Post on 22-Apr-2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda
dari pengetahuan zaman dahulu kala. Seiring dengan
majunya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,
didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para
ahli menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di
dalam bidang kesehatan, untuk mendapatkan sesuatu
dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan
penelitian. Hal yang dapat di jadikan penelitian
sangatlah bervariasi tergantung tujuan dan hasil apa
yang ingin di capai oleh para peneliti itu sendiri.
Ilmu pengetahuan di zaman sekarang dapat di gunakan
untuk berbagai macam hal. Salah satunya bisa untuk
mengetahui sebab-sebab kematian seseorang dengan cara
membedahnya.
Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat,
atau dengan kata lain ilmu kedokteran forensik mulai
diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian berkembang ke
Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh
dunia. Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu
bedah adalah berbasis kepada keilmuan yang dibawa oleh
Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu melalui
1
penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan
teknologi modern dalam ilmu otopsi mayat dengan cara
lebih ilmiah untuk menemukan keadilan yang diinginkan.
Pada abad ke 21 ini, otopsi mayat adalah satu hal
yang tidak dapat dihindari dan tidak asing di kalangan
umat Islam. Ini karena ia adalah tindakan yang harus
diambil dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat
seperti untuk menyelesaikan kasus kriminal atau bukan
kasus kriminal serta penelitian dalam bidang medis.
Walau bagaimana pun dalam urusan otopsi mayat, Islam
telah menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti
agar tidak timbul kontradiksi antara klaim Islam dengan
praktek yang dilakukan dalam bidang medis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat
proses pembedah mayat secara umum?
2. Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi :
”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan
tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”, bagaimana
tanggapan hadits tersebut secara umum ?
1.3. Tujuan
1.Mengetahui tujuan di lakukannya bedah mayat.
2
2.Mengetahui kaitan antara etika, hukum, dan agama
dalam bidang bedah mayat.
3.Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam islam.
4.Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam hukum
kesehatan yang berlaku di Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Mayat adalah orang yang telah meninggal atau
mati.Sedangkan seseorang dinyatakan mati adalah apabila
fungsi sistem jantung-sirkulasi dan pernafasan terbukti
telah berhenti secara permanen , atau apabila kematian
batang otak telah dapat di buktikan.(UU Kesehatan No.36
Tahun 2009,pasal 117).
Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan
dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang
berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan.
Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu
penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk
alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.
Secara terminologis berarti suatu penyelidikan
atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau
organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah
dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan
menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk
kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri
suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal
dengan istilah autopsi.
4
Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan
tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk
kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri
suatu tindak kriminal. Bedah mayat adalah suatu upaya
tim dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu
maksud atau kepentingan tertentu. Jadi, bedah mayat
tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang, walaupun
hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat
itu. Sebab, manusia harus dihargai kendatipun ia sudah
menjadi mayat. Apalagi yang ada hubungannya dengan
ilmiah pengetahuan dan penegakan hukum.
A. Tujuannya bedah mayat
Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-
macam.Tujuan di lakukan bedah mayat yang ditinjau dari
aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3
kelompok yaitu:
a. Bedah Mayat Klinis
Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang
dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit,
setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter.
Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui secara umum atau secara mendalam. Sifat
perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan
secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan
5
untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang
tidak diketahui secara sempurna selama dia sakit.
Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat
mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah
tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah dan di
khawatirkan akan menyebar bisa segera diambil tindakan
preventif, demi kemashlahatan.
b. Bedah Mayat Anatomis
Bedah mayat anatomis adalah pembedahan mayat dengan
tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa
kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai
bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia
(anatomi). Praktek yang dilakukan oleh Fakultas
Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk organ tubuh
manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak
normal dan terserang penyakit untuk mengobatinya sedini
mungkin atau tujuan lainnya seperti untuk mengetahui
penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal
saat ini, dengan membedah jasad manusia.
c. Bedah Mayat Forensik
Bedah mayat forensik adalah bedah mayat yang
bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa
yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri
atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini biasanya
dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau
6
kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang.
Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian
alamiah melalui visum dokter kehakiman (visum et
reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab sebenarnya,
dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim
dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika
sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum
ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi.
Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya
dan jika bukan karena kematian secara alamiah maka
bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya
bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-
orang tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu
perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-
bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan
salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.
d. Bedah Mayat sebagai Donor
Bagi seseorang yang pada waktu hidupnya telah
bersedia untuk mendonorkan organ tubuhnya , maka
apabila orang ini meninggal dunia, perlu dilakukan
bedah mayat. Tujuan bedah mayat ini adalah untuk
mengambil organ tubuh yang di donorkan untuk di
pindahkan kepada organ tubuh orang lain yang
menerimanya.
7
B. Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan
proses bedah mayat
Banyak kemungkinan yang dapat terjadi sehingga
terjadinya pembedahan pada mayat. Kemungkinan
terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :
a. Untuk mengeluarkan janin
Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan
pada umatnya agar selalu berijtihad dalam hal-hal yang
tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai landasannya
adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat
78:Artinya:“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu kesempitan dalam agama …….”
Untuk mengatasi kesulitan yang dialami manusia,
harus menggunakan akal pikiran yang disebut dengan
ijtihad dalam Islam, yang hasilnya untuk kemaslhatan
umat dengan ketentuan, bahwa kemaslahatan umum lebih
diutamakan dari kemaslhatan perorangan. Demikian juga
halnya dengan kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan
dari pada kemaslahatan orang mati. Hal ini berarti jani
itu perlu untuk diselamatkan.
Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat
yang di dalam rahimnya terdapat janin yang masih hidup.
Urusan tersebut diserahkan kepada dokter ahli untuk
melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan
itu. Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib
8
hukumnya membedah mayat, bila diperkirakan dokter,
janinnya masih hidup.
b. Untuk mengeluarkan benda berharga dari mayat
Apabila seseorang menelan sesuatu yang bukan
miliknya, misalnya menelan permata orang lain yang
sangat berharga yang mengakibatkan ia meninggal dunia,
selanjutnya pemilik barang tersebut menuntut agar
permata tersebut dikembalikan kepadanya. Maka tidak ada
cara lain yang ditempuh kecuali dengan membedah mayat
itu untuk mengeluarkan permata tersebut dari jasadnya.
Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu
ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah
dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam
haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang
bukan haknya. Tindakan yang demikian akan menjadi
ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudah
kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang
lain.
Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-
apa lagi. Oleh karena itu orang hiduplah yang
berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali
keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk
mengeluarkan barang milik orang lain tersebut dari
perutnya guna mengembalikan kepada pemiliknya. Dalam
hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa
9
ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk
mengeluarkan barang yang ada di perut mayat.
c. Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum
Peralatan modern kadang-kadang sulit juga
membuktikan sebab-sebab kematian seseorang dengan hanya
penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan tersebut,
cukup menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat
sebagai bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan
dalam penegakkan hukum, dan sesuai dengan kaidah
fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena
hajat.”
Apabila penegak hukum tidak mau mengusut
kejahatan, karena yang dianiaya sudah meninggal dunia,
lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara pembedahan
mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat
untuk tidak takut beraksi. Hukum harus ditegakkan
meskipun harus dengan jalan melakukan bedah mayat dan
pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.
d. Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan
Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran
ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut
anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu
kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek
langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori
kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat
10
penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan
ilmunya kelak. Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai
sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran,
maka menurut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena
pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk
mensejahterakan umat manusia.
Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara
berulang-ulang, karena mayat hendaknya segera
dikuburkan bukan untuk dipamerkan. Sebagaimana sabda
Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke
kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu
hantarkan kepadanya dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan
yang kamu tanggalkan dari beban lehermu.” (HR. Bukhari).
Di antara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran
ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut
anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu
kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek
langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori
kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat
penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan
ilmunya kelak. Sekiranya mayat itu memang diperlukan
sabagai sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu
kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini
dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran
bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat
11
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang
mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan
tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat
ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar (ufuk) dan
yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti
dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang artinya:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran)
Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah
bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)
bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. Pengertian
dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti
didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan
kebenaran untuk diteliti.
Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya:
“Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan
dikembalikan hanya kepada Kami.”. Dalam ayat tersebut
diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap
yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian
itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat
ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa
manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-
Isra’ Ayat 70. Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan
anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri
12
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas
banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”.
Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran
dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia
terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak
mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya
diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk
menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak
mengetahuinya.
Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu
bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa
diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan
klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW
yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit
ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda). Hadits ini
juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu
kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi
penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu.
Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan
salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah
wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat
An-Nisa Ayat 58 yang Artinya: “Sungguh Allah menyuruhmu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila
kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang
13
memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat.”.
Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat
bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat
bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara
di pengadilan.
D. Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap
bedah mayat
Penyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan
dengan tubuh dan nyawa tidak selalu dapat diselesaikan
oleh ilmu hukum sendiri. Dapat dikatakan seperti itu
karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan nyawa
manusia, sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah
kajian bidang ilmu kedokteran. Dengan demikian
seringkali untuk kepentingan pembuktian dan
penyelidikan sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum
meminta bantuan kepada bidang kedokteran.
Salah satunya Ilmu kedokteran dalam hukum pidana
diposisikan sebagai ilmu pembantu hukum pidana dimana
dalam hal penyelesaian perkara pidana disebut sebagai
ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran forensik
berperan dalam pengungkapan kasus-kasus yang berakibat
timbulnya luka dan kematian, tanpa bantuan ilmu
kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk
dapat mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.
14
Tanda kematian merupakan cara yang digunakan untuk
menentukan seseorang telah benar-benar mati, banyak
pendapat yang mendefinisikan tanda kematian (sign of death)
ini tetapi yang lebih penting untuk diamati dari
berbagai tanda kematian ada tiga macam yaitu lebam
mayat (livoris mortis), kaku mayat (rigor mortis), dan penurunan
suhu mayat (algor mortis). Kepentingan dari observasi pada
tiga hal ini adalah untuk menentukan sebab kematian,
cara kematian, dan waktu atau saat kematian.
Untuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran
memerlukan teori dan praktek yang lazim kita kenal
dengan autopsi atau bedah mayat. Proses autopsi inilah
yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal
dengan Seven “W” of Darjes, yaitu: perbuatan apa yang telah
dilakukan; di mana perbuatan itu dilakukan; bilamana
perbuatan itu dilakukan; bagaimana perbuatan itu
dilakukan; dengan apa perbuatan itu dilakukan; mengapa
perbuatan itu dilakukan dan siapa yang melakukan. Hasil
pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut
sebagai visum et repertum. Hasil dari visum et repertum inilah
yang dapat dijadikan bukti yang dapat dilihat dan
ditemukan.
Adanya visum et repertum sebagai hasil dari
penyelidikan dapat memberi keterangan kepada penegak
hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana. Di
Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk
15
menghalangi petugas melakukan pembedahan atas mayat
demi kepentingan peradilan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222
dijelaskan, "Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat
untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling banyak/sebanyak-
banyaknya tiga ratus rupiah."
Untuk mengantisipasi kemaslahatan bedah mayat ini,
Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen
Kesehatan RI pada Fatwa No. 4 tahun 1955 mengisyaratkan
dibolehkannya bedah mayat dengan tujuan kepentingan
ilmu pengetahuan, pendidikan dokter, dan penegakan
keadilan. Akan tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar
dalam keadaan darurat menurut kadar kepentingannya.
Autopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan
pengadilan di maksudkan untuk mengetahui sebab-sebab
kematiannya di sebut juga obductie Di Indonesia masalah
bedah mayat atau autopsi diatur di dalam Pasal 134
Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana yang berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk
keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin
lagi dihindarkan, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban.
16
2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib
menerangkan dengan jelasnya tentang maksud dan
tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada
tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 Undang-
undang ini.
Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari
Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik
keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
17
label yang memuat identitas mayat yang dilakukan
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.
Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat adalah suatu
pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang dilakukan
oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud
atau kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab
kematian mayat.
E. Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat
Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan
hukum yang berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses
pembedahan mayat. Etika adalahPemerintah telah
memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18 Tahun
1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan
Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis hanya boleh di
lakukan dalam keadaan sebagai berikut :
Pasal 2
a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau
keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia, apabila sebab kematiannya
belum dapat di tentukan secara pasti.
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya
yang terdekat, apabila di duga penderita
18
menderita penyakit yang dapat membahayakan
orang lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya
terdekat, apabila dalam jangka waktu 2x24 jam
tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal
dunia datang ke rumah sakit
Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan
dalam rumah sakit yang disediakan untuk keperluan
itu.
Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah
mayat klinis di laksanakan sesuai dengan masing-
masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.
