PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH...

107
PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) DALAM PEMBUATAN SELAI RENDAH KALORI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN Oleh : ANITA KARINA A54103901 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH...

Page 1: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) DALAM PEMBUATAN SELAI

RENDAH KALORI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN

Oleh :

ANITA KARINA A54103901

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

RINGKASAN Anita Karina. A54103901. Pemanfaatan Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Teh Hijau (Camellia sinensis) dalam Pembuatan Selai Rendah Kalori dan Sumber Antioksidan. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pembuatan selai jahe-teh hijau rendah kalori dan sumber antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari pembuatan selai jahe-teh hijau dengan proporsi jahe dan ekstrak teh hijau yang optimal, 2) mempelajari pengaruh proporsi jahe : ekstrak teh hijau terhadap sifat kimia dan fisik selai jahe-teh hijau, 3) mempelajari pengaruh proporsi jahe : ekstrak teh hijau terhadap daya terima selai jahe-teh hijau, 4) menganalisis kadar senyawa antioksidan (gingerol dan katekin) yang terkandung dalam selai jahe-teh hijau terbaik, 5) mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis selai jahe-teh hijau, dan 6) mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap daya terima selai jahe-teh hijau. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan selai jahe-teh hijau, penentuan formula selai jahe-teh hijau, analisis sifat kimia (kadar air, pH, total asam tertitrasi, serat makanan, kadar gula total, dan total energi) dan sifat fisik (viskositas) selai jahe-teh hijau, serta penentuan formula (produk) terbaik. Sementara penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kadar senyawa antioksidan (gingerol dan katekin) yang terkandung dalam selai jahe-teh hijau terbaik dan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik, mikrobiologis, dan daya terima selai jahe-teh hijau. Analisis kadar gingerol dilakukan dengan metode TLC (Thin Layer Chromatography) scanner, sementara analisis kadar katekin dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Sifat kimia selai yang dianalisis selama penyimpanan meliputi kadar air, pH, total asam tertitrasi, dan aktivitas air (Aw), sementara sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas. Analisis mikroba dilakukan dengan metode TPC (Total Plate Counts). Proses pembuatan selai jahe-teh hijau terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan bahan (pembuatan bubur jahe, ekstrak teh hijau, dan larutan CMC), pencampuran bubur jahe-ekstrak teh hijau-larutan CMC, penambahan asam sitrat dan pewarna makanan, pemasakan, uji spoon test, penambahan natrium benzoat dan sukralosa setelah pemasakan, homogenisasi, dan pewadahan selai. Penentuan proporsi jahe : ekstrak teh hijau (ETH) dilakukan secara trial and error sehingga dihasilkan tiga formula selai, yaitu 100 g:20 g, 90 g:30 g, dan 80 g:40 g. Kadar air selai yang dihasilkan berkisar antara 91,99-93,22%. Nilai pH selai jahe-teh hijau berkisar antara 4,335-4,481. Total asam selai jahe-teh hijau berkisar antara 32,79-42,96 ml NaOH 0,1 N/100 g. Selai jahe-teh hijau mengandung serat makanan total sebesar 1,91-2,43 g/100 g, serat makanan tidak larut sebesar 1,06-1,28 g/100 g, dan serat makanan larut sebesar 0,85-1,15 g/100 g. Kadar gula total selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah kurang dari 1%. Kisaran total energi selai jahe-teh hijau adalah 24,14-29,05 Kal/100 g selai. Hasil sidik ragam menunjukkan proporsi jahe : ETH tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total asam, serat makanan total, serat makanan tidak larut, serat makanan larut, dan total energi selai jahe-teh hijau. Viskositas selai jahe-teh hijau berkisar antara 7350-10750 cp. Proporsi jahe : ETH juga tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap viskositas selai.

Page 3: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Modus penerimaan panelis terhadap warna selai berada pada kisaran 3-4 (biasa-suka), sementara modus warna selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah cerah (4). Modus penerimaan aroma berkisar antara 3-4 (biasa-suka), sementara modus aroma selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah harum (4). Modus penerimaan panelis terhadap rasa selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah tidak suka (2), sementara modus rasa selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah pedas (4). Modus penerimaan panelis terhadap tekstur selai berada pada kisaran 3-4 (biasa-suka), sementara modus tekstur selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah halus (4). Modus penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah suka (4), sementara modus daya oles selai pada semua taraf proporsi jahe : ETH adalah mudah dioleskan (4). Modus penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau berkisar antara 2-3 (tidak suka-biasa). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi jahe : ETH tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap daya terima warna, aroma, rasa, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum selai jahe-teh hijau. Proporsi jahe : ETH juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna, aroma, rasa, tekstur, dan daya oles selai jahe-teh hijau. Berdasarkan persentase penerimaan umum panelis terbesar, selai dengan proporsi jahe : ETH 100 g : 20 g terpilih sebagai produk terbaik yang digunakan dalam penelitian lanjutan. Selai jahe-teh hijau terbaik memiliki kadar gingerol sebanyak 114,39 ppm. Sementara kadar katekin, epikatekin, dan epikatekin galat dalam selai jahe-teh hijau berturut-turut sebanyak 12,45 ppm, 3,85 ppm, dan 4,3 ppm. Kadar air selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf lama penyimpanan (0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu) berkisar antara 89,80-90,36%. Total asam selai selama penyimpanan berkisar antara 42,29-50,18 ml NaOH 0,1 N/100 g. Kisaran pH selai selama penyimpanan adalah 4,194-4,436. Nilai Aw selai jahe-teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil sidik ragam menunjukkan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, total asam, pH, dan Aw selai. Viskositas selai jahe-teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 14000-15000 cp. Lamanya penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas selai. Kisaran total mikroba selai selama penyimpanan adalah 4,3 x 101 hingga 4,9 x 107 CFU/g. Hasil sidik ragam menunjukkan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap total mikroba selai. Daya terima panelis terhadap warna selai selama penyimpanan memiliki skor modus 2 (tidak suka) dan 4 (suka), sementara modus warna selai pada semua taraf lama penyimpanan adalah cerah (4). Daya terima panelis terhadap aroma selai pada semua taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (suka), sementara modus aroma selai pada semua taraf lama penyimpanan adalah harum (4). Penerimaan panelis terhadap tekstur selai selama penyimpanan memiliki skor modus antara 2-4 (tidak suka-suka), sementara modus tekstur selai pada semua taraf lama penyimpanan adalah halus (4). Modus penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada berbagai taraf lama penyimpanan adalah suka (4) dan modus daya oles selai pada semua taraf lama penyimpanan adalah mudah dioleskan (4). Modus penerimaan umum panelis terhadap selai pada semua taraf lama penyimpanan memiliki skor 4 (suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap daya terima warna, aroma, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum selai jahe-teh hijau. Lama penyimpanan juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna, aroma, tekstur, dan daya oles selai.

Page 4: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

ABSTRACT

ANITA KARINA. Source of Antioxidant and Low Calorie Jam Made of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) and Green Tea (Camellia sinensis) Extract. Supervised by Dr. Ir. LILIK KUSTIYAH, MSi. The objective of this study was to learn how to make ginger-green tea jam, which is a low calorie and as source of antioxidant jam. The specific objectives were to learn how to make ginger-green tea jam with the optimum proportion of ginger and green tea extract; to learn the impact of different proportion of ginger : green tea extract on chemical and physical characteristic of jam, and its acceptance; to analyze antioxidant compounds content (gingerol and catechin) in the best of ginger-green tea jam; to learn the impact of storage time on chemical, physical, and microbiological characteristic of jam, and its acceptance. Ginger-green tea jam was a modified jam, which was a food product as a jam made from the mixture of ginger poridge and green tea extract without sugar and pectin content, so the gel forming in this product was formed by using hydrocolloid (i.e. Carboxy Methyl Cellulose / CMC) in the jam formula. To determine the proportion of ginger : green tea extract was made by trial and error method. The result of this are three formulas of jam, which proportion of ginger : green tea extract were 100 g : 20 g, 90 g : 30 g, and 80 g : 40 g, respectively. Result showed that ginger : green tea extract proportion didn’t give significant impact on water content, pH, total acid, dietary fiber, total energy, and viscosity of jam. Ginger-green tea jam was a low calorie jam because the calorie content was under 40 Kal/100 g as a standard of low calorie product, with the range of calories were 24,14-29,05 Kal/100 g. Based on the highest of panelist acceptance to jam with proportion of ginger : green tea extract was 100 g : 20 g, so it was choosen as the best jam. The best of ginger-green tea jam contained gingerol, catechin, epicatechin, and epicatechin gallate as antioxidant compounds. The content of gingerol, catechin, epicatechin, and epicatechin gallate on the best jam was 114,39 ppm, 12,45 ppm, 3,85 ppm, and 4,3 ppm, respectively. Ginger-green tea jam was stored at room temperature with the storage time was 0 week, 2 weeks, and 4 weeks. Result showed that storage time didn’t give significant impact on water content, pH, total acid, water activity, and total microbial of jam. The amount of total microbial of jam at the first storage (0 week) was under maximum limit which is permitted (SNI 01-3746-1995), that was under 5 x 102 colony. But, the amount of total microbial of jam at storage time 2 weeks and 4 weeks had already exceeded to maximum limit of total microbial standard. The storage time gave a very significant impact on viscosity of jam. The Kruskal Wallis test showed that storage time didn’t give significant impact on panelist acceptance. Keywords : jam, ginger, green tea, low calorie, antioxidant

Page 5: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) DALAM PEMBUATAN SELAI

RENDAH KALORI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANITA KARINA A54103901

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

JUDUL : PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) DALAM PEMBUATAN SELAI RENDAH KALORI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN

Nama Mahasiswa : Anita Karina

Nomor Pokok : A54103901

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi. NIP 131 669 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019 Tanggal lulus:

Page 7: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 November 1984. Penulis

adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Jasni Setjo (Alm.) dan

Jantini Tjandra.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di SD Don

Bosco 1. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Don Bosco 1 pada tahun

1997. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Don Bosco 2.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Hama dan Penyakit

Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui

Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2005, penulis pindah

program studi ke program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama di IPB, penulis menjadi pengurus organisasi Perhimpunan

Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada tahun 2005 dan mengikuti

kegiatan organisasi GMSK English Club. Selain itu, penulis menjadi asisten

praktikum mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro, Biokimia Gizi, dan Manajemen

Jasa Makanan dan Gizi pada tahun ajaran 2007/2008.

Page 8: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah Bapa atas kasih karuniaNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ’Pemanfaatan Jahe (Zingiber

officinale Rosc.) dan Teh Hijau (Camellia sinensis) dalam Pembuatan Selai

Rendah Kalori dan Sumber Antioksidan’ yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi. selaku dosen pembimbing atas masukan,

dukungan, nasehat, dan bimbingan yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS. selaku dosen pemandu seminar atas masukan

dan sarannya.

3. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. selaku dosen penguji atas masukan dan perbaikan

yang diberikan untuk kesempurnaan karya tulis ini.

4. Papa (Alm.), mama, adik, om dan tante Sianti, serta seluruh keluarga besar

atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada henti.

5. Pak Mashudi atas bantuan, masukan, saran, dan motivasi yang telah

diberikan, serta kepada Bu Rizky dan Bu Nina.

6. Pak Ugan dan Mas Rena atas bantuan dalam masalah akademik.

7. Teman-teman MP, khususnya Tintin, Nana, Nining, Mulki, dan Intan atas

bantuannya.

8. Teman-teman HPT’40 (khususnya Irene) atas kebersamaanya sampai saat

ini, serta kepada teman-teman GMSK’40 dan GMSK’41.

9. Teman-teman sekosan (Wisma Srikandi), khususnya Rika, Ursula, Fre, Lusi,

dan Retha atas bantuan, dukungan, dan kebersamaan yang kalian berikan.

10. Mbak Nisa atas dukungan, saran dan cerita-cerita yang mengibur penulis.

11. Kak Herold atas buku dan jurnalnya yang sangat membantu penulis dalam

menyusun karya tulis ini, tonie atas dukungan yang pernah diberikan dan

bantuannya dalam memperbaiki komputer.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan hingga karya tulis ini selesai.

Bogor, Maret 2008

Penulis

Page 9: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

Latar Belakang .................................................................................. 1

Tujuan ............................................................................................... 3

Kegunaan .......................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4

Autooksidasi ..................................................................................... 4

Antioksidan Alami ............................................................................. 5

Jahe ................................................................................................... 6 Botani dan Morfologi .............................................................. 6 Komposisi Kimia .................................................................... 7 Khasiat Jahe ......................................................................... 9

Teh Hijau .......................................................................................... 9

Air ...................................................................................................... 12

CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ...................................................... 13

Sukralosa ........................................................................................... 13

Asam ................................................................................................. 14 Asam Benzoat ....................................................................... 14 Asam Sitrat ............................................................................ 16

Selai................................................................................................... 17

METODE .................................................................................................... 19

Waktu dan Tempat ............................................................................ 19

Bahan dan Alat .................................................................................. 19

Metode ............................................................................................... 19 Penelitian Pendahuluan ......................................................... 19 Penelitian Lanjutan ................................................................ 23

Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 26

Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 26 Pembuatan Selai Jahe-Teh Hijau .......................................... 26 Penentuan Formula Selai Jahe-Teh Hijau ............................. 28 Sifat Kimia Selai Jahe-Teh Hijau ........................................... 30 Sifat Fisik Selai Jahe-Teh Hijau ............................................. 39 Mutu Organoleptik Selai Jahe-Teh Hijau ............................... 40 Penentuan Formula (Produk) Terbaik ................................... 49

Page 10: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Penelitian Lanjutan ............................................................................ 49 Kadar Gingerol dan Katekin dalam Selai Jahe-Teh Hijau ..... 49 Perubahan Mutu Selai Selama Penyimpanan ....................... 50 Sifat Kimia Selai Selama Penyimpanan ................................ 51 Sifat Fisik Selai Selama Penyimpanan .................................. 56 Sifat Mikrobiologis Selai Selama Penyimpanan .................... 57 Mutu Organoleptik Selai Selama Penyimpanan .................... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 66

Kesimpulan ........................................................................................ 66

Saran ............................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 68

LAMPIRAN ................................................................................................. 73

Page 11: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi kimia jahe segar per 100 g berat basah ........................... 8

2 Komposisi kimia ekstrak teh hijau ..................................................... 11

3 Pengaruh pH pada penguraian asam benzoat .................................. 15

4 Komposisi bahan dalam pembuatan selai jahe-teh hijau .................. 30

5 Modus penerimaan panelis terhadap aroma selai ............................. 43

6 Modus penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau ...... 49

7 Modus penerimaan panelis terhadap warna selai selama penyimpanan ........................................................................ 60

8 Modus penerimaan panelis terhadap tekstur selai selama penyimpanan ........................................................................ 62

Page 12: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Mekanisme autooksidasi ................................................................... 4

2 Struktur bangun senyawa gingerol .................................................... 8

3 Struktur bangun senyawa katekin, epikatekin, dan epikatekin galat . 11

4 Proses ekstraksi teh hijau .................................................................. 20

5 Pembuatan selai jahe-teh hijau ......................................................... 21

6 Selai jahe-teh hijau yang dihasilkan .................................................. 28

7 Kadar air selai jahe-teh hijau ............................................................. 31

8 Nilai pH selai jahe-teh hijau ............................................................... 32

9 Total asam selai jahe-teh hijau .......................................................... 33

10 Kadar serat makanan total selai jahe-teh hijau ................................. 34

11 Kadar serat makanan tidak larut selai jahe-teh hijau ......................... 35

12 Kadar serat makanan larut selai jahe-teh hijau ................................. 36

13 Total energi selai jahe-teh hijau ......................................................... 38

14 Viskositas selai jahe-teh hijau ........................................................... 40

15 Persentase penerimaan panelis terhadap warna selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ........................ 41

16 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ........................ 43

17 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ....................... 44

18 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ........................ 46

19 Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ........................ 47

20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau ........................ 48

21 Selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ......................................... 51

22 Kadar air selai jahe-teh hijau selama penyimpanan .......................... 52

23 Total asam selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ....................... 53

24 Nilai pH selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ............................ 54

25 Nilai Aw selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ........................... 55

26 Viskositas selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ........................ 56

27 Total mikroba selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ................... 58

28 Persentase penerimaan panelis terhadap warna selai pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................ 60

Page 13: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

29 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma selai pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................ 62

30 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................ 63

31 Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................ 64

32 Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf lama penyimpanan ............................................ 65

Page 14: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner organoleptik selai jahe-teh hijau .......................................... 73

2 Kuesioner organoleptik selai jahe-teh hijau selama penyimpanan ....... 75

3 Prosedur analisis sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis selai .................. 77

4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna selai ....................................... 81

5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik warna selai ................ 81

6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma selai....................................... 81

7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik aroma selai ................ 82

8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa selai .......................................... 82

9 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik rasa selai ................... 82

10 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur selai ...................................... 83

11 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik tekstur selai ............... 83

12 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap daya oles selai ................................. 83

13 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik daya oles selai ........... 84

14 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum selai ................... 84

15 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna selai selama penyimpanan .... 84

16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik warna selai selama penyimpanan ........................................................................................ 85

17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma selai selama penyimpanan ... 85

18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik aroma selai selama penyimpanan ........................................................................................ 85

19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur selai selama penyimpanan ... 86

20 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik tekstur selai selama penyimpanan ........................................................................................ 86

21 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap daya oles selai selama penyimpanan 86

22 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik daya oles selai selama penyimpanan ........................................................................................ 87

23 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum selai selama penyimpanan ........................................................................................ 87

24 Hasil sidik ragam kadar air selai jahe-teh hijau .................................... 87

25 Hasil sidik ragam pH selai jahe-teh hijau .............................................. 87

26 Hasil sidik ragam total asam selai jahe-teh hijau .................................. 88

27 Hasil sidik ragam serat makanan total selai jahe-teh hijau ................... 88

28 Hasil sidik ragam serat makanan tidak larut selai jahe-teh hijau .......... 88

29 Hasil sidik ragam serat makanan larut selai jahe-teh hijau .................. 88

Page 15: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

30 Hasil sidik ragam total energi selai jahe-teh hijau ................................ 88

31 Hasil sidik ragam viskositas selai jahe-teh hijau ................................... 88

32 Hasil sidik ragam kadar air selai selama penyimpanan ........................ 89

33 Hasil sidik ragam total asam selai selama penyimpanan ..................... 89

34 Hasil sidik ragam pH selai selama penyimpanan ................................. 89

35 Hasil sidik ragam nilai Aw selai selama penyimpanan ......................... 89

36 Hasil sidik ragam viskositas selai selama penyimpanan ...................... 89

37 Hasil sidik ragam total mikroba selai selama penyimpanan ................. 90

38 Hasil analisis kadar gingerol ................................................................. 91

39 Hasil analisis kadar katekin .................................................................. 95

Page 16: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang

tumbuh baik dan tersebar luas di wilayah Indonesia. Jahe (Zingiber officinale

Rosc.) termasuk komoditas yang diperdagangkan secara luas di dunia.

Masyarakat Indonesia umumnya telah mengenal dan memanfaatkan jahe untuk

berbagai kepentingan, misalnya sebagai campuran bahan makanan dan

minuman mulai dari tingkat tradisional sampai tingkat modern. Adanya

peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap jahe, maka perlu dibuat

penganekaragaman produk olahannya.

Jahe yang mengandung senyawa antioksidan digunakan sebagai bahan

obat tradisional untuk penanggulangan maupun pengobatan beberapa penyakit,

misalnya radang tenggorokan, demam, gangguan lambung, dan kurang darah.

Jahe mengandung senyawa gingerol yang mempunyai aktivitas antioksidan yang

tinggi. Menurut Rajalakshmi dan Narasimhan (1996), gingerol dari ekstrak jahe

mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada α-tokoferol. Gingerol

sebagai komponen bioaktif utama dalam jahe merupakan senyawa yang tahan

panas (Zakaria, Wiguna & Hartoyo 1999), sehingga jahe dapat dikembangkan

menjadi berbagai macam produk olahan selain dibuat minuman.

Teh merupakan minuman fungsional yang berguna bagi kesehatan karena

mengandung senyawa antioksidan serta vitamin dan mineral. Berdasarkan

pengolahannya, teh dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh

oolong, dan teh hitam. Teh hijau adalah teh yang berasal dari pucuk daun teh

yang pembuatannya tidak melalui proses fermentasi sehingga warnanya masih

hijau dan masih mengandung tanin (katekin) yang relatif tinggi. Katekin

merupakan substansi utama pada teh yang menyebabkan teh memenuhi

persyaratan sebagai minuman fungsional. Berbagai hasil penelitian menunjukkan

bahwa konsumsi teh berperan dalam menurunkan resiko penyakit kanker. Hal ini

dikarenakan senyawa antioksidan dalam teh yakni katekin mampu mencegah

kerusakan DNA oleh radikal bebas (Pambudi 2000).

Masyarakat mulai menyadari akan pentingnya kualitas hidup yang tinggi.

Oleh karena itu, masyarakat dewasa ini dalam mengkonsumsi makanan tidak

hanya menilai dari lezat tidaknya suatu produk makanan saja, tetapi juga

mempertimbangkan kandungan gizi dan pengaruh makanan tersebut terhadap

Page 17: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya permintaan

masyarakat terhadap produk pangan yang mempunyai klaim gizi dan kesehatan,

seperti produk pangan rendah kalori, tinggi zat antioksidan, dan sebagainya.

Selain itu, perhatian masyarakat terhadap antioksidan alami semakin meningkat

karena dianggap lebih baik daripada antioksidan sintetik, khususnya ditinjau dari

keamanan pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah

dan tanaman herbal mempunyai aktivitas antioksidan, contohnya jahe dan teh

hijau yang mengandung senyawa antioksidan alami (Fardiaz et al. 1992).

Jahe dan teh hijau yang memiliki khasiat bagi kesehatan karena

mengandung senyawa antioksidan seharusnya dikembangkan menjadi berbagai

macam produk olahan, salah satunya dengan pembuatan selai jahe-teh hijau.

Selai jahe-teh hijau merupakan selai modifikasi, yaitu produk pangan menyerupai

selai yang dibuat dari campuran bubur jahe dan ekstrak teh hijau tanpa adanya

kandungan gula dan pektin, sehingga pembentukan gel dalam produk ini dibantu

oleh hidrokoloid (bahan pembentuk gel). Selai sebagai makanan komplementer

dari roti sudah menjadi produk pangan yang umum dikonsumsi di kalangan

masyarakat, karena roti dengan olesan selai banyak dikonsumsi oleh masyarakat

untuk sarapan ataupun untuk kudapan. Menurut Imeson (1992), permintaan roti

akan meningkat setiap tahunnya dan peningkatan permintaan terhadap roti

diperkirakan akan meningkatkan permintaan terhadap selai.

