Post on 26-Mar-2023
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hand Hygiene
2.1.1 Pengertian Hand Hygiene
Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk menyatakan
kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO, 2015). Salah satu cara untuk
mencegah kontaminasi silang dari mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan
mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan
proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan salah satu cara terpenting dalam
rangka pengontrolan infeksi agar dapat mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan
cara melaksanakan hand hyigiene, baik melakukan cuci tangan dengan handrub ataupun
cuci tangan pakai sabun (Monica P, 2016).
2.1.2 Tujuan Hand Hygiene
Tujuan Hand Hygiene dilakukan secara rutin dalam perawatan pasien ialah
untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta kontaminasi mikroba dari
kontak dengan pasien atau lingkungan (WHO, 2016).
Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu pencegahan penularan
kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini
dikarenkan tangan adalah jalur utama penularan kuman selama perawatan pasien
(Pratama, 2017).
2.1.3 Lima Moment Hand Hygiene
WHO (2009), menetapkan indikasi five moment hand hygiene yang dimaksud
meliputi (Noorbaya, 2019) :
9
1. Sebelum menyentuh pasien
Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien bertujuan untuk
melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus
melawan infeksi dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Contoh
tindakan dari indikasi ini yaitu (Noorbaya, 2019):
a. Sebelum berjabat tangan dengan pasien
b. Sebelum membantu pasien melakukan personal hygiene
c. Sebelum membantu pasien melakukan perawatan dan tindakan non-invasif
lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase.
d. Sebelum melakukan pemerikasaan fisik non-invasif : memerikasa nadi,
memerikasa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam ECG.
2. Sebelum melakukan prosedur bersih/aseptik
Hand hygiene yang dilakukan sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic
bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan infeksi kuman berbahaya, termasuk
kuman yang berada didalam tubuh pasien. contoh tindakan indikasi ini adalah :
a. Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata , pemerikasaan
vagina atau rektal, memerikasa mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa
instrumen, memasukkan suppositori, dan melakukan suction mucus.
b. Sebelum membalut luka dengan atau tanpa instrument, pemberian salep pada
kulit, dan melakukan injeksi perkutan.
c. Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul, Nasogastric Tube (NGT),
Endotracheal Tube (ETT), periksa urin, kateter, dan drainase, melepas/
membuka selang peralatan medis (untuk makan, pengobatan, pengaliran,
penyedotan, dan pemantauan).
d. Sebelum mempersilahkan makanan, pengobatan, dan peralatan steril.
10
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
bertujuan untuk melindungan petugas kesehatan dari infeksi oleh kuman
berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di lingkungan
perawatan pasien. salah satu tindakan indikasinya adalah:
a. Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang tidak utuh.
b. Setelah melakukan injeksi: setelah pemasangan dan pelepasan alat medis
invasive (akses ke pembuluh darah, kateteran, selang, dan drainase); setelah
melepas dan membuka selang yang terpasang dalam tubuh.
c. Setelah melepaskan peralatan medis invasif
d. Setelah melepas alat perlindungan
e. Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik, setelah
membersihkan ekskresi dan cairan tubuh lainnya, setelah membersihkan
benda atau peralatan yang terkontaminasi.
4. Setelah menyetuh pasien
Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien bertujuan untuk
melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien dan
melindungi lingkungan perawatan pasien dan penyebaran kuman.
a. Setelah berjabatan tangan
b. Setelah membantu pasien melalukan personal hygiene
c. Setelah melakukan pemerikasaan fisik non-invasif
d. Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif
5. Setelah menyentuh lingkungan pasien
Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh lingkungan pasien termasuk
menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan
11
dari kuman yang berada pada tubuh pasien yang kemungkinan juga berada disekitar
lingkungan maupun benda-benda di sekitar pasien. Contoh tindakan :
a. Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien, misalnya : mengganti sprei,
memegang rel tempat tidur, maupun memberaskan benda-benda yang berada
di sekitar pasien.
b. Setelah melakukan aktivitas perawatan, misalnya : membetulkan alarm infus
pump maupun syringe pump, membetulkan alrm monitor.
Gambar 2. 1 Lima momen Hand Hygiene
https://images.app.goo.gl/4JZH9RL73WWkLh478 (PKRSUMM, 2016)
2.1.4 Enam langkah cuci tangan (hand hygiene)
Prinsip Enam langkah hand hygiene, antara lain:
1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptic (handrub)
maupun menggunakan air mengalir dengan sabun antiseptik (handwash).
2. Lama waktu cuci tangan menggunakan handrub selama 20-30 detik sedangkan
cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun antiseptic selama 40-60 detik.
12
3. Setelah 5 kali cuci tangan menggunakan handrub sebaiknya setelah itu cuci tangan
menggunakan air mengalir dan sabun antiseptik.