2.2.Pembahasan
Metode melakukan otopsi mayat bukanlah sesuatu
yang mutlak. Individu atau kelompok yang terlibat dalam
urusan otopsi mayat harus memenuhi etika yang
digariskan di antaranya
a. Menghormati, menjaga hak dan kemuliaan mayat
sebagai manusia
Semua pegawai dan petugas medis yang terlibat dalam
proses otopsi harus menghormati mayat seperti manusia
yang masih hidup.Islam menyuruh orang yang masih hidup
19
agar menjaga kemuliaan, hak dan kehormatan orang yang
telah mati sebagaimana orang hidup terlepas dari ras,
agama dan keturunan . Islam melarang seseorang
memperlakukan seseorang yang lain sama ada pada diri,
martabat dan harta mereka. Firman Allah S.W.T. dalam
Surah al-Israa 'ayat 70 yang artinya: "Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri
mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di
laut; dan Kami telah memberikan rezeki kepada mereka
dari benda-benda yang baik-baik dan Kami telah lebihkan
mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-
makhluk yang telah Kami ciptakan. "
b. Menyegerakan urusan otopsi mayat
Urusan otopsi mayat harus dilakukan dengan cepat agar
sejalan sesuai kehendak Islam yang mewajibkan mayat
ditangani dengan segera, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah
s.a.w. bersabda yang berarti: "Segeralah dalam mengurus
jenazah karena kalau itu jenazah orang saleh maka
berarti kamu menyegerakan kebaikan dan bila sebaliknya
(mayat yang tidak saleh) maka berarti kamu telah
melepaskan kejahatan dari bahumu". (Riwayat Muslim)
c. Kebenaran Waris
20
Untuk kasus otopsi klinis, petugas atau pihak medis
yang akan melakukan pembedahan mayat harus mendapat
izin dari waris untuk melakukan otopsi.
d. Melakukan otopsi dengan cermat (tidak kasar)
Operasi harus dilakukan dengan cara cermat sehingga
tidak merusak kehormatan dan kemuliaan mayat. Hadis
Rasulullah s.a.w. yang berarti; Dari Aisyah r.a.
Raslululllah s.a.w. bersabda; "Memecahkan / mematahkan
tulang mayat sama seperti memecahkannya / mematahkannya
sewaktu hidupnya ". (Riwayat Abu Daud)
e. Melakukan otopsi mayat sejauh yang diperlukan
saja
Otopsi mayat yang dilakukan tidak dapat melampaui batas
atau batas rukhsah yang dibenarkan karena
mempertimbangkan hukum asal menyakiti mayat adalah
haram. Jadi, otopsi mayat dapat dilakukan pada setiap
anggota mayat yang diyakini dapat membantu mencapai
tujuan operasi dan mengidentifikasi sebab-sebab
kematian.Ini sesuai dengan metode fiqhiyyah yaitu 'hal
dharurat adalah dihitung berdasarkan kadarnya'.
f. Menjaga rahasia mayat
21
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang
bersangkutan yang terlibat dalam otopsi mayat harus
menyimpan rahasia mayat, yaitu tidak mengaibkan dan
tidak mengungkapkan kondisi mayat kepada pihak yang
tidak terkait.
g. Tidak menghina, mengejek dan memaki mayat
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang
bersangkutan,yang terlibat dalam penanganan mayat tidak
boleh menghina, mengejek atau memaki mayat. Hadis
Rasulullah s.a.w. yang berarti: "Dari Ibnu Umar telah
berkata: Sabda Rasululllah: Sebutlah kebaikan orang
yang telah mati dan berhentilah dari menyebut keburukan
mereka". (Riwayat at-Tirmizi)
h. Mengambil langkah-langkah keamanan
Pegawai dan Petugas medis pemerintah yang menjalankan
otopsi mayat harus mempertimbangkan langkah-langkah
keamanan terutama dalam penanganan mayat yang berisiko
terutama bagi kasus penyakit menular.