Agar selai jahe-teh hijau dapat dikonsumsi oleh siapa saja, terutama bagi

orang yang menderita penyakit diabetes mellitus dan bagi orang yang sedang

menjalani diet energi rendah, maka dalam pembuatan selai ini ditambahkan

pemanis buatan yang bebas kalori, yaitu sukralosa. Sukralosa yang digunakan

sebagai bahan pemanis pada selai jahe-teh hijau berfungsi untuk menggantikan

sukrosa (gula pasir) yang biasanya digunakan dalam pembuatan selai pada

umumnya, dimana sukrosa mengandung kalori yang tinggi sedangkan sukralosa

merupakan pemanis tanpa nilai kalori. Sukralosa mempunyai tingkat kemanisan

yang tinggi, yaitu 600 kali kemanisan gula (Subagio 2007), sehingga jumlah

sukralosa yang diperlukan untuk mencapai tingkat kemanisan yang diinginkan

sangat sedikit.

Jahe dan teh hijau sebagai bahan utama dalam pembuatan selai dan

penggunaan sukralosa sebagai bahan pemanis akan menghasilkan selai dengan

kandungan senyawa antioksidan dan rendah kalori. Pembuatan selai jahe-teh

hijau diharapkan dapat menambah keragaman pangan yang memiliki manfaat

Page 18: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

bagi kesehatan, yaitu khasiat jahe dan teh hijau dalam mencegah beberapa

penyakit karena mengandung senyawa antioksidan serta dapat memberikan

alternatif pilihan makanan terhadap diet dan penderita penyakit tertentu.

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan selai jahe-teh hijau

rendah kalori dan sumber antioksidan.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari pembuatan selai jahe-teh hijau dengan proporsi jahe dan ekstrak

teh hijau yang optimal.

2. Mempelajari pengaruh proporsi jahe : ekstrak teh hijau terhadap sifat kimia

dan fisik selai jahe-teh hijau.

3. Mempelajari pengaruh proporsi jahe : ekstrak teh hijau terhadap daya terima

selai jahe-teh hijau.

4. Menganalisis kadar senyawa antioksidan (gingerol dan katekin) yang

terkandung dalam selai jahe-teh hijau terbaik.

5. Mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia, fisik, dan

mikrobiologis selai jahe-teh hijau.

6. Mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap daya terima selai jahe-teh

hijau.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pemanfaatan jahe dan teh hijau yang dapat

dikembangkan menjadi produk selai rendah kalori dan sumber antioksidan yang

aman dikonsumsi bagi orang yang sedang menjalani diet tertentu atau menderita

penyakit tertentu. Produk ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif

produk pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan.

Page 19: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

TINJAUAN PUSTAKA

Autooksidasi

Radikal bebas adalah suatu atom karbon yang kehilangan atom hidrogen

karena disingkirkan oleh suatu kuantum energi dan letaknya di sebelah atom

karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap. Senyawa radikal yang terdapat di

dalam tubuh bukan hanya berasal dari luar tubuh, tetapi juga berasal dari dalam

tubuh sebagai hasil metabolisme zat gizi yang normal (Deshpande, Deshpande

& Salunkhe 1996). Radikal bebas yang dihasilkan secara in vivo (superoxide

radicals, singlet oxygen, hydrogen peroxide, lipid peroxide, hypochlorous acid,

alkoxyl radicals, peroxyl radicals, nitric oxide, nitrogen dioxide, peroxynitrite,

nitrous oxide, dan hydroxyl radicals) merusak lipid, protein, DNA, dan molekul-

molekul kecil. (Aggarwal, Ahmad & Mukhtar 2002).

Timbulnya senyawa radikal dalam tubuh (prooksidan) dalam proses

fisiologis akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan tubuh dengan

menggunakan senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal

bebas (antioksidan). Senyawa ROS (Spesies Oksigen Reaktif) memberikan efek

merusak bila keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu.

Keseimbangan ini tergantung pada konsumsi pangan yang mengandung asam-

asam amino esensial dalam jumlah yang diperlukan untuk sintesis protein,

vitamin-vitamin antioksidan (vitamin A, B2, C, dan E), serta zat-zat gizi lain yang

diperlukan, misalnya untuk sintesis berbagai kofaktor enzim-enzim seperti

glutation tereduksi dan antioksidan oligoelemen (tembaga, seng, dan selenium)

yang dapat mendegradasi senyawa-senyawa ROS (Muchtadi et al. 2001).

Reaksi autooksidasi lemak seperti reaksi berantai lainnya. Mekanisme

reaksinya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap inisiasi (terjadi pembentukan radikal

bebas), tahap propagasi (radikal bebas diubah menjadi radikal yang lain), dan

tahap terminasi (terjadi penggabungan dua radikal membentuk formasi yang

stabil). Mekanisme autooksidasi tersebut disajikan pada Gambar 1.

Inisiasi ROOH → ROO* + H*

ROOH → RO* + OH*

2 ROOH → RO* + H2O + ROO*

Propagasi R* + O2 → ROO*

ROO* + R’H → ROOH + R’*

Page 20: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Terminasi ROO* + R’OO* → ROOR’ + O2

RO* + R’ → ROR’

Gambar 1 Mekanisme autooksidasi (Gordon 1990)

Tahap inisiasi dapat terjadi karena reaksi langsung antara molekul lipida

dengan katalis logam atau karena dekomposisi hidroperoksida. Ikatan O-O di

dalam hidroperoksida bersifat relatif lemah, sehingga logam dapat mengkatalis

dekomposisi hidroperoksida menghasilkan radikal bebas. Radikal lipida

mempunyai spesies yang sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan

molekul lipida lain atau dengan triplet oksigen membentuk radikal yang baru.

Tahap propagasi berjalan sangat cepat, dimana radikal yang terbentuk dapat

bereaksi dengan lipida lagi membentuk hidroperoksida yang kemudian dapat

mengambil bagian dalam tahap inisiasi. Pada akhirnya terjadi reaksi terminasi

yang ditandai oleh rendahnya konsentrasi radikal-radikal (Gordon 1990).

Antioksidan Alami

Bahan pangan mengandung senyawa-senyawa yang mempunyai sifat

sebagai antioksidan. Menurut Bellville dan Nabet (1996), diacu dalam Muchtadi

et al. (2001), antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Tergolong zat gizi : vitamin A dan karotenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2,

seng (Zn), tembaga (Cu), selenium (Se), dan protein.

2. Tergolong zat non gizi : biogenik amin; senyawa fenol misalnya tirosol,

hidroksitirosol, valilin, asam vanilat, gingerol, zingeron; senyawa polifenol

misalnya flavonoid, flavon, flavonol, biflavonoid; tanin misalnya asam galat,

asam elagat, proantosianin; dan komponen tetrapirolik misalnya klorofil dan

feofitin.

Sebagian besar rempah-rempah yang biasa digunakan sebagai flavor

makanan merupakan sumber senyawa fenol yang menunjukkan aktivitas

antioksidan yang baik (Zheng & Wang 2001, diacu dalam Hinneburg, Dorman &

Hiltunen 2006). Wang et al. (1996), diacu dalam Kaur dan Kapoor (2002)

mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan sebagian besar berasal dari

senyawa seperti flavonoids, isoflavone, flavones, anthocyanin, catechin, dan

isocatechin daripada dari vitamin C, vitamin E, dan β-karoten.

Page 21: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Aktivitas antioksidan dari senyawa fenol terutama disebabkan oleh sifat

redoksnya yang memungkinkan fenol berfungsi sebagai senyawa pereduksi,

pendonor hidrogen, pengikat logam, dan singlet oxygen quenchers (Rice-Evans

et al. 1997, diacu dalam Kaur & Kapoor 2002). Mekanisme kerja antioksidan

yang mempunyai gugus fenol adalah dengan cara berintegrasi dengan radikal

bebas yang terdapat dalam sistem. Reaksi ini terjadi jika radikal antioksidan yang

dihasilkan cukup stabil atau secara sterik dicegah dari reaksi berikutnya,

sehingga tidak merupakan inisiator bagi reaksi berikutnya (Renney 1979, diacu

dalam Fardiaz et al. 1992). Antioksidan fenolik seringkali kehilangan aktivitasnya

pada konsentrasi yang tinggi bahkan dapat bertindak sebagai prooksidan dengan

melibatkan diri dalam reaksi inisiasi (Gordon 1990).

Antioksidan dari rempah-rempah dan tanaman herbal mempunyai aplikasi

potensial yang luas dengan efektifitas yang berbeda pada substrat dan pelarut

yang berbeda. Penggunaan kombinasi antioksidan alami telah terbukti mampu

meningkatkan aktivitas antioksidan dibandingkan bila dipergunakan secara

terpisah (Junita et al. 2001).

Jahe

Botani dan Morfologi

Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) termasuk dalam famili temu-

temuan. Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe termasuk divisi Pteridophyta,

subdivisi Angiosperma, kelas Monocotyledoneae, ordo Scitamineae, famili

Zingiberaceae, dan genus Zingiber. Jahe merupakan tanaman berbatang semu,

tinggi 30 cm sampai dengan 1 m, tegak, tidak bercabang, tersusun atas

lembaran pelepah daun, berbentuk bulat, berwarna hijau pucat dengan warna

pangkal batang kemerahan. Akar jahe berbentuk bulat, ramping, berserat,

berwarna putih sampai coklat terang. Tanaman ini berbunga majemuk berupa

malai muncul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang

sempit, dan sangat tajam (Wardana et al. 2002). Tanaman jahe membentuk

rimpang yang ukurannya tergantung pada jenisnya. Bentuk rimpang pada

umumnya gemuk agak pipih dan tampak berbuku-buku Rimpang jahe berkulit

agak tebal yang membungkus daging rimpang, dimana kulitnya mudah dikelupas

(Rismunandar 1988).

Jahe dapat dibudidayakan terutama pada daerah tropis dengan ketinggian

tempat 0-1.700 m di atas permukaan laut. Umumnya jahe ditanam pada daerah

Page 22: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

dengan curah hujan 2.500-4.000 mm. Iklim ideal yang dikehendaki tanaman jahe

adalah panas sampai sedang. Tanaman jahe memerlukan tanah yang mudah

diolah, gembur, banyak mengandung bahan organik atau humus, dan subur

(Wardana et al. 2002). Adapun kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan jahe

adalah 25-300C dan tingkat keasaman (pH) optimumnya adalah 6,8-7,0 (Herlina

et al. 2004).

Jahe ada tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya,

yaitu jahe putih atau kuning sering juga disebut jahe badak atau jahe gajah, jahe

putih kecil atau emprit, dan jahe merah. Menurut Koswara (1995), jahe badak

atau jahe gajah mempunyai aroma dan rasa yang kurang tajam serta kandungan

minyak atsirinya rendah. Umumnya jahe jenis ini digunakan dalam keadaan

segar, dikeringkan menjadi jahe kering, sebagai sayur, acar, dan manisan. Jahe

putih kecil mempunyai kadar minyak atsiri relatif tinggi dan kandungan resinnya

cukup besar sehingga rasanya tajam, umumnya digunakan untuk pembuatan

atau isolasi minyak atsiri dan oleoresin. Sementara jahe merah mempunyai rasa

dan aroma yang tajam dan kandungan minyak atsirinya tinggi, umumnya

digunakan sebagai obat.

Komposisi Kimia

Komposisi kimiawi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma

dan pedasnya rimpang jahe. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

komposisi kimiawi rimpang jahe antara lain jenisnya, umur rimpang jahe saat

dipanen, perlakuan terhadap hasil rimpang setelah panen, dan pengolahan

rimpang jahe (Rismunandar 1988). Komposisi kimia jahe segar per 100 g berat

basah dapat dilihat pada Tabel 1.

Minyak atsiri jahe termasuk jenis minyak yang mudah menguap dan

merupakan suatu komponen yang memberi bau harum khas jahe. Minyak atsiri

jahe terdiri dari zingiberol, zingiberen, n-nonyl aldehida, d-camphen, d-b-

phellandren, methyl heptanon, sineol, stral, borneol, linalool, asetat, kaprilat,

phenol, dan chavicol. Jahe juga mengandung oleoresin yang lebih banyak

mengandung komponen-komponen non volatil yang merupakan zat pembentuk

rasa pedas pada jahe. Umumnya oleoresin jahe tersusun oleh gingerol, zingeron,

shogaol, dan resin. Semakin tua umur rimpang jahe, semakin besar pula

kandungan oleoresinnya (Koswara 1995).

Page 23: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Tabel 1 Komposisi kimia jahe segar per 100 g berat basah (Koswara 1995) Komponen Kadar

Energi (KJ) 184,0 Protein (g) 1,5 Lemak (g) 1,0 Karbohidrat (g) 10,1 Serat kasar (g) 7,53 Total abu (g) 3,70 Vitamin A (SI) 30 Thiamin (mg) 0,02 Niasin (mg) 0,8 Vitamin C (mg) 4 Kalsium (mg) 21Magnesium (mg) - Natrium (mg) 6,0 Kalium (mg) 57,0 Besi (mg) 4,3 Fosfor (mg) 39 Seng (mg) -

Rimpang jahe beraroma harum dan berasa pedas karena adanya

komponen 6-gingerol dan 6-shogaol yang memiliki aktivitas antioksidan. Pada

rimpang jahe segar, gingerol merupakan komponen aktif terbesar dan [6]-

gingerol sebagai unsur dengan jumlah terbanyak dalam senyawa gingerol

(Govindarajan 1982, diacu dalam Bhattarai, Tran & Duke 2001). Adapun struktur

bangun senyawa gingerol dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2 Struktur bangun senyawa gingerol

Reaksi-reaksi perubahan gingerol menjadi senyawa-senyawa lain yang kurang

pedas terjadi selama proses pengeringan jahe ataupun ekstraksi oleoresinnya.

Gingerol akan berubah menjadi zingeron pada pemanasan di atas 2000C melalui

reaksi retroaldol dengan membentuk senyawa aldehid alifatik. Reaksi lain yang

dapat merusak gingerol adalah reaksi dehidrasi yang menghasilkan shogaol.

Reaksi ini berlangsung cepat sekali dalam suasana alkalis pada suhu kamar,

sedangkan dalam suasana asam lambat sekali, tetapi pada suhu yang lebih

tinggi akan berlangsung lebih cepat (Purseglove et al. 1979). Untuk

penyimpanan jangka pendek, gingerol relatif stabil tanpa adanya katalis seperti

Page 24: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

asam atau basa kuat. Gingerol paling stabil pada pH 4 dan pada suhu 370C

(Bhattarai, Tran & Duke 2001).

Gingerol, shogaol, dan zingeron dilaporkan mempunyai aktivitas

antioksidan yang tinggi (Yanishlieva, Sofia & Heinonen 2001). Penelitian terbaru

mengenai ekstrak jahe menunjukkan bahwa gingerol, shogaol, zingeron, dan

diarilheptanoid mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada α-

tokoferol (Rajalakshmi & Narasimhan 1996). Aktivitas antioksidan senyawa

gingerol dimulai pada konsentrasi 50 sampai 200 μM. Pada konsentrasi 50 μM,

aktivitas antioksidan 6-gingerol lebih kecil dari 6-shogaol dan 6-gingerdiol

(Kikuzaki & Nakatani 1993). Menurut Lee et al. (1992), diacu dalam Yusuf

(2002), komponen jahe cukup stabil terhadap efek pemanasan, dimana aktivitas

antioksidan pada jahe masih dua pertiganya setelah pemanasan 1000C. Gingerol

sebagai komponen bioaktif utama dalam jahe merupakan senyawa yang tahan

panas sehingga produk dari jahe tidak selalu harus berupa minuman. Bentuk

produk lain yang menggunakan jahe juga dapat memberikan khasiat yang sama,

yang penting adalah jumlahnya harus cukup banyak untuk mampu bekerja

(Zakaria, Wiguna & Hartoyo 1999).

Khasiat Jahe

Rhizoma jahe efektif untuk pengobatan nausea, salah pencernaan,

kehilangan nafsu makan, dan pencegahan gejala motion sickness. Jahe

meningkatkan sekresi saliva dan cairan lambung serta meningkatkan gerak

peristaltik saluran pencernaan. Aktivitas jahe tersebut disebabkan oleh minyak

volatilnya yang mengandung sesquiterpenes zingiberene dan bisabolene serta

gingerol. Jahe mempunyai kegunaan untuk pengobatan karminatif, antiemetik,

antinausea, dan anti-inflammatory. [6]-gingerol memiliki aktivitas analgesik,

antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, dan antihepatotoksik. Gingerol juga

mempunyai efek penghambatan yang potensial pada biosintesis prostaglandin

(Kiuchi et al. 1982, diacu dalam Bhattarai, Tran & Duke 2001).

Teh Hijau

Tanaman teh termasuk dalam genus Camellia, famili Theaceae. Tanaman

teh tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan sepanjang tahun

tidak kurang dari 1500 mm. Tanaman ini memerlukan kelembaban tinggi dan

suhu udara antara 13-29,50C. Oleh karena itu, tanaman ini tumbuh baik di

dataran tinggi dan pegunungan yang berhawa sejuk (Sutejo 1972). Ada dua

Page 25: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

varietas yang ditemukan dalam Camellia sinensis, yaitu varietas sinensis dan

varietas assamica.

Berdasarkan pengolahannya, teh dapat dibedakan menjadi tiga kategori,

yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh oolong (semi fermentasi), dan

teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau adalah jenis teh tanpa fermentasi yang

proses pengolahannya terdiri dari tiga tahap, yaitu pemanasan, penggulungan,

dan pengeringan. Tahap pemanasan berupa pelayuan daun dengan cara

penguapan maupun penyangraian. Kandungan katekin dalam teh hijau tidak

boleh mengalami perubahan akibat terjadinya oksidasi enzimatis sebelum

maupun selama proses pengolahan. Oleh karena itu perlu dilakukan

penginaktifan enzim polifenol oksidase dengan cara memanaskan daun teh pada

proses pelayuan. Suhu yang digunakan berkisar antara 250-3000C selama 10-15

menit dengan pengadukan 4-5 kali per menit agar daun tidak hangus. Proses

pelayuan juga dapat mengurangi kadar air sampai sekitar 60-70% dan

menyiapkan daun untuk digulung. Proses penggulungan bertujuan untuk

membentuk mutu secara fisik dan harus segera dilakukan setelah proses

pelayuan. Sementara proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air,

memekatkan cairan sel daun, serta memperbaiki bentuk gulungan (Takeo 1992).

Ketiga jenis teh (teh hijau, teh oolong, dan teh hitam) mempunyai

perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenolnya walaupun berasal

dari tanaman yang sama (Camellia sinensis) karena perbedaan cara

pengolahan. Kandungan polifenol sebagai senyawa antioksidan tertinggi terdapat

pada teh hijau, kemudian teh oolong, lalu disusul teh hitam. Teh hijau

mengandung lebih dari 36% polifenol yang memberikan rasa sepat dan pahit,

walaupun jumlah ini masih dipengaruhi oleh cuaca, jenis tanah, varietas, dan

tingkat kemasakan (Sibuea 2003). Komposisi kimia dari daun teh menurut

Robertson (1992) dapat dilihat pada Tabel 2.

Daun teh mengandung polifenol terutama flavan-3-ols (katekin, epikatekin,

dan turunan galatnya) dalam jumlah 20-30% berat kering (Goldberg 2003).

Senyawa polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil sehingga

tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol

menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25

kali lebih efektif dari vitamin E. Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia

seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan.

Perubahan ini mengurangi kadar antioksidan pada teh (Rohdiana 2006).

Page 26: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Tabel 2 Komposisi kimia pucuk muda daun teh (Robertson 1992) Komponen % berat kering (bk)

Karbohidrat 4 Polisakarida Pati 2-5 Lainnya 12 Selulosa 7 Lignin 6 Protein 15 Lemak 3 Abu 5 Asam amino Teanin 2 Lainnya 2 Asam organik 0,5 Kafein 3-4 Komponen volatil 0,01 Asam fenolik Teogalin 2 Lainnya 2Leukoantosianin 2-3 Flavanol Epigalokatekin galat 9-13 Epigalokatekin 3-6 Epikatekin galat 3-6 Epikatekin 1-3 Galokatekin 1-2 Katekin 1-2 Flavanol dan glikosidanya 3-4

Adanya katekin mengindikasikan bahwa ekstrak teh mempunyai aktivitas

antioksidan. Matsuzaki dan Hara (1985), diacu dalam Shahidi dan Naczk (1995)

melaporkan efisiensi antioksidatif katekin yang diisolasi dari daun teh hijau.

Ekstraknya mengandung epikatekin (EC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat

(ECg), dan epigalokatekin galat (EGCg). Aktivitas katekin dalam sistem model

adalah : EC < ECg < EGC < EGCg. Adapun struktur bangun senyawa katekin,

epikatekin, dan epikatekin galat dapat dilihat pada Gambar 3.

Katekin

Page 27: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Epikatekin

Epikatekin galat

Gambar 3 Struktur bangun senyawa katekin, epikatekin, dan epikatekin galat

Beberapa studi epidemiologi menunjukkan konsumsi teh hijau dapat

menurunkan kolesterol darah dan tekanan darah serta memberikan perlindungan

terhadap penyakit kardiovaskular. Hal ini mungkin disebabkan oleh kapasitas

katekin teh hijau dan galat ester untuk menurunkan absorpsi kolesterol dalam

usus. Katekin pada daun teh hijau juga menghambat oksidasi LDL. Ekstrak teh

hijau secara signifikan menghambat leukemia dan sel tumor hati (Craig 2001).

Menurut Kajimoto et al. (2005), katekin teh hijau mempunyai pengaruh dalam

penurunan lemak tubuh dan dinilai aman bagi kesehatan pria dan wanita dewasa

untuk intik jangka panjang. Idealnya, setiap orang mengkonsumsi minimal 125

mg katekin per hari yang diperoleh dari 5 g teh hijau (Rohdiana 2006).

