Post on 07-Feb-2023
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH PROGRAM PASCASARJANA SAINS MANAJEMEN
Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000 Terhadap Penentuan Denda
Murâbahah Pada Unit Layanan Modal MikroSyariah PT. Permodalan Nasional Madani
Persero Cabang Lhokseumawe
Artikel/JurnalSulaiman10/7/2014
ABSTRAK: PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) adalahLembaga Keuangan Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) yangmemberi pembiayaan murâbahah. Tujuan dalam penelitian iniadalah: Pertama, Untuk menjelaskan penyebab PT. PermodalanNasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe menetapkandenda murâbahah, Kedua¸ Untuk menjelaskan analisis FatwaDewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentangPenentuan Denda Murâbahah pada PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe. Penelitian inimerupakan penelitian kualitatif, metode pengumpulan datayang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi danwawancara, berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan bahwa (1) Penyebab PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) menetapkan denda murâbahah dalammenangani nasabah murâbahah yang lalai akan kewajibannyaadalah sebagai bentuk mekanisme PNM untuk mewaspadaikerugian pada pihak PNM. Apabila penundaan pembayarantersebut terjadi, dapat menyebabkan penurunankolektibilitas, sehingga pencadangan penghapusan aktivaproduktif akan meningkat. (2) Denda dapat dikenakan kepadanasabah-nasabah nakal, yang sanggup dan mampu untukmembayar tepat pada waktunya tetapi sengaja ditunda-tunda.Di PNM dana denda tidak diambil dan dipergunakan oleh PNMmelainkan ditampung dalam suatu pos atau rekening yaitu,dana non halal atau dana sosial yang diberikan kepadakepentingan umum, seperti kegiatan kepemudaaan, buat WC diKampung yang membutuhkan dan lain-lain. Yang jelas danadenda itu tidak di masukkan ke dalam pendapatan perusahaantetapi dihibahkan untuk membangun sarana serta prasaranakepentingan umum. Dengan ini PNM sudah mengikuti proseduratau peraturan yang ditetapkan oleh DSN MUI No. 17 Tahun2000. Saran penulis kepada PT. Permodalan Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe sebaiknya menjaga hubungan baik dengannasabah dan memberi pemahaman kepada nasabah bahwatransaksi yang telah ditanda tangani oleh kedua belahpihak berhubungan dengan masalah hukum dan hukum perikatanyang telah di undang-undangkan oleh pemerintah. Jangansampai tindakan salah yang dilakukan oleh nasabah itudapat merugikan mereka sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sektor industri merupakan penopang utama
pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, sektor
industri juga menciptakan dan memperluas lapangan
pekerjaan. Artinya, sektor industri memegang peranan
penting dalam mensejahterakan masyarakat dan
mengentaskan kemiskinan. Tantangan utama sektor
industri hari ini adalah minimnya peran industri kecil
menengah (IKM) dalam menopang perekonomian Indonesia.
Pengalaman negara ini pernah dapat bangkit dari krisis
ekonomi 1998 karena struktur ekonomi kita berpegang
kepada ekonomi riil berbasis kerakyatan.1
1
Yorga Permana, Upaya Pendampingan Industri Kecil Menengah sebagaiPenopang Ekonomi Nasional, artikel:http://mti-itb.org/site/index.php/component/content/article/19-artikel-mti/44-upaya-pendampingan-industri-kecil-menengah-sebagai-penopang-ekonomi- n asional , diakses pada selasa 23 Juli 2013.
Usaha kecil dan menengah (UKM) mudah dijumpai di
sekitar kita, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Umumnya mereka masih bersifat informal meskipun tidak
sedikit yang sudah menjalankan usahanya secara formal.
Meskipun jumlah mereka sangat banyak, mencapai puluhan
juta, tetapi posisi UKM dalam struktur perekonomian
masih sangat kecil. Kontribusinya dalam proses
pembentukan produk domestik bruto dan penguatan struktur
perekonomian masih perlu ditingkatkan.2
Kondisi ini tidak terlepas dari beberapa kendala
yang masih dihadapi oleh UKM. Meskipun ada program
pembiayaan atau kredit yang dikhususkan untuk
pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia,
namun hingga saat ini, masih banyak pelaku UKM,
terutama UKM-UKM pemula, termasuk juga industri
rumahan, yang masih mengeluhkan kesulitan dalam
2
Faisal Baasir, Pembangunan dan Krisis kritik dan solusi menujukebangkitan Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003),hal. 12.
mengakses dan memperoleh pembiayaan tersebut, yakni
pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang disalurkan
melalui perbankan pun harus mengikuti ketentuan dan
persyaratan perbankan. Sehingga dengan demikian, pelaku
UKM tidak dapat mengakses program KUR tersebut.3
Dukungan permodalan atau pembiayaan usaha bagi UKM
sangat penting. Di Indonesia lembaga keuangan yang
dapat menyediakan dana untuk membantu permodalan secara
formal adalah bank. Hanya saja bank belum mampu
menyentuh semua lapisan masyarakat, hal ini disebabkan
karena untuk mendapatkan pinjaman dari bank memerlukan
persyaratan agunan/jaminan, proses yang cukup lama dan
suku bunga pinjaman yang relatif tinggi.
Selain lembaga keuangan bank, terdapat pula
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Istilah LKNB disini
dipakai untuk merujuk ke pada reksadana (investment trust),3 Berita Bisnis, UKM Terbaru dari IndoTrading.com, UKM Sulit
Akses Dana di Bank? Masih Ada Jalan Lain, http://blog.indotrading.com/ukm-sulit-akses-dana-di-bank-masih-ada-jalan-lain/, diakses padaSelasa 23 Juli 2013.
uni kredit (credit unions), masyarakat koperasi, kapitalis
ventura. dan sejumlah lembaga pengelola investasi
lainnya. Mereka akan memobilisasi tabungan melalui
penyertaan modal dan deposito mudhârabah dan
menyediakannya bagi para investor yang memiliki prospek.
Dengan demikian, lembaga-lembaga ini melakukan
peran perantara dalam membantu para pengusaha menemukan
dana untuk melakukan ekspansi bisnis mereka.4 Dana ini
yang akan digunakan untuk mengaktifkan sektor rill atau
ekonomi rakyat. Lembaga ekonomi yang dapat menjadi
mediator kebutuhan dana bagi rakyat yang ingin
mengembangkan sektor rill adalah lembaga keuangan mikro,
salah satunya Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS)
berbentuk Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah. Unit
Layanan Modal Mikro Syari’ah adalah layanan dari PT.
Permodalan Nasional Madani (PNM) yang merupakan Badan
4
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema InsaniPress, 2000), hal. 124.
Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk oleh pemerintah
dengan maksud dan tujuan dalam rangka memberdayakan
usaha mikro dan kecil. Kegiatan Unit Layanan Modal
Mikro Syari’ah ini hanya bersifat lending atau
menyalurkan pembiayaan dan tidak menghimpun dana dari
masyarakat karena unit usaha ini bukan lembaga
perbankan.5
PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) atau
disebut “PNM”, didirikan sebagai bagian dari solusi
strategis pemerintah untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat melalui pengembangan akses permodalan dan
program peningkatan kapasitas bagi para pelaku Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK).6
PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
mengembangkan Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah hanya
5 Edy Sasmito, Rahasia Sukses Pengusaha Tahan Banting PengalamanPelaku Usaha Mikro Kecil, (Jakarta: PT. Permodalan Nasional Madani,2010), hal. 20.
6Profil perusahaan, http://www.pnm.co.id/read/1/Profil-Perusahaan, (online), diakses minggu, 7 Juli 2013.
ada di provinsi Aceh dan Padang.7 Sedangkan di luar
provinsi Aceh dan Padang, Unit Layanan Modal Mikro
tetap memakai pola konvensional atau bunga. Dengan kata
lain Unit Syari’ah hanya 9 persen sedangkan 91 persen
lagi unit konvensional.8
Kegiatan Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah adalah
penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan
dengan akad murâbahah, yaitu akad jual beli antara PNM
Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah dan nasabah atas
sesuatu jenis barang tertentu dengan harga yang
disepakati bersama, PNM Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan
menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah
keuntungan yang disepakati.9
7PNM Ekspansi ULaMM Syari’ah, (online),
http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syari’ah/berita/10/01/15/101008-pnm-ekspansi-ulamm-syari’ah, diakses minggu, 7 Juli 2013.
8
Laporan Tahunan 2012 PT. Permodalan Nasional Madani(PERSERO), hal. 72.
9Sulaiman bin Abdulrani, Sistem kerja ULaMM syariah,http://sulaiman.byethost13.com/sistemkerja.php, (online), diakses
Pembiayaan murâbahah adalah produk satu satunya
yang dijual di Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah.
Pembiayaan lebih bersifat produktif seperti pembiayaan
untuk penambahan barang dagangan nasabah atau
pembiayaan mesin-mesin atau alat-alat industri yang
dibutuhkan nasabah dan lain lain sebagainya. Disamping
itu Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah juga harus
menanggung risiko reputasi yang cukup berat. Karena
Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah merupakan lembaga
yang mengimplementasikan ajaran Tuhan sehingga
masyarakat memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
kesalahan yang dilakukan Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah. Oleh karena itu Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah tidak hanya harus menjaga image
profesionalitasnya sebagai lembaga keuangan tetapi juga
image kesyari’ahannya.
minggu, 7 Juli 2013.
Ketentuan ketentuan murâbahah diatas dimaksudkan
agar penerapan prinsip murâbahah sesuai dengan aturan
syari'ah. Salah satu ketentuan murâbahah adalah
penentuan keuntungan didasarkan atas kesepakatan antara
nasabah dan pihak Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah.
Namun, dalam praktik penentuan keuntungan sudah
dibakukan oleh pihak Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah,
sehingga nasabah tidak mempunyai peran sedikit pun
didalamnya dan tidak memiliki pilihan selain
menerimanya.10
Lembaga keuangan bukanlah sebuah pabrik atau
produsen yang menghasilkan uang secara sendiri dan
kemudian membagikan atau meminjamkan kepada pihak-pihak
yang membutuhkannya.11 Unit Layanan Modal Mikro
10
Wawancara dengan Bapak Sulaiman Abdulrani Mousaa, MantanMarketing Officer Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT. PermodalanNasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Periode 2011-2012,Pada Selasa 23 Juli 2013.
11
Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan Peluang danAncaman, (Yogyakarta: Ekonisia, t.th), hal. 99.
Syari'ah merupakan lembaga keuangan yang hanya
diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
suatu bentuk transaksi yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syari’ah Islam. Namun, adakalanya dalam
menjalankan transaksi syari’ah, para pihak dihadapkan
pada sejumlah resiko yang bisa menyebabkan terjadinya
kerugian, resiko tersebut diantaranya bisa disebabkan
oleh adanya wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan
menunda nunda pembayaran hal ini tentunya sangat kontra
diktif dengan syari’ah Islam yang sangat melindungi
kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik lembaga
keuangan syari’ah maupun nasabah, sehingga tidak boleh
ada satu pihak yang dirugikan hak-haknya.
Dalam agama seseorang diwajibkan untuk menghormati
dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang
dipercayakan kepadanya. Apabila seseorang telah
mendapat pembiayaan dari lembaga keuangan, maka ia
telah mendapat amanah dari orang lain (pemilik modal
di Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah), jika debitur
tersebut melakukan cidera janji, maka dapat dikatakan
telah melakukan wanprestasi. Orang yang melakukan
wanprestasi bisa dikenakan tindakan atau sanksi sesuai
dengan kondisi dan alasannya. Akibatnya, lembaga
keuangan mengalami kerugian, karena dalam melakukan
penagihan tidak jarang lembaga keuangan mengeluarkan
biaya, mulai dari masalah administrasi, hingga biaya
yang besar untuk menyewa pengacara.
