Post on 30-Dec-2014
BAB I
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian usia subur disebabkan hal
berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 2005, WHO
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di
Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan / persalinan selama
hidupnya; di banyak negara Afrika 1 : 14; sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 6.366.
Lebih dari 50 % kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi
yang ada serta biaya relatif rendah. (1)
Angka kematian ibu di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di
negara maju seperti Amerika. Angka kematian ibu di negara berkembang di ketahui sampai
450/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Amerika hanya 30 /100.000 kelahiran hidup. (2)
Tingginya angka kematian ibu diduga sebagian akibat kurangnya mutu pelaksanaan
pelayanan antenatal selama dilakukan pemeriksaan kepada ibu hamil. Target internasional
pada tahun 2005, angka kematian ibu (AKI) dibawah 125/100.000 kelahiran hidup dan
75/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, dan angka kematian bayi (AKB) ditargetkan
menjadi 15/1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2005). (3)
Di Indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah besar. Pada
tahun 2006, angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan tertinggi di Negara ASEAN
yaitu 307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) sebesar 35/1.000
kelahiran hidup. (3)
Tingginya AKI di Indonesia yang menduduki urutan tertinggi di ASEAN,
menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian
ibu di Indonesia, seperti halnya negara lain adalah perdarahan, infeksi dan preklampsia/
eklampsia. Dalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup
pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5 % kematian ibu di
sebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan
infeksi yang kronis.
1
Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan anak seperti
halnya yang terdapat di negara berkembang lainnya, ada 3 faktor penyebab yaitu: keadaan
sarana pelayanan kesehatan ibu dan anak belum memadai, penggunaan sarana pelayanan
kesehatan ibu dan anak yang masih kurang dan karakteristik ibu hamil yang buruk terutama
berupa multiparitas, umur tua, anemia dan jarak antara dua kehamilan yang terlalu pendek. (4)
Penyebab Obstetrik langsung dari kematian ibu sudah diketahui dan dapat ditangani,
meskipun pencegahannya terbukti sulit. Berbagai strategi dalam dekade terakhir mengarah
kepada pelajaran yang dapat dipetik sebagai berikut:
1. Kehamilan yang tidak diinginkan
2. Aborsi yang tidak aman
3. Pelayanan antenatal
4. Manajemen komplikasi obstetri yang memadai
5. Keterampilan kebidanan
6. Dukun bayi terlatih
7. Pelayanan Obstetri esensial
Kebijakan Departemen kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada
dasarnya mengacu kepada intervensi strategi “Empat Pilar Safe motherhood yang terdiri atas
Keluarga Berencana (KB), pelayanan antenatal, persalinan yang aman, serta pelayanan
obstetri esensial.
2
BAB II
PROGRAM KB (KELUARGA BERENCANA)
II.1 DEFINISI
Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan
nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya
penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan
produksi nasional (Depkes,1999).
II.2 TUJUAN MELAKSANAKAN PROGAM KB
Tujuan pelaksanaan program KB diantaranya adalah:
A. Penjarangan kehamilan ,meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi serta
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.
B. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
II.3 MACAM-MACAM KONTRASEPSI
A. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Cara kerja MAL dengan
penundaan/penekanan ovulasi.
3
MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila menyusui secara penuh (full breast
feeding) , lebih efektif bila pemberian lebih 8x sehari, belum haid, umur bayi kurang dari 6
bulan, Efektif sampai 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan metode kontrasepsi lainnya.
B. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Seorang ibu harus mengerti kapan masa suburnya berlangsung, efektif bila dipakai
dengan tertib, tidak ada efek samping, pasangan secara sukarela menghindari senggama pada
masa subur ibu, atau senggama pada masa subur utuk mencapai kehamilan. Macam KBA
salah satunya adalah: Metode lendir serviks atau lebih dikenal sebagai Metode Ovulasi
Billings /MOB atau metode 2 hari mukosa servik dan metode simti termal adalah yang paling
efektif. Cara yang kurang efektif misalnya sistem kalender atau pantang berkala karena
kegagalannya sudah cukup tinggi lebih dari 20 %. Metode tersebut tidak diajarkan lagi oleh
pengajar KBA.
C. Senggama Terputus.
Metode kontrasepsi tradisional yang dilakukan dengan cara mengeluarkan penis dari
vagina sebelum ejakulasi. Sperma tidak masuk dalam vagina sehingga pembuahan dapat
dicegah.
D. Metode Barier
Kondom
Selubung tipis dari karet, vinil atau produk alamiah yang diberi spermisida untuk
perlindungan tambahan. Selubung itu dipasangkan pada penis pada saat penis ereksi.