Air

Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa

yang ada dalam makanan. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam,

vitamin yang larut dalam air, mineral, dan senyawa citarasa (Winarno 1997). Air

yang digunakan dalam industri pangan pada umumnya harus mempunyai syarat-

syarat, antara lain tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, jernih,

Page 28: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

tidak mengandung besi dan mangan, serta dapat diterima secara bakteriologis

(tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan

pangan yang diolah). Air yang tidak jernih dapat mengganggu warna, aroma, dan

rasa yang tidak diinginkan pada produk hasil olahannya (Winarno, Fardiaz &

Fardiaz 1973).

CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose merupakan polisakarida linear, berantai panjang,

larut dalam air, anionik, dan merupakan gum alami yang dimodifikasi secara

kimia. CMC merupakan turunan selulosa yang sering dipakai dalam industri

pangan untuk meningkatkan sifat fisik, sifat instan apabila diapikasikan pada

substrat yang mudah larut, dan viskositas produk tanpa memberikan kontribusi

kalori. CMC yang telah dimurnikan berwarna putih hingga kuning muda, tidak

berasa, tidak berbau, dan bubuknya mengalir bebas. CMC murni yang digunakan

sebagai bahan untuk makanan sering disebut gum selulosa dan yang banyak

digunakan pada industri pangan adalah garam Na-carboxymethylcellulose.

Larutan CMC stabil pada pH 4-10, pada pH di bawah 4 terjadi peningkatan

viskositas. Kekentalan larutan CMC akan turun jika dipanaskan. Kenaikan

konsentrasi CMC dalam larutan akan menyebabkan kenaikan kekentalan. CMC

juga berpengaruh terhadap intensitas aroma (Glicksman 1986).

CMC bersifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk koloid.

CMC memiliki kemampuan memperbaiki dan menstabilkan tekstur, menstabilkan

emulsi, mencegah kristalisasi, mencegah retrogradasi, dan mencegah sineresis.

Kekentalan larutan CMC dipengaruhi oleh pH karena CMC mempunyai gugus

karboksil. Larutan CMC berfungsi maksimum pada pH 5 dan di bawah pH 3 tidak

dapat berfungsi karena mengendap (Koswara 1995).

Sukralosa

Sukralosa adalah triklorodisakarida dengan rumus kimia C12H19Cl3O8.

Sukralosa berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air,

metanol, dan alkohol; sedikit larut dalam etil asetat, dan berasa manis seperti

gula sukrosa tanpa mempunyai rasa yang tidak diinginkan (after taste).

Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan

sukrosa tanpa mempunyai nilai kalori (Anonim 2005). Salah satu keunggulan

sukralosa adalah tahan panas sehingga tingkat kemanisan yang diperoleh tidak

menurun. Selain itu, karena tingkat kemanisannya yang sangat tinggi, jumlah

Page 29: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

sukralosa yang diperlukan untuk mencapai tingkat kemanisan yang diinginkan

sangat sedikit (Anonim 2006). Sukralosa merupakan pemanis berintensitas tinggi

dari sukrosa, terhidrolisis dalam cairan, tahan terhadap asam dan panas yang

tinggi sehingga aplikasinya sangat luas (Subagio 2007).

Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak

terurai. Sukralosa tidak dapat dicerna dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa

perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam golongan Generally

Recognized as Safe (GRAS). Sukralosa tidak menyebabkan karies gigi,

perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Oleh karena itu, sukralosa sangat

bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.

JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan tambahan pangan yang aman

untuk dikonsumsi dengan Adequate Daily Intake (ADI) sebanyak 10-15 mg/kg

berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan sukralosa pada berbagai

produk pangan sebanyak 120-5.000 mg/kg produk (Anonim 2005).

Asam

Asam terdapat secara alamiah baik dalam bentuk asam organik maupun

anorganik. Asam dapat digunakan di dalam makanan maupun di dalam

pengolahan pangan dan mempunyai peranan luas. Peranan asam dalam

pengolahan pangan antara lain sebagai bahan pengawet karena pengaruhnya

terhadap pH dan sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai.

Asam juga digunakan untuk menambah rasa, untuk mengurangi rasa manis,

memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki

tekstur dari jelly dan selai, dan membantu ekstraksi pektin dan pigmen dari buah

(Winarno, Fardiaz & Fardiaz 1980). Keasaman (pH) yang rendah mengakibatkan

suhu sterilisasi yang dibutuhkan juga akan lebih rendah dan kemungkinan

tumbuhnya mikroba berbahaya akan lebih kecil. Adanya gula dan rempah-

rempah menurunkan kebutuhan akan asam, karena kadar air yang tersedia

dalam produk telah diturunkan dan bahan tersebut mempunyai sifat-sifat

antimikroorganisme (Buckle et al. 1987).

Asam Benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas

penggunaannya. Menurut Winarno, Fardiaz dan Fardiaz (1980), asam benzoat

kurang kelarutannya di dalam air. Oleh karena itu lebih sering digunakan dalam

bentuk garamnya, yaitu natrium benzoat. Bentuk natrium benzoat lebih efektif

Page 30: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

dalam medium asam daripada medium netral. Natrium benzoat merupakan

kristal putih yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan atau

dilarutkan terlebih dahulu di dalam air atau pelarut-pelarut lainnya.

Garam benzoat dalam bahan terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk

asam benzoat yang tidak terdisosiasi (Belitz & Grosch 1999). Asam benzoat

dalam keadaan tidak terdisosiasi mudah masuk ke dalam sel dan di dalam sel

akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan radikal asam. Ion H+ tersebut

mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ion di dalam sel mikroba sehingga

mikroba akan berusaha mengeluarkannya. Untuk mengeluarkan ion H+ tersebut

diperlukan energi dalam jumlah besar sehingga mikroba akan kekurangan energi

untuk pertumbuhannya (Fardiaz, Suliantari & Dewanti 1988). Aktivitas optimum

asam benzoat pada kisaran pH 2,5-4,0 dengan konsentrasi maksimum adalah

0,1%.

Asam benzoat efektif melawan bakteri dalam media asam pada

konsentrasi 0,1% dan dapat mencegah pertumbuhan kapang dan khamir. Bakteri

penyebab keracunan makanan dan bakteri pembentuk spora umumnya dihambat

dengan konsentrasi asam benzoat tidak terdisosiasi sebesar 0,01-0,02%, tetapi

bakteri pembusuk kebanyakan lebih resisten (Chipley 1993). Menurut Desrosier

(1988), benzoat efektif terhadap kapang dan khamir daripada bakteri pada

konsentrasi ≤ 0,1%. Bila produk mengalami kontaminasi mikroba rendah, maka

penggunaan asam benzoat sangat efektif bahkan sampai pada konsentrasi

0,05%. Produk yang mengandung benzoat jika dikombinasikan dengan

penyimpanan dingin (32°F) dapat dipertahankan dalam kondisi yang acceptable

selama 1 bulan atau 6 minggu. Benzoat pada konsentrasi 0,1% dalam bahan

pangan dapat menghasilkan rasa pedas yang tidak diinginkan. Hal ini terutama

dirasakan pada produk berbasis sari buah yang ditambah benzoat. Pengaruh pH

pada penguraian asam benzoat terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh pH pada penguraian asam benzoat (Buckle et al. 1987) pH Asam benzoat yang tidak terurai (%) 3 94 4 60 5 13 6 1,5 7 0,15

Asam benzoat sering digunakan dalam kombinasi dengan bahan pengawet

lainnya, dan aktivitasnya yang tinggi pada pH asam digunakan untuk

Page 31: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

pengawetan bahan pangan asam (pH 4-4,5 atau lebih rendah) (Belitz & Grosch

1999). US FDA (United States Food and Drug Administration) menggolongkan

natrium benzoat ke dalam bahan tambahan makanan yang umumnya dikenal

aman (GRAS) dan mengijinkan batas penggunaan natrium benzoat sebesar

0,1%. Adapun batas penggunaan benzoat di Indonesia pada produk selai

sebesar 1000 mg/kg (Fardiaz, Suliantari & Dewanti 1988). Intik harian sebanyak

< 0,5 g natrium benzoat diperbolehkan untuk manusia. Akumulasi asam benzoat

dalam tubuh tidak berbahaya pada dosis tetap sebanyak 4 g/hari. Asam benzoat

dikeluarkan dari tubuh melalui ekskresi dalam urine sebagai asam hipurat,

bahkan pada intik yang tinggi, turunan asam glukuronat juga diekskresikan

(Belitz & Grosch 1999).

Asam Sitrat

Asam sitrat dengan rumus molekul C6H8O7 adalah asam trikarboksilat

berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat merupakan asam organik kuat

yang memiliki sifat-sifat kimia antara lain mudah larut dalam air, kelarutannya

dalam alkohol sedang, dan sedikit larut dalam eter (Branen, Davidson &

Salminen 1990). Asam sitrat banyak digunakan pada makanan sebagai asidulan

atau zat pengasam. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna

atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat

mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet.

Keasaman (pH) rendah buffer yang dihasilkannya mempermudah proses

pengolahan. Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah

untuk memberikan rasa asam karena asam dapat mengintensifkan penerimaan

rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion H3O+

(Winarno 1997).

Asam sitrat digunakan dalam industri makanan karena kelarutannya yang

tinggi, memberi rasa asam yang enak, dan tidak bersifat racun. Asam sitrat di

dalam selai digunakan untuk membantu mengatur pH terutama untuk buah-

buahan yang tidak mengandung asam yang cukup sehingga diperoleh pH yang

diinginkan. Asam sitrat mencegah kristalisasi gula, sebagai penjernih gel yang

dihasilkan, dan berperan sebagai sumber ion hidrogen yang akan memperkuat

struktur gel (Naidu 2000). Penggunaan asam sitrat juga memberikan rasa dan

aroma yang sangat penting pada selai, mempertahankan kemanisan, menekan

pencoklatan buah atau mencegah pecoklatan nonenzimatik, dan sebagai

Page 32: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

komponen sinergis antioksidan (Belitz & Grosch 1999). Adapun batas

penggunaan asam sitrat pada makanan seperti jam, jelly, dan marmalade sesuai

keperluan atau secukupnya (Sulaeman 1990).

Selai

Selai adalah bahan pangan setengah padat yang dibuat dari campuran

tidak kurang dari 45 bagian berat zat penyusun dan 55 bagian berat gula.

Campuran ini dikentalkan sampai mencapai total padatan terlarut tidak kurang

dari 65% (Desrosier 1988). Sementara selai rendah kalori adalah jenis selai

dimana sebagian atau seluruh komponen gula (sukrosa) diganti dengan bahan

pemanis sintetik baik yang bernilai gizi maupun yang tidak bernilai gizi

(Kurniasari 1997). Standar total padatan terlarut untuk jenis selai rendah kalori

berkisar antara 30-55% atau lebih rendah. Bahan pengawet diizinkan

penggunaannya untuk selai rendah kalori, karena rendahnya kadar gula dalam

selai yang tidak cukup untuk mengawetkan selai (Cross 1984, diacu dalam

Kurniasari 1997).

Adapun sifat-sifat penting dari produk selai adalah kestabilannya terhadap

mikroorganisme dan struktur fisiknya. Stabilitas selai terhadap mikroorganisme

dikendalikan oleh sejumlah faktor (Buckle et al. 1987), yaitu :

1. Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65-

73%.

2. Keasaman rendah biasanya dalam kisaran pH antara 3,1-3,5.

3. Aw biasanya dalam kisaran antara 0,75-0,83.

4. Suhu tinggi selama pemasakan (105-1060C).

5. Ketersediaan oksigen yang rendah selama penyimpanan.

Struktur khusus dari produk selai disebabkan terbentuknya kompleks gel

pektin-gula-asam. Menurut Buckle et al. (1987), kelainan utama dari produk selai

adalah :

1. Kristalisasi yang disebabkan oleh padatan telarut yang berlebihan, sukrosa

yang tidak cukup, atau gula tidak cukup terlarut.

2. Keras (gel kenyal) akibat kurangnya gula atau pektin yang berlebihan.

3. Kurang masak (gel berbentuk sirup) karena kelebihan gula dalam

hubungannya dengan kadar pektin.

4. Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan.

Page 33: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Pemasakan selai dilakukan pada tekanan atmosfer pada suhu sampai

1060C atau sama dengan kira-kira 68% padatan. Minimum pemanasan untuk

bahan pangan asam sulit diperinci terutama karena sel vegetatif mikroorganisme

cepat diinaktifkan pada suhu mendekati 900C dan pertumbuhan spora dihambat

oleh keasaman produk. Pemanasan yang digunakan untuk kebanyakan produk

asam biasanya lebih dari cukup untuk memberikan sterilisasi komersial, maka

biasanya pemanasan sering didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan

mutu makannya (Buckle et al. 1987).

Page 34: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember

2007. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah di

Laboratorium Percobaan Makanan dan Laboratorium Kimia dan Analisis

Makanan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor; Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor;

Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium

Balai Penelitian Pascapanen Bogor; serta Laboratorium Balai Penelitian

Tanaman Tropis Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe

segar dan teh hijau kering komersial. Bahan pendukung yang digunakan adalah

air, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), sukralosa, asam sitrat, natrium benzoat,

dan pewarna makanan (tartrazine CI 19140). Selain itu juga digunakan bahan

kimia yang dipakai untuk analisis sifat kimia selai jahe-teh hijau.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan selai jahe-teh hijau adalah

timbangan, baskom, talenan, pisau, blender, saringan, wajan, pengaduk, dan

homogenizer. Alat-alat lain yang digunakan adalah alat-alat untuk melakukan

analisis kimia.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan

dan penelitian lanjutan.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi empat tahap, yaitu pembuatan selai jahe-

teh hijau, penentuan formula selai jahe-teh hijau, analisis sifat kimia dan sifat fisik

selai jahe-teh hijau yang dihasilkan, dan penentuan formula (produk) terbaik

melalui uji organoleptik.

Page 35: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

1. Pembuatan Selai Jahe-Teh Hijau

Selai jahe-teh hijau merupakan selai modifikasi, yaitu produk pangan

menyerupai selai yang dibuat dari campuran bubur jahe dan ekstrak teh hijau

tanpa adanya kandungan gula dan pektin, sehingga pembentukan gel dalam

produk ini dibantu oleh hidrokoloid yaitu CMC. Pembuatan selai jahe-teh hijau

diawali dengan persiapan bahan meliputi pembuatan bubur jahe, ekstrak teh

hijau, dan larutan CMC. Jenis jahe yang digunakan dalam pembuatan selai jahe-

teh hijau adalah jahe gajah. Jahe gajah tersebut kemudian disortasi untuk

mendapatkan jahe berkualitas baik (rimpang tidak ada yang busuk dan tidak ada

luka). Pembuatan bubur jahe dimulai dari pencucian jahe dengan cara disikat

sampai bersih, pemotongan jahe, kemudian penghancuran potongan-potongan

jahe dengan blender. Proses penghancuran jahe dengan blender dibantu dengan

air, dimana perbandingan jahe dan air sebesar 1 : 1,5. Penghancuran jahe

dilakukan sampai didapatkan bubur jahe yang cukup halus.

Ekstrak teh hijau dibuat dari teh hijau kering yang diekstraksi dengan air

panas kemudian disaring. Teh hijau yang digunakan adalah teh hijau kering yang

dijual secara komersial. Proses ekstraksi teh hijau dilakukan selama 3 menit

dengan air bersuhu 900C. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Nurharini

(1997), dimana berdasarkan hasil uji organoleptik, teh dengan waktu ekstraksi 5

menit dan 7 menit mempunyai rasa yang lebih pahit dan sepat dibandingkan teh

dengan waktu ekstraksi 3 menit. Oleh karena itu, waktu ekstraksi 3 menit dipilih

sebagai waktu ekstraksi dalam pembuatan ekstrak teh dengan suhu air untuk

ekstraksi berkisar antara 90-95°C. Adapun perbandingan teh hijau dengan air

yang digunakan dalam pembuatan ekstrak teh hijau adalah 1 : 20. Penentuan

perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam

ekstraksi bahan secara umum yang berkisar antara 1 : 5 sampai 1 : 20. Untuk

efisiensi ekstraksi (agar lebih banyak tanin/katekin yang terlarut), maka

konsentrasi yang digunakan dalam ekstraksi teh hijau adalah 1 : 20. Proses

ekstraksi teh hijau dapat dilihat pada Gambar 4.

Teh hijau kering ↓

Ekstraksi dengan air panas ↓

Penyaringan dengan saringan ↓

Ekstrak teh hijau

Gambar 4 Proses ekstraksi teh hijau

Page 36: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Dalam pembuatan selai ini ditambahkan hidrokoloid, yaitu CMC. CMC

merupakan turunan selulosa yang sering dipakai dalam produk pangan untuk

meningkatkan viskositas (kekentalan) produk tanpa memberikan kontribusi kalori

(Glicksman 1986). Larutan CMC dibuat dengan cara melarutkan CMC dalam air

dengan perbandingan CMC dan air sebesar 1 : 43,5 yang kemudian ditim sampai

seluruh CMC larut dalam air. Adapun prosedur pembuatan selai jahe-teh hijau

dapat dilihat pada Gambar 5.

Jahe Ekstrak Teh Hijau CMC

Disikat sampai bersih Ditambah air

Dipotong kecil-kecil Ditim sampai CMC larut

Ditambah air dan diblender

Ditambah asam sitrat dan pewarna makanan

Dipanaskan (880C, ± 30 menit)

Spoon test

Ditambah Na-benzoat dan sukralosa

Homogenisasi

Selai

Gambar 5 Pembuatan selai jahe-teh hijau

2. Penentuan Formula Selai Jahe-Teh Hijau

Penentuan formula selai jahe-teh hijau dilakukan setelah semua bahan

yang diperlukan untuk membuat selai tersedia. Formulasi selai jahe-teh hijau

dilakukan dengan cara mencampurkan bubur jahe, ekstrak teh hijau, larutan

CMC, serta bahan-bahan lainnya yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Page 37: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Pencampuran bubur jahe dan ekstrak teh hijau dalam pembuatan selai ini

dilakukan dengan proporsi tertentu.

Penentuan proporsi jahe : ekstrak teh hijau dilakukan secara trial and error,

yaitu mencari perbandingan proporsi jahe dan ekstrak teh hijau yang tepat,

sehingga diperoleh selai jahe-teh hijau yang dapat diterima oleh panelis.

Penelitian pendahuluan ini menghasilkan tiga formula selai, yaitu 100 g jahe : 20

g ekstrak teh hijau, 90 g jahe : 30 g ekstrak teh hijau, dan 80 g jahe : 40 g ekstrak

teh hijau. Masing-masing formula dibuat selai dengan jumlah yang cukup untuk

analisis sifat kimia dan fisik selai serta untuk uji organoleptik.

Penentuan jumlah CMC, sukralosa, asam sitrat, natrium benzoat, dan

pewarna makanan yang ditambahkan dalam pembuatan selai juga dilakukan

pada penelitian pendahuluan. Banyaknya CMC dan pewarna makanan yang

ditambahkan ke dalam adonan selai dilakukan secara trial and error sampai

didapatkan selai dengan kekentalan optimal dan berwarna cerah. Jumlah

sukralosa ditentukan berdasarkan persentase gula dalam selai (55-60%) dan

dengan mempertimbangkan tingkat kemanisan sukralosa (600 kali kemanisan

sukrosa). Penentuan jumlah asam sitrat berdasarkan pada hasil penelitian

sebelumnya (Kurniasari 1997), sementara banyaknya natrium benzoat yang

digunakan ditentukan berdasarkan batas minimal penggunaan natrium benzoat

yaitu sebesar 0,05% (Sulaeman 1990).

3. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Selai Jahe-Teh Hijau yang Dihasilkan

Selai jahe-teh hijau dengan berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

dianalisis secara kimia dan fisik. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air

metode oven biasa (AOAC 1984), pH (Apriyantono et al. 1988), total asam

tertitrasi (Sulaeman & Mudjajanto 1991), serat makanan metode enzimatis (Asp

et al. 1983, diacu dalam Sulaeman et al. 1995), kadar gula total metode

refraktofotometri (Sulaeman et al. 1995), dan total energi dengan alat

bombcalorimeter (AOAC 1984). Sementara sifat fisik selai yang dianalisis adalah

kekentalan atau viskositas dengan alat viskometer (Anonim 1990). Prosedur

analisis sifat kimia dan fisik selai disajikan pada Lampiran 3.

4. Penentuan Formula (Produk) Terbaik

Penentuan formula terbaik dilakukan dengan cara uji organoleptik. Uji

organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik kepada 25 orang

panelis agak terlatih (mahasiswa). Menurut Syarief (1989), jumlah anggota panel

Page 38: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

agak terlatih berkisar antara 15-25 orang. Uji hedonik dilakukan untuk

mengetahui daya terima panelis terhadap produk selai yang dihasilkan. Skala

hedonik terdiri dari lima skala penilaian, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak

suka), 3 (biasa), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Parameter yang dinilai meliputi

warna, aroma, rasa, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum. Hasil uji hedonik

digunakan untuk menentukan satu formula (produk) terbaik, dimana produk

terbaik tersebut kemudian digunakan dalam penelitian lanjutan.

Selain itu juga dilakukan uji mutu hedonik terhadap selai jahe-teh hijau

yang dihasilkan. Uji mutu hedonik menyatakan tentang kesan baik atau buruk

suatu produk (Soekarto 1985). Parameter yang dinilai meliputi warna, aroma,

rasa, tekstur, dan daya oles. Adapun skala penilaian mutu hedonik dari masing-

masing parameter yang dinilai adalah sebagai berikut :

1. Warna : 1 (sangat tidak cerah), 2 (tidak cerah), 3 (biasa/netral), 4 (cerah), 5

(sangat cerah).

2. Aroma : 1 (sangat tidak harum), 2 (tidak harum), 3 (biasa/netral), 4 (harum), 5

(sangat harum).

3. Rasa : 1 (sangat tidak pedas), 2 (tidak pedas), 3 (biasa/netral), 4 (pedas), 5

(sangat pedas).

4. Tekstur : 1 (sangat kasar), 2 (kasar), 3 (biasa/netral), 4 (halus), 5 (sangat

halus).

5. Daya oles : 1 (sangat sulit dioleskan), 2 (sulit dioleskan), 3 (biasa/normal), 4

(mudah dioleskan), 5 (sangat mudah dioleskan).

Formulir uji organoleptik yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan bertujuan untuk menganalisis kadar senyawa

antioksidan (gingerol dan katekin) yang terkandung dalam selai jahe-teh hijau

terbaik dan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat kimia,

fisik, mikrobiologis, dan daya terima selai jahe-teh hijau terbaik. Selai jahe-teh

hijau terbaik diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan. Analisis kadar gingerol

dilakukan dengan metode TLC (Thin Layer Chromatography) scanner dan

analisis kadar katekin dilakukan dengan metode HPLC (High Performance Liquid

Chromatography). Penyimpanan selai jahe-teh hijau dilakukan pada suhu ruang

(28-30°C) dengan taraf lama penyimpanan 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu.

