belajarnya (Dasim Budimansyah, 2002: 106). Pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa evaluasi portofolio adalah usaha untuk memperoleh informasi tentang
kemampuan siswa baik dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang dilakukan
secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh yang didasarkan kepada kumpulan karya atau
dokumen siswa yang terkumpul selama pengalaman belajarnya dengan tujuan untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa dalam pembelajarannya.
2. Tujuan dan Fungsi
Tujuan yang ingin dicapai dari adanya evaluasi portofolio adalah membantu meningkatkan
proses evaluasi yang dapat mengungkap tingkat keterampilan dan pemahaman siswa pada materi
pembelajaran tertentu, membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran, merefleksikan
perubahan dan pertumbuhan pada periode waktu tertentu, mendorong dan merefleksikan siswa,
guru, dan orang tua, dan memberikan kontinuitas dalam pendidikan dari tahun ke tahun. Paulson
and Meyer (1991) mengatakan tujuan spesifik dari evaluasi portofolio yaitu: “Instructor can use
them for a variety of specific purposes including: encouraging self-directed learning, enlarging the
view of what is learned, fostering learning about learning, demonstrating progress toward
identified outcomes, creating an intersection for instruction and evaluasit, providing a way for
students to value themselves as learners, offering opportunities for peer-supported growth”.
Maksudnya pendapat tersebut evaluasi portofolio digunakan untuk mendorong siswa belajar sendiri,
memperluas pandangan tentang materi yang dipelajari, mempercepat belajar tentang apa yang
sedang dipelajari, peningkatan hasil belajar dan dapat diperagakan, menciptakan titik temu antara
pembelajaran dan evaluasi, memberikan cara kepada siswa untuk menilai diri sendiri, memberikan
10
kesempatan kepada kelompok untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, Davies (2000) dalam
Graham (2007: 219) menjelaskan evaluasi portfolio yaitu: “They are powerful because they help
students learn about their learning. Portfolio provides an apportunity for students to share the
responsibility for collecting proof of their learning.” Maksudnya evaluasi portofolio sangat baik
karena evaluasi portofolio dapat membantu siswa belajar tentang apa yang mereka pelajari. Dengan
demikian, evaluasi portofolio dapat dijadikan sebagai model evaluasi yang bisa menjembatani
tercapainya tujuan pembelajaran.
Dilihat dari fungsi dan tujuannya, evaluasi portofolio berfungsi untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam mata pelajaran
tertentu. Cartono dan Sutarto Utari (2006: 87) mengatakan: “Portofolio berfungsi sebagai alat
untuk: (1) melihat perkembangan tanggungjawab siswa dalam belajar; (2) perluasan dimensi
belajar: (3) pembaharuan kembali proses belajar; (4) penekanan pada pengembangan pandangan
siswa dalam belajar.” Paulson dan Meyer (1991) mengatakan: “Portofolio can enhance the
evaluation process by revealing a range of skills and understandings one student’s parts; support
instructional goals; reflect change and growth over a period of time; encourage student, teacher,
and parent reflection; and provide for continuity in education from one year to the next”.
Melalui evaluasi portofolio guru akan menghargai perkembangan yang dialami siswa,
mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung, memberikan perhatian pada prestasi
kerja siswa, merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi,
meningkatkan efektifitas proses pengajaran, bertukar informasi dengan orang tua/wali siswa dan
guru lain, membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa, meningkatkan
kemampuan melakukan refleksi diri (Cartono dan Sutarto Utari, 2006: 8).
3. Dasar Pemikiran Evaluasi Portofolio
Dalam pelaksanaan evaluasi portofolio guru tidak dominan melakukan evaluasi tetapi siswa
sangat terbuka melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri, dan terkadang guru tampil sebagai
fasilitator dalam proses evaluasi sehingga terjadi interaksi dan kolaborasi antara guru dan siswa
dalam melakukan evaluasi. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang diungkap Dasim
Budimansyah (2002: 4-5) yaitu: ”Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi
konstruktivisme antara lain diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau
mengungkapkan gagasan, pengujian dan hasil artikel sederhana, demonstrasi dan peragaan prosedur
ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang siswa untuk mempertajam gagasannya”.
Pandangan tersebut menekankan bahwa evaluasi portofolio memberikan kesempatan kepada siswa
dalam mendiskusikan bahan yang akan diteskan dalam kelompoknya, sehingga siswa
mengungkapkan gagasannya mengenai pelaksanaan tes dan pelaksanaan perlakuan keterampilan
yang akan diteskan sesuai dengan rubrik yang dibuat oleh guru. Siswa diberi kesempatan untuk
memperagakan prosedur pelaksanaan tes hingga pelaksanaan tes yang sebenarnya baik oleh guru,
siswa, maupun temannya sendiri.