Kondom berbeda-beda kualitasnya tergantung bentuk, warna, lubrikasi/ pelumasan,
ketebalan, tekstur dan penambahan spermisidanya (biasanya nonoxynol-9).
Diafragma
Alat kontrasepsi dari lateks (karet) berbentuk kubah yang dimasukkan ke dalam
vagina sebelum melakukan hubungan seksual dan berfungsi untuk menutupi servik.
Spermisida
4
Merupakan bahan kimia (biasanya nonixynol-9) yang dapat menonaktifkan atau
membunuh sperma. Jenis-Jenis: Aerosol (busa), Tablet Vaginal, suppositoria atau
lapisan tipis yang bisa larut (dissolvable film) ,Krim.
E. Kontrasepsi Kombinasi Oral (Hormon Estrogen dan progesteron)
Jenis KKO :
a) Monofasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone
aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tabet tampa hormone
aktif.
b) Bifasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif
estrogen/progestin dalam dosis yang berbeda, dengan 7 tabet tampa hormone
aktif.
c) Trifasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif
estrogen/progestin dalam 3 dosis yang berbeda, dengan 7 tabet tampa hormone
aktif.
Suntikan Kombinasi
a) 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg estradiol valerat.
b) 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat.
c) Efektivitas: 0.1–0.4 kehamilan per 100 wanita.
F. Kontrasepsi Progestin
1. Suntikan Progestin
a) Depo-ProveraÒ (DMPA): 150 mg depot-medroxyprogesterone acetate yang
diberikan setiap 3 bulan
b) NoristeratÒ (NET-EN): 200 mg norethindrone enanthate yang diberikan setiap
2 bulan
2. Mini pil
a) Kemasan 35-pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg norethindrone
b) Kemasan 28-pil: 75 µg norgestrel
5
3. Implan
a) NORPLANT
- Terdiri dari 6 kapsul
- Mengandung 36 mg levonorgestrel
- Lama kerja: 5 tahun
b) INDOPLAN/JEDE
- Terdiri dari 2 batang kapsul
- Mengandung 75 mg levonorgestrel
- Lama kerja 3 tahun
c) IMPLANON
- Terdiri dari 1 batang kapsul
- Mengandung 68 mg 3-keto-desogestrel
- Lama kerja 3 tahun
G. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Macam-Macam Akdr:
H. Kontrasepsi Mantap
a. Vasektomi
6
Vasektomi di Amerika Serikat Merupakan metoda kontraseptif yang paling populer
digunakan oleh 13% dari pasangan kawin dari usia subur. Penggunaan bertambah
tiga kali lebih cepat dibanding penggunaan pil kontraseptif oral
b. Tubektomi
Dengan menutup tuba fallopii (mengikat dan memotong, memasang cincin,
menjepit atau melakukan electro-cautery), sperma akan dicegah agar tidak dapat
mencapai ova dan menyebabkan terjadinya pembuahan
c. Rekanalisasi
Operasi rekanalisasi dengan teknik bedah mikro sudah banyak dikembangkan.
Teknik ini tidak saja menyambung kembali tuba fallopi dengan baik, tetapi juga
menjamin keembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh teknik bedah mikro
yang secara akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal,
mengurangi perlekatan pasca operasi, mempertahankan fisiologi tuba, menjamin
vibrae tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik.
7
BAB III
ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
III. 1 DEFINISI
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000
kelahiran hidup. AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat,
status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. (5)
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai
¾ resiko jumlah kematian ibu. (5)
III.2 AKI INDONESIA
Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke
waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium
masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
8
Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke
tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per
100.000 Kelahiran Hidup. Sedangkan Target yang ingin dicapai sesuai tujuan MDG & nsbp
ke-5 , pada tahun 2015 AKI turun menjadi 102 kematian/100.000 kelahiran hidup.
III. 3 PENYEBAB KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk
menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul
yakni:
1. Pendarahan
2. Preeklampsi-Eklampsi,
9
3. Aborsi,
4. Infeksi.
Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting yang merupakan
faktor penyebab kematian ibu. Diduga angka kematian ibu yang tinggi ini juga erat
hubungannya dengan :
- Status wanita Indonesia yang masing rendah. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
diskriminasi terutama dalam soal makanan dan pendidikan terhadap wanita, yang pada
akhirnya akan menyebabkan keadaan gizi yang kurang memadai dan pendidikan yang
tertinggal terutama pada wanita pedesaan.
- Pekerjaan wanita terutama di pedesaan yang terlalu berat dan tidak didukung oleh gizi
yang cukup.
