Webinar Nasional Pendidikan Dasar

354
BUKU PROSIDING ISBN:978-60251054-7-0 UNIVERSITASPENDIDIKANINDONESIA KAMPUSTASIKMALAYA Editor: Dr.LutfiNur,M.Pd. DwiAlia,M.Pd. Purwati,M.Pd. Webinar Nasional Pendidikan Dasar “PERGESERAN PARADIGMA & NILAI PENDIDIKAN : KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” TASIKMALAYA,05AGUSTUS2020 UPI KAMPUS TASIKMALAYA SeminarNasional UPI KAMPUS TASIKMALAYA SeminarNasional Webinar Nasional Pendidikan Dasar Editor: Dr.LutfiNur,M.Pd. DwiAlia,M.Pd. Purwati,M.Pd. “PERGESERAN PARADIGMA & NILAI PENDIDIKAN : KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” T ASIKMALA Y A,05AGUSTUS2020 SeminarNasional

Transcript of Webinar Nasional Pendidikan Dasar

BUKU PROSIDING

ISBN�:�978-60251054-7-0

UNIVERSITAS�PENDIDIKAN�INDONESIAKAMPUS�TASIKMALAYA

Editor�:Dr.�Lutfi�Nur,�M.Pd.

Dwi�Alia,�M.Pd.Purwati,�M.Pd.

Webinar Nasional Pendidikan Dasar “PERGESERAN PARADIGMA & NILAI PENDIDIKAN :KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

TASIKMALAYA,�05�AGUSTUS�2020

U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y A

Seminar Nasional

jaaj.

U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y A

Seminar Nasional

Webin

ar N

asio

nal P

endid

ikan D

asar

Editor�:

Dr.�L

utfi�Nur,�M

.Pd.

Dwi�A

lia,�M

.Pd.

Purwati,�M

.Pd.

“P

ER

GE

SE

RA

N P

AR

AD

IG

MA

&

N

IL

AI P

EN

DID

IK

AN

:

KA

JIA

N K

RIT

IS

T

ER

HA

DA

P P

AU

D D

AN

S

D P

AD

A M

AS

A

KE

NO

RM

AL

AN

B

AR

U”

TASIKMALAYA,�0

5�AGUSTUS�2020

U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y ASeminar Nasional

i

PROSIDING WEBINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR

“PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS

TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

Tasikmalaya, 05 Agustus 2020

Editor :

Dr. Lutfi Nur, M.Pd.

Dwi Alia, M.Pd.

Purwati, M.Pd.

Penerbit

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia

Kampus Tasikmalaya

ii

PROSIDING WEBINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR

PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD

DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU

Tasikmalaya, 05 Agustus 2020

Susunan Panitia:

Penanggung Jawab : Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd.

Pengarah : 1. Dr. Heri Yusuf Muslihin, M.Pd. (Wakil Direktur )

2. Dr. Dian Indihadi, M.Pd. (Ketua Program Studi PGSD)

3. Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd. (Ketua Program Studi PGPAUD)

Ketua : Dwi Alia, M.Pd.

Sekretaris : Dr. Lutfi Nur, M.Pd.

Bendahara : Qonita, M.Pd.

Divisi Kesekretariatan : 1. Agnestasia Ramadhani Putri, S.Pd., M.Pd.

2. Nuraly Masum Aprily, S.Pd., M.Pd.

3. Purwati, S.Pd., M.Pd.

Divisi Acara : Dr. H. Elan, M.Pd.

Pembawa Acara : Aini Loita, M.Pd.

Moderator (Plenary) : Dr. Ghullam Hamdu, M.Pd.

Moderator (Paralel) : Ika Fitri Apriani, M.Pd.

Web Admin Server : 1. Riki Nuryadin, S.Pd.

2. Oding Herdiana, M.Pd.

Staf Pendukung : 1. Yusman Mulyadin, S.P.

2. Lusi Astuti, S.Pd.

Tim Review Artikel : 1. Dr. Ghullam Hamdu, M.Pd.

2. Dr. H. Elan, M.Pd.

3. Dr. Lutfi Nur, M.Pd.

4. Seni Apriliya, M.Pd.

5. Resa Respati, M.Pd.

Editor : 1. Dr. Lutfi Nur, M.Pd.

2. Dwi Alia, M.Pd.

3. Purwati, M.Pd.

Setting & Layout : Elis Solihati, S.Pd.

Desain Cover : Yusman Mulyadin, S.P.

ISBN : 978-60251054-7-0

iii

Penerbit : Program Studi PGSD UPI Kampus Tasikmalaya

Jalan Dadaha No. 18, Kec. Tawang, Kota Tasikmalaya.

Telp/Fax: (0265) 331860 / (0265) 331860

Homepage: http://pgsd-tasikmalaya.upi.edu/

Email: [email protected]

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Pasal 72:

1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling

singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah), atau

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,-

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya

“Prosiding Webinar Nasional” ini dapat diterbitkan. Prosiding ini merupakan hasil Webinar

Nasional PGSD & PGPAUD dengan tema “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI

PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting Room dan sesi pemakalahan berbasis instagram,

tanggal 5 Agustus 2020.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada keynote speakers berikut :

1. Dr. Widya Karmila Sari Ahmad, M.Pd. (Ketua Asosiasi PGSD Indonesia)

2. Dr. Irma Yuliantina, M.Pd. (Ketua Asosiasi PGPAUD Indonesia)

3. Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd (Direktur UPI Tasikmalaya)

Kami mengucapkan terima kasih kepada pemakalah-pemakalah penunjang yang telah

berpartisipasi aktif dan meluangkan waktunya untuk menulis, menghadiri, dan

mempresentasikan makalahnya. Kepada pihak Kementerian Riset dan Teknologi, Universitas

Pendidikan Indonesia, Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmaaya

serta para sponsor yang telah mendukung acara ini dan semua pihak yang telah berperan aktif

dalam kepanitian sehingga terselenggaranya Webinar ini, kami mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga apa yang kita kerjakan dan hasilkan ini dapat

memberikan manfaat kepada kita semua. Amin Ya Robbal’aalamiin.

Tasikmalaya, September 2020

Direktur UPI Kampus Tasikmalaya,

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd.

NIP. 196005011986031004

v

CATATAN PEMBUKA

Saya mengucapkan selamat datang kepada seluruh delegasi dan para tamu undangan pada

Webinar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini UPI Kampus Tasikmalaya.

UPI Kampus Tasikmalaya mempersembahkan Webinar Nasional Pendidikan Dasar yang

berfokus pada PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS

TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU. Kami berharap acara ini dapat

menjadi forum diskusi tentang isu terkini di ranah pendidikan dasar dan pendidikan anak usia

dini secara meluas dan juga mengantarkan peserta pada pemahaman mendalam. Hal-hal

tersebut menggiring kami untuk memfasilitasi masyarakat yang memiliki konsentrasi yang sama

dalam mengembangkan dan meningkatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan

Dasar khususnya di Indonesia.

Kami sungguh bahagia acara ini dihadiri oleh para akademisi, praktisi, mahasiswa,

organisasi Pendidik Anak Usia Dini dari berbagai Provinsi di Indonesia. Kami ingin sekali

memberikan penghargaan tertinggi untuk seluruh pembicara, pemakalah pararel, dan seluruh

peserta untuk kesediaannya berbagi ide dan penelitian terbaru pada Webinar ini.

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kami haturkan kepada Direktur, Wakil Direktur.

Ketua Program Studi S1 PGSD, Ketua Program Studi S1 PGPAUD, dan seluruh panitia serta pihak

lain yang telah menyukseskan Webinar Nasional Pendidikan Dasar di UPI Kampus Tasikmalaya.

Semoga Allah swt. memberkahi kerja keras kita semua aamiin.

Ketua Pelaksana Webinar Nasional

UPI Kampus Tasikmalaya

Dwi Alia, M.Pd.

vi

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ......................................................................................................................................... i

Susunan Panitia .......................................................................................................................................... ii

Pengantar Direktur Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya .................. iv

Pengantar Ketua Pelaksana Webinar Nasional ............................................................................. v

Daftar isi ........................................................................................................................................................ vi

No Judul Halaman 1 Pengembangan Soal Tes Berpikir Kreatif dengan Menggunakan Analisis Rasch pada

pembelajaran STEM di Sekolah Dasar Ainun Nurul Syadiah, Ghullam Hamdu, Karlimah

1-6

2 Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Colok Gembrung Khas Ciamis Sebagai Bahan Ajar Membaca Di Kelas Tinggi Sekolah Dasar Hestika Asri Rahmi, Aan Kusdiana,dan Oyon Haki Pranata

7-12

3 Pengembangan Media Komik Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar Aisyah Huriyatun Na’im, Syarip Hidayat, Yusuf Suryana

13-18

4 Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas IV Sekolah Dasar Wina Amalia, Epon Nur’aeni L, Lutfi Nur

19-24

5 Penilaian Keterampilan Abad 21 Dalam Pembelajaran STEM Siti Fetty Fatimah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Lutfi Nur

25-30

6 Deskripsi Komunikasi Matematis Kelas II SD pada Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah Reni Herliyani, Karlimah

31-36

7 Desain Media Building Inclines Berbasis STEM untuk Anak Usia 5-6 Tahun Peni Rahmawati, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Sumardi

37-43

8 Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines di PAUD Susi Sulastri Sukmana, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Taopik Rahman

44-48

9 Manajemen Sekolah Dasar: Analisis Pendidik dan Tenaga Kependidikan Badrud Tamam, Cucun Sunaengsih, Dini Nurhidayah, Reyna Nurani, Mardianingsih, Dimas Harisman

49-54

10 Analisis Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang” untuk Anak Sekolah Dasar Elis Nurul Huda, Aan Kusdiana, Ahmad Mulyadiprana

55-62

11 Peningkatan Mutu Pendidikan: Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Cucun Sunaengsih, Ajeng Amalia Santika, Yolanda Anugrah Riyantini, Badrud Tamam

63-69

12 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Angka Partisipasi PAUD di Kabupaten Garut Tahun Ajaran 2020/2021 Fauziah Rahmat

70-76

13 Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun : Tinjauan Pustaka Dela Lailatul Badriah, Sima Mulyadi, Lutfi Nur

77-81

14 Manfaat Permainan Tradisional Simar bagi Tumbuh Kembang Anak Resti Widayanti, Heri Yusuf Muslihin, Elan

82-86

15 Rancangan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD Desi Susilawati, Elan, Resa Respati

87-92

16 Transformasi Nilai Instrumental melalui Problem Solving Penyelesaian Soal Cerita di Sekolah Dasar Elan, Akhmad Nugraha, Risnandar Sudarman

93-98

vii

No Judul Halaman 17 Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Dian Indihadi 99-105

18 Dapatkah Guru PAUD Menerapkan Kesantunan KH.Ahmad Dahlan pada Pembelajaran Online? Elis Solihati, Mubiar Agustin

106-113

19 Apakah di PAUD sudah Menerapkan Pramuka Prasiaga? Resna Rosmayanti, Nur Faizah Romadona

114-118

20 Kondisi Gender Dalam Home Numeracy Anak Usia Dini Padilah, Dindin Abdul Muiz L., Lutfi Nur

119-124

21 Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia 4-5 Tahun Melalui Senam Irama Ruth Octaviana Silaban1 , Heri Yusuf Muslihin , Sumardi

125-129

22 Home Numeracy Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Luthfiatur Rohmah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Lutfi Nur

130-134

23 Validitas dan Realibilitas Kuesioner Pembelajaran Jarak Jauh dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Nunik Siti Nurhasanah, Lutfi Nur, Resa Respati

135-140

24 Studi Meta-Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Pekembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Rina Siti Muawanah,Heri Yusuf Muslihin, Sima Mulyadi

141-146

25 Analisis Buku Cerita Anak tentang Pendidikan Pesantren Miftahul Huda Manonjaya untuk Siswa Sekolah Dasar Aeni Yatul Fadillah, Seni Apriliya, Rosarina Giyartini

147-152

26 Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional “Galendo Ciamis” sebagai Bahan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar Dewi Niendya Ratnasari, Aan Kusdiana, Akhmad Nugraha

153-157

27 Pengaruh Metode Jarimatika terhadap Keterampilan Kognitif dan Psikomotor pada Operasi Hitung Perkalian Kelas III Sekolah Dasar Syifa Fauziah, Yusuf Suryana, Lutfi Nur

158-162

28 Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis STEM untuk Anak Kelompok B di PAUD Hikmah Sopyana, Dindin Abdul Muiz, Elan

163-167

29 Tiga Fungsi Bahasa Pada Anak Sekolah Dasar (Studi di Kelas V SD Negeri 2 Bangunharja Kecamatan Cisaga) Andi Komara Faudillah

168-172

30 Analisis Nilai Karakter dalam Permaian Tradisional Congklak untuk Anak-anak pada Komunitas Icikibung Tasikmalaya Ira Anggraeni, Aan Kusdiana, Rosarina Giyartini

173-179

31 Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis Anita Yunitasari, Dian Indihadi

180-187

32 Analisis Nilai Pendidikan Karakter Pada Cerita Pendek Kanagan Jilid 5 Karya D. Durahman dan T. Sumarsono Elis Solihah, Nana Ganda, Ahmad Mulyadiprana

188-196

33 Perancangan Ilustrasi “Cerita Anak: Kue Bandros Kita” Raudhatul Jannah Mauludatil Fauziyyah, Rosarina Giyartini

197-203

34 Peran Orang Tua terhadap Home Numeracy Anak Usia Dini Ria Komara, Dindin Abdul Muiz, Lutfi Nur

204-208

35 Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun : Tinjauan Pustaka Dela Lailatul Badriah, Sima Mulyadi, Lutfi Nur

209-213

36 Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah Vita Siti Zulaeha, Sima Mulyadi, Taopik Rahman

214-218

37 Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris pada Anak Kelas V SD dengan Penggunaan Media Crossword Puzzle Nina Nuraeni, Dian Indihadi

219-222

viii

No Judul Halaman 38 Pengembangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar

Lita Puspa Finurika, Yusuf Maulana, Ahmad Mulyadiprana 223-227

39 Studi Literatur Pengaruh Reinforcement terhadap Kedisiplinan Anak Usia Dini Tri Mardina Rahmadian, Sumardi, Taopik Rahman

228-232

40 Pembelajaran Irama dengan Menggunakan Metode Eurhytmic untuk Anak Usia Dini Nursifa Fauziah Munigar, Taopik Rahman, Resa Respati.

233-237

41 Pengembangan Permainan Monopoli Untuk Memfasilitasi Kemampuan Literasi Finansial Anak Usia 5 – 6 Tahun Rini Rahayu, Taopik Rahman, Elan

238-241

42 Implementasi Karakter Peduli Lingkungan melalui Program Adiwiyata di SDN Mancogeh Mita Zahra Asdianti, Nana Ganda, Oyon Haki Pranata

243-250

43 Rancangan Media Model Learning Cycle dengan Pendekatan Saintifik Lany Febri Rafiny, Edi Hendri Mulyana, Taopik Rahman

256-261

44 Rancangan dan Pengembangan Rencana Pembelajaran Berorientasi pada Sains Subtema Air untuk Mengoptimalkan Keterampilan Mengklasifikasi AUD Desi Rahayu, Edi Hendri Mulyana, Elan

254-261

45 Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat

262-265

46 Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada Minat Belajar Matematika Siswa di Masa Kenormalan Baru Annisa Rohaendi, Epon Nur’aeni L., Ghullam Hamdu

266-273

47 Media Garis Bilangan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas V Sekolah Dasar Irfan Supriatna, Salati Asmahasanah

274-278

48 Implementasi Project Based Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Dasar Annisa Anita Dewi

279-284

49 Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat.

285-288

50 Model SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) Sebagai Solusi Untuk Menyongsong Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar Pada Masa Kenormalan Baru Ricky Erviantara, Yudi Budianti, Rini Endah Sugiharti

289-294

51 Media Building Plumbing Dalam Pembelajaran Berbasis STEM di PAUD Entang Yuliandari, Dindin Abdul Muiz L, Lutfi Nur

295-301

52 Bentuk Dan Nilai Karakter Permainan Bebentengan Di Kampung Cinunjang Sintha Cahyani, Aan Kusdiana

302-307

53 Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19 Rizkia Amelia, Lutfi Nur, Heri Yusuf Muslihin

308-310

54 Desain Pembelajaran STEM dengan Media Building Inclines untuk Kelompok B di PAUD Ratih Rahayu Nur Azizah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Taopik Rahman

311-316

55 Nilai-Nilai Tanggung Jawab Pada Buku Cerita Bergambar Tema Diriku Astri Rizka Restriani, Elan, Sima Mulyadi

317-321

56 Dasar Kebutuhan Pengembangan Rencana Kegiatan Pembelajaran Berorientasi Pada Sains Untuk Mengoptimalkan Keterampilan Menanya Anak Usia Dini Fitri Ani Ramadhanti, Edi Hendri Mulyana, Elan.

322-327

57 Pengembangan Sosial Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisional Wini Purwani Nurantika, Lutfi Nur, Heri Yusuf Muslihin

328-332

58 Tingkat Perkembangan Gerak Lokomotor Melalui Aktivitas Ritmik di TK Pertiwi Erma Rahmatilah, Heri Yusuf Muslihin, Lutfi Nur

333-335

ix

No Judul Halaman 59 Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada

Materi keliling Persegi Panjang Trisa Syarifatul Arifah, Epon Nur’aeni L, Akhmad Nugraha

336-340

60 Permainan Kelompok dan dan Kreativitas: Kajian Pustaka Rosarina Giyartini, Lutfi Nur, Dodi Suryana, Eka Agustian

341-444

1

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Soal Tes Berpikir Kreatif dengan Menggunakan Analisis Rasch pada pembelajaran STEM di Sekolah Dasar

Ainun Nurul Syadiah1, Ghullam Hamdu2, Karlimah3

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected] , [email protected]

Abstract Students have the skills to use learning for abilities in the 21st century, in the process and collaborative learning that will enable elementary students to get these skills. One approach that can be used is the STEM approach, which can shape students into human resources who can think critically so that they can meet 21st-century human resource standards and can face increasingly complex global challenges. In addition to the approach, the assessment also becomes very important in seeing students 'creative thinking processes, so this research will develop a product in the form of a written test by referring to students' creative thinking processes in elementary schools and analyzed using Rasch modeling. The method used in this study uses the Design-Based Research (DBR) method which will develop solutions by displaying the products to be made. Keywords: Thinking Creative, STEM, Rasch, Elementary School Abstrak Peserta didik pada dasarnya memiliki keterampilan menggunakan belajar untuk kemampuan di abad 21, dalam prosesnya, diperlukan suatu kolaboratif pembelajaran yang akan memampukan siswa sekolah dasar mendapatkan keterampilan tersebut. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan yaitu pendekatan STEM, dapat membentuk siswa menjadi sumber daya manusia yang mampu berpikir kreatif sehingga mampu memenuhi standar sumber daya manusia abad 21 serta mampu menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Selain pendekatan, penilaian juga menjadi hal yang sangat penting dalam melihat proses berpikir kreatif siswa, maka penelitian ini akan mengembangkan produk berupa tes tertulis dengan merujuk pada proses berpikir kreatif siswa di Sekolah Dasar dan di analisis dengan menggunakan pemodelan rasch. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Design Based Research (DBR) yang akan mengembangkan solusi dengan menampilkan produk yang akan dibuat. Kata Kunci: Berpikir Kreatif, STEM, Rasch, Sekolah Dasar

PENDAHULUAN

Peserta didik pada dasarnya memiliki keterampilan menggunakan teknologi dan media

informasi, belajar dan berinovasi, dan dapat bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk

hidup (life skills) di abad 21. Sejalan dengan itu, kurikulum Indonesia juga mengembangkan 3

konsep kurikulum baru yang kemudian diadaptasi dan ditujukan untuk mengembangkan

pendidikan menuju Indonesia Kreatif tahun 2045 yaitu 21st century skills, science approach, dan

authentic assessment. Proses pendidikan tentunya bersifat komprehensif, saling berhubungan, dan

tidak dapat dipisahkan. Salah satunya Kegiatan penilaian dalam pembelajaran yang juga menjadi

tolak ukur terhadap kemampuan peserta didik untuk keterampilan di abad 21.

Penilaian dirancang untuk membantu guru menemukan apa yang telah dipelajari oleh siswa di

kelas dan bagaimana tingkat keberhasilan yang mereka pelajari. Tetapi, permasalahan yang muncul

begitu kompleks, membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking skill.

“HOTS akan memampukan siswa dalam mengontruksi argumen yang tepat dan efektif untuk

membuat keputusan atau solusi yang rasional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diperlukan

siswa untuk mengerjakan model penilaian di abad 21” (Nugroho, 2018) Hal tersebut menunjukkan

bahwa dalam implementasi keterampilan di abad 21, HOTS dapat diterapkan dalam pelaksanaan

evaluasi atau penilaian pembelajaran.

Maka, salah satu penilaian yang sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran yang menghasilkan

peserta didik memiliki keterampilan di abad 21 adalah penilaian 4C, karena 4C telah menjadi

bagian dari kurikulum dasar saat ini yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan

2

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sehingga lulusan siap bersaing di dunia global. “kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu

“The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity” (Scott, 2015)

Selain penilaian, pendekatan pembelajaran juga berperan sebagai komponen penting dalam

pembelajaran Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilatih bagaimana proses pembelajaran

yang tepat sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan harapan, sehingga

menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi sesuai dengan keterampilan di abad-21.

Maka, salah satunya adalah integrasi pembelajaran STEM. Integrasi ini mendukung keterampilan

siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang bermakna. “Integrasi pembelajaran STEM ke

dalam kurikulum dasar Indonesia sangat tepat untuk diterapkan untuk mendukung pengembangan

keterampilan siswa sekolah dasar abad ke-21” (Nurlenasari et al., 2019) penelitian tersebut

menunjukan bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajran STEM akan mengembangkan

proses belajar juga kemampuan siswa sekolah dasar.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design Based Research (DBR). “Pada

dasarnya, penelitian desain relevan untuk praktik pendidikan, karena bertujuan untuk

mengembangkan solusi berbasis penelitian untuk masalah yang kompleks. Titik awal untuk

penelitian desain adalah masalah pendidikan yang divalidasi ketersediaannya untuk struktur dan

mendukung kegiatan desain dan pengembangan” (Plomp & Nieveen, 2007) Proses pengembangan

perangkat pembelajaran berupa soal tes ini mengacu pada model pengembangan pembelajaran

oleh (Herrington et al., 2007)

Penelitian pengembangan soal tes berpikir kreatif pada pembelajaran tematik dengan

menggunakan analisis rasch berbasis STEM di Sekolah Dasar telah dilaksanakan di Sekolah dasar di

Kabupaten Tasikmalaya, yakni SDIT Idrisiyyah Cidahu dipilih sebagai lokasi penelitian dengan

pertimbangan bahwa SDIT Idrisyyah sudah menggunakan kurikulum 2013 secara menyeluruh.

Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan sebanyak satu kali uji coba, dan selebihnya

dilakukan dengan diskusi grup atau Focus Group Discussion (FGD) Tahap pertama yaitu tahap

pengambilan data melalui analisis masalah dengan wawancara dan studi dokumentasi.

Setelah diperoleh soal tes tertulis berpikir kreatif tersebut dihasilkan melalui FGD, soal tes ini

kemudian diberikan kepada siswa untuk dikerjakan dengan sebelumnya dilakukan bersama

penerapan terhadap perangkat pembelajaran lainnya. Implementasi pembelajaran STEM dan

pemberian soal dilaksanakan pada tanggal 14 April 2020 kepada siswa sekolah Dasar Islam

Terpadu Idrisiyyah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, data akan di dapatkan dengan

mendistribusikan soal tes kepada masing-masing siswa berupa soal tes berpikir kreatif dengan

unsur dasar yang dikemukakan oleh Paul Torrance. Hasil tes ini kemudian diolah dengan

Pemodelan Rasch dan dengan bantuan winstep versi 4.5.2. Pada Model Rasch skor mentah diproses

dan akhirnya melengkapkan informasi pada peta konstruk, “analisis pada desain butir soal yang

digunakan di kalibrasi secara sekaligus dalam tiga hal yaitu skala pengukuran, responden (person),

dan butir soal (item) sehingga menghasilkan data yang diinginkan”(Sumintono & Widhiarso, 2015)

. Deskripsi proses pelakasanaan akan digambarkan dalam Tabel 1

Tabel 1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Tes

Indikator Keterangan

Bentuk dan jumlah soal Esai, 3 Soal.

Berpikir Kreatif Teori Berpikir Kreatif oleh Paul Torrance

Materi Soal Tokoh dan penemuan ( Teks Eksplanasi, keliling lingkaran,

Komponen listrik dan fungsinya )

Siswa

Kelas 5 Sekolah dasar di Tasikmalaya Jawa Barat sejumlah 24

orang

3

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Indikator Keterangan

Sumber Data Pengamatan hasil pembelajaran STEM dan wawancara guru

Waktu Pelaksanaan 11.00 – 11.15 WIB

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian Penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran yang dilakukan memiliki tujuan untuk

mengembangkan soal tes berpikir kreatif pada pembelajaran berbasis STEM dengan analisis skor

menggunakan pemodelan rasch dilaksanakan di SD kelas V yang menggunakan kurikulum 2013

dengan tema Tokoh dan Penemuan. Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif yang terdiri

dari pengembangan desain pembelajaran, pengembangan lembar kerja siswa, pengembangan

media pembelajaran, pengembangan rubrik penilaian kinerja, pengembangan soal tes berpikir

kritis dan kreatif, pengembangan modul dan pengembangan video pembelajaran yang masing-

masing mengembangkan pembelajaran berdasarkan pembelajaran berbasis STEM untuk mencapai

kemampuan kemampuan berpikir kreatif.

Analisis hasil uji coba dilakukan dengan menggunakan pemodelan rasch bantuan winstep versi

4.5.2 secara deskriptif kuantitatif. Analisis hasil uji coba ini dilakukan untuk melihat hasil uji

tertulis peserta didik berdasarkan kebutuhan analisis berpikir kreatif pada siswa. Sehingga

diperoleh hasil analisis butir soal yang dilakukan meliputi analisis terhadap tingkat kesulitan soal,

tingkat kesesuain soal, dan deteksi adanya bias pada soal esai. Pembagian soal tersebut di

ilustrasikan dalam Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Indikator Soal Tes Berpikir Kreatif

Indikator Keterangan

Fluency Pada nomor 1 esai, Siswa mencetuskan gagasan dalam penyelesaian masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Originallity Pada nomor 3 esai, Siswa dapat memberikan gagasan yang baru dengan membuat lingkarang berdasarkan ukuran yang ingin mereka buat.

Flexibility Pada nomor 2 esai, Siswa dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Tabel 2 menunjukan mengenai indikator kreatif menurut Torrance. “ada empat aspek dalam

kreativitas, yaitu: Kefasihan, kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide; Fleksibilitas,

kemampuan untuk menyarankan berbagai solusi berbeda untuk suatu masalah; Orisinalitas,

kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan orisinal; Elaborasi, kemampuan untuk

mengorganisasi berbagai ide menjadi satu atau lebih lengkap produk atau solusi” (Honeck, 2016)

Untuk mengetahui tingkat kesesuaian soal, yang dalam hal ini artinya model ideal pengukuran,

maka dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut :

4

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 2. Hasil Misfit Order : Tingkat Kesesuain Soal

Pada tabel terlihat bahwa indikator item fit untuk semua butir soal yaitu Outfit Means Square

(0,5 < MNSQ < 1,5), Outfit Z-standard (-2,0 < ZSTD < +2,0) dan Point Measure Colleration ( 0,4 < Pt

Measure Corr < 0,85) tidak menunjukan adanya sembarang masalah, dengan kata lain, semua soal

yang diberikan bisa dipahami dengan baik oleh siswa, atau tidak ada soal yang miskonsepsi.

Maka, dari tabel tersebut dapat dilihat tingkatan soal yang menunjukan soal dengan indikator

tertinggi, sedang dan terendah, antara lain : Soal nomor 2 memiliki total score kesesuain tingkat

tinggi yang menandakan soal tersebut memiliki indikator soal tertinggi, selanjutnya soal nomor 1

menduduki indikator soal sedang, dan soal nomor 3 dengan indikator terendah.

Gambar 2. Hasil Peta Wright : Abilitas Siswa dan Sebaran Kesulitan Soal

Berdasarkan hasil uji coba, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pemodelan rasch

terhadap hasil skor esai, yaitu data yang menunjukan sebaran abilitas siswa dalam menjawab soal

esai dan sebaran tingkat kesulitan aitem.

Pertama, pada peta sebelah kiri terlihat ada 7 orang siswa (PK05, PK08, PK01, PK04, PK06,

PK09, PK10 ) yang tingkat abilitasnya tinggi, mereka lebih tinggi dari semua tingkat kesulitan soal

yang telah diberikan. Hal ini berarti peserta didik tersebut akan mendapatkan nilai maksimum yang

bisa di dapatkan.

Kedua, pada sebelah kanan peta wright terlihat 3 butir soal yang mempunyai keragaman

variabilitas tingkat kesulitan soal, dari soal E3 yang paling sukar sampai soal E1 yang paling mudah

di kerjakan. Hal ini menunjukan hal yang bagus, karena butir soal yang diberikan bisa memberikan

informasi bahwa soal tersebut menunjukan abilitas siswa yang diuji, dan soal tersebut tidak

berkumpul di satu tingkat abilitas saja, artinya soal yang telah dibuat memberikan proses berpikir

siswa untuk kritis dan kreatif.

Ketiga, jika dibandingkan jarak sebaran untuk abilitas siswa dan data sebaran untuk tingkat

kesulitan aitem lebih lebar, yang menunjukan bahwa butir soal keragamannya tidak terpaut jauh.

Hal ini mengindikasikan bahwa abilitas 24 siswa sangat berbeda-beda, dan soal yang diberikan

sesuai dengan konteks penilaian untuk peserta didik, dalam hal ini, siswa yang ada di tingkat

abilitas rendah perlu mendapat bantuan ekstra, karena belum tepat dalam menjawab soal dengan

cara berpikir kreatifnya.

Untuk mengetahui tingkat dari kesulitan soal, maka analisis ini menunjukan skala logit-nya

melalui table item measure.

Pada kolom total count terbaca ada angka 7, 13, dan 20, maksud dari angka tersebut adalah

jumlah siswa yang menjawab soal itu, dan terlihat di soal nomor 3, hanya 7 siswa yang

5

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menjawabnya. Tabel tersebut menunjukan pula tingkat kesulitan soal, yang tertinggi soal nomor 3,

lalu soal nomor 2, dan terakhir soal nomor 1.

2. Pembahasan

Tiga pertanyaan esai diberikan kepada siswa untuk menganalisis, membuktikan, dan

memberikan deskripsi sejauh mana siswa dapat menjawab soal dengan tingkat tinggi atau high

order thinking skill, karena keterampilan utama yang harus dimiliki dalam konteks abad 21 adalah

keterampilan belajar dan berinovasi. Keterampilan ini berkenaan dengan kemampuan berpikir

kreatif. “HOTS akan memampukan siswa dalam mengontruksi argumen yang tepat dan efektif

untuk membuat keputusan atau solusi yang rasional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi

diperlukan siswa untuk mengerjakan model penilaian di abad 21” (Nugroho, 2018)

Setelahnya dilakukan kegiatan tes kepada siswa/responden maka selanjutnya dilakukan sebuah

analisis agar apa yang telah di buat bisa di evaluasi dengan lebih komprehensif, salah satunya

dengan menggunakan pemodelan rasch. “pengukuran yang objektif, serta aplikasi Model Rasch

dalam penilaian pendidikan dengan penggunaan perangkat lunak (software) yang dirancang untuk

aplikasi Rasch model.” (Bond, 2013) Dalam konteks model Rasch ini, (Sumintono, 2015)

menambahkan bahwasanya “pola penskoran yang ‘menetap’ ini tidak lain adalah pengukuran yang

hasilnya bergantung pada siapa yang diukur (test dependent scoring); sedangkan yang harus

dilakukan dalam riset kuantitatif dalam penilaian pendidikan adalah pengukuran yang objektif

(objective measurement)”.

Didapatkan hasil analisis terhadap soal, yakni soal nomor 2 indikator kreatif tertinggi dengan

ditunjukannya pada total score hasil analisis, yang juga memberikan keterangan fluency karakter

kreatif oleh Torrance, selanjutnya soal nomor 1 menduduki indikator soal sedang, dan soal nomor 3

dengan indikator terendah. Ketiga soal ini, sesuai dengan kemampuan berpikir kreatif oleh

Torrance.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap soal tes untuk kemampuan berpikir

kreatif pada pembelajaran berbasis STEM untuk subtema Penemuan yang mengubah dunia, maka

produk tersebut dapat digunakan. Produk tersebut telah memenuhi kriteria valid berdasarkan

validasi ahli, praktis, dapat digunakan di sekolah dasar, analisis butir soal dengan menggunakan

pemodelan rasch, dan mendapatkan respon positif dari guru serta dapat membantu siswa

mencapai kemampuan berpikir kreatif. Produk yang dihasilkan berupa soal tes untuk kemampuan

berpikir kreatif pada pembelajaran berbasis STEM.

DAFTAR PUSTAKA

Bond. (2013). Applying the Rasch Model. Applying the Rasch Model.

https://doi.org/10.4324/9781410614575

Herrington, J., McKenney, S., Reeves, T., & Oliver, R. (2007). Design-based research and doctoral

students: Guidelines for preparing a dissertation proposal. World Conference on Educational

Multimedia, Hypermedia and Telecommunications, 4089–4097.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Honeck, E. (2016). Inspiring Creativity in Teachers to Impact Students. Torrance Journal for Applied

Creativity, 1, 33–38. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-375038-9.00223-5

Nugroho, R. A. (2018). Higher Order Thinking Skills (T. Y. Kurniawati (ed.)). PT Gramedia.

Nurlenasari, N., Lidinillah, D. A. M., Nugraha, A., & Hamdu, G. (2019). Assessing 21st century skills of

fourth-grade student in STEM learning. Journal of Physics: Conference Series, 1318(1).

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012058

Plomp, T., & Nieveen, N. (2007). An Introduction to Educational Design Research.

6

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Scott, C. L. (2015). Education Research And Foresight The Futures Of Learning 3: What Kind Of

Pedagogies For The 21st Century? Educational Research and Foresight UNESCO, 1(1), 1–14.

Sumintono, B. (2015). Pemodelan Rasch pada Asesmen Pendidikan : suatu pengantar. November, 1–

14.

Sumintono, B., & Widhiarso, W. (2015). Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assesment Pendidikan.

7

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Colok Gembrung Khas Ciamis Sebagai Bahan Ajar Membaca Di Kelas Tinggi Sekolah Dasar

Hestika Asri Rahmi1, Aan Kusdiana2,dan Oyon Haki Pranata 3

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is the development of a traditional food story book, colok gembrung, typical of Ciamis, as a reading teaching material in elementary high school classes. This study aims to produce teaching materials in the form of a traditional food story book, colok gembrung, typical of Ciamis, then to find out the use of story books, and the effectiveness of using these story books. Based on the results of interviews with teachers, there is no teaching material in the form of a traditional Ciamis food story book. On the other hand, this knowledge needs to be possessed by students in accordance with the competence of the fourth grade Indonesian language content in the 2013 curriculum that students must know the basic ingredients, forms, ways of serving, and ways of making traditional food typical of the region. Interesting and educational story books can be used as an alternative to introducing traditional foods to students. The research method used is the Reeves' Design Based Research (DBR) method. Data collection techniques were carried out by means of interviews, documentation studies and expert assessments. Keywords: Teaching materials, story books, traditional food,Colok Gembrung. Abstrak Penelitian ini merupakan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbentuk buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, kemudian mengetahui penggunaan buku cerita, dan efektivitas dari penggunaan buku cerita tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, bahwa belum ada bahan ajar yang berbentuk buku cerita makanan tradisional khas Ciamis. Di sisi lain, pengetahuan tersebut perlu dimiliki oleh siswa sesuai dengan kompetensi muatan bahasa Indonesia kelas IV pada kurikulum 2013 bahwa siswa harus mengetahui bahan dasar, bentuk, cara penyajian, dan cara pembuatan makanan tradisional khas daerahnya. Buku cerita yang menarik dan mendidik dapat dijadikan sebagai alternatif pengenalan makanan tradisional kepada siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Design Based Research (DBR) model Reeves. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi dan penilaian ahli Kata Kunci: Bahan ajar, buku cerita, makanan tradisional, colok genbrung.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan salah satu unsur budaya dan simbol bagi manusia dalam berkomunikasi

terhadap semua kebutuhan. Melalui bahasa, manusia dapat menyampaikan atau menerima

berbagai pesan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain (Khair, 2018). Jadi, melalui bahasa

manusia dapat menyampaikan pesan ataupun menerima pesan dari oranglain.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar merupakan pembelajaran yang dipelajari

dari jenjang sekolah dasar dari kelas I sampai VI, hal tersebut agar peserta didik mampu berbahasa

yang efektif dan efisien, hal itu sejalan dengan pendapat (Khair, 2018) yang mengemukakan bahwa

pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang

keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya.

Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dalam kurikulum 2013 menganut

kurikulum terpadu. Menurut Djuanda (2014, hlm. 192) pembelajaran bahasa Indonesia di SD dalam

kurikulum 2013, menganut pembelajaran terpadu, sehingga pembelajarannya (menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis) harus diintegrasikan dalam suatu tema, bersama dengan mata

pelajaran lain.

Bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks)

yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai

siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan

implementasi pelajaran (Prastowo, 2012, hlm 17). Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa

8

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bahan ajar merupakan segala bentuk (baik informasi, alat, ataupun teks) yang disusun secara

sistematis guna memberikan pengalaman pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dalam diri

siswa.

Dewasa ini guru tidak hanya dituntut menggunakan bahan ajar, tetapi guru juga harus mampu

membuat bahan ajar yang sesuai, agar pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran

dapat tercapai, salah satunya mengembangkan buku cerita mengenai makanan tradisional yang

berasal dari tempat tinggal siswa.

Menyangkut proses pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar, diantaranya mengenai

pembelajaran Bahasa Indonesia, melalui cerita makananan tradisional yang berasal dari daerah

tempat tinggal siswa, hal itu akan menambahan wawasan serta nilai-nilai mengenai kearifan lokal

bagi siswa, sehingga dengan dituangkan melalui buku cerita makanan tradisional, akan membuat

pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa.

Buku adalah salah satu sumber untuk mencari informasi. Buku cerita anak akan memuat

tentang pikiran-pikiran fiksi penulis terhadap ilmu pengetahuan atau hal lainnya yang akan penulis

sajikan menggunakan buku cerita anak. Cerita anak yang termasuk pada sastra anak bukan berarti

karya sastra dibuat oleh anak namun sasaran pembacanya adalah anak-anak. Huck dkk. (dalam

Nurgiyantoro, 2010, hlm. 7) menekankan bahwa “Children’s books are books that have the child’s eye

at the center”. Buku anak adalah buku yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat

penceritaan. Jadi berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam buku anak yang

menjadi pusat dalam cerita tersebut adalah anak. Pusat Perbukuan (2004, hlm. 16, dalam Kosasih,

2010, hlm. 63) mencantumkan tiga aspek yang harus diperhatikan yakni: (1) kemudahan membaca,

(2) kemenarikan, dan (3) kesesuaian.

Colok gembrung merupakan makanan tradisional khas sunda khususnya Ciamis, Colok

gembrung menggunakan bahan-bahan lokal dalam pembuatannya sehingga disebut sebagai

makanan tradisional

Pada kelas IV sekolah dasar semester 1 terdapat Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3

Bersyukur atas Keberagaman dan Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional.

Berdasarkan hasil wawancara kepada guru kelas IV SDN 1 Sukadana yang berada di Desa

Sukadana, Mimin Sutarsih mengatakan bahwa dalam mengajarkan materi mengenai makanan

tradisional yang terdapat pada kelas IV menggunakan buku siswa sehingga jenis makanan yang

diajarkan bersumber dari buku siswa, yaitu nasi jinggo dari Bali, papeda dari Papua,Bubur Manado

dari Sulawesi Utara, nasi krawu dari Kota Gresik, dan nasi gudeg dari Yogyakarta. Namun, untuk

pengenalan makanan khas daerah Ciamis tidak dijelaskan pada buku siswa tersebut sehingga

memungkinkan guru harus mencari sumber lain yang dapat mengenalkan makanan tradisional

khas Ciamis kepada siswa. Sampai saat ini, belum ada buku cerita yang dapat mengenalkan

makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis kepada siswa. Selaras dengan ungkapan guru

kelas IV maka dapat dilakukan pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional colok

gembrung khas Ciamis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengembangkan dan melakukan

penelitian dengan judul “Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Khas Ciamis sebagai

Bahan Ajar membaca di Kelas Tinggi Sekolah Dasar ”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode desain berbasis penelitian atau Design

Based Research (DBR). Menurut Barab and Squire (2004) (dalam Mulyahati & Fransyaigu,

2018.hlm.12) “Defined Design-Based Research as a series of approaches, with the intent of producing

new theories, artifacts, and practices that account for and potentially impact learning and teaching in

naturalistic settings” atau mendefinisikan penelitian berbasis desain sebagai serangkaian

9

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pendekatan dengan maksud menghasilkan teori, artefak, dan praktik baru yang menjelaskan dan

berpotensi mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran dalam pengaturan naturalistik.

Jadi dalam metode ini merupakan proses penelitian untuk memecahkan masalah penelitian

melalui pembuatan produk, teori atau praktik baru yang berpotensi mempengaruhi pembelajaran

dan pengajaran. Oleh karena itu, peneliti beranggapan metode penelitian Design Based Research

cocok digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan langkah-langkah penelitian

yang telah dilakukan Reeves maka penulis menggunakan langkah-langkah pengembangan yang

akan dilakukan sebagai berikut;

a. Identifikasi dan Analisis Masalah oleh Peneliti dan Praktisi Secara Kolaboratif.

Pada tahap ini, peneliti melakukan identifikasi dan analisis masalah melalui studi pendahuluan

ke lapangan yakni sekolah dasar yang menunjang terhadap fokus penelitian dengan cara

wawancara,studi dokumentasi dan studi literatur. Aspek yang diteliti adalah buku cerita anak dan

informasi mengenai konten cerita anak yang dapat mendukung permasalahan yang ada di

lapangan.

b. Mengembangkan prototype yang Didasarkan pada Patokan Teori, Design Principle yang Ada

dan Inovasi Teknologi.

Tahap ini dilakukan setelah diperolehnya informasi mengenai permasalahan yang akan

diteliti, peneliti mengembangkan solusi dari permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan adalah

pengembangan buku cerita anak tentang makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis. Maka

peneliti merancang produk sesuai dengan teori dan konten yang telah dipilih. Setelah produk

selesai dibuat kemudian dilakukan validasi oleh validator atau praktisi ahli. Hasil validasi

diperbaiki kemudian dilakukan uji coba.

c. Melakukan Proses Berulang untuk Menguji dan Memperbaiki Solusi Secara Praktis.

Tahapan ini dilaksanakan setelah produk telah selesai dibuat. Pada tahap ini dilakukan uji

coba produk buku cerita anak tentang makanan tradisional nasi cikur untuk mengetahui

keefektifan dari produk yang dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah.

Setelah diketahui kekurangan dari produk buku cerita anak yang telah di uji coba kemudian

diperbaiki kembali.

d. Refleksi untuk Menghasilkan Design Principle Serta Meningkatkan Implementasi dari Solusi

Secara Praktis

Pada tahapan ini dilakukan untuk merefleksi dan melihat kemungkinan kelemahan yang

masih ada dalam produk yang dapat diperbaiki sehingga produk hasil pengembangan dapat

memberikan kontribusi sesuai dengan harapan. Hasil refleksi tersebut dapat berupa keputusan

untuk desain dan prinsip desain, sewaktu-waktu keputusan tersebut dapat dikembangkan lagi oleh

peneliti lain. Pada tahapan ini dihasilkan produk akhir setelah dilakukan uji coba dan validasi oleh

praktisi ahli. Adapun yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah buku cerita anak tentang

makanan tradisional makanan tradisonal colok gembrung khas Ciamis yang dapat menunjang

pembelajaran di kelas IV sekolah dasar dan sebagai bahan ajar untuk siswa sekolah dasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Hasil wawancara dengan guru kelas IV Sekolah Dasar bahwa pada kelas IV sekolah dasar

semester 1 terdapat tema yang sesuai yakni, Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3 Bersyukur

atas Keberagaman dan Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional. Berdasarkan

hasil wawancara kepada guru kelas IV SDN 1 Sukadana yang berada di Desa Sukadana, menyatakan

bahwa dalam mengajarkan materi mengenai makanan tradisional yang terdapat pada kelas IV

menggunakan buku siswa sehingga jenis makanan yang diajarkan bersumber dari buku siswa, yaitu

nasi jinggo dari Bali, papeda dari Papua,Bubur Manado dari Sulawesi Utara, nasi krawu dari Kota

10

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gresik, dan nasi gudeg dari Yogyakarta. Namun, untuk pengenalan makanan khas daerah Ciamis

tidak dijelaskan pada buku siswa tersebut sehingga memungkinkan guru harus mencari sumber

lain yang dapat mengenalkan makanan tradisional khas Ciamis kepada siswa. Sampai saat ini,

belum ada buku yang dapat mengenalkan makanan tradisional khas Ciamis kepada siswa.

Selanjutnya Studi dokumentasi dalam hal ini adalah pengumpulan data, sebagai penunjang

proses penelitian. Adapun dokumen yang digunakan diantaranya adalah kurikulum 2013 Sekolah

Dasar sebagai acuan kompetensi dasar yang digunakan. Buku sumber mengenai pembelajaran

tematik kelas IV, kemudian melakukan studi dokumentasi ke perpustakan sekolah SDN 1 Sukadana

mencari terkait ketersediaan buku cerita anak, namun buku cerita anak mengenai makanan

tradisional colok gembrung khas Ciamis belum tersedia.

Kemudian selanjutnya melakukan studi literatur yang dikaji dari penelitian-penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian seperti disertasi, tesis, skripsi,jurnal dan artikel, serta

bentuk data lain yang berkaitan dengan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok

gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar.

Adapun bentuk buku adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Halaman depan Gambar 2. Identitas Penulis

Gambar 3. Kata Pengantar Cerita Gambar 4. Ringkasan Cerita

Gambar 5. Isi Cerita Gambar 6. Halaman Belakang

11

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

2. PEMBAHASAN

Rancangan buku cerita anak mengenai makanan tradisional khas Ciamis memperhatikan unsur

struktur cerita, sehingga pembuatan dalam buku cerita mengacu pada unsur intrinsik yang

disesuaikan dengan usia anak sekolah dasar, khususnya disesuaikan untuk siswa kelas IV Sekolah

Dasar,unsur intrinsik tersebut ada 6 yaitu tema, tokoh, penokohan, plot atau alur, setting tempat

dan amanat. Tema cerita yaitu tentang makanan tradisional khas Ciamis. Terdapat 4 tokoh utama

dalam cerita yaitu Reno memiliki sifat santun,kritis dan sabar, ibu memiliki sifat penyayang dan

baik hati, Dafa memiliki sifat sabar dan setia kawan, dan Nenek Siti memiliki sifat yang ramah serta

penyayang. Alur yang digunanakan yaitu alur maju, kemudian setting tempat yaitu rumah Nenek

Siti pembuat Colok Gembrung. Amanat cerita yaitu mengajak pembaca untuk menyukai dan

mengetahui makanan tradisional. Buku cerita dicetak menggunakan kertas Art Paper dengan

ukuran 20,3X25 cm, dalam bentuk potrait, isi tulisan cerita menggunakan Comic sans MS, dengan

ukuran 12. Kemudian, ilustrasi gambar disesuaikan dengan isi cerita sehingga lebih menghidupkan

suasana cerita.

Unsur instrinsik yang terdapat dalam cerita yang pertama yaitu tema. Tema harus menjadi

pusat dari cerita (Bunanta, 2018. hlm. 4). Oleh karena itu, tema merupakan unsur pokok dalam

sebuah cerita dan dapat dikatakan sebagai identitas suatu cerita. Menurut Bunanta (2008: 39-40)

“These weld the story together. Themes are the foundation of literature………” Artinya bahwa tema ini

menyatukan sebuah cerita secara utuh dan tema adalah landasan sastra. Tema yang ada dalam

cerita ini merupakan makan tradisional, Unsur instrinsik kedua dalam struktur cerita yaitu tokoh

dan penokohan. Menurut pendapat Nurgiyantoro (2005,hlm.165) “istilah tokoh merujuk pada

orang dalam cerita tersebut kemudian berkaitan dengan pelaku cerita. watak, perwatakan dan

karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca....” selaras

dengan hal itu menurut Resmini ( 2013) dari segi tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan

tokoh dalam cerita tidak melebihi 6 pelaku, jadi tokoh dalam cerita tidak terlalu banyak. Unsur

instrinsik yang ketiga dalam cerita ini yaitu alur atau plot . Alur disusun secara kronologis

berdasarkan hubungan sebab-akibat. Alur yang dimuat dalam produk cerita anak adalah alur maju.

“Berdasarkan tekniknya, pengaluran dapat disusun dengan jalan progresif (alur maju) yaitu dari

awal, tengah, dan akhir terjadi peristiwa……” (Jabrohim, 2003, hlm. 111). Alur maju dipilih

menyesuaikan dengan kondisi pemahaman anak terhadap cerita yang memahami cerita dengan

urutan waktu teratur dan beruntut. Unsur instrinsik yang keempat yaitu setting latar. Setting

tempat merupakan keterangan tempat kejadian dalam cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat

Stanton (2007, hlm. 35) “latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung”. Jadi dalam

sebuah cerita terdapat lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa. Unsur instrinsik yang kelima

yaitu amanat. Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca baik

secara tersirat maupun tersurat. Menurut Hudhana (2015, hlm. 312) “segala jenis karya sastra

diwajibkan mengandung pesan moral atau amanat”. Unsur instrinsik yang keenam yaitu bahasa

yang digunakan. Bahasa dalam cerita menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat

perkembangan anak seperti disesuaikan dengan tingkat usia dasar.

Proses penggunaan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, dengan cara

anak membaca buku cerita, kemudian menentukan gagasan pokok dan gagasan pendukung dalam

cerita.

Berdasarkan uji coba produk melalui angket dari respon guru dan siswa, mendapatkan respon

positif, siswa dapat memahami isi cerita dan menyukai buku cerita tersebut, adapun menurut guru,

bahwa isi buku cerita ini sudah sesuai dengan tema 1 subtema 3 pembelajaran 3 tentang makanan

tradisional. Sehingga buku cerita layak digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan ajar.

12

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok

gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar, dan telah

dilakukan uji coba di SDN 1 Sukadana, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam bentuk buku

cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, model buku yang dikembangkan yakni

buku cerita disertai ilustrasi gambar grafis, dengan konten cerita mengenai makanan tradisional

colok gembrung khas Ciamis yang terdapat pada pembelajaran dalam kurikulum 2013 (revisi)

untuk kelas IV sekolah dasar. Buku cerita anak menggunakan ukuran kertas 20,3 x 25 cm

menggunakan kertas art paper. Buku cerita anak tersebut berjumlah 29 halaman termasuk sampul

depan, sampul belakang, identitas buku, kata pengantar, ringkasan cerita, amanat cerita, dan

biografi penulis. Dilihat dari penggunaan buku cerita saat pembelajaran, buku cerita cukup efektif

dan menarik bagi siswa. Siswa secara keseluruhan merespon secara baik dan semangat dalam

pelaksanaan uji coba. Berdasarkan hasil angket dari respon buku cerita dari guru Kelas IV

memberikan respon positif, karena buku cerita sudah relevan dengan kurikulum 2013 di kelas IV.

Adapun respons dari siswa terhadap buku cerita anak yakni siswa suka dengan buku cerita yang

berjudul “kelezatan colok gembrung resep Nenek Siti” dan siswa memahami dari isi cerita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, D. (2014). Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Mimbar Sekolah

Dasar, 1(2), 191-200.

Bunanta, M. (2008). Buku, Mendongeng dan Minat Membaca. Cetakan 2. Jakarta: Kelompok Pencinta

Bacaan Anak.

Hudhana, W. D. (2015). “Unsur Instrinsik Cerita Anak (Cernak) untuk Pendidikan Karakter Anak”.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif (hlm. 307-313).

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Jabrohim. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Hanindita Graha

Widya.

Khair, U. (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra (BASASTRA) di SD dan MI. AR-

RIAYAH : Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 81.

Mulyahati, B., & Fransyaigu, R. (2018). Desain Inkuiri Moral Dalam Pembentukan Karakter

Nasionalis Siswa Sd. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 2(2), 10.

Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Prastowo, A (2013). Panduan Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Divapress

Resmini, N. (2013). Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi Strategi

Directed Reading Activity (Dra). Universitas Pendidikan Indonesia, 53(9), 1689–1699.

Stanton, R. (2007). Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Media Komik Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar

Aisyah Huriyatun Na’im1, Syarip Hidayat2, Yusuf Suryana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This study was motivated by the need for learning media that can accomodate thematic learning and character-

based education. Therefore, this study aims to describe the design of developing character-based education

comic as learning media on Theme 2: Always Save Energy, Subtheme 3: Alternative Energy, and the first learning

activity in the fourth grade. The method that used in this study is the Design Based Research method by using the

Reeves model, with the stages of research that include the process of identifying problems, developing solution,

conduct a repetitive process to test and improve the solution, and reflection. Data collection techniques in this

research and preliminary study are obtained through observation, interview, and documentation study. The

results of this study show that the character-based education comic as learning media on Theme 2: Always Save

Energy, Subtheme 3: Alternative Energy, the first learning activity is ready to be validated and tested in

elementary school.

Keywords: Comic, media, character, thematic, development

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap media pembelajaran yang mampu mengakomodasi

pembelajaran tematik serta pendidikan karakter. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

rancangan pengembangan media komik berbasis pendidikan karakter pada pembelajaran Tema 2: Selalu

Berhemat Energi, Subtema 3: Energi Alternatif, Pembelajaran Satu di kelas IV SD. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode Design Based Research (DBR) model Reeves, dengan tahapan penelitian

meliputi identifikasi dan analisis masalah, pengembangan solusi, proses berulang untuk menguji dan

memperbaiki solusi, serta refleksi. Teknik pengumpulan data pada penelitian dan studi pendahuluan

dilakukan melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

media komik pendidikan karakter pada pembelajaran Tema Selalu Berhemat Energi, Subtema Energi

Alternatif, Pembelajaran Satu dengan judul Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat Energi?, telah

siap untuk divalidasi dan diuji cobakan di Sekolah Dasar.

Kata Kunci: Komik, media, karakter, tematik, pengembangan

PENDAHULUAN

Pendidikan karakter menjadi fokus pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional

Indonesia melalui kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter pada tahun 2010.

(Kemendikbud, 2017b). Pendidikan karakter dalam penerapannya dapat diposisikan sebagai mata

pelajaran atau diintegrasikan ke dalam setiap pembelajaran, pendekatan secara integratif menjadi

pilihan yang digunakan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah (Nugraha, 2016).

Sebagaimana dipaparkan oleh Kesuma, Trianta, & Permana (2012) bahwa pendidikan karakter

mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku peserta didik secara utuh dan didasari oleh

nilai yang dirujuk oleh sekolah melalui pengintegrasian dengan pembelajaran. Hal ini

mengindikasikan bahwa guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran memiliki peran untuk

memproyeksikan nilai-nilai karakter pada pembelajaran.

Kehadiran media pembelajaran dinilai sangat membantu guru dalam mengintegrasikan nilai-

nilai karakter dalam pembelajaran. Media pembelajaran dapat menyederhanakan pengintegrasian

nilai-nilai karakter serta memproyeksikan konsep-konsep pelajaran yang abstrak dan sulit bila

hanya mengandalkan penjelasan secara lisan (Indriana, 2011).

Salah satu media yang efektif untuk siswa Sekolah Dasar adalah media komik. Kemampuan

media komik dalam menciptakan minat siswa pada pembelajaran menjadi peran pokok dalam

efektivitas penggunaan media komik (Sudjana & Rivai, 2010). Hal ini dikarenakan menurut Arsyad

(dalam Restian & Sari, 2019), “siswa Sekolah Dasar memiliki daya tarik yang tinggi terhadap media

visual dan juga cerita yang dihadirkan melalui penokohan dalam komik untuk menyampaikan nilai-

14

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

nilai karakter pada siswa”. Melalui penelitian terhadap komik tersendiri sebagai bahan bacaan yang

dilakukan oleh Thorndike (dalam Azizi & Prasetyo, 2017) diketahui bahwa seorang anak yang

dalam sebulan minimal membaca satu buku komik setara dengan membaca buku-buku pelajaran

dalam setiap tahunnya.

Penggunaan media komik dalam menyampaikan nilai-nilai karakter bertujuan agar peserta

didik dapat memahami pesan-pesan positif yang disampaikan serta mampu mengaktualisasikan

pesan-pesan yang disampaikan ke dalam kehidupan sehari-hari (Nugraha, Yulianti, & Khanafiyah,

2013). Nilai-nilai karakter ditampilkan pada tokoh-tokoh dalam komik agar siswa dapat

mengetahui nilai moral yang disampaikan (moral knowing), dapat merasakan pesan moral yang

disampaikan pada cerita (moral feeling), serta dapat mengaplikasikan nilai moral yang dicontohkan

oleh tokoh dalam kehidupan sehari-hari (moral action) (Setyaningsih, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Agustiningsih (2015) mengindikasikan bahwa guru masih

mengalami kesulitan ketika harus memanfaatkan media pembelajaran yang dapat menunjang

pembelajaran tematik karena media pembelajaran tematik harus dapat memfasilitasi berbagai

konsep dari beberapa mata pelajaran yang terintegrasi. Hal ini tentu menambah kesulitan

tersendiri apabila media pembelajaran tematik tersebut harus juga mengakomodasikan pendidikan

karakter. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2018) dengan mengembangkan

media komik pendidikan karakter kemandirian di SD menunjukkan bahwa media komik layak

digunakan untuk pendidikan karakter di SD.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya kebutuhan

pengembangan media komik pendidikan karakter yang terintegrasi dengan pembelajaran tematik

dengan harapan memberikan kemudahan bagi siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai karakter

sekaligus memahami materi pelajaran secara bermakna. Maka, penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan rancangan pengembangan media komik pendidikan karakter yang diintegrasikan

ke dalam pembelajaran tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV Sekolah Dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Design Based Research karena adanya kesesuaian dengan

tujuan penelitian untuk mengembangkan produk berupa media komik pendidikan karakter pada

pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Adapun langkah-langkah pada penelitian ini didasarkan

pada model Reeves (dalam Lidinillah, 2012). Tahap identifikasi dan analisis masalah dilakukan

melalui studi literatur dan studi pendahuluan oleh peneliti. Pada tahap pengembangan solusi,

peneliti merancang prototipe media komik berdasarkan hasil analisis. Penelitian ini hanya melalui

dua tahap dari empat tahap DBR model Reeves, yakni analisis dan pengembangan karena tidak

sampai pada pengujian produk. Teknik pengumpulan data pada penelitian dan studi pendahuluan

dilakukan melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Observasi dan wawancara

dilakukan di SDN Kamulyan, Kabupaten Tasikmalaya, dengan subjek observasi adalah siswa kelas

IV dan subjek wawancara adalah guru kelas IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan produk media komik berbasis pendidikan karakter yang siap

untuk divalidasi oleh validator ahli media dan ahli materi dan diujicobakan di Sekolah Dasar. Media

komik yang dikembangkan berkaitan dengan pembelajaran Tema 2 Selalu Berhemat Energi,

Subtema 3 Energi Alternatif, Pembelajaran ke-1, serta karakter tanggung jawab dan karakter peduli

lingkungan dengan spesifikasi sebagai berikut.

Judul : Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat Energi?

Penulis & Ilustrator : Aisyah Huriyatun Na’im

Jumlah halaman : 28 halaman

Ukuran : A5 (21 cm x 14,8 cm)

15

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Bahan : Art Paper 150 gsm, art carton 210 gsm

Berikut ini dipaparkan pembahasan mengenai pengembangan produk media komik

pendidikan karakter pada pembelajaran tematik di Sekolah Dasar.

1. Identifikasi dan Analisis Masalah

Melalui studi literatur, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah. Pada pelaksanaan

pendidikan karakter ditemukan kendala berupa kurangnya media, terutama bahan bacaan dari

pemerintah, hal ini tidak sejalan dengan penerapan pendidikan karakter yang dirasa sulit dan

mengharuskan guru untuk berkreasi dalam mengatasi kelemahan tersebut (Sari, Suroso &

Yustinus, 2018). Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara dengan guru

mengindikasikan perlunya media pembelajaran dalam menyampaikan materi-materi pembelajaran

yang bersifat abstrak dan sulit, terutama dalam pembelajaran yang memuat materi IPA dan IPS.

Hasil observasi juga menunjukkan kebutuhan terhadap media pembelajaran berdasarkan kondisi

dimana siswa kesulitan untuk fokus pada pembelajaran yang tidak memanfaatkan media, alhasil

siswa seringkali mengobrol dan bermain dengan teman atau keluar kelas.

Berdasarkan studi literatur dan studi pendahuluan tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi

kebutuhan terhadap media pembelajaran yang dapat menyampaikan nilai-nilai karakter serta

materi pembelajaran yang bersifat abstrak, terutama pembelajaran yang memuat materi IPA dan

IPS.

2. Pengembangan Solusi

Berdasarkan temuan masalah, peneliti mengembangkan solusi berupa produk media komik

sebagai berikut.

a. Aspek Materi

Materi atau cerita pada komik dikembangkan berdasarkan muatan pembelajaran yang

terdapat pada tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV SD yang memuat materi pembelajaran

energi alternatif (IPA), pemanfaatan sumber daya alam (IPS), serta teks petunjuk (Bahasa

Indonesia) (Kemendikbud, 2017a). Adapun nilai karakter yang diintegrasikan adalah karakter

tanggung jawab dan peduli lingkungan. Karakter tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan kewajiban yang semestinya baik terhadap diri sendiri, atau

masyarakat, lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, negara, serta Tuhan Yang

Maha Esa (Astriani, 2016). Sedangkan karakter peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan

yang berusaha mencegah kerusakan alam sekitar, adapun pada kerusakan yang sudah terjadi

berupaya untuk memperbaikinya (Kemendiknas, 2010).

b. Aspek Desain

Proses ilustrasi komik dimulai dengan membuat story board secara manual menggunakan

pensil di atas kertas berdasarkan naskah yang telah dikembangkan. Kemudian dilakukan

pembuatan sketsa, pemberian line art, pewarnaan, penambahan narasi atau teks dan balon kata

secara digital dengan menggunakan software Procreate. Jenis huruf yang digunakan adalah

Chalkboard SE dan Futura dengan ukuran huruf 12 pt yang merupakan ukuran huruf yang tepat

(Arsyad, 2006). 3. Pengembangan Komik Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Tematik

Pengembangan media komik didasarkan pada indikator pengembangan buku pendidikan

karakter untuk anak (Gilang, Sihombing, & Sari, 2017) yang terdiri dari: (1) konteks linguistik yang

sesuai dengan perkembangan bahasa anak; (2) konteks emotif yang dapat mengembangkan emosi

anak seperti empati, senang, sedih; (3) konteks situasional yang disesuaikan dengan pengalaman

anak; (4) penokohan karakter yang mencontohkan nilai kebaikan; serta (5) penegasan cerita

dengan penggunaan warna yang menarik.

16

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Melalui serangkaian proses pengembangan yang telah dilaksanakan, penelitian menghasilkan

produk akhir berupa media komik berjudul “Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat

Energi?” yang ditampilkan sebagai berikut.

Pada Gambar 1 ditampilkan sampul komik yang dikembangkan berdasarkan kelima indikator

yang sudah disebutkan. Ilustrasi sampul dibuat dengan menggambarkan kondisi yang

membangkitkan ketertarikan siswa untuk mengetahui lebih lanjut kenapa harus menghemat energi

dan dapat menggambarkan isi komik. Sehingga ditampilkan dua karakter yang sedang

menggunakan energi secara berlebihan dan satu karakter ditampilkan kebingungan dan tidak

senang dengan perilaku tidak hemat kedua karakter lain. Warna yang digunakan pada sampul

adalah warna-warna yang cerah agar menimbulkan ketertarikan siswa. Teks pada judul dibuat

lebih menonjol daripada teks lain untuk memberikan penekanan.

Pada Gambar 2 ditampilkan karakter tokoh-tokoh yang terdapat pada komik. Karakter yang

ditampilkan terdiri dari tiga tokoh yang digambarkan sesuai karakter masing-masing. Setiap

karakter digambarkan dengan ciri khusus pada pakaian, wajah, atau bentuk badan agar tidak

membingungkan pembaca. Karakter bernama Dito digambarkan sebagai siswa kelas 4 yang

awalnya kurang tertarik untuk menjaga lingkungan, karakter ini digambarkan untuk menampilkan

perubahan perilaku. Karakter bernama Kak Laras digambarkan untuk menjelaskan tentang energi

dan memberikan dorongan untuk merubah perilaku. Karakter Sekar ditampilkan sebagai karakter

pendukung yang memiliki ketertarikan terhadap materi energi dan perilaku hemat energi. Jumlah

tokoh dibuat tidak terlalu banyak sehingga dapat memudahkan siswa untuk mengidentifikasi nilai-

nilai pada komik.

Pada Gambar 3 dan 4 ditampilkan materi-materi yang terdapat pada komik berdasarkan Tema

2 Subtema 3 Pembelajaran ke-1 di Kelas IV yang terdiri dari materi tentang energi alternatif,

pemanfaatan SDA, serta teks petunjuk. Materi tentang energi alternatif dijelaskan pada komik ini

Gambar 1. Tampilan Sampul Gambar 2. Tampilan

Penokohan Karakter

Gambar 3. Tampilan Materi Energi

Alternatif

Gambar 4. Tampilan Materi Pemanfaatan

Sumber Daya Alam

17

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dengan membahas satu persatu energi alternatif beserta pemanfaatannya. Ilustrasi yang

menggambarkan pemanfaatan energi alternatif dibuat sedemikian rupa agar menyerupai wujud

aslinya. Materi pemanfaatan sumber daya alam dijelaskan pada komik melalui kolom teks bacaan

yang berjudul “Minyak Biji Bunga Matahari Sebagai Sumber Energi Alternatif”.

Pada Gambar 5, 6, dan 7 ditampilkan materi teks petujunjuk, nilai karakter tanggung jawab dan

peduli lingkungan. Materi teks petunjuk ditampilkan melalui teks petunjuk cara membuat mainan

paralayang. Nilai karakter tanggung jawab pada komik ini ditampilkan melalui pemberian contoh

kegiatan yang tidak bertanggung jawab dalam penggunaan energi sehingga kemudian dijelaskan

kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan dan apa yang sebaiknya dilakukan. Nilai karakter peduli

lingkungan ditampilkan melalui ajakan terhadap pembaca serta contoh kegiatan yang

menggambarkan karakter peduli lingkungan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang mengembangkan produk media komik pendidikan karakter

pada pembelajaran tematik yang memuat memuat nilai karakter tanggung jawab dan peduli

lingkungan serta materi pembelajaran energi alternatif (IPA), pemanfaatan sumber daya alam

(IPS), dan teks petunjuk (Bahasa Indonesia), pada tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV SD

ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan media pendidikan karakter pada pembelajaran

tematik telah dinilai layak untuk divalidasi dan diuji cobakan berdasarkan pada beberapa aspek,

diantaranya pada aspek desain, aspek muatan pembelajaran, serta aspek muatan pendidikan

karakter. Produk dikembangkan melalui tahapan identifikasi dan analisis masalah serta tahap

perancangan media komik berdasarkan hasil analisis masalah. Penelitian ini memiliki kelebihan

produk yang dapat digunakan sebagai suplemen pembelajaran tematik yang juga mengakomodasi

pendidikan karakter, adapun keterbatasannya adalah penelitian ini hanya melalui dua tahap dari

empat tahap DBR model Reeves, yakni hanya melalui tahap analisis dan perancangan produk.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih. (2015). Pengembangan desain e-komik tematik berbasis pada pendidikan

lingkungan hidup dengan aplikasi macromedia-flash untuk kelas permulaan sekolah dasar.

Pancaran, 4(4), hlm. 177-194.

Arsyad, A. (2006). Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Astriani, W. (2016). Pengembangan model penanaman pembelajaran pendidikan karakter berbasis

cerita melalui komik bagi siswa sekolah dasar kelas v. Jurnal Pendidikan Dasar, 7(1), hlm. 176-

185.

Azizi, M. & Prasetyo, S. (2017). Kontribusi pengembangan media komik ipa bermuatan karakter

pada materi sumber daya alam untuk siswa sd/mi. Al-Bidayah, 9(2), hlm. 185-193.

Gambar 5. Tampilan

Materi Teks Petunjuk

Gambar 6. Tampilan Nilai

Karakter Tanggung Jawab

Gambar 7. Tampilan Nilai

Karakter Peduli Lingkungan

18

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gilang, L., Sihombing, R. M., & Sari, N. (2017). Kesesuaian konteks dan ilustrasi pada buku

bergambar untuk mendidik karakter anak usia dini. Jurnal Pendidikan Karakter, 7(2), hlm. 158-

169.

Indriana, D. (2011). Ragam alat bantu media pengajaran. Yogyakarta: Diva Press.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017a). Selalu berhemat energi: Buku guru. Jakarta:

Kemendikbud.

Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017b). Konsep dan pedoman penguatan pendidikan

karakter. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter

bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

Kesuma, D., Trianta, C., & Permana, J. (2012). Pendidikan karakter: Kajian teori dan praktik di

sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Lidinillah, D. A. M. (2012). Design research sebagai model penelitian pendidikan. Tasikmalaya:

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

Nugraha, E. A., Yulianti, D., & Khanafiyah, S. (2013). Pembuatan bahan ajar komik sains inkuiri

materi benda untuk mengembangkan karakter siswa kelas iv sd. Unnes Physics Education

Journal, 2(1), hlm. 60-68.

Nugraha, S. A. (2016). Konsep dasar pendidikan karakter. Al-Munawwarah: Jurnal Pendidikan Islam,

8(2), hlm. 86-105.

Restian, A., & Sari, E. K. (2019). Pengembangan media “comic life” untuk gerakan literasi siswa kelas

iii di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 5(1), hlm. 159-171.

Sari, A. L., dkk. (2018). Pengembangan media komik dan kartu disiplin pada pembelajaran karakter

tema 6 kelas iii sekolah dasar negeri salatiga 09. Jurnal Widyagogik, 5(2), hlm. 111-121.

Setyaningsih, E. (2018). Pengembangan komik pendidikan karakter kemandirian di sekolah dasar

negeri gembongan. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 34(7), hlm. 3.354-3.365.

Sudjana, N., & Rivai, A. (2010). Media pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

19

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas IV Sekolah Dasar

Wina Amalia1, Epon Nur’aeni L2, Lutfi Nur3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This research is motivated by the results of preliminary studies which indicate the learning obstacle related to

(1) understanding the concept area of a triangle; (2) accuracy in operating the area of a triangle formula; and

(3) analyzing and describing problems the area of a triangle. The teachers must be able to design learning

that can overcome learning obstacle. The researcher designed a didactic design area of triangle using the

SPADE learning model as an effort to overcome the learning obstacle. The purpose of this study is to describe

didactical design, its implementation, and students respon to didactical design area of a triangle based on the

SPADE learning model. This research used a didactical design research method. This research was conducted

in SDN Sukasari and the final result is an didactical design that could be used to minimize the learning

obstacle area of a triangle in grade IV Elementary School.

Keywords: Didactical design research, SPADE learning model, learning obstacle, area of a triangle.

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi hasil studi pendahuluan yang menunjukan adanya hambatan belajar siswa

mengenai (1) pemahaman konsep luas daerah segitiga; (2) ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas

daerah segitiga; dan (3) kegiatan menganalisis serta menguraikan soal cerita luas daerah segitiga.

Hambatan belajar tersebut menyebabkan guru harus mampu merancang suatu pembelajaran yang dapat

meminimalisir ataupun mengatasi hambatan belajar yang dialami oleh siswa. Peneliti merancang desain

didaktis materi luas daerah segitiga menggunakan model pembelajaran SPADE sebagai upaya untuk

mengatasi hambatan belajar. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan desain didaktis,

implementasinya, serta respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model

pembelajaran SPADE di kelas IV sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian desain

didaktis (Didactical Design Research). Penelitian dilakukan di SDN Sukasari dan hasil akhir dari penelitian

ini berupa desain didaktis yang dapat digunakan untuk meminimalisir hambatan belajar pada materi luas

daerah segitiga di kelas IV Sekolah Dasar.

Kata Kunci: Desain Didaktis, model Pembelajaran SPADE, hambatan belajar, luas daerah segitiga.

PENDAHULUAN

Matematika dijabarkan sebagai ilmu yang mempelajari bilangan, ruang, besaran, hubungan

(relasi), serta bentuk yang abstrak (Siswono, dalam Siagian, 2016). Teori Piaget menyatakan pada

tahap perkembangan operasional yaitu anak berusia 7 sampai 11 tahun memiliki pemikiran logis

menggantikan pemikiran intuitif (naluri) dengan syarat pemikiran tersebut dapat diaplikasikan

menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik (Bujuri,2018). Pandangan tersebut menekankan

bahwa pembelajaran matematika untuk anak usia SD memerlukan contoh-contoh konkret dan

spesifik. Tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum 2013 menekankan pada

pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik terdiri dari 5 langkah yang biasa disebut dengan 5M

yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Tujuan

pembelajaran matematika di SD berkaitan dengan ruang lingkupnya untuk mengenalkan bilangan,

statistika, serta geometri dan pengukukurannya.

Salah satu ruang lingkup matematika yang dipelajari di sekolah dasar adalah geometri. “The

study of geometry enchances students thinking skill using visual imagery” (Tieng & Eu, 2014).

Kennedy (dalam Nur’aeni, 2010) mengemukakan bahwa dengan pengalaman mempelajari

geometri, siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah dan pemberian alasan serta mendukung banyak topik lainnya dalam

matematika. Namun pada kenyataannya di Sekolah Dasar, geometri masih dianggap sulit oleh

siswa. Herawati (dalam Nur’aeni,2010) mengemukakan bahwa “masih banyak siswa sekolah dasar

yang belum memahami konsep-konsep dasar geometri, diantaranya dalam pemahaman geometri

20

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

datar”. Pada kurikulum 2013 terdapat Kompetensi Dasar (KD) berbasis geometri datar di kelas IV

semester II yaitu materi luas daerah segitiga pada KD 3.9 dan 4.9.

Peneliti telah melakukan studi pendahuluan menggunakan soal yang sudah melalui tahap

konfirmasi oleh dosen matematika. Studi pendahuluan dilakukan dengan memberikan soal kepada

20 siswa kelas IV semester II di SDN 2 Setiamulya. Hasil studi pendahuluan diantaranya:

1. hambatan belajar mengenai pemahaman konsep luas daerah segitiga;

2. hambatan belajar mengenai ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga; dan

3. hambatan belajar mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas daerah

segitiga.

Hasil studi literatur yang dilakukan, terdapat beberapa peneliti sebelumnya yang dapat

dijadikan gambaran terkait topik yang akan diteliti lebih lanjut. Penelitian tersebut diantaranya:

1. penelitian oleh Muzdalipah dkk tahun 2015 menyimpulkan, desain didaktis dapat

menggunakan permainan tradisional congklak, pecle, dan galah sebagai konteks matematika di

Kampung Naga;

2. penelitian oleh Nur’aeni dkk tahun 2018 menyimpulkan pembelajaran geometri di SD, dapat

menggunakan model pembelajaran SPADE untuk membantu siswa memahami konsep

geometri.

Model pembelajaran SPADE menerapkan lima langkah kegiatan pembelajaran, yaitu bernyanyi

(singing), bermain (playing), menganalisis (analyzing), diskusi (discussing), dan evaluasi

(evaluating). Peneliti menggunakan permainan tradisional boi-boian pada pembelajaran luas

daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE. Hasil studi literatur yang dilakukan

menunjukkan penelitian- penelitian sebelumnya belum ada yang meneliti pengembangan desain

didaktis pada materi luas daerah segitiga dengan menggunakan model pembelajaran SPADE untuk

meminimalisir hambatan belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Desain

Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas IV Sekolah Dasar”.

Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV

Sekolah Dasar?

2. Bagaimana implementasi desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran

SPADE di kelas IV Sekolah Dasar?

3. Bagaimana respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model

pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar?

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di

kelas IV Sekolah Dasar.

2. Mendeskripsikan implementasi desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model

pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar.

3. Mendeskripsikan respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model

pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan model penelitian Didactical Design

Research (DDR). DDR merupakan penelitian yang memfokuskan pada merancang,

mengembangkan, dan mengevaluasi desain pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar

(learning obstacles) pada siswa (Aprianti,dkk., 2016). Penelitian desain didaktis atau DDR terdiri

dari tiga tahapan yaitu: “1) Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa

desain didaktis hipotesis termasuk Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP); 2) Analisis

21

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

metapedadidaktik; 3) Analisis retrospective yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis

dengan hasil analisis metapedadidaktik.” (Suryadi, 2010).

Ketiga tahap pada DDR dijelaskan lebih rinci pada bagan alur penelitian yang diadaptasi dari

(Oktaviani ,2018) sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian

Gambar 1 menunjukan bagan alur penelitian. Berikut rincian dari prosedur penelitian yang

akan dilakukan:

Analisis Situasi Didaktis

1) Peneliti mengambil fokus penelitian materi luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran

SPADE.

2) Merancang instrumen awal berupa soal-soal untuk studi pendahuluan berdasarkaan materi

luas daerah segitiga telah di dipilih

3) Melakukan studi pendahuluan dengan mengujikan insturmen awal yang telah disusun

4) Menganalisis hasil studi pendahuluan untuk mengidentifikasi hambatan belajar (learning

obstacles) yang dialami siswa pada materi luas daerah segitiga

5) Mengembangkan desain didaktis awal berdasarkan hambatan belajar siswa yang teridentifikasi

Analisis Metapedadidaktik

1. Mengimplementasikan desain didaktis awal yang telah dirancang pada pembelajaran di kelas IV

2. Menganalisis situasi berdasarkan respon siswa pada saat pengimplementasian desain didaktis

awal

Analisis Retrospektif

1. Mengaitkan prediksi respon dan antisipasi yang telah dibuat sebelumnya dengan beragam

respon siswa yang muncul pada saat pengimplementasian desain didaktis awal.

2. Menyusun serta mengembangkan desain didaktis revisi.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu tes tulis, observasi, wawancara,

angket, dan dokumentasi. Tes tulis dilakukan dengan memberi instrumen berupa 6 soal uraian

mengenai luas daerah segitiga kepada siswa kelas IV. Observasi yang digunakan adalah observasi

kualitatif yaitu peneliti melakukan observasi ke lapangan untuk mengetahui dan memahami

gambaran situsasi dan kondisi pembelajaran secara langsung. Peneliti melakukan wawancara

secara langsung pada guru untuk mengetahui hambatan belajar (learning obstacles) materi luas

daerah segitiga. Peneliti juga melakukan dokumentasi dengan pengumpulan data berupa dokumen

tertulis dan gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap siswa kelas IV SDN 2 Setiamulya dan

didapatkan hasil bahwa siswa terindikasi mengalami hambatan belajar pada pembelajaran materi

keliling belah ketupat, daintaranya sebagai berikut.

1. Hambatan Belajar pada Materi Luas Daerah Segitiga

22

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tipe 1: Terdapat 7 dari 20 responden mengalami hambatan belajar mengenai pemahaman

konsep luas daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 1 ditemukan berdasarkan hasil studi

pendahuluan untuk menuliskan rumus luas daerah segitiga.

Gambar 2. Hambatan Belajar Tipe 1

Tipe 2: Terdapat 11 dari 20 responden mengalami hambatan belajar mengenai ketelitian

dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 2 ditemukan berdasarkan

hasil studi pendahuluan untuk menentukan tinggi segitiga jika luas daerah segitiga dan alas segitiga

diketahui.

Gambar 3. Hambatan Belajar Tipe 2

Tipe 3: Hambatan belajar mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas

daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 3 ditemukan berdasarkan hasil studi pendahuluan untuk

menentukan ukuran alas taman berbentuk segitiga jika luas daerah, tinggi, dan sisi miringnya

diketahui. Terdapat 14 dari 20 responden siswa mengalami kesulitan belajar.

Gambar 4. Hambatan Belajar Tipe 3

2. Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE

Peneliti memperkenalkan konsep luas daerah segitiga kepada siswa melalui proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SPADE.

Gambar 5. Daerah Segitiga

Berdasarkan gambar 5, definisi luas daerah segitiga yaitu banyaknya persegi satuan yang

dapat menutup daerah interior segitiga (Putri, 2019). Penggunaan model pembelajaran SPADE

23

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

selaras dengan teori yang dikemukankan Dienes mengenai objek-objek dalam bentuk permainan

akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika (Siregar, 2017).

Model pembelajaran SPADE berorientasi pada lima langkah kegiatan yakni bernyanyi (singing),

bermain (playing), menganalisis (analysis), berdiskusi (discussing) dan evaluasi (evaluating).

Playing yang digunakan pada model pembelajaran SPADE adalah permainan tradisional. Peneliti

menggunakan permainan tradisional boi-boian. Karakteristik permainanl boi-boian yaitu

menggunakan pecahan genting dan bola kasti atau plastik untuk bermain (Mulyani ,2013).

Pembelajaran diawali apersepsi dengan bertanya tentang permainan tradisional boi-boian

yang biasa dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran luas

daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE yang akan dilakukan siswa. Guru

mengenalkan bangun datar segitiga melalui benda-benda berbentuk segitiga seperti penggaris,

gambar rambu lalu lintas bentuk segitiga, dan gambar rak susun segitiga. Sintaks pertama pada

pembelajaran luas daerah segitiga berbasis model SPADE adalah bernyanyi (singing). Guru

menyajikan sebuah lagu berjudul “Luas Daerah Segitiga” dengan irama lagu Lihat Kebunku. Siswa

dengan bimbingan guru menyanyikan lagu tersebut. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk

membentuk kelompok berjumlah 5 sampai 6 orang. Kegiatan pertama pada LAS (Lembar Aktivitas

Siswa) adalah mengukur alas dan tinggi potongan kayu berbentuk segitiga pada permainan

tradisional boi-boian. Pada kegiatan ini siswa melakukan sintaks kedua dan ketiga model

pembelajaran SPADE yaitu bermain (playing) dan analisis (Analyzing). Kegiatan kedua pada LAS

adalah menentukan rumus luas daerah segitiga. Siswa diberi intruksi untuk mengukur luas daerah

segitiga menggunakan konsep persegi satuan, melalui kegiatan tersebut siswa harus menentukan

rumus luas daerah segitiga. Kegiatan ketiga pada LAS adalah menghitung luas daerah segitiga pada

potongan kayu. Siswa diberi tugas untuk berdiskusi menghitung luas daerah segitiga pada sepuluh

potongan kayu. Pada kegiatan ini siswa melakukan sintaks keempat model pembelajaran SPADE

yaitu diskusi (discussing). Pada akhir kegiatan, guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan

dari pembelajaran. Guru juga melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari.

Selanjutnya siswa diintruksikan untuk mengerjakan soal evaluasi (Evaluating).

3. Implementasi Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE

Implementasi desain awal dilakukan pada 21 siswa kelas IV rombel A SDN Sukasari. Peneliti

pada implementasi desain awal menemukan respon yang sudah sesuai dengan prediksi respon

siswa, namun ada juga yang tidak terprediksi. Respon siswa yang tidak terprediksi diantaranya

tidak menggunakan satuan cm pada alas dan tinggi segitiga, tidak menuliskan rumus luas daerah

segitiga, dan tidak menggunakan satuan luas daerah. Peneliti melakukan retrospective analysis

dengan dosen pembimbing. Hasil dari retrospective analysis yaitu peneliti harus memperbaiki RPP,

LAS, prediksi respon siswa dan ADP. Hasil revisi desain didaktis awal, diimplementasikan pada

siswa kelas IV rombel B SDN Sukasari. Pada implementasi desain didaktis revisi, respon siswa yang

muncul sesuai dengan prediksi respon yang telah dirancang, sehingga peneliti tidak kesulitan

melakukan ADP. Hasil dari implementasi desain didaktis revisi menunjukan bahwa LAS dan RPP

materi luas daerah segitiga layak untuk digunakan.

4. Respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran

SPADE

Respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran

SPADE di kelas IV SD didasari oleh hasil analisis respon siswa. Siswa terlihat senang, aktif, dan

antusias pada saat pembelajaran berlangsung. Angket respon siswa menunjukan bahwa siswa

memahami materi luas daerah segitiga menggunakan desain pembelajaran berbasis model

pembelajaran SPADE. Hal ini dibuktikan dari rata-rata hasil evaluasi pada implementasi desain

awal 78,55 dan rata-rata nilai evaluasi desain revisi 90,25.

SIMPULAN

24

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Terdapat tiga jenis hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa pada materi luas

daerah segitiga, yaitu: hambatan tipe 1 mengenai pemahaman konsep luas daerah segitiga;

hambatan tipe 2 mengenai ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga; hambatan

tipe 3 mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas daerah segitiga. Tiga

learning obstacle yang dialami oleh siswa termasuk jenis hambatan belajar epistemologis. Ketiga

hambatan belajar siswa tersebut dapat diminimalisir oleh desain didaktis luas daerah segitiga

berbasis model pembelajaraan SPADE yang telah peneliti rancang. Desain didaktis yang dibuat

peneliti adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

Angket respon siswa menunjukan bahwa siswa memahami luas daerah segitiga menggunakan LAS

berbasis model pembelajaran SPADE. Rata-rata nilai evaluasi pada implementasi desain awal 78,55

dan rata-rata nilai evaluasi desain revisi 90,25.

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti, D.A., dkk. (2016). Desain didaktis pengelompokan bangun datar untuk mengembangkan

komunikasi matematis siswa kelas II Sekolah Dasar. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah

Pendidikan Guru Sekolah Dasar: 3 (1), hlm. 150-158.

Bujuri, D.A. (2016). Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar Dan Implikasinya Dalam

Kegiatan Belajar Mengajar. LITERASI Jurnal Ilmu Pendidikan,1(9), hlm. 37-50.

Mulyani, S. (2013). 45 Permainan Tradisional anak indonesia.yogyakarta: Langensari Publishing.

Nur’aeni, E. (2010). Pengembangan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa

sekolah dasar melalui pembelajaran geometri berbasis teori van hiele. (Tesis). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nur’aeni, E dkk. (2018). Pengembangan model pembelajaran geometri berbasis permainan

tradisional kampung naga untuk siswa Sekolah Dasar. Tasikmalaya: Penelitian Dana Dikti

Tahun ke 1.

Oktaviani, L. (2018). Desain didaktis keliling persegi berbasis permainan tradisional petak umpet di

Sekolah Dasar. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus

Tasikmalaya, Tasikmalaya.

Putri, W. (2019). Situasi didaktis pembelajaran konsep luas daerah segitiga pada siswa Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung.

Siagian, M.D. (2016). Kemampuan koneksi matematik dalam pembelajaran matematika. MES

(Journal of Mathematics Education and Science), 2(1), hlm. 58-67.

Siregar, P.S. (2017). Penerapan Pendekatan bermain dalam pembelajaran matematika siswa kelas

IV Sekolah Dasar. JURNAL GENTALA PENDIDIKAN DASAR, 2(1), hlm. 36-53.

Suryadi, Didi. (2010). Didactical design research (ddr) dalam pengembangan

pembelajaran matematika 1. Seminar Nasional MIPA.

Tieng,P.& Eu,L. (2014). Improving Students van hiele level of geometric thinking using geometer’s

skechpad. The Malaysian Online Journal of Education,2(2), hlm. 20-31.

25

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PENILAIAN KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM PEMBELAJARAN STEM Siti Fetty Fatimah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2 Lutfi Nur3

PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya1,PGSD Kampus Tasikmalaya2,3

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

The assessment of the 21st century skill is little known. Assessment of 21st century skills in STEM learning is

used to measure the critical thinking, creativity, communication, and collaboration skills that appear in

students in the application of STEM learning. This study aims to determine how the assessment of 21st century

skills in STEM learning. The research method used literature study. Data collection method using literature

study. The type of data used is secondary data in the form of books, journals, and research results. The results

showed that there are still many educators who do not know about 21st century skills assessment and

developing 21st century skills in students is done by implementing STEM-based learning. STEM learning is

relevant to 21st century skills development.

Keywords: assessment, 21st century skills, STEM learning

Abstrak

Penilaian keterampilan abad 21 masih jarang diketahui. Penilaian keterampilan abad 21 dalam pembelajaran

STEM digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi yang

muncul pada siswa dalam penerapan pembelajaran STEM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana penilaian keterampilan abad 21 dalam pembelajaran STEM. Metode penelitian menggunakan

studi literatur. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka. Jenis data yang digunakan adalah data

sekunder berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak

pendidik yang belum mengetahui penilaian keterampilan abad 21 dan mengembangkan keterampilan abad

21 pada siswa dilakukan dengan menerapkan pembelajaran berbasis STEM. Pembelajaran STEM relevan

dengan pengembangan keterampilan abad 21.

Kata Kunci: penilaian, keterampilan abad 21, pembelajaran STEM

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 diarahkan untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Keterampilan ini

mencakup kemampuan berpikir kritis (critical thingking), kreativitas (creativity), komunikasi

(communication), dan kolaborasi (collaboration). Keterampilan ini juga dikenal dengan sebutan 4C.

Pengembangan keterampilan abad 21 dalam penerapannya diperlukan model pembelajaran yang

sesuai. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pengembangan keterampilan abad 21

seperti pembelajaran berbasis penemuan, projek, masalah, berbasis desain dan juga pembelajaran

berbasis STEM. STEM adalah model pembelajaran yang sesuai dengan pengembangan keterampilan

abad 21. Sejalan dengan itu Sulistia et al. (2019) “Salah satu pembelajaran yang relevan dengan

pengembangan keterampilan abad ke-21 adalah pendidikan STEM. Hal ini sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 dimana peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan abad 21.

Mengetahui sejauh mana pengembangan keterampilan siswa diperlukan sebuah penilaian.

Penilaian keterampilan abad 21 memerlukan instrumen penilaian yang sesuai. Instrumen penilaian

ini berisi kompetensi yang harus dimiliki siswa pada abad 21 ini. Terdapat 4 kompetensi

keterampilan abad 21 diantaranya kompetensi berpikir kritis, kreativitas, komunikasi dan

kolaborasi. Namun faktanya masih banyak ditemukan permasalahan dalam pelaksanaan proses

penilaian. Berdasarkan studi kajian pustaka ditemukan bahwa pelaksanaan penilaian belum

dilakukan dengan optimal. Menurut penelitian yang dilakukan Febriana, (2016) menunjukkan

bahwa penilaian yang dilakukan tidak memiliki kejelasan terhadap kriteria kemampuan anak. Hal

ini dikarenakan belum terdapat rubrik sebagai acuan dalam melakukan penilaian kemampuan

anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru belum memiliki kemampuan

dalam menyusun instrumen penilaian dan penilaian kemampuan anak belum dilakukan secara

optimal. Penilaian keterampilan abad 21 pada pembelajaran STEM diperlukan instrumen yang

sesuai. Instrumen penilaian ini disesuaikan dengan aspek kompetensi keterampilan abad 21 yang

26

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

muncul pada siswa selama proses pembelajaran. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk

memberikan informasi mengenai penilaian pada keterampilan abad 21 dalam pembelajaran STEM.

PEMBAHASAN

1. Kurikulum PAUD 2013

Kurikulum merupakan rencana-rencana yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dan

dituliskan menjadi sebuah dokumen (Rahelly, 2018). Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 20

Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum

pada pendidikan anak usia dini dirancang agar kegiatan pembelajaran terasa menyenangkan bagi

anak, dengan tetap memperhatikan aspek–aspek perkembangan anak usia dini yang hendak

dicapai sebagai tujuan pendidikan. Kurikulum PAUD 2013 mencakup semua dimensi tumbuh

kembang anak yakni aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta semua program

pengembangan yang direncanakan dan disajikan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai

dengan tahap perkembangan anak. Kurikulum PAUD 2013 menerapkan pembelajaran dalam

bentuk pemberian pengalaman belajar langsung kepada anak yang dirancang sesuai dengan latar

belakang, karakteristik, dan usia anak. Kurikulum 2013 ini diharapkan dapat menjawab tantangan

dan persoalan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia dimasa depan.

2. Keterampilan Abad 21

Penerapan kurikulum 2013 sangat erat kaitannya dengan karakteristik abad 21 dimana

tuntutan terhadap kompetensi berpikir semakin berkembang. Kurikulum 2013 juga diarahkan

untuk mengembangkan keterampilan abad 21, yang dimaksud dengan abad 21 yaitu meliputi

kompetensi-kompetensi seperti kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkrearivitas, kompetensi

berkomunikasi, dan kompetensi berkolaborasi serta kompetensi menguasai media teknologi

informasi dan komunikasi. Anak harus memiliki keterampilan abad 21 agar anak dapat bersaing,

bukan hanya dengan rekan sebangsanya, tetapi juga dengan rekan seusianya di negara lain karena

persaingan yang semakin ketat di era globalisasi ini mengharuskan sumber daya manusia yang

berkualitas dan professional di berbagai bidang kehidupan. Keterampilan abad 21 tersebut

digambarkan dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan dan pengetahuan

abad 21 atau 21st century knowledge and skills rainbow (Trilling dan Fadel dalam Zahira, 2019):

Gambar 1. Pelangi Keterampilan dan Pengetahuan Abad 21

3. Berpikir Kritis

Berpikir kritis dan penyelesaian masalah (critical thinking and problem solving): keinginan

untuk mencari tahu melalui proses analisis berpikir sistem dan evaluasi terhadap suatu keadaan

untuk membuat keputusan melalui ide, bukti, alasan, dan informasi dalam upaya menyelesaikan

27

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

masalah. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan cara memberikan alasan

secara efektif, menggunakan berpikir sistem, membuat pertimbangan dan keputusan, serta dapat

menyelesaikan masalah.

Kemampuan berpikir anak dapat dikembangkan dengan melibatkan anak langsung dalam

proses pembelajaran seperti melakukan pengamatan, pencarian informasi hingga memahami dunia

dengan gagasannya. Dalam kegiatan observasi anak dapat melakukan pengamatan, mengajukan

pertanyaan, dan mengemukakan pendapat tentang informasi baru yang didengar dan dilihat. Anak

merumuskan masalah dengan menghubungkan sebab akibat dari kejadian yang dilihatnya.

4. Kreativitas

Kreativitas dan inovasi (creativity and innovation): kelancaran dan keluwesan dalam berpikir

dan mengungkapkan pikiran, serta kemampuan untuk memodifikasi atau menciptakan sesuatu

yang baru, baik berupa gagasan maupun karya. Inovasi adalah penemuan baru melalui aplikasi,

sintesis, pemaknaan kembali, berupa gagasan maupun karya nyata kreativitas dan inovasi dapat

ditandai dengan berpikir kreatif, bekerja kreatif, dan berinovasi.

Stimulasi sejak dini sangat diperlukan untuk menjadikan anak sebagai manusai yang kreatif di

masa depan. Penerapan pembelajaran yang tepat dapat membantu meningkatkan perkembangan

kreativitas anak. Imajinasi diperlukan bagi anak dalam perkembangan kreativitasnya serta

memecahkan suatu permasalahan.

5. Komunikasi

Pada kemampuan komunikasi anak dituntut untuk memahami, mengelola dan

mengungkapkan baik lisan, tulis, isyarat, dan visual. Kemampuan komunikasi sangat penting

dikembangkan sejak dini. Berkomunikasi merupakan alat bagi manusia untuk menyampaikan

informasi baik secara oral maupun menggunakan alat. Komunikasi membantu peserta didik untuk

dapat menceritakan objek secara akurat dan dapat memaparkan hasil temuannya kepada orang

lain. Dengan pembelajaran yang mengembangkan keterampilan abad 21 memberikan kesempatan

bagi anak untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya melalui interaksi dengan guru ataupun

teman.

6. Kolaborasi

Kolaborasi (collaboration): kemampuan bekerja di dalam tim untuk mencapai tujuan bersama,

termasuk kemampuan membangun kemitraan dan kemufakatan, serta dalam mencegah dan

mengelola konflik. Kolaborasi atau kerja sama merupakan aspek penting dalam kehidupan, hampir

seluruh pekerjaan memerlukan yang namanya kerja sama. Dalam pembelajaran peserta didik juga

dituntut untuk dapat bekerjasama dalam tim atau kelompok, bertanggungjawab dalam

menyelesaikan tugas dan mau berbagi kepada teman.

7. Pembelajaran STEM

Salah satu pembelajaran yang relevan dengan pengembangan keterampilan abad ke-21 adalah

pendidikan STEM (Sulistia et al., 2019). Pendidikan STEM tidak hanya mengembangkan

pengetahuan isi saja tetapi juga cara berpikir tertentu, kerjasama tim, kemampuan untuk

memecahkan masalah, dan kreativitas. Pendekatan pembelajaran STEM terpadu menghubungkan

pengaplikasian di dunia nyata dengan pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas yang

meliputi empat disiplin ilmu yaitu Science, Technology, Engineering, and Mathematics. "STEM",

dimulai dengan "SMET", diperkenalkan oleh National Science Foundation (NSF) untuk menekankan

pentingnya empat disiplin ilmu baik sebagai kompetensi pekerja dan kompetensi siswa (Lidinillah

et al., 2019). Sejalan dengan itu, Selly (2017) mengemukakan bahwa:

STEM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh National Science Foundation untuk mengenali cara bahwa disiplin ilmu sains, teknologi, teknik dan matematika saling berhubungan dalam tenaga kerja, dan untuk menekankan bahwa mata pelajaran ini tidak boleh diajarkan secara terpisah karena mereka jarang muncul secara terpisah di dunia nyata.

28

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengintegrasian sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dalam pembelajaran

membuat peserta didik mempelajari tantangan yang muncul di kehidupan seperti masalah

kekurangan energi, masalah lingkungan, masalah kesehatan. Melalui pembelajaran STEM peserta

didik diajarkan untuk bagaimana memecahkan masalah dalam kehidupan di duni nyata dengan

mengidentifikasi, menerapkan dan mengintegrasikan konsep-konsepnya untuk memahami

masalah yang kompleks dan menyelesaikannya. Ke-empat disiplin ilmu tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

1) Science

Disiplin ilmu yang pertama adalah sains. Sains adalah ilmu yang mempelajari dunia alam,

termasuk juga hukum-hukum alam seperti fisika, kimia, dan biologi serta penerapan fakta, prinsip,

konsep, konvensi yang terkait. Sains adalah cara berpikir. Sains adalah mengamati dan

bereksperimen, membuat prediksi, berbagi penemuan, mengajukan pertanyaan, dan mencari tahu

cara kerja berbagai hal (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) menyatakan “Sains adalah

kumpulan pengetahuan tentang dunia fisik dan alam. Ilmuwan berusaha menggambarkan,

menjelaskan, dan memprediksi dunia alami dan sifat fisiknya ”.

2) Technology

Teknologi terdiri dari seluruh proses dan perangkat yang digunakan untuk mencipta.

Teknologi adalah cara melakukan. Teknologi adalah menggunakan alat, membuat inventif,

mengidentifikasi masalah, dan membuat berbagai hal berfungsi (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia

et al. (2019) Teknologi adalah tubuh pengetahuan, artefak, proses, dan sistem yang dihasilkan dari

teknik. Teknologi diproduksi oleh manusia untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi

kebutuhan dan merupakan produk dari proses rekayasa ”.

3) Engineering

Enjinering/rekayasa atau bisa juga disebut teknik adalah tentang desain atau membangung

dan proses untuk memecahkan masalah. Teknik adalah cara melakukan. Teknik adalah

memecahkan masalah, menggunakan berbagai bahan, merancang dan menciptakan, dan

membangun hal-hal yang berfungsi (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) “Teknik adalah

aplikasi pengetahuan untuk merancang, membangun, dan memelihara teknologi secara kreatif.

Insinyur berusaha untuk mengoptimalkan solusi untuk masalah, kebutuhan, dan yang diinginkan

sambil mempertimbangkan sumber daya dan berbagai kendala ”.

4) Mathematics

Matematika berhubungan dengan angka, jumlah, dan bentuk geometri. Matematika adalah cara

mengukur. Matematika adalah urutan, pola, dan eksplorasi bentuk, volume, dan ukuran (Parks,

2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) “Matematika adalah“ ilmu angka, jumlah, dan bentuk dan

hubungan di antara mereka. Matematika menggunakan angka dan simbol untuk menggambarkan

hubungan antar konsep.

8. Penilaian Keterampilan Abad 21

Penilaian keterampilan abad 21 menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah

penilaian yang dilakukan secara alami, baik berdasarkan kondisi nyata yang muncul dari perilaku

anak selama proses berkegiatan maupun hasil dari kegiatan tersebut. Penilaian autentik dapat

mengukur penguasaan hasil belajar anak pada pembelajaran STEM melalui pengamatan terhadap

perilaku anak selama proses pembelajaran. Salah satu komponen lembaga pendidikan anak usia

dini yang memiliki peranan penting untuk memperbaiki standar lulusan yakni proses penilaian.

Sama halnya dengan urgensi pendidikan anak usia dini, penilaian merupakan sebuah proses yang

tidak dapat dipisahkan dalam memperbaiki mutu pendidikan guna mewadahi seluruh

kemampuan, keterampilan dan pembentukkan karakter anak. Proses ini dilakukan secara

sistematis dan terstruktur serta berkesinambungan. Perencanaan penilaian autentik dilakukan

melalui beberapa tahap yakni: menentukan Kompetensi Dasar dan kegiatan yang didalamnya

29

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

terdapat penentuan RPPH, indikator, penentuan, waktu dan tempat serta jenis penilaian (Zahro,

2015). Penilaian keterampilan abad 21 mengukur 4 aspek kompetensi (berpikir kritis, kreativitas,

komunikasi, dan kolaborasi). 4 aspek tersebut disesuaikan dengan indikator, tujuan, dan materi

pembelajaran ynag muncul setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan guru dalam

melakukan penilaian, instrumen penilaian yang digunakan dapat berupa rubrik. Melalui

penggunaan rubrik penilaian kemampuan anak lebih bersifat objektif.

Menurut Sari (2017) “rubrik yaitu alat yang berisi seperangkat kriteria yang digunakan untuk

mengukur kinerja siswa”. Secara umum terdapat dua tipe rubrik , yaitu rubrik holistik dan rubrik

analitik. Rubrik holistik, yaitu rubrik yang menilai proses secara keseluruhan tanpa adanya

pembagian komponen secara terpisah; rubrik analitik, yaitu rubrik yang menilai proses secara

terpisah dan hasil akhirnya adalah dengan menggabungkan penilaian dari tiap komponen (Nitko

dalam Putri, et al., 2014). Guru dapat mengembangkan instrumen penilaian sendiri, namun

sebelumnya guru perlu memahami terlebih dahulu mengenai keterampilan abad 21.

Langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian menurut Djaali & Muljono (dalam

Samsul & Mutmainnah, 2018) langkah-langkah pengembangan instrumen antara lain: 1)

mengembangkan dimensi dan indikator dari variabel penelitian, 2) membuat kisi-kisi instrumen,

3) menetapkan besaran atau parameter, 4) menjabarkan butir-butir instrumen ke dalam bentuk

pertanyaan dan pernyataan, 5) tahap validasi pakar, 6) revisi atau perbaikan berdasarkan saran

dari pakar, 7) penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba, 8) uji coba

instrumen di lapangan, 9) menentukan validitas dan reliabilitas instrumen, dan 10) perakitan butir-

butir instrumen yang valid unjuk dijadikan instrumen final.

SIMPULAN

Keterampilan abad 21 sebagai tuntutan kurikulum 2013. Menuntut guru untuk dapat

mengembangkan keterampilan tersebut pada diri siswa. Mengetahui sejauh mana pengembangan

keterampilan abad 21 pada siswa diperlukan sebuah penilaian. Harapannya guru dapat

mengembangkan sendiri instrumen penilaian yang disesuaikan dengan indikator, tujuan, dan

materi pembelajaran. Maka dari itu guru perlu untuk memahami konteks keterampilan abad 21,

penerapan pembelajaran STEM dan langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian.

Mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dapat memudahkan guru dalam menilai,

mengukur, dan mengevaluasi hasil belajar siswa dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Febriana, I. (2016). Kemampuan Guru taman kanak-kanak dalam menyusun instrumen penilaian

hasil belajar di Kecamatan Braja Selebah Kabupaten Lampung Timur. (Skripsi). Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Lidinillah, D. A. M., Mulyana, E. H., Karlimah, K., & Hamdu, G. (2019). Integration of STEM Learning

Into The Elementary Curriculum in Indonesia: An Analysis and Exploration. Journal of Physics:

Conference Series, 1318(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012053

Parks, L. (2015). Giving STEM a place in early children classrooms. Texas Child Care, 39(3), 25–28.

Putri, M.A., I, Nyeneng, & U, Rosidin. (2014). Pengembangan rubrik penilaian keterampilan proses

sains. Jurnal Pembelajaran Fisika, 2(6), 15-26.

Samsul, P., & Mutmainnah, M. (2018). Pengembangan instrumen penilaian autentik pada

pembelajaran dengan pendekatan scientific. Edumaspul - Jurnal Pendidikan, 2(1), 1–10.

https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.20

Sari, M. (2017). Pengembangan rubrik performance assesment berbasis keterampilan proses sains (

KPS ) pada Praktikum Sistem Rangka Manusia di SMA Surya Dharma Bandar Lampung Tahun

Ajaran 2016/2017. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.

30

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Selly, P.B. (2017). Teaching STEM outdoors activities for young children. Amerika Serikat: Redleaf

PRESS.

Sulistia, S., Lidinillah, D. A. M., Nugraha, A., & Karlimah, K. (2019). Promoting engineering for fourth-

grade students through STEM Learning. Journal of Physics: Conference Series, 1318(1).

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012054

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Zahira, M. S. (2019). Pengembangan instrumen penilaian kinerja 4C untuk pembelajaran STEM

dengan media flying cup di kelas IV Sekolah Dasar. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia

Kampus Tasikmalaya, Tasikmalya.

Zahro, I. F. (2015). Penilaian dalam pembelajaran anak usia dini. Tunas Siliwangi, 1(1), 92–111.

31

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Deskripsi Komunikasi Matematis Kelas II SD pada Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah

Reni Herliyani1, Karlimah2 Universitas Pendidikan Indonesia

Email:[email protected], karlimah.upi.edu2

Abstract

The research based on the findings revealed that the capability of mathematical communications of class ii

students has already appeared but is still incomplete. The general purpose of this study is to describe the ability

of mathematical communications of elementary school second-graders at the completion of the story matter of

summation and reduction of Numbers. The method employed in this study is a descriptive method with a

qualitative approach to obtaining a description of a student's mathematical communication capability.

Research conducted at SDN 1 manonjaya district district manonjaya district with class 2 student participants.

Data collection techniques using observation, interviews and documentation. Research shows that the indicator

of mathematical communication capability that comes in the high category is the ability to write down

understanding of problem with the deformity of story and the ability to write down the completion of the story

of the sum and the reduction of the number, Whereas the ability to write the settlement planning of the story of

computation and deformity reduction using your own language falls into the low category.

Keywords: mathematical communication skills, student in grade II elementary school, problem sholving of

stories question , addition and subtraction of whole number.

Abstrak

Penelitian ini didasarkan atas temuan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa kelas II sudah muncul namun belum lengkap. Secara umum tujuan penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan kemampuan komuniksasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada

penyelesaian soal cerita materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Metode yang dilakukan

pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh deskripsi

kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian dilakukan di SDN 1 Manonjaya Kecamatan

Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dengam Partisipan siswa kelas II. Teknik pengumpulan data

menggunakan observasi,wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator

kemampuan komunikasi matematis yang muncul dengan kategori tinggi yaitu kemampuan menuliskan

pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan

menggunakan bahasa sendiri dan kemampuan menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah, sedangkan kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri termasuk kedalam

kategori rendah.

Kata kunci: kemampuan komunikasi matematis, siswa kelas II sekolah dasar, penyelesaian soal cerita,

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum

pendidikan di Indonesia. Matematika digunakan sebagai dasar dari segala ilmu pengetahuan dan

salah satu mata pelajaran yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan dari ilmu pendidikan.

Matematika merupakan pelajaran yang berperan penting dalam dunia pendidikan, ini dapat terlihat

karena disetiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari SD,SMP hingga SMA matematika selalu

dihadirkan sebagai mata pelajaran yang dipelajari pada setiap jenjangnya. Tidak hanya diperlukan

dalam dunia pendidikan formal, matematika juga digunakan untuk perhitungan dalam kehidupan

sehari-hari. Penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari diungkapkan melalui paparan-

paparan, dan paparan tersebut merupakan komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian informasi yang dilakkan dua orang atau

lebih. Komunikasi merupakan salah satu dari lima standar proses dalam National Council of

Teacher of Mathematics (NCTM) pada tahun 2000, yaitu : (1) menyelesaikan masalah, (2)

penalaran dan bukti, (3) komunikasi, (4) koneksi, dan (5) representasi. Berdasarkan hal tersebut,

32

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

perlu diketahui secara ilmiah bagaimana komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran

matematika.

Dalam cakupan materi matematika sekolah dasar terdapat materi penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah di kelas II sekolah dasar. materi tersebut terdapat pada kompetensi

dasar dasar 3.3 menjelaskan dan melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan yang

melibatkan bilangan cacah sampai dengan 999 dalam kehidupan sehari-hari serta mengaitkan

penjumlahan dan pengurangan. Kompetensi dasar tersebut tercantum dalam kurikulum 2013

untuk peserta didik kelas II sekolah dasar. Dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan terdapat

soal cerita yang berkaitan dengan penerapan bilangan cacah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk

dapat menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah secara sistematis

dapat menggunakan langkah-lahkah pemecahan masalah menurut Polya. Adapun langkah-langkah

pemecahan masalah menurut polya dalam Rahardjo M. dan Waluyati A. (2011), diantaranya:

memahami masalah, merencanakan atau merancang strategi penyelesaian masalah, melaksanakan

perhitungan menggunakan strategi yang sudah direncanakan, dan memeriksa kebenaran hasil

pengerjaan yang telah dilakukan. Dengan melakukan langkah-langkah memecahan masalah

tersebut siswa diharapkan dapat menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah

dengan lagkah yang sistematis agar memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik.

Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah, peneliti memberikan soal pada siswa kelas II

sekolah dasar. Hasil pekerjaan siswa menunjukkan kemampuan komunikasi matematis sudah

muncul tetapi belum lengkap jika dilihat dari langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.

Kemudian dari hasil wawancara dengan guru kelas II, siswa mengerjakan soal cerita penjumlahan

dan pengurangan bilangan cacah umumnya ditunjukkan langsung menuliskan jawabannya. Hal

tersebut yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini.

Melihat fakta di lapangan seperti demikian dan pentingnya kemampuan komunikasi

matematis, maka peneliti merasa perlu adanya penelitian untuk mendeskripsikan kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada soal cerita materi penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah.

a. Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa apabila guru mampu

menghadirkan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Herman

Hudoyo dalam Sutanti H (2014) “Pembelajaran matematika untuk siswa tingkat sekolah dasar

memiliki dua aspek yaitu matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dan matematika

merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari”. Dengan kata lain dalam pembelajaran

matematika di sekolah dasar peserta didik siswa harus dapat menggunakan matematika sebagai

alat untuk memecahkan masalah dengan keterampilan-keterampilan yang harus dipelajari

didalamnya. Jika ditinjau dari sala satu tujuan pembelajaran matematika menurut Kemendikbud

tahun 2013 yaitu melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam

menulis karya ilmiah. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika

siswa dilatih untuk mampu mengomunikasikan ide- ide yang dimilikinya sebagai upaya untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam diri siswa.

b. Kemampuan Komunikasi Matematis

Untuk mendukung pembelajaran matematika siswa harus memiliki kemampuan komunikasi

matematis. Menurut Hodiyanto (2017) “Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan

siswa dalam menyampaikan ide matematika baik secara lisan maupun tulisan”. Sedangkan menurut

Ritonga (2018), “Komunikasi matematis adalah cara bagi peserta didik untuk mengkomunikasikan

33

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

ide-ide pemecahan masalah, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan”.

Dengan kata lain komunikasi matematis merupakan suatu kemampuan seseorang dalam

mengungkapkan ide,cara,dan solusi dalam permasalahan matematika baik secara lisan maupun

secara tulisan.

Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo dalam Nurhartianti

R. dan Karlimah (2018) meliputi: a) kemampuan melukiskan atau mempresentasikan benda nyata,

gambar, dan diagram dalam bentuk ide dan atau simbol matematika; b) kemampuan menjelaskan

ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan menggunakan benda nyata,

gambar, grafik dan ekspresi aljabar; c) kemampuan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa atau simbol matematika atau menyusun model matematika suatu peristiwa; d) kemampuan

mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e) kemampuan membaca dengan

pemahaman suatu presentasi matematika; f) kemampuan menyusun konjektur, menyusun

argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; g) kemampuan mengungkapkan kembali suatu

uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini dibatasi pada kemampuan komunikasi

dalm bentuk tulisan. Oleh karena itu untuki menilai kemampuan komunikasi matematis bentuk

tulisan harus dapat dibuktikan bah3wa siswa dapat: 1) menuliskan pemahaman permasalahan soal

cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri;2)

menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah

dengan menggunakan bahasa sendiri; 3) menuliskan sistematika penyelesaian soal cerita

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah.

c. Soal Cerita Dalam Matematika

Soal cerita matematika adalah soal matematika yang terkait dengan kehidupan sehari-hari

dalam bentuk rangkaian kalimat. Menurut Van de Walle dalam Rahmi dkk. (2017) “soal

matematika yang berbentuk soal cerita merupakan soal matematika yang menggunakan kata-kata

dalam kehidupan sehari-hari (berbentuk kalimat verbal)”. Soal ini tidak menggunakan simbol-

simbol operasi matematika dan disajikan dalam bentuk cerita atau rangkaian kata (kalimat yang

bermakna). Soal cerita penting untuk diberikan kepada peserta didik guna melatih penggunaan

proses berpikir secara berkelanjutan dalam rangka mencapai kompetensi inti dan kompetensi

dasar yang telah ditetapkan.

d. Operasi Hitung Campuran

Pada pengerjaan soal cerita seringkali terdapat operasi hitung campuran. Operasi hitung

campuran yang terdapat pada penelitian ini adalah penjumlahan dan pengurangan. Aturan

Internasional Operasi Hitung Campuran dalam Raharjo, dkk. (2016).

1. Tambah dan kurang sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu).

2. Kali dan bagi sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu).

3. Kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang.

Dalam suatu soal hitungan yang menjadi prioritas untuk dihitung terlebih dahulu adalah

bilangan-bilangan yang ada di dalam tanda kurung.

e. Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Soal Cerita Penjumlahan Dan Pengurangan

Bilangan Cacah

Pada pengerjaan penyelesaian soal cerita dalam materi bilangan cacah terdapat kemampuan

komunikasi matematis yang seharusnya terdapat pada penyelesaian soal cerita tersebut. Berikut ini

akan dibahas contoh menyelesaikan soal cerita dengan indikator kemampuan komunikasi

matematis dalam penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Berikut

contoh soal dan cara pengerjaan soal cerita.

34

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kelompok petani di suatu desa mendapat bantuan 75 karung pupuk urea. Lalu pada hari

berikutnya petani kembali mendapat bantuan 50 karung pupuk urea. Pupuk tersebut

digunakan petani sebanyak 25 karung. Berapa karung sisa pupuk urea yang dimiliki oleh

petani?

a. Memahami masalah

Diketahui : 75 karung pupuk urea, kembali mendapat bantuan 50 karung pupuk urea.

Digunakan petani sebanyak 25 karung.

Ditanyakan : sisa pupuk urea yang dimiliki oleh petani.

b. Menyusun rencana penyelesaian

Pupuk urea yang diperoleh petani adalah 75 karung ditambah 50 karung pada hari

berikutnya dikurang 25 karung karena digunakan

c. Melaksanakan rencana penyelesaian

Pupuk urea diperoleh petani adalah 75 + 50 - 25 = 125 - 25 = 100

d. Mencoba cara alternatif lainnya

1) Langkah pertama

2) Langkah kedua

Atau dapat dilakukan dengan cara dibawah ini

75+50=…..

…..- 25=…..

Jadi, sisa pupuk urea yang dimiliki oleh petani adalah 100 karung.

Gambar 1.1 Contoh Soal Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

gambaran kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar. Menurut Bogdan dan

Taylor dalam Tohirin (2013) , penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena memungkinkan untuk mendeskripsikan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas II Sekolah Dasar pada Penyelesaian Soal Cerita

Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah.

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Manonjaya dengan partisipan siswa kelas II sekolah

dasar . siswa kelas II dijadikan partisipan karena ditemukan permasalahan mengenai kemampuan

komunikasi matematis pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan

cacah, adapun sumber data dalam penelitian ini adalah guru kelas II karena guru kelas memahami

kemampuan yang dimiliki oleh setiap siswa dan memantau secara langsung perkembangan siswa

setiap hari.

Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah lembar soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah, lembar observasi, lembar wawancara guru dan lembar wawancara

siswa dan dokumentasi.

35

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Setelah data yang diperlukan terkumpul dengan menggunakan teknik pegumpulan data, maka

kegiatan selanjutnya adalah melakukan analisis data menurt Krippendorf. Setelah itu dilakukan uji

keabsahan data, meliputi: uji kredibilitas, uji transferability, uji dependability, dan uji konfirmability.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan melakukan studi pendsahuluan,observasi,

wawancara, dan dokumentasi, secara keseluruhan siswa kelas II sudah memiliki kemampuan

komunikasi matematis pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan penguangan bilangan cacah.

Hal ini terlihat pada hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah sudah memuat indikator-indikator kemampuan komunikasi

matematis. Jumlah secara keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematis yang muncul

sebanyak 201 (84%) dari seluruh indikator yang seharusnya muncul. Dari persentase 84% dapat

diartikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa termasuk kedalam kategori tinggi.

Secara khusus , kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada

penyelesaian soal cerita materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah diuraikan sebagai

berikut.

a. Kemampuan Menuliskan Pemahaman Permasalahan Soal Cerita Penjumlahan Dan

Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Menggunakan Bahasa Sendiri

Indikator kemampuan menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita diuraikan menjadi

dua bagian yaitu menuliskan apa yang diketahui dari soal cerita yang disajikan dan menuliskan apa

yang ditanyakan pada soal cerita yang disajikan.

Berdasarkan hasil analisis persentase siswa yang dapat menuliskan apa yang diketahui dari

soal cerita yang disajikan sebesar 100%. Dan presentase siswa yang dapat menuliskan apa yang

ditanyakan dari soal cerita yang disajikan sebesar 100%. Dari keseluruhan soal yang disajikan,

kemampuan siswa dalam menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan

menggunakan bahasa sendiri muncul sebanyak 100% dari seluruh indikator menuliskan

permasalahan dengan bahasa sendiri sebagai bentuk pemahaman pada soal cerita penjumlahan

dan pengurangan bilangan cacah. Jika dilihat dari presentase tersebut kemampuan komunikasi

matematis siswa pada indikator tersebut termasuk kedalam kategori tinggi.

b. Kemampuan Menuliskan Perencanaan Penyelesaian Soal Cerita Penjumlahan Dan

Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Menggunakan Bahasa Sendiri

Kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan

bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri merupakan salah satu indikator kemampuan

komunikasi matematis yaitu menyatakan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah

kedalam bentuk perencanaan penyelesaian.

Siswa yang mampu menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah yang disajikan pada nomor 1 sebanyak 9 orang (45% ), nomor 2

sebanyak 9 orang (45%), nomor 3 sebanyak 9 orang (45%). Dari keseluruhan soal yang disajikan,

kemampuan siswa dalam menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri muncul sebanyak 45%. Jika

dilihat dari presentase tersebut kemampuan komunikasi matematis siswa pada indikator tersebut

termasuk kedalam kategori rendah.

c. Kemampuan Menuliskan Sistematika Penyelesaian Soal Cerita Penjumlahan Dan

Pengurangan Bilangan Cacah

Indikator kemampuan menuliskan sistematika penyelesaian soal cerita diuraikan menjadi dua

bagian yaitu menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah

dengan model matematika dan menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan

bilangan cacah dengan model matematika lain.

36

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Persentase siswa yang mampu menuliskan penyelesaian perhitungan soal cerita penjumlahan

dan pengurangan bilangan cacah sesuai dengan model matematika pada nomor 1 sebanyak 14

orang (70%), nomor 2 sebanyak 15 orang (75%), nomor 3 sebanyak 14 orang (70%). Dari seluruh

soal yang diberikan kemampuan siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan

dan pengurangan bilangan cacah muncul sebanyak 72% dari seluruh soal yang disajikan.

Persentase siswa yang mampu menuliskan penyelesaian perhitungan soal cerita penjumlahan

dan pengurangan bilangan cacah dengan model matematika lain pada soal nomor 1 sebanyak 6

orang (30%), nomor 2 sebanyak 5 orang (25%), nomor 3 sebanyak 6 orang (30%). Dari seluruh

soal cerita yang diberikan, kemampuan siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah muncul sebanyak 28% dari seluruh soal yang

disajikan.

SIMPULAN

Berdasar dari data yang telah peneliti analisis, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

siswa kelas II sudah memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan kriteria baik. Ditinjau

dari indikator kemampuan komunikasi matematis diperoleh beberapa simpulan, diantaranya:

Kemampuan siswa dalam menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri dimiliki oleh seluruh siswa.

Selanjutnya kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan

pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri masih dikategorikan rendah

karena sebagian besar dari siswa belumdapat menuliskannya. Dan kemampuan menuliskan

sistematika penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah sudah dimiliki

oleh seluruh siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Hodiyanto. (2017). Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika.

AdMathEdu | Vol.7 No.1 | Juni 2017

Kemendikbud. (2013). Kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and standards for school

mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Nurhartianti R dan Karlimah (2018). Analisis kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II SD

pada penyelesaian soal cerita perkalian bilangan cacah. Pedadidaktika: Jurnal Ilmiah

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Rahardjo M. dan Waluyati A. (2011). Pembelajaran soal cerita operasi hitung campuran di sekolah

dasar. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika 2011. Yogyakarta

Rahardjo M., dkk. (2016). Guru pembelajar modul pelatihan SD kelas awal kelompok kompetensi C

profesional kajian bilangan cacah dan statistika di Sekolah Dasar. Direktorat Pembinaan Guru

Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta

Rahmi A dkk. (2017). Deskripsi penyelesaian soal cerita materi pecahan ditinjau dari tahapan o’neil

smp kristen kanaan kubu raya.

Ritonga S.N. (2018). Analisis kemampuan komunikasi matematis peserta didik dalam pembelajaran

matematika MTs Hifzil Qur’an Medan Tahun Ajaran 2017/2018.

Sutanti H. (2014) Peningkatan pretasi belajar operasi hitung penjumlahan bilangan cacah

menggunakan pendekatan teori belajar Jerome S Bruner Pada Siswa Kelas I Sdn I Gentan,

Gantiwarno, Klaten. Yogyakarta.

Tohirin, (2013). Metode penelitian kualitatif dalam pendidikan dan bimbingan konseling, Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada.

37

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Desain Media Building Inclines Berbasis STEM

untuk Anak Usia 5-6 Tahun Peni Rahmawati1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Sumardi3

1,3PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya, PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. Email: [email protected], [email protected] 2, [email protected] 3

Abstract This study aims to develop learning media in the form of incline building media designed based on STEM-based learning (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) for children aged 5-6 years. The research method used is educational design research (EDR), which is development-based research that specifically aims to design and develop products based on solutions to problems. There are three stages of educational design research (EDR) according to Mc Kenney & Reeves, namely 1) Analysis and Exploration Phase; 2) Design and Construction Stage. Technique of data in research using interview, expert jury, and documentation. The result of this research is the media design used in STEM-based learning in the sub-theme of land vehicle learning. The making of media inclines is made and used based on STEM-based learning stages (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) for early childhood, namely asking, imagining, trying, and trying again. Keywords: STEM learning, Children aged 5-6 years, Media Building Inclines. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berupa media building inclines yang dirancang berdasarkan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematic) untuk anak usia 5-6 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah educational design research (EDR) yaitu penelitian berbasis pengembangan yang khusus bertujuan untuk merancang dan mengembangkan produk yang berfokus pada solusi dari permasalahan. Ada tiga tahapan educational design research (EDR) menurut Mc Kenney & Reeves, yaitu 1) Tahap Analisis dan Eksplorasi; 2) Tahap Desain dan Konstruksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, expert judgmen, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan media building inclines yang digunakan dalam pembelajaran berbasis STEM pada sub tema pembelajaran kendaraan darat. Media building inclines ini dibuat dan digunakan berdasarkan tahapan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technologi, Engineering, dan Mathematic) untuk anak usia dini yaitu ask, imagine, try, dan try again. Kata Kunci: Pembelajaran STEM, Anak Usia 5-6 Tahun, Media Building Inclines

PENDAHULUAN

Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan awal sebelum memasuki pendidikan

selanjutnya yang memberikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak dan mampu

menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Hal ini tercantum dalam permendikbud no

137 bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai usia (6) enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dengan demikian, agar anak siap untuk melanjutkan ke pendidikan selanjutnya. Maka dalam

proses pembelajaran guru dituntut untuk menyuguhkan inovasi pembelajaran yang

menyenangkan, bermakna, fungsional dan tentunya mempertimbangkan seluruh aspek

perkembangan anak serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini. sama halnya yang

tercantum dalam permendikbud no 137 bahwa pelaksanaan pembelajaran untuk anak usia dini

dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, konteksual, dan berpusat

pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis anak.

Dengan demikian, Inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan di pendidikan anak usia dini

salah satunya yaitu pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, dan Mathematic) adalah

pembelajaran yang terinegrasi antara sains, teknologi,engineering, dan matematika dengan

menekankan pada proses pemecahan masalah. sama halnya yang diungkapkan Thuneberg et al.,(

2018) bahwa STEM (Science, Technologi, Engineering, and Mathematic) merupakan “pembelajaran

yang dapat meningkatkan pemahaman anak mengenai teknologi ilmiah dan kekampuan dalam

proses pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Sejalan dengan itu, Chesloff (2013)

38

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengungkapkan bahwa pendidikan STEM dimulai dari taman kanak-kanak karena “Konsep

pembelajaran STEM adalah rasa ingin tahu, kreativitas, kolaborasi dan pemikiran kritis”.

Merujuk dari sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa STEM adalah pembelajaran yang

didalamnya terdapat muatan sians, teknologi, teknik dan matematika yang menekankan pada

kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran STEM harus dimulai dari

sejak usia dini. Karena, pada masa ini anak sedang berada di fase golden age atau fase emas dimana

fase ini otak anak mengalami perkembangan paling cepat dalam pertumbuhan. Sehingga dengan

diterapkannya pembelajaran berbasis STEM di PAUD akan menstimulus anak untuk berpikir kritis,

memancing anak untuk berkreativitas, menstimulus anak untuk berkomunikasi, dan membentuk

karakter serta kepribadian anak. Sama halnya yang di ungkapkan Perignat & Katz-buonincontro,

(2018) bahwa “pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, Mathematic) dapat

meningkatkan keterampilan kreativitas anak dan keterampilan pemecahan masalah didunia nyata.

Selain itu, pembelajaran STEM selaras dengan kurikulum 2013 PAUD dimana proses

pembelajarannya dilaksanakan menggunakan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik.

Muatan masing-masing unsur STEM untuk anak usia dini mengenai materi/konteks

pembelajaran yang dekat dengan dunia anak dan kehidupan sehari hari. Selain itu muatan masing

masing unsur STEM untuk anak usia dini mencakup semua aspek perkembangan anak. sejalan

dengan hal tersebut masing-masing unsur STEM untuk anak usia dini di ungkapkan Munawar, dkk (

2019) yaitu; 1) Muatan sains dalam lingkup anak usia dini difokuskan pada pembelajaran mengenai

diri sendiri, alam sekitar dan gejala alam; (2) Muatan technology dalam lingkup anak usia dini

teknologi yaitu penggunaan peralatan dan mengembangkan motorik kasar dan motorik halus.

Dijelaskan Lindeman et al ( 2013)“technology is the designing, building, and use of tools by humans

to solve a problem”; contoh muatan teknologi untuk anak usia dini yaitu menggunakan gunting

untuk memotong kertas, menggunakan gunting untuk menulis dan lain sebagainya; (3) Muatan

Engineering dalam lingkup anak usia dini yaitu pengetahuan mengoprasikan atau mendesain

sebuah prosedur untuk menyelesaikan sebuah masalah. (4) Muatan Mathematic dalam lingkup

anak usia dini dapat dilakukan melalui bermain ukuran dan warna, permainan memilah bentuk,

permainan mengenal pola, dan lain sebagainya.

Proses pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM mengacu pada tahapan Engineering Design

process (EDP) yang menjadi ciri khas dalam pembelajaran berbasis STEM. Tahapan EDP untuk anak

pra sekolah (preschool) sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Hal ini disesuaikan dengan

perkembangan pola pikir anak.Tahapan Engineering Design Process (EDP) untuk jenjang pra

sekolah atau pendidikan anak usia dini ada tiga tahapan yaitu, menyelidiki (explore), membuat

(create), dan meningkatkan (improve) (Cunningham, 2018)

Dalam proses pembelajaran di Pendidikan anak usia dini tentunya tidak lepas dari yang

namanya media pembelajaran. media pembelajaran adalah perangkat pembelajaran paling penting

dalam mendukung terlasananya pembelajaran secara efektif dan media juga digunakan sebagai

alat bantu untuk memudahkan dalam menyampaikan materi kepada anak. sejalan dengan itu,

(Kustandi & Sutjipto (2011, hlm.9) menyatakan bahwa “media pembelajaran adalah alat yang

membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang

disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna.

Merujuk dari sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat

komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan atau membawa

informasi berupa bahan ajar dari pendidik kepada peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang kondusif, efektif, dan efisien.

Namun, melihat fakta dilapangan penggunaan media pembelajaran di PAUD yang digunakan

guru masih sebatas media dua dimensi dan belum mengembangkan media pembelajaran berbasis

STEM. hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurlaela Lela (2018, hlm.5)

39

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengungkapkan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran kurang diterapkan guru dalam

mengembangkan aspek perkembangan anak. guru biasanya hanya menggunakan berupa media

cetak, APE, audio visual, poster, dan papan flanel.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada guru di berberapa

lembaga PAUD ternyata media yang digunakan dalam proses pembelajaran masih terbatas dan

belum optimal dikarenakan keterbatasan waktu, biaya dan keterampilan sehingga dalam proses

pembelajaran guru biasanya menggunakan media yang sudah ada dan seadanya yang ada

disekolah. Kemudian untuk pembelajaran berbasis STEM juga untuk di pendidikan anak usia dini

belum diterapkan dan guru-guru pun masih sangat asing mengenai istilah STEM. Dari hasil studi

literatur dan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat kesamaan bahwa

media pembelajaran yang digunakan di PAUD masih sebatas media dua dimensi dan kurang

bervariasi. Sehingga, dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengembangkan media

pembelajaran yang terintegrasi muatan STEM. Media tersebut dinamakan “building inclines”. Media

ini digunakan dalam pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia 5-6 tahun dengan tema

pembelajaran kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan media pembelajaran di

PAUD. Kemudian membuat rancangan media building inclines berbasis STEM pada tema kendaraan,

sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil untuk anak usia 5-6 tahun di PAUD.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian Educational Design Research (EDR).

Penelitian Educational Design Research (EDR) ini dapat menghasilkan produk atau teori baru.

Dijelaskan oleh Barab & Squire (2004) Education Design Research (EDR) adalah “serangkaian

pendekatan, dengan maksud untuk menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktis yang

menjelaskan berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan yang alami

(naturalistic)”. Langkah-langkah penelitian pengembangan dalam penelitian ini mengadopsi dari

model McKenney, S, Reaves (2012, hlm.9) model generik dari penelitian EDR tersebut sebagai

berikut:

Gambar 1. Model Generik Mc.Kenney & Reeves (2012)

Adapun langkah-langkah dalam penelitian Educational Design Research (EDR) ini sebagai

berikut: 1) Tahap Analysis and Exploration merupakan tahap untuk mencari dan menganalisi

permasahan yang akan diangkat dalam penelitian; 2) Tahap Design and Construction; 3) Tahap

Evaluation and Reflection. Namun, dalam penelitian ini hanya dua tahapan yang dilakukan.