Penentuan taraf lama penyimpanan selai berdasarkan pada penelitian

Page 39: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Sumayong (1992), dimana perlakuan lama penyimpanan terhadap selai ubi jalar

terdiri dari 3 taraf, yaitu 0 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu dengan suhu

penyimpanan selai pada suhu ruang. Adapun sifat kimia selai yang dianalisis

selama penyimpanan meliputi kadar air, pH, total asam tertitrasi, dan aktivitas air

(Aw), sementara sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas (kekentalan). Selain

itu juga dilakukan uji total mikroba terhadap selai jahe-teh hijau selama

penyimpanan dengan metode TPC (Total Plate Count). Prosedur analisis sifat

kimia, fisik, dan mikrobiologis selai jahe-teh hijau disajikan pada Lampiran 2.

Uji organoleptik juga dilakukan pada tahap penelitian lanjutan yang meliputi

uji hedonik dan uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis agak

terlatih dengan jumlah 15 orang. Jumlah anggota panel ini berkisar antara 15-25

orang (Syarief 1989). Penerimaan panelis terhadap selai jahe-teh hijau selama

penyimpanan dapat diketahui dari hasil uji hedonik. Parameter yang dinilai

meliputi warna, aroma, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum. Parameter

rasa tidak dinilai karena uji organoleptik ini menyangkut masa simpan yang

dikhawatirkan ada mikroorganisme penyebab penyakit yang tumbuh pada selai.

Uji mutu hedonik terhadap selai jahe-teh hijau yang dilakukan selama

penyimpanan meliputi warna, aroma, tekstur, dan daya oles. Formulir uji

organoleptik yang digunakan disajikan pada Lampiran 2.

Pengolahan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit

percobaan yang diamati adalah selai jahe-teh hijau. Perlakuan yang diberikan

pada unit percobaan adalah proporsi jahe : ekstrak teh hijau yang terdiri dari tiga

taraf, yaitu 100 g : 20 g, 90 g : 30 g, dan 80 g : 40 g. Peubah respon yang diamati

adalah sifat kimia dan fisik dari selai jahe-teh hijau. Model matematisnya

(Sudjana 1995) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan :

Yij =Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i proporsi jahe :

ekstrak teh hijau pada ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh proporsi jahe : ekstrak teh hijau pada taraf ke-i

Page 40: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

εij =Galat percobaan karena pengaruh taraf ke-i dari proporsi jahe : ekstrak

teh hijau pada ulangan ke-j

i = Banyaknya taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau (i = 100 g : 20 g, 90 g :

30 g, 80 g : 40 g)

j = Banyaknya ulangan (j = 2)

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah

RAL dengan dua kali ulangan (Sudjana 1995). Unit percobaan yang diamati

adalah selai jahe-teh hijau terbaik. Perlakuan yang diberikan pada unit

percobaan adalah lama penyimpanan yang terdiri dari tiga taraf, yaitu 0 minggu,

2 minggu, dan 4 minggu. Peubah respon yang diamati adalah sifat kimia, fisik,

dan mikrobiologis dari selai jahe-teh hijau terbaik. Model matematisnya adalah

sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan :

Yij =Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i lama penyimpanan

pada ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh lama penyimpanan pada taraf ke-i

εij =Galat percobaan karena pengaruh taraf ke-i dari lama penyimpanan

pada ulangan ke-j

i = Banyaknya taraf lama penyimpanan (i = 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu)

j = Banyaknya ulangan (j = 2)

Data hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan dan penelitian

lanjutan dianalisis secara deskriptif berdasarkan skor modus dan persentase

penerimaan panelis dari masing-masing taraf perlakuan. Persentase penerimaan

panelis dihitung dengan menjumlahkan persentase panelis yang memberikan

kriteria biasa (3), suka (4), dan sangat suka (5). Untuk mengetahui pengaruh

perlakuan (proporsi jahe : ekstrak teh hijau dan lama penyimpanan) terhadap

daya terima panelis dilakukan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis.

Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata di antara perlakuan, maka dilanjutkan

dengan Multiple Comparison Test (Damayanthi et al. 1997). Data yang diperoleh

diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell 2003, SPSS 13.0 for

Windows, dan SAS 6.12.

Page 41: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

1. Pembuatan Selai Jahe-Teh Hijau

Proses pembuatan selai jahe-teh hijau terdiri dari beberapa tahap. Tahap

pertama adalah persiapan bahan yang meliputi pembuatan bubur jahe, ekstrak

teh hijau, dan larutan CMC. Proses penghancuran jahe dengan blender dalam

pembuatan bubur jahe bertujuan untuk menghasilkan bubur jahe dengan ukuran

yang homogen. Dalam pembuatan selai jahe-teh hijau ini digunakan rimpang

jahe bukan ekstrak jahe, karena produk selai biasanya mengandung serat buah

dimana rimpang jahe segar mengandung serat kasar sebesar 7,53 g/100 g berat

basah (Koswara 1995). Kulit jahe tidak dikupas untuk mengurangi hilangnya

senyawa gingerol sebagai senyawa antioksidan, karena diduga antara kulit dan

rimpang jahe banyak mengandung senyawa gingerol. Jenis jahe yang digunakan

dalam pembuatan selai jahe-teh hijau adalah jahe badak atau jahe gajah karena

jenis jahe ini mempunyai rasa yang kurang tajam (Koswara 1995), sehingga selai

yang dihasilkan rasanya tidak terlalu pedas.

Pembuatan ekstrak teh hijau dilakukan melalui proses ekstraksi teh hijau

kering dengan air panas (900C) selama 3 menit. Menurut Winarno (1997), waktu

ekstraksi yang terlalu lama akan melarutkan banyak tanin sehingga menimbulkan

rasa sepat yang berlebihan. Proses penyaringan yang dilakukan dalam

pembuatan ekstrak teh hijau bertujuan untuk memisahkan ampas dengan

filtratnya.

CMC sebagai bahan pembentuk gel dan pengental pada selai perlu

dilarutkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke dalam adonan selai,

sehingga didapatkan larutan CMC. Pelarutan CMC bertujuan untuk melarutkan

CMC secara sempurna dan untuk menghindari pembentukan gel yang tidak

homogen (Kurniasari 1997). Adapun salah satu keuntungan dari penambahan

larutan CMC ke dalam adonan selai, yaitu waktu pemasakan selai dapat

dikurangi. Setelah semua bahan yang digunakan dalam pembuatan selai

tersedia, selanjutnya dilakukan pencampuran bubur jahe, ekstrak teh hijau, dan

larutan CMC. Asam sitrat dan pewarna makanan tartrazine CI 19140 kemudian

ditambahkan ke dalam campuran bubur jahe, ekstrak teh hijau, dan larutan CMC.

Adonan selai tersebut kemudian dimasak selama ± 30 menit pada suhu 880C.

Page 42: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test. Uji spoon test

adalah uji dimana selai tidak segera tumpah jika sendok yang berisi selai

dimiringkan. Semua selai yang dihasilkan (tiga formula/produk) mempunyai

waktu pemasakan yang hampir sama, yaitu ± 30 menit. Pemasakan yang terlalu

lama selain dapat mereduksi aroma dan flavor juga dapat menyebabkan selai

menjadi sangat kental, sedangkan jika pemasakannya kurang akan dihasilkan

selai yang encer (Cruess 1958, diacu dalam Kurniasari 1997). Suhu rata-rata

yang digunakan dalam pemasakan selai adalah 88°C. Suhu pemasakan selai

dijaga kurang dari 1000C dengan tujuan untuk mencegah berkurangnya aktivitas

antioksidan senyawa gingerol dan katekin. Menurut Lee et al. (1992), diacu

dalam Yusuf (2002), gingerol cukup stabil terhadap efek pemanasan, dimana

aktivitas antioksidan gingerol masih dua pertiganya setelah pemanasan 1000C.

Sementara kadar katekin menurun sebesar 20% jika dipanaskan pada suhu

98°C selama 20 menit (Rohdiana 2006).

Pemasakan selai dihentikan sampai didapatkan selai dengan kekentalan

optimal yang didasarkan pada hasil uji spon test. Tahap selanjutnya adalah

penambahan natrium benzoat dan sukralosa ke dalam selai setelah pemasakan.

Penambahan natrium benzoat bertujuan untuk mengawetkan selai mengingat

tidak adanya kandungan gula dalam selai yang berfungsi untuk mengawetkan.

Natrium benzoat ditambahkan setelah pemasakan selai karena jika ditambahkan

sebelum pemasakan dimana penambahannya bersamaan dengan penambahan

asam sitrat akan menyebabkan natrium benzoat mengendap. Menurut Kurniasari

(1997), untuk menghindari pengendapan natrium benzoat, maka

penambahannya tidak dilakukan bersamaan dengan penambahan asam sitrat.

Selai jahe-teh hijau merupakan selai rendah kalori, sehingga dalam

pembuatannya ditambahkan sukralosa sebagai bahan pemanis yang

menggantikan sukrosa (gula). Sukralosa merupakan pemanis sintetis tanpa nilai

kalori dengan derajat kemanisan 600 kali kemanisan sukrosa (Subagio 2007).

Setelah dilakukan penambahan natrium benzoat dan sukralosa, tahap

berikutnya adalah homogenisasi selai dengan alat homogenizer yang bertujuan

untuk mencampurkan natrium benzoat dan sukralosa ke dalam selai secara

merata. Tahap terakhir adalah memasukkan selai yang sebelumnya dibiarkan

agak dingin ke dalam botol jar yang sudah disterilkan. Selai jahe-teh hijau yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 43: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Keterangan : 169 = jahe : ekstrak teh hijau =100 g : 20 g 241 = jahe : ekstrak teh hijau = 90 g : 30 g 547 = jahe : ekstrak teh hijau = 80 g : 40 g

Gambar 6 Selai jahe-teh hijau yang dihasilkan

2. Penentuan Formula Selai Jahe-Teh Hijau

Penentuan taraf penambahan proporsi jahe : ekstrak teh hijau dilakukan

secara trial and error, sehingga diperoleh selai jahe-teh hijau yang dapat diterima

oleh panelis. Proporsi jahe : ekstrak teh hijau yang ditambahkan terdiri dari tiga

taraf, yaitu 100 g : 20 g, 90 g : 30 g, dan 80 g : 40 g sehingga dihasilkan tiga

formula selai.

Selai jahe-teh hijau rendah kalori adalah selai yang seluruh komponen

gulanya (sukrosa) diganti dengan pemanis buatan yang bebas kalori yaitu

sukralosa. Subagio (2007) menyatakan sukralosa adalah pemanis berintensitas

tinggi dari sukrosa dengan tingkat kemanisan 600 kali kemanisan sukrosa tanpa

mempunyai nilai kalori. Banyaknya sukralosa yang digunakan ditentukan

berdasarkan persentase gula di dalam selai, dimana selai dibuat dari campuran

tidak kurang dari 45% berat buah dan 55% berat gula dan dengan

mempertimbangkan tingkat kemanisan sukralosa, yaitu sebesar 600 kali tingkat

kemanisan sukrosa. Dari hasil perhitungan yang didasarkan pada persentase

gula yang harus ada di dalam selai dan tingkat kemanisan sukralosa, maka

jumlah sukralosa yang harus ditambahkan ke dalam 1 kg selai adalah sebanyak

1 g.

Adapun pertimbangan dalam pemilihan sukralosa sebagai bahan pemanis

pada selai jahe-teh hijau adalah karena sukralosa tidak mempunyai nilai kalori,

Page 44: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

memiliki tingkat kemanisan yang tinggi sehingga jumlah sukralosa yang

diperlukan untuk mencapai tingkat kemanisan yang diinginkan sangat sedikit,

tahan terhadap asam dan panas yang tinggi sehingga aplikasinya sangat luas,

dan tidak berdampak negatif terhadap tubuh. Sukralosa tidak dapat dicerna dan

langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan, sehingga aman dikonsumsi

oleh wanita hamil dan menyusui serta anak-anak. Hal tersebut menempatkan

sukralosa ke dalam golongan GRAS (Anonim 2006).

Penggunaan sukralosa yang menggantikan seluruh gula dalam pembuatan

selai jahe-teh hijau akan mempengaruhi pembentukan gel pada selai. Tidak

adanya penambahan gula (sukrosa) ke dalam adonan selai menyebabkan gel

sulit terbentuk. Oleh karena itu, dalam pembuatan selai ini ditambahkan bahan

pembentuk gel yaitu CMC. Salah satu fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat

air sehingga memberikan kekentalan pada produk (Klose dan Glicksman 1981,

diacu dalam Dreher 1987). Penentuan konsentrasi CMC yang digunakan

dilakukan secara trial and error sampai diperoleh selai yang memiliki kekentalan

yang optimal dan stabil. Berdasarkan hasil trial and error, konsentrasi CMC yang

digunakan adalah 1,18%.

Penentuan banyaknya pewarna makanan yang ditambahkan ke dalam

adonan selai juga dilakukan secara trial and error sampai didapatkan warna selai

yang cerah. Adanya penambahan zat pewarna dikarenakan warna selai kurang

menarik seperti warna bumbu dapur dan tidak cerah. Zat pewarna makanan

yang digunakan adalah tartrazine CI 19140 yang berwarna kuning muda. Alasan

pemilihan warna tersebut adalah karena bahan utama dengan konsentrasi

terbesar dalam pembuatan selai ini adalah jahe, dimana rimpang jahe berwarna

kekuningan. Banyaknya pewarna yang ditambahkan ke dalam adonan selai

berdasarkan hasil trial and error adalah 0,5 ml (4 tetes).

Penambahan asam sitrat bertujuan untuk menurunkan pH sehingga

didapatkan pH optimum bagi pembentukan gel, meningkatkan flavor, dan

membantu mencegah pertumbuhan mikroba. Winarno (1997) menyatakan asam

sitrat dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after

taste yang tidak disukai, dapat mencegah pertumbuhan mikroba, dan

mempermudah proses pengolahan karena menghasilkan pH rendah buffer.

Konsentrasi asam sitrat yang digunakan dalam pembuatan selai ini adalah 0,1%

yang ditentukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Adapun kisaran

konsentrasi asam sitrat yang digunakan pada produk selai rendah kalori

Page 45: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

berdasarkan hasil penelitian Kurniasari (1997) adalah 0,1-0,5%. Konsentrasi

natrium benzoat yang digunakan ditentukan berdasarkan batas penggunaan

natrium benzoat. Konsentrasi benzoat yang diizinkan maksimum 0,05-0,1%

(Sulaeman 1990). Pada pembuatan selai jahe-teh hijau ditambahkan natrium

benzoat sebesar 0,05%. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan

selai jahe-teh hijau rendah kalori dan sumber antioksidan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi bahan dalam pembuatan selai jahe-teh hijau

Bahan Komposisi 169 241 547

Jahe 100 g 90 g 80 g Ekstrak teh hijau 20 g 30 g 40 g CMC 1,18% 1,18% 1,18% Air 77,65% 77,65% 77,65% Asam sitrat 0,1% 0,1% 0,1% Natrium benzoat 0,05% 0,05% 0,05% Pewarna 0,5 ml 0,5 ml 0,5 ml Sukralosa 1 g sukralosa dalam 1 kg selai

3. Sifat Kimia Selai Jahe-Teh Hijau

Kadar Air

Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan karena dapat

mempengaruhi tekstur, penampakan, dan citarasa makanan. Kadar air sangat

menentukan masa simpan bahan pangan karena kadar air mempengaruhi sifat-

sifat fisik dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan kimia (browning non-enzimatis),

perubahan enzimatis, dan kerusakan mikrobiologis (Winarno, Fardiaz & Fardiaz

1980). Air yang terdapat dalam produk selai ini berasal dari air yang ditambahkan

dalam pembuatan bubur jahe, air untuk melarutkan CMC, dan air yang berasal

dari ekstrak teh hijau serta sebagian kecil air yang berasal dari rimpang jahe.

Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air selai jahe-teh hijau

yang dihasilkan berkisar antara 91,99-93,22%. Kadar air tertinggi terdapat pada

selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g, sedangkan kadar air

terendah terdapat pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g

(Gambar 7). Namun berdasarkan hasil sidik ragam, proporsi jahe : ekstrak teh

hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air selai

jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 24.

Selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g memiliki kadar air

yang paling rendah. Hal ini diduga karena ada faktor lain selain perlakuan yang

Page 46: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

berpengaruh terhadap kadar air selai, yaitu waktu pemasakan. Waktu

pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test yang bersifat subyektif,

dimana jika selai kekentalannya sudah optimal maka pemasakan dihentikan.

Waktu pemasakan selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g

sedikit lebih lama (2-5 menit) jika dibandingkan selai lainnya, sehingga air bebas

yang teruapkan lebih banyak yang menyebabkan kadar airnya paling rendah.

92.0491.99

93.22

91.2091.4091.6091.8092.0092.2092.4092.6092.8093.0093.2093.40

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

kada

r air

(%)

Gambar 7 Kadar air selai jahe-teh hijau

Selai yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi melebihi standar kadar

air makanan semi basah. Menurut Winarno, Fardiaz dan Fardiaz (1980),

makanan semi basah seperti selai adalah makanan yang mempunyai kadar air

tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah, yaitu kira-kira 15-50%. Tingginya

kadar air selai jahe-teh hijau disebabkan oleh adanya penambahan air dalam

jumlah yang besar saat proses pembuatan selai, yaitu sebesar 77,65%. Air yang

ditambahkan tersebut digunakan untuk membantu menghancurkan jahe dan

melarutkan CMC. Air yang teranalisis pada penetapan kadar air adalah air bebas

dan air yang terikat secara fisik karena adanya CMC. Sifat CMC yang dapat

mengikat air menyebabkan jumlah air bebas yang terkandung dalam selai

menurun. CMC mempunyai kapasitas pengikatan air yang tinggi sehingga dapat

digunakan sebagai bahan pengisi dalam produk pangan dietetik (Dreher 1987).

pH

Nilai pH larutan menunjukkan keasaman atau sifat basa dalam larutan. pH

erat hubungannya dengan total asam, sehingga penurunan pH menunjukkan

kenaikan total asam. Nilai pH sering digunakan sebagai indikator kerusakan

Page 47: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

bahan pangan karena pH mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba. Pengukuran

pH penting untuk dilakukan karena pH mempengaruhi tekstur selai, sifat koloidal

selai, serta retensi flavor dan warna produk (Kurniasari 1997).

Nilai pH selai jahe-teh hijau yang dihasilkan berkisar antara 4,335-4,481.

Nilai pH selai jahe-teh hijau cenderung mengalami penurunan dengan semakin

kecilnya konsentrasi jahe dan dengan semakin besarnya konsentrasi ekstrak teh

hijau yang ditambahkan (Gambar 8). Selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh

hijau 80 g : 40 g memiliki pH paling rendah, yaitu sebesar 4,335. Namun

berdasarkan hasil sidik ragam, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak memberikan

pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap nilai pH selai jahe-teh hijau. Hal ini

diduga karena jahe dan ekstrak teh hijau memiliki pH yang hampir sama. Hasil

sidik ragam disajikan pada Lampiran 25.

4.335

4.439

4.481

4.25

4.3

4.35

4.4

4.45

4.5

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pH

Gambar 8 Nilai pH selai jahe-teh hijau

Total Asam

Total asam merupakan salah satu parameter yang penting dalam

menentukan mutu produk pangan yang diolah dengan asam. Total asam tertitrasi

produk dihitung sebagai volume NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan

sejumlah asam dalam 100 g produk. Total asam produk yang teranalisis adalah

asam-asam organik yang terkandung dalam selai. Asam-asam organik tersebut

berasal dari jahe, ekstrak teh hijau, asam sitrat, dan natrium benzoat.

Total asam selai jahe-teh hijau yang dihasilkan berkisar antara 32,79-42,96

ml NaOH 0,1 N/100 g. Gambar 9 menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan

total asam dengan semakin kecilnya konsentrasi jahe dan dengan semakin

besarnya konsentrasi ekstrak teh hijau yang ditambahkan. Namun berdasarkan

Page 48: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

hasil sidik ragam, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh

yang nyata (p>0,05) terhadap total asam selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam

disajikan pada Lampiran 26.

42.9641.50

32.79

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 gproporsi jahe : ekstrak teh hijau

TAT

(ml N

aOH

0.1

N/1

00 g

)

Gambar 9 Total asam selai jahe-teh hijau

Total asam berhubungan erat dengan nilai pH, dimana kenaikan total asam

menunjukkan penurunan nilai pH (Wijaya 2002). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang menunjukkan selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 80 g :

40 g memiliki total asam paling tinggi dan memiliki pH paling rendah.

Serat Makanan Total

Serat makanan adalah zat non-gizi yang berguna untuk diet sebagai salah

satu jenis polisakarida yang sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat

makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus, namun akan dilewatkan

menuju usus besar dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan dapat

digolongkan menjadi dua berdasarkan jenis kelarutannya, yaitu serat tidak larut

dalam air dan serat yang larut dalam air (Sulistijani 2005). Serat makanan total

merupakan penjumlahan dari serat makanan tidak larut dan serat makanan larut.

Selai jahe-teh hijau yang dihasilkan mengandung serat makanan total

sebesar 1,91-2,43 g/100 g. Pada Gambar 10 dapat dilihat kadar serat makanan

total tertinggi terdapat pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g :

20 g, yaitu sebesar 2,43 g/100 g, sementara selai dengan proporsi jahe : ekstrak

teh hijau 80 g : 40 g mengandung serat makanan total paling rendah. Kadar serat

makanan total cenderung mengalami penurunan dengan semakin kecilnya

konsentrasi jahe yang ditambahkan. Namun berdasarkan hasil sidik ragam,

Page 49: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05)

terhadap kadar serat makanan total selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam

disajikan pada Lampiran 27.

2.432.24

1.91

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

sera

t mak

anan

tota

l (%

)

Gambar 10 Kadar serat makanan total selai jahe-teh hijau

Serat makanan yang terkandung dalam selai berasal dari rimpang jahe dan

ekstrak teh hijau. Menurut Sulistijani (2005), serat makanan dikelompokkan

sebagai polisakarida non-pati yang umumnya disebut karbohidrat kompleks.