Fenomena ini memunculkan berbagai permintaan dari
pengelola lembaga keuangan syari’ah akan pentingnya
penanganan ganti rugi dan pengenaan sanksi, ganti rugi
atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan
kepada nasabah yang lalai dan nakal (menunda-nunda
pembayaran hutang). Dalam hal ini Majelis Ulama
Indonesia (MUI) ikut andil untuk mengeluarkan fatwa
bagi nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, yang
mana mereka bisa dikenakan hukuman denda (ta’zîr).12
12
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis perlu
melakukan penelitian tentang denda yang diberlakukan
Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah, dengan menganalisa
pengunaan denda yang ada di Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah dan fatwa Dewan Syariah Nasional terhadap
denda (ta’zîr) yang diberlakukan. Penelitian di lokasi
ini penting karena belum ada penelitian sebelumnya di
perusahaan ini, suatu hal yang menyebabkan penulis
termotivasi ingin meneliti di tempat ini karena ada
informasi dari pedagang-pedagang di kota Lhokseumawe
yang menyebutkan bahwa Unit Layanan Modal Syari’ah
mengenakan denda pada nasabah-nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran sedangkan di Bank-bank syariah
di kota Lhokseumawe tidak melakukan kebijakan denda
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSNMUI/IX/2000 tentangSanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
dikemukakan di atas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apa Penyebab PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
Cabang Lhokseumawe Menetapkan Denda Murâbahah?
2. Bagaimana Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan Denda
Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional Madani
(PERSERO) Cabang Lhokseumawe?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu:
a. Untuk Menjelaskan Penyebab PT. Permodalan Nasional
Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Menetapkan
Denda Murâbahah.
b. Untuk Menjelaskan Analisis Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan
Denda Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional
Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe
Adapun kegunaan penelitian yang akan dilaksanakan
dalam penyusunan karya ilmiah ini ini diharapkan dapat
memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan berkaitan
dengan denda murâbahah dan sebagai sarana perbaikan
atas kinerja perusahaan.
2. Kegunaan Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi bagi perkembangan pengetahuan mengenai denda
murâbahah dan sebagai sarana untuk belajar di dalam
menganalisa suatu masalah. Dan juga sebagai sumbangan
pemikiran bagi peneliti yang mau mengambil tema yang
sama.
D. Kajian Terdahulu
Sebelum menjalankan dan membuat skripsi ini,
peneliti terlebih dahulu melakukan telaah terhadap
penelitian penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
judul yang peneliti pilih. Berdasarkan telaah yang
sudah dilakukan penulis terhadap beberapa sumber
kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang
menjadi masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat
penting. Adapun kajian pustaka dalam penelitian ini
dengan melihat beberapa penelitian skripsi sebagai
berikut:
Emi Nurhayati dalam penelitiannya yang berjudul
“Pelaksanaan pengawasan murâbahah sebagai upaya
meminimalkan pembiayaan bermasalah pada BMT Syari’ah
Pare-Kediri”, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan
pengawasan pembiayaan pada BMT Syari’ah Pare telah
tersusun cukup baik, hal ini bisa dilihat dari kegiatan
pengawasan yang dilakukan terhadap proses pertimbangan
pra-pemberian pembiayaan murâbahah, pelaksanaan
pengawasan pasca pemenuhan pembiayaan, dan penyelesaian
pembiayaan murâbahah bermasalah.
Eko M, dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem
Pengendalian Pembiayaan Murâbahah dan Mudhârabah Pada Bank
Syari’ah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia Malang”,
menyatakan bahwa pembiayaan berdasarkan konsep
murâbahah dan mudhârabah lebih komplek
permasalahannya. Kelebihan sistem pengendalian pada BMI
terletak pada ikatan religius antara bank dengan nasabah
yang memungkinkan terjalinnya kerjasama yang baik
antara kedua belah pihak, kelebihan lainnya adalah
dalam segi pembinaan dan jaminan. Pembinaan tersebut
diarahkan untuk mengembangkan usaha nasabah dimana
dalam jangka panjang nasabah diharapkan akan menjadi
mitra usaha BMI.
Barida Hidayati, dalam penelitiannya yang berjudul
“An Analysis on Murâbahah Applied in Bank Tabungan Negara (BTN)
Syari’ah Malang Branch”, menyatakan bahwa: Pertama,
murâbahah dilaksanakan secara transparan di BTN
Syari’ah Cabang Malang. Kedua, terjadi masalah teknis
pada murâbahah antara lain ketidak tahuan nasabah
terhadap konsep murâbahah, ketidaksahan akad dengan
kaitannya akad wadiah.
Secara keseluruhan berdasarkan telaah yang
peneliti lakukan, belum ditemukan penelitian serupa
dengan masalah yang peneliti lakukan. Kebanyakan
penelitian terdahulu membahas tentang pengawasan dan
pengendalian pembiayaan murâbahah, sedangkan penelitian
ini meneliti tentang denda murâbahah pada Unit Layanan
Modal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani
(PERSERO) Cabang Lhoksemawe ditinjau menurut Fatwa DSN.
Namun demikian peneliti dapat menjadikan penelitian
penelitian terdahulu sebagai panduan dan rujukan untuk
membuat penelitian ini.
BAB II
PERSPEKTIF TEORETIS
A. Denda
1. Definisi Denda
Pengertian denda menurut Bahasa Kamus Indonesia
Lengkap disebutkan bahwa denda adalah hukuman yang
berupa materi atau benda dikenakan dan harus dibayarkan
oleh pelanggarnya.13 Sedangkan menurut Sudarsono dalam
bukunya yang berjudul pokok-pokok hukum Islam
menjelaskan bahwa denda (diyat) adalah mengeluarkan
harta baik berupa barang maupun uang yang diwajibkan
sebab membunuh ataupun melukai orang lain.14
13
Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo,1997), hal. 23.
14 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Cet.I, (Jakarta: RinekaCipta, 1992), hal. 535.
Dalam kamus bahasa Arab, kata “ta’zîr” adalah bentuk
masdar dari kata kerja “’azzara” yang artinya menolak,15
yaitu kata ‘azzara (ر ز� adalah fi‘l (ع����� mâdhi yang terambil
dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, yaitu, ’ain –
zai – dan ra’ yang menunjukkan arti ar-raddu wa al-man‘u ( د ر ال���
ع من����� menolak atau mencegah). Dari situ lahir istilah =وال�ta’zîr (ي��ر عز� ) yaitu hukuman yang tidak termasuk hadd ,(ت�� د (ح���karena tujuannya mencegah pelaku kejahatan tersebut
agar tidak mengulangi kejahatan yang telah
dilakukannya.16 Sedangkan menurut istilah hukum syara’
berarti pencegahan dan pengajaran terhadap tindak
15
Amhad Warson Munawwir, Almunawwir, (Surabaya: PustakaProgressif, 1997), hal. 925.
16
Masduki Ibnu Zeayah, ‘Azzara (mendukung), Kajian tafsir kata,diakses 19 April 2014 darihttp://prismabekasi.blogspot.com/2012/11/azzara-mendukung.html.
pidana yang tidak mempunyai hukum had, kafarat dan
qishas.17
Dalam al-Qur’an disebutkan: Ta’zîr juga berarti
hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut ta’zîr
karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si
terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan
kata lain membuatnya jera. Para fuqaha mengartikan ta’zîr
dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an dan
Hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar
hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi
pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk
tidak mengulangi kejahatan serupa.18
Sebagian Fuqaha dari kalangan madzhab Maliki
membolehkan kepada debitur pengemplang19 mengganti sanksi
17
Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1994), hal. 384.
18Abu Ishaq al-Syirȃzi, Al-Muhȃdzdzab, (Mesir: Isa al-Babi al-Halȃbi,t.th), hal. 289.
19Pengemplang adalah penunggak bayar kewajibanangsuran/membandel membayar utang.
pidana itu dengan denda kerugian perdata. Dasar
pandangan ini adalah bahwa denda kerugian perdata yang
dibayarkan debitur itu dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan sosial, Tetapi dalam konteks ini stresingnya
lebih kepada persoalan perdata, yakni antara pihak
penggugat (kreditur) dan tergugat (debitur). Sanksi pidana
(ta’zîr) yang dikenakan kepada debitur pengemplang itu
digantikan dengan hukuman denda dengan membayar
kerugian perdata kepada kreditur,20 bukan untuk dibayarkan
kepada bank (kreditur).21 Abdullȃh bin Mȃni’ juga
20
Maimun, Sanksi terhadap Debitur Pengemplang dalam Praktik PerbankanSyari’ah: Suatu Kajian Aplikatif Pendekatan Ushul Fiqh,http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/154/115, diakses 20 Mei 2014.
21 Denda perdata yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosialitu bukanlah perdata murni (penggantian kerugian), tetapi perluditegaskan di sini, melainkan sebagai denda pidana. Sebab, bilahal itu dipandang sebagai denda perdata murni, maka tidak adaseorang pun dari ulama klasik yang membenarkannya, karena itudinilai sebagai riba yang diharamkan. Al-Ba’li mengutip pendapatal-Sarȃkhsi dalam al-Mabsuth-nya menegaskan bahwa setiap lebihdari pinjaman pokok (ra’as al-mȃl) itu riba yang jelas diharamkanberdasarkan ijma’ ulama. Ibid., hal. 33.
berpandangan boleh dengan mensyaratkan kepada debitur
pengemplang itu melalui proses pengadilan.22
Sementara Shadiq Muhammad al-Amin melarang
mensyaratkan yang demikian kepada debitur, tetapi ia
mempunyai hak untuk kompromi mencari kesepakatan
mengganti kerugian keuntungan kreditur sesuai dengan
ketentuan perdata Islam. Dan sanksi terhadap debitur
pengemplang itu harus dipermudah berdasarkan zhahirnya
nash hadist nabi yang shahih.23 Berbeda dengan Amĭn, Ibn
Farhun mengatakan bahwa ta’zîr itu ada karena
meninggalkan kewajiban misalnya, ia meninggalkan
kewajiban membayar hutang, padahal ia mampu. Karena
itu, berdosa (dikenakan sanksi) hingga ia membayar
hutang apa yang diwajibkan kepadanya.24
Musthafa Aḫmad Zarqa’ berpendapat bahwa boleh
membebankan ganti rugi perdata kepada debitur pengemplang22
Ibid., hal. 35.23
Ibid.24
Ibid., hal. 36.
yang mampu dalam rangka mengatasi kerugian kreditur.
Dasar pandangan yang melandasi ijtihadnya adalah
pertimbangan kerugian kreditur akibat debitur mengemplang,
dan debitur sendiri tidak berusaha untuk tidak merugikan
kreditur. Sebagai argument yang dibangun Zarqa’:
Pertama, pertimbangan ekonomi dan bisnis modern,
zaman kini ditandai dengan perkembangan beragamnya
bentuk transaksi hutang yang didorong oleh kemajuan
sarana komunikasi yang memungkinkan orang melakukan
transaksi besar dari suatu negeri ke negeri lain
berdasarkan janji-janji dan kesanggupan semata.
Transaksi riel dan tunai tidak selalu dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat modern, baik bagi individu
berpenghasilan rendah maupun bagi masyarakat
berpenghasilan tinggi. Untuk mendapatkan banyak
kebutuhannya, orang zaman kini menggunakan sistem
kredit (credit card), dan para pebisnis membuat
perhitungan usahanya atas dasar tagihan-tagihan dan
kewajibannya. Dalam kondisi demikian ketepatan
pembayaran menjadi unsur pokok baginya, dan tidak
jarang dengan keterlambatan pembayaran dapat
mengakibatkan kerugian. Karena itu, menurut Zarqa perlu
dipikirkan penggantian atas kerugian yang dibebankan
kepada kreditur.25
Kedua, pertimbangan moral keagamaan yang menjadi
nilai-nilai dasar dan asas-asas umum syari’ah dalam
ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi S.A.W. yang
menekankan keadilan, ihsan, amanah, jujur, larangan makan
harta sesama secara batil, larangan menimbulkan
kerugian, larangan berbuat zhalim, dan larangan menunda-
nunda pembayaran hutang.26 Menurut Zarqa’ yang
disebutkan terakhir ini, yakni penundaan penunaian hak
kepada pemiliknya secara sengaja dan tanpa ada alasan25
Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫal-Kabĭr ‘alâ Matan al-Muqna’ fi Fiqh al-Imâm Aḫmad bin Hąnbal, Juz ke 5,(Bairut: Dar al-Fikr, tt.), hal. 374.