Diantaranya sebagai berikut.

Tahap pertama, Analysis dan Explorasi merupakan tahapan mencari dan menganalisis

permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan dua tahap yaitu

studi literatur berupa referensi dari buku, jurnal, penelitian terdahulu, kurikulum, dan lainnya.

Sedangkan, studi lapangan berupa wawancara kepada guru di TK Perwari Kota Tasikmalaya, dan

guru Pos PAUD Delima Ciamis.

Tahapan kedua, Desain dan kontruksi merupakan tahapan untuk merancang solusi dari

permasalahan yang diangkat dalam penelitiian. Permasalahan tersebut adalah penggunaan media

pembelajaran di PAUD belum optimal guru hanya menggunakan media seadanya yang ada

disekolah, belum diterapkanya pembelajaran berbasis STEM di PAUD sehingga untuk media

40

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pembelajaran berbasis STEM belum tersedia. Solusi dari permasalahan tersebut berupa desain

media building inclines dalam pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analysis and Exploration

Langkah pertama, peneliti melakukan identifikasi dan analisis penggunaan media

pembelajaran di pendidikan anak usia dini dengan melakukan dua cara pengambilan data yaitu

studi literatur dan studi pendahuluan ke lepangan. Hasil studi literatur menunjukan bahwa

penggunaan media pembelajaran di PAUD masih sebatas media dua dimensi saja dan guru kurang

melakukan pengembangan media yang mencakup perkembangan anak. hal ini sejalan dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Riyani Edgar ( 2015)bahwa media yang digunakan berupa

media cetak (majalah dan LKA ), sehingga anak merasa jenuh dan kurang tertarik dalam

pembelajaran. selain itu, media pembelajaran berbasis STEM di PAUD belum tersedia.

Setelah mengkaji hasil dari studi literatur yang telah dilakukan. Selanjutnya, peneliti

melakukan studi pendahuluan lapangan berupa wawancara ke beberapa lembaga PAUD yaitu ke

guru kelompok B TK Perwari 1 Kota Tasikmalaya dan guru POS PAUD Delima Ciamis. Hasil dari

wawancara ke guru-guru tersebut didapatkan informasi bahwa penggunaan media pembelajaran

untuk anak usia dini sangat berperan penting pada perkembangan anak dan untuk memudahkan

penyampaian materi kepada anak. Namun, fakta dilapangan guru-guru masih kurang dalam

melakukan pengembangan media dalam pembelajaran karena terkendala dengan kesibukan, waktu

dan biaya. Sehingga guru-guru hanya menggunakan media yang sudah ada disekolah dan membuat

seadanya dari barang bekas. Dari hasil wawancara kepada guru-guru PAUD juga didapatkan fakta

bahwa pembelajaran berbasis STEM di PAUD belum diterapkan, dan pemahaman guru juga

mengenai pembelajaran STEM masih terbatas.

Dari hasil studi literatur dan studi pendahuluan kelapangan menunjukan adanya kesamaan

bahwa media pembelajaran berperan sangat besar dalam proses belajar mengajar di pendidikan

anak usia dini. Karena, dengan adanya media pembelajaran akan memudahkan guru dalam

menyampaikan materi kepada anak, lebih menarik perhatian anak untuk mengikuti pembelajaran

dari awal sampai akhir dan dengan media juiga perkembangan anak akan berkembang dengan

optimal. Tetapi, karena melihat masih adanya keterbatasan akan media bahkan belum tersedianya

media pembelajaran berbasis STEM. maka, peneliti melakukan pengembangan rancangan media

building inclines berbasis STEM pada tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema

mobil. Media ini dirancang untuk anak usia 5-6 tahun atau kelompok B di PAUD.

2. Design and Contruction

Setelah identifikasi dan analisis permasalahan, maka peneliti melakukan pengembangan

rancangan media building inclines dengan memperhatikan prinsip desain (design principle) adalah

urutan pernyataan (heuristic statement) yang dibuat Van Den Akker (1999, dalam Lidinillah, 2011,

hlm. 7) dengan dijabarkan sebagai berikut “Jika Anda ingin merancang intervensi X untuk tujuan

atau menghasilkan Y dalam konteks Z, maka lebih baik anda melakukan intervensi dengan

karakteristik A, B, dan C (penekanan substansif), dan dilakukan dengan prosedur K, L, dan M

(penekanan prosedural), dengan argumen P, Q dan R.”

Mengacu pada model prinsip desain diatas, berikut adalah deskripsi dari masing-masing

bagian prinsip desain yang dikembangkan peneliti yaitu sebagai berikut.

a. Bentuk/Model Media yang dikembangkan peneliti adalah media building inclines dalam

pembelajaran berbasis STEM. Media tersebut digunakan pada anak usia 5-6 tahun atau anak

usia 5-6 tahun dengan tema pembelajaran kendaraan, sub tema kendaraan darat, sub-sub tema

mobil.

41

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

b. Tujuan media building inclines berbais STEM ini adalah untuk memudahkan guru dalam

menyampaikan materi dan mengenalkan sains dan matematika permulaan kepada anak. Selain

itu, pengembangan media building incles ini juga bertujuan untuk mengembangkan aspek

perkembangan anak yaitu perkembangan kognitif, fisik motorik, sosial emosional, NAM, dan

bahasa dan Pengembangan media building inclines ini bertujuan untuk mencapai kemampuan

4C (Critikal Thinking, Creativity, Communication, dan Collaboration).

c. Konteks Media pengembangan Media building inclines ini dikembangkan untuk menjadikan

media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengenalkan sain dan matematika permulaan

kepada anak usia dini. Media building inclines ini digunakan dalam pembelajaran tema

kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil untuk anak kelompok B di

PAUD. Media building inclines ini memuat aspek kognitif anak yaitu unsur sains berupa

perubahan gerak benda akibat gaya gesekan dan memuat unsur matematika berupa

pengukuran jarak jauh-dekatnya benda itu berhenti, dan mengenalkan macam-macam bentuk

geometri. Selain memuat aspek kognitif, media building inclines juga memuat aspek fisik

motorik dan sosial emosioal, yaitu unsur Engineering dan Teknologi adalah menggunakan

motorik kasar dalam merancang dan membuat media building inclines secara berkelompok.

Media building inclines ini disesuaikan dengan tahapan-tahapan pemebelajaran berbasis STEM

untuk anak usia dini dan penilaian nya dikhususkan pada pengembangan penilaian 4C

(Communication, Collaboration, Critical Thinking and Creativity Inovation and Creativity

Inovation). Semua aspek penilaian 4C tersebut termuat pada media building inclines ini.

d. Karakeristik media. Media building inclines ini disesuikan dengan Kompetensi Inti (KI),

Kompetenasi Dasar (KD) Indikator, dan capaian perkembangan anak yang dimuat di

permendikbud no 137.

e. Unsur STEM. Unsur STEM yang terdapat di media building inclines ini yaitu unsur sains pada

media building inclines ini mengenalkan gerak benda kepada anak, unsur teknologi pada

media building inclines ini anak menggunakan alat dan bahan media yaitu papan miring, balok,

mobil mainan, unsur engineering pada media building inclines ini anak menggunakan fisik

motoriknya untuk merancang dan membuat balok menjadi menara, meluncurkan mobil-

mobilan di sudut lintasan, dan unsur matematika dalam media ini anak mengukur jarak jauh

dekatnya mobil berhenti, dan mengenal bentuk-bentuk geometri.

f. Prosedur media. Pada tahap ini peneliti merancang alat dan bahan produk serta pembuatan

produk. Media building inclines terbuat dari balok-balok, papan miring, spons untuk alat ukur,

dan mobil mainan. Untuk memperjelas prinsip desain media tersebut dijabarkan dalam garis

besar program media (GBPM). Garis besar program media (GBPM) ini bertujuan untuk

dijadikan acuan dalam membuat media building inclines yang disesuaikan dengan kebutuhan

dalam pembuatan dan dalam proses pembelajaran. Garis besar program media ini

dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam membuat media building inclines.

Prinsip desain yang dikembangan peneliti dimulai dari rancangan bentuk/model media, tujuan

media, konteks media, karakteristik media, unsur media, dan prosedur media. Prinsip desain

media tersebut dijabarkan dalam garis besar Berdasarkan hasil dari rancangan prinsip desain

(design princile) dan story board yang telah dibuat peneliti. Maka, pada tahap ini akan dijabarkan

terkait produk penelitian yang dikembangkan oleh peneliti yaitu, media building inclines dalam

pembelajaran berbasis STEM (Science, Technologi, Engineering, Mathematic) untuk anak kelompok

B pada tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. Produk tersebut

peneliti rancang menggunakan alat dan bahan yang aman bagi anak. alat dan bahan yang

digunakan terdiri dari balok dan papan miring terbuat dari kayu, mobil mainan, alas ukur terbuat

dari spon. Hal ini dirancang sesuai dengan menyesuaikan kebutuhan dan keamanan anak. sehingga

42

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

anak dapat dengan mudah merancang dan membuat media sesuai dengan kreativitasnya.

penjabaran produk dengan pengembangan penelitiannya akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Produk dirancang dengan menggunakan bahan yang aman untuk anak yaitu, terdiri dari balok

dan papan miring yang terbuat dari kayu ringan, alas ukur terbuat dari spons, alas permukaan

yang digunakan terdiri dari, karpet, kertas scotlite, dan amplas kayu).

2) Produk dapat digunakan dalam pembelajaran tema apa saja untuk kelompok B di PAUD. Tetapi

produk ini dikhususkan pada pembelajaran tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan

sub-sub tema mobil.

3) Produk dapat digunakan untuk mengenalkan sains berupa gerak benda kepada anak dan

mengenalkan matematika permulaan berupa pengukuran dan bentuk-bentuk geometri.

4) Produk ini dikembangkan untuk mengarahkan pada penilaian aspek 4C (Communication,

Collaboration, Critical Thinking and Creativity Innovation).

5) Produk ini mengembangkan semua aspek perkembangan khususnya perkembangan Fisik

Motorik, Kognitif, dan Sosial Emosional.

6) Produk disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini

7) Produk berupa media tiga dimensi yaitu mampu dilihat, diraba, dan digunakan secara langsung

dan menyeluruh oleh peserta didik.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengembangan media building inclines berbasis STEM untuk anak usia 5-6

tahun di PAUD dapat disimpulkan bahwa pengunaan media pembelajaran di PAUD berperan

penting dalam proses pembelajaran. Namun, hasil lapangan yang telah dilakukan ke POS PAUD dan

TK Perwari media pembelajaran yang digunakan guru masih terbatas, guru cenderung

menggunakan hanya media dua dimensi berupa media cetak (majalah, LKA, poster, dan lainnya)

dan kurang melakukan pengembangan media yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak.

Kemudian, Rancangan media building inclines ini dilakukan untuk memberikan solusi dari

permasalahan yang terjadi dilapanagan. Pada tahap ini menghasilakan rancangan Media building

inclines dan buku panduan yang dirancang dengan memuat unsur STEM dengan

mempertimbangkan prinsip desain (design principle) yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Barab, S., & Squire, K. (2004). Design-based research: putting a stake in the ground. Journal of the

Learning Sciences, 13(1), hlm. 1–14. https://doi.org/10.1207/s15327809jls1301_1.

Chesloff, J. D. (2013). Why STEM education must start in early childhood. Education Week, 32, hlm.

32–27.

Cunningham, C. M. (2018). Engineering in elementary STEM education (Curriculum Design,

Instruction, Learning, and Assesment).

Kustandi, C., & Sutjipto, B. (2011). Media pembelajaran: manual dan digital. Ghalia Indonesia.

Lidinillah, D. A. M. (2011). Educational design research : a theoretical framework for action. Jurnal

UPI, 1, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Lindeman, K. W., Michael, J., & Berkley, M. T. (2013). The role of STEM (or steam) in the early

childhood setting. Advances in Early Education and Day Care, 17, 95–114.

https://doi.org/10.1108/S0270-4021(2013)0000017009

McKenney, S, Reaves, T. C. (2012). Conducting educational design research. Routledge.

Munawar, M., Fenny, R., & Sughiyanti. (2019). Implementation of STEAM (Science,Tecnology,

Engineering, Mathematics) based early childhood education learning in Semarang City. Jurnal

Ceria, 2(5).

Nurlaela Lela. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Bussy Book dalam meningkatkan

43

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kemampuan bahasa anak usia dini di Play Group Islam Bina Balita Way Halim Bandar

Lampung. Skripsi.

Perignat, E., & Katz-buonincontro, J. (2018). STEAM in Practice and Research: An Integrative

Literature Review. Thinking Skills and Creativity. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2018.10.002

Riyani Edgar. (2015). Pengembangan media buku bergambar tema “Tanah Airku” untuk

menstimulasi aspek bahasa anak taman kanak-kanak kelompok B. Skripsi.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Thuneberg, H. M., H S, S., & Bogner, F. X. (2018). How creativity , autonomy and visual reasoning

contribute to cognitive learning in a STEAM hands-on inquiry-based math module. Thinking

Skills and Creativity, 29(April), 153–160. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2018.07.003.

44

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines di PAUD

Susi Sulastri Sukmana1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Taopik Rahman3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is a research development of STEM-based learning assessment in PAUD. The purpose of this study is to: (1) obtain information about the assessment of learning in PAUD. (2) produce a design of STEM-based learning assessment development in PAUD. This study uses the EDR research method according to McKenney & Reaves which was conducted at Delima PAUD Ciamis Regency and Perwari 1 Kindergarten 1 Tasikmalaya City. Development with this model is carried out in two stages: 1) Analysis and Exploration. 2) Design and Construction. Types of data collection used are interviews with PAUD teachers and expert judgment to mathematician lecturers and AUD learning experts. Data analysis in this study was conducted with expert validity test, and Kendall alignment analysis. The result is a 4C assessment (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) being an appropriate assessment to assess STEM-based learning in PAUD. The product produced was the initial design of the 4C assessment instrument on STEM-based learning for children aged 5-6 years in PAUD. Keywords: Assessment, STEM, building inclines, PAUD Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan penilaian pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Tujuan penelitian ini untuk: (1) mendapatkan informasi tentang penilaian pembelajaran di PAUD. (2) menghasilkan rancangan pengembangan penilaian pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Penelitian ini menggunakan metode penelitian EDR menurut McKenney & Reaves yang dilaksanakan di POS PAUD Delima Kabupaten Ciamis dan TK Perwari 1 Kota Tasikmalaya. Pengembangan dengan model ini dilakukan dengan dua tahap yaitu 1) Analysis and Exploration. 2) Design and Construction. Jenis pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara kepada guru PAUD dan expert judgement kepada dosen ahli matematika dan ahli pembelajaran AUD. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan uji validitas ahli, dan analisis keselarasan kendall. Hasilnya penilaian 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) menjadi penilaian yang tepat untuk menilai pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Produk yang dihasilkan adalah desain awal instrumen penilaian 4C pada pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia 5-6 tahun di PAUD. Kata Kunci: Penilaian, STEM, building inclines, PAUD

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 diarahkan untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Keterampilan abad

ke-21 merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam

kehidupan nyata pada abad ke-21 (Wijaya, Sudjimat, Nyoto, & Malang, 2016). Keterampilan abad

21 meliputi kompetensi-kompetensi seperti kompetensi berpikir kritis, kemampuan berpikir

kreatif, kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi, serta kemampuan menguasai media

teknologi informasi dan komunikasi. Tantangan untuk pendidik saat ini yaitu harus mampu

mengembangkan keterampilan-keterampilan diatas. Maka pendidik perlu merancang pembelajaran

yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013. Pembelajaran tematik-integratif berbasis STEM

(Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dapat menjadi solusi untuk masalah tersebut,

karena pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan berbagai konteks yang dapat

mendekatkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau tema yang dekat dengan dunia

anak.

STEM merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan suatu konteks maupun konten

antara Science, Technology, Engineering, dan Mathematics. Lantz dalam (Tippett & Milford, 2017)

mengemukakan bahwa “STEM is an interdisciplinary approach to learning where content is coupled

with real-world lessons as students apply science, technology, engineering, and mathematics in a

context that makes connections between various aspects of their lives”. Dengan demikian, STEM

diharapkan mampu mengembangkan keterampilan siswa dalam proses pemecahan masalah dalam

kehidupan nyata serta mempersiapkan siswa untuk bersaing dalam dunia internasional.

Pendekatan pembelajaran STEM sangat relevan dengan pengembangan keterampilan abad 21.

Pada pembelajaran ini peserta didik diharapkan memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan

45

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dimana peserta didik ditantang untuk kritis, kreatif dan inovatif dalam memecahkan masalah nyata

pada kegiatan kelompok secara kolaboratif. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Tippett & Milford, 2017) mengemukakan bahwa “STEM menjadi jalan yang efektif untuk

mendorong siswa mereka untuk berpikir lebih dalam dan berinteraksi dengan dunia di sekitar

mereka”. Pada penelitian serupa yang dilakukan oleh (Buchter et al., 2018) mengemukakan bahwa

“STEM in ECE has been linked to other educational benefits in addition to science, including language

and literacy”. Pernyataan tersebut memaknai bahwa pembelajaran STEM dengan pendekatan

pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan abad 21 memang cocok dilaksanakan untuk

anak usia dini dan akan sangat bermanfaat bagi anak di masa depan.

Selain pendekatan pembelajaran, penilaian merupakan komponen yang penting dalam

pembelajaran. Penilaian menjadi suatu hal yang penting karena dapat mengetahui tercapai atau

tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan direncanakan sebelumnya.

Penilaian hasil kegiatan belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses dan kemajuan

belajar anak secara berkesinambungan. Berdasarkan penilaian tersebut, pendidik dan orang tua

anak dapat memperoleh informasi tentang capaian perkembangan untuk menggambarkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki anak setelah melakukan kegiatan belajar.

Dengan karakteristik pembelajaran STEM, maka penilaian hasil belajar perlu menitikberatkan pada

penilaian otentik.

Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 menjelaskan bahwa “penilaian otentik adalah

penilaian proses dan hasil belajar untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap (spiritual

dan sosial), pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berkesinambungan”. Penilaian

tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh anak, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang

dapat dilakukan oleh anak. Oleh karena itu penilaian otentik lebih mampu memberikan informasi

kemampuan anak secara holistik (menyeluruh) dan valid (terpercaya).

Namun, fakta dilapangan menunjukan bahwa tidak sedikit guru yang masih belum optimal

menerapkan penilaian otentik untuk menilai perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian

(Febry, 2018) mengemukakan bahwa secara keseluruhan, guru belum memahami penilaian

otentik, baik dalam hal konsep, bentuk, maupun proses penilaian otentik. Selain itu penilitian yang

dilakukan oleh (Hani, 2019) mengemukakan bahwa guru belum mampu memilih instrumen

evaluasi yang tepat sesuai dengan RPPH yang dibuat yang berakibat pada tidak sesuainya RPPH

dengan lembar evaluasi yang dibuat.

Penilaian pada penelitian ini, bertujuan untuk mengembangkan desain penilaian pembelajaran

STEM pada sebuah media, yakni Building Inclines. Dengan proses pembelajaran terpadu yang

mengintegrasikan antara sains materi menghubungkan gerak benda dan gaya gesek, dan

matematika materi pengukuran jarak benda dan geometri. Pembuatan produk serta teknologi,

yakni hasil dari pembelajaran tersebut berupa produk. Maka, dengan mengolaborasikan 4 bidang

tersebut, diharapkan pendidik dapat melakukan penilaian dengan tepat. Tidak hanya dilihat dari

hasil belajarnya saja melainkan proses pembelajaran untuk mendapatkan sebuah penilaian

autentik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian

dengan judul “Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines

di PAUD”.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model penelitian berbasis pengembangan

yaitu EDR (Educational Design Research). Barab dan Squire dalam (Lidinillah, 2017)

mengemukakan bahwa Educational Design Research yaitu “serangkaian pendekatan, dengan

maksud untuk menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktis yang menjelaskan dan

berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan yang alami (naturalistic)”.

46

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan instrumen penilaian pembelajaran berbasis STEM ini mengacu pada model

pengembangan EDR menurut McKenney & Reeves (2012) bahwa proses penelitian EDR memiliki

tiga tahap utama yaitu tahap analisis dan eksplorasi (analysis and exploration), tahap desain dan

konstruksi (design and constuction), serta tahap evaluasi dan refleksi (evaluation and reflection).

Pada penelitian ini, hanya dua tahapan penelitian yang akan dilakukan yaitu tahap analisis dan

eksplorasi (analysis and exploration), serta tahap desain dan konstruksi (design and constuction).

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan

penilaian para ahli (expert judgement). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara

terstruktur dengan instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara yang terdiri dari

beberapa pertanyaan mengenai penilaian. Dengan teknik wawancara, peneliti dapat

mengidentifikasi penggunaan yang sering digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran,

pemahaman guru mengenai penilaian, dan hambatan yang dihadapi oleh guru ketika melaksanakan

penilaian itu sendiri. Wawancara dilakukan kepada guru TK Perwari Kota Tasikmalaya dan POS

PAUD Delima Kabupaten Ciamis.

Teknik pengumpulan data dengan expert judgement (penilaian para ahli) berperan penting

dalam penelitian ini untuk memvalidasi produk. Teknik penilaian ini berbicara mengenai kelayakan

produk yang dirancang oleh peneliti untuk memecahkan permasalahan yang menjadi fokus

penelitian. Ahli yang memvalidasi penelitian ini yaitu dosen-dosen ahli evaluasi dan pembelajaran

STEM.

Setelah data yang dikumpulkan diperoleh dari penilaian para ahli maka dilakukan analisis

lembar validasi ahli. Uji validitas digunakan untuk menguji dan mengetahui tingkat validitas suatu

instrumen. Agar produk yang dikembangkan valid secara rasional maka dilakukan validitas isi.

Validitas isi instrumen merupakan validitas berkaitan dengan sejauh mana suatu instrumen

mencakup isi yang hendak diukur dalam penelitian. Validitas isi diestimasi melalui analisis rasional

atau asesmen ahli. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen uji ahli yang berisi

indikator-indikator kelayakan instrumen dari aspek kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis dan Eksplorasi

Berdasarkan hasil analisis dan eksplorasi masalah oleh peneliti terlihat bahwa penilaian yang

dilakukan oleh guru di pendidikan anak usia dini belum terimplementasi secara optimal. Masih

banyak guru yang belum memahami penilaian otentik, baik dalam hal konsep, bentuk, maupun

proses penilaian otentik. Guru belum mampu memilih instrumen evaluasi yang tepat sesuai dengan

RPPH yang dibuat yang berakibat pada tidak sesuainya RPPH dengan lembar evaluasi yang dibuat.

Selain itu guru belum mengetahui dan memahami tentang pembelajaran STEM. Jadi dalam

penerapan penilaiannya juga belum terimplementasi dengan baik. Guru juga masih asing dengan

istilah penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, and communication) namun dalam

penerapan penilaian pembelajaran pada anak secara tidak langsung sudah menilai keterampilan 4C

meskipun dalam pengembangannya kurang maksimal.

2. Desain dan Konstruksi

Dari hasil analisis dan eksplorasi masalah, ternyata diperlukan alat penilaian yang dapat

mengukur kemampuan siswa untuk membantu menunjang penilaian dalam kurikulum 2013 dan

keterampilan abad 21. Maka peneliti melakukan kajian literatur tentang berbagai teori dan prinsip

desain pengembangan instrumen penilaian 4C.

a. Model/Bentuk Intervensi

Model intervensi yang dimaksud di sini adalah instrumen penilaian yang dikembangkan, yaitu

penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, communication).

b. Tujuan Intervensi

47

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tujuan pengembangan instrumen penilaian 4C ini adalah untuk alat penilaian yang dapat

memberikan informasi tentang kemampuan peserta didik dalam proses maupun hasil

pembelajaran,

c. Konteks Intervensi

Instrumen penilaian kinerja ini dikembangkan sebagai panduan guru dalam melakukan proses

penilaian pada pembelajaran STEM (Sains, Technology, Engineering, Mathematic) untuk kelompok B

Pendidikan Anak Usia Dini.

d. Karakteristik Intervensi

Hasil atau produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa rubrik penilaian 4C dengan jenis

rubrik yaitu rubrik analitik. Rubrik analitik yaitu sebuah rubrik dimana kriteria untuk keterampilan

atau hasil pekerjaan dinilai secara terpisah, penilaian dilakukan sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan. Rubrik penilaian yang akan dikembangkan mengadaptasi dari berbagai sumber.

Kemampuan berpikir kritis (critical thingking) mengadaptasi dari “universal intellectual

standards” dalam (Mila, 2016) yaitu clarity (kejelasan), accuracy (keakuratan), precision

(ketelitian), relevance (relevansi), depth (kedalaman), breadth (keluasan), dan logic (logika).

Kemampuan kreativitas mengadaptasi dari “The Reisman Diagnostic Creativity Assessment” dalam

(Ridzwan, Eshah, & Mokhsein, 2017) yaitu fluency, flexibility, elaboration, originality, resistance to

premature closure, tolerance of ambiguity, convergent, divergent thinking, risk taking, instrinsic, dan

extrinsic motivation. Kemampuan komunikasi mengadaptasi dari “Developmental Milestones Across

Three Areas” menurut Gerber dalam (Akamoglu et al., 2019) yaitu mengulangi enam hingga delapan

kata dalam satu kalimat, menentukan kata-kata sederhana, menggunakan 2000 kata, menanggapi

pertanyaan “mengapa”, serta menceritakan kembali kisah dengan awal, tengah dan akhir yang jelas.

Kemampuan kolaborasi mengadaptasi dari (Akçay, 2016) yaitu membantu teman, memecahkan

masalah bersama, semua anggota kelompok memiliki hak untuk berbicara, dan menggunakan

waktu dengan baik.

e. Prosedur Intervensi

Langkah-langkah pembuatan instrumen penilaian 4C yang pertama yaitu menyusun spesifikasi

dengan menentukan aspek kinerja proses yaitu penilaian 4C (Critical Thinking, Creativity,

Collaboration, Communication). Serta aspek kinerja produk yaitu KD yang berasal dari KI-2, KI-3

dan KI-4 yang relevan dengan pembelajaran STEM dalam kurikulum 2013 PAUD. Selanjutnya

pengembangan penulisan instrumen penilaian 4C; menyusun kisi-kisi, menyusun format instrumen

penilaian berupa rubrik penilaian 4C, menentukan skala instrumen penilaian, skor dan deskripsi.

Pada tahap selanjutnya yaitu dilakukan validasi ahli untuk menilai efektivitas desain produk rubrik

penilaian 4C. Validasi ahli ini dilakukan oleh 3 validator ahli yaitu dosen ahli matematika, ahli

belajar dan pembelajaran AUD dan guru PAUD. Validator ahli tersebut melakukan penilaian serta

memberikan saran dan perbaikan. Hasil dari penilaian, perbaikan dan saran digunakan untuk

memperbaiki produk sehingga diperoleh produk penilaian 4C yang valid secara logis. Adapun

aspek yang dinilai pada proses validasi ahli yakni: cakupan isi, kejelasan, kepraktisan, dan kualitas

teknis.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian 4C untuk pembelajaran

STEM di pendidikan anak usia dini, maka dapat diambil simpulan pertama, penilaian pembelajaran

di PAUD belum terimplementasi secara optimal karena masih banyak guru yang belum memahami

penilaian otentik dan belum mampu memilih instrumen evaluasi yang tepat sesuai dengan RPPH

yang dibuat. Guru belum mengetahui dan memahami tentang pembelajaran STEM di PAUD. Jadi

dalam penerapan penilaiannya juga belum terimplementasi dengan baik. Guru juga masih asing

48

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dengan istilah penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, and communication) namun

dalam penerapan penilaian pembelajaran pada anak secara tidak langsung sudah menilai

keterampilan 4C meskipun dalam pengembangannya kurang maksimal. Kedua, telah didapatkan

desain awal instrumen penilaian 4C untuk pembelajaran STEM. Bentuk instrumen penilaian 4C

yang dikembangkan berupa rubrik penilaian yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan

penilaian. Skala yang digunakan pada rubrik penilaian 4C ini adalah rating scale dengan 4 pilihan

skor yaitu 4,3,2, dan 1. Validasi instrumen penilaian 4C dilakukan melalui validasi ahli oleh dosen

ahli dan guru PAUD. Hasil yang diperoleh dari validasi ahli menyatakan bahwa instrumen penilaian

kinerja 4C ini layak digunakan sebagai alat penilaian.

DAFTAR PUSTAKA

Akamoglu, Y., Ostrosky, M. M., Cheung, W. C., Yang, H., Favazza, P. C., Stalega, M. V, & Aronson-

ensign, K. (2019). Move Together , Communicate Together : Supporting Preschoolers ’ Move

Together , Communicate Together : Supporting Preschoolers ’ Communication Skills Through

Physical Activities. Early Childhood Education Journal, 47(6), hlm. 677–685.

https://doi.org/10.1007/s10643-019-00957-1

Akçay, N. O. (2016). Implementation of Cooperative Learning Model in Preschool. 5(3), hlm. 83–93.

https://doi.org/10.5539/jel.v5n3p83

Buchter, J., Ed, M., Kucskar, M., Ed, M., Oh-young, C., Ph, D., … Ph, D. (2018). Supporting STEM in

early childhood education. hlm. 1–12.

Febry, C. (2018). Pemahaman guru pendidikan anak usia dini terhadap penilaian autentik di

Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. (skripsi). Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Hani, A, A. (2019). Evaluasi Pembelajaran pada Paud. Jurnal Care, VII(1), hlm. 1-56.

Lidinillah, D, A, M, dkk. (2019). Integration of STEM learning into the elementary curriculum in

Indonesia: an analysis and exploration. Journal of Physics: Conference Series, hlm. 1-7.

doi:10.1088/1742-6596/1318/1/012053.

McKenney, S., T. C. Reeves. (2012). Conducting educational design research. New York: Routledge

Taylor & Francis Group.

Mila, R, T. (2016). The assessment of critical thinking skill for early age children based on criterion

referenced and norm referenced interpretations. University of MH Thamrin, V (2), hlm. 1-18.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013

Pendidikan Anak Usia Dini.

Ridzwan, S. B., Eshah, S., & Mokhsein, B. (2017). Creativity in preschool Asessment. 7(2).

https://doi.org/10.6007/IJARBSS/v7-i2/2663.

Tippett, C. D., & Milford, T. M. (2017). Findings from a pre-kindergarten classroom : making the case

for stem in early childhood education. 15. https://doi.org/10.1007/s10763-017-9812-8

Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi pendidikan abad 21

sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di era global. 1, hlm. 263–278.

49

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Manajemen Sekolah Dasar: Analisis Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Badrud Tamam1, Cucun Sunaengsih2, Dini Nurhidayah3, Reyna Nurani4, Mardianingsih5, Dimas Harisman6

Manajemen Pendidikan Sekolah Pascasarjana, Universitas Wiralodra1, PGSD Kampus Sumedang, Universitas Pendidikan Indonesia23456

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

In managing educators and educational staff needed planning and development of the workforce to complete

the occupation and education staff then to see the work of educators and education staff needed improvement.

Based on this research aims to study how the management of educators and education staff in schools

Panyingkiran II State Base Situ North Sumedang, Sumedang Regency, West Java. The method used in this

research is descriptive with data collection techniques such as interviews, observation and documentation study.

The informant in the study was the principal. The focus of this study examines how to manage educators and

education personnel at SDN Panyingkiran II implemented. The results of this study are SDN Panyingkiran II can

manage educators and education personnel well. As the implication of this study, the need to improve several

aspects of management of educators and education so that the quality of education is even better.

Keywords: Management of educators and educational staff, Quality Improvement of Education

Abstrak

Dalam mengelola pendidik dan tenaga kependidikan dibutuhkan perencanaan dan pengembangan karir

sebagai pemutakhiran pengetahuan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan yang kemudian untuk melihat

hasil kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan tersebut diperlukan evaluasi kinerja. Berdasarkan hal

tersebut penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen pendidik dan tenaga

kependidikan yang ada pada Sekolah Dasar Negeri Panyingkiran II Situ Sumedang Utara, Kabupaten

Sumedang, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan teknik

pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Informan dalam penelitian adalah

kepala sekolah. Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana manajemen pendidik dan tenaga

kependidikan di SDN Panyingkiran II di implementasikan. Hasil dari penelitian ini yaitu SDN Panyingkiran II

dapat mengelola pendidik dan tenaga kependidikan dengan baik. Adapun implikasi dari penelitian ini yaitu

perlunya peningkatan beberapa aspek manajemen pendidik dan tenaga kependidikan agar mutu pendidikan

lebih baik lagi.

Kata Kunci: Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Peningkatan Mutu Pendidikan

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa (Depdiknas, 2003). Seperti pada pasal 3

BAB 2 tentang dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).

Pendidikan merupakan bidang yang memiliki strategi dalam meningkatkan kualitas manusia suatu

bangsa. Untuk meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan harus mempunyai ilmu

untuk mengelola sistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan permasalahan pendidikan

(Saud, 2018). Permasalahan yang ada pada pendidikan salahsatunya yaitu persoalan pada sistem

50

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. Menurut Mustari (dalam Aliyyah, 2018)

manajemen pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan

norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan, dan

pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan

fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Menurut Rugaiyah (dalam Aliyyah, 2018) manajemen

Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kegiatan mengelola personal pendidikan dalam

melaksanakan tugas-tugas sesuai tugas dan fungsinya agar berjalan denga efektif. Manajemen

pendidik dan kependidikan sangat erat berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia. Salah

satu yang dapat mendukung terselenggaranya tujuan pendidikan adalah sumber daya manusia.

Perkembangan pendidikan menuntut kualitas ketenagaan dalam penyelenggaraannya, tuntutan

tersebut dilakukan karena pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran penting dalam

melayani institusi pendidikan supaya dapat mengoptimalkan dan memberdayakan layanan

pendidikan secara profesional.

Dalam pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan bukanlah hal yang mudah. Ada

beberapa tantangan yang dihadapi dalam Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan.

Berbagai perubahan telah terjadi di luar sistem pendidikan atau sistem sekolah, yang diakibatkan

oleh lajunya pertumbuhan penduduk, kemajuan IPTEK dan perubahan-perubahan global, regional,

atau lokal yang terjadi dalam kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan-perubahan ini untuk

sebagian telah membawa dampak yang kurang menguntungkan terhadap kondisi kehidupan para

pegawai atau tenaga kependidikan yang hidup dalam lingkungan organisasi pendidikan nasional

sebagai sistem yang terbuka (Sunaengsih, 2017). Tugas pimpinan pendidikan dalam kaitannya

dengan manajemen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang dapat

dipandang sebelah mata, karena pimpinan pendidikan tidak hanya mengusahakan tercapainya

tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan secara pribadi. Karena

itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrument pengelolaan pendidik dan tenaga

kependidikan yang profesional dan komprehensif (Hannon, 2008).

Beberapa penelitian terdahulu menggambaran perencanaan, pelaksanaan serta faktor

pendorong dan penghambat manajemen pendidik dan tenaga kependidikan sangat dibutuhkan

untuk mengetahui bagaimana seharusnya manajemen pendidik dan tenaga kependidikan tersebut

diaplikasikan (Rolfe, 2012; Hannon, 2008; Markos & Sridevi, 2010), akan tetapi penelitian yang

dilakukan sebagian besar dilakukan pada jenjang sekolah menengah atas. Dengan demikian,

penelitian ini pun berusaha mengangkat permasalahan manajemen pendidik dan kependidikan

yang ada di sekolah dasar sehingga dapat diketahui perencanaan, pelaksanaan serta faktor

pendorong dan penghambat dalam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang

diimplementasikan di sekolah dasar.

METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Sukmadinata

(2006) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha

mendeskriptifkan dan menginterprestasikan semua objek, seperti kondisi atau hubungan yang ada.

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek proses daripada hasil dan penelitian kualitatif

memiliki medan yang alami sebagai sumber data langsung sehingga bersifat deskriptif (Bogdan &

Biklen, 1998). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan berusaha

mendeskripsikan manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SDN Panyingkiran 2. Pemilihan

pendekatan ini berdasarkan pertimbangan dan data yang akan dicari. Data dalam manajemen

pendidik dan tenaga kependidikan menggambarkan proses perencanaan, pelaksanaan serta faktor

pendorong dan penghambat dalam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan untuk

memperoleh pemahaman dan penafsiran secara mendalam dan natural yang ada di lapangan.

51

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Moleong (2012) menyebutkan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti berusaha masuk ke dalam

dunia konseptual subjek penelitian yang ditelitinya sedemikan rupa sehingga mengerti apa dan

bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam

kehidupannya sehari-hari. Menurut Lofland (dalam Moleong, 2012) instrumen merupakan alat

yang digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian. Sumber data utama dalam penelitian

deskriptif kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain sebagainya. Oleh karena itu, wawancara dan pengamatan merupakan teknik

pengumpulan data yang utama, sedangkan studi dokumentasi menjadi pengumpul data pendukung

yang sangat membantu dalam penilitian ini. Lokasi dilaksanakannya penelitian ini adalah di

Sekolah Dasar Panyingkiran 2 jalan Panyingkiran No.71, Situ Sumedang Utara, Kabupaten

Sumedang, Jawabarat 45323. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah SDN Panyingkiran

2. Berikut merupakan matrik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 1. (Matrik Pengumpulan Data) Tujuan Data Primer Data Sekunder

Indepth Observasi

Mencari data

berkenaan

dengan

manajemen pendidik

dan tenaga

kependidikan

Alat: pedoman

wawancara

Substansi: seluruh

informasi berkaitan

dengan manajemen

pendidik dan tenaga

kependidikan dimulai

dari perencanaan,

pelaksanaan dan

evaluasi

Informan: kepala

sekolah

Pemilihan informan:

random

Alat: pedoman observasi

Substansi: berkenaan

dengan persepsi

responden tentang

manajemen pendidik dan

Tenaga kependidikan

dimulai dari

perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi

Informan: guru

Pemilihan informan:

random

Substansi: data-data penunjang

berupa dokumen-dokumen yang

berkenaan dengan manajemen

pendidik dan tenaga kependidikan

dimulai dari perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi

Informan: Kepala sekolah/wakil

kepala sekolah/guru

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan, dalam pengelolaan administrasi terdapat beberapa

jenis administrasi yang sudah memenuhi standar. Jenis administrasi tersebut yaitu buku cuti

pegawai dan guru, daftar hadir, daftar rangkuman tidak hadir, data kepegawaian, buku induk

pegawai, surat izin cuti, surat tugas, dan struktur organisasi. Berikut ini disajikan tabel jenis

administrasi. Berdasarkan tabel tersebut, keadaan siklus administrasi dalam Manajemen Pendidik

dan Tenaga Kependidikan sudah cukup baik. Para guru dan pegawai baik dalam melakukan

perizinan dan pemenuhan administrasi. Sebagai penunjang dan pemenuhan operasionalisasi,

pemenuhan administrasi sangat diperlukan hal ini memiliki tujuan supaya tercapainya tujuan. SDN

Panyingkiran 2 sudah memenuhi standarisasi yang ada.

Kebutuhan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan ini dari pengumpulan data dan

analisis yang telah dilakukan didapatkan beberapa hal yang menyangkut di SDN Panyingkiran 2

yaitu komponen Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan memiliki ruang lingkup ada

perencanaan, rekuitmen penempatan dan penugasan, pembinaan dan pengembangan, dan

pemberhentian. Jumlah tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 berjumlah 15

orang guru dan 2 orang pegawai. Administrasi di SDN Panyingkiran 2 sesuai dengan standar yang

telah ditentukan oleh pemerintah. Kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan di SDN

Panyingkiran 2 adalah berdasarkan kompetensi yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah,

yaitu Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan

52

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga administrasi Sekolah/Madrasah. Berikut ini adalah

tabel Standar Kompetensi Tenaga kependidikan di SDN Panyingkiran 2.

Tabel 2. (Pemenuhan Standar Kompetensi SDN Panyingkiran 2)

No. Standar Kompetensi Pemenuhan Standar Kompetensi

Iya Tidak

1. Tenaga Pendidik

a. Kompetensi Pedagogik

b. Kompetensi Profesional

c. Kompetensi Kepribadian

d. Kompetensi Sosial

2. Tenaga Kependidikan

a. Kompetensi Kepribadian

b. Kompetensi Sosial

c. Kompetensi Teknis

d. Kompetensi Manajeri

Berdasarkan tabel tersebut, standar kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan di SDN

Panyingkiran 2 telah memenuhi standar kompetensi tersebut. Dalam hak dan kewajiban tenaga

pendidik dan kependidikan, hak yang harus didapatkan adalah memperoleh penghasilan dan

jaminan kesejahteraan sosial, penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi. Kewajiban yang harus

dipenuhi adalah menciptakan pendidikan yang bermakna, mempunyai komitmen secara

profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, memberi teladan dan menjaga nama baik

lembaga, profesi, dan kedudukan (Bass & Bass, 2000; Bergeron, 2011; Bush, 2007). Kendala dalam

Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan di SDN Panyingkiran 2 ini bertitik pada kinerja

beberapa orang guru yang memiliki kinerja yang kurang.

Dalam pelaksanaan pengelolaan pendidk dan tenaga kependidikan sebagian besar

difokuskan pada kegiatan administrasi pula sehingga mengarah kearah yang lebih baik, karena

pemenuhan administrasi ini menjadi kekuatan akreditasi sekolah. SDN Panyingkiran 2 dalam

pemenuhan administrasi dapat dikateorikan baik karena sekolah menyediakan administrasi sesuai

dengan standar. Untuk melaksanakan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan langkah

pertama yang dilakukan adalah perencanaan. Dalam tahap perencanaan ini SDN Panyingkiran 2

menggunakan metode tradisional yang didalamnya terdapat rekruitmen, penempatan dan

penugasan, pembinaan, pemberhentian dan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. Pada

rekruitmen, untuk menunjang kualifikasi dan kompetensi yang sudah ditentukan maka ada tahapan

yang harus dilalui oleh calon tenaga pendidik dan kependidikan. Tahap seleksi ini memberikan

peluang pada instansi dalam menentukan tenaga pendidik dan kependidikan yang mampu

memerikan kontribusinya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pada penempatan dan

penugasan di SDN Panyingkiran 2 ditentukan oleh dinas pendidikan setempat. Sehingga jumlah

tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 berjumlah 17 orang tenaga pendidik dan

kependidikan. Pembinaan dilakukan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh setiap

pendidik. SDN Panyingkiran 2 mengadakan pembinaan yang dianjurkan kepada tenaga pendidik

dan kependidikan untuk meningkatkan kualitas. Dalam pemberhentian tenaga pendidik dan

kependidikan ini hal yang paling disoroti adalah pemberhentian pegawai secara tidak hormat.

Pemberhentian secara tidak hormat dapat disebabkan oleh pendidik/tenaga kependidikan

melakukan pelanggaran disiplin tingkat tinggi dan dihukum penjara. Kesejahteraan para pendidik

dan tenaga kependidikan sudah diatur dalam UU No. 14 Thn 2005 yaitu pelayanan kesehatan,

jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja. Kompetensi menjadi tolak ukur seseorang dalam

mengerjakan suatu profesi. Kompetensi sangat penting karena ini merupakan seperangkat

pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki (Sunaengsih, Komariah, Isrokatun, Anggrani, &

53

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Silfiani, 2019). Dalam pelaksanaannnya SDN Panyingkiran 2 sudah menerapkan sesuai dengan

ketentuan yang didalamnya mencakup beberapa kompetensi yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Untuk memperkuat

kompetensi yang sudah dimiliki maka perlu diadakannya pengembangan karir, dalam

pelaksanaannya pun SDN Panyingkiran 2 sudah menerapkan sistem pengembangan karir.

Adanya perencanaan yang jelas dan terprogram dalam sistem manajemen pendidik dan

tenaga kependidikan, memungkinkan visi misi sekolah dapat terealisasikan dengan baik, kemudian

adanya pelatihan dan bimbingan terhadap tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan dapat

meningkatkan mutu sekolah (Sunaengsih, Saud, & Komariah, 2017). Penempatan tenaga pendidik

dan tenaga kependidikan sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan, selain itu, adanya

orientasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang baru berupa pembinaan, sehingga

lebih siap dalam menghadapi pekerjaannya, dan kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan

antara yang baru dan yang lama diatur dengan baik tanpa membedakan usia. Perencanaan SDM

merupakan awal dari pelakasanaan fungsi manajemen SDM (Hax, 2006). Walupun merupakan

langkah awal yang harus dilaksanakan, perencanaan ini seringkali tidak diperhatikan dengan

seksama. Dengan melakukan perencanaan ini, segala fungsi SDM dapat dilaksankan dengan efektif

efisien (Sunaengsih, Jatnika, Alifia, Latifah, & Solihah, 2019). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri,

dalam implementasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan masih kerap kali temukan

permasalahan menyangkut tenaga pendidik dan kependidikan. Tenaga pendidik terlambat masuk

kelas, sehingga mengakibatkan siswa berkeliaran diluar kelas, selain itu, masih adanya beberapa

tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang disiplin dan kurang berdedikasi dalam

melaksanakan tugas-tugasnya, kemudian kurangnya sikap tanggap pada kewajiban dan tanggung

jawab pekerjaan, dan masih adanya guru yang belum optimal dalam melaksanakan program yang

dibuat oleh kepala sekolah dan alam menjalankan program sekolah masih bergantung pada

pemerintah masih kerap kali ditemukan. Untuk itu, pembinaan atau pengembangan tenaga

kependidikan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan sekolah dalam mendayagunakan,

memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap pendidik dan tenaga kependidikan yang

ada diseluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang pendidikan (sekolah) menjadi salah

satu pemecahan permasalahan ini (Komariah & Sunaengsih, 2016).

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Manajemen

Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang ada di SDN Panyingkiran 2 ini sudah terbilang cukup baik

karena dalam manajemen administrasi dan juga manajemen pengarsipannya sudah semuanya

lengkap. Manajemen ini dilakukan dengan berbagai tahap yang pertama yaitu perecanaan terlebih

dahulu kemudian pelaksanaan berupa rekruitmen, penempatan dan penugasan, pembinaan,

pemberhentian dan kesejahteraan tenaga pendidik. Manajemen tenaga pendidik dan juga

kependidikan dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan sebuah lembaga pendidikan, bagaimana

bisa sekolah yang baik tanpa manajemen yang baik pula. Sebuah pendidikan yang baik ada karena

adanya manajemen yang baik dan terarah pula. Pada penelitian ini memang belum dijabarkan

secara mendetail mengenai evaluasi manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang dilakukan

di sekolah dasar. Untuk itu, sekiranya peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian terkait

sistem evaluasi pendidik dan tenaga kependidikan secara lebih mendalam. Dengan adanya

penelitian yang mendalam dan komprehensif terhadap seluruh proses manajemen pendidik dan

tenaga kependidikan diharapkan berimplikasi terhadap pengaplikasian manajemen pendidik dan

tenaga kependidikan kedalam manajemen sekolah sehingga kualitas pendidikan pada tingkat

sekolah dapat meningkat.

54

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

DAFTAR PUSTAKA

Aliyyah, R. R. (2018). Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Polimedia Publishing.

Bogdan, R. C., & Biklen, S.K.B., (1998). Qualitative Research for Education to Theory and Methods.

Boston: Inc.

Bass, B. M., & Bass, B. M. (2000). Organizational Studies The Future of Leadership in Learning

Organizations. Journal of Leadership & Organizational Studies, 7(3), 18–40.

https://doi.org/10.1177/107179190000700302

Bergeron, B. (2011). Knowledge Management. Management, 30, 89–93.

https://doi.org/10.1186/1752-0509-5-38

Bush, T. (2007). Educational leadership and management: theory, policy, and practice. South

African Journal of Education, 27, 391–406. Retrieved from

http://www.sajournalofeducation.co.za/index.php/saje/article/view/107/29

Depdiknas. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta:

Depdiknas.

Hannon, J. (2008). Doing staff development : Practices , dilemmas and technologies. Australasian

Journal of Educational Technology, 24(1), 15–29.

Hax, A. (2006). The Strategic Management Frameworks. Management, 36(1272), 407–418.

Retrieved from http://www.isf.uts.edu.au/publications/turneretal2007idmfstage1.pdf

Komariah, A., & Sunaengsih, C. (2016). A Model for School Management Capacity Building through

Professional Learning Community in Senior. Advances in Economics, Business and Management

Research, Volume 14 6th, 6th International Conference on Educational, Management,

Administration and Leadership (ICEMAL 2016), 14, 50–52.

Markos, S., & Sridevi, S. (2010). Employee Engagement : The Key to Improving Performance.

International Journal of Business and Management, 5, 89–96.

Moleong, L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rolfe, V. (2012). Open educational resources : staff attitudes and awareness. Research in Learning

Technology, 20(1063519), 1–13. https://doi.org/10.3402/rlt.v20i0/14395

Saud, U. S. (2018). Administrasi Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Graha Aksara.

Sunaengsih, C. (2017). Buku Ajar Pengelolaan Pendidikan (1st ed.; A. A. Syahid, ed.). Sumedang: UPI

Kampus Sumedang Press.

Sunaengsih, C., Jatnika, J., Alifia, S. L., Latifah, & Solihah, E. (2019). Manajemen Tenaga Pendidik dan

Tenaga Kependidikan. Educational Administration Research and Review Journal, 3(1), 44–48.

Sunaengsih, C., Komariah, A., Isrokatun, I., Anggrani, M., & Silfiani, S. (2019). Survey of the

Implementation of Professional Learning Community ( PLC ) Program in Primary Schools.

Mimbar Sekolah Dasar, 6(3), 277–291. https://doi.org/10.17509/mimbar-sd.v6i3.20626

Sunaengsih, C., Saud, U. S., & Komariah, A. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional

Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Mutu Sekolah. Administrasi Pendidikan, 14(2),

1–10. Retrieved from http://repository.iainpurwokerto.ac.id/id/eprint/3238

55

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang” untuk Anak Sekolah Dasar

Elis Nurul Huda1, Aan Kusdiana2, Ahmad Mulyadiprana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This research is based on the importance of tolerance in storybooks. There are three aspects of tolerance value,

according to the theory of Tillman (2004) that can reveal the tolerance value in storybooks, including aspects of

love, respecting individual differences, and awareness. The object of this research study is the story book entitled

"Cerita Eyang" published by CV. Studio Cerita Seumpama in 2019. The purpose of this study is to describe the

value of tolerance as well as to describe the results of the analysis of the most dominant aspects of tolerance in

the "Cerita Eyang" storybook for elementary school children. The approach used in this research is a qualitative

approach, with content analysis methods and the results are described in descriptive terms. Therefore, the

tolerance value in the "Cerita Eyang" story book can facilitate the learning of tolerance values for elementary

school children.

Keywords: Tolerance Value, Children Stories, “Cerita Eyang” Story Book.

Abstrak

Penelitian ini didasari karena pentingnya nilai toleransi pada buku cerita. Terdapat tiga aspek nilai

toleransi, sesuai teori Tillman (2004) yang dapat mengungkapkan nilai toleransi pada buku cerita, aspek

tersebut diantaranya aspek cinta, menghormati perbedaan individu, dan kesadaran. Objek kajian penelitian

ini yaitu buku cerita yang berjudul “Cerita Eyang” yang diterbitkan oleh CV. Studio Cerita Seumpama pada

tahun 2019. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai toleransi serta untuk mendeskripsikan hasil

analisis aspek nilai toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dengan metode analisis konten

dan hasilnya dijabarkan dengan deskriptif. Oleh karena itu, nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang”

bisa memudahkan pembelajaran nilai toleransi untuk anak sekolah dasar.

Kata Kunci: Nilai Toleransi, Cerita Anak, Buku Cerita “Cerita Eyang.”

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diajarkan di sekolah dasar. Terdapat empat

keterampilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu menyimak, membaca, berbicara dan

menulis. Salah satu pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu membaca cerita. Bacaan cerita

harus bertujuan memberikan edukasi dan nilai moral. Membaca cerita pada pembelajaran bahasa

dan sastra Indonesia terdapat dalam kompetensi dasar pada kurikulum 2013. Sesuai pada

Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia mengenai

membaca cerita yang mengandung nilai moral terdapat di kelas 6 pada Kompetensi Dasar (KD) 4.9

Menyampaikan penjelasan tentang tuturan dan tindakan tokoh serta penceritaan penulis dalam

teks fiksi secara lisan, tuli, dan visual (Kemendikbud, 2018).

Berdasarkan pendapat di atas, untuk mencapai kompetensi pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia di sekolah dasar dengan baik dan benar, maka diperlukan faktor pendukung yaitu bahan

ajar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang baik pula, dengan memerhatikan tahap

perkembangan psikologi peserta didik. Di sekolah dasar penggunaan bahan ajar cerita sudah

banyak digunakan namun belum menyesuaikan karakter kehidupan peserta didik. Selain itu,

“pembelajaran sastra dianggap penting karena pembelajaran sastra membantu pembentukan

watak”(Kemendiknas, 2011). Oleh karena itu, penggunaan cerita sebagai bahan ajar untuk

pembentukan watak harus memerhatikan nilai moral yang terkandung dalam cerita.

56

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Cerita anak merupakan karya sastra berbentuk cerita untuk dinikmati dan dipahami oleh anak-

anak. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2013) mengemukakan bahwa

“cerita anak adalah cerita dimana anak merupakan subjek yang menjadi fokus perhatian dan itu

haruslah tercermin secara langsung dan konkret dalam cerita.” Agar pembelajaran bermakna,

bahan ajar yang dipilih juga harus memiliki makna. Menurut Huck (dalam Dirjen Dikti

Kemendikbud, 2018) mengemukakan bahwa terdapat beberapa “jenis cerita anak, yaitu: buku

bergambar, fiksi realistik, fiksi sejarah, fantasi, fiksi ilmiah, sastra tradisional, puisi, biografi, dan

otobiografi.” Jenis cerita anak tersebut digunakan sebagai bahan ajar apresiasi sastra disesuaikan

dengan kondisi dan tingkat perkembangan anak. Struktur cerita anak terdapat beberapa bagian

tahapan yaitu abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi dan koda (Kosasih, 2016).

Unsur cerita anak sama saja dengan unsur cerita pada umumnya, memiliki unsur intrinsik dan

ekstrinsik. Menurut Lintang (dalam Dibia, 2018) unsur-unsur intrinsik prosa diantaranya sebagai

berikut: tema, alur, latar, penokohan, Sudut pandang, Gaya bahasa, Amanat. Sedangkan unsur

ekstriknsik menurut Wellek dan Weren (dalam Wicaksono, 2017) mengemukakan bahwa unsur

ekstrinsik juga terdiri dari beberapa unsur antara lain, unsur biografi pengarang, unsur psikologi,

ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya. Salah satu unsur cerita yang akan dibahas pada

penelitian ini yaitu unsur intrinsik tentang amanat. Pasti dalam sebuah cerita memiliki ajaran

moral yang hendak ingin disampaikan kepada pembaca atau penikmat. Nilai moral tersebut

sebagai pembentukan watak siswa sekolah dasar. Salah satu unsur nilai moral yang akan dikaji

lebih dalam pada penelitian ini yaitu nilai toleransi.

Toleransi merupakan karakter yang mampu mendukung terciptanya kesatuan dan persatuan.

Toleransi maknanya tidaklah sempit, hal tersebut sependapat dengan tuturan berikut “tolerance,

not as a physical problem, but as a problem of human relations…”(King, 1971). Berdasarkan

pendapat tersebut, toleransi bukan hanya toleransi terhadap cacat fisik, tetapi tentang hubungan

terhadap sesama manusia. Selain itu dalam Websters New American Dictonary (Supardie & Sarjuni,

2012) mengemukakan bahwa toleransi yaitu “liberality towards the opinion or others: patience with

others” dari tulisan tersebut dapat diketahui bahwa toleransi memberikan kebebasan berpendapat

terhadap orang lain dan sabar terhadap perilaku orang lain, baik yang disukai maupun yang kurang

disukai. Dari sudut pandang yang lain, toleransi terkadang dianggap sebagai sikap tidak peka

terhadap lingkungan sekitar, sehingga mudah terjadinya suatu kejahatan. Pendapat tersebut

didukung oleh (Fletcher, 1996) menyatakan bahwa “…But tolerance also has its critics. One wing

charges that the tolerant are too easygoing. They are insensitive to evil in their midst.” Toleransi

bukan berarti perilaku orang lain selalu dianggap baik, tetapi menghargai perbedaan harus sesuai

dengan norma yang berlaku dan tetap peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar.

Tingkat toleransi seseorang dapat diungkap melalui dimensi toleransi, dalam buku Living Values

Activities for Children Ages 8-14, mengungkapkan bahwa “values such as love, tolerance is being open

and receptive to the beauty of differences and tolerance unit is to create assertively benevolent

respons when others are making discriminatory remaks”(Tillman, 2004). Dari pendapatnya dapat

diketahui dimensi toleransi yaitu cinta, menghargai perbedaan juga individu, dan kesadaran.

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik akan melakukan

penelitian pada buku cerita “Cerita Eyang.” Hasil penelitian diungkapkan dengan cara

mendeskripsikan nilai toleransi aspek cinta, menghargai perbedaan dan kesadaran serta aspek

toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Untuk

memperoleh gambaran nilai toleransi sebagai bahan ajar untuk pembetukan watak peserta didik

sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Nilai

Toleransi pada Buku Cerita ‘Cerita Eyang’ untuk Anak Sekolah Dasar.” Penelitian ini menggunakan metode analisis konten atau content analysis yang sering digunakan

untuk menganalisis dokumen. “Penelitian analisis konten merupakan penelitian yang digunakan

57

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

untuk menggali isi atau makna dari pesan simbolik dalam bentuk dokumen lukisan, tarian, lagu,

karya sastra, artikel, dan lainnya yang berupa data tidak berstruktur” (Wuradji, 2010). Jadi,

penggunaan analisis konten untuk mengungkap isi pesan dalam naskah atau dokumen yang diteliti

secara lebih luas, sehingga hasil analisisnya menghasilkan konsep gambaran fenomena tersebut

agar bisa dideskripsikan.

Oleh karena itu, penelitian analisis konten akan menjelaskan mengenai hasil analisis nilai

toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan dan mendeskripsikan nilai toleransi yang terdapat pada buku cerita “Cerita Eyang”

untuk anak sekolah dasar. Maka dalam penelitian ini cocok menggunakan teknik deskriptif.

Suatu penelitian mendapatkan data dari keputusan peneliti untuk menentukan sumber data

yang akan diteliti. Dalam penelitian ini bersumber dari buku yang akan diteliti yaitu buku cerita

“Cerita Eyang.” Serta sumber data tambahan dari internet dan sumber data lainnya yang dapat

dijadikan sebagai data pelengkap.

Penelitian ini ingin menguraikan hasil analisis dengan mendeskripsikan nilai toleransi pada

buku cerita “Cerita Eyang” untuk Sekolah Dasar.

Berikut gambar cara pengumpulan data yang mengacu pada pendapat (Siswantoro, 2016)

Tabel 1. (Langkah-langkah Pengumpulan Data)

Langkah-langkah yang akan ditempuh dengan mengacu pada (Siswantoro, 2016),

dideskripsikan yakni sebagai berikut:

1. Membuat format analisis nilai toleransi agar cara kerja seleksi data berjalan secara sistematis.

2. Menyeleksi data, dalam menyeleksi data dilakukan setelah peneliti membaca apa yang dicari

yaitu nilai toleransi dalam cerita yang sesuai dengan indikator yang telah peneliti tentukan

berdasarkan kajian teori dan kemunculan ditulis dalam lembar instrumen pengumpulan data.

Tabel 2. (Indikator pedoman analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang”)

Variabel Aspek Indikator

Nilai

Toleransi

1. Cinta Perhatian

2. Menghargai perbedaan

individu

Menghormati Perbedaan Orang Lain

3. Kesadaran a. Terbuka Terhadap Perilaku Orang Lain

b. Terbuka Terhadap Pendapat Saran atau Ajuan

dari Orang Lain (Reseptif)

Membuat Format Analisis

Menyeleksi Data

Memberi Deskripsi

Menarik Kesimpulan

Pengabsahan (Verification)

58

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

3. Memberi deskripsi, setelah mencatat data. Selanjutnya, peneliti memberi deskripsi atau

keterangan singkat seputar data tersebut, setelah di analisis kalimat tersebut dikelompokkan

menurut indikator nilai toleransi. Deskripsi diberikan dalam rangka mempertajam

keakuratan dan kejelasan data.

4. Menarik kesimpulan, dari data yang diperoleh sebelumnya dalam upaya memperoleh

kepastian tentang kebenaran data.

5. Melakukan pengabsahan (verification) yaitu penarikan kesimpulan yang merupakan

tindakan menentukan keakuratan data dengan cara diskusi teman sejawat dan pengecekan

kembali.

Teknik pengumpulan data merupakan tahapan penting dalam penelitian, karena tujuan dari

penelitian ini adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti

dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi. Kalimat-kalimat yang mengandung nilai

toleransi dimasukan ke dalam kolom instrumen yang telah dibuat lalu beri deskripsi alasan kalimat

tersebut termasuk ke dalam aspek tersebut. Selain itu, membaca literatur yang relevan dengan

penelitian seperti skripsi, tesisi, jurnal, dan artikel serta bentuk data lainnya yang berhubungan

dengan penelitian analisis nilai toleransi dalam buku cerita.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu berupa format analisis konten dari

nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk Sekolah Dasar. Format analisis nilai toleransi

untuk memudahkan proses analisis dengan pemberian deskripsi sesuai dengan jenis toleransi,

serta memudahkan pembuatan kesimpulan akhir.

Tabel 3. (Instrumen Analisis Nilai Toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang”)

Judul Buku: Cerita Eyang Nama Pengarang: Referika Rahmi

No. Aspek Indikator Kalimat Keterangan

1. Cinta Perhatian

2. Menghargai

perbedaan individu

Menghormati Perbedaan

Orang Lain

3. Kesadaran a. Terbuka Terhadap

Perilaku Orang Lain

b. Terbuka Terhadap

Pendapat Saran atau

Ajuan dari Orang

Lain (Reseptif)

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori menurut Miles (dalam Sujarweni, 2014)

mengemukakan bahwa “Analisis data dilakukan selama pengumpulan data di lapangan dan setelah

semua data terkumpul dengan teknik analisis model interaktif.” Analisis data berlangsung secara

bersamaan dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan dimulai dari reduksi data,

kemudian sajian data, dilanjutkan penarikan simpulan serta verifikasi dan terakhir menarik

kesimpulan.

PEMBAHASAN

1. Hasil Analisis dan Pembahasan Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang”

Dalam buku cerita “Cerita Eyang” pasti memiliki nilai moral, salah satu nilai moral yang perlu

dipelajari yaitu toleransi. Buku tersebut dianalisis dan hasilnya dikelompokkan berdasarkan teori

nilai toleransi menurut (Tillman, 2004) tidak semua cerita menganggung nilai moral termasuk nilai

moral toleransi. Buku cerita tersebut memiliki nilai moral toleransi aspek cinta, menghargai

perbedaan individu, kesadaran. Untuk lebih jelasnya mengenai temuannya, sebagai berikut.

59

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

a. Cinta

Indikator dari aspek cinta yang digunakan dalam cerita tersebut yaitu perhatian. Hasil analisis nilai

toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 1 kalimat yang termasuk aspek cinta dengan

indikator perhatian, dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Ia suka minta perhatian, minta dipeluk, dan disayang.

Dari kutipan di atas, tersirat aspek cinta indikator perhatian terlihat dari kalimat Ia suka minta

perhatian pada kalimat ini menunjukkan bahwa tokoh memberikan perhatian, memeluk, dan

memberikan kasih sayang meskipun eyangnya memiliki sikap kekanak-kanakan berbeda dengan

eyang lainnya yang berperilaku dewasa.

b. Menghargai Perbedaan Individu

Hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 4 kalimat yang termasuk

aspek menghargai perbedaan individu. Indikator dari aspek menghargai perbedaan individu yang

digunakan dalam cerita tersebut yaitu menghormati perbedaan orang lain. Temuan kalimat

pertama yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati

perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang menari, aku juga menari. Tarian kami berbeda, tapi kelihatannya istimewa, kan?

Dari kutipan di atas kata berbeda menggambarkan sikap toleransi dengan indikator

menghormati perbedaan orang lain, karena tokoh menegaskan bahwa meskipun tariannya berbeda

tetapi tetap menganggap istimewa, tidak menunjukkan sikap penolakan terhadap perbedaan.

Temuan kalimat kedua yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator

menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang suka sekali merapihkan setiap garpu dan sendok yang dihitungnya.

Hmmm, aku tidak bisa melakukan ini. Jadi sempat agak bingung.

Tapi kami berhitung bersahut-sahutan, dan aku suka sekali itu…

Dari kutipan di atas menunjukkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan

orang lain, karena tokoh menegaskan meskipun dia tidak bisa menghitung garpu dan sendok yang

sudah dirapihkan tetapi bisa menikmati situasi tersebut. Terdapat kata bersahut-sahutan

menujukkan bahwa situasi tersebut dinikmati tokoh. Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang

mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan tidak munjukkan sikap merendahkan

kekurangan orang lain. Temuan kalimat ketiga yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan

individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat

berikut ini.

“Eyang mungkin berbeda, tapi seperti kamu, dia juga suka bermain, kok.”

Dari kutipan di atas menggambarkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan

orang lain, karena tokoh menegaskan bahwa sifat eyangnya mungkin berbeda terlihat dari kalimat

“Eyang mungkin berbeda, tetapi sama seperti manusia lainnya beliau juga suka bermain. Hal itu

menujukkan tidak membeda-bedakan sikap meskipun tahu memiliki sifat yang berbeda. Temuan

kalimat keempat yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator

menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

60

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

“Cara mainnya Eyang berbeda dengan caramu atau caraku. Tapi yang berbeda itu yang buat kita

sama-sama jadi istimewa, kan?”

Dari kutipan di atas menujukkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan

orang lain, dapat dilihat dari kalimat “Cara mainnya Eyang berbeda dengan caramu atau caraku.

Kalimat tersebut menegaskan bahwa cara bermain eyangnya berbeda dari cara dirinya atau

dirimu, tetapi menganggap perbedaan atau keberagaman cara bermain itu sesuatu hal yang

istimewa, dapat dilihat dari kalimat Tapi yang berbeda itu yang buat kita sama-sama jadi istimewa,

kan?”. Hal tersebut menujukkan penerimaan terhadap perbedaan dan menganggap perbedaan

sebagai sesuatu yang istimewa.

c. Kesadaraan

Aspek kesadaran memiliki dua indikator, yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain dan

terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Berdasarkan hasil analisis

nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 5 kalimat yang menujukkan sikap toleransi

aspek kesadaran. 5 kalimat tersebut terbagi menjadi kedua indikator, sebanyak 3 kalimat masuk ke

indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dan 2 kalimat masuk ke indikator terbuka terhadap

pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif).

1) Terbuka Terhadap Perilaku Orang Lain

Berdasarkan hasil analisis ditemukan 3 kalimat yang berhubungan dengan aspek kesadaran

dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain. Temuan kalimat pertama yang

menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dapat

dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang juga suka sekali mencuci piring. Bahkan saat aku masih makan, Eyang sudah tidak sabar

mencuci piringku.

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran, menujukkan sikap toleransi dengan

indikator terbuka terhadap perilaku orang lain. Hal tersebut dapat dilihat setelah kalimat Bahkan

saat aku masih makan, Eyang sudah tidak sabar mencuci piringku. karena tokoh sadar eyangnya

berbeda dengan eyang yang lainnya, tidak ada perlakuan yang menujukkan penolakan atau

perlakuan buruk terhadap perilaku eyangnya yang tidak sabaran.

Temuan kalimat kedua yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

perilaku orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kadang tingkah Eyang seperti adikku.

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

perilaku orang lain, karena tokoh sadar eyangnya berbeda dengan eyang yang lainnya, sehingga

dapat memaklumi perilaku enyangnya yang kekanak-kanakan sama seperti adiknya.

Temuan kalimat ketiga ya ng menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

perilaku orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Seperti adik, Eyang akan berteriak kencang ketika mati lampu.

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

perilaku orang lain, karena tokoh sadar eyangnya berbeda dengan eyang yang lainnya. Hal ini

terlihat setelah kalimat Seperti adik, Eyang akan berteriak kencang ketika mati lampu tokoh tidak

memberikan perlakuan penolakan terhadap perilaku eyangnya.

61

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

2) Terbuka Terhadap Pendapat, Saran atau Ajuan dari Orang Lain (Reseptif)

Berdasarkan hasil analisis ditemukan 2 kalimat yang berhubungan dengan aspek kesadaran

dengan indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Temuan

kalimat pertama yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terbuka terhadap

pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kata Ibu “Sama seperti kamu, Eyang juga istimewa.”

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Hal tersebut bisa dilihat setelah kalimat di

atas, tokoh tidak memberikan respon buruk atau penolakan terhadap pendapat ibunya, padahal

menemukan perbedaan sikap eyangnya berbeda dengan eyang lainnya. Tokoh memiliki kesadaran

di balik perbedaan sesesorang terdapat hal istimewa. Temuan kalimat kedua yang menunjukkan

aspek kesadaran dengan indikator terbuka terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang

lain (reseptif) dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kata Ibu “Tapi kita semua istimewa dengan cara yang berbeda kan?”

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap

pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Hal tersebut bisa dilihat setelah kalimat di

atas, tokoh tidak memberikan respon buruk atau penolakan terhadap pendapat ibunya. Kalimat

istimewa dengan cara yang berbeda menyisipkan pesan kepada pembaca bahwa kita sebagai

manusia bisa istimewa meskipun dengan cara yang berbeda-beda.

2. Hasil Analisis dan Pembahasan Aspek Nilai Toleransi Paling Dominan pada Buku Cerita

“Cerita Eyang”

Berdasarkan hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah

dasar, terdapat 10 kalimat yang mengandung nilai toleransi. Kalimat tersebut dikelompokkan ke

dalam tiga aspek nilai toleransi yaitu cinta, menghargai perbedaan individu dan keasadaran. Aspek

cinta dengan satu indikator yaitu perhatian, memiliki 1 kalimat yang mengandung nilai toleransi.

Aspek menghargai perbedaan individu dengan satu indikator yaitu menghormati perbedaan orang

lain, memiliki 4 kalimat yang mengandung nilai toleransi. Sedangkan aspek kesadaran memiliki 5

kalimat yang mengadung nilai toleransi, dari 5 kalimat tersebut dikelompokkan kedua indikator

yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain sebanyak 3 kalimat nilai toleransi dan indikator terbuka

terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) sebanyak 2 kalimat nilai toleransi.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa aspek nilai toleransi paling dominan pada buku

cerita “Cerita Eyang” yaitu aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati

perbedaan orang lain yang memiliki 4 kalimat. Jumlah kalimat paling banyak yang dimiliki

indikator menghormati perbedaan orang lain dibandingkan jumlah kalimat dari indikator aspek

lainnya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis pada buku cerita “Cerita Eyang,” buku tersebut mengandung nilai

toleransi, terdiri dari 10 temuan kalimat yang mengandung nilai toleransi dikelompokkan

berdasarkan teori (Tillman, 2004) ke berbagai aspek, antara lain yaitu aspek cinta, menghargai

perbedaan individu dan kesadaran. Dari aspek cinta dengan satu indikator yaitu perhatian dapat

diidentifikasi bahwa pengarang kurang memunculkan aspek cinta dalam cerita ini. Nilai toleransi

aspek cinta indikator perhatian dengan penggunaan kata perhatian, dipeluk, dan disayang, kata-

62

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kata tersebut hanya terdapat pada 1 kalimat. Aspek menghargai perbedaan individu dengan satu

indikator yaitu menghormati perbedaan orang lain memiliki 4 kalimat, dapat diidentifikasi bahwa

pengarang dominan menggunakan kata berbeda dan kalimat selanjutnya yang menujunkkan sikap

atau ucapan yang mengandung nilai toleransi dari perbedaan tersebut. Aspek kesadaran dengan

dua indikator yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain dan terbuka terhadap pendapat, saran

atau ajuan dari orang lain (reseptif). Indikator terbuka terhadap perilaku orang lain memiliki 3

kalimat. Indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) memiliki

2 kalimat yang dapat diidentifikasi bahwa pengarang menunjukkan sikap toleransi terhadap

pendapat, saran atau ajuan dengan tidak memunculkan tanggapan buruk atau penolakan terhadap

pendapat yang didengarnya, meskipun pendapat tersebut tidak sesuai dengan yang dialami atau

yang dirasakan tokoh. Berdasarkan data analisis dapat diketahui bahwa aspek nilai toleransi paling

dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” yaitu aspek menghargai perbedaan individu dengan

indikator menghormati perbedaan orang lain yang memiliki 4 kalimat, jumlah kalimat paling

banyak dibandingkan jumlah kalimat dari indikator aspek lainnya. Suatu cerita pasti memiliki nilai

moral, termasuk dalam buku cerita “Cerita Eyang.” Toleransi dekat di kehidupan bermasyarakat,

terutama di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya, agama, ras, dan sebagainya, sikap

dan ujaran yang menujukkan nilai toleransi pada buku tersebut bisa memudahkan pembelajaran

nilai toleransi untuk anak sekolah dasar. Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa buku cerita

“Cerita Eyang” layak direkomendasikan sebagai bahan ajar mengenai nilai toleransi bagi anak

sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Dibia, I. K. (2018). Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Dirjen Dikti Kemendikbud. (2018). Modul 5: Apresiasi Sastra Anak. Jakarta: Kementerian Riset,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Fletcher. (1996). The Case for Tolerance. Journal: Social Philosophy and Policy, 1, 229-239.

doi:10.1017/s026505250000159x.

Kemendikbud. (2018). Permendikbud Nomor 37 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi

Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta:

Kemdikbud.

Kemendiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa-Pedoman Sekolah.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.

King. (1971). The Problem of tolerance. Journal: Government and Opposition, 2, 172-207,

doi:10.1111/j.1477-7053.1971.tb01215.x

Kosasih, E. (2016). Jenis-jenis Teks. Bandung: Yrama Widya.

Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak Pengantar Pengembangan Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Siswantoro. (2016). Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: PT. Pustaka

Pelajar.

Sujarweni, J. W. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Buku Press.

Tillman, D. (2004). Living values: An educational program, living values activities for children ages 8-

14. 302. www.livingvalues.net.

Wicaksono, A. (2017). Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca.

Wuradji, dkk. (2010). Pedoman Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UNY.

63

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Peningkatan Mutu Pendidikan: Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Cucun Sunaengsih1, Ajeng Amalia Santika2, Yolanda Anugrah Riyantini3, Badrud Tamam4

PGSD Kampus Sumedang, Universitas Pendidikan Indonesia123

Manajemen Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Wiralodra4

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This research is motivated by an interest in the quality of education which has always been an interesting

issue to study. The importance of good management of teacher and education staff is one of the efforts in

improving the quality of education. The purpose of this study is to describe the management of teacher and

education staff in an effort to improve the quality of education in primary schools. The method used in this

research is descriptive qualitative method. The population in this study were all elementary school’s teacher

and education staff in Sumedang Utara District. The results showed that the management of teacher and

education staff had been carried out well so that it had an effect on improving the quality of education. The

conclusion of this research is the management of good teacher and education staff can be an effort in

improving the quality of education.

Keywords: Management, teacher and education staff, education quality

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi atas ketertarikan mengenai mutu pendidikan yang selalu menjadi issu

menarik untuk dikaji mengingat persoalan mengenai mutu pendidikan yang selalu selaras mengikuti

perubahan. Pentingnya manajemen tenaga pendidikan dan kependidikan yang baik merupakan salah satu

upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di beberapa sekolah dasar dalam upaya meningkatkan

mutu pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga pendidik dan kependidikan sekolah dasar di

Kecamatan Sumedang Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen tenaga pendidik dan

kependidikan sudah dilaksanakan dengan baik sehingga berpengaruh terhadap peningkatan mutu

pendidikan. Simpulan dalam penelitian ini adalah manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang

baik dapat menjadi upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Kata Kunci: Manajemen, tenaga pendidik dan kependidikan, mutu pendidikan

PENDAHULUAN

Tenaga pendidikan dan kependidikan menempati posisi yang strategis dalam upaya

meningkatkan suatu mutu pendidikan. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 2013 bahwa mutu pendidikan nasional dapat terukur melalui ketercapaian dari

Standar Pendidikan Nasional yang meliputi standar isi, proses, kompetensi kelulusan, pendidik dan

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

Dapat digarisbawahi bahwa tenaga pendidik dan kependidikan menjadi salah satu komponen yang

digunakan untuk mengukur mutu pendidikan. Persoalan mutu pendidikan yang selalu selaras

dengan tuntutan perubahan dan perkembangan memerlukan peran dari suatu agent of change

dalam menciptakan ide-ide pembaharuan serta bagaimana mengelola perubahan tersebut

(Hidayati, 2014). Sosok agen perubahan dalam lembaga pendidikan yang dimaksud yaitu sosok

pemimpin yang menjalankan kepemimpinan secara efektif yang mampu mengelola seluruh sumber

daya di lembaga yang dipimpinnya ke arah visi dan misi yang diharapkan terutama yaitu pendidik

dan tenaga kependidikan yang disinyalir dengan berbagai persoalan, diantaranya persoalan

kualifikasi, pembinaan dan pengembangan keprofesionalan, serta kinerja yang sangat

membutuhkan perhatian, arahan dan bimbingan yang intensif serta berkelanjutan sehingga dapat

dengan benar-benar mampu profesional dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya,

64

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

selaras dengan tuntutan standar pendidik dan tenaga pendidikan yang dipersyaratkan (Hidayati,

2014).

Jika dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan pendidik (guru, dosen, pamong belajar,

instruktur, tutor, widyaiswara) dalam masyarakat Indonesia masih tetap dominan sekalipun

teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang dengan sangat cepat.

Hal ini disebabkan karena adanya dimensi-dimensi proses pendidikan yang diperankan oleh

pendidik yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Fungsi tenaga pendidik tidak akan bisa

seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didiknya. Begitupun dengan

tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi) yang

bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan

teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (Triwiyanto, 2015). Dengan

demikian, tenaga pendidik dan kependidikan patut menjadi urgensi yang menjadi sorotan dalam

upaya meningkatkan mutu pendidikan. Ansyar (dalam Siregar & Lubis, 2017) mengemukakan

pendapat bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi penentu kualitas atau mutu pendidikan, yaitu

orang (pendidik), program (kurikulum), dan institusi (pimpinan).

Dengan melihat realitas di lapangan, faktor yang sering diperhatikan oleh pemerintah dan

pemangku kebijakan adalah melakukan perubahan dari segi programnya yaitu perubahan

kurikulum tanpa dibarengi dengan upaya membenahi orangnya yaitu tenaga pendidik dan

kependidikan, demikian juga halnya dengan manajemen dan pengelolaan pendidikan yaitu oleh

pimpinan terhadap institusinya (Hidayati, 2014). Maksudnya adalah kurikulum berubah, namun

orang yang akan menjalankannya serta mengelola terhadap implementasi kurikulum tidak tertata

dan terkelola dengan baik. Akhirnya program kurikulum yang ditetapkan tidak mampu

diimplementasikan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan, karena tidak diiringi oleh

kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai, serta tidak pula ditunjang oleh

manajemen yang baik, seperti tidak adanya monitoring atau kontrol yang intensif dan

berkesinambungan terhadap upaya implementasi program kurikulum yang sustainability (Hidayati,

2014). Maka dari itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan tersebut idealnya diperlukan kualitas

sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yaitu tenaga pendidik dan kependidikan yang

profesional dan diperlukan keterlibatan langsung dari tenaga pendidik dan kependidikan tersebut

sehingga mampu menjalankan program kurikulum dengan baik serta pembinaan dan pelatihan dari

suati institusi atau pimpinan dalam merealisasikan program tersebut agar dapat berjalan dengan

baik (Sunaengsih, dkk., 2019).

Pentingnya memahami pelaksanaan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang baik

menjadi salah satu kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan (Herawan, 2011). Tujuan

manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah agar mereka memiliki kemampuan, motivasi,

dan kreativitas untuk: (1) mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan sendiri,

(2) secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan

kehidupan belajar peserta didik dan persaingan terhadap kehidupan masyarakat secara sehat dan

dinamis, (3) menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya menyiapkan kader memimpin

pendidikan yang handal dan dapat menjadi teladan) yang mampu mewujudkan human organization

yang pengertiannya lebih dari relationship pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan

nasional (Matthews & Marzec, 2017; Nur, Harun, & Ibrahim, 2016).

Setiap unsur tenaga pendidik dan kependidikan memiliki tugas, tanggung jawab, serta hak dan

kewajiban yang harus dijalankan secara profesional. Menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik

profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik. Pendidik akan berhadapan langsung dengan peserta didik, namun pendidik tetap

memerlukan dukungan dari tenaga kependidikan lainnya sehingga dapat melaksanakan tugasnya

65

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dengan baik. Maka dari itu, tenaga pendidik dan kependidikan menjadi satu kesatuan yang

memiliki peran serta posisi yang sama dalam konteks pelaksanaan program pendidikan. Menurut

Departemen Pendidikan dan Budaya (dalam Suarga, 2019, hlm. 166), “tenaga kependidikan

bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, supervisi, dan

pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”. Aktivitas utama

dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan diantaranya adalah perencanaan, seleksi,

pembinaan dan pengembangan karir, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian (Sunaengsih,

2017). Aktivitas tersebut harus dilaksanakan secara profesional sehingga akan berimplikasi

terhadap meningkatan suatu mutu pendidikan.

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa manajemen

tenaga pendidik dan kependidikan yang baik dapat meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian

yang dilakukan oleh Karnati (2016) menunjukkan hasil bahwa melalui implementasi manajemen

pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah dapat meningkatkan mutu Sekolah Dasar di

Kabupaten Bekasi Utara. Kemudian, Siregar & Lubis (2017) melakukan penelitian terhadap

manajemen pendidik dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMA Kota

Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang

baik dapat meningkatkan mutu pendidikan (Hidayat & Machali, 2012; Bodenhausen & Curtis, 2016;

& Machali, 2018). Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian terhadap manajemen tenaga

pendidik dan kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan pada masih jarang sekali

dilakukan di sekolah dasar. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan manajemen

tenaga pendidik dan kependidikan di beberapa sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif

melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara. Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini

adalah format lembar observasi, catatan untuk dokumentasi, dan lembar pertanyaan untuk

wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah dasar yang terdapat di Kecamatan

Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yaitu SDN Gunungsari, SDN Sindang III, dan

SDN Talun. Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah yang ada pada SDN Gunungsari,

SDN Sindang III, dan SDN Talun. Pemilihan lokasi dan sumber data penelitian dilakukan

berdasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya yaitu kualifikasi dari kepala sekolah dan

akreditasi sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Merujuk hasil penelitian, komponen dari tenaga pendidik dan kependidikan ketiga sekolah

sudah baik karena sudah meliputi standar sebagaimana yang dikemukakan oleh Triwiyanto (2015)

bahwa tenaga pendidik meliputi yaitu guru, sedangkan tenaga kependidikan meliputi kepala

sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi. Ketiga sekolah tersebut sudah

meliputi seluruh dari komponen tenaga pendidikan dan kependidikan. Meskipun terdapat satu

sekolah yaitu SD Sindang III yang belum memiliki operator tersendiri yaitu guru Bahasa Inggris

yang merangkap sebagai operator. Dari status kepegawaian, dapat dilihat bahwa hampir sebagian

besar tenaga pendidik dan kependidikan sudah berstatus PNS. Kemudian, dilihat dari segi

kompetensi, ketiga sekolah telah memiliki kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan yang

lengkap mulai dari kepala sekolah, dan guru-guru yang memiliki kompetennya di bidang masing-

masing. Selain itu, dari ketiga sekolah tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga

pendidik dan kependidikan telah bersertifikasi dan dilihat dari segi pendidikannya dari ketiga

sekolah dasar memiliki kepala sekolah sebagai pemimpin, manajer utama dalam pengolaaan

66

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pendidikan berbasis sekolah telah menempuh pendidikan S2 dengan gelar majester pendidikan

dan untuk guru-guru sebagian besar telah menempuh pendidikan S1. Hal ini dapat memberikan

pengaruh yang baik terhadap pelaksanaan manajemen pendidik dan tenaga kependidikan dilihat

dari segi keprofesionalan tenaga pendidik dan kependidikan itu sendiri dilihat dari segi-segi yang

telah dipaparkan tersebut. Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi terhadap visi dan misi

sekolah yang menunjukkan bahwa dari ketiga sekolah tersebut telah memiliki visi dan misi sekolah

yang baik yang berlandaskan pada standar pendidikan nasional.

Tabel 1. (Tenaga Pendidik dan Kependidikan di 3 (tiga) Sekolah yang Diteliti)

Nama

Sekolah

Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Jenis Kepegawaian Status Kepegawaian Kompetensi Sertifikasi Pendidikan

SDN

Gunungsari

Kepala sekolah 1

Guru kelas 6

Guru mapel 2

Pustakawan 1

Operator 1

Penjaga sekolah 1

Kepala sekolah PNS

Guru kelas PNS 6

Guru mapel PNS 1

CPNS 1

Penjaga sekolah 1

Kepsek 1

Guru kelas 8

Guru PAI 1

Guru Penjas 1

Guru B. Inggris 1

6 dari 10

bersertifikasi

S2 1 (Kepsek)

S1 9

SDN Talun Kepala Sekolah 1

Guru kelas 6

Guru mapel 5

Pustakawan 1

Operator 1

Penjaga sekolah 1

Kepala sekolah PNS

Guru kelas PNS 5

Guru kelas honor 1

Guru mapel PNS 3

Guru mapel honor 2

Penjaga sekolah 1

Kepsek 1

Guru kelas 6

Guru penjas 2

Guru B. Indonesia

1

Guru PAI 3

Guru B. Inggris 1

7 dari 12

bersertifikasi

S2 1 (Kepsek)

S1 11

SDN

Sindang III

Kepala Sekolah 1

Guru kelas 10

Guru mapel 6

Pustakawan 1

Operator 1

Penjaga sekolah 1

Kepala sekolah PNS

Guru kelas PNS 8

Guru kelas honor 2

Guru mapel PNS 3

Guru mapel honor 3

Penjaga sekolah 1

Kepsek 1

Guru kelas 10

Guru PAI 2

Guru penjas 3

Guru B. Inggris

sekaligus operator

1

13 dari 18

bersertifikasi

S2 1 (Kepsek)

S1 17

Selain itu, hasil observasi menunjukkan bahwa keadaan dari ketiga sekolah yang menunjukkan

akreditasi A menunjukkan kualitas yang baik. Hal ini terlihat dari kondisi sekolah yang mempunya

sarana dan prasarana yang memadai yang dapat menunjang aktivitas pembelajaran. Misalnya

seperti dalam proses pembelajaran olahraga terdapat alat-alat olahraga yang mempermudah guru

untuk menyampaikan materi seperti alat-alat olahraga dan juga ruangan serbaguna dimana di

dalamnya terdapat smartboard yang bisa digunakan oleh para siswa. Kemudian terdapat alat-alat

kesenian seperti piano, gitar, dan seperangkat alat drum band yang bisa digunakan sebagai media

pembelajaran maupun untuk pengembangan kegiatan ekstrakulikuler. Fasilitas perpustakaan,

kamar mandi, dan kantin pun dimiliki oleh ketiga sekolah tersebut. Selain observasi terhadap

kondisi fisik sekolah, peneliti juga melakukan observasi terhadap salah satu guru dari ketiga SD

tersebut pada saat melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, dari ketiga SD

menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran dengan baik mulai dari perencanaan

dalam penyusunan RPP yang sesuai dengan standar kurikulum 2013, pelaksanaan pembelajaraan

yang sesuai dengan RPP, dan penilaian yang dilaksanakan secara otentik serta kemampuan guru

dalam mengelola kelas. Hal ini dapat dilihat dari keaktifian peserta didik dalam mengikuti

pembelajaran serta kondusifnya kelas. Kemampuan guru dalam memanfaatkan fasilitas serta

sarana dan prasarana pun sudah cukup baik. Penggunaan fasilitas yang optimal disebabkan oleh

kondusifnya iklim kelas dan kinerja guru yang optimal dengan begitu iklim kelas yang kondusif

pula dipengaruhi oleh adanya keselarasan hubungan antara seluruh komponen pendukung

67

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pembelajaran (Barnes, Marateo, & Ferris, 2007; Siemens, 2014). Guru sebagai pendidik dari hasil

observasi tersebut telah menunjukkan kinerja yang baik dalam melaksanakan tugasnya.

Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 bahwa pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik profesional

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Selain itu juga, peneliti melakukan observasi terhadap tenaga kependidikan lainnya yaitu terhadap

pustakawan dan operator. Penelitian menunjukkan dari ketiga SD pustakawan telah menunjukkan

kinerjanya dengan baik. Hal ini dpat terbukti dari keadaan perpustakaan yang kondusif, rapihnya

penyusunan buku sesuai dengan klasifikasinya, rapihnya administrasi peminjaman dan penomoran

dalam buku. Kemudian untuk operator, dari hasil observasi menunjukkan bahwa operator sekolah

telah menunjukkan kinerjanya dengan baik terbukti dari kemampuannya dalam mengoperasikan

teknologi, kemampuan dalam menggunakan sosial media, serta kerapihan dalam administrasi

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seluruh komponen sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa

operator dari ketiga sekolah tersebut memiliki kemampuan literasi ICT (Information,

Communication, and Technology) yang baik.

Kemudian, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap narasumber yaitu kepada

kepala sekolah sebagai manajer utama di lingkungan sekolah yang menjadi sentral. Waancara yang

dilakukan berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan bagaimana aktivitas manajemen tenaga

pendidik dan kependidikan. Dari hasi wawancara, dapat disimpulkan bahwa ketiga SD tersebut

dalam aktivitas memanajemen tenaga pendidik dan kependidikannya telah baik. Pada saat kepala

sekolah melakukan supervisi terhadap guru-guru di sekolahnya, menurutnya guru-guru sebagian

besar telah baik dalam melaksanakan proses pembelajaran dan mendidik siswanya. Hal ini dapat

dilihat dari prestasi akademik siswa-siswanya. Guru-guru juga bersemangat dalam mengikuti

pelatihan dan pembinaan dalam memahami pengimplementasian program pendidikan yaitu

kurikulum yang selalu mengalami perkembangan dan mengalami perubahan karena adanya

tuntutan dari perkembangan zaman sehingga dapat meningkatkan keprofesionalitasannya sebagai

pendidik. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru-guru terkait bagaimana

manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah terhadap. Menurut narasumber, kepala

sekolah telah baik dalam mengelola tenaga pendidik dan kependidikannya. Kepala sekolah telah

paham mengenai aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di sekolahnya mulai dari

perencanaan, seleksi, pembinaan, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian. Kepala sekolah juga

dikatakan sering melaksanakan rapat dan pembinaan terhadap guru-guru terkait pelaksanaan

pembelajaran yang disesuaikan dengan program kurikulum terbaru. Kepala sekolah juga diklaim

mampu mengkoordinasikan program penunjang mutu pendidikan di sekolah dengan baik serta

mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan berbasis sekolah dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah. Untuk merealisasikan sekolah yang efektif dengan mutu pendidikan yang

baik membutuhkan komitmen bersama untuk memajukan lembaga dan meningkatkan mutu

pendidikan. Komitmen segenap unsur lembaga, terutama komitmen tenaga pendidik dan

kependidikan khususnya dapat dibangun berawal dari komitmen kepemimpinan yang kuat yang

mampu menginspirasi dan memotivasi serta menguatkan segenap unsur dan sumberdaya menuju

kualitas mutu pendidikan yang diharapkan. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh

Hidayati (2014) bahwa pemimpin pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kultur

organisasi serta iklim yang kondusif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan mempertinggi

pengembangan lembaga pendidikan sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan. Sehubungan

dengan hal ini pemimpin pendidikan memiliki tiga peran utama: bidang kepemimpinan, manajerial,

dan pendidik bagi segenap unsur lembaga. Berdasarkan hasil wawancara juga yang menunjukkan

bahwa tenaga pendidik dan kependidikan yang telah memahami tentang aktivitas manajemen

tenaga pendidik dan kependidikan mulai dari perencanaan, seleksi, pembinaan dan pengembangan

68

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

karir, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian, menunjukkan juga bahwa manajemen kinerja

tenaga pendidik dan kependidikan sudah baik. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh

Masyhud (2014) bahwa sistem manajemen kinerja yang digunakan sangat bergantung terhadap

tujuan dari masing-masing organisasi. Menurut guru juga, kepala sekolah diklaim mampu

mengeluarkan kebijakan-kebijakan berbasis sekolah, merumuskan tujuan sekolah, serta mampu

mengkoordinasikan program penunjang mutu pendidikan di sekolah dengan baik dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh simpulan bahwa manajemen tenaga pendidik dan

kependidikan di suatu sekolah berbanding lurus dengan mutu pendidikan di lembaga sekolah

tersebut. Semakin baik aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, maka semakin baik

pula mutu pendidikan yang dihasilkan. Dengan demikian, manajemen tenaga pendidik dan

kependidikan yang baik dapat meningkatkan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, K., Marateo, R.C., & Ferris, S.P. (2007). Teaching and Learning with the Net Generation.

Innovate: Journal of Online Education, 3(4), hlm. 1-8.

Bodenhausen, C., & Curtis, C. (2016). Transformational Leadership and Employee Involvement:

Perspectives from Millennial Workforce Entrants. Journal of Quality Assurance in Hospitality

and Tourism, 17(3), 371–387. https://doi.org/10.1080/1528008X.2015.1048920

Herawan, E. (2011). Pengendalian Mutu Pendidikan: Konsep Dan Aplikasi. Jurnal Administrasi

Pendidikan, 13(1), 1–9. https://doi.org/10.17509/jap.v13i1.6384

Hidayat, A., & Machali, I. (2012). Pengelolaan Pendidikan (Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam

Mengelola sekolah dan Madrasah). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Hidayati. (2014). Manajemen Pendidikan, Standar Tenaga Kependidikan, dan Mutu Pendidikan.

Jurnal At-Ta’lim, 21 (1), hlm. 42-53.

Karnati, N. (2016). Implementasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah

dalam Peningkatan Mutu Sekolah Dasar di Kota Bekasi. Jurnal Parameter, 29 (2), hlm. 185-

191.

Machali, I. (2018). Managing Quality of Learning in Islamic Schools : An Analysis of Contributing

Factors for Learning Toward Quality Improvement in Private Islamic Senior High Schools in

Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Islam, 7(2), 317–335.

Masyhud, M.S. (2014). Manajemen Profesi Kependidikan. Yogyakarta: Kurniakalam Semesta.

Matthews, R. L., & Marzec, P. E. (2017). Continuous, quality and process improvement:

disintegrating and reintegrating operational improvement? Total Quality Management and

Business Excellence, 28(3–4), 296–317. https://doi.org/10.1080/14783363.2015.1081812

Nur, M., Harun, C. Z., & Ibrahim, S. (2016). Manajemen Sekolah dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan Pada SDN Dayah Guci Kabupaten Pidie. Jurnal Administrasi Pendidikan

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 4(1), 93–103

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah, Nomor 32 Tahun 2013

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Jakarta.

Siemens, G. (2014). Connectivism: A Learning Theory for Digital Age. International Journal of

Instructional Technology and Distance Learning, 1, 1-8.

69

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Siregar, A.S & Lubis, W. (2017). Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal EducanduM, 10 (1), hlm. 1-12.

Suarga. (2019). Tugas dan Fungsi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jurnal Idaarah, 3

(1), hlm. 164-173.

Sunaengsih, C. (2017). Buku Ajar Pengelolaan Pendidikan. Sumedang: UPI Sumedang Press.

Sunaengsih, C., Jatnika, J., Alifia, S. L., Latifah, & Solihah, E. (2019). Manajemen Tenaga Pendidik dan

Tenaga Kependidikan. Educational Administration Research and Review Journal, 3(1), 44–48.

Triwiyanto, T. (2015). Manajemen Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Upaya Memperkuat

Karakter Bangsa. [Online]. Diakses dari: http://ap.fip.um.ac.id/wp-

content/uploads/2015/04/Teguh-Triwiyanto-UM-Manajemen-Pendidik-Tenaga-

Kependidikan-dan-Upaya-Memperkuat-Karakter-Bangsa.pdf.

70

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Angka Partisipasi PAUD di Kabupaten Garut Tahun Ajaran 2020/2021

Fauziah Rahmat1 Bidang Penelitian dan Pengembangan, PD Himpaudi Kabupaten Garut

Email: [email protected]

Abstract This article presents the results of a survey of ECE participation rates in Garut in 2020. The survey involved 398 respondents. This study aims to determine the school participation rates especially in ECE units in Garut. Media has been reported about the prediction of a decrease in parents' interest in enrolling young children in ECE units at the national level since the online learning methods during the covid-19 pandemic. Data shows that parents' decision to postpone enrolling their children to ECE units due to they doubt the effectiveness of learning from home system. It is one of the factors causing the decline in ECE participation. A number of recommendations are given based on the conclusions obtained. Keywords: participation rates ECE, covid-19 pandemic, survey Abstrak Artikel ini menyajikan hasil survei angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/20201. Sebanyak 398 responden terlibat dalam survei ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak pandemi covid-19 terhadap angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut serta faktor-faktor yang turut mempengaruhinya. Seperti dilansir beberapa media bahwa diprediksi ada tren penurunan minat orang tua untuk mendaftarkan anak-anak usia dini ke satuan-satuan PAUD paa level nasional sebab kebijakan pembelajaran berbasis rumah /atau melalui moda daring selama masa pandemi covid-19. Data menunjukan bahwa keputusan orang tua menunda mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD akibat penilaian terhadap inefektivitas kegiatan belajar dari rumah (BDR) menjadi slaah satu faktor penyebab menurunnya angka partisipasi PAUD. Sejumlah rekomendasi atas persoalan yang teridentifikasi juga turut diberikan. Kata Kunci: angka partisipasi, PAUD, pandemi covid-19, survei

PENDAHULUAN

Angka partisipasi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

keberhasilan program pembangunan pendidikan. Angka partisipasi dalam pendidikan adalah

gambaran menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan.

Dalam penelitian ini angka partisipasi yang dimaksud merujuk pada jumlah peserta didik yang

mendaftar pada satuan PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021. Tinggi rendahnya

angka partisipasi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor namun faktor ekonomi seperti tingkat

kemiskinan adalah yang lebih banyak dilaporkan (Elfarabi, 2018; Hermawan et al., 2020; Rahmatin

& Soejoto, 2017). Selain itu, angka partisipasi dan pertumbuhan ekonomi secara simultan turut

berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Hanifah, 2019). Oleh karenanya, mengukur

angka partisipasi menjadi sesuatu yang penting.

Khusus untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), beberapa penelitian terdahulu berhasil

mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi PAUD. Antara lain meliputi

jumlah satuan PAUD dan rasio siswa terhadap tenaga pendidik dan kependidikan (Kartakusumah,

2018), faktor lokasi, program, kompetensi PTK, sarana prasarana sekolah, juga faktor ekonomi,

persepsi dan minat orang tua, hingga faktor kebijakan seperti perizinan dan pendampingan dalam

meningkatkan mutu PAUD menjadi hal-hal yang berpengaruh terhadap angka partisipasi PAUD

(Faisal et al., 2019).

Menurut data per Maret 2020 menunjukkan angka partisipasi kasar (APK) PAUD Kabupaten

Garut adalah 57,24% (Nasrun et al., 2020). Angka ini tebilang cukup tinggi sehingga dapat diklaim

menjadi penanda keberhasilan program PAUD di Kabupaten Garut. Namun demikian, Kebijakan

pelaksanaan kegiatan belajar dari rumah dan membatasi bahkan meniadakan kegiatan tatap muka

di satuan-satuan PAUD sebagai respon terhadap penanggulangan pandemi covid-19 diduga dapat

71

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menurunkan angka partisipasi PAUD. Bahkan, sejumlah media nasional merilis berita mengenai

menurunnya minat orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD akibat pandemi Covid-

19 (fey/kid, 2020; Gatra, 2020).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka pimpinan daerah himpunan pendidik dan tenaga

kependidikan pendidikan anak usia dini (PD HIMPAUDI) Kabupaten Garut melalui bidang

penelitian dan pengembangan melakukan identifikasi dampak pandemi covid-19 terhadap angka

partispasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021 melalui sebuah survei.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut selama

masa pandemi covid-19 yaitu pada tahun ajaran 2020/2021 serta mencoba mengungkap faktor-

faktor apa saja yang berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi

tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain cross sectional, yaitu data

dikumpulkan pada satu poin di suatu waktu (Creswell, 2002). Survei ini dilakukan dengan

menyebarkan kuesioner daring dan melibatkan anggota HIMPAUDI se-Kabupaten Garut.

Pengumpulan data survei dilakukan mulai tanggal tujuh hingga 13 Juli 2020. Sebanyak 398

responden terlibat dalam survei ini. Responden terdiri dari 361 perwakilan dari satuan kelompok

bermain (KB), 34 satuan PAUD sejenis (SPS), dua TPA (taman pengasuhan anak), dan sebanyak 45

satuan taman kanak-kanak (TK) yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Garut.

Secara persentase, dari total 3112 satuan PAUD yang beroperasi, sekitar 13% satuan mengikuti

survei ini. Dapat dikatakan bahwa data yang kami terima relatif kecil namun dengan persebarannya

merata dari wilayah Garut bagian selatan hingga utara, maka dapat diklaim bahwa data yang

diperoleh tetap cukup representatif untuk dapat menggambarkan kondisi angka partisipasi PAUD

di Kabupaten Garut pada tahu ajaran 2020/2021.

Empat pertanyaan utama diajukan dalam kuesioner survei angka partisipasi PAUD ini.

Keempatnya adalah jumlah siswa tahun ajaran 2019/2020, jumlah siswa lulus pada 2019/2020,

jumlah siswa baru yang mendaftar untuk tahun 2020/2021, dan rangkuman pertanyaan yang

diajukan orang tua ketika mendaftar (terlepas dari keputusan akhir yang dibuat apakah orang tua

memutuskan mendaftarkan atau memutuskan tidak mendaftarkan anaknya). Tiga pertanyaan

pertama diolah untuk mengetahui angka partisipasi sedangkan pertanyaan terakhir diolah untuk

mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap angka partisipasi PAUD.

Adapun untuk memaknai data yang berasal dari jawaban pertanyaan terakhir, penulis

melakukan analisis data dengan mengadaptasi prinsip dalam teknik analisis grounded theory.

Menurut Charmaz (2006) analisis data dengan teknik gronded theory paling tidak melibatkan dua

fase yaitu initial coding dan focused coding dimana pada fase pertama data dinamai dan dimasukan

ke dalam kode-kode tertentu dan pada fase selanjutnya kode-kode dipilah berdasarkan frekuensi

dan signifikansinya dalam menjawab pertanyaan penelitian. Tabel berikut menunjukkan contoh

proses initial dan focused coding dalam penelitian ini.

Tabel 1. (Contoh Proses Initial dan Focused Coding) Jawaban Partisipan Kode Tema

Kapan mulai belajar seperti biasa? Normal/biasa Strategi

Pembelajaran Apakah sekolah akan berjalan normal seperti sebelum pandemi?

Apakah akan belajar tatap muka seperti biasanya atau tidak? Tatap muka

Belajar online atau tatap muka? Online, tatap muka

Masih daring atau tidak? Daring/online

HASIL DAN PEMBAHASAN

72

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasil survei ini berhasil memberikan gambaran mengenai angka partisipasi PAUD di Kabupaten

Garut selama masa pandemi covid-19 yaitu pada tahun ajaran 2020/2021 serta mengungkapkan

faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi

tersebut. Data hasil survei ini mendukung prediksi mengenai penurunan minat orang tua

mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD.

Data menggambarkan adanya tren penurunan jumlah pendaftar baru di satuan-satuan PAUD di

Kabupaten Garut. Secara total jumlah peserta didik PAUD tahun ini lebih banyak dari jumlah

peserta didik tahun lalu, yaitu dari 13244 menjadi 13278 atau naik sekitar 0,25%. Namun

demikian, setelah dicermati lebih lanjut terdapat selisih jumlah peserta didik pada tahun ajaran

2019/2020 dengan jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2020/2021 yang menunjukan

penurunan pada hampir 44% satuan PAUD. Sebanyak 175 satuan PAUD memiliki jumlah peserta

didik yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan jumlah tersebut

bervariasi mulai dari satu persen hingga hampir 50%.

Sementara itu, jawaban dari responden mengenai pertanyaan yang diajukan oleh orang tua

kepada pihak satuan PAUD didominasi oleh pertanyaan “kapan mulai belajar seperti biasa?”.

Menduduki frekuensi teratas dan ditanyakan oleh 111 responden atau mewakili sebanyak hampir

30% peserta survei. Disusul dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “bagaimana metode belajar

selama pandemi?” “apakah masih daring?” “kapan tatap muka?” dan “berapa biaya yang harus

dibayarkan?” Sedangkan, pertanyaan terkait harapan orang tua terhadap luaran PAUD seperti

kemampuan baca-tulis-hitung dan kemandirian frekuesinya jauh lebih kecil yaitu hanya muncul

masing-masing dua kali.

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh, dapat diidentifikasi tiga faktor utama yang

turut berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi. Ialah, faktor strategi

pembelajaran, pembiayaan, dan jaminan penerapan protokol kesehatan di satuan PAUD.

Penurunan angka partisipasi orang tua untuk mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD terkait

erat dengan bergulirnya kebijakan belajar dari rumah (BDR) sebagai konsekuensi langsung dari

pembatasan bahkan peniadaan kegiatan pembelajaran melalui tatap muka.

Sebagian orang tua menjadikan metode pembelajaran sebagai pertimbangan utama dalam

memutuskan mendaftarkan anaknya di PAUD atau justru menundanya. Menurut hasil survei ini,

orang tua beranggapan bahwa metode pembelajaran berbasis jaringan (daring) dianggap kurang

efektif jika dibandingkan dengan metode tatap muka. Memang harus diakui sulitnya menemukan

metode pembelajaran daring bagi anak-anak usia dini sebab interaksi fisik dan emosional

merupakan sesuatu yang vital dalam pembelajaran di PAUD. Kegiatan BDR yang cenderung bersifat

penugasan membuat orang tua harus mengambil alih fungsi dan peran guru di kelas. Namun begitu,

kondisi dimana waktu dan kapasitas yang dimiliki orang tua untuk mendampingi anak belajar di

rumah juga dapat menjadi kendala yang berarti.

Menurut Kurniati et al. (2020) di antara peran orang tua selama mendampingi anak belajar di

rumah adalah mendampingi kegiatan anak yang berbasis pada kebutuhan anak. Mulai dari menjaga

kebersihan dan kesehatan, mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, melakukan

kegiatan bersama selama di rumah, menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak, menjalin

komunikasi yang intens dengan anak, hingga melakukan variasi dan inovasi kegiatan di rumah.

Peran-peran tersebut tentu akan berdampak pada keterpenuhan kebutuhan belajar. Penelitian

Nurkholis (2020) menyatakan bahwa salah satu dampak psikologis dari penutupan sementara

sekolah sebagai respon terhadap penyebaran pandemi covid-19 yang berujung pada pengalihan

kegiatan pembelajaran dari sekolah ke rumah adalah kejenuhan dan kebosanan yang dialami para

peserta didik. Kebosanan dan kejenuhan tersebut boleh jadi merupakan dampak langsung dari

tidak terpenuhinya kebutuhan atau kesejahteraan anak secara mental dalam belajar.

73

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Riset Giallo et al. (2013) menunjukan bahwa keterlibatan orang tua dalam kegiatan bermain

bersama anak dimediasi oleh efikasi-diri, baik ibu maupun ayah. Efikasi-diri atau self-efficacy

adalah sebuah konsep yan digagas Albert Bandura untuk menjelaskan keyakinan seseorang

terhadap kapasitas dan kompetensi dirinya. Efikasi diri orang tua merupakan hal yang penting

diperhatikan dalam menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran di rumah bersama orang tua.

Efikasi-diri orang tua merupakan penentu utama dalam komponen perilaku pengasuhan dan erat

terkait dengan kesehatan perkembangan anak (Sevigny & Loutzenhiser, 2009).

Riset-riset terdahulu memperlihatkan bahwa rendahnya efikasi diri orang tua dapat ditengarai

sebagai salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran di rumah. Orang tua dengan efikasi-

diri rendah perlu bantuan dalam tugas pengasuhan harian seperti merencanakan, mengantisipasi,

memilih kegiatan yang sesuai dan mendorong perilaku yang diinginkan dari anak pada saat-saat

sulit (Sanders et al., 2005). Menjadi beralasan ketika orang tua menilai pembelajaran dengan moda

daring kurang efetif jika dibandingkan dengan metode tatap muka sebab boleh jadi efikasi-diri

orang tua dalam mendampingi anak belajar umumnya masih relatif rendah. Mengingat selama ini

orang tua lebih banyak menguasakan masalah pendidikan kepada pihak lain terutama sekolah dan

guru. Maka, dapat dipahami jika sebagian besar orang tua yang merasa kewalahan, anak-anak yang

merasakan stres, dan sebagian guru yang tergagap-gagap menghadapi pembelajaran dari rumah

melalui metode daring (Rais, 2020). minimnya kompetensi orang tua terutama dalam hal teknologi

dan keterampilan mengajar. Kendala keterbatasan waktu orang tua dikarenakan kesibukannya

dalam mengajar Kendala minimnya antusisme orang tua yang salah satunya dikarenakan gangguan

sinyal.(Khadijah & Gusman, 2020)

Beberapa kendala seperti minimnya kompetensi orang tua terutama dalam hal melek teknologi

dan keterampilan mengajar, keterbatasan waktu orang tua akibat kesibukan, juga antusiasme yang

minim adalah yang umum ditemui dalam pendampingan anak usia dini selama belajar dirumah

(Khadijah & Gusman, 2020). Padahal dalam masa ini, orang tua diharapkan dapat memberikan

kesempatan kepada anak-anak untuk mendapat stimulasi dan sumber daya belajar yang memadai.

Dapat pula dimaklumi ketika orang tua berkeberatan dengan pembelajaran tanpa tatap muka

dengan guru sebab orang tua boleh jadi lebih yakin pada peluang belajar di sekolah masih lebih

baik. Salah satu penentu intenistas peluang belajar adalah sumber daya. Penelitian Liu dan

Whitford (2011) mengindikasi hal-hal yang mempengaruhi peluang anak belajar sains di rumah.

Fakta yang tersaji dalam riset tersebut adalah status sosial ekonomi yang meliputi tingkat

pendidikan orang tua dan sumber daya di rumah (seperti akses terhadap buku, internet, komputer,

juga kompetensi orang tua itu sendiri) turut mempengaruhi ekspektasi terhadap pencapaian anak,

kualitas bimbingan, juga tingkat interaksi antara orang tua dan anak.

Faktor kedua yang berkontribusi terhadap penurunan angka partisipasi PAUD di Kabupaten

Garut terkait pembiayaan. Ini ditunjukkan dengan beberapa pertanyaan seperti “berapa biaya yang

harus dibayarkan?” atau “bagaimana pembayaran SPP apakah gratis karena belajar dari rumah”.

Dalam survei ini pun, kode-kode dengan kata kunci “biaya”, “iuran”, “spp”, dan “gratis” yang

mengarah pada pertimbangan orang tua saat memutuskan tidak mendaftarkan anak-anaknya di

PAUD melibatkan perspektif ekonomi. Selain dinilai kurang efektif, pembelajaran daring juga

dianggap lebih mahal.

Infrastruktur pendukung pembelajaran daring memang masih menjadi pekerjaan rumah besar

dalam penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi covid-19 saat ini. Ketidakterjangkauan atau

bahkan ketiadaan akses terhadap koneksi internet merupakan kendala terbesar dalam

pembelajaran daring (Firman & Rahman, 2020; Khadijah & Gusman, 2020). Konsumsi kuota

internet yang relatif mahal juga dapat menjadi kendala tersendiri dalam mengikuti kelas daring

(Novita & Hutasuhut, 2020). Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana akibat faktor ekonomi

juga menjadi suatu hambatan berarti bagi efektivitas pembelajaran daring (C et al., 2020).

74

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pandemi Covid-19 telah memukul pertumbuhan ekonomi di seluruh negara terdampak,

termasuk terjadinya perlambatan ekonomi di Indonesia (Nasution et al., 2020). Kondisi ini juga

mengakibatkan krisis ekonomi keluarga yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia

(Pratiwi et al., 2020). Bahkan ditengarai dengan terganggunya perekonomian keluarga dapat

memicu stres, memunculkan pertikaian keluarga , serta dapat berujung pada kekerasan (Radhitya

et al., 2020). Untuk memulihkan kondisi ekonomi nasional Hadiwardoyo (2020) berpendapat

bahwa kuncinya adalah survival di tingkat individu dan entitas usaha sehingga diperlukan stimulus

yang tepat agar kerugian tidak semakin besar baik secara ekonomi maupun sosial.

Banyaknya sektor pekerjaan yang terimbas oleh kebijakan untuk pencegahan penularan covid-

19 yang berakibat pada rentannya kesejahteraan ekonomi keluarga merupakan masalah serius.

Dari hasil survei lain yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa selama BDR sebagian besar

orang tua tidak membayarkan dana iuran pendidikan secara penuh baik karena alasan tidak

mampu maupun sebab enggan dengan alasan anak-anak tidak belajar bersama guru (PD HIMPAUDI

Kabupaten Garut, 2020).

Pertimbangan lain dari orang tua sehingga memutuskan tidak mendaftarkan anak-anaknya ke

PAUD adalah terkait alasan kesehatan dan keamanan. Meski frekuensinya relatif sangat kecil tetapi

orang tua juga mengajukan pertanyaan mengenai jaminan keselamatan anak-anak selama belajar

dalam kondisi pandemi. Kekhawatiran orang tua terhadap keamanan anak juga menjadi

penyumbang atas keputusan menunda mendaftarkan anak ke PAUD. Hal ini tentu menjadi

peringatan bagi seluruh satuan pendidikan penyelenggara program PAUD untuk serius

mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang kebersihan dan kesehatan anak-anak selama

masa pandemi bahkan nanti ketika kelak memasuki masa adaptasi kebiasaan baru atau new

normal era.

Keselamatan jiwa dan kesehatan menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan

pendidikan di masa pandemi ini. Namun begitu, kita pun hendaknya melihat sisi kesejahteraan

anak yang boleh jadi sedang mengalami kerentanan. Sulitnya menemukan metode pembelajaran

daring bagi anak-anak usia dini, faktor efikasi-diri orang tua dalam mendampingi anak-anak belajar

dengan mengambil alih fungsi dan peran guru di kelas sementara kondisi (ketersediaan waktu dan

kapasitas) yang dimiliki orang tua untuk mendampingi anak belajar di rumah sangat beragam dan

tidak selalu dalam kondisi prima hendaknya menjadi pertimbangan yang juga dikedepankan dalam

memutuskan kebijakan pendidikan.

SIMPULAN

Pandemi covid-19 memberikan dampak terhadap penurunan angka partisipasi PAUD di

Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021. Kondisi-kondisi yang diakibatkan oleh pandemi

covid-19 baik langsung (seperti risiko kesehatan) maupun tidak langsung (krisis ekonomi keluarga

dan kebijakan pembelajaran dari rumah) berkontribusi pada keputusan orang tua untuk menunda

mendaftarkan anak-anaknya dan berpotensi menurunkan angka partisipasi PAUD. Ini adalah

sebuah isu yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Meski memasukan anak-anak ke satuan PAUD

adalah pilihan, namun satuan PAUD tetap dapat dinilai lebih siap dalam memberikan layanan

pendidikan bagi anak-anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory: A practical guide through qualitative analysis.

Sage Publications.

Creswell, J. W. (2002). Research Design Qualitative, Quantitave, and Mixed (2nd ed.). Sage

Publications.

75

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Elfarabi, M. F. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah di

Indonesia. Universitas Islam Indonesia.

Faisal, Mailani, E., Heniwaty, Y., Mulyana, D., & Anugerah, A. I. (2019). Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Anak Usia 4-6 Tahun terhadap Pendidikan Anak Usia

Dini di Kota Medan. Jurnal Pembangunan Perkotaan, 7(1), hlm. 95–108.

Firman, & Rahman, S. R. (2020). Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19. Indonesian

Journal of Educational Science, 2(2), hlm. 81–89.

Gatra, S. (2020, 04 Juni). Khawatir Pandemi Covid-19, Para Orangtua Menunda Memasukkan Anak ke

TK. Kompas.Com. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/04/06150061/khawatir-

pandemi-covid-19-para-orangtua-menunda-memasukkan-anak-ke-tk?page=all

Giallo, R., Treyvaud, K., Cooklin, A., & Wade, C. (2013). Early Child Development and Care Mothers ’

and fathers ’ involvement in home activities with their children : psychosocial factors and the

role of parental self-efficacy. Early Child Development and Care, 183, hlm. 343–359.

https://doi.org/10.1080/03004430.2012.711587

Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Baskara Journal of

Business and Entrepreneurship, 2(2), hlm. 83–92. https://doi.org/10.24853/baskara.2.2.83-92

Hanifah, M. (2019). Analisis Pengaruh Angka Partisipasi Sekolah, Pertumbuhan Ekonomi, Rasio Gini,

dan Penghimpunan Dana ZIS terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2012-

2016. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hermawan, W., Maipita, I., & Wahyudi, S. T. (2020). Determinan AngkaPartisipasi Murni: Studi pada

Penduduk Miskin Tingkat Provinsi di Indonesia. JIEP, 20(1), hlm. 1–11.

Kartakusumah, Y. (2018). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar (APK) pada

Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak [Universitas Pendidikan Indonesia].

http://repository.upi.edu/37405/

Khadijah, & Gusman, M. (2020). Pola Kerja Sama Guru dan Orangtua Mengelola Bermain AUD

selama Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kumara Cendekia, 8(2), hlm. 154–171.

Kurniati, E., Alfaeni, D. K. N., & Andriani, F. (2020). Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi

Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), hlm.

241–256. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.541

Liu, X., & Whitford, M. (2011). Opportunities-to-Learn at Home : Profiles of Students With and

Without Reaching Science Proficiency. Journal of Science Education Technology, 20, hlm. 375–

387. https://doi.org/10.1007/s10956-010-9259-y

Nasrun, A., Tarida, A. R., & Khadafy, A. (2020). Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anak Usia Dini

2019/2020. In Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Nasution, D. A. D., Erlina, & Muda, I. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Perekonomian

Indonesia. Jurnal Benefita, 5(2), hlm. 212–224.

Novita, D., & Hutasuhut, A. R. (2020). Plus Minus Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Pembelajaran Daring

selama Pandemi Covid-19. hlm. 1–11.

Nurkholis. (2020). Dampak Pandemi Novel-Corona Virus Disease (Covid-19) terhadap Psikologi

dan Pendidikan serta Kebijakan Pemerintah. Jurnal PGSD, 6(1), hlm. 39–49.

PD HIMPAUDI Kabupaten Garut. (2020). Press Release Hasil Idetifikasi Dampak Risiko Pandemi

Covid-19 terhadap Kondisi Satuan PAUD di Kabupaten Garut.

Pratiwi, C., Wati, A., & Ayyuhda, C. (2020). Mitigasi Ancaman Krisis Ekonomi Keluarga Akibat

Pandemi Covid 19. Social Pedagogy: Journal of Social Science Education Vol., 1(1), hlm. 76–82.

Radhitya, T. V., Nurwati, N., & Irfan, M. (2020). Dampak PandemiCovid-19 terhadap Kekerasan

dalam Rumah Tangga. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2(2), hlm. 111–119.

Rahmatin, U. Z., & Soejoto, A. (2017). Pengaruh Tingkat Kemiskinan Dan Jumlah Sekolah Terhadap

76

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Angka Partisipasi Sekolah (Aps) Di Kota Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi Manajemen Dan

Keuangan, 01(02), hlm. 127–140.

Rais, H. (2020, April). Fortusis Sebut Orang Tua Siswa Keteteran Selama Pembelajaran Daring.

Https://Prfmnews.Pikiran-Rakyat.Com/Mapay-Kota/Pr-13367729/Fortusis-Sebut-Orang-

Tua-Siswa-Keteteran-Selama-Pembelajaran-Daring.

Sanders, M. R., Woolley, M. L., & Sanders, M. R. (2005). The relationship between maternal self-

efficacy and parenting practices : implications for parent training. Child: Care, Health &

Development, 31(1), hlm. 65–73.

Sevigny, P. R., & Loutzenhiser, L. (2009). Predictors of parenting self-efficacy in mothers and fathers

of toddlers. Child: Care, Health and Development, 36(2), hlm. 179–189.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2214.2009.00980.x

77

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 4-5 TAHUN : TINJAUAN PUSTAKA

Dela Lailatul Badriah1, Sima Mulyadi2, Lutfi Nur3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Indonesian is the national language and the language of the Republic of Indonesia. Almost all people in Indonesia use Indonesian. But some Indonesian people make Indonesian a second language. The diversity of cultures in Indonesia causes many regional languages in Indonesia. Indonesian can be taught to children from an early age. Early childhood is a child who is in the golden age where the child is easy to receive various stimuli. Based on previous research, the number of Indonesian language vocabularies for children aged 4 years is in the range of 1128 vocabularies and children aged 5 years amounting to 1091 vocabularies. Factors that influence children in obtaining Indonesian vocabulary are influenced by personal factors and environmental factors. From further research found strategies and methods to improve children's Indonesian vocabulary that can be done by parents and teachers and can develop and use Indonesian vocabulary in children. Keywords: vocabulary, children aged 4-5 years, Indonesian, parents, teachers Abstrak Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi sebagian masyarakat Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Ragamnya budaya di Indonesia menyebabkan banyaknya bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia dapat diajarkan kepada anak sejak dini. Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam masa keemasan (golden age) di mana anak mudah menerima berbagai rangsangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah kosakata bahasa Indonesia anak usia 4 tahun berada pada kisaran 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun berjumlah 1091 kosakata. Faktor yang mempengaruhi anak dalam memperoleh kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari penelitian selanjutnya ditemukan strategi dan metode untuk meningkatkan kosakata bahasa Indonesia anak yang dapat dilakukan orang tua dan guru serta dapat mengembangkan dan menggunakan kosakata bahasa Indonesia pada anak. Kata Kunci: kosakata, anak usia 4-5 tahun, Bahasa Indonesia, orang tua, guru

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan

satu sama lain. Bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal ini

tercantum dalam salah satu isi sumpah pemuda yakni: “Kami putra dan putri Indonesia,

menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ragamnya bahasa daerah yang dimiliki negara

Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Potensi berbahasa Indonesia anak

usia dini dipengaruhi oleh penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Berdasarkan studi pendahuluan

di sebuah TK daerah kota Tasikmalaya pada masa perkenalan peserta didik baru ditemukan anak

usia 4-5 tahun tidak memahami guru yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia sedangkan

sebagian temannya sudah memahami bahkan berbicara dengan bahasa Indonesia. Anak tersebut

hanya memahami bahasa daerahnya saja yaitu bahasa sunda. Hal ini disebabkan karena bahasa

yang dikuasai anak Indonesia pertama kali pada umumnya adalah bahasa daerahnya.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, topik perkembangan berbahasa Indonesia anak

usia dini lebih dominan membahas tentang mengembangkan berbahasa Indonesia pada anak usia

5-6 tahun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dahlia, Thamrin, dan Ali pada tahun 2013 dengan

judul “Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik

Kecamatan Tanah Pinoh” (Dahlia, et al., 2013). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hidjanah

dan Roshonah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia

4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi)”

(Hidjanah & Roshonah, 2017). Kemudian penelitian yang dilakukan Alfin, Rosyidi, dan Abdillah

78

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pada tahun 2018 dengan judul “Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Anak

Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar” (Alfin, et al., 2018).

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Rusniah pada tahun 2017

dengan judul “Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui Penggunaan

Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran 2015/2016”

menggunakan subjek kelompok A yaitu kategori anak usia 4-5 tahun (Rusniah, 2017).

Bahasa pertama kali diperoleh anak dari lingkungan keluarga. Ketika anak belajar bahasa,

bahasa pertama yang terlebih dahulu diketahui dan dikuasai anak berupa bahasa lisan yang terdiri

dari kata-kata dan kalimat. Berdasarkan penelitian sebelumnya anak mempelajari mulai dari

redaksi, struktur kata, sampai kalimat. Apabila seorang ayah atau ibu mengatakan kalimat yang

salah, anak akan menirukan, memaknai arti, dan mempelajari struktur kalimatnya (Putri, et al.,

2014). Pada perkembangan selanjutnya saat anak memasuki usia prasekolah, anak mulai

memperoleh dari lingkungan sekolah baik dari guru maupun teman sebayanya. Dengan banyaknya

bahasa yang anak peroleh, perkembangan kosakata akan berkembang dengan pesat sebagaimana

dikemukakan Sroufe "children vocabularies grew quite quickly after they begin to speak".

Pertambahan kosakata anak akan sangat cepat setelah mereka mulai berbicara. Hal ini dapat

dipahami karena anak akan menggunakan arti bahasa dari konteks yang digunakannya (Susanto,

2011).

Berdasarkan uraian di atas, pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 4-5 tahun

dapat diperoleh dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Selain itu, metode-metode

yang digunakan dalam memperoleh bahasa Indonesia dapat disetting secara disengaja maupun

tidak disengaja. Dalam artikel literature review ini akan disajikan pengetahuan seputar

perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun ditinjau dari pengaruh faktor

lingkungannya.

PEMBAHASAN

1. Faktor pengaruh perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun

Dalam studi longitudinal selama 8 tahun dalam mengeksplorasi perkembangan kosakata anak-

anak Cina dari usia 4 sampai 10 tahun (Song, et al., 2015) ditemukan bahwa keterampilan kosakata

dan kognitif anak dari prasekolah ke sekolah dasar memiliki keterkaitan yang erat dan dapat

mempengaruhi pertumbuhan leksikal anak dalam masa transisi dari pra-membaca ke membaca.

Selain itu, pengetahuan kosakata dapat memprediksi keterampilan membaca anak di kemudian

hari, termasuk pengenalan karakter, kelancaran membaca, dan pemahaman membaca. Peneliti

meyakini bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kosakata anak usia dini

adalah yang berhubungan dengan pengalaman seperti pendidikan ibu (Hoff, 2003; Rowe & Goldin-

Meadow, 2009; Rowe et al., 2012; Song et al., 2015).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Azizah yang menggunakan metode deskriptif

kualitatif untuk menemukan jumlah kosakata anak usia 3-5 tahun di PAUD Kelompok Bermain

Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga, ditemukan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai anak

bervariasi. pada anak usia 3 tahun jumlah kosakata yang diperoleh rata-rata 445 kosakata lebih

sedikit dibandingkan anak usia 4 tahun dan 5 tahun. Sedangkan anak usia 4 tahun jumlah kosakata

yang diperoleh lebih banyak dibandingkan anak usia 5 tahun dengan jumlah rata-rata anak usia 4

tahun 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun 1091 kosakata. Namun, disini selisih perbandingan

jumlah kosakata anak usia 4 tahun dan 5 tahun tidak terlampau jauh dan rata-rata jumlah kosakata

yang telah diperoleh anak usia 4 tahun dan 5 tahun sudah mencapai 1000 kosakata lebih. Semakin

bertambahnya usia, kosakata anak pun akan terus bertambah. Tetapi apabila terdapat selisih

perbedaan seperti hasil temuan di atas, peneliti meyakini bahwa dalam pemerolehan kosakata

79

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Selain itu faktor pribadi dan lingkungan sangat

berpengaruh terhadap pemerolehan kosakata anak (Azizah, 2013).

Dari hasil penelitian di atas, ditemukan bahwa perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh

faktor intelektual/kognitif dan faktor lingkungan. Anak yang memiliki intelektual atau kognisi

tinggi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa (Susanto, 2017).

Perkembangan otak dan kognitif anak secara independen dapat dipengaruhi oleh status sosial

ekonomi keluarga dan lingkungan bilingualisme (Brito, 2017). Sementara faktor lingkungan

berperan besar dalam perkembangan awal bahasa anak terutama lingkungan sosial (Susanto,

2017).

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa terutama dalam penambahan kosakata

berkaitan dengan tingkat keseringan penggunaan bahasa, yang mempengaruhi pemerolehan dan

pemrosesan bahasa anak (Kidd, Donnelly, & Christiansen, 2018). Hal ini selaras dengan penelitian

yang dilakukan oleh Siron pada tahun 2016 di salah satu daerah Jakarta Timur, ditemukan bahwa

kemampuan penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun sudah dapat diketahui dan dipahami oleh

lawan bicaranya. Selain itu, kata kerja yang digunakan anak masih menggunakan kata-kata dasar.

Hal ini terjadi karena penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun tidak diimbangi dengan penggunaan

kalimat yang lengkap/kompleks (Siron, 2016). Dari hasil temuan tersbut dapat diketahui bahwa

penggunaan kosakata khususnya kata kerja anak usia 5 tahun dapat dikembangkan apabila anak

berperan serta dalam percakapan dan kegiatan sehari-hari.

Montessori mengungkapkan bahwa masa usia dini merupakan periode sensitif, di mana pada

masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya (Sujiono,

2013). Apabila pemberian stimulus khususnya dalam mengembangkan kosakata telah dilakukan

kepada anak sedini mungkin, maka perkembangan kosakata anak di masa mendatang akan

berkembang sangat pesat sehingga anak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi

dengan orang lain.

2. Metode mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun

Dalam mempelajari kosakata, dibutuhkan paparan kata-kata baru dan dukungan percakapan

(kontekstual) untuk membedakan makna kata-kata (Gómez, et al., 2017). Paparan kata-kata baru

dapat diperoleh anak dengan dilibatkannya anak dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, untuk

melatih belajar bahasa dapat disetting suatu kegiatan seperti: kegiatan bermain bersama, cerita

(baik dibacakan buku cerita atau meminta anak bercerita), bermain peran, bermain boneka tangan,

belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative learning) (Susanto, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Markus, Kusmiyati, & Sucipto di TK Kabupaten

Malinau Barat, perkembangan kosakata anak diperoleh melalui percakapan sehari-hari. Apabila

ditinjau dari kelas kata dalam bahasa Indonesia, ditemukan kelas kata nomina menempati jumlah

paling banyak yang dikuasai anak (Markus, et al., 2017). Hal ini selaras dengan penemuan

Dardjowidjojo selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa cucunya. Dari penelitian tersebut

ditemukan bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase rata-rata 49% dan

verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga

baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati urutan

keempat dengan persentase 10% (Dardjowidjojo, 2010).

Kegiatan untuk mengembangkan kosakata anak usia 4-5 tahun dapat dilakukan dengan

beberapa kegiatan yang sengaja disetting oleh orang tua atau guru. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Sukma, Fadillah, & Yuline yang menggunakan media gambar pada anak usia 5-6

tahun, penelitian ini menemukan bahwa kosakata Bahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun di TK

Muslimat Pontianak Tenggara meningkat ketika mengggunakan media gambar (Sukma, et al.,

2016). Selain itu, Ilhami, Fitri, dan Ramdhani membuat sebuah produk untuk memfasilitasi anak

80

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dalam meningkatkan kosakata anak usia 5-6 tahun. Dari hasil ujicoba produk tersebut didapatkan

dari 22 sampel yang digunakan dari dua sekolah yaitu mulai berkembang sesuai harapan (BSH)

sebanyak 7 orang atau dengan persentase 32% dan 15 anak atau 62 % adalah berkembang sangat

baik (BSB). Hasil tes hasil ujicoba 22 anak Untuk tes hasil belajar didapatkan 8 anak atau 36%

berkembang sesuai harapan, dan 14 anak atau 64% anak berkembang sangat baik. berdasarkan

hasil ujicoba tersebut dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan permainan kuda bisik

berupa media permainan dan evaluasi mampu untuk meningkatkan kemampuan pembendaharaan

kosakata anak usia 5-6 tahun (Ilhami, et al., 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McLeod, Hardy, dan Kaiser yang menggunakan

metode bermain berbasis naturalistik ditemukan bukti bahwa penggunaan intervensi bahasa

naturalistik dalam konteks permainan kelas dapat efektif dalam mendukung target penggunaan

kata kosa kata (Mc.Leod, et al., 2017). Hal ini sesuai dengan teori Enhanced Milieu Teaching (EMT)

bahwa metode bermain berbasis naturalistik dapat mendukung pengembangan bahasa yang telah

diteliti secara menyeluruh dan terbukti efektif dalam mempromosikan bahasa lisan dan

meningkatkan perbedaan kosakata (Kaiser & Trent, 2007; dalam McLeod, et al., 2017).

