Post on 12-Jan-2017
SKRIPSI
REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
(Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN
PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
Oleh
VIVI RUSVIANI
F24102068
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
(Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN
PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
VIVI RUSVIANI
F24102068
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Vivi Rusviani. F24102068. Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen Di Kota Bogor Terhadap Citarasa. Di bawah bimbingan C.Hanny Wijaya dan Budi Nurtama (2007).
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe, mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen. Metodologi penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu preferensi MTJ untuk optimasi, optimasi MTJ terpilih dan pengujian MTJ formula optimum.
Metode penentuan dan pengambilan responden untuk penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan pembagian responden berdasarkan perbedaan etnis. Metode yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ adalah Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan perangkat lunak Design Expert (DX) 7.0. Metode analisis yang digunakan adalah metode oven (kadar air dan abu), metode ekstraksi soxhlet (kadar lemak), metode mikro-kjeldahl (kadar protein), metode Luff Schoorl (kadar gula), metode Hunter (warna). Uji Fishbein dan Wilcoxon untuk pengolahan data kuesioner.
Hasil preferensi MTJ mendapatkan bajigur sebagai MTJ yang paling disukai dan sekaligus akan di optimasi formulasinya. Hasil uji skor Evaluasi (ei) pada tahap ini menunjukkan bahwa rasa pedas (jahe) dengan skor ei 1.17 adalah sebagai atribut terpenting yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih bajigur. Oleh karena itu optimasi lebih ditekankan pada rasa pedas (jahe).
Hasil Mixture Design didapatkan bahwa penggunaan komponen gula merah, jahe dan kopi berpengaruh nyata (signifikan) terhadap skor kesukaan respon warna, rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan untuk skor kesukaan respon aroma tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga didapatkan MTJ formula optimum dengan nilai desirability 0.668. MTJ formula optimum dalam penelitian ini adalah formula A.
Hasil analisis kimia MTJ formula optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air rata-rata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1.47%, kadar lemak rata-rata 28.32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5.81%, sedangkan hasil analisis fisik bajigur formula terpilih terhadap warna menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52.
Hasil uji penerimaan dan preferensi konsumen menunjukkan bahwa MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal dari berbagai etnis Betawi, Jawa, Sumatra, Kalimantan/Sulawesi, dan Sunda. Namun, konsumen terbesar masih tetap berasal dari etnis Sunda (67%). Secara umum konsumen bajigur adalah perempuan (60%). Pembagian berdasarkan usia didapatkan bahwa konsumen bajigur terbesar adalah diantara usia 36-50 tahun (37%). Pembagian
berdasarkan pekerjaan dan tingkat pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja (56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000 (29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan.
Hasil uji Fishbein menunjukkan bahwa MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai dibandingkan bajigur komersil (1.25). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian preferensi MTJ. Tahap preferensi MTJ menunjukkan bahwa responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling penting dalam pemilihan bajigur.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan Kalimantan/Sulawesi tidak ada perbedaan kesukaan pada kedua jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil), baik atribut aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Etnis Jawa, terdapat perbedaan kesukaan pada atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan overall terhadap kedua jenis MTJ, sedangkan etnis Sumatra terdapat perbedaan kesukaan pada atribut rasa pedas (jahe) dan overall terhadap kedua jenis MTJ. Etnis Sunda terdapat perbedaan kesukaan atribut rasa manis, rasa pedas (jahe), warna dan overall pada kedua jenis MTJ. Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis MTJ dari masing-masing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan terhadap etnis yang dimiliki responden.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
(Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN
PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
VIVI RUSVIANI
F24102068
Dilahirkan pada tanggal 23 April 1984
Di Bogor, Jawa Barat
Tanggal Lulus: 31 Januari 2007
Menyetujui,
Bogor, Februari 2007
Prof.Dr. C.Hanny Wijaya, M. Agr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada
tanggal 23 April 1984, anak pertama dari dua bersaudara
dari pasangan ayahanda Tony Yusman dan Ibunda
Hunaenah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-
1990 di Taman Kanak-kanak (TK) Tirta Sari Bogor. Tahun
1990 sekolah di Sekolah Dasar Negeri Sindang Sari dan
lulus tahun 1996. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999, kemudian tahun 1999 penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun
2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan,
penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti HIMITEPA dan aktif diberbagai
kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis
adalah BAUR 2004, Lepas Landas Sarjana (LLS) 2003, LCTIP XII, dan Seminar
and Training HACCP.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi dan
Penyimpanan Pangan pada tahun 2005-2006. Terakhir penulis melaksanakan
kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian, dengan judul “Reformulasi Produk Minuman Tradisional
Berbasis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan
dan Preferensi Konsumen di Kota Bogor Terhadap Citarasa”, di bawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ir. Budi Nurtama M.Agr.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitiannya. . Ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah
berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa
membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian
dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis
untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua dan adikku (Sandi) tersayang atas kasih sayang, do’a,
dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir
hingga sekarang.
2. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya M. Agr atas bimbingan dan nasehat-
nasehatnya yang tidak mungkin dapat penulis lupakan. ....
3. Ir. Budi Nurtama M. Agr atas bimbingan, pengarahan dan bantuannya
selama penulis menyelesaikan tugas akhir.
4. Dr. Ir. Sukarno, Msc yang telah bersedia menyediakan waktu untuk
menguji.
5. Kheri Farhatan Aziz yang dengan kesabarannya telah memberikan
dukungan, semangat dan bantuan serta menemani penulis dalam
penyelesaiaan skripsi ini.
6. Arti Amrah Tari yang telah memberi bantuan, saran dan kritik dari mulai
pembuatan proposal sampai penyelesaiaan skripsi ini. Terima kasih atas
kerjasamanya.
7. Maya Kurniawati, Yayah, Astri, Tita, terimakasih untuk semangat dan doa
yang selalu kalian berikan kepada penulis.
8. Teman-teman satu bimbingan, Herold, Eko, Andrea, Astuti dan Betrice.
9. Semua golongan C khususnya kelompok C-1 (Deddy, Putra, Hanif dan Ary
Fahmi).
10. Temen-temen TPG 39, Woro (makasih bantuan laptop dan konsumsinya),
Evrin dan Dora (makasih bantuan konsumsinya), Ulik dan Dadik (makasih
bantuan LCDnya), Bobby, Ijal, Didin, Ajeng., Fafa, Rina, Yudhan, Kanyaka,
Yoga, Fahrul, Prasna dan teman-teman TPG 39 lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
11. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa
Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, dan Mas Edi.
Dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.
12. Sahabat-sahabat baikku Ayu, Siska, Febry, Nisa, Uthie, Rifkoh dan Ury.
Terima kasih atas warna indah persahabatan kalian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi,
khususnya di bidang pangan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
I. PENDAHULUAN...................................................................................
A. LATAR BELAKANG.....................................................................
B. TUJUAN..........................................................................................
C. MANFAAT......................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) ...............
B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) ...............................................
C. GULA MERAH...............................................................................
D. SANTAN.........................................................................................
E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN.....................
F. MIXTURE DESIGN (MD).............................................................
III. METODOLOGI PENELITIAN...............................................................
A. BAHAN DAN ALAT......................................................................
B. METODE PENELITIAN.................................................................
1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)...
1. Pembuatan dan Pengujian Kuesioner...................................
2. Penentuan Lokasi dan Responden.......................................
3. Pengumpulan Data...............................................................
4. Analisis Data........................................................................
2. Optimasi Formulasi MTJ.........................................................
3. Pengujian MTJ Formula Optimum..........................................
1. Uji Fisiko-Kimia.................................................................
2. Uji Organoleptik (Hedonik)...............................................
3. Uji Penerimaan dan Preferensi konsumen...........................
iii
v
vii
viii
x
1
1
2
2
3
3
7
10
12
13
16
18
18
18
19
19
20
21
21
21
22
22
27
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………
A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS
KUESIONER..................................................................................
B. PENENTUAN JENIS MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS
JAHE (MTJ).....................................................................................
a. Profil Responden..........................................................................
b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional berbasis Jahe
(MTJ)..........................................................................................
C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH (BAJIGUR)...................................
D . OPTIMASI FORMULASI BAJIGUR, METODE MIXTURE
DESIGN..........................................................................................
E. UJI FISIKO-KIMIA........................................................................
F. UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN.............
a. Profil Responden.........................................................................
b, Analisis Multiatribut Fishbein..................................................
c. Uji Wilcoxon................................................................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
A. KESIMPULAN................................................................................
B. SARAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................
30
30
31
31
34
39
48
49
52
52
59
62
65
65
66
67
72
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per
100 gram (bk).....................................................................................
Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995...................
Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa........................................................
Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner………………………………………....
Tabel 5. Skor evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada
tahap preferensi MTJ.............................................................………
Tabel 6. Hasil pengujian beberapa janis jahe dalam bajigur.............................
Tabel 7. Hasil pengujian santan dalam bajigur.................................................
Tabel 8. Komposisi bajigur dalam formula optimasi........................................
Tabel 9. Rancangan percobaan dan nilai rata-rata atribut sensori bajigur….
Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing
variabel respon……………………………………………………
Tabel 11. Analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon………
Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon skor warna...........................................
Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe)..........................
Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis....................................
Tabel 15. Tiga formula optimum terbaik hasil DX7………………............…
Tabel 16. Hasil analisis fisiko-kimia bajigur formula terpilih......…………….
Tabel 17. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada
tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen....................……...
Tabel 18. Skor Keyakinan (bi) terhadap masing-masing atribut Bajigur……..
Tabel 19. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur……………
Tabel 20. Skala Skor Preferensi…………………………………………….
Tabel 21. Hasil uji Wilcoxon untuk bajigur formula terpilih dan komersil
pada berbagai etnis dan atribut bajigur............................................
9
11
12
30
38
40
40
41
43
44
44
45
45
46
47
49
58
59
60
61
62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian...........................................
Gambar 2. Pie Chart persentase jumlah responden pada masing-masing
kelompok etnis…………………………………………….
Gambar 3. Pie Chart persentase responden berdasarkan tingkat usia .…
Gambar 4. Pie Chart persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan..
Gambar 5. Pie Chart Persentase responden berdasarkan tingkat
Pengeluaran ...............................................................................
Gambar 6. Diagram batang jumlah responden berdasarkan frekuensi MTJ
yang diminum per masing-masing MTJ………………………
Gambar 7. Diagram batang Jumlah responden berdasarkan jumlah yang
diminum per masing-masing MTJ…………..………………..
Gambar 8. Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ
berdasarkan kelompok etnis…………………………………...
Gambar 9. Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ
berdasarkan jenis kelamin….………………………………...
Gambar 10. Pie Chart Persentase preferensi bajigur secara keseluruhan…..
Gambar 11. Diagram alir pembersihan jahe..................................................
Gambar 12. Diagram alir pembuatan MTJ................................................
Gambar 13. Contour plot Tingkat Desirability terhadap Penerimaan
warna, rasa pedas dan rasa manis……………………………...
Gambar 14. 3D surface tingkat desirability terhadap penerimaan warna,
rasa pedas dan rasa manis……………………………………..
Gambar 15. Bajigur formula optimum...........................................................
Gambar 16 Diagram batang persentase responden bajigur berdasarkan
jenis kelamin..............................................................................
Gambar 17 Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tingkatan
usia…………………………………………………
Gambar 18 Pie Chart Persentase Responden Bajigur Berdasarkan
19
31
32
32
33
34
35
36
37
37
41
41
48
49
51
53
53
Pekerjaan....................................................................................
Gambar 19 Pie chart persentase responden bajigur yang tidak bekerja
berdasarkan jenis kelamin……………………………………..
Gambar 20 Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan
pengeluaran rata-rata per bulan………………………….........
Gambar 21. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan frekuensi
meminum bajigur per minggu………………….......................
Gambar 22. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tempat
membeli bajigur………………………………………………
Gambar 23. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan jumlah
bajigur yang diminum………………………………………....
Gambar 24. Diagram batang persentase penerimaan responden terhadap
produk bajigur formula optimum…………………………….
54
54
55
56
57
57
58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner sebelum uji validasi dan reliabilitas..........................
Lampiran 2. Nilai r tabel untuk uji validitas dan reliabilitas...........................
Lampiran 3. Hasil uji validasi kuesioner........................................................
Lampiran 4. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk preferensi MTJ
Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas Kuesioner...................................................
Lampiran 6. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur.......
Lampiran 7. Kuesioner uji organoleptik.......................................................
Lampiran 8. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk uji penerimaan
dan preferensi bajigur.................................................................
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan
ANOVA DX7............................................................................
Lampiran 10. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur..............
Lampiran 11 Skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut..........
Lampiran 12. Hasil uji Wilcoxan masing-masing etnis per atribut dua
sampel bajigur.........................................................................
Lampiran 13. Gambar bajigur formula optimasi dan bajigur komersil.........
72
75
76
77
80
82
83
84
88
97
98
99
106
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu komoditas
tanaman obat, yang mempunyai prospek yang cukup bagus untuk
dikembangkan di pasar dalam negeri, regional maupun internasional. Nilai
dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum dikonsumsi sebagai
minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan sebagai bahan
baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu.
Jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu digunakan dalam
beberapa minuman tradisional Indonesia (Koswara, 1995). Jahe sebagai
minuman penghangat sudah sejak lama dikenal di Indonesia. Minuman-
minuman hangat berbasis jahe ini tersebar diseluruh wilayah Indonesia
dengan nama yang berbeda. Beberapa nama minuman penghangat berbasis
jahe yang sudah cukup dikenal masyarakat Indonesia antara lain adalah
wedang jahe, bajigur, sekoteng, bandrek, serbat, dan bir pletok. Perbedaan
asal daerah minuman hangat tersebut membuat setiap minuman mempunyai
keunikan atau ciri khas masing-masing.
Minuman tradisional Indonesia berbasis jahe sudah dipercaya dapat
memberikan efek antioksidan yang tinggi (Yusuf, 2002). Namun, tidak semua
konsumen menyatakan kesukaannya terhadap minuman tersebut. Oleh karena
itu, perlu diteliti tingkat penerimaan minuman tradisional berbasis jahe oleh
konsumen. Sifat sensori suatu bahan pangan merupakan faktor utama yang
menentukan penerimaan bahan pangan oleh konsumen, maka penerimaan
minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen ditentukan melalui uji
sensori.
Pemilihan dan penerimaan suatu bahan pangan oleh seseorang
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Stepherd dan Spark, 1994).
Hal ini juga berlaku untuk minuman tradisional berbasis jahe. Perbedaan
komponen tertentu yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis jahe
sesuai daerah asalnya dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap rasa
dan aroma minuman berbasis jahe tersebut. Selain itu, faktor demografi juga
berpengaruh terhadap penerimaan sensori oleh konsumen, antara lain status
sosial, pengalaman, pengetahuan, jenis kelamin, usia dan keadaan psikologis
(Bergier, 1987).
Penelitian tentang minuman tradisional berbasis jahe sampai saat ini
sudah banyak dilakukan. Penelitian tersebut sebagian besar membahas
masalah teknologi pembuatan dan kandungan gizi dalam minuman (Yusuf,
2002). Akan tetapi penelitian mengenai aspek flavor dan penerimaan sensori
minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen belum banyak dilakukan.
Menurut Widowati (2004), minuman tradisional Indonesia memiliki potensi
dan status sebagai pangan fungsional sehingga perlu dikembangkan agar
menjadi minuman yang disukai konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengkaji penerimaan sensori dan flavor minuman tradisional
berbasis jahe oleh konsumen dengan melihat pengaruh penambahan
komponen tertentu yang sering digunakan dalam pembuatan minuman
tradisional berbasis jahe khas Indonesia.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
a. Tujuan
- Mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman
tradisional berbasis jahe,
- mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional
berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan
- mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan
preferensi konsumen.
b. Manfaat
- Memberikan referensi bagi pengolahan minuman tradisional berbasis jahe.
- sebagai salah satu upaya pelestarian minuman tradisional Indonesia
berbasis jahe.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
Makanan/minuman tradisional adalah makanan atau minuman, termasuk
jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang digunakan secara
tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau
masyarakat Indonesia (Yusuf, 2002). Biasanya makanan/minuman tradisional
diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang
diperoleh dari sumber lokal dan memiliki cita rasa yang relatif sesuai dengan
masyarakat setempat. Disadari atau tidak, banyak makanan/minuman
tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya, yaitu
memiliki karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis
berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan/minuman
tradisonal yang dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman fungsional
(Fardiaz, 1997).
Widowati (2004), mengatakan bahwa minuman tradisional Indonesia
memiliki potensi untuk dijadikan minuman fungsional. Berbagai jenis
minuman Nusantara yang dapat digolongkan sebagai pangan fungsional antara
lain: wedang jahe, wedang secang, wedang jeruk, beras kencur, kunyit asam,
bir temulawak, bir plethok, ronde, sekoteng, bandrek, serbat dan dadih.
Sebagai minuman fungsional, minuman tradisional Indonesia juga memiliki
khasiat yang penting bagi kesehatan, antara lain, dapat menghangatkan tubuh,
mencegah masuk angin, batuk, influenza, reumatik, meningkatkan stamina
tubuh, melancarkan pencernaan dan anti diare (Widowati, 2004).
Di Indonesia, minuman tradisional umumnya terbuat dari rempah-
rempah. Salah satu rempah yang banyak digunakan adalah jahe. Menurut
Koswara (1995), jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu
digunakan dalam beberapa minuman tradisional Indonesia.
Minuman tradisional berbasis jahe adalah minuman khas Indonesia yang
menggunakan jahe sebagai bahan utamanya. Minuman ini biasa disajikan
dalam keadaan panas atau hangat. Hal ini sangat sesuai dengan fungsinya,
yaitu sebagai minuman penghangat tubuh. Produk-produk minuman
tradisional yang terdapat di Indonesia yang dibuat dari jahe antara lain wedang
jahe, bir pletok, bandrek, serbat, sarabba, adon-adon coro, sekoteng, dan
ronde. Beberapa diantaranya sudah sangat di kenal masyarakat Indonesia
umumnya, yaitu wedang jahe dan bandrek. Dua jenis minuman ini sudah
banyak dipasarkan dalam bentuk instan. Hal ini adalah sebagai bukti bahwa
wedang jahe dan bandrek sudah memasyarakat. Namun, beberapa minuman
lainnya, seperti bir pletok, serbat, bajigur, sarabba, adon-adon coro, sekoteng
dan ronde lebih dikenal didaerah asal masing-masing.