- Proses reproduksi yang berlangsung terlalu giat, terlalu dini, terlalu banyak dan terlalu
rapat, dan umumnya semua ini berhubungan dengan kemiskinan, ketidaktahuan dan
kebodohan.
- Pelayanan obstetri masih sangat terbatas cakupannya sehingga belum mampu
menaggulangi ibu hamil resiko tinggi dan kasus gawat darurat pada lini terdepan.
Disamping itu transportasi yang sulit, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik
dan pantangan tertentu pada wanita hamil juga ikut berperan.
Dari uraian di atas terlihat faktor yang multi komplek yang masih ikut berperan dan
arus ditanggulangi untuk menurunkan angka kematian ibu bersalin. Umunya sebagian besar
faktor-faktor di ataslah yang akan menyebabkan terjadinya gangguan dan penyulit pada
kehamilan, persalinan dan nifas..
10
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan,
berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni ,
pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati
persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28 %), anemia dan kekurangan energi kronis
(KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang
merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10
% sampai hampir 60%. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami
pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat
(anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
III.3 PATOFISIOLOGI (PERDARAHAN, PRE EKLMAPSI DAN INFEKSI)
Perdarahan post partum
Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di
tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu sendiri tidak banyak,
sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan
darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml darah tanpa akibat buruk. Istilah
perdarahan post partum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml.
Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu. Hal-hal yang
menyebabkan perdarahan post partum ialah: atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya
sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya kotiledon atau
plasenta suksenturiata, retensio
Perdarahan postpartum dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak darah sehingga
dapat menyebabkan schok hemoragik yang dapat berujung pada kematian ibu.
Pre-eklamsia
Perubahan pokok yang didapatkan pada pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklamsia dan
eklamsi tidak diketahui penyebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang
11
intravascular ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit,
peningkatan protein serum, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah
mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu,
aliran darah ke jaringan di berbagai organ tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia.
Eklamsia
Pada umunya kejangan didahului makin memburuknya pre-eklamsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di
epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan
timbul kejangan yang bisa berakhir pada keadaan koma bahkan kematian; terutama pada
persalinan bahaya ini besar.
Infeksi Nifas
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan; yaitu infeksi yang terbatas pada
perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium dan penyebaran dari tempat-tempat
tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.
Septikemia dan piemia merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus
haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua
karena infeksi nifas.
Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk ke dalam
peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan
dengan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu
tromboflebitis pada vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan atau vena ovarii
(tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu, embolus kecil yang mengandung
kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah
umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal,
otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-tempat
tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia. Pada septicemia dari permulaan penderita sudah
sakit dan lemah. Sampai 3 hari post partum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
dengan menggigil. Selanjutnya suhu berkisar antara 39-40OC, keadaan umum penderita cepat
memburuk, nadi menjadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih). Penderita dapat
meninggal 6-7 hari post partum.
12
III.4 PENCEGAHAN
Pencegahan Perdarahan
Perdarahan post partum merupakan salah satu komplikasi obstetri dengan beberapa
intervensi pencegahan yang efektif. Manajemen aktif persalinan kala III, didefinisikan
sebagai pemberian intramuskular 10 IU oksitosin, traksi tali pusat terkendali dan pijat fundus
setelah plasenta dilahirkan, secara substansial mengurangi risiko perdarahan post partum.
Sebuah meta-analisis dari empat fasilitas berbasis uji klinis menunjukkan penurunan 62%
dalam risiko perdarahan post partum terkait dengan manajemen aktif persalinan kala III
(Prendiville et al, 2000). World Health Organization (WHO), International Federation of
Gynecologists and Obstetricians (FIGO) dan International Confederation of Midwives (ICM)
merekomendasikan pendamping persalinan terampil memberikan manajemen aktif persalinan
kala III untuk semua kelahiran vagina (ICM dan FIGO, 2003; ICM dan FIGO, 2006).
Tindakan pencegahan lain dapat meningkatkan kesempatan wanita untuk bertahan
hidup atau mencegah kondisi yang berhubungan dengan penyebab perdarahan post partum.
Langkah-langkah ini meliputi:
Selama perawatan antenatal: Mendeteksi dan mengobati anemia, mengembangkan
rencana kesiapan lahir untuk memastikan melahirkan dengan petugas yang terampil,
mendistribusikan misoprostol untuk ibu hamil selama trimester ketiga kehamilan dalam
kasus mereka melahirkan tanpa persalinan oleh tenaga trampil
Selama persalinan: Gunakan partograf untuk memantau dan memandu pengelolaan
tenaga kerja dan cepat mendeteksi kemajuan yang tidak memuaskan, mendorong wanita
untuk menjaga kandung kemihnya kosong, batasi induksi atau penggunaan augmentasi
untuk alasan medis dan kebidanan, tidak mendorong-dorong sebelum leher rahim
melebar sepenuhnya, tidak menggunakan tekanan fundus untuk membantu kelahiran
bayi, melakukan episiotomi selektif untuk alasan medis dan kebidanan saja, membantu
wanita dalam melahirkan kepala bayi dan bahu secara terkendali untuk membantu
mencegah terjadinya robekan.