SIMPULAN

Berdasarkan kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kosakata bahasa

Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari kedua faktor tersebut, faktor

lingkungan dapat dikembangkan oleh siapa pun, baik oleh orang tua di rumah maupun guru di

sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam mengembangkan kosakata

bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun yaitu kegiatan bercakap-cakap, penggunaan media gambar,

permainan kuda bisik, dan metode bermain berbasis naturalistik.

DAFTAR PUSTAKA

Alfin, J., Rosyidi, Z., & Abdillah, H. (2018). Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia

Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar. Jurnal:

Jurnal Pendidikan Usia Dini, 12 (2), hlm. 271-280.

Azizah, F. N. (2013). Pemerolehan Kosakata Anak Usia 3—5 Tahun di PAUD Kelompok Bermain

Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga. Jurnal: Skriptorium, 1 (3), hlm. 57-66.

Brito, N. H. (2017). Influence of the Home Linguistic Environment on Early Language Development.

Journal: Policy Insights from the Behavioral and Brain Sciences, 4 (2), hlm. 155-162.

Dahlia, L., Thamrin, M., & Ali, M. (2013). Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia

Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh. Jurnal: Jurnal Pendididkan dan

Pembelajaran Khatulistiwa, 2 (9), hlm. 1-13.

Dardjowidjojo, S. (2012). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia.

Gómez, L. E., Vasilyeva, M., & Dulaney, A. (2017). Preschool Teachers' Read-Aloud Practices in

Chile as Predictors of Children's Vocabulary. Journal: Journal of Applied Developmental

Psychology, 52, hlm. 149–158.

Hidjanah., & Roshonah, A. F. (2017). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5

Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi).

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini : Yaa Bunayya, 1 (1), hlm. 47-52.

Ilhami, B. S., Fitri, B. F. H., & Ramdhani, S. (2019). Permainan Kuda Bisik untuk Meningkatkan

Kemampuan Pembendaharaan Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak Usia

Dini: Cakrawala Dini, 10 (2), hlm. 101-108.

Markus, N., Kusmiyati, & Sucipto. (2017). Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5

Tahun. Jurnal Ilmiah : FONEMA, 4 (2), hlm. 102-115.

81

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

McLeod, R. H., Hardy, J. K., & Kaiser, A. P. (2017). The Effects of Play-Based Intervention on

Vocabulary Acquisition by Preschoolers at Risk for Reading and Language Delays. Journal:

Journal of Early Intervention, 39(2), hlm. 147–160.

Putri, K. A. K., Rasna, I. W., & Suandi, I. N. (2014). Pemerolehan Bahasa Indonesia Pada Anak Usia

Dini di Desa Beraban, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Jurnal: Jurnal Ilmiah Pendidikan

dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, 3 (1).

Rusniah. (2017). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui

Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran

2015/2016. Jurnal Bimbingan Konseling: Jurnal Edukasi, 3 (1), hlm. 114-130.

Siron, Y. (2016). Analisis Kemampuan Penggunaan Kata Kerja pada Anak Usia 5 Tahun. Jurnal:

Jurnal Pendidikan Anak, 5 (2), hlm. 848-856.

Song, S. et al. (2015). Tracing Children’s Vocabulary Development from Preschool Through the

School-Age Years: an 8-Year Longitudinal Study. Journal: Developmental Science, 18 (1), hlm.

119-131.

Sujiono, Y. N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Susanto, A. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori). Jakarta: Bumi Aksara.

82

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Manfaat Permainan Tradisional Simar bagi Tumbuh Kembang Anak Resti Widayanti1, Heri Yusuf Muslihin2, Elan3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This research is motivated by the interest of researchers in traditional games that are now starting to be

forgotten by the community, especially children. Traditional games are rarely played anymore by children so

many of them are not familiar with traditional games. In fact, through traditional games can help in the process

of child development in sharing aspects of its development. This study aims to explain how the benefits of

traditional games simar for child development. This study uses a case study method with three data collection

techniques, namely interviews, observation and documentation. Qualitative data analysis includes: data

reduction, data presentation and conclusion drawing. The results in this paper were identified several aspects of

the simar traditional game, namely in the form of the number of players, tools and materials needed, the rules in

playing and the benefits of the game. So, based on the results of this writing it can be concluded that simar

traditional games can help optimize children's growth and development.

Keywords : Simar traditional game, growth, development

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti terhadap permainan tradisional yang saat ini mulai

terlupakan oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Permainan tradisional sudah jarang dimainkan lagi oleh

anak-anak sehingga banyak dari mereka yang belum mengenal permainan tradisional. Padahal, melalui

permainan tradisional dapat membantu dalam proses tumbung kembang anak di berbagi aspek

perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana manfaat permainan tradisional

simar bagi tumbuh kembang anak. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan tiga teknik

pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data kualitatif meliputi : reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dalam penulisan ini diperoleh identifikasi beberapa

aspek dari permainan tradisional simar yaitu berupa jumlah pemain, alat dan bahan yang dibutuhkan, aturan

dalam bermain dan manfaat dari permainan tersebut. Maka, berdasarkan hasil penulisan ini dapat

disimpulkan bahwa permainan tradisional simar dapat membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Kata Kunci :Permainan tradisional simar, tumbuh kembang

PENDAHULUAN

Kebudayaan Indonesia adalah keseluruhan kebudayaan lokal yang ada disetiap daerah di

Indonesia (Nahak, 2019). Salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan masyarakat Indonesia

adalah permainan tradisional. Hal ini sejalan dengan Andriani, (2012) yang menyatakan bahwa

permainan tradisional memiliki berbagai macam fungsi serta pesan dan merupakan representasi

dari sebuah pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun. Namun seiring berjalannya

waktu, permainan tradisional lambat laun mulai terkikis oleh teknologi saat ini. William (Anggita,

2018) menyatakan bahwa hilangnya permainan tradisional disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

(a) sarana dan tempat bermain tidak ada, (b) adanya penyempitan waktu, (c) permainan

tradisional terdesak oleh permainan modern, (d) terputusnya pewarisan budaya yang dilakukan

oleh generasi sebelumnya.

Secara empiris, penelitian Yudiwinata (2014) menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan

permainan tradisional jauh lebih berkembang kemampuan, termasuk kemampuan kerja sama,

sportifitas, kemampuan membangun strategi, serta ketangkasan (lari, loncat, keseimbangan) dan

karakternya. Selain itu, Hasanah, (2016) mengemukakan bahwa kemampuan fisik motorik anak

akan berkembang melalui permainan tradisional. Sejalan dengan pendapat diatas, Ekawati, (2010)

menjelaskan bahwa permainan tradisional ternyata mampu berpengaruh dalam mengembangkan

kecerdasan intrapersonal anak. Meskipun manfaat permainan tradisional sangat banyak bagi

tumbuh kembang anak, tidak banyak orangtua yang mengetahui manfaat tersebut, bahkan

orangtua sangat jarang masih mengingat bagaimana memainkannya dan jarang menceritakan

83

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

permainan tradisional yang pernah di mainkan dulu pada anak-anaknya. Hal ini tentu membuat

eksistensi permainan tradisional semakin tidak diketahui oleh masyarakat luas.

Dengan adanya fenomena tersebut, pemerintah Indonesia melakukan ancang-ancang untuk

menjaga permainan tradisional agar tak punah. Hal tersebut tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun

2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Di dalamnya tertuang bahwa permainan tradisional

merupakan satu dari 10 objek pemajuan kebudayaan oleh pemerintah Indonesia. Masyarakat

seharusnya patut mengapresiasi upaya pemerintah dalam menjaga eksistensi permainan

tradisional sebagai salah satu budaya lokal. Menurut Muhajir Efendi, pemajuan dan pengembangan

kebudayaan juga dapat dilakukan dengan penyebarluasan, pengkajian dan peningkatan

kebudayaan. Pemerintah melalui jalur pendidikan menuangkan ide dan gagasan untuk menjaga

permainan tradisional dengan mengenalkan permainan rakyat dan olahraga tradisional dalam

mata pelajaran di sekolah.

Ragam permainan tradisional diantaranya gobag sodor, pecle, congkak, bekles, kasti, baren,

sapintrong, gatrik, gampar, dan lain-lain. Sebagian permainan seperti gobag sodor dan baren sudah

banyak dikenalkan baik di sekolah maupun di lingkungan bermain anak. Namun, permainan

tradisional simar masih jarang dan bahkan tidak diketahui oleh banyak orang. Berdasarkan hal

tersebut, maka penulis berinisiatif untuk mengangkat kembali salah satu permainan tradisional

yang hampir punah dan jarang dimainkan lagi oleh masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini

bertujuan untuk mengenalkan permainan tradisional simar sebagai salah satu budaya lokal dan

menjaga eksistensi permainan tradisional di kalangan masyarakat dan menjelaskan manfaat

permainan tradisional simar bagi tumbuh kembang anak.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus atau case study.

Herdiansyah, (2011) menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan rancangan penelitian

yang bersifat komprehensif, intens, memerinci dan mendalam.Menurut Yin, (2011) studi kasus

merupakan penelitian dengan menggunakan strategi dalam pendekatan alamiah (inquiry) untuk

menjawab pertanyaan tentang mengapa kasus itu terjadi.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus karena berangkat dari fenomena dari

lingkungan sekitar dengan tujuan menjelaskan bagaimana dan mengapa fenomena tersebut

terjadi.Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen. Penelitian dilakukan di

Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis Jawa Barat terhadap narasumber dengan rentang usia 50-90

tahun. Penelitian diawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi dan

dirumuskan terkait permainan tradisional simar.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara,

observasi dan dokumentasi. Sementara itu, dalam analisis data, peneliti merujuk pada pendapat

Miles dan Huberman (dalam Siswanto, 2019), bahwa analisis data kualitatif meliputi : reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan. Ketiga komponen ini mengalir secara

berkesinambungan dan saling berinteraksi. Alur analisis kualitatif model interaktif ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

84

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 1. Komponen Analisis Data Model Air

Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah sesuatu yang

jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesusah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar

untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Tiga hal utama itu dapat dilihat pada

gambar berikut ini :

Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dalam penulisan ini diperoleh identifikasi beberapa aspek dari permainan tradisional

simar yaitu berupa jumlah pemain, alat dan bahan yang dibutuhkan, aturan dalam bermain dan

manfaat dari permainan tersebut. Beberapa aspek dalam permainan tradisional simar yaitu

diantaranya sebagai berikut :

Tabel 1. Identifikasi Permainan Tradisional Simar

Aspek Deskripsi

Jumlah pemain Permainan biasanya dilakukan oleh perorangan dengan jumlah pemain 4-

5 orang.

Alat dan bahan

Menggunakan biji-bijian, biasanya biji asam atau biji sirsak sekitar 10

buah.

Aturan permainan a. Memulai permainan

- Siapkan 10 buah biji asam/sirsak.

- Membuat bentuk lingkaran sedang di tengah tempat bermain menggunakan kapur.

- Untuk menentukan urutan bermain, para pemain terlebih dahulu melakukan hom-pim-pa.

b. Pelaksanaan permainan

- Pemain pertama memulai permainan dengan menabur kesepuluh biji secara bersamaan di dekat lingkaran.

- Pemain mulai memasukan satu persatu biji ke dalam lingkaran dengan melentikkan ibu jari tangan.

- Jika pemain berhasil memasukannya dalam sekali lentikkan, maka ia melanjutkan dengan biji kedua dan seterusnya.

- Jika semua biji telah dimasukan ke dalam lingkaran, maka ia telah berhasil memenangkan permainan. Namun sebaliknya, jika ia tidak berhasil memasukan semua bijinya maka permainan berganti ke pemain kedua. Begitu seterusnya.

c. Menang/kalah Pemain dikatakan menang jika telah berhasil memasukan semua biji pada lingkaran dalam satu kali permainan. Sedangkan, pemain yang kalah adalah yang belum berhasil memasukan semua biji pada lingkaran dalam satu kali permainan.

Permainan tradisional simar biasanya lebih sering dimainkan oleh anak perempuan. Meskipun

begitu, tetap bisa dilakukan oleh banyak orang dan bersama-sama antara pemain laki-laki dan

85

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

perempuan. Anak perempuan biasanya lebih tertarik pada jenis permainan yang mengutamakan

keterampilan motorik halus, sedangkan anak laki-laki lebih senang bermain di permainan yang

mengutamakan keterampilan motorik kasar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Septianto,

(2016) yang menyatakan bahwa antara anak laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kondisi

hormon sehingga perbedaan tersebut akan mempengaruhi terhadap munculnya perbedaan dalam

perkembangan fisik dan psikologis mereka.

Menurut Darminiasih, (2014) melalui permainan tradisional perkembangan sosial emosional

dan kemampuan berbahasa anak terjadi peningkatan. Permainan tradisional juga memiliki

beberapa unsur yaitu unsur keterampilan fisik, kecepatan berpikir dan nilai sosial budaya,

(Alawiyah, 2014). Terdapat berbagai manfaat yang terkandung dalam kegiatan permainan

tradisional simar diantaranya menambah banyak teman bermain, melatih motorik halus melalui

kegiatan menggenggam dan menggerakkan jari tangan, mengembangkan kecerdasan logika-

matematis, melatih kesabaran, melatih ketepatan, dan menumbuhkan sikap sportivitas. Berbagai

manfaat dari permainan tersebut sangatlah menunjang untuk tumbuh kembang anak jika dilakukan

dengan tepat dan benar.

SIMPULAN

Permainan tradisional simar dapat membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Manfaat yang terkandung dari permainan ini dapat membantu merangsang dalam tumbuh

kembang anak.

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, Queen Tuti. (2014). Course Motor Skills Improvement Through Traditional Games

Banten . Journal of Early Childhood Education, Vol. 8, Issue 1, 2014.

Andriani, Tuti. (2012). Permainan Tradisional dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini. Jurnal

Sosial Budaya Vol. 9 No. 1 Januari–Juli 2012.

Anggita, Gustiana Mega. (2018). Eksistensi Permainan Tradisional sebagai Warisan Budaya Bangsa.

Journal of Sport Science and Education (JOSSAE). Vol. 3 No. 2, Oktober 2018.

Darminiasih, Ni Nyoman. (2014). Penggunaan Metode Bermain Permainan Tradisional

Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Dan Sosial Emosional Anak

Kelompok B Tk Sebana Sari. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4 Tahun 2014).

Ekawati, Y. N. (2010). Pengaruh Bermain Melalui Permainan Tradisional Terhadap Kecerdasan

Intrapersonal Anak. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Berprestasi Vol. 1 No. 2. Universitas Ahmad

Dahlan.

Hasanah, Uswatun. (2016). Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan

Tradisional Bagi Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Vol 5, No. 1, Tahun 2016.

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:

Salemba Humanika.

Nahak, H.M.I. (2019). Effort to Preserve Indonesian Culture in The Era of Globalization. Jurnal

Sosiologi Nusantara Vol. 5, No. 1, Tahun 2019.

Septianto, F. H. (2016). Kemampuan Motorik Kasar antara Anak Laki-Laki dan Perempuan Kelas IV

dan V Di SD Peganjaran 3 Kudus. (Skripsi). Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Semarang, Semarang.

Siswanto & Suyanto. (2019). Metode Penelitian Kombinasi Kualitatif & Kuantitatif pada Penelitian

Tindakan (PTK & PTS). Klaten : BOSSSCRIPT.

Yin, R. K. (2011). Qualitative Research from Start to Finish. New York : Guilford.

86

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Yudiwinata, H. P. (2014). Permainan Tradisional dalam Budaya dan Perkembangan Anak. Jurnal

Paradigma Vol. 2 No. 3. Universitas Negeri Surabaya.

87

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Rancangan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD

Desi Susilawati1, Elan2, Resa Respati3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

The purpose of this study is based on the background that shows the unavailability of instructional media

specifically designed on the theme of my country in PAUD. So this study explains the multimedia design of

learning on the theme of my country in PAUD. The research method used by the author is Design Based

Research (DBR). In conducting data collection that will be used for the development of interactive

multimedia, the authors use the interview method with several experts. Interactive multimedia designed

using Microsoft Power Point with due regard to the characteristics and development of early childhood.

Microsoft Power Point provides a lot of facilities (tools) to create interactive multimedia-based media.

Interactive multimedia compiled is intended to be used as a support for learning and as a tool in the

process of implementing the learning of my country's themes in PAUD.

Keywords : Interactive Multimedia Design, My Country Theme, PAUD

Abstrak

Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang yang menunjukan belum tersedianya media

pembelajaran yang khusus rancang mengenai tema negaraku di PAUD. Maka penelitian ini menjelaskan

rancangan multimedia pembelajaran pada tema negaraku di PAUD. Metode penelitian yang digunakan

oleh penulis yaitu Desain Based Research (DBR), penggunaan metode tersebut didasarkan pada tujuan

penulisan ini yaitu untuk melakukan rancangan produk berupa multimedia interaktif pada tema

negaraku di PAUD sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada di sekolah khusunya

pembelajaran tema negaraku di PAUD. Dalam melakukan pengumpulan data yang akan digunakan untuk

pengembangan multimedia interaktif, penulis menggunakan metode wawancara dengan beberapa ahli.

Multimedia interaktif yang di rancang menggunakan Microsoft Power Point dengan tetap

memperhatikan kararistik dan perkembangan anak usia dini. Microsoft power point menyediakan

banyak sekali fasilitas (tools) untuk membuat media berbasis multimedia interaktif. Multimedia

interaktif yang disusun ditujukan untuk digunakan sebagai penunjang pembelajaran serta sebagai alat

pada proses pelaksanaan pembelajaran tema negaraku di PAUD.

Kata Kunci : Rancangan Multimedia Interaktif, Tema Negaraku, PAUD

PENDAHULUAN

Kesadaran akan pentingnya pendidikan yang dimulai sejak dini telah mendorong pemerintah untuk

melakukan kebijakan, salah satunya adalah dengan mengadakan Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD). Pendidikan anak usia dini merupakan pondasi yang akan mengoptimalkan segala potensi

yang dimiliki oleh anak. Pendidikan anak usia dini merupakan suatu wahana pendidikan yang

fundamental dalam memberikan kerangka kerangka dasar untuk berkembang dan terbentuknya

dasar-dasar pengetahuan, sikap dan juga keterampilan pada anak. Pendidikan anak usia dini

dimaksudkan untuk memberikan stimulus pembelajaran, pembelajaran di PAUD memiliki ciri yang

khas yaitu pembelajaran tersebut tidak dilaksanakan secara terpisah untuk setiap bidang

pengembangan, tetapi di satukan secara terpadu dan menyeluruh sebagaimana sifat berpikir anak

yang masih holistik, artinya anak melihat segala sesuatu secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah

dan belum berfokus pada unsur-unsur tertentu. Sebagaimana tercantum dalam lampiran I

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 146 tahun 2014 tentang

kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa karakteristik kurikulum 2013 Pendidikan Anak

Usia Dini menggunakan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik dalam pemberian

rangsangan pendidikan. Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran terpadu,

pembelajaran ini dirancang berdasarkan tema tertentu. Pembelajaran dalam satu tema akan

88

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengaitkan beberapa aspek perkembangan. Dengan seperti ini anak akan terlibat langsung dalam

proses pembelajaran secara aktif, sehingga anak dapat memperoleh pengalaman langsung dan

terlatih dalam menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Menurut Elena (2013)

mengungkapkan bahwa “The Curriculum for pre-school learning, taking into consideration the

numerous formative valencies of these in the field of stimulating some favorable attitudes of

creativity (initiative, curiosity, independence, selfesteem)”. Kurikulum untuk pelajar pra-sekolah,

mempertimbangkan banyak formatif valensi ini di bidang stimulasi beberapa sikap kreativitas yang

menguntungkan (inisiatif, rasa ingin tahu, kemandirian, diri menghargai). Model pembelajaran

yang digunakan dalam melakukan proses pembeajaran juga harus memperhatikan seluru

perkembangan anak, agar sesesuai dan tujuan dapat tercapai.

Mardianto (2011, hlm 38) menyatakan bahwa ”pembelajaran tematik merupakan

pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa”. Pembelajaran tematik adalah

pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, dalam pembahasannya tema itu

ditinjau dari berbagai perkembangan pada anak usia dini. Pembelajaran tematik membahas satu

tema dari berbagai konsep dan aspek perkembangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fogarti

dalam Khadijah (2016, hlm 84) yang mengemukakan bahwa pada “dasarnya siswa memahami

konsep keterpaduan secara vertikal, berlangsung dari materi pembelajaran yang terendah (di

tingkat Taman Kanak-kanak) hingga berlanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Berdasarkan hal tersebut maka, memungkinkan anak dapat aktif mencari, menggali, dan

menemukan konsep keilmuan secara holistik, bermakna, otentik, dan terencana. Zamal (dalam

Wantoro, 2016.hlm.8) mengemukakan bahwa seorang guru saat menyampaikan informasi kepada

anak harus menggunakan media agar informasi tersenbut dapat diterima dan diserap oleh anak”.

Media pembelajaran yang digunakan disekolah akan memberikan pengalaman lebih bermakna

sehingga berdampak pada hasil belajar anak. Menurut Tamami (2014, hlm.2) “Media pembelajaran

yang dibuat atau dimodifikasi oleh guru harus menjadikan pembelajaran menjadi lebih mudah dan

menyenangkan, bukan sebaliknya membuat siswa menjadi lebih sulit untuk belajar” sehingga

dibutuhkan media yang sangat tepat untuk proses pembelajaran. Namun pada fakta dilapangan

yang di temukan di sekolah pemelajaran masih sangat monoton sehingga menyebabkan anak

mudah bosan, kegiatan yang dilakukan tidak bervariasi dan tidak menggunakan media yang

menarik sedangkan anak perlu suatu yang dapat menarik perhatiannya supaya dapat mengikuti

pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.

Menurut Windayana, (2014, hlm.26) mengungkapkan bahwa “media yang baik adalah

media yang dapat dimanipulasi oleh anak dalam rangka bereksplorasi dan bereksperimen,

misalnya dalam media anak dapat Menimbulkan gairah dalam belajar, menarik perhatian,

memungkinkan interaksi langsung antara anak dan lingkungan sebenarnya, emungkinkan anak

belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya” . Maka, guru perlu membuat media yang unik

dan interaktif salahsatunya dengan mengikuti perkembangan teknologi yaitu berbasis multimedia.

Multimedia menurut Munir (2013, hlm.11) yaitu perpanduan antara berbagai media (format file)

yang berupa teks, gambar, grafik, suara, animasi, video, interaksi dan lain-lain yang dikemas

menjadi file digital (komputerisasi) digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik. cara-

cara mengeksplorasi multimedia dapat digunakan untuk meningkatkan aksebilitas lingkungan

belajar. Sedangkan multmedia interaktif menurut Jacobs (dalam Munir, 2013 hlm.51) adalah

“menciptakan hubungan dua arah sehingga sehingga dapat menciptakan situai dialog antara dua

atau lebih pengguna”. Jadi, mulimedia interaktif merupakan suatu media yang dilengkapi dengan

alat pengontrol dan bisa dioperasikan oleh pengguna, contohnya pembelajaran interaktif, aplikasi

game, kuis, dll”. Multimedia interaktif bisa menggunakan berbagai software di komputer atau

digital lainnya, salah satuanya adalah powerpoint. Powerpoint merupakan bagian dari program

89

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Microsoft Office. Menurut Pribadi, dkk (2012, hlm.85) powerpoint merupakan “suatu program yang

dapat membantu dalam mempresentasikan laporan atau hasil kerja anda”. Powerpoint biasa

digunakan untuk mempresentasikan sebuah materi atau laporan kejadian dalam bentuk slide yang

menarik.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah Desain Based Research (DBR). Desain research

merupakan penelitian yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan untuk penelitian yang

memiliki fungsi merancang atau mengembangkan guna memecahkan dan potensi dalam bidang

pendidikan. Menurut Ploomp, dalam lidinilah (2014.hlm.4) mengemukakan bahwa desain research

adalah “ suatu kajian sistematis tentang merancang, mengmbangkan dan megevaluasi intervensi

pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelaaran, produk dan sistem) sebagai solusi

untuk memecahkan masalah yang komplesk dalam praktik pendidikan, yang juga bertujuan untuk

memajukan pengetahuan kita tentangkarakteristik dan intervensi-intervensi tersebut serta proses

perancangan dan pengembangannya”. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah mengacu

pada mengacu pada langkah-langkah desain berbasis penelitian ( desain based research) menurut

Revees (dalam Herrington 2007.hlm 3) Langkah-langkan model Reeves dijabarkan sebagai berikut:

Wawancara dilakukan melibatkan beberapa narasumber yaitu guru TKIP Nur Assalam Kota

Tasikmalaya dan guru dari RA Al-Huda Jalaliah Kab.Tasikmalaya, ahli pedagogik, ahli pembelajaran

PKN dan ahli media pembelajaran PAUD. wawancara untuk memperoleh data mengenai

pembelajaran tema negaraku di sekolah dan bagaimana seharus pembelajaran tema negaraku

berikut media yang digunakan pada pembelajaran. Observasi dilakukan untuk memperoleh data

mengenai ketersediaan media di dua sekolah tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum pembelajaran tema negaraku sudah dilaksanakan sesuai dengan kelengkapan

belajar. Namun, peneliti melakukan beberapa permasalahan pokok yang muncul dan

mengakibatkan kurang optimalnya pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran tema negaraku kurang

dikembangkan sehingga pelaksanaannya terlihat monoton, misalnya pembelajaran tema negaraku

yang dilaksanakan berpusat pada guru, selama pembelajaran anak hanya duduk mendengarkan

penjelasan dari guru kemudian mengerjekan LKA tentang pembelajaran hari itu. (2) kurangnya

pemanfaatan media pembelajaran yang sebetulnya akan menambah motivasi belajar pada anak,

media yang digunakan pada pembelajaran tema negaraku adalah benda-benda yang tersedia di

sekolah seperti, bendera, globe, dan poto presiden dan wakil presiden, kurangnya pemanfaatan

media pembelajaran di akibatkan adanya keterbatasan waktu dan kendala lainnya. (3) belum

adanya media khusus yang dirancang untuk pembelajaran tema negaraku. Beberapa permasalahan

yang muncul menjadi dasar dalam penelitian ini, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut

peneliti melakukan penelitian melalui empat tahapan sesuai dengan prosedur penelitian model

Reeves, yaitu: (1) identifikasi dan analisis masalah; (2) pengembangan desain produk ; Tujuan

penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancangan produk berupa multimedia interaktif tema

pada pembelajaran tema negaraku di PAUD.

90

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasil analisis yang di laksanakan yaitu wawancara yang dilakukan dengan guru kelompok B di

TKIP Nur Assalam dan RA Al-Huda Jalaliah terkait pembelajaran tema negaraku, didapatkan

kesimpulan bahwa pembelajaran tema dilakukan sesuai dengan kurikulum 2013. Dalam proses

pembelajaran guru mengandalkan media yang tersedia di sekolah untuk menunjang pembelajaran

tema negaraku, namun hal itu tidak selamanya berhasil. Karena, anak-anak mudah bosan dan

mengalihkan fokusnya pada hal yang lain. Pengakuan kedua guru tersebut sangat membutuhkan

media pemelajaran khusus tema negaraku, agar meningkatkan motivasi serta pembelajaran yang

dilakukan menjadi lebih bermakna untuk anak usia dini. Hasil wawancara dengan ahli pedagogik di

dapatkan hasil untuk tujuan pembelajaran tema negaraku di PAUD sebenarnya untuk

menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan negaranya, pelaksaan pembelajaran yang ideal

seharusnya memperhatikan rencana yang telah dirancang meliputi Prosem, RPPM, RPPH berikut

dengan media pembelajaran yang di siapkan sebelumnya sehingga tujuan pembelajaran pada tema

negaraku dapat terwujud. Materi yang dapat di ajarkan pada tema negaraku merupakan sebuah

pengembangan yang dilakukan oleh lembaga, melihat lingkungan sekitar, kemampuan fasilitas dan

daya dukung lembaga itu sendiri.

Hasil wawancara dengan ahli PKN didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran di PAUD.

Berdasarkan hasil wawancara, pelaksanaan pembelajaran tema negaraku yang ideal adalah pada

dasarnya siswa dapat mengetahui dan menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan mengetahui

keragaman sekitar. Untuk mencapai kebutuhan pembelajaran pada tema negarakau maka

dibutuhkan model, media, serta alat pendukung lainnya yang harus disiapkan secara lengkap dan

terstruktur. Untuk materi pada pembelajaran anak usia dini tentang negaku bisa dilihat dari

ketersediaan rencana awal yang sudah di atur dan di rencanakan dengan matang sehingga saat

penyampaian materi tidak menimbulkan kesulitan dalam penyampaiannya, materi sederhana

seperti warna bendera, lambang negara, presin dan wakil presiden dan lain sebagainya yang

dirasakan perlu untuk di sampaikan kepada anak. Untuk menyampaikan materi khususnya kepada

anak, banyak cara yang perlu dilakukan diantaranya pemilihan model yang sesuai, media yang

menarik dan beberapa cara lain yang bisa dipakai untuk strategi penyampaian materi, serta melihat

kembali tujuan pembelajaran seperti apa yang ingin dicapai. Terlepas dari itu semua, hal yang perlu

perhatikan saat menyampaikan materi kepada anak, pendidik harus tahu terlebih dahulu sesuaikah

dengan tahap perkembangan anak dan karakteristik anak itu sendiri.

Wawancara dengan ahli media pembelajaran didapatkan kesimpulan bahwa Multimedia yang

sesuai untuk pembelajaran tema negaraku di PAUD adalah multimedia yang mampu mencakup

seluruh materi yang sesuai untuk di sampaikan kepada anak, sesuai dengan karakteristik anak dan

sesuai dengan kebutuhan serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selanjutnya Ahli juga

menyampaikan bahwa multimedia harus menampilkan materi yang jelas dan memperhatikan

karakteristik siswa. Semua komponen multimedia harus memiliki keselarasan antara satu dengan

yang lainnya, komposisi komponen multimedia harus sesuai dengan kebutuhan dan membuat

siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.

Pada tahap rancangan desain produk, peneliti melakukan analisis terhadap program

pengembangan anak usia 5-6 tahun, kemudian dihubungkan dengan kompetensi inti (KI),

Kompetensi Dasar (KD), indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi dan media

(pengembangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaraku di PUD.

Hail analisis program pengembangan, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian,

tujuan pembelajaran, materi dan media. Tabel 4.1 Pemetaan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Tujuan, Materi. Dan

Media Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD

Program Pengembangan Kognitif

Bahasa

91

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kompetensi Inti KI 3 Pengetahuan

(mengenal diri, keluarga, lingkungan sekitar, teknologi, budaya

di rumah, tempat bermain, dan satuan PAUD dengan cara

mengamati dengan indera (melihat, mendengar, menghidu

merasa, meraba) menanya, mengumpulkan informasi, mengolah

nformasi/mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan dengan

melalui kegiatan bermain.

Kompotensi Dasar KD 2.2 memiliki perilaku yang mencerminkan sikap ingin tahu.

KD 3.6 mengenal benda-benda di sekitarnya (nama. Warna,

bentuk, ukuran, pola, sifat, suara,fungsi, dan ciri-ciri lainnya).

KD 4.5 mengetahui cara menyelesaikan masalah sehari-hari dan

berprilaku kreatif.

KD 3.9 mengenal teknologi sederhana (peralatan rumah tangga,

peralatan bermain, peralatan pertukangan, dll

3.10 memahami bahasa reseptif

3.11 memahami bahasa ekspesif (mengungkapkan bahasa secara

verbal dan non verbal)

Indikator Pencapaian 3.2.2 membilang benda 1-20

3.6.1 mengenal benda-benda di sekitarnya (nama,

warna,bentuk,ukuran,pola,sifat,suara,fungsi dan ciri-ciri lainya.

4.5.1 bermain puzzle lebih komplek

4.5.2 bermain maze

3.9.1 menganal perangkat computer

3.10.1 menyimak pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan

nartor

3.11.1 menjawab pertanyaan pada permainan

Tujuan Pembelajaran 1. Anak mampu mengenal benda-benda yang ada disekitarnya.

2. Anak mampu memecahkan masalah melalui permainan

puzzle

3. Anak mampu memecahkan masalah melalui permainan

maze

4. Anak mampu menyimak pembelajaran dengan baik

5. Anak mampu menjawab pertanyaan

6. Anak mampu memahami materi tentang negaraku

7. Anak belajar sambil bermain sehingga anak mendapatkan

pengetahuan dengan cara menyenangkan

Materi pembelajaran 1. Pengenalan materi sederhana tentang negaraku dengan sub

tema tanah air dan Indonesia pusaka dengan cakupan

materi (nama negara, bendera, lambang negara, ibu kota,

lagu kebangsaan, presiden dan wakil presiden, kepulauan

tempat kita tinggal dan pahlawan)

2. Permainan melengkapi huruf, bermain kata, maze dan

puzlle.

Media Multimedia Interaktif pada tema negaraku

Desain pengembangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaku di PAUD

terdiri dari:

1. Teks

92

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Teks pada pengembangan multimedia ini adalah menggunakan jenis Font Comic Sans MS.

2. Audio

3. Video

4. Gambar

5. Animasi

6. Software Editing CD/DVD Burning

7. Materi

8. Tampilan

Rancangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaraku didasarkan pada hasil

identifikasi dan analisis masalah yang ditemukan oleh penulis di lapangan kemudian peneliti

merumuskan dasar pengembangan, mendesain pengembangan. Pemilihan multimedia interaktif di

sesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah. Selain itu rancangan multimedia interaktif pada

pembelajaran tema negaraku disusun berdasarkan kajian literatur analisis terhadap kurikulum

agar sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Dalam penusunananya multimedia interaktif

memperhatikan dua aspek yaitu prinsip media pembelajaran untuk anak usia dini dan komponen

multimedia interaktif yang sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristk anak usia dini. Multimedia

interaktif di harapkan dapat digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran yang menunjang

kebutuhan untuk mencapai tujuan pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Elena, D. (2013). The Determinsm for Attitude Factors in Pre-school Children for Amplifying His

Creative Manifestations. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 76, 291–296.

Khadijah. (2016). Pendidikan Pra Sekolah. Medan: Perdana Publishing

Mardianto. (2012). Pembelajaran Tematik. Medan:Perdana Publishing

Munir.(2012).Multimedia Konsep & Aplikasi Pendidikan. Bandung:Alfabeta

Lidinillah. (2012). Educational Design Research: a Theoretical Framework for Action. Tasikmalaya:

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.146 Tahun 2014 Tentang

Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kemendikbud

Pribadi, Dkk. (2012). Media dan Teknologi dalam Pembelajaran. Jakarta:Kencana

Tamami,R.(2014). Pemanfaatan Media Pembelajaran Interaktif (MPI) Powerpont untuk Visualisasi

Konsep Menggambar Grafik Persamaan Garis Lurus. Indonesian Digital Journal of

Mathematics and Education, Vol.1 No.1

Wantoro,dkk.(2016). Efektivitas Media Pembelajaran Berbasis Powerpoint Tema Agama Di Kb-Tk

Assalamah Ungaran Kabupaten Semarang.Jurnal Penelitian Pendidikan.Vol.33.No.1

Windayana,H. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif, Kreatif, Dan Edukatif Untuk

Anak Usia Dini. Cakrawala Dini.Vol.5,No.1

93

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Transformasi Nilai Instrumental melalui Problem Solving Penyelesaian Soal Cerita di Sekolah Dasar

Elan1, Akhmad Nugraha2, Risnandar Sudarman3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected], [email protected] 2, [email protected]

Abstract The value refers to the opportunity of society’s behavioral model in an environment, the value is oriented to standard of behavior and goodness (Acuff, 1973). Learning can be used to change a value for students. It is assumed that problem solving can be developed as the transformation of instrumental values. This research aimed to know the effect of new problem solving on the transformation of instrumental values for students in civic education lesson at primary school. Therefore, solving story exercises on learning at primary school can be developed by students’ proficiency or competency in analyzing problems, so solving story exercies on transformation of instrumental values as training of students’ deductive framework of thinking, habituation to see relationship between knowledge with students’ daily lives and strengthening the understanding of the concepts of civic education lesson which have been learnt so that students’ conceptual understanding in solving story exercises are getting stronger. Keywords: Transformation Of Instrumental Values, Problem Solving, Solving Story Exercises Abstrak Nilai mengacu pada kesempatan model perilaku masyarakat di suatu lingkungan, nilai berorientasi kepada standar perilaku dan standar kebaikan (Acuff, 1973). Pembelajaran dapat digunakan untuk mengubah nilai kepada peserta didik. Diasumsikan bahwa problem solving dapat dikembangkan sebagai transformasi nilai-nilai instrumental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh solusi masalah baru terhadap transformasi nilai instrumental kepada peserta didik dalam pembelajaran PKn ditujukan di sekolah dasar. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita dalam pembelajaran di SD dapat dikembangkan dengan kecakapan atau kemahiran peserta didik dalam menganalisis permasalahan, sehingga penyelesaian soal cerita dalam transformasi nilai intrumental sebagai pelatihan kerangka berpikir deduktif peserta didik, pembiasaan untuk melihat hubungan pengetahuam dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dan penguatan pemahaman konsep-konsep pembelajaran PKn telah dipelajari, sehingan dalam menyelesaikan soal cerita pemahan konsep peserta didik semakin kuat. Kata Kunci: Transformasi Nilai Instrumental, Problem Solving, Penyelesaian Soal Cerita

PENDAHULUAN

Pembelajaran saat ini dikembangkan untuk memenuhi tuntutan era globalisasi, yakni

sumber daya manusia dengan kemampuan berpikir kritis, logis dan kreatif. Tuntutan

pembelajaran tersebut berkaitan dengan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS/High

Orther Thinking Skill) Thomas (2009) mendeskripsikan bahwa “Higher other thinking is thinking

on a level that is higher then memorizing foots or telling something back to some exacitly the way

it was told to you”. Keterampilan penalaran tingkat tinggi disetarakan dengan cara berpikir

untuk menciptakan atau menghasilkan hal baru dengan didahului oleh hasil menganalisis dan

mengevaluasi sesuatu fenomena sehingga bukan sekedar hasil menghafal atau merujuk kepada

pendapat atau pandangan tertentu. Untuk itu, pengembangan bahan ajar dituntut untuk

memenuhi pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, transformasi nilai instrumental melalui

“Problem Solving” penyelesaian soal cerita diorientasikan untuk memenuhi tuntutan

pembelajaran di sekolah dasar, sehingga peserta didik diharapkan untuk memiliki keterampilan

penalaran tingkat tinggi (HOTS).

Pembelajaran sebagai suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik serta

sumber belajar dalam lingkungan belajar. Untuk itu, pendidik harus dapat melakukan interaksi

sebaik-baiknya dengan peserta didik melalui kegiatan pembelajaran agar materi disampaikan

oleh pendidik dapat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Oleh karena itu, dalam

melakukan interaksi menarik kepada peserta didik, sehingga pendidik dikatakan berhasil dalam

melaksanakan pembelajaran.

94

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Keterampilan penyelesaian masalah dalam soal cerita pembelajaran PKn sebagai bekal

kepada peserta didik agar setelah menyelesaikan pendidikan mereka dapat mengaplikasikannya

ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui soal cerita permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

dapat dikembangkan dengan kecakapan atau kemahiran peserta didik dalam menganalisis

permasalahan. Soal cerita sebagai suatu uraian kalimat dituangkan dalam bahasa verbal

menguraikan suatu pertanyaan harus dipecahkan. Untuk itu, soal cerita suatu bentuk masalah

memiliki prosedur terpola kalimat-kalimat tersebut ditata dalam urutan logis sebagai bentuk

penyesuaian masalah sangat penting untuk dipatuhi apabila meninggalkan atau melompati salah

satu saja akan berakibat fatal terhadap hasil belajarnya. Oleh karena itu, soal cerita juga dapat

membantu peserta didik dalam berlatih untuk menyelesaikan permasalahan.

Pendidik sebagai pelaksana pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran di SD

dituntut untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Untuk itu, pendidik harus

mengembangkan pembelajaran inovatif, sehingga pembelajaran tersebut dapat meningkatkan

pencapaian belajar peserta didik. Oleh karena itu, tuntutan tersebut pendidik dapat

mengembangkan nilai instrumental melalui problem solving penyelesaian soal cerita di sekolah.

Transformasi nilai intrumental tersebut akan disajikan pendidik sebagai pelaksana

pembelajaran dapat sebagai model pembelajaran inovatif.

PEMBAHASAN

Transformasi Nilai Instrumental Transformasi nilai dijadikan fokus kajian dalam konteks ini. Menurut KBBI, kata

transformasi diartikan perubahan rupa, bentuk, sifat atau fungsi. Kata transformasi

dalam konteks ini dihubungkan kepada nilai, sehingga diperoleh bentuk transformasi

nilai. Kata nilai dalam KBBI diartikan (1) harga (dalam arti taksiran harga), (2) harga

uang (dibandingkan dengan harga uang lain), (3) angka, kepandaian, biji, panten, (4)

banyak sedikitnya isi, kadar; mutu, (5) sifat-sifat (hal-hal) penting atau berguna bagi

kemanusiaan, (6) sesuatu untuk menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya,

ternyata nilai dalam konteks ini diorientasikan kepada (5) sifat-sifat (hal-hal) penting

atau berguna bagi kemanusiaan dan (6) sesuatu untuk menyempurnakan manusia

sesuai dengan hakikatnya. Untuk itu, nilai tersebut dapat disebut sebagai nilai

instrumental (Depdikbud, 2003) untuk itu, transformasi nilai dapat diartikan sebagai

perubahan bentuk, sifat atau fungsi dari suatu (nilai) untuk kemanusiaan atau

penyempuraan manusia sesuai dengan hakikatnya. Transformasi nilai tersebut

ditunjukan untuk membentuk karakter para peserta didik dalam konteks pembelajaran

di sekolah dasar.

Pembentukan karakter melalui teransformasi nilai dapat diupayakan melalui

pembelajaran. Lickona (1992) mengatakan bahwa pengembangan nilai menjadi

karakter dipengaruhi oleh (1) moral knowing, (2) moral feeling dan (3) moral action.

Prinsip komponen memiliki sub-komponen berbeda dalam pengembangan nilai seperti

disajikan dalam gambar berikut.

95

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Komponen pertama moral knowing (pengetahuan moral) memiliki sub-

komponen pengembangan: (1) moral awareness (keberterimaan terhadap moral), (2)

moral values (kesadaran terhadap nilai moral), (3) perspektive taking (keberterimaan

terhadap keputusan), (4) moral reasoning (keberterimaan terhadap tanggung jawab

moral), (5) decision making (keberanian dalam pembuatan keputusan) serta (6) self

knowledge (keselarasan dalam pengendalian diri). Komponen ini memiliki orientasi

pada pengembangan ranah kognitif seseorang.

Komponen kedua “moral feeling” (perasaan terhadap moral) diorientasikan

kepada pengembangan ranah afektif (sikap) seseorang terhadap keberterimaan nilai.

Pengembangan komponen ini meliputi sub-komponen: (1) konscience (keberterimaan

nilai berdasarkan nurani), (2) self-esteem (keberterimaan nilai untuk kebutuhan

pribadi), (3) empthy (keberterimaan nilai berdasarkan rasa empati), (4) loving the good

(keberterimaan nilai berdasarkan kebaikan orang lain), (5) self contul (keberterimaan

nilai untuk pengendalian diri sendiri) dan (6) humility (keberterimaan nilai

berdasarkan kerelaan atau kerendahan hati). Komponen ketiga “moral action”

(keberterimaan moral untuk melakukan perbuatan atau tindakan) diorientasikan

kepada keberterimaan nilai untuk melakukan perbuatan atau tindakan. Pengembangan

komponen tersebut memiliki sub-komponen, antara lain: (1) competence (kemampuan

dalam diri), (2) will (keinginan atau pengharapan) serta (3) habit (kebiasaan). Dalam

konteks ini, pengembangan tersebut dapat disetarakan dengan transformasi nilai

menjadi karakter seseorang. Oleh karena itu, komponen tersebut harus dikembangkan

dalam pembelajaran di sekolah dasar.

1. Keragaman Nilai

Pengembangan nilai dapat diupayakan melalui pembelajaran. Untuk itu,

pengembangan atau transformasi nilai instrumental perlu dipertimbangkan sesuai

dengan potensi peserta didik serta tuntutan kehidupan. Saat ini salah satu tuntutan

dalam pembelajaran diorientasikan kepada kepemilikan keterampilan penalaran

tingkat tinggi (HOTS/ Higher Order Thinking Skills) untuk memecahkan masalah

(problem solving) dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, transformasi nilai

instrumental harus diorientasikan kepada pemenuhan tuntutan dalam pembelajaran.

96

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Transformasi nilai instrumental diorientasikan kepada kepemilikan

keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS) dalam pembelajaran. Thomas (2009)

menjelaskan bahwa higher order thinking is thinking on a level that higher then

memorizing facts or telling something back to someone exactly the way it was told to you.

Menurut Abduhsen (Okezone.com) HOTS bukan mata pelajaran, bukan soal ujian

namun HOTS disetarakan dengan tujuan akhir untuk dicapai melalui pendekatan,

proses dan metode pembelajaran. HOTS takes thinking to higher level than restating the

faces and requires students to do somethink with the facts-understand them, interfrom

them, connect them, to other facts and concepts, categorize them, manipulate them, put

them together in new or novel ways and apply them as we seek new solution to new

problems. (Thomas, 2009) untuk memenuhi tuntutan tersebut peserta didik harus

memiliki beragam nilai sehingga hasilnya tidak melanggar atau berada diluar batas

kemanusiaan.

Dalam kaitan dengan pengembangan nilai dihubungkan dengan tuntutan dalam

pembelajaran, pusat kurikulum (PUSKUR) Kemendiknas menetapkan 18 (Delapan

belas) nilai untuk dimiliki oleh peserta didik. Nilai tersebut dipilih dan dikembangkan

dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan atau area isi pembelajaran. Nilai

tersebut meliputi: Nilai (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja

Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat

kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat

(Komunikatif), (14) Cinta damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17)

Peduli sosial serta (18) Tanggung jawab (Depdiknas 2004). Nilai tersebut

ditransformasikan ke dalam pembelajaran.

2. Transformasi Nilai Instrumental dalam Pembelajaran

Tranformasi nilai instrumental dalam pembelajaran diintegrasikan kedalam

mata pelajaran. Dengan integrasi transformasi nilai dapat dimiliki oleh peserta didik

secara utuh mulai dari (a) fakta, (b) konsep, (c) prinsip serta (d) Prosedur melalui

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam konteks ini transformasi nilai tersebut

akan dikembangkan melalui “Problem Solving” penyelesaian soal cerita sebagai bahan

ajar dalam pembelajaran di sekolah dasar. Pemilihan soal cerita didasarkan pada

pertimbangan bahwa (1) kehidupan, (2) soal cerita melatih anak (peserta didik) untuk

memberdayakan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS), (3) soal cerita

menuntut anak (peserta didik) untuk menyelesaikan masalah (Problem Solving) perihal

kehidupan, (4) soal cerita mengajarkan kepada anak (peserta didik) untuk memahami

(1) fakta, (2) konsep, (3) prinsip serta (4) prosedur dikaitkan dengan nilai

instrumental. Adapun nilai instrumental dalam konteks pembelajaran ini

diorientasikan kepada (1) nilai kejujuran, (2) nilai kecerdasan, (3) nilai ketangguhan,

(4) nilai demokratis, (5) nilai kemandirian, (6) nilai percaya diri, (7) nilai kepedulian,

(8) nilai keingin tahuan, (9) nilai kedisiplinan dan (10) nilai tanggung jawab. Hal

tersebut dirumuskan sebagai bahan ajar perihal transformasi nilai instrumental melalui

promlem solving penyelesaian soal cerita, untuk dikaji tindak melalui penelitian ini.

Oleh karena itu, keberhasilan dari transformasi nilai tersebut diketahui setelah kaji

tindak melalui penelitian berbasis tindak ini dilaksanakan disekolah dasar.

97

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

3. Penyelesaian Soal Cerita Penyelesaian soal cerita dijadikan area isi pengembangan kepemilikan kompetensi

literasi dalam pemebelajaran pendidikan kewarganegaraan di SD. Suyitno dalam Muslich

(2008: 224), suatu soal dianggap “masalah” adalah soal memerlukan keaslian berpikir tanpa

adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Menurut Bitman dan Clara (2008:9) suatu

pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan dimiliki penjawab. Untuk itu,

dapat terjadi bahwa bagi peserta didik, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan

prosedur rutin, akan tetapi bagi peserta didik lainnya untuk menjawab pertanyaan tersebut

memerlukan pengorganisasian pengetahuan telah dimiliki secara tidak rutin. Oleh karena itu,

suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi peserta didik, tetapi bisa hanya menjadi

pertanyaan biasa bagi peserta didik lainnya. Dengan memikian, dari itu masalah untuk peserta

didik sekolah dasar harus sesuai dengan kemampuan dan tingkat pengetahuan jenjang sekolah

dasar.

Menurut Departemen Pendidikan Vermont (2007:3) tingkat kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah sebagai berikut:

a. Levels One; a) No work is present, b) No part of the solution is correct, and c) Some work is

present but the work doesn't support the answer given

b. Levels Two; a) The solution is correct for only part of the problem and there is work to support

these correct part dan b) The solution contains mathematical error which leads to an

incomplete or incorrect answer.

c. Levels Three; The answer is correct and the work the sollution support the answer.

Soal cerita sebagai suatu permasalahan dinyatakan berbentuk kalimat bermakna dan

mudah dipahami. Soal cerita dipandang suatu soal dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun

tulisan, soal cerita berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat mengilustrasikan kegiatan dalam

kehidupan sehari-hari. Soal cerita diajarkan diambil dari hal-hal terjadi dalam kehidupan

sekitar dan pengalaman peserta didik. Untuk itu, soal cerita berguna untuk menerapkan

pengetahuan dimiliki oleh peserta didik sebelumnya. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita

sebagai suatu kegiatan pemecahan masalah. Dengan demikian, pemecahan masalah suatu soal

cerita dalam pembelajaran suatu proses berisikan langkah-langkah benar dan logis untuk

mendapatkan penyelesaian, sehingga menyelesaikan suatu soal cerita bukan sekedar

memperoleh hasil berupa jawaban hal ditanyakan, tetapi lebih penting peserta didik

mengetahui dan memahami proses berpikir serta langkah-langkah untuk mendapatkan

jawaban tersebut. Menurut Polya (1973), langkah-langkah untuk menyelesaikan soal cerita

sebagai berikut: a. Memahami masalah (understanding the problem)

b. Merencanakan pemecahan masalah (devising a plan)

c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the plan)

d. Memeriksa kembali solusi yang diperoleh (looking back)

Adapun tujuan pembelajaran penyelesaian soal cerita dalam transformasi nilai

intrumental sebagai pelatihan kerangka berpikir deduktif peserta didik, pembiasaan untuk

melihat hubungan pengetahuam dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dan penguatan

pemahaman konsep-konsep pembelajaran PKn telah dipelajari, sehingan dalam menyelesaikan

soal cerita pemahan konsep peserta didik semakin kuat. Sedangkan kriteria penyusunan soal

cerita untuk siswa SD, soal sebaiknya familier terhadap siswa, kalimat dalam soal cerita

singkat dan jelas, semua yang diketahui dalam soal harus dipakai dalam mengerjakan (Siti

Fatimah dan Sujati; 2011:337). Kriteria penyusunan soal cerita menurut Ashlock (2003:243)

antara lain: Soal cerita disusun merupakan soal berkaitan dengan realitas ada dalam

98

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kehidupan sehari-hari dan soal cerita tersebut merupakan pertanyaan tidak dapat dijawab

dengan prosedur rutin telah diketahui siswa.

SIMPULAN

Kata transformasi dalam konteks ini dihubungkan kepada nilai, sehingga diperoleh

bentuk transformasi nilai. Pengembangan nilai dapat diupayakan melalui pembelajaran.

Untuk itu, pengembangan atau transformasi nilai instrumental perlu dipertimbangkan

sesuai dengan potensi peserta didik serta tuntutan kehidupan. Saat ini salah satu tuntutan

dalam pembelajaran diorientasikan kepada kepemilikan keterampilan penalaran tingkat

tinggi (HOTS/ Higher Order Thinking Skills) untuk memecahkan masalah (problem solving)

dalam kehidupan sehari-hari. Tranformasi nilai instrumental dalam pembelajaran

diintegrasikan kedalam mata pelajaran. Dengan integrasi transformasi nilai dapat dimiliki

oleh peserta didik secara utuh mulai dari (a) fakta, (b) konsep, (c) prinsip serta (d)

Prosedur melalui pengetahuan, sikap dan keterampilan. Penyelesaian soal cerita dijadikan

area isi pengembangan kepemilikan kompetensi literasi dalam pemebelajaran pendidikan

kewarganegaraan di SD. Soal cerita sebagai suatu permasalahan dinyatakan berbentuk kalimat

bermakna dan mudah dipahami. Soal cerita dipandang suatu soal dapat disajikan dalam bentuk

lisan maupun tulisan, soal cerita berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat mengilustrasikan

kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Acuf, F. Gene, Donald Allen, and Llyoled Taylor. 1973. From Man to Society. Hinsdale, III.: Dryden

Press.

Ashlock. 2003. Guiding Each Child’s Learning of Mathematics. Colombus: Bell Company.

Bitman dan Clara. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta: DirjenDikti Depdiknas.

Depdikbud. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2004. Kerangka Dasar Kurikulum 2004. Jakarta.

Departemen Pendidikan Vermont. 2007. Vermont Elementary and Middle Level Mathematic Problem

Solving Assessment Guide.

Fatimah, Siti dan Sujati. 2011. Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Melalui Metode Bermain Peran Di Kelas II SD N Watusigar I Ngawen Gunung Kidul.

Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character, How Our Schools Can Teach Respect And

Responsibillity. New York: Bantam Books.

Muslich. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Polya. G. 1973. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method (Second ed). New Jersey:

Princeton University Press.

Thomas, A., & Thorne, G. 2009. Higher level thinking-It's HOT! Dipetik April 17, 2016, dari The

Center for Development and Learning.

99

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar Dian Indihadi

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Abstract

Learning to write implemented in elementary school (SD) with the aim of improving the competence of

learners in generating writing. For this reason, the stages of activities in the writing process need to be

focused in writing learning. Learning is seen as creating conditions for learning and teaching and learning

to achieve goals. Therefore, this editorial model in learning to write in elementary school discusses the

creation of teaching and learning conditions with a focus on the activity stage in the editing stage before the

results of the writing are published. As for the reasons, the editing stage in the writing process is rarely the

focus of learning to write at this time.

Keywords: Learning, Writing, Editorial Model

Abstrak

Pembelajaran menulis dilaksanakan di sekolah dasar (SD) dengan tujuan peningkatan kompetensi peserta

didik dalam menghasilkan tulisan. Untuk itu, tahapan kegiatan dalam proses menulis perlu dijadikan focus

dalam pembelajaran menulis. Pembelajaran dipandang sebagai penciptaan kondisi belajar dan proses

belajar-mengajar untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, model editorial dalam pembelajaran menulis di

SD ini membahas perihal penciptaan kondisi belajar-mengajar dengan focus kepada tahap kegiatan dalam

tahap editing sebelum hasil tulisan dipublikasikan. Adapun alasanya, tahap editing dalam proses menulis

jarang dijadikan focus pembelajaran menulis saat ini.

Kata Kunci: Pembelajaran, Menulis, Model Editorial

PENDAHULUAN

Menulis dipandang salah satu cara untuk mengomunikasikan pesan melalui bahasa tulis.

Pengomunikasian pesan melalui bahasa tulis, menuntut kemampuan pemaduan (1) skemata, (2)

kebahasaan, (3) strategi produktif, (4) mekanisme psiko fisik serta (5) konteks (Bachman, 1990;

Harsiati, 1994; Indihadi, 2017) pemaduan tersebut dilaksanakan, penulis dituntut untuk

memiliki kemampuan organisasi meliputi kemampuan gramatikal dan kemampuan

sosiolinguistik. Dari sudut pelaksanaan (proses) menulis memiliki serangkaian tahapan dan

kegiatan berbeda, mulai dari tahap pramenulis penulisan (drafting), perevisian pengeditan sera

publikasi hasil tulisan (Tompkins, 2002; Indihadi, 2017). Menulis dijadikan salah satu fokus

pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Tujuan utama dari

pembelajaran tersebut, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan pesan

melalui bahasa tulis. Artinya, peserta didik harus memiliki cara untuk mengomunikasikan pesan

melalui bahasa tulis seperti dipaparsajikan di awal. Untuk mewujudkan tujuan tersebut guru

(pendidik) perlu mengembangkan model pembelajaran, untuk mengajarkan menulis kepada

peserta didik.

Pembelajaran menulis dilaksanakan di sekolah dasar (SD). Tujuan utama dari

pembelajaran menulis antara lain: peningkatan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan

tulisan. Untuk itu, guru sebagai pelaksana ditntut untuk mewujudkan tujuan utama tersebut

melalui pembelajaran menulis kepada peserta didik di SD. Pembelajaran dalam konteks ini

disetarakan dengan penciptaan kondisi belajar dan proses belajar-mengajar antara peserta didik

dengan pendidik (guru) untuk pewujud tujuan. Dalam pembelajaran menulis di SD, tujuan

utamanya antara lain: peningkatan kompetensi peserta didik dalam mengasilkan tulisan. Sejalan

dengan hal tersebut di tegaskan oleh Dunn (1984) bahwa “young children cannot be thought of

only in chronological terms; personal development and cultural background playon important role

100

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

in the readiness of a child to learn.” Kesiapan belajar anak menjadi hal penting untuk

diperhatikan dalam pembelajaran. Kesiapan anak tersebut dipengaruhi oleh perkembangan

individu dan latar belakang budaya. Oleh karena itu, penciptaan kondisi belajar mengajar dalam

pembelajaran menulis harus sejalan dengan kesiapan belajar anak sebagai peserta didik di SD.

Cara pandang (Pendekatan) terhadap pembelajaran menjadi landas-tumpu dalam

pengembangan model dan perangkat pembelajar menulis di SD. Artinya, penciptaan kondisi belajar

dan proses belajar-mengajar antara peserta didik dengan pendidik (guru) dalam pewujudan tujuan

di tentukan oleh pilihan pendekatan atau cara pandang terhadap pembelajaran. Tompkins (1994)

menyatakan bahwa “the writing process approach to writing instruction is based on how real writers

write…. The writing process is a way of looking at writing instruction in which the emphasis is shifled

from students finished products to what stundents think and do as they write.” Pendekatan proses

menulis dapat dipilih sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran menulis. Dengan

pendekatan tersebut guru dapat mengajarkan dan memonitor perihal proses menuls dan produk

tulisan peserta didik selama pelaksanaan pembelajaran.

Proses menulis ditandai tahap dan kegiatan menulis menghasilkan sebuah tulisan. Dalam

tahap dan kegiatan tersebut, penulis harus memilih, memilah dan Menyusun area isi tulisan dengan

Bahasa tulis, mengedit tulisan dan mempublikasikan hasil tulisan. Penulis dituntut untuk

menentukan topik utama tulisan, maksud, tujuan, bentuk tulisan (genre tulisan), serta khlayak

pembaca hasil tulisan. Ternyata saat ini pembelajaran menulis di SD belum optimal menerapkan

tahap dan kegiatan dalam proses menulis. Akibatnya keberhasilan pembelajaran menulis masih

berada diluar harapan. Terbukti kepemilikan kompetensi peserta didik masih rendah sehingga

produktivitas tulisanpun masih berada diluar harapan.

Guru sebagai pelaksana pembelajaran menulis di SD dituntut untuk meningkatkan

pembelajaran menulis di SD dituntut untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Guru harus

mengembangkan model pembelajaran inovatif sehingga model pembelajaran tersebut dapat

meningkatkan pencapaian belajar peserta didik. Sejalan dengan tuntutan tersebut, guru dapat

mengembangkan model editorial sebagai model pembelajaran di SD. Pengembangan model

tersebut akan disajikan dalam uraian berikut. Oleh karena itu, guru sebagai pelaksana

pembelajaran menulis di SD dapat mengembangkan model editorial sebagai model pembelajaran

inovatif.

PEMBAHASAN

Pembelajaran menulis dijelaskan dalam uraian ini sebagai kerangka konseptual.

Pembelajaran memiliki konsep utama belajar dan mengajar. Skinner (dalam sogola, 2006)

menjelaskan bahwa belajar dipandang sebagai proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku

secara progresif. Adapun mengajar dipandang sebagai upaya pemberian bantuan kepada seseorang

untuk belajar atau mempelajari sesuatu (sogola, 2006). Untuk itu, pembelajaran dapat dipandang

sebagai sebuah lingkungan atau kondisi pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok

orang untuk melakukan proses atau adaptasi atau penyesuaian tingakahlaku. Dalam konteks ini,

pembelajaran di fokuskan kepada menulis. Komponen pembelajaran dijelaskan dalam gambar

berikut (adaptasi dari Bell Gredler, 1991, sagala 2006).

101

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

1. Pengembangan Pembelajaran

Pengembangan pembeljaran dilaksnakan oleh guru. Sebagai pengembang pembelajaran,

guru harus menciptakan kondisi belajar dan proses belajar mengajar untuk mewujudkan

tujuan. Untuk mendukung penciptaan kondisi belajar dan proses belajar mengajar terdapat

sejumlah komponen; antara lain: (1) tujuan, (2) bahan ajar, (3) proseur, (4) media, (5) sumber

dan (6) penilaian (evaluasi). Komponen tersebut harus dipilih, dipilah dan disusun oleh guru

sehingga hal tersebut menjadi sebuah model pembelajaran. Guru mengembangkan

pembelajaran tersebut harus memedomani kurikulum mata pelajaran di SD. Oleh karena itu,

komponen pembelajaran harus dipilih, dipilah dan disusun sesuai dengan kurikulum pelajaran

tertentu.

Tujuan pembelajaran difokuskan kepada (1) peningkatan pengetahuan, (2)

pembentukan sikap serta (3) pengembangan keterampilan peserta didik. Tujuan tersebut harus

dipilih, dipilah dan disusun oleh guru sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Selain

guru harus mempertimbangkan tuntutan kurikulum, guru juga perlu mempertimbangkan

kesiapan belajar peserta didik sebagai pengaruh dari perkembangan individu dan latar

belakang budaya dalam perumusan tujuan pembelajaran.

Tujuan dapat disetarakan dengan target, batas akhir atau hasil belajar peserta

didiksetelah pembelajaran dilaksanakan. Dalam konteks ini, pembelajaran diorientasikan

kepada tujuan peningkat kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut, peserta didik harus memiliki pengetahuan, sikap serta

keterampilan untuk menghasilkan tulisan. Dengan kata lain, peserta didik harus memiliki

keterampilan menulis sebagai media untuk mengomunikasikan pesan melalui Bahasa tulis.

Keterampilan tersebut diwujudkan dalam tahapan dan kegiatan dalam proses menulis. Oleh

karena itu, pemerolehan pengetahuan, sikap serta keterampilan dalam menulis dijadikan

target, batas akhir atau hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menulis di SD. Guru

sebagai pengembang pembelajaran menulis merumuskan hal tersebut dalam tujuan

pembelajaran.

2. Menulis Sebagai Bahan Ajar

Menulis sebagai bahan ajar harus dikembangkan dalam pembelajaran. Bahan ajar

tersebut harus berfungsi meningkatkan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan.

Bertolak dari pemikiran Halliday (1980) dan Tompkins (1994), bahwa tuntutan kompetensi

peserta didik tersebut (1) Learning to write, (2) Learning about written language, (3) Learning

throught writing. Bahan ajar dalam pembelajaran menulis harus memiliki fungsi (1) belajar

untuk menulis, (2) belajar tentang bahasa tulis, dan (3) belajar melalui tulisan.

Dalam konteks komunikasi, menulis dipandang sebagai media untuk bertransaksi pesan

antar partisipan melalui bahasa tulis. Dalam hal ini, penulis harus melaksanakan serangkaian

102

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

tahapan dan kegiatan untuk menghasilkan tulisan. Penulis dituntut untuk memilah, memilih

dan menyusun area isi tulisan. Kegiatan tersebut menuntut pemaduan kompetensi (1) Skemata,

(2) kebahasaan, (3) Mekanisme psikofisik, (4) Strategi produktif dan (5) Pemahaman konteks

(Indihadi 2019). Pertimbangan tersebut menjadi alasan bahwa pembelajaran menulis harus

mengimplementasikan pendekatan proses menulis. Artinya, tahap dan kegiatan dalam proses

menulis harus dijadikan bahan ajar kepada peserta didik, sehingga tahap dan kegiatan tersebut

menjadi kompetensi peserta didik. Dengan bahan ajar tersebut peserta didik belajar dalam

mengomunikasikan pesan melalui tulisan.

Keterlibatan peserta didik dalam proses menulis dijabarkan oleh Tompkins (1994)

sebagai berikut:

a. Stage 1: Pre-writing

1) Students choose a topic.

2) Students gother and organize ideas.

3) Student identifity the audience to whon they will write.

4) Students identifity the purpose of the writing activity.

5) Students choose an appropriate form for their compositions based on audience and

purpose.

b. Stage 2: Drafting

1) Students write a rought draft.

2) Students write leads to grab their readers attention.

3) Students emphasize content rather thsn mechanics.

c. Stage 3: Refising

1) Students shore their writing in writing groups

2) Students participate constructively in discussions about classmates writing.

3) Students make changes in their compositions and comments of both teacher and

classmates.

4) Students make substantive rather than only minor changes between the first and final

draft.

d. Stafe 4: editing

1) Students proofread their own compositions.

2) Students help proofread classmates composition.

3) Students increasingly and correct their own mechanical errors.

e. Stage 5: Publishing

1) Students publish their writing with an appropriate form.

2) Students share their finished writing with an appropriate audience.

Kelima tahap dan kegiatan dalam masing-masing tahap dalam proses menulis tersebut

perlu diajarkan dalam pembelajaran menulis di SD. Guru mengimplementasikan dalam langkah

kegiatan atau inti atau pembelajaran. Selain itu, guru dapat juga memfokuskan pembelajaran

pada salah satu tahap dalam proses menulis tersebut. Ternyata, tahap dan kegiatan dalam

proses menulis sebagai bahan ajar masih belum menjadi fokus guru. Akibatnya, peserta didik

tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam tahap kegiatan tersebut.

3. Proses menulis

Menulis di lingkungan sebagai proses mengomunikasikan pesan kepada pembaca

melalui bahasa tulis. Proses menulis menuntut panduan sejumlah kompetensi penulis, sehingga

penulis dapat menghasilkan sebuah tulisan (Indihadi, 2017).

a. Kondisi Internal Penulis

103

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

b. Kondisi Kebahasaan

c. Kondisi Penalaran Penulis

4. Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis

Model editorial dipandang sebagai model pembelajaran menulis dengan menerapkan

metode “sosiodrama” dalam proses menulis. Dalam pembelajaran, peserta didik dipilah

dikelompokan serta diperan aktifkan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan dalam tahapan

proses menulis. Terdapat 4 (empat) peran untuk dilaksanakan oleh peserta didik yakni (1)

peran penulis, (2) peran penyinting (perevisi dan pengedit), (3) peran publikasi dan (4) peran

pembaca (penilaian dan kritikus). Setting pembelajaran: ruang kelas diatas sesuai dengan

pemilah peran; sehingga peserta didik dapat melaksanakan proses menulis dan guru dapat

melaksanakan monitoring dan pengendalian pelaksanaan pembelajaran. Setting tersebut

disajikan dalam peta ruang sebagi berikut.

Editing menjadi tahap akhir dalam proses menulis sebelum tulisan dipublikasikan.

Adapun fokus kegiatan dalam tahap editing, penulis harus memastikan bahwa tulisan sudah

104

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sempurna dan layak dipublikasikan kepada pembaca. Menurut Tompkins (1994), “Editing is

putting the piece of writing into its final form. Until this stage, the focus has been primarity on the

content of the students writing. Once the focus changes to mechanics students polish their writing

by correcting spelling and other mechanicals error. Thegoal here is to make the writing optimaly

readable” (Smith, smith 1982). Hal tersebut menjadi alasan utama dalam pengembangan model

editorial dalam pembelajaran menulis. Dalam model ini, peserta didik diperanaktifkan sebelum

editor tulisan sebelum tulisan tersebut dipublikasikan.

Model editorial dalam pembelajaran menulis memiliki tiga fokus kegiatan. Ketiga

fokus tersebut dijadikan tahapan pengondisian belajar dan proses belajar, mengajar antara

peserta didik dengan pendidik. Dirujuk dari pandangan Tompkins (1994), tahap tersebut

antara lain: Students move through three activities in the editing stage: (1) getting distance

from the composition, (2) proofreading to locate errors and (3) Currecting errors. Ketiga tahap

tersebut menjadi komponen utama dalam pembelajaran menulis dengan model editorial, yakni:

a. Membuat jarak dengan hasil tulisan

b. Membaca hasil tulisan untuk menemukan kesalahan

c. Mengoreksi kesalahan dalam hasil tulisan.

Implementasi tahap editorial dalam pembelajaran menulis di SD menggunakan metode

bermain peran. Terdapat tiga peran utama untuk dimainkan oleh peserta didik di kelas, yakni:

(1) penulis, (2) editor, dan (3) pembaca. Setiap peserta didik diberikan peluang dan

kesempatan untuk berperan sebagai penulis, editor maupun pembaca. Guru sebagai fasilitator

dituntut untuk mengendalikan, memonitor dan mengevaluasi peran aktif peserta didik dalam

permainan peran tersebut, ketiga tahap editorial dipraktikan oleh peserta didik. Pembelajaran

menulis dengan model editorial dikembangkan sebagai berikut:

a. Tahap Pembuka

Tahap ini difokuskan pada kegiatan persiapan bermain peran setelah guru

menjelaskan kerangka konseptual perihal masud dan tujuan model editorial dalam

pembelajaran menulis kepada peserta didik. Adapun kegiatan tersebut anatara lain:

1) Guru mengelompokan peserta didik sesuai peran dalam editorial.

2) Guru menyiapkan setting tempat (kelas) sesuai dengan tuntutan permainan peran (a)

penulis, (b) editot dan (c) pembaca.

3) Guru mengondisikan peserta didik berdasar peran pilihan masing-masing yakni:

mempelajari petunjuk (scenario) peran.

b. Tahap Inti

1) Tahap ini difokuskan pada kegiatan pelaksanaan bermain peran setelah tahap

perencanaan (pembuka) dipandang optimal. Adapun kegiatan tersebut, anatara lain:

2) Guru menugaskan peserta didik untuk menempati setting tempat sesuai dengan peran

masing-masing.

3) Guru memonitor dan mengevaluasi peran peserta didik sesuai dengan tahap editorial.

4) Guru mengatur giliran peserta didik dalam permainan peran sebagai (a) penulis, (b)

editor dan (c) pembaca.

c. Tahap Penutup

1) Tahap ini difokuskan pada kegiatan refleksi pelaksanaan bermain peran. Adapun

kegiatannya antara lain:

2) Guru meminta respon dari peserta didik terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan

permainan peran editorial.

3) Guru meminta peserta didik memberikan penilaian keunggulan dan kelemahan dari

permainan peran sebagai: (a) penulis, (b) editor serta (c) pembaca.

105

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

4) Guru menyampaikan hasil refleksi peran aktif peserta didik dalam kegiatan permainan

peran dalam model editorial.

Untuk mendukung pelaksanaan model editorial tersebut, guru harus menyiapkan

rubric, petunjuk maupun pedoman sebagai media atau alat belajar peserta didik dalam

permainan peran. Penyiapan media atau alat tersebut harus dikerjakan oleh guru diluar

(sebelum) ketiga tahap pembelajaran tersebut. Demikian model editorial dikembangkan dalam

pemebelajaran menulis di SD.

SIMPULAN

Pembelajaran menulis dengan model editorial dipandang sebagai upaya inovatif dalam

peningkatan hasil belajar peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Pembelajaran model

editorial menuntut kesiapan peserta didik maupun guru dalam mengimplementasikan tahap

kegiatan editing. Model editor dalam pembelajaran menulis di SD belum pernah diujicobakan

sehingga keunggulan maupun kelemahan dari model tersebut belum diketahui.

Direkomendasikan bahwa model editorial dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran

menulis di SD karena model tersebut berpeluang dalam peningkatan kompetensi peserta didik

dalam menghasilkan tulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Bachman, L.F. (1990). Fundamental considerations in language testing. Hong Kong: Oxford

University Press.

Gredler, Margaret. E. Bell. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

Dunn, Opal. (1984). Developing English With Young Learnes. London: MacMillan Published Limited.

Harsiati, T. (1994). Penilaian dalam Pembelajaran (Aplikasi pada Pembelajaran Membaca dan

Menulis). Malang: UM Press.

Indihadi, Dian. (2017). Hakikat Kedudukan dan Fungsi Bahasa Bagi Bangsa Indonesia. Bandung:

Pelang Press.

Indihadi, Dian. (2019). Bahasa Indonesia dalam Konteks Akademik. Bandung: Pelang Press.

Skinner dalam Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Syaiful, Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Tompkins. (2002). Facilities Planning, Third Edition. John Wiley & Sons, INC, United States.

Tomkins, Gail E. (1994). Teaching Writing; Balancing Process and Produce. New York: MacMillan

College Publisher.

106

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dapatkah Guru PAUD Menerapkan Kesantunan KH.Ahmad Dahlan

pada Pembelajaran Online? Elis Solihati1, Mubiar Agustin2

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstract

In Indonesia, pandemic resulted in educators and learners at various levels of learning from home (online

learning). This is considered as an opportunity as well as a major challenge in optimizing the process of

education in the primary home education, character of politeness, parents to children, coordination of

teachers to parents, even teachers to the child. Through a literature study, ECE teachers have opportunities to

reflect a KH. Ahmad Dahlan’s politeness in learning from home. This paper will discuss the opportunities and

challenges of ECE teachers in exemptions and apply the minds of education figures KH. Ahmad Dahlan in the

process of learning from home.

Keyword: KH. Ahmad Dahlan, Teacher's politenes, Online learning

Abstrak

Di Indonesia, pandemik mengakibatkan pendidik dan peserta didik di berbagai jenjang melakukan

pembelajaran dari rumah (online). Hal ini dipandang berpotensi menyebabkan kelemahan dalam

pembelajaran karakter sehingga guru tidak dapat menerapkan kesantunan seperti yang dicontohkan

KH.Ahmad Dahlan. Maka dari itu, dilakukan studi pustaka yang bertujuan untuk mengetahui dan

memperoleh hasil kajian terkait peluang dan hambatan guru PAUD dalam menerapkan pembelajaran online

berbasis nilai-nilai kesantunan KH.Ahmad Dahlan. Berdasarkan hasil kajian, terdapat hubungan positif

antara pembelajaran online dengan karakter kesantunan yang guru terapkan, sehingga peluang penerapan

pendidikan karakter dapat dilakukan meski dalam hambatan.

Kata Kunci: KH.Ahmad Dahlan, Kesantunan Guru, Pembelajaran Online

PENDAHULUAN

Wabah yang dewasa ini terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia menyebabkan

pembelajaran dilaksanakan dari rumah atau BDR (Belajar Dari Rumah) mulai jenjang pendidikan

anak usia dini (Arifa, 2020). Pemerintah menginstruksikannya melalui Surat Edaran Nomor 2

Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud, Surat

Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Surat

Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat

Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) memuat arahan tentang proses belajar dari rumah. Hal

ini dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini

bagi guru dan orang tua. Kegiatan belajar dari rumah menjadi titik balik peran keluarga, khususnya

dalam pembinaan karakter anak usia dini. Namun, bukan berarti guru tidak berperan dalam

pendidikan. Guru tetap dinobatkan sebagai pendidik professional pembentuk karakter bangsa

(Sarnoto, 2018) melekat dengan tugas fungsinya, yang meliputi mengajar, mendidik, melatih,

mengarahkan, membimbing, menilai dan mengevaluasi (Undang-undang No. 14 tahun 2005).

Guru seharusnya menyusun strategi menguatkan diri untuk menghadapi tantangan moral,

karakter, melalui interaksi, dan integarasi rutinitas positif di sekolah (Cash, Cabell, Hamre,

DeCoster, & Pianta, 2015; Davidson, Khmelkov, Baker, & Lickona, 2011) baik saat masa adaptasi

kebiasaan baru ataupun bukan. Banyak hal harus disiapkan misalkan pemilihan metode

pembelajaran, teknik pembelajaran, konten pembelajaran kreatif yang berdampak pada

perkembangan anak (kognitif, afektif, dan psikomotor) (Araghieh, Farahani, Ardakani, & Zadeh,

2011; Darmadi, 2015). Terlebih lagi, bisa saja ada beberapa elemen proses pendidikan di sekolah

yang hilang atau tergantikan selama pembelajaran online. Maka dari itu, guru perlu merefleksikan,

memperbaharui diri dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Birnbaum & Daily, 2019;

107

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasli, Sappaile, & Pristiwaluyo, 2015; Perry-hazan & Birnhack, 2019) agar dapat meningkatkan

pelayanan terhadap peserta didik baik online maupun offline di masa adaptasi kebiasaan baru.

Pelayanan pembelajaran anak usia dini online dan offline penting didukung oleh kemampuan

santun berkomunikasi. Beberapa penelitian terkait, seperti pentingnya kesantunan dalam interaksi

lembaga pendidikan (Chejnová, 2014), kesantunan norma budaya daerah (Isosavi, 2020),

kontribusi kesantunan dalam pembelajaran interaktif berbahasa (Jiang, 2010), kesantunan melalui

media massa dan teknologi sebagai cermin kesantunan pelakunya (Carolus et al., 2018; Maria

Economidou-kogetsidis, 2016), dan pembiasaan kesantunan di Japanese Preschool (Burdelski,

2010). Penelitian tersebut penguat refleksi guru PAUD terhadap jejak pendidikan tokoh pendidikan

guna penerapan kesantunan berkomunikasi. Peneliti memiliki tokoh teladan KH.Ahmad Dahlan

karena predikat “Sang Penyantun” (Fadli & Djollong, 2018; Fitriani, 2015; Mustofa, 2018), pelopor

kesantunannya sebagai pendidik. Kesantunan secara umum ditunjukkan humor dalam

pembelajaran (Tong & Tsung, 2020) mengangkat nilai budaya daerah (Sukadaria, Prihonob, Singhc,

Syahruzahd, & Mingchang Wu, 2020). Namun sayang, proses mengenal nilai-nilai pemikiran tokoh

secara fokus sangat langka, bahkan kurang memahami tokoh-tokoh pendidikan (Jannah & Ahmad,

2019) ditambah banyak bukti sejarah yang perlahan hilang, dan publikasi semakin berkurang

(Yoga, 2017) padahal mereka merupakan kontributor keberhasilan hingga saat ini. Sehingga tulisan

ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dalam meneladani beliau, khususnya dalam

konteks pembelajaran online masa adaptasi kebiasaan baru.

Berdasarkan hal tersebut, kajian ini sangat penting di masa sekarang, guna refleksi dan

menyiapkan strategi pendidikan karakter kesantunan bagi guru PAUD. Pertanyaannya, dapatkah

guru PAUD menerapkan kesantunan tokoh pendidikan KH.Ahmad Dahlan di pembelajaran online?

Maka dari itu, penelitian ini membahas kesempatan, dan tantangan guru PAUD dalam menerapkan

nilai-nilai teladan tokoh pendidikan KH.Ahmad Dahlan pada pembelajaran online.

PEMBAHASAN

B. Kilas Riwayat KH.Ahmad Dahlan dan Kesantunannya

KH.Ahmad Dahlan merupakan keturunan bangsawan di Yogyakarta yang lahir tahun 1868M.

Sebelumnya bernama Muhammad Darwis (Apriyadi, 2018). Beliau sangat bersemangat dalam

belajar agama dan Bahasa Arab dilakukan bersama orang tua di rumah. Beliau gemar menuntut

ilmu ke berbagai penjuru dan focus pada kiprahnya dalam bidang sosial, pembaharuan masyarakat,

dan pendidikan berbasis Alquran, hadits, etika sosial, kesadaran iman, kecerdasan dunia akhirat,

nasionalisme, sains, akhlakul karimah dan amal (Dahlan & Tokoh, 2014; Ramadani, 2018; Wati,

n.d.; Yuliasari, 2014). Beliau mendirikan Organisasi Islam Muhammadiyah, menginisiasi pendirian

Madrasah Ibtidaiyah, mendukung Aisyiyah mendirikan TK ABA. Dalam kesehariannya sebagai

pendidik, beliau dikenal haus ilmu, pantang menyerah, rela berkorban, patuh Alquran sebagai dasar

bergerak, membela sesama manusia, mendengar pendapat orang lain, cinta damai, nrimo, momong,

tatag, tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan akomodatif (Mustofa, 2018).

Kesantunan merujuk pada hirarki sosial, universal, antara budaya dan manusia secara sosial

sebagai penghormatan dalam berinteraksi (Ashizuka et al., 2014; Serdiouk, Wilson, Gest, & Berry,

2019), bagian dari kecerdasan interpersonal (atensi, empati, antisipasi), didasari moral, budaya,

dan sosial yang berbeda (Fukushima & Haugh, 2014), dan nilai-nilai karakter (Gunawan, Rusdarti,

& Ahmadi, 2020; Lickona, 2013). Kesantunan dalam komunikasi mengandung etika, prosedur

dalam berinteraksi sosial, terutama bagi guru PAUD dalam mendampingi belajar anak dan

membangun hubungan baik dengan publik (Theunissen, 2019; Widiadnya, Ngurah, Yoga, & Hery,

2018) termasuk anak dan orang tua murid. Maksim kesantunan yakni maksim kearifan,

kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati (Leech, 2014).

108

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kesantunan KH. Ahmad Dahlan terkait dengan kesantunan linguistik (tutur langsung) dan

pragmatik (tuturan deklaratif dan interogatif, kadang menyindir) (Fairchild, Mathis, & Papafragou,

2020; Sorlin, 2017). Kesantunan linguistik ditunjukkan dengan mengucap kata salam, tolong,

permisi, terimakasih, maaf, ayo, silakan. Sedangkan kesantunan pragmatik: suruhan, ajakan,

permohonan, persilaan, dan larangan (Caballero, Vergis, Jiang, & Pell, 2018; Fedriani, 2018).

Penting bagi guru berkomunikasi yang baik dalam interaksi guru-anak agar kelas efektif,

meningkatkan emosi positif, dan motivasi anak (Hobjil, 2012; Mahmud, 2019), bukan sekadar

transfer pengetahuan monoton (Agustin, Setiyadi, & Puspita, 2020). Berusaha menghindari

kesantunan negatif (Wang & Taylor, 2019) karena dapat merujuk pada kekerasan verbal (Agustin,

Djoehaeni, & Puspita, 2020). Seluruh bentuk kesantunan berpotensi dapat diterapkan saat

pembelajaran online saat ini.

C. Pembelajaran Online di PAUD

Secara umum, pemberlakuan pembelajaran online di PAUD mendapat banyak komentar dan

keluhan dari berbagai pihak terutama terkait sarana prasarana pembelajaran, psikologis pendidik

dan anak, serta alokasi dana. Anak dan guru merasa dipaksa belajar jarak jauh, sehingga perlu

dilakukan pemindaian ulang gaya belajar anak agar lebih efektif (Purwanto, Pramono, Asbari,

Santoso, Wijayanti, Hyun, Putri, 2020). Kendala komunikasi, metode pembelajaran menjadi hal vital

bagi pembelajaran PAUD (Sabri, A., Warmansyah, J., Amalina, A., & Aswirna, P., 2020). Guru kebanyakan

tidak setuju dnegan pembelajaran online karena dirasa tidak efektif (Nurdin, N., & Anhusadar, L.

(2020). Guru kebingungan dengan konten pembelajaran yang disampaikan. Khususnya dalam

pembelajaran online terdapat kekurangan dalam pendidikan karakter, penelitian Daud (dalam

Agustin, dkk, 2020) menegaskan bahwa interaksi komunikasi langsung merupakan cara paling

efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, terlebih dalam pendidikan karakter karena

komunikator, pesan, dan rekan komunikasi menjadi elemen utama dalam pembelarjaran efektif.

Pembelajaran online dipandang menyita waktu bermain anak bersama dengan teman nya di

sekolah, sehingga pembelajaran paud yang identic dengan bermain harus mengalami perubahan.

Maka dari itu, orang tua perlu dilibatkan lebih intens dalam pembimbingan pembelajaran melalui

bermain ini.

Pembelajaran memerlukan keaktifan guru, menguasai tema, mampu mengendalikan anak,

berkomunikasi baik sehingga mampu merancang pembelajaran bermakna, tidak menyebabkan

kejenuhan, rendahnya motivasi (Agustin & Puspita, 2020; Norton, 2017). Guru PAUD berperan

sebagai perancang pembelajaran, motivator, fasilitator pembelajaran, organisator, pembawa misi

agama dan ilmu pengetahuan, dan peran-peran lain yang dibutuhkan oleh anak (Iskandar, 2017;

Ross et al., 2011; Saragih, 2008; Wahlgren, Mariager-Anderson, & Sørensen, 2016). Hal tersebut

seharusnya berlaku pula pada pembelajaran anak usia dini dalam konteks online. Sayangnya

banyak keluhan pembelajaran dari rumah online tidak senyaman pembelajaran offline. Pada poin

tersebut guru menjadi komponen penting dalam interaksi pembelajaran. Guru punya hal istimewa

yang tidak tergantikan dengan teknologi di era revolusi industri (Lubis & Mulianingsih, 2019).

Terbukti bahwa guru PAUD bukan hanya sekadar transfer ilmu pengetahuan, namun ada etika,

moral, dan karakter yang dibina. Terdapat proses teladan, nilai dan moral pada prosesnya (Sabar

Budi Raharjo, 2010; Wardani, 2010; Ye & Law, 2019). Dari sinilah banyak penguatan bagi guru

PAUD meneladani karakter setiap tokoh pendahulu.

Di masa normal baru ini, kesiapan guru melakukan pembelajaran online sebesar 60 persen

dari 10 orang Ayuni, D., Marini, T., Fauziddin, M., & Pahrul, Y. (2020). Konteks pembelajaran online yang

sering dikeluhkan ternyata memiliki waktu kerja yang relatif fleksibel dan merasa aman (Warsita,

2015), karena bebas biaya transportasi dan praktis teknologi (Handayani, 2020). Sehingga dapat

diisi dengan membaca literatur atau biografi sebagai sarana menambah wawasan. Platform

109

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menjadi alternatif solusi praktik kesantunan melalui internet, email (Savic, 2018), aplikasi media

sosial Whatsapp, Instagram, Google, Classdojo, See saw, Icando dan lain-lain (Flores-salgado &

Castineira-benitez, 2018; Kavanagh, 2016).

Hal ini dapat dianggap sebagai kekuatan dalam pengembangan metode pembelajaran di PAUD.

Karena yang terpenting adalah kesiapan guru terlebih dahulu sebagai eksekutor pendidikan.

Kesiapan guru menjadi keberhasilan pembelajaran. Mumpuni & Ismanto (2019) dan Wijoyo &

Indrawan (2020) mengembangkan model peningkatan kapasitas guru dengan konsep diklat online.

Hal ini menjadi kabar baik. Pendidikan karakter dapat diterapkan dengan orang tua sebagai

fasilitator utama, dan guru sebagai mitra kerjasama. Dari berbagai penelitian, pembelajaran online

justru jarang ada yang terfokus pada pendidikan karakter, kebanyakan mengungkap dari sisi

ketersediaan sarana prasarana, ekonomi, dan sumber daya manusia dalam penggunaan media.

Jarang yang mengkaji terkait pendidikan karater selama pandemik ini.

D. Dapatkah Guru PAUD Meneladani Tokoh KH.Ahmad Dahlan pada Pembelajaran Online?

Beberapa contoh kesantunan KH.Ahmad Dahlan dalam Mustofa (2018) dapat diteladani dalam

pembelajaran online, seorang guru khususnya guru PAUD harus memiliki sifat yang haus ilmu,

pantang menyerah, misalkan di masa ini guru mengikuti berbagai Webinar untuk meningkatkan

kapasitasnya; rela berkorban contoh menghadapi kerugian dari bekerja dari rumah, menanggung

biaya listrik dan internet untuk mengajar (Purwanto, 2020); bekerjasama dengan orang tua

(Khadijah, 2020), melakukan parenting online melalui aplikasi meeting; menyapa anak didik,

mengucap salam sebelum dan sesudah pertemuan; mempersilahkan lawan bicaranya berpendapat;

minta tolong pada orang tua untuk membantu merencanakan dan melaksanakan kegiatan di

rumah; permisi saat akan meminta tolong; terimakasih saat anak dan orang tua melakukan sesuatu;

maaf jika melakukan kesalahan; mengajak anak belajar mematuhi protokol kesehatan; mendengar

pendapat orang lain sebagai masukan atau pembaharuan kemajuan pembelajaran, misalnya

membuka forum diskusi di media sosial.

Sayangnya, alternatif tersebut belum dapat dipraktikan secara menyeluruh karena terkendala

ketersediaan smartphone, akses internet, kurangnya pemahaman tentang penggunaan teknologi,

orang tua memiliki kesibukan dalam bekerja (Khadijah, 2020). Sehingga pembelajaran tetap offline

bahkan tidak melakukan pembelajaran sama sekali. Lalu bagaimana guru dapat menerapkan

kesantunan dalam berkomunikasi dengan anak jika tidak berinteraksi dengan anak? Refleksi

kesantunan KH.Ahmad Dahlan dapat kita lakukan, antara lain cinta damai, nrimo, momong, tatag,

tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan akomodatif (Mustafa, 2018). Kita sebagai

pendidik dapat bersimpati, menjaga hubungan baik, damai, berpendapat sesuai etika, tetap berpikir

positif, menerima dan menyadari tantangan, bekerja sama guru dan orangtua dalam penyusunan

strategi pendidikan selanjutnya.

SIMPULAN

Meskipun pembelajaran online, guru PAUD masih tetap dapat menerapkan kesantunan dari hasil

refleksi keteladanan tokoh KH.Ahmad Dahlan. Karena esensinya, keteladanan fokus pada

penerapan nilai-nilai pemikiran dalam kondisi dan situasi apapun, tidak terbatas pada interaksi

tatap muka, melainkan dapat dilakukan dalam melalui dalam jaringan (online). Nilai-nilai

kesantunan KH.Ahmad Dahlan yang diteladani diantaranya yaitu haus ilmu, pantang menyerah, rela

berkorban, patuh Alquran sebagai dasar bergerak, membela sesama manusia, mendengar pendapat

orang lain, cinta damai, nrimo, momong, tatag, tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan

akomodatif terutama bagi guru PAUD dalam memfasilitasi pembelajaran dan membangun

hubungan baik dengan publik. Bagi yang belum melakukan pembelajaran online, penting

110

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menguatkan kapasitas diri pribadi terkait nilai-nilai kesantunan tokoh dari berbagai literatur, dan

menyiapkan strategi untuk pembelajaran masa adaptasi kebiasaan baru.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, M., Djoehaeni, H., & Puspita, R. D. (2020). Observational Analysis of Violence On Children

and the Implications for Parenting Program Development. Asia-Pasific Journal of Research in

Early Childhood Education, 14(2), 1–20.

Agustin, M., & Puspita, R. D. (2020). Observational Analysis of Violence On Children and the

Implications for Parenting Program Development. 14(2), 1–20.

Agustin, M., Setiyadi, R., & Puspita, R. D. (2020). Burnout Profile of Elementary School Teacher

Education Students (Estes): Factors and Implication of Guidance and Counseling Services.

PrimaryEdu - Journal of Primary Education, 4(1), 38. https://doi.org/10.22460/pej.v4i1.1640

Apriyadi, H. (2018). Nilai progresivisme dalam pendidikan karakter kesalehan sosial ajaran k.h.

ahmad dahlan pada novel sang pencerah kajian sosiopragmatik.

Araghieh, A., Farahani, N. B., Ardakani, F. B., & Zadeh, G. N. (2011). The role of teachers in the

development of learning opportunities. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(79), 310–

317. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.11.244

Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat

Covid-19. Info Singkat;Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII(7/I), 6. Retrieved

from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-7-I-P3DI-April-2020-

1953.pdf

Ashizuka, A., Mima, T., Sawamoto, N., Aso, T., Oishi, N., Sugihara, G., … Fukuyama, H. (2014).

Functional relevance of the precuneus in verbal politeness. Neuroscience Research, 1–9.

https://doi.org/10.1016/j.neures.2014.10.009

Ayuni, D., Marini, T., Fauziddin, M., & Pahrul, Y. (2020). Kesiapan Guru TK Menghadapi

Pembelajaran Daring Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia

Dini, 5(1), 414-421.

Birnbaum, M. L., & Daily, E. K. (2019). Competency and Competence. (February 2009), 2–3.

Burdelski, M. (2010). Socializing politeness routines : Action , other-orientation , and embodiment

in a Japanese preschool. Journal of Pragmatics, 42(6), 1606–1621.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2009.11.007

Caballero, J. A., Vergis, N., Jiang, X., & Pell, M. D. (2018). The sound of im / politeness. Speech

Communication, 102(April), 39–53. https://doi.org/10.1016/j.specom.2018.06.004

Carolus, A., Muench, R., Schmidt, C., Schneider, F., Carolus, A., Muench, R., … Wuerzburg, J. (2018).

Impertinent mobiles - Effects of politeness and impoliteness in human-smartphone

interaction. Computers in Human Behavior. https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.12.030

Cash, A. H., Cabell, S. Q., Hamre, B. K., DeCoster, J., & Pianta, R. C. (2015). Relating prekindergarten

teacher beliefs and knowledge to children’s language and literacy development. Teaching and

Teacher Education, 48, 97–105. https://doi.org/10.1016/j.tate.2015.02.003

Chejnová, P. (2014). Expressing politeness in the institutional e-mail communications of university

students in the Czech Republic. Journal of Pragmatics, 60, 175–192.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2013.10.003

Dahlan, K. H. A., & Tokoh, S. (2014). K.H. AHMAD DAHLAN SEBAGAI TOKOH PEMBAHARU Oleh: Muh.

Dahlan. XIV, 122–131.

Darmadi, H. (2015). Tugas, Peran, Kompetensi, Dan Tanggung Jawab Menjadi Guru Profesional.

Jurnal Edukasi, 13(2), 161–174.

Davidson, M., Khmelkov, V., Baker, K., & Lickona, T. (2011). Values education : The Power Achieve

approach for building sustainability and enduring impact. International Journal of Educational

111

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Research, 50(3), 190–197. https://doi.org/10.1016/j.ijer.2011.07.006

Fadli, M., & Djollong, A. F. (2018). Konsep Pendidikan Islam Menurut KH. Ahmad Dahlan. Istiqra’,

V(2).

Fairchild, S., Mathis, A., & Papafragou, A. (2020). Pragmatics and social meaning : Understanding

under-informativeness in native and non-native speakers. Cognition, 200(December 2019),

104171. https://doi.org/10.1016/j.cognition.2019.104171

Fedriani, C. (2018). A pragmatic reversal : Italian per favore “ please ” and its variants between

politeness and impoliteness. Journal of Pragmatics, 1–12.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.09.008

Fitriani, L. (2015). KONSEP PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN (Studi pada buku Pelajaran KHA

Dahlan karya KRH. Hadjid). Universitas Pendidikan Indonesia.

Flores-salgado, E., & Castineira-benitez, T. A. (2018). The use of politeness in WhatsApp discourse

and move “ requests .” Journal of Pragmatics, 133, 79–92.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.06.009

Fukushima, S., & Haugh, M. (2014). The role of emic understandings in theorizing im / politeness :

The metapragmatics of attentiveness , empathy and anticipatory inference in Japanese and

Chinese. Journal of Pragmatics, 74, 165–179. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2014.08.004

Gunawan, I., Rusdarti, R., & Ahmadi, F. (2020). Implementation of Character Education for

Elementary Students. Journal of Primary Education, 9(2 SE-Articles), 168–175.

https://doi.org/10.15294/jpe.v9i2.36646

Handayani, L. (2020). Keuntungan, Kendala dan Solusi Pembelajaran Online Selama Pandemi Covid-

19: Studi Ekploratif di SMPN 3 Bae Kudus. Journal of Industrial Engineering & Management

Research, 1(2), 15-23.

Hasli, R., Sappaile, B. I., & Pristiwaluyo, T. (2015). Pengembangan Instrumen Kompetensi Pedagogik

Guru Kelas Sekolah Dasar di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Penelitian

Dan Evaluasi Pendidikan, 1(1), 1–7.

Hobjil, A. (2012). Positive Politeness and Negative Politeness in Didactic Communication –

Landmarks in Teaching Methodology. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 63, 213–222.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.10.032

Iskandar, K. (2017). Profesionalisme Guru dalam Pendidikan Islam dan Gambaran Ideal Seorang

Pendidik. JALIE : Journal of Applied Linguistivs and Islamic Education, 1(1), 21–40.

Isosavi, J. (2020). Cultural outsiders ’ reported adherence to Finnish and French politeness norms.

Journal of Pragmatics, 155, 177–192. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2019.10.015

Jannah, U. A., & Ahmad, T. A. (2019). Kesadaran Sejarah Siswa Kelas XI Terhadap Nilai-Nilai

Keteladanan K . H Ahmad Dahlan di SMA Muhammadiyah 1. 7(2), 135–145.

Jiang, X. (2010). A Case Study of T eacher ’ s Politeness in EFL Class. Journal of Language Teaching

and Research, 1(5), 651–655. https://doi.org/10.4304/jltr.1.5.651-655

Kavanagh, B. (2016). Emoticons as a medium for channeling politeness within American and

Japanese online blogging communities. Language & Communication, 48, 53–65.

https://doi.org/10.1016/j.langcom.2016.03.003

Leech, G. (2014). The Pragmatics of Politeness. New York: Oxford University Press.

Lickona, T. (2013). Character Matters (Persoalan Karakter) Bagaimana Membantu Anak

Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi

Aksara.

Lubis, B., & Mulianingsih, S. (2019). Keterkaitan Bonus Demografi dengan Teori Generasi. Jurnal

Registratie, 1(1), 21–36.

Mahmud, M. (2019). The use of politeness strategies in the classroom context by English university

students. Indonesian Journal of Applied Linguistics, 8(3), 597–606.

112

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

https://doi.org/10.17509/ijal.v8i3.15258

Maria Economidou-kogetsidis. (2016). Variation in evaluations of the ( im ) politeness of emails

from L2 learners and perceptions of the personality of their senders. Journal of Pragmatics,

106, 1–19. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2016.10.001

Mumpuni, N. D., & Ismanto, B. (2019). Model Manajemen Pembelajaran Online Pada Pendidikan dan

Pelatihan Guru Pendamping Muda PAUD. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 6(2), 206-213.

Mustofa, I. (2018). KH. Ahmad Dahlan si Penyantun. Yogyakarta: Diva Press.

Norton, R. W. (2017). Teacher Effectiveness as a Function of Communicator Style. Annals of the

International Communication Association, 1(1), 525–542.

https://doi.org/10.1080/23808985.1977.11923704

Nurdin, N., & Anhusadar, L. (2020). Efektivitas Pembelajaran Online Pendidik PAUD di Tengah

Pandemi Covid 19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1).

Perry-hazan, L., & Birnhack, M. (2019). Caught on camera : Teachers ’ surveillance in schools.

Teaching and Teacher Education, 78, 193–204. https://doi.org/10.1016/j.tate.2018.11.021

Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Hyun, C., Wijayanti, L., Putri, R., & Santoso, P. (2020). Studi

Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah

Dasar. EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 2 (1), 1–12.

Ramadani, A. (2018). Etika Guru menurut Pemikiran Ahmad Dahlan dan Muhammad Athiyah Al-

Abrasyi. IAIN Palangkaraya.

Ramos-gonzález, N. M., & Rico-martín, A. M. (2015). The teaching of politeness in the Spanish-as-a-

foreign-language ( SFL ) classroom. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 178(November

2014), 196–200. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.03.180

Ross, D., Adams, A., Bondy, E., Dana, N., Dodman, S., & Swain, C. (2011). Preparing teacher leaders:

Perceptions of the impact of a cohort-based, job embedded, blended teacher leadership

program. Teaching and Teacher Education, 27(8), 1213–1222.

https://doi.org/10.1016/j.tate.2011.06.005

Sabar Budi Raharjo. (2010). Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal

Pendidikan Dan Kebudayaan, 16(3), 229–238.

Sabri, A., Warmansyah, J., Amalina, A., & Aswirna, P. (2020). IMPLEMENTASI PENGINTEGRASIAN

KEISLAMAN DALAM PENGENALAN KONSEP MATEMATIKA ANAK USIA DINI. Math Educa

Journal, 4(1), 23-30.

Saragih, A. H. (2008). Kompetensi Minimal Seorang Guru Dalam Mengajar. Jurnal Tabularasa, 5(1),

23–34.

Sarnoto, A. Z. (2018). Profesionalisme guru anak usia dini. (December).

Savic, M. (2018). Lecturer perceptions of im / politeness and in / appropriateness in student e-mail

requests : A Norwegian perspective. Journal of Pragmatics, 124, 52–72.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2017.12.005

Serdiouk, M., Wilson, T. M., Gest, S. D., & Berry, D. (2019). The role of teacher emotional support in

children’s cross-ethnic friendship preferences. Journal of Applied Developmental Psychology,

60(October 2018), 35–46. https://doi.org/10.1016/j.appdev.2018.10.003

Sorlin, S. (2017). The pragmatics of manipulation : Exploiting im / politeness theories. Journal of

Pragmatics, 121, 132–146. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2017.10.002

Sukadaria, Prihonob, E. W., Singhc, C. K. S., Syahruzahd, J. K., & Mingchang Wu. (2020). The

Implementation of Character Education through Local Wisdom Based Learning. International

Journal of Innovation, Creativity and Change, 11(4), 389–403. Retrieved from

http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf

Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan

Kemendikbud,

113

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan

Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat

Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19)

Theunissen, P. (2019). Extending public relationship-building through the theory of politeness.

Public Relations Review, 45(3), 101784. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2019.05.005

Tong, P., & Tsung, L. (2020). Humour strategies in teaching Chinese as second language classrooms.

System, 1–27. https://doi.org/10.1016/j.system.2020.102245

Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Wahlgren, B., Mariager-Anderson, K., & Sørensen, S. H. (2016). Expanding the traditional role of the

adult education teacher – The development of relational competences and actions. Teaching

and Teacher Education, 60, 303–311. https://doi.org/10.1016/j.tate.2016.09.005

Wang, J., & Taylor, C. (2019). The conventionalisation of mock politeness in Chinese and British

online forums. Journal of Pragmatics, 142, 270–280.

https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.10.019

Wardani, K. (2010). Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep Pendidikan Ki Hadjar

Dewantara. (November), 8–10.

Warsita, B. (2015). Evaluasi Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online untuk

Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Kwangsan, 3(1).

Wati, D. E. (n.d.). CULTIVATION OF CHARACTER ACCORDING K . H . AHMAD DAHLAN. 121–126.

Widiadnya, Ngurah, I. G., Yoga, B., & Hery, M. (2018). The Implications Of Politeness Strategies

Among Teachers And Students In The Classroom. SHS Web Conferences 42, 00067.

Wijoyo, H., & Indrawan, I. (2020). Model pembelajaran menyongsong new era normal pada lembaga

PAUD Di Riau. JS (Jurnal Sekolah), 4(3), 205-212.

Ye, W., & Law, W. (2019). Pre-service teachers ’ perceptions of teacher morality in China. Teaching

and Teacher Education, 86, 102876. https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.102876

Yoga, E. S. P. (2017). Tindak Perlokusi dalam Percakapan Antarsiswa Kelas VII SMP Muhammadiyah

Ahmad Dahlan Metro. Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, Dan Pembelajarannya), (September), 1–10.

Yuliasari, P. (2014). Relevansi Konsep Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan di Abad 21. As-Salam,

V(1), 45–64.

114

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Apakah di PAUD sudah Menerapkan Pramuka Prasiaga? Resna Rosmayanti1, Nur Faizah Romadona2,

SPs PAUD Universitas Pendidikan Indonesia, Kampus Bumi Siliwangi Email: [email protected], [email protected],

Abstract

Along with the times, scouts began to be applied to early childhood at the PAUD level, called Prasiaga.

Prasiaga Scouts were born to provide opportunities for early childhood to be given scout movement model

activities that aim to shape character from an early age in children using a play approach. This paper aims

to describe the extent to which PAUD has implemented scouting. This article uses the literature review

method. The results of the study of relevant researches reveal that not many PAUDs have implemented

scout scouts, some have applied scout scouts but not according to the recommendations given. The

conclusion of this article is the application of scouting scouts in paud has not been running properly and

optimally.

Keywords: Scout prasiaga, PAUD, Character building

Abstrak

Seiring dengan perkembangan zaman, pramuka mulai diterapkan untuk anak usia dini jenjang PAUD yang

dinamakan Prasiaga. Pramuka Prasiaga lahir untuk memberikan kesempatan pada anak usia dini untuk

dapat diberikan kegiatan model gerakan pramuka yang bertujuan untuk membentuk karakter sejak dini

pada anak dengan menggunakan pendekatan bermain. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejauh

mana PAUD sudah menerapkan pramuka prasiaga. Artikel ini menggunakan metode kajian pustaka. Hasil

dari kajian terhadap penelitian-penelitian relevan mengungkapkan bahwa belum banyak PAUD yang sudah

menerapkan pramuka prasiaga, ada yang sudah menerapkan pramuka prasiaga namun belum sesuai dengan

anjuran yang diberikan. Kesimpulan dari artikel ini adalah penerapan pramuka prasiaga di paud belum

berjalan sesuai dan optimal.

Kata Kunci: Pramuka Prasiaga, PAUD, Pendidikan Karakter

PENDAHULUAN

Dewasa ini dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada

pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pendidikan karakter menurut (Ratnawati, 2016; Anwar 2017) adalah suatu

sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah secara sengaja yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai

tersebut guna berprilaku baik sesuai yang di harapkan. Penanaman pendidikan karakter harus

ditanamkan sejak dini, Dalam penanaman karakter pada anak usia dini ini harus dilakukan dengan

pendekatan bermain. Salah satu kegiatan yang dapat menanamkan karakter dengan menggunakan

pendekatan bermain salah satunya adalah pramuka (kemendikbud, 2019). Dalam dunia pendidikan

tidak akan terasa asing dengan yang namanya pramuka. Pramuka merupakan organisasi terbesar

didunia dan juga memiliki banyak peminat (Brostromm 2013). Menurut (Alfarisy, S. dkk. 2016)

Pramuka itu sendiri merupakan suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membentuk diri dan

kepribadian siswa. Dalam (Arman, 2014) kegiatan pramuka mempunyai kelompok umur atau

tingkatan dalam kepramukaan yang ditentukan oleh umur anggotanya yaitu pramuka siaga (7-10

tahun), pramuka penggalang (11-15 tahun), pramuka penegak (16-20 tahun) dan pramuka

pandega (21-25 Tahun). Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingkatan awal pramuka

yang mulanya hanya 4 tingkatan kini bertambah satu yaitu Pramuka Prasiaga (2-7 tahun). Dalam

hal ini pramuka prasiaga lahir untuk memberikan kesempatan bagi anak dibawah 7 tahun yaitu

setara PAUD untuk dapat diberikan kegiatan model gerakan pramuka termasuk didalamnya

penanaman nilai-nilai disiplin, kemandirian, kebangsaan dan nilai-nilai lainnya (Rahayu, Sri. 2019) .

115

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pramuka prasiaga menurut (kemendikbud, 2019) adalah kegiatan penguatan pendidikan

karakter bagi anak usia dini sekaligus untuk menguatkan cinta kepada tanah air, bangsa dan bahasa

Indonesia, melalui pendekatan bermain sambil belajar dalam suasana yang menyenangkan.

Prasiaga merupakan solusi praktis bagi penyenggaraan penguatan pendidikankarakter di satuan

pendidikan anak usia dini dan di satuan komunitas pramuka melalui pendekatan bermain.tujuan

dari pramuka prasiaga itu sendiri (Leonita & Kusumaningtyas, 2019). adalah mengenalkan nilai-

nilai kepramukaan kepada anak melalui pengembangan karakter, fisik, kecakapan, dan kemampuan

berbuat kebaikan.

Pramuka untuk anak usia dini ini merupakan sebuah kegiatan yang layak mendapatkan perhatian

semua komponen bangsa yang ingin meletakkan fondasi karakter sejak anak usia dini. Pramuka

inipun sudah dikenalkan diindonesia sejak tahun 2010 oleh kwartir nasional dan diuji cobakan di

Jawa Barat. Dengan diresmikannya pramuka untuk anak usia dini ini lembaga PAUD tentunya

harus sudah menerapkan pramuka prasiaga di lembaganya agar dapat menanamkan karakter anak

sejak dini melalui pamuka. Namun apakah di lembaga PAUD sudah menerapkan pramuka untuk

anak usia dini?. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lembaga PAUD sudah

menerapkan pramuka prasiaga.

PEMBAHASAN

Pembahasan dituliskan dengan format sebagai berikut:

Pramuka

Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana (pramuka) yang artinya pemuda

bangsa yang giat bekerja. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010

pasal 1 kepramukaan adalah:

1. Gerakan pramuka adalah organisasi yang di bentuk oleh pramuka untuk

menyelenggarakan pendidikan kepramukaan.

2. Pramuka adalah warga Negara Indonesia yang aktif dalam pendidikan kepramukaan

serta mengamalkan satya pramuka dan darma pramuka.

3. Kepramukaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan pramuka.

4. Pendidikan kepramukaan adalah pembentukan kepribadian, kecakapan hidup dan

akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan nilai-nilai kepramukaan.

Menurut Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka (ARTGP) Tahun 2005 Pasal 7 ayat 1

kepramukaan adalah: Proses pendidikan yang dilakukan di luar sekolah dan di luar

lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan yang menarik, menyenagkan, sehat, teratur,

terarah, praktis, yang di lakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan

Metode Kepramukaan yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti.

Pramuka Prasiaga

Dalam (Rahayu, 2019) Sejarah prasiaga itu sendiri di mulai Pada tanggal 4 November 2011,

kwarnas mengadakan seminar perubahan usia peserta didik. Kegiatan ini sebagai respon terhadap

undang-undang no 12 tahun 2010 tentang gerakan pramuka pada 26 Oktober 2010, aktivitas

berupa perbaikan kualitas gerakan pramuka terus dilakukan. Termasuk pembenahan berbagai

aturan untuk lebih melancarkan kegiatan bagi para anak didik yang di dalam lingkungan gerakan

pramuka disebut peserta didik. Dalam hal ini kwarnas memberikan kesempatan bagi anak dibawah

7 tahun yaitu setara PAUD untuk dapat diberikan kegiatan-kegiatan model gerakan pramuka. Agar

anak-anak mempunyai status yang jelas dalam gerakan pramuka maka muncul ide dinamakan Pra

Siaga. Hal ini dilakukan melihat kenyataan bahwa dengan perkembangan zaman yang begitu cepat,

khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merambah ke semua segi

116

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kehidupan, anak-anak di bawah 7 tahun sudah memerlukan kegiatan permainan yang mengandung

unsur pendidikan.

Dalam (Newsletter, 2019) Menurut Direktur Anak Usia Dini Pembangunan, Bapak

Muhammad Hasbi, kepramukaan untuk anak usia dini adalah upaya untuk Pramuka Prasiaga

membentuk dan menanamkan karakter yang mulia, jugauntuk menumbuhkan semangat

patriotisme untuk mencapaigenerasi anak-anak Indonesia yang hebat. Awalnya, ada empat

tingkatan kepanduan, yaitu Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Baru-baru ini, level lain

dipanggil Prasiaga ditambahkan. Pengantarpengintai di anak usia dini termasuk sejumlah model

pembelajaran bertujuan memenuhi delapan kecerdasan anak usia dini dan stimulasi motorik dan

kognitif perkembangan pada anak usia dini. Pengintai materi yang disediakan untuk kemauan anak

usia dini diintegrasikan ke dalam kurikulum 2013. Guru akan memberikan materi melalui bermain,

menggambar, bernyanyi, tim kegiatan kerja, dan menggunakan berbagai media untuk perkenalkan

kegiatan pramuka dan menanamkan cinta pengintai pada anak-anak.

Dalam kemendikbud 2019 Pramuka prasiaga memiliki visi yaitu anak usia dini yang berjiwa

kepanduan, memiliki pribadi yang utuh, lengkap, autentik, dan konstrukti secara fisik, mental, dan

spiritual, untuk mewujudkan amanah mulia bangsa Indonesia yang tersirat dalam lagu kebangsaan

“Indonesia raya” yang berbunyi, “disanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku” untuk misinya kaderisasi

kepemimpinan dengan menggunakan sistim kepanduan dan prinsip dasar metodik kepanduan,

agar menjadi warga Negara yang mampu mewujudkan perdamaian, persatuan, kesatuan,

kesejahteraan, keadilan, dan persaudaraan bangsa Indonesia dan antar bangsa di dunia. Tujuan

dari pramuka prasiaga adalah memperbaiki mutu bangsa Indonesia sedini mungkin sebagai warga

Negara di masa yang akan datang, terutama dalam hal karakter, kebugaran, fisik, dan kecakapan

hidupnya, yang dapat merubah sifat mementingkan diri sendiri menjadi siat suka berbakti dan

berbuat kebaikan secara aktif terhadap masyarakat di lingkungan hidupnya.

Menurut (Mislia, et al. 2016) ada 3 metode untuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler

khususnya pramuka di sekolah yaitu : 1). Blokir sistem (bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan

yang diadakan pada awal masuknya siswa dalam bidang pendidikan). 2). Sistem aktualisasi,

kompetensi mata pelajaran dasar yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepanduan. 3).

Sistem regular suatu bentuk kegiatan pendidikan kepanduan.

Apakah PAUD sudah menerapakan Pramuka Prasiaga?

Rahayu (2019) mendeskripsikan aktualisasi pramuka pra siaga dan proses pembinaannya

dalam perspektif pendidikan karakter bangsa. Dalam penelitiannya hingga saat ini pramuka

prasiaga masih sebatas wacana, hingga saat ini belum adanya aturan/paying hokum pramuka

prasiaga, latihannya dilakukan oleh guru PAUD tersendiri, seragamnya masih menggunakan

seragam sekolah PAUD masing-masing. Bentuk kegiatannya bercerita, menyanyi, tepuk dan

bermain. Belum ada upacara pembukaan dan penutupan pramuka prasiaga, sarana dan prasarana

menggunakan yang tersedia di PAUD masing-masing, waktu latihan integrasi dengan jadwal di

PAUD. Dalam hal ini sangat disayangkan apabila pramuka prasiaga tersebut belum efektif di

lapangan. Tidak akan terwujud pembentukan karakter pada anak didik apabila pelaksanaan

pramuka prasiaga tidak berjalan sesuai harapan. Ataupun dalam penelitian (Septianingrum, 2019).

Yang menyatakan bahwa dukungan pemerintah saja bukan berarti materi pembelajaran yang

diberikan dapat disampaikan dengan baik. Kendalanya ada pada materi alat peraga yang

seharusnya menjadi bagian dari proses pembelajaran tidak ada. padahal alat peraga merupakan

media pembelajaran yang baik dalam mengajarkan anak-anak terutama anak-anak di sekolah

pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak karena alat peraga dapat menarik perhatian dan

minat mereka untuk belajar. Otomatis adanya kendala dalam pembelajaran pramuka prasiaga itu

sendiri. Sehingga tidak terlaksananya pembelajaran pramuka prasiaga yang sesuai dengan harapan.

117

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Sangat disayangkan apabila program ini hanya berjalan biasa saja tanpa akan kesan yang akan

berkesan kepada anak-anak, belum sesuai dengan manfaat dari pramuka dalam menumbuhkan

karakter kepada anak serta melewatkan kesempatan yang diberikan dalam menumbuhkan

karakter sedari kecil untuk dapat terciptanya generasi yang lebih baik lagi . Maka dari itu kita

sebagai pendidik harus mengupayakan untuk menciptakan program pramuka prasiaga ini menjadi

berkesan dalam kehidupan anak serta melaksanakan kegiatan pramuka secara sesuai dengan

perkembangan anak. Dalam buku panduan pramuka prasiaga tersebut terdapat beberapa aspek

yang akan dikembangkan. Meliputi 5 aspek perkembangan. Makadari itu penting untuk guru dan

lembaga dalam menerapkan pramuka prasiaga ini sebagai wujud untuk pembentukan karakter

sejak dini di PAUD.

Analisis Kesiapan PAUD untuk Pra Siaga

Dalam buku pedoman prasiaga pendidikan anak usia dini ciri-ciri PAUD yang sudah memiliki

kesiapan dalam melaksanakan Pramuka Prasiaga diantaranya :

1. Calon pengelola mendaftarkan diri ke secretariat kwartir cabang dengan rekomendasi

kelayakan dari kwartir ranting setempat.

2. Kwartir akan menerima dan mempelajari proposal untuk mempertimbangkan

dikeluarkannya sertifikat pengelola

3. Apabila dikabulkan maka akan diberikan nomor pangkalan selanjutnya peresmian oleh

kwartir cabang dalam upacara peresmian

4. Untuk Pembina memiliki minat dan kemampuan, memiliki sertifikat KMD

5. Seragam prasiaga harus mengacu kepada ketentuan penggunaan seragam pramuka.

SIMPULAN

Penerapan pramuka prasiaga di PAUD masih sangat sedikit.Terlebih lagi belum banyak penelitian

yang meneliti tentang penerapan kegiatan pramuka prasiaga di jenjang PAUD. Ada satu penelitian

yang meneliti penerapan pramuka untuk anak usia dini di PAUD di Jawa Timur namun

pelaksanaannya berjalan masing-masing dan tidak sesuai dengan kegiatan pramuka . Maka dari itu

diharapkan ada penelitian terkait yang mendeskripsikan tentang kegiatan pramuka prasiaga di

PAUD sendiri. Agar nantinya menjadi acuan untuk layanan PAUD yang lain untuk dapat

menerapkan pramuka prasiaga tersebut di lembaga mereka dan pelaksanaannya pun sesuai

dengan acuan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisy, S. dkk. (2016). Pelaksanaan Kegiatan Pramuka di SDN 164 Kelurahan Tuah Karya

Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Media Neliti.

Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka (ARTGP) Tahun 2005 Pasal 7 ayat 1 kepramukaan

Anwar, K. (2017). Pembelajaran Mendalam untuk Membentuk Karakter Siswa sebagai Pembelajar.

Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, 2(2), 98, ISSN: 2301-7562, e-ISSN: 2579-7964.

Arman. (2014). Analisis Proses Pembinaan Kepramukaan Penegak Satuan Karya Wira Kartika

Koramil 07 Johan Pahlawan Kodim 0105. Skripsi Pada FISIP Universitas Teuku Umar : Aceh

Barat.

Brostrom, (2013). “Wild Scouts” : Swedish Scouting Preparing Responsible Citizens For The

Twenty-First Century. World Leisure Journal. 34, 9-22, DOI: 10.1080/0145935X.2013.766055.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral PAUD dan Dikmas. (2019). Pedoman

Prasiaga Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Wahana Penanaman Karakter Kebangsaan.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Leonita, V., Purwandi, Kusumaningtyas, N. (2019). Analisis Rasa Percaya diri Anak usia 5-6 tahun

melalui kegiatan Pramuka. Universitas PGRI : Semarang.

118

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Mislia, dkk. (2016). The Implementation of Character Education Through Scout Activities. Journal

International Education Studies. 9(6). ISSN 1913-9020

Newsletter, (2019). Mengangkat Semangat Keindonesiaan. Value Driven Education. Tzu chi school

Rahayu, S. (2019). Aktualisasi Pramuka Pra Siaga dan Proses Pembinaannya dalam Perspektif

Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan. 28(2)

Ratnawati, D. (2016). Kontribusi Pendidikan Karakter dan Lingkungan Keluarga terhadap Soft Skill

Siswa SMK. Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, 1(1), 24-25 ISSN: 2301-7562.

Septianingrum, H. (2019). Perancangan Media Pembelajaran Pramuka Prasiaga untuk Pendidikan

Anak Usia Dini di Bandung. Skripsi : Universitas Kristen Maranatha.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3.

119

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kondisi Gender Dalam Home Numeracy Anak Usia Dini Padilah1, Dindin Abdul Muiz L.2, Lutfi Nur3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Early childhood is in the golden age or golden age. In everyday life, many children are faced with a numerical

process that requires parental involvement, the practice of parenting is an important factor in every child's

achievement. Children's numeracy skills can be seen from the Home Numeracy activities and parental support

provided.This writing was conducted to describe Home Numeracy activities based on the gender conditions of

men and women. Based on the understanding, study and descriptive analysis, in this paper we review that

parents have an important role in Home Numeracy and the numeracy skills of boys are better than girls.

Keywords: Gender, Home Numeracy, Early Childhood

Abstrak

Anak usia dini berada pada masa golden age atau masa keemasan. Dalam kehidupan sehari-hari anak

banyak dihadapkan dengan proses numerasi yang memerlukan keterlibatan orang tua, praktek pengasuhan

orang tua yang diberikan menjadi faktor penting dalam setiap pencapaian anak. Keterampilan numerasi

anak dapat dilihat dari aktifitas Home Numeracy serta dukungan orang tua yang diberikan. tulisan ini

dilakukan untuk mendeskripsikan aktifitas Home Numeracy berdasarkan kondisi gender laki-laki dan

perempuan. Berdasarkan pemahaman, kajian dan analisis deskriptif, dalam tulisan ini dikaji bahwa orang

tua memiliki peran penting dalam Home Numeracy serta keterampilan numerasi laki-laki lebih baik

daripada anak perempuan.

Kata Kunci: Gender, Home Numeracy, Anak Usia Dini

PENDAHULUAN

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun, pada masa ini anak berada pada

masa golden age atau masa keemasan. Pada masa ini anak akan mudah mendapatkan rangsangan

dari lingkungan sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari anak akan dihadapkan dengan proses

sosial sebagai bentuk interaksi dalam upaya pemenuhan kebutuhannya yang berkaitan dengan

proses numerasi. Numerasi merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan

keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari serta keterampilan dalam

menginterprestasikan berbagai informasi kuantitatif TIM GLN (2017). Keterampilan operasi hitung

yang baik dimiliki anak akan mempermudah interaksi anak di lingkungannya untuk memenuhi

kebutuhan dalam kegiatan sehari-hari baik itu di lingkungan rumah, sekolah dan lingkungan

masyarakat.

Pada sebuah Hasil tes PISA tahun 2015 dan TIMSS 2016, dua organisasi di bawah OECD

(Organisation for Economic Co-operation and Development) menunjukkan bahwa kemampuan

literasi numerasi Indonesia menduduki peringkat bawah, bahkan di bawah Vietnam, sebuah negara

kecil di Asia Tenggara yang baru saja merdeka. Hasil tes matematika yang diselenggarakan PISA

antara Vietnam dan Indonesia terpaut sangat jauh. Vietnam mendapatkan nilai 495 (dengan nilai

rata-rata 490), sedangkan Indonesia mendapatkan nilai 387. Sementara itu, dari hasil TIMMS,

Indonesia mendapatkan nilai 395 dari nilai rata-rata 500. Nilai tertinggi didapatkan Singapura

dengan nilai 618 (50% lebih tinggi daripada Indonesia) hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan

literasi numerasi Indonesia masih belum berkembang (TIM GLN, 2017, hlm. 10).

Belum berkembangnya kemampuan literasi numerasi di Indonesia di indonesia disinyalir

karena kurangnya memberikan pengalaman yang berkaitan dengan konten numerik awal yang

diberikan pada anak sejak dini. Home Numeracy diartikan sebagai orang tua Yildiz, dkk. (2018),

interaksi yang terjadi antara anak dan orang tua dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan

mencakup pengalaman yang berhubungan dengan konten numerik yang dapat memberi pengaruh

120

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

positif terhadap kemampuan numerasi anak. Cross (2009) dalam penelitiannya mengeksplorasi

perbedaan individu dalam kompetensi matematika yang membahas berbagai faktor-faktor

kontekstual yang berkaitan dengan pengalaman awal dengan perbedaan kelompok-kelompok

sosial. Kelompok sosial dalam kompetensi matematika ini meliputi status sosial ekonomi, jenis

kelamin, ras /etnis, serta kemampuan bahasa Inggris kemudian memberi perhatian khusus dalam

peran keluarga dan bahasa.

Upaya orang tua dalam mengenalkan numerasi kepada anak sejak dini di lingkungan keluarga

dilakukan dengan memberikan pengalaman awal melalui bermain yang berkaitan dengan konten

numerik. Berdasarkan fenomena dan pendapat, peneliti diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian berjudul “Kondisi Gender dalam Home Numeracy Anak Usia Dini” melalui analisis

deskriptif dengan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan.

PEMBAHASAN

E. Gender dan Matematika

Matematika merupakan suatu materi gerbang pembuka yang memiliki hubungan dengan

sains, tidak hanya mempertimbangkan pada aspek prestasi yang dicapai saja namun dalam

kesiapan anak dalam menuju ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam pembelajaran

matematika ditetapkan lima kompetensi tujuan pembelajaran matematika Departemen

Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2006 yaitu:

F. Memecahan masalah berhubungan dengan konten matematik (Mathematical Problem

Solving)

G. Komunikasi tentang konten matematis (Mathematical Communication)

H. Penalaran dalam matematis (Mathematical Reasoning)

I. Koneksi atau jaringan dalam matematis (Mathematical Connection)

J. Representasi mathematis (Mathematical Representation)

Sedangkan kemampuan yang mencakup kelima kompetensi tersebut adalah sebuah

kemampuan literasi matematika, dengan kata lain kemampuan literasi matematika merupakan

kemampuan dalam mengorganisasi berpikir matematis baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam hal ini kemampuan numerasi anak dapat dilihat secara formal melalui kegiatan

matematika yang diberikan.

Pandangan akan pendidikan untuk laki-laki dan perempuan pada masyarakat secara umum

masih terlihat mengajarkan perbedaan-perbedaan gender dalam pendidikannya. Gender

merupakan suatu konstruksi sosial yang mengacu pada perbedaan sifat perempuan dan laki-laki

yang berdasarkan nilai-nilai budaya yang menentukan peran laki-laki dan perempuan di tiap

bidang masyarakat yang menghasilkan sebuah peran gender Hubeis (Mutiah, dan Hubeis, 2017).

Peran antara perempuan dan laki-laki memiliki pandangan berbeda pada bidang masyarakat

dengan pandang perempuan yang dianggap sebagai inndividu yang keibuan, ramah, dan teliti

sementara laki-laki dikenal sebagai individu yang berjiwa kuat dan perkasa. Dengan kata lain

perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat masih dipengaruhi oleh

bentuk lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dilingkungan masyarakat tersebut.

Lummis & Stevenson (1990) mengemukakan bahwa jenis kelamin biologis dimasukkan

dalam penelitiannya serta dijadikan variabel yang menarik karena penelitian lintas-nasional

telah menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki keunggulan pada bidang matematika

daripada anak perempuan dalam sebuah tes matematika. Hal ini sesuai dengan penemuan

Jordan et al. (2006) yang menemukan bahwa pengaruh gender kecil tetapi signifikan pada

bidang matematika secara statistik pada perhitungan benda-benda dan estimasi numerik. Secara

khusus anak laki-laki memiliki keunggulan dari perempuan bahkan ketika dikontrol dalam

121

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kemampuan membaca, tingkat pendapatan, usia anak menunjukkan anak laki-laki memiliki

kinerja lebih tinggi dari perempuan.

Levine et al. menyebutkan ada beberapa perbedaan tingkat kinerja antara anak laki-laki

dan perempuan pada rotasi mental dengan usia 4,5 tahun mulai dari perbedaan kecil tetapi

signifikan. Pada usia prasekolah anak laki-laki terlihat lebih baik dalam kemampuan

memecahkan masalah dan memiliki kemampuan lebih cepat dalam menyelesaikan permainan

dalam aktifitas konstruk seperti menyalin lego dan beberapa jenis permainan model tiga

dimensi lainnya (Guinness dan Morley, 1991 dalan National Research Council, 2014). Namun

Ebbeck (1984) mengungkapkan bahwa perbedaan kinerja antara laki-laki dan perempuan

diciptakan oleh pengalaman yang dimiliki anak sedikit. Dengan demikian pengalaman anak

dalam kemampuan memecahkan masalah turut berperan dalam keterampilan anak dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada tahun awal kehidupan anak laki-laki lebih

tertarik pada gerakan dan tindakan, sementara anak perempuan lebih fokus pada interaksi

sosial yang mendorong pada gerakan, selain itu anak perempuan memiliki kemampuan yang

baik dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan spasial (Cross, C.T., 2009, hlm.

99).

Pada bidang Pembelajaran Matematika dan Ilmu pengetahuan dengan gambaran nasional

telah membahas mengenai isu gender. Skor rata-rata NAEP (National Asesment of Educational

Progres) dalam bidang matematika yang muncul dalam kurun waktu 1990 hingga 1996 menurut

Resse, dkk. (dalam Joyce, B dkk., 2011, hlm. 472) menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak

lagi menjadi masalah serius, sebab rata-rata prestasi siswa wanita sering kali lebih tinggi dari

prestasi yang dicapai oleh siswa laki-laki. Joyce, B dkk. (2011, hlm. 481) mengungkapkan bahwa

perbedaan gender bukan berarti dapat mencegah dalam proses pembelajaran, hal ini berkaitan

dengan pendidikan dasar yang ditawarkan sekolah. Perbedaan gender dalam bakat akademik

jika memang ada jangan sampai memberikan pengaruh apapun, karena tidak ada perbedaan

gender yang berpotensi untuk mencegah siswa laki-laki dan perempuan untuk mendapat tingkat

prestasi yang sama dalam semua bidang kurikulum yang diajarkan. Dalam pendidikan

matematika merupakan suatu pembelajaran yang perlu dikuasai oleh setiap jenjang pendidikan

baik itu laki-laki maupun perempuan untuk kelangsungan hidupnya.

Home Numeracy

Home Numeracy merupakan sebuah kegiatan belajar berhitung di rumah antara anak dan

orang tua dalam upaya orang tua dalam memperkenalkan matematika awal kepada anak sejak

dini. Yildiz, dkk. (2018 hlm. 1) mengungkapkan bahwa Home Numeracy merupakan orang tua,

interaksi antara anak dan orang tua yang dilakukan mencakup pengalaman aktifitas yang

berhubungan dengan konten numerik yang dapat memberi pengaruh positif terhadap

kemampuan numerasi anak. Orang tua memiliki peranan penting dalam upaya mengenalkan

bilangan dan aktifitas numeracy kepada anak sehingga dapat mengembangkan budaya literasi

anak, pengalaman berhitung dirumah yang diberikan orang tua kepada anak secara tidak sadar

akan melatih keterampilan literasi numerasi anak.

Aktifitas berhitung yang dilakukan di lingkungan rumah melibatkan praktik yang diberikan

kedua orang tua untuk mengenalkan matematika awal pada anak seperti jumlah, jenis sumber

belajar yang orang tua berikan kepada anak, frekuensi kegiatan, sifat kegiatan belajar yang

diberikan dengan melibatkan anak serta sikap lainnya seperti persepsi orang tua tentang

pentingnya berhitung sejak dini. Kecerdasan anak dalam berhitung ditandai dengan

kemampuan anak untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis serta

ilmiah dan adanya konsistensi dalam pemikiran.

122

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kemampuan berhitung anak usia dini tidak saja dalam kegiatan berhitung tetapi juga

bilangan, angka dan simbol-simbol yang melambangkan angka dan bilangan serta kemampuan

yang berhubungan dengan konten matematika lainnya. LeFevre e et al. (2009) menunjukkan

bahwa faktor pengalaman berhitung anak di rumah akan membentuk fondasi pembelajaran

berhitung awal pada anak. Dalam melihat pengalaman berhitung awal di rumah mencakup dua

faktor-faktor pertama dari aktivitas berhitung orang tua dan anak, dan faktor lain menilai

harapan dan keyakinan orang tua dalam berhitung.

Pada umumnya kegiatan berhitung dipahami sebagai kompetensi dalam menafsirkan dan

menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari baik itu di dalam rumah, pekerjaan, dan

masyarakat. Dengan demikian Mudjito (2007) menyebutkan bahwa tujuan umum dari

berhitung pada usia dini atau usia prasekolah dilakukan untuk mengetahui dasar-dasar

berhitung yang dimiliki anak sehingga anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran pada

jenjang selanjutnya tentang berhitung yang lebih kompleks.