Prosedur cuci tangan menurut WHO(2009) menyatakan enam langkah cuci
tangan sebagai berikut (Noorbaya, 2019):
1. Ratakan cairan handrub atau sabun antiseptik menggunakan kedua tangan.
2. Gosokkan punggung tangan dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan
lakukan sebaliknya dengan menggunakan tangan kiri.
3. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
4. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya pada ibu jari tangan kanan.
6. Gosok ujung jari tangan kanan secara memutar pada telapak tangan kiri dan
lakukan sebaliknya pada ujung jari tangan kiri.
Gambar 2.2 Cuci tangan enam langkah (PKRS UMM, 2016
13
2.1.5 Dampak jika tidak melakukan Hand Hygiene
Jika tidak melakukan hand hygiene dengan benar maka perawat dapat
menginfeksi diri sendiri maupun ke pasien. Penyakit infeksi yang dibawa oleh perawat
maupun petugas kesehatan lainnya yang dapat menginfeksi pasien dinamakan infeksi
nosocomial. Penyakit infeksi dapat menyebar melalui kontak tangan ke tangan
seseorang dapat mengakibatkan terjadinya demam, flu dan beberapa kelainan sistem
pencernaan seperti diare, mual dan muntah. Kebersihan tangan sangatlah penting
bagi perawat agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi pasien (Hidayah &
Ramadhani, 2019).
2.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulus, sehingga sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi merupakan
presdiposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012). Sikap merupakan besarnya
perasaan positif dan negatif terhadap suatu objek, orang, institusi maupun kegiatan
(Nursalam, 2015). Kemudian Edward dalam Hustarda (2011) menyatakan bahwa
sikap berkaitan dengan perasaan yang mendalam yang bersifat positif atau negatif,
dan berhubungan dengan objek tertentu, kesiapan berbuat itu selalu disertai perasaan
senang atau tidak senangnya, perasaan simpati atau antipasi. (Nugraha, 2015). L.A.
Peplau menyatakan sikap adalah sebagai berikut (Firmansyah, 2018):
1. Sikap memiliki komponen kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan perilaku.
2. Seseorang memiliki sikap yang kompleks secara kognitif, namun sikap sering
terorganisir di sekitar dimensi afektif dan cenderung sederhana secara evaluatif.
3. Pendekatan belajar memandang sikap sebagai sesuatuyang dipelajari melalui
asosiasi, peneguhan kembali dan imitasi. Pendekatan insentif memandang sikap
14
sebagai hasil perhitungan untung rugi oleh individu. Teori kognisi memandang
orang sebagai mahluk yang berussaha mempertahankan sikapnya.
4. Biasanya diasumsikan bahwa perilaku timbul dari sikap.
Sikap merupakan suatu tingkah laku yang di tunjukkan atau dapat diketahui
bila seseorang sudah bertingkah laku positif atau negatif (Firmansyah, 2018) Empat
tingkatan sikap, antara lain:
1. Menerima (receiving): bahwa orang (subjek) mau menerima dan memperhatikan
stimulus yang diberikan oleh suatu objek.
2. Merespon (responding): yaitu memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang
diberikan mengenai objek.
3. Menghargai (valuting): yaitu mengajak orang lain untuk mendiskusikan tentang
objek.
4. Bertanggung jawab ( responsible): yaitu betanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resikonya.
2.2.1 Komponen - Komponen Sikap
Komponen – komponen sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang (Firmansyah, 2018):
1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh individu
pemilik sikap. Komponen kognitif berisi tentang kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap.
2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh – pengaruh yang
mungkin mengubah sikap seseorang.
15
3. Komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau
bereaksi terhadap sesuatu dengan cara – cara tertentu. Komponen konatif
berkaitan dengan objek yang dihadapi seseorang, dicerminkan dalam bentuk
tendensi perilaku.
2.2.2 Faktor – Faktor yang mempengaruhi sikap
Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap individu, sebagai berikut: (Siswadi Agus, 2019)
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi pada situasi yang melibatkan
emosional.
2. Pengaruh lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk meiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita
terhadap berbagai masalah.
4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,
berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulisannya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
16
5. Lembaga pendidikan dan lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan, tidaklah heran jika kalau pada gilirannya konsep
tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego (Siswadi Agus, 2019).
2.2.3 Fungsi sikap
Secord dan Beckman mengungkapkan bahwa sikap merupakan aturan
tertentu dalam hal perasaan, pemikiran dan presdiposisi tindakan seseorang terhadap
suatu objek di lingkungan sekitarnya. Orang yang memiliki sikap positif terhadap
suatu objek, apabila orang tersebut suka maka akan bersikap favorable, sebaliknya jika
orang tersebut bersikap negatif terhadap suatu objek, apabila orang tersebut tidak
suka akan bersikap unfavorable (Siswadi Agus, 2019). Fungsi sikap dapat dibagi
menjadi empat golongan, yaitu:
1. Sikap berfungsi sebagia alat untuk menyesuaikan diri seseorang.
2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku seseorang.