Sebagai sebuah inovasi model evaluasi portofolio dilandasi oleh beberapa landasan
pemikiran sebagaimana diungkapkan Dasim Budimansyah (2002: 109) sebagai berikut:
1. Membelajarkan kembali (re-edukasi)
Menurut cara berpikir baru, menilai bukan memvonis siswa dengan harga mati, lulus atau
gagal. Menilai adalah mencari informasi tentang pengalaman belajar siswa dan informasi tersebut
digunakan sebagai balikan (feed back) untuk membelajarkan siswa kembali. Apabila dalam
beberapa kali ulangan siswa memperoleh nilai buruk, guru hendaknya tidak memvonisnya sebagai
siswa yang bodoh dan tidak berkemampuan. Guru hendaknya mencari informasi dari indikator lain,
misalnya memperhatikan catatan perilaku harian siswa tersebut dalam catatan anekdot, apakah
11
memang siswa yang buruk perilaku belajarnya atau sebaliknya. Di samping itu, guru hendaknya
membuka tugas terstruktur siswa yang bersangkutan, apakah nilainya buruk karena tidak
mengerjakan tugas dengan baik. Terakhir, mengenai laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang
menunjang belajar siswa. Setelah dokumen diperiksa, guru harus membuat kesimpulan mengapa
siswa tadi memperoleh nilai yang buruk dalam ulangan. Maka apabila berdasarkan data-data yang
ada pada diri siswa termasuk buruk perilaku dalam belajarnya, misalnya dalam catatan anekdot
diperoleh data bahwa yang bersangkutan tidak serius dalam mengikuti pelajaran bahkan terkesan
main-main, tugas-tugas terstruktur dikerjakan asal menggugurkan kewajiban saja, dan tidak
memiliki aktivitas di luar yang menunjang keberhasilan belajarnya, maka sudah cukup bukti bahwa
nilai buruk dalam ulangan itu akibat perilaku belajarnya yang buruk. Guru yang memiliki cara
berpikir yang baru dalam evaluasi, tindakan yang perlu dilakukan agar di masa mendatang siswa
memperoleh nilai yang lebih baik, dengan cara memperbaiki perilaku belajarnya.
2. Merefleksi Pengalaman Belajar.
Merupakan suatu gagasan yang baik apabila evaluasi dijadikan media untuk merefleksi
(bercermin) pada pengalaman yang telah siswa miliki dan kegiatan yang telah mereka selesaikan.
Refleksi pengalaman belajar merupakan satu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di masa
yang akan datang dan untuk meningkatkan kinerja. Di samping itu, merefleksi pengalaman belajar
siswa, evaluasi dapat dijadikan sarana untuk merefleksi kinerja guru. Logikanya adalah siswa
belajar dan guru membelajarkan. Oleh karena itu, kinerja siswa berkorelasi dengan kinerja guru.
Dengan demikian berdasarkan hasil evaluasi, guru hendaknya bercermin apakah nilai yang
diperoleh siswa itu menggambarkan kinerja mereka dalam membelajarkan siswa?
4. Prinsip dan Karakteristik Evaluasi Portofolio
Prinsip dalam evaluasi portofolio yang membedakan dengan evaluasi tradisional, Wina
Sanjaya (2006: 198-199) mengatakan: “Prinsip evaluasi portofolio adalah saling percaya,
keterbukaan, kerahasiaan, milik bersama, kepuasan dan kesesuaian, budaya pembelajaran, refleksi,
berorientasi pada proses dan hasil.” Sedangkan Dasim Budimansyah (2006: 112-116) mengatakan:
“Model evaluasi portofolio mengacu kepada sejumlah prinsip dasar evaluasi. Prinsip dasar evaluasi
dimaksud adalah evaluasi proses dan hasil, evaluasi berkala dan sinambung, evaluasi yang adil, dan
evaluasi implikasi sosial belajar.” Melihat beberapa prinsip dalam evaluasi tersebut, jelas bahwa
evaluasi portofolio merupakan evaluasi yang adil dalam memberikan keputusan dalam evaluasi
karena mengacu kepada proses dan hasil, dan juga dilakukan secara berkala dan berkesinambungan
agar data yang diperoleh dari hasil evaluasi terhadap siswa mudah diorganisasikan.
Supranata dan Hatta (2006: 120) menjelaskan bahwa evaluasi portofolio sebagai alat untuk
menilai hasil belajar siswa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Portofolio hendaknya memiliki kriteria evaluasi yang jelas.
2. Informasi atau hasil karya yang didokumentasikan dapat berasal dari semua orang yang
mengetahui siswa secara baik seperti guru, rekan siswa, guru mata pelajaran lain dan sebagainya.