Keterampilan berhitung awal anak usia dini menurut Krajewski & Schneider (King, A.Y 2019,

hlm 9) berkembang dalam tiga fase, fase pertama ditandai oleh kemampuan untuk membedakan

jumlah yang berbeda, melafalkan kata-kata angka, dan menghitung secara verbal dalam urutan

yang dapat dianggap sebagai keterampilan numerik dasar. Fase kedua ditandai oleh kemampuan

untuk menghitung secara verbal satu set objek tetap secara berurutan tanpa keliru,

menghubungkan kata-kata angka yang tidak tepat (misalnya, sedikit, banyak) dengan kuantitas,

dan menghubungkan kata dengan angka yang tepat (misalnya, dua, empat) ke kuantitas. Selama

pada fase ketiga, anak memahami hubungan antara jumlah dan jumlah kata, komposisi dan

dekomposisi jumlah seperti jumlah 3 terdiri dari 1 dan 2, kemudian perbedaan antara angka

seperti misalnya perbedaan antara 3 dan 4 adalah 1. Selain kesuksesan akademik anak dimasa

yang akan datang keterampilan awal berhitung juga diperlukan dalam pencapaian karir anak,

terutama di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEAM) karena dalam hal tersebut

berhubungan erat dengan konten numerik. Nurkhikmayati (2017) mengungkapkan bahwa

STEAM sebagai integrasi dari disiplin ilmu seni kedalam kurikulum dan pembelajaran pada

lingkup pembelajaran sains, teknologi, teknik dan matematika. Hal ini menjadikan STEAM

sebagai sebuah pendekatan terpadu yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran yang

dilaksanakan di sekolah.

Dalam aktifitas Rumah berhitung (Home Numeracy) terdapat interaksi anak dan orang tua

dalam aktifitas yang dikategorikan kedalam dua kegiatan yaitu kegiatan formal dan informal

(Skwarchuk, S. Swonski, C. & Lefevre, J., 2014, hlm.3). Kegiatan berhitung formal sebagai

pengalaman bersama diamana orang tua secara langsung dan sengaja mengajarkan anak tentang

angka, kuantitas, dan aritmatika untuk meningkatkan meningkatkan keterampilan berhitung

anak. Sedangkan dalam kegiatan berhitung informal dengan kegiatan tentang angka, kuantitas,

dan aritmatika bukanlah tujuan tersebut melainkan secara tidak sengaja mengajarkan konten

numerik misalnya dalam kegiatan bermain papan nomor, kegiatan pengukuran yang diperlukan

dalam memasak, pertukangan atau kerajinan, perbandingan kuantitas, pengolahan spasial.

Kegiatan pembelajaran bagi anak usia dini perlu dilakukan secara konstruktif, terus-menerus

dikembangkan kemampuannya melalui permainan, atau hal kongkrit yang dapat dijangkau

pemahaman anak sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai akan tercapai. Secara

umum dalam mengenalkan matematika kepada anak dilingkungan rumah orang tua memiliki

keyakinan positif tentang pengalaman matematika dan kemanjuran orang tua dalam mengajar

matematika kepada anak. Keyakinan positif yang dimiliki orang tua tentang matematika dapat

mengarah pada keyakinan anak yang lebih positif pula dan peningkatan pengalaman

matematika di lingkungan rumah dapat menguntungkan perkembangan matematika awal pada

anak.

123

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Anak Usia Dini

Anak adalah manusia kecil yang memiliki suatu potensi untuk dikembangkan agar dapat

berkemang dengan optimal. Pada dasarnya anak memiliki karakteristik yang selalu aktif,

dinamis, dan selalu ingin tahu terhadap apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan mereka seolah

tak henti bereksplorasi dan belajar (Sujiono, N.Y., 2013, hlm. 6). Anak usia dini berada pada

tahap perkembangan yang sangat pesat karena pada masa ini anak akan mengalami masa

golden age atau masa keemasa, pada masa ini anak dengan mudah mendapatkan berbagai

rangsangan yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat

Montessori (dalam Sujiono 2013, hlm.202) yang menyatakan “usia keemasan merupakan usia

dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik

disengaja maupun tidak disengaja”.

Dalam aktifitas Rumah berhitung (Home Numeracy) tidak terlepas dari keterampilan

orang tua dalam mengemas setiap kegiatan berhitung menjadi menyenangkan bagi anak agar

anak lebih mudah memahami pembelajaran matematika dengan mudah. Ingrid (2008)

mengungkapkan bahwa “Play, as well as learning are natural components of children every lives”

bermain serta belajar bagi anak usia dini merupakan komponen keseharian yang tidak dapat

dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut dikatakan bahwa bermain merupakan hal yang

melekat pada anak. Dengan demikian dalam mengajarkan matematika awal pada anak dapat

dilakukan melalui aktifitas bermain seperti bermain ular tangga raksasa, bermain lego, dan

games yang memiliki konten numerik dengan demikian anak akan lebih mudah memahami

pembelajaran matematika yang diberikan serta memberi pengalaman belajar yang lebih

menyenangkan.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis deskriptip melalui studi kepustakaan menunjukkan bahwa

pengalaman awal matematika dan banyaknya aktifitas home numeracy akan membentuk

fondasi pembelajaran berhitung awal bagi anak. Aktivitas home numeracy dikategorikan

kedalam dua kegiatan yaitu kegiatan formal dan informal. Pada rotasi mental dengan usia 4,5

tahun anak laki-laki memiliki kinerja yang lebih baik dari perempuan dalam tes matematika,

perbedaan tingkat kinerja yang dimiliki kecil tetapi signifikan antara anak laki-laki dan

perempuan. Perbedaan kinerja matematika yang dimiliki oleh anak laki-laki dan perempuan

dipengaruhi oleh pengalaman berhitung awal yang dimiliki oleh anak.

DAFTAR PUSTAKA

Cross, C.T., dkk. (2009). Matematics Learning in Early Childhood. America:National Academies

Press

Depdiknas (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm

Ingrid.S, M.A.C .(2008). The Playing Learning Child : Toward a Pedagogy of early childhood,

52(6). Hlm 623

Jordan, N.C., Kaplan, D., Nabors Oláh, L. and Locuniak, M.N. (2006). Number sense growth in

kindergarten: A longitudinal investigation of children at risk for mathematics difficulties.

Child Development, 77, 153-175.

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching Model-Model Pengajaran.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

124

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

King, A.Y (2019). The Association Between The Home Numeracy Environment And Early Math

Skills: Math Language As A Moderator. (Thesis). Department of Human Development &

Family Studies West Lafayette, Indiana

Lefevre, J-A. Dkk. (2009).Home Numeracy Experiences and Children Math Performance in the

Early School Years. Canadian Juurnal of Behavioral Scinces 2009 Vol 41, No. 2, 55– 66. doi:

10.1037/a0014532

Mudjito. (2007). Pedoman Permainan Berhitung Permulaan di Taman Kanakkanak. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar.

Mutiah, F. Hubeis, A.V. (2017). Analisis Gender Terhadap Tingkat Keberhasilan Program Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat [JSKPM], Vol. 1 (4): 435-450 ISSN: 2338-8021; E-ISSN: 2338-8269 doi:

http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm/article/view/1

National Research Council. (2014). Variaciones en el desarrollo, influencias socioculturales, y

dificultades en el aprendizaje de las matemáticas. Edma 0-6: Educación Matemática en la

Infancia, 3(2), 1-22.

Nurkhikmayati, I. (2017). Implementasi STEAM dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal

Didactical Matematics, Vol. 1 No. 2 p-ISSN: 2622-7525, e-ISSN: 2654-9417 doi:

http//jurnal.unma.ac.id./index.php/dm

Skwarchuk, S. L., Sowinski, C., & LeFevre, J. A. (2014). Formal and informal home learning

activities in relation to children’s early numeracy and literacy skills: The development of a

home numeracy model. Journal of experimental child psychology, 121, 63-84.

Stevenson, HW, Lee, S., Chen, C., Lummis, M., Stigler, J., Fan, L., & Ge, F. (1990). Pencapaian

matematika anak-anak di Cina dan Amerika Serikat. Perkembangan anak, 61, 1053–1066

Sujiono, N. Y. (2013). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. PT Ideks, Jakarta.

Tim, G. L. N. (2017). Materi Pendukung Literasi Numerasi Gerakan Literasi Nasional. Jakarta:

Kemendikbud.

Yildiz, B. M., Sasanguie, D., De Smedt, B., & Reynvoet, B. (2018). Investigating the relationship

between two home numeracy measures: A questionnaire and observations during Lego

building and book reading. British Journal of Developmental Psychology, 36(2), 354–370.

https://doi.org/10.1111/bjdp.12235

125

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

MELALUI SENAM IRAMA Ruth Octaviana Silaban1 , Heri Yusuf Muslihin2 , Sumardi3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email : [email protected]

Abstract This study aims to develop children's gross motor skills by learning gymnastics. Motor development means controlling physical movement through coordinated activities of the nerve center, nerves and muscles (Hurlock, 1978 p. 150). Motor development is the development process of a child's motor ability. This development is related to the maturity of the nerves and muscles of the child. Thus, every movement that a child makes is no matter how simple it is, a complex interaction pattern of body parts that is controlled by the brain. Motor development is divided into two parts, namely gross motoric and fine motor skills. Gross motor skills are abilities that require the coordination of most of the child's body. To stimulate children's gross motor skills, it can be done by training children to jump, climb, run, tiptoe, walk and so on. Low motor physical activity will have an impact on the development of motor skills of children. Physical motor development activities include activities that lead to activities to train gross motor skills consisting of walking, gymnastics, dancing. Keywords: gross motoric, rhythmic gymnastics, early childhood Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan motoric kasar anak dengan pembelajaran senam Perkembangan motorik berarti pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot saling terkoordinasi (Hurlock, 1978 hlm 150). Perkembangan motorik ialah proses tumbuh kembang kemampuan gerak anak. Perkembangan ini berhubungan dengan kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan yang dilakukan anak sesederhana apapun merupakan pola interaksi yang kompleks bagian tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan motorik terbagi menjadi dua bagian, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar tubuh anak. Untuk merangsang motorik kasar anak dapat dilakukan dengan melatih anak untuk meloncat, memanjat, berlari, berjinjit, berjalan dan lain sebagainya. Aktivitas fisik motorik yang rendah akan berdampak terhadap perkembangan kemampuan motorik anak. Kegiatan pengembangan fisik motorik mencakup kegiatan yang mengarah pada kegiatan untuk melatih motorik kasar yang terdiri atas gerakan jalan, senam, menari. Kata kunci: motorik kasar, senam irama, anak usia dini

PENDAHULUAN

Menurut UU No.20 Tahun 2003, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak akan

mengalami masa keemasan (the golden age) pada usia 0-6 tahun (Sisdiknas, 2003). Sedangkan

Rosmala Dewi (2005 hlm 1) menyebutkan bahwa anak mengalami masa emas pada usia Taman

Kanak-kanak, yaitu usia 4-6 tahun. Pada masa ini anak akan mengalami perkembangan yang luar

biasa baik pada otak maupun fisiknya.

Menurut Ernawulan Syaodih (2005 hlm 24) beberapa aspek yang dapat dikembangkan yaitu

aspek intelektual, fisik motorik, sosial, emosional, bahasa, moral, dan keagamaan. Aspek – aspek

perkembangan anak usia dini akan optimal apabila mendapatkan stimulasi – stimulas yang dimulai

sejak anak berusia 1 bulan, Apabila aspek-aspek tersebut tidak distimulasi sejak dini, maka

perkembangan anak akan terlambat. Setiap anak pada dasarnya adalah unik, karena setiap anak

memiliki kemampuan yang berbeda-beda., Ada anak yang menonjol dalam satu aspek

perkembangan atau beberapa aspek perkembangan, adapula yang tidak menonjol pada aspek

perkembangan yang lain.

126

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Banyak cara untuk mengembangkan fisik motorik anak salah satunya dengan senam, metode

senam dapat digunakan untuk meningkatkan motoric kasar anak. Senam merupakan salah satu

aktivitas fisik yang dapat dikembangkan anak, Gerakan-gerakan senam dapat mendukung

perkembangan jasmani anak seperti kekuatan dan daya tahan otot (Pradipta, 2017). Senam juga

merupakan salah satu kegiatan yang dapat merangsang perkembangan fisik motorik anak usia dini

(Yunus, 2014). Senam jika diiringi dengan musik dan lagu menjadikan kecerdasan musik anak pun

turut terbina Senam dapat membantu perkembangan kemampuan gerak lokomotor seperti

berjalan, berlari, meloncat, melompat, berlari cepat, dan berjalan, sedangkan kemampuan gerak

nonlokomotor seperti keseimbangan, memutarkan badan, berbalik arah. Kegiatan tersebut

membantu anak untuk dasar-dasar kecerdasan otak, keseimbangan, dan koordinasi (Barat, 2020).

Senam juga dapat meningkat keiramaan kinestetik bagi anak, kerena anak-anak dapat

mengekpresikan ide dan perasaan dalam bentuk berolah raga. (Aip Syarifuddin & Muhadi, 1992

hlm 117) Senam irama ialah bentuk-bentuk gerakan senam yang merupakan perpaduan antara

berbagai bentuk gerakan dengan irama musik yang mengiringinya, seperti tepukan, nyanyian dan

musik. Prinsip dari senam irama ialah adanya kelenturan tubuh di dalam melakukan gerakan

berkesinambungan antara gerakan yang satu dengan gerakan yang lain sesuai dengan irama.

Senam irama juga akan menciptakan variasi gerakan, keindahan- keindahan bentuk gerakan

dengan koordinasi organ tubuh dengan irama. Melalui kegiatan senam irama juga anak- anak dapat

menggerakkan seluruh anggota badannya, maka kemampuan motorik kasar anak akan meningkat

dan kombinasi antara tangan dan kaki dapat terstimulasi melalui kegiatan senam irama.

Peneliti melihat secara langsung di lapangan masih banyak anak- anak yang mengalami

kesulitan dalam melakukan gerakan- gerakan senam, dan banyak juga anak- anak yang tampak

bermalas- malasan menggerakan anggota tubuhnya . Melalui kegiatan senam, diharapkan

kemampuan motorik kasar pada anak dapat berkembang secara optimal. Dengan melakukan

gerakan- gerakan yang sederhana, otot-otot anak juga akan berkembang dan kemampuan motorik

kasarnya pun akan berkembang dengan optimal. Anak juga akan merasa senang karena musik yang

dipergunakan dalam kegiatan senam adalah musik yang sering anak-anak dengar yaitu lagu- lagu

anak.

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, Penelitian kuantitatif ini

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi tulisan, lisan, dan perilaku yang

dapat diamati subjek itu sendiri. Pendekatan ini secar langsung menunjukan setting dan individu

dalam setting itu secara keseluruhan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni

metode single case Experimental design, merupakan desain eksperimen kasus tunggal untuk

mengevaluasi efek suatu perlakuan dengan kasus tunggal. Tujuan single case design ini yaitu “ is to

document treatment affects and to ruleout threats to validity that might affect the conclucions drawn

from the outcames of an investigation”( Kratochwill, 2015 hlm 1). Dengan demikian, desain single

case experimental memerlukan dan mengharuskan untuk melakukan pengukuran keadaan awal,

yakni beberapa aspek perilaku subjek sebelum dilakuakan treatment (Sunanto, 2005) . Rentang

waktu pengukuran sebagai penetapan baseline ini disebut baseline phase.

Peneliti menggunakan desin single case experimental karena desain ini merupakan sebuah

desain penelitian untuk mengevalusi efek suatu perlakuan dengan kasus tunggal. Kasus tunggal

dalam penelitiannya pun dapat beberapa subjek dalam satu kelompok atau subjek tunggal yang

diteliti. Dalam hal ini N=1. Desain ini dianggap cocok untuk meneliti manusia. Terlebih lagi bila

perilaku yang diamati tidak mungkin dirata-ratakan, selain itu pula single case desaign memiliki

pendirian dasar dalam bidang klinik dan psikologi (Latipun, 2008 dalam Kratochwill, 2015).

127

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Artinya rata- rata kelompok tidak belaku untuk individu didalamnya. Peneliti akan melakukan

pengukuran yang sama dan berulang untuk mempelajari perubahan yang terjadi pada variabel

terikat, selain itu jumlah subjek desain yang digunakan dalam penelitian sangat terbatas, dan tidak

dapat dilakukan perbandingan antar kelompok.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yakni single case experimental desain reserval,

dengan jenis A-B-A-B . Desain tersebut menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang

lebih kuat dan pengulangan dari desain A-B. Pada desain ini hasil penelitian berusaha menunjukkan

hubungan fungsional antara variabel terikatdan bebas lebih meyakinkan, dengan membandingkan

dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi. (Sunanto, 2005). Bisa disebut “ this design

strategy provides for two occasions ( B to A and then A to B ) for demonstrating the positive affects

of the

treatment variabel “ (Barlow et al, 1984).

Grafik 1. Prosedur Dasar Desain A-B-A-B-A-B

Penjelasan grafik 1 Huruf A digunakan untuk menunjukan kondisi baseline, data dicatat

beberapa kali dalam kondisi natural ( sebelum mendapat intervensi ). Kondisi baseline (A) inilah

sering ada difase pertama untuk membandingkan data setelah diberikan intervensi. Huruf B

menunjuknan pengukuran target behavior, intervensi telah diberikan. Intervensi tersebut dapat

bervariasi, artinya dalam fase ( B) mungkin diberikan lebih dari satu fase.

Desain A-B-A-B-A-B diatas adalah langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

mengumpulkan data target behavior pada kondisi baseline pertama (A1) sebagai penentu dalam

menunjukan tingkat perilaku atau kondisi bermasalah yang perlu diubah. Setelah data stabil pada

kondisi baseline, barulah intervensi pertama (B1) dapat diberikan.pengumpulan data pada kondisi

intervensi dilaksanakan secara kontinyu sampai data mencapai tred dan level yang jelas. Sesudah

itu untuk memastikan adanya dampak dari intervensi yang dilakukan, maka penambahan baseline

(A2) dan intervensi (B2), setelah dilakukan baseline (A2) dan intervensi (B2) untuk memastikan

lebih jelas adakah dampak dari intervensi yang dilakukan sebelumnya, maka dilakukan kembali

penambahan baseline (A3) dan intervensi (B3) dan seterusnya sampai motorik kasar anak

Berkembang di ulang kembali pada subjek yang sama. ( Susanto, 2005 hlm 63; Kratochwill et al.,

2015 hlm 5).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengulangan desain sebanyak lima kali dengan

susunan sebagi berikut : A1-B1-A2-B2-A3-B3-A4,-B4 –A5. A1 atau baseline pertama diperoleh beberapa

hari sebelum pelaksanaan interverensi pertama B1, Kemudian diberikan jangka waktu untuk

mengobservasi anak pasca intervensi pertama, data observasi ini digunakan sebagai baseline pasca

intervensi.

Baseline

(A)

Intervensi

(B)

Baseline

(A)

Baseline

(A)

Intervensi

(B)

128

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti mendapatkan hasil terkait penggunaan senam untuk meningkatkan motoric kasar anak

4- 5 tahun melalui observasi dan wawancara, hasil tersebut menjelaskan bahwa senam bermanfaat

untuk meningkatkan keampuan motoric kasar anak.

Pada kegiatan pembuka dalam berolahraga penddik memberi terdahulu arahan kepada anak

didik, setelah itu pendidik mengecek kesiapan anak didik dengan melihat kesehatan anak, setelah

itu pendidik menyampaikan apresiasi terkait kegiatan olahraga yang dilakukan anak. Pada kegiatan

senam pendidik ikut berolahraga agar anak bisa meniru atau mengikuti gerakan yang dilakukan

pendidik , setelah anak mampu mengingat gerakan senam guru hanya melihat dan memperhatikan

gerakan yang dilakukan anak selama beberapa minggu yang tela dilakukan berulang kali.

Setiap petemuan pendidik mendapat respon yang berbeda-beda dari setiap anak dan setiap

kegiatan yang dilakukan anak , ada anak yang telah bisa melakukan gerakan senam dengan

biasanya , ada juga anak yang bisa melakukan gerakan tetapi harus melihat gerakan pendidik

terlebih dahulu , dan ada juga anak yang tidak bisa melakukan gerakan senam. pada saat itu guru

melihat kemampuan gerakan senam yang dilakukan anak apakah sudah meningkat atau masih

belum meningkat.hal ini menyebabkan beberapa anak tidak mau senam dikarenakan seman yang

terlalu menoton. Seharusnya dalam berolahraga senam untuk anak usia 4-5 tahun menggunakan

senam yang bervariasi agar ank tidak gampang bosan dan anak mudah untuk melakukan senam.

Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara peneliti dengan guru, pendidik berpendapat

bahwa anak merasa bosan jika berolahraga senam tidak mengunakan variasi atau tidak menarik

bagi anak. Berolahraga senam sangat penting untuk meningkatkan kemampuan motoric kasar anak

dengan adanya senam yang bervariasi anak akan lebih tertarik dalam berolahraga senam. jika

pendidik tidak menggunakan senam yang bervariasi maka anak akan mengalami ke bosan dan

berolahraga senam. Saat pendidik menggunakan senam yang bervariasi dan menarik bagi anak

maka anak akan antusias mengikuti senam yang dilakukan pendidik dan anak lebih mudah

melakukan gerakan senam. dari hasil pengamatan tidak ada anak yang mengalami kebosanan saat

senam divariasi. hal ini berhubungan dengan hasil wawancara pendidik Kelompok A TK

Percontohan, pendidik mengatakan senam divariasi sangat menarik perhatihan anak, pendidik juga

mengatakan dengan senam yang divariasi anak bisa meningkatkan kemampuan motorik kasar

anak.

Penggunaan senam yang bervariasi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan motoric

kasar anak dengan anak dapan berolahraga senam yang tidak membosankan. Senam bervariasi

yang menarik juga dapat memfokuskan anak untuk melakukan gerakan-gerakan senam.

SIMPULAN

Hasil penelitian untuk meningkatkan kemampuan motoric kasar anak usia4-5 tahun dapat

disimpulakan bahwa senam irama yang bervariasi tidak membosankan anak dan senam irama yang

bervariasi juga sangat membantu anak dalam mengoptimalkan gerakan- gerakan senam yang

dilakukan. pada pertemuan pertama pendidik hanya menggunakan senam irama yang menoton

sehingga ada beberapa anak mengalami kesulitan dama kemampuan motoric kasar. Berbeda

dengan pertemuan yang menggunakan senam irama bervariasi sehingga tidak ada anak yang bosan

dan anak mengalami peningkatan kemampuan smotorik kasar.

DAFTAR PUSTAKA

Barat, B. B. K. K. (2020). Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal

Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 280-394.

Barlow, D. H., Hayes, S. C., & Nelson-Gray, R. O. (1984). The scientist practitioner: Research and

accountability in clinical and educational settings (No. 128). Pergamon.

129

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Kratochwill, T.R, dkk. (2015). Single-case experimental designs. USA: University of Wisconsin

Madison.

Pradipta, G. D. (2017). Strategi Peningkatan Keterampilan Gerak Untuk Anak Usia Dini Taman

Kanak-Kanak B. Jendela Olahraga, 2(1).

Rosmala Dewi. (2005). Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2005). Pengantar penelitian dengan subjek tunggal.

Universitas Tsukuba: Crice.

Syaodih, E. (2005). Bimbingan di taman kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas, 11.

Syarifuddin, A. & Muhadi. (1992). Atletik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti,

Proyek Pembangunan Tenaga Kependidikan. Jakarta

Undang-Undang, R. I. No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS.(2003). Jakarta: RMITA Utama.

Yunus Satrio, E. R. I. C. K. (2014). Pengaruh Senam PAUD Ceria Terhadap Kemampuan Motorik

Kasar Di Pos PAUD Terpadu Bina Balita (3-4 tahun) Jambangan Kota Surabaya. Jurnal

Kesehatan Olahraga, 2(3).

130

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Home Numeracy Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Luthfiatur Rohmah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah. 2, Lutfi Nur3

PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected] 1, [email protected], [email protected]

Abstract

Today, Home Numeracy or can be interpreted as home numeracy learning includes (mathematics, spatial and

pattern) for early childhood success can be seen by referring to three basic factors namely socioeconomic

status, gender and race or ethnicity. There are significant results based on three different types of parental

work according to the level of education and income of parents. The conclusion is that parents with a high

level of education and income are proven to be three times able to develop the numeracy ability of children

with the support of a wide range of facilities and knowledge from parents' educational background and

positive thinking to educate children better than parents with educational backgrounds , socioeconomic

status and low levels of confidence.

Keywords: Home Numeracy; Socioeconomic Status; Early Childhood.

Abstrak

Dewasa ini, Home Numeracy atau dapat diartikan sebagai pembelajaran numerasi rumah mencakup

(matematika, spasial dan pola) untuk anak usia dini dapat dilihat keberhasilannya dengan mengacu pada

tiga faktor dasar yaitu status sosial ekonomi, jenis kelamin dan ras atau etnis. Terdapat hasil yang

signifikan berdasarkan tiga jenis pekerjaan orang tua yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan dan

penghasilan orang tua. Kesimpulannya bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang

tinggi terbukti tiga kali lipat dapat mengembangkan kemampuan numerasi anak dengan disokong berbagai

fasilitas dan pengetahuan yang luas dari latar belakang pendidikan orang tua dan pemikiran positif untuk

mengedukasi anak lebih baik dibanding dengan orang tua dengan latar belakar pendidikan, status sosial

ekonomi dan tingkat kepercayaan diri yang rendah.

Kata Kunci: Numerasi Rumah; Status Sosial Ekonomi; Anak Usia Dini.

PENDAHULUAN

Tahun-tahun awal kehidupan anak-anak sangat penting untuk pengembangan keterampilan

kognitif yang membantu mereka berhasil di masa depan. Keterampilan kognitif awal diakui sebagai

prediktor kuat pencapaian pendidikan selanjutnya menurut Brownell et al (dalam Liu et al, 2016),

yang memperkirakan banyak hasil ekonomi dan sosial di masa dewasa menurut Cunha & Heckman

(2007). Untuk sepenuhnya memahami pertumbuhan kognitif awal anak-anak, penelitian telah

memeriksa aspek lingkungan mereka yang baik mempromosikan atau menghambat penguasaan

keterampilan kognitif awal mereka yang sukses menurut Giallo, et al (2010). Sebagai salah satu

penentu paling penting dari pembentukan awal anak-anak, keluarga telah didorong untuk

menumbuhkan pengaturan yang aman secara emosional, pengayaan kognitif untuk anak-anak

mereka menurut Albarran & Reich (2014).

Karakteristik demografis orang tua, seperti tingkat pendidikan atau status sosial ekonomi

(SES), juga berkaitan dengan perbedaan dalam pengalaman-pengalaman numerasi rumah yang

diberikan orang tua kepada anak-anak mereka. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa anak-

anak dari keluarga SES tinggi atau mereka yang orang tuanya memiliki lebih banyak pendidikan

memiliki kualitas interaksi numerasi yang lebih tinggi daripada anak-anak di keluarga SES yang

lebih rendah menurut (Susperreguy, 2018, hlm.1). Bertitik tolak dari latar belakang masalah

tersebut, maka rumusan masalah yang berhasil diidentifikasi adalah bagaimana peran orang tua

pada kegiatan Home Numeracy anak usia dini dan bagaimana kegiatan Home Numeracy anak usia

dini usia 5-6 tahun berdasarkan jenis pekerjaan orang tua. Tujuan umum dalam artikel ini adalah

untuk mendeskripsikan Home Numeracy anak usia dini berdasarkan jenis pekerjaan orang tua,

adapun tujuan khusus dari artikel ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Home Numeracy

berdasarkan peran orang tua serta untuk mengetahui Home Numeracy anak usia dini usia 5-6 tahun

berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.

131

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PEMBAHASAN

Status Sosial Ekonomi Keluarga

Status ekonomi Sosial (SES), yang sering diukur sebagai kombinasi dari pendapatan keluarga,

pendidikan orang tua, dan pencapaian status menempati luas, telah diidentifikasi sebagai prediktor

penting dari keberhasilan akademis anak-anak di sekolah. Bahkan sebelum masuk sekolah, -

kinerja akademik anak anak dapat diprediksi berdasarkan karakteristik latar belakang SES

keluarga mereka. (Chung, 2015, hlm.924) Dalam sosiologi , pencapaian status atau teori

pencapaian status sebagian besar berurusan dengan posisi seseorang dalam masyarakat, atau

kelas. Pencapaian status dipengaruhi oleh kedua faktor yang dicapai, seperti pencapaian

pendidikan, dan faktor yang berasal, seperti pendapatan keluarga. Ini dicapai dengan kombinasi

status orang tua dan upaya dan kemampuan seseorang. Gagasan di balik pencapaian status adalah

bahwa seseorang dapat bergerak, baik ke atas atau ke bawah, dalam bentuk sistem kelas. Peter M.

Blau & Otis Duncan (1967). Keluarga SES rendah dikategorikan memiliki pendapatan rendah yang

sering dikaitkan dengan standar pendidikan orang tua yang rendah, banyak dari mereka hidup

dengan kesejahteraan atau upah minim. Keluarga semacam itu cenderung mengakses koneksi

sosial dan sumber daya pendidikan di rumah dan ini pada gilirannya dapat membuat anak-anak

mereka berisiko untuk masalah akademik yang berbeda. Keterampilan akademik awal tampaknya

berkorelasi dengan lingkungan rumah, di mana lingkungan melek huruf yang rendah dan berhitung

mungkin dikombinasikan dengan masalah kesehatan negatif dapat mempengaruhi perkembangan

keterampilan akademik anak-anak. Kenyataan bahwa keluarga SES yang rendah hidup bersama

dalam masyarakat semakin memperburuk masalah karena sekolah di komunitas ini cenderung

kekurangan sumber daya dengan angka putus sekolah yang tinggi dan standar pendidikan yang

umumnya kurang memadai. Dengan demikian tidak hanya anak-anak SES rendah memulai sekolah

dengan kekurangan akademis, kesenjangan antara mereka dan anak-anak SES menengah melebar

dengan waktu. (Chung, 2015, hlm.924) Artikel ini mengulas penelitian terbaru yang meneliti

hubungan antara SES, peran keluarga (Family Role), Pendidikan dan pendapatan orang tua, serta

numerasi rumah anak. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang perkembangan kognitif dan

prestasi akademik terutama kemampuan numerasi anak-anak dengan latar belakang SES rendah

dan memberikan dasar untuk penelitian lanjutan dan praktik yang lebih luas.

Peran Keluarga (Family Role)

Perkembangan dan pembelajaran anak yang paling penting terjadi pada tahun-tahun awal

ketika unit keluarga memberikan pengasuhan, dukungan, dan stimulasi. Seberapa efektif ini yaitu

dipengaruhi oleh karakteristik orang tua dan sumber daya bahwa keluarga harus mengabdikan

untuk membesarkan anak, termasuk praktek mereka pengasuhan dan gaya, dan kemampuan

mereka untuk menyediakan lingkungan belajar yang kaya, responsif, dan aman. Indikator diterima

secara luas dari SES, yaitu pendapatan keluarga dan pendidikan orang tua, merupakan faktor kunci

dalam merangkak hasil akademik dan sosial anak-anak menurut (Chung, 2015, hlm.925). Selain

pendapatan keluarga, pendidikan orang tua adalah indikator lain dari SES yang juga dapat,

mempengaruhi anak'sprestasi akademik misalnya, Conger, 2010 (dalam Chung, 2015). Itulah

mengapa ada korelasi antara SES dan karakteristik keluarga dengan hasil sosial dan akademik.

Pendidikan Orang Tua

Misalnya, orang tua kurang terdidik dapat menempatkan nilai yang lebih rendah pada

pendidikan daripada mereka yang memiliki tingkat yang lebih tinggi, oleh karena itu investasi

sumber daya kurang, baik secara finansial dan psikologis, dalam pendidikan anak-anak mereka.

(Hampden-Thompson et al, 2013). Mungkin orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah

cenderung kurang mampu mengatur lingkungan rumah dengan cara yang kondusif untuk belajar,

misalnya, memastikan daerah yang tenang untuk belajar. Kondisi seperti itu kemungkinan akan

mempengaruhi anak, menyebabkan internalisasi masalah seperti agresivitas, oposisi, dan

132

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

hiperaktif menurut Huisman (2010). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang

yang paling berpengaruh dalam keluarga SES rendah misalnya, menurut (Chung, 2015). Sebagai

contoh, tingkat pendidikan ibu yang rendah sering berkorelasi dengan pengetahuan yang rendah

tentang membesarkan anak dan perkembangan anak, yang mengarah ke pengasuhan yang kurang

mendukung misalnya (Simpkins et al., 2006). Mungkin prestasi akademis yang rendah dari sang ibu

menghasilkan pekerjaan yang kurang bergaji dan oleh karena itu sang ibu kemungkinan akan

bekerja terlalu keras untuk membantu penghasilan keluarga sehingga lebih sedikit waktu untuk

memberi anak. Sering ibu tidak tahu apa yang dibutuhkan untuk memasok peluang pengayaan

(misalnya, menyediakan alat musik, membeli buku, mengatur perjalanan ke acara pendidikan dan

kebudayaan) yang membantu kognitif dan sosial pembangunan, juga memiliki finances untuk

menyediakan ini. Namun, efek dari tingkat pendidikan ayah pada ayah kurang diteliti. Satu studi

telah menemukan bahwa ayah yang kurang berpendidikan cenderung memiliki keterlibatan yang

kurang positif dengan anak-anak mereka dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih

berpendidikan menurut Blair et al. (dalam Chung, 2015).

Pekerjaan Orang Tua

Studi kumulatif telah menemukan bahwa kelemahan ekonomi kemungkinan akan mengurangi

kemampuan orangtua untuk memberikan hangat dan pengasuhan sensitif, dan mengurangi

kemungkinan bahwa anak-anak akan memiliki akses merangsang ke bahan kognitif (misalnya,

mainan, buku) dan pengalaman yang memperkaya sosial (misalnya, kegiatan budaya). Kesulitan

ekonomi dapat mengintensifkan tekanan keluarga dan memiliki efek buruk pada orang tua, emosi

perilaku, dan hubungan, yang pada gilirannya berdampak negativ bagi orangtua dan hubungan

anak misalnya, Conger et al, (dalam Chung, 2015). Keluarga dengan pendapatan rendah cenderung

menempatkan sebagian besar sumber daya ke dalam kebutuhan dasar keluarga mereka (misalnya,

makanan dan perumahan yang memadai) dan kecil kemungkinannya untuk melakukan investasi

dalam pengembangan anak-anak mereka (misalnya, bahan pembelajaran dan stimulasi).

Sebaliknya, keluarga dengan pendapatan tinggi mampu menginvestasikan lebih banyak sumber

daya dalam perkembangan anak mereka sehingga mengarah pada keberhasilan akademik dan

sosial anak-anak mereka Oleh karena itu, SES mempengaruhi perkembangan anak dan prestasi

akademik.

Home Numeracy

Home Numeracy telah didefinisikan sebagai interaksi orangtua-anak yang mencakup

pengalaman dengan konten numerik dalam pengaturan kehidupan sehari-hari. Home Numeracy,

yaitu interaksi orangtua-anak yang mencakup pengalaman dengan konten numerik, seharusnya

memiliki dampak positif pada perhitungan atau kemampuan matematika secara umum. Home

Numeracy telah dinilai dengan kuesioner tentang frekuensi pengalaman numerik dan pengamatan

interaksi orangtua-anak. Sejalan dengan hal tersebut, keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar

anak-anak mereka berkaitan dengan minat akademis anak-anak, kepercayaan diri, dan keterlibatan

ibu dalam pekerjaan rumah matematika anak-anak mereka, memprediksi anak-anak mereka nanti

pada kepercayaan diri anak dalam matematika.

Kemampuan numerik anak-anak kecil dapat ditangkap di bawah definisi berhitung awal,

terdiri dari rentang yang berbeda keterampilan, termasuk kemampuan berhitung, estimasi angka,

dan logis operasi Desoete (dalam Kleemans, 2018, hlm.1) Menurut (Skwarchuk, 2009, hlm.196)

dalam penelitiannya telah menunjukkan bahwa keterlibatan dalam kegiatan rumah berhitung

penting. Keterlibatan rumah dalam kegiatan berhitung dasar dan kompleks diprediksi skor

berhitung prasekolah, tetapi dalam cara yang berlawanan. Setelah mengontrol umur, orang tua

yang berfokus pada hasil yang kompleks memiliki anak dengan nilai matematika yang lebih tinggi,

mereka yang berfokus pada hasil dasar memiliki anak dengan nilai matematika yang lebih rendah.

Keterlibatan dalam kegiatan lain tidak mempengaruhi berhitung. Dengan demikian, paparan awal

133

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kegiatan dengan langsung, fokus matematika yang kompleks (melampaui penghitungan) mungkin

menjadi kunci untuk meningkatkan kemampuan berhitung.

Pendidikan Anak Usia Dini

Batasan yang dipergunakan oleh the National Association For The Eduction Of Young Children

(NAEYC), dan para ahli pada umumnya adalah : “Early childhood” anak masa awal adalah anak yang

sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai

umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini. Beberapa orang menyebut fase atau

masa ini sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika

dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan.

UU sisdiknas no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu

upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

lanjut.

Anak adalah tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya, karena tanggung jawab itu kelak

dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Setiap orang tua menginginkan anaknya hidup

bahagia di dunia dan di akhirat. Kedua orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan

dasar-dasar kepribadian anak. Orang tua menginginkan nasib anaknya lebih baik dari mereka,

sehingga mereka berupaya, mengubah nasib anak-anak mereka dengan cara menyekolahkan ke

jenjang yang lebih tinggi menurut kemampuan ekonomi mereka masing-masing. Dengan

pendidikan yang tinggi maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baikpun akan

terbuka (Indrawati, 2009, hlm.3). Telah dikemukakan bahwa berinvestasi dalam program

pendidikan dini akan memiliki manfaat moneter dan nonmoneter jangka panjang yang besar,

menurut Heckman (dalam Anders, 2012, hlm.1)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil artikel yang telah dilakukan terkait Status Sosial Ekonomi Keluarga sebagai

Faktor Keberhasilan Home Numeracy anak usia dini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:

keberhasilan yang paling besar yang peneliti temui dalam kegiatan home numeracy anak usia dini

tidak lain karena dilakukan antara orang tua dan anak yang saling mendukung dan berkeinginan

besar untuk melakukan kegiatan numerasi rumah tersebut. Dukungan dari keluarga, termasuk

dukungan dari sisi keyakinan akademik orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan dan atau

pekerjaan orang tua, serta latar belakang status sosial ekonomi orang tua menjadi tolak ukur antara

satu profil pekerjaan orang tua dan lainnya dalam keseimbangan dan terlaksananya kegiatan home

numeracy anak usia dini yang hendaknya semua orang tua memahami dan tanamkan sejak dini

untuk bekal anak dikemudian hari. Sebaliknya, kegiatan home numeracy anak usia dini tidak akan

maksimal dengan tidak adanya dukungan dari orang tua, peran keluarga, keyakinan akademik

orang tua, dan aspek sosial ekonomi keluarga yang kurang seimbang. Pengetahuan dan kegiatan

numerasi rumah anak dengan latar belakang status sosial ekonomi keluarga yang tinggi dan

keyakinan akademik orang tua yang mumpuni serta peran orang tua yang penuh lebih berhasil dan

terlihat sangat jelas perbedaannya dibandingkan dengan kegiatan numerasi rumah anak dengan

latar belakang status sosial ekonomi yang rendah dan dukungan orang tua yang kurang serta

keyakinan akademik orang tua yang rendah. 3 aspek yang telah diuraikan diatas tersebut

merupakan aspek pembeda yang sangat mendasar dan penting dalam keberlangsungan dan hasil

dari kegiatan numerasi antara subjek satu dengan subjek lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

134

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Anders, Y., dkk. (2012). Home and Preschool Learning Environtment and Their Relation to The

Development of Early Numeracy Skills. Early Childhood Research Quartery. 27. doi :

10.1016/j.ecresq.2011.08.003

Blau, P. M., Ducan, O. D., & Tyree, A. (1967). Measuring the status of occupations. na.

Chung, KH. (2015). Socioeconomic Status and Academic Achievement. International Encyclopedia

of the Social & Behavioral Sciences, 2nd edition: 2. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-

097086-8.92141-X

Indrawati. (2009). Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Hasil Belajar Matematika Siswa di MI

Iyanatusshibyan 01 Waru Jaya Parung Bogor. (Skripsi). Sekolah Sarjana, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

Kleemans, Segers, E. & Verhoeven, L. (2018). Individual Differences in Basic Aritmetic Skill in

Children with and Without Developmental Language Disorder : Role of Home Numeracy

Experiences Tijs. Early Childhood Research Quarterly 43, 67-72. doi:

https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2018.01.005

Liu, K., Robinson, Q., & Braun-Monegan, J. (2016). Pre-service Teachers Identify Connections

between Teaching-learning and Literacy Strategies. Journal of Education and Training

Studies, 4(8), 93-98.

Cunha, F., & Heckman, J. (2007). The technology of skill formation. American Economic Review,

97(2), 31-47.

Albarran, A. S., & Reich, S. M. (2014). Using baby books to increase new mothers' self‐efficacy and

improve toddler language development. Infant and child development, 23(4), 374-387.

Giallo, R., Treyvaud, K., Matthews, J., & Kienhuis, M. (2010). Making the Transition to Primary

School: An Evaluation of a Transition Program for Parents. Australian Journal of Educational

& Developmental Psychology, 10, 1-17.

Hampden-Thompson, G., & Bennett, J. (2013). Science teaching and learning activities and students'

engagement in science. International Journal of Science Education, 35(8), 1325-1343.

Huisman, K. (2010). Developing a Sociological Imagination by Doing Sociology. Teaching Sociology,

38(2), 106–118. doi:10.1177/0092055x10364013.

Simpkins, S. D., Davis-Kean, P. E., & Eccles, J. S. (2006). Math and science motivation: A longitudinal

examination of the links between choices and beliefs. Developmental psychology, 42(1), 70.

Skwarchuk, S. (2009). How Do Parents Support Preschoolers’ Numeracy Learning Experiences at

Home? Early Childhood Education J, 37, 189–197. doi: 10.1007/s10643-009-0340-1

Susperreguy, M. I. (2018). Expanding the Home Numeracy Model to Chilean children: Relations

among parental expectations, attitudes, activities, and children’s mathematical outcomes.

Early Childhood Research Quarterly xxx (2018) xxx-xxx.

https://doi.org/10.106/j.ecresq.2018.06.010

The National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC). Pendidikan Anak Usia Dini.

Asoiasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.

UU sisdiknas no. 20 tahun 2003. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional

135

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Validitas dan Realibilitas Kuesioner Pembelajaran Jarak Jauh dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini

Nunik Siti Nurhasanah1, Lutfi Nur2, Resa Respati3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this study was to determine the validity and reliability of distance learning questionnaires and children's social skills. The subjects in this study were 30 parents of early childhood aged 5-6 years. The instrument testing method used is the Corrected Item Total Correlation test to determine the level of validity and the Alpha Cronbach test to determine the level of reliability. A total of 20 statements were produced through the development of the instrument grid. The results of the distance learning validity test obtained all items of a valid statement and the reliability test obtained a coefficient value of 0.547, which means it is quite reliable. While the results of the validity test of children's social skills obtained 14 valid statement items and the reliability test obtained a coefficient value of 0.718, which means reliable. Based on the results of the study showed that the questionnaire instrument of distance learning and social skills of children created and developed in this study met the standards of validity and reliability so that it could be used to measure distance learning and social skills of early childhood when studying at home. Keywords : Validity, Reliability, Distance learning, Children's social skills Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk menentukan validitas dan reliabilitas kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang tua anak usia dini yang berusia 5-6 tahun. Metode pengujian instrumen yang digunakan adalah uji Corrected Item Total Correlation untuk menentukan tingkat validitas dan uji Alpha Cronbach untuk menentukan tingkat reliabilitas. Sebanyak 20 pernyataan dihasilkan melalui pengembangan kisi- kisi instrumen. Hasil uji validitas pembelajaran jarak jauh diperoleh semua item pernyataan valid dan uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien 0,547, yang berarti cukup reliable. Sedangkan Hasil uji validitas keterampilan sosial anak diperoleh 14 item pernyataan valid dan uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien 0,718, yang berarti reliabel. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang dibuat dan dikembangkan dalam penelitian ini memenuhi standar validitas dan reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengukur pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak usia dini ketika belajar dirumah. Kata Kunci : Validitas, Reliabilitas, Pembelajaran jarak jauh, Keterampilan sosial anak

PENDAHULUAN

Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, mengasuh,

membimbing, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang menghasilkan kemampuan dan

keterampilan anak . Dikala pandemic covid 19 yang melanda Indonesia menyebabkan pendidikan

anak usia dini yang dilakukan sekolah tidak lagi melakukan pembelajaran secara konvensional dan

diganti dengan pembelajaran jarak jauh sesuai intruksi kemendikbud (2020). Coronavirus baru

(2019-nCoV) ini terkait dengan penularan dari manusia ke manusia dan infeksi manusia yang parah

baru-baru ini dilaporkan dari kota Wuhan di Cina (Paraskevis, 2020). Kemendikbud (2020) sebagai

pemangku kebijakan negeri ini memutuskan kegiatan tersebut dilakukan di rumah secara online

dengan model dalam jaringan (daring) atau pembelajaran jarak jauh.

Menurut Sujiono (2013, hlm. 62), “perkembangan anak usia dini yang terdiri dari enam aspek

perkembangan harus senantiasa distimulasi baik oleh guru maupun orang tua di rumah”. Salah satu

hal perkembangan penting yang dapat distimulasi oleh orang tua di rumah dikala pembelajaran

jarak jauh saat pandemic covid 19 yaitu perkembangan keterampilan sosialnya. Combs dan Slaby

menyatakan, “Skill social is the ability to interact with other in a given sosial context in specific ways

that are sosially acceptabel or valued and at the same time personality beneficial, mutually beneficial,

or beneficial primary to other” (dalam Jumiatin, 2015). Keterampilan sosial merupakan kemampuan

136

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sosial untuk berinteraksi dengan orang lain dan bermanfaat bagi orang lain (Jumiatin, 2015).

Keterampilan sosial anak adalah satu satu bidang penelitian yang sering dipelajari secara luas

untuk kemajuan proses perkembangan anak usia dini. Maka dari itu variabel keterampilan sosial

dan pembelajaran jarak jauh yang sedang digunakan di Indonesia ini harus didukung instrumen

yang tepat dan kredibel.

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data.

Instrumen penelitian akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu penelitian. Oleh karena itu,

instrumen penelitian harus dirancang dengan baik sehingga hasilnya dapat diperoleh sesuai

dengan kegunaannya.

Penelitian tentang pengujian validitas dan reliabilitas tes dalam perkembangan sosial telah

dilakukan, termasuk keakuratan tes keterampilan sosial anak usia dini. Namun, pengujian validitas

dan reliabilitas instrumen berkenaan dengan kuesioner, terutama variabel pembelajaran jarak jauh

masih terbatas. Seperti halnya menurut (Sappaile, 2005), suatu hasil pengukuran hanya dapat

dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang

sama dan diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama. Lalu, data yang kurang memiliki validitas

dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya,

dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman (Widi, 2011).

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner

pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang telah dikembangkan. Dalam penelitian

ini, peneliti mencoba membuat instrument kuesioner variabel pembelajaran jarak jauh dan

mencoba untuk mengadopsi dan mengembangkan kuesioner keterampilan sosial anak yang dibuat

oleh Rahayuningtyas (2013) agar lebih komprehensif. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah

dilakukan, peneliti mengembangkan dalam beberapa cara, yaitu mengklarifikasi indikator dari kisi-

kisi dan item pernyataan yang masih umum dilihat, dan menambahkan jumlah item pernyataan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menguji instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan

keterampilan sosial anak yang telah dikembangkan. Peneliti mengembangkan dalam beberapa cara,

yaitu mengklarifikasi indikator dari kisi-kisi kuesioner, jumlah item pernyataan dan bentuk

pernyataan. Instrumen keterampilan sosial anak sendiri diadaptasi dan dikembangkan dari

penelitian Rahayuningtyas (2013). Penelitian ini melibatkan 30 orang tua yang memiliki anak

berusia 5-6 tahun yang terlibat untuk mengisi kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan

sosial anak sesuai dengan yang orang tua alami selama belajar jarak jauh karena pandemic covid 19.

Pengujian instrumen menggunakan software SPSS versi 20.0 for windows. Uji validitas

menggunakan uji korelasi, atau lebih tepatnya Corrected Item Total Correlation. Sementara itu uji

reliabilitas menggunakan uji Alpha Cronbach. Instrumen kuesioner yang dirancang adalah

kuesioner tertutup yang terdiri dari pernyataan dengan menggunakan skala Likert.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari hasil penelitian telah diolah dan dianalisis untuk menguji kelayakan

instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak. Pengambilan keputusan

berdasarkan pada :

1. nilai r hitung > r tabel sebesar 0,361 maka valid

2. nilai r hitung < r tabel sebesar 0,361 maka tidak valid

atau dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% dengan kriteria pengujian :

1. Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka valid

2. Jika nilai signifikansi (Sig) > 0,05 maka tidak valid

137

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel pembelajaran jarak jauh dengan 6 item

pernyataan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil uji validitas variabel pembelajaran jarak jauh

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

1 Pembelajaran jarak jauh yang diberikan sesuai dengan perkembangan anak

0.000 0.670 0.361 Valid

2 Materi pembelajaran jarak jauh tidak dirancang dengan baik

0.004 0.515 0.361 Valid

3 Pembelajaran jarak jauh lebih baik dari pembelajaran secara konvensional

0.009 0.469 0.361 Valid

4 Pembelajaran jarak jauh tidak menarik minat belajar anak

0.000 0.619 0.361 Valid

5 Materi pembelajaran jarak jauh bermanfaat bagi anak

0.000 0.680 0.361 Valid

6 Materi pembelajaran jarak jauh kurang berdampak bagi perkembangan anak

0.009 0.469 0.361 Valid

Berdasarkan Tabel 1 maka dapat dilihat bahwa seluruh item pernyataan untuk variabel

pembelajaran jarak jauh memiliki status valid, karena nilai r hitung > r tabel sebesar 0,361 dan

nilai signifikansinya < 0,05.

Sementara itu berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel keterampilan sosial anak

dengan 14 item pernyataan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil uji validitas variable keterampilan social anak

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

1 Anak membersihkan tempat

belajar 0,138 0.277 0.361

Tidak

Valid

2 Anak tidak berisik ketika belajar

di rumah 0.771 0.055 0.361

Tidak

Valid

3 Anak bertanya kepada orang tua

tentang pembelajarannya 0.040 0.376 0.361 Valid

4 Anak tidak mengikuti intruksi

guru ketika pembelajaran 0.000 0.665 0.361 Valid

5 Anak mengikuti pembelajaran

didampingi orangtua 0.000 0.656 0.361 Valid

6

Anak tidak mau mengikuti

pembelajaran dengan dibantu

orang tua

0.755 0.059 0.361 Tidak

Valid

138

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

7

Anak dapat mengungkapkan

pendapatnya ketika

pembelajaran

0.127 0.285 0.361 Tidak

Valid

8 Anak menunjukan rasa bosan

ketika pembelajaran 0.271 0.208 0.361

Tidak

Valid

9 Anak membereskan alat tulis

pada tempatnya setelah belajar 0.016 0.437 0.361 Valid

10

Anak tidak mengembalikan

barang yang sudah dipakai ke

tempat semula

0.014 0.446 0.361 Valid

11 Anak mengerjakan tugas sampai

tuntas 0.000 0.729 0.361 Valid

12 Anak mengerjakan tugas

dibantu orang tua 0.890 0.026 0.361

Tidak

Valid

13 Anak antusias mengikuti

pembelajaran 0.018 0.431 0.361 Valid

14 Anak tidak mau mengikuti

pembelajaran 0.000 0.613 0.361 Valid

Dilihat pada tabel 2 bahwa item pernyataan no 1,2, 6, 7, 8 dan 12 diketahui tidak valid.

Sedangkan item pernyataan yang valid pada variabel keterampilan sosial anak berjumlah 8 item

yaitu no 3, 4, 5, 9, 10, 11, 13 dan 14.

Karena dalam salah satu indikator ada yang belum valid untuk mewakili aspek keterampilan

sosial yaitu indikator menunjukan tingkah laku sosial terhadap lingkungan sekitar dan indikator

kemampuan mengungkapkan perasaan, maka dibuatkan kembali 6 pernyataan yang berbeda yaitu

item 1,2 dan 3 untuk indikator pertama dan item 4, 5, dan 6 untuk indikator yang kedua di uji

validitas kembali. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel keterampilan sosial anak

usia 5-6 tahun dengan 6 item pernyataan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil uji validitas variable keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

1 Anak dapat belajar dengan tertib 0.007 0.483 0.361 Valid

2 Anak membersihkan temnpat belajar 0.087 0.318

0.361

Tidak

Valid

3 Anak berisik ketika belajar di rumah 0.000 0.664 0.361 Valid

4

Anak merasa percaya diri dengan

hasil pengerjaan tugasnya 0.000 0.683

0.361 Valid

5

Anak tidak dapat mengungkapkan

pendapatnya 0.038 0.380

0.361 Valid

6

Anak mengeluh saat mengerjakan

tugas 0.008 0.472

0.361 Valid

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pernyataan untuk indikator menunjukan tingkah laku

sosial terhadap lingkungan sekitar terdapat 2 item yang valid yaitu no 1 dan 3 sedangkan untuk

indikator kemampuan mengungkapkan perasaan semua item valid, yaitu no 4,5 dan 6.

139

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Setelah melakukan uji validitas lalu dilakukan uji reliabilitas. Pengambilan keputusan reliabel

berdasarkan pada kategori koefisien reliabilitas menurut Guilford (dalam Dhamayanti, dkk, 2017)

adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kategori koefisien reliabilitas

Nilai Alpha Cronbach's Kualifikasi Nilai

0,00-0,20 Kurang Reliabel

0,21-0,40 Agak Reliabel

0,41-0,60 Cukup Reliabel

0,61-0,80 Reliabel

0,81-1,00 Sangat Reliabel

Adapun reliabilitas untuk masing-masing variabel hasilnya disajikan pada tabel

berikut ini :

Tabel 5. Hasil uji reliabilitas

No Variabel Cronbach's

Alpha Kriteria

1 Pembelajaran jarak jauh 0.547 Cukup reliabel

2 Keterampilan sosial anak 0.766 Reliabel

Berdasarkan tabel 5 uji reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang dinyatakan valid.

Suatu variabel dikatakan reliabel atau handal jika jawaban terhadap pernyataan selalu konsisten.

Jadi hasil koefisien variable pembelajaran jarak jauh adalah sebesar 0,547 dengan kriteria cukup

reliabel dan koefisien variable keterampilan sosial anak adalah sebesar 0,766 dengan kriteria

reliable. Jadi kedua instrument variable tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan untuk

disebarkan kepada subjek sesungguhnya.

Berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh

dan keterampilan sosial anak menunjukkan instrumen kuesioner tersebut memenuhi standar

validitas dan reliabilitas. Secara keseluruhan, ada 19 item pernyataan yang valid dan 7 item

pernyataan tidak valid. Persentase item pernyataan yang valid adalah 70 % dibandingkan dengan

30 % item pernyataan tidak valid. Meskipun ada item yang tidak valid, setiap indikator dalam

kuesioner telah diwakili oleh beberapa item yang valid lainnya. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya iem yang tidak valid diganti dengan pernyataan baru sampai ada item yang mewakili

namun jika sudah terwakili maka item yang tidak valid bisa dihapus. Sementara itu tingkat

reliabilitas dalam tes instrumen ini menunjukkan nilai cukup tinggi 0,547 untuk variabel

pembelajaran jarak jauh dan 0,766 untuk variabel keterampilan sosial anak yang berarti bahwa

konsistensi kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak dapat digunakan

untuk mengukur apa yang sedang diukur.

Validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner sangat penting untuk diukur karena menjadi

dasar validitas instrumen pengukuran. Instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial

anak telah dikembangkan oleh para peneliti seperti peningkatan keterampilan sosial dengan 30

item pertanyaan (Rahayuningtyas, 2013), dan pendidikanjarak jauh dengan 15 item pertanyaan

(Tsang, 2017). Pengembangan instrumen keterampilan sosial anak dalam penelitian ini berfokus

pada instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang lebih komprehensif

dengan menghasilkan 20 item pertanyaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan

sosial anak yang dikembangkan dapat digunakan secara valid dan reliabel untuk mengukur

pembelajaran jarak jauh ketika masa pandemic covid 19 dan keterampilan sosial siswa selama

pembelajaran jarak jauh di rumah. Instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial

anak ini dikembangkan secara komprehensif dengan 3 indikator kuesioner pembelajaran jarak jauh

dan 10 indikator kuesioner keterampilan sosial sehingga dapat digunakan secara luas dalam

140

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

lingkup pembelajaran metode jarak jauh dan keterampilan sosial anak oleh pendidikan anak usia

dini. Instrumen yang memiliki tingkat kevalidan yang tinggi akan dapat mengukur atau

memperoleh data yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Nur L, 2018). Dengan demikian,

instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang

hendak di ukur (Janti, 2014).

SIMPULAN

Instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak memenuhi standar

validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hal ini, instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan

sosial anak cocok digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian yang berkaitan

dengan pembelajaran jarak jauh atau ketrampilan sosial di bidang pendidikan anak usia dini.

Berdasarkan ini, hal tersebut dapat membuat salah satu rekomendasi dalam penelitian ini bahwa

studi lebih lanjut dapat menerapkan model pembelajaran jarak jauh yang berinovasi dalam

pembelajaran sehingga mengarah pada peningkatan keterampilan sosial anak yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Dhamayanti, M dkk. (2017). Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Skrining Kekerasan terhadap Anak

“ICAST-C” versi Bahasa Indonesia. JKP - Volume 5 Nomor 3 Desember 2017

Janti, S. (2014). Analisis Validitas Dan Reliabilitas Dengan Skala Likert Terhadap Pengembangan

Si/Ti Dalam Penentuan Pengambilan Keputusan Penerapan Strategic Planning Pada

Industri Garmen. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2014

ISSN: 1979-911X

Jumiatin, D. (2015). Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) Terhadap

Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Tunas Siliwangi.

Vol.1,No.1, Oktober 2015: 73-81

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh Selama Pandemi Covid

19. Jakarta : Kemendikbud

Nur, L dkk. (2018). Validity and Reliability of Physical Education Learning Motivation

Questionnaires. Advances in Health Sciences Research, volume 11

Paraskevis, dkk. (2020). Full-genome evolutionary analysis of the novel corona virus (2019-nCoV)

rejects the hypothesis of emergence as a result of a recent recombination event. Infection,

Genetics and Evolution 79

Rahayuningtyas, D.I. (2013). Peningkatan Keterampilan Sosial dengan Menggunakan Metode

Sosiodrama dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas VB SD Negeri Panambangan

Kecamatan Cilongok. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan UNY.

Sappaile, B.I. (2005). Validitas Dan Reliabilitas Tes Yang Memuat Butir Dikotomi Dan

Politomi. Jurnal Ilmu Pendidikan (Parameter) Lembaga Penelitian UNJ, Nomor 24, Tahun

XXII, Desember 2005, hal. 99-107

Sujiono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT INDEKS

Tsang, S dkk. (2017). Guidelines for Developing , translating, and validating, questionnaire in

perioperative and pain medicine. Saudi J Anaesth. 11(Suppl 1);S80-S89

Widi, R. (2011). Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian epidemiologi kedokteran gigi.

Stomatognatic (JKG Unej), 8(1), 27-34.

141

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Studi Meta-Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Pekembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Rina Siti Muawanah1,Heri Yusuf Muslihin2, Sima Mulyadi3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

The aim of this research was to find out: (1) how big is the average overall effect size of the scientific publication articles about the effect of traditional games on the gross motor development of early childhood: (2) how big is the average effect size seen from the category of regions in indonesia. The form of research used descriptive research with meta-analysis techniques. The population found was 12 scientific publication articles and the sample used was 7 articles. The average overall effect size is 1.32 (SD= 1.22) and including large affects, then the average effect size in terms of area is 1.548 (SD=1.385) which was found by the island of Java. And it can be concluded that the articles analyzed have a big effect, meaning that traditional games have a big influence on the gross motor development of early childhood. Keywords: meta-analysis, traditional games, gross motor development Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) seberapa besar harga rata-rata effect size secara keseluruhan dari artikel publikasi ilmiah tentang pengaruh permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini; (2) seberapa besar harga rata-rata effect size dilihat dari kategori wilayah di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan teknik meta-analisis. Populasi yang ditemukan sebanyak 12 artikel publikasi ilmiah dan sampel yang digunakan sebanyak 7 artikel. Rata-rata harga effect size secara keseluruhan adalah 1.32 (SD = 1.22) dan termasuk efek besar, selanjutnya harga rata-rata effect size dilihat dari segi wilayah sebesar 1.548 (SD = 1.385) yang didapati oleh pulau Jawa. Dapat disimpulkan bahwa artikel-artikel yang dianalisis memiliki efek besar artinya permainan tradisional sangat berpengaruh

besar terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini. Kata Kunci: Meta-Analisis, Permainan Tradisional, Perkembangan Motorik Kasar

PENDAHULUAN

Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang

mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia (Berk dalam Sujiono,

2016). Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus

meperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak (Anak, 1995).

Adapun pendidikan anak usia dini adalah sebagaimana tercantum pada Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah

suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk memailiki kesiapan dalam

memasuki pendidikan lebih lanjut (Permendikbud No. 137 Tahun 2014). Selanjutnya menurut

Putri (2018) pendidikan anak usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat penting bagi

anak, dimana pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal dengan rangsangan yang

sesuai dengan kebutuhan anak sehingga rangsangan tersebut dapat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Beberapa studi eksperimen terhadap permainan tradisional telah dilakukan oleh peneliti-

peneliti. Seperti yang dilakukan oleh Gustian dkk (2019) yang menghasilkan bahwa peningkatan

physical literacy disebabkan permainan tradisional telah dapat menstimulus anak untuk aktif

melakukan aktivitas gerak. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dkk (2009) yang

menghasilkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan permainan tradisional lompat tali

terhadap perkembangan motorik kasar pada nak usia 5-6 tahun. Berdasarkan banyaknya penelitian

yang sejenis tersebut, perlu dilakukan pengorganisasian dan menggali informasi sebanyak mungkin

dari penelitian terdahulu yang diperoleh, dan mendekati kekomprehensifan data dengan maksud-

maksud lainnya serta belum adanya studi meta-analisis pada beberapa studi eksperimen tersebut,

142

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sehingga dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu perlu adanya analisis kembali secara

keseluruhan dalam sebuah penelitian untuk melihat seberapa besar pengaruh permainan

tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini menggunakan teknik meta-

analisis.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Studi Meta-

Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitia meta analisis terhadap hasil penelitian artikel atau

jurnal publikasi ilmiah. Penelitian meta analisis meruapakan penelitian yang menggunakan data

sekunder berupa data-data dari hasil penelitian sebelumnya.

Meta analisis juga merupakan suatu analisis integratif sekunder dengan menerapkan

prosedur statistik terhadap hasil-hasil pengujian hipotesis penelitian (Djatikusumo, 2016).

Menurut Glass (1998), analisis sekunder itu merupakan analisis ulang (reanalysis) terhadap data

untuk tujuan menjawab pertanyaan penelitian dengan teknik-tekbik statistik yang lebih baik atau

menjawab pertanyaan-pertanyaan baru dengan data lama yang dimiliki. Analisis sekunder

merupakan suatu ciri-ciri penting terhadap riset dan kegiatan evaluasi.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian digunakan perhitungan besar pengaruh

(effect size) dengan rumus dari Cohen sebagai berikut:

=

Selanjutnya, cara untuk menginterpretasikan besaran effect size tersebut dengan membagi dalam

interval nilai, dimana:

0.20 kecil

0.50 sedang

0.80 besar

Disamping itu, untuk mengevaluasi besaran pengaruh juga dapat digunakan kriteria berdasarkan

nilai r2 sebagaimana diajukan oleh Gravetter dkk (2009, hlm. 459), dimana:

r2 = 0,01 pengaruh kecil

r2 = 0,09 pengaruh sedang

r2 = 0,25 pengaruh besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini memuat gagasan peneliti yang terkait dengan apa yang telah dilakukan dan apa

yang telah diamati serta dianalisis. Hasil dan pembahasan penelitian pada tahap ini secara garis

besar akan menjelaskan dalam dua bagian utama. Bagian pertama hasil pemetaan data responden

yang telah dilakukan. Bagian kedua merupakan hasil analisis pengolahan data yang disesuaikan

dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Hasil Penelitian

Pada tahap verifikasi awal dilakukan seleksi terhadap jenis desain penelitian yang

dilakukan, dimana dalam hal ini dipilih artikel yang menggunakan pendekatan eksperimen dalam

penggunaan metode permainan tradisional termasuk didalamnya kuasi eksperimen dan pre

eksperimental. Dalam hal ini diperoleh data bahwa desain eksperimen yang digunakan

menggunakan desain satu kelompok dan ada juga yang mengunakan dua kelompok. Selanjutnya

dilakukan verifikasi terhadap analisis data statistik yang yang dilakukan. Terdapat beberapa artikel

143

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

yang tidak dapat dilanjtukan proses perhitungan ulangnya, karena faktor ketidaklengkapan data

pada artikel maupun inkonsistensi data.

Tabel 1. Hasil Verifikasi Data Artikel

Data pembelajaran dengan metode permainan tradisional pada penelitian ini berjumlah

tujuh artikel publikasi ilmiah yang sesuai dengan kriteria penelitian yang dapat dianalisis dari 36

artikel yang telah dikumpulkan. Adapun hasil penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Data Hasil Effect Size Berdasarkan Kategori

Data besar pengaruh (effect size) artikel publikasi ilmiah pembelajaran dengan metode

permainan tradisional berdasarkan kategori terdiri dari tiga kriteria yaitu efek kecil (0,01< ŋ2 ≤

0,09), efek sedang (0,09< ŋ2 ≤ 0,25) dan efek besar (ŋ2 > 0.25) dapat dilihat pada Tabel. 2 berikut:

Tabel 2. Effect Size Berdasarkan Kategori

Hasil data analisis pada Tabel. 2 menunjukan bahwa terdapat enam artikel publikasi ilmiah dengan

harga effect size besar, satu artikel publikasi ilmiah dengan harga effect size sedang dan tidak ada

artikel yang masuk pada kategori harga effect size kecil. Dari perhitungan diperoleh effect size total

sebesar 1.32 dalam kategori besar dan simpangan baku sebesar 1,22.

2. Data Hasil Effect Size Berdasarkan Wilayah di Indonesia

Besar pengaruh (effect size) dapat dilihat pula berdasarkan metode pembelajaran

permainan tradisional di wilayah Indonesia, sehingga dapat dipetakan penggunaanya. Tebel. 3

berikut merupakan effect size berdasarkan wilayah:

144

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tabel 3. Effect Size berdasarkan Wilayah Kepulauan di Indonesia

Tabel. 3 menggambarkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode permainan

tradisional di Pulau Jawa paling banyak digunakan yaitu terdapat lima artikel dibandingkan dengan

Pulau Sumatera dan Pulau Riau yang masing-masing hanya terdapat satu artikel. Namun jika dilihat

dari effect size semua menunjukan pada kriteria besar dengan effect size paling tinggi yaitu terjadi

di Pulau Jawa.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran menggunakan

permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini menggunakan metode

meta-analisis. Untuk mengetahui pengaruh yang dihasilkan dalam pembelajaran ini, maka perlu

dilakukannya perhitungan besar pengaruh (effect size) sehingga dapat dipetakan dan dianalisis

pengaruh yang terlibat dalam pembelajaran dengan metode permainan tradisional.

Effect size menunjukkan besarnya pengaruh dari suatu perlakuan atau kekuatan hubungan

antara dua variabel, effect size ini merupakan unit terpenting dalam meta-analisis karena mampu

menyediakan informasi dari hasil rangkuman. Dengan menentukan effect size dari setiap

penelutian, maka secara keseluruhan dapat ditemukan dan ditentukan bagaimana besar pengaruh

suatu perlakuan. Dari tiga puluh enam artikel ilmiah yang dikumpulkan dan dirangkum dalam

bentuk coding hanya tujuh artikel ilmiah yang sesuai dengan kriteria dan dapat ditentukan harga

effect size melalui perhitungan dengan menggunakan formula yang telah ditentukan.

Perhitungan effect size dilakukan terhadap data mentah yang terdapat pada data statistik

artikel publikasi ilmiah. Hasil perhitungan ini menjadi dasar dalam proses meta-analisis

selanjutnya. Terdapat banyak srtikel publikasi ilmiah tidak dapat dilakukan perhitungan effect size

dikarenakan faktor ketidaklengkapan data maupun kriteria artikel yang dibutuhkan sehingga pada

akhirnya harus dieliminasi dan tidak dilakukan meta-analisis pada artikel tersebut.

1. Pengaruh Permainan Tradisional secara Keseluruhan

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh

permainan tradisional sebesar 1,32. Angka ini memberikan makna bahwa perlakuan permainan

tradisional mampu meningkatkan perkembangan motorik kasar anak usia dini, pada kelompok

eksperimen sebesar 1,32 kali dari besar pengaruh kelompok kontrol. Hal ini menjelaskan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan metode permainan tradisional efektif untuk digunakan dalam

proses kegiatan belajar mengajar dengan kategori harga effect size yang tinggi, dengan demikian

permainan tradisional ini mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan motorik kasar

anak usia dini.

Permainan tradisional menjadi salah satu analisis yang menarik untuk dikaji pengaruhnya

terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini. Dalam permainan tradisional dapat dilihat

fakta yang menggambarkan keadaan hasil belajar pada kelompok eksperimen memiliki pengaruh

yang besar dan lebih tinggi dari kelompok kontrol berdasarkan harga effect size yang diperoleh.

Dengan adanya hasil harga effect size dalam penelitian ini mampu melihat bagaimana keefektifan

permainan tradisional dengan melibatkan kelompok pembanding yaitu kelompok kontrol pada

setiap sub penelitian, maka hasil belajar yang diperoleh merupakan efek atau akibat dari perlakuan

yang diberikan pada kelompok eksperimen. Adapun untuk penelitian yang hanya menggunakan

satu kelompok eksperimen tanpa kelompok pembanding juga dapat dilihat kefektifan permainan

145

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

tradisional dari hasil posttest yaitu setelah diberi perlakuan, yang mana memiliki pengaruh yang

besar dan tinggi dibandingkan ketika pretest atau sebelum diberi perlakuan permainan tradisional.

Maka dari itu, permainan tradisional adalah alternatif yang dapat digunakan dalam

mengembangkan perkembangan motorik kasar anak usia dini.

Permainan tradisional efektif digunakan dan memiliki pengaruh besar terhadap

perkembangan motorik kasar anak usia dini karena sejalan dengan manfaat dari permainan

tradisional itu sendiri yang telah dikemukakan oleh Pratiwi dan Kristanto (2014) bahwa permainan

tradisional bermanfaat bagi anak didik salah satunya dalam mengembangkan kecerdasan majemuk

dan perkembangan anak usia dini khusunya perkembangan motorik kasar. Permainan tradisonal

yang dimaksud sangat beragam macam, dimana pada setiap penelitian menggunakan permainan

tradisional yang berbeda-beda seperti lompat tali, engklek, gobag sodor, egrang dan yang lainnya,

ini membuktikan bahwa jenis apapun permainan tradisional yang digunakan selama permainan

tradisional tersebut melibatkan fungsi gerak tubuh dapat mengembangkan perkembangan motorik

khususnya motorik kasar anak.

2. Pengaruh Wilayah

Temuan penelitian memberikan penjelasan bahwa penggunaan permainan tradisional dari

segi wilayah terhadap perkembangan anak dengan rata-rata besar pengaruh (effect size) besar pada

semua wilayah di Indonesia yaitu pulau Jawa dengan hasil 1.385, Sumatera 0.59 dan Riau 0.97.

berdasarkan Tabel 2 mengungkapkan bahwasannya penggunaan permainan tradisional terhadap

perkembangan motorik kasar anak dengan latar letak geografis yang berbeda.

Dari sejumlah hasil penelitian yang dikaji ternayata pulau Jawa menempati posisi tertinggi

memberikan rata-rata besar pengaruh (effect size) yaitu sebesar 1.548 kali kelompok kontrol atau

pretest dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hasil tersebut menggambarkan bahwa permainan

tradisional memberi kontribusi paling besar di Pulau Jawa dalam mengembangkan perkembangan

motorik kasar anak usia dini.

Hal menarik yang perlu ditelaah bahwa Pulau Jawa memiliki pengaruh pembelajaran

menggunakan metode permainan tradisional dengan harga effect size paling tinggi. Secara

perkembangannya Pulau Jawa memang memiliki penduduk paling padat dibandingkan dengan

pulau lainnya di Indonesia, dengan posisi seperti itu, pulau Jawa kaya sekali akan budayanya di

setiap daerah, dimana salah satu hasil budaya yang dimilki oleh masyarakat Jawa adalah permainan

Tradisional.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan beberapa

kesimpulan sebagai berikut: (1) Secara keseluruhan dari perhitungan effect size terhadap tujuh

artikel publikasi ilmiah dihasilkan effect size rata-rata sebesar 1.32 (SD = 1.22) termasuk harga

effect size besar, hal ini dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional mampu meningkatkan

perkembangan motorik kasar anak usia dini karena memiliki pengaruh besar; (2) pada tujuh artikel

yang dianalisis yang masuk pada harga effect size besar terdapat enam artikel dan satu artikel

masuk pada harga effect size sedang dan tidak ada artikel yang masuk pada kategori effect size kecil;

(3) pada kategori wilayah kepulauan Indonesia dihasilkan effect size yang masuk pada harga effect

size besar adalah pulau Jawa yaitu sebesar 1.548 (SD = 1.385). adapun effect size dari pulau

Sumatera sebesar 0.59 dan pulau Riau sebesar 0.97. pulau Jawa menjadi pulau yang bisa

disumpulkan dapat meningkatkan perkembangan motorik kasar anak usia dini melalui permainan

tradisonal.

146

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

DAFTAR PUSTAKA

Anak, A. K. (1995). Psikologi Perkembangan. Bandung: mandar maju.

Anggraini, R. dkk. (2009). Modelling Joint Activity Participation and Household Task

Allocation. International DDSS Conference. Eindhoven University of Technology.

Bandar Lampung

Djatikusumo, K. N. 2016. Pengaruh Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan terhadap

Perilaku Keuangan, Sebuah Meta Analisis. In Jurnal Seminar Nasional Akuntansi (Vol.

2, No. 1, pp. 13-21).

Glass, G. V., Graw. M. & Smith, M. L. (1988). Meta-analysis in Social Research. Beverly Hills, CA.: Sage

Gravetter, F.J., L.B. Forzano. (2009). Research Methods for the Behavioral Sciences. 3rd ed.

Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning.

Gustian, U., Eka S., Edi, P.(2019). Efektivitas Modifikasi Permainan Tradisional dalam

Pengembangan

Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Adzkia Bandar Lampung.(Skripsi).Universitas

Lampung,

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 137 Tahun 2014 Tentang Standar Pendidikan

Anak

Physical Literacy Anak Taman Kanak Kanak. Jurnal Keolahragaan.Vol. 7 (1)

Pratiwi Y dan M. Kristanto.(2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar

(Keseimbangan Tubuh) Anak melalui Permainan Tradisional Engklek di Kelompok B Tuntas

Rimba II Tahun Ajaran 2014/2015”.Jurnal Pendidikan PAUDIA.Vol. 3. h.25.

Publications.

Putri, M. (2018). Pengaruh Aktivitas Bermain Peran Makro Terhadap Perkembangan Fisik

Sujiono, Y. N. (2016).Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak.Jakarta: PT Indeks

Usia Dini. Jakarta: Depdiknas

147

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Buku Cerita Anak tentang Pendidikan Pesantren Miftahul Huda Manonjaya

untuk Siswa Sekolah Dasar Aeni Yatul Fadillah1, Seni Apriliya2, Rosarina Giyartini3

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], Email [email protected], Email: [email protected]

Abstract This article is motivated by indications of children’s stories in the environment. The purpose is to describe the environmental content in children’s stories about pesantren. This story was taken from one of the largest pesantren in the Tasikmalaya district. The method used is content analysis with descriptive exposure. Data sources in research with a preliminary study in elementary school, the ministry of religion in the Tasikmalaya district, libraries dan pesantren. Based on preliminary studies, there are several pesantren that are worthy of study and two of them are Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya pesantren and Cipasung pesantren. The researcher raised the themes of the pesantren environment, one of which was the education at the Miftahul Huda Manonjaya pesantren. Implications in the adoption of childdren’s stories as teaching material in elementary schools based on environmental topics. Keywords: Children stories book, Pesantren, Education. Abstrak Artikel ini dilatarbelakangi oleh indikasi cerita anak dalam lingkungan. Tujuannya untuk menggambarkan konten lingkungan hidup dalam cerita anak tentang pesantren. Cerita ini diangkat dari salah satu pesantren terbesar di kabupaten Tasikmalaya . Metode yang digunakan adalah analisis konten dengan pemaparan deskriptif. Sumber data dalam penelitian dengan studi pendaluhuan di SD, Kementrian Agama Kabupaten Tasik, perpustakaan dan pesantren. Berdasarkan studi pendahuluan terdapat beberapa pesantren yang layak diteliti dan dua diantaranya adalah pesantren Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan pesantren Cipasung. Peneliti mengangkat tema-tema lingkungan pesantren salah satunya pendidikan pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Implikasi dalam pengangkatan cerita anak ini sebagai bahan ajar di SD berdasarkan topik lingkungan. Kata Kunci: Kata kunci: Cerita Anak, Pesantren, Pendidikan.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang penduduknya mayoritas memeluk agama

islam. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, Indonesia memiliki lembaga

pendidikan yang memfasilitasi penduduk Indonesia untuk memperdalam ilmu agama islam yang di

daerah Jawa disebut pondok pesantren, sedangkan di daerah Aceh disebut Dayah, rangkang, atau

Muenasah, dan di daerah Minangkabau disebut surau. Menurut A. Musthofa Bisri Pondok pesantren

adalah lembaga pendidikan islam yang dikenal sebagai tempat mencetak ahli-ahli agama Islam

yang memiliki karakter kemandirian dan ketaatan kepada kiai (Ahmad dkk, 2017; Vahrotun, 2017).

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk muslim terbanyak di Indonesia. Jawa

Barat memiliki Tasikmalaya yang masyhur dengan sebutan Kota santri karena keberadaan ratusan

pesantrennya. Tepatnya terdapat 214 pondok pesantren dengan 367 kiai. Selain itu Tasikmalaya

memiliki 706 ulama, 467 mubaligh, 1.956 khotib, 4 penyuluh agama dan 200 penyuluh honorer.

Pada tahun 2009 tercatat 19.093 santri mukim dan 29,541 santri kalong (tidak mukim) tersebar di

berbagai pesantren yang ada di Tasikmalaya. (Nurlatipah, 2015).

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal November 2019 pada Departemen Keagamaan Kota

Tasikmalaya, salah satu pondok pesantren terbesar di Tasikmalaya adalah Miftahul Huda,

Manonjaya. Pondok pesantren Miftahul Huda disebut pesantren terbesar di Tasikmalaya bukan

hanya karena luas dan besar bangunannya, tapi juga ribuan santrinya, sangat maju pendidikannya,

kental budayanya, serta memiliki cerita sejarah yang luar biasa.

Meskipun pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya diklaim sebagai salah satu pondok

pesantren terbesar di kabupaten Tasikmalaya, ternyata masih banyak yang belum mengetahui

148

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

keberadaan pondok pesantren tersebut. Hal ini diketahui berdasarkan survey yang dilakukan

untuk melihat pengetahuan terhadap pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Survey ini

dilakukan pada tanggal 17 Desember 2019, dengan memberikan angket kepada 100 responden

yang terdiri dari 50 mahasiswa PGSD dan 50 siswa kelas IV SD. Dari hasil survey tersebut,

menghasilkan data berupa 40 mahasiswa mengetahui keberadaan pesantren besar di Tasikmalaya,

dan selebihnya tidak mengetahui. Dan sebanyak 20 siswa SD mengetahui keberadaan pesantren

besar di Tasikmalaya, selebihnya tidak. Jadi, pengetahuan siswa sekolah Dasar mengenai pondok

pesantren Miftahul Huda lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa, maka perlu adanya

tindakan untuk mengenalkan keberadaan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya sebagai

salah satu pondok pesantren terbesar di Kabupaten Tasikmalaya kepada siswa Sekolah Dasar.

Peneliti meyakini bahwa produk hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi dari

permasalahan belum tersedianya buku bacaan berbasis pendidikan pondok pesantren.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan buku cerita anak

bergambar berbasis pendidikan pondok pesantren untuk kelas IV SD dengan judul Pengeembangan

Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Penelitian

ini akan menghasilkan produk buku cerita anak bergambar yang nantinya dapat digunakan sebagai

bahan bacaan untuk siswa pada jenjang Sekolah Dasar kela IV. Hal tersebut sesuai dengan

Kompetensi Dasar yang tercantum pada Kurikulum 2013 (revisi).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah analisis konten dengan pemaparan deskriptif. Data yang

dibutuhkan dalam penelitian didapat dari hasil wawancara terhadap beberapa narasumber dan

observasi terhadap topik terkait. Dalam penelitian ini, telah melibatkan berbagai pihak yang

berperan-serta dalam proses perancangan cerita anak tentang sejarah pondok pesantren Miftahul

Huda Manonjaya kabupaten Tasikmalaya, diantaranya yaitu Kementrian Agama Kabupaten

Tasikmalaya untuk menghimpun data mengenai pondok pesantren terbesar yang terdapat di

Kabupaten Tasikmalaya. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tasikmalaya untuk

menghimpun data mengenai keberadaan buku cerita anak di perpustakaan umum Kabupaten

Tasikmalaya dan buku yang sering dipinjam anak-anak. Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda

Manonjaya staff pengurus pendidikan untuk menghimpun data mengenai sejarah Pondok

Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Guru kelas IV D dari SD Negeri 1

Tugu untuk menghimpun informasi mengenai pembelajaran tentang keragaman sosial, ekonomi,

budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia, khususnya

keragaman agama di daerah setempat dalam kurikulum 2013 dan berperan dalam memberikan

respons terhadap cerita yang dikembangkan. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui

ketersediaan buku cerita anak atau buku tentang sejarah pondok pesantren di berbagai

perpustakaan. Perpustakaan yang dipilih yakni perpustakaan SDN 1 Tugu Kota Tasikmalaya dan

perpustakaan umum kabupaten Tasikmalaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Cerita Anak Tentang Pesantren

Hasil wawanacara pada pihak Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten

Tasikmalaya pada tanggal 17 Desember 2019, bapak Wowon sebagai Kasi Pengadaan dan

Pengembangan Proyeksi menyatakan bahwa belum tersediannya buku cerita anak mengenai

tentang pesantren. Lebih jelasnya, tentang pendidikan di pondok pesantren Miftahul Huda

Manonjaya. Selanjutnya, bapak Wowon menyebutkan bahwa anak-anak usia 7-13 tahun suka

membaca buku yang tidak monoton. Biasanya anak-anak menyukai buku yang bergambar, karena

dengan adanya gambar anak-anak dapat meningkatkan minat membaca.

149

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasil observasi yang dilakukan di perpustakaan Sekolah Dasar Tasikmalaya menunjukan

bahwa belum tersedianya buku cerita anak bermuatan tentang pesantren. Lebihnya, tentang

pendidikan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Selanjunya, wawancara yang di lakukan

kepada ibu Windi sebagai wali kelas IV SDN 1 Tugu pada tanggal 17 Desember 2019, tidak ada

media khusus untuk pembelajaran bahasa Indonesia selain dalam buku siswa. Lalu beliau

mengatakan bahwa belum pernah menemukan buku cerita yang membahas tentang pondok

pesantren.

Pendidikan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya mempunyai tingkatan dalam

pembelajaran dengan bervariasi metode di dalamnya. Menurut K.H. Choer Affandy hal yang paling

utama diketahui manusia adalah marifat kepada Allah (mengenal Allah). Pendapat M. Utsman

Najati dalam bahasa mengungkapkan, kepribadian yang sehat dikenal dengan term nafsu

mutmainnah, yakni orang yang fisiknya sehat dan kuat, mampu melampiaskan kebutuhan

primernya dengan cara yang halal, dengan memenuhi kebutuhan spiritual dengan berpegang teguh

pada akidah tauhid, mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ibadah dan beramal saleh

serta menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan hal-hal yang mendatangkan murka Allah (Basit,

2017; Wijono, 2015). Maka penerapan di pesantrennya K.H. Choer Affandy menerapkan

pembelajaran dengan mengutamakan bertauhid. Maksudnya, ada beberapa hal-hal yang lebih di

proritaskan, di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya ini lebih memprioritaskan dalam

ketauhidan. Tujuannya santri lebih bertauhid agar lebih dekat mengenal penciptanya dan

menjadikan manusia yang bertauhid, beribadah, berilmu dan bersih hatinya terhadap Allah

(Affandi, dalam Zulfikri, 2012). Jadi, pesantren Miftahul Huda Manonjaya adalah pesantren yang

lebih memprioritaskan pada kitab-kitab yang membahas tentang ketauhidan. Dari jenjang yang

paling dasar hingga jenjang yang paling tinggi kitab tauhid selalu dikaji. Seperti, Tijan Addaury,

Majmuatul Aqidah, kifayatul awam, jauhar tauhid, dan kitab tauhid lainnya. Dengan penjelasan

yang diterbitkan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya sendiri untuk lebih memudahkan

para santri mengenai apa yang dijelaskan dalam kitab kitab tauhid tersebut, dimana seorang kiai

mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab berbahasa arab yang ditulis olh para ulama besar pada

abad pertengahan (abad XII-XVI M)

Pesantren Miftahul Huda terkenal dengan ciri khasnya yang masih tradisional atau tidak

menggabungkan antara pembelajaran formal dan non formal. Meskipun seiring perkembangan

zaman proses modernisasi terjadi hamper pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk

modernisasi yang terjadi pada lembaga pendidikan pesantren terutama pesantren perubahan kea

rah modern. Modernisasi pesantren yang mengalami perubahan peraturan ke modern biasanya

terjadi pad aspek fisik dan non fisik seperti tugas dan fungsinya di era modern. Sejalan dengan yang

dijelaskan oleh Damapolii (2011) bahwa orientasi utama pesantren salafi hanya memberikan

layanan dalam kajian agama Islam atau Tafaqquh fi al-din kepada santrinya, orientasi ini terlalu

sempit karena tida ada responsif terhadap dinamika masyarakat yang terus bergerak maju. Hal ini

berbeda dengan system yang digunakan di pesantren Miftahul Huda (Syafe’i, 2017). Meskipun

dengan kemampuannya yang bisa akan merubah menjadi pesantren modern, namun pesantren

Miftahul Huda tidak dengan cara merubah sistem yang sudah lama digunakan. Namun, pesantren

Miftahul Huda membuka banyak cabang yang mana didalamnya menggunakan peraturan

pembelajaran yang sudah modern.

Kitab-kitab dipelajari sesuai dengan jenjang yang bertahap. Pendiri merancang kurikulum

pesatren dengan cara bertahap sesuai dengan kemampuan da tingkatan santri yang masuk di

pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Tentunya merujuk pada capaian kurikulum yang

telah dirancang oleh pendiri pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan berjenjangnya peningkatan pembelajaran dari tahap dasar

hingga tingkat akhir adalah sebagai berikut:

150

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Ibtida (permulaan)

1. Kelas 1 Ibtida, yang dikaji adalah Tauhid Rancang, Fiqh Rancang, Syahadataen, Tarikh Rancang,

Wiridan, Istigosah, Sholat Fardu, Iqra/ Quran, Tajwid, Asmaul Husna dan Bahasa Arab Jilid 1.

2. Kelas 2 Ibtida, yang dikaji adalah Tijan Addaury, Al-Jurumiyah, Safinnatunnaja, Khulashoh Nurul

Yaqin Juz 1 Tasrifan, Bahasa Arab, Tahfidz Jurumiyah dan Tahfidz Juz Amma.

3. Kelas 3 Ibtida, yang dikaji adalah Majmuatul Aqidah Jilid 1 dan 2, Riyadul Badiah, Sorof

Alkaelani, Qiyasan, Khulashoh Nurul Yaqin Juz 2 dan 3, Bahasa Arab Jilid 3, Tahfidz Juz Amma

dan Hadits Arbain.

Tsanawi (pertengahan)

1. Kelas 1 Tsanawi, yang dikaji adalah Kifayatul Awam, Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Qorib Juz 1 dan

2, Tafsir Jalalain, Bajuri 1 dan 2, Riyadussolihin, Kifayatul Atqia, dan Tahfidz Alfiyah.

2. Kelas 2 Tsanawi, yang dikaji adalah Jauhar Tauhid, Istiarah, Samarqandi, Sulamun Nauraq,

Fathul Muin Jilid 1 dan 2, Bukhori Jilid 1 dan 2, Bukhori Jilid 1 dan 2, Sohih Muslim Jilid 1.

3. Kelas 3 Tsanawi, yang dikaji adalah Khoridatul Bahiyyah, Jauhar Maknun, Fathul Muin Jilid 3

dan 4, Waraqat, Lathoiful Isaroh, Sohih Bukhori 3 dan 4, Sohih Muslim Jilid 2, Sirojuttolabin,

Tahfidz Jauhar Maknun.

Ma’had Aly (Jenjang Akhir)

Pada tingkatan Mahad Aly, terdapat 4 tingkat. Diantaranya dengan berjalan waktu selama 4 tahun

untuk 4 tingkat ini harus mencapai dan memahami mata pelajaran. Diantaranya : Jam’ul Jawami,

Uqudul Juman, Fathul Wahab, Ashbah Wannadhoir, Bidayatul Mujtahid, Ihya Ulumuddin, Ummul

Barohin, Ghoyatul Wusul, Almilal Wannihal, Fathul Majid, Al-Ibanah, Qowaidul Aqoid, Tauhid Asthma

Wasshifat, Tafsir Ibnu Katsir, Mukhtasor Syafi’I, Filsafat Hikmat Almutaaliyat, Ahkam Ash-

Shultaniyyah, Aqisah Ahlussunah Waljamaah, Hikam.

Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya yang telah memiliki kurikulum tentunya

mempunyai beberapa metode untuk di terapkan dalam pembelajarannya. Beberapa metode

diantaranya adam selaku staff tarbiyyah atau pendidikan menjelaskan;

1. Sorogan, sistem sorogan adalah berlaku sebaliknya yaitu santri atau murid membaca

sedangkan kyai atau ustadz mendengarkan sambil memberikan pembetulan-pembentulan,

komentar atau bimbingan yang diperlukan. Untuk metode ini digunakan oleh semua jenjang.

Peraturan pada metode sorogan dijelaskan oleh (Hasbullah, dalam Rahman 1999) metode

sorogan adalah metode dimana seorang murid menghadap para guru atau kiai untuk

membacakan suatu buku yang sudah dipelajarinya.

2. Balagan, yakni metode yang di dalamnya membahas kitab kitab lain yang belum dipelajari.

Untuk metode ini digunakan di jenjang ibtida dan tsanawi, untuk ibtida dengan nadzoman

pelajaran yang telah ditempuh, tujuannya untuk memperkuat pelajaran yang telah dikaji. Lalu,

untuk jenjang tsanawi adalah mempelajari kitab yang lain.

Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya di dalam kelas, karena pondok pesantren Miftahul Huda

Manonjaya juga memberikan peluang pada keterampilan yang dimiliki santri dan mewadahi untuk

mengembangkannya. Diantaranya;

1. Bercocok tanam, kegiatan ini dilakukan pada muharik atau guru yang mempunyai lahan

bertani. Pengetahuan santri semakin luas pada bercocok tanam karena dibekali bagaimana

cara bercocok tanam oleh gurunya langsung.

2. RASIMUDA (Radio Siaran Miftahul Huda), santri yang mempunyai hobi seperti membuat

broadcast, atau yang lainnya. Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya juga mempunyai

wadah untuk santri mengembangkan potensi yang dimilikinya. Banyak santri yang memiliki

hobi ini, karena biasanya dalam kegiatan ini santri dapat menyampaikan berupa salam- salam

pada keluarganya dirumah.

151

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

3. Marawis atau hadroh, kegiatan ini adalah kegiatan yang mewadahi potensi santri dibidang

kesenian. Di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki suara yang dapat dilantunkan

dengan indah dan orang- orang yang dapat memainkan alat musik untuk mengirinya. Pondok

pesantren Miftahul Huda Manonjaya memiliki beberapa grup marawis yang sudah

dikembangkan potensinya keluar pesantren.

4. SS (Shug Shogir), atau biasanya dikenal dengan nama mini market diluar pesantren.

Didalamnya terdapat orang-orang yang dapat mengelola uang dengan baik.

5. Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren), nama ini dikenal dengan santri untuk mengetahui

tentang kesehatan.

6. Berternak, tentu tidak semua santri mengalami pengalaman beeternak. Hanya orang orang

pilihan saja yang dapat pengalaman bertenak dari gurunya yang mempunyai hewan ternak.

Menurut Zulfikri (2012), selama puluhan tahun kiprahnya dalam dunia pesantren, santri dan

alumni pondok pesantren Miftahul Huda manonjaya tidak ada yang secara gamblang pindah agama,

sehingga dapat disimpulkan 99,99% pendidikan aqidah tauhid di pondok pesantren Miftahul Huda

Manonjaya dianggap berhasil. Karena, aqidah menyangkut pada keyakinan hati dalam beragama.

Setiap lembaga pesantren mempunyai bahan evaluasi. Di pondok pesantren Miftahul Huda

Manonjaya melakukan evaluasi dengan cara diagendakannya setiap muharik (guru) untuk

berkumpul dan membahas apa saja kekurangan di dalam pembeljaran dan solusi apa yang dapat di

lakukan agar pembeljaran menjadi lebih baik. Evaluasi dilakukan dalam jangka waktu pendek

seperti evaluasi mingguan, dan evaluasi dalam jangka waktu panjang, seperti evaluasi bulanan atau

tahunan. Selain di muharik, evaluasi di lakukan oleh para santri. Evaluasi yang dilasanakan ada

beberapa evaluasi yang diantaranya evaluasi harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Sementara,

saat santri berada di luar pesantren, pengawasan pembelajaran aqidah jatuh pada tanggung jawab

mereka sendiri. berkenaan dengan ibdaha dan keyakinan hati kembali pada dir mereka sendiri.

SIMPULAN

Pesantren merupakan lembaga yang mampu menjadikan seorang anak lebih baik, terutama

dalam moral (Nuqul, 2008). Karena dengan banyak tujuan pesantren yang mana tidak merujuk

pada pengetahuan umum, namun terkhusus pada akhlakul karimah. Dengan melalui cerita anak

yang dikembangkan peneliti brtujuan untuk mengenalkan pendidikan dalam sebuah pesantren, dan

melihat seberapa minat anak untuk membaca buku tentang pendidikan pesantren Miftahul Huda

Manonjaya. Maka dari itu, melalui pengenalan pendidikan di pesantren Miftahul Huda Manonjaya

adalah sebuah cara agar anak mengenal akan julukan Kota Tasik sebagai “kota santri” yang

diwadahi dalam sebuah pesantren.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H., Bakri, S., & Irmawati, W. (2017). AJARAN TASAWUF AKHLAQI (Studi di Pondok

Pesantren Kyai Ageng Selo Dukuh Selogringging Desa Tulung Kecamatan Tulung Kabupaten

Klaten) (Doctoral dissertation, IAIN SURAKARTA).

Basit, H. A. (2017). Konseling Islam. Prenada Media.

Damopolii, M. (2011). Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern. Alauddin Press.

Nuqul, F. L. (2008). Pesantren sebagai bengkel moral: Optimalisasi sumber daya pesantren untuk

menanggulangi kenakalan remaja. Psikoislamika, 5(2), 163-182.

Nurlatipah, N. (2015). Kyai Dan Islam Dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat Kota

Tasikmalaya. Jurnal Politik Profetik.

Rahman, H. H. A. (1999). The Origin and Development of Ijtihad. Islamic Quarterly, 43(2), 73.

Vahrotun Nisa, R. (2017). Profil pendidik dalam Perspektif al-Qur'an (Analisis Surat Luqman ayat

12-19) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

152

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Syafe'i, I. (2017). Pondok pesantren: Lembaga pendidikan pembentukan karakter. Al-Tadzkiyyah:

Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 61-82.

Wijono, T. S. (2015). Raih Kekayaan Langgeng dengan The Power of Tawakal. PT Penerbit IPB

Press.

Zulfikri, I. (2012). Pemikiran Pendidikan Aqidah Menurut KH. Choer Affandy. Sekolah Tinggi Agama

Islam Tasikmalaya.

153

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional “Galendo Ciamis” sebagai Bahan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar

Dewi Niendya Ratnasari1, Aan Kusdiana2, Akhmad Nugraha3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Ciamis is the name of an area in West Java. Ciamis has traditional foods, one of which is Galendo, so that it becomes one of the characteristics of traditional foods from the Ciamis region. Galendo Ciamis is made from coconut and only made from coconut. Galendo is one of the traditional food menus that are made as souvenirs of Ciamis. In the survey the researchers conducted found responses from students that only a portion of students knew Galendo traditional food, and some students did not yet know Galendo food. Either know the name Galendo or taste Galendo. Therefore the researcher developed a story book about Galendo Ciamis in order to introduce traditional foods and at the same time make interesting learning materials for elementary school children. The method used in this study is the Design Based Research (DBR) model. Learning materials in the form of story books on traditional food are designed in such a way as to be attractive to elementary school children by following the order of making story books and the characteristics of children's story books. With reference to the 2013 curriculum (revised). Therefore the researchers developed learning materials for children's stories about traditional food with the title of the book "Semerbak Si Manis Galendo". That is expected to be a supportive learning material for students, especially class IV in elementary schools, and help teachers in the learning process. Keywords: Galendo Ciamis, Traditional Makakan, Learning Materials

Abstrak Ciamis adalah nama sebuah daerah yang berada di Jawa Barat. Ciamis memiliki makanan tradisional yang salah satunya yaitu Galendo, sehingga menjadi salah satu ciri khas makanan tradisional dari daerah Ciamis. Galendo Ciamis terbuat dari kelapa dan hanya berbahan dasar kelapa. Galendo menjadi salah satu menu makanan tradisional yang di jadikan sebagai oleh-oleh khas Ciamis. Pada survei yang peneliti lakukan mendapati respon dari siswa bahwa hanya sebagian siswa yang mengetahui makanan tradisional Galendo, dan sebagian siswa lagi belum mengetahui makanan Galendo. Baik mengetahui nama Galendo atau rasa Galendo. Maka dari itu peneliti mengembangkan buku cerita mengenai Galendo Ciamis supaya dapat memperkenalkan makanan tradisional dan sekaligus membuat bahan pembelajaran yang menarik untuk anak Sekolah Dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model Design Based Research (DBR). Bahan pembelajaran berupa buku cerita mengenai makanan tradisional dirancang sedemikian rupa agar menarik untuk anak Sekolah Dasar dengan mengikuti atauran pembuatan buku cerita serta karakteristik buku cerita anak. Dengan mengacu kepada kurikulum 2013 (revisi). Maka dari itu peneliti mengembangkan bahan pembelajaran cerita anak mengenai makanan tradisional dengan judul buku cerita “Semerbak Si Manis Galendo”. Yang diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran yang menunjang bagi siswa khususnya kelas IV di Sekolah Dasar, dan membantu guru dalam proses pembelajaran. Kata Kunci: Galendo Ciamis, Makakan Tradisional, Bahan Pembelajaran

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu pilar utama bagi setiap individu untuk menjadikan diririnya

seseorang yang memiliki pengetahuan. Pendidikan juga merupakan suatu penentu kemajuan suatu

bangsa pada Sumber Daya Manusia yang harus dimiliki yaitu cerdas, berkarakter, berilmu, inovatif,

dan berakhlak (Widiansyah, A, 2018). Proses belajar mengajar di Sekolah Dasar tidak hanya

menekankan pada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tapi dalam proses yang dialami

peserta didik dalam menguasai pengetahuan tersebut (Suardi, 2018). Salah satu faktor pendukung

dalam PBM yaitu tersedianya bahan ajar yang menarik dan terkini, sehingga mampu meningkatkan

minat peserta didik dalam melakukan pembelajaran (Abdullah, 2012). Menurut Prastowo (2013)

dalam Rohmawati (2017) Bahan ajar memiliki peran pokok dalam pembelajaran, karena

merupakan salah satu komponen penting yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam

proses pembelajaran.

Dengan kata lain bahan ajar ialah sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat ukur bagi guru

maupun siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, dalam setiap bahan ajar tentu memiliki tujuan

yang berbeda tetapi tetap dalam konteks yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan. Menurut

154

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Widodo dan Jasmadi (2008) dalam Syafa’ah (2014) bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat

pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara

mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang

diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan segala kompleksitasnya.

Dengan kata lain bahan ajar ialah sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat ukur bagi guru

maupun siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, dalam setiap bahan ajar tentu memiliki tujuan

yang berbeda tetapi tetap dalam konteks yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan.

Oleh karena itu, memilih bahan ajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,

karakteristik peserta didik serta lingkungan belajar agar peserta didik terbantuk untuk mencapai

kompetensi pembelajaranya. Disamping itu, bahan ajar dapat menggantikan peran seorang

pendidik menjadi fasilitator dan mendukung pembelajaran individual, (Azizah, 2018).

Menyangkut proses pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar yang diantaranya pembelajaran

Bahasa Indonesia dengan mengembangkan pembelajaran cerita tradisonal di dalam kelas sekaligus

mengenalkan kepada peserta didik tentang keberadaan kearifan lokal lewat bahan ajar yang

berbentuk cerita. Sehingga peserta didik akan memperoleh wawasan serta nilai-nilai mengenai

kearifan lokal tersebut. Salah satu aspek dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang harus

dikuasai oleh peserta didik yaitu membaca. Karena hakikatnya setiap individu tidak terlepas dari

kegiatan membaca, karena membaca adalah penunjang dalam mengetahui dan menambah

wawasan ilmu pengetahuan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode desain berbasis penelitian atau Design

Based Research (DBR). Menurut Barab and Squire (2004) (dalam Mulyahati & Fransyaigu, 2018)

“Defined Design-Based Research as a series of approaches, with the intent of producing new theories,

artifacts, and practices that account for and potentially impact learning and teaching in naturalistic

settings” atau mendefinisikan penelitian berbasis desain sebagai serangkaian pendekatan dengan

maksud menghasilkan teori, artefak, dan praktik baru yang menjelaskan dan berpotensi

mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran dalam pengaturan naturalistik.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Design Based Research (DBR)

bertujuan untuk merancang dan mengembangkan suatu produk, sehingga metode penelitian Design

Based Research (DBR) dipandang cocok untuk digunakan dalam penelitian yang akan dilaksakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional yang, dengan mengacu kepada

kurikulum yaitu pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dalam Kurikulum 2013,

mengenai pembelajaran terpadu sehingga metode menyimak, berbicara, membaca, dan menulis

harus diintegrasikan dalam salah satu tema, bersama dengan mata pelajaran yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, tema yang relevan digunakan pada pembelajaran Bahasa

Indonesia sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yaitu pada kelas IV Sekolah Dasar Semester

1 terdapat tema yang sesuai yakni, Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3 Bersyukur atas

Keberagaman dalam Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional.

Deskripsi Tahapan Membuat Desain Awal Buku Cerita

Desain awal buku cerita tentang makanan tradisional Galendo Ciamis dibuat dengan

memperhatikan Aspek Struktur cerita. Struktur cerita dibuat sesuai unsur instrinsik. Unsur

instrinsik yang terdapat dalam buku cerita untuk anak-anak antara lain tema, tokoh, penokohan,

plot/ alur, setting tempat, dan terakhir ada amanat. Unsur instrinsik yang pertama yaitu tema. Oleh

karena itu, tema merupakan unsur pokok dalam sebuah cerita dan dapat dikatakan sebagai

identitas suatu cerita itu sendiri. Tema adalah suatu dasar sastra tema ini menyatukan sebuah

155

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

cerita secara utuh dan tema adalah landasan sastra. Adapun tema yang menjadi pilihan peneliti

dalam menyusun cerita yaitu mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis. Hal ini dapat

mempermudah siswa memahami koten serta isi cerita.

Unsur instrinsik yang kedua yaitu tokoh dan penokohan. Menurut Resmini (2013) dari segi

tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan tokoh yang jumlahnya tidak terlalu banyak (tidak

melebihi 6 pelaku). Jadi tokoh adalah pemain yang terdapat pada cerita. Tokoh yang terdapat dalam

cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis sebanyak empat tokoh. Tokoh-tokohnya ada

Tita, Devi, Kemal, dan Bapak Abdul. Sedangkan penokohan adalah penggambaran karakter pada

setiap tokoh dalam cerita. Pada cerita, Tita bersifat baik dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,

Devi bersifat baik, Kemal bersifat baik, dan Bapak Abdul bersifat baik dan pemberi nasihat yang

baik.

Unsur instrinsik yang ketiga yaitu plot atau alur. Alur disusun secara kronologis berdasarkan

hubungan sebab-akibat. Dalam produk cerita anak alur yang dimuat adalah alur maju. Unsur

instrinsik yang keempat yaitu setting latar. Setting tempat merupakan keterangan suatu tempat

dalam kejadian cerita. Setting tempat dalam produk buku cerita anak yaitu terjadi di pinggir lapang,

jalan Desa, dan pabrik Galendo. Unsur instrinsik yang kelima yaitu amanat. Amanat adalah suatu

pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada para pembaca baik secara tersirat maupun

tersurat. Menurut Hudhana (2015) “segala jenis karya sastra diwajibkan mengandung pesan moral

atau amanat”. Amanat dalam cerita yang peneliti susun adalah sikap seorang pemilik pabrik

Galendo yaitu bapak Abdul yang ingin kalau setiap generasi mengetahui dan menjaga makanan

tradisional khas Ciamis yaitu Galendo.

Unsur instrinsik yang keenam yaitu bahasa yang digunakan. “Bahasa sastra tidak mungkin

secara mutlak menyaran pada makna konotatif tanpa melibatkan denotative. Penuturan yang

demikian akan tidak memberi peluang kepada pembaca untuk dapat memahaminya”

(Nurgiyantoro, 2009). Maka Bahasa yang digunakan adalah Bahasa yang mudah dipahami oleh

pembaca khususnya anak-anak. Oleh karena itu, sastra anak yaitu cerita anak ini menggunakan

bahasa yang akrab dengan anak serta mudah dipahami.

Pembuatan desain awal buku cerita anak tentang makanan tradisional tersebut menggunakan

aplikasi Adobe Ilustrator untuk membuat ilustrasi gambar, background dan pengetikan lainnya.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1) Observasi

Pada Teknik ini peneliti turun ke lapangan yaitu ke Sekolah Dasar untuk mengamati perilaku

serta aktivitas setiap individu di lokasi penelitian. Observasi akan dilaksanakan pada saat

pembelajaran yang sebelumnya diberi arahan dan lembar observasi dari peneliti. Hasil observasi

akan dijadikan pertimbangan oleh peneliti selama proses pengembangan Buku Cerita Makanan

Tradisional.

2) Wawancara

Peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas IV Sekolah Dasar untuk mendapatkan

informasi berkenaan dengan pembelajaran tentang makanan tradisional yang terdapat pada

kurikulum 2013 di kelas IV. Hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan informasi

bahwa kurikulum yang digunakan di sekolah dasar kelas IV sudah menggunakan kurikulum 2013.

Peneliti melakukan wawancara kepada pemilik pabrik Galendo, berdasarkan hasil

wawancara kepada Bapak Abdurohman pemilik pabrik Galendo yang bertempat di Desa Saguling

Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis. Pemilik pabrik Galendo menjelaskan bahwa pabriknya

sudah berdiri sejak tahun 2000. Untuk alat-alatnya ada wajan, spatula, tungku, alat press Galendo,

alat parut kelapa, dan alat peras kelapa. Lalu untuk cara pembuatannya yaitu; (1) Kelapa dikupas

dan dicungkil dagingnya lalu dibersihkan, (2) Setelah daging kelapa bersih, kelapa lalu diparut

dengan mesin, (3) Kelapa yang sudah diparut diambil santannya menggunakan mesin, (4) Air

156

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

santan dimasak mendidih sambil diaduk kurang lebih selama 3-4 jam sampai nantinya ada proses

pemisahan air sehingga air sudah keluar habis, dan residu menggumpal dan jadilah Galendo yang

bebaur dengan minyak, (5) Serbuk Galendo diangkat dan di simpan pada cetakan, (6) Serbuk

Galendo di padatkan dengan cara di press, selain untuk dipadatkan juga untuk memisahkan

Galendo dengan minyaknya. Galendo ini dapat di makan langsung atau bisa juga dicampur dengan

nasi, dapat juga menjadi bumbu masakan.

3) Studi Dokumentasi

Adapun dokumentasi yang dimaksud yaitu berupa buku cerita mengenai makanan tradisional.

Dokumentasi Buku Cerita yang tersedia di kelas IV diamati dan didokumentasikan oleh peneliti

sebagai data awal dalam perencanaan pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, peneliti melakukan analisis terhadap

bahan ajar yang digunakan di kelas IV berkaitan dengan makanan tradisional.

Gambar Cover buku siswa kelas IV Tema 1

4) Expert Judgement (Penilaian Para Ahli)

Penilaian para ahli ini sangat penting dilaksanakan untuk memvalidasi produk. Para ahli akan

meninjau kelayakan produk yang dirancang dan dilihat kesesuaiannya dengan permasalahan yang

menjadi fokus penelitian. Para ahli yang akan meninjau produk yaitu ahli materi dan Bahasa, ahli

pedagogic dan ahli desain. Guru kelas pun menjadi para ahli dalam meninjau kesesuaian produk

saat dilapangan. Yang dimaksudkan untuk menilai kelayakan Buku Cerita sebagai produk yang

dikembangkan pada penelitian ini.

Pada pengembangan buku peneliti melakukan penilain dengan melaksanakan uji validitas para

ahli serta respon guru dan respon siswa.

1. Validitas Ahli

Peneliti melaksanakan uji validitas kepada Ahli Aspek materi dan Bahasa, ahli pedagogic, dan ahli

desain. Dimana dalam hasilnya kepada Ahli mendapatkan respon yang bagus, karena buku yang

telah dirancang sudah memenuhi syarat dan hasilnya menyatakan 99% hasil validasi ‘YA’.

2. Respon Guru & Siswa

Pada respon guru dan siswa peneliti meneliti bagaimana respon yang lontarkan untuk produk

berupa buku cerita. Buku cerita dirancang dengan menyesuaikan aturan pembuatan buku cerita

anak. Pembuatan buku cerita dimulai dengan memperhatikan kaidah pembuatan buku cerita, mulai

dari pembuatan naskah, setruktur cerita seperti penyesuaian isi cerita, bentuk ilustrasi, serta

kosakata yang sesuai dengan tingkat anak Sekolah Dasar. Sehingga dengan menyesuaikan Langkah

tersebut respon yang dihasilkan tentu akan baik.

Produk Buku Cerita

Buku cerita ini memiliki 26 halaman termasuk sampul depan, sampul belakang, identitas

buku, kata pengantar, ringkasan cerita, prolog, amanat cerita, dan biografi penulis. Buku cerita ini

memiliki halaman khusus berisi amanat cerita dengan tujuan memudahkan anak memaknai cerita.

157

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

SIMPULAN

Dalam pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis tentu tidak

mudah, karena harus sesuai kaidah pembuatan buku cerita khususnya untuk tingkat Sekolah Dasar.

Pada buku cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis diharapkan dapat memfasitilasi

untuk Bahan Pembelajaran di Sekolah Dasar, kususnya di kelas IV. Supaya anak lebih memahami

sehingga menarik dalam memahami materi pembelajaran melalui buku cerita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. (2012). Pembelajaran berbasis pemanfaatan sumber belajar. Jurnal Ilmiah Didaktika:

Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran, 12(2).

Azizah, O. T. (2018). Klasifikasi Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Tingkat

Sekolah menggunakan Metode K-Nearest Neighbor (Doctoral dissertation, Universitas Negeri

Malang).

Hudhana, W. D. (2015). “Unsur Instrinsik Cerita Anak (Cernak) untuk Pendidikan Karakter

Anak”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif (hlm.

307-313). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Mulyahati, B., & Fransyaigu, R. (2018). Desain Inkuiri Moral Dalam Pembentukan Karakter

Nasionalis Siswa Sd. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 2(2), 10.

https://doi.org/10.20961/jdc.v2i2.25644

Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Resmini, N. (2013). Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi

Strategi Directed Reading Activity (Dra). Universitas Pendidikan Indonesia, 53(9),

1689–1699.

Rohmawati, T. D. (2017). Pengembangan Suplemen Bahan Ajar Buku Cerita Kincir Angin

Materi Ipa Kelas 2 Di Sekolah Dasar (Doctoral dissertation, University of

Muhammadiyah Malang).

Suardi, M. (2018). Belajar & pembelajaran. Deepublish.

Syafa’ah, Alfiatus. “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Cerita Bergambar / Komik Materi Pokok

Konsep Pembagian Dengan Pendekatan Inquiry Siswa Kelas III SDN Jatimulyo II Malang.”

Skripsi S1 Pendidikan. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014. Widiansyah, A. (2018). Peranan Sumber Daya Pendidikan sebagai Faktor Penentu dalam

Manajemen Sistem Pendidikan. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 18(2), 229-234.

158

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengaruh Metode Jarimatika terhadap Keterampilan Kognitif dan Psikomotor pada Operasi Hitung Perkalian Kelas III Sekolah Dasar

Syifa Fauziah1, Yusuf Suryana2, Lutfi Nur3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by the results of a preliminary study of researchers conducted in elementary schools. The problem in this study is the difficulty of learning mathematics, especially regarding multiplication which makes students feel difficult to understand because of the lack of maximum use of methods in teaching about multiplication, which is only concerned with cognitive aspects, so there is no interest in learning in students. The goal to be achieved is the influence of cognitive and psychomotor skills in multiplication count operations through the Jarimatika method. The research method used is the pre-experimental design method with data collection techniques using test questions. The research sample of 15 third grade students at SDN Rengrang, Tanjungjaya District, Tasikmalaya Regency. Based on the results of research analysis, shows that the average pretest 1 = 67.40 and the average posttest 2 = 86.67 with n1 and n2 = 15, with α = 5% through calculations using SPSS obtained significance values of 0,000 <0.05 then it can be concluded Ha is accepted. This shows that the average posttest results are higher than the average pretest results, so it can be said that the Jarimatika method provides an increase in cognitive and psychomotor skills in calculating multiplication operations. This shows that cognitive and psychomotor skills can be improved through the method of Jarimatika learning.

Keywords: Jarimatika, cognitive, psychomotor, multiplication. Abstract Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil studi pendahuluan, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah kesulitan belajar matematika khususnya mengenai perkalian yang membuat siswa merasa kesulitan karena kurang maksimalnya penggunaan metode dalam mengajar tentang perkalian, yang hanya mementingkan dari segi kognitifnya saja, sehingga tidak ada minat belajar dalam diri siswa. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah pengaruh keterampilan kognitif dan psikomotor dalam operasi hitung perkalian melalui metode jarimatika. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimental design dengan teknik pengumpulan data menggunakan soal tes. Sampel penelitian sebanyak 15 siswa kelas III SDN Rengrang Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil analisis penelitian,

menunjukkan bahwa rata-rata pretest x 1 = 67,40 dan rata-rata posttest x 2 = 86,67 dengan n1 dan n2 = 15,

Dengan α = 5% memalui perhitungan menggunakan SPSS diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil posttest lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pretest, maka dapat dikatakan bahwa metode jarimatika memberikan peningkatan terhadap keterampilan kognitif dan psikomotor dalam menghitung perkalian. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan kognitif dan psikomotor dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran jarimatika. Kata Kunci: Jarimatika, kognitif, perkalian, dan psikomotor.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dan diakui penting serta mendasar

dalam kehidupan manusia yang harus diajari sejak dini, karena matematika selalu ada dari mulai

sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Persoalan matematika yang sering dialami siswa yaitu

kurang terampil dalam mengoperasikan operasi hitung perkalian. Konsep perkalian yaitu

penjumlahan yang berulang, sehingga kemampuan dasar berhitung perkalian 1-10 seharusnya

sudah dikuasi oleh siswa kelas II SD, tetapi kenyataannya guru harus mengikuti alur dari

kurikulum, Awaliyah (2017).

Sebagai seorang guru yang menjadi fasilitator atau mediator untuk para siswa, harus

mempunyai wawasan yang luas agar bias menciptakan proses kegiatan pembelajaran yang aktif,

inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembira, dan berbobot serta keterampilan dalam

menggunakan media, model atau metode. Menurut Sanjaya (dalam Rahmat, 2019): “Metode adalah

cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan

nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk

merealisasikan strategi yang telah ditetapkan”. Jadi metode merupakan suatu alat dalam

159

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pelaksanaan pendidikan, yakni digunakan untuk penyampaian materi kepada para siswa

(Maesaroh, 2013).

Dalam kegiatan belajar mengajar tentunya tidak hanya aspek kognitif yang diutamakan, tetapi

aspek yang lain pun harus seimbang, salah satunya apek psikomotor. Metode yang melibatkan

aspek kognitif dan aspek psikomotor ialah metode jarimatika. Untuk melakukan metode jarimatika

ini menggunakan jari-jari tangan serta mudah digunakan kapan dan dimana saja (Nasution dan

Suya 2015; Elita, 2012). Jari-jari tangan siswa digunakan untuk membantu dalam operasi hitung

bilangan. “Metode jarimatika adalah suatu cara menghitung matematika dengan menggunakan alat

bantu jari”

Ranah kognitif adalah ranah yang berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi

enam apsek yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk

kognitiftingkat tinggi, Sudjana (2010). Anak usia SD pada umumnya senang bermain, senang

bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang praktik langsung, Abdul Alim (2009)

Metode jarimatika bukan hanya mengembangkan ranah kognitif saja, ranah psikomotornya pun

akan terasah.

Maka dengan itu, metode yang sederhana namun bermakna untuk mengembangkan

keterampilan kognitif dan psikomotor siswa dalam perkalian yaitu menggunakan metode

jarimatika. Dimana jari-jari tersebutlah yang digunkan siswa baik jari kanan ataupun jari kiri

supaya tidak tergantung pada kalkulator. METODE PENELITIAN

Penilitian ini menggunakan metode kuantitatif eksperimen untuk mengetahui pengaruh

metode jarimatika dalam meningkatkan aspek kognitif dan psikomotor siswa. Sugiyono (2014).

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan jenis penelitian Pre-Eksperimental

Design. Desain penelitian yang digunakan adalah The One-Group Pretest-Posttesst. Rancangan one

group pretest and posttest design, dilakukan terhadap satu kelompok tanpa adanya kelompok

control atau pembanding. Desain ini digunakan dalam suatu kelompok yang diberi perlakuan

(treatment). Tahap prosedur penelitian berawal dari pretest lalu treatment dan diakhiri oleh

posttest.

Adapun gambaran desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Bentuk Desain Penelitian

O1 = tes awal (pretest) sebelum perlakuan (treatment) diberikan

O2 = tes akhir (posttest) setelah perlakuan (treatment) diberikan

X = perlakuan

Berdasarkan prosedur penelitiaan, langkah pertama yang harus dilakukan peneliti yaitu

melakukan pretest untuk mengetahui keterampilan awal siswa selanjutnya diberikan treatment

atau perlakuan berupa penggunaan metode jarimatika dalam operasi hitung perkalian. Setelah itu,

peneliti melakukan posttest untuk mengetahui keterampilan siswa setelah diberikan treatment atau

perlakuan. Kemudian data dari pretest dan post-test di analisis sehingga didapat hasil penelitian.

Adapun tabel dari prosedur penelitian sebagai berikut:

Pretest

(Tes awal)

Treatment

(Perlakuan)

Posttest

(Tes akhir)

O1 X O2

160

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tabel 2. Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data

Instrumen pada penelitian ini berupa tes yang berjumlah 25 butir soal. Setelah diujicobakan

instrumen dianalisis untuk mencari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda.

Instrumen yang valid kemudian digunakan sebagai alat ukur keterampilan kognitif dan psikomotor

pada operasi hitung perkalian.

Uji coba soal dilaksanakan dengan jumlah siswa N = 15. Item soal dikatan valid jika t hitung > t tabel.

Dan taraf signifikan 5% didapat t tabel = 0,69. Soal tes yang diujikan sebanyak 30 butir soal, dan

setelah di uji validitas ada 25 butir soal yang valid sisanya tidak valid. Uji validitas menggunakan

software excel.

Instrumen penelitian dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat

mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur objek atau sesuatu yang akan diukur. Dalam hal

ini, dapat diartikan semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin bahwa

hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes. Untuk menguji reliabilitasnya

menggunakan bantuan software excel, jika lebih besar dari 0,6 maka dikatakan reliabel.

Berdasarkan uji instrumen tes soal dengan N = 15 dan St2 = 30,98, sehingga didapat r11 = 0,7985.

Maka uji reliabilitas soal tes dinyatakan reliabel.

Posttest

Treatment

Berupa penggunaan metode jarimatika

Pretest

Analisis Data

Hasil Penelitian

161

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

1. Analisis Data Hasil Penelitian

a. Uji Normalitas

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pretest Posttest

N 15 15

Normal Parametersa Mean 67.40 86.67

Std. Deviation 15.296 15.017

Most Extreme

Differences

Absolute .116 .269

Positive .115 .187

Negative -.116 -.269

Kolmogorov-Smirnov Z .448 1.041

Asymp. Sig. (2-tailed) .988 .229

a. Test distribution is Normal.

Dari data hasil penelitian diperoleh rata-rata pretest x 1 = 67,40 dan rata-rata postest x 2 = 86,67

dengan α = 5% nilai signifikansi ≤ 0,05 H0 ditolak atau signifikansi ≥ 0,05 H0 diterima diperoleh nilai

signifikansi pretest 0,988 ≥ 0,05 dan nilai signifikansi posttest 0,229 ≥ 0,05. Itu berarti nilai

signifikansi pretest dan posttest diterima atau berdistribusi normal.

2. N-Gain Pretest-Posttest

Analisis N-Gain untuk melihat pengaruh pennggunaan metode jarimatika pada operasi hitung

perkalian, maka akan dilakukan perhitungan normal gain terhadap perbedaan hasil sebelum

diberikan perlakuan (pretest) dengan hasil sesudah diberikan (posttest) yang dilaksanakan oleh

siswa kelas III SDN Rengrang Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya. Sebanyak N = 15

diperoleh jumlah hasil N-Gain adalah 9,96 dengan rata-rata x = 0,66.

a. Uji T

Tabel 3. Hasil Uji T

erdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, diperoleh data signifikansi (2 tailed) <

0,05, maka dapat disimpulkan penolakan terhadap H0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

pengaruh pengguanaan metode jarimatika dalam memberikan peningkatan yang signifikan

terhadap menghitung operasi perkalian di kelas III SD.

Pembahasan metode jarimarimatika merupakan salah satu metode alternatif untuk belajar

berhitung melalui media jari-jari tangan serta faktor eksternal yang penting bagi peningkatan

prestasi belajar pada diri siswa. Permatasari (dalam Zerri, 2017) bahwa metode jarimatika mampu

Paired Samples Test

df Sig. (2-

tailed)

Pair 1

Pretest

-

protest

14 .000

162

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

meningkatkan prestasi belajar matematika siswa sekolah dasar karena siswa antusias dan mampu

membangun sikap positif ketika belajar matematika. Kemudian dilakukan pretest dan posttest

untuk memperoleh data serta diolah dan dibandingkan hasilnya. Perbandingan ini bertujuan untuk

mengetahui selisih atau perbandingan menghitung operasi perkalian sebelum dan sesudah

menggunakan metode jarimatika.

Dari hasil olah data dalam penelitian, membuktikan adanya keterampilan kognitif dan psikomotor

dalam menghitung operasi perkalian yang begitu bervariatif, maksudnya ialah setiap siswa

memiliki keterampilannya masing-masing yang berbeda baik sebelum ada perlakauan atau pretest

maupun sesudah ada penggunaan metode jarimatika atau posttest.

SIMPULAN

Ketika menggunaan metode jarimatika, pada saat memberikan pemahaman kepada para siswa SD,

gunakan bahasa yang mudah dimengerti, berikan contoh-contoh yang real serta sederhana agar

siswa lebih mudah memahami. Berikan beberapa contoh dari siswa yang dirasa sudah bisa dan

mampu menghitung perkalian sesuai dengan tahapan yang sudah dijelaskan agar bisa membantu

siswa yang lain untuk mudah memahami, berikan bimbingan dan arahan ketika pembelajaran

berlangsung agar siswa paham terkait konsep pembelajaran konstektual.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, A. (2009). Permainan Mini Tenis untuk Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan

Kesehatan Siswa di Sekolah Dasar. JPJI, 6(2), 82.

Awaliyah, K.A. (2017). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Perkalian

Dengan Teknik Jarimatika. (Skripsi). Pendidikan Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Elita, S. (2012). Efektifitas Metode Jarimatika Dalam Meningkatkan Kemampuan Perkalian Bagi

Anak Kesulitan Belajar. Jurnal ilmiah pendidikan Khusus, 1(1), 23-34.

Lestari, E.K & Mokhammad R.Y. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika

Aditama.

Maesaroh, S. (2013). Peranan metode pembelajaran terhadap minat dan prestasi belajar

pendidikan agama Islam. Jurnal Kependidikan, 1(1), 150-168.

Nasution, T. K., & Surya, E. (2015). Penerapan teknik jarimatika dalam upaya meningkatkan

kemampuan operasi hitung perkalian bilangan. Edumatica: Jurnal Pendidikan Matematika,

5(02).

Rahmat, P. S. (2019). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.

Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitiam Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Zerri, dkk. (2017). Peningkatan Kemampuan Matematis Pada Siswa Sekolah Dasar SD Negeri 2

Sumber Agung Melalui Pendekatan Jarimatika. JPSD, 3(1), 26-32.

163

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis STEM

untuk Anak Kelompok B di PAUD Hikmah Sopyana1, Dindin Abdul Muiz2, Elan3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is a product development in the form of lesson plans as an effort to increase teacher knowledge in developing 21st century skills oriented lesson plans. STEM learning can be used as an alternative in building these skills. This study aims to produce lesson plans products that are compatible with the components contained in the 2013 curriculum. The development method used in this research is Educational Design Research (EDR) Mc Kenney and Reaves model which consists of 3 stages 1) analysis and exploration is analyzing the needs and context of the problems found in the field; 2) design and construction is the design for product development; 3) evaluation and reflection is a trial of a product that is developed for later evaluation. The result of the study obtained the results of the validation of experts and practitioners to the lesson plans categorized as very valid but there are some that need to be revised. While the practicality is assessed based on the results of the implementation of learning carried out by 2 meetings. This the results of this development research show that STEM based lesson plans meets valid, practical and effective qualifications. Keywords: Development, Lesson Plan, STEM learning Abstrak Penelitian ini merupakan pengembangan produk berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai upaya meningkatkan pengetahuan guru dalam menyusun RPP berorientasi pada keterampilan abad 21. Pembelajaran STEM dapat dijadikan alternative dalam membangun keterampilan tersebut. Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan komponen-komponen yang terdapat dalam kurikulum 2013. Motode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Educational Design Research (EDR) model Mc Kenney dan Reaves yang terdiri dari 3 tahap yaitu1) analysis and exploration yaitu menganalisis kebutuhan dan konteks masalah yang terdapat di lapangan; 2) design and construction yaitu perancangan untuk pengembangan produk; 3) evaluation and reflection yaitu uji coba terhadap produk yang dikembangkan untuk kemudian dievaluasi. Hasil penelitian diperoleh hasil validasi ahli dan praktisi terhadap RPP dikatogerikan sangat valid namun ada beberapa yang perlu direvisi. Sedangkan kepraktisan dinilai berdasarkan hasil keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Dengan demikian hasil penelitian pengembangan ini menunjukan bahwa RPP berbasis STEM memenuhi kualifikasi valid, praktis dan efektif. Kata Kunci: Pengembangan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Pembelajaran STEM

PENDAHULUAN

Pendidikan saat ini diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi yang memiliki

keterampilan abad 21 yaitu keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, kreatif dan

kolaborasi atau dikenal dengan keterampilan 4C. Pembelajaran berbasis STEM (Science,

Technology, Engineering, and Mathematics) dapat dijadikan alternative yang dapat digunakan untuk

membangun keterampilan tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Guzey (dalam Nuraeni,

2019) menyatakan bahwa pembelajaran STEM mampu membantu siswa untuk mengembangkan

keterampilan abad 21. Karena pembelajaran STEM berbasis pemecahan masalah sehingga melatih

siswa menyelesaikan masalah yang menyerupai masalah di dunia nyata dengan cara berpikir kritis

dan kreatif. Tujuan pembelajaran berbasis STEM sejalan dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu

mempersiapkan manusia Indonesia supaya memiliki kecakapan hidup sebagai pribadi dan warga

negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Sehingga pembelajaran

STEM dapat diterapkan di PAUD guna memecahkan masalah pendidikan (Wjaya, dkk 2015).

Selain penggunaan pendekatan atau metode yang tepat dalam memecahkan masalah

pendidikan, satuan pendidikan perlu merencanakan pendidikan dengan baik dengan didukung oleh

perangkat pembelajaran yang valid, praktis, dan efektif yang dapat diperoleh melalui penelitian

pengembangan. Sujadi (dalam Fatmawati, 2016) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai

suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau

menyempurnakan produk yang telah ada dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Rochmad

164

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

(Ariyanti, 2020) bagian terpenting dari penelitian pengembangan adalah perlu dilakuka uji kualitas

produk. Sehingga pada penelitian ini peneliti melakukan berbagai kegiatan mulai dari menganalisis

kebutuhan masalah, menyusun desain sebagai solusi masalah, dan mengimplentasikan solusi dari

masalah tersebut dengan melakukan uji coba kemudian direvisi. Adapun uji kualitas produk

menurut Neieveen (Ariyanti, 2020) meliputi uji validitas, uji kepraktisan, dan uji efektivitas.

Dikatakan valid apabila setiap komponen perangkat pembelajaran yang dikembangkan memiliki

keterikatan dan kekonsistenan terhadap model pembelajaran yang diterapkan atau digunakan,

dikatakan praktis apabila perangkat tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, dan dikatakan

efektif apabila dengan penggunaan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dengan demikian, dalam menciptakan pembelajaran yang

kondusif serta mencapai hasil yang diharapkan harus didukung oleh validitas, kepraktisan dan

efektivitas dari perangkat pembelajaran itu sendiri.

Perangkat pembelajaran menjadi hal yang sangat penting dalam keberlangsungan proses

belajar mengajar. Setiap pendidik memiliki kewajiban untuk menyusun perangkat pembelajaran

terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Adapun perangkat pembelajaran

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana

pelaksanaan pembelajaran adalah sebuah prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang harus

dibuat dan digunakan oleh guru dalam melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran dengan hasil

siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mulyasa

(dalam Nasirun dkk, 2018) “Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih

kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus”. Dalam

menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran langkah-langkah pembelajaran yang disusun harus

sistematis dan terperinci sesuai dengan komponen-komponen penyusunan rencana pembelajaran

yang ada pada kurikulum 2103. Menurut Wahyuni (2018) komponen-komponen penyusunan

rencana pelaksanaan pembelajaran meliputi identitas program, materi, alat dan bahan, kegiatan

pembukaan, kegiatan inti, kegiatan penutup, dan rencana penilaian.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa pendidik masih

kesulitan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada

keterampilan abad 21 sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran yang dihasilkan dirasa masih

kurang. Pendidik menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ada sehingga

rencana pelaksanaan pembelajaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan siswa. Kendala lainnya yaitu kurangnya penguasaan dan pemahaman pendidik

terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dokumen RPP

yang dikembangkan pendidik, diketahui bahwa RPP yang ada masih berupa langkah-langkah

pembelajaran yang kurang sistematis dan rinci.

Berdasarkan permasalahan di atas penelitian bermaksud mengembangan rencana

pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM untuk anak kelompok B di PAUD. Adapun tujuan dari

penelitian ini mendeskripsikan kebutuhan yang belum tersedia untuk melaksanakan pembelajaran

berbasis STEM di PAUD, untuk mengembangkan dan mendeskripsikan bentuk rancangan RPP

berbasis STEM untuk dapat dilaksanakan di PAUD, untuk mendeskripsikan hasil uji coba dan

produk akhir RPP berbasis STEM.