Wedang jahe adalah minuman yang lebih dikenal di wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Kata wedang berasal dari bahasa Jawa yang artinya
air panas atau air mendidih. Kata ini untuk mewakili jenis minuman yang
dibuat dari air panas atau air yang dipanaskan dan disajikan dalam keadaan
panas (http://cyberman.cbn.net.id/). Minuman ini mampu memberikan rasa
hangat mulai dari kerongkongan sampai perut. Selain jahe, bahan lain yang
biasa digunakan untuk pembuatan wedang jahe adalah gula merah. Namun,
wedang jahe juga sering ditambahkan merica (Untari, 2005).
Proses pembuatan wedang jahe adalah jahe dihancurkan/dimemarkan
rebus bersama gula merah hingga gulanya larut. Diaduk hingga gula larut
seluruhnya baru dimasukkan pandan. Penambahan pandan ini untuk
meningkatkan selera melalui keharuman khas pandan. Setelah aroma tercium,
diangkat lalu disaring (Untari, 2005).
Bandrek adalah minuman semacam wedang jahe. Minuman ini sangat
dikenal di wilayah pulau jawa khususnya Jawa Barat. Bahan tambahan
pembuatan bandrek sama dengan wedang jahe, yaitu gula merah. Variasi
bahan dalam pembuatan bandrek dipengaruhi oleh kebiasaan daerah masing-
masing. Bandrek Parahiyangan menambahkan lada halus (merica halus) dan
cabe kering yang dimemarkan selain bahan utamanya, yaitu jahe dan gula
jawa, sedangkan bandrek Wetan sering digunakan serai untuk bahan
tambahannya guna menambah aroma dan rasa pada bandrek (Untari, 2005).
Bahan tambahan lain yang biasa digunakan pada bandrek, yaitu kayumanis
dan daun pandan.
Proses pembuatan bandrek sama dengan pembuatan wedang jahe.
Namun dalam penyajiannya kadang ditambahkan kelapa dalam bentuk serutan
(Untari, 2005). Kelapa serut inilah yang menjadi khas bandrek parahiyangan.
Minuman tradisional berbasis jahe lainya adalah sarabba dan bajigur.
Sarabba merupakan minuman khas yang berasal dari Makasar (Sulawesi
Selatan), sedangkan bajigur lebih dikenal di Jawa Barat. Perbedaan dua
minuman ini dengan bandrek dan wedang jahe adalah terdapat bahan
tambahan santan dalam proses pembuatannya.
Sarabba dan bajigur terbuat dari campuran gula jawa, jahe dan santan.
Sekilas jika melihat bahan-bahannya, sarabba serupa dengan bajigur. Namun
terdapat perbedaan dalam perbandingan jumlah santan dan jahe yang
ditambahkan. Jumlah jahe yang ditambahkan pada bajigur umumnya lebih
sedikit dibandingkan sarabba. Jika perbandingan jahe dan santan pada bajigur
adalah 1 : 3, maka perbandingan jahe dan santan pada sarabba adalah
sebaliknya (3 : 1). Bajigur biasanya diberi tambahan kopi bubuk sebagai
citarasa khas bajigur lainnya selain santan (Untari, 2005). Perbedaaan
perbandingan jumlah komposisi yang ditambahkan pada kedua minuman ini
dapat berpengaruh pada rasa dan aroma dari minuman-minuman tersebut.
Rasa dan aroma jahe lebih terasa pada sarabba. Hal inilah yang menjadi
ciri khas dari sarabba. Seperti halnya bandrek, sarabba juga sering
ditambahkan beberapa bahan lain seperti lada halus, kayu manis, pandan dan
putih telur ayam kampung. Rasa minuman ini pedas dan hangat di tubuh.
Konon, Sarabba bermanfaat untuk menyegarkan dan menghangatkan badan
serta melancarkan peredaran darah (http://www.resto.co.id/).
Proses pembuatan sarabba dan bajigur adalah santan dipanaskan, lalu
dimasukkan bahan-bahan lainnya, seperti gula jawa, jahe dan pandan, lalu
disaring . Didaerah asalnya, sarabba dan bajigur biasa dikonsumsi disore hari
pada saat hujan turun. Wilayah Jepara (Jawa Tengah) juga memiliki minuman
seperti sarabba yang dikenal dengan nama adon-adon coro
(http://id.wikipedia.org/).
Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia tidak kalah saing dengan
wilayah Indonesia lainnya. Suku Betawi yang merupakan penduduk asli
Jakarta juga memiliki minuman tradisional khas yang berbasis jahe, yaitu bir
pletok. Walaupun mengandung kata bir, akan tetapi biasanya bir pletok tidak
mengandung alkohol. Menurut Widowati (2004), bir pletok bukan minuman
fermentasi dan tidak mengandung alkohol. Produk ini terbuat dari rimpang
dan rempah alami. Selain jahe, rempah lain yang digunakan adalah kayu
manis, sereh, cengkeh, kayu secang, bunga dan biji pala serta cabe jawa
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bir_pletok). Bir pletok biasanya menggunakan
air, garam dan gula pasir sebagai bahan tambahan.
Proses pembuatan bir pletok adalah merebus air hingga mendidih,
kemudian dimasukkan rempah-rempah yang telah dimemarkan, lalu dimasak
sampai beraroma lalu saring. Gula pasir dan garam dimasukkan ke dalam
rebusan rempah yang telah disaring. lalu dipanaskan kembali dengan api kecil
selama 15 menit,lalu diangkat. Hidangkan panas atau dingin. Inilah yang
menjadi keistimewaan bir pletok, yaitu bisa disajikan hangat maupun dingin.
Apabila kita meminum bir pletok pertama-tama akan terasa pedas, akan tetapi
selanjutnya badan akan terasa hangat pengaruh dari ramuan yang terdapat
didalamnya.
Selain minuman-minuman yang tersebut diatas, ada juga jenis minuman
tradisional berbasis jahe lainnya, yaitu sekoteng, ronde dan serbat. Tiga
minuman ini tidak kalah terkenalnya dengan minuman-minuman yang sudah
disebutkan sebelumnya. Serbat lebih mirip dengan bandrek dan wedang jahe,
hanya saja bahan tambahan yang digunakan adalah gula pasir, kapulaga, adas
manis, dan asam Jawa. Sekoteng dan ronde manggunakan bahan-bahan
seperti yang digunakan pada pembuatan bandrek dan wedang jahe, hanya
dalam penyajiannya ditambahkan pengisi. Bahan pengisi yang biasanya
digunakan pada sekoteng adalah kacang tanah sangrai, kacang hijau, roti tawar
dan pacar cina, sedangkan dalam ronde menggunakan tepung ketan yang
dibentuk bulatan kecil sebagai ciri khasnya. Dalam hal ini wedang jahe dan
bandrek berfungsi sebagai kuah.
B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe)
a) Botani Jahe
Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinalle Roscoe)
termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas
monicotyledone, ordo Zingiberales, famili Zingiber dan spesies Officinale
(Purseglove et al., 1981). Tanaman jahe terdiri dari akar, batang, daun, dan
bunga. Seluruh batang jahe ditutupi oleh kelopak daun yang melingkari batang
dan bunganya berbentuk mayang kuning kehijauan. Jahe merupakan tanaman
rumput-rumputan yang hidup merumpun, berbatang semu, tegak atau condong
dengan ketinggian antara 30 sampai 100 cm (Purseglove et al., 1981).
Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rimpangnya.
Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan di panen
setelah berumur 9-11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang, berwarna
kuning tua pada bagian luar dan kuning muda pada bagian dalam serta
berserat. Bentuk rimpang jahe pada umumya tidak beraturan dan kulitnya
mudah dikelupas.
Waktu pemanenan jahe tergantung dari tujuan penggunaanya. Jahe yang
digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat
muda agar tidak terlalu keras, umumnya berumur 3-4 bulan (Farrel, 1985).
Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau ekstraksi minyak atsiri
dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan
oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8 – 10 bulan (Purseglove et al.,
1981). Jahe mengandung zat zingeron, zingiberin, zingiberol, borneo, sineol,
felandren, kamfer, karbohidrat, damar, vitamin A, B, C, oleoresin dan asam
organik.
Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpang dikenal 3 jenis jahe,
yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih besar
biasanya disebut jahe gajah atau badak. Jenis jahe ini memiliki rimpang yang
besar dan gemuk, potongan melintangnya berwarna putih-kekuningan, serat
sedikit, aroma kurang tajam dan rasa kurang pedas. Jahe gajah biasanya
dikonsumsi saat berumur muda maupun tua sebagai jahe segar atau jahe
olahan.
Jahe putih kecil memiliki potongan melintang berwarna putih-
kekuningan, aroma agak tajam dan rasanya pedas. Jahe merah memiliki
ukuran terkecil, warna rimpangnya jingga muda hingga merah, aroma sangat
tajam dan rasanya sangat pedas. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah
mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah.
Kedua jenis jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak
oleoresin dan minyak atsirinya (Santosa, 1994).
b) Komposisi kimia jahe
Rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang jahe
mengandung minyak atsiri 0,25 - 3,3% yang terdiri dari zingiberene,
curcumene, philandren. Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3 –
6,0% yang terdiri dari gingerols serta shogaols yang menimbulkan rasa pedas
(Rismunandar,1988).
Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, manisan,
minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan tambahan pada kue,
puding, dan lain-lain. Selain itu, rimpang jahe dapat diambil oleoresinnya
yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika, farmasi, dan
lain-lain. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan
untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe
menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum
dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rimpang jahe banyak digunakan
untuk radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntah-
muntah, kholera, perut sakit, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri,
memperlancar peredaran darah, gangguan syaraf dan penghangat badan.
Komposisi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan
rasa pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang
jahe, diantaranya adalah jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen,
penanganan dan pemeliharaan tanaman, perlakuan pra panen, pemanenan, dan
penanganan pasca panen. Komposisi kimia jahe segar dan jahe kering
disajikan pada Tabel 1. Secara garis besar, rimpang jahe mengandung minyak
atsiri (0.25-3.30%), oleoresin (4,3-6,0%), lipida (6.00-8.00%), protein
(9.00%), karbohidrat (>50.00%) serta beberapa vitamin dan mineral
(Rismunandar, 1988).
Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per
100 gram (bk)
Komponen Jumlah
Jahe segar Jahe kering
Energi (KJ) 184.0 1424.0
Protein (gram) 1.5 9.1
Karbohidrat (gram) 1.0 6.0
Lemak (gram) 10.1 70.8
Kalsium (mg) 21 116
Phospor (mg) 39 148
Besi (mg) 4.3 12
Vitamin A (SI) 30 147
Thiamin (mg) 0.02 -
Niasin (mg) 0.8 5
Vitamin C (mg) 4 -
Serat kasar (gram) 7.53 5.9
Total abu (gram) 3.70 4.8
Magnesium (gram) - 184
Natrium (mg) 6.0 32
Kalium (mg) 57.0 1342
Seng - 5 Sumber : Koswara (1995).
Menurut Grosch (1999) seperti yang dikutip oleh Slamet (2005), jahe
memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai pemberi
rasa pedas dan antioksidan. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di
dalam jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat
terhidrasi menjadi shogaol yang memiliki rasa pedas rendah daripada gingerol.
Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan retroaldol dan terbentuk senyawa
zingerone dan hexanal. Pada konsentrasi tertentu, hexanal dapat mengurangi
aroma jahe.
c) Manfaat Jahe
Komponen yang terkandung di dalam rimpang jahe sangat banyak
kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa
makanan dan minuman serta digunakan dalam industri farmasi, industri
parfum, industri kosmetika, dan lain sebagainya (Paimin dan Murhananto,
1991). Di Indonesia dikenal tiga produk utama jahe, yaitu : jahe segar, awetan
jahe dengan gula, dan jahe kering. Jahe segar dikonsumsi sebagai rempah
untuk bumbu, bahan pembuatan jamu, sedangkan rimpang jahe muda dimakan
sebagai lalap, acar, dan asinan jahe. Jahe alam bentuk tepung atau
oleoresinnya dapat digunakan sebagai pemberi aroma (flavoring agent) dalam
industri makanan seperti dalam pembuatan permen, biskuit, kue dan lain-lain
(Koswara, 1995). Rasa hangat yang dimiliki jahe sering dimanfaatkan dalam
pembuatan minuman.
Manfaat jahe dalam bidang pengobatan tradisional antara lain dipercaya
sebagai obat pencahar (laxative), penguat lambung, penghangat badan, obat
masuk angin, mengobati batuk, bronkhitis, asma, dan penyakit jantung
(Darwis et al., 1991), mengatasi influenza, obat cacing, diare, rematik,
kembung, luka, dan penambah nafsu makan serta memperbaiki pencernaan
(Paimin dan Murhananto, 1991).
C. GULA MERAH (GULA PALMA)
Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari
pengolahan nira palma, yaitu aren ( Arenga piñata, merr), kelapa (Cocos
nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan
berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula merah palma berdasarkan SNI
(1995) dapat dilihat pada Tabel 2.
Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah
adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan
dari kotoran-kotoran dengan cara penyaringan dengan menggunakan ijuk,
kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut
akan mendidih dan akan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna
kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik.
Nira merupakan larutan gula, tetapi didalamnya terdapat zat yang tidak
larut air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin. Pada saat dididihkan
butir-butir air akan menempel pada butir-butir emulsi dan mengangkatnya
kepermukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira menjadi
kental buih akan teraduk kebagian dalam dan karena warnanya lebih muda
maka gula yang dihasilkan akan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi, 1984).
Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Cetak Butiran/granula
1 Keadaan
1.1 Bentuk Normal Normal
1.2 Rasa dan Aroma Normal, khas Normal, khas
1.3 Warna
Kuning
kecoklatan
sampai coklat
Kuning
kecoklatan
sampai coklat
2 Bagian yang tidak
larut dalam air % b/b Maks. 1.0 Maks. 0.2
3 Air % b/b Maks. 10.0 Maks. 3.0
4 Abu % b/b Maks. 2.0 Maks. 2.0
5 Gula pereduksi % b/b Maks.10.0 Maks. 6.0
6 Jumlah gula
sebagai sakarosa % b/b Maks. 77 Maks. 90.0
7 Cemaran logam
7.1 Seng mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0
7.2 Timbal mg/kg Maks. 2.0 Maks. 2.0
7.3 Tembaga mg/kg Maks. 10.0 Maks. 10.0
7.4 Raksa mg/kg 0.03 0.03
7.5 Timah mg/kg 40.0 40.0
8 Arsen mg/kg 1.0 1.0
Menurut Sardjono et al. (1983), pada waktu pemasakan akan berbentuk
buih berwarna putih kekuningan sampai kuning. Hal ini dapat dicegah dengan
menambahkan 5 gram minyak untuk 5 liter nira atau satu sendok makan untuk
25 liter nira.
Nira yang telah kental kemudian diukur kematangannya. Pengukuran
kematangan nira pekat dilakukan dengan mengambil sedikit pekatan nira yang
sedang dimasak kemudian meneteskannya kedalam air dingin. Apabila
terbentuk benang-benang gula yang jika dipegang terasa keras, mudah patah
dan tidak lengket berarti pemasakan sudah cukup dan wadah pemasakan harus
segera diangkat dari tungku (Sardjono et al., 1983).
Menurut Sardjono et al. (1983), pekatan nira diaduk sebentar, diambil
sedikit dan dioleskan dipinggir wajan kemudian digosok-gosok dengan
pengaduk dan dicampur lagi sambil diaduk. Hal ini dilakukan berulang-ulang
sampai pekatan terlihat mulai dingin. Pekatan tersebut dituangkan kedalam
cetakan yang telah dibasahi untuk mempermudah pelepasan gula apabila telah
kering.
D. SANTAN
Santan adalah cairan yang berwarna putih yang diperoleh dengan
mengempa buah kelapa segar, dengan atau tanpa penambahan air. Komposisi
santan ini berbeda tergantung dari varietas kelapa, umur buah dan keadaan
lingkungan (Grimwood, 1975 didalam Djatmiko, 1983). Komposisi kimia
santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa
Komposisi
kimia Kandungan (%)
Air 50.00* 54.1* 52.00**
Lemak 39.77* 32.2* 38.00**
Protein 2.78* 4.4* 3.50**
Pati 0.09* - -
Gula 2.99* - -
Total Padatan 10.38* - 9.00**
Abu 1.22* 1.0* 1.00**
Karbohidrat - 8.3* - Sumber : * Nathanael dan Proper dkk didalam Woodroof (1979),
** Hagenmaier (1977).
Menurut Kirk dan Othmer (1960), ukuran partikel santan lebih besar dari
tiga mikron sehingga santan berwarna putih seperti susu, sedangkan menurut
Hagenmaier (1977), diameter globula lemak santan berkisar antara 0,01-0,02
milimeter.
Menurut Cheosakul (1967) didalam Herman dan Somaatmadja (1975),
penambahan sejumlah air pada santan sangat mempengaruhi komposisi santan
dan menyebabkan emulsi santan lebih stabil.
Woodroof (1979), melaporkan bahwa emulsi santan distabilkan oleh
protein dan mungkin juga oleh beberapa ion yang terserap pada batas
permukaan antara minyak dan air. Menurut Hagenmaier (1977), beberapa
jenis protein yang tidak larut dalam air juga terdapat di dalam santan.
Kelapa yang digunakan untuk ekstraksi santan harus matang sempurna
dan yang paling baik adalah kelapa yang jatuh dari pohon secara alamiah dan
kecil ukurannya. Jenis kelapa ini memiliki pulp yang mencapai maksimum
dan kandungan airnya yang sedikit.
Ekstraksi santan dilakukan dengan dua tahap, yaitu 1) persiapan buah
meliputi seleksi buah, pemisahan sabut, seasoning, pemisahan tempurung dan
2) pencucian serta tahap ekstraksi (Djatmiko dan Ketaren, 1981).
Efektifitas ekstraksi santan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu alat
pemarut yang digunakan, bahan baku, perbandingan antara air dan daging
buah kelapa serta suhu ekstraksi (Dendi dan Timmins, 1973).