3. Portofolio dapat terdiri dari hasil karya seperti karangan, hasil lukisan, skor tes, foto hasil karya
dan lain-lain.
4. Kualitas portofolio harus senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu berdasarkan hasil karya
yang memenuhi kriteria.
5. Setiap mata pelajaran mempunyai portofolio yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya.
6. Portofolio harus terbuka bagi orang-orang yang secara langsung berkepentingan dengan hasil
karya siswa itu seperti guru, sekolah, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
Evaluasi portofolio memiliki ruang lingkup dan karakteristik evaluasi seperti dijelaskan
Cartono dan Sutarto Utari (2006: 110) sebagai berikut: “Portofolio: 1) Menilai siswa berdasarkan
12
seluruh tugas dan hasil kerja yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai; 2) Siswa turut serta dalam
menilai yang dicapai dalam menyelesaikan berbagai tugas, dan perkembangan yang berlangsung
selama proses pembelajaran; 3) Menilai setiap siswa berdasarkan pencapaian masing-masing,
dengan mempertimbangkan faktor perbedaan individu; 4) Mewujudkan evaluasi yang kolaboratif;
5) Siswa menilai dirinya sendiri menjadi suatu tujuan; 6) yang mendapat perhatian dalam evaluasi
meliputi un, usaha, dan pencapaian; 7) Terkait erat antara kegiatan evaluasi, pengajaran, dan
pembelajaran”.
Selain itu, mengenai karakteristik evaluasi portofolio dijelaskan juga oleh Vincent
Melograno (1994: 52) yaitu: “The characteristics of portfolio: (1) represent a wide range of student
work in a given content area, (2) engage students in self assessment and goal setting, (3) allow for
students differencies, (4) foster collaborative assessment, (5) focus on improvement, effort, and
achievement, and (6) link assessment and teaching to learning”. Berdasarkan kedua pendapat
tersebut, evaluasi portofolio memiliki karakteristik sebagai berikut: evaluasi berdasarkan seluruh
tugas dan hasil kerja siswa, siswa turut sera dalam menilai, perkembangan berlangsung selama
proses pembelajaran, menilai setiap siswa berdasarkan perbedaan individu, mewujudkan evaluasi
yang kolaboratif, siswa menilai dirinya sendiri, focus pada peningkatan usaha, dan prestasi siswa,
terkait erat antara kegiatan evaluasi pengajaran, dan pembelajaran. Dalam pembelajaran pendidikan
jasmani karakteristik tersebut harus dilakukan oleh guru dan harus menjadi bagian dari proses
evaluasi untuk memperoleh data siswa dalam proses pembelajaran. Guru harus berupaya dengan
keras untuk mensosialisasikan evaluasi portofolio agar semua kalangan mengerti dan paham
pentingnya evaluasi portofolio untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
5. Rubrik dalam Evaluasi Portofolio
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, terutama dalam menguasai keterampilan gerak
dasar yang menggunakan evaluasi portofolio berbeda dengan yang menggunakan evaluasi
tradisional. Penggunaan evaluasi portofolio dalam pembelajaran selalu melihat bagaimana proses
itu terjadi, sehingga dalam evaluasinya melibatkan proses pembelajaran dan hasil belajar yang
didasarkan pada rubrik evaluasi yang jelas berdasarkan pada materi yang diajarkan. Arter (1996)
dalam Jacalyn Lea Lund (2000: 2) mengatakan: “Creating a rubric, the teacher is forced to make
decisions about these finer points and to articulate specifically what students are expected to do.
Performance criteria can improve instruction if they are written properly, by going back to these
criteria, teachers can ensure that lesson progressions are covering the content necessary for
student to be successfull”. Selanjutnya Herman, Asbacher, and Winters (1996) dalam Jacalyn Lea
Lund (2000: 2) mengatakan: “Scoring criteria, or rubric, must: 1) help teachers define excellence
and plan how to help students achieve it, 2) communicate to students what constitutes excellence
and how to evaluate their own work, 3) communicate goals and results to parents and others, 4)
help teachers or others raters be accurate, unbiased, and consistent in scoring, 5) document the
procedures used in making important judgement about students.
Pendapat tersebut menegaskan bahwa dalam menciptakan rubrik untuk pelaksanaan
evaluasi, guru memiliki kekuatan untuk membuat keputusan dengan baik dan mengatakannya
secara spesifik apa yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.