PEMBAHASAN

Penelitian pengembangan ini bertujuan menghasilkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

berbasis STEM pada tema Lingkunganku sub tema rumahku untuk anak Kelompok B di PAUD yang

memiliki kualifikasi valid, praktis dan efektif. Proses pengaplikasian STEM terlihat ketika anak

melakukan rekaya produk atau engineering design process. Menurut lottero perdue (2013)

Engineering design process yang dapat digunakan dalam pembelajaran STEM untuk anak

165

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

usia dini diantaranya ask(bertanya), imagine(membayangkan), try(mencoba), try again

(mencoba kembali). Rencana pelaksanaan pembelajaran dikembangkan dengan menggunakan

metode Educational Design Research model McKenney & Reeves (2012) yang terdiri dari 3

tahap penelitian. Adapun hasil yang didapat pada setiap tahap sebagai berikut.

1. Analysis and Exploration

Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi masalah dan analisis masalah dengan studi

pendahuluan. Studi pendahuluan yang dilakukan yaitu studi literatur dan studi lapangan. Studi

literatur dilakukan dengan mencari berbagai rujukan dan sumber baik dari buku, jurnal, dan

sumber lainnya mengenai solusi yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah pendidikan yang

mengharuskan siswa memiliki keterampilan abad 21. Berdasarkan hasil studi literatur

pembelajaran STEM merupakan pendekatan pembelajaran yang mampu membangun siswa

memiliki keterampilan abad 21. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sari (2019) bahwa

“Pembelajaran STEM disarankan untuk membantu keberhasilan abad 21. Karena pembelajaran

STEM mengintegrasikan antara sains, teknologi, teknik dan matematika”. Sedangkan studi lapangan

dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada guru, observasi dan studi dokumentasi

terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat dan digunakan guru. Berdasarkan hasil

wawancara dengan guru kelompok B RA Al-Istiqomah didapatkan informasi bahwa pendidik belum

memiliki pengetahuan, penguasaan dan pemahaman yang cukup mengenai rencana pelaksanaan

pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan abad 21. Berdasarkan hasil analisis dokumen

RPP yang dikembangkan guru, diketahui bahwa RPP yang ada masih berupa langkah-langkah

pembelajaran yang kurang sistematis dan rinci.

2. Design and Contruction Pada tahap ini peneliti merancang prinsip desain, menentukan Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD), menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, menentukan materi ajar,

menentukan konsep unsur STEM, menentukan HLT (Hypothetical Learning Trajectory) dan

merancang prototype awal rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM. Pada tahap ini

terdapat hasil validasi dan revisi terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan.

a. Validasi Produk

Setelah dilakukan perancangan RPP berbasis STEM, produk berupa RPP berbasis STEM

tersebut divalidasi oleh para ahli. Menurut Mulyatiningsing (dalam Maulia, 2018) pada validasi

produk tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari ahli materi dan ahli media

berdasarkan komponen-komponen penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Tabel 1. Hasil Validasi Produk Perencanaan Pembelajaran

No Aspek Yang Dinilai Rata-rata Kategori

1. Identitas 70,00 Cukup valid

2. Kompetensi Dasar 91,60 Sangat valid

3. Materi 75,00 Cukup valid

4. Alat dan Bahan 73,00 Cukup valid

5. Kegiatan pembelajaran 93,00 Sangat valid

6. Penilaian 88,00 Sangat valid

Rata-rata 81,7 Cukup valid

Berdasarkan hasil validasi dapat disimpulkan bahwa pengembangan rencana pelaksanaan

pembelajaran berbasis STEM pada prototype awal cukup valid dan layak digunakan dengan

perbaikan. Perbaikan disesuai dengan saran dari validator terhadap pengembangan rencana

pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM yang telah dibuat.

b. Revisi produk

Setelah produk rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM divalidasi oleh validator

ahli yaitu dosen dan guru. Selanjutnya tahap revisi produk rencana pelaksanaan pembelajaran

166

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

berbasis STEM. Produk diperbaiki sesuai dengan saran perbaikan yang diberikan. Berikut indikator

yang memerlukan perbaikan antara lain tema, alokasi waktu, keterangan penilaian pada setiap

tahap pembelajaran, kegiatan dengan pemanfaatan lingkungan sekitar, dan kegiatan

menyimpulkan.

Tabel. 2 Hasil Revisi Berdasarkan Saran Validator

No Indikator Penilaian Sebelum Revisi Sesudah Revisi

1. Tema Tema: Alam Semesta

Ciptaan Allah Sub tema : Lingkunganku

Tema: Lingkunganku Sub tema : Rumah

2. Alokasi Waktu Tidak ada alokasi waktu untuk setiap tahap pembelajaran

Ada alokasi waktu untuk setiap tahap pembelajaran 6 x 30 menit

3. Memuat rencana memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar

Tidak ada pemanfaatan lingkungan sekitar

Mewarnai menggunakan pewarna alami seperti daun, bunga dll

4. Kegiatan Pembelajaran Tidak ada keterangan penilaian pada setiap tahapan pembelajaran

Diberi keterangan 4C

5. Memuat aktivitas siswa untuk menyimpulkan atau merangkum materi pembelajaran

Kesimpulan dalam kegiatan penutup belum spesifik.

Konteks kalimat saat kegiatan menyimpulkan materi sudah diperbaiki.

3. Evaluation and Reflection

Pada tahap ini dilakukan uji coba sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil uji coba siklus 1 yang

telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kurang berjalan dengan baik sesuai

dengan yang telah dituangkan dalam RPP, karena masih terdapat tahapan pembelajaran yang tidak

terlaksana dan tidak begitu terlihat atau jelas pelaksanaannya. Rencana pelaksanaan pembelajaran

belum memenuhi criteria praktis yaitu mudah digunakan karena pada kenyataannya peneliti masih

mengalami banyak kesulitan. Adapun yang dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran pada uji coba

selanjutnya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan. Maka perlu adanya refleksi

setelah melaksakan pembelajaran. Sehingga peneliti dapat mengetahui sendiri kekurangan dan

kelebihan dari produk rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Setelah dilakukan

refleksi selanjutnya dilakukan revisi. Revisi diperlukan untuk memperbaiki rencana pelaksanaan

pembelajaran agar rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan selanjutnya lebih optimal.

Dan mencapai nilai kepraktisan dan efisien.

Selanjutnya berdasarkan hasil uji coba siklus 2 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran secara

keseluruhan berjalan lancar sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang dituangkan pada

rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun refleksi dari hasil observasi dan kuisioner yang diisi

oleh guru setelah peneliti melaksanakan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa proses

pembelajaran yang telah dilakukan sudah sesuai dengan tahapan dan sudah mencakup seluruh

materi dengan media yang digunakan sudah terkandung program-program pengembangan

pembelajaran untuk anak usia dini sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah

ditentukan.

Setelah dilaksanakan uji coba sebanyak dua kali terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran

berbasis STEM dengan media Building Plumbing. Dapat ditarik kesimpulan bahwa produk tersebut

telah memenuhi kriteria valid berdasarkan validator ahli, dan telah di uji efektifitas dan

efisiensinya sebanyak 2 kali di RA Al-Istiqomah. Sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran

berbasis STEM dengan media Building Plumbing dapat digunakan Kelompok B di PAUD.

167

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

STEM menggunakan motode pengembangan Educational Design Research (EDR) model Mc Kenney

dan Reaves yang terdiri dari 3 tahap yaitu analysis and exploration, design and construction dan

evaluation and reflection. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan model

pengembangan tersebut diperoleh rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM yang

memenuhi kualifikasi valid, praktis dan efisien. Dikatakan valid karena hasil validasi ahli

menunjukkan semua komponen rencana pelaksanaan pembelajaran tergolong kriteria valid layak

digunakan dengan perbaikan, dikatakan praktis karena hasil keterlaksanaan RPP tergolong sangat

baik dilihat dari respon guru dan siswa, dikatakan efektif karena menunjang kegiatan

pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, P.L, Dantes, N. & Marhaeni, A.A. I. N. (2020). Pengembangan RPP tema keluargaku pada

siswa kelas i berbasis kecakapan belajar dan berinovasi abad 21. Universitas Pendidikan

Ganesha, 4 (1).

Fatmawati, A. (2016). Pengembangan perangkat pembelajaran konsep pencemaran lingkungan

menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah untuk SMA kelas X. EduSains, 4(2),

hlm. 94-103.

Lottero-Perdue, P., Michelle, B., Kagan, M., Linda, R., & Webb, T. (2013). an engineering

design process for, hlm. 770-77.

Maulia, H. H & Wulandari, T. S. H .(2018). Uji validasi pengembangan LKS (Lembar Kerja Siswa)

Biologi SMA berbasis problem based learning pada materi perubahan lingkungan untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Proceeding Biology Education Conference, 15 (1).

McKenney, S. E., & Reeves, T. C. (2012). Introduction. Conducting Educational Design Research, hlm.

1-5

Nasirun, M. & Yulidesni. (2018). Upaya peningkatan kemampuan calon pendidik dalam penyusunan

program pembelajaran (RPPM dan RPPH) dan penerapan dalam pembelajaran sesuai

kurikulum 2013 mahasiswa semester V dalam Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran S1

PGPAUD FKIP Universitas Bengkulu: Early Childhood Education Journal of Indonesian, 1 (1).

Nuraeni, F. (2019). Strategi integrasi desain rekayasa pada pembelajaran IPA. Sumedang: UPI

Sumedang Press.

Sari, Y.S., Selisne, M., & Ramli, R. (2019). Role of students worksheet in STEM approach to achieve

competence of physics learning. Journal of Physics: Conf. Series 1185(2019)012096. doi:

10.1088/1742-6596/1185/1/012096.

Wahyuni, M., Yuliantina, I., & Ritayanti, U. (2018). Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Diroktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.

Wijaya, A. D., Karmila, N., & Amalia, M. R. (2015). Implementasi Pembelajaran Berbasis STEAM

(Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) Pada Kurikulum Indonesia. In Proseding

Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, Balai Sawala Unpad Padjajaran.

168

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

TIGA FUNGSI BAHASA PADA ANAK SEKOLAH DASAR

(Studi di Kelas V SD Negeri 2 Bangunharja Kecamatan Cisaga) Andi Komara Faudillah1

SD Negeri 2 Bangunharja

[email protected]

Abstract The development of language functions of students at SD Negeri 2 Bangunharja is influenced from within and outside of him. Language has certain functions including: Instrumental function; Regulatory Functions; Intraction Function; Personal Functions; Heuristic Functions; Imaginative Function; Representational Functions. This study uses a descriptive method with a qualitative approach, data collection techniques; Interview; Observation; Documentation study, and perform data triangulation. Data collection tools in this study; Interview guidelines; Observation Guidelines; Documentation Study Guidelines. And in data analysis using the stages: Data collection; Data reduction; Presentation of Data; Drawing conclusions and data verification. Research shows that students; The development of the interactional function of language in students has perfect achievement. The development of the Heuristic function of language in students has less than perfect achievement. The development of the imaginative function of language in students has less than perfect achievement. Keywords: Three Language Functions, Students. Abstrak Perkembangan fungsi bahasa peserta didik di SD Negeri 2 Bangunharja, ini dipengaruhi dari dalam diri dan luar dari dirinya. Bahasa memliliki fungsi tertentu diantaranya: Fungsi Instrumental; Fungsi Regulatoris; Fungsi Intraksion; Fungsi Personal; Fungsi Heuristik; Fungsi Imajinatif; Fungsi Representasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data; Wawancara; Observasi; Studi dokumentasi, serta melakukan triangulasi data. Alat Pengumpul data dalam penelitian ini; Pedoman Wawancara; Pedoman Observasi; Pedoman Studi Dokumentasi. Serta dalam analisis data menggunakan tahapan-tahapan: Pengumpulan data; Reduksi Data; Penyajian Data; Penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Penelitian menunjukan bahwa peserta didik; Perkembangan fungsi Interaksional bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian sempurna. Perkembangan fungsi Heuristik bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian yang kurang sempurna. Perkembangan fungsi Imajinatif bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian yang kurang sempurna. Kata Kunci: Tiga Fungsi Bahasa, Peserta Didik.

PENDAHULUAN

Peserta didik di usia 7-13 tahun (usia SD) mengalami perkembangan yang sangat kompleks.

Banyak faktor yang sangat berpengaruh dan saling berhubungan dalam proses perkembangan

anak, baik unsur dalam diri ataupun unsur luar diri, seperti halnya pengalaman yang di dapat dari

aktivitas sosial, “Konteks sosial merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar seorang

anak. Pengalaman interaksi social ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berfikir

anak. Interaksi antara anak denga lingkungan sosialnya akan menciptakan bentuk-bentuk aktivitas

mental yang tinggi.” (Vigotsky dalam Masganti, 2012 :13). Perkembangan peserta didik di SD

Negeri 2 Bangunharja, Kecamatan Cisaga tentu berbeda dari setiap individunya, hal ini dipengaruhi

dari dalam diri dan luar dari dirinya, terutama dalam fungsi bahasa, (Keraf, 2001:1)

mengemukakan bahwa “bahasa merupakan alat komunikasi antar masyarakat berupa simbol bunyi

yang dihasilkan oleh alat ucap manusia”. Sehingga dapat di sepakati bahwa bahasa sejatinya alat

komunikasi manusia berupa lambang suara yang diejabunyikan. Cakupan bahasa sangat luas

sekali, (G Keraf, 2001:1) ….. Selain alat ucap, bahasa juga bisa dilakukan dengan gerakan, itu

merupakan bahasa khusus dengan orang yang memang butuh perhatian khusus. Bahasa itu adalah

sesuatu yang masih bersifat potensial. Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang tersimpan

dalam pusat ingatan (memory) kita, siap untuk dituangkan (aktualisasikan). Dapat dikerucutkan

pengertian bahasa secara umum tidak selalu keluar dari alat ucap manusia, melainkan bisa dengan

gerakan juga dengan simbol (tulisan). Begitu halnya dengan jenis bahasa yang kerap ditemui di

sekolah dasar, maka dari itu bahasa pada anak usia SD dapat diklasifikasikan menjadi bahasa lisan,

dan bahasa tulis. Bahasa lisan adalah bentuk ekspresi dari perasaan seseorang atau individu,

169

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

(Barokah, 2003:67) mendefinisikan bahwa “bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap

dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam bahasa lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosa

kata dan lafal.” Sedang bahasa tulis menunjukan hubungan rohani yang tidak langsung, bahasa tulis

didukung dengan alat bantu tulis, lebih dalam (Tarigan, 1986: 15) menjelaskan bahwa menulis

diartikan sebagai sebuah kegiatan menuangkan ide, gagasan dengan menggunakan bahasa tulis

sebagai media penyampai. Berdasarkan Latar Belakang, peneliti merumuskan masalah diatas

sebagai berikut: Bagaimana Perkembangan Fungsi Interaksional Bahasa Peserta didik Kelas V?;

Bagaimana Perkembangan Fungsi Heuristik Bahasa Peserta didik Kelas V?; Bagaimana

Perkembangan Fungsi Imajinatif Bahasa Peserta didik Kelas V?

Fungsi Bahasa Anak Usia SD

Bahasa dalam penggunaannya memiliki fungsi yang sering tidak sadar kita rasakan sebagai

pengguna. Fungsi bahasa akan dirasakan oleh semua manusia, tidak terkecuali anak sekolah dasar.

Menurut (M.A.K Halliday dalam Sumarlam 2003:1-3) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk

keperluan: a). Fungsi Instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu; b). Fungsi

Regulatif, bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain; c). Fungsi Intraksional,

bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; d). Fungsi Personal, bahasa dapat

digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; e). Fungsi Heuristik, bahasa dapat digunakan

untuk belajar dan menemukan sesuatu; f). Fungsi Imajinatif, bahasa dapat difungsikan sebagai

sarana untuk menciptakan dunia imajinasi; g). Fungsi Representasional, bahasa digunakan untuk

menyampaikan informasi. Perkembangan bahasa merupakan hasil belajar dari lingkungan.

Tugas-Tugas Pokok Anak Usia SD dalam Perkembangan Fungsi Bahasa

Perkembangan fungsi bahasa anak usia SD akan sangat kentara terlihat. Anak yang ada di

lingkungan sekolah tentu akan mendapatkan asupan-asupan lambang bunyi yang baru (bahasa).

Dalam perkembangannya peserta didik terkondisikan oleh lingkungan sekolah. Bila ditelisik lebih

dalam dan ditinjau dari keadaan riil fungsi bahasa yang sering dijumpai, yakni:

Penggunaan Bahasa sebagai sarana interaksi sosial/ komunikasi (Interaksional)

Pada hakikatnya bahasa merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan

orang lain, meliputi daya cipta dan sistem aturan. Dengan daya cipta tersebut manusia dapat

menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan

aturan yang terbatas. Bahasa dimanfaatkan manusia untuk berkomunikasi, tidak terkecuali anak

usia sekolah dasar. Dalam penggunaannya dilingkungan sekolah seringkali anak menggunakan atau

memilih kata-kata serta kalimat yang halus, hal ini karena anak terkondisikan dengan lingkungan

sekolah, dan sudah semestinya tugas pokok peserta didik berbicara menggunakan bahasa yang

sopan dan santun. Lebih dalam Van Dijk (1997) mendefinisikan wacana sebagai bahasa yang

digunakan dalam sebuah interaksi sehingga makna yang dibawa dari aspek verbal itu dikaitkan

dengan konteks terjadinya interaksi yang bersangkutan, baik itu konteks situasi maupun konteks

budaya yang melatar belakanginya. Selanjutnya bentuk bahasa berupa tuturan yang berfungsi

untuk berinteraksi bahasa secara lisan dapat katakana sebuah wacana, selebihnya Idat (1994:4)

menambahkan bahwa wacana digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang

menggambarkan muatan makna.

Penggunaan Bahasa sebagai pengumpul informasi (Heuristik)

Fungsi bahasa sebagai alat untuk mencari informasi mengingatkan pada apa yang secara

umum dikenal dengan pertanyaan sebab fungsi ini sering disampaikan dalam bentuk pertanyaan-

pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus, anak-anak sering memanfaatkan fungsi ini

dengan berbagai pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” yang tidak putusnya dalam

konteks pembelajaran, ketika peserta didik melakukan hal tersebut itu berarti mereka sudah

menjalakan fungsi heuristik bahasa, lebih dalam M.A.K Halliday (dalam Alwasilah, 1985: 28)

Menjelaskan bahwa “fungsi bahasa heuristik merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk

170

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menyelidiki realitas dan mempelajari tentang banyak hal. Fungsi ini melibatkan penggunaan

bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang lingkungan

disekitarnya.”, hal tersebut menjadi salah satu tugas pokok peserta didik yang seharusnya

dilakukan ketika sedang belajar.

Penggunaan Bahasa sebagai ekspresi diri (Imajinatif)

Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita-cerita yang terbangun dalam benak/ pikiran

anak dan dituangkan kedalam bahasa tulis maupun lisan. Halliday (dalam Alwasilah, 1985:30)

Menegaskan bahwa “fungsi imajinatif merupakan fungsi pemakaian bahasa itu sendiri untuk

kesenangan bagi penutur maupun pendengar. Bahasa bisa digunakan untuk mengungkapkan

pikiran atau gagasan baik sesungguhnya atau tidak, perasaan atau khayalan.”.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SDN 2 Bangunharja, Kec. Cisaga, Kab.Ciamis. Penelitian

dilaksanakan selama satu bulan terhitung bulan Februari-Maret 2020, dengan partisipan peserta

didik kelas V sebanyak 14 orang dan wali kelas 5 sebagai informan penelitian. Dalam pembahasan

ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskripsi hasil

penelitian bersumber dari data hasil wawancara dengan informan, observasi langsung dan studi

dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan wali kelas 5 dengan menggunakan pedoman

wawancara, peneliti menyusun pertanyaan berdasar aspek yang sedang diteliti, selain itu aspek

tersebut dikembangkan kembali kedalam indikator-indikator ketercapaian. Observasi dilakukan

secara langsung ketika sedang pembelajaran berlangsung, peneliti menyusun pedoman observasi

sesuai dengan topik yang sedang di angkat, serta mencatat hal-hal yang sekiranya penting dan

menunjang dalam pemerolehan data penelitian. Untuk selanjutnya peneliti melakukan pengkajian

dokumen-dokumen terkait dengan fungsi kebahasaan yang dimiliki wali kelas kelas 5, sehingga ke

tiga sumber peneliatian itu saling mendukung dan berkaitan untuk menghasilkan data penelitian.

Teknik pengolahan data yang digunakan adalah dengan tahapan: 1). Pengumpulan Data;

dalam tahapan ini peneliti mengumpulkan data relevan dengan kebutuhan penelitian, data tersebut

diambil berdasarkan ketiga teknik pengumpulan data. 2). Reduksi Data; dalam tahapan ini terjadi

pemilihan data yang dihasilkan setelah melaksanakan pengumpulan data data sipilih berdasarkan

aspek dan indikator yang sekiranya dibutuhkan dalam penelitian. 3). Penyajian Data: Dalam

tahapan ini hasil data yang di seleksi dan disajikan sesuai dengan jumlah partisipan berdasarkan

aspek dan indikator yang sudah di susun sebelumnya untuk keperluan penarikan kesimpulan; 4).

Penarikan Kesimpulan dan verifikasi; tahapan ini merupakan tahapan terakhir yakni penarikan

kesimpulan dari data yang telah disajikan sesuai dengan kategorisasi yang telah ada. Miles dan

Huberman (1992:90) menggambarkan siklusnya seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif

DATA

COLLECTION

DATA

DISPLAY

CONCLUTION

DRAWING &

VERIFYNG

DATA

REDUCTIO

N

171

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Temuan

Gambar 2. Presentase Penggunaan Fungsi Bahasa Peserta Didik

Fungsi Interaksional Bahasa

Data yang ditemukan berdasar hasil wawancara dengan informan menyimpulkan bahwa;

Nuansa komunikasi peserta didik dalam pembelajaran cenderung hangat dan interaktif

berkomunikasi; Pilihan kata halus ketika mereka berbicara dengan guru. Temuan peneliti dalam

aspek fungsi interaksional bahasa, anak cenderung interaktif dan dan adaptif ketika berkomunikasi

dengan lawan bicara. hal ini dapat dilihat dalam tabel yang ditunjukan oleh perolehan kategori

“Sempurna”, yang berarti semua indikator terpenuhi: 1.) Menggunakan Bahasa (lisan) dalam

interaksi sosial; 2.) Kata yang digunakan cenderung halus ketika berbicara dengan guru/orang tua;

3.) Kata yang digunakan cenderung kata keseharian bila berbicara dengan teman; 4.) Interaktif dan

adaptif dalam penggunaan bahasa, Hal ini selaras dengan Van Dijk (1997) mendefinisikan wacana

sebagai bahasa yang digunakan dalam sebuah interaksi sehingga makna yang dibawa dari aspek

verbal itu dikaitkan dengan konteks terjadinya interaksi yang bersangkutan, baik itu konteks

situasi maupun konteks budaya yang melatar belakanginya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

perkembangan fungsi bahasa peserta didik kelas V di SDN 2 Bangunharja dapat dikatakan

berkembang seiring dengan bertambahnya usia mereka.

Fungsi Heuristik Bahasa

Data yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan wawancara dengan informan dapat

disimpulkan bahwa; Peserta didik menggunakan kata “Apa” ketika bertanya seputar pembelajaran;

Peserta didik menggunakan kata “Mengapa” ketika ingin mengetahui alasan; Peserta didik tidak

menggunakan kata “Bagaimana” ketika bertanya dalam pembelajaran. Temuan peneliti

mengandung arti bahwa dalam fungsi heuristik bahasa peserta didik menemui kendala, hal ini

karena ada salah satu indikator yang tidak terlaksanakan, yakni 3). Menggunakan kata “Bagaimana”

172

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

ketika hendak bertanya kepada lawan bicara (lisan). Sedang yang terpenuhi adalah 1).

Menggunakan kata “Apa” ketika hendak bertanya kepada lawan bicara; 2). Menggunakan kata

“Mengapa” ketika hendak bertanya kepada lawan bicara (lisan), sehingga dalam tabel temuan pada

aspek fungsi heuristik bahasa ada pada kategori “Kurang Sempurna”. Dapat disimpulkan bahwa

perkembangan fungsi heuristik bahasa di kelas V SDN 2 Bangunharja menemui hambatan, hal ini

ditunjukan bahwa ada salah satu indikator yang tidak terpenuhi, dan pada dasarnya peserta didik

cenderung kurang berminat untuk mengetahui cara-cara ataupun tahapan-tahapan dalam

pembelajaran, dengan kata lain mereka hanya sampai mengetahuinya saja. Secara konseptual hal

ini sejalan dengan M.A.K Halliday (dalam Alwasilah, 1985: 28) yang menjelaskan bahwa “fungsi

bahasa heuristik merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk menyelidiki realitas dan mempelajari

tentang banyak hal. Fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu

pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang lingkungan disekitarnya.”.

Fungsi Imajinatif Bahasa

Wawancara peneliti dengan informan memperoleh data yang menyimpulkan bahwa

peserta didik; Membuat karya dalam bentuk bahasa tulis; Penggunaan diksi dalam penulisan karya

cenderung sederhana. Fungsi Imajinatif Bahasa memililiki tiga indikator yang menunjukan

keberhasilan anak menggunakan fungsi imajinatifnya dalam bahasa tulis. Temuan Peneliti

keterpenuhan indikator dalam fungsi ini hanya dua, yakni: 1). Membuat karya dalam bentuk bahasa

tulis; 2). Penggunaan diksi dalam penulisan karya cenderung sederhana. Sedang yang tidak

terpenuhi adalah indikator: 3). Membuat karya berdasarkan ide/gagasan sendiri. Peserta didik

cenderung meniru ide atau gagasan temannya yang mempunyai keinginan mengungkapkan

ide/gagasan, hal ini disinyalir sebagai alternatif untuk merangsang daya cipta ide, Halliday (dalam

Alwasilah, 1985:30) Menegaskan bahwa “fungsi imajinatif merupakan fungsi pemakaian bahasa itu

sendiri untuk kesenangan bagi penutur maupun pendengar. Bahasa bisa digunakan untuk

mengungkapkan pikiran atau gagasan baik sesungguhnya atau tidak, perasaan atau khayalan.”.

Dalam fungsi imajinatif peserta didik di kelas V SDN 2 Bangunharja menemui hambatan, sehingga

dalam tabel temuan pada aspek fungsi imajinatif bahasa ada pada kategori “Kurang Sempurna”

SIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka di simpulkan bahwa: 1). Perkembangan

fungsi Interaksional bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari tabel hasil temuan memiliki

ketercapaian “sempurna”, karena semua indikator terlaksana; 2). Perkembangan fungsi Heuristik

bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari tabel hasil temuan memiliki ketercapaian yang

“kurang sempurna”, karena ada salah satu indikator yang tidak tercapai; 3). Perkembangan fungsi

Imajinatif bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari indikator yang memiliki ketercapaian

yang “kurang sempurna”, hal ini ditunjukan dengan salah satu indikator yang tidak tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. C. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Barokah, S. (2003). Ragam Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University press.

Dijk, T.A. (1993). Principle of Discourse analysis. Discourse and Society, 4 (2). 00. 249-283.

Idat, T.F.DJ. (1994). Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar unsur. Bandung: PT Eresco.

Keraf, G. (2001). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Miles, M.B. dan A.M. Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode

Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Sit, M (2012). Perkembangan Peserta Didik. Medan: Perdana Publishing.

Sumarlam. (2003). Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra

Tarigan, H. G. (1986). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

173

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Nilai Karakter dalam Permaian Tradisional Congklak untuk

Anak-anak pada Komunitas Icikibung Tasikmalaya Ira Anggraeni1, Aan Kusdiana2, Rosarina Giyartini 3

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by the lives of children who cannot be separated from playing activities. There are many types of games, including traditional games. However, over time and technology has resulted in many traditional games being forgotten. The purpose of this study was to describe the form of the Congklak game and the results of the analysis of character values in the traditional Congklak game in the Tasikmalaya Icikibung Community. This study uses a qualitative approach and descriptive methods, data collection procedures use observation and interviews. Based on the research results, the dominant character values are the character values of obedience, honesty and sportsmanship, and 100% patience. Furthermore, the character values of fun and joy, numeracy skills, thinking skills, accuracy and tenacity are 75% respectively. The freedom character value is 66.6%, and finally the friendship character value has a weight that is 60%. Keywords: Character values, traditional game and congklak Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kehidupan anak-anak yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan bermain. Permainan-permainan pun banyak jenisnya termasuk permainan tradisional. Namun, seiring perkembangan jaman dan teknologi telah mengakibatkan permainan tradisional banyak dilupakan. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk permainan Congklak dan hasil analisis nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di Komunitas Icikibung Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, prosedur pengumpulan datanya menggunakan observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian nilai karakter yang mendominasi adalah nilai karakter kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan kesabaran 100%. Selanjutnya nilai karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan keuletan masing-masing 75%. Nilai karakter kebebasan 66,6%, dan terakhir nilai karakter pertemanan memiliki bobot yaitu 60%. Kata Kunci: Nilai karakter, permainan tradisional dan congklak

PENDAHULUAN

Masa kanak-kanak merupakan masa penuh dengan kegembiraan, banyak waktu untuk

bermain dengan berbagai permainan menyenangkan sehingga masa kanak-kanak menjadi

kenangan berharga bagi setiap individu. “Usia kanak-kanak merupakan masa sangat subur untuk

mengembangkan kreativitas” (Rahmawati Eka, 2010). “Bermain memberikan empat manfaat yaitu

mengembangkan kreativitas, keterampilan sosial, keterampilan psikomotorik, kemampuan

berbahasa dan sebagai sarana terapi untuk mangatasi masalah psikologis” Johnson, Christy dan

Yawkey (Muthmainnah dkk., 2016) “Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Dalam

kegiatan bermain, anak-anak akan merasa senang karena dapat mengekspresikan berbagai

perasaannya. “Permainan bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas

dipilih oleh anak” Kak Seto (dalam Jainuddin Jauhari, 2010). Anak-anak memang tidak dapat

dipisahkan dengan kegiatan bermain, karena bermain sangat mempengaruhi tahap tumbuh

kembang dan tahap pembentukan karakter anak. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti

“to mark” atau menandai dan memfokuskan, mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk

tindakan atau tingkah laku secara harfiah. Karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi

pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak” Pusat Bahasa Depdiknas. Karakter

adalah “kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan

perilaku yang ditampilkan” Simon Philips (dalam Mu’in Fathul, 2011; Bachtiar, 2013; Riyadhi,

2020). Karakter adalah serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),

dan keterampilan (skills)” Tadkiroatun dalam (Irman, 2017).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku yang

ditampilkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan diri sendiri, orang lain,

lingkungan alam sekitarnya dan Tuhan yang menjadi keyakinan dalam hidupnya, termanifestasikan

174

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dalam sikap, tindakan, motivasi, kemauan berdasarkan nilai-nilai agama, norma hukum dan

budaya. Penanaman nilai karakter tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah saja, penanaman

nilai karakter harus dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam penanaman nilai

karakter di lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan metode pembiasaan oleh orang tua

seperti berkata sopan kepada orang tua. Sedangkan dalam lingkungan masyarakat penerapan nilai

karakter dapat dilakukan melalui permainan tradisional. Permainan tradisioal adalah salah satu

permainan di masyarakat dan memiliki pengaruh bagi perkembangan anak.

Permainan tradisional adalah salah satu bagian dari ragam kebudayaan di Indonesia.

Permainan tradisional merupakan “pusaka budaya bangsa yang mengandung nilai-nilai keluhuran

yang tercermin dari semangat dan filosofi permainannya harus terus dikembangkan” (Jainuddin

Jauhari, 2010). Berbagai daerah di Indonesia memiliki permainan tradisional masing-masing yang

diwariskan secara turun temurun di masyarakat. Permainan tradisional yang ada di berbagai

daerah di Indonesia memiliki berbagai macam karakteristik, nama permainan, dan ke unikan yang

sesuai dengan keadaan daerahnya. Sehingga sangat diharapkan permainan tradisional bisa terus di

lestarikan dari generasi ke generasi.

Pada saat ini permainan tradisional mengalami krisis eksistensi di kalangan masyarakat

khususnya anak-anak. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa “permainan-permainan tradisional

tersebut kini mulai terkikis keberadaannya sedikit demi sedikit, khususnya di kota-kota besar

bahkan di desa sekalipun” (Jainuddin Jauhari, 2010). “Ada tiga sebab punahnya suatu permainan

tradisional, yaitu tidak adanya data, tidak ada lahan bermain, dan tidak tersedianya bahan baku”

Zaini Alif (Koran Sindo 18 Januari 2015). Dengan kadaan seperti ini, permainan tradisional akan

mengalami kesulitan dalam pengembangannya, sehingga perlu adanya pelestarian untuk

meregenerasi permainan tradisional termasuk di Tasikmalaya yang berada di Jawa Barat. Melihat

kenyataan dilapangan permainan Congklak sudah jarang dimainkan karena faktor perkembangan

teknologi yang semakin canggih sehingga anak-anak sudah lebih banyak menggandrungi

permainan online lewat gadget. Melihat banyaknya nilai karakter yang terdapat pada permainan

Congklak penulis merasa perlu adanya pengenalan dan pelestarian kembali permainan Congklak.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Nilai Karakter dalam Permainan Tradisional Congklak untuk Anak-anak pada Kominutas

Icikibung Tasikmalaya”. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para orang tua, guru, mahasiswa

dan masyarakat dapat mengenalkan kembali permainan tradisional agar nilai-nilai karakter dalam

permainan tradisional dapat ditanamkan pada diri anak sejak dini.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berlandaskan filsafat naturalisme,

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah. Denzin dan Lincoln dalam (Ahmadi Rulam,

2016) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah multi metode dalam fokus, termasuk

pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini berarti para peneliti

kualitatif bekerja dalam setting yang natural (alami), berupaya untuk memahami, memberi tafsiran

pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya (Prastowo, 2016;

Fitrah, 2018). Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah hasil observasi di kegiatan Komunitas Ichikibung

dan hasil wawancara dengan ketua Komunitas Icikibung. Lokasi observasi bentuk permainan

Congklak di Kominutas Icikibung Tasikmalaya dan observasi apa saja nilai karakter dalam

permainan Congklak untuk anak-anak pada Kominutas Icikibung Tasikmalaya dilakukan dilakukan

pada hari Selasa 7 Juli 2020 pada pukul 14.17 WIB. di Perum Baitul Marhamah 3 Kel. Sambongjaya

Kec. Mangkubumi Kota Tasikmalaya 46151. Lokasi ini dipilih karena pada saat itu Kominutas

Icikibung sedang tampil/bermain di sana. Selanjutnya lokasi penelitian dengan teknik wawancara

175

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bertempat sekretariat Kominutas Icikibung yang beralamatkan di Sukajaya Jl. Situgede 1 No. 168

Kel. Linggajaya Kec. Mangkubumi kota Tasikmalaya 46181 pada hari Selasa, 21 Juli 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Permainan tradisional yang dikembangkan di komunitas Icikibung yang dipilih oleh peneliti

adalah permainan Congklak. Permainan Congklak di komunitas Icikibung digunakan sebagai

permainan pembuka guna mengajak bermain siapa saja yang hadir ketika Icikibung sedang tampil.

Peneliti memfokuskan untuk meneliti nilai karakter yang terkandung di dalam permainan

Congklak. Bentuk permainan Congklak di Komunitas Icikibung Tasikmalaya sama seperti

permianan Congklak pada umumnya yaitu dimainkan oleh dua orang pemain yang saling

berhadapan. Ada dua versi dalam memainkan Congklak tersebut yang pertama dengan melakukan

suit antar pemain untuk menentukan siapa yang pertama bernain, lalu yang kalah suit menunggu

giliran bermain setelah pemain pertama habis biji dilubang atau cekungan kecilnya. Kedua para

pemain memulai permainan secara bersamaan dengan cara memilih dan mengambil biji pada

cengkungan atau lubang kecil miliknya dengan memasukan satu persatu biji searah jarum jam.

Permainan dianggap selesai ketika semua biji pada cekungan atau lubang habis dan untuk

menentukan pemenangnya para pemain menghitung biji terbanyak pada cekungan atau lubang

besar disisi kiri pemain.

Gambar 1. Permainan Congklak

Cara bermain congklak yang sebenarnya sangat sederhana dan bisa dilakukan pada saat waktu

bermain ataupun pada saat waktu luang. Berikut cara bermain congklak.

a. Sebelum permainan dimulai, pemain bisa melakukan ping suit terlebih dahulu untuk

menentukan siapa yang berhak memulainya.

b. Pemain mengambil biji congklak dari lubang miliknya, lalu biji congklak tersebut dibagikan

searah jarum jam.

c. Bila biji terakhir jatuh pada lubang kecil, pemain boleh mengambil biji di dalamnya dan

melanjutkan kembali untuk membagikan biji congklak.

d. Jika biji terakhir jatuh di lubang besar, pemain boleh mengambil biji yang berada di sisi lubang

besar dan melanjutkan lagi permainan.

e. Jika biji terakhir jatuh di lubang kosong, itu artinya pemain berhenti, tetapi dia boleh

mengambil semua biji yang berada di lubang yang bersebrangan dengan lubang kosong tadi.

f. Jika berhenti di lubang kosong dan lubang di seberangnya juga kosong, pemain tersebut

berhenti dengan tidak mendapatkan apa-apa. Itu artinya, lawan boleh berjalan.

Hasil Analisis Nilai Kararkter dalam Permainan Congklak Di Kominutas Icikibung

1. Analisis Nilai Karakter Kesenangan dan Kegembiraan

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4

Rasa Senang √ √ √ X

3 75%

Total 3 75%

176

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasil analisis tersebut, menjelaskan bahwa yang mendominasi nilai karakter kesenangan dan

kegembiraan adalah rasa senang ketika banyak biji yang masuk kedalam cekungan indung, senang

ketika bisa nembak cekungan lawan, senang bermain Congklak dengan teman. Rasa senang dalam

permainan Congklak memiliki bobot 75%.

2. Analisis Nilai Karakter Kebebasan

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3

Kebebasan memilih √ √ X 2 66,6%

Total 2 66,6%

Dalam permaian tradisional Congklak menunjukan Congklak mengandung nilai karakter

kebebasan dengan bobot 66,6%. Dengan indikator kebaebasan dalam memilih lawan bermain,

karena dalam permainan Congklak pemain bebas memilih lawan bermain dengan siapa saja.

Indikator selanjutnya adalah memilih biji di cekungan mana saja untuk memulai permainan. Saat

bermain Congklak pemain dibebaskan memilih biji di cekungan mana saja untuk memulai

permainan tidak di tentukan oleh orang lain. Indikator selanjutnya adalah kebebasan memilih cara

untuk menang, dalam bermain Congklak indikator ini kurang muncul karena kurang begitu terlihat.

3. Analisis Nilai Karakter Pertemanan

Ketaatan Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4 5

Menghargai √ X √ √ √ 4 80%

Mengetahui cara

bermain teman

X X √ √ X 2 40%

Total 6 60%

Hasil anaisis nilai karakter pertemanan dalam permainan tradisional Congklak tersebut, dapat

diketahui bahwa nilai karakter pertemanan memiliki bobot 60% sesuai dengan indikator yang

telah ditentukan oleh peneliti ketika sedang bermain permainan tradisional Congklak di Kominutas

Icikibung, para pemain bersikap saling menghargai sesama teman, menghargai siapa saja yang

menjadi lawan bermain tanpa membeda bedakan, bersikap dan berprilaku baik kepada teman,

mengargai siapa saja yang pertama memulai permainan, serta menghargai siapa saja yang menjadi

pemenang dalam permainan Congklak.

4. Analisis Nilai Karakter Kepatuhan

Ketaatan Indikator Jumlah Persentase

1 2 3

Taat aturan √ √ √ 3 100%

Total 3 100%

Kepatuhan merupakan suatu karakter yang sangat dibutuhkan dalam menjalani hidup sehari-

hari. Karakter kepatuhan menaati aturan dalam permainan Congklak indikatornya adalah ketika

pemain menaati peraturan yang disepakati, pemain dapat bersikap disiplin saat bermain, pemain

memasukan satu per satu biji pada cekungan sesuai dengan aturan. Maka dari analisi nilai karakter

177

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kepatuhan memiliki bobot sebesar 100%. Hal ini terlihat ketika semua pemain dapat menaati

semua peraturan dalam permainan Congklak dengan baik.

5. Analisis Nilai Karakter Kecakapan Berhitung

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4

Berhitung √ √ √ X 3 75%

Total 3 75%

Ketika bermain Congklak, anak-anak akan belajar menghitung satu persatu biji baik itu saat

bermain maupun saat mengisikan 7 biji kepada setiap cekungan/lubang. Hasil observasi peneliti

kecakapan berhitung memiliki bobot 75%.

6. Analisis Nilai Karakter Kecakapan Berpikir

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4

Strategi √ X √ √ 3 75%

Total 3 75%

Ketika bermain Congklak, anak-anak akan belajar menghitung satu persatu biji baik itu saat

bermain maupun saat mengisikan 7 biji kepada setiap cekungan/lubang. Hasil observasi peneliti

kecakapan berhitung memiliki bobot 75%.

7. Analisis Nilai Karakter Kejujuran dan Sportifitas

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4

Jujur dalam bermain √ √ √ √ 4 100%

Bermain dengan

Sportif

√ √ √ √ 4 100%

Total 8 100%

Nilai karakter kejujuran dan sportifitas merupakan suatu karakter yang sangat dibutuhkan

baik dalam menjalani hidup sehari-hari ataupun dalam bermain permainan Congklak. Adanya nilai

karakter kejujuran dan sportifitas dalam permainan Congklak mengajarkan anak-anak atau

pemainnya untuk bersikap jujur dan sportif dalm bermain.

Hasil analisis nilai karakter kejujuran dan sportifitas dalam permainan Congklak di Kominutas

Icikibung, nilai karakter kejujuran dan sportifitas memiliki bobot sempurna yaitu 100%. Hal ini

terlihat ketika semua pemain dapat bermain dengan jujur sesuai aturan tidak berbohong ataupun

curang.

8. Analisis Nilai Karakter Ketelitian dan keuletan

Dimensi Indikator Jumlah Persentase

1 2 3 4

Teliti ketika bermain √ √ √ √ 4 100%

Total 4 100%

178

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Hasil anaisis nilai karakter ketelitian dan keuletan dalam permainan Congklak tersebut, dapat

diketahui bahwa nilai karakter ketelitian dan keuletan memiliki bobot sempurna sesuai dengan

indikator yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu dengan bobot 100%. Ketika sedang bermain

permainan Congklak di Kominutas Icikibung, para pemain teliti dan ulet dalam bermain.

Hal ini terlihat ketika tangan teliti memasukan biji kedalam cekungan, mata teliti ketika

memasukan biji kedalam cekungan agar tidak ada cekungan yang terlewat, konsentrasi agar tidak

salah memasukan biji pada cekungan dan teliti ketika memperhatikan lawan bermain agar tidak

bermain curang.

Gambar 2. Hasil Analisis Nilai Karakter dalam Permainan Tradisional Congklak di

Komunitas Icikibung

Hasil analisis dan pembahasan nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di

Komunitas Icikibung, dapat diketahui bahwa nilai karakter yang mendominasi adalah nilai karakter

kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan nilai kesabaran dengan bobot 100%. Kemudian ada nilai

karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan

keuletan dengan bobot masing-masing 75%. Selanjutnya nilai karakter kebebasan dengan bobot

66,6%, dan yang terakhir adalah nilai karakter pertemanan yang memiliki bobot yaitu 60%.

SIMPULAN

Nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di Komunitas Icikibung yang

mendominasi adalah nilai karakter kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan nilai kesabaran

dengan bobot 100%. Selanjutnya nilai karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan

berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan keuletan dengan bobot masing-masing 75%. Nilai

karakter kebebasan dengan bobot 66,6%, dan yang terakhir adalah nilai karakter pertemanan yang

memiliki bobot yaitu 60%. Permainan Congklak sangatlah bermanfaat bagi anak dari segi sosial,

emosional, kognitif, bahasa dan spiritualnya. Selain itu, permainan Congklak juga dapat

menyelamatkan kehidupan anak yang sekarang sudah tidak seasik jaman dulu.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, R. (2016). Metodologi penelitian kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Bachtiar, Yudi. "Resistensi Bangunan Karakter Manusia Indonesia di Era Digital." Jurnal Pendidikan

Dasar (2013).

Fitrah, M. (2018). Metodologi penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi kasus. CV Jejak

(Jejak Publisher).

Irman. (2017). Nilai-nilai karakter pada anak dalam permainan tradisional dan moderen. Jurnal

Bimbingan dan Konseling: IAIN Batu Sangkar, hlm. 89-96.

Jauhari, J. (2010). Mengenal permainan rakyat nusantara. Jakarta : Trans Mandiri Abadi.

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

179

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Muthmainnah, dkk. (2016). Pelatihan pengembangan permainan untuk meningkatkan

perkembangan sosial emosional anak. Jurnal Pendidikan Anak: Universitas Negeri Yogyakarta,

hlm. 817-824.

Prastowo, A. (2016)Metode penelitian kualitatif dalam perspektif ranangan penelitian. Yogyaarta:

Ar-Ruzz Media.

Rahmawati, E. (2010). Bermain asyik permainan tradisional. Jakarta: PT Multi Kreasi.

Riyadhi, B., & Mujahidah, N. (2020). Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Pada Mahasiswa Melalui

Lembaga Dakwah Kampus: Studi Pada LDK IMMSAH Politeknik Negeri Pontianak. Titian: Jurnal

Ilmu Humaniora, 4(1), 100-117.

180

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis Anita Yunitasari1, Dian Indihadi2

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected]

Abstract Mechanistic writing is defined as a six-step writing activity including setting a sitting position while writing, laying a book or paper, stationery selection, pencil-holding exercises, finger-wrapping by writing letters in the air and variations in how to scratch stationery to form writing. However, in the study of writing with upright writing there are obstacles, in teaching materials have applied mechanistic writing, but there is not yet a worksheet with mechanistic writing steps in teaching materials. To overcome these constraints, it is necessary to develop worksheets in teaching materials to write upright continuously by applying mechanistic writing. The purpose of this research is to describe the design of mechanistic writing materials. The research method uses ADDIE model development research (Analyze, Design Development, Implementation, Evaluation). Data collection is done through interviews. The results of the study obtained a design of mechanistic writing materials. Based on analysis includes analysis of students, competency demands and materials. The data is used as a foundation in designing teaching materials with the determination of materials according to students and demands of competency, learning strategies, and evaluation. The outing of this study is the design of mechanistic writing materials to be applied to the learning of writing with continuous upright writing. Keywords: writing, mechanistic, letters, cursive Abstrak Menulis mekanistis didefinisikan sebagai kegiatan menulis melalui enam langkah meliputi pengaturan posisi duduk saat menulis, peletakkan buku atau kertas, pemilihan alat tulis, latihan memegang pensil, pelemasan jari dengan menulis huruf di udara dan variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Namun pada pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung terdapat kendala, pada bahan ajar sudah menerapkan menulis mekanistis, namun belum tersedia lembar kerja dengan langkah menulis mekanistis dalam bahan ajar. Untuk mengatasi kendala tersebut, perlu adanya pengembangan lembar kerja dalam bahan ajar untuk menulis tegak bersambung dengan menerapkan menulis mekanistis. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan rancangan lembabahan ajar menulis mekanistis. Metode penelitian menggunakan penelitian pengembangan model ADDIE (Analyze, Design Development, Implementation, Evaluation). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara. Hasil penelitian memperoleh rancangan bahan ajar menulis mekanistis. Berdasarkan Analisis meliputi analisis peserta didik, tuntutan kompetensi dan materi. Data tersebut dijadikan landasan dalam merancang bahan ajar dengan penentuan materi sesuai peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Luaran dari penelitian ini berupa rancangan bahan ajar menulis mekanistis untuk diterapkan pada pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung. Kata Kunci: menulis, mekanistis, huruf, tegak bersambung

PENDAHULUAN

Tulisan tangan dideskripsikan sebagai keterampilan kompleks dengan melibatkan koordinasi

antara kemampuan berpikir, motorik dan kognitif untuk menulis huruf dengan efektif dengan

ditandai dengan terhubungnya coretan sesuai aturan (Harralson & Miller, 2018; Stievano et al.,

2016). Pada tulisan tangan terdapat unsur mekanis. Unsur mekanis pada tulisan tangan dapat

diidentifikasi sebagai kemampuan tangan menggerakan alat tulis dengan koordinasi dari kendali

saraf gerakan lengan, tangan, dan jari-jari untuk menentukan suatu pola/ struktur tertentu dengan

pena atau pensil. Unsur mekanis ini lebih menekankan pada koordinasi motorik.

Pada Kompetensi Dasar bahasa Indonesia kelas II terdapat kompetensi dasar 4.7 Menulis

dengan tulisan tegak bersambung menggunakan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan

nama diri) serta tanda titik pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan benar.

Pada kompetensi dasar ini dapat dimaknai bahwa setelah mencapai kompetensi dasar ini peserta

didik memiliki kompetensi menulis dengan tulisan tegak bersambung dengan prinsip pengunaan,

dan penempatan huruf kapital; tanda baca titik dan tanda tanya pada kalimat. Selain itu peserta

didik juga memiliki kompetensi untuk membuat kalimat berita dan kalimat tanya.

Penelitian mengenai menulis dengan tulisan tegak bersambung telah dilakukan beberapa

peneliti. Berdasarkan penelitian Stievano dkk., (2016) mengungkapkan selama usia sekolah,

181

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kesulitan umum untuk anak-anak menjalin/memuat perolehan tulisan tangan secara mekanik. Hal

tersebut sering dianggap sebagai ciri anak mengalami gangguan perkembangan syaraf, gangguan

koordinasi perkembangan dan ketidak mampuan belajar non verbal. Penelitian di SD Kota Gede 1

menunjukan keterampilan peserta didik dalam menulis dengan tulisan tegak bersambung belum

optimal dengan temuan 1) Peserta didik belum terampil dalam menulis dengan huruf tegak

bersambung, 2) bimbingan guru kepada siswa secara individu untuk belajar menulis belum

optimal, kurangnya motivasi belajar menulis tegak bersambung pada peserta didik, dan juga

kurangnya sarana bagi siswa untuk berlatih menulis huruf tegak bersambung (Nugraheni, 2019).

Penelitian lain oleh Wijaya (2014) mengungkapkan kendala dalam pembelajaran menulis tegak

bersambung meliputi dua faktor, meliputi 1) Peserta didik kesulitan dalam mempelajari tulisan

tegak bersambung, dan 2) Ketersediaan media pengenalan tulisan tegak bersambung menarik bagi

peserta didik masih belum tersedia.

Pada saat melakukan studi pendahuluan di SD Negeri 3 Salawu, pendidik mengungkapkan

bahwa kerdapat beberapa kendala dalam pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung.

Pertama peserta didik sudah dapat menulis dengan tulisan tegak bersambung namun ada beberapa

bentuk huruf kurang tepat (tinggi rendahnya huruf); keterbacaan tulisan peserta didik kurang

terbaca karena penulisannya berdempetan; peserta didik membutuhkan motivasi dan reward agar

mau menulis; peserta didik terkadang fokusnya tergangu dalam menulis dikarenakan temannya

bermain, peserta didik malah mengikuti temannya bermain; peserta didik menulis huruf kapital

terkadang menggunakan huruf kapital lepas. Hal lain juga diungkapkan pendidik mengenai bahan

ajar untuk pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan buku tematik

dan buku pendamping untuk peserta didik. Bahan ajar sudah menerapkan menulis mekanistis,

namun belum tersedia lembar kerja dengan langkah menulis mekanistis dalam bahan ajar.

Kendala dari temuan tersebut dinilai perlu ditangani dengan alasan jika peserta didik tidak

dapat terampil menulis dengan tulisan tegak bersambung maka peserta didik tidak dapat mencapai

kompetensi belajar sesuai tujuan pembelajaran. Tingkat keterbacaan tulisan peserta didik rendah,

dikarenakan bentuk huruf tidak sesuai, dan garis penghubung antar huruf tidak digunakan

sehingga berdempetan. Lalu, pengetahuan peserta didik mengenai penggunaan PUEBI dalam

menulis kalimat tidak optimal, dikarenakan penggunaan dan penempatan huruf kapital dan tanda

titik pada kalimat tidak tepat. Selain itu, jika bahan ajar menulis dengan tulisan tegak bersambung

tidak dikembangkan oleh pendidik, peserta didik dapat merasa bosan dan motivasi belajar turun,

dikarenakan bahan ajar tersebut sudah diaplikasikan pendidik secara terus menerus tanpa ada

variasi. Dengan alasan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merancang bahan ajar menulis

mekanistis pada pembelajaran menulis dengan tegak bersambung di sekolah dasar kelas II.

Pada kelas rendah (kelas I dan II), pembelajaran menulis lebih diarahkan pada pembelajaran

menulis permulaan. Pada pembelajaran menulis lebih difokuskan pada kemampuan bersifat

mekanik. Dalam hal ini peserta didik dilatih untuk menuliskan (mirip kemampuan menggambar)

lambang tulis dirangkai pada struktur, sehingga lambang-lambang tersebut bermakna. Setelah

kemampuan menulis permulaan terbentuk, peserta didik dilatih untuk melatih kemampuan

menuangkan gagasan, pikiran perasaan ke dalam bentuk bahasa tulis. Sifat mekatik pada menulis

permulaan mengarahkan peserta didik untuk berlatih menulis lambang tulis dengan

mengutamakan koordinasi motorik.

Pada menulis permulaan kegiatan menulis didominasi oleh hal-hal bersifat mekanis. Langkah

mekanis terwujud dalam 10 langkah (Taufina, 2016). Mengadaptasi dari Taufina, peneliti

melakukan langkah menulis mekanistis ke dalam enam langkah, meliputi sikap duduk dalam

menulis, cara meletakkan buku di meja, pemilihan alat tulis, cara memegang alat tulis, kegiatan

melemaskan jari dengan menulis huruf di udara, kegiatan menggoreskan alat tulis pada kertas

182

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analyze

(kegiatan menggoreskan garis untuk membentuk zigzag, membuat garis untuk menghubungkan

huruf, menyalin kata, menyalin kalimat, membuat tanda titik).

Menulis tegak bersambung didefinisikan sebagai suatu kegiatan menghubungkan huruf-huruf

dalam satu kata menggunakan garis penghubung dengan huruf ditulis tegak lurus (Syamsiyah

2018; Lestari 2017; Nugraheni, 2019). Menulis tegak bersambung adalah suatu kegiatan merangkai

huruf yang saling bersambung sehingga menghasilkan tulisan dalam bentuk tulisan tegak

bersambung yang dapat dipahami oleh penulis dan pembaca (Lestari, 2017). Menulis tegak

bersambung adalah huruf demi huruf yang dirangkai menjadi satu kalimat yang mempunyai arti

ditulis tegak lurus tidak miring (Marwati, 2017). Yusuf dkk mengungkapkan Menulis tegak

bersambung yakni menulis dengan menghubungkan huruf- huruf dalam satu kata digabungkan

dengan garis penghubung (dalam Nugraheni, 2019).

Bahan ajar dipandang sebagai segala bahan berupa informasi, alat maupun teks, didesain

secara sistematis untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan menampilkan kompetensi

secara utuh (Annadia, 2019; Indihadi, 2012; Siddiq et al., 2008). Pada penelitian ini mengembangan

lembar kerja dalam bahan ajar untuk mencapai kompentensi dasar menulis dengan tulisan tegak

bersambung. Struktur lembar kerja pada bahan ajar memuat judul, kompetensi yang akan dicapai,

capaian kompetensi belajar, petunjuk belajar, informasi pendukung, tugas (dalam bentuk latihan),

dan penilaian (Depdiknas, 2008). Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan rancangan bahan ajar

menulis mekanistis untuk pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung untuk peserta

didik kelas II sekolah dasar.

METODE PENELITIAN

Pada metode penelitian dan pengembangan terdapat ragam model pengembangan. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan model ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation,

dan Evaluation). Menurut (Tegeh & Kirna, 2013) fase model ADDIE digambarkan melalui diagram

berikut.

Gambar 1. Fase model ADDIE

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan output berupa rancangan bahan ajar menulis

mekanistik. Untuk mencapai tujuan, peneliti mengadaptasi dan memodifikasi fase model ADDIE

menjadi tiga fase. Tiga fase tersebut dideskripsikan sebagai berikut.

Pada fase analyze (analisis), terdapat tiga komponen analisis mencakup tuntutan kompetensi,

karakteristik peserta didik, materi (Tegeh & Kirna, 2013). Pada fase ini peneliti melakukan analisis

kompetensi dasar mengenai menulis dengan tulisan tegak bersambung. Data analisis peserta didik

diperoleh melalui studi pendahuluan dan studi literatur. Serta analisis materi dilakukan dengan

menganalisis materi menulis dengan tulisan tegak bersambung berdasarkan fakta, konsep, prinsip

dan prosedur.

Tegeh & Kirna (2013) mengemukakan pada fase design (merancang) mengacu pada empat

unsur, meliputi peserta didik, kompetensi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Berlandaskan empat

Development

Design Evaluation Implementation

183

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

unsur tersebut, perancangan pembelajaran dilakukan melalui tiga kegiatan, meliputi pemilihan

materi sesuai dengan peserta didik, dan tuntutan kompetensi; pemilihan strategi pembelajaran;

serta pemilihan bentuk evaluasi.

Pada fase development (pengembangan) meliputi kegiatan menentukan tampilan dan isi bahan

ajar, mengatur lay out, pemilihan huruf pada bahan ajar, serta mengumpulkan dan menyusun

gambar sesuai rancangan. Peneliti mengunduh dan melakukan pengeditan latar belakang bahan

ajar diaplikasi Canva, lalu melakukan melakukan pengeditan bahan ajar keseluruhan meliputi

pengaturan posisi gambar, tata letak komponen materi dilakukan di aplikasi Microsoft Office Word.

Partisipan pada penelitian ini meliputi pendidik kelas II SD Negeri 3 Salawu. Hasil wawancara

dari narasumber digunakan sebagai data dalam pengembangan bahan ajar menulis mekanistis

khususnya dalam tahap analisis. Tempat penelitian pengembangan bahan ajar menulis mekanistik

berlokasi di SD Negeri 3 Salawu beralamat di Desa Karangmukti Kecamatan Salawu Kabupaten

Tasikmalaya. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara. Analisis data menggunakan

analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analyze

Tahap analisis memaparkan analisis kompetensi, peserta didik dan materi. Pada kurikulum

2013 bahasa Indonesia Kelas II terdapat kompetensi dasar 4.7 Menulis dengan tulisan tegak

bersambung menggunakan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan nama diri) serta

tanda titik pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan benar. Pada kompetensi

dasar ini dapat dimaknai bahwa setelah mencapai kompetensi dasar ini peserta didik memiliki

kompetensi menulis dengan tulisan tegak bersambung dengan prinsip pengunaan, dan penempatan

huruf kapital; tanda baca titik dan tanda tanya pada kalimat. Selain itu peserta didik juga memiliki

kompetensi untuk membuat kalimat berita dan kalimat tanya. Peneliti mengerucutkan capaian

kompetensi belajar menjadi tiga capaian (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak

bersambung dengan benar; (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital

kalimat dengan tepat. (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat.

Analisis karakteristik peserta didik berdasarkan studi literatur dan hasil wawancara

karekteristik peserta didik meliputi senang bermain, senang bergerak, senang bekerja di dalam

kelompok, senang merasakan, melakukan, memeragakan sesuatu secara langsung, cengeng, sulit

memahami isi pembicaraan orang lain, senang diperhatikan, senang meniru. Peserta didik juga

memiliki kompetensi menulis huruf lepas, juga sudah mengenal huruf tegak bersambung.

Analisis materi pada pembelajaran menulis tegak bersambung meliputi hal berikut ini.

a. Fakta meliputi huruf kapital dan huruf kecil pada tulisan tegak bersambung.

b. Konsep memuat definisi menulis dengan huruf tegak bersambung. Menulis tegak bersambung

didefinisikan sebagai suatu kegiatan menghubungkan huruf-huruf dalam satu kata

menggunakan garis penghubung dengan huruf ditulis tegak lurus

c. Prinsip pada materi menulis tegak bersambung meliputi pengunaan huruf kapital digunakan

pada awal kalimat, nama bulan, nama hari, dan nama diri; pengunaan tanda titik pada kalimat

berita; penggunaan tanda tanya pada kalimat tanya.

d. Prosedur meliputi langkah-langkah dalam mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan capaian

kompetensi, prosedur menulis tegak bersambung meliputi (1) peserta didik menyalin kalimat

lepas ke tulisan tegak bersambung, (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan

pengunaan kapital pada kalimat; (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik.

2. Design

Pada tahap rancangan, peneliti menetapkan sasaran bahan ajar meliputi peserta didik kelas II

sekolah dasar. Peneliti merancang materi pengenalan huruf tegak bersambung (huruf kecil dan

184

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kapital), pengenalan tanda baca titik, materi dimuat dalam bentuk percakapan dan pengamatan

gambar dan huruf. Materi memuat kegiatan menyalin dengan latihan menyalin kata dan kalimat;

kegiatan menyempurnakan dengan mengamati kalimat dengan pengunaan huruf kapital pada awal

kalimat, nama bulan, nama hari, dan nama diri; kegiatan melengkapi dengan mengamati gambar

dan kalimat, dilanjutkan dengan latihan melengkapi tanda titik pada kalimat. Strategi pembelajaran

menggunakan strategi 3M (menyalin, menyempurnakan, melengkapi), stategi diambil dari

prosedur pembelajaran menulis tegak bersambung. Bentuk evaluasi berupa berbentuk soal tes

dengan kegiatan menyalin kalimat dengan menyempurnakan kalimat dengan pengunaan huruf

kapital dan melengkapi kalimat dengan tanda baca titik.

3. Development

Peneliti pada fase ini menentukan tampilan dan isi bahan ajar, mengatur lay out, pemilihan

huruf pada bahan ajar, serta mengumpulkan dan menyusun gambar sesuai rancangan. Pada

penelitian ini peneliti mengembangkan lembar kerja dari bahan ajar menulis dengan tulisan tegak

bersambung dengan enam langkah menulis mekanistis. Bahan ajar berjenis cetak berukuran A4

dengan jilid. Bahan ajar menggunakan berbagai huruf meliputi huruf DK Nanuk dan Asparagus

Sprout untuk judul dan isi; lalu huruf Tegak Bersambung IWK dan Cursif untuk huruf tegak

bersambung. Gambar dalam bahan ajar di unduh secara daring dan melalui aplikasi Pinterest.

Peneliti mengunduh dan melakukan pengeditan latar belakang bahan ajar di aplikasi Canva, lalu

melakukan melakukan pengeditan bahan ajar keseluruhan meliputi pengaturan posisi gambar, tata

letak komponen materi dilakukan di aplikasi Microsoft Office Word. Hasil pengembangan bahan

ajar menghasilkan lembar kerja menulis mekanistis untuk pembelajaran menulis tegak

bersambung dengan menerapkan enam langkah mekanistis agar mencapai capaian hasil belajar

meliputi (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung dengan benar; (2)

peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital kalimat dengan tepat. (3)

peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat. Berikut rancangan bahan

ajar menulis mekanistis.

Tabel 1. (Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis)

Gambar Keterangan

Gambar 2. Langkah mekanistis 1-2

Pada gambar 2 terdapat judul PERSIAPAN MENULIS.

Pada bagian ini memuat langkah 1(sikap duduk saat

menulis) dan 2 (meletakkan kertas atau buku) menulis

mekanistis dengan adaptasi dari Taufina (2016). Pada

bagian ini memuat dialog dari seorang anak untuk

menjelaskan intruksi untuk persiapan menulis. Pada

persiapan menulis bahan ajar dilengkapi gambar agar

peserta didik dapat mempraktekan langkah-langkah

menulis mekanistis.

Gambar 3. Langkah mekanistis 3-4

Pada gambar 3 masih melanjutkan bagian persiapan

menulis. Bagian ini memuat bagian 3 (pemilihat alat

tulis) dan 4 (cara memegang pensil) pada menulis

mekanistis didaptasi dari Taufina (2016). Pada bagian

ini dilengkapi dengan gambar, agar peserta didik dapat

mengamati dan mencontoh dalam memilih alat tulis

dan memegang pensil.

185

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 4. Langkah mekanistis 4

Pada gambar 4 masih melanjutkan bagian persiapan

menulis. Bagian ini memuat bagian 4 (cara memegang

pensil) pada menulis mekanistis didaptasi dari Taufina

(2016). Pada bagian ini dilengkapi dengan gambar,

saat jari tengah menompang pensil serta posisi jari

saat memegang pensil menggunakan tangan kanan dan

tangan kiri.

Gambar 5. Langkah mekanistis 5

Pada gambar 5 memuat langkah 5 menulis mekanistis,

yaitu pelemasan jari dengan menulis huruf di udara.

Sebelum menulis di udara, dilakukan pengenalan

mengenai bentuk huruf tegak bersambung. Pada

bagian ini seorang anak seolah-olah memberikan

intruksi pada peserta didik untuk berimajinasi untuk

menulis di papan tulis, namun tetap duduk di kursi.

Pada bagian ini juga diperkenalkan dengan baris bantu

untuk berlatih menulis dengan tulisan tegak

bersambung.

Gambar 6. Langkah Mekanistis 6

Bagian 1

Pada gambar 6 memuat langkah 6 menulis mekanistis,

yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk

membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik

berlatih membuat garis zig zag dengan untuk melatih

kemampuan menulis tebal dan tipis. Latihan membuat

garis zig zag ini juga dikemukakan Taufina (2016)

dalam menulis mekanistis.

Pengunaan baris bantu digunakan agar peserta didik

dapat menulis dengan rapi.

Gambar 7. Langkah Mekanistis 6

Bagian 2

Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis,

yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk

membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik

berlatih menghubungkan huruf untuk membentuk

kata. Pada bagian ini digunakan gambar untuk

membuat peserta didik tertarik dan fokus dalam

menulis. Pada latihan ini latihan menuliskan dilakukan

tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan menulis pada

tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan draft, merevisi,

dan menyunting (Mustafa & Efendi, 2016). Pada bagian

ini terdapat baris bantu untuk melatih peserta didik

agar menulis rapi.

Gambar 8. Langkah Mekanistis 6

Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis,

yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk

membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik

berlatih menulis. Pada bagian ini digunakan gambar

untuk membuat peserta didik tertarik dan fokus dalam

menulis. Pada latihan ini latihan menuliskan dilakukan

tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan menulis pada

tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan draft, merevisi,

dan menyunting (Mustafa & Efendi, 2016). Pada bagian

186

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Bagian 3 ini terdapat baris bantu untuk melatih peserta didik

agar menulis rapi.

Gambar 9. Langkah Mekanistis 6

Bagian 4

Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis,

yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk

membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik

berlatih menulis kalimat. Pada bagian ini peserta didik

menyalin kalimat dari tulisan lepas ke tulisan tegak

bersambung. Pada latihan ini latihan menuliskan

dilakukan tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan

menulis pada tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan

draft, merevisi, dan menyunting (Mustafa & Efendi,

2016). Pada bagian ini terdapat baris bantu untuk

melatih peserta didik agar menulis rapi.

Gambar 10. Langkah Mekanistis 6

Bagian 5

Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis,

yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk

membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik

berlatih membuat tanda titik. Pada bagian ini peserta

didik membuat tanda titik dan menempatkan tanda

titik pada letak tepat. Pada bagian ini tidak digunakan

garis bantu, hal ini peserta didik pada latihan ini tidak

berlatih menulis dengan tulisan tegak bersambung.

SIMPULAN

Rancangan bahan ajar menulis mekanistis berbentuk lembar kerja berukuran A4 berjilid

dengan memuat enam langkah mekanistis agar mencapai capaian hasil belajar meliputi (1) peserta

didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung dengan benar; (2) peserta didik

menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital kalimat dengan tepat. (3) peserta didik

melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat. Rancangan bahan ajar dapat digunakan

untuk menunjang pembelajaran peserta didik kelas II sekolah dasar. Rancangan bahan ajar disusun

berdasarkan analisis peserta didik, tuntutan kompetensi, dan materi kelas II sekolah dasar.

Kelebihannya peserta didik dapat mengoptimalkan motorik dalam menulis dengan tulisan tegak

bersambung. Direkomendasikan rancangan bahan ajar memuat lembar kerja untuk peserta didik

melatih menggunakan tanda tanya dalam kalimat tanya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan bahan ajar. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan

Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Harralson, H. H., Miller, L. S., Harralson, H. H., Miller, L. S., Abed, H. E., Kherallah, M., ... & Ahmad, S. M.

S. (2018). Meprobamate and small amounts of alcohol: Effects on human ability,

coordination, and judgment. In Huber and Headrick’s Handwriting Identification: Facts and

Fundamentals (Vol. 14, No. 1, pp. 1-8). New York: Queen’s Printer.

Lestari, L. (2017). PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEGAK BERSAMBUNG DENGAN

METODE MENJIPLAK SANG PELANGI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

(Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).

Mustafa, D. A. I., & Efendi, A. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Menulis Cerita

Berbasis Pendekatan Proses Bagi Siswa SMP. LingTera, 3(1), hlm. 1–8.

187

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Nugraheni, D. (2019). Pengembangan lembar kerja siswa untuk pembelajaran menulis tegak

bersambung. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, hlm. 837–848.

Stievano, P., Michetti, S., McClintock, S. M., Levi, G., & Scalisi, T. G. (2016). Handwriting Fluency and

Visuospatial Generativity at Primary School. Reading and Writing, 1497–1510.

https://doi.org/10.1007/s11145-016-9648-6.

Syamsiyah, N. (2018). Penerapan Teknik Kontrastif dalam Menulis Tegak Bersambung pada Siswa

Kelas 1 Sekolah Dasar Kabupaten Madiun. PARAMASASTRA, Vol. 5 No. 1.

Taufina. (2016). Mozaik Keterampilan bahasa di sekolah dasar. CV. Angkasa.

Tegeh, I. M., & Kirna, I. M. (2013). Pengembangan Bahan ajar metode penelitian pendidikan dengan

ADDIE Model. Jurnal Ika, 11(1), hlm. 12–26.

Wijaya, E. (2014). Perancangan desain buku menulis tegak bersambung sebagai media untuk

meningkatkan kemampuan menulis anak sekolah dasar. Universitas Kristen Maranatha.

188

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Nilai Pendidikan Karakter Pada Cerita Pendek Kanagan Jilid 5

Karya D. Durahman dan T. Sumarsono Elis Solihah1, Nana Ganda2, Ahmad Mulyadiprana3

pgsd kampustasikmalaya, universitas pendidikan indonesia

email: elissolihah410gmail.com

Abstract This research aims to describe the values of educational character in Kanagan Jilid 5 short story by Duduh Durahman and Tatang Sumarsono with the tittle “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” and “Titin”. This research used descriptive method. The source of the data is the short story “Kanagan Jilid 5” written by Duduh Durahman and Tatang Sumarsono. Data analyses were done using Miles and Huberman’s model (1992), namely: (1) identifying the short story Waskat as the object of the research, (2) reducing the data, (3) presenting the data, (4) interpreting the data obtained by theory, and (5) making conclusion. The results show that Waskat short story contains character education values, such as: (1) religiosity, (2) honesty, (3) tolerance, (4) discipline, (5) love piece, (6) sosial care, (7) like to read, (8) responsible, (9) curiousity, (10) friendly. Keyword: Values, character education Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai pendidikan karakter dalam kumpulan cerita pendek Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono dengan judul “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” dan “Titin”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan berdasarkan teori dari Miles dan Huberman (1992), yaitu: (1) melakukan identifikasi kumpulan cerita pendek Kanagan Jiid 5 sebagai objek penelitian, (2) melakukan reduksi data, (3) menyajikan data, (4) menginterpretasikan data yang diperoleh sesuai teori, dan (5) menyusun simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kumpulan cerita pendek kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono mengandung nilai-nilai pendidikan karakter seperti nilai (1) religius, (2) kejujuran, (3) toleransi, (4) disipin, (5) cinta damai, (6) peduli sosial, (7) gemar membaca, (8) tanggung jawab, (9) rasa ingin tahu, (10) bersahabat. Kata Kunci: Nilai, pendidikan karakter

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal yang sudah mendasar pada kehidupan manusia. Selain sangat

penting bagi keberlangsungan hidup, pendidikan juga ditinjau sebagai pondasi masa depan suatu

bangsa. Diperlukan generasi muda yang cerdas serta bermoral tinggi (Handitya, 2019).

Indonesia sendiri dikenal sebagai suatu negara dengan penduduk yang ramah tamah, murah

senyum dan gemar bergotong royong. Namun seiring berjalannya waktu, hal tersebut perlahan

memudar. Banyak generasi hanya terfokus dengan kecerdasan kognitif tanpa mempertimbangkan

bahwa kecerdasan afektif sebenarnya lebih diperlukan. Pendidikan bukan hanya sekedar

mentransfer ilmu akan tetapi didalamnya harus tertanam moral guna memperkuat karakter etika

bangsa. Sejalan dengan pendapat yang diungkapkan Wibowo dan Gunawan menyatakan bahwa

pendidikan sebagai sarana mentransfer berbagai ilmu dan pengetahuan juga idealnya harus

menanamkan nilai etika, moral dan segala aturan dari leluhur kita. (Wibowo, 2013; Gunawan,

2015).

Adanya pembelajaran bagi perbaikan nilai moral ataupun sikap terkandung dalam pendidikan

karakter. Pendidikan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan

Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

saat ini, seperti : disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya

bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Puskubruk, 2010;

Alhamuddin, 2017 ).

Beberapa tahun terakhir media masa memberitakan adanya konflik fisik antar masyarakat,

agama, pelajar, remaja, gank, dan desa yang dipicu masalah kecil dan salah paham. Penyalahgunaan

Narkoba dan minuman keras juga melanda remaja, merokok di kalangan pelajar juga sudah

menjadi hal wajar. Dengan penyalah gunaan narkoba dan minuman keras dibarengi dengan

189

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

permaslahan-permasalahan baru seperti menurunya semangat bekarja (malas), seks bebas,

menurunya kepekaan sosial yang dibarengi dengan kurang mempedulikan kata hati (nurani),

menurunya sikap hormat kepada orang tua dan guru, merasa berani dan kuat (bertindak nekat).

Untuk mengatasi atau mencegah terjadinya pemerosotan nilai-nilai karakter anak, pendidikan

karakter memiliki peran yang sangat penting. Sehubungan dengan pentingnya pendidikan karakter

tersebut, (Muslich 2013, hlm. 15) mengatakan bahwa “pendidikan karakter harus ditanamkan sejak

dini dalam pendidikan formal, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi”.

Selain itu, krisis moral dan perilaku yang terjadi di kalangan generasi muda saat ini sebetulnya

dapat diatasi dengan menghadapkan mereka pada berbagai jenis karya sastra. Karya sastra dapat

dijadikan alat terapi dalam pembentukan moral yang baik. Sumardjo dan Saini (1991) menyatakan

bahwa membaca karya sastra memberikan beberapa manfaat bagi pembacanya, yaitu: (1)

memberikan kesadaran tentang kebenaran hidup, (2) memberikan penghayatan yang mendalam

tentang realitas yang ada, dan (3) menjadikan pembacanya menjadi manusia yang berbudaya. Hal

yang sama juga diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1995) yang menyatakan bahwa karya fiksi

senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan,

memperjuangkan hak dan martabat manusia.

Dalam upaya menyampaikan pendidikan karakter, Kemdiknas (2010: 8) menyampaikan perlu

adanya rekayasa faktor lingkungan yang dapat dilakukan dengan empat hal berikut: (1)

keteladanan, (2) intervensi, (3) pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan (4) penguatan.

Keempat rekayasa tersebut dapat dengan mudah dilakukan dengan cerpen.

Dengan mengaitkan cerita pendek dalam membangun pendidikan karakter, maka sejatinya

upaya ini mencerminkan hubungan simbiosis mutualisme. Di sisi cerpen, cerpen tidak lagi hanya

menjadi pelengkap pembelajaran bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain sesuai dengan daerah

masing-masing, namun ia kembali ke hakikatnya, yakni menjadi alarm bagi pembacanya. Di sisi

pendidikan karakter, cerpen akan membantu penanaman nilai-nilai kepada siswa.

Dari hal tersebut, maka perlu penggalian nilai pendidikan karakter dalam cerita pendek. Dalam

hal ini akan dibahas mengenai kumpulan cerita pendek bahasa Sunda “Kanagan” jilid 5 karya

Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono. Kumpulan cerita pendek “Kanagan” jilid 5 ini disajikan

lewat bahasa Sunda. Dimana isi ceritanya menggambarkan kehidupan khas orang Sunda. Isi dari

kumpulan cerita pendek “Kanagan” jilid 5 terdapat 28 cerita pendek. Buku kumpulan cerita pendek

bahasa sunda ini juga sudah disahkan bersadarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor :

481.3/Kep.964 Disdik/2009 Tanggal 24 Juli 2009 sebagai buku layak baca atau penunjang materi

cerita pendek bahasa sunda atau bahasa Indonesia (terjemahan) di sekolah, disesuaikan dengan

tingkatan atau usia.

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan maka peneliti bertujuan untuk menganalisis

dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada empat cerita pendek dari

buku Kanagan Jilid 5 yaitu cerita dengan judul “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu”

dan “Titin”.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa cerita berjudul “Nu Paruasa di Korea”,

“Jajap Nu Mulang”, “Husu” dan “Titin” dalam buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan

Tatang Sumarsono mengandung nilai pendidikan karkater diantaranya : nilai (1) religius, (2)

kejujuran, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) cinta damai, (6) peduli sosial, (7) gemar membaca, (8)

tanggung jawab, (9) rasa ingin tahu, (10) bersahabat.

Setelah dilakukan proses membaca, analisis dan pemahaman cerpen maka diperoleh data bahwa

keempat cerita di dalam buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono

190

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengandung nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut terdapat secara random pada

setiap cerita.

1. Nilai Religius

Yang dimaksud nilai religius adalah nilai keagamaan atau norma dalam agama islam pada

kehidupan sehari-hari. Dari keempat cerita yang diteliti, masing-masing cerita mengandung nilai

religius. Contohnya seperti penggalan pada cerita :

.

Gambar 1.1 Cerita “Nu Paruasa di Korea” Karya Kang Ya

Gambar 1.2 Cerita “Jajap Nu Mulang Karya Usep Romli

Gambar 1.3 Cerita “Husu” Karya Risnawati

Gambar 1.4 Cerita “Titin” Karya Dani Hadiansyah

Dari keempat penggalan teks dari naskah cerita dan pengarang yang berbeda terdapat nilai

religius begitu mendalam. Setiap tokoh dalam ceritu diatas memiliki karakter bahwa mereka adalah

orang yang islami. Makna dari islami sendiri merupakan seseorang yang begitu taat beribadah

ataupun seseorang dengan pemahaman lebih terhadap agama.

“Nu Paruasa di Korea” karya Kang Ya :“Ehm bagja nya kang, bisa taraweh di mushola

babarengan, loba peuting nu daratang teh ?” ceuk Lasminah baturna Dasmirah.

Terjemahan dari penggalan teks tersebut adalah “Ehm bahagia sekali ya kak, bisa tarawih di

mushola bersama, apakah semalam banyak yang datang ?” kata Lasminah teman dari Dasmirah.

“Tungtungna mah, teu burung asup ka masjid. Teu burung disalatan, da basa lahir mah dina

kaayaan islam. Naha keur hirupna kungsi Islam, jeung maotna Islam ? Tapi salila mangsa opat

puluh tujuh taun, bisa jadi Obin ngalaman parobahan kajiwaan.”

Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Akhirnya tidak sempat masuk ke mesjid. Tidak

sempat disalatkan, karena dari lahir dalam keadaan islam. Mengapa hidupnya sempat islam, dan

matinya islam ? tapi selama empat puluh tujuh tahun, bisa saja Obin mengalami perubahan

kejiwaan.”

“Ti leuleutik, basa sok ngaji keneh di tajug Ustad Imong, sok didongengkeun lalakon Sayidina Ali,

nu pingpingna katiir jamparing musuh. Nuju solat, jamparingna dicabut. Ku husu-husuna

anjeunna solat, dugi ka teu karaosan atuh jamparingna nu nanceb dina pingpingna dicabut teh.”

Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Sejak kecil, ketika masih rajin mengaji di mesjid

kecil milik Ustad Imong, sering kali dikisahkan dongeng tentang Sayidina Ali yang pahanya

tertusuk panah musuh. Saat solat, panahnya dicabut. Saking khusunya beliau solat, sampai tidak

terasa panah yang menancap dipahanya telah dicabut.”

“Peutingna, bada maghrib, beres wiridan.”

Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Semalam, sesudah maghrib, selesai wiridan.”

191

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

2. Nilai jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat

dipercaya dalam perkataan, tindakan, pekerjaan. Karakter jujur merupakan sifat yang sangat sulit

dimiliki oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan, orang-orang selalu mengganggap sepele tentang

hal-hal kecil terkait ketidakjujuran. Misalkan seperti alasan tidak mengerjakan tugas akibat

ketiduran, namun alasan aslinya adalah malas. Kejadian seperti itu bisa membuat seseorang

tenggelam nyaman dalam hal yang salah.

Dari keempat cerita pendek yang dianalisis terdapat satu judul cerita yang membuat nilai

kejujuran pada konteks yang berbeda. Cerita dengan judul “jajap Nu mulang” ditemukan penggalan

teks yang mengandung kejujuran seperti berikut :

Gambar 2.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Makna jujur yang disajikan dalam cerita tersebut mengandung arti mendalam bagi

kehidupan sehari-hari. Dimana kata jujur tidak selalu diartikan kepada seseorang dengan

kebohongan mendarah daging. Akan tetapi makna jujur sendiri bisa dikatakan sebagai pencarian

jati diri atau komitmen seseorang terhadap pilihannya yang tentu saja harus dipertanggung

jawabkan apapun resikonya.

“Lantaran akang mah hayang jadi kominis saestu-estuna, nya akang mah atheis we. Nu matak

tara salat oge. Ieu nembongkeun sikep jujur. Henteu munafik atawa lolodokan.”

“Jujur ?” Apin kerung.

“Tangtu jujur. Sabab dina kahirupan mah jang, ukur aya dua pilihan. Halal-haram. Salah-bener.

Jujur-khianat. Munapek, hipokrit mangrupa sikep jahat pisan. Leuwih jahat ti batan khianat. Tah

akang mah hayang jujur. Embung munapek atawa khianat. Akang kominis resikona akang kudu

atheis. Kudu kafir. Teu ngigama jeung teu boga agama. Sabab dina islam oge, kur aya dua pilihan.

Fal yu’min awu fal yakfur. Iman atawa kafir.”

“Rea babaturan Akang nu ngaraku Islam. Tapi tara salat, tara jumaah, puasa ge tara. Rea nu

ngaku Kristen, ka gereja tara nincak-nincak acan. Akang mah kataji ku kominis, ku PKI, lantaran

jalma-jalma jalujur. Maranehna atheis. Kafir. Atuh tara salat, tara puasa, tara ngalakonan ritual

ibadah. Cirining jujur eta teh.”

Terjemahan dari penggalan teks diatas adalah

“Karena kakak ingin menjadi komunis seutuhnya, ya kakak atheis. Itu sebabnya kakak tidak

sholat. Ini menunjukan sikap jujur. Tidak munafik atau pura-pura.”

“Jujur ?” Apin mengernyit

“Tentu jujur. Sebab dalam kehidupan itu dek, hanya ada dua pilihan. Halal-haram. Salah-benar.

Jujur-khianat. Munafik, hipokrit merupakan sikap sangat jahat. Lebih jahat daripada berkhianat.

Nah, kakak ingin jujur. Tidak mau munafik atau berkhianat. Kakak komunis resikonya kakak

harus atheis. Harus kafir. Tidak beragama dan tidak punya agama. Sebab dalam islam juga,

hanya ada dua pilihan. Fal yu’min awu fal yakfur. Iman atau kafir.”

“Banyak teman kakak yang mengaku Islam. Tapi tidak sholat. Tidak jum’atan, puasa juga tidak.

Banyak yang mengaku kristen, tapi tidak pernah menginjakan kaki di gereja. Kakak ketagihan

sama komunis, PKI, karena manusianya sangat jujur. Tidak sholat, tidak puasa, tidak

melaksanakan ritual ibadah. Ciri-ciri jujur yang seperti itu.”

192

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

3. Nilai Toleransi

Arti toleransi adalah sikap dan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang lain. Contoh penggalan teks yang mengandung makna

toleransi pada naskah cerita pendek “Jajap Nu Mulang” yaitu:

Gambar 3.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Sikap seperti ini sangat wajib dimiliki bagi generasi muda. Apalagi dengan banyaknya

keberagaman yang terdapat di berbagai belahan bumi Indonesia. Entah itu keberagaman budaya,

adat istiadat ataupun kepercayaan. Rasa toleransi bisa dimulai dengan hal-hal kecil bagi anak

sekolah dasar seperti menghargai teman ketika berbicara, menjadi pendengar yang baik dan tidak

mengeluarkan kata menyakitkan ketika berbicara.

4. Nilai disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan

dan peraturan. Sikap disiplin sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak agar mereka

tidak terbiasa melanggar aturan yang telah ditetapkan. Dalam empat cerita hasil analisis peneliti,

ditemukan makna disipin pada cerita dengan judul “Husu” yaitu pada penggalan berikut :

Gambar 4.1 Cerita “Husu” Karya Risnawati

Kalimat penggalan tersebut menjelaskan bahwa sholat diawal waktu sudah termasuk ke dalam

ibadah khusyu. Yang artinya kedisiplinan seseorang dalam melaksanakan ibadah tepat waktu itu

termasuk sikap terpuji karena tidak semua orang berkomitmen pada hal demikian.

5. Nilai cinta damai

Cinta damai didefinisikan sebagai sikap, perkataan, tindakan yang menyebabkan orang lain

merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Sikap ini bisa mencegah perselisihan pada

sekelompok orang dengan perbedaan pendapat, pemahaman ataupun kepercayaan. Pada cerita

yang berjudul “Jajap Nu Mulang” ada potongan kalimat dialog seperti berikut :

“....Urang mah cukup solat dina awal waktu, eta ge geus kaasup husu.”

Terjemahan pada kalimat diatas adalah“...Kita cukup solat tepat diawal waktu, itu juga

termasuk ke dalam khusyu.”

“Kang, ari Akang muhun kominis ?”

“Ari kitu ?” Obin nyerengeh. Nembongkeun huntu careham perak.

“Ah henteu. Aya we nu nyarios.”

“Mun enya rek kumaha ? Mun henteu rek kumaha ?” Obin nyerengeh deui.

“Moal kukumaha. Rek angger we milu maca.”

Terjemahan penggalan teks diatas adalah

“Kak, kalau kakak benar komunis ?”

“Kalau begitu ?” Obin terkekeh. Menunjukan gigi geraham perak.

“Ah tidak. Hanya ada yang berbicara.”

“Kalau iya bagaimana ? kalau tidak bagaimana ?” Obin kembali terkekeh.

“Tidak apa-apa. Tetap saja akan ikut membaca.”

193

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 5.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Makna dari potongan kalimat tersebut menunjukan bahwa Obin selaku anggota partai

Komunis dia menjunjung tinggi nilai cinta damai meskipun dia tahu bahwa Apin sahabatnya

merupakan anggota ormas islam yang menentang keras adanya komunis.

6. Nilai peduli sosial

Peduli sosial bisa diartikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap ini begitu mulia sehingga wajb sekali

ditanamkan pada diri anak-anak. Memberi mereka pelajaran bahwa kita sebagai makhluk sosial

tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Nilai peduli sosial ini terdapat pada cerita yang

berjudul dan “Titin”. Berikut adalah penggalan teksnya :

Gambar 6.1 Cerita “Titin” Karya Dani Hadiansah

Penggalan tersebut menceritakan karakter tokoh utama yang begitu mempedulikan keadaan

muridnya setelah ibunya Titin datang memberitahukan bahwa Titin tidak bisa melanjutkan sekolah

dikarenakan krisis ekonomi. Sikap seperti ini sangat patut untuk dijadikan contoh bagi anak-anak,

remaja, maupun orang tua.

7. Nilai gemar membaca

Gemar membaca merupakan kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan

yang memberikan kebajikan bagi diri. Membaca selalu disebut sebagai kunci ilmu. Dimana setiap

ilmu yang terdapat dalam sebuah buku tidak akan masuk tanpa dibaca terlebih dahulu. Pada cerita

yang berjudul “Jajap Nu Mulang”, si karakter utama memiliki kegemaran membaca, seperti yang

diungkapkan pada penggalan berikut :

Gambar 7.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

“Jadi unggal poe, Apin idek leher di emper imah Obin namatkeun buku Hamka jeung

Pramudya, saminggu campleng.”

Terjemahan kalimat tersebut adalah :

“Jadi setiap hari, Apin bersantai di teras rumah Obin menyelesaikan buku Hamka dan

Pramudya, seminggu penuh.”

“Keun atuh, ku abdi sual Titin mah bade diuruskeun ka sakola, sugan bae kenging beasiswa.”

Asa-asa oge akhirna kuring nyieun kaputusan ngadadak, nu satadina mah teu kapikir

saeutik-eutik acan.

Terjemahan dari kalimat diatas adalah

“Baiklah, terkait masalah Titin biar saya yang mengurusnya ke sekolah, semoga saja dapat

beasiswa.”

“Di luar GP Anshor soteh. Di dieu mah kawan, nya Jang ?” Obin malik. Biasa dibarung

nyerengeh...

Arti terjemahan kalimat diatas adalah :

“Diluar, memang bisa disebut GP Anshor. Disini kita kawan, ya dek ?” Obin menoleh. Biasa

disertai dengan kekehan...

194

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Karakter Apin pada penggalan cerita diatas menunjukan bahwa dia memiliki sifat haus bacaan.

Dengan usia yang masih belia, Apin begitu fanatik untuk menyelesaikan dua buku

berkomposisi tebal yang isinya juga cukup sulit diapahami oleh anak seusianya. Akan tetapi,

dengan tekad yang amat tinggi disertai rasa ingin tahu juga, hal tersebut sudah menjadi hal

biasa bagi Apin.

8. Nilai tanggung jawab

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajiban, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan

Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia punya tanggung jawab sesuai porsi masing-masing. Jika

orang tua memiliki tanggung jawab untuk membesarkan anak, maka guru bertanggung jawab atas

kecerdasan siswanya di sekolah dan seorang siswa juga memiliki tanggung jawab untuk belajar

sungguh-sungguh. Memikul tanggung jawab itu merupakan sikap yang cukup berat. Tanggung

jawab bukan hanya sekedar menanggung beban tugas akan tetapi bisa diartikan juga sebagai

penanggungan resiko terhadap kepercayaan atau keyakinan yang diambil. Seperti yang

dicontohkan pada cerita “Jajap Nu Mulang” dengan contoh penggalan teks berikut:

Gambar 8.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Dialog tersebut menceritakan bahwa Apin diibaratkan sedang berbicara kepada Obin yang

sudah terbujur kaku dimakamkan. Apin seolah menyuruh Obin untuk mempertanggungkan

jawabkan keyakinannya di dunia dengan tidak mempercayai adanya sang pencipta karena Obin

adalah atheis. Atheis adalah istilah kepada orang yang tidak mempercayai ketuhanan.

Hal itu membuktikan bahwa tanggung jawab terhadap pemikiran dan pemilihan sendiri benar-

benar harus siap menerima resiko. Karakter Obin menjunjung tinggi nilai kejujuran dimana ia

sangat berkomitmen dengan pilihannya. Manusia hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu benar-

salah, jujur-khianat, iman-kafir. Obin berani mengambil keputusan untuk menjadi atheis, maka dari

itu setelah dia meninggal seluruh tanggung jawab tentunya akan dia pikul.

9. Nilai rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran

dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih

mendalam. Rasa ingin tahu manusia tidak terbatas. Itulah yang menyebabkan teknologi menjadi

“Kang Obin, Akang geus tinemu jangji akhir. Pek sing tagen nyanghareupan tanggung jawab

pribadi Akang ka Gusti Alloh nu ku Akang bareto dianggap euweuh.”

Terjemahan penggalan teks diatas adalah :

“Kak Obin, Kakak sudah bertemu dengan janji akhir. Silahkan bersiap menghadapi tanggung

jawab pribadi Kakak kepada Alloh yang mana dulu Kakak menganggapnya tidak ada.”

“Naha ari sakur kominis kudu atheis. Teu percaya ka Gusti Alloh ?” Apin nyoba-nyoba

ngasongkeun masalah ka Obin.

Terjemahan penggalan teks diatas yaitu :

“Mengapa yang komunis harus atheis. Tidak percaya kepada Gusti Alloh ?” Apin mencoba

memberikan masalah kepada Obin.

195

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

semakin canggih dari masa ke masa. Contoh penggalan kalimat dalam teks cerita yang

mengandung makna nilai rasa ingin tahu adalah sebagai berikut:

Gambar 9.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Pada penggalan teks cerita tersebut menunjukan bhawa Apin memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi. Hal ini berkaitan karena pengaruh lingkungan dan juga kegemaran membacanya sehingga

membuat menjadi lebih terangsang dalam menanggapi suatu hal. Rasa penasarannya sangat besar

untuk mengetahui keterkaitan antara paham komunis dan keyakinan atheis.

10. Nilai bersahabat

Bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja

sama dengan orang lain. Sikap seperti ini biasanya mudah sekali dimiliki anak-anak. Dimana pada

masa belia anak-anak sangat senang sekali menambah banyak teman. Bersahabat memiliki

keterkaitan dengan nilai cinta damai. Cinta damai tidak akan pernah muncul tanpa adanya

perasaan bersahabat dalam jiwa manusia. Contoh nilai bersahabat yang terkandung dalam

penggalan teks cerita “Jajap Nu Mulang” :

Gambar 10.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Suasana pada penggalan teks diatas menunjukan betapa harmonisnya hubungan persahabatan

Apin dan Obin beserta keluarga meskipun keduanya memiliki keyakinan yang bertolak belakang.

Akan tetapi karakter dari dua orang tersebut menjelaskan seolah mereka saling menghargai.

SIMPULAN

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam 4 cerita pada buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan

Tatang Sumarsono meskipun nilai tersebut ditemukan secara random. Karena tidak semua cerita

mengandung 18 nilai pendidikan karakter yang ditetapkan oleh kemendiknas (2010).

Beberapa nilai pendidikan karakter yang ditemukan antara lain nilai religius, nilai kejujuran,

nilai toleransi, nilai disiplin, nilai peduli sosial, nilai gemar membaca, nilai rasa ingin tahu, nilai

cinta damai, nilai tanggung jawab dan nilai bersahabat. Nilai-nilai tersebut sangat patut untuk

diteladani bagi orang-orang diberbagai kalangan usia. Baik itu anak-anak, remaja maupun orang

dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Alhamuddin, A. (2017). Studi perbandingan kurikulum pendidikan dasar negara Federasi Rusia dan

Indonesia. AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 3(2), 123-141.

Durahman, D. & Sumarsono, T. (2011). Kanagan Jilid 5. Bandung: CV Geger Sunten.

“.....Sakapeung sok diajak dahar. Karasa darehdeh someahna salaki-pamajikan teh. Budakna

milu apet. Geus teu asa-asa nirilik mapagkeun mun nejo Apin datang....”

Terjemahan dari kalimat tersebut adalah :

“....Terkadang selalu diajak makan. Terasa ramah sepasang suami istri itu. Anaknya ikut menempel. Tidak sungkan berjalan menyambut ketika melihat Apin datang...”

196

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gunawan, A. W. (2015). Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di sekolah. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Handitya, B. (2019). Menyemai Nilai Pancasila Pada Generasi Muda Cendekia. ADIL Indonesia

Journal, 1(2).

Kemendiknas. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jakarta:

Kementrian Pendidikan Nasional.

Muslich. (2013). Strategi pembelajaran pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Puskubruk. (2010). “Pengembangan pendidikan budaya dan karakter Bangsa: pedoman sekolah

(Development of nations’ culture and characters: guidelines for school,” Jakarta: Kementerian

Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, hlm. 1-30.

Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo, A. (2013). Managemen pendidikan karakter di sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

197

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Perancangan Ilustrasi “Cerita Anak: Kue Bandros Kita” Raudhatul Jannah Mauludatil Fauziyyah1, Rosarina Giyartini2

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstract Bringing the value of local wisdom into learning materials can be one of the factors that affect reading skills. Based on a preliminary study in class IV at SDN Kamulyan it was found that the need for learning resources in the form of reading material containing information about traditional foods and local languages. However, the available reading material is still limited. Therefore, this study discusses how to design a picture story book with the title "Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita" which is supported by interesting illustrations so that it can be used as reading material for children in grade IV Elementary School. This research uses the DBR (Design Based Research) method. The design of the illustration "Children's Story Book: Cake Bandros Kita" using modern techniques and through the stage of computer digitization. "Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita" validated by experts with the results of product validation which states 82.85% is very suitable to be used as reading material in grade IV elementary schools. Keywords: Picture story book, DBR, Traditional Foods, Bandros, Local Wisdom. Abstrak Membawa nilai kearifan lokal ke dalam bahan pembelajaran dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Berdasarkan studi pendahuluan pada kelas IV di SDN Kamulyan ditemukan kebutuhan terhadap sumber belajar berupa bahan bacaan yang memuat informasi mengenai makanan tradisional dan bahasa daerah. Namun, bahan bacaan yang tersedia masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang bagaimana perancangan buku cerita bergambar dengan judul “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” yang didukung oleh ilustrasi menarik agar dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan metode DBR (Design Based Research). Perancangan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menggunakan teknik modern dan melalui tahap digitalisasi komputer. “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” divalidasi oleh ahli dengan hasil validasi produk yang menyatakan 82,85% sangat layak digunakan sebagai bahan bacaan di Sekolah Dasar kelas IV. Kata kunci: Buku Cerita Bergambar, DBR, Makanan Tradisional, Bandros, Kearifan Lokal

PENDAHULUAN

Membaca adalah salah satu komponen kemampuan berbahasa (Laily, 2014). Pembelajaran

membaca adalah proses memahami suatu makna yang terkandung dalam bahasa tulis (Nurhayati,

Hairudin, & Muslinatul, 2009). Seseorang dikatakan dapat membaca apabila dapat memaknai fakta

yang tersimpan dalam simbol huruf dalam bacaan. Membaca tidak hanya sekadar mengartikan

tulisan, namun juga dapat mengartikan sebuah gambar. Pernyataan ini didukung oleh Haryanto

(2009) yang mengemukakan bahwa membaca adalah proses memahami sesuatu yang tertulis atau

tercetak. Dalam proses membaca, seseorang diharapkan dapat mencari tahu kata kunci sebuah

bacaan, memahami makna bacaan, mengembangkan makna yang telah diterka, dan memakai

makna yang telah dimengerti (Amzani, Arum, 2017). Oleh karena itu, saat membaca diperlukan

kendali penuh atas pemahaman kata yang terdapat dalam tulisan dan keadaan emosi saat membaca

suatu tulisan agar pembaca dapat memahami suatu bacaan. Membaca yaitu suatu proses yang

dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan, 2013).

Kegiatan membaca terdapat pada pembelajaran Bahasa Indonesia (Marysa, hilal & Agustina,

2015). Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa Indonesia dikemas berbasis teks. Dalam

pelaksanaannya, Bahasa Indonesia diajarkan sebagai pengetahuan bahasa, juga sebagai teks yang

memiliki fungsi aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks sebagai

satuan bahasa yang mengungkapkan makna secara kontekstual menjadi perantara untuk membina

keterampilan dan menguasai ilmu pegetahuan (Abidin, 2013). Dengan kata lain, kandungan materi

pelajaran lain dapat dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dengan

kaidah-kaidah tertentu dalam pelajaran bahasa Indonesia. Karena kedudukan bahasa Indonesia

dalam tematik integratif adalah sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.

198

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengintegrasian beberapa mata pelajaran ke dalam sebuah tema disertakan pula dengan unsur

kearifan lokal. Kearifan lokal diartikan sebagai pola tindakan yang mengandung unsur kebijakan

dan diakomodasikan kedalam kearifan hidup menjadi warisan budaya baik tangible maupun

intangible (Ramadan, 2017). Salah satu warisan budaya yang mengandung nilai kearifan lokal

adalah makanan tradisional. Nilai kearifan lokal diangkat ke dalam pembelajaran dengan tujuan

untuk mempertahankan warisan budaya Indonesia yang mulai terlupakan karena arus globalisasi

dan modernisasi. Juwati (2018) menjelaskan bahwa usia anak sekolah dasar merupakan masa yang

tepat untuk menanamkan nilai kebudayaan secara mendalam. Hal tersebut dikarenakan anak usia

sekolah dasar mampu memikirkan banyak hal dalam waktu yang sama, serta mampu mengingat

dan memutar kembali memori lebih cepat dan lancar. Oleh sebab itu, penyisipan nilai kearidan

lokal dapat mempengaruhi kemampuan membaca. Sejalan dengan pendapat Samah & Jusoff (dalam

Atmazaki, A., Afnita, A., & Zuve, F. O. (2017), keberhasilan membaca (memahami isi teks) sangat

bergantung pada beberapa hal antara lain konteks bacaan. Peneliti juga menemukan adanya

keterikatan antara pembelajaran membaca dengan nilai kearifan lokal makanan tradisional dalam

buku guru dan peserta didik Kelas IV Sekolah Dasar.

Berdasarkan uraian di atas, buku cerita bergambar dipilih sebagai salah satu alternatif bahan

pembelajaran penunjang pembelajaran membaca. Picture storybooks are books in which there

picture and text are thightly interwined. Neither the picture nor the words are selfsufficient; they need

each other to tell the story (Mitchell, 2003). Buku cerita bergambar memiliki karakteristik bahasa

yang ringan dilengkapi dengan gambar yang menjadi satu kesatuan dalam penyampaian pesan.

Tema dalam cerita bergambar bersumber dari pengalaman pribadi sehingga pembaca mudah

mengidentifikasi dirinya melalui perwatakan tokoh. Pemanfaatan buku cerita anak untuk peserta

didik sekolah dasar dapat menjadi sumber bacaan yang bermakna dan juga dapat dijadikan variasi

dalam pembelajaran karena telah memalui olah visual yang menarik (Sugiarti, 2015). Tentunya,

pembuatan buku cerita bergambar perlu perancangan yang matang mulai dari muatan

pembelajaran yang dimuat dalam buku, unsur kebahasaan yang disesuaikan dengan perkembangan

kognitif, serta perancangan ilustrasi yang sesuai disesuaikan dengan anak usia kelas IV Sekolah

Dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang menggunakan menggunakan metode Design Based Research (DBR).

Namun, pembahasan dalam artikel ini hanya memuat langkah penelitian sampai pada tahap

pengembangan prototipe.

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian DBR

Data dan sumber data penelitian ini berupa (1) Rancangan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue

Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar, (2) Kualitas “Buku

Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar, (3)

Pengembangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas

IV Sekolah Dasar

Pada tahap identifikasi masalah, metode yang digunakan untuk studi pendahuluan adalah

sebagai berikut:

199

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

1. Metode observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan terhadap ketersediaan buku cerita

anak di perpustakaan SDN Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya. Observasi mempertimbangkan

langkah pertama dalam penelitian DBR yaitu mengidentifikasi masalah. Peneliti menemukan

bahwa di perpustakaan SDN Kamulyan belum tersedia buku cerita anak tentang makanan

tradisional bandros. Pemilihan tema tentang makanan tradisional bandros didasarkan pada

muatan pembelajaran yang terdapat pada buku guru dan siswa kelas IV Tema 6 Subtema 2

Pembelajaran ke-5. Muatan pembelajaran tersebut membutuhkan sumber belajar berupa bahan

bacaan untuk memperkaya wawasan tentang makanan tradisional dan bahasa daerah. Oleh

karena itu, tema tentang makanan tradisional kue bandros dipilih sebagai salah satu jenis

makanan tradisional dari Jawa Barat.

2. Metode wawancara. Perancangan ilustrasi untuk “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita”

didukung oleh hasil wawancara dengan guru kelas IV di SDN Kamulyan. Berdasarkan hasil

wawancara, peneliti menemukan adanya kebutuhan terhadap bahan bacaan untuk anak yang

dikemas lebih menarik dan mengandung unsur kearifan lokal. Bahan bacaan untuk anak dapat

disertai pula dengan ilustrasi/gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengembangan Ilustrasi Buku cerita “Kue Bandros Kita”

a. Merumuskan materi pembelajaran. Isi buku cerita bergambar berjudul “Kue Bandros Kita”

berpedoman pada Kurikulum 2013.

Tabel 1. Keterangan Tabel

Muatan Kompetensi Dasar

Bahasa

Indonesia

3.6

4.6

Menggali isi dan amanat puisi yang disajikan secara lisan dan tulis dengan

tujuan untuk kesenangan.

Melisankan puisi hasil karya pribadi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi

yang tepat sebagai bentuk ungkapan diri.

PPKn 1.3

2.3

3.3

4.3

Mensyukuri keberagaman umat beragama di masyarakat sebagai anugerah

Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks Bhineka Tunggal Ika.

Bersikap toleran dalam keberagaman umat beragama di masyarakat dalam

konteks Bhinneka Tunggal Ika.

Menjelaskan manfaat keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan

sehari-hari.

Mengemukakan manfaat keberagaman karakteristik individu dalam

kehidupan sehari-hari.

b. Pra Produksi. Pada tahap pra produksi buku cerita bergambar, peneliti mencari tahu konsep dan

teori dasar pembuatan buku cerita bergambar. Pembuatan buku bergambar dilandaskan pada

teori tentang cerita bergambar, teori ilustrasi, dan teori pembuatan buku cerita anak. Buku

cerita bergambar untuk anak usia kelas tinggi sekolah dasar sebaiknya disajikan dalam ukuran

20,5 cm x 23 cm dengan penjilidan yang tidak mudah rusak serta dilengkapi oleh efek visualisasi

yang menarik di setiap halamannya (Resmini, 2013). Pemilihan kertas untuk keperluan cetak

high end dengan resolusi tinggi perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti ketebalan

kertas, permukaan kertas, dan tekstur kertas (Noviasri, Andari, & Apriyanti, 2019). Bahan kertas

yang dipilih untuk mencetak “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” yaitu art paper 150 gsm

dengan sampul buku berbahan art karton 260 gsm.

c. Produksi. Kegiatan produksi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” diawali dengan proses

mendesain cerita yang sesuai untuk anak usia 8-10 tahun atau setara dengan usia kelas IV

Sekolah Dasar. Ide cerita yang dimuat dalam “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” bertema

persahabatan dengan 6 tokoh yaitu Viola (perempuan 9 tahun), Ujang (laki-laki 9 tahun), Mamat

200

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

(laki-laki 9 tahun), Euis (perempuan 9 tahun), Mamang Omat (laki-laki 37 tahun), dan Ibu Ujang

(32 tahun).

Tabel 2. (Sinopsis Cerita)

Kue Bandros Kita

Pada saat musim panen padi tiba, Ujang dan Mamat ikut panen ke sawah bersama

Mamang Omat. Proses panen padi terasa sangat mengasyikkan bagi Ujang yang bercita-cita

sebagai petani yang hebat. Ketika panen padi hampir selesai, Euis datang bersama seorang

saudaranya yang berketurunan Belanda. Ia adalah Viola, anak perempuan berambut pirang,

berkulit putih dan bermata biru. Ujang dan Mamat berkenalan dengannya dan

menunjukkan hasil panen mereka. Segenggam gabah dan beras ditunjukkan kepada Viola.

Namun, ternyata Viola tidak menyukai beras ataupun nasi, terasa seperti melihat belatung.

Viola ketakutan dan menangis. Ujang menghiburnya dengan mengajaknya ke rumah untuk

ikut membuat kue bersama Ibu. Kue yang mereka buat adalah kue Bandros, rasa kue

Bandros yang nikmat sangat disukai oleh Viola. Padahal, bahan baku utama kue Bandros

yaitu tepung beras. Pertemuan pertama dan persahabatan baru dengan Viola menjadi lebih

berwarna karena kue bandros yang nikmat.

Pembuatan ilustrasi menggunakan teknik modern. Ilustrasi dibuat menggunakan pen tablet,

laptop serta didukung oleh aplikasi medibang paint pro dan photoshop. Pembuatan layout dari

awal sampai dengan tahap finishing dilakukan secara digital.

Berikut adalah layout perhalaman sebelum dan sesudah proses pewarnaan serta editing.

Tabel 3. Proses Pembuatan Ilustrasi

Layout awal Layout akhir Layout awal Layout akhir

Sampul depan

Keterangan buku

Kata pengantar

Halaman 13-14

Halaman 15-16

Halaman 17-18

Halaman 19-20

Halaman 21-22

Gambar 2.

Aplikasi MediBang Paint Pro

Gambar 3.

Aplikasi Adobe Photoshop CC 2018

201

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Halaman 1-2

Halaman 3-4

Halaman 5-6

Halaman 7-8

Halaman 9-10

Halaman 11-12

Halaman 23-24

Halaman 25-26

Profil penulis

Sampul belakang

Proses pembuatan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sepenuhnya melalui tahap

digitalisasi komputer. Sketsa awal (layout awal) dibuat langsung di aplikasi MediBang Paint Pro

kemudian diwarnai, disunting, dimasukkan teks cerita, serta diberi halaman. Ilustrasi dibuat

menggunakan warna cerah untuk menarik perhatian anak serta menciptakan efek visualisi yang

segar untuk dilihat. Tipografi dalam “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menggunakan jenis

huruf sederhana yang mudah dibaca dan dibedakan penulisan hurufnya untuk menghindari

kesalahan baca saat membaca cerita.

2. Validasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita”

Validasi ahli dilakukan oleh ahli media dan materi untuk mendapatkan kritik dan saran sebagai

penyempurnaan rancangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita”. Validator pertama dalam proses

validasi ini merupakan ahli di bidang bahasa Indonesia dan media pembelajaran SD. Hasil validasi

menunjukkan bahwa bentuk produk 82,85% “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” dikatakan

Gambar 3. Jenis Huruf di Sampul Depan

Gambar 4. Jenis Huruf untuk Isi Cerita

202

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sangat layak ditinjau dari aspek bahasa 64,28% sangat layak dan aspek struktur cerita 81,81%

snagat layak untuk digunakan sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Dari

hasil rekomendasi validator, produk “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” perlu dilakukan sedikit

revisi terutama pada penempatan nama penulis dan memperbesar ukuran kue bandros pada tata

letak sampul depan. Validator kedua yaitu Guru Wali Kelas IV SDN Kamulyan yang menyatakan

90,90% aspek kurikulum dinyatakan layak, dan 80% layak dari aspek ilustrasi. Secara umum “Buku

Cerita Anak: Kue Bandros Kita” layak digunakan sebagai bahan bacaan siswa kelas IV Sekolah Dasar

dengan perbaikan tertentu sesuai catatan validator.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini disimpulkan, (1) “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menunjukkan bahwa

produk sangat layak digunakan sebagai bahan bacaan anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Validasi

produk dilihat dari aspek produk, aspek kebahasaan, aspek struktur cerita, kurikulum dan ilustrasi

yang menyatakan bahwa “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sudah memuat cerita tentang kue

Bandros sebagai makanan tradisional Jawa Barat, dilengkapi oleh alur cerita pertemanan yang

sederhana serta ilustrasi yang mudah untuk dicerna oleh siswa Sekolah Dasar, (2) Saran dan

masukan berdasarkan validasi dari ahli akan dijadikan pertimbangan lebih lanjut untuk

mengembangkan rancangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan yang

lebih sempurna bagi anak usia kelas IV Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2013). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: Refika Aditama.

Amzani, A. (2017). Upaya peningkatan kemampuan pemahaman membaca siswa melalui

metode global berbantuan media gambar dan alat peraga pada siswa kelas I SD. (Skripsi).

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Atmazaki, A., Afnita, A., & Zuve, F. O. (2017, December). Pengembangan Bahan Ajar Membaca Berbasis

Konteks. In Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia (Vol. 1, No. 1).

Haryanto. (2009). Upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan

media gambar. (Tesis). Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Juwati, J. (2018, August). Model Pembelajaran Sastra Berbasis Cerita Rakyat Sebagai Upaya Membina

Karakter Siswa Di Lubuklinggau. In Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri

Palembang (Vol. 5, No. 05).

Laily, I. F. (2014). Hubungan kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan memahami

soal cerita matematika sekolah dasar. Eduma: Mathematics Education Learning and

Teaching, 3(1).

Marysa, R., Hilal, I., & Agustina, E. S. (2015). Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMPN 1 Gunungsugih. Jurnal Kata (bahasa, sastra, dan

pembelajarannya), 3(3, Apr).

Mitchell, D. (2003). Children’s literature an imitation to the word. Michigan Noviasri, R., Andari, T. W., & Apriyanti, I. R. (2019). Perancangan Buku Cerita Bergambar “Petualangan Anak

Pesisir: Ksatria Masin” Sebagai Media Pengenalan Makanan Khas Gresik Untuk Anak-Anak. Ultimart: Jurnal

Komunikasi Visual, 12(2), 34-40.

Nurhayati, P., & Hairudin, M., S. (2009). Pembelajaran membaca. Jakarta: Depdiknas.

Ramadan, Z. H. (2017). Pemahaman Kearifan lokal di sekolah dasar sebagai suatu cara membentuk

karakter siswa. Jurnal Pendidikan Guru, 1(1), hlm. 84–92.

Resmini, N. (2013). Sastra anak dan pengajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Samah, H. S. A. A., & Jusoff, H. K. (2008). Teaching Comprehension skills using context based text in

second languange learning at tertiary level. International Education Studeis, 1(4), hlm. 118–

123.

203

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Sugiarti, D., & Ratyaningrum, F. (2015). Pembuatan buku cerita bergambar dengan tokoh gatotkaca

sebagai media pembelajaran kelas B TK Khalifah Surabaya. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 2(1),

hlm. 64–69.

Tarigan, H. G. (2013). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: CV. Angkasa.

204

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Peran Orang Tua terhadap Home Numeracy Anak Usia Dini Ria Komara1, Dindin Abdul Muiz2, Lutfi Nur3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Home numeracy has been defined as the interaction between parents and children in including

experiences of numerical content in the home environment in daily life which should have a positive

impact on children's numeracy ability. While the role of parents is one of the determining factors for

children's growth and development. The purpose of this study is to develop an understanding of the role

of parents in early childhood home numeracy. The method used is qualitative with a descriptive

approach where the flow in this study will be described. There are significant results on the role of

parents that greatly affect the realization of the homenumeracy of early childhood, where parents

become one of the most important factors in the realization of home numeracy in early childhood, where

the role is manifested by authoritative parenting because parents are able to be assertive towards

children and provide freedom gradually.

Keywords: Role of parents, home numeracy, early childhood

Abstrak

Home numeracy telah didefinisikan sebagai interaksi antara orang tua dan anak dalam mencakup

pengalaman tentang konten numerik di lingkungan rumah dalam kehidupan sehari-hari yag seharusnya

memliki dampak positif bagi kemampuan berhitung anak.sedangkan peran orang tua menjadi salah satu

faktor penentu bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengembangkan pemahaman mengenai peran orang tua terhadap home numeracy anak usia dini. Metode

yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan deskriptif dimana alur dalam penelitian ini akan

dideskripsikan. Terdapat hasil yang signifikan terhadap peran orang tua yangsangat mempengaruhi

terwujudnya home numeracy anak usia dini, dimana orang tua menjadi salah satu faktor terpenting dalam

terwujudnya home numeracy pada anak usia dini, dimana peran tersebut diwujudkan dengan pola asuh yang

otoritatif karena orang tua mampu bersikap tegas terhadap anak dan memberikan kebebasan secara

bertahap.

Kata Kunci: Peran orang tua, home numeracy, anak usia dini

PENDAHULUAN

Dewan riset nasional (dalam Zippert & Jhonson, 2018) laporan tentang pembelajaran

matematika dicatatan anak usia dini mengemukakan bahwa “Matematika menyediakan sarana

yang kuat untuk memahami dan menganalisa dunia. cara matematis menggambarkan dan mewakili

jumlah, bentuk, ruang dan pola bantuan untuk mengatur wawasan dan ide-ide orang tentang dunia

dengan cara yang sistematis”. Pernyataan tersebut sudah jelas bahwasannya matematika sangat

penting bagi kehidupan, bukan hanya kehidupan bernegara saja namun kehidupan dunia. Dengan

cara matematis manusia dapat menggambarkan serta mewakili ide-ide tentang dunia secara

sistematis.

Niklas dan Schneider (dalam Cahoon., dkk, 2017) mengemukakan bahwa “Keterampilan

berhitung sangat penting untuk hampir setiap kegiatan di rumah dan diluar”. Hoyles. dkk (dari

Noss 1997 dalam Cahoon., dkk, 2017) “Baru-baru ini telah ada peningkatan penekanan pada

pentingnya keterampilan berhitung ditempat”. Clark.,dkk (dari Norris,2012 dalam Cahoon., dkk,

2017) “Akibatnya, profisiensi dalam berbagai berhitung dan keterampilan matematika adalah

penting, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi perekonomian nasional”.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka sudah jelas keterampilan berhitung atau numeracy

sangatlah penting untuk kehidupan manusia, bukan hanya untuk individu tetapi untuk

kelangsungan kehidupan bernegara khususnya dalam hal perekonomian.

Di negara-negara maju akan membutuhkan tenaga kerja numerik yang sangat terampil untuk

mempertahankan daya saing mereka, sementara di negara-negara berkembang perlu

205

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

meningkatkan keterampilan matematika populasi mereka sebagai dasar untuk membangun teknis

dan kapasitas keuangan. (Street., dkk, 2005)

Berdasarkan data diatas, sudah jelas bahwa negara berkembang seperti negara Indonesia

kemampuan numerasinya mengkhawatirkan dan perlu meningkatkan keterampilannya supaya

dapat bersaing dengan negara-negara lain. Keterampilan numerasi dibutuhkan dalam semua aspek

kehidupan baik dalam pekerjaan, di rumah maupun di masyarakat. Oleh sebab itu kemampuan

numerasi sangatlah penting diajarkan kepada anak sejak usia dini agar ia siap menghadapi dunia.

PEMBAHASAN

2. Home Numeracy

Secara sederhana, Numerasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep

bilangan dan keterampilan operasi hitung didalam kehidupan sehari-hari (misalnya di rumah,

pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan

kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat disekeliling kita

(Pambudi, Wulandari & Sutopo, tt). Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap

bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi

tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang

dinyatakan secara matemastis, misalnya grafik, bagan dan tabel (Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2017).

Home numeracy, yaitu interaksi orangtua-anak yang mencakup pengalaman dengan konten

numerik, seharusnya memiliki dampak positif pada perhitungan atau kemampuan matematika

secara umum (Yildiz, dkk., 2018).

Andreas Schleicher (dari OECD dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017)

mengatakan bahwa “Kemampuan numerasi yang baik merupakan proteksi terbaik terhadap angka

pengangguran, penghasilan yang rendah, dan kesehatan yang buruk. Keterampilan numerasi

dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan, baik di rumah, di pekerjaan maupun di masyarakat”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa

home numeracy merupakan interaksi antara orang tua dan anak yang mencakup konten numerik

yang diharapkan dapat memberi pengaruh baik kepada anak dengan mampu mengaplikasikan

konsep bilangan dan operasi hitung dalam kehidupan sehari-hari.

Skwarchuk., dkk. (2014) mengemukakan bahwa “Pembelajaran numerasi di rumah (Home

Numeracy) memiliki dua jenis, yaitu formal dan informal. Kegiatan berhitung formal didefinisikan

sebagai pengalaman bersama dimana orang tua secara langsung dan sengaja mengajar anak-anak

mereka tentang angka, jumlah atau aritmatika untuk meningkatkan pengetahuan berhitung.

Sebaliknya, kegiatan berhitung informal adalah kegiatan bersama yang mengajarkan tentang angka,

jumlah atau aritmatika bukan tujuan dari kegiatan tetapi dapat terjadi secara terpisah (misalnya,

bermain papan angka, kegiatan pengukuran diperlukan dalam memasak, pertukangan atau

kerajinan tangan perbandingan kuantitas, pemrosesan spasial)”.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan home numeracy

terbagi menjadi dua bagian, yakni:

a. kegiatan formal diartikan sebagai pengalaman yang dilakukan secara bersama dan secara

langsung serta orang tua sengaja mengajar tentang numeracy;

b. kegiatan informal diartikan sebagai kegiatan numeracy yang dilakukan bersama namun bukan

memiliki tujuan terpisah seperti kegiatan pengukuran dalam memasak, membuat perbandingan

dalam pembuatan kerajinan tangan dan lain sebagainya.

3. Peran Orang Tua

Sebelum peneliti membahas tentang peran orang tua yang kaitannya dengan home numeracy,

peneliti akan membahas terlebih dahulu mengenai pola asuh. Fitriyani (2015) mengemukakan

206

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bahwa “pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina dan

mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan mmenjadikan anak suskes

menjalani kehidupan ini”

Menurut Baumrid (dalam Purnama, 2019) menyatakan bahwa terdapat empat jenis gaya

pengasuhan yang dapat dilakukan oleh orang tua yakni:

a. pengasuhan otoritarian merupakan gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum

sehingga orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka serta menghormati

pekerjaan dan upaya mereka;

b. pengasuhan otoritatif merupakan gaya pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri tetapi

masih menerapkan batas serta kendali pada tindakan mereka;

c. pengasuhan yang mengabaikan merupakan gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat

didalam kehidupan anak;

d. pengasuhan menuruti merupakan gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan

anak, tetapi tidak menunut atau mengontrol mereka.

Baumrid (dalam Fitriyani, 2015) menyatakan bahwa pola asuh yang ideal untuk

perkembangan anak yaitu pola asuh otoritatif, hal ini dikarenakan hal-hal berikut.

a. Orang tua otoritatif memberi keseimbangan antara pembatasan serta kebebasan, disatu sisi

memberi kesempatan pengembangan percaya diri, sedangkan disisi lain mengatur standar,

batasan dan petunjuk untuk anak.

b. Keluarga otoritatif lebih mampu menyesuaikan dengan tahapan baru dari siklus keluarga.

c. Orang tua otoritatif luwes dalam mengasuh anak, mereka membentuk dan menyesuaikan

tuntutan serta harapan ynag sesuai dengan perubahan kebutuhan dan kompetensi anaknya.

d. Orang tua otoritatif lebih suka memberikan kebebasan anak secara bertahap.

e. Orang tua otoritatif lebih suka mendorong anak dalam perbincangan, hal tersebut dapat

mendukung perkembangan intelektual yang merupakan dasar penting bagi perkembangan

kompetensi sosial. Diskusi dalam keluarga tentang pengambilan keputusan, aturan serta

harapan yang diterapkan dapat membantu anak memahami sistem sosial serta hubungan sosial.

f. Keluarga otoritatif mampu memberi stimulasi pemikiran pada anak.

g. Orang tua otoritatif mengkombinasikan kontrol seimbang dengan kehangatan. Sehingga anak

mengidentifikasi orang tuanya. Yang pada umumnya memperlakukan kita penuh kehangatan

serta kasih sayang.

h. Anak yang tumbuh dalam kehangatan orang tua akan mengarahkan diri dengan meniru orang

tuanya kemudian memperlihatkan kecenderungan yang serupa.

i. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif akan meneruskan praktek gaya pengasuhan

yang otoritatif pula. Anak dapat bertanggung jawab, dapat mengarahkan diri, memiliki rasa ingin

tahu serta memiliki ketenangan diri mencerminkan adanya kehangatan dalam keluarga serta

pemberian petunjuk yang luwes.

j. Orang tua akan merasa nyaman berada disekitar anak yang bertanggungjawab dan bebas,

sehingga mereka memperlakukan anak remaja lebih hangat, sebaliknya anak remaja yang

berulah akan membuat orang tuanya tidak berpikir panjang, tidak sabar serta berjarak.

Berdasarkan pemaparan diatas mengenai pola asuh orang tua, pola asuh yang ideal adalah pola

asuh otoritatif dimana orang tua dapat bersikap tegas terhadap anaknya dengan memberikan

pembebasan secara bertahap, mampu mengarahkan anak ke hal yag bersipat positif serta orang tua

mampu mengontrol anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

Perkembangan dan pertumbuhan anak yang paling penting yang biasa disebut golden age

yakni pada usia dini atau pada tahun-tahun awal, dengan demikian peran orang tua dalam tahun-

tahun awal ini sangat penting bagi kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini

dapat terwujud saat keluarga berusaha menyempatkan waktu bagi keluarga, khususnya dalam

207

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

peranannya bagi perkembangan anak, karena anak merupakan tanggungjawab orang tua. Hal ini

sejalan dengan pendapat Cooper, dkk. (dalam Purnama, 2019) mengemukakan bahwa:

“Ketika seluruh anggota keluarga menghabiskan waktu bersama, mereka menciptakan sebuah

identitas bersama sekaligus menyimpan kenangan yang indah, sebuah landasan untuk

membantu anak-anak untuk memiliki konsep tentang siapa mereka dan perasaan memiliki.

Oleh karena itu, keluarga harus meluangkan waktu agar bisa berperan dalam perkembangan

numerasi anak, sehingga keluarga tidak menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada

sekolah”.

4. Anak Usia Dini

Batasan yang digunakan oleh The National Association For The Education Of Young Children

(NAEYC) serta para ahli pada umumnya mengemukakan bahwa “anak pada masa awal adalah anak

yang sejak lahir sampai usia delapan tahun. Jadi, mulai anak usia 0 sampai 6 tahun dikategorikan

sebagai anak usia dini. Pada masa ini juga sering disebut sebagai golden age atau tahun emas

karena pada masa ini anak lebih mudah menangkap lebih baik pengetahuan dan mampu

mengingatnya dengan lebih baik debandingkan dengan usia-usia berikutnya.

SIMPULAN

Berdasarkan yang telah dilakukan terkait Peran Orang Tua Terhadap Home Numeracy Anak

Usia Dini maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa : kemungkinan keberhasilan yang paling besar

yang peneliti temui dalam kegiatan home numeracy anak usia dini tidak lain karena dilakukan oleh

orang tua dan anak yang saling mendukung serta saling mempunyai keinginan besar untuk

melaksanakan kegiatan numerasi di rumah. Peranan orang tua menjadi salah satu faktor

terpenting dalam mewujudkan home numeracy di rumah sebab orang tua merupakan guru pertama

bagi anak serta rumah merupakan sekolah pertama bagi anak. Pola asuh orang tuapun menjadi

faktor penentu dalam terwujudnya home numeracy anak usia dini karena dengan sikap orang tua

terhadap anak dapat membentuk perkembangan serta pertumbuhan anak tersebut. Pola asuh

orang tua yang ideal yakni pola asuh yang bersifat otoratif dimana orang tua mampu bersikap tegas

terhadap anak dengan memberikan pembebasan secara bertahap sesuai perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Cahoon, A.dkk. (2017). Parents’ view and experiences of the informal and formal home numeracy

environment. Learning, Culture and Social Interaction, hlm. 1-11.

Fitriyani, L. (2015). Peran pola asuh orang tua dalam mengebangkan kecerdasan emosi anak.

Lentera, 18 (1), hlm. 93-110.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Materi pendukung literasi numerasi, Jakarta.

Pambudi, D., Wulandari, A. N., & Sutopo, S. Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam

Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis TIK untuk Meningkatkan Literasi

Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika SOLUSI, 2(5), 371-376. Purnama, N, A. 2019. Home literacy : suatu kajian dalam teori ekologi. Bandung: Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Skwarchuk, S. L., dkk. (2014). Kegiatan belajar di rumah formal dan informal dalam kaitannya

dengan keterapilan berhitung dan melek huruf awal anak-anak: pengebangan model numerasi

rumah. Jurnal Psikologi Anak Eksperimental, 121,hlm. 63-84 doi:

http://dx.doi.ord/10.1016/j.jecp.2013.11.006.

Street, B., dkk. (2005). Navigating numeracies. netherland : Springer.

The National Association For The Education Of Young Children (NAEYC). Pendidikan Anak Usia Dini.

Asosiasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.

208

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Yildiz., dkk. (2018). Investigating the relationship between two home numeracy measures: a

questionnaire and observations during lego building and book reading. British journal of

developmental psychology.

Zippert, E.L dan Johnson,B.R. (2018).The Home Math Environent: More Than Numeracy. Early

childhood Research Quarterly. http://doi.org/10.1016/j.ecresec.2018.07.009.

209

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 4-5 TAHUN : TINJAUAN PUSTAKA

Dela Lailatul Badriah1, Sima Mulyadi2, Lutfi Nur3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Indonesian is the national language and the language of the Republic of Indonesia. Almost all people in Indonesia use Indonesian. But some Indonesian people make Indonesian a second language. The diversity of cultures in Indonesia causes many regional languages in Indonesia. Indonesian can be taught to children from an early age. Early childhood is a child who is in the golden age where the child is easy to receive various stimuli. Based on previous research, the number of Indonesian language vocabularies for children aged 4 years is in the range of 1128 vocabularies and children aged 5 years amounting to 1091 vocabularies. Factors that influence children in obtaining Indonesian vocabulary are influenced by personal factors and environmental factors. From further research found strategies and methods to improve children's Indonesian vocabulary that can be done by parents and teachers and can develop and use Indonesian vocabulary in children. Keywords: vocabulary, children aged 4-5 years, Indonesian, parents, teachers Abstrak Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi sebagian masyarakat Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Ragamnya budaya di Indonesia menyebabkan banyaknya bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia dapat diajarkan kepada anak sejak dini. Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam masa keemasan (golden age) di mana anak mudah menerima berbagai rangsangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah kosakata bahasa Indonesia anak usia 4 tahun berada pada kisaran 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun berjumlah 1091 kosakata. Faktor yang mempengaruhi anak dalam memperoleh kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari penelitian selanjutnya ditemukan strategi dan metode untuk meningkatkan kosakata bahasa Indonesia anak yang dapat dilakukan orang tua dan guru serta dapat mengembangkan dan menggunakan kosakata bahasa Indonesia pada anak. Kata Kunci: kosakata, anak usia 4-5 tahun, Bahasa Indonesia, orang tua, guru

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan

satu sama lain. Bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal ini

tercantum dalam salah satu isi sumpah pemuda yakni: “Kami putra dan putri Indonesia,

menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ragamnya bahasa daerah yang dimiliki negara

Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Potensi berbahasa Indonesia anak

usia dini dipengaruhi oleh penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Berdasarkan studi pendahuluan

di sebuah TK daerah kota Tasikmalaya pada masa perkenalan peserta didik baru ditemukan anak

usia 4-5 tahun tidak memahami guru yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia sedangkan

sebagian temannya sudah memahami bahkan berbicara dengan bahasa Indonesia. Anak tersebut

hanya memahami bahasa daerahnya saja yaitu bahasa sunda. Hal ini disebabkan karena bahasa

yang dikuasai anak Indonesia pertama kali pada umumnya adalah bahasa daerahnya.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, topik perkembangan berbahasa Indonesia anak

usia dini lebih dominan membahas tentang mengembangkan berbahasa Indonesia pada anak usia

5-6 tahun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dahlia, Thamrin, dan Ali pada tahun 2013 dengan

judul “Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik

Kecamatan Tanah Pinoh” (Dahlia, Thamrin, & Ali, 2013). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh

Hidjanah dan Roshonah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran

Anak Usia 4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat,

Bekasi)” (Hidjanah & Roshonah, 2017). Kemudian penelitian yang dilakukan Alfin, Rosyidi, dan

Abdillah pada tahun 2018 dengan judul “Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia

210

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar” (Alfin, Rosyidi,

& Abdillah, 2018). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Rusniah

pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini

melalui Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran

2015/2016” menggunakan subjek kelompok A yaitu kategori anak usia 4-5 tahun (Rusniah, 2017).

Bahasa pertama kali diperoleh anak dari lingkungan keluarga. Ketika anak belajar bahasa,

bahasa pertama yang terlebih dahulu diketahui dan dikuasai anak berupa bahasa lisan yang terdiri

dari kata-kata dan kalimat. Berdasarkan penelitian sebelumnya anak mempelajari mulai dari

redaksi, struktur kata, sampai kalimat. Apabila seorang ayah atau ibu mengatakan kalimat yang

salah, anak akan menirukan, memaknai arti, dan mempelajari struktur kalimatnya (Putri, Ratna, &

Suandi, 2014). Pada perkembangan selanjutnya saat anak memasuki usia prasekolah, anak mulai

memperoleh dari lingkungan sekolah baik dari guru maupun teman sebayanya. Dengan banyaknya

bahasa yang anak peroleh, perkembangan kosakata akan berkembang dengan pesat sebagaimana

dikemukakan Sroufe "children vocabularies grew quite quickly after they begin to speak".