26
Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫ...., hal. 374.
syara’ adalah suatu kezhaliman yang dilarang oleh nilai-
nilai dasar dan asas-asas syari’ah. Tindakan tersebut
jelas merugikan pemilik hak karena ia terhalang untuk
menikmati manfaat harta kekayaannya selama penundaan
tersebut. Membiarkan tindakan semacam ini berarti
menyamakan orang yang jujur dan konsisten menunaikan
kewajibannya dengan orang zhalim yang selalu merugikan
orang lain. Hal ini pada akhirnya akan mendorong orang
melakukan pengemplangan hutang, yang justru kontra diksi
dengan maqȃshid syari’ah.
Ketiga, pertimbangan yuridis formal syar’i, yang
didasarkan kepada qiyas, yaitu mengqiyaskan perbuatan
pengemplangan kepada perbuatan gasab.27 Zarqa’ berpegang
kepada doktrin madzhab Syafi’i dan Hąnbali yang memandang
manfaat suatu benda merupakan benda bernilai, sehingga
27Yaitu perbuatan melawan hukum perdata berupa penguasaanharta orang lain dengan tanpa hak. Lihat, Muwaffiquddin danSyamsuddin..., hal. 374.
bila suatu barang itu digasab28, maka pelaku gasab wajib
mengganti kerugian atas manfaat barang yang hilang
selama barang itu digasab.29 Ungkap Zarqa’ selanjutnya,
terdapat kesamaan antara debitur pengemplang dengan
perbuatan gasab, yaitu sama-sama mengakibatkan kerugian
bagi pemilik hak karena ia tidak dapat menikmati
manfaat haknya selama gasab atau pengemplangan. Karena
itu hukum gasab, wajib bagi pelaku gasab mengganti
kerugian kepada pemilik barang yang digasabnya,
diberlakukan kepada debitur pengemplang yang mampu
terhadap hutangnya, dengan alasan: (1) karena
pengemplangan itu adalah suatu kezhaliman sebagaimana
ditegaskan dalam Hadist Nabi. (2) karena piutang
tempatnya adalah di dalam tanggung jawab, dan penundaan
pembayaran hutang secara zhalim merupakan pencegahan28Secara harfiah gasab adalah mengambil sesuatu secara paksa
dengan terang-terangan.
29
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I, (Jakarta:RM. Book, 2007), hal. 181-183.
terhadap krediturnya untuk mendapatkannya dan merupakan
pelanggaran terhadap haknya sehingga tindakan ini sama
dengan melakukan gasab. Jadi singkat kata, penerapan
hukum kasus gasab kepada kasus debitur pengemplang
membawa konsekuensi bahwa pelaku pengemplangan harus
dikenakan sanksi atau denda sebagaimana halnya pelaku
gasab.30
Mengenai istilah ta’zîr dalam fatwa DSN MUI,
sebagian ahli hukum Islam menilai tidak tepat, karena
ranah kajiannya ta’zîr termasuk wilayah hukum pidana,
sementara akad perjanjian piutang termasuk wilayah
perdata. Mereka juga tidak sependapat dengan kebolehan
penggantian kerugian keuntungan yang diharapkan, karena
sifatnya belum pasti. Abdussami’ Ahmad Imam menegaskan
bahwa syari’at Islam tidak membolehkan mengakadkan atas
sesuatu yang akan datang, atau sesuatu yang akan
dihasilkan ke depan sebelum terwujud.31 Tapi mereka
30Ibid.,hal. 183.31
tidak menolak adanya kemungkinan penggantian atas
kerugian riel yang dirasakan kreditur akibat debitur
mengemplang, seperti ongkos perjalanan, biaya administrasi
dan lain-lain. Pendekatan ini ternyata diadopsi oleh
Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia
(No.7/46/PBI/2005), bahwa bank dapat mengenakan ganti
rugi hanya pada kerugian riel yang dapat diperhitungkan,
dan uang ganti rugi itu diakui sebagai pendapatan bank.
B. Murâbahah
1. Pengertian Murâbahah
Al-Qur’an, bagaimanapun juga, tidak pernah secara
langsung membicarakan tentang murâbahah, meski di sana
ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi,dan
perdagangan. Demikian pula dalam hadist, tampaknya tidak
ada hadist yang memiliki rujukan langsung kepada
murâbahah. Namun murâbahah ini, meski sedikit, ada
Abdussami’ Aḫmad Imȃm, Nazharat fỉ Ushul al-Buyu’ al-Mamnu’ah,Cet.I, (Mesir: Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyyah, 1360 H./1941 M.),hal. 56, dan 58.
dalam pembahasan jual beli di dalam kitab-kitab fiqh,
murâbahah merupakan salah satu bentuk jual beli yang
bersifat amanah.32
Bai’ al-murâbahah sebagaimana didefinisikan oleh
ulama fiqh adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati.33 Dalam bai’
al-murâbahah, penjual menyebutkan dengan jelas harga
pembelian barang kepada pembeli kemudian ia
mensyaratkan atas keuntungan (laba) dalam jumlah
tertentu. Misalnya, ada tiga pihak, yaitu A, B, dan C
dalam suatu kontrak murâbahah. A meminta B untuk
membeli beberapa barang untuk A. B tidak memiliki
32
Wahbah az-Zuhȃili dan al-Kasani mengkategorikan ketigabentuk jual beli yaitu murâbahah, tauliyah, dan wad’iyah sebagai buyu’al-amanah karena pembeli memberikan amanat kepada penjual untukmemberitahukan harga asal barang tersebut. Lihat Wahbah az-Zuhȃili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), IV:703; al-Kasȃni, Bada’i as-Sanȃ’i fi Tartib asy-Syarȃ’i, (Beirut: Dar al-Fikr,1996), IV: 331.
33
Wahbah az-Zuhȃili. Al-Fiqh al-Islami..., hal. 703, lihat juga,Abdurrahman al- Jazĭri, Kitȃb al-Fiqh ‘Ala al-Madzȃhib al-Arbȃ’ah,(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990), III: 250, Ibn Rusyd, Bidȃyah al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtashid, (Beirut: Dȃr al-Fikr, tt.), II: 161.
barang-barang dimaksud tetapi ia berjanji untuk
membelikannya dari pihak ketiga yaitu C. B adalah
perantara dan kontrak murâbahah adalah antara A dan B.
Sementara itu Neil B.E. Baillie sebagaimana
disinyalir oleh Liquat Ali Khan Niazi 34 mendefinisikan, ”
Murâbahah is the resale of a thing for similar to its first price, with same
addition for profit”. Sedangkan Joseph Schacht35
mendefinisikan,“murabaha is resale with a stated surchange with
represents the profit”. Sejak awal munculnya dalam fiqh, kontrak
murâbahah ini tampaknya telah digunakan murni untuk
tujuan dagang. Murâbahah adalah suatu bentuk jual beli
dengan komisi, di mana pembeli biasanya tidak dapat
memperoleh barang yang ia inginkan kecuali lewat
seorang perantara atau ketika pembeli tidak mau susah-
susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa
seorang perantara.34 Liquat Ali Khan Niazi, Islamic Law of Contract, (Lahore:
Research Cell DyalSingh Trust Library, 1990), hal. 203.35
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: ClarendonPress, 1982), hal. 152.
Para ulama generasi awal, seperti Imam Malik dan
Syafi’i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli
murâbahah adalah halal, tidak memperkuat argumentasinya
dengan satu hadistpun. Al-Kaff, dalam karyanya “Does Islam
Assign Any Value” sebagaimana dikemukakan oleh Saeed36
menyimpulkan bahwa murâbahah adalah salah satu jenis
jual beli yang tidak dikenal pada zaman Nabi atau para
sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai
menyatakan pendapat mereka tentang murâbahah pada
seperempat pertama abad kedua Hijriyah, atau bahkan lebih
akhir lagi. Mengingat tidak adanya rujukan baik di
dalam al-Qur’an maupun hadist yang bisa diterima umum,
para fuqaha berupaya menetapkan hukum murâbahah dengan
dasar yang lain.
Imam Malik membenarkan keabsahannya dengan
merujuk kepada amal ahli madinah: “Ada kesepakatan pendapat di
sini (Madinah) tentang keabsahan seseorang yang membelikan pakaian
36
Ibid., hal. 77.
di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain untuk menjualnya
lagi dengan sesuatu keuntungan yang disepakati”. 37
Imam Syafi’i38 berpendapat bahwa: Jika seseorang
menunjukkan suatu barang kepada seseorang dan berkata:
“belikan barang (seperti ini) untukku dan aku akan memberimu
keuntungan sekian, ” lalu orang itu pun membelinya, maka
jual beli ini adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi
sejenis ini (transaksi murâbahah yang dilakukan untuk
pembelian secara pemesanan) dengan istilah al-murâbahah li
al-amĭr bi asy-syira’.
2. Pengertian Murâbahah dalam Perbankan Syari’ah
Salah satu skim fiqh yang paling populer diterapkan
oleh perbankan syari’ah adalah skim jual beli murâbahah.
Murâbahah dalam perbankan syari’ah didefinisikan sebagai
jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual
37
Ibid.,38
Asy-Syȃfi’i, Al-Umm, (Beirut: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah,1993), III: 33. Lihat juga, M. Syafi’i Antonio, BankSyari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: GemaInsani, 2001), hal. 102.
beli barang antara bank dan nasabah dengan cara
pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murâbahah, bank
membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan
oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok
barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut
dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan.
Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada
nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit.39
Dalam pengertian lain murâbahah adalah akad jual
beli barang dengan dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual
dan pembeli.40 Murâbahah sebagaimana yang diterapkan
dalam perbankan syari’ah, pada prinsipnya didasarkan
pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya
39
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam TataHukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999),hal. 64.
40
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:IIIT Indonesia, 2003), hal. 161.
yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Prinsip dasar
pembiayaan murâbahah adalah sebagai berikut:41
1. Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-
biaya terkait dan harga pokok barang dan batas
mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentase
dari total harga plus biaya-biayanya;
2. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan
dibayar dengan uang;
3. Apa yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki
oleh penjual dan penjual harus mampu menyerahkan
barang itu kepada pembeli;
4. Ada akad jual beli.
Bank-bank syari’ah umumnya mengadopsi murâbahah
untuk memberikan
pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna
pembelian barang meskipun mungkin nasabah tidak
memiliki uang untuk membayar. Sejumlah alasan diajukan
41
Lies Ernawati, Keragaman Pemaknaan Murâbahah, Ekuitas: JurnalEkonomi dan Keuangan, ISSN 1411-0393, 2012, hal. 436.
untuk menjelaskan popularitas murâbahah dalam operasi
investasi perbankan syari’ah, antara lain:
1. Murâbahah adalah suatu mekanisme investasi jangkapendek, dan dibandingkan dengan sistem Profit and LossSharing (PLS), cukup memudahkan.42
2. Mark-up dalam murâbahah dapat diterapkan sedemikianrupa sehingga memastikan bahwa bank dapatmemperoleh keuntungan yang sebanding dengankeuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadisaingan bank-bank Islam.43
3. Murâbahah menjauhkan ketidak pastian yang ada padapendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem PLS.44
4. Murâbahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untukmencampuri manajemen bisnis, kerana bank bukanlahmitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalammurâbahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.45
3. Landasan Syari’ah
42
Muhammad, Teknik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada BankSyariah, (Jakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), hal. 93.43
Ibid., 44
Muhammad, Teknik perhitungan Bagi..., hal. 93.45
Ibid.,
Dalam Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April
2000 tentang Murâbahah, sebagai landasan syari’ah transaksi
murâbahah adalah sebagai berikut:46
A. Al-Quran: Al-Baqarah [2]: 275.
B. Al-Hadist: Hadist Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu
Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya
jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (H.R. al- Baihaqi
dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
C. Ijma’ (Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid, II/161; al-Kasani,
Bada’i as Sana’i V/220-222).