Jahe segar mengandung karbohidrat sebesar 10,1 g/100 g berat basah

(Koswara 1995). Sementara daun teh mengandung selulosa sebesar 7 g/100 g

bk, lignin sebesar 6 g/100 g bk, dan polisakarida lainnya (non-pati) sebesar 12

g/100 g bk (Robertson 1992). Selulosa dan lignin merupakan serat makanan

yang tergolong serat tak larut. Serat makanan terutama jenis serat larut yang

terkandung dalam daun teh akan terlarut dalam air ketika diekstrak dengan air

panas, sehingga ekstrak teh hijau yang dihasilkan mengandung serat makanan

namun kadarnya lebih rendah dibandingkan kadar serat makanan dalam daun

teh. Menurut Aggarwal, Ahmad dan Mukhtar (2002), rempah-rempah mempunyai

kandungan serat makanan antara 14-53 g/100 g.

Serat Makanan Tidak Larut

Serat makanan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut dalam air

panas. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin merupakan jenis serat tak larut

(Sulistijani 2005). Sebagian besar serat makanan total dalam bahan pangan

berupa serat makanan tidak larut (Muchtadi et al. 2001).

Page 50: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Kadar serat makanan tidak larut selai jahe-teh hijau berkisar antara 1,06-

1,28 g/100 g. Kadar serat makanan tidak larut cenderung mengalami penurunan

dengan semakin kecilnya konsentrasi jahe yang ditambahkan. Selai dengan

proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g mengandung serat makanan tidak

larut paling tinggi, yaitu sebesar 1,28 g/100 g. Kadar serat makanan tidak larut

selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau dapat

dilihat pada Gambar 11.

1.21

1.06

1.28

-

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

sera

t mak

anan

tida

k la

rut (

%)

Gambar 11 Kadar serat makanan tidak larut selai jahe-teh hijau

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa proporsi jahe : ekstrak teh hijau

tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan

tidak larut selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 28.

Serat Makanan Larut

Serat makanan larut adalah serat yang dapat larut dalam air panas. Pektin,

gum, dan musilase merupakan jenis serat larut (Sulistijani 2005). Sebagian dari

serat makanan total dalam bahan pangan merupakan serat makanan yang larut

dalam air (Muchtadi et al. 2001). Serat makanan larut berperan dalam

penyerapan lemak dan kolesterol serta dapat menyerap gula yang dapat

menurunkan kadar glukosa darah.

Selai jahe-teh hijau yang dihasilkan mengandung serat makanan larut

sebesar 0,85-1,15 g/100 g. Kadar serat makanan larut tertinggi terdapat pada

selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g, sementara kadar serat

makanan larut paling rendah terdapat pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak

teh hijau 80 g : 40 g yaitu sebesar 0,85 g/100 g (Gambar 12). Kadar serat

Page 51: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

makanan larut cenderung mengalami penurunan dengan semakin kecilnya

konsentrasi jahe yang ditambahkan.

Namun berdasarkan hasil sidik ragam, proporsi jahe : ekstrak teh hijau

tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar serat makanan

larut selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 29.

1.151.04

0.85

-

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

sera

t mak

anan

laru

t (%

)

Gambar 12 Kadar serat makanan larut selai jahe-teh hijau

Kadar Gula Total

Kadar gula total selai jahe-teh hijau ditentukan dengan metode

refraktofotometri. Metode refraktofotometri didasarkan pada total padatan terlarut

yang ada dalam larutan gula, karena total padatan terlarut pada dasarnya

merupakan kadar gula total dalam suatu bahan (Sulaeman et al. 1995). Gula

yang teranalisis adalah gula-gula sederhana yang terdapat dalam selai. Menurut

Almatsier (2002), gula sederhana atau karbohidrat sederhana terdiri atas

monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (sukrosa, maltosa,

laktosa), oligosakarida (rafinosa, stakiosa, verbaskosa), dan gula alkohol

(sorbitol, manitol).

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar gula total selai jahe-teh hijau pada

semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah kurang dari 1% (tidak

terdeteksi). Kadar gula total selai tidak dianalisis secara statistik karena

kandungan gula ketiga formula selai tidak terdeteksi. Rendahnya kadar gula total

selai jahe-teh hijau disebabkan oleh karbohidrat dari jahe dan ekstrak teh hijau

sebagian besar berupa karbohidrat kompleks yang tidak terlarut, tidak adanya

gula (sukrosa), dan tingginya kadar air selai.

Page 52: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Jahe mengandung karbohidrat sebesar 10,1 g/100 g berat basah (Koswara

1995). Namun karbohidrat dari jahe sebagian besar berupa pati yang tidak

terlarut, dimana pati terdapat dalam umbi-umbian sebanyak 20-30% (Almatsier

2002), sedangkan gula yang teranalisis oleh refraktofotometer adalah gula yang

terlarut. Menurut Robertson (1992), daun teh mengandung polisakarida sebesar

28,5 g/100 g bk. Ekstrak teh hijau yang dihasilkan dari proses ekstraksi daun teh

juga mengandung polisakarida, tetapi kadarnya lebih kecil daripada kadar

polisakarida dalam daun teh. Polisakarida merupakan karbohidrat kompleks

(Almatsier 2002) sehingga tidak dapat teranalisis, dimana gula yang teranalisis

adalah jenis gula (karbohidrat) sederhana yang bersifat larut. Sebagian kecil

karbohidrat jahe merupakan karbohidrat sederhana dan karbohidrat daun teh

sebesar 4 g/100 g bk yang merupakan karbohidrat sederhana (Robertson 1992)

dapat mempengaruhi kadar gula total selai. Namun, kadar air selai yang tinggi

menyebabkan gula (karbohidrat) sederhana dari jahe dan ekstrak teh hijau hanya

memberikan sedikit pengaruh penambahan pada kadar gula total selai yang

dihasilkan.

Selain itu, tidak adanya penambahan sukrosa dalam pembuatan selai juga

mempengaruhi rendahnya kadar gula total selai, dimana sukrosa sebagai bahan

pemanis digantikan oleh sukralosa (pemanis buatan). Sukrosa merupakan gula

sederhana yang termasuk dalam golongan disakarida, dimana disakarida

biasanya bersifat larut dalam air (Winarno 1997). Sukrosa dapat teranalisis oleh

refraktofotometer karena merupakan gula sederhana yang bersifat larut. Jadi,

kadar gula total selai yang sangat rendah disebabkan oleh gula yang terlarut

dalam selai sangat sedikit.

Total Energi

Total energi selai jahe-teh hijau ditentukan dengan bombcalorimeter. Energi

yang ditentukan melalui bombcalorimeter adalah nilai energi kasar makanan dan

mewakili energi kimia total dari makanan tersebut. Tidak seluruh makanan dapat

dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga nilai energi kasar makanan harus dikoreksi

dengan nilai makanan yang tidak dimanfaatkan (Almatsier 2002). Kalori

merupakan unit standar pengukur energi yang sering digunakan dalam

pengertian energi potensial yang terkandung dalam makanan (Wilson et al. 1979,

diacu dalam Kurniasari 1997). Pengukuran total energi bertujuan untuk

mendapatkan gambaran umum mengenai jumlah kalori per 100 gram selai.

Page 53: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Kisaran total energi selai jahe-teh hijau yang dihasilkan adalah 24,14-29,05

Kal/100 g selai. Gambar 13 menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan total

energi selai dengan semakin kecilnya konsentrasi jahe dan dengan semakin

besarnya konsentrasi ekstrak teh hijau yang ditambahkan. Selai dengan proporsi

jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g mengandung total energi paling rendah, yaitu

sebesar 24,14 Kal/100 g selai. Namun berdasarkan hasil sidik ragam, proporsi

jahe : ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05)

terhadap total energi selai jahe-teh hijau (Lampiran 30).

24.14

28.95 29.05

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

tota

l ene

rgi (

Kal

/100

g)

Gambar 13 Total energi selai jahe-teh hijau

Kandungan energi jahe dan ekstrak teh hijau memberikan kontribusi

terhadap total energi selai, dimana jahe segar mengandung energi sebesar

43,96 Kal/100 g berat basah (Koswara 1995). Sementara kandungan energi

ekstrak teh hijau berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat

dalam ekstrak teh hijau, dimana kadar karbohidrat (karbohidrat sederhana dan

polisakarida), protein, dan lemak dalam daun teh masing-masing sebesar 32,5

g/100 g bk, 15 g/100 g bk, dan 3 g/100 g bk (Robertson 1992).

CMC yang ditambahkan ke dalam adonan selai merupakan polisakarida

linier, namun penambahannya tidak mempengaruhi total energi selai. Menurut

Glicksman (1986), CMC dapat meningkatkan kekentalan produk tanpa

memberikan kontribusi kalori. Selain itu, penambahan sukralosa sebagai bahan

pemanis yang menggantikan sukrosa juga tidak mempengaruhi total energi selai.

Sukralosa merupakan pemanis buatan yang bebas kalori (Subagio 2007),

sehingga sukralosa tidak memberikan kontribusi energi pada selai jahe-teh hijau.

Page 54: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Berdasarkan hasil analisis total energi, selai jahe-teh hijau yang dihasilkan

merupakan selai rendah kalori. Suatu produk dapat diklaim rendah kalori jika

produk tersebut memiliki energi kurang dari 40 Kal per 100 g atau 40 Kal per saji

(Nutrition Labelling of Singapore 1999, diacu dalam Wijaya 2002). Total energi

selai yang dihasilkan berkisar antara 24,14-29,05 Kal/100 g, dimana kisaran

energi tersebut kurang dari 40 Kal per 100 g yang merupakan standar besarnya

energi produk rendah kalori. Dalam penelitian ini, selai per saji diasumsikan

sebesar 20 g. Jadi, besarnya energi selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau

100 g : 20 g, 90 g : 30 g, dan 80 g : 40 g per saji berturut-turut adalah 4,83 Kal,

5,79 Kal, dan 5,81 Kal.

4. Sifat Fisik Selai Jahe-Teh Hijau

Viskositas

Viskositas adalah derajat kekentalan suatu produk pangan. Viskositas

dipengaruhi oleh banyaknya padatan yang terkandung dalam suatu campuran

dan besarnya konsentrasi bahan pengental yang ditambahkan. Kekentalan

dinyatakan sebagai daya tahan yang diberikan oleh suatu cairan terhadap

gerakan-gerakan yang dikenakan pada cairan tersebut. Kekentalan selai jahe-teh

hijau diukur dengan viskometer yang dinyatakan dalam satuan cp (centipoise)

(Anonim 1990).

Selai jahe-teh hijau yang dihasilkan mempunyai nilai viskositas yang

berkisar antara 7350-10750 cp. Pada Gambar 14 dapat dilihat viskositas

terendah terdapat pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20

g, sementara selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g dan 80 g :

40 g mempunyai viskositas yang sama yaitu sebesar 10750 cp. Selai dengan

proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g dan 80 g : 40 g lebih kental daripada

selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g, dimana semakin tinggi

nilai viskositas maka selai semakin kental. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05)

terhadap viskositas selai jahe-teh hijau (Lampiran 31).

Selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g dan 80 g : 40 g

memiliki viskositas yang sama. Hal ini diduga karena waktu pemasakan juga

berpengaruh terhadap viskositas selai selain pengaruh perlakuan. Waktu

pemasakan ditentukan dengan uji spoon test, dimana pemasakan dihentikan

setelah didapatkan selai dengan kekentalan yang optimal. Untuk mendapatkan

Page 55: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

kekentalan selai yang optimal, waktu pemasakan selai dengan proporsi jahe :

ekstrak teh hijau 90 g : 30 g dan 80 g : 40 g hampir sama dengan perbedaan

waktu pemasakan sekitar 2 menit, sehingga kedua formula selai tersebut setelah

dianalisis dengan viskometer menunjukkan nilai viskositas yang sama.

1075010750

7350

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

visk

osita

s (c

p)

Gambar 14 Viskositas selai jahe-teh hijau

Selai jahe-teh hijau tidak mengandung gula (sukrosa), sehingga kekentalan

selai disebabkan oleh CMC yang ditambahkan ke dalam adonan selai. Klose dan

Glicksman (1981), diacu dalam Dreher (1987) menyatakan fungsi dasar CMC

adalah untuk mengikat air sehingga meningkatkan kekentalan produk dan

mencegah sineresis (keluarnya air dari struktur gel pada suhu kamar).

Penambahan CMC tidak mempengaruhi perbedaan viskositas selai yang

dihasilkan karena ditambahkan dalam jumlah yang sama untuk masing-masing

formula selai.

5. Mutu Organoleptik Selai Jahe-Teh Hijau

Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu produk dengan

menggunakan kepekaan alat indera manusia seperti penglihatan dengan mata,

penciuman dengan hidung, dan pencicipan dengan lidah. Uji organoleptik

dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap selai jahe-teh hijau

yang dihasilkan. Uji hedonik dan uji mutu hedonik dilakukan dalam penelitian ini.

Uji hedonik merupakan uji kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, daya

oles, dan penerimaan umum dari selai jahe-teh hijau. Sementara uji mutu

hedonik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kesan baik atau buruk dari

selai jahe-teh hijau yang meliputi uji mutu hedonik terhadap warna, aroma, rasa,

tekstur, dan daya oles dari selai jahe-teh hijau. Menurut Soekarto (1985), uji

Page 56: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan

tentang kesan baik atau buruk suatu produk.

Warna

Penilaian secara subyektif dengan penglihatan sangat menentukan dalam

penilaian suatu produk (Soekarto 1985). Warna biasanya lebih menarik perhatian

dibandingkan rasa karena warna paling cepat dan mudah dalam memberikan

kesan suatu produk pangan. Kesukaan terhadap warna merupakan penilaian

pertama yang akan menentukan kesukaan panelis terhadap selai jahe-teh hijau.

Hasil uji hedonik terhadap warna selai menunjukkan modus penerimaan

panelis pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g dan 90 g

: 30 g adalah suka (4), sementara pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh

hijau 80 g : 40 g adalah biasa (3). Persentase penerimaan panelis terhadap

warna selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah berkisar

antara 68-92%. Penerimaan panelis terhadap warna selai jahe-teh hijau tertinggi

pada selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g, sementara selai

dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g memiliki penerimaan yang

paling rendah yaitu sebesar 68%. Persentase penerimaan panelis terhadap

warna selai disajikan pada Gambar 15. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan

bahwa proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap tingkat kesukaan warna selai jahe-teh hijau (Lampiran 4).

92

68

88

0102030405060708090

100

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n w

arna

(%)

Gambar 15 Persentase penerimaan panelis terhadap warna selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Hasil uji mutu hedonik terhadap warna selai menunjukkan modus warna

selai pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah cerah (4). Selai

Page 57: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

yang dihasilkan berwarna cerah karena adanya penambahan zat pewarna. Hasil

uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna selai jahe-teh hijau

(Lampiran 5).

Warna selai harus menarik, seragam, dan dapat mewakili citarasa yang

ditimbulkan. Adonan selai jahe-teh hijau berwarna kecoklatan seperti warna

bumbu dapur. Oleh karena itu, adonan selai tersebut ditambah pewarna

makanan berwarna kuning muda (tartrazine CI 19140) agar warnanya lebih

cerah dan menarik. Tartrazine (CI Food Yellow 4) merupakan zat pewarna

makanan sintetis yang diizinkan di Indonesia dengan batas maksimum

penggunaan secukupnya (Syarief 1989). Pemilihan zat pewarna makanan

berwarna kuning muda yang digunakan dalam pembuatan selai ini berdasarkan

pada warna jahe yang berwarna kekuningan, dimana jahe merupakan bahan

utama dengan konsentrasi terbesar dari selai jahe-teh hijau. Warna selai yang

dihasilkan adalah kuning kecoklatan. Warna kuning pada selai karena adanya

penambahan zat pewarna, sedangkan warna kecoklatan berasal dari warna kulit

jahe dan adanya penambahan ekstrak teh hijau yang membuat warna selai

menjadi gelap.

Aroma

Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut.

Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera pembau.

Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan otak umumnya

merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.

Hasil uji hedonik menunjukkan aroma selai jahe-teh hijau disukai oleh

panelis yang dapat dilihat dari nilai modus penerimaan panelis terhadap aroma

yang berkisar antara 3 (biasa) sampai 4 (suka). Modus penerimaan panelis

terhadap aroma selai disajikan pada Tabel 5. Persentase penerimaan panelis

terhadap aroma selai pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah

berkisar antara 84-92%. Gambar 16 menunjukkan aroma selai dengan proporsi

jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g cenderung lebih diterima daripada aroma selai

dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g dan 80 g : 40 g. Namun

berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma selai jahe-teh

hijau (Lampiran 6).

Page 58: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Tabel 5 Modus penerimaan panelis terhadap aroma selai jahe-teh hijau Perbandingan Konsentrasi Jahe dengan

Ekstrak Teh Hijau Skor Modus Keterangan

100 g : 20 g 4 Suka 90 g : 30 g 4 Suka 80 g : 40 g 3 Biasa

Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma selai jahe-teh hijau menunjukkan

modus aroma selai pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah

harum (4). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi jahe : ekstrak teh hijau

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik aroma selai jahe-teh

hijau (Lampiran 7).

88

92

84

80

82

84

86

88

90

92

94

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n ar

oma

(%)

Gambar 16 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Aroma dalam suatu sistem pangan tidak hanya ditentukan oleh satu

komponen saja tetapi oleh beberapa komponen tertentu serta perbandingan

jumlah komponen bahan (Susanti 1993, diacu dalam Budiayu 2002). Aroma selai

yang dihasilkan merupakan hasil interaksi antara asam sitrat yang ditambahkan

dalam pembuatan selai dengan asam organik dari jahe dan teh hijau yang

terbentuk selama pemasakan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), asam sitrat

memberikan aroma yang penting pada selai. Namun, aroma selai didominasi

oleh aroma jahe. Jahe mempunyai aroma atau bau harum yang khas dan kuat

karena adanya komponen minyak atsiri yang bersifat volatil (Koswara 1995).

Aroma jahe masih terasa kuat meskipun jahe sudah diolah menjadi selai. Selain

itu, adanya penambahan CMC juga mempengaruhi aroma selai. Glicksman

(1986) menyatakan CMC berpengaruh terhadap intensitas aroma produk.

Page 59: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Rasa

Rasa makanan merupakan campuran dari tanggapan cicip dan bau. Rasa

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain senyawa kimia, konsentrasi, suhu,

dan interaksi dengan komponen rasa lainnya (Winarno 1997). Rasa selai yang

dihasilkan adalah campuran rasa jahe, teh hijau, dan sukralosa. Sukralosa yang

ditambahkan dalam pembuatan selai memberikan kontribusi terhadap rasa selai,

dimana sukralosa memberikan rasa manis pada selai.

Hasil uji hedonik terhadap rasa selai menunjukkan modus penerimaan

panelis pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah tidak suka (2).

Hal ini disebabkan oleh adanya rasa pedas dan aftertaste berupa rasa pahit

pada selai yang dihasilkan. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa selai

jahe-teh hijau pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah

berkisar antara 24-40% (Gambar 17). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan

bahwa proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap tingkat kesukaan rasa selai jahe-teh hijau (Lampiran 8).

40

2824

0

5

1015

20

25

3035

40

45

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n ra

sa (%

)

Gambar 17 Persentase penerimaan panelis terhadap rasa selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa menunjukkan modus rasa selai pada

semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah pedas (4), sehingga tidak

disukai oleh panelis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi jahe : ekstrak

teh hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik rasa selai

jahe-teh hijau (Lampiran 9).

Rasa pedas pada selai berasal dari oleoresin jahe. Adanya rasa pedas

menunjukkan bahwa selai ini mengandung senyawa antioksidan. Koswara

Page 60: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

(1995) menyatakan jahe mengandung oleoresin yang lebih banyak mengandung

komponen-komponen non volatil yang merupakan zat pembentuk rasa pedas

pada jahe. Gingerol yang memiliki aktivitas antioksidan merupakan salah satu

komponen penyusun oleoresin jahe. Menurut Kikuzaki et al. (1991), diacu dalam

Junita et al. (2001), rimpang jahe berasa pedas karena adanya komponen 6-

gingerol dan 6-shogaol yang memiliki aktivitas antioksidasi. Sementara aftertaste

berupa rasa pahit pada selai berasal dari kulit dan rimpang jahe serta dari teh

hijau. Rasa pahit dari kulit dan rimpang jahe lebih dominan dibandingkan dari teh

hijau. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya rasa sepat yang berasal dari teh hijau

pada selai yang dihasilkan. Rasa selai tidak dijadikan parameter standar karena

selai jahe-teh hijau merupakan produk pangan untuk kesehatan, dimana produk

pangan yang memiliki klaim kesehatan umumnya kurang enak untuk dikonsumsi,

contohnya jamu.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan

konsumen terhadap suatu produk pangan. Tekstur yang baik akan mendukung

citarasa suatu bahan pangan. Hasil uji hedonik terhadap tekstur selai

menunjukkan modus penerimaan panelis pada selai dengan proporsi jahe :

ekstrak teh hijau 100 g : 20 g adalah suka (4), sementara pada selai dengan

proporsi jahe : ekstrak teh hijau 90 g : 30 g dan 80 g : 40 g adalah biasa (3).

Kisaran persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai pada berbagai

taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah 84-92%. Pada Gambar 18 dapat

dilihat selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g dan 90 g : 30 g

memiliki persentase penerimaan tekstur yang sama, yaitu sebesar 84%.

Sementara selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 80 g : 40 g memiliki

persentase penerimaan tekstur paling tinggi. Hal ini diduga karena selai tersebut

memiliki tekstur yang lebih halus jika dibandingkan dengan selai lainnya yang

disebabkan oleh rendahnya konsentrasi jahe (padatan) yang ditambahkan jika

dibandingkan dengan selai lainnya. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap

tingkat kesukaan tekstur selai jahe-teh hijau (Lampiran 10).

Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur menunjukkan modus tekstur selai

pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah halus (4). Tekstur selai

yang halus disebabkan oleh halusnya bubur jahe yang ditambahkan ke dalam

Page 61: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

adonan selai. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi jahe : ekstrak teh

hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik tekstur selai jahe-

teh hijau (Lampiran 11).

84 84

92

80

82

84

86

88

90

92

94

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n te

kstu

r (%

)

Gambar 18 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Tekstur produk selai ditentukan oleh padatan yang terdapat dalam selai

dan kekentalan. Bubur jahe yang ditambahkan dalam pembuatan selai

mempengaruhi tekstur selai, dimana bubur jahe yang halus akan menghasilkan

tekstur selai yang halus pula. Selain itu, adanya penambahan hidrokoloid ke

dalam adonan selai akan mempengaruhi tekstur selai yang dihasilkan.