Di dalam sentrifugasi, santan terpisah menjadi tiga bagian, yaitu krim,
skim, dan endapan. Fraksi lemak dan protein terbesar terdapat pada bagian
krim, masing-masing 91,89% dan 70,56 %, sedangkan pada skim masing-
masing 2,26% dan 15,28% (Somatmaja, 1974).
E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN
Food preference didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap
makanan dimana preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik
fisiko-kimia yang ditentukan oleh ingredient, proses dan penyimpanan akan
berinteraksi dengan indra manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello,
1994). Preferensi yang dilakukan masyarakat terhadap suatu produk lebih
dikenal dengan sebutan preferensi konsumen. Preferensi konsumen adalah
derajat kesukaan atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk (Sanjur,
1982). Menurut Suhardjo (1989) didalam Ikasanti (2001), preferensi
konsumen dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat
sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat
sensori pada makanan dan minuman akan diproses dalam otak dengan
dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis, psiko-sosial, learning dan memory,
ketahanan tubuh dan lain-lain (Cardello, 1994). Perbedaan psikologi diantara
individu seperti personality juga berpengaruh terhadap preferensi makanan,
contohnya adalah mood dan sleepness (Shepherd dan Spark, 1994).
Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi
food preference dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, temperatur, tekstur,
kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan
2. Faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu
penyajian
3. Faktor biologis, fisik, dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin,
keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis
4. Faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain,
prioritas, selera, mood dan emosi
5. Faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan,
status sosial dan keamanan
6. Faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga
serta pengetahuan tentang gizi
7. Faktor kultur, agama, dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang
agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tekstur
dan flavor lebih banyak menjadi sebab disukai atau tidak disukainya makanan.
Pemilihan flavor perlu diperhatikan karena rasa dan aroma makan mempunyai
pengaruh terhadap penerimaan dan konsumsi (Cardello, 1994). Perbedaan
temperatur dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan penerimaan
konsumen, tergantung dari jenis makanan yang disajikan. Penampakan visual
seperti warna, bentuk, logo, simbol, dan nama pada pengemasan makanan
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penerimaannya. Adanya
kepercayaan terhadap kualitas gizi dan pengaruh kesehatan menjadi lebih
penting daripada kenyataan bahwa konsekwensi kualitas gizi dan kesehatan
yang ditentukan oleh pilihan individu (Stepherd dan Spark, 1994).
Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan
seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu
makanan tidak akan kita sukai bila kita belum pernah mencobanya, tidak
disukai setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan
menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis yang berhubungan dengan efek
penyakit setelah mengkonsumsinya (Lyman, 1989).
Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui
pengalaman, yaitu seperti pemilihan rasa manis dan rasa pahit. Pengetahuan
mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah
laku/preferensi makanan (Stepherd dan Spark, 1994). Menurut Bergier (1987),
latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat
istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali
untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan
makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal
masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan
tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru.
Menurut Jaeger et al (1998) didalam Ikasanti (2001), hasil penelitian
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa persepsi komensori sebagian besar serupa
dengan perbedaan kultur, hal ini juga telah dikonfirmasikan dalam berbagai
produk makanan, contohnya kopi, jus jeruk, corn flakes dan es krim.
Maskowitz et al (1975), menyatakan bahwa perbedaan cross-culture pada
kesukaan konsumen berhubungan erat denga variasi produk yang diujikan
diantara populasi kultur yang berbeda.
Olfactory preference, didefinisikan dengan baik sesuai dengan
pertambahan usia. Preferensi dipengaruhi oleh umur, dimana preferensi anak-
anak akan sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak lebih menyukai
makanan yang kemanisannya tinggi daripada usia yang lain (Zandstra dan
Graff, 1998).
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap sensitifitas rasa. Ini telah
dipelajari oleh Okoro et al (1998), dimana ia menyatakan bahwa penerimaan
rasa asin dipengaruhi oleh sex, sedangkan persepsi terhadap rasa pahit (urea)
tidak dipengaruhi oleh genetik. Anak perempuaan memiliki ambang rasa asin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Selain itu, wanita
kurang menyukai makanan berlemak dibandingkan pria (Bower dan Saadat,
1998).
Pengetahuan seseorang tentang kesehatan berpengaruh penting dalam
konsumsi suatu produk makanan (Bower dan Saadat, 1998). Latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap pertimbangan konsumen dalam membeli
suatu produk. Melalui pendidikan yang cukup tinggi, konsumen lebih
mempertimbangkan secara matang sesuai dengan pengetahuan tentang produk
yang dimiliki sebelum menurunkan untuk membeli suatu produk.
F. MIXTURE DESIGN (MD)
Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam
pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori seringkali digunakan untuk
menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar.
Metode Mixture Design (MD) seringkali diterapkan dalam mengoptimasi
formula suatu produk. MD merupakan kumpulan dari teknik matematika dan
statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah sebuah respon
yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah
mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery, 2002). Respon yang
digunakan dalam MD adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau
bahan dalam suatu formula (Cornell,1990).
Menurut Cornell (1990), MD terdiri dari enam tahap yaitu menentukan
tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran,
mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi
variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk
mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai. MD
digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan
multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai
respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji
mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan
menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.
Menurut Cornell (1990), metode MD tidak hanya terdiri dari dua orde.
Namun yang sering digunakan adalah orde pertama dan kedua. Orde pertama
dari MD dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan
orde kedua digambarkan pada persamaan (2).
Y = b0 + b1X1 + b2X2 (1)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X2
2 + b12X1X2 (2)
Orde pertama seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri
permukaan respon yang kurang memadai, oleh karena itu penggunaan orde
kedua lebih dianjurkan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe, santan,
gula merah (palm), sedangkan bahan tambahan lainnya adalah kopi, garam,
dan pandan. Bahan-bahan untuk pembuatan MTJ ini diperoleh dari Pasar
Anyar Bogor, kecuali jahe. Jahe yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Tropis) Bogor. Bahan untuk
analisa produk, yaitu petroleum eter, H2SO4, alkohol 70%, katalisator CuSO4,
NaOH, fenolftalein, larutan KCl, NaCl, MgNO3, BaCl2, asam borat (H3BO3),
HCl 0,1 N, aquades, kertas saring, kapas bebas lemak, larutan Luff dan bahan-
bahan analisis lainnya. Selain bahan-bahan tersebut terdapat bajigur komersil
yang digunakan sebagai pembanding dalam tahap uji penerimaan dan
preferensi konsumen. Bajigur komersil ini diperoleh dari penjual bajigur
keliling.
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman tradisional
berbasis jahe adalah pisau, panci, sendok pengaduk kayu, ayakan dan kompor
gas. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah alat ekstraksi soxhlet
lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven,
timbangan analitik, cawan porselen, desikator, penjepit cawan, tanur,
erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, labu Kjeldahl, buret 25 ml, corong,
pipet, gelas ukur, alat destilasi, kertas saring, buret, Minolta chromameter
CR-310, dan pH-meter Hanna Hi8014.
B. METODE PENELITIAN
Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan preferensi
Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ), melalui pengumpulan data primer
dalam bentuk kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan jenis MTJ yang
paling disukai. Tahap selanjutnya adalah optimasi formula jenis MTJ yang
paling disukai dengan menggunakan metode mixture design. Formula MTJ
terpilih yang optimum hasil dari metode mixture design tersebut diuji secara
fisiko-kimia, organoleptik, dan dilakukan uji penerimaan dan preferensi
konsumen.
1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)
1.1. Pembuatan dan pengujian kuesioner
Penentuan jenis MTJ ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner.
Kuesioner berisi informasi umum responden dan informasi tentang
produk. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner adalah jenis
pertanyaan terbuka dan tertutup. Agar kuesioner bersifat sahih, maka
dilakukan beberapa pengujian sebelum kuesioner tersebut digunakan.
Pengujian yang dilakukan terhadap kuesioner adalah validitas dan
reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan terhadap 30 responden.
Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian
- Uji fisiko-kimia (kadar gula,
warna, pH dan proksimat)
- Uji Organoleptik (kesukaan)
Optimasi formulasi MTJ(Mixture Design/MD)
Preferensi MTJ dengan
penyebaran kuesioner
-uji validitas
MTJ
yang paling di sukai
Formula MTJ
t ilih
Menurut Singarimbun dan Efendi (1989), validitas menunjukkan
sejauh mana kuesioner mengukur apa yang ingin diukur. Validitas
kuesioner dihitung dengan menggunakan korelasi antara masing – masing
pertanyaan dengan skor total. Indeks korelasi yang diperoleh (r)
dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi nilai ”r”, nilai korelasi
dihitung dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut :
r = N (Σ XY) – (ΣX ΣY)
√(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 -– (Σ Y)2)
Dimana : X = skor pada soal yang ingin diukur
Y = skor dari masing – masing soal
N = jumlah pengamatan
r = indeks validitas
Pertanyaan yang diukur dengan rumus product moment adalah
pertanyaan pada kuesioner nomor 4, 7, 8, 10.1, 10.2, 10.3, 10.4, 10.5, 10.6,
dan 10.7. Pertanyaan selain nomor tersebut dilakukan uji validitas secara
subyektif, yaitu dengan cara menanyakan langsung kepada responden dan
apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti atau bersifat bias maka
akan diperbaiki berdasarkan masukkan dari responden.
Reliabilitas kuesioner menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran
relatif konsisten. Reliabilitas hanya satu kali diuji. Kuesioner pertama
yang belum diuji validasi dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.
1.2. Penentuan Lokasi dan Responden
Penelitian mengenai penerimaan dan preferensi konsumen produk
minuman tradisional berbasis jahe (MTJ) dilaksanakan di kota Bogor
dengan pertimbangan bahwa kota Bogor merupakan kota dengan populasi
penduduk yang besar dan beragam baik dari segi ekonomi, sosial dan
budaya. Selain itu, pertimbangan lain pemilihan kota Bogor adalah untuk
kemudahan teknis dilapangan
Responden dari penelitian ini adalah langsung dari konsumen
dilapangan yang berada di kota Bogor. Penentuan pengambilan responden
dilakukan menggunakan dengan cara sengaja atau disebut metode
purposive (Simamora, 2004). Responden yang digunakan dalam
penentuan jenis MTJ adalah responden tidak terlatih (untrained panelis)
yang pernah mengkonsumsi MTJ minimal satu kali pada dua bulan
terakhir.
Pemilihan responden didasarkan pada perbedaan etnis dengan jumlah
responden untuk masing-masing etnis diusahakan sama. Adapun
pembagian etnis yang dimaksud adalah etnis Betawi, Jawa, Sunda,
Sumatra dan Kalimantan/Sulawesi.
1.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei (Simamora,
2004). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari hasil
kuesioner dengan menggunakan metode wawancara tertulis.
1.4. Analisis data
Data yang diperoleh dihitung skor masing-masing jenis MTJ yang
paling disukai oleh responden. MTJ yang paling banyak dipilih oleh
responden dengan frekuensi konsumsi tertinggi akan digunakan sebagai
acuan dalam formulasi produk.
Pengolahan data juga dilakukan dengan metode Fishbein. Dalam
metode Fishbein nilai-nilai bi dan ei berkisar dari -2 sampai +2. Skor dari
sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk MTJ ini dihitung
berdasarkan atribut-atribut yang digunakan. Adapun secara simbolis,
rumus tersebut dapat diekspresikan sebagai :
n
A0 = Σ bi ei
i=1
Dimana A0 = sikap terhadap berbagai atribut produk MTJ
bi = kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki atribut i
ei = evaluasi mengenai atribut i
n = jumlah atribut yang menonjol
2. Optimasi Formula MTJ
Tahap ini bertujuan untuk memformulasikan produk minuman
tradisional berbasis jahe sesuai dengan hasil kuesioner pada tahap pertama
(preferensi MTJ). Produk MTJ yang akan di buat formulasinya adalah
produk hasil uji kuesioner pada tahap pertama dengan memfokuskan pada
rasa, aroma dan warna yang memiliki skor kesukaan tertinggi.
Optimasi formulasi MTJ dilakukan dengan menggunakan metode
Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan program
Design Expert (DX) 7.0. Data yang diperlukan dalam pengolahan dengan
DX 7.0 adalah variabel uji yang digunakan beserta kisaran taraf masing-
masing variabel. Design Expert akan menghasilkan suatu disain percobaan
yang nantinya dilakukan untuk mendapatkan respon. Respon yang
digunakan dalam optimasi formulasi MTJ ini adalah respon hasil uji
kesukaan.
Proses selanjutnya adalah pengolahan data untuk mendapatkan
formula optimum yang dapat diketahui melalui suatu persamaan
multivariasi. Persamaan multivariasi tersebut dipetakan dalam suatu
contour plot baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun tiga dimensi
(3-D).
3. Pengujian MTJ Formula Optimum
3.1 Uji Fisiko-Kimia
a. Analisa kadar air metode oven (AOAC, 1995)
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven.
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan
suhu 100 sampai 105oC. Cawan kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan setelah dingin segera ditimbang.
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang
kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 100 sampai 105oC selama sekitar 6 jam sampai tercapai bobot
konstan, cawan kemudian didinginkan dalam desikator sekitar 30
menit dan segera ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan
menggunakan rumus :
b. Analisa kadar abu, metode oven (AOAC, 1995)
Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g
sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin.
Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai
tidak berasap lagi, selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur
listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu
berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan
selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan
menggunakan rumus :
c. Analisa kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven
bersuhu 100-110oC, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut
heksana.
Reflux dilakukan selama 6 jam dan pelarut heksana yang ada di
dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak
hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga
bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :
(bobot awal – bobot akhir)
bobot sampel Kadar air (%) = x 100 %
bobot lemak (g)
bobot sampel (g) Kadar lemak (%) = x 100 %
bobot abu (g)
bobot sampel (g) Kadar abu (%) = x 100 %
d. Analisa kadar protein, metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)
Analisis protein dilakukan dengan menggunakan metode Mikro
Kjeldahl. Contoh sebanyak 1 g didestruksi dengan 5 ml asam sulfat
pekat dengan katalisator CuSO4 dan Na2SO4 sampai warnanya menjadi
hijau jernih. Cairan dibiarkan sampai dingin lalu ditambahkan air
suling secara perlahan-lahan. Setelah dingin isi labu dipindahkan ke
alat destilasi dengan penambahan NaOH pekat dan tiga tetes indikator
fenolftalein. Sebagai penampung digunakan 25 ml asam borat jenuh
dan 2 sampai 3 tetes indikator campuran metil biru dan metil merah.
Hasil destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N. Prosedur blanko
ditentukan seperti di atas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis.
Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir tiitrasi.
Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus :
Dimana N = Normalitas HCl
e. Analisa kadar gula, Metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)
Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan sebanyak 2.5 – 25
gram dan pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml
aquades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb. Asetat. Penambahan bahan
penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari
reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan
aquades sampai tanda dan disaring.
Filtrat ditampung dalam labu takar 200 ml. Na2CO3 anhidrat atau
K atau Na-oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8% ditambahkan
secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb, kemudian
(ml HCl – ml blanko) x N x 14.007 x 100
mg sampel % Nitrogen =
Kadar protein (%) = % Nitrogen x faktor konversi (6.25)
ditambahkan K atau Na-oksalat atau Na-fosfat atau Na2CO3 agat tetap
jernih. 50 ml filtrat bebas Pb diambil dari larutan, masukan ke dalam
erlenmayer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl
30% (BJ 1,15). Panaskan di atas penangas air pada suhu 67 – 700C
selama 10 menit lalu didinginkan secepatnya sampai suhu 200C.
Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume
tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15 – 60 mg gula pereduksi.
Sebanyak 25 ml larutan diambil dan masukkan ke dalam
erlenmayer dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Percobaan
blangko dibuat, yaitu 25 ml Larutan Luff Schoorl ditambah 25 ml
aquades Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer
dihubungkan dengan pendingin balik kemudian dididihkan (usahakan
2 menit sudah mendidih). Pendidihan larutan dipertahankan selama 10
menit, lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml
H2SO4 26,5%.
Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat
0,1 N memakai indikator pati 2 – 3 ml. Pati ditambahkan untuk
memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi.
penetapan berat glukusa dilakukan dengan membandingkan
volume Na- thiosulfat yang diperlukan dengan suatu daftar (tabel luff
schoorl)..
f. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999)
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat
Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai
L, a dan b perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat
dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35;
b=-3.37). Setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan
bobot glukosa x faktor pengenceran
bobot sampel Kadar gula (%) = x 100 %
pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah
sistem Lab.
Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian
tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel.
Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L
menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100).
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai + a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai –
a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai + b
(positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai – b
(negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L
menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna,
semakin tinggi nilai L.
Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan
rumus :
Jika hasil yang diperoleh :
18º - 54º maka produk berwarna red (R)
54º - 90º maka produk berwarna yellow red (YR)
90º - 126º maka produk berwarna yellow (Y)
126º - 162º maka produk berwarna yellow green (YG)
162º - 198º maka produk berwarna green (G)
198º - 234º maka produk berwarna blue green (BG)
234º - 270º maka produk berwarna blue (B)
270º - 306º maka produk berwarna blue purple (BP)
306º - 342º maka produk berwarna purple (P)
342º - 18º maka produk berwarna red purple (RP)
h. Analisa Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter
Hanna Hi8014. Langkah awal pengukuran pH adalah dengan
oHue = tan-1 b
a
melakukan standarisasi pH-meter. Buffer yang digunakan dalam
standarisasi pH-meter tergantung pH sampel yang akan diukur.
Standarisasi dimulai dengan menyalakan pH-meter dan biarkan
sampai stabil (15-30 menit). Suhu larutan buffer diukur, lalu set
pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. Elektroda dibilas dengan
aquades lalu keringkan dengan kertas tissue. Elektroda di celupkan
kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran pH. Elektroda dibiarkan
tercelup beberapa saat sapai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu
sesuaikan pengatur standarisasi pH-meter (tombol kalibrasi) sampai
diperoleh angka pH yang sesuai dengan pH buffer pada suhu terukur.
Pengukuran sampel dimulai dengan mengukur suhu sampel,
lalu set pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. pH-meter
dinyalakan dan biarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda
dibilas dengan aquades lalu keringkan dengan kertas tissue.