D. Kaidah Fikih: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
4. Mekanisme Murâbahah
1) Ketentuan Umum Murâbahah
a. Jaminan dalam murâbahah47
46
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,edisi ke-2, (Jakarta: MUI, 2003), hal. 22-25.
47
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2001), hal. 105.
b. Uang muka
c. Sanksi/denda
2) Aspek Penilaian pada Pembiayaan
Aspek yang dinilai sebelum melakukan analisa
pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan memperoleh keuntungan.
b. Sisa pembiayaan dengan pihak lain (kalau ada).
c. Bebas rutin di luar kegiatan usaha.48
3) Prinsip-prinsip Pemberian Pembiayaan
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan
bank syari’ah bagian marketing harus memperhatikan
beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi
secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan
syari’ah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S ,
yaitu:
a. CharacterYaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadiancalon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk
48
BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,(Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem. 2004), hal. 5.
memperkirakan kemungkinan bahwa penerimapembiayaan dapat memenuhi kewajibannya. 49
b. CapacityYaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuanpenerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran.Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerimapembiayaan di masa lalu yang didukung denganpengamatan di lapangan atas sarana usahanyaseperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik sertametode kegiatan.50
c. CapitalYaitu penilaian terhadap kemampuan modal yangdimiliki oleh calon penerima pembiayaan yangdiukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhanyang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan padakomposisi modalnya.51
d. CollateralYaitu jaminan yang dimiliki calon penerimapembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebihmeyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalanpembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapatdipakai sebagai pengganti dari kewajiban.52
e. ConditionBank syari’ah harus melihat kondisi ekonomi yangterjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanyaketerkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan olehcalon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena
49
Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 3.
50
Ibid.,
51 Ibid.,
52 Ibid.,
kondisi eksternal berperan besar dalam prosesberjalannya usaha calon penerima pembiayaan.53
f. Syari’ahPenilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwausaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yangtidak melanggar syari’ah sesuai dengan fatwaDSN.54
4) Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah
adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh
sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang
industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang
kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi
barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.55
53
Ibid.,
54 Ibid.,
55
5) Fungsi pembiayaan
Keberadaan bank syari’ah yang menjalankan
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah bukan hanya
untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis
perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan
lingkungan bisnis yang aman, diantaranya: 56
a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syari’ah yang
menerapkan sistem bagi hasil yang tidak
memberatkan debitur.
b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank
konvensional karena tidak mampu memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh bank
konvensional. Membantu masyarakat ekonomi lemah
yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan
membantu melalui pendanaan untuk usaha yang
dilakukan.
Ayus Ahmad Yusuf dan Abul Aziz, Manajemen operasional BankSyariah, (Cirebon: STAIN Press. 2009), hal. 68.
56
Ibid.,
6) Sektor Usaha yang diberi Pembiayaan
a. Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh: pasar, toko
kelontong, warung sembako dan lain-lain.)
b. Pembiayaan Sektor Industri (contoh: home industri;
konfeksi, sepatu)
c. Pembiayaan konsumtif, kepemilikan kendaraan bermotor
(contoh : motor, mobil dan lain-lain)57
7) Prosedur Analisis Pembiayaan
Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang
perlu dipahami oleh pengelola bank syari’ah adalah
sebagai berikut:
a. Berkas pencatatan
b. Data pokok dan analisis pendahuluan
a) Realisasi pembelian, produksi dan penjualan
b) Rencana pembelian, produksi dan penjualan
c) Jaminan
d) Laporan keuangan
57
BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan …, hal. 3.
e) Data kualitatif dari calon debitur
c. Penelitian data
d. Penelitian atas realisasi usaha
e. Penelitian atas rencana usaha
f. Penelitian dan penilaian barang jaminan
g. Laporan keuangan dan penelitiannya.58
8) Keputusan Permohonan Pembiayaan
Adapun keputusan terkabul atau tidaknya permohonan
pembiayaan sangat ditentukan oleh:
a. Badan pertimbangan pengambilan keputusan
b. Wewenang pengambilan keputusan59
9) Aspek-Aspek Penilaian Pembiayaan
Setelah mengetahui secara jelas titik kritis dari
suatu usaha calon nasabah pembiayaan, maka berikutnya
adalah melakukan analisa setiap aspek yang berkaitan
58
Muhammad, Manajemen Bank Syariah..., hal. 305.
59Ibid, 306.
dengan usaha calon nasabah pembiayaan sebagai
berikut:60
a. Aspek Yuridis
a) Kapasitas untuk mengadakan perjanjian
b) Status badan sesuai dengan ketentuan hukum berlaku
b. Aspek Pemasaran
a) Siklus hidup produk
b) Produk subtitusi
c) Perusahaan pesaing
d) Daya beli masyarakat
e) Program promosi
f) Daerah pemasaran
g) Faktor musim
h) Manajemen pemasaran
i) Kontrak penjualan
c. Aspek Teknis
a) Lokasi Usaha
60BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan..., hal. 10.
Memiliki Surat Keterangan Domisili, dekat pasar,
bahan baku, tenaga kerja, suply peralatan,
transportasi, dan lain-lain.
b) Fasilitas gedung tempat usaha
IMB, SHM / HGB / Surat Sewa, daya tampung,
persyaratan teknis seperti Amdal, dan lain-lain.
c) Mesin-mesin yang dipakai
Kapasitas, konfigurasi mesin, merk, reparasi,
fleksibilitas
d) Proses produksi
Efesiensi proses, standar proses, desain dan
rencana produksi.
d. Aspek Keuangan
a) Kemampuan memperoleh keuntungan
b) Sisa pembiayaan dengan pihak lain
c) Beban rutin di luar kegiatan usaha
d) Arus kas
e. Aspek Jaminan
a) Syarat ekonomi
b) Syarat yuridis
10) Rumusan Hasil Analisis Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perumusan hasil analisis pembiayaan sebagai berikut:61
Identitas pemohon Umur calon antara 22 – 50 Alamat rumah jelas, jika kontrak: masih berapa
tahun calon kontrak Tempat calon usaha berada di dekat wilayah kerja
bank syari’ah yang bersangkutan Identitas usaha Pengalaman usaha minimal 2 tahun Lokasi usaha strategis Status usaha bukan sambilan Status tempat usaha diprioritaskan milik sendiri Aspek pasar Barang yang diproduksi/ dijual tidak terlalu
banyak pesaing dan memang dibutuhkan banyak orang.Upaya kreatif dan inovatif perlu dimiliki agar dapatmelihat peluang-peluang pasar yang dapat dimasukisekaligus memperoleh keuntungan.
Sumber bahan baku Sumber bahan baku mudah diperoleh, cukup murah,
jika memungkinkan dapat di daur ulang. Aspek pengelola Mempunyai perencanaan usaha ke depan yang detail. Mempunyai pengalaman dan tenaga terampil.
61
Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank Syariah, (Jakarta : LPPBS,1993), hal. 58.
Mempunyai catatan usaha, seperti : buku jurnal,laporan transaksi, catatan laba/rugi, dan lain-lain.
Aspek ekonomi Produk yang diproduksi dan dijual tidak merusak
lingkungan, baik barang jadi maupun limbahnya Produk yang dibuat tidak dilarang oleh agama
maupun negara Permodalan Peminjam harus mempunyai modal minimal 30% dari
pembiayaan yang diajukan ke bank syari’ah Data keuangan Korelasi prosentase kemampuan membayar anggota
pembiayaan harus 30% dari kemampuan menabungnya.
11) Rekomendasi Analisis Pembiayaan
Rekomendasi analisis adalah gambaran kesimpulan
rekomendasi analisis pembiayaan yang terdapat di dalam
bank syari’ah, apakah nasabah tersebut memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank syari’ah
untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak.62
5. Risiko pada Instrumen Bank Syari’ah mengenai
Murâbahah
a. Credit Risk
62
Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank..., hal. 58.
Bank syari’ah mengalami credit risk yang sama dengan
bank konvensional lainnya, yaitu dalam risiko
kerugian dimana terjadinya penurunan kapasitas
nasabah dalam pembayaran. Penilaian terhadap credit
risk hampir sama dengan perbankan konvensional,
dimana terdapat dua metode yang digunakan: (1)
pendekatan tradisional, yang merupakan pendekatan
dalam menetapkan nilai ataupun peringkat resiko
untuk setiap kategori yang berkaitan dengan adanya
kemungkinan kesalahan yang terjadi; (2) Value-at-risk
(VaR), merupakan pendekatan yang paling baik.
Kedua pendekatan tersebut merupakan dasar dari
penilaian ataupun pengukuran terhadap adanya
kemungkinan kerugian pinjaman atau kredit dan juga
gambaran mengenai kerugian yang tak terduga. Bagi
kemungkinan kerugian pinjaman, perbankan
memerlukan sebuah ketetapan yang merupakan
pengurangan dari pendapatan sebagai biaya dan
kerugian tidak terduga yang akan diperhitungkan
dan diambil melalui modal.63
b. Market Risk
Bank syari’ah mengalami market risk yang diakibatkan
oleh murâbahah dan MPO yang tidak terikat. Risiko
ini timbul dalam dua tipe kontrak saat nasabah
membatalkan persetujuan untuk membeli dan bank
syari’ah ingin menjual aset-aset, karena dapat
menimbulkan kerugian jika harga pasar lebih rendah
dari harga yang sebenarnya. Sebagai tambahan, bank
syari’ah dapat menanggung biaya tambahan untuk
pemasaran dengan menghapus biaya yang terkait
(seperti asuransi).64
c. Operational Risk
Terdapat dua tipe utama dari operational risk yang
berhubungan dengan murâbahah:63
Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How to Manage Risk andImprove Profitability”, (United States: Willey Finance, 2011), hal. 48.
64 Ibid.,
Penerimaan dan toleransi murâbahah pada yuridiksi
yang berbeda. Sebagai contoh, mungkin perlu
adanya penyesuaian sistem informatika untuk hukum
khusus menghadapi sistem yang digunakan oleh
yuridiksi yang berbeda.65
Transaksi perbankan secara alamiah, termasuk
kebutuhan untuk benar-benar membeli aset sebelum
dijual pada nasabah, menimbulkan adanya
komplikasi pada hukum dan persyaratan yang ada.66
C. Studi Hukum Islam Kontemporer
Dalam melakukan perjanjian (akad, kontrak),
misalnya, ditentukan unsur-unsur yang harus ada beserta
syarat sahnya agar kepentingan semua pihak terlindungi.
Di antara syarat bagi keabsahan suatu perjanjian bisnis
adalah tidak mengandung riba.67 Dalam hukum Islam
65
Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How..., hal. 48-49.66
Ibid.,67
istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian,
keduanya identik dan disebut akad. Sehingga dalam hal
ini akad didefinisikan sebagai pertemuan ijab yang
dinyatakan oleh salah satu pihak dengan kabul dari
pihak lain secara sah menurut syarak yang tampak akibat
hukumnya pada obyeknya.68
Syamsul Anwar memberikan definisi akad dengan
pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak
dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat
hukum pada objeknya.69 Dari definisi akad tersebut
diperlihatkan hal-hal berikut: Pertama akad merupakan
Syamsul Anwar, “Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam (Suatu KajianAsas Hukum)”, laporan penelitian tidak diterbitkan, (Yogyakarta:Proyek Perguruan Tinggi Agama IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hal. 65-66., dalam Jamal Abdul Aziz, Riba dan Etika Bisnis Islam (Telaah atas KonsepRiba ‘Kontemporer’ Muhammad Syahrur), Jurnal P3M STAIN Purwokerto,Ibda`, Vol. 2, No. 1, Jan-Jun 2004, diakses pada Minggu, 06 Juli2014.