Pertambahan kosakata anak akan sangat cepat setelah mereka mulai berbicara. Hal ini dapat

dipahami karena anak akan menggunakan arti bahasa dari konteks yang digunakannya (Susanto,

2011).

Berdasarkan uraian di atas, pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 4-5 tahun

dapat diperoleh dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Selain itu, metode-metode

yang digunakan dalam memperoleh bahasa Indonesia dapat disetting secara disengaja maupun

tidak disengaja. Dalam artikel literature review ini akan disajikan pengetahuan seputar

perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun ditinjau dari pengaruh faktor

lingkungannya.

PEMBAHASAN

Faktor pengaruh perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun

Dalam studi longitudinal selama 8 tahun dalam mengeksplorasi perkembangan kosakata anak-

anak Cina dari usia 4 sampai 10 tahun (Song, et al., 2015) ditemukan bahwa keterampilan kosakata

dan kognitif anak dari prasekolah ke sekolah dasar memiliki keterkaitan yang erat dan dapat

mempengaruhi pertumbuhan leksikal anak dalam masa transisi dari pra-membaca ke membaca.

Selain itu, pengetahuan kosakata dapat memprediksi keterampilan membaca anak di kemudian

hari, termasuk pengenalan karakter, kelancaran membaca, dan pemahaman membaca. Peneliti

meyakini bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kosakata anak usia dini

adalah yang berhubungan dengan pengalaman seperti pendidikan ibu (Hoff, 2003; Rowe & Goldin-

Meadow, 2009; Rowe et al., 2012; Song et al., 2015).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Azizah yang menggunakan metode deskriptif

kualitatif untuk menemukan jumlah kosakata anak usia 3-5 tahun di PAUD Kelompok Bermain

Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga, ditemukan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai anak

bervariasi. pada anak usia 3 tahun jumlah kosakata yang diperoleh rata-rata 445 kosakata lebih

sedikit dibandingkan anak usia 4 tahun dan 5 tahun. Sedangkan anak usia 4 tahun jumlah kosakata

yang diperoleh lebih banyak dibandingkan anak usia 5 tahun dengan jumlah rata-rata anak usia 4

tahun 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun 1091 kosakata. Namun, disini selisih perbandingan

jumlah kosakata anak usia 4 tahun dan 5 tahun tidak terlampau jauh dan rata-rata jumlah kosakata

yang telah diperoleh anak usia 4 tahun dan 5 tahun sudah mencapai 1000 kosakata lebih. Semakin

bertambahnya usia, kosakata anak pun akan terus bertambah. Tetapi apabila terdapat selisih

perbedaan seperti hasil temuan di atas, peneliti meyakini bahwa dalam pemerolehan kosakata

setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Selain itu faktor pribadi dan lingkungan sangat

berpengaruh terhadap pemerolehan kosakata anak (Azizah, 2013).

211

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dari hasil penelitian di atas, ditemukan bahwa perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh

faktor intelektual/kognitif dan faktor lingkungan. Anak yang memiliki intelektual atau kognisi

tinggi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa (Susanto, 2017).

Perkembangan otak dan kognitif anak secara independen dapat dipengaruhi oleh status sosial

ekonomi keluarga dan lingkungan bilingualisme (Brito, 2017). Sementara faktor lingkungan

berperan besar dalam perkembangan awal bahasa anak terutama lingkungan sosial (Susanto,

2017).

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa terutama dalam penambahan kosakata

berkaitan dengan tingkat keseringan penggunaan bahasa, yang mempengaruhi pemerolehan dan

pemrosesan bahasa anak (Kidd, Donnelly, & Christiansen, 2018). Hal ini selaras dengan penelitian

yang dilakukan oleh Siron pada tahun 2016 di salah satu daerah Jakarta Timur, ditemukan bahwa

kemampuan penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun sudah dapat diketahui dan dipahami oleh

lawan bicaranya. Selain itu, kata kerja yang digunakan anak masih menggunakan kata-kata dasar.

Hal ini terjadi karena penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun tidak diimbangi dengan penggunaan

kalimat yang lengkap/kompleks (Siron, 2016). Dari hasil temuan tersbut dapat diketahui bahwa

penggunaan kosakata khususnya kata kerja anak usia 5 tahun dapat dikembangkan apabila anak

berperan serta dalam percakapan dan kegiatan sehari-hari.

Montessori mengungkapkan bahwa masa usia dini merupakan periode sensitif, di mana pada

masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya (Sujiono,

2013). Apabila pemberian stimulus khususnya dalam mengembangkan kosakata telah dilakukan

kepada anak sedini mungkin, maka perkembangan kosakata anak di masa mendatang akan

berkembang sangat pesat sehingga anak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi

dengan orang lain.

Metode mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun

Dalam mempelajari kosakata, dibutuhkan paparan kata-kata baru dan dukungan percakapan

(kontekstual) untuk membedakan makna kata-kata (Gómez, Vasilyeva, Dulaney, 2017). Paparan

kata-kata baru dapat diperoleh anak dengan dilibatkannya anak dalam percakapan sehari-hari.

Selain itu, untuk melatih belajar bahasa dapat disetting suatu kegiatan seperti: kegiatan bermain

bersama, cerita (baik dibacakan buku cerita atau meminta anak bercerita), bermain peran, bermain

boneka tangan, belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative learning)

(Susanto, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Markus, Kusmiyati, & Sucipto di TK

Kabupaten Malinau Barat, perkembangan kosakata anak diperoleh melalui percakapan sehari-hari.

Apabila ditinjau dari kelas kata dalam bahasa Indonesia, ditemukan kelas kata nomina menempati

jumlah paling banyak yang dikuasai anak (Markus, Kusmiyati, & Sucipto, 2017). Hal ini selaras

dengan penemuan Dardjowidjojo selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa cucunya. Dari

penelitian tersebut ditemukan bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase

rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya

pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi

menempati urutan keempat dengan persentase 10% (Dardjowidjojo, 2010).

Kegiatan untuk mengembangkan kosakata anak usia 4-5 tahun dapat dilakukan dengan

beberapa kegiatan yang sengaja disetting oleh orang tua atau guru. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Sukma, Fadillah, & Yuline yang menggunakan media gambar pada anak usia 5-6

tahun, penelitian ini menemukan bahwa kosakata Bahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun di TK

Muslimat Pontianak Tenggara meningkat ketika mengggunakan media gambar. Selain itu, Ilhami,

Fitri, dan Ramdhani membuat sebuah produk untuk memfasilitasi anak dalam meningkatkan

kosakata anak usia 5-6 tahun. Dari hasil ujicoba produk tersebut didapatkan dari 22 sampel yang

digunakan dari dua sekolah yaitu mulai berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 7 orang atau

212

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dengan persentase 32% dan 15 anak atau 62 % adalah berkembang sangat baik (BSB). Hasil tes

hasil ujicoba 22 anak Untuk tes hasil belajar didapatkan 8 anak atau 36% berkembang sesuai

harapan, dan 14 anak atau 64% anak berkembang sangat baik. berdasarkan hasil ujicoba tersebut

dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan permainan kuda bisik berupa media permainan

dan evaluasi mampu untuk meningkatkan kemampuan pembendaharaan kosakata anak usia 5-6

tahun (Ilhami, Fitri, & Ramdhani, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McLeod, Hardy, dan Kaiser yang menggunakan

metode bermain berbasis naturalistik ditemukan bukti bahwa penggunaan intervensi bahasa

naturalistik dalam konteks permainan kelas dapat efektif dalam mendukung target penggunaan

kata kosa kata (Mc.Leod, Hardy, & Kaiser, 2017). Hal ini sesuai dengan teori Enhanced Milieu

Teaching (EMT) bahwa metode bermain berbasis naturalistik dapat mendukung pengembangan

bahasa yang telah diteliti secara menyeluruh dan terbukti efektif dalam mempromosikan bahasa

lisan dan meningkatkan perbedaan kosakata (Kaiser & Trent, 2007; dalam McLeod, et al., 2017).

SIMPULAN

Berdasarkan kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kosakata bahasa

Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari kedua faktor tersebut, faktor

lingkungan dapat dikembangkan oleh siapa pun, baik oleh orang tua di rumah maupun guru di

sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam mengembangkan kosakata

bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun yaitu kegiatan bercakap-cakap, penggunaan media gambar,

permainan kuda bisik, dan metode bermain berbasis naturalistik.

DAFTAR PUSTAKA

Alfin, J., Rosyidi, Z., & Abdillah, H. (2018). Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia

Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar. Jurnal:

Jurnal Pendidikan Usia Dini, 12 (2), hlm. 271-280.

Azizah, F. N. (2013). Pemerolehan Kosakata Anak Usia 3—5 Tahun di PAUD Kelompok Bermain

Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga. Jurnal: Skriptorium, 1 (3), hlm. 57-66.

Dahlia, L., Thamrin, M., & Ali, M. (2013). Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia

Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh. Jurnal: Jurnal Pendididkan dan

Pembelajaran Khatulistiwa, 2 (9), hlm. 1-13.

Dardjowidjojo, S. (2012). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia.

Gómez, L. E., Vasilyeva, M., & Dulaney, A. (2017). Preschool Teachers' Read-Aloud Practices in

Chile as Predictors of Children's Vocabulary. Journal: Journal of Applied Developmental

Psychology, 52, hlm. 149–158.

Hidjanah., & Roshonah, A. F. (2017). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5

Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi).

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini : Yaa Bunayya, 1 (1), hlm. 47-52.

Ilhami, B. S., Fitri, B. F. H., & Ramdhani, S. (2019). Permainan Kuda Bisik untuk Meningkatkan

Kemampuan Pembendaharaan Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak Usia

Dini: Cakrawala Dini, 10 (2), hlm. 101-108.

Markus, N., Kusmiyati, & Sucipto. (2017). Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5

Tahun. Jurnal Ilmiah : FONEMA, 4 (2), hlm. 102-115.

McLeod, R. H., Hardy, J. K., & Kaiser, A. P. (2017). The Effects of Play-Based Intervention on

Vocabulary Acquisition by Preschoolers at Risk for Reading and Language Delays. Journal:

Journal of Early Intervention, 39(2), hlm. 147–160.

213

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Putri, K. A. K., Rasna, I. W., & Suandi, I. N. (2014). Pemerolehan Bahasa Indonesia Pada Anak Usia

Dini di Desa Beraban, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Jurnal: Jurnal Ilmiah Pendidikan

dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, 3 (1).

Rusniah. (2017). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui

Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran

2015/2016. Jurnal Bimbingan Konseling: Jurnal Edukasi, 3 (1), hlm. 114-130.

Siron, Y. (2016). Analisis Kemampuan Penggunaan Kata Kerja pada Anak Usia 5 Tahun. Jurnal:

Jurnal Pendidikan Anak, 5 (2), hlm. 848-856.

Song, S. et al. (2015). Tracing Children’s Vocabulary Development from Preschool Through the

School-Age Years: an 8-Year Longitudinal Study. Journal: Developmental Science, 18 (1), hlm.

119-131.

Sujiono, Y. N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Susanto, A. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori). Jakarta: Bumi Aksara.

214

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun

di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah Vita Siti Zulaeha1, Sima Mulyadi², Taopik Rahman³

Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]², [email protected]

Abstract This research was motivated by observations of researchers in the field who found several children aged 5-6 years who still did not know the names of the objects around them, could not make simple sentences, and could not tell their activities while at home. This problem is often faced by teachers in class. Meanwhile, when children are asked to tell stories about their activities while at home the children only speak a few words even though the teacher has stimulated the children to tell stories with simple sentences. The analysis is that in this indicator all children begin to develop their speaking skills, this can be seen from the children who have the courage to speak fluently when the teacher explains learning in class, this shows that each child's speaking ability is different but the average speaking ability of children in this school shows are starting to develop. The results of data collection on the speaking ability of children aged 5-6 years develop according to expectations if the educational components both at school and at home can stimulate each other's speaking skills.

Keywords: speech, early childhood, language development Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh kegiatan observasi peneliti di lapangan yang menemukan beberapa

anak usia 5-6 tahun yang masih belum mengetahui nama-nama benda di sekitarnya, belum bisa membuat kalimat sederhana, dan belum bisa menceritakan kegiatannya selama di rumah. Masalah ini sering dihadapi oleh guru-guru dikelas. Analisisnya adalah pada indikator ini seluruh anak mulai berkembang kemampuan berbicaranya hal ini terlihat dari anak yang sudah berani berbicara dengan lancar saat guru menjelaskan pembelajaran di kelas, hal ini menunjukkan bahwa setiap kemampuan berbicara anak berbeda-beda namun rata-rata kemampuan berbicara anak di sekolah ini menunjukkan mulai berkembang. Hasil pengumpulan data tentang kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun berkembang sesuai harapan apabila komponen pendidikan baik di sekolah maupun di rumah dapat saling menstimulus kemampuan berbicara anak. Kata Kunci: kemampuan berbicara, anak usia dini, perkembangan Bahasa

PENDAHULUAN

Anak usia lahir sampai 6 tahun merupakan masa keemasan (Uce, 2017). Pada masa ini anak

mulai peka menerima berbagai rangsangan, anak telah siap merespon stimulus yang diterimanya

dari lingkungan (Mutiah, 2015). Stimulus yang diberikan orang tua harus benar-benar

diperhatikan. Karena masa ini merupakan masa peletak dasar pertama bagaimana berkembangnya

aspek perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Montessori (dalam

Sujiono, 2013, hlm 2) menyatakan bahwa “pada rentang usia lahir sampai 6 tahun anak mengalami

masa keemasan yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai

rangsangan”. Masa peka adalah masa anak yang telah siap merespon stimulus rangsangan dari

lingkungan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda-beda, seiring berjalannya waktu

pertumbuhan dan perkembangan anak meningkat secara individual. Masa ini merupakan peletak

dasar pertama bagaimana anak mengembangkan aspek perkembangannya (Sujiono, 2013).

Salah satu pengembangan aspek bahasa anak adalah berbicara. Bahasa dan berbicara

memiliki keterkaitan yang sangat erat dimana kemampuan berbicara verbal sehari-hari anak

menunjukan berkembangnya bahasa verbal anak (Sumaryanti, 2017). Hal tersebut sejalan dengan

Suhartono (dalam Pebriana, 2017) yang menyatakan bahwa peranan bahasa bagi anak usia dini

diantaranya sebagai sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara

dan sarana agar anak mampu membaca dan menulis. Menurut Somantri (dalam Yani, 2018)

Perkembangan kemampuan berbahasa anak usia dini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan

pikirannya melalui bahasa sederhana yang tepat, mampu berkomunikasi dengan efektif dan

membangkitkan minat anak untuk dapat berbahasa dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan berbagai permasalahan di KB Fadhilatul Hidayah.

Pertama, perbendaharaan kata anak masih kurang, hal ini dilihat dari jawaban anak yang kurang

215

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengetahui nama-nama benda di sekitarnya. Kedua, sebagian anak belum bisa membuat kalimat

sederhana, hal ini dilihat dari pertanyaan peneliti yang tidak direspon atau dijawab oleh anak.

Ketiga, sebagian anak belum bisa menceritakan pengalamannya, hal ini dilihat ketika anak disuruh

menceritakan kegiatannya selama di rumah. Permasalahan-permasalahan diatas menunjukan

bahwa kemampuan berbicara anak di KB Fadhilatul Hidayah masih kurang. Terdapat kesenjangan

antara teori dan lapangan. Menyadari betapa pentingnya kemampuan berbicara pada anak dan

berdasarkan data hasil observasi peneliti. Maka penelitian ini berjudul “Analisis Kemampuan

Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun di KB Fadhilatul Hidayah”. Berdasarkan hasil observasi sebelumnya,

maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kemampuan

berbicara anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah? 2) Bagaimana

kemampuan bercerita anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah?

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, peneliti melakukan pengamatan,

wawancara, dan penyebaran angket kepada orang tua anak. Untuk mempermudah proses

pengumpulan data maka sebelum peneliti ke lokasi penelitian untuk mengambil data peneliti

merumuskan kisi-kisi tentang aspek yang akan diamati. Observasi biasanya diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap data atau informasi yang nampak pada

suatu objek (Widoyoko (Fadila, 2018; Muizzatul, 2012) Kuesioner atau angket merupakan metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Sugiono

(2017, hlm. 199) menyatakan bahwa “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab”. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

oleh peneliti dengan cara tanya jawab atau dialog secara lisan antara peneliti dengan responden.

Menurut Sugiono (2017, hlm. 117) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas:

objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah berjumlah 10 orang.

Penelitian ini menggunakan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik yang digunakan

dalam pengambilan sampel. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Menurut

Sugiono (2017: 124-125) menjelaskan bahwa “sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan melalui hasil deskripsi tiap indikator. Hasil

analisis dan pengolahan data diperoleh skor rata-rata secara sederhana kemudian dideskripsikan.

Hasil penelitian ini dilakukan dengan teknik penyebaran angket terhadap kepada orang tua subjek

sebanyak 10 orang tua anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran

tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari

data tersebut dapat diketahui data secara mendasar.

Tabel 1. (Indikator Kemampuan Berbicara Anak (Hasil Angket))

Aspek yang diukur dalam kemampuan berbicara anak Kemampuan

BB MB BSH BSB

Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. 10% 20% 30% 40%

Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang

sama

25% 30% 5% 40%

216

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata,

serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca,

menulis dan berhitung

20% 15% 20% 45%

Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok

kalimat-predikat-keterangan)

10% 30% 35% 25%

Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide

pada orang lain

10% 25% 45% 10%

Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah

diperdengarkan

30% 30% 30% 10%

Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita 5% 20% 25% 50%

Pada Aspek ini anak telah memiliki kemampuan berbicara yang baik sesuai usianya yakni 5-

6 tahun. hal ini menunjukan bahwa kemampuan berbicara setiap anak berbeda-beda, akan tetapi

rata-rata kemampuan berbicara anak menunjukan berkembang sangat baik. Aspek 1 sebesar 40%

anak menunjukkan berkembang sangat baik untuk menjawab pertanyaan yang lebih kompleks.

Aspek kedua yaitu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama menunjukan

anak berkembang sangat baik. anak yang kemampuan berbicaranya berkembang sangat baik

sebanyak 40%. Selain dari hasil penyebaran angket, penelitian ini juga dilakukan dengan teknik

wawancara terhadap guru yang mengajar di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran

tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari

data tersebut dapat diketahui data secara mendasar, berdasarkan tabel aspek berikut ini:

Tabel 2. (Indikator Kemampuan Berbicara Anak (Hasil Wawancara))

Aspek yang Diukur dalam Kemampuan

Berbicara Anak

Kemampuan

BB MB BSH BSB

Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. 10% 20% 35% 45%

Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi

yang sama

25% 35% 20% 45%

Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan

kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan

membaca, menulis dan berhitung

15% 25% 25% 50%

Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap

(pokok kalimat-predikat-keterangan)

10% 30% 45% 25%

Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan

ide pada orang lain

10% 25% 45% 30%

Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah

diperdengarkan

20% 40% 30% 30%

Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku

cerita

15% 20% 25% 50%

Aspek 1 sebesar 45% anak menunjukkan berkembang sangat baik untuk menjawab

pertanyaan yang lebih kompleks. Aspek kedua yaitu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki

bunyi yang sama menunjukan anak berkembang sangat baik. anak yang kemampuan berbicaranya

berkembang sangat baik sebanyak 45%. Selanjutnya, kemampuan bercerita anak. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati atau observasi terhadap anak usia 5-6 tahun

di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat

dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari data tersebut dapat diketahui data secara

mendasar.

Tabel 3. (Aspek kemampuan Berbicara Anak (Hasil Observasi))

Aspek yang diukur dalam kemampuan berbicara

anak

Kemampuan

BB MB BSH BSB

217

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Menyusun kalimat sederhana dalam struktur

lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan)

10% 45% 40% 5%

Memiliki lebih banyak kata-kata untuk

mengekpresikan ide pada orang lain

20% 25% 30% 25%

Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah

diperdengarkan

20% 35% 35% 10%

Menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam

buku cerita

15% 45% 20% 20%

Aspek 1 yaitu menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-

predikat-keterangan) menunjukan 45% anak mulai berkembang. Aspek kedua yaitu memiliki lebih

banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide pada orang lain menunjukan 30% kemampuan

berbicara anak berkembang sesuai harapan. Aspek ketiga yaitu melanjutkan sebagian

cerita/dongeng yang telah diperdengarkan menunjukan sebanyak 35% anak mulai berkembang

dan 35% anak berkembang sesuai harapan. Aspek keempat yaitu menunjukkkan pemahaman

konsep-konsep dalam buku cerita sebanyak 45% anak mulai berkembang.

Hasil pengumpulan data kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di Kelompok Bermain

Fadhilatul Hidayah, berdasarkan penyebaran angket dan wawancara kemampuan berbicara anak

telah berkembang sangat baik, dimana skor yang anak peroleh rata-rata menunjukan berkembang

sesuai harapan dan berkembang sangat baik. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa

perkembangan kemampuan berbicara berada dalam kategori sangat baik. Hasil penelitian ini

mengenai kemampuan bercerita anak menunjukan mulai berkembang dan berkembang sesuai

harapan hal ini terlihat dari kemampuan bercerita anak memperoleh presentase yang cukup

banyak pada perkembangan ini. maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan bercerita

anak berada dalam kategori baik.

Tarigan (dalam Romlah 2017) menyatakan bahwa “Bicara adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta

menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Jadi dapat dikatakan bahwa berbicara adalah alat

untuk menyampaikan ide, pikiran, gagasan dan perasaan dengan bunyi ekspresi dan artikulasi yang

tepat”. Sedangkan menurut Dyer (dalam Zakiyyah 2017) berpendapat bahwa pada usia 5 tahun

anak sudah bisa menceritakan suatu cerita dan telah memiliki rasa humor. Kemampuan berbicara

menurut Nurbiana (dalam Berti, 2011) adalah kegiatan dua arah atau tatap muka yang dilakukan

secara langsung kemampuan berbicara anak sangatlah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,

karena dengan berbicara anak bisa mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,

keinginan, ide dan perasaannya.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis hasil penelitian mengenai kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun di

Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah dapat disimpulkan sebagai berikut ini: Kemampuan

berbicara anak telah sesuai dengan tahap perkembangannya dengan menggunakan aspek yang

terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 137 Tahun 2014 tentang

Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini mengenai standar isi tentang Standar Tingkat

Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) untuk usia 5-6 tahun kemampuan berbicara anak

berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik, kemampuan bercerita anak telah sesuai

dengan tahapan perkembangannya dengan menggunakan 4 aspek yang terdapat dalam STPPA.

Kemampuan bercerita anak mulai berkembang dan berkembang sesuai harapan.

218

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

DAFTAR PUSTAKA

Berti, Y., Wilson. & Hukmi. (2011). Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun (Study

Deskriptif) di Taman Kanan-kanak Darel Hikmah Kota Pekanbaru. (Skripsi). Universitas Riau.

Riau

Fadila, H. (2018). PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA PADA TEMA 1 INDAHNYA KEBERSAMAAN (Penelitian Tindakan Kelas Pada

Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Kelas IV SDN Kibodas Kota Sukabumi Tahun Ajaran

2018/2019) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Muizzatul, Humaida, A. (2012). Analisis Instrumen Tes Pilihan Ganda Ujian Tengah Semester Mata

Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VIII MTs Sultan Hadlirin Mantingan Tahunan Jepara Tahun

Pelajaran 2012/2013 (Doctoral dissertation, IAIN Walisongo).

Mutiah, D. (2015). Psikologi bermain anak usia dini. Kencana.

Pebriana, H. P. (2017). Analisis Kemampuan Berbahasa dan Penanaman Moralpada Anak Usia Dini

melalui Metode Mendongeng: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1. 139-147. doi:

10.31004/obsesi.v1i2.25

Romlah. & Istiarini, R. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Kegiatan

Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun di RA Al-Kahfi Tanah Tinggi Tangerang: Program Studi

Pendidikan Anak Usia Dini, 5, 49-64.

Sugiono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sujiono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Sumaryanti, L. (2017). Peran Lingkungan terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Muaddib: Studi

Kependidikan dan Keislaman, 7(01), 72-89.

Uce, L. (2017). The golden age: Masa efektif merancang kualitas anak. Bunayya: Jurnal Pendidikan

Anak, 1(2), 77-92.

Yani, H. (2018). Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bercakapcakap Dengan

Gambar Seri Pada Anak di Kelompok B Tk Negeri Pembina Kota Tasikmalaya: PAUD Agapedia,

2, 139-149.

Zakiyyah, A. (2017). Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Dongeng di

Kelompok Bermain: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, 5, 1-12.

219

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris

pada Anak Kelas V SD dengan Penggunaan Media Crossword Puzzle Nina Nuraeni1*, Dian Indihadi2,

123PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

email: [email protected], [email protected]

Abstract In this era, English is a world language that is needed in the face of globalization. Learning English in elementary schools is held as an effort to introduce foreign languages to students. At the primary school level, the scope of learning is not very extensive. In this case, the author cones on learning in fifth grade of elementary school. Students at this class level have learned several things about daily life in English. Of course all they have learned more or less adds to the vocabulary of the students. But once the facts on the ground show that the mastery of English vocabulary of students who are at this class level is still lacking. This is what underlies the research activities carried out. This study aims to obtain data for student error analysis in the use of English vocabulary using descriptive analysis methods. The data retrieval process is carried out in English learning activities using crossword puzzle media. Keywords: vocabulary, English, descriptive analysis, crossword puzzle

Abstrak Pada era ini bahasa inggris merupakan bahasa dunia yang sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi. Pembelajaran bahasa inggris di sekolah dasar diadakan sebagai upaya pengenalan bahasa asing pada siswa. Di tingkat sekolah dasar cakupan pembelajaran pun belum begitu luas. Dalam hal ini, penulis kerucutkan pada pembelajaran di kelas V sekolah dasar. Siswa pada tingkatan kelas ini telah mempelajari beberapa hal mengenai kehidupan sehari-hari dalam bahasa inggris. Tentu semua yang telah mereka pelajari sedikit banyak menambah perbendaharaan kata atau kosa kata para siswa. Namun begitu fakta di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan kosa kata bahasa inggris siswa yang berada di tingkat kelas ini masih kurang. Hal inilah yang mendasari kegiatan penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data untuk analisis kesalahan siswa dalam penggunaan kosa kata bahasa inggris dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Adapun proses pengambilan data dilakukan dalam kegiatan pembelajaran bahasa inggris dengan menggunakan media crossword puzzle.

Kata kunci: kosa kata, bahasa inggris, analisis deskriptif, crossword puzzle

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa inggris di sekolah dasar diadakan sebagai upaya pengenalan bahasa asing

pada siswa (Listia, R., & Kamal, S., 2008;Maesaroh & Malkiah, 2015; Sutarsyah, 2017). Brumfit (1997)

mengatakan bahwa ada sejumlah alasan pengajaran Bahasa Inggris di tingkat SD yakni (1)

memperkenalkan kepada anak-anak sejak dini dalam memahami budaya asing sehingga tumbuh

sikap toleransi dan simpatik; (2) alat komunikasi dalam memahami konsep-konsep baru; (3) waktu

belajar yang maksimal, tidak membutuhkan banyak waktu untuk dapat menguasainya; dan (4)

dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Untuk itu, di tingkat sekolah dasar cakupan

pembelajaran pun belum begitu luas. Dalam hal ini, penulis kerucutkan pada pembelajaran

kosakata sederhana di kelas V sekolah dasar. Adapun Kompetensi Dasar mengenai kosakata di

kelas V SD yaitu “ Memahami kosakata beserta ejaannya” dengan indikator sebagai berikut : 1)

Membedakan 3 vokal dalam 14 kata bahasa Inggris, 2) Membandingkan 3 vokal dalam 14 kata

bahasa Inggris, 3) Memaknai 3 vokal dalam 14 kata bahasa Inggris (Tim Penyusun KTSP, 2008).

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa ternyata belum memiliki kosakata yang cukup

untuk diajak berkomunikasi sederhana dalam bahasa inggris. Hal ini disebabkan pembendaharaan

kata atau kosakata yang telah dipelajari oleh siswa hanya cukup ditulis dalam buku tulis mereka

saja. Selain itu, kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran bahasa inggris menyebabkan

siswa tidak begitu antusias dalam menangkap kosakata-kosakata baru yang dipelajari. Banyak

media yang biasa digunakan untuk pembelajaran kosakata ini, seperti melalui media gambar, foto,

teka-teki dan lain sebagainya. Crossword Puzzle (silang kata) merupakan salah satu media yang

dapat digunakan dalam pembelajaran kosakata (Pratama, 2017). Media Crossword Puzzle akan

220

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

membantu siswa dalam membentuk kosakata baru. Dengan adanya permainan ini diharapkan

seluruh siswa di kelas V baik yang menguasai materi maupun yang tidak akan terlibat dalam proses

pembelajaran. Permainan ini dibuat dengan menggunakan keterlibatan seluruh panca indera siswa,

karena dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, siswa akan lebih mudah dalam memahami

suatu materi ajar apabila diberii pengalaman langsung yang melibatkan inderanya. Hal tersebut

sesuai dengan kerucut pengalaman (Dale’s Cone Experience) di bawah ini.

Gambar 1. (Kerucut Pengalaman (Dale’s Cone Experience))

Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan, maka penulis perlu membatasi masalah yang

akan diteliti agar proses penelitian menjadi terarah. Penelitian ini dibatasi pada: kecenderungan

kesalahan siswa dalam membentuk kosakata bahasa inggris melalui penerapan media Crossword

Puzzle. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah “mendeskripsikan analisis kesalahan

penggunaan kosakata bahasa inggris pada siswa menggunakan media crossword puzzle”.

METODE PENELITIAN

Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, Sugiyono (dalam Herlinda, 2018) mengatakan bahwa

terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.

Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,

empiris, dan sistematis (Gati, 2011). Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-

cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang

dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan

mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian

itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Peneliti menyimpulkan metode

penelitian adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk membantu dalam proses

penelitian agar mendapatkan data yang valid, sehingga tercapai tujuan penelitian dan terjawab

rumusan masalah yang diajukan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah

sebuah metode yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta

pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan

logika ilmiah (Azwar, 2012, hlm. 5). Dalam analisis metode kualitatif salah satunya menggunakan

penelitian deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat

lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau

221

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bidang tertentu (Azwar, 2012, hlm. 6). Jadi, metode analisis deskriptif kualitatif adalah sebuah

metode yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan secara ilmiah

dengan menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik untuk menggambarkan subjek

penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Purbaratu Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya.

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V (lima) SD Negeri 1 Purbaratu. Penelitian

ini diawali dengan merumuskan masalah yang akan dikaji dengan melakukan observasi ke sekolah

dasar yang ditentukan sebagai lokasi penelitian untuk mencari permasalahan yang terjadi di

sekolah dasar tersebut. Selain itu, peneliti melakukan studi dokumentasi untuk mencari tahu

apakah sudah ada yang melakukan penelitian mengenai permasalahan tersebut sebelumnya.

Kemudian peneliti merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab

dengan melakukan penelitian. Setelah menyusun rumusan masalah, peneliti menentukan

pendekatan penelitian sesuai dengan rumusan masalah, menentukan sumber data, dan menyusun

instrumen yang akan dilakukan dalam proses penelitian. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan

proses pengumpulan data dengan memberikan tes kepada siswa untuk mengetahui kemampuan

siswa sesuai dengan rumusan masalah yang telah disusun dan dokumentasi untuk mencatat proses

penelitian berupa foto. Setelah data-data dikumpulkan, data-data tersebut dideskripsikan dan

dianalisis sebagai bahan deskripsi hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data menggunakan media crossword puzzle dilaksanakan sebanyak dua

kali. Data pertama diambil untuk mengetahui pengetahuan awal siswa berkaitan dengan kata kerja

dalam bahasa inggris. Sedangkan data kedua adalah hasil belajar siswa setelah melaksanakan

pembelajaran menggunakan media crossword puzzle yang selanjutnya akan dianalisis oleh peneliti.

Setelah dilaksanakannya permainan tersebut, peneliti mendapatkan data berupa hasil belajar siswa

dan nilai akhir yang telah diperoleh siswa.

Dari 34 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran, sebanyak 14 siswa melakukan kesalahan

dalam mengisi lembar tugas sehingga tidak memperoleh skor nilai sempurna. Jumlah skor yang

diperoleh siswa berasal dari seluruh aspek penilaian. Aspek penilaian terdiri dari ketepatan

menemukan kata kerja, ketepatan menulis kata kerja, dan ketepatan makna kata. Kriteria penilaian

yang ditentukan oleh peneliti yaitu menemukan kata kerja dengan tepat diberi skor 4, menulis kata

kerja dengan tepat diberi nilai 3, dan menulis makna kata dengan tepat diberi skor 3. Total skor

dari ketiga aspek penilaian adalah 10 untuk 1 nomor sehingga jumlah skor untuk 10 nomor

menjadi 100.

Menurut data yang diperoleh, kemampuan menemukan dan menulis kata kerja setiap siswa

berbeda baik itu dari segi ketepatan menemukan kata kerja maupun ketepatan menulis kata kerja

dan makna. dalam menjawab pertanyaan. Hal tersebut terbukti dengan perbedaan skor dan nilai

akhir yang diperoleh setiap siswa. Soal yang disediakan peneliti ada yang bisa diselesaikan siswa

dengan baik ada juga soal yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Adapun kesalahan yang

cenderung sering dilakukan dalam pengisian lembar tugas terdapat pada aspek menulis kata kerja

dan makna kata. Keberhasilan penyelesaian soal tergantung pada penguasaan kosakata,

pemahaman makna kosakata, serta kemampuan menyusun huruf menjadi kata dalam bahasa

inggris secara tepat. Sebab, jika siswa telah menguasai dan memahami kosakata yang telah

dipelajari sebelumnya, kesalahan pengisian pada lembar tugas akan sedikit bahkan nol kesalahan.

Semua itu kembali pada kemampuan masing-masing siswa disertai dengan ajaran dan bimbingan

guru untuk praktik bahasa secara konstan.

222

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

SIMPULAN

Penelitian untuk menganalisis kesalahan penggunaan kosakata bahasa inggris pada anak kelas V

SD dengan penggunaan media crossword puzzle telah dilaksanakan. Penelitian dilaksanakan dengan

tujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan analisis kesalahan terkait hasil belajar

siswa. Adapun kesimpulan yang dapat disajikan adalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran sebagai kegiatan pengambilan data penelitian berlangsung dua kali

bertempat di SDN 1 Purbaratu. Siswa yang menjadi partisipan adalah siswa kelas V

sebanyak 34 orang. Kegiatan pembelajaran berlangsung lancar tanpa hambatan berarti.

Kegiatan pembelajaran meliputi penggalian pengetahuan awal siswa mengenai kosakata

dalam bahasa inggris, pengenalan media crossword puzzle, pengisian lembar tugas, dan

penilaian lembar tugas.

2. Analisis hasil belajar siswa berupa lembar kerja tugas terdiri dari 10 nomor dengan 3

aspek penilaian. Adapun aspek penilaian tersebut antara lain aspek ketepatan menemukan

kata kerja, aspek ketepatan menulis kata kerja, dan aspek ketepatan menulis makna kata.

Dari 34 siswa yang menjadi partisipan, sebanyak 14 siswa melakukan kesalahan dalam

mengerjakan lembar tugas. Kecenderungan kesalahan yang dilakukan siswa terdapat pada

aspek menulis kata kerja dan menulis makna kata. Hal ini berkaitan dengan kemampuan

siswa dalam menguasai kosakata dalam bahasa inggris yang masih terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brumfit, C. (1997). How applied linguistics is the same as any other science. International Journal of

Applied Linguistics, 7(1), 86-94.

Gati, R. A. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Malang: Univeristas Brawijaya

Malang.

Herlinda, D. (2018). Pengaruh Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Terhadap Pemahaman

Materi Siswa (Survey Pada Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Sub Tema Budidaya

Kelas X SMA Pasundan 4 Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Listia, R., & Kamal, S. (2008). Kendala Pengajaran bahasa inggris di sekolah dasar. Retrieved on

February, 11, 2011.

Maesaroh, S., & Malkiah, N. (2015). Media Pembelajaran Interaktif Bahasa Inggris Pengenalan Huruf

& Membaca Berbasis Multimedia untuk Sekolah Dasar. Jurnal Sisfotek Global, 5(1).

Pratama, T. (2017). Pembelajaran dan Akuisisi Kosakata Bahasa Indonesia bagi Pembelajar BIPA

dengan Metode Silang Kata (Crossword). In CLLT 2017 Conference on Language and Language

Teaching (Vol. 568).

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sutarsyah, C. (2017). Pembelajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal pada sekolah dasar di

propinsi Lampung. AKSARA: Jurnal Bahasa dan Sastra, 18(1).

Tim Penyusun KTSP.(2008).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar Negeri

Kejawang Kecamatan Siroweng kabupaten Kebumen. Kebumen.

Tim Penyusun, K. T. S. P. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar

Negeri Kejawang Kecamatan Siroweng kabupaten Kebumen.

223

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengembangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar

Lita Puspa Finurika1, Yusuf Maulana2, Ahmad Mulyadiprana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is a research that develops media in the form of pop-up book IPS Media for Grade IV Elementary School to support learning in curriculum 2013. With the development of media that is expected to attract students ' attention, have a high reading interest and motivation in learning IPS. This research aims to: 1) Describe the media design of pop-up book IPS for grade IV Elementary School, 2) describing the feasibility of a pop-up book IPs study for Grade IV elementary School, 3) describing the implementation of pop-up book IPS Learning media for Grade IV Elementary School. With research design using DBR (Design Based Research). That involves learners and teachers in the trial process. With the final product in the form of learning media pop-up book IPS for grade IV Elementary School. Keywords: Learning media, pop-up book, ips learning, traditional house Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian yang mengembangkan media pembelajaran berupa media pop-up book IPS untuk kelas IV Sekolah dasar untuk mendukung pembelajaran pada kurikulum 2013. Dengan pengembangan media yang dilakukan diharapkan dapat menarik perhatian peserta didik, memiliki minat membaca dan motivasi yang tinggi dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini bertujuan untuk :1) mendeskripsikan rancangan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar, 2) mendeskripsikan kelayakan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar, 3) mendeskripsikan penerapan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Dengan desain penelitian menggunakan DBR (Design Based Research). Yang melibatkan peserta didik dan guru dalam proses uji coba. Dengan produk akhir berupa media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Kata kunci: Media pembelajaran, pop-up book, pembelajaran IPS, rumah adat

PENDAHULUAN

Dalam proses pembelajaran menurut Sagala (2012, hlm.61) “Peranan guru bukan semata-mata

memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar agar proses

belajar lebih memadai”. Melihat dari hal tersebut perencanaan dalam memberikan fasilitas belajar

pun penting, salah satunya yakni fasilitas pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran.

AECT (Association of Education and Communication Technology) (dalam Sundayana, 2015) media

sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.

Media pembelajaran merupakan komponen yang tidak dapat terpisahkan dari proses

pembelajaran. Menurut Arsyad (201: 8) “media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang

dapat menyampaikan pesan dari suatu sumber secara terencana sehingga terjadi lingkungan

belajar yang kondusif dimana penerima pesan dapat melakukan proses belajar secara efektif”. Ada

beberapa media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menunjang pembelajaran

supaya lebih menarik dan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Dengan adanya media dalam suatu pembelajaran dapat menciptakan suatu kebermaknaan belajar

karena mengkonkretkan konsep yang abstrak, membuat siswa menjadi lebih senang dan tertarik

untuk belajar.

Media pembelajaran yang penulis gunakan adalah media pembelajaran pop-up book. Pop-up

book yang dirancang yaitu berupa potongan kertas yang muncul atau bergerak ketika buku dibuka

dan terlipat sepenuhnya ketika buku ditutup.

Salah satu mata pelajaran yang memerlukan media adalah Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) yaitu

mengenai keragaman rumah adat di Indonesia. Dalam pemahaman ragam rumah adat khusunya

rumah adat Indonesia di Pulau Jawa, pendidik atau peserta didik harus mampu mengetahui dan

mengidentifikasi macam-macam rumah adat Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Banyaknya rumah

adat di Indonesia membuat peserta didik tidak mengetahui rumah adat yang ada diwilayahnya

224

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sendiri, terkusus di Pulau jawa ini. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk membuat mereka

lebih mengetahui ragam rumah adat diwilayahnya salah satunnya adalah dengan menggunakan

media pembelajaran pop-up book.

Pop-up book merupakan salah satu media yang termasuk ke dalam jenis media visual. Hal ini

karena pop-up book lebih banyak memfungsikan indera penglihatan dalam menerima materi

pembelajaran (Rahmawati, 2017, hlm. 21). Oleh karena itu, pop-up book sebagai media

pembelajaran dapat menarik perhatian siswa karena menyajikan tampilan yang unik dan memiliki

kejutan di setiap halamannya. Terutama dalam pembelajaran yang menuntut siswa banyak

membaca, media pop-up book sangat cocok untuk digunakan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian berbasis desain atau Design Research yang

relevan digunakan untuk praktik pendidikan (Plomp, 2010). Langkah-langkah penelitian metode

penelitian berbasis desain atau Design Based Research menggunakan model Reeves (dalam

Lidinillah, 2012, hlm. 11). Prosedur ini terdapat 4 langkah yang dijelaskan pada gambar.

Gambar 1. Prosedur Model Reeves (dalam Lidinillah, 2012)

Berdasarkan fase penelitian diatas, maka tahapan penelitian yang digunakan berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan oleh Reeves adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi dan analisis masalah oleh peneliti dan praktis secara kolaboratif. Ditahap awal ini

peneliti akan melakukan analisis masalah melalui wawancara dan studi dokumentasi pada

media pop-up book.

2. Menggunakan Prototype solusi yang didasarkan pada patokan teori, design principle yang ada

dan inovasi teknologi. Dalam tahap ini peneliti melakukan perancangan pengembangan media

pop-up book untuk pembelajaran IPS di Sekolah Dasar yang disesuaikan dengan prinsip desain

yang digunakan untuk tema Tokoh dan Penemuan di kelas IV Sekolah Dasar. Yang kemudian

dilakukan validasi oleh beberapa ahli.

3. Melakukan proses berulang untuk menguji dan memperbaiki solusi secara praktis Setelah

proses validasi peneliti melakukan proses uji coba. Proses yang dilakukan melalui dua tahap

yaitu tahap internal yang diuji oleh ahli tertentu dan tahap eksternal yang dilakukan kepada

guru dan peserta didik kelas IV Sekolah dasar terhadap penggunaan media pop-up book.

4. Refleksi untuk menghasilkan design principle serta meningkatkan implementasi dari solusi

secara praktis. Tahap ini adalah tahap penyempurnaan produk dari hasil temuan yang dilakukan

demi menghasilkan produk yang sangat baik dan relevan terhadap hasil penelitian yang

dikembangkan setelah refleksi pelaksanaan uji coba.

Subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah guru dan peserta didik kelas IV SDN

Nugraha. Dalam pengumpulan data, instrumen yang digunakan yaitu lembar wawancara, lembar

Identifikasi dan analisis

masalah oleh peneliti dan

praktisi secara kolaboratif

Mengembangkan prototype

solusi yang didasarkan

pada patokan teori, design

principle yang ada dan

inovasi teknologi

Melakukan proses

berulang untuk

menguji dan memperbaiki solusi secara

praktisi

Repleksi untuk

menghasilkan design

principle serta meningkatkan implementasi

dari solusi secara praktisi

225

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

validasi media pop-up book, lembar observasi peserta didik. Teknik analisis data yang dilakukan

adalah mengumpulkan data, mereduksi data, membuat uraian terperinci dan melakukan

kesimpulan. Data yang diperoleh yang dibutuhkan dan disajikan kedalam bentuk tabel dengan

penjelasan yang bersifat deskripsi dan kemudian disimpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS Keragaman Rumah Adat Indonesia di Pulau Jawa

a. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”,

“perantara” atau “pengantar” (dalam Arsyad, 2013, hlm. 3). Hamdu (2016, hlm. 62)

menyatakan bahwa “media adalah perantara atau alat komunikasi antara guru dan siswa

dalam suatu pembelajaran guna meningkatkan rangsangan kepada peserta didik dalam

kegiatan belajar”. Dari pengertian tersebut dapat diperkirakan pentingnya peranan media

dalam suatu proses pembelajaran.

b. Pop-Up Book

Djijar (2015, hlm. 35) mengemukakan bahwa “Pop Up Book dapat diartikan sebagai buku

yang berisi catatan atau kertas bergambar tiga dimensi yang mengandung unsur interaktif

pada saat dibuka seolah-olah ada sebuah benda yang muncul dari dalam buku”. Pop-up book

merupakan salah satu media yang termasuk ke dalam jenis media visual. Hal ini karena pop-

up book lebih banyak memfungsikan indera penglihatan dalam menerima materi

pembelajaran (Rahmawati, 2017, hlm. 21). Dalam pembuatan Pop-up book tentu terdapat

teknik-teknik yang digunakan, Salah satu teknik pembuatan pop-up book menurut

Birmingham (2006, hlm. 4) antara lain: 1) V-Folds, 2) Parallelogram. 3) Slides, 4) Flaps.

c. Keragama Rumah Adat Indonesia di Pulau Jawa

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar memiliki

ruang lingkup kajian. Ruang lingkup mata pelajaran IPS disampaikan oleh Gunawan (dalam

Mulyahati, 2014) meliputi (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan,

dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, serta (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Salah satu ruang lingkup pembelajaran IPS di SD adalah sistem sosial dan budaya.

Kebudayaan berasal dari bentuk jamak bahasa sansekerta Buddhi yang berarti budi atau akal.

Koentjaraningrat (dalam Sutardi, 2009: 10) menjelaskan “kebudayaan merupakan

keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar”. Kajian mengenai budaya dan kebudayaan

dipelajari di setiap jenjang pendidikan termasuk pendidikan dasar. Materi terkait dengan

kebudayaan pada kurikulum 2013 kelas IV muatan pembelajaran IPS terdapat di tema 1

Indahnya Kebersamaan dan tema 7 Indahnya Keragaman di Negeriku KD 3.2

Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis dan agama di provinsi setempat

sebagai identitas bangsa Indonesia serta hubungannya dengan karakteristik ruang.

Keragaman suku bangsa berpengaruh terhadap bentuk rumah adat. Banyak sekali rumah

adat Indonesia, terdapat 33 provinsi di Indonesia dimana setiap provinsi memiliki rumah

adat masing-masing tentunya. Salah satu pulau di Indonesi yaitu pulau Jawa, terdapat 6

provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten serta Yogyakarta.

Disetiap provinsi tersebut terdapat rumah adat masing-masing dengan bahan dan ciri khas

berbeda satu sama lain.

Sejalan dengan studi literatur yang dilakukan, studi pendahuluan yang dilakukan di SDN

Nugraha yang dilaksanakan melalui wawancara mengatakan bahwa penggunaan media di

sekolah masih terbatas dengan penggunaan media dua dimensi yang berbentuk gambar atau

buku yang mudah digunakan.

226

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dari hasil studi literatur dan studi pendahuluan yang dilakukan dapat disimpulkan

bahwa media pembelajaran yang ada dan digunakan masih terbatas serta kurang menarik

perhatian peserta didik.

Penelitian ini berfokus pada pengembangan media pembelajaran di sekolah dasar.

Penelitian ini dilakukan karena salah satu bagian terpenting dari proses pembelajaran adalah

media pembelajaran. Penelitian ini menghasilkan sebuah produk untuk pembelajaran IPS di

Sekolah Dasar khusus di kelas IV tema 7 Keragaman di Negeriku Kelas IV yaitu Keragaman

rumah Adat Indonesia. Penelitian ini dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan

yang terjadi.

2. Rancangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk kelas IV Sekolah Dasar

Rancangan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar disusun

berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan. Media pop-up book dirancang untuk

memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPS khususnya materi keragaman

rumah adat Indonesia di Pulau Jawa di kelas IV Sekolah Dasar sehingga menarik minat siswa

agar semangat dan antusias dalam pembelajaran. Penyusunan media pop-up book IPS khususnya

materi keragaman rumah adat Indonesia di Pulau Jawa melalui beberapa tahapan antara lain

melakukan identifikasi masalah dan analisis kebutuhan media, melakukan studi dokumentasi

serta analisis buku tematik tema 7. Selanjutnya, tahapan merancang produk dimulai dengan

membuat garis besar pengembangan media melalui storyboard. Proses pembuatan desain

produk dilakukan dengan menggunakan aplikasi adobe photoshop. Setelah desain dibuat

kemudian dicetak dalam kertas yang telah ditentukan. Tahap akhir yakni proses menggunting,

melipat, menempel dan menyatukan semua komponen dari mulai sampul sampai isi sehingga

terbentuklah media pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Setelah itu media divalidasi

oleh beberapa ahli untuk mengetahui kelayakan media, yang didapatkan hasil bahwa media

Lightning Tamiya Car layak untuk diujicobakan pada peserta didik.

3. Penerapan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar

Setelah proses revisi berdasarkan saran ahli, media pembelajaran pop-up book diuji

cobakan di SDN Nugraha yang dilakukan sebanyak dua kali. Dengan jumlah peserta didik

sebanyak 18 orang. yang menunjukan respon yang positif dan antusias terhadap penggunaan

media pembelajaran pop-up book selama proses pembelajaran berlangsung. selain itu tanggapan

pendidik juga positif karena dengan adanya media pembelajaran pop-up book yang

dikembangkan peserta didik dapat merasakan pembelajaran yang memberikan pengalaman

secara langsung dan bermakna bagi peserta didik. Karena dengan produk yang digunakan

peserta didik mampu menunjukan keragaman rumah adat Indonesia di Pulau Jawa, bahan-

bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah adat, ciri khas, provinsi serta ibu kota prrovinsi

tersebut. Dari hasil wawancara yang diberikan meskipun tingkat kesulitan pembuatan media

yang cukup sulit tetapi ada tantangan tersendiri bagi peserta didik untuk dapat membuat dan

memahami produk dengan baik dan rasa senang ketika produk tersebut telah di buat dengan

pemahaman materi yang baik pada saat pembelajaran berlangsung.

Dengan demikian media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV Sekolah Dasar efektif

digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan produk media pembelajaran pop-up book yang

digunakan peserta didik mampu mengintegrasikan pengetahuan yang didapatkan,

meningkatkan keterampilan yang harus dimiliki peserta didik, memahami keterhubungan

materi pembelajaran yang diintegrasikan, menemukan konsep yang dipelajari secara individu,

dan membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dari yang abstrak ke konkret.

Dengan adanya produk media pembelajaran pop-up book ini, mampu menjadi solusi dan

alternatif media untuk pembelajaran IPS kelas IV sekolah dasar pada kurikulum 2013 yang

menuntut media untuk dapat digunakan dalam membantu pemahaman peserta didik.

227

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

SIMPULAN

Adanya keterbatasan penggunaan media pada gambar-gambar sederhana yang disebabkan

sarana prasarana berbasis IT belum terjangkau serta kurangnya ketersediaan buku penunjang

sumber belajar yang berdampak pada hasil belajar siswa, guna membantu mempermudah kegiatan

pembelajaran guru membutuhkan pengembangan media untuk menunjang suatu pembelajaran.

Pengadaan pengembangan media berupa Pop-up book yaitu buku dengan teknik memunculkan

objek gambar timbul yang akan terbuka secara otomatis ketika lembaran buku dibentangkan

sehingga lebih menarik bagi siswa. Setelah melalui proses validasi ahli dan uji coba produk maka

secara keseluruhan media pembelajaran pop-up book IPS telah layak dan siap digunakan. Hasil

respon siswa dan hasil observasi menunjukan bahwa media pembelajaran pop-up book IPS untuk

kelas IV sekolah dasar layak digunakan dalam proses pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2012). Kreatif mengembangkan media pembelajaran. Jakarta: Referensi.

Birmingham, D. (2006). Pop-up a manual of paper mechanisms. United Kingdom: Tarquin

Publications.

Djijar, D, C. (2015). “efektivitas media pop up book dalam meningkatkan kemampuan membaca

cerita pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas 1 sekolah dasar”. Skripsi. Universitas Negri

Malang.

Hamdu, G. (2016). Perangkat pembelajaran berbasis masalah secara ttematik di sekolah dasar.

Bandung: Pelangi Press

Lidinillah, D . A . M., (2012). Design research sebagai model penelitian pendidikan. Tasikmalaya :

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

Mulyahati, B. (2014). Analisis Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV Sekolah Dasar (Doctoral

dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

Plomp, T. (2010). An introduction to educational design research. proceedings of the seminar

conducted at the East China Normal University, Shanghai (PR China), November 23-26, 2007,

129. doi:10.1097/ACM.0000000000000508.

Rahmawati, D. (2017). Pengembangan media pembelajaran pop-up book pada materi perubahan

wujud benda untuk siswa SDLB tunarunggu kelas IV. (Skripsi). Pendidikan Luar Biasa, Fakultas

Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Reeves, T. C. (2006). Design research from a technology perspective. In: Van den Akker, J.,

Gravemeijer, K, McKenney, S. & Nieveen, N. (Eds). (2006) Educational design research.

London: Routledge, 52-66.

Sagala, S. (2012). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: ALFABETA

Sundayana, R. 2015. Media dan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Bandung: Alfabeta.

Sutardi, T. 2009. Antopologi: mengungkap keragaman budaya untuk kelas XI Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah Program Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

228

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Studi Literatur Pengaruh Reinforcement terhadap Kedisiplinan Anak Usia Dini

Tri Mardina Rahmadian1, Sumardi2, Taopik Rahman3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected] 1

Abstract This research is motivated by the child's laziness to learn, inaccuracy when doing assignments, and the low discipline of early childhood learning. This is a motivation of children in learning. The efforts that can be done are reinforcement. The goal is that children get motivation to learn, have accuracy and discipline of the child increases. Providing the right reinforcement can foster a pleasant situation and increase children's motivation and make children more confident in participating in learning. Based on this background, researchers conducted research with literature study methods. The data obtained are compiled, analyzed, and concluded so as to obtain conclusions about the effect of reinforcement in early childhood discipline. Information collection techniques are used by collecting books, articles, journals and research reports on the effect of reinforcement in the discipline of early childhood. In conducting research with literature studies the information is analyzed by literature analysis or content analysis. The results showed that there was an increase in early childhood discipline by using reinforcement. This can be seen from the results of the analysis of several previous studies which showed the effect of reinforcement in the discipline of early childhood. Keywords:dicipline; reinforcement; early childhood Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemalasan anak untuk belajar, ketidaktelitian ketika mengerjakan tugas, dan rendahnya kedisiplinan anak usia dini dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi anak dalam pembelajaran. Adapun upaya yang dapat dilakukan yakni dengan reinforcement (penguatan). Tujuannya agar anak mendapatkan motivasi belajar, memiliki ketelitian dalam mengerjakan tugas serta kedisiplinan anak meningkat. Pemberian reinforcement (penguatan) yang tepat dapat memupuk suasana yang menyenangkan dan meningkatkan motivasi anak serta menjadikan anak lebih percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan metode studi literatur dan data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang diperoleh dikompulasi, dianalisis, dan disimpulkan sehingga mendapatkan kesimpulan mengenai pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengumpulkan buku-buku, artikel, jurnal dan laporan hasil penelitian tentang pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Dalam melakukan penelitian dengan studi literatur dianalisis datanya dengan analisis literatur atau nalisis isi atau content analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan dalam kedisiplinan anak usia dini dengan menggunakan reinforcement (penguatan). Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dari beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini.

Kata Kunci: disiplin; penguatan; anak usia dini

PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I pasal I,

angka 14 menegaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Hal ini dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut. Menurut Rohendi (2018)

pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui

pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu, tingkah laku

yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dsb. Russell Wiliams

(dalam Husaini, 2010) menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika

tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka “otot-otot” karakter akan menjadi kuat dan akan

mewujudkan menjadi kebiasaan (habit).Selain dari itu, kedisiplinan berasal dari kata disiplin.

Istilah disiplin berasal dari bahasa latin “discipline” yang menunjukan pada kegiatan belajar dan

mengajar. Mangkunegara (2013), pengertian disiplin adalah kegiatan managamen untuk

229

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

memperteguh pedoman-pedoman organisasi.Dengan demikian, disiplin sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Jika disiplin sudah tertanam dengan baik maka akan tercipta sebuah

beradaban yang bermartabat (Purnama, Safitri, & Tarigan, 2017). Terkait dengan kedisiplinan

dalam belajar bahwa seorang anak didik harus memiliki sikap disiplin dalam belajar.Setiap anak

didik perlu diberikan rangsangan dan dorongan agar memiliki semangat untuk belajar, salah satu

diantaranya bersumber dari pemberian reinforcement( penguatan) sebagai salah satu bentuk

penghargaan atas prestasi atau kemampuan belajar anak didik saat mengikuti kegiatan belajar

mengajar. Melalui reinforcement yang diterimannya baik verbal atau non-verbal, anak didik

diharapkan dapat menerimannya sebagai suatru dorongan untuk lebih memacu kemampuan

belajarannya. Demikian pula terhadap anak didik yang belum atau tidak mendapat reinforcement

diharapkan dapat menjadi semangat baginya agar giat belajar agar juga mendapatkan

reinforcement dari guru dengan prestasi yang ditunjukkan dalam kegiatan pembelajaran.

Dari penelitian sebelumnya mengenai hubungan reinforcement terhadap disiplin anak usia dini

(Calista, 2019) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan

reinforcement dengan disiplin anak usia dini. Hal ini menunjukkan peran guru dalam memberikan

penerapan reinforcement (penguatan) sangat penting terhadap disiplin anak. Disiplin anak tidak

lepas dari penerapan reinforcement (penguatan), dimana penerapan reinforcement (penguatan)

dapat membentuk anak yang disiplin. Erawati (2018) penerapan reinforcement dapat

meningkatkan kedisiplinan dilihat dari adanya peningkatan dalam kedisiplinan dan konsentrasi

anak dalam belajar dengan hasil pra siklus 54,92% , siklus I 62,25% dan siklus II 89,61%. Dengan

adanya penerapan reinforcement (penguatan) anak dapat mengetahui bagaimana sikap yang baik

dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kehadiran di sekolah sampai anak kembali ke rumah.

Dengan begitu anak menjadi bertambah semangat dalam belajar, karena anak merasa terbimbing

dengan baik.Hasil dari penelitian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan

reinforcement (penguatan) dapat mempengaruhi kedisiplinan anak. Maka dari itu, anak akan

mencari cara agar terhindar dari kemalasan, ketidaktelitian dan kemalasannya dalam belajar,

dengan kata lain agar terhindar dari kurang kedisiplinan dalam belajar.

Dengan adanya hal tersebut fokus permasalahan dalam penelitian ini mengenai analisis

penerapan reinforcement terhadap kedisiplinan anak. Sehingga nantinya hasil dari penelitian ini

dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yang memang membutuhkan informasi terkait dengan

penerapan reinforcement dan kedisiplinan anak. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Adapun tujuan khususnya adalah

Mendeskripsikan kedisiplinan anak dalam belajar melalui reinforcement, dan Mendeskripsikan

pengaruh reinforcement terhadap kedisiplinan anak usia dini.

PEMBAHASAN

Permasalahan pada anak usia dini adalah sesuatu hal yang akan mengganggu kehidupan anak,

yang timbul karena ketidaksesuaian pada perkembangnnya. Salah satu, masalah pada anak usia

dini ketika di sekolah dan di luar sekolah adalah permasalahan kedisiplinan (Susanto, 2017).

Banyak hal yang menjadi permasalahan kedisiplinan ketika di sekolah, diantaranya; (1) anak malas

belajar, (2) anak sulit berkonsentrasi dalam belajar, (3) anak tidak teliti ketika mengerjakan tugas

yang diberikan guru, (4) anak kurang berdisiplin dalam belajar, (5) anak datang terlambat ke

sekolah, (6) ribut di dalam kelas, (7) membuang sampah sembarangan, (8) mengobrol dengan

teman saat pembelajaran berlangsung, (9) tidak meminta ijin ketika keluar kelas, (10) tidak

memakai seragam sekolah, (11) tidak memakai atribut lengkap, (12) tidak mau membereskan

peralatan lembar kerja,buku, pensil, mainan dal lainnya ketika selesai pembelajaran atau selesai

digunakan dan masih banyak lagi permasalahan kedisiplinan yang ada dalam kehidupan sehari-

hari anak ketika di sekolah. Permasalahan kedisiplinan ini terjadi karena kurangnya kebiasaan

230

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

yang diberikan kepada anak sejak dini (Aulina, 2013). Pengaruh reinforcement (penguatan) telah

memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak didik dalam melakukan perbuatan positif dan

bersikap progresif. Selain itu, telah mendorong anak didik untuk mengikuti pembelajaran sampai

dengan selesai, sehingga anak didik memperoleh penghargaan yang baik dalam tingkah laku sopan

santun dan semangatnya mengikuti pembelajaran. Adanya rasa percaya diri dalam diri anak,

sehingga anak tidak merasa ragu lagi untuk menunjukkan kemampuannya. Secara langsung,

pengaruh reinforcement telah membentuk kepribadian anak yang mandiri, percaya diri, sopan dan

santun, serta dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pembelajaran (Prastio, 2016). Dengan

pengaruh reinforcement, ketelitian anak dalam mengerjakan tugas ada peningkatan. Ketelitian

merupakan karakteristik kepribadian yang digunakan untuk mengidentifikasi derajat individu

seseorang. Dengan kata lain ini dapat menunjukkan kepribadian anak dalam mendukung

kinerjanya atau pekerjaannya. Untuk menentukan anak sudah memiliki ketelitian dalam

pengerjaan tugasnya dapat dilihat dari konsentrasi anak dalam belajar, bertanya pertanyaan yang

logis, menghitung aritmatika dengan cepat, menjelaskan masalah dengan logis, senang berhitung,

menggambar dengan rapi dan lain sebagainya. Ketelitian membawa pengaruh yang baik atau

mendukung kegiatan belajar sehingga tercipta hasil belajar yang baik. Dasar penejelasan

kepribadian yang teliti, maka semakin jelas dilihat kekuatan pengaruh dari ketelitian terhadap hasil

belajar peserta didik.

Peningkatan kedisiplinan pada anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat

dengan diterapkannya reinforcement (penguatan). Anak menjadi bertanggung jawab dalam

menyelesaikan tugas ketika pembelajaran, memiliki perilaku disiplin yang tinggi, baik dalam

disiplin waktu belajar maupun dalam kegiatan lainnya (Nasional, 2017). Selain itu, anak dapat

memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya dan mentaati peraturan yang ditetapkan.

Sesuai dengan hasil temuan yang peneliti analisis, bahwa reinforcement (penguatan) dapat

meningkatkan kedisiplinan anak usia dini. Ada atau tidaknya peningkatkan ini dapat terlihat dalam

proses belajar mengajar. Menurut Arumsari, C., Nurkamilah, M., & Isti’adah, F. N. (2020). belajar

merupakan suatu aktifitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan yang bersifat relative

konstan. Perubahan belajar terjadi secara konstan artinya belajar akan terjadi apabila adanya

respon dari anak didik. Untuk mendapatkan respon ada beberapa cara diantaranya; (1) stimulus

belajar, (2) perhatian dan motivasi, (3) respons yang dipelajari, (4) penguatan, (5) pemakaian dan

pemindahan. Jika kelima cara tersebut dianalisis lebih dalam maka inti dari semua itu ada

penguatan atau reinforcement. Menurut Djamarah (2005) penguatan (reinforcement) memiliki

tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan

digunakan secara selektif,

2. Memberi motivasi kepada siswa,

3. Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan

meningkatkan cara belajar yang produktif.

4. Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman

belajar.

5. Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan

inisiatif yang bebas.

Tujuan reinforcement (penguatan) tersebut dapat diberikan oleh guru baik berupa hadiah

ataupun bentuk penghargaan lainnya yang bersifat positif dalam kegiatan pembelajaran di dalam

kelas. Inti bertujuan untuk memberikan motivasi pada siswa agar lebih memperhatikan

pembelajaran yang sedang berlangsung. Selain itu, penggunaan reinforcement (penguatan) harus

selektif agas dapat memfokuskan perhatian dan mengembangkan rasa percaya diri anak karena

231

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

iamerasa bahwa dirinya dihargai. Selain itu, pengaruh reinforcement juga dapat merubah perilaku

siswa yang dianggap kurang sesuai

SIMPULAN

Peningkatan kedisiplinan pada anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat

dengan diterapkannya reinforcement (penguatan). Anak menjadi bertanggung jawab dalam

menyelesaikan tugas ketika pembelajaran, memiliki perilaku disiplin yang tinggi, baik dalam

disiplin waktu belajar maupun dalam kegiatan lainnya. Selain itu, anak dapat memanfaatkan

waktunya dengan sebaik-baiknya dan mentaati peraturan yang ditetapkan. Tujuan reinforcement

(penguatan) tersebut dapat diberikan oleh guru baik berupa hadiah ataupun bentuk penghargaan

lainnya yang bersifat positif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Inti bertujuan untuk

memberikan motivasi pada siswa agar lebih memperhatikan pembelajaran yang sedang

berlangsung. Fenomena yang terdapat dalam reinforcement yaitu (1) pembentukan (shaping), yang

merupakan suatu prosedur ketika peneliti atau lingkungan memberikan suartu penghargaan atas

perkiraan kasar dari perilaku tersebut, lalu perkiraan yang lebih dekat, dan terakhir, perilaku yang

diinginkan tersebut; (2) pelenyapan (extinction), yaitu berkurangnya kecenderungan untuk

merespon yang terjadi apabila penguatan yang mengikuti respon tersebut tidak lagi terjadi; dan (3)

Perilaku Takhayul, yaitu suatau perilaku dimana tidak ada hubungan kualitas anatara respond an

penguatannya. Dapat diketahui bahwa dengan adanya pemberian reinforcement (penguatan) dalam

proses belajar, maka kedisipinan anak didik pun akan meningkat. Dengan menggunakan

reinforcement (penguatan), juga mempengaruhi ketelitian. Ini terlihat dari konsentrasi anak dalam

belajar, bertanya pertanyaan yang logis, senang berhitung, menggambar dengan rapi dan

sebagainya. Anak menjadi bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya, serta memiliki

perilaku disiplin yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arumsari, C., Nurkamilah, M., & Isti’adah, F. N. (2020). Bimbingan Pola Asuh Anak Bagi Orang Tua

Berdasarkan Al-Quran Dan Assunah. Martabe: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 139-

148.

Aulina, C. N. (2013). Penanaman disiplin pada anak usia dini. PEDAGOGIA: Jurnal Pendidikan, 2(1),

36-49.

Calista S. Viola, dkk. (2019). Hubungan reinforcement terhadap anak usia dini di PAUD Pembina 1

Kota Bengkulu. Jurnal Ilmiah Potensia 4 (1) hal 13-17.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2005). Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta : PT Rineka

Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2011). Psikologi belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Erawati, Erni. (2018). Meningkatkan kedisiplinan anak melalui penggunaan reinforcement secara

variatif pada anak kelompok B1 Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Kepahiang. Jurnal Ilmiah

Potensia 3 (2) hal 36-43.

Hamzah B. Uno. (2007). Teori motivasi dan pengukurannya : analisis di bidang pendidikan. Jakarta :

Bumi Aksara.

Husaini, A. (2010). Pendidikan karakter: penting, tapi tidak cukup. dalam Diskusi Sabtuan. Bogor:

INSISTS.

Mangkunegara, A. P. (2013). Corporate Human Resource Management. Bandung: PT. Remaja

Rosdakalya.(translated from Indonesian: Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakalya).

Nasional, D. P. (2007). Pedoman pembelajaran bidang pengembangan pembiasaan di taman kanak-

kanak.

232

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Prastio, R. (2016). Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Untuk

Meningkatkan Rasa Percaya Diri Dan Hasil Belajar Siswa (Penelitian Tindakan Kelas pada Tema

Perkembangan Teknologi, Subtema Perkembangan Teknologi Komunikasi di Kelas III Semester I

SDN Asmi Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Purnama, A., Safitri, R., & Tarigan, E. E. (2017). Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini

Melalui Metode Pembiasaan Di Tk Bina Anaprasa Kencana Tahun Ajaran 2016/2017.

Rohendi, E. (2018). Mengembangkan Sikap dan Perilaku Anak Usia Dini melalui Pendidikan

Berbasis Karakter. Cakrawala Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1).

Susanto, A. (2017). Proses Habituasi Nilai Disiplin Pada Anak Usia Dini Dalam Kerangka

Pembentukan Karakter Bangsa. Sosio Religi: Jurnal Kajian Pendidikan Umum, 15(1).

233

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pembelajaran Irama dengan Menggunakan Metode Eurhytmic

untuk Anak Usia Dini Nursifa Fauziah Munigar1, Taopik Rahman2, Resa Respati3

PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya1,2,3

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Music is a regular arrangement of tones used as a medium to express one's emotions that are shaped in such a way as to form rhythm, melody and harmonious tones. Music is not only intended for adults, but in early childhood education is given the opportunity to express themselves with music. With music, children get the opportunity to be able to express their feelings through singing or movement. Music can be integrated with education. Children must be stimulated by the social environment and educational environment that supports children so that their musical abilities can develop optimally. In early childhood education there are some music learning that can be learned. One of them is rhythm learning. Rhythm learning can be learned by the eurhytmics method proposed by Emilie Jaques-Dalcroze Keywords:learning for early childhood; rhythm learning; eurhytmics method Abstrak Musik merupakan suatu susunan nada-nada teratur yang biasa digunakan sebagai media mengekspresikan emosi seseorang yang dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga membentuk irama, melodi dan nada-nada yang harmoni. Musik tidak hanya diperuntukan untuk orang dewasa saja, dalam pendidikan anak usia dini diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya dengan musik. Dengan musik anak mendapat kesempatan untuk dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya melalui nyanyian atau gerakan. Musik dapat diintegrasikan dengan pendidikan. Anak harus distimulus dengan keadaan lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan yang mendukung agar kemampuan musikal anak dapat berkembang dengan optimal. Pada pendidikan anak usia dini terdapat beberapa pembelajaran musik yang dapat dipelajari salah satunya pembelajaran irama. Pembelajaran irama dapat guru pelajari melalui metode eurhytmics yang dicetuskan oleh Emilie Jaques-Dalcroze. Kata Kunci: Pembelajaran untuk anak usia dini, pembelajaran irama, metode eurhytmic

PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaannya, salah satu aktivitas dalam pembelajaran seni musik pada anak usia

dini sesuai pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang tercantum pada

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013

PAUD yakni pada lingkup perkembangan seni, salah satunya tertarik dengan kegiatan musik,

gerakan orang, hewan maupun tumbuhan. Kegiatan musik yang dimaksud dalam STPPA adalah

anak menggerakan tubuh sesuai dengan irama, bertepuk tangan sesuai dengan irama, dan bertepuk

tangan dengan pola yang berima (misalnya bertepuk tangan sambil mengikuti irama nyanyian)

(Ayuni, 2017) .

Berdasarkan studi pedahuluan di TK Pertiwi dan TK PGRI Cibatu, keadaan di lapangan guru

belum memiliki media pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran irama.Oleh sebab itu,

pembelajaran di kelas menjadi pembelajaran yang monoton.Anak dibagi ke dalam beberapa

kelompok untuk memainkan alat musik lalu guru menuliskan not angka di papan tulis.Oleh karena

itu, pada kesempatan ini peneliti mengambil fokus penelitian mengenai video pembelajaran

eurhytmic untuk anak usia dini. Model eurhytmic dicetuskan oleh ahli musik bernama Emilie

Jaques-Dalcroze. Pada model ini, yang menjadi fokus adalah pengalamanketerlibatan gerak anggota

tubuh yang berdampak pada pembelajaran seni musik lebih kreatif dan inovatif. Menurut Mat Ali

(2003) tahapan dalam model eurhytmic adalah imitasi (anak menirukan gerakan guru), anak

bergerak sama persis dengan guru, anak mengeksplor gerak, dan improvisasi (anak bergerak

sesuai dengan keinginannya tetapi sesuai dengan irama).

Musik tidak diwariskan secara genetis. Kemampuan seseorang untuk mengenal musik tidak

berasal dari faktor genetis, melainkan dari hasil tempaan lingkungan yang mendukung

perkembangan musik anak (Zamil, 2016). Pada umumnya, keterampilan musik diyakini sebagai

234

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bakat yang dimiliki oleh orang tertentuti (Indriyan, 2017). Lingkungan yang dapat mempengaruhi

bakat seseorang yaitu:1)lingkungan sosial, dimana proses perkembangan bakat dapat berlangsung

melalui proses sosial, 2) lingkungan pendidikan, dimana proses perkembangan bakat dapat

dilakukan melalui pendidikan di sekolah. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan dalam sudut

pandang praktek dunia pendidikan saat ini. Intelegensi umum memiliki banyak komponen genetis,

kemampuan dalam bidang khusus seperti musik adalah hasil dari sebuah pengalaman, latihan, dan

kerja keras (Respati, 2015). Maka kemampuan musik dibangun atas dasar intelegensi umum dan

tidak ada genetika khusus musik.Kepekaan dengan suara dimulai sejak anak dalam kandungan.

Menurut para ahli, bayi saejak dalam kandungan pada usia empat atau lima bulan mulai bereaksi

terhadap suara (Soetjiningsih, 2018). Memperdengarkan musik atau suara yang menyenangkan

pada bayi yang masih dalam kandungan ternyata dapat menstimulasi sistem pendengarannya dan

berpengaruh positif pada respons bayi terhadap musik atau suara-suara lain setelah lahir (Rachmi,

2013).

PEMBAHASAN

Pembelajaran pada Anak Usia Dini

Pembelajaran pada anak usia dini merupakan proses interaksi antara teman sebaya, orang

tua dan orang dewas alainnya guna untuk memenuhi tugas perkembangannya. Dalam proses

interaksi tersebut anak mendapatkan pegalaman yang bermakna, sehingga proses belajar berjalan

dengan baik. Pengalaman sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir

anak. Konsep dasar pendidikan musik bagi anak yaitu mengembangkan kemampuan fisik, bahasa,

sosial, emosional, dan kognitif (Nasution, 2016). Tujuannya adalah lebih membantu anak untuk

mampu mengungkapkan yang anak ketahui dan rasakan melalui seni. Proses lebih menjadi

perhatian daripada sekedar hasil belajar. Sesuai kurikulum tahun 2004, pendidikan di Taman

Kanak-Kanak bertujuan mengembangkan kemampuan fisik, bahasa sosial emosional, moral dan

nilai agama, kognitif serta seni. Dalam Kurikulum Nasional pengembangan seni mengacu pada

kompetensi dasar anak mampu mengungkapkan gagasan dan daya ciptanya dalam berbagai bentuk

meliputi berbagai media; bergerak, sesuai irama musik dan menyanyi (Kurikulum PAUD 2004,

Diknas).

Penelitian mengenai pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi

pembelajaran irama anak usia dini ini menggunakan metode Design Based Research (DBR)

merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi suatu produk baik itu program, strategi, dan

bahan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan membahas hasil identifikasi dan

analisis masalah berkaitan dengan penggunaan pengembangan video pembelajaran eurhytmic

untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini, menjelaskan proses pengembangan, proses

validasi dan produk dari pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi

pembelajaran irama anak usia dini. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti merancang

pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia

dini agar media pembelajaran irama untuk anak lebih variatif.

Dalam pendidikan media pembelajaran digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan

pembelajaran (Hardianto, 2005).Informasi yang terdapat pada media harus dapat melibatkan siswa

atau anak dalam bentuk aktivitas yang nyata. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan dampak

positif dari penggunaan media sebagai alat untuk penyampai pesan dalam pembealajaran di kelas

yatiu (Muhson, 2010): 1) penyampaian pelajaran tidak kaku, 2) pembelajaran bisa lebih menarik,

3) pembelajaran menjadi lebih interaktif, 4) lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat

dipersingkat, dan 5) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar sebagai

media pembelajaran dapat mengomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang

terorganisasi dengan baik dan jelas.

235

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pembelajaran Irama

Irama merupakan unsur yang dianggap paling mendasar dalam musik dimana irama dalam

musik terbentuk dari perpaduan sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama

waktu atau panjang pendeknya (Wulandari, 2011). Irama terkait dengan tingkat pencapaian

perkembangan anak salah satunya juga dapat dilihat yang menguraikan (Gestwicki, (dalam

Syamsudin, Budi, Wulandari):

a. usia 4 tahun anak sangat senang menyanyi berkelompok serta telah dapat memasangkan dan

mengelompokkan sumber bunyi, volume bunyi, pitch dan durasi,

b. usia 5-6 tahun anak dapat menunjukkan pengertian kontras dari suara seperti keras/ lembut

dan tinggi/ rendah,

c. usia 5 tahun anak dapat menggunakan suatu pukulan akurat mantap, nyanyian, dan

pengulangan irama di (dalam) bernyanyi mereka, dan

d. usia 6 tahun anak dapat mengenal pasangan dari paduan suara sebagai persamaan atau

perbedaan.

Irama yang dimainkan untuk anak seharusnya tidak terlalu menyentak-nyentak atau riang,

namun dengan sedikit perubahan ritme yang tidak terlalu rumit. Lagu-lagu yang dimainkan

sebaiknya dengan tempo 2/4 atau 4/4, karena jenis inilah yang paling mudah merangsang gerak

tubuh dan aktivitas (berjalan, berbaris, bertepuk tangan, dan lainnya).

Metode Eurhytmic

Emilie Jaques-Dalcroze lahir di Wina pada 6 Juli 1865, ayahnya berasal dari Swiss dari St.Corix di

Jura dan ibunya berasal dari Jerman. Metode ini diciptakan oleh Emilie Jaques Dalcroze ketika

menemukan bahwa kebanyakan siswanya mengalami kesulitan dalam memahami elemen-elemen

musik yang diajarkan. Metode Eurhytmics mengajarkan musik melalui gerak, dengan tujuan agar

dapat merasakan elemen-elemen musik yang diajarkan. Dalam metode Eurhytmics, pengajaran

musik dilakukan dengan menggunakan tiga elemen, yaitu gerak tubuh, Solfege (kemampuan

mendengar musik) dan improvisasi.Tujuan eurhytmic diantaranya adalah melatih sensitivitas

(kepekaan) musik, mengembangkan kemampuan siswa untuk merasakan, mendengar,

membayangkan, dan menafsirkan musik, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam mengenal

musik dengan koordinasi gerak secara bersamaan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran musik, Bakar (2016) menyatakan bahwa anggota tubuh anak

itu sendiri dapat digunakan sebagai media pembelajaran musik. Misalnya, hands (tangan), arms

(lengan), head (kepala), shoulders (pundak), dan perpaduan diantara anggota tubuh. Berikut contoh

aktivitas pembelajaran musik berdasarkan metode Dalcroze. Untuk melatih eurhytmics dapat

dilakukan kegiatan berikut:

a. Guru memberikan ketukan musikal menggunakan drum dan anak mengekspresikannya dengan

gerakan berjalan sesuai irama drum. Sebaliknya, ketika guru memainkan notd diam saat bermain

drum maka anak-anak diam di tempat dan bertepuk tangan sebagai pengganti ekspresi not diam.

Hal ini sebagai langkah awal unutk kemudian mengajak anak untuk menrikuan pola irama yang

lain. Cukup minimal tiga pola irama untuk mengenalkan pola irama yang sederhana pada anak.

Berikut merupakan contoh pengalaman bermain musik anak :

Tabel 1. Contoh Pengalaman Bermain Musik Anak

No Hal yang dilakukan guru

Hal yang dilakukan anak

1. Tepuk-diam-tepuk-diam Anak menirukan dengan gerakan yang sama yaitu tepuk-diam-tepuk-diam

Dapat juga dikreasi dengan gerakan lain akan tetapi memang anak lebih mudah menirukan setiap gerakan

236

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

No Hal yang dilakukan guru

Hal yang dilakukan anak

guru dengan gerakan yang sama pula.

2. Tepuk-tepuk-tepuk-diam

Anak menirukan dengan gerakan yang sama

3. Tepuk-diam-tepuk-tepuk

Anak menirukan dengan gerakan yang sama

b. Anak-anak menirukan ritme yang dimainkan guru dengan menggunakan alat musik perkusi tak

bernada seperti drum set dan semacamnya atau dengan hasil kreasi dengan menggunakan botol

bekas yang dipukul dengan potongan kayu.

SIMPULAN

Pendidikan musik untuk anak usia dini perlu dikembangkan pula dengan diketahuinya

potensi/kemampuan musikal anak, ditambah dengan kondisi lingkungan belajar yang mendukung

maka kecerdasan musikal anak akan terarah dan dapat berkembang dengan optimal.Dengan

pembelajaran musik banyak manfaat yang dapat diambil didalamnya. Melalui musik anak akan

menjadi lebih peka terhadap suara atau bunyi yang ia dengar sehingga anak diberi kesempatan

untuk mengeksplorasi berbagai sumber bunyi instrumen dengan menggunakan bahan-bahan yang

mudah didapatkan dari lingkungan sekitar kita. Selain itu, anak akan menggerakan tubuhnya

misalnya, hands( tangan), arms (lengan), head (kepala), shoulders (pundak), dan perpaduan

diantara anggota tubuh sesuai dengan irama ketika mendengar musik.Analisis kebutuhan yang

dilakukan oleh peneliti adalah mencari tahu mengenai pembelajaran irama di PAUD, ketersediaan

media, fasilitas pendukung serta ketersediaan multimedia pada saat pembelajaran irama.Kesulitan

atau hambatan yang dirasakan guru ketika memberikan pembelajaran adalah karena anak memiliki

karakteristik bersifat egosentris, terkadang anak enggan mengikuti pembelajaran

tersebut.Rancangan produk penelitian berupa pembelajaran irama dengan metode eurhytmic untuk

memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini yang dirancang dengan menggabungkan beberapa

komponen multimedia. Setiap komponen yang terdapat pada video pembelajaran menggunakan

beberapa software diantaranya Sony Vegas Pro 16.0, Sibellius Ultimate, Adobe After Effect, dan CD

Burner XP. Video pembelajaran ini memuat petunjuk penggunaan video, penjelasan mengenai

pengertian irama secara sederhana, dan video latihan yang memuat irama dengan iringan

instrumen musik yang peneliti buat.Irama dalam iringan instrumen musik disajikan dengan simbol

tepuk tangan dan hentakan kaki.Irama yang disajikan memiliki pola irama yang sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuni, Q., & Ernawati, F. (2017). Pengembangkan Kecerdasan Linguistik Di Paud Insan Kamil Dwp

Iain Surakarta Tahun Pelajaran 2017/2018 (Doctoral dissertation, IAIN Surakarta).

Bakar, Z. (2016). Pemamfaatan Lagu Sebagai Implementasi Model Pakem Pada Jenjang

Pendidikan Anak Usia Dini Dan Sekolah Dasar. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan Dasar

Kampus Cibiru, 3(2).

Hardianto, D. (2005). Media Pendidikan sebagai Sarana Pembelajaran yang Efektif. Majalah

Ilmiah Pembelajaran, 1(1), 950-104.

Indriyati, N. C. (2017). Pengembangan Bakat Seni Musik Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler

Seni Musik Di MI Negeri Purwokerto (Doctoral dissertation, IAIN Purwokerto).

Mat Ali, Z. (2003). Delcroze eurhythmics dalam pengajaran dan pembelajaran pendidikan muzik

tahap satu sekolah rendah (Doctoral dissertation).

Muhson, A. (2010). Pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. Jurnal

Pendidikan Akuntansi Indonesia, 8(2).

237

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Nasution, R. A. (2016). Pembelajaran Seni Musik Bagi Pengembangan Kognitif Anak Usia

Dini. Jurnal Raudhah, 4(1).

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Kurikulum

2013 PAUD

Rachmi, T. (2013). Kontribusi Musik pada Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Respati, R. (2015). Esensi pendidikan seni musik untuk anak. Saung Guru, 7(2), 109-115.

Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak Sejak Pembuahan

Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir. Kencana.

Syamsudin, A., Cipto Budi, H., Wulandari, R., & Fatimaningrum, A. S. Universitas Negeri Yogyakarta

muliaadhi_dharma@ yahoo. co. id.

Wulandari, R. (2011). Pengembangan Lagu untuk Anak Usia 4-6 Tahun. Downloaded from staff.

uny. ac. id. Zamil, I. (2016). Pengaruh Musik dan Lingkungan Belajar Terhadap Siswa. Pelita Bangsa

Pelestari Pancasila, 11(2).

238

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PENGEMBANGAN PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN LITERASI FINANSIAL

ANAK USIA 5 – 6 TAHUN Rini Rahayu1, Taopik Rahman2, Elan3

1,2,3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is based by the low level of financial literacy education in Indonesia and the low knowledge of teachers about the importance of applying financial literacy learning from an early age. This causes most children to not understand simple financial concepts such as distinguish the types and varlue of money. Therefore this research focuses on the application of monopoly game media to facilitate the ability of financial literacy in children aged 5 - 6 years, with the aim that children are able to know the basic concepts of finance from an early children. The method used in this study is the design-based research (DBR) method developed by Reeves. Data collection techniques used are by conducting interviews. The results of this study indicate that monopoly game media is a learning that can be used to facilitate the financial literacy abilities of children aged 5 - 6 years. Keywords: Learning Media, Monopoly game, Financial literacy Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan literasi finansial di Indonesia serta rendahnya pengetahuan guru tentang pentingnya penerapan pembelajaran literasi finansial sejak dini. Hal ini menyebabkan sebagian besar anak belum mengetahui konsep keuangan sederhana seperti membedakan jenis dan nilai uang. Oleh karena itu penelitian ini berfokus pada penerapan media permainan monopoli untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial pada anak usia 5 - 6 tahun, dengan tujuan supaya anak anak mampu mengetahui konsep dasar keuangan sejak dini. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode design based research (DBR) yang dikembangkan oleh Reeves. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa media permainan monopoli merupakan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5 sampai 6 tahun. Kata Kunci: Media pembelajaran; Permainan monopoli; Literasi finansial

PENDAHULUAN

Kemajuan zaman di era globalisasi ini terus mengalami peningkatan terutama dalam bidang

perekonomian. Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern menjadikan kemampuan

literasi finansial sebagai skill yang dibutuhkan dan perlu dimiliki setiap orang supaya mampu

bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga mampu bertahan di era abad ke-21. Astuti

(dalam Rapih, S. 2016, hlm.15) Sikap individu terhadap finansial terkait dengan kebiasaan dalam

berbelanja, hal tersebut identik dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung

konsumtif, menghabiskan uang untuk hal yang berjangka pendek, membeli barang berdasarkan

kesukaan atau keinginan dan bukan kebutuhan, melakukan pembelian barang tanpa perencanaan,

pembelian barang tanpa melihat kegunaan atau manfaatnya serta membeli barang yang mahal

untuk menimbulkan rasa percaya diri (Elyta, Mutia, 2020; Lodeng, 2018; Yusvitasari, 2019) .

Perilaku tersebutlah yang membuat pendidikan literasi begitu di pentingkan saat ini, untuk

memberikan pengajaran bagaimana membuat tanggung jawab atas keuangan pribadi, serta

bagaimana mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola keuangan (Shalahuddinta, 2014).

Pendidikan literasi finansial perlu diterapkan pada anak terutama pada anak usia pra sekolah

diantaranya (Masnan & Curugan, 2016; Rapi, Subroto, 2016; Gasiorowska, 2012). Breitbard (dalam

Masnan dan Curugan, 2016, hal. 116) memberikan alasan bahwa ‘tidak terlalu dini untuk

memperkenalkan konsep uang kepada anak-anak’. Pendidikan literasi finansial bertujuan untuk

meningkatkan pemahaman literasi finansial anak dari yang tadinya tidak mengenal literasi finansial

menjadi anak yang paham mengenai konsep literasi finansial. Kedepannya diharapkan anak

239

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mampu mengelola keuangan secara bijak dan mampu mengontrol pengeluaran keuangan dengan

membedakan antara kebutuhan dan hanya sekedar keinginan (Meinarni & Thalib, 2019, Hlm 1-7).

Pendidikan literasi finansial memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan dimasa yang akan

datang, namun pemberian pendidikan literasi finansial masih dianggap sebagai bagian yang kurang

penting. Di Indonesia pendidikan literasi finansial masih minim dilakukan baik dilingkungan

keluarga maupun sekolah (Meinarni, A, Dkk, 2019). Tingkat pemahaman literasi finansial di

Indonesia masih terbilang rendah, “dari tujuh belas Negara Asia Pasifik Indonesia berada di urutan

sepuluh dengan skor indeks literasi sebesar 62%, ini menyebabkan Indonesia tertinggal dari

Negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand”. Data tersebut di dapat dari hasil survey

yang dilakukan Master Card Tahun 2016 (dalam Setiawati dan Nurkhin, 2017, hlm. 728). Hasil

survey Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

menyebutkan bahwa “indeks literasi finansial masyarakat Indonesia pada tahun 2019 mencapai

38,03%, angka tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun 2016 yang hanya mencapai

29,7%” (OJK 2019).

Masalah rendahnya kemampuan literasi finansial di Indonesia harus ditangani dengan baik.

Solusi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang literasi finansial

adalah melalui pendidikan di sekolah (Masnan, A & Curugan 2016). Sekolah menjadi peranan

penting dalam mengembangkan kemampuan literasi finansial anak, terutama bagi orang tua yang

kurang mampu dan kurang memahami literasi finansial (Rapih, 2016; Sina, 2014).

Dari hasil wawancara peneliti pada bulan Desember 2019 terhadap sekolah RA Al -Huda di

Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis didapat fakta bahwa masih banyak anak yang belum

mengetahui konsep keuangan sederhana seperti belum bisa membedakan nominal uang,

bagaimana cara mendapatan uang, bertransaksi dan hal hal mendasar lainya tentang keuangan

serta belum adanya fasilitas media yang memadai untuk dapat mengembangkan kemampuan

literasi finansial. Berdasarkan pernyataan guru diketahui bahwa beliau belum mengetahui bahwa

pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan literasi finansial bagi anak usia dini sehingga

pembelajaran menengenai literasi finansial belum di terapkan di sekolah tersebut, terlebih

pembelajaran literasi keuangan masih diangap sebagai hal yang tabu untuk diajarkan pada anak.

Berdasarkan permasalahan tersebut guru mengungkapkan bahwa untuk dapat menerapkan

pembelajaran literasi finansial pada anak maka dibutukan media pembelajaran yang dapat

memfasilitasi kemampuan literasi finansial tersebut.

Media pembelajaran merupakan alat atau bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran

untuk membawa informasi berupa materi ajar sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan

efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana permasalahan yang telah diuraikan,

dibutuhkan terobosan baru yang dapat mengatasi masalah rendahnya literasi finansial. Literasi

finansial dapat diartikan sebagai kecakapan atau kesanggupan dalam hal keuangan (Hidjrahwati,

2019. hlm 2). Banyak konsep yang harus dikuasai dalam pembelajaran mengenai finansial ini,

sehingga membutuhkan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan agar tujuan

yang diinginkan tercapai. Agar timbul suasana belajar yang menyenangkan dan anak dapat

memahami konsep literasi finansial dapat diwujudkan melalui permainan monopoli sebagai media

pembelajaran. Selain menyenangkan media permainan monopoli dipilih karena secara umum

mencakup berbagai kegiatan ekonomi seperti transaksi jual beli, adanya lembaga perbankan dan

semua komponen kegiatan ekonomi lainya sehingga materi yang akan disampaikan dapat diterima

dengan cepat.

Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis berupaya untuk mengembangan media permainan

monopoli sebagai media pembelajaran untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial bagi anak

240

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

usia 5-6 tahun. Sehingga permainan monopoli tersebut layak digunakan sebagai media

pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan literasi finansial anak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prosedur penelitian Design Based Research

(DBR) dengan menggunakan model Reeves (Lestari & Saepulrohman, 2016) yang dispesifikasikan

berdasarkan kebutuhan meliputi : 1) Identifikasi dan analisis masalah oleh peneliti dan praktisi

secara kolaboratif, 2) Mengembangkan prototype solusi yang didasarkan pada patokan teori,

design principle yang ada dan inovasi teknologi, 3) Melakukan proses berulang untuk menguji dan

memperbaiki solusi secara praktis, 4) Refleksi untuk menghasilkan design principle serta

meningkatkan implementasi dari solusi secara praktis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan teknik wawancara, ekspert judgement, dan studi dokumentasi. Wawancara

digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data pada saat studi pendahuluan, ekpert judgement

untuk memperoleh data hasil kelayakan produk yang telah dikembangkan, dan studi dokumentasi

yang digunakan sebagai pelengkap dari metode wawancara. Adapun teknik analisis data

menggunakan data condensation (kondensasi data), data display (penyajian data), dan conclusion

drawing/ verifying (pengambilan kesimpulan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian pengembangan ini adalah media permainan monopoli yang layak

digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5 – 6 tahun. Kelayakan ini

dapat dilihat berdasarkan hasil dari validator sebagai berikut :

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah media permainan monopoli. Mendia ini

digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5-6 tahun. Permainan

monopoli ini disajikan dalam bentuk sederhana, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak

usia dini. Permainan monopoli ini memiliki ini memiliki 20 kotak dengan ukuran masing masing

kotak 8x8 cm yang terdiri dari 4 grup antara lain makanan (ice cream, lolipop, susu), mainan anak

(Bubble, Pestol. Mobil), alat tulis (pencil, buku, cryon, buku cerita), dan aksesoris (2 jam tangan L/P,

sepatu, dan bando). Masing masing kotak ini memiliki keterangan warna yang berbeda untuk

memudahkan pengklasifikasian. Selain itu papan ini juga di sertai dengan 1 kotak mulai untuk

memulai permainan, 1 kotak kartu pintar, 1 kotak kartu keberuntungan,1 kotak infaq, 1 kotak

bank, dan 1 kotak bebas berjalan. Kertas yang digunakan sebagai papan utama adalah kertas stiker

yang dilaminasi glossy , ini membuat papan dapat menempel dengan kayu, tidak mudah sobek, dan

anti gores. Permainan monopoli ini juga dilengkapi dengan kartu pintar yang berisi tentang

pertanyaan pertanyaan seputar materi dalam permainan monopoli yang dapat meningkatkan

pemahaman anak tentang finansial, kartu keberuntungan berisi kejutan yang mana bila pemain

beruntung maka akan mendapatkan kesempatan seperti mendapatkan sejumlah uang dari bank,

bebas pajak 1x, mendapat kesempatan mengkocok kembali dadu, namun apabila pemain kurang

beruntung maka pemain tidak mendapat apapun, kartu hak milik yang berisi harga beli, harga

sewa, dan harga jual, serta buku panduan yang berisi aturan dan petunjuk permainan.

Untuk mengetahui kelayakan produk berupa media pembelajaran ini, maka dilakukan uji

validitas oleh tiga ahli yakni, ahli media pembelajaran oleh Taopik Rahman, M.Pd selaku dosen

media pembelajaran, ahli materi literasi finansial oleh Ghia Ghaida Kanita,S.E. MSM. Selaku dosen

kewirausahaan, dan ahli pedagogic oleh Tini Sonjaya, S.Pd selaku kepala sekolah RA Al-Huda.

Penilaian oleh ahli dilakukan melalui lembar validasi. Dari hasil validasi yang telah dilakukan

menunjukan bahwa produk media permainan monopoli ini layak untuk diujicobakan pada

pembelajaran literasi finansial untuk anak usia 5-6 tahun dengan melakukan revisi media

241

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

berdasarkan pendapat dan saran dari validator. Revisi yang dilakukan meliputi: harga tidak boleh

lebih dari Rp 20.000, setiap kotak diberi nomor, dan kotak yang digunkan sebagai tempat menyipan

barang diberi nama supaya memudahkan anak untuk menyimpan kembali alat permainan yang

telah dikeluarkan setelah melakukan permainan. Setelah peneliti melakukan revisi atau perbaikan

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan media permainan monopoli ini layak untuk diuji

cobakan sebagai media untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5-6 tahun.

SIMPULAN

Berdasarkan masalah yang ditemukan dari hasil identifikasi dan analisis data dan validasi ahli

yang telah dilakukan peneliti dapat diambil kesimpulan bahwa dibutuhkan pengembangan media

pembelajaran, dan media permainan monopoli merupakan solusi yang tepat untuk memfasilitasi

kemampuan literasi finansiall anak usia 5-6 tahun. Media monopoli ini dibuat dengan

menggunakan software Microsoft word dalam melakukan pendesainan berupa papan permainan,

kartu-kartu, dan buku panduan. Media yang dikembangkan diuji kelayakannya oleh para ahli yakni

ahli media pembelajaran, ahli materi literasi finansial, dan ahli pedagogik. Berasarkan hasil validasi

dan hasil perbaikan, media ini layak untuk diujicobakan kepada anak usia 5-6 tahun. Adapun

kelebihan dari media ini adalah simple, mudah digunakan, menarik perhatian anak, mudah dibawa

dan disimpan, serta tahan lama. Adapun kekurangannya media ini tidak dapat digunakan oleh satu

orang, dan membutuhkan waktu yang agak lama sebelum memulai permainan.

DAFTAR PUSTAKA

Elyta, R., & Mutia, R. (2020) Kecil-Kecil Jago Finansial: Mendidikan Generasi Cerdas Finansial Sejak Dini. LAKSANA.

Gasiorowska, A, Zaleskiewicz, T, & Wygrab, S. (2012). Would You Do Something For Me? The Effects Of Money Activation On Social Preferences And Social Behavior In Young Children. Journal of Economic Psycology. 33 603–608. doi:10.1016/j.joep.2011.11.007

Hidjrahwati. at al. (2019). Cerdas Sejak Dini. Yogyakarta: Deepublish. Lestari, A., Saepulrohman, A., & Hamdu, G. (2016). Pengembangan soal tes berbasis hots pada

model pembelajaran latihan penelitian di sekolah dasar. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(1), 74-83.

Lodeng, A. (2018). PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF MENURUT EKONOMI ISLAM (Studi Pada Mahasiswa Santri Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Masnan & Curugan. A. A. M (2016). Program Pendidikan Keuangan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. International Journal of Research Akademik Ilmu Bisnis dan Sosial. Vol. 6 (12). 113-120. doi: 10,6007 / IJARBSS / v6-I12 / 2477 URL: http://dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v6i12/2477.

Meinarni, N. P. S., & Thalib, E. F. (2019, July). Privacy Related to Cyber Space Activities. In International Conference on Innovation in Research (ICIIR 2018)–Section: Economics and Management Science. Atlantis Press.

Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Strategi Nasional Keuangan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Siaran Pers Survei OJK 2019 Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan

Meningkat. Rapih, S. (2016).Pendidikan Literasi Keuangan pada Anak: Mengapa dan Bagaimana? Scholaria. 6

(2), hlm.14-28. Setiawati, S., & Nurkhin, A. (2017). Pengujian Dimensi Konstruk Literasi Keuangan Mahasiswa. Economic

Education Analysis Journal, 6(3), 727-736. Setiawati. et al. (2019). Pengembangan Media Permainan Papan pada Pembelajaran IPS untuk

Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 6 (1), hlm. 163-174.

242

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Shalahuddinta, A. (2014). Pengaruh pendidikan keuangan di keluarga, pengalaman bekerja dan pembelajaran di perguruan tinggi terhadap literasi keuangan. Jurnal Pendidikan Akuntansi (JPAK), 2(2).

Sina, P. G. (2014). Peran Orangtua dalam Mendidik Keuangan pada Anak (Kajian Pustaka). Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 14(1), 74-86.

Yusvitasari, A. (2019). Pengaruh Financial Knowledge Dan Peran Orang Tua Terhadap Perilaku Menabung Generasi Z Dengan Locus Of Control Sebagai Variabel Mediasi (Doctoral dissertation, STIE Perbanas Surabaya).

243

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Implementasi Karakter Peduli Lingkungan

melalui Program Adiwiyata di SDN Mancogeh Mita Zahra Asdianti1, Nana Ganda2, Oyon Haki Pranata3

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Plastic waste that continues to grow over time will be a problem that is particularly challenging in the big city in Indonesia with a fairly dense population that can pollute the environment. It is necessary to keep the habituation to the community regarding environmental care so that the production of waste can be reduced and do not pollute the environment. Prose habituation can be done early in the beginning in his formal education environment so that the child loves and maintain the cleanliness of the environment. This research used a qualitative approach with case study methods. Data collection techniques are conducted with interviews, observations, and documentation. This research was conducted at SDN Mancogeh because it has been awarded the national level of Adiwiyata School in 2019. The focus of this research is to find out how the character implementation of environmental care conducted by the school through Adiwiyata program. The results of this research are: (1) environmentally sound policy, by renewing the vision and mission of the school to be environmentally charged; (2) The implementation of the environmental-based curriculum, by integrating the PLH load into K13 thematic learning in each class, and the teacher and school principal in being and behave to the environment; (3) Participative-based environmental activities, which are embodied in daily routine activities, routine weekly activities, and spontaneous activities; (4) Management of supporting facilities in the school environment to be utilized and managed jointly by the school citizen. Keyword: implementation, character, environmental care, adiwiyata program Abstrak Sampah plastik yang terus bertambahseiring berjalannya waktu akan menjadi masalah yang pelik terutama di kota besar dengan penduduk yang cukup padatdi Indonesia sehingga dapat mencemari lingkungan. Maka perlu diadakannya pembiasaan kepada masyarakat mengenai peduli lingkungan agar produksi sampah bisa berkurang dan tidak mencemari lingkungan. Proses pembiasaan dapat dilakukan sejak dinidimulai di lingkungan pendidikan formalnya agar anak lebih mencintai dan menjaga kebersihan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di SDN Mancogeh karena telah meraih penghargaan sebagai sekolah adiwiyata tingkat nasional pada tahun 2019. Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan sekolah melalui program adiwiyata. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Kebijakan berwawasan lingkungan, dengan memperbaharui visi dan misi sekolah menjadi bermuatan lingkungan; (2) Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, dengan mengintegrasikan muatan PLH ke dalam pembelajaran tematik K13 di setiap kelas, serta keteladanan guru dan kepala sekolah dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan; (3) Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif, yang diwujudkan ke dalam kegiatan rutin harian, kegiatan rutin mingguan, dan kegiatan spontan; (4) Pengelolaan sarana pendukung yang ada di lingkungan sekolah untuk dimanfaatkan dan dikelola bersama oleh warga sekolah. Kata Kunci: implementasi, karakter, peduli lingkungan, program adiwiyata

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dan lingkungannya merupakan dua hal yang sulit

dipisahkan, dimana manusia memanfaatkan lingkungan sebagai tempatnya melakukan kegiatan

sehari-hari dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring bergantinya zaman, kebutuhan hidup

manusia semakin meningkat dan perilaku konsumtif semakin tinggi sehingga menyebabkan

kondisi lingkungan semakin memperihatinkan. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia

memproduksi dan menggunakan barang sekali pakai dengan alasan lebih praktis. Barang-barang

244

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sekali pakai ini mayoritas terbuat dari plastik, dan biasanya dimanfaatkan sebagai kemasan untuk

membungkus makanan, minuman, dan keperluan rumah tangga.

Plastik merupakan material yang sulit untuk didegradasikan (diuraikan) oleh mikroorganisme

didalam tanah (Siyamsih, Alam; Probowati, W., Nugraheni, I. A., & Suryadi, S.,2020). Hal inilah

yang menjadikan sampah plastik sebagai permasalahan pelik karena sifat sampah plastik yang

dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan

jika tidak dikelola untuk didaur ulang dengan benar. Sampah-sampah plastik hasil pemakaian

masyarakat (sampah hasil rumah tangga maupun dari tempat umum seperti tempat wisata, pusat

perbelanjaan, bahkan sekolah) yang tidak diolah dengan baik akan terus menumpuk di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di tiap daerah di Indonesia (Artiningsih, N. K. A., 2008;

Hartono, 2006; Taufiqurrahman, T. ,2016). Masalah lingkungan hidup termasuk masalah sampah

plastik tahun demi tahun akan menjadi masalah yang pelik terutama di kota besar di Indonesia

dengan jumlah penduduk yang padat. Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian

Negara Lingkungan Hidup (Kurniawan, 2011) menyebutkan “Data pada tahun 2008 setiap

individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari dengan kadar 15% adalah

plastik. Dengan asumsi ada sekitar 220 juta penduduk di Indonesia, maka sampah plastik yang

tertimbun mencapai 26.500 ton/hari, sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan

mencapai 176.000 ton/hari. Sementara data KLH 2007 menunjukkan, volume timbunan sampah

di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau setara 42 juta kilogram,

dimana komposisi sampah plastiknya mencapai 14% atau 6 juta ton.”

Untuk itu, perlu diadakan proses pembiasaan diri pada masyarakat agar tidak menggunakan

barang berbahan dasar plastik sekali pakai yang dapat menghasilkan sampah. Tindakan

pencegahan ini bisa dilaksanakan dengan memberikan pemahaman pada masyarakat, dan bisa

dimulai dengan melakukan pembiasaan pada generasi muda di Sekolah Dasar untuk mengurangi

penggunaan plastik sekali pakai (Nurulloh, E. S., 2019; Sya'diyah, N. I. S., 2019; Setyowati, T.,

2013). Hal ini sejalan dengan pendapat dalam Jurnal Education 3-13 (So & Chow, 2018, hlm. 4)

yaitu “Dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah salah satu senjata penting untuk mengatasi

masalah plastik, mendidik orang, terutama di usia muda, adalah pendekatan yang efisien untuk

mengembangkan pengetahuan lingkungan, kesadaran, dan pola perilaku mereka untuk

mengurangi limbah plastik.”

Sekolah dasar menjadi langkah awal untuk mengedukasi anak-anak tentang dampak negatif

dari sampah plastik melalui proses pendidikan (Kurniawan, D. T., Maryanti, S., Yuliawati, A., &

Tresnawati, N., 2019). Perlu adanya pembiasaan sejak dini agar anak lebih mencintai dan menjaga

kebersihan lingkungan. Karena, jika sudah mengerti dan paham akan pentingnya kebersihan

lingkungan dan terbebas dari sampah plastik di sekolah, maka anak akan terbiasa melakukan hal

yang sama di lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Mirza

Desfandi bahwa mengembangkan masyarakat berkarakter peduli lingkungan dimungkinkan

efektif melalui pendidikan lingkungan hidup (Mukani & Sumarsono, 2017). Dengan adanya

pendidikan lingkungan hidup di sekolah secara perlahan akan membiasakan masyarakat

khususnya warga sekolah untuk peduli terhadap lingkungan.

Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi karakter

peduli lingkungan yang dilakukan sekolah melalui program adiwiyata. Dengan mendeskripsikan

hasil penelitian ini, peneliti berharap akan menjadi alternatif dan motivasi bagi sekolah-sekolah

yang mempunyai visi dan misi yang sama sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

METODE PENELITIAN

245

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana penelit berperan sebagai

instrumen kunci (Sugiyono, 2015). Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus

(case studies). Studi kasus ialah serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci

dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan,

sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang

peristiwa tersebut (Rahardjo, 2017 hlm. 3).

Sumber data penelitian ini yaitu kepala sekolah, guru dan siswa di SDN Mancogeh Kota

Tasikmalaya. SDN Mancogeh dipilih menjadi tempat penelitian didukung oleh penghargaan yang

diraihnya sebagai Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional pada tahun 2019. Teknik yang digunakan

untuk pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer diperoleh

melalui wawancara dan observasi, serta data sekunder diperoleh melalui dokumentasi. Proses

analisis data pada penelitian ini terbagi dalam tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam mengimplementasikan karakter peduli lingkungan pada warga sekolah, SDN Mancogeh

menerapkan beberapa kebijakan atau aturan yang didalamnya terdapat proses pembiasaan untuk

warga sekolah. Dari proses pembiasaan inilah dapat membentuk karakter peduli lingkungan, baik

itu bagi kepala sekolah, guru dan siswa. Berikut ini hasil wawancara, observasi dan dokumentasi

yang dilakukan peneliti selama proses penelitian mengenai bentuk implementasi karakter peduli

lingkungan yang dilakukan SDN Mancogeh, yang dianalisis berdasarkan empat (4) komponen

adiwiyata.

1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan

Dalam upaya mengimplementasikan karakter peduli lingkungan, sekolah memulainya dengan

memperbaharui visi dan misi menjadi bermuatan pelestarian dan pencegahan kerusakan

lingkungan. Dengan dimulainya perbaharuan visi dan misi, sekolah pastinya memiliki tujuan atau

cita-cita yang ingin dicapaidan kemudian tercantum pada visi, lalu menjadikan misi sebagai acuan

dalam mencapai visi tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala SDN Mancogeh

yang menyatakan bahwa:

Sebelum melaksanakan program adiwiyata harus merubah terlebih dahulu visi dan misi sekolah.

Karena, visi merupakan angan atau cita-cita yang akan dicapai oleh sekolah pada waktu tertentu.

Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perubahan visi dan misi didasarkan pada

komponen yang terdapat pada program adiwiyata. Hal itu diperkuat dengan adanya hasil

wawancara dengan Tim Adiwiyata di SDN Mancogeh yaitu:

Untuk mengikuti program adiwiyata harus berkaitan dengan visi dan misi, minimal 3 poin pada

misi sekolah yang berkaitan dengan lingkungan. Visi dan misi dilakukan perubahan saat akan

mengikuti program adiwiyata, karena visi dan misi sekolah bisa direvisi setiap tahunnya.

Adapun visi SDN Mancogeh yaitu Berlandaskan Iman dan Taqwa Terwujudnya Insan Yang

Cerdas, Sehat, Ramah, Literat, Peduli Lingkungan dan Kompetitif pada Tahun 2022. Dengan jelas

terdapat kata “peduli lingkungan” pada visi sekolah, yang berarti memiliki tujuan untuk

menghasilkan warga sekolah, termasuk peserta didik, guru, dan kepala sekolah yang berkarakter

peduli terhadap lingkungan.

Selain itu, misi SDN Mancogeh sebanyak 15 butir, empat (4) diantaranya berkaitan dengan

lingkungan dan hidup bersih. Adapun keempat misi tersebut yaitu: 2) Mewujudkan sekolah

berbudaya lingkungan; 3) Menanamkan pembiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); 4)

246

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan; 14) Menjadikan sekolah sebagai lingkungan belajar

dan sumber ilmu pengetahuan.

Hal ini sesuai dengan standar dari komponen adiwiyata yaitu Visi, Misi dan Tujuan sekolah yang

tertuang dalam kurikulum memuat kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(Tim Adiwiyata Nasional, 2011). Dengan adanya perbaharuan visi dan misi, sekolah menjadikan

karakter peduli lingkungan sebagai salah satu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya seperti

tercantum pada visi. Kemudian menjadikan keempat poin misi yang bermuatan lingkungan ini

sebagai acuan dalam mencapai visi tersebut.

2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan

Dalam mewujudkan sekolah yang berbudaya lingkungan, perlu dilaksanakannya kurikulum

berbasis lingkungan melalui kebijakan yang ditetapkan sekolah. Adapun pelaksanaan kurikulum

pada keseharian di sekolah yaitu:

1. Mengintegrasikan muatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) ke dalam pembelajaran

tematik pada kurikulum 2013 yang mempunyai keterkaitan dengan muatan PLH. Guru kelas 1

sampai kelas 6 mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup ke dalam RPP (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran) di beberapa tema yang ada di tiap kelas. Hal ini sejalan dengan

pernyataan tim adiwiyata sekolah yaitu:

Dulu mah kan ada mapel PLH ya, tapi di kurikulum 2013 ini dalam proses pembelajarannya

dilakukan integrasi muatan pendidikan lingkungan hidup kedalam tema yang ada di setiap kelas.

Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan kepala sekolah yaitu:

...dulu kan terdapat pembelajaran PLH, sekarang mah pintar-pintar guru untuk memasukkan

program adiwiyata dalam proses pembelajaran.

2. Dari kedua pernyataan tersebut, diketahui bahwa pada awalnya pembelajaran mengenai

lingkungan khusus diterapkan pada bidang studi PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup), tetapi

karena kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran berdasar tema pada tiap kelasnya, maka

pendidikan lingkungan diintegrasikan dengan tema yang ada di tiap kelas.Keteladanan guru dan

kepala sekolah, dimana peran guru dan kepala sekolah sangat besar dalam proses implementasi

karakter peduli lingkungan di sekolah. Siswa tidak akan langsung menuruti aturan atau teguran jika

guru dan kepala sekolah tidak memberikan contoh atau teladan yang baik pada siswa. Hal ini sesuai

dengan hasil wawancara kepada kepala sekolah yaitu:

Peran guru membimbing, membina, dan mengarahkan siswa untuk berperilaku peduli terhadap

lingkungan, dengan catatan guru juga ikut campur. Kepala sekolah juga tidak hanya memberi

arahan pada siswa dan guru, tetapi juga ikut menerapkan perilaku peduli lingkungan, harus adanya

kerjasama dan kompak. Di kelas pun tanpa adanya bimbingan dan arahan bahkan contoh dari guru,

sulit bagi anak untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan.

Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan guru kelas 6 yang menyatakan bahwa “Peran warga

sekolah selalu melakukan pembiasaan, lalu guru selalu mengecek anak tidak hanya satu atau dua

kali tapi harus cerewet melakukan pembiasaan pada anak setiap hari. Guru juga sama pembiasaan

untuk mengurangi sampah, berawal dari guru dulu sebagai contoh baru membina siswa untuk

proses pembiasaan.”

Dari kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam pembiasaan karakter peduli

lingkungan, siswa tidak lepas dari peran penting guru dan kepala sekolah, yaitu bimbingan dan

teladan.Karena dengan adanya teladan yang baik dari orang dewasa, anak akan lebih mudah untuk

melaksanakan hal yang sama. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa sebagian besar dari yang

dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling)

(Barlow, 1985). Maka, dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, guru dan kepala sekolah juga

247

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

menerapkan pembiasaan perilaku peduli lingkungan, seperti membawa botol minum dan tempat

makan sendiri ke sekolah, ikut serta merawat kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,

membuang sampah pada tempatnya dengan terlebih dahulu memilah sesuai jenisnya, serta

menghemat energi dalam menggunakan air dan listrik.

3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif

Bentuk implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan oleh SDN Mancogeh melalui

kegiatan di lingkungan sekolah dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan.

a. Kegiatan rutin yang dilakukan untuk menerapkan karakter peduli lingkungan pada siswa dilakukan

melalui kegiatan rutin harian dan mingguan. Kegiatan rutin sekolah merupakan kegiatan yang

dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Kementerian Pendidikan

Nasional, 2010). Adapun kegiatan rutin harian yang dilaksanakan di SDN Mancogeh yaitu:

1) Piket kelas yang dilaksanakan oleh siswa di kelasnya masing-masing, biasanya dilaksaanakan pada

siang hari setelah jam pembelajaran usai.

2) Kebijakan untuk membawa botol minum dan tempat makan sendiri ke sekolah,

b. Selain kegiatan rutin, dalam proses implementasi karakter peduli lingkungan pada siswa, terdapat

juga kegiatan spontan yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Kegiatan spontan yaitu

kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga (Kementerian Pendidikan Nasional,

2010). Kegiatan spontan ini berisi ajakan atau motivasi kepada siswa untuk selalu berperilaku

peduli terhadap lingkungan, serta teguran yang dilakukan guru dan kepala sekolah pada siswa yang

ketahuan melanggar peraturan. Misalnya saat ada siswa yang membuang sampah tidak pada

tempatnya, atau saat ada siswa yang tidak memilah sampah sesuai jenisnya saat hendak

membuangnya ke tempat sampah. Hal ini sesuai dengan pernyataan siswa bahwa “Waktu itu

pernah ketahuan buang sampah ke selokan terus ditegur sama guru disuruh ambil lagi sampahnya

terus buang ke tempat sampah.” Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara kepada guru kelas 6

yaitu “Peran warga sekolah selalu melakukan pembiasaan, lalu guru selalu mengecek anak tidak

hanya satu atau dua kali tapi harus cerewet melakukan pembiasaan pada anak setiap hari.”

Seperti halnya peran guru sebagai teladan baik bagi siswa, guru juga harus selalumembimbing

dan menegur saat siswa melakukan kesalahan. Karena dari hal-hal kecil inilah yang membuat siswa

menjadi terbiasa untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan.Hal tersebut sesuai dengan

pendapat bahwa karakter peduli lingkungan bukan sepenuhnya talenta maupun instink bawaan

sejak lahir, akan tetapi merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dalam arti luas (Hamzah,

2013). Maka, dengan adanya proses pembiasaan dan pendidikan di sekolah, dapat membentuk

karakter yang baik pada diri siswa terutama yang berkaitan dengan peduli lingkungan.

4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan

Untuk mendukung kegiatan warga sekolah dalam proses implementasi karakter peduli

lingkungan, SDN Mancogeh menyediakan sarana prasarana di lingkungan sekolah untuk

dimanfaatkan dan dikelola bersama. Dengan bimbingan guru, siswa ikut serta menjaga dan

memanfaatkan sarana prasarana di sekolah yang ramah lingkungan. Adapun penyediaan sarana

prasarana di SDN Mancogeh yaitu:

a. Adanya tempat sampah dengan dua tong yang berbedajenis(organik dan anorganik) di setiap ruang

kelas. Hal ini dilaksanakan salah satu manfaatnya untuk proses pembiasaan siswa dalam memilah

sampah berdasarkan jenisnya.

b. Tersedianya wastafel (tempat cuci tangan)yang berada didepan setiap ruang kelas dan keran-keran

air yang terdapat di samping lapangan sekolah, digunakan oleh warga sekolah untuk mencuci

tangan atau untuk berwudhu.

c. Penyediaan toilet bersih yang dikelompokkan untuk siswa laki-laki, siswa perempuan, guru laki-

laki, guru perempuan, kepala sekolah dan tamu. Toilet di sekolah biasa digunakan untuk buang

248

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

air kecil maupun buang air besar, dan rutin dibersihkan saat kegiatan rutin mingguan atau duta

lingkungan.

d. Upaya penghematan energi, yaitu menghemat energi listrik dengan adanya kata ajakan yang

tertempel didekat saklar, menghemat air dengan adanya kata ajakan yang tertempel didekat

tempat cuci tangan.

e. Tersedianya alat kebersihan di setiap kelas, seperti sapu, lap pel, dan ember, serta bahan

kebersihan seperti sabun untuk mengepel lantai dan sabun cuci tangan. Alat dan bahan

kebersihan ini dimanfaatkan oleh siswa untuk melaksanakan piket kelas, kegiatan

membersihkan lingkungan sekolah setiap minggu, serta dalam kegiatan warga sekolah sehari-

hari.

f. Tersedianya rak sepatu didepan semua ruangan kelas, untuk menyimpan sepatu siswa saat

hendak masuk ke ruang kelas, agar tanah atau debu yang terdapat di alas sepatu tidak

mengotori lantai ruang kelas dan kelas tetap terjaga kebersihannya.

g. Upaya mengurangi sampah plastik dengan adanya kebijakan membawa botol minum dan

tempat makan sendiri bagi warga sekolah, lalu dengan penyediaan galon isi ulang di setiap

ruang kelas untuk siswa jika air minumnya habis bisa mengisi ulang air minumnya dengan

membayar iuran kas kelas.

h. Kantin sehat yang menyediakan jajanan sehat dengan minim penggunaan kemasan plastik sekali

pakai, juga melayanipembelian air minum dari galon. Sehingga siswa bisa membawa botol

minum masing-masing dan membeli air minum ke kantin tanpa menghasilkan sampah dari botol

atau gelas air minum dengan kemasan plastik sekali pakai.

i. Taman dan green house yang merupakan ruang terbuka hijau di sekolah, diisi dengan berbagai

jenis tanaman yang bertugas menghasilkan oksigen sehingga membuat udara di lingkungan

sekolah menjadi segar dan sejuk.

Dari penjelasan hasil observasi pada proses penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan

adanya sarana prasarana dapat mendukung proses pembiasaan peduli lingkungan pada warga

sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwadengan menggunakan sarana

pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik akan membentuk akhlak yang baik

pula pada anak (Siahaan, 2017). Maka, dengan adanya sarana terkait tentang peduli lingkungan,

akan lebih optimal dalam proses pembiasaan pada anak untuk menerapkan sikap dan perilaku

peduli terhadap lingkungan.

SIMPULAN

Dalam upaya mengurangi produksi sampah setiap harinya, perlu diadakan proses

pembiasaan yang bertujuan agar warga sekolah dapat menjaga kebersihan dan keindahan

lingkungan. Dengan proses pembiasaan ini dapat menumbuhkan karakter peduli lingkungan

pada semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru dan siswa. Adapun bentuk implementasi

karakter peduli lingkungan yang dilakukan SDN Mancogeh yaitu:

1. Kebijakan berwawasan lingkungan, dengan memperbaharui visi dan misi sekolah menjadi

bermuatan lingkungan.

2. Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, dengan mengintegrasikan muatan Pendidikan

Lingkungan Hidup (PLH) ke dalam pembelajaran tematik kurikulum 2013 di setiap kelas, serta

keteladanan guru dan kepala sekolah dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan.

3. Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif, yang diwujudkan ke dalam kegiatan rutin melalui

kegiatan rutin harian yaitu piket kelas dan kebijakan membawa botol minum dan tempat makan

masing-masing ke sekolah, dan kegiatan rutin mingguan yaitu kegiatan membersihkan

249

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

lingkungan sekolah, serta kegiatan spontan yang dilakukan guru dan kepala sekolah dengan

memberi ajakan dan motivasi dan menegur saat ada siswa yang ketahuan melanggar peraturan.

4. Pengelolaan sarana pendukung yang adadi lingkungan sekolah untuk dimanfaatkan dan dikelola

bersama oleh warga sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Artiningsih, N. K. A. (2008). Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga

(Studi kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang) (Doctoral dissertation, program

Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Barlow, D. L. (1985). Educational Psychology: The Teaching-Learning Process. Chicago: The Moody

Bible Institute. Hartono, E. (2006). Peningkatan pelayanan pengelolaan sampah di Kota Brebes melalui peningkatan

kemampuan pembiayaan (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas

Diponegoro).

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

Jakarta: Kemendiknas.

Kurniawan. (2011). Pengaruh Penggunaan Serat Plastik terhadap Nilai Daya Dukung Tanah. S1

Thesis, UAJY.

Kurniawan, D. T., Maryanti, S., Yuliawati, A., & Tresnawati, N. (2019). PROGRAM EDUKASI

LINGKUNGAN HIDUP BAGI SISWA RA UNTUK MEMAHAMKAN KONSEP “KANG PISMAN”

MELALUI KEGIATAN BERMAIN. Al-Khidmat, 2(1), 1-6.

Mukani, M., & Sumarsono, T. (2017). Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Berbasis Adiwiyata

pada Mata Pelajaran Fiqih di MTsN Tambakberas Jombang. Jurnal Pendidikan Agama Islam

(Journal of Islamic Education Studies), 5(2), 181.

Nurulloh, E. S. (2019). Pendidikan Islam Dan Pengembangan Kesadaran Lingkungan. Jurnal

Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(2), 237-258.

Probowati, W., Nugraheni, I. A., & Suryadi, S. (2020). Pembentukan Komunitas Masyarakat Pembuat

Media Tanam dari Sampah Plastik Kresek. PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada

Masyarakat, 5(2), 154-161.

Rahardjo, M. (2017). Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif: Konsep dan Prosedurnya. 01, 1–7.

So, W. W. M., & Chow, S. C. F. (2018). Environmental education in primary schools: a case study with

plastic resources and recycling. Education 3-13, 0(0), 1–12.

Siahaan, W. P. (2017). Pengaruh Lingkungan Sekolah terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MAS

Miftahussalam Kecamatan Medan Petisah Tahun Ajaran 2016/2017 (Skripsi). Medan: UIN

Sumatera Utara.

Siyamsih, N., Alam, F. M. D. I. P., & No, J. I. S. Program Kreativitas Mahasiswa Penggalakan Pirolisis

Sampah Plastik Pada Masyarakat Untuk Mengurangi Pembuangan Sampah Plastik.

Setyowati, T. (2013). Peran keluarga dalam membentuk karakter go green untuk mencegah global

warming pada anak usia dini. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta: Agri-tek, 14(1), 100-108.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sya'diyah, N. I. S. (2019). Membangun Karakter Masyarakat untuk Cinta dan Peduli Lingkungan di

Desa Medalem Kecamatan Modo Kabupaten Lamongan (Doctoral dissertation, UIN Sunan

Ampel Surabaya). Taufiqurrahman, T. (2016). Optimalisasi Pengelolaan Sampah Berdasarkan Timbulan Dan

Karakteristik Sampah Di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang (Doctoral dissertation, ITN

MALANG).

250

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tim Adiwiyata Nasional. (2011). Panduan Adiwiyata: Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan.

Jakarta: Kerjasama KLH dengan Kemdikbud.

251

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Rancangan Media Model Learning Cycle dengan Pendekatan Saintifik Lany Febri Rafiny1, Edi Hendri Mulyana2, Taopik Rahman3

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by problems found in the field, related to the lack of availability of learning tools, especially in learning media because basically the media are inseparable from the learning device but look at the lack of availability of media that has been prepared by schools, making teachers demanded to be more innovative creative in developing learning media to support learning activities in order to achieve learning objectives by using the Learning Cycle learning model that is considered appropriate to provide direct learning experiences for children Keywords:Media, learning cycle model, scientific approach Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang ditemukan dilapangan , berkaitan dengan kurangnya ketersediaan perangkat pembelajaran khususnya pada media pembelajaran karean pada dasarnya media merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari bagian perangkat pembelajaran tetapi melihat dari kurangnya ketersediaan media yang sudah disiapkan oleh sekolah membuat guru dituntut harus menjadi lebih kreatif inovatif dalam mengembangakan media pembelajaran untuk menunjang kegiatan belajar agar tercapainya tujuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle yang dianggap sesuai untuk memberikan pengalaman belajar pada anak secra langsung. Kata Kunci: Media, model learning cycle, pendekatan saintifik

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 PAUD memiliki karakteristik antara lain yaitu pembelajaran tematik dengan

pendekatan saintifik. Selain pelaksanaannya yang merajuk pada pembelajaran tematik dengan

pendekatan saintifik, pendidikan anak usia dini pun harus dilaksanakan secara sistematis

menggunakan media pembelajaran. Secara harfiah, kata “Media” berasal dari bahasa Latin

“Medium” yang artinya “Perantara atau pengantar” (Mahnun, 2012; Nurwulan & Paputungan, 2009)

perangkat pembelajaran ini merupakan komponen yang penting bagi pendidik untuk

melaksanakan pembelajaran dengan adanya penggunaan media akan mempermudah guru dan

siswa dalam kegiatan belajar sesuai dengan hasil temua penelitian terdahulu oleh Auliya (2017)

dari PGPAUD Universitas Negeri Yogyakarta yang menyatakan bahwa kurangnya ketersediaan

media pembelajaran sesuai dengan kenyataan dilapangan yang ditemukan bahwa masih kurangnya

ketersediaan media pembelajaran.

Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan selain penggunaan media pembelajaran

yang sesuai pemilihan model pembelajaran dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan anak

(Rohani, 2019; Susilana, R., & Riyana, C. (2008), setelah melihat kondisi dilapangan ternyata masih

banyak lembaga penyelenggara pendidikan anak usia dini yang masih menggunakan model

pembelajaran klasikal dimana model pembelajaran klasikal adalah pola pembelajaran dimana

dalam waktu yang sama kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas (klasikal),

seiring dengan perkembangan teori dan pengembangan model pembelajaran, model ini sudah

banyak ditinggalkan, oleh karena itu penulis memiliki gagasan untuk mengembangkan perangkat

pembelajaran model Learninng Cycle.

Model pembelajaran Learning Cycle ini merupakan model pembelajaran yang berpusat pada

anak (Sutrisno, W., Dwiastuti, S., & Karyanto, P., 2012); Wijayanti, 2020), Tujuan pembelajaran

model Learning cycle adalah untuk membuat siklus pembelajaran eksplisit sehingga anak dapat

membangun pengetahuannya melalui pengalaman anak sendiri. Model Learning Cycle ini memiliki

5 fase pada penggunaanya (Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A.,2017) akan tetapi

252

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

peniliti memilih 3 fase yang akan digunakan pada pengembangan perangkat pembelajaran ini

karena 3 fase pada perangkat pembelajaran ini dirasa cukup sederhana untuk dilakukan di PAUD,

dimana 3 fase ini menurut terdiri dari fase eksplorasi (Exploration), fase pengenalan konsep

(Concept Introduction), fase penerapan konsep (Concept Application) pemilihan model Learning

Cycle ini dirasa sesuai dengan karakteristik kurikukulum 2013 yaitu pendekatan saintifik dimana

pendekatan saintifik ini berpusat pada anak agar anak dapat aktif mengkonstruk pengetahuannya

melalui tahap mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan agar tercapainya

tujuan pembelajaran media pembelajaran berbasis model Learning Cycle.

PEMBAHASAN

Pendidikan Anak Usia Dini dengan Pendekatan Saintifik

Pendidikan anak usia dini merupakan masa pemberian stimulus dan upaya terencana guna

mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan anak. Masa ini menjadi masa kritis bagi pertumbuhan

dan perkembangan sehingga perlu mendapat perhatian khusus (Zubaidah, S., 2016). Hal tersebut,

mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I

Pasal 1 Ayat 14 ditegaskan bahwa

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaniagar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pada pelaksanannya pendidikan anak usia dini merajuk pada kurikulum 2013

dimanakurikukulum 2013 ini merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan anak

usia dini di Indonesia, karena sebagai seperangkat rencana terstruktur untuk mewujudkan

pengalaman belajar yang dapat mengembangkan potensi setiap anak. Hal tersebut mengacu pada

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 19

berbunyi “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum 2013 PAUD memiliki karakteristik antara

lain yaitu pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Maka dari itu, pembelajaran berbasis

pendekatan saintifik cukup efektif diterapkan selama sesuai kebutuhan pembelajaran. Pendekatan

saintifik adalah sebuah pendekatan yang berpusat pada anak agar anak dapat aktif mengkonstruk

pengetahuannya melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba.

Media Pembelajaran

Komponen perangkat pembelajaran pada pendidikan anak usia dini salah satunya adalah

media pembelajaran, media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari kata

”medium”. Latif et.al. (2013) menyatakan bahwa media adalah “Manusia, materi atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau

sikap‟.

Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang dapat mempermudah guru maupun

siswa untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Muhson, A., 2010).. Media

pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena dengan adanya

media pembelajaran dapat menarik perhatian peserta didik ketika belajar, oleh karena itu seorang

pendidik harus menciptakan suatu media pembelajaran yang kreatif, inovatif dan variatif sehingga

saat proses pembelajaran pun akan dirasa menyenangkan bagi peserta didik.

Jenis-jenis media pembelajaran

253

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Macam macam jenis media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pendidikan pada saat ini

bisa berupa gambar,foto dan sebagainya, di Indonesia lazim nya jenis media pembelajaran yang

digunakan menurut Latif, dkk. (2013, hlm. 152-155) yaitu :

1) Media visual, adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera

penglihatan

2) Media audio, media audio ini adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk

auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian

dan kemauan para siswa untuk mempelajari materi atau topik pembelajaran.

3) Media audio-visual, media ini merupakan kombinasi antara media audio dan visual

atau biasa disebut juga dengan media pandang dengar seperti permainan (game),

program CD interaktif dan televisi.

Muhyidin,dkk. (2014, hlm.147-151) mengklarifikasikan media pembelajaran di PAUD

menjadi tiga jenis yaitu:

1) Lembar kerja anak, merupakan lembar kerja bagi anak untuk melakukan kegiatan

belajar sambil bermain dengan sesuai indicator dan standar tingkat pencapain

perkembangan anak yang telah ditetepkan pada pembelajaran

2) Alat peraga pembelajaran merupakan alat peraga yang digunakan oleh guru sebagai

sarana dalam penyamapian materi pembelajaran baik dilakukan di dalam kelas

maupun di luar kelas.