3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman seseorang.
4. Sikap sebagai alat pernyataan kepribadian seseorang.
2.2.4 Pengukuran Sikap
Mengukur sikap dapat menggunakan beberapa teknik ukur yang dapat
digunakan (Firmansyah, 2018):
17
1. Observasi perilaku (sikap)
Menentukan sikap memiliki kelemahan, perilaku yang ditunjukkan sering
untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya dari seseorang karena pengaruh
kondisional oleh karena itu, tidak selalu perilaku memiliki konsistensi dengan
sikap.
2. Penanyaan langsung
Penanyaan langsung mengenai masalah sikap seseorang seseorang
terhadap suatu objek dengan suatu asumsi bahwa individu merupakan orang
yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, manusia akan mengungkapkan secara
terbuka apa saja yang dirasakannya, oleh karena itu dalam metode ini jawaban
yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.
2.2.5 Skala Pengukuran Sikap
Menurut Azwar S (2011) ada berbagai cara dalam mengukur sikap seseorang
dengan mengunakan skala ukur yaitu:
1. Skala Thrustone
Merupakan metode skala yang sering disebut metode interval tampak
setara. Metode skala thrustone digunakan dengan pendekatan stimulus yang
artinya skala dalam pendekatan ini ditunjukan untuk menstimulus atau
pernyataan sikap pada suatu rangkaian psikologis yang akan menunjukan
derajat sikap positif atau sikap negatif dalam pernyataan tersebut. Dalam
menggunakan metode ini maka perlu ditetapkannya sekelompok orang yang
bertindak sebagai panelpenilai. Tugasnya menilai satu persatu pernyataan
kemudian memperkirakan derajat positif dan negatif suatu rangkaian yang
bergerak dari 1 sampai dengan 11 titik. Dalam menentukan penilaian derajat
18
positif dan negative setiap pernyataan sikap, maka disajikan suatu rangkaian
psikologis dalam bentuk deretan kotak – kotak yang diberi huruf A sampai K
(Azwar S, 2011).
2. Skala Likert
Skala likert merupakan skala sikap yang diukur dengan menggunakan
metode rating atau tingkatan yang dijumlahkan (Method of Summated Rating).
Metode ini menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai
skalanya, nilai skala setiap pernyataan sikap tidak ditentukan oleh derajat positif
masing – masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju atau
tidak setuju dari sekelompok responden penelitian. Terdapat 2 asumsi dalam
menggunakan prosedur penilaian skala likert, yaitu:
a. Setiap pernayataan sikap dapat disepakati sebagai pernyataan sikap positif
atau pernyataan sikap negatif.
b. Jawaban yang diberikan oleh responden yang memiliki sikap positif maka
bobot nilai harus lebih tinggi dibandingkan jawaban yang diberikan
responden yang memiliki pernyataan sikap negatif.
Cara dalam pemberian tafsiran skor terhadap responden dalam skala
likert yang dijumlakan adalah dengan membandingkan skor tersebut dengan
nilai mean kelompok dimana responden itu termasuk (Azwar S, 2011).
2.3 Kepatuhan
2.3.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan merupakan tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau
berperilaku (bersikap) sesuai dengan apa yang dibebankan kepadanya (Emaliyawati,
2010). Kepatuhan adalah modal besar dasar seseorang berperilaku (bersikap).
19
Menurut Kelman dalam Emaliyawati (2010) menjelaskan bahwa perubahan sikap dan
perilaku seseorang diawali dengan proses patuh, identifikasi dan tahap terakhir
berupa internalisasi.
Kepatuhan dalam melakukan cuci tangan dapat didefinisikan yaitu seseorang
atau petugas kesehatan melakukan cuci tangan enam langkah dengan benar pada 5
momen cuci tangan. Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku perawat terhadap
kepatuhan mencuci tangan yaitu faktor personal dan faktor lingkungan. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan cuci tangan yaitu sikap perawat
dalam melaksanankan Hand Hygiene dengan benar (Ellies, 2014).
2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Tingkat kepatuhan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
misalnya: faktor dari diri sendiri meliputi jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan. Serta faktor psikologi meliputi sikap, rasa takut, ketegangan dalam
bekerja dan persepsi terhadap resiko(suryoputri, 2019).Beberapa ahli
mengungkapkan, bahwa faktor – faktor kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal
maupun faktor eksternal, yaitu (Damanik, S, 2010):
1. Faktor internal, meliputi :
a. Karakteristik perawat
Karakteristik perawat merupakan ciri – ciri pribadi seseorang
perawat yang memiliki kemapuan dalam merawat pasien baik sehat maupun
pasien sakit. Karakteristik perawat meliputi beberapa variabel, yaitu umur,
sikap, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan.