68
Syamsul Anwar, Kontrak dalam Islam, makalah disampaikan padaPelatihan Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di PengadilanAgama. (Yogyakarta: Kerjasama Mahkamah Agung RI Dan ProgramPascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, 2006), hal.7.
69
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, (Jakarta: RajawaliPress, 2007), hal. 68
keterikatan atau pertemuan ijab dan kabul yang
berakibat timbulnya akibat hukum. Kedua, akad merupakan
tindakan dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab
yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan
kabul yang menyatakan kehendak dari pihak lain. Ketiga,
Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat
hukum.70 Norma hukum Islam menghendaki pemberlakuan
hukum oleh setiap pemeluknya. Masalah bagaimana cara
pemberlakukannya, hal itu kembali kepada metode
pendekatannya, karena metode inilah yang akan
membedakan antara satu ilmu dengan yang lainnya,
meskipun obyeknya sama.71 Sebuah kepercayaan akan
ditinggalkan oleh para pengikutnya jika tidak mampu
menjawab problematikanya. Ijtihad akan melahirkan
dinamisasi dalam ber-hujjah. 70 Ibid, hal. 68-69.
71 Syamsul Anwar, Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam”dalam Ainurrofiq, “Mazhab” Jogja, Mengagas Paradigma Usul Fiqh Kontemporer.Cet. 1, (Yogyakarta: ar-Ruzz Press, 2002), hal.152. Diakses padaMinggu, 06 Juli 2014.
Oleh karena itu, ia mampu menjawab setiap
keperluan masyarakat yang selalu berkembang. Institusi
utama yang dianggap menjawab keperluan masyarakat ini
adalah institusi fatwa yang diambil dari jalur
ijtihad.72 Aplikasi sebuah pembaruan pemikiran dan
efektifitasnya tidak dapat dilihat secara empiris.73 Di
sepanjang sejarah Islam, ada dua perkataan yang
berpengaruh besar terhadap kehidupan umat Islam. Kedua-
dua perkataan ini adalah ijtihad dan jihad, yang
berasal dari kata dasar jâhada, membawa arti;
mencurahkan kemampuan ataupun menanggung kesulitan.
Ijtihad bersasaran untuk mengenali petunjuk dan agama
Allah yang dibawa oleh rasulnya, sedangkan jihad pula
72
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RMBooks, 2007), hal. 297-298.
73 Hamid Fahmi Zarkasyi, “Kritik terhadap Gagasan“Pembaharuan” Pemikiran Islam di Indonesia (Merujuk kepadaPemikiran Nurcholish Majid)”, diakses dari http://anawinta.wordpress.com/2007/03/30/kritik-terhadap-gagasan-pembaharuan-pemikiran-islam-di-indonesia.
untuk menjaga agama dan mempertahankannya.74 Hasil
pemikiran ijtihad akan hilang apabila tidak ada orang
yang mendukungnya, begitu juga dengan hasil jihad akan
musnah apabila tidak ada orang berilmu yang menyokong
hasil jihad ini.75
Diskursus seputar permasalahan pemikiran hukum
Islam berupa fatwa76 yang merupakan hasil ijtihad selalu
menarik dan aktual untuk dikaji, karena ia dinamis dan
fleksibel. Ijtihad dalam hukum Islam pada hakikatnya
sebagai manifestasi kehendak pencipta hukum (al-Syari’)
dalam realitas kehidupan manusia menuntut terjadinya
modifikasi, revitalisasi, rekonstruksi dan inovasi-
inovasi baru dalam tataran aplikasinya, karena hukum
74 Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 22275
Rahimin Affandi Abdul Rahim, “Ijtihad: Suatu AnalisisPerbandingan”, dalam Jurnal Syariah, Vol. 1, No. 2, (1993), hal. 153-161.
76
Yûsuf al-Qardhawi, al-Fatâwa Bayn al-Inzibat wa al-Tasyayyub, terj.Agus Suyadi Raharusun (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 11.
Islam (syari’ah) diciptakan tujuannya adalah untuk
kemaslahatan manusia di dunia dan kelak di akhirat.77
Karakteristik hukum Islam yang bersifat fleksibel
dan universal perlu ditransformasikan dalam realitas
kehidupan sehingga mampu menjawab berbagai persoalan
kehidupan dan tantangan zaman kini dan yang akan
datang. Karena itu hukum Islam mesti dipahami secara
kontekstual dengan menetapan langkah-langkah strategis
dan metodologis. Dalam teori hukum Islam (ushûl al-fiqh),
hukum Islam menurut Zakiy al-Din Sya’ban terbentuk atas
empat landasan yaitu Alquran, Sunnah, ijma’ dan
qiyas.78 Menurut Fazlur Rahman yang betul-betul landasan
atau sumber meteri adalah Alquran dan Sunnah. Sedangkan
ijma’ merupakan dasar formal dan qiyas adalah sebagai
77
Abû Ishaq al-Syâtibi, al-Muwâfaqat fî Ushûl al-Ahkam, (Bayût: Dâral-Fikr, t.t.), h. 2.
78
Zakiy al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islamî, (Mesir: Dâr al-Ta’lif, 1964), h. 27. Joseph Schacht, The Origin of Muhammadan Law,(London: Oxford University Press, 1971), h. 1; Muhammad Idrîs al-Syâfi’î, al-Risâlah (T.t.: Dâr al-Fikr, t.th.), hal. 87.
aktifitas penyimpulan analogi yang efisien.79 Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Said Ramadhan dan Ibrahim
Husen.80 Sejalan dengan itu pula para teoritisi hukum
Islam (ushuliyyûn) berpendapat bahwa sumber ajaran Islam
adalah Alquran, Sunnah, dan ra’yu.81
Ijtihad mempunyai peranan yang sangat strategis
dalam memecahkan pelbagai masalah hukum Islam
kontemporer. Di Indonesia perkembangan ijtihad telah
mentradisi sejak dahulu. Pada umumnya ijtihad dilakukan
ketika muncul suatu permasalahan dalam masyarakat,
kemudian masalah itu diajukan kepada para ulama dan
79 Fazlur Rahman, Islam, terj. Senoadji Saleh, (Jakarta: BinaAksara, 1987), hal. 106.
80 Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scoup and Equity (Kuala Lumpur:Muslim Youth Movement of Malaysia, 1987), h. 16. IbrahimHusen, Bunga Rampai dan Percikan Filsafat Hukum Islam (Jakarta: YayasanIIQ, 1997), hal. 8.81
Abu Dawud Sulaiman bin Asy’as, Sunan Abî Dawud, juz ke 3(Kairo: Dâr al-Hadis, 1988), h. 303; Abu Ali Muhammad Abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jami’ al-Tirmîdzi,juz ke 4, (Tnp.: Dâr al-Fikr, 1979), h. 557-558; Musnad al-ImâmAhmâd ibn Hanbal, juz ke 5, (Bayrut: Maktabah al-Islami, 1985),h. 236.
direspon dalam bentuk fatwa. Dengan semakin majunya
masyarakat yang berimplikasi pada semakin kompleksnya
problematika yang dihadapi, para ulama menyadari
perlunya ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) secara
interdisipliner agar setiap permasalahan yang dihadapi
terpecahkan dan dapat diberikan jawaban yang
komprehensif. Oleh karena demikian, tanpaknya masih
relevan model pemikiran ijtihad yang dibutuhkan dan
ditawarkan oleh Yûsuf al-Qardhawi, yaitu ijtihad intiqa’i, dan
ijtihad insya’i.82
Ijtihad intiqa’i sebutan lain ijtihad tarjihi (eklektik-
selektif). Dimakudkan dengan ijtihad intiqa’i adalah
pemikiran ijtihad untuk memilih salah satu pendapat
terkuat dari beberapa pendapat yang ada yang dilakukan
secara selektif dengan mengkritisi argumentasi-
argumentasi masing-masing pendapat, yang pada akhirnya
kita bisa memilih pendapat terkuat itu sesuai dengan
82
Yûsuf al-Qaradhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam, terj. AhmadSyathori, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 150.
standardisasi alat ukur yang digunakan dalam mentarjih.
Secara teknis, ijtihad ini dapat dilaksanakan secara
kolektif oleh para ulama yang berkompeten dengan tanpa
adanya pengaruh politik dan tekanan dari manapun.
Mereka harus independen, dan masyarakat boleh mengikuti
dan mengamalkannya dari hasil-hasil pemikiran ijtihad
mereka.83
Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa standarisasi alat
pengukur tarjih ini paling tidak: (1) Pendapat itu
lebih cocok dengan orang zaman sekarang, (2) Pendapat
itu lebih banyak mencerminkan rahmah kepada manusia,
(3) Pendapat itu lebih dekat dengan kemudahan yang
diberikan oleh syara’, (4) Pendapat itu lebih utama
dalam merealisasikan maksud-maksud syara’, maslahat
manusia, dan usaha untuk menghindari kerusakan dari
manusia.84 83
Ibid¸ hal. 150.84
Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 228.
Sebagai contoh, ketika partai PDIP memenangkan
pemilu tahun 1999 muncul pandangan di kalangan ulama
(kiyai) Indonesia, sebagian ulama mengatakan bahwa
seorang perempuan tidak boleh menjadi kepala negara
(Presiden), dan sebagian ulama yang lain mengatakan
boleh perempuan menjadi kepala negara.85
Kedua pandangan ini sebenarnya sama-sama memahami
teks hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad
bin Hanbal, Nasa’i dan Turmudzi dari Abu Bakrah bahwa
ketika Rasulullah mendengar informasi penduduk Persia
mengangkat puteri Maharaja Kisra (Chursu) menjadi
pemimpin tertinggi menggantikan ayahnya yang terbunuh
di tangan para demonstran negeri itu, beliau bersabda:
Suatu kaum tidak akan sukses apabila urusannya dipimpin
oleh perempuan (lay yuflih qaumun wallau amrahum imra’ah).
Kasus ini sesungguhnya menggugat para pemikir
(mujtahid) untuk mampu melakukan ijtihad secara intiqa’i
85
Ibid.,
atau tarjihi, pendapat yang mana yang dipandang lebih
kontekstual, lebih cocok dengan tuntutan kondisi zaman
saat ini.86
Maksud dari ijtihad insya’i (ijtihad kreatif-inovatif)
ialah mengambil konklusi pemikiran hukum baru dalam
suatu permasalahan, di mana permasalahan itu belum
pernah dikemukakan oleh ulama (mujtahid) terdahulu, baik
masalah itu baru atau lama. Dengan kata lain, pemikiran
ijtihad kreatif-inovatif ini bisa mencakup permasalahan
lama (klasik) yang belum pernah didapatkan ketentuan
hukum dari para ulama dahulu (salaf) kemudian oleh
mujtahid kontemporer ditetapkan ketentuan hukumnya
dengan pendapat yang baru.
Kedua ijtihad di atas untuk lebih mempertajam lagi
pelaksanaan pemikiran ijtihad secara maksimal, maka
dapat dilakukan penggabungan kedua ijtihad tersebut.
86
Maimun, “Reorientasi Pemikiran Ijtihad Kontemporer (SebuahRenungan dalam Perspektif Pemikiran Hukum Islam)”, MakalahDisampaikan pada Diskusi Himpunan Ilmuwan dan Sarjana SyariahIndonesia (HISSI) Provinsi Lampung, tanggal 1 Maret 2011.