3) Alat permainan edukatif, alat ini merupakan suatu alat permainan bagi anak anak yang

memiliki nilai edukatif dan dapat mengembangkan aspek perkembangan serta

kecerdasan anak

b. Pemilihan Media Pembelajaran AUD

Pemilihan media pembelajaran untuk anak usia dini sangatlah penting penting karena

dalam memilih media pembelajaran yang ada diperlukan wawasan, pengetahuan serta

keterampilan seorang guru agar dapat memilih dan mengembangkan media

pembelajaran dengan tepat sehingga sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan anak

agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Latif (2013, hlm. 155) menambahkan bahwa

ada beberapa hal dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih dan mengembangkan

media, daiantaranya:

1) Media pembelajaran yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan anak dan mendukung

tujuan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik

2) Media pembelajaran didasarkan pada asas manfaat, untuk apa dan mengapa media

pembelajaran tersebutdipilih.

3) Media pembelajaran harus didasarkan pada kajian edukatif dengan memperhatikan

kurikulum yang berlaku, cakupan bidang perkembangan yang sedang dikembangkan,

karakter peserta didik, serta aspek-aspeklainnya.

4) Media pembelajaran hendaknya memenuhi persyaratan kualitas yang ditentukan.

K. Model Learning Cycle

Model Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada anak

(Wijayanti, 2020), Learning Cycle ini merupakan rangkaian fase pada kegiatan yang dirancang

sedemikian rupa agar anak dapat memahami dan mencapai komptensi yang pada

pembelajaran yang harus dicapai, untuk mencapai hal tersebut anak dituntut untuk aktif

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Astutik, S., 2012)..Terdapat 3 fase pada model

Learning Cycle yaitu :

a. Exploration (Eksplorasi)

254

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Eksplorasi merupakan tahap kedua model siklus belajar. Guru menggali konsep awal siswa

dengan melakukan observasi, membuat catatan, lalu mengkomunikasikannya.

b. Elaboration (Elaborasi)

Elaborasi merupakan tahap keempat dalam siklus belajar. Pada tahap elaborasi siswa

menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks

yang berbeda.

c. Application (Aplikasi)

Pada fase ini anak diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan.

Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena

peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Dasar kebutuhan rancangan pengembangan media model Learning Cycle dengan pendekatan

saintfik adalah merujuk pada tuntutan teoritis dan kebutuhan dilapangan, secara teori bahwasanya

media pembelajaran itu sangat penting untuk proses pemahaman materi pembelajaran di

sekolahPeneliti merancang dan menyusun produk berupa media pembelajaran hasil dari analisis

program pengembangan anak usia 5-6 tahun, model pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

saintifik anak

Gambar 1. Rancangan Media

SIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan

bagian penting dalam perangkat pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan adanya

penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran

pada anak selain itu dengan adanya penggunaan media pembelajaran yang digunakan akan

menambah minat anak dalam kegiatan belajar karena media pembelajaran yang menarik akan

meningkatkan antusias anak dalam mengikuti pembelajaran. Rancangan media pembelajaran yang

dikembangkan pada penelitian merujuk pada hubungan dengan tuntutan teoritis dan kebutuhan

dilapangan melalui proses dasar perancangan media memganalisis kurikulum yaitu program

pengembangan, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, media,

lembar kerja anak, dan penilaian. Peneliti membuat matriks kesesuaian, yang menghasilkan

skenario pembelajaran dan skenario pembelajaran khusus media, membuat prototype media,

merancang desain produk berupa media pembelajaran model Learning Cycle dengan pendektan

saintifik dikembangkan dengan kebutuhan pada ketersediaan media pada model Learning Cycle

untuk kelompok B, sifat-sifat air, serta pendekatan saintifik meliputi meoncoba dan

mengkomunikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

255

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Astutik, S. (2012). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle

5E) Berbasis Eksperimen Pada Pembelajaran Sains Di SDN Patrang I Jember. Jurnal Ilmu

Pendidikan Sekolah Dasar, 1(2), 143-153.

Auliya, A. (2017). Pengembangan Media pembelajaran “Watube” untuk Mengenalkan Sifat-Sifat Air

pada Anak TK Kelompok B. Artikel Jurnal: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,6 (2), hlm. 134-

149.

Latif, M.dkk. (2013). Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi, Jakarta: Kencana.

Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A. (2017). Pengaruh Model Learning Cycle 5E

(Engage, Explore, Explain, Elaboration, & Evaluate) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Peserta Didik Kelas X MAN 1 Mataram. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, 3(1), 61-67.

Mahnun, N. (2012). Media pembelajaran (kajian terhadap langkah-langkah pemilihan media dan

implementasinya dalam pembelajaran). An-Nida', 37(1), 27-34.

Muhson, A. (2010). Pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. Jurnal

Pendidikan Akuntansi Indonesia, 8(2).

Muhyidin, dkk. (2014). Ensiklopedia Pendidikan Anak Usia Dini (4) : Metode & Media

Pembelajaran. Yogyakarta.

Nurwulan, A. I., & Paputungan, I. V. (2009). Perancangan Radio Streaming Edukasi (Studi Kasus

Balai Pengembangan Media Radio Yogyakarta). In Seminar Nasional Aplikasi Teknologi

Informasi (SNATI).

Rohani, R. (2019). Media pembelajaran.

Susilana, R., & Riyana, C. (2008). Media pembelajaran: hakikat, pengembangan, pemanfaatan, dan

penilaian. CV. Wacana Prima. Sutrisno, W., Dwiastuti, S., & Karyanto, P. (2012). Pengaruh Model Learning Cycle 7E Terhadap

Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Biologi. In Proceeding Biology Education

Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 9, No. 1).

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wijayanti, R. (2020). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Terhadap Hasil

Belajar Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematis Berbentuk Soal Cerita. Keguru" Jurnal

Ilmu Pendidikan Dasar", 4(1), 22-28.

Zubaidah, S. (2016, December). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui

pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan dengan Tema “isu-isu strategis pembelajaran

MIPA Abad (Vol. 21, No. 10).

256

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Rancangan dan Pengembangan Rencana Pembelajaran Berorientasi pada Sains Subtema Air untuk Mengoptimalkan

Keterampilan Mengklasifikasi AUD 1Desi Rahayu, 2Edi Hendri Mulyana, 3Elan

123GPAUD Kampus Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected],[email protected], [email protected]

PENDAHULUAN

Sains adalah pengetahuan yang tersusun secar teratur dan sistematis, dan merupakan hasil

dari observasi atau pengamatan dan eksperimen (Carin & Sund; dalam Atmojo, 2013) “ Soun and

Coring(993:37) mermuskan bahwa sains merupakan:

Kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu, pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar sains kepada anak sangat tergantung pada pengalaman, usia dan tingkat perkembangannya. Pembelajaran sain sejak dini sangatlah baik untuk peroses perkembangan berfikir anak dengan pembelajaran sains seorang anak akan memiliki pola berfikir ilmiah pada otak kirinya sebab didalamnya anak akan diajak untuk berfikir analisis mengingatkan antara hubungan sebab akibat kemudan menarik sebuah kesimpulan dari hubungan tersebut. Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana rencana kegiatan yang ada dilapangan Apakah

rencana kegiatan pembelajaran ini layak untuk di uji cobakan di lapangan. Peneliti mengambil

permasalahan yang ada di RA AT- Taufiq, terutama kemampuan daya pikir atau kemampuan

kognitif dalam mengklasifikasi warna pada anak usia 4-5 tahun, dari hasil observasi terlihat

kemampuan kognitif anak masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator yaitu

dalam mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran ternyata ada anak yang

mulai berkembang mengklasifikasikan warna. Oleh sebab itu, kemampuan kognitif dalam

mengklasifikasi warna RA AT-Taufik kota Tasikmalaya belum mencapai indicator yang diharapkan,

Abstract Research and development has been carried out aimed at developing science-oriented learning plans for the water subtema to optimize the skills of classifying early childhood, to know the trial process of science-oriented learning design to optimize the skills of classifying early childhood. The research method used was the EDR (Educational Design Research) method. The study was conducted in one school, namely the RA At-Taufik data collection techniques using observation and documentation. Tests carried out twice. The first test was followed by 15 students from group A RA At-Taufik. Based on the results of the product trial, the product requires some improvement while the second is followed by 20 RA-Taufik students. Based on the results of the trial carried out a reflection on the product. The results of the revlection show that this product can be used as an alternative learning plan that makes it easy for teachers to gather material on the introduction of a science-based water-based learning plan to optimize early childhood qualification skills. Keywords: Learning Plan, science-based, water subtema, classifying skills Abstrak Telah dilakukan penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan rencana pembelajaran berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini, untuk mengetahui proses uji coba rancangan pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode EDR (Educational Design Research). Penelitian dilakukan di satu sekolah yaitu di RA At- Taufik teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Ujicoba dilakukan sebanyak dua kali. Ujicoba yang pertama diikuti oleh 15 siswa kelompok A RA At-Taufik. Berdasarkan hasil uji coba produk, produk memerlukan beberapa perbaikan sedangkan yang kedua diikuti 20 siswa RA-Taufik. Berdasarkan hasil uji coba dilakukan refleksi terhadap produk. Hasil revleksi menunjukan bahwa produk ini dapat digunakan sebagai alternative rencana pembelajaran yang memberi kemudahan kepada guru untuk mengumpulkan materi mengenai pengenalan rencana pembelajaran berbasis sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengkasifikasi anak usia dini. Kata kunci: Rencana Pembelajaran, berbasis sains, subtema air,keterampilan menggklasifikas.

257

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sehingga peneliti akan mencoba mengembangkan kemampuan anak khususnya kemampuan dalam

bidang kemampuan kognitif terutama dalam mengklasifikasi warna. Untuk mengembangkan

kemampuan kognitif anak dapat menggunakan aktivitas bermain dengan media alam dalam proses

belajar mengajar. Secara tidak langsung aktivitas bermain dengan media alam ini dapat

mengembangkan kemampuan kognitif anak (Khasanah, I., Prasetyo, A., & Rakhmawati, E., 2011;

Kurniasari, I., Sasmiati, S., & Haenilah, E. Y., 2018; Ramadhan, S. Z. N., 2018). Seharusnya peran guru dalam

mengembangkan kegiatan belajar kognitif adalah membuka rasa keingin tahuan anak secara alami

tentang bentuk, ukuran, jumlah dan konsep - konsep dasar lain (Suryana, 2016). Kepedulian dan

ketertarikan peneliti terhadap apa yang dikatakan anak akan mendorong untuk menceritakan

pengalaman dan penemuan mereka. Berdasarkan masalah yang ada peneliti tertarik menerapkan

aktivitas bermain dengan media alam untuk mengembangkan kemampuan kognitif

mengklasifikasikan benda sehingga dapat diimplementasikan pada pembelajaran kognitif anak,

karena pada dasarnya anak menyukai berbagai macam alat permainan salah satunya lingkungan

alam (Islamiyah, 2019; Rosala, 2016), karena memanfaatkan media alam akan lebih memudahkan

dalam menggali pengetahuan anak dan lingkungan alam juga merupakan tempat yang sangat

menyenangkan bagi anak untuk belajar (Gusnita, 2020) .

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk mengembangkan rencana pembelajaran

berprientasi pada subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini.

Keterampilan mengklasifikasi sebelumnya memang sudah ada, namun pengembangan

keterampilan mengklasifikasi dengan subtema air belum ada, ini mengharapkan menjadi salah satu

variasi model mengajar guru dan juga sebagai media pembelajaran yang menarik dan kreatif

sehinggga siswa akan mudah membedakan berbagai jenis benda, ukuran, bentuk,warna dan lain-

lain. Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui rancangan yang peneliti buat layak atau

tidaknya dipergunakan di lapangan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah EDR (Educational Design

Research). Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan rancangan pembelajaran

berorientasi sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini

mealui permainan pelang dalam gelas.

1. Rancangan Penelitian

Tujuan metode EDR (Educational Design Research) yaitu Serangkaian pendekatan, dengan

maksud menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktik yang menjelaskan dan

berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan alamiah (naturalistik) (Sofariah,

Mulyana, Lidinillah, 2020).

Sebelum peneliti mengembangkan produk, terlebih dahulu peneliti melakukan studi

pendahuluan sebagai langkah utama untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan yang

ditemukan. Dari hasil temuan yang diperoleh peneliti membuat rancangan desain produk pelanggi

dalam gelas untuk memfasilitasi kemampuan mengenal keterampilan mengklasifikasi anak usia

dini yang selanjutnya akan di validasi oleh ahli, sampai akhirnya produk itu layak digunakan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi. Peneliti melakukan observasi

untuk mengumpulkan data dengan cara melihat anak dalam melakukan kegiatan pembelajaran

bermain warna pelangi dalm gelas dan setelah data didapat peneliti membaut validasi ahli agar

kegiatan ini dapat digunakan.

3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung

dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis dilakukan dalam bentuk

258

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

interaktif dengan proses yang berlanjut, berulang, dan terus menerus hingga membentuk suatu

siklus dan menghasilkan data yang jenuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode EDR (Educational Design

Research) yang bertujuan untuk membahas temuan data dilapangan berupa permasalahan yang

dihadirkan dengan solusi berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Dari hal tersebut,

peneliti akan membahas tentang hasil identifikasi dan analisis masalah berkaitan dengan

kebutuhan dasar penggunaan media pembelajaran untuk memfasilitasi mengklasifikasi anak usia

dini dalam kegiatan pembelajaran

Desain penelitian pengembangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains

subtema air ini mengacu pada model pengembangan EDR menurut McKenney (dalam Utari, Putri &

Hartono, 2015) Menyebutkan model EDR tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Model Generik EDR (McKenney & Reeves, 2012)

Gambar 2 di atas menunjukan proses penelitian EDR meliputi tiga tahap utama. Tapi,

dikarenkan sistuasi dan kondisi saat ini adanya pandemik covid-19, peneliti tidak melanjutkan uji

coba lapangan karena situasi pendidikan saat ini dilakukan dengan cara daring jadi siswa belajar

dirumah masing-masing. Pada poin ini hanya ada dua pembahasan yang akan di paparkan, sebagai

berikut:

1. Tahap analisis dan eksplorasi

Analisis dan studi eksplorasi fokus pada pemahaman masalah pendidikan melalui analisis

literatur dan studi pendahuluan (Wijaya,2018). Studi pendahuluan menggunakan metode

observasi. Pada tahap ini peneliti juga mencari informasi mengenai hal apa saja yang menjadi

kesulitan dan hambatan guru dalam merancang rencana kegiatan pembelajaran sains untuk

mengoptimalkan keterampilan saintifik anak terutama dalam keterampilan mengklasifikasikan

pada permainan berbasis sains.

2. Tahap Desain dan Konstruksi

Pada tahap ini, peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada

sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi. Dalam hal ini peneliti memilih

pembelajaran dengan tema alam semesta subtema benda-benda alam dan sub-subtema air pada

permainan sains “Pelangi Dalam Gelas ”.

3. Tahap Evaluasi dan Refleksi (Evaluation and Reflection)

Evaluasi dan studi refleksi menggambarkan implikasi praktis dan ilmiah yang dihasilkan dari

evaluasi formatif dan atau argumen inti dari intervensi yang dirancang. Pada tahap ini dilakukan uji

coba dan penilaian untuk dievaluasi. Produk rencana pembelajaran berorientasi pada sains untuk

mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi dievaluasi serta dilakukan uji coba untuk

mengetahui sebagaimana kepraktisan dan keterpakaian produk yang dikembangkan.

259

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dengan demikian, maka peneliti melakukan revisi produk sebagai bahan perbaikan serta

mengoptimalkan penggunaan rencana pembelajaran tersebut. Pada tahap ini juga dilakukan

peninjauan sebagai tahap akhir dalam menghasilkan refleksi rencana pembelajaran berorientasi

pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasikan anak usia dini setelah

dilakukan uji coba dan divalidasi oleh ahli. Namun, pada pelaksanaannya hanya menjalankan

tahapan sampai tahap Desain dan Konstruksi (Design and Construction) karena terkendala

pandemik virus corona (Covid 19) sehingga peneliti tidak mengambil data ke sekolah yang semula

akan diujicobakan pada anak kelompok A atau usia 4 sampai 5 tahun, dan menggunakan lembar

observasi serta dokumentasi

Rencana keguatan pembelajaran

1. KEGIATAN

1. Judul Kegiatan

Pelangi dalam gelas

2. Alat dan Bahan

3. Tujuan

Untuk menunjukan pengaruh berat jenis air terhadap zat yang dimasukan kedalam air dan apa

pengaruh gula yang dicampurkan kedalam air. Dengan percobaan ini anak bisa menjelaskan

misalnya kenapa air yang telah dicampurkan oleh gula tidak bias menyatu dengan air yang tidak

diberikan gula.

4. Materi kegiatan

Air Gula yang larut dalam menambah berat jenis air, makin banyak gulanya maka makin berat

airnya oleh karena itu ketiga lapisan itu akan terpisah karena berbeda masa jenisnya.

5. Langkah kegiatan

Gelas Kecil (3 buah)

hjj

Gelas besar (1

buah)

jhjhjlklkll

Pewarna makanan (merah,

kuning, dan hijau )

Air secukupnya

Gula pasir secukupnya

Sendok (1 buah)

260

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

a. Kegiatan awal percobaan “ Pelangi Dalam Gelas”

1) Guru menyampaikan materi kegiatan sesuai dengan konsep

2) Guru menjelaskan judul kegiatan yang lengkap agar anak mudah megerti

3) Guru menyampaikan kegatan yang akan dilakukan

4) Guru memperkenalkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan ini

5) Guru mendemonstrasikan kegiatan percobaan “ Pelangi Dalam Gelas “

6) Anak mengurutkan alat dan bahan yang telah disediakan

7) Guru membagi murid menjadi beberapa kelompok

3. Kegiatan inti percobaan “Pelangi dalam Gelas”

Kegiatan Langkah kegiatan

Anak melakukan percobaan

“pelangi dalam gelas”

dengan kelompok yang

sudah ditentukan.

1. Guru memastikan kelengkapan alat dan bahan yang akan

dilakuakan dalam kegiatan “ pelangi dalam gelas”

2. Anak menuangkan air kedalam gelas yang sudah diberi nomor 1,

2, dan 3

3. Anak memasukan pewarna makanan kedalam gelas

4. Anak mencampurkan warna merah ke dalam gelas 1 dan

mengaduknya

5. Anak mencampurkan warna kuning kedalam gelas 2 dan

mengaduknya

6. Anak mencampurkan warna hijau kedalam gelas 3 dan

mengaduknya

7. Anak memasukan 4 ssendok gula kedalam gelas 1 dan

mengaduknya

8. Anak memasukan 3 sendok gula kedalam gelas 2 dan

mengaduknya

9. Anak memasukan 2 sendok gula kedalam gelas 3 dan

mengaduknya

10. Anak memasukan air tersebut secara berurutan dan pelan- pelan

yaitu air warna merah, kuning, dan hijau.

3). Kegiatan akhir “Pelangi Dalam Gelas”

a. Guru menyimpulkan fakta/data terkait hasil temuan dari percobaan

b. guru menanyakan kmbali percobaan apa yang telah dilakuakan, alat dan bahan

yang digunakan dan hasil yang di dapat.

SIMPULAN

Kemampuan mengklasifikasi anak usia dini dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermain

pelangi dalam gelas di RA At-Taufiq kecamatan Cibeurem Kota Tsikmalaya. Peningkatan ini terjadi

karena prosesnya dilakukan secara berulang-ulang pada aspek membedakan, menggurutkan dan

mengelompokan. Melalui kegiatan bermain pelangi dalam gelas meningkatkan kemampuan

mengklasifikasi anak berdasarkan membedakan warna, megurutkan warna, hingga

mengelompokan warna.

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, S. E. (2013) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan hasil

belajar pengelolaan lingkungan. Jurnal kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran, 43(2),

hlm. 134-143.

261

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gusnita, Tria R. I. S. D. A. (2020). Pengaruh Bermain Menggunakan Bahan Alam Terhadap

Kemampuan Mengklasifikasi Benda Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Pertiwi VI Kecamatan

Jambi Timur (Doctoral dissertation, Universitas Jambi).

Islamiyah, I. (2019). Taman Layak Anak Usia Dini di Kota Kendari. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan

Anak Usia Dini, 3(1), 117-126.

Khasanah, I., Prasetyo, A., & Rakhmawati, E. (2011). Permainan tradisional sebagai media stimulasi

aspek perkembangan anak usia dini. PAUDIA: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak

Usia Dini, 1(1).

Kurniasari, I., Sasmiati, S., & Haenilah, E. Y. (2018). Penggunaan media alam sekitar dan

kemampuan berfikir logis anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak, 4(1).

McKenney, S. E., & Reeves, T. C. (2012). Conducting educational research design: What, why and how.

Taylor & Francis.

McKenney, S., & Reeves, T. C. (2012). Conduncting education design research. London: Routledge.

Ramadhan, S. Z. N. (2018). Pengaruh aktivitas bermain menggunakan bahan alam terhadap

kemampuan mengklasifikasi benda pada anak usia 5-6 tahun.

Rosala, D. (2016). Pembelajaran seni budaya berbasis kearifan lokal dalam upaya membangun

pendidikan karakter siswa di sekolah dasar. Ritme, 2(1), 16-25.

Sofariah, S., Mulyana, E. H., & Lidinillah, D. A. M. (2020) Pengembangan Asesmen Model Stem Pada

Konsep Terapung Melayang Tenggelam Untuk Memfasilitasi Keterampilan Saintifik Anakusia

Dini. Jurnal Paud Agapedia, 4(1), 145-156.

Suryana, D. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi & Aspek Perkembangan Anak. Prenada

Media.

Utari, R. S., Putri, R. I. I., & Hartono, Y. (2015). Konteks Kebudayaan Palembang untuk Mendukung

Kemampuan Bernalar Siswa SMP pada Materi Perbandingan. Jurnal Didaktik Matematika, 2(2).

Wijaya, H. (2018). Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

262

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka

Rosi Annisya1, Ahmad Mulyadiprana2, Syarip Hidayat3

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Extracurricular activities are a means of applying the character of discipline to students. SD Yayasan Islam has various types of extracurricular activities, one of which is scout extracurricular activities. Scouting activities in the form of extracurricular education are mandatory for all students. Through the application of the eighth point of dharma in shaping the character of students through scout extracurricular can apply the attitude of discipline to students. The purpose of this study is to find out how the planning, implementation and evaluation of scout extracurricular activities in the application of the eighth point of dharma namely discipline. This research is motivated by the interest of researchers in researching an elementary school that is the Islamic Foundation Elementary School whether it has applied the eighth point of dharma scout in the character of students through scout extracurricular. This research uses the case study method, data obtained by observation, interviews and documentation. The results showed that program planning included an agenda of activities. The routine exercise is integrated with the game. Evaluations consist of monthly exercises and general evaluations. Based on the results of the study it can be concluded that through scout extracurricular can apply the eighth point of dharma scout item that is discipline. Keywords: Application, dasa dharma, scout extracurricular Abstrak Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dalam penerapan karakter disiplin bagi siswa. SD Yayasan Islam memiliki berbagai jenis ekstrakurikuler, salah satunya adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan berbentuk pendidikan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib diikuti oleh seluruh siswa. Melalui penerapan dasa dharma butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan sikap disiplin pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan ekstrakurikuler pramuka dalam penerapan dasa dharma butir ke delapan yaitu disiplin. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti dalam meneliti sebuah sekolah dasar yaitu SD Yayasan Islam apakah sudah menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam mebentu karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perencanaan program meliputi agenda kegiatan. Pelaksanaan latihan rutindiintegrasikan dengan permaianan. Evaluasi terdiri dari latihan bulanan dan evaluasi umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan yaitu disiplin. Kata Kunci: Penerapan, dasa dharma, ekstrakurikuler, pramuka

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka membelajarkan siswa yang mampu

menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan menimbulkan perubahan di

kehidupan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yaitu “Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab”. Dari pernyataan diatas, kewajiban pendidikan untuk memberikan pendidikan karakter bagi

siswa dari mulai Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga

Perguruan Tinggi. Ki Hajar Dewantara (dalam Samani & Hariyanto, 2012) mengemukakan bahwa

“Pendidikan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk dapat menumbuhkan budi pekerti,

pikiran, dan tubuh anak”. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

263

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dipisahkan, sehingga anak dapat tumbuh secara utuh. Jadi, pendidikan karakter merupakan salah

satu bagian yang penting dalam pendidikan.

Menurut bahasa, istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti

bimbingan yang diberikan kepada siswa, dalam bahasa Latin educare yang bermakna melatih atau

mengajarkan. Menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012), pendidikan karakter adalah

pendidikan budi pekerti yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang, yang hasil

pendidikan tersebut dapat terlihat secara nyata dalam tindakan yang dilakukan seseorang, seperti

bertingkah laku yang baik, menghormati hak orang lain, jujur, bertanggung jawab, kerja keras, dan

sebagainya. Kepribadian seseorang dapat dibentuk melalui pendidikan sehingga kepribadian yang

diharapkan muncul adalah kepribadian yang baik sebagai hasil dari pendidikan tersebut (Roqib,

M., & Nurfuadi, N., 2020; Suryana 2013; Tanis, 2013).

Selain faktor internal dan faktor eksternal, pembentukan karakter juga dapat dilakukan melalui

jenjang pendidikan, baik formal melalui lembaga pendidikan dari mulai Taman Kanak-Kanak,

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi.

Pendidikan Karakter diterapkan secara khusus di sekolah-sekolah dengan adanya mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dan Keagamaan (Judiani, 2010). Sedangkan melalui pendidikan non

formal salah satu contohnya adalah melalui Gerakan Pramuka. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, bahwa Gerakan Pramuka adalah

organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk melaksanakan pendidikan kepramukaan. Sejak

Gerakan Pramuka diresmikan di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 menjadi salah satu

kekuatan pendidikan non formal yang mampu menjaga nilai-nilai kepribadian bangsa dan

organisasi yang diandalkan dalam pembangunan Negara dan Bangsa, sehingga keberadaannya

selalu di dukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat (Triana,

2017).

Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Februari 2020 ke Sekolah Dasar Yayasan

Islam, peneliti menemukan karakter pada diri siswa yang dianggap baik melalui program

ekstrakurikuler pramuka yang diadakan oleh sekolah. Ada beberapa karakter yang dibentuk

melalui program ekstrakurikuler pramuka seperti jujur, religius, toleransi, kerja keras dan disiplin

(Juwantara, R. A., 2019; Yuliani, R., Halimah, M., & Bakhraeni, R., 2016). Permasalahan tersebut

menarik peneliti untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai bagaimana penerapan karakter disiplin

melalui ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam sehingga siswa dianggap memiliki karakter

disiplin yang baik. Tantangan untuk sekolah yang dikenal memiliki karakter disiplin baik lebih

besar karena tidak semua siswa memiliki karakter disiplin yang baik. Maka, penelitian ini

dilakukan agar dapat dijadikan sebagai kontribusi serta dapat dijadikan acuan bagi sekolah

ataupun berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan permasalahan disiplin siswa

khususnya di Sekolah Dasar. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang penerapan

dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler

pramuka.

PEMBAHASAN

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014

pasal 3 menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, bahwa

ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar dan menengah adalah

pendidikan kepramukaan. Menurut Jihad, dkk (dalam Woro dan Marzuki, 2016) intinya

menyatakan kegiatan ekstrakurikuler pramuka digunakan untuk mempersiapkan generasi

pemimpinbangsa yang berakhlak mulia, memiliki kepribadian dan keterampilan hidup prima. Di SD

Yayasan Islam memiliki program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) salah satunya melalui

264

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

ekstrakurukuler pramuka untuk menerapkan karakter. Hasil wawancara dengan Pembina pramuka

menunjukan bahwa tahap perencanaan program ekstrakurikuler pramuka SD Yayasan Islam tahun

pelajaran 2020/2021 diawali dengan diskusi perencanaan program, dilanjut dengan penetapan dan

pengesahan program, diakhiri dengan sosialisasi program kepada orang tua siswa. Sementara

untuk diskusi perencanaan program selalu dilaksanakan sebelum memasuki tahun pelajaran baru.

Menurut Usman dan Setiawati (dalam Woro dan Marzuki, 2016) bahwa penyusunan dan

pembiayaan program harus melibatkan kepala sekolah, wali kelas, dan guru. Maka langkah pertama

yang dilakukan dalam perencanaan program adalah melakukan diskusi dengan berbagai pihak

seperti kepala sekolah, pembina pramuka, wali kelas dan guru untuk membuat rencana program

kegiatan. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, dirancang

sesuai dengan yang tertera pada poin-poin Syarat Kecakapan Umum (SKU) penggalang dan

kebutuhan pada gugus depan. Siswa kelas IV merupakan masa transisi dari tingkatan siaga pada

usia 11 – 15 tahun, maka pembina lebih memfokuskan pada SKU penggalang ramu yang merupakan

tingkatan pertama pada golongan pramuka penggalang, namun pada pelaksanaannya materi rakit

dan terap pun dikenalkan kepada siswa.

Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

nomor 63 tahun 2014, bahwa Ekstrakurikuler pramuka adalah ekstrakurikuler waib yang

harus dilaksanakan pada tingkatan sekolah dasar. Tujuannya adalah untuk mewadahi

minat dan bakat siswa serta menjadi sarana dalam dalam menumbuhkan karakter siswa.

Pelaksanaan program ekstrakurikuler SD Yayasan Islam berpedoman pada Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 mengenai Gerakan Pramuka. Selain itu

disekolah juga melaksanakan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang

direncanakan oleh pemerintah dalam upaya menumbuhkan karakter siswa dan siswi SD

Yayasan Islam. Ekstrakurikuler pramuka memiliki peran penting sebagai sarana dalam

penumbuhan karakter siswa (Yanti, Adawiah & Matnuh, 2016).

Selama mengikuti pelaksanaan program, peneliti mengamati pelaksanaan evaluasi

program dilaksanakan setiap pertemuan satu bulan. Pelaksanaan evaluasi bersifat

situasional, jika tidak bisa dilaksanakan selama satu pertemuan maka akan dilaksanakan

penggabungan untuk evaluasi satu bulan. Inti dari evaluasi program ekstrakurikuler

pramuka bagi siswa adalah pengujian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat

Kecakapan Khusus (SKK) yang didalamnya termuat aspek pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Pelaksanaan evaluasi harus berpedoman pada butir-butir SKU dan SKK.

Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum melaksanakan pengujian

SKU terutama pada tingkat sekolah dasar, termasuk di SD Yayasan Islam. Pelaksanaan

pengujian SKU untuk tahun 2019/2020 belum terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara,

belum terlaksananya pengujian SKU pada tahun pelajaran saat ini dikarenakan belum

adanya keinginan pada diri siswa untuk melaksanakan pengujian SKU dan yang diinginkan

siswa hanya permainan. Selain itu salah satu kendalanya yaitu waktu, terlebih sekarang ini

sedang dalam masa pandemi COVID – 19. Sebagai gantinya Pembina putra dan putri

melakukan strategi evaluasi per pertemuan atau satu bulan sekali, sementara untuk

evaluasi umum dilaksanakan satu tahun sekali

SIMPULAN

265

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Perencanaan program sudah cukup terorganisisr dengan baik. Perencanaan program selalu

konsisten dilaksanakan di awal tahun pelajaran baru untuk merancang kelengkapanadminisrasi,

agenda kegiatan, dan menentukan tujuan program. Kegiatan perencanaan berguna untuk

memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan program tahun sebelumnya. Pelaksanaan

program sudah berjalan cukup lancar. Kegiatan pembiasaan berupa upacara pembukaan latihan

rutin dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa. Pihak sekolah mendatangkan

pelatih dari kwarcab untuk membantu tim Pembina melaksanakan program, langkah tersebut

merupakan bentuk dari keseriusan sekolah dalam mencapai tujuan program. Pelaksanaan evaluasi

program sudah berjalan dengan lancar dan inovatif. Evaluasi terdiri dari evaluasi per pertemuan

atau bulanan. Evaluasi ini bersifat situasional jika tidak dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan

maka dilaksanakan penggabungan evaluasi dalam satu bulan. Tujuan evaluasi ini bersifat menguji

siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta

Judiani, S. (2010). Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar melalui penguatan

pelaksanaan kurikulum. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 16(9), 280-289.

Juwantara, R. A. (2019). Efektivitas ekstrakurikuler pramuka dalam menanamkan karakter jujur

disiplin dan bertanggung jawab pada siswa madrasah ibtidaiyah. Premiere Educandum:

Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran, 9(2), 160-171.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 63 tahun 2014,

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014 pasal

Roqib, M., & Nurfuadi, N. (2020). Kepribadian Guru. CV. Cinta Buku.

Samani, M. & Hariyanto. (2012).Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Remaja

Rosdakarya

Suryana, D. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini.

Tanis, H. (2013). Pentingnya Pendidikan Character Building dalam Membentuk Kepribadian

Mahasiswa. Humaniora, 4(2), 1212-1219.

Triana, I. (2017). Hubungan Pendidikan Karakter Dan Ekstrakulikuler Kepramukaan Dengan Hasil

Belajar Pkn Siswa SD Kelas V Gugus Hasanudin Kecamatan Karangrayung Kabupaten

Grobogan (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan

Ekstrakulikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Woro, S., & Marzuki, M. (2016). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dalam Pembentukan

Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di SMP Negeri 2 Windusari Magelang. Jurnal

Pendidikan Karakter, (1).

Yanti, N., Adawiah, R., & Matnuh, H. (2016). Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam Rangka

Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Siswa Untuk Menjadi Warga Negara Yang Baik di SMA

Korpri Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 6(11).

Yuliani, R., Halimah, M., & Bakhraeni, R. (2016). Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui

Gerakan Pramuka (Studi Kasus Kegiatan Kepramukaan di SD Negeri Citapen Kecamatan

Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2015/2016). PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, 3(2), 238-247.

266

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada

Minat Belajar Matematika Siswa di Masa Kenormalan Baru Annisa Rohaendi1, Epon Nur’aeni L.2, Ghullam Hamdu3

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected],[email protected],[email protected]

Abstract

Learning media is very important in helping the learning process, including in learning mathematics in this new

normal period. However, the use of instructional media is still not optimal, especially learning media that utilize

technology. This study aims to determine the use of augmented reality-based learning media oriented to

students’ interest in learning mathematics in the new normal period. The method used in this study is the study

of literature, which examines relevant previous studies and concludes based on the results obtained. The results

of this study are learning media based on augmented reality that are oriented towards students' interest in

learning mathematics can be utilized in learning mathematics especially spatial geometry material.

Keywords: learning media, mathematics, augmented reality, interest in learning, new normal

Abstrak

Media pembelajaran sangatlah penting dalam membantu proses pembelajaran, termasuk dalam

pembelajaran matematika di masa kenormalan baru ini. Namun, pemanfaatan media pembelajaran masih

belum optimal, terutama media pembelajaran yang memanfaatkan teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pemanfaatan media pembelajaran berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat

belajar matematika siswa di masa kenormalan baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi literatur, yaitu mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dan menyimpulkan

berdasarkan hasil yang diperoleh. Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran berbasis augmented

reality yang berorientasi pada minat belajar matematika siswa dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran

matematika khususnya materi geometri ruang.

Kata Kunci: media pembelajaran, matematika, augmented reality, minat belajar, kenormalan baru

PENDAHULUAN

Dalam beberapa waktu terakhir, muncul istilah baru yaitu new normal. Namun sejak 25 Maret

lalu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Badan Bahasa Kemdikbud) menetapkan padanan kata dari new normal adalah kenormalan baru.

Dosen Politik Universitas Gajah Mada Sigit Pamungkas menerangkan, new normal adalah suatu

cara hidup baru atau cara baru dalam menjalankan aktivitas hidup ditengah pandemi covid-19

yang belum selesai. Sigit menerangkan, new normal dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah

kehidupan selama Covid-19 (Habibi, 2020).

Setelah secara resmi dinyatakan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO pada kamis, 12 Maret

2020, virus yang sangat mengacaukan tatanan kehidupan manusia di bumi sampai detik ini masih

mejadi momok dan mengancam masa depan umat manusia. Selain mengancam kesehatan

manusia dengan model penularannya yang masif, disrupsi pendidikan yang menjadi investasi

masa depan bangsa juga terdampak cukup signifikan. Sejak 16 Maret 2020 hampir seluruh daerah

di Indonesia mengubah sistem pembelajaran reguler ‘tatap muka’ menjadi ‘belajar dari rumah’

atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau study from home (SFH) (Nudin, 2020).

Idealnya, dengan diberlakukannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau study from

home (SFH), para siswa dapat belajar dari rumah dengan aman dan nyaman dari ancaman virus.

Hal ini secara tidak langsung juga dapat memutus mata rantai penyebaran virus. Sehingga

diharapkan virus ini segera musnah agar para siswa dapat berangkat ke sekolah seperti

267

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sebelumnya. Selain itu menurut Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi,

Chatarina Muliana Girsang, kegiatan belajar di rumah dilakukan untuk pengalaman belajar yang

bermakna bagi siswa (Dawangi, 2020).

Namun keadaan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan, WHO memperingatkan ada

kemungkinan virus corona (Covid-19) tidak akan hilang, atau setidaknya bertahan dalam waktu

yang lama (Dewi, 2020). Adapun para siswa, bersekolah di tengah pandemi menjadi penderitaan

tersendiri bagi mereka. Karena selain dipaksa melahap begitu banyak target pembelajaran di

rumah, juga harus berhadapan dengan “guru” baru yang tak paham bagaimana mendidik dan

mengajar. Baik dari sisi mental maupun kemampuan (Nudin, 2020). Sehingga hal tersebut

membuat minat belajar siswa menjadi rendah (Contesa, 2020).

Hal itu diperparah dengan fakta rendahnya minat belajar siswa pada pembelajaran

matematika di sekolah dasar (Putri, Muslim, & Bintaro, 2019; Malini, Sofiyan, & Putra, 2019).

Rendahnya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika salah satunya disebabkan karena

kurangnya media pembelajaran yang digunakan guru (Sudaryanti, 2014). Penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis ICT lebih meningkatkan minat

belajar siswa (Sumiati & M.Z. Tatan, 2011). Berdasarkan beberapa penelitian di atas, diperlukan

suatu inovasi pembelajaran yang dapat membuat proses pembelajaran online atau daring dapat

berjalan dengan efektif, menyenangkan, dan tidak membuat siswa merasa bosan. Sehingga

pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa

khususnya terhadap matematika (Unaenah, E., Setyadi, A. R., Sari, P. W., El-Abida, S. F., Agustina, N.,

Fauziah, S., & Leonardho, R, 2020).

Sejalan dengan hal itu, Muhammad Ikhsan Setiawan Wakil Rektor 1 Universitas Narotama

menyatakan bahwa tren yang akan terjadi di bidang pendidikan, diantaranya adalah penggunaan

internet of things yang semakin digalakkan, pengembangan augmented reality atau Virtual Reality

(VR) untuk mendukung prosses pembelajaran.Teknologi augmented reality ini dapat menyisipkan

sebuah informasi tertentu ke dalam dunia maya dan menampilkannya ke dunia nyata dengan

bantuan perangkat keras seperti webcam, komputer, smartphone maupun kacamata khusus.

augmented reality dapat digunakan untuk membantu memvisualisasikan konsep abstrak untuk

pengenalan dan pemahaman suatu obyek (Ramdhan, K. R., Nurhasanah, Y. I., & Korio Utoro, R., 2017).

Sehingga augmented reality diharapkan mampu memperjelas penyampaian informasi yang

diberikan pendidik kepada siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, dapat meningkatkan

minat belajar matematika khususnya dalam materi geometri bangun ruang (Pangestu,2019).

Berdasarkan uraian tersebut, diduga terdapat permasalahan yang perlu diperhatikan yaitu

minat belajar matematika siswa. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, dibutuhkan media

pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam meningkatkan minat

belajarmatematikasiswa. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan

media pembelajaran yang berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat belajar

matematika siswa.

PEMBAHASAN

1. Minat Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari, karena

tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya penemuan – penemuan

baru di bidang matematika. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dari jenjang dasar

sampai dengan perguruan tinggi. Namun pada faktanya matematika merupakan mata pelajaran

yang ditakuti dan tidak diminati karena dianggap sulit. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

268

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Siregar (Rahmawati, Bungsu, Islamiah, & Setiawan, 2019) menyatakan bahwa persepsi siswa

mengenai pembelajaran matematika didapatkan hasil 45% yang menyatakan bahwa

pembelajaran matematika itu sulit. Kemudian menurut Marfuah (Rahmawati et al., 2019),

matematika merupakan pembelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Minat yang rendah

terhadap matematika akan berimplikasi pada minimnya keinginan untuk mempelajari

matematika (Widyastuti, Wijaya, Rumite, & Marpaung,2019).

Menurut (Susanto, 2014) minat merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan

terhadap keberhasilan belajar. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Hartono (dalam Susanto,

2014) yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar terhadap keberhasilan

belajar siswa. Prestasi belajar matematika yang baik tidak akan tercapai secara maksimal apabila

siswa tidak memiliki minat belajar. Minat mempunyai peranan yang penting dalam proses

belajar-mengajar untuk meningkatkan prestasi belajar.

Namun pada kenyataannya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika di sekolah

dasar masih tergolong rendah (Putri, Muslim, & Bintaro, 2019; Malini, Sofiyan, & Putra, 2019).

Padahal minat belajar mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, semakin tinggi minat

belajar siswa maka semakin tinggi hasil dan prestasi belajar siswa SD, begitu juga sebaliknya

(Fitriyani, 2019; Setiyani, Djumarno, Riyanto, & Nawangsari, 2019). Hal itu diperkuat dengan

adanya hasil riset Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada 2015

mengkonfirmasi rendahnya penguasaan matematika pelajar Indonesia. Negara berpenduduk

lebih dari 250 juta orang ini hanya berada di peringkat ke-45 dari 50 negara yang disurvei. Selain

itu hasil PISA (The Programme for International Student Assessment) yang diadakan pada tahun

2012, menunjukkan bahwa skor matematika Indonesia masih berada di bawah rata-rata OECD.

Bahkan hasil PISA setelah puncaknya di tahun 2015 dengan skor 386, kembali turun di angka 379

pada tahun 2018.

Gambar 1. Skor Pelajaran PISA Indonesia tahun 2012,2015, dan 2018

Apalagi saat masa kenormalan baru, siswa harus belajar dari rumah (Study from Home). Siswa

mengikuti pembelajaran matematika melalui daring (dalam jaringan). Proses pembelajaran di

rumah yang sudah berlangsung lama dan berbeda dari kegiatan sekolah sebelumnya,

membuatsiswa merasa bosan. Sehingga hal tersebut membuat minat belajar siswa menjadi

rendah (Contesa, 2020).

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dimengerti bahwa minat

memiliki peran langsung yang penting, terutama dalam pelajaran matematika. Minat akan

membuat siswa merasa lebih ringan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Selain itu siswa dapat berkonsentrasi dan pelajaran matematika yang sukar menjadi mudah

baginya. Sehingga diharapkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2. Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality (AR) di Masa KenormalanBaru

269

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

a. Media Pembelajaran berbasis Augmented Reality (AR)

Sukiman (2012) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian

dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka

mencapai tujuan pembalajaran secara efektif. Sejalan dengan itu, Mustaqim (2016)

mengemukakan media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari

sumber secara terencana sebagai upaya untuk menciptakan proses belajar yang efektif dan

efisien. Sehingga media pembelajaran merupakan suatu perantara antara pendidik dengan siswa

dalam pembelajaran yang mampu menghubungkan, memberi informasi dan memberi serta

menyalurkan pesan sehingga tercipta proses pembelajaran efektif dan efisien.

Menurut Ronald Azuma (dalam Pangestu, 2019) augmented reality adalah proses

menggabungkan objek virtual ke dunia nyata yang bersifat interaktif secara real time dengan

bentuk animasi 3D. AR merupakan inovasi baru di dunia virtual. Objek virtual dapat berupa teks,

animasi, model 3D atau video yang digabungkan dengan lingkungan sebenarnya sehingga

pengguna merasakan obyek virtual berada dilingkungannya (Pratama, G., 2018).Teknologi

augmented reality ini dapat menambahkan informasi tertentu ke dalam dunia maya dan

menampilkan informasi tersebut ke dalam dunia nyata dengan bantuan perlengkapan seperti

webcam, komputer, smartphone Android, maupun kacamata khusus (Mauludin, R., Sukamto, A. S., &

Muhardi, H., 2017). Pengguna di dalam dunia nyata tidak dapat melihat objek maya secara

langsung, sehingga untuk mengidentifikasi objek diperlukan perantara berupa komputer dan

kamera yang nantinya akan menambahkan objek maya ke dalam dunia nyata.

Lubis, A. H., & Wangid, M. N. (2019) menyebutkan bahwa dalam teknologi augmented reality ada

tiga karakteristik yang menjadi dasar diantaranya adalah mampu mengkombinasikan dunia nyata

dan virtual, mampu memberikan informasi secara interaktif dan real-time, dan mampu

menampilkan dalam bentuk 3 dimensi atau 3D. Bentuk data kontekstual dalam augmented reality

ini dapat berupa data lokasi, audio, video ataupun dalam bentuk model dan animasi 3D.

Menurut Mauludin, et al., (2017, hlm. 118) terdapat 2 jenis augmented reality berdasarkan

metodenya yaitu sebagai berikut.

1) Marker Based Tracking

Marker Based Tracking merupakan jenis augmented reality yang memerlukan penanda yang

umumnya berupa gambar hitam putih (barcode, QR code, dan printed AR marker), seperti yang

ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh Marker Based Tracking pada AR

2) Markerless Augmented Reality

Markerless Augmented Reality merupakan jenis augmented reality dimana pengguna tidak perlu

lagi menggunakan penanda seperti barcode, QR code, dan printed AR marker untuk menampilkan

objek maya secara langsung melainkan menggunakan natural printed AR marker dan real life

marker, seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.

270

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 3. Contoh Markerless Augmented Reality pada AR

Berdasarkan uraian di atas, augmented reality dipandang dapat digunakan sebagai media

pembelajaran karena dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pendidik kepada siswa

sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta kemauan siswa sedemikian

rupa. Sehingga proses belajar terjadi, dalam rangka mencapai tujuan pembalajaran secara efektif

meski siswa harus belajar di rumah masing-masing (Study from Home). Hal itu diperkuat dengan

fungsi media yaitu sebagai perangsang pembelajaran, sebab mampu : 1) membuat duplikasi dari

objek sebenarnya, 2) membuat konsep abstrak menjadi konsep konkret, 3) memberi kesamaan

persepsi, 4) mengatasi hambatan waktu, 5) menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan 5)

memberi suasana belajar yang menyenangkan, tidak tertekan, santai, dan menarik sehingga dapat

mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2013).

b. Augmented Reality (AR) dalam Pembelajaran Matematika

Augmented reality dapat menjadi salah satu alternatif media pembelajaran di sekolah. Media

menjadi faktor yang tak kalah penting dalam keberhasilan materi yang disampaikan. Sigit Sayogo,

D., Zhang, J., Pardo, T. A., Tayi, G. K., Hrdinova, J., Andersen, D. F., & Luna-Reyes, L. F. (2014). menggunakan

Augmented Reality sebagai sarana pembelajaran interaktif berbasis android bagi siswa sekolah

dasar untuk menyampaikan materi mengenai sistem tata surya. Supaya dapat menampilkan

obyek virtual, digunakan marker sebagai penanda setiap obyek. Marker dibuat dalam lembaran

seperti buku yang mempunyai sampul depan, isi, dan sampul belakang. Gambar dalam marker

berupa obyek tiga dimensi yang dicetak, sehingga saat aplikasi diarahkan pada marker, obyek tiga

dimensi seolah-olah terlihat keluar dari gambarmarker.

Penerapan augmented reality sebagai media pembelajaran matematika memberikan

pengertian untuk ‘menghidupkan’ unsur-unsur matematika yang berada pada wujud dua dimensi

dapat dimasukkan ke dalam teknologi display dan memproyeksikannya menjadi benda tiga

dimensi. Dengan memanfaatkan teknologi augmented reality dan smartphone android, obyek

geometri dapat divisualisasikan dengan konkret melalui pemodelan virtual tiga dimensi yang

mirip dengan benda aslinya tepat di atas gambar bangun ruang sisi datar yang ada pada kertas.

Kartono (dalam Pangestu, 2019) menyatakan bahwa augmented reality dianggap paling efektif

dan berkaitan dengan kepribadian era digitalisasi. Oleh karenanya, Augmented Reality (AR) dapat

dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pada minat belajar matematikasiswa.

Media pembelajaran dengan augmented reality sangat bermanfaat dalam meningkatkan

proses belajar serta minat peserta didik dalam belajar karena dalam AR sendiri memiliki aspek-

aspek hiburan yang dapat meningkatkan minat peserta didik dalam belajar dan bermain serta

memproyeksikannya secara nyata dan melibatkan interaksi seluruh panca indera peserta didik

dengan teknologi augmented reality ini. Hal ini disebabkan karena AR memiliki karakteristik serta

fungsi yang hampir sama dengan media pembelajaranyaitu berfungsi menyampaikan informasi

antara penerima dan pengirim atau pendidik dengan peserta didik, dapat memperjelas

penyampaian informasi yang diberikan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran,

membuat konsep abstrak menjadi konsep konkret (Sanaky, dalam Mustaqim 2013), dan dapat

memberikan rangsangan motivasi serta ketertarikan dalam pembelajaran (Asyhar, 2012). Contoh

yang sudah direalisasikan adalah penelitian oleh Enang Rusnandi, et al. pada tahun 2016, dengan

271

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

judul “Implementasi augmented reality pada Pengembangan Media Pembelajaran Permodelan

Bangun Ruang 3D untuk Siswa Sekolah Dasar, penelitian oleh Krishna Huda Bagus P., et al. pada

tahun 2018, dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android Menggunakan

augmented reality Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar”, penelitian oleh Aji Pangestu, et al. pada

tahun 2019, dengan judul “Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis augmented reality pada

Minat Belajar Matematika Siswa”, dan penelitian oleh Shelia Saputri, et al. pada tahun 2020,

dengan judul “Implementasi augmented reality pada Pembelajaran Matematika Mengenal Bangun

Ruang dengan Metode Marked Based Tracking BerbasisAndroid”.

Selain itu pemanfaatan augmented reality sebagai media pembelajaran dapat mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan

kemampuan visual, aditori, dan kinestetik, serta memberi rangsangan, pengalaman yang

menimbulkan persepsi sama (Susilana & Riyana dalam Ilmawan, 2016). Sehingga dimungkinkan

pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri ruang secara jarak jauh (study from

home) dapat tetap berjalan dengan baik sesuai tujuan pembelajaran.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis

augmented reality yang berorientasi pada minat belajar matematika siswa dikatakan efektif untuk

membantu siswa dalam meningkatkan minat belajar matematika siswa saat SFH (Study from

Home). Media berbasis augmented reality dapat memfasilitasi guru dalam menarik minat belajar

matematikasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Asyhar, R. (2012). Kreatif mengembangkan media pembelajaran.

Contesa, D. (2020). Hubungan Orang Tua dengan Minat Belajar Siswa pada Masa Covid-19.

[Online]. Diakses darihttps://mahasiswaindonesia.id/hubungan-orang-tua-dengan-minat-

belajar- siswa-pada-masa-covid-19/

Dawangi, H. (2020). Ini Tujuan Belajar dari Rumah di Tengah Pandemi Covid-19 atau Virus

Corona. [Online]. Diakses dari https://manado.tribunnews.com/2020/05/29/ini-tujuan-

belajar-dari- rumah-di-tengah-pandemi-covid-19-atau-virus-corona?page=2

Dewi, D. (2020). Alasan WHO Memperingatkan Virus Corona Mungkin Tidak akan Hilang.

[Online]. Diakses dari https://tirto.id/alasan-who-memperingatkan-virus-corona-mungkin-

tidak- akan-hilang-fwhx

Fitriani, R. (2019). HUBUNGAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA

DIDIK KELAS V SD GUGUS DOKTER WAHIDIN SUDIRO HUSODO KECAMATAN METRO

BARAT.

Habibi, A. (2020). Normal Baru Pasca Covid-19. Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, 4 (1), hlm.

198-199.

Lubis, A. H., & Wangid, M. N. (2019, April). Augmented Reality-Assisted Pictorial Storybook: Media

to Enhance Discipline Character of Primary School Students. In Elementary School Forum

(Mimbar Sekolah Dasar) (Vol. 6, No. 1, pp. 11-20). Indonesia University of Education. Jl. Mayor

Abdurachman No. 211, Sumedang, Jawa Barat, 45322, Indonesia. Web site: https://ejournal.

upi. edu/index. php/mimbar/index.

Mauludin, R. et al., 2017, hlm. 118

272

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Mauludin, R., Sukamto, A. S., & Muhardi, H. (2017). Penerapan Augmented Reality Sebagai Media

Pembelajaran Sistem Pencernaan pada Manusia dalam Mata Pelajaran Biologi. Jurnal Edukasi

Dan Penelitian Informatika (JEPIN). https://doi. org/10.26418/jp. v3i2, 22676.

Mustaqim, I. (2016). Pemanfaatan Augmented Reality Sebagai Media Pembelajaran, 13 (2), hlm. 2-

6.

Mustaqim, I. (2016). Pemanfaatan Augmented Reality sebagai media pembelajaran. Jurnal

Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 13(2), 174-183.

Nudin, B. (2020). Masa Depan Pendidikan di Era New Normal. [Online]. Diakses dari

https://islamic-education.uii.ac.id/masa-depan-pendidikan-di-era-new-normal/

Pangestu, A., et al. (2019). Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality (AR)

pada Minat Belajar Matematika Siswa, 5 (1), hlm. 88-92.

Pratama, G. (2018). Analisis Penggunaan Media Augmented Reality sebagai Media Pembelajaran

Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Konsep Bentuk Molekul. (Skripsi). Program Studi

Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta

Putra, A., et al. (2019). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Belajar Matematika

Siswa Kelas V SD Negri 10 Langsa Tahun Pelajaran 2018/2019, 2 (2), hlm. 17-18.

Putri, Muslim, Bintaro, T.Y., et al. (2019). Analisis Faktor Rendahnya Minat Belajar Matematika

Siswa Kelas V Di SD Negeri 4 Gumiwang. 5 (2), hlm. 70-73.

Rahmawati, N. S., Bungsu, T. K., Islamiah, I. D., & Setiawan, W. (2019). Analisis Minat Belajar Siswa

Ma Al-Mubarok Melalui Pendekatan Saintifik Berbantuan Aplikasi Geogebra Pada Materi

Statistika Dasar. Journal on Education, 1(3), 386-395.

Ramdhan, K. R., Nurhasanah, Y. I., & Korio Utoro, R. (2017). Aplikasi Media Pembelajaran Tulang

Manusia Menggunakan Augmented Reality (AR) Berbasis Android. Jurnal Teknik

Informatika dan Sistem Informasi, 3(3).

Sanaky, H. A. (2013). Media pembelajaran interaktif-inovatif. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Saputri, S., & Sibarani, A. J. (2020). Implementasi Augmented Reality Pada Pembelajaran

Matematika Mengenal Bangun Ruang Dengan Metode Marked Based Tracking Berbasis

Android. Komputika: Jurnal Sistem Komputer, 9(1), 15-24.

Setiyani, A., Djumarno, D., Riyanto, S., & Nawangsari, L. (2019). The Effect of Work Environment on

Flexible Working Hours, Employee Engagement and Employee Motivation. International

Review of Management and Marketing, 9(3), 112.

Sigit Sayogo, D., Zhang, J., Pardo, T. A., Tayi, G. K., Hrdinova, J., Andersen, D. F., & Luna-Reyes, L. F.

(2014). Going beyond open data: Challenges and motivations for smart disclosure in ethical

consumption. Journal of theoretical and applied electronic commerce research, 9(2), 1-16.

Sudaryanti, D. (2014). Upaya Meningkatkan Minat Belajar Matematika dengan Menggunakan

Media Sederhana untuk Siswa Kelas IV di Madrasah Ibtidaiyah YAPPI Batusari Kampung

Ngawen Gunungkidul Yogyakarta. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,

Yogyakarta.

Sukiman, D., & Pd, M. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran, Yogyakarta: Pedagogia:

PT. Pustaka Insan Madani.

Sumiati, T., et al. (2011). Pengaruh Penggunaan Media Belajar dan Minat Belajar Terhadap Hasil

Belajar Matematika, 1 (1), hlm. 77-79.

Susanto, H. (2014). Pengaruh Layanan Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa Program

Pascasarjana Universitas Terbuka Pada Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ)

Mataram. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 15(2), 88-98.

273

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Unaenah, E., Setyadi, A. R., Sari, P. W., El-Abida, S. F., Agustina, N., Fauziah, S., & Leonardho, R.

(2020). Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Matematika tentang Pengukuran Waktu,

Panjang dan Berat untuk Sekolah Dasar. EDISI, 2(1), 192-201.

274

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Media Garis Bilangan dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Kelas V Sekolah Dasar Irfan Supriatna1, Salati Asmahasanah2

1PGSD, Universitas Bengkulu2, PGMI, Universitas Ibn Khaldun Bogor [email protected], [email protected]

Abstract

The purpose of this study was to see the extent of the use of the number line media on mathematical learning

outcomes in fifth grade students of SDN 60 Bengkulu. The type of research is Classrom Action Research (CAR) in

collaboration between researchers and classroom teachers. The level of research with plan, action, observe,

reflection, Kemmis & Mc Taggart's model. The target of this research is the fifth grade students of SDN 60

Bengkulu City with a total of 30 students. Data collection methods used are tests, observations and

documentation. Data were processed using qualitative and quantitative descriptive analysis. The research

product shows that there is an increase in the percentage of mathematics learning outcomes in Cycle I 46, 66%

and Cycle II 83.33%. The conclusion is the use of number line media can improve mathematics learning

outcomes in fifth grade students of SDN 60 Bengkulu City.

Keywords:number line media, mathematics learning outcomes, elementary school

Abstrak

Tujuan penelitian untuk melihat sejauh mana penggunaan media garis bilangan terhadap hasil belajar

matematik pada siswa kelas V SDN 60 Bengkulu. Macam penelitiannya yaitu Classrom Action Research (CAR)

secara kolaborasi antar penelitia dan guru kelas. Tingkatan penelitiannya dengan plan, action, observe,

reflection, model Kemmis & Mc Taggart. Sasaran penelitiannyasiswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu jumlah 30

siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan dokumentasi. Data diolah

menggunakan analisis desktiptif kualitatif dan kuantitatif. Produk penelitian menunjukkan bahwa adanya

peningkatan persentase hasil belajar matematikapada Siklus I 46, 66% dan Siklus II 83,33%. Kesimpulannya

penggunaan media garis bilangan bisa meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas V SDN 60

Kota Bengkulu.

Kata Kunci: media garis bilangan, hasil belajar matematika, sekolah dasar

PENDAHULUAN

Pendidikan yaitu cara mengembangkan siswa dari awal tidak tahu menjadi tahu dan dari

baik menjadi baik dengan cara dididk dan dibimbing (Gunantara, Suarjana, & Riastini, 2014; Salim,

2015). Pembelajaran yang berhasil apabila sebuah tujuan pembelajaran bisa tercapai sesuai

harapan. Tolak ukur keberhasilan pembelajaran maka diperlukan evaluasi. Pelaksanaan menilai

proses dan hasil siswa dimulai dari pelaksanaan inti dan tambahan. Untuk mendapatkan hasil

sesuai harapan harus dibarengi dengan maksimal yang kuat. Memaksimalkan proses pelaksanaan

maka siswa harus memahami materi dengan baik dan jelas (Tatang, 2010).

Hasil wawancara yang didapat dari Sekolah Dasar Negeri 60 Kota Bengkulu pada tanggal 15

Oktober 2019, didapat hasil guru beserta siswa terkait pelaksanaan penyelenggaraan, kelas V

(lima) ada beberapa mata pelajaran yang dianggap sukar dipahami seperti Matematika, IPS dan

PKn. Matematika mendapatkan peringkat pertama sebagai mata pelajaran tersulit dari sudut

pandang siswa, karena matematika adalah mata pelajaran yang rumit, sulit, meragukan,

menjenuhkan. Kesuksesan proses pengkajian bisa terlaksana apabila sesuatu yang dijelaskan bisa

ditangkap dengan baik oleh siswa, maka penjelasan penataran wajib melihat kemampuan siswa

sesuai dengan usianya.

Siswa kelas awal akan mempelajari bahan yang dikasih secara observasi, dengan begitu bisa

melihat langsung dan tidak membayangi saja ketika seseorang berumur 7-11 tahun siswa berada

pada fase tahap operasional konkret sedangkan untuk usia 11-14 tahun berada pada tahap

operasional formal (Jean Piaget dalam Siswoyo, 2011). Pengkajian bahan matematika yang non

konkrit untuk siswa membutuhkan bahan dalam menjelaskan materi yang disampaikan guru

275

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sehingga siswa lebih cepat memahaminya (Heruman, 2007). Pengajar menyampaikan materi

dengan cara penjelasan bahan atau menggunakan media. Cara penjelasan bahan yang menarik

kepada siswa akan memunculkan keinginan lebih aktif dan lebih tertarik untuk memahami materi

tersebut. Bahan tayang digunakan dalam menginformasikan dan membantu siswa memahami

materi.

Penggunaan media akan membantu siswa memahami konsep (Wahyuningtyas, 2015; Amir,

2016), sesuai ciri-ciri pemahaman siswa SD yang masih konkret. Penyampaian informasi digunakan

sebagai ungkapan bahan pembelajaran AECT (Association of Education and Communication

Technology) (Arsyad, 2009) yang mengungkapkan sebuah bahan pembelajaran sebagai segala

bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan ataupun informasi. Siswa akan

memahami konsep dengan baik maka siswa bisa mengaitkan antar konsep dengan konsep lainnya

pada tahapan selanjutnya. Bahan yang dipahami siswa bisa ditangkap dan tersimpan dengan aman,

sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar siswa pada Ulangan Akhir

Semester (UAS) I, mata pelajaran yang mendapatkan nilai rata-rata kelas terendah adalah

Matematika yaitu 50,27. Persentase kelulusannya sebesar 25,30%.

Hasil observasi menyatakan beberapa siswa pada awal kegiatan tinggi namun di kegiatan

inti hingga kegiatan penutup, perhatian siswa rendah dan cenderung pasif. Ini disebabkan siswa

jenuh dengan bahan yang siswa ikuti susah dipelajari maka siswa lebih asik dengan kegiatan

kesendiriannya. Siswa yang tidak dapat berkonsentrasi pada materi yang disampaikan, sehingga

materi yang sudah disampaikan tidak dapat dipahami siswa. Tidak adanya ketersediaan media di

sekolah mengakibatkan guru jarang sekali menggunakan media dikelas. Kesulitan yang terjadi

dikelas dikarenakan siswa tidak memahami materi dengan baik dan tidak adanya pendukung/

media dalam proses pembelajaran tersebut. Mata pelajaran yang guru tidak menggunakan media

pembelajaran contoh pada bahan IPA guru memakai media rangka untuk menerangkan materi

kerangka manusia, untuk mata pelajaran IPS menggunakan peta untuk menjelaskan materi skala

dan peta bumi. Untuk mata pelajaran matematika itu sendiri belum tersedia di sekolah, sehingga

guru sangat jarang menggunakan media ketika proses pembelajaran di materi garis bilangan. Media

sebagai alat yang menginformasikan pesan-pesan pembelajaran dapat digunakan untuk

mendukung penyampaian materi ajar ketika pembelajaran berlangsung, baik itu di dalam kelas maupun diluar kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran(Azhar, 2009).

Perkembangan pengetahuan siswa pada usia SD berada pada tahap operasional konkret,

dimana tahap ini siswa menjelaskan bahan ketika ada benda yang dapat diindera oleh siswa secara

langsung. Media pembelajaran sangat mendukung pemberian penjelasan siswa dalam memahami

materi yang disampaikan langsung oleh guru.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitiannya Classroom Action Research (CAR). Arikunto (2010) penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena

segala kegiatan dilakukan di dalam kelas dan difokuskan pada proses belajar mengajar. Model yang

digunakan dalam penelitian ini adalah aktivitas kelas kolaborasi yang dilakukan oleh peneliti

beserta guru kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu, tahun

ajaran 2019/2020 di SDN 60 Kota Bengkulu, yang bertempat di Kelurahan Lingkar Timur,

Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober-

November 2019. Sasaran penelitiannya peserta didik kelas V SDN 60 Kota Bengkulu yang

berjumlah 30 siswa, terdiri 18 putri dan 12 putra. Desain penelitian yang digunakan adalah model

Stephen Kemmis dan Robin McTaggart. Tahapannya plan, action, observe, reflection.

276

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Gambar 1. (Bagan alur Classroom Action Research (CAR))

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SDN 60 Kota Bengkulu khususnya kelas V,

tujuannya melihat sejauh mana media garis bilangan terhadap perolehan matematika kelas V SDN

60 Kota Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus. Perbandingan nilai siswa di

tingkatan sebelum aktivitas, tingkatan I, dan tingkatan II bisa dilihat di tabel 1 dan grafik 2 dibawah

ini:

Tabel 1. (Perbandingan nilai Pra Aktivitas, Tingkatan I, dan Tingkatan II) Aspek Pra

Tindakan

Siklus I Siklus II

Nilai Tertinggi 70 80 100

Nilai terendah 45 50 65

Nilai rata-rata 56,23 69,16 76,66

Persentase siswa yang sudah mencapai KKM 33,33% 46,66% 83,33%

Jumlah siswa yang tuntas 10 14 25

Jumlah siswa yang belum tuntas 20 16 5

Berdasrkan tabel di atas, terlihat jelas perbandingan nilai antar siswa tahap pra aktivitas,

siklus I dan siklus II mengalami perubahan signifikan. Standar keberhasilan penelitian minimalnya

80% dari jumlah keseluruhan diatas KKM. Siklus I menyatakaan siswa yang lulus KKM baru

mencapai 46,66%, sedangkan siklus II siswa yang lulus KKM mencapai 83,33%. Berdasarkan data

jumlah siswa yaitu 30 siswa, murid tuntas KKM sejumlah 25 sedangkan 5muridbelum tuntas KKM.

Artinya, kriteria keberhasilan dalam penelitian sudah tercapai. Keadaan awal menunjukkan

adalanya suatu masalah dalam pengajaran Matematika. Siswa kurang tertarik mengikuti

pembelajaran, siswa cenderung bosan dan kurang fokus ketika pembelajaran berlangsung, maka

kondisi awal siswa masih rendah.

Pembelajaran Matematika menggunakan media garis bilangan dilaksanakan dua tahap,

setiap tahapan terdiri dari dua percobaan. Pelaksanaan dilaksanakan antar peneliti dan guru kelas

dengan kolaborasi. Berdasarkan hasil tes pra aktivitas didapat nilai rerata kelas 56,23 tertinggi 70,

dan terendah 45, porsentase KKM kelas 33,33 %. Pelaksanaan tahapan I didapatkan data berupa

penambahanrerata 69,16, terendah adalah 50 dan tertinggi adalah 80, ada 14siswa yang tuntaas

46,66%. Peningkatan rerata kelas dari pra aktivitas ke siklus I yaitu 12,93. Presentase murid yang

memenuhi KKM mengalami penambahan sekitar 13,33%. Penargetan rerata kelas tingkatan I sudah

mencapai standar ketuntasan minimum yaitu ≥ 70, tapi presentase murid yang sudah mencapai

KKM baru 46,66%, maka diperlukan suatu kegiatan tambahan tingkatan II dalam peningkatan hasil

belajar operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Penggunaan media

garis bilangan pada siklus I mendukung siswa, perlu bimbingan dalam menentukan cara berhitung

dengan media tersebut. Beberapa siswa sudah memantau pengajaran dengan rame dan berisik di

277

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kelas. Merujuk hasil observasi dan tes siklus I, diketahui ada peningkatan namun persentase

ketuntasan minimum jumlah siswa yang tuntas belum tercapai, sehingga perlu adanya tindak

lanjut siklus II. Pada siklus II didapatkan nilai rata-rata siswa kelas V mencapai 76,66 dengan nilai

terendah adalah 65 dan nilai tertinggi adalah 100. Jumlah peserta didik yang sudah tuntas ada 25

peserta didik atau 83,33%. Kenaikan nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II sebanyak 7,5

persentase siswa yang mencapai KKM juga mengalami peningkatan sebanyak 36,67 %.

Gambar 2. (Perbandingan Nilai Pra Aktivitas, Siklus I, dan Siklus II)

Pencapaian nilai rerata kelas siklus II dengan mencapai standar ketuntasan minimum yaitu

≥ 70, begitupula dengan persentase siswa yang sudah tuntas mencapai 83,33%, peneliti bersama

guru memutuskan untuk menghentikan penelitian karena target pencapaian hasil belajar operasi

hitung bilangan bulat pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu sudah tercapai. Berdasarkan hasil

akhir pada siklus II terdapat 5 siswa yang belum mencapai nilai KKM. Kelima siswa yang belum mencapai KKM terlihat aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena

ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Slameto (2003) mengatakan bahwa

hasil belajar dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal, sehingga ada faktor-faktor lain yang

belum dapat teramati dalam penelitian ini yang menyebabkan belum tercapainya KKM.

SIMPULAN

Kesimpulannya dari media garis bilangan bisa meningkatkan hasil belajar matematika pada

siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Tahap pra tindakan menunjukkan rerata nilai 56,23 dengan

presentase ketuntasan siswa 33,33%. Siklus I, pembelajaran media garis bilangan, nilai rerata kelas

berkembang 12,93 mulai 56,23 berubah 69,16, presentase ketuntasan siswa meningkat sebesar

13,33 % dari 33,33% menjadi 46,66%. Nilai rerata kelas siklus II makin maju 7,5 dari 69,16

menjadi 76,66, kemudian prosentasi juga berkembang 31,25% dimulai 46,66% berubah signifikan

83,33%.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. (2016). Penggunaan Media Gambar dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal eksakta, 2(1), 34-40.

Amirin, T.M. (2010). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta Arsyad, A. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada Gunantara, G., Suarjana, I. M., & Riastini, P. N. (2014). Penerapan model pembelajaran problem

based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V. MIMBAR PGSD Undiksha, 2(1).

Heruman (2007). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

0

20

40

60

80

100

120

NilaiTertinggi

NilaiTerendah

Nilai Rata-rata

Siswatuntas KKM

Siswabelum

tuntas KKM

Persentasesiswa

mencapaiKKM

Pra Tindakan

Siklus I

Siklus II

278

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Salim, N.D. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penalaran Matematis Siswa Melalui Model Brain Based Learning. Jurnal Cakrawala Pendas, 1(1).

Siswoyo, D. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Wahyuningtyas, D. T. (2015). Penggunaan Media Mobil Mainan Untuk Meningkatkan Pemahaman

Konsep Operasi Hitung Bilangan Bulat. Jurnal Inspirasi Pendidikan, 5(1), 587-592.

279

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Implementasi Project Based Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna

dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Dasar Annisa Anita Dewi

SD Laboratorium Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya E-mail: [email protected]

Abstract Covid-19 Pandemic situation immediately changed various life arrangements, this incident had a big influence in the world of education. The high number of cases caused by the Covid-19 pandemic has had a major impact on the learning and teaching process especially in primary school. The application of distance learning (PJJ) requires a learning model that remains effective and efficient. Project based learning (PBL) make distance learning (PJJ) more meaningful because students are directly involved in solving problems and stimulates students to think critically, actively and creatively. This study aims to describe the effectiveness of the implementation of project based learning (PBL) in distance learning (PJJ) in primary school. The research method used is a case study (case study). The results showed that distance learning (PJJ) which was carried out on a project based learning (PBL) basis became more meaningful and effective. Student enthusiasm is higher and provides opportunities for exploration. The application of project based learning (PBL) in distance learning (PJJ) becomes more meaningful and makes learning activities at home less tedious and fosters student motivation. Keywords:project based learning (PBL), distance learning (PJJ), meaningfull learning Abstrak Situasi Pandemi Covid-19 serta merta merubah pelbagai tatanan kehidupan, kejadian tersebut berpengaruh besar di dunia pendidikan. Tingginya kasus akibat pandemi Covid-19 berdampak besar dalam proses kegiatan belajar dan mengajar terlebih di sekolah dasar. Penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) membutuhkan model pembelajaran yang tetap efektif dan efisien. Project based learning (PBL) membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih bermakna karena siswa terlibat langsung dalam memecahkan masalah dan menstimulus siswa untuk berpikir kritis, aktif dan kreatif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengenai efektivitas pelaksanaan project based learning (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) di sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah case study (studi kasus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilaksanakan berbasisproject based learning (PBL) menjadi lebih bermakna dan efektif. Antsusiasme siswa lebih tinggi dan memberi kesempatan bereksplorasi. Penerapan project based learning (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi lebih bermakna dan membuat aktivitas belajar di rumah tidak menjemukan serta lebih memupuk motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Project based learning (PBL), Pembelajaran jarak jauh(PJJ), Pembelajaran bermakna

PENDAHULUAN

Dalam rangka peningkatan pembelajaran siswa menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ)

ditengah situasi pandemi Covid-19 serta meningkatkan efektivitas pembelajaran meskipun

pembelajaran dilaksanakan secara daring, Penerapan project based learning (PBL) menjadi inovasi

menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) khususnya di jenjang sekolah dasar yang masih dalam

tahap konkret dan perlu diwadahi untuk mengeksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan efektivitas dan mutu Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini menjadi paradigma

baru sehingga membutuhkan berbagai kegiatan dalam bentuk maya dan menggunakan berbagai

produk teknologi melalui model pembelajaran PBL.

Prinsip-prinsip Program Pembelajaran Jarak Jauh (Munir, 2009) yaitu: a. Bertujuan

meningkatkan mutu kemampuan para pembelajar sesuai dengan bidang kemampuan, minat dan

bakatnya masing-masing agar lebih mampu meningkatkan kualitas dirinya sendiri. b. Memperluas

kesempatan belajar dan meningkatkan jenjang pendidikan para pembelajar khususnya agar yang

tidak punya waktu atau jarak yang terlampau jauh dari lembaga pendidikan. c. Meningkatkan efistiensi dalam sistem penyampaian melalui media modular dan dengan bantuan media elektronik

seperti komputer, radio pendidikan, film, video, dan sebagainya.. d. Berdasarkan kebutuhan

280

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

lapangan dan kondisi lingkungan. e. Berdasarkan kesadaran dan keinginan pembelajar dan

menekankan pada belajar mandiri yang berdasar pada aktualisasi diri, percaya diri dengan

bergantung pada kemampuan sendiri agar berhasil dalam belajarnya. f. Dikembangkan dalam paket

terpadu, dilaksanakan secara terpadu pada tingkat kelembagaan.

Saat ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) umumnya belum efektif. hal itu disebabkan tidak sedikit

ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini hanya sebatas penugasan menggunakan acuan buku paket.

Sebagian lagi memanfaatkan pelbagai produk teknologi seperti aplikasi zoom dan google

classroom. Penerapan project based learning (PBL) membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih

bermakna karena pembelajaran berbasis pada aktivitas siswa.

Di dalam e-learning proses pembelajaran memerlukan komitmen yang sangat tinggi

daripengajar, di mana ia harus mempersiapkan materi yang akan diajukan pada sesi diskusi. Ia juga

harusselalu memotivasi siswa agar selalu melakukan interaksi (dan diskusi) baik dengan dirinya

ataudengan siswa lain. Selain itu, ia juga harus melakukan evaluasi menyeluruh terkait

dengankegiatan e-learning yang dilakukannya. Tanpa keyakinan bahwa e-learning yang

dilakukannya itu, akan berhasil, maka semuanya akan sulit untuk diimplementasikan(Darmayanti,

2007). Dengan demikian penerapan project based learning (PBL) menjadi inovasi dan solusi yang

efektif menciptakan pembelajaran bermakna dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Lebih lanjut lagi Sumartini (2015); Nelfiyanti & Sunardi (2017); Maryati (2018); Anugraheni

(2018) menjelaskan bahwa PBL adalah suatu yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta

untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa

pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas- tigas atau

permasalahan yang auntentik dan dipersentasikan dalam konteks. Berdasarkan pendapat tersebut

dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model pembelajaran alternative yang dapat

diterapkan oleh para pendidik. Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah ada tiga, yaitu

membantu siswa mengembangkan ketrampilan- ketrampilan penyelidik dan pemecahan masalah,

member kesempatan kepada siswa mempelajari pengalaman- pengalaman dan peran- peran orang

dewasa, dan memungkinkan siswa meningkatkan sendiri kemampuan berfikir mereka dan menjadi

siswa mandiri. Pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL) menjadi pendekatan yang

efektif selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), selain membuat siswa aktif, juga siswa benar-benar di

stimulus kemampuan berpikirnya karena dalam hal ini siswa dilibatkan secara langsung. Sejalan

dengan itu, Permana & Sumarmo (2007) & Rusman (2014) mengemukakan bahwa salah satu

alternatif pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berfikir siswa

(penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis

Masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam

proses pembelajaran kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja

kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Kenunggulan Model PBL (Syarif, 2015) mengemukakan beberapa keunggulan model

pembelajaran berbasis masalah, diantaranya:

1) Melatih siswa untuk mendesai suatu penemuan

2) Berpikir dan bertindak kreatif

3) Siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

4) Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyelidikan

5) Menafsir dan mengevaluasi hasil pengamatan

6) Merangsang kemajuan perkembangan berpikir siswa untuk menyelesaikan suatu

permasalahan dengan tepat

7) Dapat membuat pendidikan lebih relevan dalam kehidupan

281

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Berdasarkan uraian di atas guna menciptakan pembelajaran bermakna yang melibatkan siswa

secara langsung dalam keterampilan memecahkan masalah serta meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) melalui model pembelajaran PBL, maka sebagai

salah satu upaya konkret di laksanakan penelitian yang berjudul “Implementasi Project Based

Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah

Dasar”.

METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian ini berawal dari melakukan tahapan awal penelitian melihat kondisi

pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) khususnya pada jenjang sekolah dasar.

a. Penelitian awal

Melakukan survey dengan wawancara dan menilai proses pembelajaran jarak jauh (PJJ).

b. Studi literatur

Mencari sebanyak-banyaknya literatur yang berkaitan dengan pembelajaran PBL.

c. Pengumpulan data

Pengumpulan data diperoleh dengan proses wawancara dan studi kasus (data kualitatif).

d. Pengolahan data

Proses pengolahan data diolah dari wawancara dan studi kasus, dengan konsen perubahan

belajar setelah penerapan PBL.

e. Analisis PBL

Melakukan analisis terhadap penerapan PBL di jenjang sekolah dasar.

f. Simpulan

Menarik kesimpulan dari implementasi PBL dalam PJJ sesuai dengan tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dimulai saat pandemi Covid-19, untuk menghindari

klaster baru ditetapkan lah proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena efek mendalam dari

pandemi Covid-19. Dengan demikian segala sesuatunya dilakukan menjadi daring, mulai dari

absensi daring hingga proses pembelajaran. Pembelajaran daring dinilai belum efektif karena pada

umumnya terbatas menggunakan buku paket dan setor tugas melalui aplikasi seperti whatsapp dan

google drive. Hal itu pun belum maksimal karena orang tua dibebankan kuota internet serta

kemampuan menggunakan fitur teknologi, selain itu faktor yang tak kalah penting adalah benturan

kesibukan orang tua.

Peneliti melakukan pengamatan aktivitas pembelajaran siswa selama pembelajaran jarak jauh

(PJJ) menggunakan metode klasikal yang terfokus pada modul dan penugasan pada pembelajaran

tematik di kelas IV SD Laboratorium UPI Tasikmalaya. Berikut disajikan nilai pre test sebelum

dilaksanakan penerapan pembelajaran berbasis proyek.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil pre siklus

No. Rentang

Nilai

Kategori Frekuensi

1 90-100 Sangat baik -

2 80-89 Baik 8

3 70-79 Cukup 10

4 <70 kurang 8

Jumlah 26

282

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Jika hanya terfokus pada buku atau modul, hal itu memerlukan bimbingan dari orang tua. Hasil

penelitian di lapangan mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada siswa di jenjang sekolah dasar

menunjukkan bahwa sebagian besar mereka belajar harus di dampingi oleh orang tua, sedangkan

masalah lainnya orang tua memiliki pelbagai kesibukan khususnya bekerja, sehingga anak belajar

menyesuaikan dengan waktu senggang orang tua. Hal itu belum efektif karena mengakibatkan

penumpukan tugas, ketidak tepatan pengumpulan tugas hingga penurunan motivasi belajar.

Hanya sebagian kecil yang memiliki motivasi belajar tinggi untuk mengerjakan tugas dan

melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara mandiri, itu pun tidak lepas dari fasilitas yang

menunjang. Berawal dari sana sebagai inovasi dan solusi agar pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih

bermakna diterapkan Pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL). Penelitian

penerapan model PBL dilaksanakan berdasarkan sintaksis berikut ini:

Tabel 2.Sintaksis Model Pembelajaran BerbasisMasalah (proyek)

Fase Perilaku Pengajar

Fase 1 Memberikan orentasi

tentang permasalahannya

kepada siswa

Guru membahas tujuan

pembelajaran, mendeskripsikan dan

memotivasi anak didik agar terlibat

dalam kegiatan mengatasi masalah

yang ada

Fase 2 Mengorganisasikan anak

didik untuk meniliti

Guru membantu anak didik untuk

mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas- tugas

belajar yang terkait dengan

pemrmasalahannya.

Fase 3 Membantu menyelidiki

secara mandiri atau

kelompok

Guru mendorong anak didik untuk

mendapatkan informasi yang tepat,

melakukan eksperimen dan mencari

penjelasan serta solusi untuk

penyelesaian masalah tersebut.

Fase 4 Mengembangkan dan

mempresentasikan hasil

kerja

Guru membantu anak didik dalam

merencanakan dan menyiapkan

hasil- hasil yang tepat, seperti

laporan, rekaman vidio dan model-

model yang mebantu mereka untuk

menyampaikan kepada orang lain

hasil yang mereka dapatkan untuk

menyelesaikan masalah tersebut

Fase 5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses

mengatasi masalah

Guru membantu anak didik untuk

melakukan refleksi terhadap

inverstigasinya dan proses- proses

yang mereka gunakan.

(Sugiyanto dalam Nelfiyanti & Sunardi, 2017)

Berdasarkan Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah (proyek) di atas pembelajaran

berbasis proyek dilakukan sesuai langkah-langkah tersebut. Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh

(PJJ) berbasis PBL membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa bergerak aktif. Dari hasil

penelitian pelaksanaan PBL dalam menciptakan pembelajaran bermakna dinilai lebih efektif, hal

283

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

tersebut diperoleh dari studi kasus dan wawancara. Penerapan PBL dalam Pembelajaran Jarak Jauh

(PJJ) menciptakan kolaborasi yang baik antara siswa dan orang tua. Sejalan dengan itu (Cecilia,

2020) seorang Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda, LPMP Lampung mengemukakan

bahwa pembelajaran dimasa covid-19 ini tentunya membutuhkan penyesuaian dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis proyek, karena pemberlakuan SE mendikbud no 4 tahun 2020 yang

membuat guru dan peserta didik tidak bisa langsung bertemu untuk melakukan proses

pembelajaran. Pelaksanaan project based learning biasanya dilakukan secara berkelompok atau

berkolaborasi antar siswa, namun di masa pandemi kolaborasi dapat dilakukan antara siswa

dengan orang tua agar terjadi pelibatan antara guru, siswa dan orang tua.

Pemilihan model PBL untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa sebelumnya telah

dibuktikan oleh penelitian-penelitian terdahulu dan di terapkan di jenjang sekolah dasar, (Syafi’i,

2017) dalam penelitiannya berjudul “Penerapan Model Problem Based Learninguntuk

Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Materi Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SD 1 Ngemplak

Undaan Kudus” mengemukakan berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam mengikuti

pembelajaran IPAmateriperubahan lingkungan melalui penerapan model Problem Based

Learningpada siklus I memperoleh skor total 645 dan rata-rata skor seluruhnya 28,04 atau sebesar

70% dengan kategori baik. Pada siklus II memperoleh skor 771 dengan rata-rata skor seluruhnya

33,52 atau sebesar 83,8% dengan kategori sangat baik.

Guna menunjang penerapan pembelajaran berbasis proyek (PBL) dalam pembelajaran jarak

jauh (PJJ) diperlukan penggunaan media atau platform berbasis teknologi. Lebih eksplisit (Cecilia,

2020) mengemukakan ada beberapa media/platform pembelajaran berbasis teknologi yang dapat

dipilih dengan kriteria dikenal umum, mudah digunakan, dapat menjadi alat komunikasi dan tidak

berbayar (hanya menggunakan kuota) untuk menunjang pembelajaran berbasis proyek yang

dilakukan dimasa belajar dari rumah yaitu: google suite (google drive, google form, google site dan

google classroom), Edmodo, Lark suite, Kelas Maya dari Rumah Belajar, email dan media video

conference (webex, zoom, google meet, whats app, telegram). Pemilihan media pembelajaran yang

tepat akan membantu siswa dan orangtua untuk melaporkan perkembangan proyek dan

berkonsultasi terhadap proyek yang dikerjakan. Hal ini penting karena langkah ke 3 (menyusun

jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek) dan ke 4 (memonitor kegiatan dan perkembangan proyek) dalam project based learning membutuhkan komunikasi intens antara

guru, siswa dan orangtua.

Berdasarkan hasil refleksi pre siklus yang menerapkan pembelajaran daring klasikal hasilnya

belum memenuhi target. Setelah dilakukan penelitian dengan menerapkan model PBL dalam

pembelajaran jarak jauh (PJJ) di kelas IV SD Laboratorium UPI Tasikmalaya menunjukkan

perubahan yang signifikan.

Tabel 3. Rekapitulasi hasil siklus penerapan PBL

No. Rentang

Nilai

Kategori Frekuensi

1 90-100 Sangat baik 7

2 80-89 Baik 11

3 70-79 Cukup 4

4 <70 kurang 4

Jumlah 26

Berdasarkan hasil penelitian penerapan PBL tersebut diperoleh bahwa pelaksanaan

pembelajaran berbasis proyek (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi solusi efektif

mengatasi permasalahan-permasalahan di lapangan. Setelah diterapkan siswa menjadi lebih

antusias, aktif dan mengembangkan berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

Kolaborasi dengan orang tua tidak begitu berarti menjadi beban, karena motivasi belajar siswa

284

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

meningkat seiring dengan keingintahuan dan kemampuan bereksplorasi yang mengiringinya, hal

itu membuat peran orang tua jauh lebih fleksible seperti memberikan arahan dan dukungan. Hasil

penelitian tersebut penggunaan model PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa

dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah disajikan, pembelajaran jarak jauh (PJJ)

berbasis pembelajaran berbasis proyek (PBL) lebih efektif dan inovatif daripada terbatas

menggunakan buku atau LKS saja. Hal tersebut berpengaruh terhadap fluktuasi motivasi belajar

siswa. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek (PBL) lebih baik dan

produktif karena menghasilkan suatu produk dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa

serta mendorong siswa lebih aktif. Hasil dari penerapan PBL mampu meningkatkan aktivitas siswa

dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

DAFTAR PUSTAKA

Anugraheni, I. (2018). Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar [A Meta-analysis of Problem-Based Learning Models in Increasing Critical Thinking Skills in Elementary Schools]. Polyglot: Jurnal Ilmiah, 14(1), 9-18.

Darmayanti. (2007). E-Learning Pada Pendidikan Jarak Jauh: Konsep Yang Mengubah Metode Pembelajaran Di Perguruan Tinggi Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh: Volume 8, Nomor 2, September 2007.

Maryati, I. (2018). Penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi pola bilangan di kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1), 63-74.

Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta

Nelfiyanti & Sunardi. (2017). Penerapan Metode Problem Based Learning Dalam Pelajaran Al -Islam Ii Di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jurnal Spektrum: Vol. 15, No. 1 hlm. 112.

Permana, Y., & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa SMA melalui pembelajaran berbasis masalah. educationist, 1(2), 116-123.

Rusman. (2014). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Edutech: Vol 13, No 2 Sumartini, T. S. (2015). Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran

berbasis masalah. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 1-10. Syafi’i, M. (2017). Penerapan Model Problem Based Learninguntuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA

Materi Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SD 1 Ngemplak Undaan Kudus. Jurnal Malih Peddas: Volume 7, Nomor 2, Desember2017 hlm. 143

Syarif, S. (2015). Strategi Pembelajaran (teori dan praktik di tingkat pendidikan dasar). Jakarta: Rajawali Press.

285

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka

Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat. PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Extracurricular activities are a means of applying the character of discipline to students. SD Yayasan Islam has various types of extracurricular activities, one of which is scout extracurricular activities. Scouting activities in the form of extracurricular education are mandatory for all students. Through the application of the eighth point of dharma in shaping the character of students through scout extracurricular can apply the attitude of discipline to students. The purpose of this study is to find out how the planning, implementation and evaluation of scout extracurricular activities in the application of the eighth point of dharma namely discipline. This research is motivated by the interest of researchers in researching an elementary school that is the Islamic Foundation Elementary School whether it has applied the eighth point of dharma scout in the character of students through scout extracurricular. This research uses the case study method, data obtained by observation, interviews and documentation. The results showed that program planning included an agenda of activities. The routine exercise is integrated with the game. Evaluations consist of monthly exercises and general evaluations. Based on the results of the study it can be concluded that through scout extracurricular can apply the eighth point of dharma scout item that is discipline. Keywords: Application, dasa dharma, scout extracurricular Abstrak Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dalam penerapan karakter disiplin bagi siswa. SD Yayasan Islam memiliki berbagai jenis ekstrakurikuler, salah satunya adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan berbentuk pendidikan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib diikuti oleh seluruh siswa. Melalui penerapan dasa dharma butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan sikap disiplin pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan ekstrakurikuler pramuka dalam penerapan dasa dharma butir ke delapan yaitu disiplin. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti dalam meneliti sebuah sekolah dasar yaitu SD Yayasan Islam apakah sudah menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam mebentu karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perencanaan program meliputi agenda kegiatan. Pelaksanaan latihan rutindiintegrasikan dengan permaianan. Evaluasi terdiri dari latihan bulanan dan evaluasi umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan yaitu disiplin. Kata Kunci: Penerapan, dasa dharma, ekstrakurikuler, pramuka

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka membelajarkan siswa yang mampu

menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan menimbulkan perubahan di

kehidupan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yaitu “Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab”. Dari pernyataan diatas, kewajiban pendidikan untuk memberikan pendidikan karakter bagi

siswa dari mulai Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga

Perguruan Tinggi. Ki Hajar Dewantara (dalam Samani & Hariyanto, 2012) mengemukakan bahwa

“Pendidikan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk dapat menumbuhkan budi pekerti,

pikiran, dan tubuh anak”. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan, sehingga anak dapat tumbuh secara utuh. Jadi, pendidikan karakter merupakan salah

satu bagian yang penting dalam pendidikan (Ainiyah, N. 2013).

Menurut bahasa, istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti

bimbingan yang diberikan kepada siswa, dalam bahasa Latin educare yang bermakna melatih atau

286

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengajarkan. Menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012), pendidikan karakter adalah

pendidikan budi pekerti yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang, yang hasil

pendidikan tersebut dapat terlihat secara nyata dalam tindakan yang dilakukan seseorang, seperti

bertingkah laku yang baik, menghormati hak orang lain, jujur, bertanggung jawab, kerja keras, dan

sebagainya (Julaiha, 2014). Kepribadian seseorang dapat dibentuk melalui pendidikan sehingga

kepribadian yang diharapkan muncul adalah kepribadian yang baik sebagai hasil dari pendidikan

tersebut. (Roqib, M., & Nurfuadi, N., 2020).

Selain faktor internal dan faktor eksternal, pembentukan karakter juga dapat dilakukan melalui

jenjang pendidikan, baik formal melalui lembaga pendidikan dari mulai Taman Kanak-Kanak,

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi.

(Arsini, & Sutriyanti, 2020). Pendidikan Karakter diterapkan secara khusus di sekolah-sekolah

dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Keagamaan. Sedangkan melalui

pendidikan non formal salah satu contohnya adalah melalui Gerakan Pramuka. Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, bahwa Gerakan

Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk melaksanakan pendidikan

kepramukaan. Sejak Gerakan Pramuka diresmikan di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961

menjadi salah satu kekuatan pendidikan non formal yang mampu menjaga nilai-nilai kepribadian

bangsa dan organisasi yang diandalkan dalam pembangunan Negara dan Bangsa, sehingga

keberadaannya selalu di dukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dan

masyarakat.

Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Februari 2020 ke Sekolah Dasar Yayasan

Islam, peneliti menemukan karakter pada diri siswa yang dianggap baik melalui program

ekstrakurikuler pramuka yang diadakan oleh sekolah. Ada beberapa karakter yang dibentuk

melalui program ekstrakurikuler pramuka seperti jujur, religius, toleransi, kerja keras dan disiplin.

Permasalahan tersebut menarik peneliti untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai bagaimana

penerapan karakter disiplin melalui ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam sehingga siswa

dianggap memiliki karakter disiplin yang baik. Tantangan untuk sekolah yang dikenal memiliki

karakter disiplin baik lebih besar karena tidak semua siswa memiliki karakter disiplin yang baik.

Maka, penelitian ini dilakukan agar dapat dijadikan sebagai kontribusi serta dapat dijadikan acuan bagi sekolah ataupun berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan permasalahan

disiplin siswa khususnya di Sekolah Dasar. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang

penerapan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui

ekstrakurikuler pramuka.

PEMBAHASAN

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014

pasal 3 menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, bahwa

ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar dan menengah adalah

pendidikan kepramukaan. Menurut Jihad, dkk (dalam Sri Woro dan Marzuki, 2016) intinya

menyatakan kegiatan ekstrakurikuler pramuka digunakan untuk mempersiapkan generasi

pemimpinbangsa yang berakhlak mulia, memiliki kepribadian dan keterampilan hidup prima. Di SD

Yayasan Islam memiliki program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) salah satunya melalui

ekstrakurukuler pramuka untuk menerapkan karakter. Hasil wawancara dengan Pembina pramuka

menunjukan bahwa tahap perencanaan program ekstrakurikuler pramuka SD Yayasan Islam tahun

pelajaran 2020/2021 diawali dengan diskusi perencanaan program, dilanjut dengan penetapan dan

pengesahan program, diakhiri dengan sosialisasi program kepada orang tua siswa. Sementara

untuk diskusi perencanaan program selalu dilaksanakan sebelum memasuki tahun pelajaran baru.

Menurut Usman dan Setiawati (dalam Sri Woro dan Marzuki, 2016, hlm. 64) bahwa penyusunan

dan pembiayaan program harus melibatkan kepala sekolah, wali kelas, dan guru. Maka langkah

pertama yang dilakukan dalam perencanaan program adalah melakukan diskusi dengan berbagai

287

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pihak seperti kepala sekolah, pembina pramuka, wali kelas dan guru untuk membuat rencana

program kegiatan. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam,

dirancang sesuai dengan yang tertera pada poin-poin Syarat Kecakapan Umum (SKU) penggalang

dan kebutuhan pada gugus depan. Siswa kelas IV merupakan masa transisi dari tingkatan siaga

pada usia 11 – 15 tahun, maka pembina lebih memfokuskan pada SKU penggalang ramu yang

merupakan tingkatan pertama pada golongan pramuka penggalang, namun pada pelaksanaannya

materi rakit dan terap pun dikenalkan kepada siswa.

Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

nomor 63 tahun 2014, bahwa Ekstrakurikuler pramuka adalah ekstrakurikuler waib yang

harus dilaksanakan pada tingkatan sekolah dasar. Tujuannya adalah untuk mewadahi

minat dan bakat siswa serta menjadi sarana dalam dalam menumbuhkan karakter siswa.

Pelaksanaan program ekstrakurikuler SD Yayasan Islam berpedoman pada Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 mengenai Gerakan Pramuka. Selain itu

disekolah juga melaksanakan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang

direncanakan oleh pemerintah dalam upaya menumbuhkan karakter siswa dan siswi SD

Yayasan Islam. Ekstrakurikuler pramuka memiliki peran penting sebagai sarana dalam

penumbuhan karakter siswa.

Selama mengikuti pelaksanaan program, peneliti mengamati pelaksanaan evaluasi

program dilaksanakan setiap pertemuan satu bulan. Pelaksanaan evaluasi bersifat

situasional, jika tidak bisa dilaksanakan selama satu pertemuan maka akan dilaksanakan

penggabungan untuk evaluasi satu bulan. Inti dari evaluasi program ekstrakurikuler

pramuka bagi siswa adalah pengujian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat

Kecakapan Khusus (SKK) yang didalamnya termuat aspek pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Pelaksanaan evaluasi harus berpedoman pada butir-butir SKU dan SKK.

Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum melaksanakan pengujian

SKU terutama pada tingkat sekolah dasar, termasuk di SD Yayasan Islam. Pelaksanaan

pengujian SKU untuk tahun 2019/2020 belum terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara,

belum terlaksananya pengujian SKU pada tahun pelajaran saat ini dikarenakan belum

adanya keinginan pada diri siswa untuk melaksanakan pengujian SKU dan yang diinginkan

siswa hanya permainan. Selain itu salah satu kendalanya yaitu waktu, terlebih sekarang ini

sedang dalam masa pandemi COVID – 19. Sebagai gantinya Pembina putra dan putri

melakukan strategi evaluasi per pertemuan atau satu bulan sekali, sementara untuk

evaluasi umum dilaksanakan satu tahun sekali

SIMPULAN

Perencanaan program sudah cukup terorganisisr dengan baik. Perencanaan program selalu

konsisten dilaksanakan di awal tahun pelajaran baru untuk merancang kelengkapanadminisrasi,

agenda kegiatan, dan menentukan tujuan program. Kegiatan perencanaan berguna untuk

memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan program tahun sebelumnya. Pelaksanaan

program sudah berjalan cukup lancar. Kegiatan pembiasaan berupa upacara pembukaan latihan

rutin dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa. Pihak sekolah mendatangkan

pelatih dari kwarcab untuk membantu tim Pembina melaksanakan program, langkah tersebut

merupakan bentuk dari keseriusan sekolah dalam mencapai tujuan program. Pelaksanaan evaluasi

program sudah berjalan dengan lancar dan inovatif. Evaluasi terdiri dari evaluasi per pertemuan

atau bulanan. Evaluasi ini bersifat situasional jika tidak dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan

maka dilaksanakan penggabungan evaluasi dalam satu bulan. Tujuan evaluasi ini bersifat menguji

siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

288

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, N. (2013). Pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Al-Ulum, 13(1), 25-38.

Arsini, N. W., & Sutriyanti, N. K. (2020). Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter Hindu Pada Anak

Usia Dini. Yayasan Gandhi Puri.

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta

Indonesia, P. R. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara.

Julaiha, S. (2014). Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran. Dinamika ilmu, 14(2),

226-239.

Roqib, M., & Nurfuadi, N. (2020). Kepribadian Guru. CV. Cinta Buku.

Samani, M. & Hariyanto. (2012).Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Remaja

Rosdakarya

Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan

Ekstrakulikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Woro, S., & Marzuki, M. (2016). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dalam Pembentukan

Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di SMP Negeri 2 Windusari Magelang. Jurnal

Pendidikan Karakter, (1).

289

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Model SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) Sebagai Solusi Untuk Menyongsong Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar Pada Masa

Kenormalan Baru Ricky Erviantara1, Yudi Budianti2, Rini Endah Sugiharti3

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Islam 45 Bekasi Email : [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this writing was to review literature on the savi (somis-auditor-visual-intellectual) learning models asa solution to approaching the results of learning elementary school mathematics in new normal times. Studies have shown that the savi learning model was an effective and efficient model used to improve the results of studying elementary school mathematics. It is believed to be able to maximize the results of increasing mathematical learning in new age to catch up with the sheer magnitude of the learned mathematics done online during the pandemic. This is seen in the multitude of learning theories that support the savi learning model of mathematics. Keywords: Model SAVI, Based on Math, Elementary School Math, New Normal Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji literatur tentang model pembelajaran SAVI (Somatis-Auditori-Visual-Intelektual) sebagai solusi untuk menyongsong hasil belajar matematika sekolah dasar pada masa kenormalan baru. Hasil kajian menunjukkan bahwa model pembelajaran SAVI merupakan model yang efektif dan efisien digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika sekolah dasar. Model ini diyakini mampu memaksimalkan peningkatan hasil belajar matematika pada masa kenormalan baru untuk mengejar ketertinggalan hasil belajar matematika yang dilakukan secara daring selama masa pandemi. Hal ini dilihat dari banyaknya teori belajar yang mendukung model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran matematika. Kata Kunci : Model SAVI, Hasil Belajar Matematika, Matematika Sekolah Dasar, Masa Kenormalan Baru

Pendahuluan

Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan, karena

matematika sangat membantu dan dibutuhkan pada setiap bidang studi atau ilmu–ilmu yang lain

(Choridah, 2013). Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari

sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama (Saefudin, 2012). Kemampuan-kemampuan

tersebut sangat dibutuhkan oleh semua peserta didik agar mereka mampu bertahan pada keadaan

yang tidak pasti, selalu berubah dan kompetitif.

Menyadari pentingnya matematika bagi peserta didik, maka harus dilakukan segala cara

untuk membantu mereka agar dapat dengan mudah mempelajari matematika. Nyatanya hingga

saat ini matematika masih menjadi bidang studi yang dianggap paling sulit oleh peserta didik

(Mauizdati, 2020). Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan

matematika di Indonesia. Ditambah lagi dengan wabah pandemi yang sudah beberapa bulan

melanda dunia, khususnya Indonesia. Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara daring

(Online) selama masa pandemi membuat peserta didik semakin kesulitan dalam memahami

pelajaran, khususnya matematika (Ernawati, 2020; Gusty Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K.,

Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A.,& Hastuti, P., 2020). Terlebih di tingkatan sekolah dasar, karena

banyak siswa sekolah dasar yang belum mahir mengoperasikan aplikasi daring (Trisnadewi &

Muliani, 2020). Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada tidak maksimalnya hasil belajar

matematika sekolah dasar, karena tidak semua siswa mampu menerima dengan baik materi

pembelajaran matematika yang disampaikan oleh guru secara daring, terlebih materi yang hanya

disajikan secara tekstual melalui pesan dalam sebuah aplikasi daring, pastinya kurang efektif.

Padahal, dalam proses belajar mengajar siswa harus mempunyai kesempatan untuk berperan aktif,

290

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dan belajar harus memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa sehingga diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa (Sahara, 2020). Berdasarkan hasil survei UNICEF yang diikuti

oleh 4000 siswa dari 34 provinsi di Indonesia yang disampaikan oleh perwakilan UNICEF bahwa

sebanyak 66% siswa mengatakan mereka tidak nyaman belajar dari rumah dan sebanyak 83%

siswa mengatakan ingin segera kembali ke sekolah (Mutiya, 2020). Oleh sebab itu, pada masa

kenormalan baru dibutuhkan model pembelajaran inovatif yang lebih memberikan peserta didik

kesempatan untuk berperan aktif dan lebih melibatkan semua indra dalam prosesnya guna

mendorong meningkatnya hasil belajar matematika peserta didik agar lebih efektif dan efisien.

Salah satu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk meningkatkan hasil

belajar matematika sekolah dasar pada masa kenormalan baru adalah model pembelajaran SAVI

(somatic-auditory-visualization-intelectually). Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI di

masa kenormalan baru, pembelajaran matematika jarak jauh selama masa pandemi yang monoton,

membosankan dan cenderung membuat jenuh diyakini dapat berubah menjadi lebih hidup, relevan

dan berkesan ketika disajikan dengan model SAVI. Dengan begitu diharapkan hasil belajar

matematika siswa dapat meningkat dengan cepat dan lebih maksimal.

PEMBAHASAN

A) Kondisi Kekinian

Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for Internasional Student

Assessment (PISA) pada desember 2019 di Paris (Saifulloh, A. I., & Wachidah, H. N., 2020).

menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara yang ada. Survei

PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan

membaca, sains dan matematika. Berdasarkan data tersebut maka disimpulkan bahwa kualitas

pendidikan di Indonesia masih sangat kurang, terutama dalam pendidikan sekolah dasar pada

kemampuan membaca, sains dan matematika.

Matematika sendiri merupakan pelajaran yang paling banyak tidak disukai oleh pelajar di

Indonesia. Banyak siswa menganggap matematika sebagai pelajaran paling sulit dibanding dengan

pelajaran lainnya, bahkan 9 dari 10 anak Indonesia tidak suka pada pelajaran matematika (Asri,

2017). Kualitas pendidikan matematika di Indonesia dinilai masih tertinggal jauh jika dibandingkan

dengan Negara yang lain. Berdasarkan data dari kemendikbud melalui program Indonesian

National Assesment Program (INAP) menunjukkan sekitar 77,13% siswa SD di seluruh Indonesia

memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah, yakni 20,58% cukup dan hanya 2,29% yang

kategori baik. Penelitian terbaru pada 2018, Program Research on Improvement of System Education

(RISE) di Indonesia merilis hasil studinya yang menunjukan bahwa kemampuan siswa

memecahkan soal sederhana matematika tidak berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk

SD dan yang sudah tamat SMA.

Kondisi pendidikan matematika semakin terlihat buruk sejak wabah pandemi melanda

Dunia, khususnya di Indonesia. Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia dalam beberapa bulan

ini telah mengubah kebiasaan berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali pembelajaran di sekolah.

Metode pembelajaran klasik dengan tatap muka yang selama ini menjadi andalan di Sekolah dan

luar Sekolah mendadak harus berubah drastis dengan model daring (online). Diantara guru mata

pelajaran di Sekolah, guru mata pelajaran matematika menghadapi kendala metode pembelajaran

yang tidak mudah. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap momok bagi siswa.

Dengan pembelajaran tatap muka biasa saja banyak siswa yang mengalami kesulitan, apalagi jika

dilaksanakan pembelajaran jarak jauh secara daring (Ernawati, 2020).

Pembelajaran jarak jauh sebagai konsekuensi pembatasan sosial karena pandemi COVID-19

telah berjalan selama beberapa bulan. Dalam persepsi siswa, model pembelajaran ini cenderung

291

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

membuat tidak nyaman dan kurang bahagia. Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) (Mediana, 2020) terhadap 1.700 siswa berbagai jenjang pendidikan pada 13-20

April 2020 sekitar 76,7% diantaranya mengaku tidak senang mengikuti kegiatan pembelajaran

jarak jauh (PJJ). Hanya 23,3% responden yang menganggap PJJ mengesankan. Alasan siswa tidak

senang PJJ beraneka ragam. Sebanyak 81,8% responden mengaku selama PJJ hanya diberikan tugas

oleh guru, bahkan jarang ada penjelasan materi dan diskusi. Kemudian sebanyak 73,2% responden

merasa mendapat tugas berat dari guru.

Dalam kaitannya dengan hasil belajar matematika, metode pembelajaran jarak jauh secara

daring di sekolah dasar diyakini belum mampu memaksimalkan peningkatan hasil belajar

matematika siswa. PJJ secara daring kurang memberi kesempatan pada siswa untuk terlibat secara

maksimal dalam proses pembelajarannya. PJJ juga tidak memaksimalkan semua alat indra siswa

dalam prosesnya sehingga kurang cocok diterapkan pada siswa dengan kemampuan gaya belajar

kinestik yang mengandalkan percobaan dengan contoh secara langsung dan praktik dalam proses

belajarnya. Seperti yang disampaikan oleh Suherman (2002) bahwa siswa harus mempunyai

kesempatan untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar, dan belajar harus memanfaatkan

semua alat indra yang dimiliki siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

B) Gagasan yang Diajukan

Penulis mengajukan model pembelajaran Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy,

selanjutnya disingkat SAVI sebagai solusi untuk meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah

dasar pada masa kenormalan baru. Salah satu model yang dianggap tepat untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pada pelajaran matematika adalah model pembelajaran SAVI. Model SAVI yang

menerapkan praktik langsung pada proses pembelajarannya dapat mendorong peningkatan hasil

belajar kognitif siswa berdasarkan Taksonomi Bloom hingga kemampuan C6 (mencipta). Praktik

dengan prinsip gerakan (somatic) ini tentunya juga menjadi keunggulan dari model SAVI dalam

upaya meningkatkan hasil belajar matematika pada ranah psikomotor (keterampilan). Sayangnya

hal ini tidak dapat dilakukan dalam metode pembelajaran jarak jauh. Sehingga model SAVI hanya

sesuai dan tepat diterapkan pada masa kenormalan baru, ketika guru dan siswa sudah dapat

melakukan proses pembelajaran secara tatap muka. Dalam hal ini model SAVI difungsikan untuk

memaksimalkan peningkatan hasil belajar matematika siswa guna mengejar ketertinggalan

pencapaian hasil belajar matematika selama masa pandemi yang berlangsung kurang optimal

lantaran hanya disajikan secara daring, karena matematika merupakan pelajaran yang

membutuhkan penjelasan secara langsung dan membutuhkan waktu yang cukup lama (Yuliani et

al, 2020).

Model pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar

yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra, dan segenap kedalaman

serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang

belajar dengan cara-cara yang berbeda (Sariroh, 2019). SAVI merupakan suatu sistem lengkap

untuk melibatkan ke-lima indra dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar

secara alami. Senada dengan pernyataan tersebut SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang

menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra untuk membantu melatih

pola pikir siswa dalam memecahkan masalah dengan kritis, logis, cepat dan tepat (Lafenia, 2019).

Berdasarkan pengertian tersebut maka disimpulkan bahwa SAVI merupakan suatu model

pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua

indra dalam proses pembelajaran.

Prinsip model pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) sejalan

dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu: 1)

292

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. 2) Pembelajaran berarti berekspresi bukan

mengkonsumsi. 3) Kerjasama membantu proses pembelajaran. 4) Pembelajaran berlangsung pada

banyak tingkatan secara simultan. 5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri

dengan umpan balik. 6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran. 7) Otak-citra menyerap

informasi secara langsung dan otomatis (Muchlashin, A., & Suyatno, 2020).

C) Seberapa Jauh Kondisi Kekinian dapat Diperbaiki

Mengacu pada Panduan Pembelajaran di era kenormalan baru yang diterbitkan oleh

(Kemendikbud, 2020) bahwa sekolah yang berlokasi di daerah zona hijau sudah dapat melakukan

pembukaan sekolah dalam dua fase, yaitu fase transisi yang buka dengan durasi maksimal 4 jam

efektif dan fase kenormalan baru dengan durasi maksimal 7 jam efektif perkelompok, dimana

jumlah maksimal untuk kelompok satuan pendidikan sekolah dasar maksimum 15 murid per

kelompok.

Pembalajaran matematika sekolah dasar secara daring memiliki banyak kendala dalam

prosesnya. Kendala pembelajaran daring seperti keterbatasan kuota internet, sinyal jaringan

lemah, media gadget/laptop kurang memadai menjadi keluhan dari banyak peserta didik. Bukan

hanya itu, ternyata banyak siswa sekolah dasar juga belum mahir dalam menggunakan aplikasi

daring dan matematika sekolah dasar merupakan pelajaran yang memerlukan contoh secara

langsung serta waktu yang cukup panjang dalam prosesnya (Yuliani, et.al, 2020). Selama ini belum

ada solusi konkret untuk mengatasi kendala tersebut, sehingga menjadi wajar ketika hasil belajar

matematika sekolah dasar selama masa pandemi menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan hal diatas, model SAVI diyakini tepat digunakan untuk meningkatkan hasil

belajar matematika secara optimal pada masa kenormalan baru ketika guru dan peserta didik

sudah dapat melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka. Model SAVI yang

menempatkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajarannya dapat memberikan kesempatan

lebih pada siswa untuk dapat beperan aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian kreativitas

pembelajaran diyakini dapat berlangsung optimal karena aktivitas intelektual dan semua alat indra

akan digabungkan dalam suatu kinerja pembelajaran. Selain itu model SAVI yang dapat diterapkan

pada semua gaya belajar siswa juga diyakini mampu mempermudah seluruh siswa dalam

memahami setiap konsep pembelajaran matematika yang diajarkan oleh guru. Penerapan model ini

diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar matematika dengan lebih maksimal sesuai indikator penilaian hasil belajar dalam Taksonomi Bloom dari kemampuan (C1) meningkat hingga

kemampuan (C6) mencipta.

Penulis memprediksi dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada masa

kenormalan baru, akan ada peningkatan hasil belajar matematika siswa pada ranah kognitif : 1)

mengingat (C1), proses pembelajaran yang melibatkan semua indra akan memudahkan siswa

dalam mengingat setiap materi pelajaran yang disajikan oleh guru. 2) memahami (C2), dengan

menggunakan prinsip somatic, auditory, visual, dan intelectually, seluruh siswa dengan gaya belajar

yang berbeda secara merata lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan oleh guru. 3)

mengaplikasikan (C3), dengan prinsip somatic yang mendorong siswa untuk melakukan dan

mengalami praktik langsung dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah mengaplikasikan

kembali setiap konsep pembelajaran matematika yang sudah dipelajari. 4) menganalisis (C4),

materi yang disajikan dalam bentuk soal cerita akan melatih siswa untuk menganalisa

permasalahan dan konsep yang harus disesuaikan untuk menyelesaikan soal matematika. 5)

mengevaluasi (C5), pada tahap presentasi hasil kelompok, setiap kelompok siswa diminta untuk

saling memberikan tanggapan berupa kritik dan saran, hal ini tentunya akan melatih kemampuan

siswa dalam mengevaluasi. 6) mencipta (C6) tahap presentasi hasil akan mendorong siswa belajar

mengkreasikan makna yang ia dapat dari kelompoknya dengan yang ia dapat dari kelompok lain

untuk mencipta makna baru. Selain itu model pembelajaran SAVI juga dapat mendorong seluruh

293

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga tidak ada lagi siswa yang pasif di

kelas. Model ini dapat membuat matematika menjadi lebih hidup, relevan dan menyenangkan,

sehingga diyakini dapat mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa pada masa kenormalan

baru. Dengan menerapkan model SAVI, guru telah membantu siswa mengoptimalkan gaya

belajarnya sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar matematika yang optimal (Astawan &

Sudana, 2014).

KESIMPULAN

Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajar matematikanya. Nilai hasil belajar adalah refleksi dari hasil

pencapaian siswa pada segi kognitif (Pengetahuan), afektif (Sikap), maupun psikomotor

(Keterampilan). Ranah kognitif dalam Taksonomi Bloom membagi kemampuan kognitif menjadi 6

tingkatan yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6). Maka untuk memaksimalkan pencapaian hasil belajar

tersebut, ditawarkan model pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy)

dalam penulisan ini. SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik

dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam proses pembelajaran, sehingga

dapat diterapkan pada semua siswa meskipun dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Model SAVI

juga lebih difokuskan pada keterlibatan siswa, sehingga siswa dapat lebih aktif dalam proses

pembelajaran. Langkah-langkah model SAVI sebagai berikut 1) Persiapan, 2) Penyampaian, 3)

Pelatihan, 4) penampilan Hasil. Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI pada masa

kenormalan baru, diyakini hasil belajar siswa dapat meningkat dengan signifikan. Berdasarkan

studi kepustakaan yang telah dijabarkan, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran SAVI

adalah model yang sesuai dan tepat diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan hasil belajar

matematika di sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Asri, E. Y. (2017). Pengembangan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self Efficacy Siswa (Studi pada Siswa Kelas X

Semester Ganjil SMAN 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017) (Doctoral

dissertation, universitas lampung).

Astawan, I. G., & Sudana, D. N. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Savi Bermuatan Peta Pikiran untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD. Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 23(2).

Choridah, D. T. (2013). Peran pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif serta disposisi matematis siswa SMA. Infinity Journal, 2(2), 194-202.

Ernawati. M. (2020). Mengoptimalkan Pembelajaran Matematika dengan Metode Daring. Yogyakarta. Media Online : Bernasnews.com

Gusty, S., Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K., Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A., ... &

Hastuti, P. (2020). Belajar Mandiri: Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19.

Yayasan Kita Menulis.

Lafenia, L. (2019). Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Savi Terhadap Hasil Belajar Ipa

Peserta Didik Kelas V SD Negeri 1 Surabaya.

Mauizdati, N. (2020). Profil Kecemasan Matematika Mahasiswa Calon Guru SD/MI. Tarbiyah Darussalam: Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Keagamaan, 4(6).

Mediana (2020). Siswa Tidak bahagia dengan Pembelajaran Jarak Jauh. [Online] Tersedia di :

https://rumahpengetahuan.web.id/survei-kpai-siswa-tidak-bahagia-dengan-

pembelajaran-jarak-jauh/. Diakses tanggal 12 Oktober 2020

294

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Muchlashin, A., & Suyatno, H. (2020). Peran Civil Society dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 di

Desa Karangtengah Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga. Islamic Management

and Empowerment Journal, 2(1).

Mutiya, I. A. (2020). Evaluasi Program Sekolah Ramah Anak Di Smp Negeri 16 Bandar

LampunG (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS LAMPUNG).

Saefudin, A. A. (2012). Pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI). Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 4(1).

Sahara, P. (2020). Analisis Hasil Belajar Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar

(Studi Literatur) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Saifulloh, A. I., & Wachidah, H. N. (2020). Encounter “The Disappearance Of Children” Trough School

Literacy MovemenT. IJCDE (Indonesian Journal of Community Diversity and

Engagement), 1(1), 1-10.

Sariroh, H. (2019). Pengaruh Pendekatan Savi (Somatic, Auditory, Visual, Intelektual) Terhadap

Motivasi Dan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas V Min 7 Tulungagung.

Trisnadewi, K., & Muliani, N. M. (2020). Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19. COVID-19: Perspektif Pendidikan, 35.

Yuliani, M., Simarmata, J., Susanti, S. S., Mahawati, E., Sudra, R. I., Dwiyanto, H., ... & Yuniwati, I.

(2020). Pembelajaran Daring untuk Pendidikan: Teori dan Penerapan. Yayasan Kita

Menulis.

295

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Media Building Plumbing Dalam Pembelajaran Berbasis STEM di PAUD

Entang Yuliandari1, Dindin Abdul Muiz L2, Lutfi Nur3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected] 2, [email protected]

Abstract

Learning Media is an important part of implementing learning. Learning will be more interesting if

accompanied by the use of instructional media. Effective learning media are those that are able to arouse the

child's motivation and interest in learning. Along with the development of the times that are currently

happening, learning media is increasingly experiencing development. One development that occurred is the use

of media in STEM-based learning. STEM-based learning is a learning concept that is very relevant to current

conditions. One of the media that can be used is building plumbing media. Media building plumbing is a STEM-

based media that discusses the concept of water pipes. This media is also relevant to be applied in PAUD.

Keywords: Learning Media, STEM Learning, Media Building Plumbing

Abstrak

Media Pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran

akan lebih menarik jika disertai dengan penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang efektif

ialah yang mampu membangkitkan motivasi dan daya minat anak untuk belajar. Seiring dengan

perkembangan zaman yang saat ini terjadi, media pembelajaran semakin mengalami perkembangan. Salah

satu perkembangan yang terjadi ialah penggunaan media pada pembelajaran berbasis STEM. Pembelajaran

berbasis STEM merupakan konsep pembelajaran yang sangat relevan dengan kondisi saat ini. Adapun salah

satu media yang dapat digunakan ialah media building plumbing. Media building plumbing merupakan

media berbasis STEM yang membahas terkait konsep saluran pipa air. Media ini pula relevan untuk

diterapkan di PAUD.

Kata Kunci: Media Pembelajaran, Pembelajaran STEM, Media Building Plumbing

PENDAHULUAN

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu langkah awal dalam mempersiapkan generasi-

generasi penerus menjadi generasi yang unggul serta siap menghadapi dan melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi (Darman, 2017; Indra, 2017). Pada tahapan ini stimulus dan motivasi

sangatlah penting untuk diberikan sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan, bakat, minat

serta keterampilannya dan memiliki kecakapan hidup yang jauh lebih matang. Undang-Undang No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 14 menjelaskan

bahwa pendidikan anak usia merupakan upaya pembinaan ditujukan pada anak sejak usia bayi

sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui kegiatan pemberian rangsangan dan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani maupun

rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Proses

pengembangan kemampuan dan keterampilan anak dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar.

Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan sebagai upaya untuk memfasilitasi anak dalam

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu menghadapi berbagai macam

permasalahan yang terjadi berdasarkan kejadian atau peristiwa yang dialaminya (Maufur, 2020).

Kegiatan belajar mengajar ini dapat dilaksanakan di lingkungan sekitar anak seperti di keluarga,

sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sekolah merupakan salah satu tempat yang sangat efektif

untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Di sekolah anak akan jauh lebih terarah dan

terbimbing dengan melalui kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD saat ini mengacu pada kurikulum-kurikulum yang

sudah diterapkan disekolah. Akan tetapi, di era disrupsi 4.0 ini pembelajaran di sekolah perlu

adanya upaya pengembangan pembelajaran. Pembelajaran yang masih bersifat klasikal harus mulai

diganti dengan pembelajaran yang jauh lebih menarik. Adapun salah satu upaya pengembangan

296

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

pembelajaran yang relevan saat ini yaitu dengan menerapkan pembelajaran STEM. Pembelajaran

STEM merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai macam unsur keilmuan yang saat

ini sangatlah dibutuhkan. Unsur-unsur tersebut diantaranya yaitu unsur sains, unsur teknologi,

unsur rekayasa/engineering dan unsur matematika. Menurut Moore (Wang et.al., 2011)

mengemukakan bahwa integrasi STEM didefinisikan sebagai penggabungan dari disiplin ilmu

sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika agar dapat: (1) memperdalam pemahaman

anak terhadap berbagai macam disiplin ilmu berdasarkan konsep kontekstual; (2) memperluas

pemahaman anak terhadap disiplin ilmu STEM melalui proses temuan dalam konteks sosial dan

kultural yang relevan dengan konteks STEM; (3) meningkatkan daya tarik dalam disiplin ilmu

STEM dengan meningkatkan jalan pintas bagi anak untuk memasuki bidang STEM. Dengan

penerapan pembelajaran berbasis STEM diharapkan mampu memberikan dampak yang positif

terhadap pembangunan generasi penerus yang lebih unggul. Namun pelaksanaan pembelajaran

berbasis STEM akan jauh lebih menarik jika didukung dengan adanya penggunaan media

pembelajaran.

Media pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pelaksanaan pembelajaran dan

merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi materi pembelajaran yang akan

disampaikan. Miarso (dalam Rohani, 2019) mengemukakan bahwa media merupakan segala

sesuatu yang dapat merangsang perasaan, perhatian, pikiran dan kemampuan anak untuk belajar.

Selain itu, dengan adanya media maka pembelajaran yang dilaksanakan akan jauh lebih menarik

minat sehingga anak dapat fokus dalam memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru

terutama untuk anak usia dini. Namun, tak jarang penggunaan media di lapangan saat ini masih

belum disesuaikan dengan era saat ini. Media yang digunakan masih kurang variatif dan masih

menggunakan media yang sudah ada dan tersedia di sekolah tanpa dikembangkan secara lebih

lanjut. Padahal media pembelajaran dapat digunakan secara optimal apabila media yang disediakan

jauh lebih bervariatif dan menarik. Salah satu solusi yang dapat digunakan sebagai upaya untuk

mengembangkan media pembelajaran agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di era ini yaitu

dengan meghubungkan pengembangan media dengan pembelajaran berbasis STEM. Media

pembelajaran berbasis STEM berkaitan erat dengan pengintegrasian berbagai macam disiplin ilmu.

Dengan media pembelajaran berbasis STEM pengembangan kemampuan anak dalam memahami disiplin ilmu sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika akan jauh lebih optimal.

Berdasarkan deskripsi tersebut, maka perlu adanya penggunaaan media pembelajaran berbasis

STEM dalam proses pembelajaran di PAUD. Penggunaan media pembelajaran berbasis STEM

merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan pengembangan

pembelajaran di era ini. Salah satu bentuk media yang dapat digunakan dalam pembelajaran

berbasis STEM yaitu dengan menggunakan media building plumbing.

PEMBAHASAN

4. Media Pembelajaran

c. Definisi Media Pembelajaran

Kata media berasal dari kata “medium” yang merupakan asal dari bahasa latin. Secara harfiah,

media memiliki arti yaitu perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan

(Rohani, 2019). Dengan adanya media dapat membantu dalam proses mengantarkan maksud,

pesan atau informasi yang ingin disampaikan. Menurut Schram (Rohani, 2019) mengemukakan

bahwa media merupakan teknologi pengantar pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

proses pembelajaran sehingga berdasarkan hal ini media merupakan perluasan dari guru. Selain

sebagai pembawa dan pengirim pesan, dalam proses pembelajaran media merupakan alat untuk

mendorong dan merangsang anak agar dapat mengikuti proses pembelajaran. Media dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada anak untuk senantiasa memperhatikan guru dalam

menyampaikan pesan atau materi pembelajaran. Media pembelajaran memiliki cakupan yang

297

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

cukup luas, tidak hanya sebatas alat namun media pembelajaran dapat berkaitan dengan hal-hal

yang ada di sekitar. Gerlach dan Ely (Prihadi, 2010) berpendapat bahwa media secara garis besar

adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi anak sehingga manpu memperoleh

keterampilan, sikap dan pengetahuan.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa media pembelajaran memiliki

pengaruh yang sangat besar dalam proses penyaluran pesan atau informasi pada pembelajaran.

Media pembelajaran juga dapat membantu guru dalam menarik minat dan motivasi anak selama

proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, media pembelajaran sangatlah beragam dan

disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan termasuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

d. Fungsi Media Pembelajaran

Dalam berbagai macam aspek tentunya masing-masing memiliki fungsi termasuk dalam media

pembelajaran. Levi ent Lez (Sanaky, 2009; Rohani, 2019) menjelaskan berbagai macam fungsi

media pembelajaran khususnya media secara visual yaitu : (1) fungsi atensi, menarik anak untuk

berkonsentrasi pada isi pelajaran yang ditampilkan melalui visual, seperti teks; (2) fungsi afektif,

media dilihat dari kenyamanan anak dalam belajar melalui teks bergambar, atau gambar; (3) fungsi

kognitif, media dilihat dari hasil temuan-temuan yang mengungkapkan lambang visual atau gambar

dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran; (4) fungsi kompensatoris, media

dapat membantu anak untuk mengingat kembali informasi yang telah didapatkannya.

Selain itu, fungsi dari media pembelajaran tidak hanya dirasakan oleh salah satu pihak tetapi

media memiliki fungsi secara menyeluruh baik untuk guru maupun anak. Adapun fungsi media

untuk guru diantaranya memudahkan dalam menyampaikan pembelajaran, meningkatkan kualitas

pembelajaran serta media meningkatkan rasa percaya diri guru dalam mengajar (Devi, 2020;

Luthfiyyani, S., & Daryana, H. A., 2020). Sedangkan fungsi media untuk anak diantaranya yaitu

membangkitkan semangat dan motivasi belajar, menciptakan situasi pembelajaran yang lebih

menarik, bervariatif dan menyenangkan serta memudahkan anak untuk memahami inti materi

yang disampaikan oleh guru.

e. Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media dalam proses pembelajaran memiliki manfaat yang lebih dibandingkan

pembelajaran tanpa media pembelajaran. Manfaat-manfaat media pembelajaran secara umum

menurut Rohani (2019) diantaranya yaitu : (1) memberikan kemudahan bagi anak dan guru dalam

proses pembelajaran; (2) melalui alat peraga (media) dapat menjadikan materi yang bersifat

menjadi konkret sehingga lebih mudah untuk dipahami; (3) dengan media, kegiatan belajar

mengajar jauh lebih menarik dan tidak monoton. Adapun manfaat media secara khusus yaitu

memberikan keseragaman dalam pemberian materi pembelajaran, proses pembelajaran lebih jelas

dan menarik dan proses pembelajaran lebih interaktif sehingga baik guru maupun anak menjadi

lebih komunikatif.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa penggunaan media dalam proses

pembelajaran memiliki manfaat yang sangat beragam. Hal ini menjadi modal utama dalam tercapainya tujuan pembelajaran dan membangun situasi pembelajaran menjadi lebih kondusif,

aktif, menarik dan interaktif.

f. Kriteria pemilihan media

Dalam penggunaan media terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Hal ini sangat

penting agar penggunaan media sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan capaian yang ingin dicapai

dalam proses pembelajaran. Berikut ini kriteria pemilihan media menurut Heinich (Prihadi, 2010)

yang dikenal dengan istilah ASSURE yaitu diantaranya yaitu: (1) Analyze Learner Characteristic; (2)

State Objective; (3) Select or Modify Media; (4) Utilize; (5) Require Learner Response; and (6)

Evaluated.

Kriteria-kriteria tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dipenuhi sehingga media

pembelajaran yang dipilih tidak hanya menarik secara tampilan fisik namun sesuai dengan

298

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Kriteria ini harus dipilih secara objektif dan dapat

digunakan secara menyeluruh dengan berbagai macam aspek pembelajaran.

5. Pembelajaran STEM

a. Sejarah Pembelajaran STEM

Pembelajaran STEM merupakan konsep pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan kondisi

era saat ini. Konsep pembelajaran STEM muncul sebagai suatu solusi dalam upaya pengembangan

di era global. Sejarah terbentuknya pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering and

Mathematics) dimulai pada tahun 1900an. Pada saat itu, NSF (National Science Foundation)

Amerika Serikat (USA) masih menggunakan istilah “SMET” dalam pengungkapkan konsep

pembelajaran STEM sebagai akronim untuk sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika.

Namun istilah “SMET” kurang sesuai karena istilah ini lebih banyak terdengar seperti “SMUT”

dibandingkan dengan “SMET” sehingga pergantian nama “SMET” menjadi “STEM” dan pergantian

ini mulai digunakan pada tahun 2001 (Marrero et al, 2014). Hal ini merupakan langkah awal

terbentuknya konsep pembelajaran STEM yang saat ini sedang marak dikenalkan pada lingkungan

pendidikan demi keberhasilan pengembangan karir, pendidikan, ilmu pengetahuan sains dan

matematika yang sesuai dengan kondisi saat ini.

Pembelajaran berbasis STEM merupakan konsep pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai

macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut memiliki dampak yang positif dalam upaya

pengembangan kemampuan dan pengetahuan abad 21 (21th Century). Pembelajaran STEM

diharapkan dapat memfasilitasi anak dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis sehingga

nantinya anak mampu memecahkan permasalahan yang dialaminya (White, 2014).

b. Pendekatan Pembelajaran STEM

Pendekatan pembelajaran pada konsep pembelajaran STEM memiliki berbagai macam

pendekatan. Pendekatan ini dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah disusun.

Robert dan Cantu (Sumaji, 2019) mengemukakan beberapa variasi pendekatan STEM dalam

pembaelajaran diantaranya pendekatan silo STEM, pendekatan STEM tertanam (embeded) dan

pendekatan STEM terintegrasi.

Pada pendekatan silo STEM, anak tidak diberikan kesempatan secara khusus untuk mengeksplor

pengetahuannya. Anak hanya diberikan pengetahuan dan pengajaran tentang apa yang harus

dilakukannya. Pada pendekatan ini pula hanya satu bidang ilmu pengetahuan saja yang diterapkan

sehingga anak mampu mengembangkan ilmu tersebut secara optimal. Selanjutnya, pada

pendekatan STEM tertanam (embeded) memfokuskan satu materi pembelajaran saja namun tetap

mengaitkan materi tersebut dengan materi pembelajaran lain yang bukan merupakan materi pokok

(materi utama). Chen (Sumaji, 2019) mengemukakan bahwa pendekatan STEM tertanam

pengetahuan diperoleh melalui penekanan domain mata pelajaran disesuaikan permasalahan di

lapangan dengan melalui teknik penyelesaian masalah. Dan pendekatan STEM yang terakhir yaitu

pendekatan STEM terintegrasi. Pendekatan ini merupakan pendekatan terpadu dimana ilmu

pengetahuan atau mata pelajaran yang diajarkan tidak dijelaskan secara terpisah sehingga

menuntut anak untuk mampu memecahkan masalah dan berpikir kritis dalam menyelesaikan

permasalahan tersebut (Sumaji, 2019; Wang et al, 2011).

Penerapan pendekatan STEM di atas disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran

sehingga pembelajaran yang disampaikan akan lebih sistematis dan terarah. Morrison (Sumaji,

2019) berpendapat bahwa ketiga pendekatan STEM hanya dibedakan berdasarkan tingkatan saja.

Maka berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran berbasis

STEM merupakan suatu tingkatan dan tingkatan tersebut disesuaikan desain pembelajaran yang

dirancang.

c. Pembelajaran STEM untuk Anak Usia Dini

Pembelajaran STEM tentunya tidak hanya diterapkan untuk pendidikan menengah dan

penddidikan dasar, namun pembelajaran berbasis STEM juga sangat penting untuk diterapkan

kepada anak usia dini. Dengan adanya pembelajaran STEM di tingkat PAUD maka pengembangan

299

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kemampuan dan pengetahuan anak akan lebih berkembang sesuai dengan kondisi global saat ini.

