Post on 01-Feb-2018
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Diare adalah kehilangan cairan elektrolit yang berlebihan terjadi
karena frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali, dengan bentuk tinja cair
atau enecr (WHO, 1980). Menurut bagian ilmu kesehatan anak Fakultas
Kedokteran Indonesia (1988), diare diartikan sebagai suatu kondisi buang air
besar yang tidak normal atau tinja yang encer dengan frekuensi lebih sering
dari biasanya.
Diare adalah buang air besar yang melebihi normal karena passage
bolus makanan terlalu cepat sebagai akibat hiperperistaltik, sehingga resorpsi
air dalam usus besar terganggu, menyebabkan frekuensi buang air besar
melebihi normal, tinja yang dikeluarkan biasanya berbentuk cair dengan atau
tanpa disertai lendir dan darah. (Hadi Sujono, 1999).
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkay, dalam beberapa jam lamanya 7 – 14 hari. (Mansyur A, 1990 : 500).
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk
encer atau cair.
Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa diare
adalah suatu keadaan di mana kehilangan cairan berlabihan yang terjadi
7
karena frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari,dengan
konsistensi cair atau encer.
B. Anatomi Gastrointestinal
1. Anatomi
Menurut Syaifuddin, ( 1997 ), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
8
1). Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir,
dan pipi.
a). Bibir
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi
bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli oris menekan
ujung mulut.
b). Pipi, dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot
yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c). Gigi
2). Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis
disebelah belakang bersambung dengan faring.
a). Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris
dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole
(palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan
selaput lendir.
b). Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah,
Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung lidah.
9
Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis. Punggung
lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecapatau ujung
saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput lendir yang
terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak
digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
c). Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus
bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2
yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang
terdapat dibawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah
bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat disebelah depan
dibawah lidah.
Dibawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah
lidah disebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa
kelenjar ludah (saliva). Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah
kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan
dari telinga diantara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,
duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis
menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).
Kelenjar submaksilaris terletak dibawah rongga mulut bagian
belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga mulut
bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh saraf-
saraf tak sadar
10
d). Otot Lidah. Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m
mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah
membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat
pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal
dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks
lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dengan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas belakang,
keatas bagian depan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang
disebut ismus fauisium.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan
kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke
depan, menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk
esofagus ke dalam lambung adalah kardia.
d. Gaster ( Lambung )
Merupaka bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah
11
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fudus uteri.
Lambung terdiri dari 6 bagian yaitu :
1). Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2). Korpus vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah kurvatura minor
3). Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebel membentuk sfingter pilorus.
4). Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
oseteum kardiak samapi ke pilorus
5). Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi
kiri oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju kekanan sampai
ke pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis tebantang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limpa.
6). Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
e. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri
dari :
1). lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( m.sirkuler)
2). otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ).
Intesinum minor terdiri dari :
12
a). Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat
selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada papila veteri ini
bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus
pankreatikus ).
b). Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter.
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-
cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang
antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara
yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang
bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan
mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan
usus.
13
f. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari
dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang,
dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1). Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2). Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke
atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke kiri,
lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
transversum.
3). Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.
Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih
dapat di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang
pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak
horizontal di belakang seikum.
4). Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
14
5). Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur dari
atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.
6). Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya
berhubung dengan rectum
g. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubunkan rectum dengan
dunia luar ( udara luar ). Terletak diantara pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3
sfingter :
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) Sfingter Ani Eksternus
2. Fisiologi Gastrointestinal
Pada system pencernaan, makanan terdiri dari 3 fase : pergerakan makanan,
sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.
15
Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah :
a. Pergerakan makanan
Jenis fungsional pergerakan saluaran pencernaan, yaitu :
1). Gerak mencampur, disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil
dinding usus.
2). Gerakan mendorong – peristaltik (proporsive)
Peristaltik ditimbulkan oleh karena rangsangan sehingga terjadi
peregangan. Peristaltik terjadi pada tractus gastrointerstinal, saluran
empedu, ureter dan saluran kelenjar lain di seluruh tubuh dan sebagian
besar tabling otot polos lain dalam tubuh.
b. Proses pergerakan makanan :
Mulut, faring, esofagus. Jumlah makanan yang dicerna sesorang
ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis makanan yang
disukai (selera). Mekanisme pencernaan, yaitu : pengunyahan (mastikasi)
yaitu gerak menggigit, memotong dan menggiling makanan diantara gigi
atas dan bawah. Otot utama mengunyah : muscular maseter, musculus
temporalis dan musculus pterigoid.