Konvergensi ijtihad intiqa’i dan insya’i, yaitu menyatukan
kedua pemikiran ijtihad dimaksud dengan cara menyeleksi
pendapat-pendapat mujtahid terdahulu yang dipandang
lebih cocok dan lebih kuat, kemudian menambahkan dalam
pendapat itu unsur-unsur pemikiran ijtihad baru, atau
baru sama sekali. Sebagai contoh, Q.s. al-Nisâ’ [4]: 3,
dalam perspektif mayoritas ulama dan ahli fikih sepakat
bahwa boleh menikahi wanita lebih dari satu (2, 3, 4
orang wanita) dengan persyaratan tertentu, lebih dari
itu haram hukumnya. Kecuali ahli pemikiran
“kontroversial” (Syi’ah Rafidhah dan ahli Zhahir) yang
membolehkan menikahi wanita sampai 9 orang wanita,
dengan argumentasinya bahwa wawu pada ayat itu
menunjukkan al-wawu li al-jama’, yang berarti: 2+3+4= 9.87
Namun demikian yang menjadi pemikiran bahwa batas
sampai 4 itu apakah bersifat abadi atau
87
Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 228.
kondisional/temporal, Jika ayat tentang hukum kewarisan
saja (al-Nisâ’ [4]: 11) perlu dipertimbangkan dalam
tataran praktisnya agar rasa keadilan dapat diwujudkan,
sebagaimana yang digugat oleh Munawir Syadzali dalam
reaktualisasinya, maka bagaimana dengan ayat 3 surah
al-Nisâ’. Sementara di sisi lain dihadapkan pada
kondisi jumlah penduduk sebuah negara ternyata wanita
lebih banyak dari pada pria, misalnya 1: 10.88
Di sisi lain pula fakta menunjukkan bahwa KH.
Basurat dari Sumenep Madura mempunyai 10 orang isteri
sekaligus, ditempatkan di satu rumah yang memiliki
kamar 104 kamar, dan luas tanah 14 Ha. Selain itu apa
sebenarnya yang membedakan antara ketentuan-ketentuan
bidang ibadah mahdhah, dan bidang ibadah mu’amalah. Bila
kita telusuri ternyata tidak ditemukan satu ayat-pun
yang membedakan antara keduanya. Bahkan hanya Allah
memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk berhukum
88
Ibid.,
kepada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya.89 Untuk
itu, ayat-ayat yang terkualifikasi bersifat kondisional
/temporal, maka sangat memungkinkan untuk menjadi
lapangan (maziyah) pemikiran ijtihad dalam upaya
menggali, menemukan, menetapkan dan mengembangkan
pemikiran hukum Islam di Indonesia.
89
Muhammad ‘Ali al-Shabunî, Rawa’i al-Bayân Tafsîr Ayat al-Ahkâm min al-Qur’ân, jil. II, (Makkah: Dâr al-Fikr, t.th.), hal. 426-431.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di PT. Permodalan
Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Jalan
Darusssalam No. 2C, Kelurahan Lancang Garam, Kecamatan
Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, 24352 Provinsi Aceh, No.
Telepon 0645-630217. Penelitian ini dilaksanakan mulai
tanggal 17 Desember 2013 Sampai 03 Juli 2014.
B. Sumber Data
Dalam suatu penelitian diperlukan data-data yang
akan membantu penulis untuk sampai pada suatu
kesimpulan tertentu, sekaligus data tersebut akan
memperkuat kesimpulan yang dibuat. Adapun yang dimaksud
sumber data itu adalah subyek dari mana data itu
diperoleh.90 Dalam penelitian ini sumber data dibedakan
menjadi:
1) Sumber data primer yaitu data yang diwawancara
langsung kepada responden melalui daftar pertanyaan
yang tersebut dalam pedoman wawancara (terlampir).
Wawancara dilakukan terhadap Cluster dan Unit
Manajer Layanan Modal Mikro Syari’ah PT.
Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang
Lhokseumawe untuk mengetahui penyebab PT.
Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang
Lhokseumawe menerapkan denda murâbahah bagi
nasabah yang telat bayar angsurannya maupun
penggunaan dana denda murâbahah tersebut.
Disamping itu penulis ingin mengetahui jumlah
maksimal pembiayaan yang bisa diberikan kepada
calon debitur beserta marginnya dan juga ingin
90
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,Edisi Revisi V. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 107.
mengetahui seberapa besar nilai nominal denda yang
ditetapkan PT. Permodalan Nasional Madani
(PERSERO) menurut jumlah plafon91 yang diambil oleh
nasabah. Setelah data-data tersebut diperoleh
penulis akan mengutip Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No: 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas
Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran untuk
dianalisis dan penulis juga membaca buku buku dan
jurnal-jurnal mengenai murâbahah untuk melengkapi
teori yang dibahas.
2) Sumber Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh di
pustaka dengan cara membaca, melihat dan menelaah.
Data sekunder terdiri dari hasil laporan, data
yang diterbitkan oleh Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
Cabang Lhokseumawe yang bersangkutan.91
Plafon adalah ceiling yaitu pagu pembiayaan/kredit (sesuaidengan Kamus BI) dan sebagaimana juga disebutkan dalam BukuPedoman SID, plafon merupakan jumlah maksimum fasilitas yangditerima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam surat perjanjianakad/ kredit.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis
dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.92
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Dokumentasi
Dokumentasi, adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,
agenda dan sebagainya.93 Dokumen tersebut di antaranya
mengenai profil Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT.
Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang
Lhokseumawe, dokumen-dokumen dan penelitian-penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan denda murâbahah.
2. Wawancara (interview)92
M. Nasir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indah, 1985),hal. 211.
93
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisiRevisi IV, Cet. XIII, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 231.
Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber
data langsung melalui percakapan atau tanya jawab,94
proses memperoleh data yang diperlukan dengan tanya
jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan
responden, dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara).
D. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, data yang diperoleh
bersifat kualitatif. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode deskriptif analisis yaitu:
a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan data,
menggolongkan data, mengarahkan, membuangkan yang
tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara
sedemikian rupa sehingga kesimpulan dan verifikasi.
94
Djama’an Satori & Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 130.
b. Penyajian data, dalam alur ini seluruh data
dilapangan yang berupa dokumen. Hasil wawancara
dan observasi akan dianalisis sehingga dapat
memunculkan deskripsi tentang analisis fatwa Dewan
Syari’ah Nasional terhadap penentuan denda
pembiayaan murâbahah pada Unit Layanan Modal Mikro
PT. Permodalan Nasional Madani Cabang Lhokseumawe.
c. Penarikan kesimpulan hasil akhir dari proses
analisis data, dimana penulis akan
menginterpretasikan data.95
95
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2000), hal. 65.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat PT. Permodalan Nasional Madani
(PERSERO)
Perjalanan sejarah perkembangan ekonomi di
Indonesia, termasuk terjadinya krisis ekonomi pada
tahun 1997, telah membangkitkan kesadaran akan kekuatan
sektor usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dan
prospek potensinya di masa depan. Nilai strategis
tersebut kemudian diwujudkan pemerintah dengan
mendirikan PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
pada 1 Juni 1999, sebagai BUMN yang mengemban tugas
khusus memberdayakan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Koperasi (UMKMK).
Tugas pemberdayaan tersebut dilakukan melalui
penyelengaraan jasa pembiayaan dan jasa manajemen,
sebagai bagian dari penerapan strategi pemerintah untuk
memajukan UMKMK, khususnya merupakan kontribusi
terhadap sektor riil, guna menunjang pertumbuhan
pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai prospek usaha
dan mampu menciptakan lapangan kerja.
PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO), atau
“PNM”, didirikan sebagai pelaksanaan dari Tap XVI
MPR/1998 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
No.38/1999 tanggal 29 Mei 1999, dengan modal dasar Rp.
1,2 triliun dan modal disetor Rp. 300 miliar. Beberapa
bulan kemudian, melalui Kep. Menkeu No. 487 KMK 017
tanggal 15 Oktober 1999, sebagai pelaksanaan dari
Undang-undang No.23 tahun 1999, PNM ditunjuk menjadi
salah satu BUMN Koordinator untuk menyalurkan dan
mengelola 12 skim kredit program.
Setelah sebelas tahun beroperasi, seiring dengan
meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha
kepada perusahaan. Hingga kini, perusahaan ini tetap
fokus menyalurkan pembiayaan UMKMK kepada masyarakat
yang hasilnya dinikmati oleh lebih dari satu juta
kepala keluarga dan 1.500 lembaga keuangan mikro di
seluruh penjuru tanah air.
Berikut dijelaskan Visi dan Misi PT. Permodalan
Nasional Madani (PERSERO) yaitu:
a. Visi
Dalam menjalankan aktifitas usahanya, PNM menuju
kepada suatu visi yang menjadi penentu arah
pencapaian kinerja terbaik perusahaan. Visi
tersebut adalah: Menjadi lembaga pembiayaan terkemuka
dalam meningkatkan nilai tambah secara berkelanjutan bagi
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yang
berlandaskan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
b. Misi
Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, perusahaan
mengemban misi sebagai berikut:
1) Menjalankan berbagai upaya, yang terkait dengan
operasional perusahaan, untuk meningkatkan
kelayakan usaha dan kemampuan wirausaha para
pelaku bisnis UMKMK.
2) Membantu pelaku UMKMK untuk mendapatkan dan
kemudian meningkatkan akses pembiayaan UMKMK
kepada lembaga keuangan baik bank maupun non-
bank yang pada akhirnya akan meningkatkan
kontribusi mereka dalam perluasan lapangan
kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3) Meningkatkan kreatifitas dan produktivitas
karyawan untuk mencapai kinerja terbaik dalam
usaha pengembangan sektor UMKMK.
Adapun Struktur Organisasi PT. Permodalan Nasional
Madani (PERSERO) dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah
ini:
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO)
Sedangkan Kegiatan Usaha PNM dapat lihat pada
gambar 4.2 sebagai berikut:
Madani Mikro Murâbahah (M3) merupakan produk
pembiayaan syari’ah kepada pelaku usaha mikro dan kecil
dengan pola pinjaman jual beli (murâbahah) terkait
dengan jual beli barang yang dilakukan pengusaha mikro
dan kecil untuk memenuhi atau menambah / meningkatkan
volume usahanya. sedangkan kata “Madani” dimaksudkan
untuk memposisikan PT. PNM (PERSERO) sebagai lembaga
UKM / LKM. Madani Mikro Murâbahah (M3) untuk Usaha
Mikro dan Kecil dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp.
200.000.000,- .
Maksimal pembiayaan yang bisa diajukan ke ULaMM
besaran nilainya mulai dari 1 juta sampai dengan 200
juta (tergantung dari kebutuhan dan skala usaha calon
nasabah) dengan skema/pola pembiayaan syari’ah.
Prosesnya dimulai dari kunjungan on the spot Marketing
Officer ULaMM ke lokasi calon nasabah, pada tahap ini
Officer ULaMM melihat kondisi usaha calon debitur untuk
kemudian dibuat ringkasan hasil pengamatan usaha calon
debitur sekaligus menilai kelayakan pemberian pinjaman
pembiayaan yang akan diberikan.
Syarat lain yang diminta tentu identitas lengkap
calon debitur berupa KTP, KK, dan lain-lain, serta
dibutuhkan juga jaminan berupa aktiva bergerak atau aktiva
tetap seperti Kendaraan, gedung, rumah dan tanah.
Setelah persyaratan yang dipenuhi dan kelayakan usaha
dinilai prospektif maka kantor ULaMM segera mencairkan
pembiayaan dalam waktu singkat yaitu 3 hari kerja
setelah dokumen lengkap.
Sistem pembayaran angsuranpun mudah, bisa harian,
mingguan dan bulanan. Cara pembayaran angsurannya bisa
dijemput melalui petugas ULaMM (Kolektor), bisa juga
langsung ke Kasir di Kantor ULaMM.