Elektroda di celupkan kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran
pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sapai diperoleh
pembacaan yang stabil, lalu catat pH sampel.
3.2 Uji Organoleptik, Hedonik (Moskowitz didalam Meilgaard et al.,
1999)
Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik
terhadap formula yang dibuat. Uji organoleptik dilakukan didalam
tahap optimasi produk MTJ dan didalam tahap uji penerimaan dan
preferensi konsumen. Uji organoleptik di dalam tahap optimasi produk
MTJ dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi sampel dan
diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi penetral,
kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan
mereka terhadap aroma dan rasa sampel dengan menggunakan skala
garis dengan batas terendah 0 (sangat tidak suka) dan batas tertinggi 8
(sangat suka). Responden diminta untuk memberikan penilaian dengan
cara memberikan tanda garis vertikal pada skala garis tersebut.
Uji organoleptik pada tahap uji penerimaan dan preferensi
konsumen dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi
sampel dan diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi
penetral, kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat
kesukaan mereka terhadap aroma dan rasa sampel dengan
menggunakan 5 tingkat skala kesukaan dimulai dari sangat tidak
suka(=1) sampai sangat suka (=5). Responden diminta menilai produk
dengan cara memberikan tanda check (v) pada salah satu tingkat
kesukaan. Pada saat pengujian sampel disajikan dalam keadaan panas.
Sampel yang disajikan terdiri dari dua macam, yaitu sampel formula
MTJ terpilih dan sampel bajigur komersil. Bajigur komersil yang
digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi konsumen adalah
bajigur yang berasal dari penjual keliling.
3.3 Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen
Uji penerimaan dan preferensi konsumen dilakukan dengan
metode survei (Simamora, 2004) dan uji organoleptik (hedonik)
terhadap produk MTJ yang disediakan. Jenis data yang dikumpulkan
adalah data primer dari hasil kuesioner dengan menggunakan metode
wawancara tertulis dan hasil uji organoleptik.
Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner hasil reliabilitas dan
validitas pada tahap pertama dengan beberapa perbedaan. Perbedaan
yang dimaksud adalah berubahnya istilah MTJ pada kuesioner
penentuan jenis MTJ menjadi MTJ terpilih pada kuesioner uji
penerimaan dan preferensi konsumen dan ditambahkannya bagian
lembar kerja (worksheet) untuk uji organoleptik produk. Kuesioner
lengkap uji penerimaan dan preferensi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Responden yang digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi
adalah responden tidak terlatih (untrained panelis) yang pernah
mengkonsumsi MTJ terpilih minimal satu kali pada dua bulan terakhir.
Setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
terpilih. Jumlah responden yang dibutuhkan di hitung dengan rumus
Slovin, yaitu :
n = N/(1+Ne2)
keterangan : n = jumlah responden
N = jumlah populasi
e = % kelonggaran ketidaktelitian karena sampel
yang masih ditolelir
Pengolahan data pada uji ini dilakukan dengan metode Fishbein
dan Wilcoxon. Uji Wilcoxon biasa digunakan untuk pengolahan data
nonparametrik berpasangan. Uji Wilcoxon dalam penelitian ini untuk
mengetahui pebedaan kesukaan masing-masing etnis terhadap masing-
masing atribut dari dua MTJ (MTJ terpilih dan komersil). Pengolahan
uji ini dilakukan dengan program SPSS 13.0.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian formulasi produk minuman
tradisional berbasis jahe (Zingiber officinale Rosc.) berdasarkan kajian
penerimaan dan preferensi konsumen terhadap citarasa ini terlebih dahulu di
uji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner sebelum uji validitas dan
reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengujian validitas kuesioner menghasilkan nilai r yang mengukur
variabel yang berpengaruh dalam membentuk preferensi, penerimaan dan
atribut produk minuman tradisional berbasis jahe. Hasil dari uji kuesioner
secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner
No. Nomor Pertanyaan Validitas (r>0.361)
1 4 Valid
2 7 Non valid
3 8 Non valid
4 10.1 Valid
5 10.2 Valid
6 10.3 Valid
7 10.4 Non valid
8 10.5 Valid
9 10.6 Valid
10 10.7 Non valid
Berdasarkan hasil uji validasi pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa
dengan selang kepercayaan 95% untuk n – 2 terdapat enam pertanyaan valid.
Nilai r dari ke enam pertanyaan tersebut lebih besar dari r tabel (0,361),
sedangkan empat pertanyaan lainnya lebih kecil dari r tabel sehingga
dilakukan perbaikan terhadap empat pertanyaan tersebut. Nilai r tabel dapat
dilihat pada Lampiran 2. Perbaikan dilakukan berdasarkan uji validitas secara
subyektif sehingga pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan tidak
menimbulkan bias. Data hasil perhitungan untuk validitas dapat dilihat pada
Lampiran 3, sedangkan kuesioner hasil perbaikan dapat dilihat pada Lampiran
4.
Uji reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap 30 orang responden.
Berdasarkan pengujian reliabilitas diperoleh nilai korelasi r Spearman-Brown
(r hitung) sebesar 0.503. Nilai korelasi r tabel pada selang kepercayaan 95%
untuk n – 2 adalah 0.361. Menurut Simamora (2004), kuesioner dapat
dikatakan reliabel jika nilai korelasi r hitung lebih besar dari nilai korelasi r
tabel. Nilai korelasi r hitung yang diperoleh dari pengujian reliabilitas
kuesioner dalam penelitian ini lebih besar dari nilai r tabel, maka kuesioner
dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Data hasil perhitungan
reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 5.
B. PREFERENSI MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ)
a. Profil Responden Preferensi Minuman Tradisional Berbasis Jahe (MTJ)
Survei dilakukan terhadap 40 orang responden yang pernah
mengkonsumsi salah satu jenis produk-produk minuman tradisional jahe.
Penyebaran lima kelompok entis dalam penelitian ini sudah merata. Hal ini
dapat dilihat dari Gambar 2, dimana masing kelompok etnis memiliki
jumlah persentase responden yang sama, yaitu 20%.
Betawi20%
Jawa20%
Kalimanta/Sulawesi20%
Sumatra20%
Sunda20%
P.Negri12%
P. Sw asta13%
Wirasw asta
13%
Tidak Bekerja
59%
Lainnya (pensiun)
3%
Gambar 2. Pie Chart Persentase jumlah responden pada masing-
masing kelompok etnis
Berdasarkan hasil survei (Gambar 3) dapat dilihat bahwa usia
responden yang mengkonsumsi minuman tradisional berbasis jahe (MTJ)
tertinggi adalah responden yang berusia antara 20-35 tahun, yaitu
sebanyak 25 orang (62,5%), sedangkan sisanya dalam urutan jumlah yaitu
responden yang berusia antara 36-50 tahun sebanyak 9 orang (22,5%),
responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 4 orang (10%), dan
responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 2 orang (5%).
Gambar 3. Pie chart persentase responden berdasarkan tingkat usia
Hasil survei konsumen terhadap MTJ berdasarkan tingkat pekerjaan
responden (Gambar 4), dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang
mengkonsumsi MTJ adalah tidak bekerja (mahasiswa dan ibu rumah
tangga) yaitu sebanyak 24 orang (60%). Sisanya adalah pegawai negeri,
pegawai swasta dan wiraswasta yang masing-masing berjumlah 5 orang
(12,5%), sedangkan yang terkecil adalah golongan lainnya (pensiunan)
dengan jumlah 1 orang (2,5%).
<20 tahun5%
20-35 tahun62%
36-50 tahun23%
>50 tahun10%
Gambar 4. Pie chart persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan
Hasil survei konsumen terhadap MTJ berdasarkan tingkat
pengeluaran responden (Gambar 5) dapat diketahui bahwa secara umum
responden yang mengkonsumsi MTJ adalah responden dengan tingkat
pengeluaran kurang dari Rp. 500.000 (32.5%) dan antara Rp. 500.000 -
Rp.1000.000 (32.5%). Hal ini dapat terjadi karena persentase responden
yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan persentase responden yang
memiliki pekerjaan (Gambar 4). Krisnadi (2003) melakukan penelitian
mengenai preferensi terhadap minuman suplemen. Hasil penelitian
Krisnadi menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran berkorelasi dengan
jenis pekerjaan responden. Kesimpulan ini didapat setelah Krisnadi
mendapatkan bahwa responden dengan tingkat pengeluaran kurang dari
Rp. 250.000 (terendah) adalah responden dengan persentase tertinggi
(54.54%) dan responden yang tidak bekerja memiliki persentase tertinggi
(35.45%). Hasil penelitian ini memperkuat pernyataan Krisnadi tersebut,
bahwa tingkat pengeluaran berkorelasi dengan jenis pekerjaan responden.
Berdasarkan Gambar 5 dapat juga diketahui bahwa responden
dengan tingkat pengeluaran antara Rp.1.500.001 – Rp. 2.000.000 perbulan
sebanyak enam orang (15%), responden dengan tingkat pengeluaran lebih
dari Rp. 2.000.000 per bulan sebanyak lima orang (12,5%), dan responden
dengan tingkat pengeluaran antara Rp. 1.000.001 – Rp.1.500.000 per
bulan berjumlah tiga orang (7,5%).
< Rp. 500.000
32%
Rp. 500.000-1 000 000
Rp 1.000.001-1.500.000
8%
Rp >1.500.001-2.000.000
15%
> Rp 2.000.00013%
Gambar 5. Pie chart persentase responden berdasarkan tingkat
pengeluaran
b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional Berbasis Jahe (MTJ)
Analisis preferensi awal MTJ dilakukan untuk mendapatkan MTJ
terpilih. MTJ terpilih adalah MTJ yang memiliki peluang terbesar
berdasarkan masing-masing kategori pemilihan. Kategori pemilihan MTJ
adalah berdasarkan frekuensi minum MTJ dalam satu minggu, jumlah
MTJ yang diminum dalam setiap konsumsi, pmbagian etnis, dan jenis
kelamin.
Frekuensi responden dalam megkonsumsi bir pletok, bajigur, dan
sarabba adalah kurang dari satu kali dalam seminggu, sedangkan frekuensi
responden dalam mengkonsumsi bandrek, sekoteng dan wedang jahe
adalah kurang dari tiga kali dalam seminggu. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah responden tertinggi yang memilih satu kategori frekuensi untuk
masing-masing MTJ (Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi
minum MTJ bajigur, bir pletok dan sarabba masih lebih rendah
dibandingkan dengan frekuensi minum MTJ bandrek, sekoteng dan
wedang jahe. Keadaan frekuensi seperti ini membuat MTJ bajigur, bir
pletok dan sarabba masih perlu dikembangkan lagi, sehingga diharapkan
frekuensi minum MTJ bajigur, bir pletok dan sarabba dapat meninggkat
atau setidaknya menyamai frekuensi minum MTJ bandrek, sekoteng dan
wedang jahe.
0123456789
bajig
ur
andre
kple
tokrab
ba
koten
gg j
ahe
Jum
lah
Res
pond
en
sangat jarang (<satu kali)jarang (< 3 kali)cukup (3 kali)sering (4-6 kali)sangat sering (>6 kali)
Gambar 6. Diagram batang jumlah responden berdasarkan frekuensi MTJ
yang diminum per masing-masing MTJ
Jumlah MTJ yang diminum menggambarkan seberapa banyak MTJ
yang dihabiskan responden setiap kali mengkonsumsi MTJ. Berdasarkan
hasil survei pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa jumlah bajigur,
bandrek, bir pletok, sarabba dan wedang jahe yang diminum responden
adalah rata-rata antara 250-300 ml dalam satu kali konsumsi, sedangkan
sekoteng rata-rata kurang dari 250 ml dalam satu kali konsumsi. Jumlah
responden yang memilih jumlah konsumsi sekoteng masih kurang dari 250
ml membuat sekoteng berpeluang menjadi MTJ terpilih.
Gambar 7. Diagram batang jumlah responden berdasarkan jumlah yang
diminum per masing-masing MTJ
0123456789
10
bajig
ur
band
rek
bir pl
etok
sarab
ba
seko
teng
wedang
jahe
Jenis MTJ
Jum
lah
Res
pond
en
< 250 ml250-300 ml301-350 ml>350 ml
Survei dilakukan terhadap 40 responden yang pernah mengkonsumsi
MTJ yang terbagi dalam jumlah yang sama menjadi lima kelompok etnis,
yaitu kelompok etnis Sumatera, Kalimantan/Sulawesi, Jawa, Betawi dan
Sunda. Berdasarkan pembagian etnis ini (Gambar 8) dapat diketahui
bahwa hampir semua MTJ tidak hanya disukai oleh masing-masing etnis
asal MTJ tersebut, kecuali sarabba. Hal ini dapat terjadi karena MTJ
sarabba belum banyak dikenal oleh masyarakat umum, kecuali etnis
Kalimantan/Sulawesi. Etnis Kalimantan/Sulawesi lebih sering
mengkonsumsi sarabba (MTJ khas Sulawesi) dibandingkan MTJ lainnya
(http://www.resto.co.id/).
Berdasarkan Gambar 8 dapat juga diketahui bahwa bajigur dan
sekoteng disukai oleh semua etnis. Hal ini dapat terlihat dari sebaran
responden yang memilih kedua jenis MTJ tersebut sebagai MTJ yang
paling mereka sukai. Total jumlah responden yang menyukai bajigur lebih
banyak dibandingkan dengan sekoteng. Berdasarkan sebaran yang merata
dan banyaknya jumlah responden yang memilih bajigur, maka bajigur
memiliki potensi besar untuk menjadi MTJ terpilih.
Gambar 8. Diagram batang jumlah responden yang menyukai MTJ
berdasarkan kelompok etnis
0
1
2
3
4
5
6
bajigur bandrek bir pletok sarabba sekoteng wedang jahe
Jenis MTJ
Jum
lah
Res
pond
en
Sumatera
Kalimantan/Sulawesijawa
Betawi
sunda
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
preferensi seseorang terhadap pemilihan suatu produk pangan (Stepherd
dan Sparks, 1994). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana
berdasarkan perhitungan jumlah responden laki-laki dan perempuan yang
menyukai MTJ tertentu cenderung berbeda. Namun, hal ini tidak berlaku
untuk produk minuman bajigur karena jumlah responden laki-laki dan
perempuan yang menyukai MTJ ini adalah sama, yaitu enam untuk
masing-masing jenis kelamin (Gambar 9). Oleh karena itu, bajigur
berpotensi besar untuk dipilih sebagai MTJ yang akan dioptimasi
formulanya. Hal ini dilakukan dengan asumsi laki-laki dan perempuan
memiliki nilai kesukaan yang sama terhadap MTJ bajigur.
Berdasarkan empat kategori pemilihan MTJ, bajigur merupakan
MTJ yang berpeluang besar menjadi MTJ terpilih. Bajigur memenuhi
syarat pada tiga kategori pemilihan, sedangkan sekoteng, bir pletok dan
sarabba hanya memenuhi masing-masing dua dan satu syarat kategori
pemilihan. Oleh karena itulah bajigur merupakan MTJ terpilih.
Gambar 9. Diagram batang jumlah responden yang menyukai MTJ
berdasarkan jenis kelamin
Gambar 10 menunjukkan persentase preferensi MTJ secara
keseluruhan (tanpa pembagian etnis). Berdasarkan Gambar 8, jumlah
responden yang menyukai bajigur adalah 12 orang (30%). Sisanya dalam
urutan jumlah adalah responden yang menyukai sekoteng dan bandrek
0
1
2
3
4
5
6
7
8
bajig
ur
band
rek
bir pl
etok
sarab
ba
seko
teng
wedan
g jah
e
Jenis MTJ
Jum
lah
Res
pond
en
laki-lakiPerempuan
bandrek, 20%
sekoteng, 20%
bir pletok, 5%
sarabba, 12.5%
bajigur, 30%
w edang jahe, 12.5%
masing-masing delapan orang (20%), responden yang menyukai wedang
jahe dan sarabba masing-masing lima orang (12,5%) dan responden yang
menyukai bir pletok sebanyak dua orang (5%). Hasil ini mendukung
pernyataan bahwa bajigur merupakan MTJ terpilih yang dioptimasi
formulanya pada langkah selanjutnya.
Gambar 10. Pie chart persentase preferensi MTJ secara keseluruhan
Uji skor evaluasi Fishbein (ei) dilakukan pada tahap preferensi MTJ
agar optimasi formula lebih terarah. Skor evaluasi (ei) adalah nilai yang
mengukur evaluasi kepentingan atribut-atribut yang dimiliki suatu produk.
Skor ini menunjukkan nilai atribut yang diinginkan (dianggap penting)
oleh responden terhadap suatu produk. Adapun tujuan dilakukan
perhitungan skor evaluasi dalam tahap penelitian ini adalah untuk
memperjelas arah optimasi formulasi dari segi atribut salah satu jenis
MTJ.
MTJ yang dihitung skor evaluasinya (ei) adalah MTJ yang paling
disukai, yaitu bajigur. Data mengenai skor evaluasi (ei) dapat dilihat pada
Tabel 5, sedangkan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 5. Skor evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur pada
tahap preferensi MTJ
No. Atribut Bajigur Rata-rata skor evaluasi (ei)
1 Aroma 0.92
2 Rasa Gurih 0.5
3 Rasa Manis 0.67
4 Rasa Pedas (jahe) 1.17
5 Warna 0.83
6 Mudah di dapat 0.58
7 Disajikan Panas 1.08
Pada Tabel 5 diketahui bahwa terdapat dua macam atribut, yaitu
atribut internal dan eksternal produk. Atribut internal adalah aroma, rasa
gurih, rasa manis, rasa pedas (jahe) dan warna, sedangkan atribut eksternal
adalah mudah didapat dan disajikan panas. Berdasarkan data skor evaluasi
(ei) dapat diketahui bahwa semua skor atribut bernilai positif. Hal ini
menunjukkan bahwa semua atribut tersebut dianggap penting oleh
konsumen sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bajigur.
Berdasarkan Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa atribut internal rasa
pedas (jahe) memperoleh skor tertinggi, kemudian diikuti oleh atribut
eksternal disajikan panas. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan
mempertimbangkan atribut rasa pedas (jahe) dan disajikan panas sebagai
atribut penting dalam memilih minuman bajigur. Hal ini dapat berarti pula
bahwa konsumen menganggap penting untuk mempertimbangkan atribut
internal maupun eksternal dalam memilih bajigur.