20
b. Kemampuan
Kemapuan merupakan kapasitas seseorang dalam melakukan suatu
kegiatan atau mengerjakan berbagai tugas dalam melakukan suatu pekerjaan
yang meliputi kemapuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan
fisik memiliki peran penting untuk melakukan tugas yang yang menuntut
stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Sedangkan, kemapuan
intelektual memiliki peran yang besar dalam melakukan pekerjaan yang
rumit. Kemampuan seseorang perawat dalam melakukan cuci tangan
berbeda – beda, bagi perawat yang memiliki kempamuan dalam
menjalankan cuci tangan akan cenderung patuh (suryoputri, 2019).
c. Motivasi
Motivasi adalan suatu dorongan yang dimiliki seseorang atau sekelompok
masyarakat yang mau bekerja sama secara optimal untuk mencapai suatu tujuan
secara optimal. Motivasi dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalakan suatu
pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan, terdiri dari
a. Pola komunikasi
Pola komunikasi seseorang dengan orang lain akan mempengaruhi
tingkat kepatuhan seseorang dalam melakukan tindakan. Aspek dalam
komunikasi adalah ketidakpuasan seseorang terhadap hubungan emosionla
maupun ketidakpuasaan terhapat pendelegasian (suryoputri, 2019).
b. Keyakinan atau nilai – nilai yang diterima perawat
Keyakinan perawat tentang kesehatan atau perawatan dalam system
pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam
melaksanakan peran dan fungsinya.
21
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dapat mempengaruhi terhadap kepatuhan
seseorang. Dukungan sosial memainkan peran terutama peran yang berasal
dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lainnya, pasien maupun
dukungan dari pimpinan.
2.3.3 Kriteria Kepatuhan
Menurut Depkes RI (2006), kriteria kepatuhan dibagi dalam tiga bagian, yaitu
(Damanik, S, 2010):
1. Patuh merupakan suatu tindakan yang taat terhadap perintah maupun aturan,
dan semua aturan yang telah ditetapkan dilakukan secara benar.
2. Kurang patuh suatu tindakan yang dilakukan atau dijalankan hanya sebagian
dari apa yang sudah di tetapkan, dan dijalakan sepenuhnya tidak sempurna.
3. Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak melaksanakan tugas
yang telah ditetapkan, dan tidak dijalankan sama sekali.
Mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat, maka perlu ditentukan nilai
tingkat kepatuhan. Sehingga dapat dibuatkan rangking kepatuhan seseorang. Tingkat
kepatuhan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Patuh : 75% - 100%
2) Kurang patuh : 50% - <75%
3) Tidak patuh : <50%
2.4 Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygie
Hand hygiene merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan berbagai
penyakit infeksi yang disebarkan melalui tangan dengan cara mencuci tangan dengan
22
bersih menggunakan handrub maupun sabun antiseptik (Monica P, 2016). Tujuan dari
hand hygiene yaitu untuk menghilangkan kotoran maupun kuman mikroba yang
menempel pada tangan (WHO, 2016). Hand hygiene harus dilakukan dengan benar
sebelum maupun sesudah tindakan keperawatan walaupun perawat menggunakan
sarung tangan atau alat pelindung diri. Menurut WHO, 2009 dalam jurnal (Noorbaya,
2019) hand hygiene dilakukan berdasarkan lima moment penting hand hygiene yaitu:
sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur aseptik, setelah terpapar
cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan
sekitar pasien. Tata cara pelaksanaan hand hygiene yaitu menggunakan prinsip enam
langkah cuci tangan menurut WHO.
Pada pelaksanaan hand hygiene salah satu faktor yang mempengaruhi perawat
melaksanakan cuci tangan yaitu sikap. Sikap merupakan respon tertutup seseorang
terhadap stimulus, sehingga sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi
presdisposisi perilaku (Notoatmodjo, 2012). Komponen sikap terdiri dari: komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Firmansyah, 2018). Faktor –
faktor yang mempengaruhi sikap yaitu: pengalaman pribadi, pengaruh lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, dan Lembaga Pendidikan dan
agama (Siswadi Agus, 2019). Sikap dapat diukur melalui observasi atau mengamati
sikap seseorang dan penanyaan langsung. Skala ukur sikap ada dua yaitu: Skala
Thrustone dan skala Likert (Azwar S, 2011). Dalam pelaksanaan hand hygiene kepatuhan
seorang perawat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu
faktor internal kepatuhan perawat yaitu karakteristik atau sikap perawat. Sedangkan
faktor eksternal kepatuhan yaitu keyakinan atau nilai – nilai yang diterima oleh
perawat (Suryoputri, 2011).