Penampilan siswa dalam pembelajaran meningkat, apabila kriteria atau rubrik dibuat dengan jelas
oleh guru sebelum evaluasi dilakukan. Dengan kriteria yang jelas dan nampak dalam rubrik, guru
menjamin adanya peningkatan belajar pada siswanya yang mencakup semua materi pembelajaran
untuk keberhasilan siswa belajar. Selanjutnya, rubrik yang dibuat oleh guru dalam evaluasi
portofolio membantu guru dalam merencanakan bagaimana siswa mencapai rubrik tersebut. Oleh
13
karena itu, rubrik harus dikomunikasikan guru kepada siswa bagaimana mengevaluasi tugas siswa
agar memperoleh hasil yang baik. Rubrik evaluasi yang telah dibuat guru harus digunakan dalam
proses pembelajaran, setelah guru selesai menyampaikan bahan ajar, segeralah bersama-sama
dengan siswa melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi yang telah diajarkan. Dengan
demikian, tujuan evaluasi dalam hal ini adalah untuk mendiagnosa tingkat penguasaan siswa
terhadap materi yang telah diajarkan.
Dalam pelaksanaan evaluasi tradisional berupa tes, rubrik evaluasi tidak dibuat oleh guru
sehingga guru sering kali keliru dalam menilai siswa. Sebagai contoh dalam setiap pembelajaran si
A memperoleh nilai yang baik karena siswa cerdas dan rajin dalam belajarnya, siswa tersebut aktif
mengikuti apa yang diajarkan di kelas, aktif pada cabang olahraga luar kelas, dan penampilannya
cukup bagus dibandingkan teman-temannya, tugas-tugas selalu dikerjakan dengan teliti dan tepat
waktu. Tetapi yang sering keliru begitu guru memberikan nilai akhir pada siswa, ternyata si A
nilainya jelek dibandingkan dengan temannya. Setelah dikonfirmasi pada gurunya tersebut ternyata
guru tidak memiliki catatan perkembangan hasil belajar siswa tersebut, si A memperoleh nilai jelek
dibandingkan temannya dengan alasan si A tidak mengikuti ujian dalam materi ajar yang lain.
Evaluasi seperti itu sungguh tidak adil bagi siswa dan perlu dicermati kembali dalam upaya
memperbaiki mutu pembelajaran khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Seharusnya
evaluasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran pendidikan jasmani, guru harus mengevaluasi
berbagai aneka pengalaman siswa dalam belajarnya baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan
bersikap “adil”. Sehingga evaluasi tersebut benar-benar memotret seluruh profil kemampuan dan
keterampilan siswa selama proses pembelajaran.
7. Domain dalam Evaluasi Hasil Belajar
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani ketiga domain harus dicapai dalam
pembelajaran, karena ketiga domain tersebut merupakan tujuan pendidikan secara keseluruhan yang
harus dicapai oleh siswa. Suzann Schemer (2000) mengatakan: “Knowledge possessed by the
students should be assessed in order to ensure that educational objectives and the national physical
education standards have been met. Students be informed at the beginning of instruction as to what
they are expected to learn in all three domain”. Ketiga domain tersebut yaitu domain kognitif,
afektif dan psikomotor.
Hasil belajar siswa kaitannya dengan domain kognitif, menurut kajian ilmu psikologi
menekankan pada cara-cara siswa menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan
menggunakan pengetahuan yang di peroleh dan disimpan dalam pikirannya secara efektif. Psikologi
kognitif menggambarkan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada di
luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri yang disebut dengan faktor
internal. Faktor-faktor internal itu, berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal
dunia luar, dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Menurut
pandangan teori belajar psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses keberfungsian
kognisi, terutama unsur pikiran, dengan kata lain bahwa aktivitas belajar pada diri manusia
ditekankan pada proses internal dalam pikiran yakni proses pengolahan informasi (Yusup &
Herman Subarjah, 2007).
Dalam evaluasi portofolio ketiga domain dalam pembelajaran dinilai secara berkala dan
berkesinambungan. Berkala tujuannya untuk memudahkan mengorganisasikan hasil belajar siswa.
Berkesinambungan tujuannya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman
belajar siswa. Dengan demikian evaluasi yang dilakukan secara tidak berkala dan
berkesinambungan, akan menyulitkan guru dalam mengorganisasikan hasil belajar siswa, dan guru
14
tidak akan memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman belajar siswa (Dasim
Budimanysah, 2002: 113).
Pada domain afektif dalam pembelajaran juga perlu dinilai, hal ini memerlukan upaya secara
sadar dan sistematis. Terjadinya proses pembelajaran pada domain afektif diketahui dari perilaku
siswa yang menunjukkan adanya kesenangan belajar. Perilaku yang muncul saat itu, dikatakan
Kelly, 1965, Anderson, 1981: 17, dalam Darmiyati Zuchdi (2010: 21) bahwa: “Perasaan, emosi,
minat, sikap, dan apresiasi yang positif menimbulkan perilaku yang konstruktif dalam diri pelajar.”