Rasa gurih dalam perhitungan skor evaluasi berada pada peringkat
terakhir yang diperhatikan konsumen dalam memilih bajigur. Artinya
konsumen tidak terlalu mementingkan rasa gurih dari bajigur itu sendiri.
Oleh karena itu dalam pengujian selanjutnya (penerimaan konsumen), rasa
gurih dihilangkan atau tidak ikut diujikan. Selain karena skor evaluasi
yang terendah, rasa gurih dihilangkan dalam uji penerimaan konsumen
untuk menghindari bias yang besar. Bias yang besar dapat terjadi karena
responden yang digunakan adalah tidak terlatih, sehingga masih sulit
membedakan antara rasa gurih dan asin.
Tahap preferensi MTJ menghasilkan bajigur sebagai MTJ terpilih
yang paling disukai responden. Bajigur sebagai MTJ terpilih
dikembangkan optimasi formulanya terhadap citarasa. Berdasarkan hasil
uji skor evaluasi Fiehbein (ei) atribut citarasa yang lebih diutamakan dalam
tahap optimasi adalah rasa pedas (jahe).
C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH
Pembuatan MTJ dalam penelitian ini menggunakan cara tradisional
dengan beberapa modifikasi dan pendekatan dari MTJ terpilih (bajigur).
Pembuatan MTJ terdiri atas beberapa tahap, yaitu penentuan jenis jahe,
penentuan jumlah air yang digunakan dalam pembuatan santan (optimasi
santan), pembersihan jahe, dan dilanjutkan dengan pemasakan. Penentuan
jenis jahe dilakukan berdasarkan literatur (Hasanah et al, 2004) dan pengujian
subyektif terhadap rasa secara overall. Penelitian ini menggunakan jahe untuk
mengoptimalkan rasa pedas, sehingga yang pertama diperhatikan dalam
pemilihan jahe adalah rasa pedas yang dimiliki dari setiap jenis jahe,
kemudian berdasarkan kemudahan mendapatkan jahe, harga dan pengujian
terhadap rasa jahe dalam formula. Persentase penambahan jahe dalam formula
sama untuk masing-masing jenis jahe. Hasil pebgujian beberapa jenis jahe
dalam MTJ dapat dilihat pada Tabel 6.
Jahe yang dipilih adalah masih terasa rasa pedas (jahe) nya ketika
diformulakan menjadi MTJ, aroma jahenya tercium, mudah didapat, dan tidak
terlalu mahal. Berdasarkan Tabel 6. jahe emprit memenuhi kriteria tersebut.
Oleh karena memenuhi keriteria yang diinginkan, jahe emprit dipilih sebagai
jahe yang digunakan dalam formula MTJ.
Tabel 6. Hasil pengujian beberapa janis jahe dalam bajigur
Kriteria Jenis Jahe
Gajah Emprit Merah
Rasa pedas* Kurang pedas Pedas Sangat pedas
Aroma jahe* Kurang tajam Tajam Sangat tajam
Kemudahan
didapat Mudah didapat Mudah didapat Sulit didapat
Harga (per Kg) Rp 4000-Rp.5000 Rp. 7500- Rp. 9000 Rp.14.000-Rp.15000
Pengujian Rasa Kurang pedas dan Pedas dan aroma Pedas tetapi ada rasa
jahe aroma tidak ada kurang tajam pahit dan aroma tajam
Keterangan : * Hasanah et al., 2004.
Penentuan jumlah air yang digunakan dalam santan dilakukan dengan
trial and error. Santan dihasilkan dari ekstraksi daging kelapa menggunakan
air dengan perbandingan tertentu. Pengujian optimasi santan dilakukan
terhadap viskositas, warna, aroma santan dan rasa santan secara subyektif.
Hasil pengujian santan dalam MTJ dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengujian santan dalam MTJ
Kelapa:air
Volume (ml) Viskositas (mpas)
WarnaAroma
Santan
Rasa
SantanAwal Akhir I II III Rata-
rata
1 : 1 600 500 225 220 250 231.67Coklat
muda
Sangat
tercium
Sangat
gurih
1 : 2 600 500 65 65 70 66.7 Coklat
muda Tercium gurih
! : 3 600 540 25 30 24.5 26.5 Coklat
muda
Agak
tercium gurih
1 : 4 600 540 7.5 8 7.5 7.6 Coklat
tua
Tidak
tercium
Agak
gurih
Tabel 7 menunjukkan hasil pengujian MTJ dengan menggunakan santan
dengan tingkat pengenceran yang berbeda. Formula bajigur akhir yang
diharapkan adalah tidak terlalu encer, warna bajigur akhir coklat muda, aroma
santan tercium dan rasa santan gurih. Berdasatkan hasil pengujian pada Tabel
7. dapat diketahui bahwa santan yang dipilih adalah dengan perbandingan air
dan kelapa 1 : 3.
Tahapan selanjutnya adalah pembersihan jahe dan pemasakan MTJ.
Tahapan pembersihan jahe selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 11,
sedangkan tahapan pemasakan MTJ selengkapnya dapat dilihat pada Gambar
12.
Jahe
↓
Dicuci bersih dan dikupas
↓
Dipotong kecil-kecil dan dimemarkan
↓
Jahe memar
Gambar 11. Diagram alir pembersihan jahe
Santan dari kelapa pilihan
(perbandingan kelapa dan air adalah 1:3)
↓
Ditambahkan jahe memar, gula merah, kopi, garam dan pandan
(perbandingan sesuai formulasi)
↓
Dimasak dalam panci dengan api sedang (T 800C, 15 menit)
Gambar 12. Diagram alir pembuatan MTJ
Tabel 8. Komposisi MTJ dalam formula optimasi
Komponen bajigur Komposisi (% b/b)
Santan *
Gula merah *
Jahe emprit *
Kopi *
Garam *
Pandan * * keterangan : semua angka disamarkan
Tabel 8 menerangkan komposisi yang digunakan dalam modifikasi MTJ.
Komponen yang digunakan terdiri atas komponen tetap dan komponen yang
dapat berubah. Komponen tetap adalah komponen-komponen yang tidak
berubah komposisinya dalam formula, terdiri atas santan, garam dan pandan,
sedangkan komponen yang berubah adalah komponen yang di modifikasi
untuk mendapatkan formula yang optimum. Komponen yang dapat berubah
terdiri atas gula merah, jahe dan kopi.
D. OPTIMASI FORMULASI MTJ, METODE MIXTURE DESIGN
Berbagai formula MTJ untuk optimasi ditetapkan melalui program
Design Expert 7.0. (DX7) dengan menggunakan metode mixture design.
Komponen bahan MTJ, yaitu gula merah, jahe dan kopi dimasukkan sebagai
variabel uji dengan kisaran masing-masing. Variabel uji dimasukkan dengan
total tertentu, sedangkan sisanya merupakan total dari variabel tetap. Variabel
tetap adalah komponen-komponen yang tidak berubah komposisinya dalam
formula, terdiri atas santan, garam dan pandan.
Selain untuk mendapatkan respon dengan rasa pedas optimum, tahap
optimasi formulasi juga digunakan untuk mendapatkan respon dengan nilai
respon warna, rasa manis, dan aroma yang optimum. Oleh karena itu selain
jahe, komponen yang diujikan dalam tahap optimasi ini adalah gula merah dan
kopi.
Disain percobaan yang dihasilkan dengan tanpa pengelompokan dan
ulangan dua kali adalah 10 formula. Respon yang diukur untuk 10 formula
tersebut adalah skor kesukaan rata-rata empat atribut (variabel respon), yaitu
warna, aroma, rasa pedas (jahe) dan rasa manis. Formula dan skor kesukaan
rata-rata empat atribut dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan kuesioner uji
kesukaan disajikan pada Lampiran 7.
Masing-masing variabel respon akan dianalisis oleh DX7 untuk
mendapatkan persamaan polinomial dengan ordo yang cocok (linier,
kuadratik, spesial kubik dan kubik). Ada tiga proses untuk mendapatkan
persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of squares
[Type I], lack of fit tests dan model summary statistics.
Proses pemilihan model yang pertama (sequential model sum of squares)
dan kedua (lack of fit tests) berdasarkan pada nilai “prob>f”. Proses pertama
model ordo yang dipilih adalah yang memiliki nilai “prob>f” dibawah 0,05,
sedangkan proses kedua model ordo yang dipilih adalah yang memiliki nilai
“prob>f” lebih besar dari 0,05 (Anonim, 2006).
Tabel 9. Rancangan percobaan dan nilai rata-rata atribut sensori MTJ
No.
Variabel uji Variabel respon
% Gula
merah % Jahe
%
Kopi Warna Aroma
Rasa
pedas
(jahe)
Rasa
manis
1 * * * 2.29 4.89 4.95 2.66
2 * * * 5.20 4.81 5.76 4.97
3 * * * 3.78 4.04 4.12 4.14
4 * * * 4.82 5.2 5.06 4.46
5 * * * 4.81 4.34 3.65 3.89
6 * * * 1.52 4.18 3.77 1.8
7 * * * 3.8 5.09 4.5 4.3
8 * * * 3.83 4.34 3.79 3.75
9 * * * 4.04 4.24 5.06 3.75
10 * * * 3.77 3.83 4.3 4.48 * keterangan : semua angka disamarkan
Proses yang ketiga adalah berdasarkan model summary statistics.
Parameter yang digunakan untuk memilih model yang tepat adalah standar
deviasi terendah, R-square tertinggi, adjusted R-square tertinggi, predicted R-
square tertinggi, dan PRESS (Prediction Error Sum of Square) terendah.
Berdasarkan ketiga proses tersebut, maka program DX7 akan
memberikan saran model polinomial dengan ordo terbaik untuk masing-
masing variabel respon. Tabel 10 memberikan ringkasan untuk atribut
mengenai ordo dan persamaannya, sedangkan Lampiran 9 memberikan data
selengkapnya mengenai model ordo, persamaan polinomial dan ANOVA
untuk setiap variabel respon.
Persamaan dengan nilai “prob>f” lebih rendah dari 0,05 akan
memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon (Anonim,
2006). Persamaan yang berbeda nyata ini dapat digunakan sebagai model
prediksi tahap optimasi. Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari
masing-masing variabel respon pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa
persamaan yang dapat digunakan sebagai model prediksi adalah persamaan
dengan respon warna, rasa pedas dan rasa manis. Persamaan yang diperoleh
pada respon aroma tidak digunakan sebagai model prediksi karena
penggunaan gula merah, jahe dan kopi pada seluruh desain tidak
mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma produk.
Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing
variabel respon
No. Variabel
respon Model ordo Persamaan polinomial
1 Warna Kuadratik Y = (-4.69)X1+75.37X2 -185.73X3 –
67.82X1X2+314.07X1X3 – 91.15X2X3
2 Aroma Linier Y = 3.84X1 + 7.41X2 + 2.36X3
3 Rasa pedas Special kubik
Y = 60.53X1+549.65X2+1246.86X3 –
956.88X1X2-1896.43X1X3-
5983.52X2X3 + 8096.76X1X2X3
4 Rasa manis Kuadratik Y = (-5.73)X1 + 52.39X2 – 108.85X3 –
30.8X1X2 +225.59X1X3–148.72X2X3
Tabel 11. Analisis ragam (ANOVA) model masing-masing variabel respon
Variabel
respon
Model
ordo
Jumlah
kuadrat db
Kuadrat
tengah
F
hitung Prob>F Keterangan
Warna Kuadratik 10.56 5 2.11 8.49 0.0297 Signifikan
Aroma Linier 0.65 2 0.33 1.74 0.2436 Tidak
signifikan
R.pedas Sp.kubik 4.13 6 0.69 8.96 0.0499 Signifikan
R.manis Kuadratik 8.22 5 1.64 22.60 0.0049 Signifikan
Hasil ANOVA untuk respon skor warna pada selang kepercayaan 95%
ditunjukkan pada Tabel 12. Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa
secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula merah), komponen B (jahe
emprit) dan komponen C (kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap
skor warna. Interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) dan BC (jahe emprit
dan kopi) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor warna,
sedangkan interaksi AC (gula merah dan kopi) memberikan pengaruh yang
nyata terhadap skor warna.
Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon skor warna
Komponen Nilai prob>f
Linier mixture 0.03
AB 0.41
AC 0.07
BC 0.50
Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe) pada selang
kepercayaan 95% ditunjukkan pada Tabel 13. Berdasarkan hasil ANOVA
dapat diketahui bahwa secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula
merah), komponen B (jahe emprit) dan komponen C (kopi) memberikan
pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe). Interaksi AC (gula
merah dan kopi), BC (jahe emprit dan kopi) dan antar semua komponen
Keterangan :
A = gula merah
B = jahe emprit
C = kopi
(ABC) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe),
sedangkan interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe).
Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe)
Komponen Nilai prob>f
Linier mixture 0.04
AB 0.29
AC 0.02
BC 0.03
ABC 0.03 Keterangan :
A = gula merah
B = jahe emprit
C = kopi
Linier mixture – A atau B atau C
Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis pada selang kepercayaan
95% ditunjukkan pada Tabel 14. Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui
bahwa secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula merah), komponen
B (jahe emprit) dan komponen C (kopi) memberikan pengaruh yang nyata
terhadap skor rasa manis. Interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis, sedangkan
interaksi AC (gula merah dan kopi) dan BC (jahe emprit dan kopi)
memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis.
Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis
Komponen Nilai prob>f
Linier mixture 0.01
AB 0.49
AC 0.03
BC 0.09 Keterangan :
A = gula merah
B = jahe emprit
C = kopi
Linier mixture – A atau B atau C
Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa interaksi komponen
jahe emprit dan kopi dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor
rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan terhadap skor warna komponen
jahe emprit dan kopi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil yang
bertentangan antara skor rasa manis, pedas (jahe) dan warna ini terkait dengan
jumlah komponen yang menyusunnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya
prioritas penilaian dari ketiga atribut tersebut. Program DX7 memberi nama
tingkat kepentingan ini sebagai importance. Tingkat kepentingan dalam
program DX7 dimulai dari positif 1 (+) sampai positif 5 (+++++). Semakin
tinggi tingkat kepentingan dari atribut atau respon yang diukur terhadap
produk, semakin banyak tanda positif (+). Pada penelitian tahap preferensi
MTJ didapatkan bahwa hasil skor evaluasi Fishbein menunjukkan rasa pedas
(jahe) sebagai atribut/respon yang paling penting dibandingkan atribut/respon
lainnya (warna dan rasa manis). Oleh karena itu, respon rasa pedas (jahe)
ditetapkan dengan tingkat kepentingan positif 4(++++) , sedangkan rasa manis
dan warna ditetapkan dengan tingkat kepentingan positif 3 (+++).
Tujuan dari optimasi adalah meminimumkan usaha yang diperlukan atau
biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan (Anonim,
2006). Fungsi tujuan optimasi yang digunakan pada program DX7 dikenal
dengan nama desirability. Nilai ini besarnya nol sampai dengan satu, dimana
semakin mendekati satu artinya semakin tinggi kemungkinan mendapatkan
nilai respon yang diinginkan (Montgomery, 2002).
Respon yang diinginkan untuk atribut warna, rasa pedas dan rasa manis
adalah semakin mendekati delapan yang artinya semakin menyukai produk.
Nilai respon delapan diperoleh dari nilai skala garis maksimum pada saat
pengujian organoleptik. Oleh karena itu dalam penelitian ini fungsi tujuannya
memaksimumkan skor masing-masing respon sesuai dengan nilai kepentingan
masing-masing.
Berdasarkan rancangan percobaan dan data hasil pengukuran (skor
warna, rasa manis dan pedas) terhadap 10 formula bajigur, program DX7
merekomendasikan beberapa formula baru yang dinilai optimal. Tiga formula
terbaik dari program DX7 dapat dilihat pada Tabel 15
Tabel 15. Tiga formula terbaik hasil DX7
Formula % Gula
merah
%
Jahe
%
Kopi
Warna Rasa
pedas
Rasa
manis
Desirability
A * * * 5.17165 5.84986 5.04647 0.668
B * * * 4.43185 5.04858 4.45723 0.580
C * * * 4.24455 3.98642 4.26831 0.521 * keterangan : semua angka disamarkan
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa formula 1 adalah formula
yang menghasilkan desirability tertinggi, yaitu 0.668. Nilai desirability
menunjukkan bahwa nilai total dari ketiga fungsi tujuan (skor warna, rasa
manis dan pedas) menunjukkan formula A yang paling optimum (MTJ
formula optimum). Nilai desirability yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan dalam komponen dan target
yang ingin dicapai dalam memperoleh formula optimum. Kisaran komponen
(range) yang digunakan dalam penelitian ini relatif tidak terlalu lebar dengan
target untuk mencapai tujuan yang diinginkan dimaksimumkan mendekati
delapan. Oleh karena itulah nilai desirability yang dalam penelitian ini hanya
bisa mencapai 66.8% (0.668).
Nilai desirability formula optimum yang dihasilkan pada penelitian ini
tidak berbeda jauh dengan nilai desirability yang dihasilkan pada penelitian
optimasi minuman isotonik madu. Hasil penelitian Hadi (2006), menunjukkan
bahwa nilai desirability formula optimum minuman isotonik madu adalah
0.623.
Design-Expert® Sof tware
DesirabilityDesign points abov e predicted v alue1
0
X1 = A: Gula merahX2 = B: JaheX3 = C: Kopi
A (11.000)
B (5.000)
C (2 000)0 260
0.368
0.475
0.583
0.690
Des
irabi
lity
Design-Expert® Sof tware
DesirabilityDesign Points1
0
X1 = A: Gula merahX2 = B: JaheX3 = C: Kopi
A: Gula merah11.000
B: Jahe2.000
C: Kopi-1.000
2.000 5.000
14.000
Desirability
0.338
0.338
0.402
0.466
0.530
0.594
2
2
X1 11.880X2 5.000X3 1.120
X1 13.000X2 4.000X3 1.000
Contour plot disajikan pada Gambar 13 dengan menggunakan model
prediksi untuk penerimaan skor warna, rasa pedas dan rasa manis produk.