Sebagian besar otot polios mengunyah dipersyarafi oleh cabang
motoris syaraf otot ke V dan proses mengunyah diatur oleh nukleus pada
batanbg otak.
Adapun reflek pengunyahan sebagai berikut : adanya bolus makanan
dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot pengunyah, yang
16
memungkinkan otot rahang bawah turun yang ,mengakibatkan kontraksi
memantul.
Proses pengunyahan sangatlah penting karena enzim-enzim
pencernaan terutama bekerja pada permukaan partikel makanan sehingga
mempengaruhi kecepatan pencernaan. Selain itu juga mencegah dari
eksporasi saluran pencernaan dan mempermudah pengosongan makanan
dalam lambung.
c. Menelan (deglutisi)
Proses menelan pada sistem pencernaan dapat di bagi dalam 2 stadium
yaitu :
1). Stadium Valunter
Makanan yang siap ditelan, secara sadar makanan ditelan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah keatas dan ke
belakang terhadap palatum. Jadi lidah memaksa bolus makanan masuk
kedalam faring.
2). Satdium Faringeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, maka merangsang
daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke batang otak untuk
melakukan serangkaian kontraksi otot faring.
Mekanismenya :
a). Palatum Molle didorong keatas menutup nares posterior untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
17
b). Arkus Palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk
saling mendekati sehingga membentuk celah untuk lewat makanan.
Pita suara alring sangat berdekatan dengan epiglotis mengayun ke
belakang atas pintu superior larings untuk mencegah makanan masuk
kedalam trakea.
c). Seluruh laring ditarik ke atas dan depan dan sfingter esofagus atas
berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan mudah
dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus atas.
Saat laring diangkat dan sfingter esofagus relaksasi, musculus
konstriktor faring superior berkontraksi maka terjadilah gelombang
peristaltik.
Pada stadium ini, pengaturan syaraf atas stadium laringeal yaitu
terletak pada daerah cincin sekit, lubang taring denagn kepekaan
terbesar pada ”tonsilitar pillar”. Impuls dihantarkan dari daerah-daerah
tersebut melalui bagian sensoris nervus trigeminus dan nervus
glosofaringeus menuju kedaerah-daerah medulla oblongata dan bagian
bawah pons yang merupakan bagian pusat menelan. Impuls dari pusat
menelan dikirim ketaring dan bagian atas esofagus melalui saraf otak
ke V, IX, X, dab XII yang kemudian menyebabkna menelan.
3). Stadium Esofageal
Dalam keadaan normal, esofagus menunjukkan dua jenis gearkan
peristaltik yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik
primer merupakan lanjutan gelombang peristaltik yang dimulai pada
18
dan menyebar ke esofagus selama stadium faringeal proses menelan.
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dlam waktu 5-
10 detik. Sedangkan peristaltik sekunder adalah gelombang peristaltik
yang berasal dari esofagus akibat adanya regangan esofagus oleh
makanan yang tertinggal.
Peristaltik esofagus dikontrol oleh reflek fagus yang dihantarkan
melalui saraf aferen vagus dari esofagus kedalam medula oblongata
dan kembali lagi ke esofagus. Setelah makanan masuk ke lambung
maka sfingter esofagus bawah akan menutup untuk mencegah refluk.
Sfingter ini bekerja dipengaruhi oleh nervus mienterikus.
d. Fisiologi Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung
kedalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida (HCL),
prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah pada terbentuknya tukak lambung.
19
Fungsi motorik lambung ada 3 :
1). Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat
ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan.
2). Mancampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia
membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus.
3). Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus
halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi
oleh usus halus.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna mencegah memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
mambunuh bakteri. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh : syaraf yang
disebabkan oleh makanan. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh mukosa
antrum yang menimbulkan efek meningkatnya pengosongan lambung.
Adapun faktor penghambat pengosongan lambung :
Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum pada aktifitas pylorus. Bila kimus
memasuki duodenum isyarat refleks sarat dihantarkan kembali ke lambung
untuk menghambat peristaltik dan meningkatkan tonus pylorus. Faktor-faktor
yang secara terus menerus menimbulkan reflek enterogastrik :
1). Derajat peregangan duodenum
2). Derajat kesamaan kimus
3). Osmolaritas kimus
4). Adanya iritasi mukosa duodenum
20
5). Adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan lemak).