Perasaan mengontrol perilaku mempunyai peranan penting dalam menghambat dan mendorong
belajar siswa. Kaitan dengan masalah di atas, Saeful Sagala (2007: 158-159) mengatakan: “Ciri-ciri
belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya pada
pelajaran etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran
lainnya di sekolah.” Krathwohl, Bloom, dan Mansia dalam Saeful Sagala, 2007: 159) mengatakan:
“domain afektif berdasar pada lima kategori yaitu: (1) Penerimaan (receiving), (2) Pemberian
respon (responding), (3) Penghargaan/evaluasi (valuing), (4) Pengorganisasian (organizing), dan
(5) karakterisasi (characterization). Oleh karena itu, dalam pembelajaran kategori ini harus dinilai
seperti halnya kategori lainnya, melalui self evaluasi pada asepak kerjasama dalam proses
pembelajaran.
Kecenderungan yang ada sampai saat ini guru hanya menilai aspek kognitif saja atau
kecerdasan saja. Sedangkan aspek psikomotor apalagi afektif sangat langka dijamah oleh guru.
Akibatnya para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan dalam
bentuk keterampilan, dan tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka kuasai.
Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap domain afektif, jika kita mau introspeksi telah
berakibat merosotnya akhlak para lulusan, yang selanjutnya berdampak luas pada merosotnya ahlak
bangsa (Suharsimi Arikunto, 2007: 22).
Berdasarkan pendapat tersebut dalam pembelajaran apapun aspek ini harus diperhatikan,
dalam evaluasi portofolio aspek ini menjadi perhatian besar dalam proses pembelajaran. Dalam
evaluasi portofolio guru selalu memantau pertumbuhan dan perkembangan aneka pengalaman
belajar siswa, sebelum masa belajar berakhir. Maksudnya agar sesegera mungkin memperbaiki
proses belajarnya manakala ada indikasi yang kurang baik. Ada dua cara yang dapat dilakukan
menurut Dasim Budimansyah (2002: 115) yaitu: “Pertama, siswa sendiri yang meminta (stelsel
aktif) dan kedua, guru yang mempunyai prakarsa (stelsel pasif).” Maksudnya adalah stelse aktif
terjadi apabila siswa menyadari bahwa setelah mengamati portofolionya, ia merasa tidak puas
dengan kinerjanya dalam belajar. Misalnya hasil ulangan hariannya ada yang kurang baik, tugas-
tugas terstrukturnya ada yang belum lengkap, catatan perilaku hariannya biasa-biasa saja tidak
istimewa, dan laporan aktivitas di luar sekolah masih kosong. Menyadari hal itu, siswa meminta
gurunya untuk memberinya kesempatan memperbaiki kinerjanya. Sedangkan stelsel pasif
maksudnya, inisiatif datang dari guru, misalnya setelah menganalisis portofolionya, guru
menemukan sejumlah siswa yang proses belajarnya masih perlu ditingkatkan. Dalam keadaan
seperti ini guru memanggil siswa secara informal, dan mendiskusikan cara-cara mereka
memperbaiki kinerjanya.
Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam evaluasi hasil belajar adalah prinsip
kebulatan asesor dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar, yaitu dituntut untuk menilai secara
menyeluruh terhadap siswa, baik dari segi pemahamannya terhadap materi yang telah diberikan
(kognitif), maupun dari segi penghayatan (afektif), dan pengamalannya (psikomotor). Ranah
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak
setelah siswa menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang
berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, memukul, dan sebagainya. Dalam
15
ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamental, (3)
keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,
diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan
terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif,
gerakan interpretatif (Zeifbio, 2009). Hasil belajar ranah psikomotor Simpson (1956) dalam Zeifbio
mengatakan: “Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku)”.
8. Kebugaran Jasmani
Kaitan dengan peningkatan kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) dalam pembelajaran
keterampilan gerak, kebugaran jasmani merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam
program pendidikan jasmani. Sehingga untuk evaluasi kebugaran jasmani merupakan bagian
integral dalam program tersebut. Kent King (2000: 3) bahwa: “Physical fitness testing is most
effective when it is part of a comprehensive physical education program that supports testing with
educational and motivational information.” Berdasarkan pendapat tersebut, evaluasi kebugaran
jasmani lebih efektif jika evaluasi tersebut merupakan bagian yang komprehensif dari program
pendidikan jasmani untuk memperoleh informasi dalam belajar dan motivasinya. Berdasarkan pada
pengertian tersebut, peningkatan kebugaran jasmani merupakan akibat dari pembelajaran
keterampilan gerak dasar yang diajarkan. Kemampuan fisik, terdiri dari kemampuan anaerobik dan
kemampuan aerobik. Peningkatan kedua macam kemampuan fungsional dasar ini tidak disimpan
dalam kotak memori, karena pelatihan memang bukan pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan
fungsional dasar yang telah diperoleh (contoh: kemampuan anaerobik misalnya kekuatan otot dan
kemampuan aerobik misalnya mampu bekerja lama dan tidak mudah menjadi lelah/daya tahan
aerobik) harus selalu dipelihara dengan melakukan latihan rutin, tanpa pemeliharaan rutin, maka
peningkatan kemampuan fungsional dasar yang telah diperoleh akan dengan cepat hilang dan kita
akan dengan cepat kembali menjadi orang yang tidak terlatih. Artinya lebih lanjut adalah sehat
dinamis/kebugaran jasmani harus senantiasa dipelihara agar senantiasa sesuai dengan kebutuhan
masa kini. Sehat dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri.