Ukuran-ukuran pada suatu garis contour merupakan kombinasi tiga komponen
yang menghasilkan nilai pencapaian desirability yang sama. Misalnya, titik
sentral pada Gambar 12 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi gula
merah, jahe dan kopi. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan
nilai desirability 0.466.
Gambar 13. Contour plot tingkat desirability terhadap penerimaan warna,
rasa pedas dan rasa manis.
Gambar 14. 3D surface tingkat desirability terhadap penerimaan warna, rasa
pedas dan rasa manis.
E. UJI FISIKO-KIMIA
Tabel 16. Hasil analisis fisiko-kimia MTJ formula optimum
No. Karakteristik Rata-rata*)
1 Kadar Air (% bb) 63.05
2 Kadar Abu (% bb) 0.41
3 Protein (%) 1.47
4 Lemak (%) 28.32
5 Kadar gula (%) 5.81
6 pH 5.96
7 Warna : a. 0Hue
b. L
48.52
46.90
Keterangan: *) hasil rata-rata tiga kali pengukuran
Komposisi kimia tertinggi dalam minuman adalah air. Menurut
Woodroof (1987), komposisi air dalam suatu minuman adalah lebih dari 85%.
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa air adalah komposisi kimia
tertinggi dalam sampel MTJ formula optimum. Namun, nilainya tidak
mencapai lebih dari 85%, kemungkinan karena pengaruh komponen-
komponen yang digunakan dalam MTJ formula optimum. Menurut Harjadi
(1993), jika retensi air dalam sampel tinggi karena adanya penyerapan atau
reaksi kimia dalam sampel, maka kehilangan air dalam penguapan menjadi
rendah dan sulit. Masalah seperti ini dapat disebabkan keberadaan glukosa,
maltosa, dan laktosa serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer yang terdapat
dalam formula. Menurut Sudarmadji (1996), glukosa, maltosa, dan laktosa
serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer dapat mengikat air. Rendahnya
kadar air yang dimiliki bajigur dapat juga disebabkan formula bajigur
optimum tidak ditambahkan air. Air berasal dari masing-masing komponen
campurannya, yaitu santan, jahe, kopi, gula merah, pandan, dan garam.
Abu adalah zat anorganik sisa dari hasil pembakaran suatu bahan
organik (Winarno, 1992). Abu dalam MTJ formula optimum diperoleh dari
komponen-komponen utamanya seperti jahe, santan dan gula merah. Kadar
abu rata-rata dari sampel MTJ formula optimasi adalah 0.41%. Seperti halnya
abu, protein dalam MTJ formula optimum juga diperoleh dari komponen-
komponen utamanya. Kadar protein rata-rata MTJ formula optimum adalah
1.47%.
Berdasarkan Tabel 16 dapat juga diketahui kadar lemak rata-rata dalam
sampel MTJ formula optimum adalah 28.32 %. Kadar lemak ini sebagian
besar didapatkan dari santan. Menurut Hagenmaier (1977), kadar lemak santan
bisa mencapai 38%. MTJ formula optimum terdiri atas 80% santan, maka bisa
dikatakan bahwa lemak dalam MTJ formula optimum sebagian besar berasal
dari santan. Kadar lemak dalam MTJ formula optimum adalah komposisi
tertinggi setelah air. Tingginya kadar lemak yang dimiliki sampel MTJ
formula optimum menyebabkan produk ini sangat rentan terhadap udara. Hal
ini karena lemak merupakan senyawa yang sangat mudah teroksidasi dan
terurai menjadi senyawa lain (Ketaren, 1986). Salah satu akibatnya adalah
dihasilkannya aroma yang berupa ketengikan pada MTJ formula optimum dan
tidak bisa disimpan lama dalam suhu ruang.
Gula adalah komponen penting dalam minuman selain air karena dapat
mempengaruhi preferensi konsumen terhadap minuman (Woodroof 1981).
Berdasarkan uji preferensi diketahui bahwa konsumen lebih menyukai rasa
manis sampel MTJ formula optimum. Kadar gula pereduksi rata-rata dalam
sampel MTJ formula optimum adalah 5.81%.
Derajat keasaman (pH) suatu minuman perlu diketahui karena dapat
mempengaruhi umur simpan dan nilai organoleptik dari suatu produk
minuman (Woodroof, 1981). Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa pH
MTJ formula optimum rata-rata adalah 5.96. Menurut Woodroof (1981), pH
yang aman untuk minuman (soft drink) agar tidak ditumbuhi mikroorganisme
adalah dibawah 4.0. Artinya nilai pH bajigur ini masih rentan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dapat
menyebabkan umur simpan yang singkat dan off flavor dari produk bajigur.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 16 dapat diketahui pula bahwa
tingkat kecerahan sampel MTJ formula optimum rata-rata adalah 46.90,
sedangkan nilai 0Hue rata-ratanya adalah 48.52. Nilai 0Hue MTJ formula
optimum ini berada pada rentang 18º - 54º sehingga dapat diketahui bahwa
MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red). Jika dilihat
secara subyektif warna MTJ formula optimum adalah warna coklat seperti
yang dapat dilihat dari Gambar 15. Warna coklat ini dipengaruhi oleh
komponen penyusunnya. Warna coklat yang terlihat kemungkinan sebagian
besar berasal dari gula merah yang ditambahkan kedalam formula.
Gambar 15. MTJ formula optimum
F. UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN
a. Profil Responden Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen
Pemilihan responden dalam uji penerimaan dan preferensi akhir
produk MTJ formula optimum ini adalah secara acak tetapi diarahkan
kepada responden yang pernah mengkonsumsi bajigur sebelumnya. Hal ini
dikarenakan MTJ formula terpilih adalah hasil modifikasi dari bajigur
Tujuan pemilihan responden ini agar kuesioner diisi oleh responden yang
yang lebih mengetahui dan memahami karena biasa mengkonsumsi
bajigur.
Diketahui bahwa jumlah penduduk kotamadya Bogor adalah 831 571
orang (BPS, 2004). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus
Slovin dan nilai ’e’ sebesar 10% diperoleh jumlah responden sebesar 100
orang.
Responden bajigur dalam hasil survei ini terdiri atas laki-laki dan
perempuan. Hal ini karena kuesioner ditujukan bagi konsumen bajigur
secara umum baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan perbedaan
jenis kelamin, responden yang mengkonsumsi bajigur dalam penelitian ini
sebagian besar terdiri atas perempuan sebanyak 60 orang (60%),
sedangkan sisanya adalah laki-laki yaitu 40 orang (40%).
Menurut Stepherd dan Sparks (1994), jenis kelamin merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi preferensi seseorang terhadap
40
60
0102030405060708090
100
Laki-laki Perempuan
Pers
enta
se (%
)
pemilihan suatu produk pangan. Hasil survei pada penelitian ini sesuai
dengan pernyataan tersebut, karena jumlah laki-laki yang mengkonsumsi
bajigur berbeda dengan jumlah perempuan yang mengkonsumsi bajigur.
Persentase antara jumlah responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat
pada Gambar 16.
Tingkat usia responden dalam uji penerimaan dan preferensi bajigur
ini tidak dibatasi, dengan pertimbangan bahwa konsumen bajigur adalah
dari segala macam tingkat usia (kecuali bayi). Namun, pada
pelaksanaannya responden yang dipilih adalah responden yang telah
memiliki umur cukup (diatas 15 tahun). Alasan dari pemilihan ini adalah
diperkirakan pada batasan usia tersebut responden telah mampu mengisi
kuesioner yang diedarkan dan dianggap mampu mengemukakan
pendapatnya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Gambar 16. Diagram batang persentase responden bajigur berdasarkan
jenis kelamin
Berdasarkan hasil survei (Gambar 17) dapat terlihat bahwa mayoritas
responden yang mengkonsumsi bajigur adalah responden yang berusia
antara 36-50 tahun, yaitu sebanyak 37 orang (37%), sedangkan sisanya
dalam urutan jumlah yaitu responden yang berusia antara 20-35 tahun
sebanyak 29 orang (29%), responden yang berusia kurang dari 20 tahun
sebanyak 26 orang (26%), dan responden yang berusia lebih dari 50 tahun
sebanyak 8 orang (8%). Selisih jumlah responden yang mengkonsumsi
bajigur disetiap kategori rentang usia tidak menunjukkan perbedaan yang
cukup jauh, sehingga dapat dikatakan konsumen bajigur merata disegala
kategori rentang usia dalam penelitian ini.
Gambar 17. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan tingkatan
usia
Hasil survei konsumen terhadap penerimaan dan preferensi bajigur
berdasarkan tingkat pekerjaan responden (Gambar 18), dapat diketahui
bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi bajigur adalah tidak
bekerja (mahasiswa dan ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 56 orang
(56%). Sisanya adalah pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta
yang masing-masing berjumlah 16 orang (16%), 14 orang (14%) dan 12
orang (12%), sedangkan yang terkecil adalah golongan lainnya
(pensiunan) dengan jumlah 2 orang (2%). Responden yang tidak bekerja
dalam penelitian ini adalah responden yang tidak menghasilkan uang tetapi
belum tentu tidak memiliki uang. Berdasarkan jumlah responden yang
tidak bekerja dapat diketahui bahwa 40 responden (71%) adalah
perempuanm sedangkan sisanya sebanyak 16 responden (29%) adalah
laki-laki. Hasil persentase ini dapat dilihat pada Gambar 19.
<20 tahun26%
20-35 tahun29%
36-50 tahun37%
>50 tahun8%
P.Negeri16%
P.Swasta14%
Wiraswasta12%
Tidak bekerja56%
Lainnya2%
Gambar 18. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan pekerjaan
Gambar 19. Pie chart persentase responden bajigur yang tidak bekerja
berdasarkan jenis kelamin
Hasil survei konsumen terhadap bajigur berdasarkan tingkat
pengeluaran responden dapat diketahui bahwa secara umum responden yang
mengkonsumsi bajigur adalah responden yang pengeluaran rata-rata
perbulannya adalah kurang dari Rp.500000, yaitu sebanyak 29 orang (29%).
Selanjutnya adalah sesuai dengan urutan persentase tertinggi, yaitu
pengeluaran Rp.1000001-1500000 perbulan sebanyak 23 orang (23%),
.pengeluaran Rp. 500001-1000000 perbulan sebanyak 20 orang (20%),
pengeluaran Rp. 1500001 - 2000000 perbulan sebanyak 19 orang (19%),
dan pengeluaran lebih dari Rp.2000000 perbulan sebanyak 9 orang (9%).
Berdasarkan hasil penelitian Krisnadi (2003), tingkat pengeluaran responden
berkaitan erat dengan tingkat pekerjaan. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian uji penerimaan dan preferensi bajigur. Hasil penelitian uji
penerimaan dan preferensi bajigur ini menunjukkan bahwa jumlah
responden bajigur yang pengeluarannya kurang dari Rp. 500. 000 berada
pada peringkat tertinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya responden
bajigur yang tidak bekerja dibandingkan konsumen bajigur yang bekerja.
laki-laki29%
perempuan71%
Hasil survei persentase responden bajigur berdasarkan pengeluaran rata-rata
per bulan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan pengeluaran
rata-rata per bulan
Sebagian besar responden frekuensi minum bajigurnya adalah kurang
dari 1 kali dalam seminggu. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei terhadap
100 orang responden yang menjawab kurang dari satu kali dalam seminggu
meminum bajigur adalah 64 orang (64%). Sisanya adalah 32 orang (32%)
menjawab kurang dari 3 kali dalam seminggu dan 4 orang (4%) menjawab
tiga kali dalam seminggu. Jumlah responden yang menyatakan frekuensi
kurang dari satu kali dalam satu minggu lebih tinggi dibandingkan kategori
frekuensi lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh sulitnya responden
menemukan penjual bajigur, sehingga mereka minum bajigur hanya ketika
ada penjual bajigur keliling. Hal ini juga didukung oleh hasil survei terhadap
tempat membeli bajigur. Hasil survei menunjukkan bahwa 94 responden
(94%) menjawab penjual keliling sebagai tempat mereka membeli bajigur.
Menurut informasi responden, tidak setiap hari penjual bajigur keliling
tersebut ada. Sisanya adalah membeli di swalayan sebanyak 4 responden
(4%) dan yang membeli di warung sebanyak 2 responden (2%). Hasil survei
konsumen terhadap frekuensi meminum dan tempat membeli bajigur dapat
dilihat pada Gambar 21 dan 22.
<50000029%
500001-1000000
20%
1000001-1500000
23%
1500001-2000000
9%
>200000019%
< 1 kali64%
< 3 kali32%
3 kali4%
4-6 kali0%
> 6 kali0%
Gambar 21. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan frekuensi
meminum bajigur per minggu
Jumlah responden meminum bajigur rata-rata adalah kurang dari 250
ml. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 23, dimana jumlah responden yang
meminum bajigur kurang dari 250 ml berjumlah 69 responden (69%).
Sisanya meminum bajigur diantara 250-300 ml sebanyak 29 orang (29%)
dan diantara 301-350 ml sebanyak 2 orang (2%). Jumlah responden yang
menyatakan meminum bajigur kurang dari 250 ml lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah responden yang meminum bajigur antara 250- 300 ml dan
300-350 ml.
Gambar 22. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan tempat
membeli bajigur
penjual keliling94%
tempat lainnya0%
pasar0%
Warung2%
Swalayan4%
<250 ml69%
250-300 ml29%
301-350 ml2% >350 ml
0%
96
4
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Ya Tidak
pers
enta
se (%
)
Gambar 23. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan jumlah
bajigur yang diminum
Berdasarkan hasil survei dapat juga diketahui penerimaan konsumen
terhadap produk MTJ formula optimum. Sebanyak 96 responden (96%)
dapat menerima MTJ formula optimum, sedangkan sisanya sebanyak 4
responden (4%) tidak dapat menerima. Melalui wawancara langsung, alasan
4 responden tersebut tidak dapat menerima adalah karena faktor rasa.
Responden sudah terbiasa dan menyukai bajigur yang sudah mereka
konsumsi sebelumnya. Persentase penerimaan konsumen terhadap produk
MTJ formula optimum dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Diagram batang persentase penerimaan responden terhadap
produk MTJ formula optimum
b. Analisis multiatribut Fishbein
Tabel 17 menerangkan hasil skor evaluasi (ei) terhadap masing-
masing atribut bajigur pada tahap uji penerimaan dan preferensi
konsumen. Skor evaluasi dinilai tanpa memperhatikan merek produk.
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa terdapat dua macam atribut,
yaitu atribut internal dan eksternal produk. Atribut internal adalah aroma,
rasa manis, rasa pedas (jahe) dan warna, sedangkan atribut eksternal
adalah mudah didapat dan disajikan panas. Berdasarkan data skor evaluasi
(ei) dapat diketahui bahwa semua skor atribut bernilai positif. Hal ini
menunjukkan bahwa semua atribut tersebut dianggap penting oleh
konsumen sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bajigur.
Tabel 17. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur pada
tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen
No. Atribut Bajigur Rata-rata skor evaluasi
(ei)
1 Aroma 1.07
2 Rasa Manis 1
3 Rasa Pedas (jahe) 0.72
4 Warna 1.06
5 Mudah di dapat 0.64
6 Disajikan Panas 1.3
Berdasarkan Tabel 17 dapat juga diketahui bahwa atribut eksternal
disajikan panas memperoleh skor tertinggi, kemudian diikuti oleh atribut
internal aroma. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan
mempertimbangkan atribut disajikan panas dan aroma sebagai atribut
penting dalam memilih minuman bajigur. Hasil skor evaluasi ini berbeda
dengan hasil skor evaluasi pada tahap penentuan jenis MTJ, dimana atribut
penting dalam bajigur adalah rasa pedas (jahe) dan disajikan panas. Hal ini
dapat terjadi karena perbedaan responden yang digunakan dalam tahap
preferensi MTJ dan tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur. Pada
tahap preferensi MTJ responden yang berpeluang dipilih adalah responden
yang pernah mengkonsumsi salah satu MTJ di Indonesia, sedangkan pada
tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur responden yang berpeluang
dipilih adalah responden yang pernah mengkonsumsi bajigur. Artinya
pada tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur, responden sudah lebih
khusus, yaitu diarahkan pada salah satu jenis MTJ yang ada di Indonesia
(bajigur).
Skor keyakinan (bi) adalah nilai yang mengukur kepercayaan
konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek
produk. Skor ini dihasilkan dari uji organoleptik terhadap atribut internal
(terkait langsung dengan produk) bajigur. Pada saat penyajiannya, dua
jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil) yang dinilai
sama-sama dalam keadaan panas. Hal ini berhubungan dengan hasil uji
Fishbein pada Tabel 5. hasil uji Fishbein pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa atribut panas menjadi atribut yang penting bagi responden dalam
memilih bajigur.
Tabel 18. Skor keyakinan (bi) terhadap masing-masing atribut MTJ
Atribut Jenis MTJ
MTJ formula optimum Bajigur Komersil
Aroma 0.93 0.54
Rasa manis 0.81 0.34
Rasa pedas (jahe) 0.79 0.13
Warna 1.01 0.23
Berdasarkan skor keyakinan (bi), pada Tabel 18, dapat diketahui
bahwa mutu atribut MTJ formula optimum lebih baik dibandingkan
bajigur komersil. Hal ini dapat dilihat dari skor keyakinan setiap atribut
pada MTJ formula optimum jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skor
keyakinan bajigur komersil.
Skor untuk sikap responden (A0) terhadap produk MTJ dapat
diketahui setelah didapatkan skor evaluasi (ei) dan skor keyakinan (bi)
produk bajigur. Skor sikap (A0) dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan
perhitungan selengkapnya pada Lampiran 9.
Tabel 19. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk MTJ
Atribut
Jenis MTJ
A
(MTJ formula optimum)
B
(Bajigur komersil)
Aroma 0.99 0.58
Rasa manis 0.81 0.34
Rasa pedas (jahe) 0.57 0.09
Warna 1.07 0.24
Total 3.44 1.25
Tabel 19. menunjukkan hasil analisis skor sikap (A0) multiatribut
Fishbein. Jumlah skor sikap masing-masing atribut suatu produk akan
menghasilkan skor sikap total. Menurut Schiffman (1994), semakin tinggi
skor sikap total dari suatu produk, maka semakin tinggi kesukaan
konsumen terhadap produk tersebut. Berdasarkan Tabel 19, skor sikap
total MTJ formula optimum (3.44) lebih besar dari bajigur komersil (1.25).