Hidrokoloid adalah bahan pembentuk gel yang berfungsi untuk memodifikasi

tekstur selai sehingga mendapatkan rasa cicip yang disukai (Fardiaz 1988).

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan selai ini adalah CMC. Koswara

(1995) menyatakan CMC memiliki kemampuan memperbaiki dan menstabilkan

tekstur. Semakin kental selai maka semakin banyak molekul air yang

terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC, sehingga tekstur selai

yang dihasilkan lebih stabil.

Daya Oles

Daya oles dinyatakan sebagai kemudahan produk menyebar pada

permukaan bila produk dioleskan. Jika suatu bahan pangan terlalu keras atau

terlalu cair maka akan sulit dioleskan (Budiayu 2002). Daya oles selai

berhubungan dengan kekentalan relatif selai. Selai yang memiliki kekentalan

yang tinggi menyebabkan sulitnya penyebaran selai pada permukaan yang

Page 62: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

dioles, sedangkan selai dengan kekentalan yang rendah (encer) akan meleleh

pada permukaan yang dioles.

Hasil uji hedonik terhadap daya oles selai menunjukkan modus penerimaan

panelis pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah suka (4).

Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai jahe-teh hijau pada

berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah berkisar antara 92-96%.

Gambar 19 menunjukkan selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g :

20 g dan 90 g : 30 g memiliki persentase penerimaan daya oles yang sama.

Persentase penerimaan daya oles terendah terdapat pada selai dengan proporsi

jahe : ekstrak teh hijau 80 g : 40 g, yaitu sebesar 92%. Namun berdasarkan hasil

uji Kruskal Wallis, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan daya oles selai jahe-teh hijau (Lampiran 12).

96 96

92

90

91

92

93

94

95

96

97

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n da

ya o

les

(%)

Gambar 19 Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai jahe-teh

hijau pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Hasil uji mutu hedonik terhadap daya oles menunjukkan modus daya oles

selai pada semua taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau adalah mudah dioleskan

(4). Mudah dioleskan berarti selai saat dioleskan di atas permukaan roti tidak

putus-putus dan dapat diratakan. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan proporsi

jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik

daya oles selai jahe-teh hijau (Lampiran 13).

Penerimaan Umum

Penerimaan umum adalah penilaian secara keseluruhan terhadap produk

yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur penerimaan

terhadap sifat sensorik tertentu yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk

Page 63: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

dapat diterima atau tidak (Soekarto 1985). Penerimaan umum terhadap selai

jahe-teh hijau yang dihasilkan berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap

warna, aroma, rasa, tekstur, dan daya oles selai.

Hasil uji hedonik terhadap penerimaan umum selai menunjukkan modus

penerimaan panelis berkisar antara tidak suka (2) sampai biasa (3). Modus

penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau disajikan pada Tabel 6.

Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau berkisar

antara 28-56%, artinya semua aspek yang dinilai meliputi warna, aroma, rasa,

tekstur, dan daya oles dari selai jahe-teh hijau kurang dapat diterima oleh

panelis. Rendahnya persentase penerimaan umum panelis terhadap selai yang

dihasilkan kemungkinan utama disebabkan oleh ketidaksukaan panelis terhadap

rasa selai yang pedas dan mempunyai aftertaste.

Gambar 20 menunjukkan persentase penerimaan umum terhadap selai

jahe-teh hijau cenderung mengalami penurunan dengan semakin kecilnya

konsentrasi jahe dan dengan semakin besarnya konsentrasi ekstrak teh hijau

yang ditambahkan. Hal ini diduga karena aroma jahe yang mendominasi aroma

selai semakin menurun. Umumnya panelis menyukai selai dengan aroma jahe

yang kuat dan rasa selai yang tidak pedas dan tidak pahit. Namun berdasarkan

hasil uji Kruskal Wallis, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap penerimaan umum selai jahe-teh hijau (Lampiran 14).

56

40

28

0

10

20

30

40

50

60

100 g : 20 g 90 g : 30 g 80 g : 40 g

proporsi jahe : ekstrak teh hijau

pene

rimaa

n um

um (%

)

Gambar 20 Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau

Page 64: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Tabel 6 Modus penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau Perbandingan Konsentrasi Jahe dengan

Ekstrak Teh Hijau Skor Modus Keterangan

100 g : 20 g 3 Biasa 90 g : 30 g 2 Tidak suka 80 g : 40 g 2 Tidak suka

6. Penentuan Formula (Produk) Terbaik Penentuan formula terbaik berdasarkan pada persentase penerimaan

panelis terbesar terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, daya oles, dan

penerimaan umum selai jahe-teh hijau. Selai dengan proporsi jahe : ekstrak teh

hijau 100 g : 20 g memiliki persentase penerimaan warna, rasa, daya oles, dan

penerimaan umum terbesar. Namun berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis,

parameter warna, rasa, daya oles, dan penerimaan umum tidak berbeda nyata (p

> 0,05) antar taraf proporsi jahe : ekstrak teh hijau. Berdasarkan persentase

penerimaan umum panelis terbesar terhadap selai jahe-teh hijau, maka selai

dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g terpilih sebagai produk

terbaik yang kemudian digunakan dalam penelitian lanjutan.

Penelitian Lanjutan

1. Kadar Gingerol dan Katekin dalam Selai Jahe-Teh Hijau Terbaik

Selai jahe-teh hijau terbaik yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan

dianalisis kadar senyawa antioksidannya, yaitu kadar gingerol dan kadar katekin.

Senyawa antioksidan yang terkandung dalam selai jahe-teh hijau berasal dari

jahe dan ekstrak teh hijau yang merupakan bahan utama dalam pembuatan selai

ini.

Jahe mengandung senyawa gingerol yang memiliki aktivitas antioksidan.

Menurut Yanishlieva, Sofia dan Heinonen (2001), gingerol, shogaol, dan

zingeron dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Aktivitas

antioksidan senyawa gingerol dimulai pada konsentrasi 50-200 μM atau 21,9-

87,6 mg (Kikuzaki & Nakatani 1993). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar

gingerol dalam selai jahe-teh hijau adalah sebesar 114,39 ppm. Berdasarkan

konsentrasi gingerol yang memiliki aktivitas antioksidan, maka kontribusi gingerol

per konsumsi selai adalah sebesar 2,6-10,4%. Selai jahe-teh hijau mengandung

senyawa gingerol karena senyawa gingerol pada jahe tahan terhadap panas

Page 65: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

walaupun jahe telah mengalami pengolahan. Menurut Lee et al. (1992), diacu

dalam Yusuf (2002), gingerol cukup stabil terhadap efek pemanasan, dimana

aktivitas antioksidan senyawa gingerol masih dua pertiganya setelah pemanasan

1000C.

Ekstrak teh hijau mengandung senyawa katekin yang mempunyai aktivitas

antioksidan. Komponen katekin terdiri dari katekin, epikatekin, epikatekin galat,

epigalokatekin, dan epigalokatekin galat dengan daya antioksidan masing-

masing sebesar 2,40; 2,50; 4,93; 3,82; dan 4,75 (Tuminah 2004). Hasil analisis

menunjukkan bahwa kadar katekin, epikatekin, dan epikatekin galat dalam selai

jahe-teh hijau berturut-turut sebesar 12,45 ppm, 3,85 ppm, dan 4,3 ppm.

Rohdiana (2006) menyatakan untuk mendapatkan khasiat bagi kesehatan,

idealnya setiap orang mengkonsumsi minimal 125 mg katekin per hari. Jadi,

kontribusi katekin per konsumsi selai per hari adalah sebesar 0,2 %.

2. Perubahan Mutu Selai Jahe-Teh Hijau Selama Penyimpanan

Umur simpan suatu bahan pangan berhubungan erat dengan populasi

mikroorganisme dalam bahan pangan itu sendiri. Mikroorganisme yang tumbuh

pada kebanyakan bahan pangan berasal dari lingkungan, misalnya dari udara,

air, tanah, dan debu (pencemar). Namun, hanya sebagian saja dari berbagai

pencemar tersebut yang berperan sebagai pencemar mikroba awal yang akan

berkembang pada bahan pangan sampai jumlah tertentu, artinya populasi

mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat

sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu

dari penyimpanan (Buckle et al. 1987).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam

bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia, atau biologis. Faktor-faktor tersebut

diklasifikasikan oleh Mossel (1971), diacu dalam Syarief (1989) sebagai berikut :

intrinsik (sifat bahan pangan itu sendiri), pengolahan (perubahan dari mikroflora

awal sebagai akibat dari cara pengolahan bahan pangan), ekstrinsik (kondisi

lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan), implisit (sifat

organisme itu sendiri). Selai jahe-teh hijau selama penyimpanan 0 minggu, 2

minggu, dan 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 21.

Page 66: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Keterangan : L0.2 = penyimpanan 0 minggu L2.2 = penyimpanan 2 minggu L4.2 = penyimpanan 4 minggu

Gambar 21 Selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

3. Sifat Kimia Selai Jahe-Teh Hijau Selama Penyimpanan

Kadar Air

Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet suatu bahan

pangan karena mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan

mikrobiologi, dan perubahan enzimatis (Buckle et al. 1987). Kadar air dalam

bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya.

Kadar air selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf lama penyimpanan

berkisar antara 89,80-90,36%. Dari Gambar 22 dapat dilihat adanya

kecenderungan kenaikan kadar air selai selama penyimpanan. Selai pada

penyimpanan minggu ke-0 memiliki kadar air terendah, yaitu sebesar 89,80%

dan mengalami peningkatan kadar air pada penyimpanan minggu ke-2 dan

minggu ke-4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air selai jahe-teh

hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 32.

Adanya aktivitas mikroba yang mendegradasi makromolekul-makromolekul

bahan penyusun selai sehingga menghasilkan air bebas serta adanya air yang

dilepaskan oleh mikroba sebagai hasil metabolismenya menyebabkan kadar air

selai selama penyimpanan mengalami sedikit peningkatan. Frazier dan Westhoff

(1978) menyatakan mikroba mengubah substrat dan melepaskan air hasil

metabolismenya sehingga jumlah air bebas dalam substrat meningkat. Adapun

air yang teranalisis pada penetapan kadar air adalah air bebas dan air yang

terikat secara fisik, dimana jika jumlah air bebas meningkat maka kadar air juga

Page 67: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

meningkat. Kadar air selai pada awal penyimpanan yang tinggi menyebabkan

selai mudah terkontaminasi oleh mikroba.

89.80

90.3190.36

89.5089.6089.7089.8089.9090.0090.1090.2090.3090.4090.50

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

kada

r air

(%)

Gambar 22 Kadar air selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

Total Asam

Total asam adalah konsentrasi ion hidrogen terdisosiasi maupun tidak

terdisosiasi. Total asam berhubungan erat dengan nilai pH yang sering dijadikan

parameter untuk melihat daya awet suatu produk pangan.

Total asam selai jahe-teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 42,29-

50,18 ml NaOH 0,1 N/100 g (Gambar 23). Total asam selai cenderung meningkat

dengan semakin lamanya waktu penyimpanan, dimana selai pada penyimpanan

minggu ke-4 memiliki total asam paling tinggi, yaitu sebesar 50,18 ml NaOH 0,1

N/100 g. Namun berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap total asam selai jahe-teh

hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 33.

Peningkatan total asam selai selama penyimpanan disebabkan oleh

adanya pertumbuhan mikroba yang melakukan aktivitasnya. Buckle et al. (1987)

menyatakan selama penyimpanan bahan pangan, mikroba melakukan

aktivitasnya yang dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan dengan

menghasilkan asam. Karbohidrat yang terkandung dalam selai digunakan oleh

mikroba untuk pertumbuhannya karena mikroba memerlukan zat gizi untuk

hidup, sehingga karbohidrat dalam selai mengalami degradasi menjadi gula

sederhana dan pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam. Asam yang

terbentuk akibat adanya aktivitas mikroba menyebabkan total asam selai

meningkat. Bakteri, kapang, dan khamir mempunyai daya perusak terhadap

Page 68: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

bahan pangan dengan cara menghidrolisis makromolekul-makromolekul yang

menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, misalnya

karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula

menjadi asam-asam (Syarief 1989).

42.2942.93

50.18

38.00

40.00

42.00

44.00

46.00

48.00

50.00

52.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

TAT

(ml N

aOH

0.1

N/1

00 g

)

..

Gambar 23 Total asam selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

pH

Nilai pH diperoleh dari pengukuran konsentrasi ion hidrogen yang ada di

dalam larutan, yaitu dalam bentuk asam terdisosiasi. Nilai pH menunjukkan

derajat keasaman atau kebasaan suatu sampel. Semakin rendah nilai pH sampel

maka derajat keasaman sampel tersebut semakin tinggi. pH berkaitan dengan

umur simpan bahan pangan, sehingga nilai pH suatu bahan pangan perlu

diketahui karena mempengaruhi jumlah dan jenis jasad renik yang dapat tumbuh

dalam bahan pangan tersebut (Fardiaz 1988).

Kisaran pH selai jahe-teh hijau pada berbagai taraf lama penyimpanan

adalah 4,194-4,436. Nilai pH selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

cenderung mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu penyimpanan

(Gambar 24). Selai pada penyimpanan minggu ke-4 memiliki pH paling rendah

yaitu sebesar 4,194. Namun berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan

tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap nilai pH selai jahe-teh

hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 34.

Page 69: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

4.436

4.322

4.194

4.0504.100

4.1504.200

4.2504.300

4.3504.400

4.4504.500

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pH

Gambar 24 Nilai pH selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

Penurunan pH selai selama penyimpanan dikarenakan adanya

pertumbuhan mikroba yang melakukan aktivitasnya dengan mendegradasi

karbohidrat yang terkandung dalam selai menjadi gula sederhana dan

pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam. Asam yang terbentuk karena

adanya aktivitas mikroba menyebabkan pH selai menurun. pH berhubungan erat

dengan total asam, dimana kenaikan total asam menunjukkan penurunan pH.

Syarief (1989) menyatakan asam yang terbentuk sebagai hasil pemecahan

karbohidrat oleh mikroba dapat menurunkan pH.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pH.

Bahan pangan pada umumnya mempunyai kisaran pH antara 3-8. Khamir dan

sebagian besar kapang pada umumnya tumbuh lebih baik pada suasana asam,

sementara hanya ada beberapa bakteri yang tumbuh baik pada suasana asam.

Menurut Syarief (1989), khamir yang tahan asam sering dikaitkan dengan

kerusakan selai.

Aw (Aktivitas Air)

Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba

biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (Aw), yaitu perbandingan

antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni pada suhu

yang sama (Po) (Syarief 1989). Nilai Aw dapat mengontrol laju dan jenis

perusakan bahan pangan dan merupakan suatu indeks bagi stabilitas dan

kerusakan pangan, sehingga pengukuran Aw penting untuk dilakukan.

Aw selai jahe-teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912.

Gambar 25 menunjukkan selai pada awal penyimpanan memiliki nilai Aw

Page 70: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

tertinggi, yaitu sebesar 0,912. Nilai Aw selai mengalami penurunan sebesar

0,009 pada penyimpanan minggu ke-2 dan pada penyimpanan minggu ke-4 nilai

Aw selai mengalami peningkatan kembali menjadi 0,908. Namun berdasarkan

hasil sidik ragam, lamanya penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0,05) terhadap Aw selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada

Lampiran 35.

0.912

0.903

0.908

0.898

0.900

0.902

0.904

0.906

0.908

0.910

0.912

0.914

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

Aw

Gambar 25 Aw selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

Aw selai mengalami peningkatan kembali pada penyimpanan minggu ke-4.

Hal ini diduga karena ada aktivitas mikroba yang meningkatkan jumlah air bebas

dalam selai, sehingga Aw selai juga mengalami peningkatan. Mikroba dapat

meningkatkan nilai Aw dengan mengubah substrat atau melepaskan air hasil

metabolismenya sehingga diperoleh air bebas (Frazier & Westhoff 1978).

Menurut Buckle et al. (1987), stabilitas selai terhadap mikroorganisme

dikendalikan oleh sejumlah faktor, antara lain Aw dalam kisaran antara 0,75-

0,83. Nilai Aw selai jahe-teh hijau pada awal penyimpanan yang tinggi melebihi

standar nilai Aw selai (0,75-0,83) menyebabkan selai mudah terkontaminasi oleh

mikroorganisme. Adapun jenis mikroorganisme perusak spesifik pada kisaran Aw

0,87-0,91 adalah kebanyakan khamir, sementara mikroorganisme perusak pada

kisaran Aw 0,91-0,95 adalah kebanyakan koli, laktobasili, sel vegetatif

Bacillaceae, dan beberapa kapang (Mossel 1975, diacu dalam Syarief 1989).

Page 71: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

4. Sifat Fisik Selai Jahe-Teh Hijau Selama Penyimpanan

Viskositas

Kestabilan produk semi basah seperti selai dapat dilihat dari perubahan

kekentalannya. Jika terjadi perubahan kekentalan yang nyata, kemungkinan

besar produk tersebut sudah mengalami penurunan mutu.

Viskositas selai jahe-teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 14000-

15000 cp. Dari Gambar 26 dapat dilihat selai pada awal penyimpanan memiliki

viskositas terendah, yaitu sebesar 14000 cp. Viskositas selai mengalami

peningkatan menjadi 15000 cp pada penyimpanan minggu ke-2 dan tetap stabil

atau tidak mengalami perubahan viskositas pada penyimpanan minggu ke-4.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan memberikan

pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas selai jahe-teh hijau. Uji

lanjut Duncan menunjukkan viskositas selai pada penyimpanan minggu ke-0

berbeda sangat nyata dengan viskositas selai pada penyimpanan minggu ke-2

dan minggu ke-4, sedangkan viskositas selai pada penyimpanan minggu ke-2

tidak berbeda nyata dengan viskositas selai pada penyimpanan minggu ke-4.

Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 36.

14000

15000 15000

13400

13600

13800

14000

14200

14400

14600

14800

15000

15200

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

visk

osita

s (c

p)

Gambar 26 Viskositas selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

Viskositas selai jahe-teh hijau selama penyimpanan minggu ke-2 dan

minggu ke-4 tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan

CMC dalam pembuatan selai yang dapat memberikan kekentalan pada produk.

Kemampuan CMC dalam mengikat air yang dapat meningkatkan kekentalan

produk tidak berkurang selama penyimpanan, karena CMC stabil pada kisaran

Page 72: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

pH selai selama penyimpanan, yaitu antara 4,194-4,436. Menurut Glicksman

(1986), larutan CMC stabil pada pH 4-10. Selain itu, penambahan asam sitrat

dapat mempertahankan kekentalan selai. Asam sitrat berperan sebagai sumber

ion hidrogen yang akan memperkuat struktur gel (Naidu 2000).

5. Sifat Mikrobiologis Selai Jahe-Teh Hijau Selama Penyimpanan

Total Mikroba

Bahan pangan jarang dijumpai dalam keadaan steril, dimana hampir semua

bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan

sekitarnya (Buckle et al. 1987). Oleh karena itu, analisis kuantitatif mikrobiologi

pada bahan pangan sangat penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan

pangan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan

metode Total Plate Counts (TPC). TPC adalah suatu metode untuk menentukan

jumlah mikroorganisme dalam bahan pangan tetapi metode tersebut tidak bisa

menentukan jenis mikroorganisme spesifik lebih lanjut. Prinsip metode hitungan

cawan (TPC) adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada

medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembangbiak dan

membentuk koloni yang dapat dilihat dan dihitung langsung tanpa menggunakan

mikroskop (Fardiaz 1988).

Kisaran nilai logaritma total mikroba selai selama penyimpanan adalah

1,63-7,69 Log 10 CFU/g atau total mikroba selai selama penyimpanan berkisar

antara 4,3 x 101 - 4,9 x 107 CFU/g. Gambar 27 menunjukkan nilai logaritma total

mikroba selai cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu

penyimpanan. Namun berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap total mikroba selai jahe-teh

hijau. Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 37.

Selai pada awal penyimpanan mengandung total mikroba paling rendah

dan total mikroba semakin meningkat selama penyimpanan selai. Hal ini

menunjukkan ada pertumbuhan mikroba selama penyimpanan selai. Adanya

pertumbuhan mikroba dikarenakan nilai Aw selai yang tinggi selama

penyimpanan, yaitu dengan kisaran 0,903-0,912. Aw adalah jumlah air bebas

yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya, dimana

mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik dalam media

dengan nilai Aw yang cukup tinggi. Menurut Buckle et al. (1987), bakteri

umumnya tumbuh dan berkembangbiak hanya dalam media dengan nilai Aw

Page 73: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

tinggi (0,91), khamir membutuhkan nilai Aw lebih rendah (0,87-0,91) dan kapang

lebih rendah lagi (0,80-0,87). Penyimpanan selai pada suhu ruang menyebabkan

mikroorganisme tumbuh dengan baik, dimana suhu ruang merupakan suhu

optimum bagi pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme. Suhu optimum

adalah suhu dimana pertumbuhan mikroorganisme paling cepat (Buckle et al.

1987). Selain itu, kadar air selai pada awal penyimpanan yang tinggi

menyebabkan selai mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme.

1.63

4.83

7.69

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

tota

l mik

roba

(Log

10

CFU

/g)

Gambar 27 Total mikroba selai jahe-teh hijau selama penyimpanan

Selai jahe-teh hijau cepat mengalami kerusakan yang ditandai dengan

adanya pertumbuhan mikroba yang cukup tinggi selama penyimpanan. Hal ini

dikarenakan selai tercemar kembali oleh udara selama pendinginan sebelum

selai dimasukkan ke dalam gelas jar dan ditutup. Menurut Jenie (1991), makanan

yang diolah dengan panas bila tercemar kembali akan cepat mengalami

kerusakan. Selain itu, penirisan wadah selai (gelas jar) setelah disterilisasi

menyebabkan wadah terkontaminasi ulang. Hal ini menyebabkan cemaran awal

pada selai. Pengolahan selai dengan pemanasan selama ± 30 menit pada suhu

880C (pasteurisasi) memungkinkan spora bakteri tahan panas masih hidup.

Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup

rendah (umumnya di bawah 100°C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi

mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi

mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan. Jenie (1991)

menyatakan pasteurisasi dengan panas ringan (760C, 30 menit) masih

memungkinkan spesies termodurik seperti Micrococcus dan Streptococcus serta

spesies pembentuk spora (Bacillus dan Clostridium) tetap hidup.