Untuk menjadi mitra ULaMM cukup mudah, asalkan
calon debitur sudah punya usaha yang prospektif minimal 2
tahun, usahanya bisa di bidang perdagangan, maupun
usaha lain yang bersifat komersil baik untuk modal kerja
atau investasi. Adapun syarat untuk mengajukan
pembiayaan murâbahah di ULaMM sebagai berikut:
Berdomisili di Kota Lhokseumawe / Kabupaten Aceh
Utara
Object jual beli/sewa adalah barang halal
Pembayaran investasi antara lain untuk pengadaan
aktiva tetap, mesin-mesin dan barang-barang modal
lainnya
Sudah punya usaha yang perspektif minimal dua tahun
Mengisi Formulir Daftar Barang yang hendak dibeli
yang tersedia di ULaMM Syari'ah
Usia debitur (pemohon) minimal 21 tahun atau sudah
menikah
Selain itu, menyertakan dokumen-dokumen rangkap 2
(dua) sebagai berikut:
1. Foto copy KTP Suami Istri
2. Foto copy Kartu Keluarga (KK)
3. Foto copy Buku Nikah
4. Foto copy Agunan (Surat Tanah. BPKB Kendaraan
Bermotor)
5. Pas photo Suami Istri
6. Surat Izin Usaha/Surat Keterangan Usaha
7. Catatan/pembukuan usaha 6 bulan terakhir
(Bon/Faktur)
8. Foto copy bukti sewa rumah/tempat usaha jika masih
sewa
9. Denah tempat tinggal/tempat usaha (untuk keperluan
survei)
B. Alasan Penentuan Denda Murâbahah Pada PT.
Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
1. Alasan Penetapan Denda Murâbahah Pada PT. Permodalan
Nasional Madani (PERSERO)
Dalam menangani nasabah murâbahah yang lalai akan
kewajibannya, PNM memberikan sanksi denda sebagai bentuk
mekanisme PNM untuk mewaspadai kerugian pada pihak
ULaMM. Apabila penundaan pembayaran tersebut terjadi,
dapat menyebabkan penurunan kolektibilitas, sehingga
pencadangan penghapusan aktiva produktif akan meningkat.
Hal ini dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi
lembaga keuangan syari’ah. Oleh karenanya, tepat sekali
jika lembaga keuangan syari’ah memberlakukan sanksi
bagi nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran,
karena dapat memberikan mudarat bagi semua pihak.
Seorang nasabah yang memiliki kemampuan, tidak
dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Bila seorang
nasabah menunda penyelesaian hutang tersebut, PNM dapat
mengambil tindakan melalui prosedur hukum untuk
mendapatkan kembali hutangnya, atau dengan cara
mengklaim kerugian financial yang terjadi akibat
penundaan.
Dengan adanya Fatwa DSN MUI Nomor 17 yang
membolehkan pengenaan denda bagi nasabah mampu, PNM
memberlakukan pemberian sanksi bagi nasabah lalai dalam
pembayaran pembiayaan, yang mana bisa dikenakan ta’zîr
(denda).
Adapun besaran denda ditetapkan dengan nilai
nominal sebagai berikut:96
Madani Mikro Murâbahah (M3) 1 juta s.d 10 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-
Madani Mikro Murâbahah (M3) 11 juta s.d 25 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-
Madani Mikro Murâbahah (M3) 26 juta s.d 50 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-
Madani Mikro Murâbahah (M3) 51 juta s.d 100 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 50.0000,-
Madani Mikro Murâbahah (M3) 101 juta s.d 200 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 50.0000,-
Di PNM dana denda tidak diambil dan dipergunakan
oleh PNM melainkan ditampung dalam suatu pos atau
96
Wawancara dengan Cluster PNM Aceh Bagian Lhokseumawe, BapakIvan Supriadi, S.E., pada Jumat 24 Januari 2014.
rekening yaitu, dana non halal atau dana sosial yang
diberikan kepada kepentingan umum, seperti kegiatan
kepemudaaan, buat WC di Kampung yang membutuhkan dan
lain-lain. Yang jelas dana denda itu tidak di masukkan
ke dalam pendapatan perusahaan tetapi dihibahkan untuk
membangun sarana serta prasarana kepentingan umum.97
Dalam menangani kasus yang berkaitan dengan
keterlambatan pembayaran dari nasabah. PNM menetapkan
tata cara pembayaran denda, yaitu denda keterlambatan
dapat dibayarkan bersamaan dengan uang penyetoran
angsuran bulanan tunggakan. Dilihat dari teknik
pengumpulan denda murâbahah, PNM melakukan penagihan
pada nasabah saat telat bayar atau lewat tanggal.98
Beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan
penagihan denda murâbahah, yaitu:99
a. Pendekatan yang baik dengan nasabah97
Ibid.,98
Wawancara dengan Cluster PNM....,
99 Ibid.,
b. Transparansi perhitungan denda
Adapun faktor penghambat penagihan denda
murâbahah, yaitu:100
a. Nasabah mengetahui denda yang mereka bayar akan
dialokasikan sebagai dana kebajikan.
b. Denda bisa dibayar tangguh hari paling lambat 30
hari.
2. Penetapan Denda Murâbahah pada PT. Permodalan
Nasional Madani (PERSERO)
Karakter atau watak calon debitur/nasabah merupakan
salah satu pertimbangan yang terpenting dalam
memutuskan pemberian pembiayaan. Dalam prakteknya untuk
sampai pada pengetahuan bahwa debitur/nasabah tersebut
mempunyai watak yang baik atau tidak, tidaklah semudah
yang diduga. Ini merupakan faktor luar PT. PNM
(PERSERO) yang sulit dihindari, karena tergantung pada
100
Ibid,
pribadi masing-masing debitur/nasabah. Kepercayaan pada
debitur tidak selamannya berlaku dengan baik, terkadang
disalahgunakan debitur. Seorang debitur yang jujur tidak
mudah menyimpang dari ketentuan perjanjian pembiayaan,
sedangkan debitur yang tidak jujur/berwatak buruk akan
berkembang menjadi pembiayaan bermasalah dan merugikan
PT. PNM (PERSERO). Mengingat pada saat ini PT. PNM
(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sedang mengalami
pembiayaan bermasalah (NPF) sebesar 7% dari total
jumlah pembiayaan murȃbahah yang telah disalurkan.101
Karakter nasabah sangat mempengaruhi dalam
memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran kepada
PT. PNM (PERSERO). Adapun kriteria nasabah dapat
diklasifikasi menjadi empat karakter yaitu:102
a. Nasabah yang mau dan mampu 101
Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 03 Juli 2014.
102
Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe, pada 02 Juni 2014.
yaitu nasabah yang lancar dalam melakukan
pelunasan pembiayaan sesuai perjanjian. Nasabah
yang membayar kewajiban angsuran tepat waktu, mau
menyetor uang angsuran bulanan ke PT. Permodalan
Nasional Madani (PERSERO), tanpa harus Collector
menyemput uang angsuran tersebut ke tempat
nasabah. Jika pun nasabah tidak bisa ke PT.
Permodalan Nasional Madani (PERSERO), nasabah ini
akan menghubungi Collector untuk menjemput uang
setoran angsurannya ke rumah atau tempat usahanya
tersebut.
b. Nasabah mau tetapi tidak mampu
yaitu nasabah yang mau melunasi cicilan pembiayaan
pada PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
tetapi tidak mampu membayar tepat waktu. Nasabah
ini mau bertanggung jawab. Jenis nasabah ini yang
biasanya mengalami kebangkrutan usaha, atau
mengalami musibah seperti ditipu pelanggannya.
Namun tidak pernah menghindar dari Collector pada
saat penagihan. Biasanya pembayaran angsurannya
bisa ditunaikan lewat tanggal jatuh tempo dengan
meminta tangguh beberapa hari.
c. Nasabah mampu tetapi tidak mau
yaitu nasabah yang memiliki kemampuan untuk
melunasi pembiayaannya tetapi tidak membayar
cicilan pembiayaan secara tepat waktu atau bahkan
terkadang macet dan jika didatangi pihak PT. PNM
(PERSERO) selalu menghindar. Ini nasabah yang
paling nakal, usahanya dalam kondisi baik dan
berpenghasilan bahkan sedang maju. Namun, karena
nasabah ini selalu mengumbar bermacam-macam alasan
saat ditagih seperti alasan: uangnya sedang
diputar untuk menambah belanja usahanya sehingga
menunda-nuda pembayaran angsuran bulanannya pada
lembaga PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO).
Nasabah ini pada saat di datangi Collector waktu
penagihan dilayani dengan berbagai alasan-alasan
yang tidak masuk akal, seperti: lupa, uang sudah
dipinjamkan kepada orang lain, uang sudah
dibelanjakan, Collector telat datang dan lain-lain.
Bahkan kadang-kadang berkonflik dengan Collector
karena marah sebab didatangi Collector ke tempat
usahanya dengan alasan malu dan sibuk. Nasabah ini
tidak pernah bisa di pegang kata-katanya dan tidak
mengindahkan janji atau tanggung jawabnya.
Karakter nasabah macam ini yang layak dikenakan
denda sebagaimana tersebut dalam fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000.
Contoh Kasus:
Pak Imran memiliki kebijaksanaan memelihara
tingkat persediaan barang selama 1 bulan. Berapa
dana tambahan yang dibutuhkan bila Pak Imran
bermaksud meningkatkan penjualannya sebesar
Rp.10.000,- per bulan tahun depan? Diketahui bahwa
harga pokok penjualan adalah 80% dan seluruh
penjualan dilakukan secara tunai.
Penyelesaian:
Apabila Pak Imran memelihara tingkat
persediaan selama 1 bulan, peningkatan penjualan
sebesar Rp.1.000,- per bulan akan mengakibatkan
penambahan persediaan sebesar 80% x Rp.1.000,-
yaitu Rp.80,- Persediaan ini akan terus dipelihara
karena bila di bawah tingkat tersebut, maka
perputaran persediaan Pak Imran akan berkurang
menjadi dibawah 1 bulan.
Apabila kita bermaksud memberikan pembiayaan
sebesar Rp.800,- dengan margin keuntungan setara
20% p.a apakah Pak Imran layak menerima pembiayaan
tersebut, bila diketahui biaya operasionalnya
adalah 5% dari penjualan.
Untuk itu kita perlu melakukan proyeksi
perhitungan laba rugi sebagai berikut:
Penjualan per tahun = 12 xRp.1.000,-
=Rp.12.000,-
Harga Pokok Penjualan = 80% x Rp12.000,-
=9.600,-
Laba Kotor 2.400,-
Biaya Operasional = 5% x Rp12.000,-
=600,-
Laba bersih sebelummargin dan pajak
=1.800,-
Biaya Margin = 20% xRp.800,-
=160,-
Laba Bersih sebelum pajak =Rp.1.640,-
Perhitungan di atas hanya memperhatikan hasil
dari peningkatan penjualannya saja. Disini
terlihat bahwa Pak Imran akan sanggup membayar
margin dengan baik. Dengan memperhatikan hal
tersebut maka pembiayaan sebesar Rp.800,- dapat
diberikan. Adapun yang menjadi masalah ialah
ketika Pak Imran tidak mau membayar kewajiban
angsurannya.
d. Nasabah yang tidak mau dan tidak mampu
yaitu nasabah tidak memiliki kemampuan untuk
membayar tetapi juga tidak berusaha untuk melunasi
pembiayaan yang dilakukan pada PT. PNM (PERSERO).
Nasabah ini adalah nasabah yang sudah putus asa
karena usahanya bermasalah seperti kena tipu dari
mitranya, terlilit utang banyak dari pihak lain.