Hal ini berarti responden lebih menyukai produk MTJ formula optimum
dibandingkan dengan bajigur komersil. Hasil skor sikap total Fishbein
tahap ini sesuai dengan prediksi skor atribut (respon) pada tahap optimasi
formulasi dengan DX7. Hasil DX7 pada tahap optimasi formulasi
menunjukkan bahwa MTJ formula optimum diprediksikan akan
menghasilkan skor optimum dalam penilaian responden terhadap masing-
masing atribut/respon.
Langkah akhir dalam analisis multiatribut Fishbein adalah penentuan
skala penilaian produk. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penilaian
konsumen terhadap masing-masing produk berada dalam skala yang mana.
Skala yang dimaksudkan adalah skala sangat tidak disukai, tidak disukai,
biasa, disukai atau sangat disukai. Pembagian skor skala tersebut
berdasarkan skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 20. Skala skor preferensi
Skala Penilaian Ketegori Penilaian Produk
(-7.7) - (-3.85) Sangat tidak suka
(-3.85) - 0 Tidak suka
0 Biasa
0 - (3.85) Suka
(3.85) - (7.7) Sangat suka
Berdasarkan skala skor preferensi pada Tabel 20, dapat diketahui
bahwa kedua produk MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil)
termasuk dalam kategori penilaian yang disukai. Hal ini karena skor sikap
(A0) kedua produk bajigur tersebut berada diantara skala penilaian 0 –
3.85. Namun, MTJ formula optimum lebih disukai dibandingkan bajigur
komersil karena nilai skor sikap total bajigur formula optimum (3.44)
lebih tinggi dibandingkan skor sikap total bajigur komersil (1.25).
Hasil penelitian Suparman (2003) menunjukkan bahwa skala skor
preferensi disukai untuk produk ikan laut segar berada pada skala
penilaian 0 – 1.794, sedangkan pada penelitian ini penilaian disukai
bajigur berada pada skala 0 – 3.85. Perbedaan skala penilaian skor
preferensi ini menunjukkan bahwa setiap produk memiliki skala penilaian
yang berbeda untuk dikatakan disukai atau tidak disukai. Hal ini sangat
tergantung kepada skor evaluasi dan skor maksimum yang dimiliki oleh
setiap atribut dalam produk bersangkutan.
c. Uji Wilcoxon
Penilaian penerimaan dan preferensi dalam penelitian ini dilakukan
terhadap sifat sensori seperti aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna
dan overall. Sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman akan diproses
dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis (Cardello,
1994). Bajigur adalah salah satu minuman tradisional khas etnis tertentu
(Sunda), maka perlu dilakukan uji pengaruh berbagai etnis terhadap
penerimaan dan preferensi MTJ, karena pengujian dalam penelitian ini
tidak hanya dilakukan untuk etnis Sunda. Pengaruh etnis dalam
penerimaan dan preferensi MTJ dapat diukur dengan analisis Wilcoxon.
Analisis Wilcoxon pada selang kepercayaan 95% akan menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05
(Daniel,1989). Ringkasan hasil uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 21,
sedangkan hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 21. Hasil uji Wilcoxon untuk bajigur formula optimum dan komersil
pada berbagai etnis dan atribut bajigur
Etnis
Atribut
Aroma Rasa
Manis
Rasa
Pedas
(jahe)
Warna Overall
Betawi - - - - -
Jawa + - + + +
Kalimantan/Sulawesi - - - - -
Sumatera - - + - +
Sunda - + + + + Keterangan : + = Berbeda nyata, - = tidak berbeda nyata
Tabel 21. menerangkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan
Kalimantan/Sulawesi menyatakan tidak ada perbedaan kesukaan pada
kedua jenis bajigur (bajigur optimasi dan komersil), baik terhadap atribut
aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Hasil
uji Wilcoxon kelompok etnis Jawa menunjukkan bahwa kedua sampel ada
perbedaan kesukaan terhadap atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan
secara overall, sedangkan untuk atribut rasa manis diketahui tidak ada
perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur.
Hasil uji Wilcoxon kelompok etnis Sumatera menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kesukaan rasa pedas (jahe) dan secara overall terhadap
kedua jenis bajigur, sedangkan untuk atribut aroma,rasa manis dan warna
diketahui tidak terdapat perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur.
Kelompok etnis Sunda lebih terbiasa mengkonsumsi bajigur karena
bajigur adalah minuman khas daerah etnis ini. Berdasarkan hasil Wilcoxon
pada Tabel 21 dapat diketahui bahwa pada kelompok etnis Sunda terdapat
perbedaan kesukaan rasa manis, rasa pedas (jahe), dan warna terhadap
kedua jenis bajigur, sedangkan untuk atribut aroma tidak terdapat
perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur.
Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis bajigur dari masing-
masing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan
terhadap etnis yang dimiliki responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Cardello (1994), bahwa sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman
akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis.
Hasil uji Wilcoxon pada Tabel 21 menunjukkan bahwa hampir semua
kelompok etnis menyatakan tidak ada perbedaan kesukaan terhadap atribut
aroma, kecuali etnis Jawa. Hal ini sesuai dengan prediksi ANOVA pada
tahap optimasi formolasi oleh program DX 7. Prediksi ANOVA program
DX7 menunjukkan bahwa perbedaan komponen gula merah, jahe dan kopi
dalam formula bajigur tidak akan mempengaruhi kesukaan terhadap skor
aroma.
Penilaian terhadap skor atribut rasa pedas (jahe) menunjukkan hasil
sebaliknya dari hasil terhadap atribut aroma. Sebagian besar kelompok
etnis menyatakan bahwa kesukaan rasa pedas (jahe) kedua sampel MTJ
berbeda nyata. Hal ini mendukung hasil uji Fishbein pada Tabel 19. Hasil
uji Fishbein menyatakan bahwa skor kesukaan konsumen terhadap rasa
pedas (jahe) MTJ formula optimum nilainya berbeda jauh dengan nilai
skor kesukaan bajigur komersil. Hasil uji Fishbein terhadap atribut rasa
pedas (jahe) MTJ formula optimum lebih tinggi (0.57) dibandingkan
dengan bajigur komersil (0.09). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi
yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian
preferensi MTJ. Tahap awal preferensi MTJ menunjukkan bahwa
responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling
penting dalam pemilihan bajigur.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
G. KESIMPULAN
Bajigur merupakan Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) yang
paling disukai konsumen MTJ dibandingkan Bandrek, sekoteng, bir pletok,
wedang jahe dan sarabba. Atribut bajigur yang paling penting menurut
konsumen adalah rasa pedas (jahe).
Optimasi formula MTJ berdasarkan atribut aroma, rasa manis, rasa
pedas dan warna menghasilkan MTJ formula optimum dengan nilai
desirability 0.668 dari nilai desirability maksimum 1. MTJ formula optimum
dalam penelitian ini adalah formula A. Hasil analisis kimia MTJ formula
optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air rata-
rata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1,47%, kadar
lemak rata-rata 28,32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5,81%,
sedangkan hasil analisis fisik MTJ formula optimum terhadap warna
menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah
(red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52.
Hasil survei di kota Bogor menunjukkan konsumen bajigur adalah
perempuan (60%). Berdasarkan usia, konsumen bajigur terbesar adalah
diantara usia 36-50 tahun (37%), sedangkan berdasarkan pekerjaan dan tingkat
pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja
(56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000
(29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan.
Frekuensi minum bajigur adalah kurang dari satu kali dalam seminggu
(64.64%) dengan jumlah bajigur yang diminum kurang dari 250 ml (69.69%)
dalam setiap kali konsumsi.
MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal
dari etnis Betawi, Jawa, Kalimantan/Sulawesi, Sumatera dan Sunda.
Kelompok etnis terbesar yang mengkonsumsi bajigur berasal dari Sunda
(67%). Perbedaan etnis mempengaruhi kesukaan terhadap masing-masing
atribut bajigur. MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai konsumen
dibandingkan bajigur komersil (1.25), sehingga dapat dikatakan bahwa
pengembangan produk MTJ yang sesuai dengan keinginan responden dalam
penelitian ini sudah tercapai.
B. SARAN
Perlu ditambahkan pertanyaan mengenai lamanya waktu tinggal di Bogor
dalam kuesioner uji preferensi MTJ.
Uji preferensi MTJ menunjukkan bahwa bandrek dan sekoteng adalah
MTJ yang disukai setelah bajigur, maka perlu juga dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai penerimaan dan preferensi konsumen terhadap
masing-masing MTJ tersebut.
Uji preferensi MTJ menunjukkan bahwa sarabba hanya disukai oleh etnis
Kalimantan/Sulawesi. Oleh karena itu, perlu penelitian agar MTJ sarabba
lebih dikenal oleh masyarakat secara umum.
Diperlukan satu penelitian lagi dalam tahap optimasi dengan
menggunakan kisaran (range) komponen yang berbeda.
Uji penerimaan dan preferensi MTJ formula optimum sebaiknya
dibandingkan juga dengan beberapa produk bajigur komersil yang lain.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan produk MTJ baik
dari segi kemasan maupun umur simpan.
DAFTAR PUSTAKA
______, http://cyberman.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Hobby&newsno=509
______, http://www.resto.co.id/
______, http://id.wikipedia.org/wiki/Bajigur
______, http://id.wikipedia.org/wiki/Bir_pletok
______, http://www.resto.co.id/g-hidup.php?go=gh%2Fmurahmeriah29.htm
______, http://id.wikipedia.org/wiki/Jepara
______, http://www.sidomuncul.com
______, http://www.statease.com
Anonim, 2006. Design Expert 7.0 Tutorial. Stat-Ease, Inc.
Ayknoyd, N. F. & J. Doughty. 1964. Legumes in Human Nutrition FAO. Roma.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of The Official
Analytical Chemist. Washington D. C., USA.
Badan Pusat Statistik. 2004. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2004, Bogor.
Bergier, J. F. 1987. Food Acceptance and Cultural Change Some Historical
Experiences. Di dalam Solms, J., Booth, D.A. Pangborn R. M. and O
Raunhardi. Food Acceptance and Nutition. Academic Press Inc., San
Diego.
Bower, J. A. and M.A. Saadat. 1998. Consumer Preference for Retail Fat Spread
an Olive Oil Based Product Compare With market Dominant Brands.
Food Quality and Preference 9 (5), pp 367-376.
Cardello, A. V. 1994. Consumer Expectation and Their Role in Food Acceptance.
Di dalam MacFie, H. J. H. and D. M. H. Thomson (eds.). Measurement of
Food Preference. pp 253-291. Blackie Academic and Profesional,
Glasgow.
Cheosakul, U. 1967. Preparation of Stabilized Coconut Milk. Applied Sci. Res.
Co., Bangkok.
Cornell, J. A. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and the
Analysis of Mixture Data. 2th edition. John Wiley & Sons. New York.
Dachlan, S. N. 1986. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Besar Penelitian dan
Perkembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor.
Daniel, W. W. 1989. Statistik Nonparametrik Terapan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Darwis, A. B. D. Indomadjo, dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili
Zingiberacaea. Pusat Penelitian Pengembangan Pertanian. Bogor.
Dendy, DAV and W.H. Timmins. 1973. Development of Wet Coconut Process
Designed to Extract Protein and Oil from Fresh Coconut. Tropical Product
Institut. Foreign and Commonwealth Office. London.
Design Expert 7.0. 2006. Stat-Ease, Inc.
Djatmiko, B. 1983. Studi Tentang Serat Daging Buah Beberapa Varietas Kelapa
dan Tentang Stabilitas Emulsi Santan Buku II. Jurusan Teknologi Industri,
FATETA, IPB. Bogor.
Djatmiko, B. Dan Ketaren. S. 1981. Daya Guna Hasil Kelapa. Jurusan Teknologi
Industri, FATETA, IPB. Bogor.
Fardiaz, D. 1997. Makanan Fungsional dan Pengembangannya Melalui Makanan
Tradisional. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan.
Denpasar, Bali, 16-17 July. 1997.
Farrell, K. T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.
Grimwood, B. E. 1975. Coconut palm Products. Their Processing in Developing
Countries. FAO. P168-188.
Grosch, W. and H. D. Belizt. 1999. Food Chemistry. Spring-Verlag, Heidelberg.
Hagenmaier, R. 1977. Coconut Aqueous Processing, University of San Carlos,
Cebu City.
Hadi, S. 2006. Optimasi Formulasi Minuman Isotonik Madu. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hasanah, M., Sukarman dan Rusmin, D. 2004. Teknologi Produksi Benih Jahe.
Jurnal. Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1
Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd Edition. Aspen Publishing,
Inc., Gaitersburg. Maryland.
Ikasanti. A.A. 2001. Mempelajari Preferensi Konsumen Terhadap Flavor Tempe.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Jaeger, S. R., Zainul A., Wakelling, I. N., Halliday and J. H. Macfie. 1998.
Consumer Preferences for Fresh and Aged Apples : A Cross-Cultural
Comparison. Food Quality and Preference 9(5), pp 355-366.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. Universitas
Indonesia-Press, Jakarta.
Kirk. R. E. And D. F. Othmer. 1960. Encyclopedia of Chemical Technology. 12.
Interc. New York. Encyclopedia Inc.
Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Krisnadi, W. 2003. Perilaku, Preferensi dan Image Konsumen Terhadap Minuman
Suplemen Di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Lyman, B. 1989. A Psycology af Food More Than a Matter of Taste. Van non
Steamend Rein-hold, New York.
Moskowitz, H. W., Kumariah, V., Sharma, K. N., Jacobs, H. I. and S. D. Sharma.
1975. Cross Cultural Differences in Simple Taste Preference. Di dalam
Prescott, J., Bell, G. A. Gillmare, R., Yoshida, M., O’sullivan, M., Korac,
S., and K. Yamasaki. 1998. Cross-cultural Comparisons of Japaness and
Australian Responses to manipulation of Sourness, Saltiness and
Bitterness in Food. Food Quality and preference 9 (1/2), pp 53-56.
Montgomery, D. C. 2002. Design and Analysis of Experiments. 5th edition. John
Wiley and Sons, Singapore.
Moskowitz, H. R. 1977. Magnitude Estimation: Notes on What, How and Why to
Use It. J. Food Qual. 1, 195-228. Di dalam Meilgaard, M., Civille, G. V.,
and Carr, B. T. 1999. Sensory Evaluation Tecniiques 3rd Edition. CRC
Press, Boca Raton, Florida.
Paimin, F. B. dan Murhananto. 1991. Budidaya Pengolahan dan Perdagangan
Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta.
Okoro, O. E., Gabriel, E. U., Teju, E. J., Olufunke, O. G. and C. O. Onobakhare.
1998. Studies on Taste Tresholds in a Group of Adolesent Children in
Rural Nigeria. Food Quality and Preference 9 (4), pp 205-210.
Purseglove, J.W., E.G.Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices Vol
2. Longman. London.
Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru.
Bandung.
Untari, Tri. 2005. Daftar Minuman Indonesia Segar/Dingin dan Hangat/Sehat.
Eska Media. Jakarta.
Sanjur, D., 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition Practice Hall, new
York. Di dalam Ikasanti. A.A. 2001. Mempelajari Preferensi Konsumen
Terhadap Flavor Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Santosa, H. H. 1994. Jahe gajah. Kanisius, Jakarta.
Schiffman, L. G., and L. L. Kanuk. 1994. Consumer Behavior. 5th Edition New
Jersey: Engelwood, Prentice Hall. Di dalam Sumarwan, U. 2000. Analisis
Sikap Multiatribut Fishbein Terhadap Produk Biskuit Sandwich Coklat.
Thesis. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian
Bogor.
Simamora, B. 2004. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Singarimbun, M. Dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. PT. Midas
Surya Grafindo, Jakarta.
Slamet, Y. 2005. Formulasi Minuman Fungsional Untuk Kelompok Gizi Khusus
dari Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus, Linn) dan Sari Jahe
(Zingiber officinale Roscoe). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Somaatmadja. D., A. S. Herman dan A. Mardjuki. 1974. Pengolahan Kelapa III.
dan Pengawetan Santan Kelapa. Komunikasi No. 162. Balai Penelitian
Kimia Bogor.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Yogyakarta Liberty .Yogyakarta.
Suparman, L. H. 2003. Analisis Preferensi dan Faktor-Faktor yang Membentuk
Preferensi Konsumen Terhadap Produk Ikan Laut Segar. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 1995. Gula Merah SNI 01-3743-1995. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 1992. Analisis Gula SNI 01-2892-1992. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Stepherd, R. and P. Sparks. 1994. Modelling Food Choice. Di dalam Macfie, H. J.
H. and D. M. H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference. pp
202-223. Blackie Academic and Profesional, Glasgow.
Tjiptahadi, Gh. B. 1984. Peranan Peralatan Proses dalam Pengembangan Industri
Gula Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil
Pertanian, Bogor.
Widowati, S. 2004. Potensi dan Status Minuman Tradisional Sebagai Pangan
Fungsional. Makalah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.
Bogor Instansi Penerbit.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Woodroof. 1979. Coconuts : Production, Processing, Product. The AVI Pub.,
Corp. Inc., Westport Connecticut.
Woodroof J. G. and G. Frank. 1981. Beverages : Carbonated and Noncarbonated.
The AVI Pub., Corp. Inc., Westport Connecticut.
Yusuf, R. R. 2002. Formulasi Karakteristik Kimia dan Uji Aktivitas Antioksidan
Produk Minuman Tradisional Sari Jahe dan Sari Sereh. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Zandstra, E. H. and C. de Graff. 1998. Sensory Perception and Pleasantness of
Orange Beverages from Childhood to Old Age. Food Quality and
Preference 9 (1/2), pp 5-12.
Lampiran 1. Kuesioner sebelum uji validasi dan reliabilitas
KUESIONER PENELITIAN PENDAHULUAN
KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP
PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
(Zingiber officinale Rosc)
Oleh :
Vivi Rusviani – F24102068
Mahasiswa Semester 8
Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda
silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda
pada bagian yang disediakan.