Page 74: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Adanya penambahan natrium benzoat sebanyak 0,05% ternyata tidak

mampu menekan pertumbuhan mikroba selama penyimpanan selai. Hal ini

diduga karena adanya cemaran awal yang cukup tinggi, sehingga diperlukan

konsentrasi natrium benzoat yang lebih tinggi. Desrosier (1988) menyatakan

makanan yang mempunyai kontaminasi awal rendah cukup menggunakan

natrium benzoat dengan konsentrasi 0,05%, sedangkan makanan yang

kontaminan awalnya sudah tinggi sebaiknya diberikan natrium benzoat sampai

0,1%.

Selai jahe-teh hijau mengandung senyawa antimikroba, yaitu senyawa

fenol yang berasal dari jahe dan ekstrak teh hijau. Fenol konsentrasi tinggi dapat

merusak sel mikroorganisme dengan cara menyebabkan koagulasi protein serta

menyebabkan kebocoran membran dan dinding sel, sedangkan fenol pada

konsentrasi rendah akan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim yang penting

dalam metabolisme sel mikroorganisme (Fardiaz, Suliantari & Dewanti 1988).

Gingerol (senyawa turunan fenol) yang terkandung dalam jahe dan katekin

(senyawa polifenol) yang terkandung dalam teh hijau disamping berfungsi

sebagai antioksidan, juga berfungsi sebagai antimikroba yang dapat

menghambat pertumbuhan kapang, khamir, maupun bakteri. Namun menurut

Syarief (1989), senyawa antimikroba tersebut bekerja spesifik, sehingga bahan

pangan yang mengandung penghambat tersebut masih tetap dapat rusak oleh

mikroorganisme yang tahan terhadap antimikroba tersebut.

Menurut SNI 01-3746-1995, angka lempeng total mikroba pada selai buah

maksimum sebesar 5 x 102 koloni. Berdasarkan hasil uji mikrobiologi, total

mikroba selai pada awal penyimpanan berada di bawah batas maksimum angka

lempeng total mikroba yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional,

sehingga selai aman untuk dikonsumsi. Total mikroba selai pada penyimpanan

minggu ke-2 dan minggu ke-4 sudah melebihi batas maksimum angka lempeng

total mikroba standar.

6. Mutu Organoleptik Selai Jahe-Teh Hijau Selama Penyimpanan

Warna

Bahan pangan yang enak, bertekstur baik, dan mempunyai nilai gizi tidak

akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak enak dipandang atau

memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya. Penilaian suatu

produk berupa warna dilakukan oleh indera mata (Damayanthi et al. 1997).

Page 75: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Daya terima panelis terhadap warna selai jahe-teh hijau pada berbagai

taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 2 (tidak suka) dan 4 (suka). Modus

penerimaan panelis terhadap warna selai disajikan pada Tabel 7. Adapun

kisaran persentase penerimaan panelis terhadap warna selai pada berbagai taraf

lama penyimpanan adalah 53,33-73,33%. Gambar 28 menunjukkan adanya

kecenderungan kenaikan persentase penerimaan panelis terhadap warna selai

dengan semakin lamanya waktu penyimpanan selai, dimana persentase

penerimaan warna tertinggi terdapat pada selai yang disimpan pada minggu ke-4

yaitu sebesar 73,33%.

Tabel 7 Modus penerimaan panelis terhadap warna selai selama penyimpanan Penyimpanan Skor Modus Keterangan

0 minggu 2 Tidak suka 2 minggu 2 Tidak suka 4 minggu 4 Suka

Namun berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, lamanya penyimpanan tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna selai jahe-teh hijau

(Lampiran 15). Hal ini diduga karena adanya penambahan zat pewarna ke dalam

adonan selai yang menyebabkan warna selai tetap stabil selama penyimpanan,

sehingga warna selai dapat diterima oleh panelis sampai penyimpanan minggu

ke-4.

53.3360

73.33

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pene

rimaa

n w

arna

(%)

Gambar 28 Persentase penerimaan panelis terhadap warna selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf lama penyimpanan

Hasil uji mutu hedonik terhadap warna menunjukkan modus warna selai

pada semua taraf lama penyimpanan adalah cerah (4). Selai tetap berwarna

cerah sampai penyimpanan minggu ke-4 dikarenakan adanya zat pewarna yang

Page 76: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

ditambahkan dalam pembuatan selai, dimana zat pewarna bersifat stabil dalam

sistem pangan. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lamanya penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna selai jahe-teh

hijau (Lampiran 16).

Aroma

Aroma makanan berperan sangat penting dalam menentukan daya terima

konsumen. Penilaian aroma dilakukan oleh indera pembau. Pembauan disebut

juga pencicipan jarak jauh karena seseorang dapat mengetahui enak tidaknya

makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jauh

(Soekarto 1985).

Secara umum, aroma selai jahe-teh hijau selama penyimpanan dapat

diterima oleh panelis. Daya terima panelis terhadap aroma selai untuk semua

taraf lama penyimpanan memiliki skor modus 4 (suka). Persentase penerimaan

panelis terhadap aroma selai pada berbagai taraf lama penyimpanan berkisar

antara 86,67-100%. Dari Gambar 29 dapat dilihat persentase penerimaan aroma

selai cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan.

Hal ini diduga karena aroma jahe yang mendominasi aroma selai semakin kuat,

dimana panelis menyukai selai dengan aroma jahe yang kuat. Selai pada

penyimpanan minggu ke-4 dengan persentase penerimaan aroma sebesar 100%

cenderung lebih diterima daripada selai yang disimpan pada minggu ke-0 dan

minggu ke-2. Namun berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, lama penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma selai jahe-

teh hijau (Lampiran 17).

Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma selai jahe-teh hijau pada semua

taraf lama penyimpanan menunjukkan modus aroma selai adalah harum (4).

Aroma selai yang harum berasal dari aroma jahe yang berbau harum dan khas,

dimana aroma jahe tetap tercium sampai penyimpanan minggu ke-4. Hasil uji

Kruskal Wallis menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata

(p>0,05) terhadap mutu hedonik aroma selai jahe-teh hijau (Lampiran 18).

Page 77: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

86.67

93.33

100

80.00

85.00

90.00

95.00

100.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pene

rimaa

n ar

oma

(%)

Gambar 29 Persentase penerimaan panelis terhadap aroma selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf lama penyimpanan

Tekstur

Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen

struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh perabaan. Berdasarkan hasil uji

hedonik, panelis masih dapat menerima tekstur selai jahe-teh hijau sampai

penyimpanan minggu ke-4. Penerimaan panelis terhadap tekstur selai pada

berbagai taraf lama penyimpanan memiliki skor modus antara 2 sampai 4.

Modus penerimaan panelis terhadap tekstur selai (Tabel 8) menunjukkan bahwa

panelis semakin menyukai tekstur selai dengan bertambahnya waktu

penyimpanan selai.

Tabel 8 Modus penerimaan panelis terhadap tekstur selai selama penyimpanan Penyimpanan Skor Modus Keterangan

0 minggu 2 Tidak suka 2 minggu 3 Biasa 4 minggu 4 Suka

Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai pada berbagai taraf

lama penyimpanan berkisar antara 60-80%. Dari Gambar 30 dapat dilihat adanya

kecenderungan kenaikan persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai

dengan semakin lamanya waktu penyimpanan, dimana persentase penerimaan

tekstur tertinggi terdapat pada selai yang disimpan pada minggu ke-4 yaitu

sebesar 80%. Namun berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, lama penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur selai jahe-

teh hijau (Lampiran 19).

Page 78: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

60

73.3380

0

1020

3040

5060

7080

90

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pene

rimaa

n te

kstu

r (%

)

Gambar 30 Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf lama penyimpanan

Semakin lama penyimpanan maka panelis semakin menyukai tekstur selai

jahe-teh hijau. Hal ini diduga karena tekstur selai semakin halus dengan

bertambahnya waktu penyimpanan. Adanya mikroorganisme yang tumbuh pada

selai menyebabkan tekstur selai menjadi halus selama penyimpanan. Syarief

(1989) menyatakan mikroba mempunyai daya perusak terhadap bahan pangan

dengan cara mendegradasi makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan

pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil sehingga bahan dapat mengalami

pelunakan. Karbohidrat yang terkandung dalam selai didegradasi oleh mikroba

menjadi gula sederhana dan dengan terpecahnya karbohidrat (pati, selulosa)

maka selai mengalami pelunakan atau menjadi semakin halus.

Hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur selai jahe-teh hijau pada semua

taraf lama penyimpanan menunjukkan modus tekstur selai adalah halus (4),

dimana hal ini disukai oleh panelis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan lama

penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik tekstur

selai jahe-teh hijau (Lampiran 20).

Daya Oles

Pengamatan terhadap daya oles dilakukan dengan cara mengoleskan selai

dengan menggunakan pisau roti ke permukaan roti. Daya oles selai dinilai baik

jika selai dapat teroles secara merata dan halus pada permukaan roti. Dari hasil

uji hedonik terhadap daya oles dapat diketahui bahwa daya oles selai jahe-teh

hijau selama penyimpanan disukai oleh panelis. Hal ini dapat dilihat dari modus

Page 79: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada semua taraf lama

penyimpanan adalah suka (4).

Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai pada semua taraf

lama penyimpanan adalah sebesar 100% (Gambar 31), artinya daya oles selai

selama penyimpanan sangat diterima oleh panelis dan panelis tetap menyukai

daya oles selai sampai penyimpanan minggu ke-4. Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap tingkat kesukaan daya oles selai jahe-teh hijau (Lampiran 21).

100 100 100

0

20

40

60

80

100

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pene

rimaa

n da

ya o

les

(%)

Gambar 31 Persentase penerimaan panelis terhadap daya oles selai jahe-teh

hijau pada berbagai taraf lama penyimpanan

Hasil uji mutu hedonik terhadap daya oles menunjukkan modus daya oles

selai pada semua taraf lama penyimpanan adalah mudah dioleskan (4). Selai

tetap mudah dioleskan ke permukaan roti sampai penyimpanan minggu ke-4. Hal

ini dikarenakan adanya CMC yang ditambahkan dalam pembuatan selai, dimana

CMC dapat memberikan kekentalan yang mantap pada produk sehingga daya

oles selai tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Hasil uji Kruskal

Wallis menunjukkan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

terhadap mutu hedonik daya oles selai jahe-teh hijau (Lampiran 22).

Penerimaan Umum

Penerimaan umum terhadap selai jahe-teh hijau yang disimpan selama 0

minggu, 2 minggu, dan 4 minggu berdasarkan pada kesukaan panelis terhadap

warna, aroma, tekstur, dan daya oles selai selama penyimpanan. Hasil uji

hedonik menunjukkan bahwa penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh

hijau selama penyimpanan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari modus

Page 80: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

penerimaan umum panelis pada semua taraf lama penyimpanan memiliki skor

modus 4 (suka). Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh

hijau selama penyimpanan berkisar antara 80-86,67%. Persentase penerimaan

umum tertinggi terdapat pada selai yang disimpan pada minggu ke-0, sementara

selai yang disimpan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4 memiliki besar

persentase penerimaan umum yang sama yaitu 80%.

Gambar 32 menunjukkan selai yang disimpan pada minggu ke-0 cenderung

lebih diterima oleh panelis daripada selai yang disimpan pada minggu ke-2 dan

minggu ke-4. Hal ini dikarenakan selai yang disimpan pada minggu ke-0 belum

mengalami perubahan secara fisik dan kimia pada awal penyimpanan yang

dapat mempengaruhi organoleptik. Namun berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis,

lamanya penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penerimaan

umum selai jahe-teh hijau (Lampiran 23).

86.67

80 80

76.00

78.00

80.00

82.00

84.00

86.00

88.00

0 minggu 2 minggu 4 minggu

masa simpan

pene

rimaa

n um

um (%

)

Gambar 32 Persentase penerimaan umum panelis terhadap selai jahe-teh hijau

pada berbagai taraf lama penyimpanan

Page 81: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses pembuatan selai jahe-teh hijau terdiri dari beberapa tahap, yaitu

persiapan bahan (pembuatan bubur jahe, ekstrak teh hijau, dan larutan CMC),

pencampuran bubur jahe-ekstrak teh hijau-larutan CMC, penambahan asam

sitrat dan pewarna makanan ke dalam adonan selai, pemasakan selama ± 30

menit pada suhu 880C, uji spoon test, penambahan natrium benzoat dan

sukralosa setelah pemasakan, homogenisasi, dan tahap terakhir adalah

pewadahan selai. Penentuan proporsi jahe : ekstrak teh hijau dilakukan secara

trial and error sehingga dihasilkan tiga formula selai, yaitu 100 g jahe : 20 g

ekstrak teh hijau, 90 g jahe : 30 g ekstrak teh hijau, dan 80 g jahe : 40 g ekstrak

teh hijau.

Berdasarkan hasil sidik ragam, proporsi jahe : ekstrak teh hijau tidak

memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total asam,

serat makanan total, serat makanan tidak larut, serat makanan larut, dan total

energi selai jahe-teh hijau. Sementara kadar gula total tidak dianalisis secara

statistik karena ketiga formula selai mengandung gula < 1% (tidak terdeteksi).

Proporsi jahe : ekstrak teh hijau juga tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0,05) terhadap viskositas selai jahe-teh hijau.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa proporsi jahe : ekstrak teh

hijau tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, aroma,

rasa, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum selai jahe-teh hijau. Proporsi

jahe : ekstrak teh hijau juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu

hedonik warna, aroma, rasa, tekstur, dan daya oles selai jahe-teh hijau.

Berdasarkan persentase penerimaan panelis terbesar terhadap warna, aroma,

rasa, tekstur, daya oles, dan penerimaan umum selai jahe-teh hijau, selai dengan

proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g : 20 g terpilih sebagai produk terbaik yang

digunakan dalam penelitian lanjutan.

Selai jahe-teh hijau terbaik dengan proporsi jahe : ekstrak teh hijau 100 g :

20 g mengandung gingerol sebanyak 114,39 ppm, katekin sebanyak 12,45 ppm,

epikatekin sebanyak 3,85 ppm, dan epikatekin galat sebanyak 4,3 ppm.

Berdasarkan hasil sidik ragam, lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh

yang nyata (p>0,05) terhadap kadar air, pH, total asam, dan aktivitas air (Aw)

selai jahe-teh hijau. Namun, lama penyimpanan memberikan pengaruh yang

Page 82: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas selai jahe-teh hijau. Hasil sidik ragam

menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p>0,05) terhadap total mikroba selai jahe-teh hijau. Total mikroba selai pada

awal penyimpanan berada di bawah batas maksimum angka lempeng total

mikroba yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (SNI 01-3746-

1995), yaitu di bawah 5 x 102 koloni. Namun, total mikroba selai pada

penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-4 sudah melebihi batas maksimum

angka lempeng total mikroba standar.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, aroma, tekstur,

daya oles, dan penerimaan umum selai jahe-teh hijau. Lamanya penyimpanan

juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna, aroma,

tekstur, dan daya oles selai jahe-teh hijau.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, rasa selai jahe-teh hijau kurang disukai oleh

panelis sehingga perlu diperbaiki, misalnya dengan penambahan essence.

Selain itu, agar daya simpan selai jahe-teh hijau lebih lama maka sebaiknya selai

ditambahkan natrium benzoat dengan konsentrasi 0,1% dan perlu dilakukan

teknik pengemasan selai, misalnya dengan kemasan yang ditutup hampa.

Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk melihat masa simpan selai jahe-teh hijau

pada suhu dingin. Uji aktivitas antioksidan selama penyimpanan selai juga perlu

dilakukan untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap perubahan aktivitas

senyawa antioksidan yang terkandung dalam selai.

Page 83: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, BB, N Ahmad & H Mukhtar. 2002. Spices as Potent Antioxidants with Therapeutic Potential. Di dalam : E Cadenas & L Packer, editor. Handbook of Antioxidants. New York : Marcel Dekker, Inc.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama. Anonim. 1990. Introduction Manual Rotavisco Rv-20. Jerman : Haake Mess

Technic Gmbh Co. Anonim. 2005. Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan.

www.pom.go.id (5 Juni 2007). Anonim. 2006. Sukralosa (Sucralose). www.info-sehat.com (5 Juni 2007). AOAC. 1984. Official Methode of Analysis. Washington D.C. : Association of

Official Agriculture Chemists. Apriyantono, A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati & S Budiyanto. 1988.

Analisis Pangan. Bogor : IPB Press. Balentine, DA, I Paetau & Robinson. 2000. Tea as a Source of Dietary

Antioxidants with a Potential Role in Prevention of Chronic Diseases. Di dalam : G Mazza & BD Oomah, editor. Herbs, Botanicals and Teas. USA : Technomic Publishing Company, Inc.

Belitz, HD & W Grosch. 1999. Food Chemistry. Germany : Springer. Bhattarai, S, VH Tran & CC Duke. 2001. Stability of Gingerol and Shogaol in

Aqueous Solutions. Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 90, 1658-1664. Branen, AL, PM Davidson & S Salminen. 1990. Food Additives. New York :

Marcel Dekker, Inc. Buckle, KA, RA Edwards, GN Fleet & M Wootton. 1987. Ilmu Pangan. (H

Purnomo & Adiono, penerjemah). Jakarta : UI Press. Budiayu, Y. 2002. Daya terima dan kandungan zat gizi selai campuran tempe

dan pisang raja bulu (Musa paradisiaca L.). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Chipley, JR. 1993. Sodium Benzoate and Benzoic Acid. Di dalam : PM

Davidson & AL Branen, editor. Antimicrobials in Foods. New York : Marcel Dekker, Inc.

Craig, WJ. 2001. Herbal Remedies that Promote Health and Prevent Disease.

Di dalam : RR Watson, editor. Vegetables, Fruits, and Herbs in Health Promotion. New York : CRC Press.

Page 84: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Damayanthi, E, SA Marliyati, H Syarief & D Sukandar. 1997. Percobaan Makanan. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Deshpande, SS, US Deshpande & DK Salunkhe. 1996. Nutritional and Health

Aspects of Food Antioxidants. Di dalam : DL Madhavi, SS Deshpande & DK Salunkhe, editor. Food Antioxidants. New York : Marcel Dekker.

Desrosier, NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. (M Muljohardjo,

penerjemah). Jakarta : UI Press.

Dreher, ML. 1987. Handbook of Dietary Fiber An Applied Approach. New York : Marcel Dekker, Inc.

Fardiaz, D. 1988. Hidrokoloid. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, D, E Anwar, NL Puspitasari, CH Wijaya & S Santausa. 1992. Kajian

Karakteristik Komponen Aktif Bahan Pangan : Antioksidan Rempah-Rempah. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz, S. 1988. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor :

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S, Suliantari & R Dewanti. 1988. Senyawa Antimikroba. [Bahan

Pengajaran]. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Frazier, WC & DC Westhoff. 1978. Food Microbiology. 4th edition. New York :

McGraw Hill Book. Fri. 2006. Aplikasi Hidrokoloid pada Jelly Drink. Majalah Food Review Indonesia

Referensi Industri dan Teknologi Pangan edisi April 2006, Vol. 1, 17. Glicksman, M. 1986. Food Hydrocolloids Vol. III. Florida : CRC Press. Goldberg, G. 2003. Plants : Diet and Health. Britain : Blackwell Science. Gordon, MH. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action In Vitro. Di dalam :

BJF Hudson, editor. Food Antioxidants. London : Elsevier Applied Science. Herlina, R, Murhananto, J Endah, T Listyarini & ST Pribadi. 2004. Khasiat dan

Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. Depok : Agromedia Pustaka. Hinneburg, I, HJD Dorman & R Hiltunen. 2006. Antioxidant Activities of Extracts

from Selected Culinary Herbs and Spices. Journal of Food Chemistry, Vol. 97, 122–129.

Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. New York : Marcell

Dekker. Jenie, BSL. 1991. Mikrobiologi Pengendalian Mutu Pangan. Bogor : Pusat

Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Page 85: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Junita, et al. 2001. Formulasi Minuman Fungsional Tradisional dari Rempah-Rempah Menggunakan Konsep Optimasi Sinergisme Antioksidan. Di dalam : L Nuraida & RD Hariyadi, editor. Prosiding Seminar Nasional ‘Pangan Tradisional Sebagai Basis Industri Pangan Fungsional dan Suplemen’. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kajimoto, O, et al. 2005. Tea Catechins with a Galloyl Moiety Reduce Body

Weight and Fat. Journal of Health Science, Vol. 51, 161-171. Kaur, C & HC Kapoor. 2002. Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of

Some Asian Vegetables. Journal of Food Science and Technology, Vol. 37, 153-161.

Kikuzaki, H & N Nakatani. 1993. Antioxidant Effects of Some Ginger

Constituents. Journal Food Science, Vol. 58, 1407. Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan. Kurniasari, R. 1997. Penentuan jenis dan konsentrasi hidrokoloid dan bahan

pemanis untuk pembuatan selai nenas rendah kalori. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, D, et al. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam

berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. [Laporan Penelitian]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Naidu, AS. 2000. Natural Food Antimicrobial System. London : CRC Press. Nurharini, D. 1997. Pembuatan teh (Camellia sinensis L.) effervescent sebagai

alternatif diversifikasi produk teh. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pambudi, J. 2000. Potensi Teh sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya dalam

Kesehatan. Di dalam : Prosiding Seminar ‘Teh untuk Kesehatan’. Bandung : Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.

Purseglove, JW, EG Brown, CL Green & SRJ Robbins. 1979. Spices Vol. II.

New York : Tropical Agriculture Series. Rajalakshmi, D & S Narasimhan. 1996. Sources and Methods of Evaluation. Di

dalam : DL Madhavi, SS Deshpande & DK Salunkhe, editor. Food Antioxidants. New York : Marcel Dekker.

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung :

Penerbit Sinar Baru. Robertson, A. 1992. The Chemistry and Biochemistry of Black Tea Production-

The Non Volatiles. Di dalam : KC Willson & MN Clifford, editor. Tea Cultivation to Consumption. London : Chapman & Hall.

Rohdiana, D. 2006. Ritual Demi Katekin. trubus-online.com (15 Januari 2008).

Page 86: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Shahidi, F & M Naczk. 1995. Food Phenolics. USA : Technomic Publishing Company, Inc.