Nasabah ini rela dijual jaminannya, bahkan tidak
mau menerima tawaran pihak PT. Permodalan Nasional
Madani (PERSERO) untuk menambah pembiayaan dengan
margin rendah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini berisi intisari yang diambil dari
bab-bab sebelumnya, oleh karena itu penulis
berkesimpulan bahwa:
1. Penyebab PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)
menetapkan denda murâbahah dalam menangani nasabah
murâbahah yang lalai akan kewajibannya adalah
sebagai bentuk mekanisme PNM untuk mewaspadai
kerugian pada pihak PNM. Apabila penundaan
pembayaran tersebut terjadi, dapat menyebabkan
penurunan kolektibilitas, sehingga pencadangan
penghapusan aktiva produktif akan meningkat. Hal ini
dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi PNM.
Oleh karenanya, tepat sekali jika PNM
memberlakukan sanksi bagi nasabah mampu yang
menunda-nunda pembayaran, karena dapat memberikan
mudarat bagi semua pihak.
2. Berdasarkan analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan Denda
Pembiayaan Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional
Madani (PERSERO) yang selanjutnya disebut PNM,
penulis berkesimpulan bahwa denda dapat dikenakan
kepada nasabah-nasabah nakal, yang sanggup dan
mampu untuk membayar tepat pada waktunya tetapi
sengaja ditunda-tunda. Di PNM dana denda tidak
diambil dan dipergunakan oleh PNM melainkan
ditampung dalam suatu pos atau rekening yaitu,
dana non halal atau dana sosial yang diberikan
kepada kepentingan umum, seperti kegiatan
kepemudaaan, buat WC di Kampung yang membutuhkan
dan lain-lain. Yang jelas dana denda itu tidak di
masukkan ke dalam pendapatan perusahaan tetapi
dihibahkan untuk membangun sarana serta prasarana
kepentingan umum. Dengan ini PNM sudah mengikuti
prosedur atau peraturan yang ditetapkan oleh DSN
MUI No. 17 Tahun 2000.
B. Saran
Saran penulis kepada PT. Permodalan Madani
(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sebaiknya menjaga hubungan
baik dengan nasabah dan memberi pemahaman kepada
nasabah bahwa transaksi yang telah ditanda tangani oleh
kedua belah pihak berhubungan dengan masalah hukum dan
telah di undang-undangkan oleh pemerintah. Jangan
sampai tindakan salah yang dilakukan oleh nasabah itu
dapat merugikan mereka sendiri.
Saran penulis kepada nasabah jika ada hal-hal yang
kurang berkenan dengan PT. Permodalan Nasional Madani
(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sebaiknya di sampaikan
kepada PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang
Lhokseumawe, jangan mengambil sikap yang tidak
bijaksana seperti tidak menunaikan kewajiban karena
dapat merugikan diri sendiri. Karena zaman sekarang
yang bisa bantu pengusaha dengan utang bisa cair dalam
sehari cuma bank dan lembaga keuangan bukan individu,
karena individu takut meminjamkan uang, jika nama baik
tercoreng di lembaga-lebaga keuangan tersebut kemana
lagi tempat yang harus memohon bantuan. Oleh karena
demikian, karena hidup kita saling membutuhkan
sebaiknya jaga hubungan baik.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman al- Jazĭri, Kitȃb al-Fiqh ‘Ala al-Madzȃhib al-Arbȃ’ah,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990.
Abdussami’ Aḫmad Imȃm, Nazharat fỉ Ushul al-Buyu’ al-Mamnu’ah,Cet.I, Mesir: Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyyah,1360 H./1941 M
Abu Ali Muhammad Abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahman,Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jami’ al-Tirmîdzi, juz ke 4, Tnp.:Dâr al-Fikr, 1979.
Abu Dawud Sulaiman bin Asy’as, Sunan Abî Dawud, juz ke 3,Kairo: Dâr al-Hadis, 1988.
Abû Ishaq al-Syâtibi, al-Muwâfaqat fî Ushûl al-Ahkam, Bayût:Dâr al-Fikr, t.t.
Abu Ishaq al-Syirȃzi, Al-Muhȃdzdzab, Mesir: Isa al-Babial-Halȃbi,t.th.
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,Jakarta: IIIT Indonesia, 2003.
Amhad Warson Munawwir, Almunawwir, Surabaya: PustakaProgressif, 1997.
Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How to Manage Risk andImprove Profitability”, United States: Willey Finance,2011.
Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank Syariah, Jakarta: LPPBS,1993.
Asy-Syȃfi’i, Al-Umm, Beirut: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah,1993.
Ayus Ahmad Yusuf dan Abul Aziz, Manajemen operasional BankSyariah, Cirebon: STAIN Press. 2009.
Berita Bisnis, UKM Terbaru dari IndoTrading.com, UKMSulit Akses Dana di Bank? Masih Ada Jalan Lain,http://blog.indotrading.com/ukm-sulit-akses-dana-di-bank-masih-ada-jalan-lain/, diakses pada Selasa23 Juli 2013.
BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan BankSyariah, Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem. 2004
Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo,1997.
Djama’an Satori & Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif,Bandung: Alfabeta, 2010.
Edy Sasmito, Rahasia Sukses Pengusaha Tahan Banting PengalamanPelaku Usaha Mikro Kecil, Jakarta: Permodalan NasionalMadani, 2010.
Faisal Baasir, Pembangunan dan Krisis kritik dan solusi menujukebangkitan Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2003.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSNMUI/IX/2000tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
Fazlur Rahman, Islam, terj. Senoadji Saleh, Jakarta:Bina Aksara, 1987.
Hamid Fahmi Zarkasyi, Kritik terhadap Gagasan “Pembaharuan”Pemikiran Islam di Indonesia Merujuk kepada PemikiranNurcholish Majid”, diakses dari http://anawinta.wordpress.com/2007/03/30/kritik-terhadap-gagasan-pembaharuan-pemikiran-islam-di-indonesia.
Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisik atas tradisikeilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014.
Ibn Rusyd, Bidȃyah al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtashid, Beirut:Dȃr al-Fikr, tt.
Ibrahim Husen, Bunga Rampai dan Percikan Filsafat Hukum Islam,Jakarta: Yayasan IIQ, 1997.
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford:Clarendon Press, 1982.
Joseph Schacht, The Origin of Muhammadan Law, London:Oxford University Press, 1971, Muhammad Idrîs al-Syâfi’î, al-Risâlah, t.t.: Dâr al-Fikr, t.th.
Laporan Tahunan 2012 PT. Permodalan Nasional MadaniPERSERO.
Lies Ernawati, Keragaman Pemaknaan Murâbahah, Ekuitas: JurnalEkonomi dan Keuangan, ISSN 1411-0393, 2012.
Liquat Ali Khan Niazi, Islamic Law of Contract, Lahore:Research Cell DyalSingh Trust Library, 1990.
M. Nasir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indah,1985.
M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek,Jakarta: GemaInsani, 2001.
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema InsaniPress, 2000.
Maimun, Reorientasi Pemikiran Ijtihad Kontemporer Sebuah Renungandalam Perspektif Pemikiran Hukum Islam, MakalahDisampaikan pada Diskusi Himpunan Ilmuwan danSarjana Syariah Indonesia (HISSI) ProvinsiLampung, tanggal 1 Maret 2011.
Maimun, Sanksi terhadap Debitur Pengemplang dalam PraktikPerbankan Syari’ah: Suatu Kajian Aplikatif Pendekatan Ushul Fiqh,http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/154/115, diakses 20 Mei 2014.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan SyariahNasional, edisi ke-2, Jakarta: MUI, 2003.
Masduki Ibnu Zeayah, ‘Azzara, Kajian tafsir kata, diakses 19April 2014 darihttp://prismabekasi.blogspot.com/2012/11/azzara-mendukung.html.
Muhammad ‘Ali al-Shabunî, Rawa’i al-Bayân Tafsîr Ayat al-Ahkâmmin al-Qur’ân, jil. II, Makkah: Dâr al-Fikr, t.th.
Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta:Pustaka Firdaus, 1994.
Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan Peluang danAncaman, Yogyakarta: Ekonisia, t.th.
Muhammad, Teknik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada BankSyariah, Jakarta: UII Press Yogyakarta, 2004.
Musnad al-Imâm Ahmâd ibn Hanbal, juz ke 5, Bayrut:Maktabah al-Islami, 1985.
Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫ al-Kabĭr ‘alâ Matan al-Muqna’ fi Fiqh al-Imâm Aḫmad binHąnbal, Juz ke 5, Bairut: Dar al-Fikr, tt.
PNM Ekspansi ULaMM Syari’ah, (online),http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syari’ah/berita/10/01/15/101008-pnm-ekspansi-ulamm-syari’ah, diakses minggu, 7 Juli 2013.
Profil perusahaan, http://www.pnm.co.id/read/1/Profil-Perusahaan, online, diakses minggu, 7 Juli 2013.
Rahimin Affandi Abdul Rahim, Ijtihad: Suatu AnalisisPerbandingan, dalam Jurnal Syariah, Vol. 1, No. 2,1993.
Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scoup and Equity, Kuala Lumpur:Muslim Youth Movement of Malaysia, 1987.
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Cet.I, Jakarta: RinekaCipta, 1992.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta,2000.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek, edisi Revisi IV, Cet. XIII, Jakarta:Rineka Cipta, 2006.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu PendekatanPraktek, Edisi Revisi V, Jakarta: Rineka Cipta,2002.
Sulaiman bin Abdulrani, Sistem kerja ULaMM syariah,http://sulaiman.byethost13.com/sistemkerja.php,(online), diakses minggu, 7 Juli 2013.
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalamTata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti, 1999.
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, Jakarta: RajawaliPress, 2007.
Syamsul Anwar, Kontrak dalam Islam, makalah disampaikanpada Pelatihan Penyelesaian Sengketa EkonomiSyari’ah di Pengadilan Agama, Yogyakarta:Kerjasama Mahkamah Agung RI Dan ProgramPascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, 2006.
Syamsul Anwar, Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam,dalam Ainurrofiq, “Mazhab” Jogja, Mengagas Paradigma
Usul Fiqh Kontemporer. Cet. 1, Yogyakarta: ar-RuzzPress, 2002, Diakses pada Minggu, 06 Juli 2014.
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I,Jakarta: RM. Book, 2007.
Syamsul Anwar, Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam SuatuKajian Asas Hukum, laporan penelitian tidakditerbitkan, Yogyakarta: Proyek Perguruan TinggiAgama IAIN Sunan Kalijaga, 2000, dalam Jamal AbdulAziz, Riba dan Etika Bisnis Islam Telaah atas Konsep Riba‘Kontemporer’ Muhammad Syahrur, Jurnal P3M STAINPurwokerto, Ibda`, Vol. 2, No. 1, Jan-Jun 2004,diakses pada Minggu, 06 Juli 2014.
Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008.
Wahbah az-Zuhȃili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Daral-Fikr, 1989, IV: 703; al-Kasȃni, Bada’i as-Sanȃ’i fi Tartib asy-Syarȃ’i, Beirut: Dar al-Fikr,1996.
Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 03 Juli2014.
Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 02 Juni2014.
Wawancara dengan Bapak Sulaiman Abdulrani Mousaa,Mantan Marketing Officer Unit Layanan Modal Mikro
Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe Periode 2011-2012, Pada Selasa23 Juli 2013.
Wawancara dengan Cluster PNM Aceh Bagian Lhokseumawe,Bapak Ivan Supriadi pada Jumat 24 Januari 2014.
Yorga Permana, Upaya Pendampingan Industri Kecil Menengahsebagai Penopang Ekonomi Nasional, artikel: http://mti-itb.org/site/index.php/component/content/article/19-artikel-mti/44-upaya-pendampingan-industri-kecil-menengah-sebagai-penopang-ekonomi-nasional,diakses pada selasa 23 Juli 2013.
Yûsuf al-Qaradhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam, terj. AhmadSyathori, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Yûsuf al-Qardhawi, al-Fatâwa Bayn al-Inzibat wa al-Tasyayyub,terj. Agus Suyadi Raharusun, Bandung: PustakaSetia, 2006.
Zakiy al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islamî, Mesir: Dâr al-Ta’lif, 1964.