1. Usia anda pada saat ini :
( ) < 20 tahun ( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun ( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama anda saat ini :
( ) Pegawai Negeri ( ) Pegawai swasta
Hari, Tanggal :
Nama :
Jenis kelamin :
Daerah Asal : Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/.......... (pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp :
( ) Tidak Bekerja ( ) Lainnya, sebutkan.......
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan :
( ) < Rp. 500.000 ( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000 ( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000
4. Dari enam Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) dibawah ini, mana yang
paling anda kenal :
( ) Bajigur (MTJ khas Jawa Barat)
( ) Bandrek (MTJ khas jawa Barat)
( ) Bir Pletok (MTJ khas betawi)
( ) Sarabba (MTJ khas Makasar)
( ) Sekoteng (MTJ khas Jawa Barat)
( ) Wedang Jahe (MTJ khas Jawa Tengah)
5. Apakah Anda pernah mengkonsumsi MTJ yang paling anda kenal tersebut :
( ) Ya (tidak perlu menjawab no.6)
( ) Tidak (tidak perlu menjawab no 7 – 9)
6. Jika tidak, apa alasan anda memilih MTJ tersebut (sesuai jawaban no.4)
sebagai MTJ yg paling anda kenal :
( ) pernah mendengar tentang MTJ tersebut dari orang lain
( ) pernah mendengar tentang MTJ tersebut dari media (majalah, koran,tv)
( ) Alasan lain, sebutkan......................................................
7. Jika Ya, berapa kali frekuensi anda dalam meminum MTJ tersebut :
( ) Sangat jarang (kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang (kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup (tiga kali seminggu)
( ) Sering (empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering (lebih dari enam kali seminggu)
8. Jika ya, berapa banyak anda mengkonsumsinya :
( ) kurang dari satu gelas ( ) 2 gelas
( ) 1 gelas ( ) Lebih dari 2 gelas
9. Dimana anda biasa membeli produk MTJ yang paling anda kenal tersebut :
( ) Warung ( ) Penjual keliling
( ) Swalayan ( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan...........................
10. Berikan penilaian anda, dengan melingkari pilihan, seberapa penting
peubah-peubah berikut untuk produk Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ).
Skala penilaian meliputi :
1 = Sangat Tidak Penting (STP) 4 = Penting (P)
2 = Tidak penting (TP) 5 = Sangat penting (SP)
3 = Biasa (B)
No. Peubah STP TP B P SP
1 Aroma harum 1 2 3 4 5
2 Mudah didapat 1 2 3 4 5
3 Rasa gurih 1 2 3 4 5
4 Rasa manis 1 2 3 4 5
5 Rasa pedas (jahe) 1 2 3 4 5
6 Disajikan panas 1 2 3 4 5
7 Warna alami 1 2 3 4 5
11. Apa saran anda untuk perbaikan MTJ yang paling anda kenal (sesuai jawaban
pada no.4) :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 2. Nilai r tabel untuk uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 3. Hasil uji validasi kuesioner
No.Pertanyaan X tot Y tot X2 tot Y2 tot XY tot R
4 63 949 165 30152 2038 0.686547
7 40 949 64 30152 1270 0.124383
8 60 949 126 30152 1901 0.106614
10.1 122 949 524 30152 3893 0.556269
10.2 110 949 418 30152 3508 0.644021
10.3 85 949 281 30152 2725 0.496756
10.4 110 949 414 30152 3485 0.142152
10.5 115 949 467 30152 3673 0.598446
10.6 131 949 593 30152 4172 0.53294
10.7 113 949 451 30152 3586 0.19761
Contoh perhitungan validasi untuk pertanyaan nomer 4 :
r = N (Σ XY) – (ΣX ΣY)
√(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 - (Σ Y)2)
Dimana : X = skor pada soal yang ingin diukur
Y = skor dari masing – masing soal
N = jumlah pengamatan
r = indeks validitas
r = 30 (2038) – (63 x 949)
√(30x165 – (63)2) (30x30152 – (949)2)
r = 61140 – 59787
√(981) (3959)
r = 1353
1970.731
r = 0.686547
Lampiran 4. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk preferensi MTJ
KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP
CITARASA PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS
JAHE
(Zingiber officinale Rosc)
Oleh :
Vivi Rusviani – F24102068
Mahasiswa Semester 8
Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda
silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda
pada bagian yang disediakan.
Bagian 1 (Informasi Umum)
1. Usia anda pada saat ini :
( ) < 20 tahun ( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun ( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama yang menjadi sumber penghasilan utama anda saat ini :
( ) Pegawai Negeri ( ) Pegawai swasta ( ) Wiraswasta
( ) Tidak Bekerja ( ) Lainnya, sebutkan.......
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan :
( ) < Rp. 500.000 ( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
Hari, Tanggal :
Nama :
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Daerah Asal : Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/.......... (pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp :
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000 ( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000
4. Dari enam Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) dibawah ini, mana yang
paling anda sukai : (pilih salah satu)
( ) Bajigur (MTJ khas Jawa Barat) ( ) Sarabba (MTJ khas Makasar)
( ) Bandrek (MTJ khas jawa Barat) ( ) Sekoteng (MTJ khas Jawa Barat)
( ) Bir Pletok (MTJ khas betawi) ( )Wedang Jahe (MTJ khas Jawa Tengah)
5. Berapa kali frekuensi dalam meminum MTJ yang paling anda sukai tersebut :
( ) Sangat jarang (kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang (kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup (tiga kali seminggu)
( ) Sering (empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering (lebih dari enam kali seminggu)
6. Berapa banyak mengkonsumsi MTJ yang paling anda sukai tersebut dalam
seminggu
(keterangan : 1 gelas = + 250 ml, 1 mangkuk = + 300 ml)
( ) kurang dari 250 ml ( ) 301-350 ml
( ) 250-300 ml ( ) Lebih dari 350 ml
7. Dimana anda biasa membeli produk MTJ yang paling anda kenal tersebut :
( ) Warung ( ) Penjual keliling
( ) Swalayan ( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan...........................
Bagian 2 (informasi Produk)
Untuk pertanyaan No.8 sampai 14, berilah penilaian dengan memberikan tanda
silang (X) pada salah satu kolom yang anda anggap sesuai.
8. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap aroma MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
9. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa gurih MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
10. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa manis MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
11. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa pedas (jahe) MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
12. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap warna alami MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
13. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap kemudahan cara
mendapatkan MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
14. Menurut anda, bagaimana penilaian anda MTJ yang disajikan panas?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
15. Apa saran anda untuk perbaikan MTJ yang paling anda sukai (sesuai jawaban
pada no.4) :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas Kuesioner Rsp X Y X2 Y2 XY
1 13 15 169 225 195
2 15 17 225 289 255
3 15 16 225 256 240
4 16 16 256 256 256
5 14 15 196 225 210
6 17 14 289 196 238
7 16 14 256 196 224
8 16 13 256 169 208
9 15 16 225 256 240
10 16 17 256 289 272
11 16 19 256 361 304
12 15 19 225 361 285
13 17 15 289 225 255
14 14 17 196 289 238
15 16 15 256 225 240
16 16 13 256 169 208
17 15 16 225 256 240
18 15 14 225 196 210
19 14 16 196 256 224
20 14 15 196 225 210
21 21 20 441 400 420
22 15 16 225 256 240
23 16 14 256 196 224
24 17 14 289 196 238
25 18 16 324 256 288
26 16 15 256 225 240
27 13 15 169 225 195
28 18 17 324 289 306
29 18 19 324 361 342
30 17 17 289 289 289
Total 474 475 7570 7613 7534
Perhitungan reliabilitas dengan Rumus Spearman-Brown berdasarkan korelasi
”product moment” :
r = N (Σ XY) – (ΣX ΣY)
√(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 - (Σ Y)2)
Dimana : X = skor pada soal yang ingin diukur
Y = skor dari masing – masing soal
N = jumlah pengamatan
r = korelasi ”product moment”
Lampiran 5. (lanjutan)
r = 30 (7534) – (474x475)
√(30x7570 – (474)2) (30x7613 – (475)2)
r = 226020 – 225150
√(870) (2424)
r = 870
2588.89
r = 0.3361
Rumus Spearman Brown : rs = 2 x r
( 1 + r )
: rs = 2 x 0.3361
( 1 + 0.3361 )
: rs = 0.6721
1.3361
: rs = 0.5031
Lampiran 6. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur
No. Atribut Bajigur Skor evaluasi
Rata-rata skor evaluasi (ei) -2 -1 0 1 2
1 Aroma 1 0 1 7 3 0.92
2 Rasa Gurih 1 1 2 7 1 0.50
3 Rasa Manis 0 0 5 6 1 0.67
4 Rasa Pedas 0 0 0 10 2 1.17
5 Warna 0 1 2 7 2 0.83
6 Mudah di dapat 0 2 2 7 1 0.58
7 Disajikan Panas 1 0 1 5 5 1.08
Contoh perhitungan untuk skor evaluasi atribut Aroma :
ei = Σ (skor x frekuensi)
Σ Responden
ei = (-2 x 1) + (-1 x 0) + (0 x 1) + (1 x 7) + (2 x 3)
12
ei = 11
12
ei = 0,92
Lampiran 7. Kuesioner uji organoleptik
Nama : Tanggal pengujian :
Produk : Bajigur
Instruksi :
1. Cicipi sampel satu persatu dari kiri ke kanan dan dan berilah penilaian pada masing-masing atribut dengan cara memberi garis tegak (I) pada garis skalar yang tersedia.
2. Netralkan dengan air mineral sebelum mencicipi sampel yang berbeda.
Kode sampel :
Aroma :
Sangat tidak suka Sangat suka
Warna :
Sangat tidak suka Sangat suka
Rasa pedas :
Sangat tidak suka Sangat suka
Rasa manis :
Sangat tidak suka Sangat suka
Kode sampel :
Aroma :
Sangat tidak suka Sangat suka
Warna :
Sangat tidak suka Sangat suka
Rasa pedas :
Sangat tidak suka Sangat suka
Rasa manis :
Sangat tidak suka Sangat suka
Terima Kasih
Lampiran 8. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk uji penerimaan dan
preferensi bajigur
KUISIONER PENELITIAN
KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP
PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE
(Zingiber officinale Rosc) BAJIGUR
Oleh :
Vivi Rusviani – F24102068
Mahasiswa Semester 8
Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda
silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda
pada bagian yang disediakan.
Bagian 1 (Informasi Umum)
1. Usia anda pada saat ini :
( ) < 20 tahun ( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun ( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama yang menjadi sumber penghasilan utama anda saat ini :
( ) Pegawai Negeri ( ) Pegawai swasta ( ) Wiraswasta
Hari, Tanggal :
Nama :
Jenis kelamin :
Daerah Asal : Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/.......... (pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp :
( ) Tidak Bekerja ( ) Lainnya, sebutkan.......
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan :
( ) < Rp. 500.000 ( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000 ( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000
4. Berapa kali frekuensi dalam meminum bajigur :
( ) Sangat jarang (kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang (kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup (tiga kali seminggu)
( ) Sering (empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering (lebih dari enam kali seminggu)
5. Berapa banyak mengkonsumsi bajigur dalam seminggu
(keterangan : 1 gelas = + 250 ml, 1 mangkuk = + 300 ml)
( ) kurang dari 250 ml ( ) 301-350 ml
( ) 250-300 ml ( ) Lebih dari 350 ml
6. Dimana anda biasa membeli produk bajigur :
( ) Warung ( ) Penjual keliling
( ) Swalayan ( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan...........................
7. Jika dalam waktu dekat akan dikeluarkan produk bajigur baru, apakah anda
akan menerimanya :
( ) Ya ( ) Tidak
Bagian 2 (informasi Produk)
Untuk pertanyaan No.8 sampai 14, berilah penilaian dengan memberikan tanda
silang (X) pada salah satu kolom yang anda anggap sesuai.
8. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap aroma MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
9. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa gurih MTJ ?
Sangat Tidak Tidak Biasa Penting Sangat
Penting penting penting
10. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa manis MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
11. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa pedas (jahe) MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
12. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap warna alami MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
13. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap kemudahan cara
mendapatkan MTJ ?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
14. Menurut anda, bagaimana penilaian anda MTJ yang disajikan panas?
Sangat Tidak
Penting
Tidak
penting Biasa Penting
Sangat
penting
15. Berikan penilaian anda terhadap BAJIGUR yang telah disediakan terhadap
masing-masing atribut dibawah ini dengan cara memberikan tanda silang (X)
pada kolom jawaban yang anda pilih :
A. Aroma
Sampel Sangat
suka Suka Biasa
Tidak
suka
Sangat
tidak suka
Kode A
Kode B
B. Rasa Manis
Sampel Sangat
suka Suka Biasa
Tidak
suka
Sangat
tidak suka
Kode A
Kode B
C. Rasa Pedas
Sampel Sangat
suka Suka Biasa
Tidak
suka
Sangat
tidak suka
Kode A
Kode B
D. Warna
Sampel Sangat
suka Suka Biasa
Tidak
suka
Sangat
tidak suka
Kode A
Kode B
16. Bagaimana penilaian anda secara umum terhadap masing-masing produk
tersebut :
Sampel Sangat
suka Suka Biasa
Tidak
suka
Sangat
tidak suka
Kode A
Kode B
17. Apa saran anda untuk perbaikan produk bajigur
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Final equation in terms of u_pseudo components
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
(lanjutan)
Lampiran 10. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur
Atribut
ei bi
sampel A
bi sampel B
A0
sampel A
A0
sampel B
Aroma 1,07 0,93 0,54 0,9951 0,5778
Rasa Manis 1 0,81 0,34 0,81 0,34
Rasa Pedas 0,72 0,79 0,13 0,5688 0,0936
Warna 1,06 1,01 0,23 1,0706 0,2438
A0 Total
3,4445 1,2552
n
A0 = Σ bi ei
i=1
Dimana A0 = sikap terhadap berbagai atribut produk MTJ
bi = kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki atribut i
ei = evaluasi mengenai atribut i
n = jumlah atribut yang menonjol
Lampiran 11 Skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut.
Atribut ei bi maks A0 maks
Aroma 1,07 2 2.14
Rasa
Manis 1 2 2
Rasa
Pedas 0,72 2 1.44
Warna 1,06 2 2.12
Total 7.7
Diketahui total A0 maks = 7.7 maka A0 min = -7.7
Rentang (– 7.7) – 7.7 dibagi 5 pembagian skala, sehingga didapatkan skala
penilaian :
Skala Penilaian Ketegori Penilaian Produk
(-7.7) - (-3.85) Sangat tidak suka
(-3.85) - 0 Tidak suka
0 Biasa
0 - (3.85) Suka
(3.85) - (7.7) Sangat suka
Ranks
1a 3,50 3,503b 2,17 6,502c
6
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-,557a
,577ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
2a 2,50 5,002b 2,50 5,002c
6
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
,000a
1,000ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
The sum of negative ranksequals the sum of positive ranks.
a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-1,890a
,059ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Lampiran 12. Hasil uji Wilcoxan masing-masing etnis per atribut dua sampel
bajigur
A. Etnis Betawi a. Aroma
b. Rasa Manis
c. Rasa Pedas (jahe)
Ranks
4a 2,50 10,000b ,00 ,002c
6
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
d. Warna
Test Statisticsb
-1,732a
,083ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-2,142a
,032ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-1,588a
,112ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
4a 2,50 10,000b ,00 ,002c
6
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-1,841a
,066ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
e. Overall Ranks
3a 2,00 6,000b ,00 ,003c
6
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
B. Etnis Jawa a. Aroma
Ranks
8a 6,00 48,002b 3,50 7,000c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
b. Rasa Manis Ranks
7a 4,14 29,001b 7,00 7,002c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
c. Rasa Pedas (jahe)
Test Statisticsb
-1,999a
,046ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-2,460a
,014ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-2,484a
,013ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
8a 5,75 46,002b 4,50 9,000c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
d. Warna Ranks
7a 4,00 28,000b ,00 ,003c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
e. Overall Ranks
9a 5,61 50,501b 4,50 4,500c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
C. Etnis Kalimantan/Sulawesi
Test Statisticsb
-,351a
,725ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-1,190a
,234ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-,828a
,408ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-,647a
,518ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
a. Aroma Ranks
4a 3,00 12,003b 5,33 16,000c
7
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
b. Rasa Manis Ranks
4a 4,00 16,002b 2,50 5,001c
7
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
c. Rasa Pedas (jahe) Ranks
4a 2,63 10,501b 4,50 4,502c
7
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
d. Warna Ranks
3a 2,50 7,503b 4,50 13,501c
7
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-1,134a
,257ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-1,667a
,096ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-,707a
,480ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
e. Overall Ranks
3a 2,67 8,001b 2,00 2,003c
7
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
D. Etnis Sumatra a. Aroma
Ranks
5a 3,60 18,001b 3,00 3,004c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
b. Rasa Manis Ranks
3a 3,33 10,002b 2,50 5,005c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
c. Rasa Pedas (jahe)
Test Statisticsb
-2,232a
,026ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-1,807a
,071ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-2,060a
,039ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
6a 3,50 21,000b ,00 ,004c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
d. Warna Ranks
5a 3,80 19,001b 2,00 2,004c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
e. Overall
Ranks
5a 3,00 15,000b ,00 ,005c
10
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
E. Etnis Sunda a. Aroma
Test Statisticsb
-1,625a
,104ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Test Statisticsb
-3,792a
,000ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
33a 29,05 958,5022b 26,43 581,5012c
67
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
b. Rasa Manis Ranks
36a 28,31 1019,0014b 18,29 256,0017c
67
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
c. Rasa Pedas (jahe)
Ranks
34a 23,01 782,509b 18,17 163,50
24c
67
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-3,866a
,000ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
d. Warna
Ranks
36a 27,11 976,0011b 13,82 152,0020c
67
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-4,451a
,000ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
e. Overall
Ranks
27a 23,22 627,0014b 16,71 234,0026c
67
Negative RanksPositive RanksTiesTotal
B - AN Mean Rank Sum of Ranks
B < Aa.
B > Ab.
B = Ac.
Test Statisticsb
-2,645a
,008ZAsymp. Sig. (2-tailed)
B - A
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Lampiran 13. Gambar MTJ formula optimum dan bajigur komersil
Keterangan : A = MTJ formula optimum
B = Bajigur Komersil