Pembelajaran STEM memberikan anak pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Hal ini

dapat terlihat dari penggunaan media dan alat peraga yang bervariasi serta materi yang diajarkan

kepada anak sangat relevan sesuai dengan permasalahan yang sering anak hadapi di kehidupan

sehari-hari. Pendidikan STEM merupakan reformasi sains terkini yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam sains dan matematika, sehingga sikap

dan pilihan karir mereka terhadap bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (National

Academy of Engineering [NAE], 2009 ; Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional [NAS], 2006; Karahan,

2015)

Dalam pembelajaran STEM anak akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru yang

belum pernah anak dapatkan sebelumnya. Brooks dan Brooks (Wang et al, 2011) mengemukakan

bahwa pembelajaran yang bermakna akan tercapai jika guru dapat menghubungkan pengetahuan

yang sudah ada dengan pengalaman dan keterampilan yang baru dalam keaadaan dunia nyata.

Adapun penerapan pembelajaran STEM untuk anak usia dini yaitu didasarkan pada tumbuh

kembang anak. STEM merupakan komponen penting dari pendidikan anak usia dini karena

menggabungkan integrasi konten yang disengaja dengan pertanyaan mendalam yang tertanam

secara bermakna konteks dunia nyata anak-anak (Blank, 2018). Sumaji (2019) mengemukakan

bahwa pembelajaran STEM untuk anak usia dini (3-5) tahun mampu membangkitkan kemampuan

ilmiah anak serta memotivasi anak untuk belajar. Selain itu, kesesuaian tema pembelajaran dengan

pembelajaran STEM perlu diperhatikan. Salah satu contoh guru menggunakan tema lingkunganku

anak dapat diajak untuk mengamati secara lingkungan alam yang ada disekitar anak baik secara

langsung maupun menggunakan media pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, penerapan pembelajaran STEM sangatlah baik untuk diterapkan pada

jenjang PAUD. Perkembangan pola pikir anak dan keterampilannya dapat berkembang dengan

optimal sehingga anak dapat menjadi bibit unggul untuk generasi berikutnya. Pengalaman dan

pengetahuan baru yang didapatkan oleh anak menjadi goals utama dalam pembelajaran STEM di

PAUD.

6. Media Building Plumbing Berbasis Pembelajaran STEM

Pembelajaran STEM yang akan diterapkan pada anak usia dini tentunya harus menarik minat

dan mampu membangkitkan semangat belajar. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah

tersebut yaitu dengan menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran berbasis STEM

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Selain itu, media pembelajaran berbasis

STEM hendaknya disesuaikan dengan hal-hal yang ada lingkungan sekitar. Salah satu contoh media

berbasis STEM yang dapat diterapkan yaitu media building plumbing.

a. Pengertian Media Building Plumbing

Media building plumbing merupakan media berbasis STEM yang dapat diterapkan untuk anak

usia dini. Dalam media ini, unsur-unsur STEM seperti unsur sains, unsur teknologi, unsur

rekayasa/engineering dan unsur matematika sudah termuat dan saling terintegrasi. Media ini

merupakan adaptasi dari media plumbing problems Sally Moomaw. Moomaw (2013)

mengemukakan bahwa pada media ini membahas permasalahan-permasalahan yang sering terjadi

pada saluran pipa air. Tidak banyak anak yang mengetahui bagaimana saluran air dibuat,

Gambar 1. Media Building Plumbing

300

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

bagaimana air dapat mengalir dan bagaimana perbedaan keluarnya air ketika tersumbat oleh

benda sehingga dengan adanya media ini, anak dapat mengetahui bagaimana proses mengalirnya

air pada pipa, mengetahui perbedaan jika air dan pasir dialirkan pada pipa serta untuk mengetahui

sebab-akibat dari tersumbat air pada saluran pipa.

b. Aspek-Aspek STEM pada Media Building Plumbing

Media building plumbing diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengembangkan

pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia dini. Sehingga pembelajaran akan terlaksana secara

menarik, menyenangkan dan memberikan kesan pembelajaran yang bermakna bagi anak.

Moomaw (2013) menjelaskan aspek-aspek STEM pada media ini yaitu diantaranya aspek sains

berkaitan dengan mengenai contoh-contoh benda padat dan cair, sifat-sifat benda padat dan cair,

unsur matematika berkaitan dengan membandingkan dan mengukur panjang pipa yang digunakan,

unusur engineering/ rekayasa berkaitan dengan merangkai dan mengkreasikan rangkaian pipa

menjadi saluran pipa yang utuh dan mampu mengoperasikan serta unsur teknologi berkaitan

dengan menggunakan alat serta bahan yang ada pada media.

Media building plumbing diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengembangkan

pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia dini. Sehingga pembelajaran akan terlaksana secara

menarik, menyenangkan dan memberikan kesan pembelajaran yang bermakna bagi anak.

SIMPULAN

Penggunaan media building plumbing pada pembelajaran berbasis STEM di PAUD memiliki

peranan yang sangat penting untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan anak dalam

memahami unsur-unsur STEM (Sains, Technology, Engineering and Mathematics) yang didasarkan

pada kondisi atau peristiwa yang dialami di kehidupan sehari-harinya. Konsep yang dihadirkan dalam media building plumbing sangatlah relevan dengan permasalahan atau peristiwa yang sering

anak rasakan dalam kesehariannya yaitu bagaimana air mengalir pada saluran pipa dan perbedaan

benda berdasarkan sifatnya. Selain itu, proses penggunaan media building plumbing anak dapat

secara langsung merakit dan mengoperasikan media. Proses ini merupakan proses pembentukan

pengetahuan anak tentang sistem saluran pipa air dan sifat-sifat benda dan mudah untuk diingat

dan dipahami didasarkan pada pengalamannya selama proses penggunaan media berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Blank, J. (2018). Growing in STEM . The Design Process : Engineering Practices in Preschool. YC Young Children, (September), 1–10.

Darman, R. A. (2017). Mempersiapkan generasi emas indonesia tahun 2045 Melalui Pendidikan

Berkualitas. Edik Informatika, 3(2), 73-87.

Devi, A. R. (2020). Strategi Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Terhadap Mata

Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (Ski) Di Ma Syekh Subakir Nglegok Blitar.

Indra, H. (2017). Pendidikan Keluarga Islam Membangun Generasi Unggul. Deepublish.

Karahan, E. (2015). Integration of Media Design Processes in Science , Technology , Engineering , and Mathematics ( STEM ) Education. (60), 221–240. https://doi.org/10.14689/ejer.2015.60.15

Luthfiyyani, S., & Daryana, H. A. (2020). Penggunaan Rekorder Dalam Upaya Memperoleh

Kemampuan Membaca Notasi Balok Dalam Pembelajaran Musik Di SMP Negeri 2 Bojongsoang.

Sulfi Luthfiyyani: 146040051 (Doctoral dissertation, Seni Musik).

Marrero, M. E., Gunning, A. M., & Germain-williams, T. (2014). What is STEM Education ? Why is STEM Education Perspectives on the " STEM. 1, 1–6.

Maufur, H. F. (2020). Sejuta jurus mengajar Mengasyikkan. Alprin.

Moomaw, S. (2013). Teaching STEM in the Early Years. St. Paul: Redleaf Press. Prihadi. (2010). Media Pembelajaran, Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Lanjutan Pertama Kemendiknas. Rohani. (2019). Media Pembelajaran. Medan: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Sumatera Utara.

301

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Sumaji. (2019). Implementasi Pendekatan STEM dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Muria Kudus, 7–15. Kudus: Universitas Muria Kudus.

UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 14 tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Wang, H., Moore, T. J., & Roehrig, G. H. (2011). STEM Integration : Teacher Perceptions and Practice STEM Integration : Teacher Perceptions and Practice. 1(2).

White, D. W. (2014). What Is STEM Education and Why Is It Important?. Florida Association of Teacher Educators Journal, 1(14) hlm. 1–9

302

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Bentuk Dan Nilai Karakter Permainan Bebentengan

Di Kampung Cinunjang Sintha Cahyani1, Aan Kusdiana2

PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by the crisis of the existence of traditional games among Indonesian people, especially children. This study aims to analyze the shapes and values of characters in traditional Indonesian games. This study uses qualitative methods with descriptive data analysis. The research steps are data collection, data processing or data analysis, and compilation of reports. The process of collecting data in this study was carried out by means of observation and interviews. From the results of the study, it can be concluded that the form of traditional games in Cinunjang village as a whole is in accordance with traditional Bebentengan games in general. Bebentengan traditional games in Cinunjang village have four differences in the technical implementation, however this difference does not change the substance of the game. And also the game bebentengan has a lot of character values that are the character values of cooperation, communication, caring, hard work, justice, help and honesty. Keywords: character values, traditional games, bebentengan games Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh krisis eksistensi permainan tradisional di kalangan masyarakat Indonesia khususnya anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bebentengaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis data secara deskriptif. Langkah-langkah penelitian yaitu pengumpulan data, pengolahan data atau analisis data, serta penyusunan laporan. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bentuk permainan tradisional di Kampung Cinunjang secara keseluruhan sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya. Permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permaian. Dan juga permainan bebentengan memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran. Kata kunci: nilai karakter, permainan tradisional, permainan bebentengan

PENDAHULUAN

Pada saat ini permainan tradisional mengalami krisis eksistensi di masyarakat Indonesia

khususnya di kalangan anak-anak. Permainan tradisional telah tergantikan oleh permainan modern

yang praktis dan serba digital. Kini kita akan kesulitan menemukan anak-anak yang bermain

permainan tradisional baik di kota maupun di desa sekalipun (Jauhari, 2010). Bahkan, banyak

anak-anak Indonesia yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional (Pratiwi, A. B. 2020).

Anak-anak Indonesia kini lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain game pada gadget

yang bisa dilakukan di rumah tanpa harus berpanas-panas atau kotor. Permainan yang dilakukan di

dalam rumah lebih bersifat individual. Permainan tersebut tidak mengembangkan ketrampilan

sosial anak, anak mungkin bisa pandai atau cerdas namun ketrampilan sosialnya kurang terasah

(Seriati & Nur, 2012). Hal ini menjadikan pribadi anak-anak menjadi egois, tidak mau bergerak, dan

tidak lagi memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Hal ini juga turut mengakibatkan

melemahnya karakter bangsa Indonesia.

Hilangnya permainan tradisional di Indonesia disebabkan beberapa faktor (Anggita, 2020;

Kartiningsih, 2020; Nur, 2020; Safitri, 2020) yaitu (a) sarana dan tempat bermain tidak ada, (b)

adanya penyempitan waktu, terlebih lagi semakin kompleknya tuntutan zaman terhadap anak yang

semakin membebani, (c) permainan tradisonal terdesak oleh permainan modern dari luar negeri

dimana tidak memakan tempat, tidak terkendala waktu baik siang hari, pagi, sore ataupun malam

bisa dilakukan serta tidak perlu menunggu orang lain untuk bermain, (d) terputusnya pewarisan

303

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

budaya dari generasi sebelumnya dimana mereka tidak sempat mencatat, mendata, dan

mensosialisasikan sebagai produk budaya masyarakat kepada generasi di bawahnya.

Mengingat pentingnya peranan permainan tradisional terhadap perkembangan karakter anak

dan citra karakter bangsa, maka dengan demikian, permainan tradisional ini perlu dikembalikan

eksistensinya dan diaktifkan kembali fungsinya sebagai salah satu penyumbang pembentukan

karakter bangsa Indonesia yang unggul dan tanggap terhadap perubahan zaman tanpa tercabut

dari akar budayanya. Diantara usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan mengedukasi anak-

anak, orang tua, guru, dan masyarakat pada umumnya akan bentuk dan nilai-nilai karakter yang

terdapat pada permainan tradisional, sehingga masyarakat terdorong untuk mengeksistesnsikan

kembali permainan tradisional.

Dari sekian banyak jenis-jenis permainan tradisional Indonesia yang terkenal dan banyak

dimainkan pada masanya ialah permainan bebentengan. Maka fokus penelitian artikel ini ialah

mengkaji bentuk dan nilai-nilai karakter pada permaianan traditional bebentengan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini, diajukan untuk

menganalisis dan mengungkapkan bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional

bebentengan, dalam aktifitas kehidupan sosial anak. Dalam mengumpulkan, mengungkapkan

berbagai masalah dan tujuan yang hendak dicapai maka, penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan studi deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kampung Cinunjang RT.04 RW.06 Desa Eureunpalay Kecamatan

Cibalong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, dengan sumber data primer yaitu hasil observasi

anak-anak Kampung Cinunjang. Ditambah dengan data pendukung hasil wawancara dengan warga

Kampung Cinunjang yang pernah aktif sebagai penggiat permainan tradisional bebentengan.

Pemilihan lokasi ini dikarenakan Kampung Cinunjang merupakan Kampung di Daerah

Kabupaten Tasikmalaya yang kerap kali anak-anak di kampung ini masih memainkan permainan

tradisional, termasuk diantaranya permainan tradisional bebentengan.

Dalam penelitian ini peneliti menempuh beberapa langkah yaitu pengumpulan data, pengolahan

data atau analisis data, serta penyusunan laporan. Proses ini dilakukan guna mendapatkan hasil

penelitian secara objektif. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara

observasi dan wawancara.

Observasi dilakukan terhadap 8 orang anak Kampung Cinunjang yang berstatus bersekolah di

bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Sementara wawancara dilakukan kepada subjek yang terkait dalam

penelitian ini yaitu 2 warga Kampung Cinunjang sebagai penggiat permainan tradisional

bebentengan. Hasil dari proses observasi serta wawancara di lapangan kemudian ditambahkan

dengan analisis awal oleh peneliti sebelum turun lapangan maka dibuat kesimpulan berkenaan

dengan bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bebentengan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang Desa Eureunpalay

Kecamatan Cibalong Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan sesuai dengan permainan

tradisional bebentengan pada umumnya. Permainan tradisional bebentengan di Kampung

Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini

tidak merubah substansi permainan. Dan setelah dianalisis bentuk permainan tradisional

bebentengan di Kampung Cinunjang menunjukan benar adanya bahwa permainan tradisional

bebentengan itu memiliki banyak nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut yaitu: nilai

karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran.

1. Bentuk Permainan Bebentengan Kampung Cinunjang

304

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Permainan bebentengan merupakan suatu aktivitas permainan yang dimainkan oleh kelompok

yang masing-masing kelompok memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya berupa tiang, batu

atau pilar sebagai benteng (Prana, 2010). Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai

markas, biasanya sebuah tiang, pohon atau pilar sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini

adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh pohon, tiang atau

pilar yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya. Dalam perkembangan

permainan ini dapat dimainkan di luar lapangan (outdoor) dan di dalam ruang tertutup (in door).

Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua kelompok dengan jumlah pemain 6-12 orang atau 6-8

orang atau minimal dilakukan oleh 4 orang atau lebih yang berjumlah genap.

Gambar 1 (Permainan Bebentengan)

Berikut cara bermain permainan tradisional bebentengan:

a. Persiapan

Anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul di tanah kosong yang cukup luas atau lapangan,

kira-kira seluas lapangan bulu tangkis. Selanjutnya anak-anak yang akan ikut bermain dibagi ke

dalam dua kelompok yang sama rata. Pembagian kelompok dapat dilakukan dengan cara suit atau

hom pim pah.

b. Peralatan

Dalam permainan ini pemain tidak membutuhkan alat-alat khusus, cukup lahan kosong untuk

pijakan serta tiang atau pilar sebagai markas (benteng) antara kedua kubu kelompok masing-

masing. Kedua kelompok membuat markas bentengnya saling berjauhan, biasanya di sudut

lapangan.

c. Peraturan

Setiap anggota kelompok harus menyentuh benteng (tiang atau pilar) masing-masing. Hal ini

menandakan bahwa status pemain tersebut adalah muda. Apabila pemain tadi agak lama tidak

menyentuh benteng, maka status pemain tersebut akan disebut tua. Pemain yang berstatus tua

dapat dikejar, diburu dan ditawan oleh pemain dari benteng lawan yang berstatus muda. Jika

seorang tua sedang berada atau berlari di luar benteng, ia dapat menjadi tawanan lawan jika

disentuh oleh pemain dari benteng lawan yang berstatus muda. Pemain yang menjadi tawanan

akan berdiri bergandengan atau berpegangan di dekat benteng lawan yang menawannya. Para

tawanan tidak lagi dapat bebas memburu atau menyerang sampai mereka dibebaskan. Para

tawanan bisa dibebaskan oleh teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-temannya

yang menjadi tawanan tersebut.

d. Permainan

Permainan dimulai dengan majunya atau menyerangnya salah satu pemain dari tiap kubu

salah satu benteng untuk menantang musuh. Pemain lawan kemudian menyerang balik dan

mengejar musuhnya. Dari sana para pemain yang maju saling mengejar dan menghindar satu sama

lainnya. Jika seorang tua yang maju kenudian ditangkap atau disentuh oleh lawan mainnya, maka ia

menjadi tawanan musuhnya. Seorang tua berusaha mengejar dan menghindar dari lawan mainnya

supaya tak jadi tawanan musuhnya dan para pemain yang berada di markas bentengnya sapat

bergantian secara bergiliran untuk maju menyerang musuhnya. Begitu seterusnya sehingga terjadi

305

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kejar mengejar antara pemain kedua benteng. Di sela-sela permainan sering terjadi kehabisan

pemain karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawan. Lawan pengepung ini dapat

membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh pemain di benteng

lawan. Setelah dibebaskan, para mantan tawanan ini dapat ikut mengepung benteng lawannya. Sisa

pemain dari benteng yang terkepung dapat mengejar para pengepung yang berstatus tua untuk

mempertahankan bentengnya, atau baik menyerang benteng pengepung jika benteng praa

pengepung tidak menjaganya.

e. Akhir Permainan

Satu kelompok dapat dikatakan memenangkan permainan apabila salah satu personil mereka

dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan benteng yang

diserang tersebut. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan bisa dimulai

kembali permainan bebentengan dari awal.

Berdasarkan hasil analisis hasil wawancara dan observasi bentuk permainan tradisional

bebentengan di Kampung Cinunjang, menunjukan bahwa secara keseluruhan bentuk permainan di

Kampung Cinunjang sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya. Namun

permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis

pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permainan. Empat

perbedaan permainannya yaitu: pertama, jika pada umumnya permainan ini dilakukan oleh

minimal 8 orang dan harus genap, di Kampung Cinunjang permainan bebentengan bias dilakukan

dengan jumlah pamain ganjil. Kedua, permainan sudah biasa dilakukan di luar ruangan karena

tidak ada fasilitas banguan luas untuk bermain. Ketiga, media benteng yang digunakan selain tiang,

kayu, atau bambu, di Kampung Cinunjang kerap kali menggunakan batu dan lobang. Dan keempat

arah bergandengan tawanan saat di benteng lawan bisa ke depan atau ke samping benteng.

2. Nilai-Nilai Karakter Permainan Bebentengan

Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris) (moral value)

(Mustari, 2011). Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu,

menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Dalam pembahasan ini nilai merupakan kualitas

yang berbasis moral.

Karakter menurut bahasa (etimologis) berasal dari bahasa Latin kharakter, kharassein dan

kharax (Rusiyono, & Apriani, 2020). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata karakter

berarti bersifat kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang yang

lain. Dalam artikelnya Lusiana (2012) berpendapat bahwa, pendidikan membangun karakter

merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan

setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa.

Karakter mencakup keinginan seseorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap

kesejahteraan orang lain, pemikiran kritis dan alasan moral, serta keterampilan personal dan

emosional yang menyebabkan kemampuan individu untuk bekerja keras secara efektif dengan

orang lain dalam situasi setiap saat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai karakter adalah

sikap dan perilaku yang didasarkan pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat yang

diperoleh dari proses panjang, yang mencakup didalamnya aspek kepribadian, aspek sosial dan

aspek lingkungan.

Permainan tradisional bebentengan merupakan permainan dengan merebut benteng lawan

sekaligus mempertahankan benteng kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa permainan bentengan

merupakan permainan untuk bertanding antara dua kelompok, sehingga dalam permainan

tradisional bebentengan terkandung berbagai nilai luhur, diantaranya kerjasama dalam kelompok,

kejujuran, kesabaran, tolong menolong, perencanaan strategi yang matang dan komunikasi efektif.

306

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan juga menyatakan bahwa permainan

benteng-bentengan mengandung nilai karakter jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

demokratis, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai dan tanggung jawab.

Berikut tabel analisis nilai-nilai karakter pada permainan tradisional bebentengan di Kampung

Cinunjang.

Tabel 1 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kerjasama)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 1 Kerjasama Membagi tugas dalam menyerang, menjaga

benteng dan menyelamatkan teman yang tertawan.

74 146

25%

Bersama-sama menangkap lawan atau menyelamatkan teman yang tertawan.

72

Tabel 2 (Hasil Analisis Nilai Karakter Tolong Menolong)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 2 Tolong

Menolong Menyelamatkan teman yang tertawan. 10

46 8% Memindahkan perhatian kawan yang mau

mengkap teman. 36

Tabel 3 (Hasil Analisis Nilai Karakter Peduli)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 3 Peduli Memberikan instruksi untuk menyelamatkan

teman yang tertawan. 8

108

18 %

Memberikan instruksi untuk menangkap lawan yang memancing.

42

Memeperingatkan teman dari ancaman lawan 10 Tidak meninggalkan benteng saat sendirian 48

Tabel 4 (Hasil Analisis Nilai Karakter Komunikasi)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase

4 Komunikasi Saling mengingatkan dan berinstruksi sesama

teman saat melakukan permainan.

60

114

19% Mendengarkan arahan atau peringatan dari

teman.

50

Membuat strategi sebelum atau saat bermain. 4

Tabel 5 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kerja Keras)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase

5 Kerja Keras Tidak menyerah karena cape dan lain

sebagainya.

22

86

14.5 % Semangat dan antusias saat menangkap lawan. 50

Semangat dan antusias saat menyelamatkan

teman.

10

Mempertahankan benteng dari serangan lawan 4

Tabel 6 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kejujuran)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase

307

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

6 Kejujuran Tidak berbohong saat disentuh

lawan atau menyentuh lawan

18 18 3 %

Tabel 7 (Hasil Analisis Nilai Karakter Keadilan)

No. Aspek Indikator Skor Total Persentase

7 Keadilan Membagi kelompok dengan

hompimpa

1

75

12.5 %

Membagi tugas dalam menyerang,

menjaga benteng dan

menyelamatkan teman yang

tertawan.

74

Dari tabel hasil analisis nilai-nilai karakter pada permainan bebentengan di atas diketahui

bahwa permainan tradisional bebentengan memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter

kerjasama, tolong menolong, komunikasi, peduli, kerja keras, kejujuran dan keadilan. Setiap

indikator dari setiap karakter pada permainan bebentengan tersebut memiliki skor, hal ini

menunjukan bahwa karakter-karakter tersebut benar adanya pada permainan tradisional

bebentengan. Dan jika disusun berdasarkan persentasinya maka nilai-nilai karakter yang terdapat

pada permaian tradisioanal bebentengan yaitu: nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja

keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran.

SIMPULAN

Bentuk permainan tradisional di Kampung Cinunjang secara keseluruhan sesuai dengan

permainan tradisional bebentengan pada umumnya, dan memiliki empat perbedaan pada teknis

pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permaian. Dan juga

permainan bebentengan benar adanya memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter

kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran.

DAFTAR PUSTAKA

Anggita, G. M. (2019). Eksistensi Permainan Tradisional Sebagai Warisan Budaya Bangsa. JOSSAE (Journal of

Sport Science and Education), 3(2), 55-59.

Jauhari, Jainudin. (2010). Mengenal Permainan Rakyat Nusantara. Jakarta: Trans Mandiri Abadi. Kartiningsih, K. (2020). Strategi Komunitas Traditional Games Returns (Tgr) Dalam Pelestarian Permainan

Tradisional Pada Anak Usia 7-12 Tahun (Studi Kasus di RW 03, Kelurahan Cakung Timur,

Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur). Edukasi IPS, 4(1), 50-60.

Lusiana, Ernita. (2012). Membangun Pemahaman Karakter Kejujuran melalui Permainan Tradisional pada Anak Usia Dini di Kota Pati. Journal of Early Chilhood Education Papers. 1 (1).

Mustari, Mustafa. (2011). Konstruksi Filsafat Nilai: antara Normatifitas dan Realitas. Makassar: Alauddin Pers.

Nur, H., & Asdana, M. F. (2020). Pergeseran Permainan Tradisional Di Kota Makassar. Phinisi Integration

Review, 3(1), 17-29.

Prana, Indiyah (2010).Permainan Tradisional Jawa. Klaten: PT Intan Pariwara. Pratiwi, A. B. (2020). Permainan tradisional engrang dari Provinsi Banten dan pembentukan karakter

menghargai prestasi peserta didik MI/SD di Indonesia. MADROSATUNA, 3(1), 13-28.

Rusiyono, R., & Apriani, A. N. (2020). Pengaruh Metode Storytelling Terhadap Penanaman Karakter

Nasionalisme Pada Siswa SD. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 11(1), 11-19.Safitri, R. I. (2020).

Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional Di Kalangan Anak Gang Kazoku, Cugung

Lalang. Narasi: Jurnal Literasi, Media, & Budaya, 1(1), 1-9.

Seriati, N. N & Nur, H. (2012). Permainan Tradisional Jawa Gerak dan Lagu untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Naskah Publikasi, hlm. 2.

308

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19

Rizkia Amelia1, Lutfi Nur2, Heri Yusuf Muslihin3 Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The corona virus disease (covid-19) epidemic that began to spread from Wuhan, China from December 2019 to various countries in the world including Indonesia has given great challenges to life, including educational institutions. so learning is usually done in the classroom, now must do it online (online) or distance learning through electronic media such as mobile phones and television to minimize the spread of corona virus outbreaks. This study aims to determine parental perceptions about online learning during the covid-19 pandemic in RA Ath-Thohariyyah. The method used in this research is quantitative descriptive. the results obtained from this study are 26 people or 68% of respondents, have a tendency of unfavorable perceptions of online learning. Keywords : covid-19, online learning, parental perception Abstrak Wabah corona virus disease (covid-19) yang mulai menyebar dari Wuhan, China sejak Desember 2019 hingga ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia telah memberikan tantangan yang besar bagi kehidupan, termasuk lembaga pendidikan. Sehingga pembelajaran yang biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas kini harus melakukannya secara daring (online) atau pembelajaran jarak jauh melalui media elektronik seperti handphone dan televisi untuk meminimalisir penyebaran wabah virus corona. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orangtua tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 di RA Ath-Thohariyyah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebanyak 26 orang atau 68% dari responden, memiliki kecenderungan persepsi kurang baik terhadap pembelajaran daring. Kata Kunci: Covid-19, Pembelajaran Daring, Persepsi Orangtua

PENDAHULUAN

Sebuah lembaga pendidikan tidak akan terlepas dari pembelajaran. Proses pembelajaran

merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pendidikan. Di Indonesia, pembelajaran di

sekolah khususnya di PAUD dilaksanakan secara langsung (tatap muka) di dalam kelas. Dalam

proses pembelajaran inilah terjadinya interaksi secara langsung antara guru dengan siswa dan

transformasi ilmu pengetahuan.

Namun, dengan adanya wabah Corona virus disease (Covid-19) yang mulai menyebar dari

Wuhan, China sejak Desember 2019 hingga ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia telah

memberikan tantangan yang besar bagi kehidupan, termasuk lembaga pendidikan (Al Faruq,

2020;Astini, 2020; Sadikin, A., & Hamidah, A., 2020). Sehingga pembelajaran yang biasanya dilakukan

di dalam ruangan kelas kini tidak bisa, karena harus melakukannya secara daring (online) atau

pembelajaran jarak jauh melalui teknologi telekomunikasi informasi maupun media elektronik

seperti handphone dan televisi untuk meminimalisir penyebaran wabah virus corona (Atsani,

2020; Nida, 2020; Rajagukguk, 2020).

Pembelajaran daring merupakan sebuah pembelajaran yang secara fisik dilakukan secara

terpisah dengan jarak jauh melalui media berupa internet dan alat penunjang lain seperti telepon

seluler dan komputer (Putria, Maulya, & Uswatun, 2020).

Kajian terdahulu mengenai pembelajaran daring ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti.

Berdasarkan data terbaru, (1) Jamaluddin, D., dkk. (2020) tentang Pembelajaran Daring Masa

Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi Dan Proyeksi. (2) Irhandayaningsih (2020)

tentang Pengukuran Literasi Digital Pada Peserta Pembelajaran Daring di Masa Pandemi COVID-19.

(3) Pakpahan dan Fitriani (2020) tentang Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19. Berdasarkan laporan tersebut,

309

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kajian mengenai Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19

masih sangat jarang dilakukan.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi

penelitian yaitu orangtua di RA Ath-Athohariyyah. Sampel dalam penelelitian ini adalah orangtua

kelas B di RA Ath-Thohariyyah sebanyak 38 responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 38 responden, terdapat 26 orang atau 68% dari

responden, memiliki kecenderungan persepsi kurang baik terhadap pembelajaran daring. Kategori

cukup baik terdapat 5 orang atau 13% dari responden, kategori baik terdapat 1 orang atau 3% dari

responden, dan kategori sangat baik tidak ada.

Berikut tabel distribusi frekuensi persepsi orangtua tentang pembelajaran daring di RA Ath-

Thohariyyah :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring

Data hasil penelitian kategori persepsi orangtua dalam bentuk diagram lingkaran disajikan dalam

diagram lingkaran sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram kategori persepsi orangtua tentang pembelajaran daring

Data pada 1 dan gambar 1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas orangtua mempunyai

persepsi tentang pembelajaran daring menyatakan kurang baik. Data penelitian persepsi orangtua

tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 diperoleh dengan menggunakan angket

tertutup dengan skala pengukuran Likert. Dengan demikian dapat diketahui bahwa persepsi

orangtua terhadap pembelajaran daring memiliki perbedaan persepsi.

Perbedaan sudut pandang pada pengamatan terhadap pembelajaran daring akan

menghasilkan perbedaan persepsi orangtua, meskipun objek yang diamati sama yaitu

pembelajaran daring. Persepsi yang timbul dalam diri orangtua terhadap pembelajaran daring

tersebut akan mempengaruhi perilaku dan dukungan orangtua terhadap pelaksanaan

pembelajaran daring yang dijalani anak didik. Perbedaan-perbedaan persepsi tersebut dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dalam diri individu, misalnya perhatian, pengalaman,

pengetahuan, kebutuhan, kesenangan, kebiasaan, dan lain sebagainya. Selaras dengan teori yang

0% 3%

13%

68%

16%

Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring

Sangat Baik

Baik

Cukup Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

Kategori Interval Frekuensi Persentase Sangat Baik 43-50 0 0%

Baik 35-42 1 3% Cukup Baik 27-34 5 13% Kurang Baik 20-26 26 68% Tidak Baik 12-19 6 16%

310

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

diungkapkan oleh Parek (dalam Asrori, 2020, hlm. 51) yang menyebutkan bahwa perbedaan

persepsi dalam diri individu dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, perbedaan pengalaman,

motivasi, kepribadian dan kebutuhan. Teori serupa juga dikemukakan Sugihartono, et al., (dalam

Surya, 2015, hlm. 63) yang menyebutkan bahwa perbedaan persepsi dalam diri individu

dipengaruhi oleh : 1) pengetahuan, pengalaman atau wawasan seseorang, 2) kebutuhan

seseorang, 3) kesenangan atau hobi seseorang, dan 4) kebiasaan atau pola hidup sehari-

hari. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa persepsi orangtua tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 di RA Ath-

Thohariyyah adalah dari 38 responden, sebanyak 26 responden atau 63% menyatakan bahwa

pembelajaran daring kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Al Faruq, U. (2020). Peluang dan Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di Era 4.0. Ar-Risalah:

Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, 18(1), 013-030.

Asrori. (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. Banyumas : CV. Pena Persada

Astini, N. K. S. (2020). Tantangan Dan Peluang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam

Pembelajaran Online Masa Covid-19. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 241-255.

Atsani, K. L. G. M. Z. (2020). Transformasi media pembelajaran pada masa Pandemi COVID-19. Al-

Hikmah: Jurnal Studi Islam, 1(1), 82-93.

Irhandayaningsih. (2020). Pengukuran Literasi Digital Pada Peserta Pembelajaran Daring di Masa

Pandemi COVID-19. ANUVA, 4 (2), 231-240

Jamaluddin, D., dkk. (2020). Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru :

Hambatan, Solusi Dan Proyeksi.

Nida, N. S. (2020). Perbedaan Regulasi Emosi Pada Mahasiswa Dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Selama Pandemi Covid-19 Ditinjau Dari Tahun Angkatan (Doctoral Dissertation,

Universitas Negeri Jakarta).

Pakpahan dan Fitriani. (2020). Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting and Research, 4 (2), 30-36

Putria, dkk. (2020). Analisis Proses Pembelajaran Dalam Jaringan (DARING) Masa Pandemi COVID-19 pada Guru Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 4 (4), 861-872

Rajagukguk, K. P. (2020). Pemanfaatan Media Informasi Bagi Orang Tua Dalam Upaya Antisipasi

Covid-19 Serta Penanggulangannya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(1), 58-63.

Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-19. Biodik, 6(2),

214-224.

Surya, M.O. (2015). Persepsi Orangtua Siswa Kelas IV SD Negeri Milati I terhadap Pembelajaran Pendidikan Jasmani. (Skripsi). Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

311

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Desain Pembelajaran STEM dengan Media Building Inclines untuk Kelompok B di PAUD

Ratih Rahayu Nur Azizah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Taopik Rahman3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

Learning design in some PAUD Ciamis districts still uses methods that involve engineering processes and

technology in them. This causes learning that is less fun and cannot meet the demands of 21st century learning.

The purpose of this research is to produce STEM learning design products (Science, Technology, Engineering,

and Mathematics) in PAUD, so that learning is more useful. Research used using research methods and

development of Research Education Design using research stages according to McKenney & Reeves, namely: 1)

Analysis and Exploration Stage, 2) Design and Construction Stage, 3) Evaluation and Reflection Stage. Data

collection techniques were carried out by interview, documentation study, observation and questionnaire. The

research location was at PAUD Delima POS Ciamis Regency. The results showed the developed learning design

was valid and could be used. Validity tries from the results of validation by expert validators, and the use of the

results of the trial as much as 2 times the trial. Teacher responses on trials have been proven to be good, easy to

understand and can be used in PAUD.

Keywords: Learning Design, STEM, PAUD

Abstrak

Desain pembelajaran di beberapa PAUD masih menggunakan metode melibatkan proses rekayasa dan

teknologi didalamnya. Hal tersebut menyebabkan pembelajaran kurang bermakna dan belum dapat

memenuhi tuntutan keterampilan abad 21. Tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan produk desain

pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, and Mathematics) di PAUD, agar pembelajaran lebih

bermakna. Penelitian menggunakan metode penelitian dan pengembangan Educational Design Research

dengan menggunakan tahapan penelitian menurut McKenney & Reeves, yaitu: 1) Tahap Analysis and

Exploration, 2) Tahap Design and Construction , 3) Tahap Evaluation and Reflection. Teknik pengumpulan

data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi, observasi dan kuesioner. Lokasi penelitian di

POS PAUD Delima Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian menunjukan bahwa desain pembelajaran yang telah

dikembangkan valid dan dapat digunakan. Kevalidan ditunjukkan dari hasil validasi oleh validator ahli, dan

keterpakaian dari hasil uji coba sebanyak 2 kali uji coba. Respon guru pada uji coba menyatakan sudah

bagus, mudah dipahami dan dapat digunakan di PAUD.

Kata Kunci: Desain Pembelajaran, STEM , PAUD, Abad 21

PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembeljaran yang dilakukan oleh guru di dalam

kelas. Sejalan dengan itu dalam menghadapi abad 21, pendidikan dihadpkan dengan tantangan

sumber daya manusia yang di harapkan dapat mencipakan generasi-generasi yang memiliki

keterampilan yang akan di kembangkan dimasa mendatang. Menurut Beers (Herak & Lamanepa,

2019) “Seorang guru perlu menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat melatih

keterampilan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology,

Engineering, and Mathematics) merupakan salah satu pembelajaran alternatif yang potensial

digunakan untuk membangun keterampilan abad 21. Dunia pendidikan pada abad 21 diharapkan

semakin meningkat, perubahan harus terus menerus dilakukan sehingga semua peserta didik

memperoleh kemampun dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkembang dimasa

depan yang penuh persaingan. Implementasi pendidikan STEM pertama kali diterapkan di

Indonesia dengan menggunakan kurikulum 2013, yang memiliki ciri diantaranya pembelajaran

tematik, pendekatan saintifik, kontekstual, pendidikan karakter, dan penilaian otentik. Selain itu

kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi yang harus dimiliki yakni 4C, literasi, dan HOTS.

(Simarmata, 2020). Implementasi kurikulum 2013 secara benar dipercaya dapat mengatasi

permasalahan sumber daya manusia dinegara kita (Aziziyah, 2019; Nikmah, 2019; Zulaika, 2019).

312

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di PAUD menurut Permendikbud No 146 Tahun 2014

Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik yakni Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD). Dalam menyusun desain pembelajaran berbasis STEM, langkah-langkah

pembelajaran STEM dikaitkan dengan langkah-langkah yang mengedepankan kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil observasi dilapangan yang dilakukan di TK Perwari 1 Kecamatan Tawang Kota

Tasikmalaya dan POS PAUD Delima Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, peneliti menemukan

masalah bahwa belum diterapkannya pembelajaran berbasis STEM di TK tersebut serta para

pendidik belum mengetahui tentang pembelajaran STEM di PAUD. Sehingga belum terdapat desain

pembelajaran secara khusus mengenai pembelajaran berbasis STEM di TK tersebut.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan penelitian berbasis pengembangan yaitu

EDR (Educational Design Research). Menurut Barab dan Squire (dalam Ivens, S., & Oberle, M. (2020)

‘Suatu kajian sistematis tentang merancang, mengembangkan dan mengevaluasi intervensi

pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelajaran, produk dan sistem) sebagai

solusi untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam praktik pendidikan, yang juga

bertujuan memajukan pengetahuan kita tentang karakteristik dan intervensi-intervensi

tersebut serta proses perancangan dan pengembangannya (Plomp, 2010).

EDR adalah sebuah pendekatan penelitian dengan menggunakan analisis data kuantitatif

dan kualitatif (Mckenney, Reeves, 2012). Design Research dapat diterapkan untuk penelitian

pengembangan program pendidikan dan pelatihan, pengembangan kurikulum serta pengembangan

model pembelajaran di kelas (Lidinillah, t,t). Subjek penelitian pengembangan desain pembelajaran

STEM ini adalah PAUD yang ada di Kabupaten Ciamis. Sedangkan teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2014, hlm. 85)

purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pada penelitia

ini, peneliti akan menggunakan sampel kelompok B1 dan B2 POS PAUD Delima. Teknik

pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara, studi dokumentasi, observasi, kuesioner.

Wawancara dilakukan kepada guru kelompok B, studi dokumentasi dilakukan terhadap rencana

pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru yang dijadikan sebagai panduan untuk

melaksanakan proses pembelajaran. Observasi dilakukan pada saat uji coba produk, sedangkan

kuesioner diberikan kepada guru sebagai subjek penelitian. Pada penelitian ini juga dilakukan uji

validitas terhadap instrument penelitian yang terdiri dari validitas internal dan validitas eksternal.

Setelah diperoleh data, selanjutnya dilakukan analisis data. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan analisis data. Adapun langkah-langkah analisis data, yaitu: data reduction (Reduksi

data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verification (Penarikan

kesimpulan/verifikasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analysis and Exploration

Dari hasil analisis dan eksplorasi yang telah dilakukan peneliti terhadap proses

pembelajaran di kelas dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar masih

bersifat konvensional, sedangkan proses pembelajaran membutuhkan proses rekayasa dan

teknologi di dalamnya guna memenuhi tuntutan abad 21 saat ini, yakni siswa harus memiliki

keterampilan atau kecakapan 4C (critical thinking, creativity, communication, and collaboration).

Kebutuhan dalam kegiatan rekayasa dan teknologi yang perlu dilakukan oleh kelompok B di PAUD

adalah kegiatan membuat sebuah produk yang praktis dan sederhana, namun tetap mencakup

313

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kompetensi dasar yang telah ditentukan. Langkah-langkah yang akan dilakukan oleh siswa pada

saat proses pembelajaran perlu dijelaskan secara rinci serta bimbingan dari guru sebagai

fasilitator. Sehingga siswa dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik serta dapat berjalan

sesuai dengan yang diharapkan.

2. Design and Construction

a. Perancangan Desain Pembelajaran

Dalam langkah ini peneliti merancang desain pembelajaran yang dikembangkan

menggunakan pembelajaran STEM. Tahap mengembangkan desain pembelajaran ini difokuskan

pada beberapa kegiatan, yaitu: membuat prinsip desain, menentukan Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD), menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, menentukan materi ajar,

menentukan HLT (hypothetical learning trajectory),dan merancang prototype awal desain

pembelajaran STEM. Berikut langkah-langkah pembelajaran dalam pprototype awal desain

pembelajaran.

Tabel 1. Kerangka Pembelajaran

Tahap 1 Ask (Menanya)

No Keterangan

1. Guru mengajak anak berdiskusi mengenai kendaraan darat dan bagaimana benda (mobil)

itu bergerak

2. Guru menanyangkan video mobil yang sedang berjalan di jalan yang beraspal, dan berbatu

3. Anak mengamati tayangan video mobil yang berjalan (Mengamati)

4. Guru mendorong anak untuk bertanya dengan memancing pertanyaan. Apakah anak-anak

pernah melihat mobil yang berjalan di jalan berasapal. Apakah mobil itu berjalan lambat

atau berjalan cepat? (Menanya)

Tahap 2 Imagine (Membayangkan)

5. Guru membawa media building inclines ke hadapan anak-anak (Mengamati)

6. Guru meminta anak untuk membayangkan ketika anak-anak berada didalam mobil yang

berjalan di jalan yang berlumpur. Kira-kira apa yang terjadi apakah mobil tersebut akan

berjalan lambat atau berjalan cepat?

7. Guru meminta anak untuk membayangkan jika anak-anak berada didalam mobil yang

berjalan di jalan yang licin (basah air hujan). Kira-kira apa yang terjadi apakah mobil

tersebut akan berjalan lambat atau berjalan cepat?

8. Guru menunjukan media building inclines di depan kelas dan menjelaskan satu persatu

benda yang digunakan dalam kegiatan tersebut

9. Guru melakukan percobaan dengan membuat media tersebut dari mulai membuat menara

dari balok, menjelaskan bahan yang digunakan untuk permukaan , meletakan papan

lintasan di balok, dan meletakkan alas ukur.

10. Guru melakuakn percobaan dengan meluncurkan mobil di tiga permukaan yang berbeda

(halus,kasar dan sangat kasar) dan mobil mana yang akan leuncur lebih jauh atau

meluncur lebih dekat.

11. Anak mengamati percobaan yang telah dilakukan oleh guru, kemudian guru meminta anak

mengukur jarak yang dilewati masing-masing mobil. (Mengamati)

12. Guru meminta anak untuk mengklasifikasikan balok sesuai bentuk.

Penilaian Kinerja (individu):Berpikir Kritis

Tahap 3 Try (Mencoba)

13. Guru meminta anak untuk membuat dan melakukan percobaan media building inclines

secara berkelompok.

314

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

14. Anak melakukan percobaan secara berkelompok

15. Anak-anak menyusun balok menjadi menara secara berkelompok

Penilaian kinerja (individu) : collaboration

16. Anak bergiliran meletakkan satu persatu papan lintasan di menara dengan ketinggian

yang sama

17. Anak meletakkan alas ukur di ujung papan lintasan

18. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian

yang yang rendah. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

19. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

20. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian

yang yang sedang. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

21. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

22. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian

yang yang tinggi. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

23. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

24. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan

ketinggian yang rendah Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan

informasi dan Menalar)

25. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

26. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan

ketinggian yang sedang. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan

informasi dan Menalar)

27. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

28. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan

ketinggian yang tinggi. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan

informasi dan Menalar)

29. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

30. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian

yang rendah. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

31. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

32. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian

yang sedang. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

33. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

315

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

kotak yang dilewati mobil.

34. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian

yang tinggi. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan

Menalar)

35. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

kotak yang dilewati mobil.

36. Guru meminta anak meluncurkan mobil di tiga permukaan secara bertahap. Kemudian

guru meminta anak untuk mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa kotak

yang akan dilewati masing-masing mobil.

TAHAP 4 TRY AGAIN (MENCOBA KEMBALI)

37. Anak-anak mengulangi kembali percobaan yang telah dilakukan tanpa bimbingan guru.

Hasilnya kemudian di tulis menggunakan angka di (LKA).

Penilaian Kinerja (individu) : Berpikir kritis, collaboration, creativity

38. Anak membuat kolase gambar mobil dari bahan loose part

39. Anak menjawab pertanyaan guru mengenai kegiatan percobaan yang telah dilakukan

(Mengomunikasikan )

40. Anak mengomunikasikan mengenai hasil pembelajaran tentang gerak benda

(Mengomunikasikan )

Penilaian kinerja (individu) : communication

3. Evaluation and Reflection

a. Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Siklus 1

Kegiatan uji coba pengembangan desain pembelajaran STEM ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran mengenai pembelajaran dari desain pembelajaran yang telah dibuat serta

untuk mengetahui kepraktisan produk. Selanjutnya uji coba produk ini juga dilengkapi dengan

komentar dan kuesioner yang diisi oleh guru terhadap desain pembelajaran dan proses

pembelajaran yang dilaksanakan. Uji coba 1 dilaksanakan di POS PAUD Delima, pada hari Jumat, 17

Juli 2020. Pelaksanaan uji coba 1 ini yang diikuti oleh 3 anak di kelompok B1. Praktikan yang

menggunakan desain pembelajaran STEM yang telah dibuat adalah praktikan sendiri dengan

pertimbangan bahwa peniliti yang lebih paham terhadap langkah-langkah pembelajaran yang

terdapat pada desain pembelajaran STEM tersebut.

b. Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Siklus 2

Uji coba 2 dilaksanakan setelah adanya perbaikan atau revisi II terhadap produk yang

dikembangkan oleh peneliti yaitu desain pembelajaran STEM. Uji coba 2 dilakukan pada hari Selasa,

tanggal 20 Juli 2020 di POS PAUD Delima seperti pada uji coba 1, namun pada uji coba 2

dilaksankan oleh kelompok B2. Pada uji coba 2, jumlah anak yang terlibat sebanyak 3 anak. Setelah

dilaksanakan uji coba sebanyak dua kali dan dua kali revisi desian pembelajaran, maka desain

pembelajaran STEM dengan media Building Inclines sudah dapat digunakan untuk kelompok B di

PAUD. Sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan optimal, mengembangkan keterampilan 4C

sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21. Bentuk desain pembelajaran STEM dengan media

Building Inclines di PAUD disertai dengan produk dari rekan satu tim, berupa pengembangan media

pembelajaran, dan pengembangan penilaian kinerja.

SIMPULAN

Desain pembelajaran yang digunakan di PAUD mengacu pada kurikulum 2013 pendidikan anak

usia dini. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014. merancang desain pembelajaran

316

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

sangat penting dilaksanakan sebagai bentuk kesiapan dalam mengajar. Adapun dalam menyiapkan

desain pembelajaran salah satunya adalah menyiapkan media, dan merencanakan pelaksanaan

pembelajaran (RPP). Pada penelitian ini dihasilkan rancangan desain pembelajaran STEM dengan

menggunakan medel Educational Design Research (EDR) karya McKenney & Reeves. Pada tahap ini,

dihasilkan rancangan desain pembelajaran STEM berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP). Setelah desain pembelajaran STEM awal selesai, dilakukan tahap validasi ahli mengenai

rancangan pelaksanaan pembelajaran yang akan di uji coba terbatas siklus 1. Kemudian dilakukan

tahap revisi berdasarkan hasil validasi, maka terbentuklah rancangan desain pembelajaran sikus 1

yang siap di uji coba pada siklus 1. Setelah uji coba siklus 1 dilakukan tahap refleksi dan revisi dari

hasil kuesioner guru. Setelah tahap revisi selesai, maka dilakukan kembali tahap uji coba terbatas

siklus 2, kemudian hasil uji coba 2 di refleksi dan terbentuklah hasil akhir desain pembelajaran

berbasis STEM melalui media Building Inclines di PAUD, berupa rencana pelaksanaan

pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Aziziyah, N. (2019). Implementasi Kurikulum 2013 Pada Tingkat Sekolah Dasar Dalam Pengembanga

Karakter Siswa di Kelas V” (Doctoral dissertation, UIN SMH BANTEN).

Herak, R & Lamanepa, G.H. (2019). Meningkatkan kreatifitas siswa melalui STEM dalam pembelajaran IPA increasing student creativity through STEM in science learning. Kupang: Jurnal EduMatSains, 4 (1), 89-98.

Ivens, S., & Oberle, M. (2020). Does Scientific Evaluation Matter? Improving Digital Simulation

Games by Design-Based Research. Social Sciences, 9(9), 155.

Lidinillah, D., A., M. (t.t). Edcational design research: a theoritical framework for action. Jurnal: Universitas Pendidikan Indonesia, Tasikmalaya.

Mckenney, S & Reeves T.C .(2012). Conducting educational design research. New York : Routledge. Nikmah, A. (2019). Implementasi Kurikulum 2013 Di Madrasah Aliyah Kecamatan Dukuhseti

Kabupaten Pati. EDUDEENA: Journal of Islamic Religious Education, 3(2).

Permendikbud No 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum PAUD

Plomp, T. (2010). Educational design research : an introduction. In T. Plomp, & N. Nieven, An Introductional to Educational Design Research (p. 9). Enschede, Netherland: SLO, Netherland Institute for Curriculum Development.

Simarmata, J., Simanihuruk, L., Ramadhani, R., Safitri, M., Wahyuni, D., & Iskandar, A.

(2020). Pembelajaran STEM Berbasis HOTS dan Penerapannya. Yayasan Kita Menulis.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendekatan kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Zulaika, Z. (2019). Analisis Penerapan Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Islam Di SDN 35 Rejang Lebong (Doctoral dissertation, IAIN Curup).

317

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

NILAI-NILAI TANGGUNG JAWAB PADA BUKU CERITA BERGAMBAR TEMA DIRIKU

Astri Rizka Restriani1, Elan2, Sima Mulyadi3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This study aims to describe the values of responsibility of picture books by Rian F. Rahman. This

research is a qualitative descriptive study. The subjects of this study is a picture books by Rian F.

Rahman. This research is focused on analyzing the value of responsibility characters with a

pragmatic approach. Data were analyzed with qualitative description techniques, which are the

results of the data presentation of a research procedure in the form of sentence descriptions from the

author. Data collection techniques are done by reading and note taking techniques. The validity used

in this research is intrarater validity, and also interrater validity. The results showed that there were

values of responsibility only in the two books studied, namely 1) knowing their rights with the

amount of 1 data, 2) obeying the class rules with the amount of 2 data, 3) organizing themselves with

a total of 8 data, and 4 ) is responsible for his own good with a total of 7 data.

Keywords: Early Childhood, Responsibility, Picture Book

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai tanggung jawab dalam buku cergam seri

tematik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah buku

cergam seri tematik karya Rian F. Rahma, dengan judul Aku dan Kesukaanku. Penelitian ini

difokuskan pada analisis nilai karakter tanggung jawab sesuai dengan STPPA untuk anak usia 5-6

tahun dengan pendekatan pragmatik. Data dianalisis dengan teknik deskripsi kualitatif yaitu hasil

sajian data dari suatu prosedur penelitian berupa deskripsi kalimat dari pengarang dalam buku

cergam seri tematik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Validitas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas intrarater, dan juga validitas interrater. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai tanggung jawab hanya pada dua buku yang

diteliti, yakni tahu akan haknya dengan jumlah 1 data, menaati aturan kelas dengan jumlah 2 data,

mengatur dirinya sendiri dengan jumlah 8 data, dan bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri

dengan jumlah 7 data.

Kata Kunci: Anak Usia Dini, Tanggung Jawab, Buku Cerita Bergambar

PENDAHULUAN

Buku cerita bergambar merupakan salah satu karya sastra anak yang sering dijumpai dalam

keseharian kita. Buku cerita bergambar ini sangat disukai anak-anak. Menurut Anderson (2006)

sebuah buku bergambar menyampaikan pesannya melalui gambar-gambar yang berkaitan dengan

sejumblah teks kecil atau tidak sama sekali.

Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai password untuk menyelesaikan beberapa permasalahan

yang sedang kita rasakan saat ini. Pembiasaan membaca buku pada anak, terutama anak usia dini

menjadi solusi yang tepat untuk memperbaiki dan menuntaskan permasalahan-permasalahan

seperti pendangkalan nilai karakter dan penyakit malas membaca. Hasil Survey PERC (Political and

Economic Risk Consultancy) pada periode 2018 menunjukkan peringkat Indonesia dalam skor

korupsi tertinggi di Asia yakni dengan skor 8,16 dari total skor 10 (Sobari, 2019). Berdasarkan

survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000

menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia menduduki urutan ke 29 dari 31

negara yang diteliti di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. (Syarbini, 2012)

Anak usia dini merupakan anak yang berusia 0 – 6 tahun yang sedang berkembang pesat

dalam berbagai aspek sebagai pondasi bagi kehidupan selanjutnya. Anak belajar dengan

318

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

mengumpulkan informasi, pengalaman, di sekitarnya lewat bermain. Aktifitas anak bisa disebut

juga bermain. Lewat bermain ini yang lebih bersifat menyenangkan dan sastra anak yang juga

‘bermain’ di wilayah afektif, di ranah emosi dan perasaan anak dapat menikmati pembelajarannya

tanpa merasa diajarkan, atau dipaksakan. Secara tidak langsung anak akan mulai berpikir,

mengamati, merenungkan, bahakn meneladani tokoh dengan karakter yang baik dalam buku

cergam.

Oby (dalam Junaid, 2017) mengklaim bahwa ada 3 kriteria sastra anak, yakni: 1) Pemeran

pahlwannya(tokoh utama) adalah anak-anak atau remaja; 2) Temanya (gagasan, hubungan,

bahasa) sederhana; 3) Biasanya sering ditujukan untuk pengajaran moral kepada anak-anak.

Pembelajaran buku cergam juga sebaiknya diawasi, dibimbing, dan diarahkan oleh orang

dewasa. Hal ini bertujuan untuk meluruskan apa yang menjadi sudut pandang anak setelah

membaca buku cergam, dan anak juga lebih bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia baca,

dan apa yang nanti akan ia lakukan di masa mendatang. Dengan begitu nilai karakter tanggung

jawab juga dapat diselipkan, dimuatkan, baik dalam buku yang secara tidak langsung anak pahami

dan ditegaskan kembali oleh orang dewasa sebagai penguatan.

Peneliti memilih buku cergam karena merupakan satu kesatuan yang menarik, dan

menyenangkan untuk dibaca. Menurut Junaid (2017) Satu hal yang membuat sasta anak berbeda

dengan sastra dewasa ialah menggunakan ilustrasi yang dipercaya sebagai alat yang membatu

literasi pada anak. Seperti pernyataan Nodelman & Reimer Illustration (2003) bahwa ilustrasi

memainkan peran penting dalam perkembangan literasi anak, karena anak suka gambar dan anak

membutuhkannya. Pernyataan itu juga didukung oleh Doonan (1993) bahwa pembaca mengamati

gambar terlebih dahulu, kemudian membaca teksnya, lalu kembali mengamati gambar untuk

menginterpretasikannya. Jadi teks dalam gambar itu membantu kita menafsirkan gambarnya,

begitu pula sebaliknya.

Menurut Norton (dalam Ilyasa, 2019) bahwa hubungan yang dapat diterima membutuhkan

pemahaman tentang perasaan dan sudut pandang orang lain. Sebab itu buku cergam dapat menjadi

akses masuk anak-anak memahami sudut pandang lain selain dirinya Rahiem, M. D., & Widiastuti, F.

,2020).. Saat kita membaca, pembaca bukan lagi sebagai seseorang yang berdiri di luar data (baca

berita), melainkan menjadi data itu sendiri. Hubungan jadi terbangun antara pembaca (anak, atau pembaca umumnya) dengan dunia cerita dalam sastra (Nanda, 2020). Pembaca masuk kedunia

cerita dan merasa menjadi bagiannya, baik secara pikir, emosi, kognitif, maupun afektif.

Peneliti ingin menggunakan buku cergam seri tematik yang sesuai dengan anak usia 5-6 tahun

menggunakan pendekatan pragmatik. Peneliti menggunakan buku cergam seri tematik karya Rian

F. Rahman yang terdiri dari 12 seri. Buku cergam seri tematik ini tersebar luas dipasaran online

dengan harga yang terjangkau. Secara garis besar, dalam setiap bukunya menampilkan cerita dan

ilustrasi tentang seorang anak dalam kehidupan sehari-hari yang mengonsepkan cerita tersebtu

untuk dimaknai moral dan nilai yang terkandung didalamnya. Peneliti mengambil satu buku seri

dengan tema diriku berjudul Aku dan Kesukaanku sebagai subjek yang diteliti. Dengan demikian

peneliti ingin mengetahui nilai-nilai tanggung jawab dalam buku cergam seri tematik karya Rian F.

Rahman.

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan

model analisis konten pendekatan pragmatik. Metode deskriptif kualitatif yang digunakan dalam

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat sehingga mempermudah proses

analisis.

Jenis pendekatan yang digunakan ialah pendekatan pragmatik Sumber data pada penelitian ini

adalah buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman yang diterbitkan oleh Lingkar Media. Fokus

penelitian ini ialah mengenai nilai tanggung jawab pada buku cergam seri tematik.

319

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a) Peneliti

membaca secara cermat dan teliti untuk memperoleh data; b) Memahami atau menyimak isi buku

cerita bergambar; c) Mencatat dan menandai kalimat yang mengandung nilai karakter dalam

buku cerita bergambarDalam penelitian ini yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri atau

human instrument. Adapun alat bantu yang digunakan pada saat mendapatkan data yang berupa

buku cerita bergambar adalah panduan wawancara, perlengkapan alat tulis, perekam digital yang

nantinya dapat membantu untuk memperoleh data yang berupa rekaman, foto dan hal penting

lainnya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan validitas. Validitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah validitas intrarater, yakni dengan cara membaca dan meneliti subjek

penelitian secara berulang-ulang sampai mendapatkan data yang dimaksud. Selain itu, digunakan

juga validitas interrater, yaitu dengan cara mendiskusikan hasil pengamatan dengan teman

sejawat, yang dianggap memiliki kemampuan intelektual dan kapasitas sastra (terutama dalam

mengapresiasi) yang cukup bagus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang berupa cergam yang terdapat di dalam buku cergam seri tematik karya Rian F.

Rahman. Cergam tersebut berjudul “Aku dan Kesukaanku, Aku sayang Keluargaku, Aku dan

Lingkunganku.”

Cergam dalam buku seri tematik karya Rian F. Ramhan setelah dibaca secara cermat, kemudian

dianalisis nilai karakter tanggung jawab berdasarkan STPPA Kurtilas Permendikbud.

Semua cerpen tersebut dianalisis dan dideskripsikan sesuai dengan tabel analisis buku cergam.

Deskripsi akan dilakukan dengan menjelaskan kalimat yang mengandung nilai karakter tanggung

jawab.

Tabel 1. Tahu Akan Haknya No. Judul Hal. Jumlah

1. Aku dan Kesukaanku (17) 1

Tabel 2. Menaati Aturan Kelas

No. Judul Hal. Jumlah

1. Aku dan Kesukaanku (10); (17) 2

Tabel 3. Mengatur diri sendiri

No. Judul Hal. Jumlah

1. Aku dan Kesukaanku (1); (3); (4); (7); (10); (12); (17); (22) 8

Tabel 4. Bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri

No. Judul Hal. Jumlah

1. Aku dan Kesukaanku (1); (3); (4); (7); (8); (15); (17) 7

Dalam buku cergam Aku dan Kesukaanku, pengarang membuat cerita tersebut seakan-akan si

anak sedang mendeskripsikan keadaannya sendiri. Anak dalam cerita ini bernama Ali yang

berumur 3 tahun. Ia mendeskripsikan kegiatannya dari bangun tidur hingga sebelum ia berangkat

sekolah. Dalam penyampaiannya, kalimat yang disampaikan Ali banyak mengandung makna bahwa

ia merupakan seorang anak yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

a. Tahu akan Haknya

Aku sarapan sebelum berangkat sekolah. (hal. 17)

320

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Penggunaan teks Aku tersirat bahwa kalimat ini merupakan sebuah pengakuan anak bahwa

dirinya tahu apa yang menjadi haknya. Hak disini merupakan kewenangan anak untuk memberikan

tubuhnya makanan sebagai energi sebelum ia berangkat ke sekolah. Kalimat ini terdapat nilai

karakter tanggung jawab “Tahu akan haknya.”

b. Menaati Aturan

Menaati aturan bukan berarti anak mengikuti peraturan tertulis, tapi mengikuti langkah-

langkah dari sebuah kegiatan juga dapat disebut menaati aturan

Kugerakkan tangan ke kanan dan ke kiri. (hal. 10)

Dalam kalimat itu anak mengetahui aturan dalam berolahraga, ia menggerakan tubuhnya

sesuai dengan gerak-gerak yang ada dalam olahraga tersebut, dan tidak asal-asalan

menggerakannya.

Aku sarapan sebelum berangkat sekolah. (hal. 17)

Dalam teks menjelaskan kebiasaan anak yang selalu sarapan sebelum sekolah, sehingga dapat

dikatakan kebiasaan ini merupakan aturan untuk melakukan sesuatu sebelum melakukan kegiatan

yang lain.

c. Mengatur Diri Sendiri

Anak bernama Ali ini juga memperlihatkan bahwa ia dapat mengatur dirinya sendiri

sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut ini:

Namaku Ali. Umurku 3 tahun. (hal. 1)

Kalimat tersebut merupakan kalimat yang mengandung nilai karakter tanggung jawab. Hal

tersebut tercermin dari sikap Ali yang berani menyampaikan siapa nama dan berapa umurnya.

Melihat kesesuaian dengan ilustrasinya, anak mengangkat tangannya dan memperkenalkan dirinya,

dimana ia menjadi pusat perhatian merupakan sebuah kepercayaan diri, dan keberanian yang

tersirat.

Aku sangat suka masakan ibu (hal. 22)

Kalimat diatas menggambarkan anak sebagai anak yang terbuka, ia mampu mengatur dirinya

sendiri untuk mengugkapkan perasaannya terhadap apa yang didapatkannya.

d. Bertanggungjawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri

Anak bernama Ali dalam buku berjudul Aku dan Kesenanganku juga digambarkan bahwa ia

adalah anak yang bertanggungjawab atas perilakunya demi kebaikan dirinya sendiri.

Namaku Ali. Umurku 3 tahun. (hal. 1)

Pengenalan anak bernama ali ini diilustrasikan sebagai anak yang pemberani, hal ini tercermin

dari kalimat yang diungkapkannya. Selain itu, kenapa anak berani mengawali pembicaraan dengan

memperkenalkan diri karena anak mengetahui manfaat baik bagi dirinya secara sosial bahwa

dengan menjadi terbuka, anak menjadi mudah untuk berteman dengan siapapun.

Sebelum mandi, aku olahraga sebentar. (hal. 7)

Olahraga membuatku sehat dan kuat. (hal. 8)

Dengan mengetahui kebaikan untuk dirinya sendiri, seperti menjaga kesehatan dengan

melakkukan olahraga sehingga melakukan olahraga pun secara sukarela.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil kesimpulan dari pembahasan analisis pada buku cergam seri tematik karya

Rian F. Rahman dengan judul ‘Aku dan Kesenanganku. Nilai karakter tanggung jawab dalam buku

tersebut tersirat didalam teks dan ilustrasi, sehingga untuk mengetahuinyaperlu dipahami dan

dicermati. Nilai-nilai karakter tanggungjawab yang terdapat dalam buku tersebut yakni: 1) Tahu

akan haknya; 2) Menaati aturan; 3) Mengatur diri sendniri; dan 4) Bertanggungjawab untuk

kebaikannya sendiri. Nilai karakter tanggungjawab tersebut diambil dari STPPA Permendikbud

untuk anak usia 5-6 tahun. Pada penelitian ini terdapat nilai tahu akan haknya dengan jumlah 1

321

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

data, menaati aturan dengan jumlah 2 data, mengatur diri sendiri dengan jumlah 8 data, dan

bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri dengan jumlah 7 data.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, N. (2006). Elementary Children's Literature. Boston: Pearson Education

Ariningsih, N. P. P., Lestari, N. P. E. B., & Pradnyanita, A. S. I. (2020). Perancangan Buku Cerita

Bergambar Menjaga Kebersihan Kuku Bagi Anak Usia Sekolah Dasar Di Denpasar. Jurnal

Selaras Rupa, 1(1), 55-72.

Doonan, J. (1993). Looking at pictures in picture books. Stroud: Thimble Press

Ilyasa, N. (2019). Peran Paus Fransiskus dalam hubungan Amerika Serikat dan Kuba.

Junaid, S. (2017). Children’s Literature in Empowering Children Character Building. Vol 4 (1),

hlm. 109 – 125

Nanda, E. S., & Hayati, Y. (2020). Struktur dan Nilai Sosial dalam Dongeng Cinderella dan Cerita

Putri Arabella: Kajian Sastra Bandingan. Lingua Susastra, 1(1), 10-22.

Nodelman, P., & Reimer, M. (2003). The pleasures of children’s literature. Boston: Allyn and

Baco.

PERC (Political and Economic Risk Consultancy) (2018) [Online] Tersedia di :

http://asiarisk.com/subscribe/dataindx.html

Permendikbud No. 137 Tahun 2014 Tentang Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia

Dini

Rahiem, M. D., & Widiastuti, F. (2020). Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal

Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 36-50.

Sobari, H. (2019). Pengaruh Media Buku Cerita Bergambar Seri Pendidikan Karakter terhadap

Peningkatan Karakter Jujur pada Anak Usia Dini. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia

Kampus Tasikmalaya, TAsikmalaya

Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: as@-prima

322

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

DASAR KEBUTUHAN PENGEMBANGAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI PADA SAINS UNTUK MENGOPTIMALKAN

KETERAMPILAN MENANYA ANAK USIA DINI Fitri Ani Ramadhanti*, Edi Hendri Mulyana2, Elan3.

PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Abstract

Background research by children's knowledge in the concept of science learning in learning activities provided

by teachers who do not attract children's interest in taking part in learning and children's meeting

relationships to be actively involved. The aim of the researcher is to develop a plan for science learning

activities to optimize children's questioning skills. Research is a type of development research with reference to

the opinion of McKenney and Reeves, namely the EDR method. The product developed is a science-oriented

learning program to optimize early childhood skills. The results of the study show that the basic need for a plan

of learning activities that is oriented towards improving questioning skills as expected in the Minister of

Education and Culture of creativity Number 81a (2013.hlm.6) namely "developing, curiosity, the ability to

formulate questions to form critical thoughts that need to be to live smart and lifelong learning ”. Can create a

design plan of learning activities oriented to computerized science with the main components in the lesson plan

and developed to improve the skills of children.

Keywords: Science learning activities, questioning skills

Abstrak

Penelitian di latar belakangi oleh kurangnya pengetahuan anak dalam konsep pembelajaran sains dalam

kegitan pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat anak untuk mengikuti pembelajaran dan

kurang memberi kesempatan anak untuk terlibat aktif. Tujunan peneliti untuk mengembangkan rencana

kegiatan pembelajaran sains untuk mengoptimalkan keterampilan menanyan anak. Penelitian termasuk

jenis penelitian pengembangan dengan mengacu pada pendapat McKenney dan Reeves yaitu metode EDR.

Produk yang dikembangkan yaitu rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains untuk

mengoptimalkan keterampilan menanyan anak usia dini. Hasil penelitian bahwa dasar kebutuhan akan

perlunya merancang rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada untuk mengoptimalkan

keterampilan menanya sesuai dengan yang harapkan dalam permendikbud Nomor 81a (2013. hlm.6) yakni

“mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk

pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat”. Dapat disimpulkan rancangan

rencana kegiatan pembelajaran berorientasi sains disesuaikan dengan komponen utama dalam pembuatan

rencana pelaksanaan pembelajaran dan dikembangkan untuk mengoptimalkan keterampilan menanya

anak.

Kata Kunci: Kegiatan belajar sains, keterampilan menanya

PENDAHULUAN

Kurikulum pedoman pengembangan program pembelajaran di Taman Kanak-kanak

(TK)/Raudhatul Athfal (RA), Merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang sesuai dengan

UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD)

adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang

lebih lanjut.

Terdapat berbagai kemampuan anak dalam bidang kognitif yang harus dikembangkan mulai

dari konsep bentuk, warna, ukuran, bilangan, lambang bilangan, huruf dan sains. Kompetensi dasar

yang harus dimiliki anak dalam bidang sains adalah mampu mengenal berbagai konsep sederhana

yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang di alaminya.

323

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

No.58 Tahun 2009 tentang perkembangan pengetahuan umum dan sains di TK/RA pada umumnya

sudah mampu mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. Seperti, mencoba dan

menceritakan apa yang terjadi jika warna di campurkan, benda di masukkan ke dalam air (terapung

dan tenggelam), mencoba dan membedakan bermacam-macam rasa, bau dan suara. Pengalaman

belajar yang diperoleh anak dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen

yang berlangsung secara berulangulang, termasuk stimulasi yang akan mempengaruhi seluruh

potensi dan kecerdasan anak. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak

dalam masa tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan

usia, kebutuhan dan minat anak.

Pada hakikatnya sains sangat berhubungan langsung dengan anak melalui proses-proses alam

yang terjadi disekeliling anak. Pengenalan tentang sains hendaknya dilakukan sejak usia dini

dengan kegiatan yang menyenangkan dan melalui pembiasaan agar anak mengalami proses sains

secara langsung. Hal itu dilakukan agar anak tidak hanya mengetahui hasilnya saja tetapi juga dapat

mengerti proses dari kegiatan sains yang dilakukannya. Sains memungkinkan anak untuk

melakukan eksperimen (percobaan), yang di maksud dalam hal ini bukanlah suatu proses yang

rumit yang harus dikuasai anak untuk memahami konsep tentang suatu hal melainkan pada

bagaimana mereka dapat mengetahui cara atau proses terjadinya sesuatu dan mengapa sesuatu

dapat terjadi.

Metode-metode pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan

sains anak merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan

tidak selamanya berfungsi secara memadai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode yang

akan dipergunakan dalam program kegiatan anak di TK/RA guru perlu mempunyai alasan yang

kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti: karakteristik tujuan

kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Metode yang digunakan untuk meningkatkan sains

anak adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan motivasi, rasa ingin tahu,

dan mengembangkan imajinasi.

Dalam mengembangkan sains anak,metode yang dipergunakan mampu mendorong anak

mencari dan menemukan jawabannya, membuat pertanyaan yang membantu memecahkan masalah, memikirkan kembali, membangun kembali, dan menemukan hubungan-hubungan baru.

Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan

berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti

pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang

memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based

learning, problembased learning, inquiry learning (Permendikbud 103 Tahun 2014).

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada peserta didik untuk

mengetahui, memahami, mempraktikkan apa yang sedang dipelajari secara ilmiah. Oleh karena itu,

dalam proses pembelajaran diajarkan agar peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber

melalui mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengelola informasi dan

mengomunikasikan (Hapsari, & Nurcahyanto, 2016; Rhosalia, 2017).

Berdasarkan observasi yang peneliti lakuan di beberapa sekolah dan secara faktual, kegiatan

pembelajara di RA At- Taufiq yang sudak menggunakan pendekatan saintifk. Pada tanggal 3

Februari 2020 di RA At-Taufiq, ditemukan bahwa ternyata masih banyak anak yang kurang

berkonsentrasi penuh terhadap kegiatan pembelajaran sains yang diberikan guru dan kurangnya

minat anak unuk mengajukan pertanyaan. Adapun kurangnya pengetahuan anak dalam konsep

pembelajaran sains dikarenakan kegitan pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat

anak untuk mengikuti pembelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung kurang memberi

kesempatan pada anak untuk terlibat aktif. Selain itu pembelajaran sains yang di terapkan belum

seutuhnya mengacu pada pembelajaran PAUD yang mana pembelajaran dilakukan sambil bermain

karena dunia anak adalah dunia bermain. Pembelajaran sains di TK/RA pun melibatkan anak pada

324

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

proses pembelajaran secara langsung, sehingga anak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan

tentang kegiatan proses sains tersebut dan akan lebih menarik bagi anak karena ia terlibat langung

dalam kegiatannya.

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengembangkan rencana kegiatan pembelajaran

berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini.

Tujuan dari artikel ini yakni Mendeskripsikan kebutuhan dasar Rencana Kegiatan Pembelajaran

Berorientasi Sains Subtema Air Untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini.

PEMBAHASAN

Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Anwar & Harmi, 2011) menjelaskan bahwa perencanaan

pembelajaran mencakup tiga pengertian berikut. 1) Suatu proses persiapan sistematik mengenai

kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 2)Suatu cara untuk

mencapai tujuan sebagik-baiknya dengan sumber yang ada secara efisiien dan efektif. 3)Penentuan

tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana, dan oleh siapa.

Oleh karena itu peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajatan berorientasi pada

sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Dalam hal ini

peneliti mengambil tema alam semestan dan subtema jenis benda alam yaitu air, dengan

mengambil permaina “Telur yang terapung, melayang dan tenggelam” dimana peneliti

mengembangkan rencana kegiatan pembeajaran berotientasi pada sains untuk mengoptimalkan

ketempilan menanaya anak usia dini.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian berbasis pengembangan yaitu EDR

(Educational Design Research). Desain penelitian merupakan suatu teknik atau pedoman dalam

merencanakan penelitian yang berguna sebagai panduan atau acuan untuk membangun strategi

atau langkah yang menghasilkan model penelitian.

Namun penelitian ini tidak sampai pada tahap terakhir karena terkendala dengan adanya

Coronovirus Disease-2019 (Covid 19) sehingga peneliti tidak mengambil data ke sekolah yang

semula akan diujicobakan pada anak kelompok B. Subjek dan sumber data penelitian merupakan

Kelompok B RA At-taufiq Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data yaitu

observasi, wawancara, dokumentasi, dan expert judgement. Instrumen menggunakan validasi ahli

desain, untuk variabel rancangan rencana kegiaan pembelajaran berorientasi sains subtema air.

Pengolahan data dengan data reduction, data display, conlusion drawing/verification (penarikan

kesimpulan/verifikasi).

Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah analisis dan eksplorasi, peneliti melakukan

analisis masalah serta mengeksplorasi masalah melalui studi pendahuluan ke RA At-taufiq dengan

obsevasi, serta wawancara terhadap penelitian untuk mengidentifikasi masalah yang ada, terutama

di RA At-Taufiq Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya.

a. Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai komponen-komponen

dalam pembuatan rancangan rencana kegiatan pembelajaran. Tjokroamidjoyo (dalam Anwar &

Harmi, 2011) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran mencakup tiga pengertian

berikut. 1) Suatu proses persiapan sistematik mengenai kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 2)Suatu cara untuk mencapai tujuan sebagik-

baiknya dengan sumber yang ada secara efisiien dan efektif. 3)Penentuan tujuan yang akan

dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana, dan oleh siapa. Muliyani, dkk.

(2017) menyatakan bahwa proses pembelajaran sains yang ideal ialah menggunakan

metode eksperimen dimana pola interaksi siswa dengan materi berupa pengalaman belajar

langsung. Selain itu untuk menilai baik tidaknya kualitas suatu pembelajaran, dapat dilihat

325

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dari stategi pembelajaran yang digunakan mengunakan model atau metode dalam proses

belajar mengajar akan mempengaruhi proses pembelajaran itu sendiri. Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh upaya sadar untuk menyelidiki, menentukan,

dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai aspek realita di alam manusia. Aspek-aspek

tersebut dibatasi untuk menghasilkan formula yang pasti. Ilmu memberikan kepastian untuk

membatasi ruang lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu yang dipeoleh dari keterbatasan.

Sains pada pendidikan anak usia dini dapat mendorong anak untuk mengeksplorasi

lingkungan dan merefleksikannya dengan melakukan pengamatan dan penemuan. Pada

dasarnya sains bukan merupakan pendekatan yang ditemukan dari pengalaman,

melainkan bagian dari sebuah pendekatan terpadu yang sedang berlangsung dimana anak

berfikir dan membangun dasar pemahaman tentang dunianya. Maka dari itu peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajatan berorientasi pada sains

subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Dalam hal ini peneliti

mengambil tema alam semestan dan subtema jenis benda alam yaitu air, dengan mengambil

permainan “Telur yang terapung, melayang dan tenggelam” dimana peneliti mengembangkan

rencana kegiatan pembeajaran berotientasi pada sains untuk mengoptimalkan ketempilan

menanaya anak usia dini.

Nurul (dalam Marjan, 2014) menyebutkan bahwa pembelajaran berpendekatan saintifik

merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah dan inkuiri, dimana siswa

berperan secara langsung baik secara individu maupun kelompok untuk menggali konsep dan

prinsip selama kegiatan pembelajaran, sedangkan tugas guru adalah mengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksi terhadap konsep dan prinsip yang didapatkan

siswa.

Adapun menurut Nasution (dalam Hosnan, 2014) yang menyatakan bahwa “pendekatan

saintifik atau yang bisa disebut dengan pendekatan ilmiah dipandang paling cocok dalam

pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik”.

Komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan saintifik (Musfiqon

& Nurdyansyah, 2015) yaitu:

1) menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (foster a sense of

wonder) ;

2) meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation);

3) melakukan analisis (push for analysis); dan

4) berkomunikasi (require communication).

Dari keempat komponen tersebut dapat dijabarkan ke dalam lima praktek pembelajaran yaitu:

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengomunikasikan. Dalam

hal ini peneliti hanya difokuskan pada keteampilan menanya anak.

Dalam Permendikbud Nomor 81a (2013) yakni “mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,

kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup

cerdas dan belajar sepanjang hayat”.

Menurut Daryanto (2014), keterampilan bertanya bertujuan untuk: 1) merangsang

kemampuan berpikir siswa; 2) membantu siswa dalam belajar; 3) mengarahkan siswa pada tingkat

interaksi belajar yang mandiri; 4) meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan kemampuan

berpikir tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi; 5) membantu siswa dalam mencapai tujuan

pelajaran yang dirumuskan. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara

siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan

orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya

b. Studi Pendahuluan

326

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis masalah dan mengeksplorasi masalah, untuk

analisis dan eksplorasi peneliti melakukan studi pendahuluan. Eksplorasi merupakan aktivitas

penjelajahan lapangan memperoleh pengetahuan ditempat tersebut. Kegiatan eksplorasi yang

peneliti lakukan adalah mendatangi sekolah untuk melihat langsung kegiatan Pembelajaran di RA

At-Taufiq Kecamatan Cibeureum kota Tasikmalaya mulai dari kegiatan awal samapai kegiatan

penutup. Lalu peneliti melakukan tahap wawancara kepada kepala sekolah dan guru pamong

kelompok B mengenai Rancangan Rencana Kegiatan Pemberlajaran Sains disekolah tersebut serta

melakukan studi dokumentasi dengan mencari tahu mengenai format rancangan Rencana Kegiatan

Pemberlajaran Sains di sekolah tersebut. Peneliti memperoleh informasi bahwa permasalahan yang

dialami karena ternyata masih banyak anak yang kurang berkonsentrasi penuh terhadap kegiatan

pembelajaran sains yang diberikan guru. Adapun kurangnya pengetahuan anak dalam konsep

pembelajaran sains dikarenakan metode pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat

anak untuk mengikuti pembelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung kurang memberi

kesempatan pada anak untuk terlibat aktif dalam bertanya ataupun dalam kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya peneliti melakukan analisis. Analisis merupakan kegiatan untuk mencari informasi

terhadap data yang dibutuhkan. Sebagai pendukung peneliti juga melakukan kajian literatur

dengan mencari, membaca dan mempelajari penelitian-penelitian sebelumnya serta sumber-

sumber data yang dibutuhkan yaitu mengenai rancangan kegiatan pembelajaran sains dan

keterampilan saintifik.

Berdasarkan permasalahan yang telah di eksplorasi, mendorong peneliti untuk mencari solusi

pemecahan masalah. Solusi dari permasalahan tersebut yang menjadi prakiraan peneliti yaitu

melakukan pengembangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi sains pada subtema air

untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini.

Menurut Al-Tabany (2014), Mengembangkan Kreativitas Guru dalam Membuat Kegiatan,

rencana kegiatan menjadi aspek teknis bagi seriap guru dan menjadi instrumen pembelajaran yang

memudahkan sekaligus mengingatkan tentang apa saja yang ingin dilakukan dalam setiap

pembelajaran yang di lakukan. Sebab itu, kedalaman wawasan, kreativitas dan inovasi setiap guru

dapat dilihat dalam rencana kegiatan pembelajaran yang disusun.

SIMPULAN

Kegiatan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki

kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains sehingga

anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya

dengan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa dasar kebutuhan akan perlunya merancang rencana kegiatan

pembelajaran berorientasi pada untuk mengoptimalkan keterampilan menanya sesuai dengan yang

harapkan dalam Permendikbud Nomor 81a (2013) yakni “mengembangkan kreativitas, rasa ingin

tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat”. Keterampilan bertanya bertujuan untuk: 1) merangsang

kemampuan berpikir siswa; 2) membantu siswa dalam belajar; 3) mengarahkan siswa pada tingkat

interaksi belajar yang mandiri; 4) meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan kemampuan

berpikir tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi; 5) membantu siswa dalam mencapai tujuan

pelajaran yang dirumuskan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rancangan rencana

kegiatan pembelajaran berorientasi sains disesuaikan dengan komponen utama dalam pembuatan

rencana pelaksanaan pembelajaran dan dikembangkan untuk mengoptimalkan keterampilan

menanya anak.

DAFTAR PUSTAKA

327

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Al-Tabany, T. I. B. (2014). Mendesain model pembelajaran inovatif, progresif dan kontekstual. Jakarta: Prenamedia Group.

Anwar & Harmi. (2011). Perencanaan sistem pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung : Alfabeta.

Daryanto. (2014). Pembelajaran pendekatan saintifik kurikulum 2013. (cetakan pertama). Yogyakarta: Gava Media.

Hapsari, S. I., & Nurcahyanto, E. (2016). Evaluasi Penerapan ICT dalam Mendukung Keterampilan

Saintifik pada Pembelajaran Tata Surya. Unnes Science Education Journal, 5(3).

Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21. Bogor: Ghaia Indonesia.

Marjan. (2014). Pengaruh Pembelajaran pendekatan saintifik terhadap hasil belajar biologi dan keterampilan proses sains siswa Ma Mu’allimat Nw Pancor Selong Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia. 2 (1).

Musfiqon & Nurdyansyah (2015). Pendekatan pembelajaran saintifik. Sidoarjo: Nizamia learning Center.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 Tahun 2009 tentang perkembangan pengetahuan umum dan sains di TK/RA

Permendikbud 81a. Tahun 2013 tentang Pendekatan dan Strategi Pembelajaran. Permendikbud Nomor 81 a tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Rhosalia, L. A. (2017). Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) Dalam Pembelajaran Tematik

Terpadu Kurikulum 2013 Versi 2016. JTIEE (Journal of Teaching in Elementary

Education), 1(1), 59-77.

UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 tentang Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD).

328

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

PENGEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

Wini Purwani Nurantika1, Lutfi Nur2, Heri Yusuf Muslihin3

Afiliasi PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

The golden period of early childhood starts from 0-7 years, in this period the child's development develops very

quickly and will determine the subsequent development. At this time all activities must be associated with

play, because play is the world of children. Play has an important role for children to foster physical motor,

social, language, andd emotional aspects. Traditional games also have the characteristics of using facilities

without having to buy, involving many children, and the game also has rules. This research uses literature

review method. Through traditional games children are able to create social development because with this

traditional game children are able to develop empathy for their friends, able to work together, able to interact

socially, able to obey the rules and be able to respect others.

Keywords: Traditional Games, Social Skills, Early Chilhood

Abstrak

Periode emas anak usia dini dimulai dari 0-7 tahun, pada periode ini perkembangan anak berkembang

sangat cepat dan akan menentukan pada perkembangan selanjutnya. Pada masa ini segala aktifitasnya

harus dikaitkan dengan bermain, karena bermain adalah dunia anak. Bermain memiliki peranan penting

bagi anak untuk menumbuhkan aspek fisik motorik, sosial, bahasa, emosional. Permainan tradisional juga

memiliki karakteristik menggunakan fasilitas tanpa harus membeli, melibatkan banyak anak, dan

permainannyapun memiliki aturan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan pengembangan

sosial anak usia dini melalui permainan. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka. Melalui

permainan tradisional anak mampu menciptakan perkembangan sosial karena dengan permainan

tradisional ini anak mampu mengembangkan sipat empati kepada teman-temannya, mampu kerja sama,

mampu berinteraksi sosial, mampu mentaati peraturan dan mampu menghargai orang lain.

Kata kunci: Permainan Tradisional, Kemampuan Sosial, Anak Usia Dini

PENDAHULUAN

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan

dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini proses pertumbuhan dan

perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang

perkembangan hidup manusia Berk (dalam Sujiono, 2013: 6).

Oleh karena itu, pada rentang usia kritis dan strategis dalam proses pendidikan dapat

mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya. Periode ini juga merupakan

periode yang kondusif untuk mengembangkan aspek fisik motorik, emosi, sosial emosional, dan

bahasa. Bermain merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan bagi anak usia dini, dengan bermain

anak akan mendapatkan kebebasan dan keceriaan.

Wijayanti (2014, hlm. 51) menyatakan bahwa anak merupakan pembelajar yang alamiah,

mereka akan belajar efektif apabila kegiatan dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan, tanpa

paksaan. Anak akan melakukan interaksi sosial mulai dari lingkungan keluarga terutama pada ayah,

ibu, dan saudaranya. Namun seiring dengan perkembangannya anak semakin ingin berinteraksi

dengan lingkungan yang lebih luas, seperti di lingkungan sekolah maupun di lingkungan

masyarakat.

Pada masa anak usia dini (0-7 tahun) ini merupakan masa paling potensial untuk belajar,

pada masa ini disebutkan masa golden age, masa usia emas karena pada masa ini pembelajaran

apapun yang di terapkan pada anak, anak akan mengikutinya dan akan diserap hingga ia dewasa

bahkan hingga ia tua. Maka dari itu, pada masa ini anak harus benar-benar dibekali dengan

pengalaman-pengalaman yang baik, harus di edukasi dengan cara yang benar dan tepat.

329

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Dunia permainan anak berkembang sesuai dengan peradaban global, yang tadinya anak

bermain dengan melalui bahan dan benda dari alam, sekarang beralih ke alat dan bahan yang

moderen. Pemilihan permainan yang sesuai dengan tujuan aspek pencapaian kecakapan hendaknya

menjadi tujuan utama bagi guru maupun orang tua.

Permainan tradisional merupakan salah satu alternatif yang kaya akan nilai budaya namun

saat ini tidak adanya pelestarian. Dengan permainan tradisional ini anak tidak harus di fasilitasi

dengan permainan harga mahal, berbahan dasar import, namun dengan alat dan bahan bekas,

murah juga bisa menjadi media bagi anak-anak untuk bermain secara menyenangkan dan mampu

mengembangkan kemampuan sosial anak.

Escobar (2001) menunjukan bahwa budaya tradisional selalu terpinggirkan ketika

berhadapan dengan globalisasi karena globalisasi sendiri memiliki kemampuan yang sangat besar

untuk mengusir budaya lokal khususnya permainan tradisional yang sudah ada sejak jaman dahulu.

Para penelitipun sudah memahami bahwa globalisasi sangat berpengaruh pada punahnya

permainan tradisional.

Musyarofah (2017, hlm. 101) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan

pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk

menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Kematangan sosial anak

akan mengarah pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil dalam mengembangkan

hubungan sosialnya.

Tilaar (2002) mengatakan dalam budaya global diperlukan pendidikan yang dapat

mempersiapkan manusia-manusia beridentitas lokal dengan visi global untuk membangun dunia

bersama. Untuk itu, anak indonesia memerlukan identitas bangsa yaitu gotong royong yang dapat

diberikan melalui dengan permainan tradisional. Dengan permainan tradisional ini anak akan

mendapatkan aspek perkembangan sosial yang baik maka identitas kebersamaan dan kegotong

royongan dapat terwujud.

PEMBAHASAN

1. Hakikat Anak Usia Dini

Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak

memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang lain, mereka selalu

aktif, dinamis, antusias dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang dilihat, didengar,

dirasakan. Dan mereka seolah-olah tidak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak

bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan mahluk sosial, unik,

kaya akan fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling

potensial untuk belajar Sujiono (2013, hlm. 6).

Sejalan dengan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak adalah manusia kecil yang

jika dikembangakan aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik mkotoriknya dengan baik

maka akan menjadi bekal yang baik pula bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini

merupakan masa usia emas yang akan mempengaruhi masa usia selanjutnya sehingga

diperlukan upaya pembinaan yang tepat sehingga dikemudian hari anak mampu

mengembangkan potensinya secara baik.

2. Pengembangan Kemampuan Sosial Anak

Musyarofah (2017, hlm. 104) perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung

secara bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan sederhana menjadi kemampuan

yang lebih kompleks. Perkembangan merupakan proses perubahan atau peningkatan sesuatu

kearah yang komplek dan bersifat psikis, Harlock (2000, hlm. 250) mengatakan bahwa

perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan

sosial. Sejalan dengan pendapat diatas Allen & Marotz (2010, hlm. 31) mengatakan bahwa

330

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

perkembangan sosial adalah area yang mencakup perasaan dan mengacu pada perilaku dan

respon individu terhadap hubungan mereka dengan individu lain. Dalam artian perkembangan

sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.

a. Proses perkembangan sosial anak

Anak bukanlah orang dewasa dalam ukurankecil. Oleh karena itu, anak harus

diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Sebagai contoh, banyak

orang tua yang memperlakukan anaknya tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya

sekalipun itu memaksa anak. Di sekolah juga, guru sering memberikan tekanan tidak

sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Menurut Harlock (2000, hlm. 251) untuk mencapai perkembangan sosial dan

mampu bermasyarakat, seorang individu memerlukan tiga proses, proses tersebut

berkaitan, apabila ada kegagalan pada satu proses ini, maka akan menghambat pada

proses yang lainnya. Ketiga proses itu adalah sebagai berikut:

1) Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial.

Setiap kelompok sosial mempunyai standar masing-masing bagi para

anggotanyamengenai perilaku yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam suatu

kelompok sosial, seorang anak harus mengetahui perilaku seperti apa yang dapat

diterima. Sehingga mereka dapat berprilaku sesuai dengan patokan yang dapat

diterima.

2) Belajar memainkan peran sosial yang dapat diterima.

Setiap kelompok sosial memiliki pola peran sosial yang telah ditentukan oleh para

anggotanya. Pola kebiasaan tersebut tentu harus dipatuhi oleh setiap anggota

kelompok. Sebagai contoh kecil misalnya kesepakatan bersama untuk kebiasaan

dikelas anatara guru dan murid.

3) Perkembangan proses sosial

Untuk bersosialisasi dengan baik, anak harus menyukai orang dan kegiatan sosial

dalam kelompok, jika mereka dapat melakukannya, maka mereka akan dengan

mudah menyesuaikan diri dan dapat diterima sebagai anggota kelompok sosial

mereka tempat mereka bergabung.

b. Dampak Anak yang Mengalami Hambatan dalam Perkembangan Sosial

1) Anak tidak dapat menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan

tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja

sama.

2) Kematangan sosial anak tidak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih

mandiri dan terampil dalam mengembangkan hubungan sosialnya.

3) Tidak akan memiliki kemampuan mengenal lingkungan sekitar, mengenal alam,

mengenal lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial

budaya yang ada di sekitar anak dan mampu mengembangkan konsep diri, sikap

positif terhadap belajar, memiliki kontrol diri yang baik, serta memiliki rasa empati

pada orang lain.

3. Permainan Tradisional

Permainan (play) merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk

kegiatan itu sendiri Santrock (2002). Menurut teori psikoanalitik oleh sigmund Freud, peran

bermain dalam perkembangan anak adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik, coping

terhadap frustasi. Sedangkan menurut teori kognotof oleh Piaget, peran bermain dalam

331

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

perkembangan anak adalah untuk mempraktikan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep

serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Sedangkan menurut teori Bateson, peran

bermain dalam perkembangan anak adalah untuk memajukan kemampuan memahami

berbagai tingkatan makna Bateson (1942).

Permainan tradisional merupakan salah satu aset budaya, yang mana permainan tradisional

ini sangat beragam. Selain macam-macam permainannya yang beragam, manfaat permainan

tradisionalpun sangat beragam, salah satunya bagi sosial anak. Karena permainan tradisional

ini hampir 80% dilakukan diluar ruangan maka secara otomatis membuat anak-anak berbaur

dengan lingkungan sekitar terutama dengan tematemannya.

Permainan tradisional adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari masyarakat.

Umunya permainan tradisional ini diwarisi dari generasi ke generasi, secara tradisional

dimainkan dan diperagakan dengan menggunakan beberapa alat khusus Basri (2018). Pada

masa-masa sebelumnya permainan tradisional adalah salah satu hiburan komunitas yang

menciptakan kegembiraan bersama setelah selesai bekerja. Namun saat ini permainan

tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Permainan tradisional mencerminkan

ekspresi budaya sebagai jembatan untuk membangun pemahaman yang lebih baik Boro, dkk

(dalam Basri, dkk, 2018, hlm 12).

Permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan

permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia atau

anak-anak dengan tujuan mendapatkan kegembiraan Danandjaja (dalam Misbach, 2006).

Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai asset budaya,

sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahanakan keberadaannya dan

identitasnya di tangah kumpulan masyarakat yang lain.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode kajian pustaka dapat disimpulkan

bahwa permainan tradisional sangat berperan penting bagi aspek perkembangan anak terutama

aspek sosial, karena dengan permainan tradisional ini anak mampu bergabung bersama teman

sebayanya, beda halnya dengan anak yang bermain hanya dirumah saja, anak yang bergaul

bersama lingkungan sekitar maka akan menghasilan sebuah perkembangan anak yang sangat baik..

Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan pengembangan sosial anak usia dini melalui

permainan tradisional. Melalui permainan tradisional anak mampu menciptakan perkembangan

sosial karena dengan permainan tradisional ini anak mampu mengembangkan sipat empati kepada

teman-temannya, mampu kerja sama, mampu berinteraksi sosial, mampu mentaati peraturan dan

mampu menghargai orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, dkk. (2018). The Unsustainability of Kalego Tradisional Game Among Muna Community of Watopute District. Asian Social Science; Vol. 14, No 2. Hlm 12-17. Bateson, G., & Mead, M. (1942). Balinese char- acter: A photographic analysis. New York: New York Academy of Sciences. Escobar, A. (2001). Culture Sits in Places: Reflections on Globalism and Subaltern Strategies of Localization. Political Geography, 20, 139-174. https://doi.org/10.1016/S0962-6298(00)00064-0 Harlock, Elizabeth. (1978).Child Development (terj. Med Meitasari Tjandrasa). New York: Mc Graw Hill

332

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Misbach. (2006). Peran Permainan Tradisional yang Bermuatan Edukatif dalam Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa. Jurusan Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Musyarofah.(2017). Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini Di Taman Kanak- Kanak ABA IV Mangli Jember Tahun 2016. Interdisciplinary journal of communication. Vol, 2. No. 1 Santrock, J. W. (2002). A Topical approach to life-span development. Jakarta: Erlangga. Sujiono, N.(2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks Tilaar,H.A.R.2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo. Wijayanti, R.(2014). Permainan Tradisional Sebagai Media Pengembangan Kemampuan Sosial Anka. Cakrawala Dini. Vol, 5. No. 1 https://ejournal.upi.edu/index.php/cakrawaladini/article/view/10496/6483

333

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tingkat Perkembangan Gerak Lokomotor

Melalui Aktivitas Ritmik di TK Pertiwi Erma Rahmatilah1, Heri Yusuf Muslihin2, Lutfi Nur3

Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Locomotor motion is the basic motion that becomes the foundation for development and introduction to children, especially early childhood. Which includes basic movements, namely walking, running, jumping, and landing. Locomotor motion can be developed in various ways, one of which is by doing rhythmic activities. Rhythmic activity here develops locomotor motion in the aspect of stepping, jumping and jumping according to the rhythm. The method used by researchers is quantitative descriptive method to describe the development of locomotor motion through rhythmic activity. The results showed an increase, namely that more children initially had a Start of Development (MB) assessment then increased to Very Well Developed (BSB) Keywords : locomotor motion, rhythmic activity Abstrak Gerak lokomotor merupakan gerak dasar yang menjadi fondasi untuk dikembangkan dan dikenalkan pada anak terutama usia dini. Yang termasuk gerak dasar yaitu berjalan, berlari, meloncat, dan mendarat. Gerak lokomotor bisa dikembangkan melalui berbagai cara, salah satunya dengan melakukan aktivitas ritmik. Aktivitas ritmik disini mengembangkan gerak lokomotor dalam aspek melangkah, melompat, dan meloncat yang sesuai dengan irama. Metode yang digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kuantitatif untuk mendeskripsikan perkembangan gerak lokomotor melalui aktivitas ritmik. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan yaitu lebih banyak anak yang awal mulanya memiliki penilaian Mulai Berkembang (MB) kemudian meningkat menjadi Berkembang Sangat Baik (BSB). Kata Kunci: Gerak Lokomotor, Aktivitas Ritmik.

PENDAHULUAN

Gerak lokomotor memiliki peranan penting dalam pembelajaran jasmani untuk membantu

perkembangan anak, terutama pada aktivitas fisik yang menuntut perpindahan tempat atau titik

berat badan seperti lari, lompat, dan lainnya (Nugroho, 2012). Kuryanto (2019) menjelaskan lebih

dalam bahwa gerak lokomotor ini digunakan dalam aktivitas permainan tradisional di playground.

Sejalan dengan Candra (2018) bahwa gerak lokomotor ini meruapkan modal untuk melakukan

aktivitas hasil belajar agar mencapai peningkatan yang bermakna. Hal ini bermakna pula bahwa

aktivitas gerak lokomotor berpengaruh terhadap kemampuan fisik dan mental anak. Sayangnya,

anak usia dini sering mengalami hambatan atau kesulitan dalam mengikuti kegiatan fisik maupun

kegiatan ritmik yang menuntut kemampuan gerak lokomotor (Santoso, 2013). Pada umumnya

pembelajaran olahraga termasuk didalamnya kegiatan senam. Kadang anak kurang terampil

menirukan gerakan yang baik dan benar (Candra, 2018).

Melihat hal ini maka diharapkan dengan cara melakukan aktivitas senam ritmik mampu

memperbaiki dan meningkatkan proses perkembangan motorik kasar yaitu pada gerak lokomotor

anak (Anggraini, D. D., & Ittari, A., 2016; Marsella, 2020). Senam ritmik memiliki manfaat yang

sangat besar untuk kemampuan gerak lokomotor anak, termasuk pula perkembangan lainnya,

seperti tingkat percaya diri anak (Sihabuddin, Hakim, Syahruddin, 2020; Supriady, 2020). Selain itu,

juga dapat menjadikan guru lebih kreatif dalam aktivitas ritmik lainnya sehingga tecapai semua

perkembangan yang harus dijalani oleh anak. Peneliti bermaksud memamparkan mendeskrpsikan

tingkat perkembangan gerak lokomotor anak.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel

dalam penelelitian ini adalah seluruh anak kelas A di TK Pertiwi sebanyak 29 sampel.

334

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum istilah aktivitas ritmik muncul dalam kurikulum pendidikan jasmani, ada istilah senam

irama, yaitu gerak-gerak senam yang diiringi oleh irama, sehingga hanya sebatas gerak senam

(Suharjana, F, 2010). Selain itu, Aktivitas ritmik dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat

dipergunakan sebagai alat untuk mengembangkan orientasi gerak tubuh, sehingga anak-anak

memiliki unsur-unsur kemampuan tubuh yang multilateral (Febrianta, 2019).

Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 29 sampel, berdasarkan data awal

perkembangan pada aspek gerak lokomotor anak, dapat diketahui bahwa kategori Mulai

Berkembang (MB) berjumlah 79%. Kategori Berkembang Sesuai Harapan berjumlah 10%, kategori

Belum Berkembang (BB) berjumlah 11%.

Berikut tabel data awal perkmbangan gerak lokomotor kelompok A TK Periwi :

Gambar 1. Data awal perkembangan gerak lokomotor

Data hasil akhir perkembangan gerak lokomotor kelompok A sebagai berikut :

Gambar 2. Data Akhir perkembangan gerak lokomotor

Keterangan nilai :

BB MB BSH BSB

1 2 3 4

11%

79%

10% 0%

Data Awal Perkembangan Gerak Lokomotor Anak

BB

MB

BSH

BSB

0% 0%

72%

28%

Data Akhir Perkembangan Gerak Lokomotor Anak

BB

MB

BSH

BSB

335

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Berdasarkan gambar 1.1 dan 1.2, dapat diketahui perkembangan gerak lokomotor anak meningkat.

Melihat fungsinya senam irama mampu menjadikan anak lebih semangat melakukan berbagai

gerakan. Gerak lokomotor anak memang sangat penting untuk kelanjutan hidupnya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa aktivitas ritmik senam irama dapat di TK Pertiwi dapat meningkatkan perkembangan gerak

lokomotor anak dalam aspek melangkah, melompat, dan meloncat.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. D., & Ittari, A. (2016). Peningkatan Keterampilam Motorik Kasar Melalui Kegiatan Tari Binatang pada Anak Kelompok B TK PGRI I Langkap. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, 3(2), 128-137.

Candra, J. (2018). Peningkatan Hasil Belajar Gerak Lokomotor Dengan Pola Pendekatan Bermain SD Al Hanief Kota Bekasi. Jendela Olahraga, 3(1).

Febrianta, Y. (2019). Alternatif menanamkan karakter percaya diri melalui Pembelajaran akTivitas

ritmik. Proceeding of The URECOL, 281-289.

Kuryanto, M. S. (2019). Playground Permainan Tradisional Untuk Mengembangkan Gerak Lokomotor Anak di Era Digital.

Marsella, D. (2020). Peningkatan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Senam Irama Di Paud Anugrah Asiyiyah Kota Bengkulu (Doctoral Dissertation, Iain Bengkulu).

Nugroho, D. A. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Gerak Dasar Lokomotor Melalui Aplikasi Permainan Beregu Pada Siswa Kelas Iii Sd Negeri 1 Gancang Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret belum di cetak.

Sahabuddin, S., Hakim, H., & Syahruddin, S. (2020). Kontribusi motor educability terhadap kemampuan senam ritmik alat simpai pada siswa sekolah dasar. Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian Pembelajaran, 6(2), 449-465.

Santoso, H. A. (2013). Pengembangan Model Permainan Senam Sibuyung Untuk Pembelajaran Aktivitas Ritmik Kelas Iii Sekolah Dasar Nawa Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi I Kartika Kecamatan Kota Kabupaten Kudus (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

Suharjana, F. (2010). Aktivitas ritmik dalam pendidikan jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan

Jasmani Indonesia, 7(1), 16.

Supriady, A. (2020). Tingkat Percaya Diri Atlet Senam Ritmik. Jurnal Kependidikan Jasmani dan Olahraga, 4(1), 38-46.

336

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi keliling Persegi Panjang

Trisa Syarifatul Arifah1, Epon Nur’aeni L2, Akhmad Nugraha3 Program S1 PGSD (Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia)

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract One of the branches of mathematics taught in elementary school is Geometry. Students have started to learn geometry, even from low grade. Based on the results of research conducted, there are still many learning obstacles in the form of miss concepts that students have when learning geometry material. One of the factors causing this is the basic concepts that are not properly taught to students in class. So, with this incorrect concept, geometry is seen as a difficult material. The learning model is one of the supporting processes of the learning process because it contains steps that are in accordance with the concept or subject matter and increases the success rate of learning, reasoning, understanding, knowledge and skills. In line with that, this study aims to determine the effect of the application of the Van Hiele learning model on student learning outcomes in the rectangular circumference material. The data sources obtained were the results of interviews with students and teachers. This study uses a quantitative approach with a quasi experimental method. The instruments used in this study were interviews and tests. The learning implementation is carried out by applying the stages of the Van Hiele learning model, namely (1) Information; (2) Guided Orientation; (3) Excitation; (4) Free Orientation; (5) Integration, and implemented in accordance with what has been prepared in the RPP. Research in the control class with the first experiment using conventional models and the second experiment using the Van Hiele learning model. The results of this study indicate the success can be seen in the increase in student learning outcomes both from each indicator or each stage of learning studied and student learning outcomes. The results on the average value obtained from the students' pre-test results from the control class were 58.13 with moderate criteria. While the average of the students' post-test scores from the control class was 72.89 with high criteria. Then seen from the normal value of the average gain is 0.33 with moderate criteria. While the average value obtained from the pre-test results of experimental students was 61.65 with high criteria. Meanwhile, the average score of the students' post-test results from the experimental class was 89.97 with very high criteria. Then seen from the normal value of the average gain is 0.72 with high criteria. Keywords: mathematics, geometry, perimeter of the rectangle, van hiele theory. Abstrak Salah satu cabang matematika yang diajarkan disekolah dasar adalah Geometri. Geometri sudah mulai dipelajari oleh siswa, bahkan sejak kelas rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masih banyak ditemukan learning obstacle berupa missconcept yang dimiliki oleh siswa ketika belajar materi geometri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah konsep dasar yang kurang tepat diajarkan kepada siswa di kelas. Sehingga, dengan konsep yang kurang tepat tersebut, geometri dipandang menjadi materi yang sulit. Model pembelajaran merupakan salah satu penunjang proses pembelajaran karena memuat tahap-tahap yang sesuai dengan konsep atau materi pelajaran serta meningkatkan tingkat keberhasilan pembelajaran, penalaran, pemahaman, pengetahuan dan keterampilan. Sejalan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan model pembelajaran Van Hiele terhadap hasil belajara siswa pada materi keliling persegi panjang. Sumber data yang diperoleh yaitu hasil wawancara pada siswa dan guru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuanitatif dengan metode eksperimen quasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan tes. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menerapkan tahap-tahap model pembelajaran Van Hiele yaitu (1) Informasi; (2) Orientasi Terpandu; (3) Eksplisitasi; (4) Orientasi Bebas; (5) Integrasi, dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah disusun dalam RPP. Penelitian pada kelas kontrol dengan percobaan pertama menggunakan model konvensional dan percobaan kedua kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Van Hiele. Hasil penelitian ini menunjukkan keberhasilan dapat dilihat meningkatnya hasil belajar siswa baik dari setiap indikator ataupun tiap tahap belajar yang diteliti dan hasil belajar siswa. Hasil pada nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol yaitu 58,13 dengan kriteria sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol adalah 72,89 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33 dengan kriteria sedang. Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 61,65 dengan kriteria tinggi. Sedangkan nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 89,97 dengan kriteria sangat tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,72 dengan kriteria tinggi. Kata Kunci: matematika, geometri, keliling persegi panjang, teori van hiele.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang bersifat ilmu pasti. Sehingga

matematika menjadi dasar ilmu yang memiliki kaitan dengan ilmu lainnya. Matematika

memiliki peranan yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan manusia maka tak

heran jika matematika menjadi ilmu yang wajib dipelajari dalam praktik pendidikan formal

337

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dari mulai tingkat pendidikan dasar, menengah bahkan sampai perguruan tinggi. Sejalan

dengan itu menurut Lidinillah (2011) Pembelajaran matematika memiliki peran penting dalam

pembangunan suatu bangsa melalui penanaman berbagai kemampuan berpikir yang secara

efektif menunjang terhadap kemampuan siswa dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan

perubahan tatanan dunia.

Di sisi lain, matematika dianggap sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap

orang agar dapat beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat dan kemajuan IPTEK. Nur’aeni

(2010), salah satu tujuan Standar Kompetensi kelompok mata pelajaran yang terdapat dalam

KTSP 2007 Tingkat Pendidikan Dasar adalah mengembangkan logika, kemampuan berpikir

logis, dan analisis peserta didik (Depdiknas, 2007 hlm. 88). Sedangkan tujuan yang terdapat

pada SK-MP ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menunjukkan kemampuan berpikir logis,

kritis dan kreatif, memperlihatkan rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan memecahkan

masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Semua bisa dicapai melalui beberapa mata

pelajaran, salah satunya adalah matematika.

Matematika tersusun dari beberapa cabang ilmu yaitu aritmatika, geometri, aljabar,

trigonometri dan kalkulus. Salah satu cabang matematika yang diajarkan disekolah dasar

adalah Geometri. geometri sudah mulai dipelajari oleh siswa, bahkan sejak kelas rendah.

Menurut Nur'aeni dkk (2003) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masih banyak

ditemukan learning obstacle berupa missconcept yang dimiliki oleh siswa ketika belajar

materi geometri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah konsep dasar yang kurang

tepat diajarkan kepada siswa di kelas. Sehingga, dengan konsep yang kurang tepat tersebut,

geometri dipandang menjadi materi yang sulit. Sejalan dengan itu pentingnya geometri

Menurut Ruseffendi dalam (Nur’aeni dkk, 2010) mempelajari Geometri dapat menumbuhkan

dan mengembangkan kemampuan berpikir logis. Pendapat tersebut Sejalan dengan ungkapan

Kennedy (dalam Nur’aeni 2010), bahwa “pengalaman yang didalam mempelajari geometri

dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta

mendukung banyak topik lainnya dalam matematika”.

Permasalahan kesulitan siswa dalam memahami konsep geometri disebabkan oleh faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya proses mengajar dan belajar matematika, yaitu peserta didik,

pengajar, prasarana dan sarana, serta penilaian (Hudoyo dalam Nur’aeni 2010). Kesiapan peserta

didik harus diperhatikan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Diantaranya adalah faktor sikap,

minat, dan kondisi fisiologisnya. Sedangkan kesiapan untuk pengajar yaitu penguasaan dan

kemampuan menyampaikan materi yang dapat memberi pengalaman yang cukup kepada siswa

dalam kegiatan belajar. Faktor prasarana yang memadai seperti ruangan yang segar dan bersih,

tempat duduk yang nyaman, serta sarana yang cukup misalnya ketersediaan buku teks, alat bantu

pelajar dan fasilitas pendukung lainnya. Itu semua sangat mempengaruhi lancarnya proses dalam

pembelajaran.

Untuk mengatasi kendala siswa ketika mempelajari geometri, dapat memanfaatkan model

pembelajaran berbasis teori Van Hiele. Nur’aeni (2010) mengungkapkan alasan teori Van Hiele

dipilih sebagai dasar dalam mengembangkan pembelajaran geometri untuk menumbuhkan

kemampuan komunikasi matematika siswa diataranya (1) teori Van Hiele fokus pada belajar

geometri, (2) dalam teori Van Hiele terdapat tingkat pemahaman siswa dalam belajar geometri,

pada setiap tingkatan menunjukan proses berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep

geometri, (3) setiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri, (4) teori Van Hiele

menyediakan deskriptor umumnya pada setiap tingkatan yang dapat dikembangkakn tahap-tahap

pembelajarannya, dan (5) teori Vanhiele memiliki keakuratan dalam mendeskripsikan proses

berpikir siswa dalam belajar geometri.

338

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode Eksperimen mempunyai arti

penting karena selain memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk persamaan dan

kemauan siswa, metode ini juga melibatkan aktivitas secara langsung. Metode eksperimen

merupakan salah satu metode pembelajaran yang memberi pengalaman belajar langsung dan

melibatkan aktivitas pada siswa (Suryaningsih, 2017). Kegiatan pembelajaran dengan metode

eksperimen dapat dirancang sebagai kegiatan penemuan. Kegiatan penemuan ini dilakukan

sebelum siswa mengetahui atau mempelajari suatu konsep atau teori dengan tujuan siswa

yang dituntut untuk menemukan konsep atau teori tersebut (Anitah, 2017). Proses penelitian

ini merupakan model penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Quasi-

Experimental.

Penelitian ini dilakukan di salah satu MI di Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya.

Penelitian terebut dilaksanakan di MI Al – Khoeriyah karena lokasi dekat dengan tempat tinggal

peneliti, pelaksanaannya pun dilaksanakan ketika sedang masa pandemi covid-19 aman dan tidak

ada ODP ataupun pasien positif sehingga pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan protokol

kesehatan. Penelitian dilakukan selama dua hari pada bulan Agustus. Lebih tepatnya, penelitian

dimulai tanggal 14-15 Agustus pada masa pandemi covid-19. Pengumpulan data dikumpulkan

melalui beberapa teknik, yaitu wawancara, tes dan dokumentasi setelah ditemukannya rumusan

masalah peneliti melanjutkan pembuatan laporan dan mengolah data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran Kelas Kontrol dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2020 pada pukul

08.00 - 09.30 tanpa istirahat. Jumlah siswa keseluruhan 15 siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan

sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun menggunakan model

pembelajaran Konvensional Sebelum memulai pembelajaran, peneliti terlebih dahulu

mempersiapkan media dan alat bantu pembelajaran (Mustikasari, 2008). Sedangkan Pembelajaran

Kelas Kontrol dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2020 pada pukul 09.30 – 11.00 tanpa

istirahat. Jumlah siswa keseluruhan 15 siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan sesuai Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun menggunakan model pembelajaran Van Hiele

Sebelum memulai pembelajaran, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan media dan alat bantu

pembelajaran. Peneliti perlu mempersiapkan media dan alat bantu pembelajaran (Qonita, 2018;

Rahim, Suherman, D. S., & Murtiani, M., 2019).

Tingkat penguasaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geometri mengenai materi

keliling persegi panjang pada kelas kontrol sebelum dilaksanakan pembelajaran, dilihat dari hasil

pre-test siswa terdiri dari kategori sangat rendah sebanyak 1 (5%), siswa mendapat kategori

rendah sebanyak 6 (30%), siswa mendapat kategori sedang sebanyak 8 (40%), tidak ada siswa

yang mendapat kategori tinggi, dan tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat tinggi.

Setelah adanya pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model ceramah

(konvensional), kemuadian dilihat dari hasil pos-test siswa pada kelas kontrol terdiri dari kategori

tinggi dan sangat tinggi. Tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat rendah, rendah, sedang, 8

(40%) siswa mendapat kategori tinggi dan 7 (35%) siswa mendapat kategori sangat tinggi.

Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol yaitu 32,33 dengan kriteria

sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol adalah 69,67 dengan

kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33 dengan kriteria

sedang.

339

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Tingkat penguasaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geometri mengenai materi keliling

persegipanjang pada kelas eksperimen sebelum dilaksanakan pembelajaran,dilihat darihasil pre-

test tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah, tetapi ada 10 (50%) siswa yang

mendapat kategori rendah, 4 (20%) siswa mendapat kategori sedang, 1 (5%) siswa yang

mendapatkan kategori tinggi dan tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat tinggi. Setelah

adanya proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Van Hiele, kemudian

dilihat dari hasil post-test siswa kelas eksperimen terdiri dari kategori tinggi yaitu 11 (55%) siswa

mendapat kategori tinggi, dan 4 (20%) siswa mendapat kategori sangat tinggi.

Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 32,22 dengan kriteria

sedang. Sedangkan nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 87,33

dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,83 dengan

kriteria tinggi.

SIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran geometri Van

Hiele untuk meningkatkan hasil belajar geometri siswa pada materi keliling persegi panjang

dilakukan melalui prosedur perencanaan penyusunan RPP dan instrumen penelitian, pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi hasil dan refleksi. Model pembelajaran geometri Van Hiele telah dapat

meningkatkan hasil belajar geometri siswa pada materi keliling persegi panjang. Berikut simpulan

yang lebih rinci Hasil pada nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol

yaitu 58,13 dengan kriteria sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol

adalah 72,89 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33

dengan kriteria sedang. Hasil penerapan model belajar Van Hiele pada proses pembelajaran di

kelas dapat meningkatkan keterampilan pemahaman konsep geometri siswa. Hal tersebut

dikarenakan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang mengacu pada perencanaan yang

telah disusun. Peningkatan keterampilan pemahaman konsep geometri siswa dapat dilihat dari

meningkatnya keterampilan siswa baik dari setiap indikator ataupun tiap tahap keterampilan yang

diteliti dan hasil belajar siswa saat kelas control dan kelas eksperimen Sedangkan nilai rata-rata

yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 61,65 dengan kriteria tinggi. Sedangkan

nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 89,97 dengan kriteria sangat

tinggi.kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,72 dengan kriteria tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah, S. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mustikasari, A. (2008). Mengenal media pembelajaran. On Line at http://edu-articles. com.[diunduh tanggal 9 April 2010].

Lidinillah, D. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa Sekolah Dasar : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kota Tasikmalaya. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Nur’aeni, dkk. (2003). Implementasi Model Pembelajaran dengan Tahap Belajar Van Hiele untuk Membantu Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar dalam Memahami Konsep Bangun Datar Geometri (PTK). Tasikmalaya : Jurnal PGSD Tasikmalaya.

Nur'aeni, dkk. (2016). Konsep Dasar Geometri. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya: Hibah Buku Universitas Pendidikan Indonesia.

Nur'aeni, E. (2008). Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa, Dan Bagaimana). Jurnal Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika.hlm 2-138.

340

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Nur'aeni. (2010).Pengembangan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele . (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Qonita Silmi, M. U. N. I. D. A., & Rachmadyanti, P. (2018). Pengembangan media pembelajaran video

animasi berbasis sparkol videoscribe tentang persiapan kemerdekaan RI SD kelas V. Jurnal

Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(4).

Rahim, F. R., Suherman, D. S., & Murtiani, M. (2019). Analisis Kompetensi Guru dalam

Mempersiapkan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Era Revolusi Industri 4.0. JURNAL EKSAKTA PENDIDIKAN (JEP), 3(2), 133-141.

Suryaningsih, Y. (2017). Pembelajaran berbasis praktikum sebagai sarana siswa untuk berlatih

menerapkan keterampilan proses sains dalam materi biologi. BIO EDUCATIO:(The Journal

of Science and Biology Education), 2(2).

341

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Permainan Kelompok dan Kreativitas: Kajian Pustaka

Rosarina Giyartini1, Lutfi Nur2, Dodi Suryana3, Eka Agustian4 1,2 Prodi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

3Departemen Bimbingan dan Konseling FIP UPI Bandung 4SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung

Email: [email protected]

Abstract

Creativity is important in life success because it combines aspects of developing talents, new ideas,

environment, personality, motivation, knowledge. This study aims to describe the group game model in

order to increase student creativity in elementary schools. Through a qualitative approach with the

literature review method, researchers obtain data from studies of various literature, journals, books,

reports and others. It was obtained from the literature review regarding the design of group games in

developing the creativity of elementary school students that this group game study was ready to be

tested on high-grade elementary school students.

Keyword: Group Games, Creativity, Elementary School Students

Abstrak

Kreativitas merupakan hal penting dalam keberhasilan hidup karena mengabungkan aspek pengembangan

bakat, gagasan baru, lingkungan, kepribadian, motivasi, pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan terkait model permainan kelompok dalam rangka peningkatan kreativitas siswa di

sekolah dasar. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode kajian pustaka, peneliti memperoleh data hasil

kajian berbagai literature, jurnal, buku, laporan dan lain-lain. Diperoleh hasil kajian pustaka terkait

rancangan permainan kelompok dalam pengembangan kreativitas siswa sekolah dasar bahwa kajian

permainan kelompok ini siap diujicobakan pada siswa sekolah dasar kelas tinggi.

Keyword: Permainan Kelompok, Kreativitas, Siswa Sekolah Dasar

PENDAHULUAN

Kreativitas menjadi unsur penting dalam kehidupan sebagai penunjang keberhasilan hidup

(Assriyanto., Sukardjo., & Saputro, 2014). Melalui aktivitas yang mengembangkan bakat, gagasan

baru, dan kepekaan lingkungan, kita dapat meningkatkan hidup kreatif. Hidup kreatif yang

dimaksud yakni menggabungkan enam aspek keterampilan intelektual, pengetahuan, gaya berpikir,

kepribadian, motivasi dan lingkungan (Fernanda, 2016). Dengan kreativitas, manfaat yang

dirasakan begitu besar, mulai dari mampu memberikan respon memadai terhadap situasi baru,

mampu menghadapi tantangan, dan mampu mengorganisasikan situasi baru.

Kreativitas tidak semata-mata hadir begitu saja, melainkan memerlukan stimulus agar dapat

berkembang dengan baik. Sayangnya, kenyataan pendidikan di Indonesia cenderung menekankan

pada pemikiran hafalan, mencari jawaban yang benar terhadap suatu soal (Fardah, 2012; Qomar,

2005; Yustyan., Widodo., & Pantiwati, 2016). Berdasarkan data penelitian, pendidikan di sekolah

belum optimal untuk mengembangkan potensi kreativitas siswa dan cenderung tidak dilatih untuk

berpikir kreatif (Wicaksono, 2018). Siswa jarang distimulus untuk melihat suatu masalah dari

berbagai sudut pandang sebagai alternatif masalah, atau berpikir konvergen (Kau, 2017). Berpikir

konvergen yang dimaksud yakni menyelesaikan masalah atau penarikan kesimpulan logis dari

informasi yang diberikan (Guilford, 1968). Padahal, pengembangan kreativitas siswa seharusnya

342

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

dilakukan dalam seluruh area perkembangan yang mengacu pada area kognitif, afektif, dan

psikomotorik, termasuk di dalamnya kreativitas siswa.

Salah satu stimulasi pengembangan aspek perkembangan siswa melalui bermain. Bermain

menjadi salah satu cara untuk mengupayakan pengembangan kreativitas, karena bermain dapat

menuntun siswa memperoleh pengetahuan, menumbuhkan hasrat eksplorasi, dan melatih

pertumbuhan fisik dan imajinasi secara menyenangkan (Kartadinata, 2003). Bentuk-bentuk

kegiatan bermain dapat berupa individu atau kelompok. Tentu, bermain secara berkelompok lebih

menyenangkan. Melalui aktivitas permainan-permainan kelompok, siswa dapat berinteraksi

dengan temannya, belajar bersosialisasi, melatih kepekaan diri terhadap lingkungan dan masih

banyak yang lainnya.

Terdapat penelitian terkait kreativitas mulai dari Susanti (2011) terkait pembelajaran

menggunakan metode eksperimen, Utami (2011) terkait pengaruh penyelesaian masalah terhadap

prestasi belajar dan kreativitas siswa; Siswono (2005) terkait peningkatan kemampuan berpikir

kreatif pengajuan masalah. Tetapi terkait bahasan khususnya permainan kelompok untuk

pengembangan kreativitas siswa sekolah dasar masih sangat langka. Sehingga peneliti bertujuan

untuk mendeskripsikan permainan kelompok dalam konteks pengembangan kreativitas siswa

sekolah dasar.

PEMBAHASAN

Kreativitas

Konteks pengembangan kreativitas tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitataor

pembelajaran di sekolah. Keaktifan guru, penguasaan tema, kemampuan pengandalian siswa,

kemampuan berkomunikasi baik sehingga mampu merancang pembelajaran bermakna, dan tidak

menyebabkan kejenuhan serta rendahnya motivasi sangat dibutuhkan dalam konteks

pembelajaran Agustin., Setiyadi., & Puspita, 2020). Kreativitas menjadikan individu lebih mampu

membangun dirinya bahkan mampu mengatasi permasalahan dengan sangat baik dan disiplin,

sehingga cenderung dapat keluar dari permasalahan lebih cepat dari pada orang lain karena

mampu melihat peluang.

Kreativitas bukan faktor bawaan atau keberuntungan tapi dapat dipelajari melaui pendidikan

informal dalam keluarga, sekolah, maupun nonformal dalam masyarakat. Terdapat beberapa

pendapat yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan dasar yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi beberapa faktor yaitu intelegensi, jenis kelamin, status sosial

ekonomi, urutan anak dalam keluarga, serta lingkungan desa dan kota (Kurniasari, 2010;

Setianingsih, 2018). Sekarang ini masyarakat masih memandang kreativitas adalah genius yang

bersifat bawaan sehingga tidak bisa di upayakan, sehingga upaya peningkatan kreativitas sering

diabaikan. Padahal tidak demikian, kreativitas adalah dampak dari proses stimulus yang panjang.

Kreativitas merupakan bagian integral dari proses pendidikan di sekolah dan perlu

dikembangkan karena dengan kreativitas Siswa bisa memahami dan menggali dirinya, membuat

gagasan-gagasan baru sesuai pemikiran yang ada dalam diri, serta mengembangkan kemampuan

evaluasi diri. Empat pentingnya kreativitas bagi siswa yakni. Pertama; siswa dapat mewujudkan

dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia, Kedua; Kreativitas membantu siswa

menemukan cara baru dalam memecahkan suatu masalah, Ketiga ; Bersibuk diri secara kreatif

tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan pada individu tersebut, Keempat ; Kreativitas

memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya (Munandar, 2004).

Dengan kreativitas akan mendorong manusia untuk membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau

teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Kreativitas memiliki ciri-

ciri sebagai berikut keterampilan berpikir lancar, keterampilan berpikir luwes (fleksibilitas),

keterampilan berpikir orisinil (orisinalitas), keterampilan berpikir detail (elaborasi), rasa ingin

343

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

tahu, bersikap merasa tertantang, berani mengambil risiko (Anggraini, 2019; Diana, 2019;

Herwanto, 2016; Sari, 2014).

Model Permainan Kelompok

Kegiatan bermain menjadi kegiatan wajib yang perlu dilakukan anak-anak untuk belajar

mengenal lingkungan sekitar. Bermain dilakukan sebagai upaya menghilangkan stress atau untuk

sekadar kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Namun bagi anak, lebih dari sekedar

kegiatan menyenangkan. Bermain harus menjadi upaya stimulus perkembangannya dan menjadi

kebutuhan hidup bagi anak, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari diri anak.

Adapun keuntungan dari aktivitas bermain bagi anak yakni membuang ekstra energi,

mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, belajar mengontrol diri, berkembangnya

berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya, meningkatkan gaya kreatifitas,

mendapatkan kesempatan belajar untuk bergaul dengan anak lainnya, kesempatan untuk menjadi

pihak yang kalah atau yang menang dalam bermain, kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-

aturan, dan dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan imajinasi,

Konteks bermain dituangkan dalam permainan kelompok yang dimaksud yang dapat

dilakukan dengan dalam konteks pembelajaran kelompok untuk siswa sekolah dasar. Permainan

kelompok yang dimaksud yakni berbagai aktivitas kelompok yang dirancang melalui permainan

bersama. Beberapa permainan yang dapat dilakukan dalam konteks pembelajaran bagi siswa

sekolah dasar secara garis besar yakni permainan puzzle kelompok, pemeliharaan tanaman

kelompok, drama, belajar kemahiran tertentu, belajar memindahkan balok, bernyanyi dan menari,

bertukar pendapat, saling berkirim surat, melukis bersama, menggambar estafet, berkreasi dan

lain-lain (Astuti, 2013; Gustiana, 2014; Megawati, & Komala, 2020; Purwanti, 2013; Smith, 2011;

Suhardita, 2011).

SIMPULAN

Kreativitas siswa merupakan hal penting yang perlu distimulus, karena kreativitas tidak datang

begitu saja. Permainan kelompok menjadi pilihan untuk menstimulus kreativitas siswa di kelas

tinggi sekolah dasar. Melalui berbagai permainan kelompok yang dilakukan berdasarkan rancangan

atau inovasi pendidik, seperti bernyanyi dan menari, bertukar pendapat, saling berkirim surat,

melukis bersama, menggambar estafet, berkreasi, diharapkan dapat menstimulus kreativitas

peserta didik. Sehingga perlu dilakukan praktik penyesuaian permainan kelompok di sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiya, D. (2018). Pengaruh Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Tematik Terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif Peserta Didik Kelas Iv Sd Negeri 14 Padang Cermin Pesawaran.Skripsi : Universitas

Lampung. Agustin, M., Setiyadi, R., & Puspita, R. D. (2020). Burnout Profile Of Elementary School Teacher Education

Students (Estes): Factors And Implication Of Guidance And Counseling Services. PrimaryEdu-Journal of

Primary Education, 4(1), 38-47.

Anggraini, R. (2019). Pengembangan Lkpd Materi Suhu Dan Perubahannya Dengan Pendekakatan Scientific

Berfokus Pada Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Skripsi : Universitas Lampung.

Assriyanto, K. E., Sukardjo, J. S., & Saputro, S. (2014). Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah melalui

metode eksperimen dan inkuiri terbimbing ditinjau dari kreativitas siswa pada materi larutan

penyangga di SMA N 2 Sukoharjo tahun ajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 3(3), 89-97.

Astuti, A. D. (2013). Model layanan BK Kelompok teknik permainan (games) untuk meningkatkan

keterampilan komunikasi interpersonal siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 2(1).

344

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN

NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

No ISBN: - All rights reserved

Diana, H. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (Cps) Disertai Mind Mapping

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Sikap Kreatif Siswa Kelas Xi Sman 1 Natar Lampung

Selatan (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Fardah, D. K. (2012). Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui

Tugas Open-Ended. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 3(2), 91-99.

Fernanda, P. R. (2016). Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar

Siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Guilford, JP (1968). Kecerdasan Memiliki Tiga Faset: Ada banyak kemampuan intelektual, tetapi mereka

tergolong rapi ke dalam sistem rasional. Sains , 160 (3828), 615-620.

Gustiana, A. D. (2014). Pengaruh Permainan Modifikasi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar dan Kognitif

Anak Usia Dini (Studi Kuasi Eksperimen Pada Kelompok B Tk Kartika Dan Tk Lab. Upi). pedagogik-

pendas, 453.

Herwanto, H. (2016). Meningkatkan Kreativitas Matematika Melalui Model Pembelajaran Project Based

Learning Dan Dampaknya Pada Sikap Serta Hasil Belajar (Doctoral dissertation, UNPAS).

Kartadinata, S. (2007). Teori Bimbingan dan Konseling. Seri Landasan Teori Bimbingan dan Konseling.

Kau, M. A. (2017, August). Peran Guru dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah Dasar.

In PROCEEDING SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING 2017 (Vol. 1, pp.

157-166).

Kurniasari, A. (2010). Perbedaan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Jenis Kelamin Remaja Terhadap

Kenakalan Remaja Di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari.

Megawati, T., & Komala, K. (2020). Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Olahraga Lari Estafet Pada

Anak Usia Dini Kelompok B Di TK Al-Ghuroba. Ceria (Cerdas Energik Responsif Inovatif Adaptif), 3(2),

126-136. Munandar, U. (2004). Pengembangan Emosi dan Kreativitas. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanti, V. (2013). Peningkatkan kemampuan berhitung melalui permainan balok angka pada anak

kelompok b di tk universal ananda kecamatan patebon Kendal (Doctoral dissertation, Universitas Negeri

Semarang).

Qomar, M. (2005). Epistemologi pendidikan Islam: dari metode rasional hingga metode kritik. Erlangga.

Sari, P. W. (2014). PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

KREATIF MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 7 PEKANBARU (Doctoral dissertation, Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Setianingsih, M. D. (2018). Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Aspirasi Pendidikan Anak Di

Desa Cahyou Randu Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat (Doctoral Dissertation,

Universitas Lampung).

Siswono, T. Y. (2005). Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan

masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 10(1), 1-9.

Smith, M. B. (2011). Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Disiplin Belajar Siswa di SMA Negeri 1

Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8(1), 22-32.

Suhardita, K. (2011). Efektivitas penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk

meningkatkan percaya diri siswa. Edisi khusus, 8(1), 127.

Susanti, A. (2011). Pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan ctl melalui metode eksperimen dan

pemberian tugas ditinjau dari motivasi berprestasi dan kreativitas siswa (Doctoral dissertation, UNS

(Sebelas Maret University)).

Utami, R. P. (2011). Pgaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan Problem Based

Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan

Biologi, 4(2), 57-71.

Wicaksono, A. G. (2018). Fenomena Full Day School dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Jurnal Komunikasi

Pendidikan, 1(1), 10-18.

Yustyan, S., Widodo, N., & Pantiwati, Y. (2016). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran

berbasis scientific approach siswa kelas X SMA Panjura Malang. JPBI (Jurnal Pendidikan Biologi

Indonesia), 1(2).