Selama kala III: Menyediakan manajemen aktif persalinan kala III (satu-satunya cara
yang paling efektif untuk mencegah perdarahan post partum), jangan memijat rahim
sebelum plasenta lahir, jangan gunakan tekanan fundus untuk membantu melahirkan
plasenta, tidak melakukan traksi tali pusat terkendali tanpa pemberian obat uterotonika,
13
tidak melakukan traksi tali pusat terkendali tanpa memberikan countertraction untuk
mendukung rahim.
Setelah melahirkan plasenta: rutin memeriksa vulva, vagina, perineum, dan anus untuk
mengidentifikasi luka kelamin, secara rutin memeriksa plasenta dan membran untuk
kelengkapan, mengevaluasi apakah rahim berkontraksi baik dan pijat rahim secara
berkala setelah melahirkan plasenta untuk menjaga uterus berkontraksi dengan baik
(setidaknya setiap 15 menit selama dua jam pertama setelah kelahiran), mengajarkan
wanita untuk memijat uterus sendiri, memantau wanita untuk perdarahan vagina dan
kekerasan rahim setiap 15 menit untuk setidaknya dua jam pertama, mendorong wanita
untuk menjaga kandung kemihnya kosong selama periode pasca-melahirkan.
Pencegahan Pre-eklamsia
Pemeriksaan antenatal yang teratu dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-
eklamsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya pre-eklamsia dengan adanya factor-faktor predisposisi. Walaupun
timbulnya pre-eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya tidak dapat
dikurangi dengan pemberian penanganan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik
pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat
tidak selalu berate berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi,
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini pre-eklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika
dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik.
Pencegahan Eklamsia
Pada umunya timbulnya eklamsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-
usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia terdiri atas:
1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita
hamil memeriksakan dini sejak hamil muda
14
2) Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklamsia dan mengobatinya apabila
ditemukan
3) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda pre-eklamsia tidak juga dapat dihilangkan.
Pencegahan Infeksi Nifas
Selama Kehamilan
- Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan
memperbaikinya. Keadaan gizi merupakan factor penting; karenanya, diet yang baik
harus diperhatikan.
- Koitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena daoat mengakibatkan pecahnya
ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama Persalinan
- Usaha-usaha pencegahan terdiri dari atas membatasi sebanyak mungkin masuknya
kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya
perdarahan banyak. Demikian pula, semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernapasan tidak
diperbolehkan masuk ke kamar bersalin; alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu,
indikasi serta kondisi untuk bedah kebidanan harus dipatuhi. Selanjutnya, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfuse darah harus diberikan
menurut keperluan.
Selama nifas
- Sesudah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari-hari
pertama post partum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari
luar. Oleh sebab itu, semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital
harus suci hama.
- Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat
mungkin.
15
- Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-
wanita dalam nifas
III. 5 KEBIJAKAN DAN PROGRAM UNTUK MENURUNKAN ANGKA
KEMATIAN IBU
Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama
dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas. Kegiatan-
kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan
reproduksi, meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia
gizi besi pada wanita usia subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas. (6)
Kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program safe motherhood, dengan
tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. MPS
terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan
sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga donor,
dan peminjam, swasta, masyarakat, dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada
penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan
penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin
bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan. (6)
Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama,
meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama
lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan
keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong
keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan
bayi baru lahir. Ada tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai, dan
setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. (5)
Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat berpendapatan rendah
baik di perkotaan dan pedesaan serta masyarakat di daerah terpencil. Program Kesehatan
16
Gratis yang telah dimulai sejak 2007 telah menyediakan pelayanan kesehatan dasar dan bidan
di desa secara gratis bagi penduduk miskin perlu dipertahankan dengan berbagai cara. (6)
Terlepas dari kebijakan dan program dengan fokus pada sektor kesehatan, diperlukan
juga penanganan dalam konteks yang lebih luas di mana kematian ibu terjadi. Kematian ibu
sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih
dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara pendidikan, penggunaan kontrasepsi, dan
persalinan yang aman. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus ditangani dengan benar,
mengingat besarnya masalah. Selain itu, isu gender dan hak-hak reproduksi baik untuk laki-
laki maupun perempuan perlu terus ditekankan dan dipromosikan pada semua level. (6)
III.6 SAFE MOTHERHOOD (USAHA KESELAMATAN IBU)
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan
menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. (7)
Tujuan utama dari Safe Motherhood adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu hamil, bersalin, nifas di samping menurunkan angka kesakitan dan kematian
bayi baru lahir terutama di negara berkembang. (8)
Pilar Safe Motherhood, meliputi 4 program penting di antaranya: (8)
1. Keluarga Berencana
Konsep Keluarga Berencana pertama kali diperkenalkan di Matlab, Bangladesh pada
tahun 1976. Tujuan dari program KB ini antara lain adalah merencanakan waktu yang
tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak. Yang
kegiatannya terdiri dari Pelayanan dan Konseling.
2. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan
dan sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan.
Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:
Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual.
Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema, dan
pre-eklampsia.
17
Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara
memperoleh pelayanan rujukan
3. Persalinan yang Aman
Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan bahwa setiap penolong persalinan
mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang
bersih dan aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi, pemberian
pelayanan obstetri esensial tingkat dasar guna menghindari kegawatdaruratan &
komplikasi yang berkaitan dengan kematian ibu
4. Pelayanan Obstetri Esensial
Kegiatan Safe Motherhood memiliki 6 kegiatan pelaksanaan utama yaitu: (8)
1. Deteksi dini dalam skrining Antenatal, mengenal faktor resiko; ibu resiko tinggi
2. Prediksi terjadinya kompilasi persalinan
3. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
4. Prevensi melakukan pencegahan pro-aktif, antisipasif terhadap ibu dan bayi.
5. Antisipasi
6. Intervensi
18
Dukungan pelaksanaan Safe Motherhood: (8)
1. Dukungan suami
Sebagai salah satu orang terdekat dengan ibu, dukungan suami memegang peranan penting di
antaranya seperti merencanakan keluarga, menjaga serta menyelamatkan kesehatan ibu dan
anak, mendukung penggunaan kontrasepsi, mempersiapkan perawatan terlatih selama
persalinan, dan juga menjadi ayah yang bertanggung jawab.
2. Kebijakan politis, yaitu komitmen dan dukungan dari pimpinan wilayah dengan sector
terkait (Tingkat kabupaten / kota, kecamatan, dan pedesaan) yang berkesinambungan
dan berkelanjutan dalam pembinaan dan peningkatan untuk pelayanan kesehatan ibu
yang terjangkau dalam wadah Gerakan Sayang Ibu.
3. Persepsi sama, disemua tingkat pelayanan (Polindes, Puskesmas dan Rumah sakit)
dalam peningkatan pelayanan kesehatan ibu berbasis masalah keluarga dalam
kegiatan deteksi dan kendali.
4. Prilaku paradigma sehat melalui pendekatan pencegahan, pro-aktif antisipatif oleh
upaya kuratif rehabilitatif.
Ada dua alasan yang menyebabkan Safe Motherhood perlu mendapat perhatian.
Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta dampak yang
diakibatkannya. Data menunjukkan bahwa seperempat dari wanita usia reproduktif di negara
berkembang mengalami kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan
nifas. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat,
maupun angkatan kerja di suatu negara. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak utama
untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu
bencana bagi keluarganya. Kedua, Safe Motherhood pada hakikatnya merupakan intervensi
yang efisien dan efektif dalam menurunkan angka kematian ibu. (8)
19
BAB IV
PERAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PENURUNAN
ANGKA KEMATIAN IBU
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.
2. Yatim F. Penyakit Kandungan. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2008.
3. Departemen Kesehatan RI. Evaluasi Mutu Pelayanan Antenatal. Jakarta: Bakti
Husada; 2007.
4. Hacker NF. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates; 2007.
5. Angka Kematian Ibu. 2008. [cited 2012 July 23]. Available:
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/index.php?.
6. Angka Kematian Ibu. 2009. [cited 2012 July 24]. Available:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK.
7. Safe Motherhood. 2009. [cited 2012 July 24]. Available:
http://www.safemotherhood.org/.
8. Safe Motherhood. 2008. [cited 2012 July 24]. Available:
http://www.unfpa.org/public/mothers/.
9. Pelayanan Obstetri Esensial. 2010. [cited 2012 July 24]. Available:
http://whoindonesia.healthrepository.org/bitstream/.
10. Pelayanan Obstetri Esensial. 2009. [cited 2012 July 25]. Available:
http://gash5.wordpress.com/tag/depkes/.
11. Pelayanan Obstetri Esensial. 2011. [cited 2012 July 24]. Available:
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Reporductive_Health_Profile_abbreviationsino.p
df.
21