Peranan dari hormon atau isyarat umpan balik horemonal dari duodenum
adalah
a)). Kolesistokinin, diproduksi dari mukosa jejenum dala respon terhadap
lemak dalam kimus. Berfungsi untuk menghambat pengosongan lambung
yang meningkat akibat kerja hormon gastrin
b)). Sektrin, diproduksi dari mukosa duodenum yang berespon terhadap
asam lambung, yang berfungsi menurunkan motalitas pencernaan.
c)). Hoftnon peptida penghambat lambung yang dikeluarkan dari bagian
atas usus halus karbohidrat berfungsi menghambat motilitas lambung.
e. Fisiologi Usus Halus
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1). Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan kimus
2). Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Aktifitas
peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam
duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan
oleh peregangan lambung terutama dihancurkan melalui pleksus mientertus
dari lambung turun sepanjang dinding usus halus.
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter
iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum. Refleksi dari
21
sekum ke sfingter iliosekal ini diperantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)
dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa
usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang
dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan peristaltic sangat kuat yang berjalan
jauh pada usus halus dalam beberapa menit.
f. Usus Besar
Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus danmenyimpan
feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam :
1). Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos
dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang
menonjol keluar menjadi seperti kantong.
2). Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar
yang mendorong feses ke arah anus.
Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek gastroiliaka.reflek
duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam
usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat – zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat – zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
22
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar .Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air, dan terjadilah diare. Beberapa
sifat khas otot pada usus adalah sebagai berikut : osinsitium fungsional
yang berati bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot
polos umumnya dihantarkan dari serabut ke serabut.
Kontraksi otot intestinal, otot polos saluran pencernaan menunjukkan
kontraksi tonik dab kontraksi ritnik. Kontraksi tonik bersifat kontinue.
Sfingter pylorus, ileosekalis dan analis semuanya membantu pergerakan
makanan dalam usus. Kontraksi ritnik bertanggung jawab akan fungsi fasik
saluran pencernaan, seperti pencampuran makanan atau dorongan peristaltik
makanan.
Pleksus meinterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinal seedangkan
pleksus sub mukosa penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan
banyak fungsi sensoris,yang menerima isyarat terutama dari epitel usus dan
banyak dari reseptor regangan dalam dinding usus.
g. Rektum dan Anus
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1). Kontraksi kolon desenden
2). Kontraksi reflek rectum
3). Kontraksi reflek signoid
4). Relaksasi sfingter ani
23
Reflek defekasi dimulai bila serabut syaraf sensorik dalam rectum di
rangsang regangan isyarat dihantarkan kebagian sakral medula spinalis lalu
secara reflek kembali kekolon desenden ,rectum, sigmoid dan anus melalui
serabut saraf para simpatis dalam nervi erigentes. Isyaraf para simpatis ini
melalui gelombang peristaltik yang kuat. Isyarat averen yang masuk medula
spenalis juga memulai reflek lain seperti bernafas dalam penutupan glottis
dan kontraksi otot-otot abdomen untuk mendorong masa feses dalam kolon
ke bawah sementara pada saat sama menyebabkan rantai pelvis terdorong
kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan feses ke bawah.
C. Etiologi Diare
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylo
bacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi Virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus dan lain-lain.
Infestasi parasit : Cacing, Jamur (Candida
Albicans).
24
b. Infeksi parentera 1 yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akit (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktrosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas
D. Manifestasi Klinik
1. Mula-mula anak / bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat
25
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovolemik
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
8. Bila terjadi asidosis klien akan tampat pucat dan pernafasan cepat dan
dalam (Kusmaul)
E. Patofiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalan rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin)
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus. Ketiga gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebalinya bila peristaltic usus menurun akan
26
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja,
adanya kaosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga
benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria / anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intra seluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diera, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpangan / penyediaan glikogen dalam hati
27
dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gegala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh :
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi ronjatan (shock) hiperolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat , dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
F. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Rengatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram)
28
4. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus
5. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik
6. Malnutrisi energi, protein, karena selain BAB dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja, meliputi :
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali serta analisa gas darah
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Phosfat
H. Derajat Dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
1. Kehilangan berat badan
a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
b. Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%
c. Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
29
2. Skor Mavrice King
Bagian tubuh yang
diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 1
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma,
atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi / mata Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemas > 40
Keterangan :
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
3. Skor Mavrice King
Gejala Klinis Gejala Klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Baik (CM)
+
Gelisah
++
Apatis-koma
+++
Sirkulasi
Nadi
N (120)
Cepat
Cepat sekali
Respirasi
Pernafasan
Biasa
Agak cepat
Kusz maul
30
Kulit
Ubun-ubun
Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering
Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuri
Kering / asidosis
I. Kebutuhan Cairan Anak
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat padat
seperti protein dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus
seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan
parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat
digambarkan sebagai berikut :
Umur Berat Badan Total / 24 jam Kebutuhan cairan /
Kg BB / 24 jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6 bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
31
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
Sumber : Waley and Wong (1997).