Dalam pembelajaran keterampilan gerak dasar dalam pendidikan jasmani tentu akan meningkatkan
kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) siswa yang terlibat dalam aktivitas itu. Baik dan
buruknya kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) siswa tersebut, tergantung kepada intensitas
yang dilakukan dalam pembelajaran tersebut. Apabila intensitas dilakukan moderat maka kebugaran
jasmani siswa akan meningkat lebih baik, dibandingkan dengan intensitas yang lebih rendah dalam
pembelajaran itu.
6. Tahapan dalam Evaluasi Portofolio
Tahapan yang harus ditempuh dalam menerapkan evaluasi portofolio diungkapkan Asmawi
Zaenul, (2008: 68) yaitu: ”Ada tiga tahapan yang harus diperhatikan dalam evaluasi portofolio yaitu
tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi”.
a. Tahap persiapan
Dalam tahap persiapan melakukan evaluasi portofolio, ada beberapa hal yang perlu
dilakukan:
1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan diases dengan evaluasi portofolio.
2) Menjelaskan kepada siswa bahwa akan dilaksanakan evaluasi portofolio untuk mengases tujuan
tertentu atau keseluruhan tujuan pembelajaran. Harus dijelaskan proses yang harus ditempuh
oleh siswa, bila perlu perlihatkan contoh portofolio yang telah pernah dilaksanakan.
16
3) Menjelskan bagian mana dan seberapa banyak kinerja dan hasil karya yang secara minimal harus
tercantum dan disertakan dalam portofolio, dalam bentuk apa, dan bagaimana kinerja atau hasil
kerja itu akan diases.
4) Menjelaskan bagaimana hasil kerja tersebut harus disajikan.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu:
1) Guru mendorong dan memotivasi siswa.
2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan siswa guna mendiskusikan proses pembelajaran
yang akan menghasilkan kerja siswa, sehingga setiap langkah siswa dapat memperbaiki
kelemahan yang mungkin terjadi.
3) Berikan umpan balik secara berkesinambungan kepada siswa.
4) Memamerkan keseluruan karya yang disimpan dalam portofolio bersama-sama dengan karya
keseluruhan siswa yang menjadi peserta mata pelajaran tersebut.
c. Tahap Evaluasi
Tahap Evaluasi merupakan tahapan akhir dalam melakukan Evaluasi, kegiatan yang harus
dilaksanakan pada tahapan ini adalah:
1) Evaluasi dimulai dengan menegakkan kriteria evaluasi yang dilakukan bersama-sama atau
dengan partisipasi siswa.
2) Kriteria yang disepakati itu diterapkan secara konsisten, baik oleh guru maupun siswa. Bila ada
persepsi yang berbeda maka hal tersebut dibicarakan pada waktu pertemuan berkala antara guru
dengan siswa.
3) Arti penting dari tahap evaluasi ini adalah self assessment yang dilakukan oleh siswa sehingga
siswa menghayati dengan baik kekuatan dan kelemahannya.
4) Hasil evaluasi dijadikan tujuan baru bagi proses pembelajaran berikutnya.
Salah satu contoh evaluasi portofolio dalam pendidikan jasmani yang bisa dijadikan sebagai
pijakan penulis dalam menyusun evaluasi portofolio seperti diungkapkan oleh Timothy Sawicki
(2007) dan Vincent Melograno (1994), yang disesuaikan dengan kompetensi atau materi yang
diajarkan di sekolah menengah pertama (SMP). Untuk lebih jelas mengenai evaluasi dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Model Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Aspek yang Dievaluasi Jenis Evaluasi
Psikomotor
Atletik (start jongkok, lari 50 meter,
dan tolak peluru).
Pengamatan (Skala)
Tes Hasil Belajar
Senam (meroda/baling-baling, guling
lenting/neck kip).