22
i. Mengurus mayat dan sampel penelitian (organ
atau jaringan) setelah otopsi dengan sebaik-
baiknya
Anggota mayat yang dibedah harus dijahit kembali
dengan rapi. Semua organ atau jaringan yang diambil
untuk penelitian harus dikembalikan kepada mayat
sebelum mayat disempurna dan dimakamkan. Untuk kasus
yang memerlukan studi dan penelitian pada sampel dari
setiap anggota mayat yang memakan waktu lama (disimpan
bertahun-tahun dalam laboratorium) karena kekurangan
ahli, penyakit masih tidak dapat diidentifikasi,
kekurangan alat dan sebagainya, maka jenazah harus
disempurna dan dimakamkan dahulu . Sementara organ atau
jaringan yang diambil untuk penelitian harus ditanam
atau diserah kepada waris atau pihak bertanggung jawab.
Ulasan dan investigasi atas sampel yang diambil harus
dilakukan dengan segera.
j. Tidak mengambil jaringan atau organ mayat
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang
bersangkutan tidak diperkenankan mengambil setiap
23
jaringan atau organ dari mayat yang dibedah melainkan
dengan kebenaran hukum.
k. Orang yang diperbolehkan hadir saat otopsi
mayat
Hanya petugas medis yang otopsi mayat dan otoritas yang
terkait hanya diperbolehkan berada di dalam kamar
otopsi saat otopsi dilakukan. Selain petugas medis dan
otoritas yang terkait dilarang masuk, hal ini
dikarenakan untuk menjaga kelangsungan proses
pembedahan dan menjaga kerahasiaan mayat.
Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi :
”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan
tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”. Landasan
normatif hukum di tersebut mengisyaratkan keharaman
melakukan pembedahan terhadap mayat. Di sisi lain,
ajaran normatif Islam juga menekankan perlunya
mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran
yang tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup
manusia. Penemuan baru sebagai hasil dari perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang menjanjikan
kemaslahatan menurut penulis tidak seharusnya diabaikan
begitu saja. Disiplin ilmu yang sangat penting seperti
ilmu bedah atau forensik dalam ilmu kedokteran perlu
diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena
ia berada di antara perintah dan larangan. Dalam
24
tiadanya keharaman dalam kondisi darurat, seperti
halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi darurat.
Maka jika autopsi tersebut dipahami sebagai hal yang
bersifat darurat, artinya satu-satunya cara
membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level
darurat, dan karena itu status hukumnya dibolehkan dan
dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat untuk
keperluan penelitian ilmu kedokteran hukumnya boleh,
bahkan jika dipahami sebagai kondisi yang berada pada
level darurat maka hukumnya menjadi wajib.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sesuai dengan tinjauan pustaka dan pembahasan yang
sudah dikemukakanmengenai bedah mayat , maka dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli
untuk membedah mayat karena dilandasi oleh suatu
maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu
seperti: kepentingan penegakkan hukum;
menyelamatkan janin yang masih hidup di dalam
rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang
berharga dari mayat; dan untuk keperluan
penelitian ilmu kedokteran. Tindakan pembedahan
25
yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan
dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib
apabila keperluan bedah itu menempati level hajat
atau darurat. Namun pada proses pembedahan mayat
tetap harus mematuhi etika yang telah di
tetapkan,selain itu diwajibkan pula untuk menjaga
kerahasiaan, menghormati dan memuliakan mayat
serta menyegerakan proses autopsi serta
mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.
2. Hadits yang melarang memecahkan tulang mayat atau
dengan kata lain merusak mayat dalam pemaknaan
penulis adalah apabila bedah mayat atau autopsi
yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa
tujuan yang benar, maka hukumnya haram. Termasuk
pula bila pembedahan mayat itu melampaui batas
dari tujuan yang dibutuhkan .
3.2 Saran
Dengan adanya peraturan tersebut, proses pembedah
mayat yang di lakukan harus mengikuti peraturan yang
telah pemerintah tetapkan.Selain itu proses pembedahan
mayat harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan tugas
tersebut. Pelaksanaan medis juga harus dilakukan dengan
memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu
norma hukum, agama, dan kesopanan.Selain itu dalam
proses nya banyak sekali norma yang di patuhi untuk
26
menjaga kehormatan dan kemulian mayat tersebut
sebagaimana manusia.
Masyarakat luas harus memaklumi dan mengikuti
ketentuan yang berlaku apabila proses bedah mayat
memang betul-betul di butuhkan untuk proses
hukum.Karena islam sendiri pun sangat menjunjung tinggi
tentang hukum yang sangat mementingkan keadilan dan
kemaslahatan umat.
27