Sibuea, P. 2003. Minuman Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan.

www.sinarharapan.co.id (15 Februari 2007). SNI [Standar Nasional Indonesia] 01-3746-1995. Selai Buah. Jakarta : Badan

Standardisasi Nasional. Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Subagio, A. 2007. Pemanis dan Kesehatan Anak. Majalah Food Review

Indonesia Referensi Industri dan Teknologi Pangan edisi Februari 2007, Vol. 2, 35.

Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung : Tarsito. Sulaeman, A. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food Additives) Jenis dan

Petunjuk Penggunaannya. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sulaeman, A & ES Mudjajanto. 1991. Uji-Uji dan Percobaan dalam Kimia

Makanan. [Diktat Praktikum]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sulaeman, A, F Anwar, Rimbawan & SA Marliyati. 1995. Metode Analisis Zat

Gizi dan Komponen Kimia Lainnya dalam Makanan. [Diktat]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sulistijani, DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus

Agriwidya. Sumayong, M. 1992. Pengaruh varietas ubi jalar (Ipomoea batatas),

penambahan natrium benzoat, dan lama penyimpanan terhadap sifat fisiko kimia selai ubi jalar yang dihasilkan. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutejo, R. 1972. Teh. Jakarta : Penerbit Surungan. Syarief, H. 1989. Percobaan-Percobaan Makanan. [Petunjuk Laboratorium].

Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Takeo, T. 1992. Green and Semi-Fermented Teas. Di dalam : KC Willson &

MN Clifford, editor. Tea Cultivation to Consumption. London : Chapman & Hall.

Tuminah, S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai

Salah Satu Sumber Antioksidan. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, No. 144, 52-54.

Wardana, HD, et al. 2002. Budi Daya secara Organik Tanaman Obat Rimpang.

Jakarta : Penebar Swadaya.

Page 87: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Wijaya, APH. 2002. Pembuatan sirup teh hijau (green tea) rendah kalori. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winarno, FG. 1990. Bahan Tambahan Makanan. Bogor : Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama. Winarno, FG, D Fardiaz & S Fardiaz. 1973. Air untuk Industri Pangan. Bogor :

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno, FG, D Fardiaz & S Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Yanishlieva, NV, Sofia & IM Heinonen. 2001. Antioxidants from Herbs, Spices,

and Teas. Di dalam : J Pokorny, N Yanishlieva & M Gordon, editor. Antioxidants in Food. England : Woodhead Publishing Limited.

Yusuf, RR. 2002. Formulasi, karakterisasi kimia, dan uji aktivitas antioksidan

produk minuman fungsional tradisional sari jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan sari sereh dapur (Cymbopogon flexuosus). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Zakaria, FR, J Wiguna & A Hartoyo. 1999. Konsumsi Minuman Jahe (Zingiber

officinale Roscoe) Meningkatkan Aktivitas Sel Natural Killer Mahasiswa Pesantren Ulil Albab di Bogor. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Vol. X No. 2.

Page 88: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 1 Kuesioner organoleptik selai jahe-teh hijau

UJI HEDONIK Nama Panelis :

Jenis Kelamin : L / P

Tanggal Pengujian:

Nama Produk : Selai Jahe-Teh Hijau

Di hadapan Saudara terdapat beberapa produk selai jahe-teh hijau.

Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur,

dan daya oles dari produk selai ini berdasarkan skala yang diberikan berikut ini :

1 : Sangat tidak suka

2 : Tidak suka

3 : Biasa

4 : Suka

5 : Sangat suka

Keterangan : Jangan membandingkan antar sampel

Kode

Sampel

Warna Aroma Rasa Tekstur Daya Oles

169

241

547

Page 89: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

UJI MUTU HEDONIK

Beri tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan penilaian Anda. Penilaian 169 241 547

Warna

Sangat tidak cerah Tidak cerah Biasa (netral) Cerah Sangat cerah

Aroma

Sangat tidak harum Tidak harum Biasa (netral) Harum Sangat harum

Rasa

Sangat tidak pedas dan sangat tidak pahit

Tidak pedas dan tidak pahit Biasa (netral) Pedas dan pahit Sangat pedas dan sangat pahit

Teksur

Sangat kasar Kasar Biasa (netral) Halus Sangat halus

Daya Oles*

Sangat sulit dioleskan Sulit dioleskan Biasa (normal) Mudah dioleskan Sangat mudah dioleskan

Kesukaan secara

keseluruhan

Sangat tidak suka Tidak suka Biasa Suka Sangat suka

* Daya oles → saat dioleskan tidak putus-putus dan dapat diratakan Komentar / saran : ................................................................................................................................. .................................................................................................................................

TERIMA KASIH

Page 90: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 2 Kuesioner organoleptik selai jahe-teh hijau selama penyimpanan Uji Hedonik (Kesukaan)

Nama Panelis :

Jenis Kelamin : L / P

Tanggal Pengujian:

Nama Produk : Selai Jahe-Teh Hijau

Di hadapan Saudara terdapat beberapa produk selai jahe-teh hijau.

Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur, dan

daya oles dari produk selai ini berdasarkan skala yang diberikan berikut ini :

1 : Sangat tidak suka

2 : Tidak suka

3 : Biasa

4 : Suka

5 : Sangat suka

Keterangan : Jangan membandingkan antar sampel

Kode

Sampel

Warna Aroma Tekstur Daya Oles

171

516

Page 91: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

UJI MUTU HEDONIK Beri tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan penilaian Anda.

Penilaian 171 516

Warna Sangat tidak cerah

Tidak cerah

Biasa (netral)

Cerah

Sangat cerah

Aroma Sangat tidak harum

Tidak harum

Biasa (netral)

Harum

Sangat harum

Teksur Sangat kasar

Kasar

Biasa (netral)

Halus

Sangat halus

Daya Oles* Sangat sulit dioleskan

Sulit dioleskan

Biasa (normal)

Mudah dioleskan

Sangat mudah dioleskan

Kesukaan

secara

keseluruhan

Sangat tidak suka

Tidak suka

Biasa

Suka

Sangat suka

* Daya oles → saat dioleskan tidak putus-putus dan dapat diratakan Komentar / saran :

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

TERIMA KASIH

Page 92: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 3 Prosedur sidik sifat kimia, fisik, dan mikrobiologis selai

1. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1984) Cawan aluminium yang akan digunakan sebagai tempat bahan

dikeringkan pada suhu 1050C selama sekitar ½ jam, kemudian didinginkan di

dalam desikator dan ditimbang (W1). Sejumlah 5 g bahan ditempatkan di

dalam cawan aluminium dan ditimbang (W2), kemudian dikeringkan di dalam

oven pada suhu 1050C sampai berat konstan. Setelah itu bahan didinginkan

di dalam desikator dan ditimbang (W3). Kadar air dihitung dengan rumus :

%1001232×

−−

=WWWWAirKadar

Keterangan :

W1 = bobot cawan kosong (g)

W2 = bobot cawan dengan contoh (g)

W3 = bobot cawan dengan contoh setelah dikeringkan (g)

2. pH (Apriyantono et al. 1988) Mula-mula sensor pH meter dibilas dengan aquades dan keringkan

dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4

dan pH 7. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam wadah gelas dan

masukkan pH meter yang telah dikalibrasi ke dalam sampel sampai muncul

nilai yang stabil pada pH meter. Pengukuran dilakukan duplo untuk masing-

masing ulangan.

3. Total Asam (Sulaeman & Mudjajanto 1991) Pengukuran total asam dimulai dengan mengkalibrasi pHmeter dengan

larutan buffer pH 4 dan pH 7 serta standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan

asam oksalat. Sampel kurang lebih 10 g ditambah dengan aquades 100 ml,

kemudian dicelupkan pHmeter yang sudah dikalibrasi sebelumnya. Titrasi

sampel dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi sampai

mencapai pH 7. Total asam dihitung dengan rumus :

Total Asam = 1001,0 ××

sampelg

NNaOHml

4. Serat Makanan Secara Enzimatis (Asp et al. 1983, diacu dalam Sulaeman et al. 1995)

Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan ditambahkan 25 ml 0,1 M

buffer fosfat pH 6 dan 0,1 ml enzim termamyl, kemudian dipanaskan selama

15 menit pada suhu 1000C. Setelah itu didinginkan dan turunkan pHnya

Page 93: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

menjadi 1,5 dengan HCl, lalu tambahkan 100 mg pepsin dan panaskan

dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam. Naikkan pHnya

menjadi 6,8 dengan menggunakan NaOH. Tambahkan 100 mg pankreatin

dan panaskan kembali dengan penangas bergoyang pada suhu 400C selama

1 jam. Atur pHnya menjadi 4,5 dengan menggunakan HCl dan saring dengan

menggunakan kertas saring Whatman 41 yang sudah diketahui beratnya,

kemudian pisahkan residu dengan filtratnya.

Residu (Serat Tidak Larut) Kertas saring yang berisi residu dicuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20

ml aseton. Keringkan dalam oven sampai berat konstan dan timbang (D1).

Abukan pada suhu 5500C dan ditimbang kembali (I1).

Filtrat (Serat Larut)

Filtrat ditambah 400 ml etanol 95% hangat dan biarkan mengendap.

Setelah mengendap saring menggunakan buchner funnel yang diberi kertas

saring yang sudah dikeringkan dalam oven dan diketahui beratnya, kemudian

cuci dengan 20 ml etanol 95% dan 20 ml aseton. Keringkan dalam oven

sampai berat onstan dan timbang (D2). Abukan pada suhu 5500C dan

ditimbang kembali (I2).

Blanko Blanko untuk serat larut dan tidak larut diperoleh dengan cara seperti

prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2).

10011% ×−−

=W

BIDLarutTidakMakananSerat

10022% ×−−

=W

BIDLarutMakananSerat

Keterangan :

W = berat sampel (g)

D = berat setelah pengeringan (g)

I = berat setelah pengabuan (g)

B = berat blanko bebas abu (D-I)Blanko

5. Kadar Gula Total Metode Refraktofotometri (Sulaeman et al. 1995) Total gula ditentukan dengan metode refraktofotometri. Mula-mula kaca

obyek refraktometer dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi

alkohol 70% dan didiamkan hingga kering. Setelah itu, satu tetes sampel

diletakkan di atas kaca obyek dengan menggunakan pipet lalu kaca obyek

Page 94: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

tersebut ditutup. Selanjutnya tombol putar refraktometer (pengatur

pembacaan kasar dan halus) diputar sedemikian rupa sehingga pada kaca

okuler terlihat batas antara gelap dan terang, lalu nilai total gula sampel

dibaca.

6. Total Energi (AOAC 1984) Sebanyak 1,6 gram sampel ditimbang, lalu dijadikan pelet dan dipres

kemudian sampel ditimbang kembali (w gram). Masukkan kawat nikel krom

ke dalam lubang elektrode sedalam 5 cm. Kawat dikencangkan bagian

tengahnya dan ikat dengan benang katun yang berukuran sama panjang

dengan ikatan simpul mati. Sampel yang telah ditimbang (w gram)

dimasukkan ke dalam alat bomb dan ditutup rapat serta masukkan gas

dengan menggunakan medical oxygen pada tekanan 25 atm. Bomb

dimasukkan ke dalam ember yang berisi air suling sebanyak 3 kg dan bomb

tidak boleh tenggelam, kemudian semuanya dimasukkan ke dalam bomb

kalorimeter. Catat suhu awal (t1) dan bakar, kemudian catat suhu akhir (t2)

sampai suhu tersebut konstan. Lakukan standar dengan menggunakan asam

benzoat (tablet) dan lakukan blanko dengan cara kerja seperti contoh.

sampelberat

tkabgkalGE )(2524)()/( +−×−=

Keterangan :

b = suhu akhir bomb kalorimeter

a = suhu awal bomb kalorimeter

k = kawat bomb 20 cm

t = hasil titrasi dengan Na2SO3 atau Thio

7. Nilai Aw (AOAC 1984) Pengukuran nilai Aw menggunakan Aw meter merk Shibaura type Wa-

360, dengan cara kerja sebagai berikut :

Tekan tombol power untuk menghidupkan alat, tekan tombol start dan tunggu

sampai tampak tulisan ’ready to start’ di monitor. Standarisasi dengan NaCl

sampai nilai stabil. Tekan tombol start kemudian masukkan selai dan tunggu

sampai muncul nilai Aw. Pengukuran dilakukan duplo untuk masing-masing

ulangan.

8. Viskositas (Anonim 1990) Sampel dimasukkan ke dalam tabung silinder berdiameter 1 cm dan

tinggi 5 cm sebanyak ¾ dari volume tabung. Tabung kemudian dimasukkan

Page 95: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

ke dalam alat viskometer yang dilengkapi dengan spindel. Viskometer

dijalankan, kemudian dibaca kekentalan sampel yang dinyatakan dalam

satuan cp (centipoise).

9. Uji Total Mikroba Metode standar total plate count mikroba (TPC) digunakan untuk

mengetahui kandungan mikroba pada bahan pangan. Metode ini

menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Sampel diencerkan sebanyak

lima kali, lalu dari kelima tingkat pengenceran tersebut dilakukan pemupukan

pada cawan steril (duplo) kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan

medium PCA cair steril sekitar 15 ml. Setelah agar membeku, cawan

diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2-3 hari. Koloni

pada PCA dinyatakan sebagai CFU/ml (Ferizal 2005).

1 ml sampel

Gambar 8 Diagram alir pelaksanaan uji total mikroba

1 ml

100

10-1 1 ml

10-2 1 ml

10-3 1 ml

10-4 1 ml

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

0.1 ml 1 ml 1 ml 1 ml

Page 96: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 4 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank warna

jahe : ETH = 100 : 20 25 43.90jahe : ETH = 90 : 30 25 31.78jahe : ETH = 80 : 40 25 38.32Total 75

Test Statistics(a,b) warna Chi-Square 4.373df 2Asymp. Sig. .112

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode perlakuan Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik warna selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank WARNA

jahe:ETH=100:20 25 41.14jahe:ETH=90:30 25 33.88jahe:ETH=80:40 25 38.98Total 75

Test Statistics(a,b) WARNA Chi-Square 1.729df 2Asymp. Sig. .421

Lampiran 6 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank aroma

jahe : ETH = 100 : 20 25 41.96jahe : ETH = 90 : 30 25 38.08jahe : ETH = 80 : 40 25 33.96Total 75

Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 2.030df 2Asymp. Sig. .362

Page 97: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 7 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik aroma selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank AROMA

jahe:ETH=100:20 25 40.30jahe:ETH=90:30 25 37.70jahe:ETH=80:40 25 36.00Total 75

Test Statistics(a,b) AROMA Chi-Square .756df 2Asymp. Sig. .685

Lampiran 8 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank rasa

jahe : ETH = 100 : 20 25 41.92jahe : ETH = 90 : 30 25 36.88jahe : ETH = 80 : 40 25 35.20Total 75

Test Statistics(a,b) rasa Chi-Square 1.618df 2Asymp. Sig. .445

Lampiran 9 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik rasa selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank RASA

jahe:ETH=100:20 25 32.72jahe:ETH=90:30 25 38.72jahe:ETH=80:40 25 42.56Total 75

Test Statistics(a,b) RASA Chi-Square 3.291df 2Asymp. Sig. .193

Page 98: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 10 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank tekstur

jahe : ETH = 100 : 20 25 40.42jahe : ETH = 90 : 30 25 37.82jahe : ETH = 80 : 40 25 35.76Total 75

Test Statistics(a,b) tekstur Chi-Square .692df 2Asymp. Sig. .707

Lampiran 11 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik tekstur selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank TEKSTUR

jahe:ETH=100:20 25 44.82jahe:ETH=90:30 25 32.12jahe:ETH=80:40 25 37.06Total 75

Test Statistics(a,b) TEKSTURChi-Square 5.494df 2Asymp. Sig. .064

Lampiran 12 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap daya oles selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank daya oles

jahe : ETH = 100 : 20 25 42.46jahe : ETH = 90 : 30 25 36.52jahe : ETH = 80 : 40 25 35.02Total 75

Test Statistics(a,b) daya oles Chi-Square 2.496df 2Asymp. Sig. .287

Page 99: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 13 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik daya oles selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank DAYA OLES

jahe:ETH=100:20 25 41.98jahe:ETH=90:30 25 38.06jahe:ETH=80:40 25 33.96Total 75

Test Statistics(a,b) DAYA OLESChi-Square 2.382df 2Asymp. Sig. .304

Lampiran 14 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum selai jahe-teh hijau Ranks

kode perlakuan N Mean Rank penerimaan umum

jahe : ETH = 100 : 20 25 44.60jahe : ETH = 90 : 30 25 36.54jahe : ETH = 80 : 40 25 32.86Total 75

Test Statistics(a,b)

penerimaan

umumChi-Square 4.706df 2Asymp. Sig. .095

Lampiran 15 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank warna

penyimpanan 0 minggu 15 20.90penyimpanan 2 minggu 15 22.93penyimpanan 4 minggu 15 25.17Total 45

Test Statistics(a,b) warna Chi-Square .881df 2Asymp. Sig. .644

a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: kode penyimpanan

Page 100: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 16 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik warna selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank WARNA

penyimpanan 0 minggu 15 19.50penyimpanan 2 minggu 15 22.60penyimpanan 4 minggu 15 26.90Total 45

Test Statistics(a,b) WARNA Chi-Square 2.821df 2Asymp. Sig. .244

Lampiran 17 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank aroma

penyimpanan 0 minggu 15 20.60penyimpanan 2 minggu 15 24.73penyimpanan 4 minggu 15 23.67Total 45

Test Statistics(a,b) aroma Chi-Square 1.515df 2Asymp. Sig. .469

Lampiran 18 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik aroma selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank AROMA

penyimpanan 0 minggu 15 22.13penyimpanan 2 minggu 15 24.53penyimpanan 4 minggu 15 22.33Total 45

Test Statistics(a,b) AROMA Chi-Square .695df 2Asymp. Sig. .706

Page 101: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 19 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank tekstur

penyimpanan 0 minggu 15 22.17penyimpanan 2 minggu 15 21.40penyimpanan 4 minggu 15 25.43Total 45

Test Statistics(a,b) tekstur Chi-Square .892df 2Asymp. Sig. .640

Lampiran 20 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik tekstur selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank TEKSTUR

penyimpanan 0 minggu 15 22.50penyimpanan 2 minggu 15 23.37penyimpanan 4 minggu 15 23.13Total 45

Test Statistics(a,b) TEKSTUR Chi-Square .044df 2Asymp. Sig. .978

Lampiran 21 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap daya oles selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank daya oles

penyimpanan 0 minggu 15 25.03penyimpanan 2 minggu 15 20.63penyimpanan 4 minggu 15 23.33Total 45

Test Statistics(a,b) daya oles Chi-Square 1.774df 2Asymp. Sig. .412

Page 102: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 22 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap mutu hedonik daya oles selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank DAYA OLES

penyimpanan 0 minggu 15 23.13penyimpanan 2 minggu 15 25.33penyimpanan 4 minggu 15 20.53Total 45

Test Statistics(a,b) DAYA OLESChi-Square 1.386df 2Asymp. Sig. .500

Lampiran 23 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penerimaan umum selai selama penyimpanan Ranks

kode penyimpanan N Mean Rank penerimaan umum

penyimpanan 0 minggu 15 22.77penyimpanan 2 minggu 15 22.93penyimpanan 4 minggu 15 23.30Total 45

Test Statistics(a,b)

penerimaan

umumChi-Square .016df 2Asymp. Sig. .992

Lampiran 24 Hasil sidik ragam kadar air selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 1.93853333 0.96926667 1.01 0.4620 Galat 3 2.87895000 0.95965000 Total 5 4.81748333 Lampiran 25 Hasil sidik ragam pH selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.02259733 0.01129867 0.38 0.7128 Galat 3 0.08926600 0.02975533 Total 5 0.11186333

Page 103: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 26 Hasil sidik ragam total asam selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 120.9981 60.49905 2.02 0.2778 Galat 3 89.72005 29.90668333 Total 5 210.71815 Lampiran 27 Hasil sidik ragam serat makanan total selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.27223333 0.13611667 0.30 0.7627 Galat 3 1.37565 0.45855 Total 5 1.64788333 Lampiran 28 Hasil sidik ragam serat makanan tidak larut selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.05053333 0.02526667 1.84 0.3010 Galat 3 0.0412 0.01373333 Total 5 0.09173333 Lampiran 29 Hasil sidik ragam serat makanan larut selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.09163333 0.04581667 0.08 0.9210 Galat 3 1.62565 0.54188333 Total 5 1.71728333 Lampiran 30 Hasil sidik ragam total energi selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 63.81 31.905 0.36 0.7235 Galat 3 265.01 88.33666667 Total 5 328.82 Lampiran 31 Hasil sidik ragam viskositas selai jahe-teh hijau Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 15413333.33 7706666.666667 2.43 0.2354 Galat 3 9495000.00 3165000.00 Total 5 24908333.33

Page 104: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 32 Hasil sidik ragam kadar air selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.37703333 0.18851667 1.69 0.3223 Galat 3 0.33445 0.11148333 Total 5 0.71148333 Lampiran 33 Hasil sidik ragam total asam selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 76.81613333 38.40806667 4.96 0.1120 Galat 3 23.2516 7.75053333 Total 5 100.06773333 Lampiran 34 Hasil sidik ragam pH selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.05839233 0.02919617 2.41 0.2378 Galat 3 0.03637450 0.01212483 Total 5 0.09476683 Lampiran 35 Hasil sidik ragam nilai Aw selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 0.00007233 0.00003617 0.35 0.7308 Galat 3 0.00031100 0.00010367 Total 5 0.00038333 Lampiran 36 Hasil sidik ragam viskositas selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 1333333.33 666666.67 99999.99 0.0001 Galat 3 0.00 0.00 Total 5 1333333.33 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh penyimpanan terhadap viskositas selai Duncan Grouping

Mean N Perlakuan

A 15000 2 Minggu 4 A 15000 2 Minggu 2 B 14000 2 Minggu 0

Page 105: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 37 Hasil sidik ragam total mikroba selai selama penyimpanan Sumber Keragaman

db JK KT F hit Pr > F

Perlakuan 2 3229614822123408 1614807411061704 1.11 0.4361Galat 3 4371133951220012 1457044650406671 Total 5 7600748773343420

Page 106: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 38 Hasil analisis kadar gingerol

Page 107: PEMANFAATAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DAN TEH …repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1350/5/A08aka.pdf · teh hijau selama penyimpanan berkisar antara 0,903-0,912. Hasil

Lampiran 39 Hasil analisis kadar katekin