Pengamatan (Skala)
Tes Hasil Belajar
Beladiri (tangkisan dalam dan luar,
tangkisan atas dan bawah).
Pengamatan (Skala)
Tes Hasil Belajar
Permainan bolabasket (passing,
dribbling, shooting).
Pengamatan (Skala)
Tes Hasil Belajar
Kebugaran jasmani Tes Fitnessgram (Daya tahan
cardiorespiratory (lari 1 mile),
kekuatan dan daya tahan otot (push up,
sit up, pull up), fleksibilitas sendi (sit
and reach test), komposisi tubuh (skin
folds)
Afektif
Kerjasama Self Assessment
17
Contoh Format
1:
Evaluasi
portofolio
dalam
Pembelajaran
Penjas
Domain Psikomotor
Kategori
dan
Jenis
Evaluasi
Gambar
Uraian Nilai
Start Jongkok 1 2 3 4
Observasi
dan
Rating
Scale
Aba-aba (Bersedia)
Posisi jongkok lutut kaki belakang
menempel pada tanah/lintasan.
Kedua lengan dengan jari-jarinya
membentuk hurup “V” terbalik.
Telunjuk dan ibu jari dibuka lebar untuk
menyangga berat badan dengan posisi
kedua lengan selebar bahu.
Aba-Aba (Siap)
Lutut yang menempel di tanah diangkat,
lutut kaki depan ada dalam posisi
membentuk sudut 90 derajat, lutut kaki
belakang 120-140 derajat.
Panggul diangkat sedikit lebih tinggi
dari bahu, tubuh sedikit condong ke
depan, bahu sedikit lebih maju dari
kedua tangan, pandangan ke bawah.
Aba-aba (Ya)
Dorong kaki depan pada start blok
dengan kuat, kaki belakang digerakkan
ke depan dengan cepat badan condong
ke depan, kedua tangan diangkat dari
tanah bersamaan lalu diayun bergantian.
Nilai: Skala 1- 4 (1 = rendah; 2 = cukup; 3 = Bagus; 4 = Bagus Sekali)
Usaha
Inisiatif
Partisipasi
Perilaku harian Pengamatan
Aktivitas di luar Self Assessment
Kognitif
Pengetahuan mengenai materi
yang diajarkan Tes Objektif
18
Contoh Format 2:
Profil Kebugaran Jasmani Siswa (Fitnessgram)
Nama Siswa :
Kelas :
No Komponen
Pelaksanaan Tes
Tes Awal Tes Akhir
1 Daya Tahan Cardiorespiratory
a. Lari 1 Mile
2 Kekuatan dan Daya Tahan Otot
a. Push Ups
b. Sit Ups
c. Pull Ups
3 Flesibilitas Sendi
a. Sit and Reach
b. Trunk Extention
c. Shoulder Lift
4 Komposisi Tubuh
a. Skinfolds
Contoh Format 3:
Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani Domain Afektif
Refleksi Diri pada Domain Afektif
Nama : _______________________ Tanggal :
____________________
Materi: _______________________
No Pernyataan Selalu Kadang-
Kadang
Tidak
Pernah
1 Mengikuti aturan.
2 Membantu teman yang belum bisa.
3 Belajar secara aktif dalam aktivitas
kelompok.
4 Menunjukkan kerjasama tim dan
menunjukkan sikap kepemimpinan.
5 Mempersiapkan diri sebelum memulai
pelajaran.
6 Berinisiatif menggunakan strategi dalam
memecahkan masalah.
7 Berpartisipasi aktif dalam setiap
pembelajaran.
8 Menginginkan semua teman belajar,
19
bermain, dan berhasil.
9 Memotivasi diri dan orang lain.
10 Bekerja keras mempelajari keterampilan.
11 Hormat terhadap guru dan teman.
12 Mengendalikan termpramen.
13 Memperhatikan perasaan orang lain.
14 Menerima pendapat orang lain.
15 Bermain secara terkendali.
Nilai: Skala 1- 3 (1 = rendah; 2 = cukup; 3 = Baik)
Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani (Refleksi Diri pada Materi Pelajaran)
Refleksi Diri Siswa pada Materi Pembelajaran
Nama : _______________________ Tanggal : _____________________
Materi : _______________________
Isikanlah kata-kata di bawah ini yang menggambarkan perasaan anda pada
materi yang sudah anda dipelajari
Menarik Terlalu mudah Bermanfaat
Membosankan Sangat menolong Tidak bernilai
Menyenangkan Penting bagi saya Melelahkan
Terlalu berat Hebat Sia-sia
Isilah sesuai dengan perasaan anda: (________________________________)
Mengapa anda memilih kata seperti itu?
Contoh format 4:
Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani (Catatan Harian Siswa)
Catatan Perilaku Harian Siswa
No Nama Siswa Perilaku yang Muncul
Paraf Guru Keterangan Positif Negatif
Contoh format 5:
Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani (Laporan Aktivitas Siswa di Luar Sekolah)
20
Nama :
Tanggal :
1. Pilihlah aktivitas di bawah ini yang anda lakukan pada waktu senggang?
Berikan tanda (v)
Bermain
Kartu Nonton TV Naik Gunung Lain-lain
Mancing Naik Kuda Mengecat Jalan
Ski Air Senam
Aerobik Menjahit ……………
Membaca Bulutangkis Bermain …………….
Menembak Dayung Melukis …………….
Basket Panjat Tebing Bersepeda …………….
Berenang Kemping Memanah …………….
Golf Basket Lari …………….
Sepakbola Voli Bowling ………….…
Naik
Gunung Jogging Tenis Meja …………….
Tenis Weight
Training
Kucing-
kucingan …………….
2. Bagaimana anda menampilkan aktivitas fisik setiap hari?
Kurang
Aktif Cukup Aktif Aktif Sangat Aktif
3. Berapa jam rata-rata anda melakukan aktivitas fisik di bawah ini dalam satu
hari?
Duduk Berjalan Kerja Cukup
Berdiri Kerja ringan Kerja Berat
4. Pernahkan anda melakukan latihan untuk kebugaran?
Tidak
Pernah Jarang
3-6 Kali
Seminggu Setiap Hari
6. Bagaimana keadaan daya tahan cardiorespiratory anda?
Kurang Cukup Baik Sempurna
C. KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Evaluasi portofolio merupakan usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan
wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa yang bersumber dari catatan dan dokumentasi
pengalaman belajar siswa. Evaluasi portofolio merupakan jenis evaluasi yang adil dalam menilai
hasil belajar siswa yang tidak terfokus pada hasil akhir tetapi juga terfokus pada proses
pembelajaran, jenis evaluasi ini juga menilai berbagai aneka pengalaman siswa dalam belajar baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Inilah yang tidak dimiliki dalam evaluasi tradisional sebab
dalam evaluasi tradisional hanya menilai serpihan-serpihan kecil atau hasil akhir yang tidak
mempertimbangkan aneka pengalaman siswa dalam belajarnya, sehingga keputusan yang diambil
dalam menilai siswa seringkali tidak adil.
21
2. Saran
Diharapkan artikel ini dijadikan sebagai rekomendasi bagi para pemegang kebijakan dalam
pendidikan, khususnya bagi para kepala sekolah, guru pendidikan jasmani, pembina olahraga di
sekolah, agar mutu hasil pembelajaran pendidikan jasmani meningkat maka gunakan evaluasi
portofolio.
KEPUSTAKAAN
Asmawi Zaenul. (2008). Locus of Control, Self Esteem dan Tes Baku. Bandung: Journal of
Historical Studies.
Dasim Budimansyah. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Penerbit
PT. Genesindo.
Cartono, et al. (2006). Penilaian Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Penerbit Prisma Press.
David Sweet (1993). Student Portfolio: Classroom Uses. EducationConsumerGuide.
http://www.ed.gov/pubs/OR.ConsumerGuide/elassuse.html.
Frazier, D.M., & Paulson, F.L., (1992). Portfolio Assessment. From the World Wide Web: http:
//www.assessment. research.reference.htm.
Herman, J.L., & Stephen, A. Zuniga. (1996). Portfolio Assessment. From the World Wide Web:
http: //www. answers.com/topic/potfolio-assessment.
Mary O’Sullivan & Mary Henninger. (2000). Assessing Student Responsibility and Teamwork.
United State of America: National Association for Sport and Physical Education.
Melograno, Vincent. (2000). Designing a Portofolio System for K-12 Physical Education: A Step-
by-Step Process. Cleveland State University: Journal Measurement in Physical Education
and Exercise Science, 4 (2), 97 – 115.
Mulyasa. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT.
Rosdakarya.
Nana Sudana. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan
Nasional. From the World Wide Web: http//www.google.geocities.
Nana Sudjana. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Paulson, Paulson dan Meyer (1991). What Make a Portofolio a Portofolio? Educational Leadershif,
pp. 60-63.
Rusli Lutan. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktik. Jakarta: Depdiknas.
Dirjen Dikdasmen Bekerjasama dengan Dirjen Olahraga.
Suherman, Adang. (1998). Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani.
Bandung: IKIP Bandung Press.
Surapranata, Sumarna, et al. (2004). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Suzann Schiemer. (2000). Assessment Strategies for Elementary Physical Education. United State
of America: Human Kinetics.
Syaiful Sagala. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Wina Sanjaya. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Kecana Penada Media Group.