Menurut Ngastiyah (1997); Haroen N.S, Suraatmadja dan P.O Asnil
(1998); Suharyono, Aswitha, Halimun (1998); dan Bagian Ilmu Kesehatan
anak FKUI (1998), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut
derajat dehidrasi pada anak dibawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 100 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water Loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water Losses (ml/kg BB)
CWL : Concomintat Water Losses (ml/kg BB)
J. Penatalaksanaan Medis
1. Rehidrasi Oral atau Intravena
a. Cairan per oral
Cairan yang diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl, dan
Na, HCO, Kal dan Glukosa
32
b. Cairan Parentral
1). Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /
oral.
2). Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /
hari
3). Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit
per oral.
c. Pemasangan NGT bila :
1). Kehilangan cairan berat
2). Gagal terapi dehidrasi oral
3). Gagal mencoba berulang kali saat akses infra uena
2. Medikamentosa
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti spasmolitik
c. Obat anti biotic
33
L. Pengkajian Fokus
Menurut Cyndi Smith Greenbery, 1992 adalah
1. Identitas klien
2. Riwayat keperawatan
Keluhan utama : feses cair, muntah, BB menurun, tonus dan turgor
kulit berkurang, selaput kadir mulut dan bibir
kering, frekuensi BAB lebih dari 4x dengan
konsisten encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi
4. Riwayat Psikososial keluarga
5. Kebutuhan dasar
a. Pola Eliminasi
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
b. Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan
BAB
c. Pola Istirahat dan Tidur
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman
d. Pola Aktifitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat disentri abdomen
34
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Ht meningkat, leukosit menurun
b. Feses
Bakteri atau parasit
c. Elektrolit
Natrium dan Kalium menurun
d. Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat
e. Analisa Gas Darah
Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)
7. Data Fokus
a. Subjektif
1). Kelemahan
2).Diare lunak s/d cair
3). Anoreksia mual dan muntah
4). Tidak toleran terhadap diit
5). Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen
tengah bawah)
7). Haus, kencing menurun
8). Nadi mkeningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat
dan dalam (kompensasi ascidosis).
35
b. Objektif
1). Lemah, gelisah
2). Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus
3). Penurunan turgor, pucat, mata cekung
4). Nyeri tekan abdomen
5). Urine kurang dari normal
6). Hipertermi
7). Hipoksia / Cyanosis
8). Mukosa kering
9). Peristaltik usus lebih dari normal
M. Diagnosa Keperawatan
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
intake dan output
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi, mual / muntah, anoreksia
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen
sekunder akibat gastroentritis
4. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan yang disebabkan oleh
peningkatan frekuensi BAB
36
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal
lingkungan, prosedur yang dilaksanakan
N. Focus Intervensi
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat diare.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil : turgor baik
CRT < 2 detik
Mukosa lembab
Tidak pucat
Intervensi
a. Kaji benda-benda dehidrasi
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan mencagah syok
hipovolemik
b. Monitor intake cairan dan output
Rasional : untuk mengetahui balance cairan
c. Anjurkan klien untuk minum setelah BAB minum banyak
Rasional : untuk mengembalikan cairan yang hilang
d. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit
Rasional : untuk mempertahankan cairan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi, mual / muntah, anoreksia
37
Tujuan : nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : BB sesuai usia
Nafsu makan meningkat
Tidak mual / muntah
Intervensi
a. Timbang BB tiap hari
Rasional : untuk mengetahui terjadinya penurunan BB dan
mengetahui tingkat perubahan
b. Berdiit makanan yang tidak merangsang (lunak / bubur)
Rasional : untuk membantu perbaikan absorbsi usus
c. Anjurkan klien untuk makan dalam keadaan hangat
Rasional : keadaan hangat dapat meningkatkan nafsu makan
d. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
Rasional : untuk memenuhi asupan makanan
e. Berikan diit tinggi kalori, protein dan mineral serta rendah zat sisa
Rasional : untuk memenuh gizi yang cukup
f. Colaboration pemberian obat anti emetik
Rasinal : untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa mual dan
muntah
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen
sekunder akibat gastroentritis
Tujuan : Nyeri hilang lebih berkurang, rasa nyaman terpenuhi
Kretiria Hasil : skala nyeri 0
38
Klien mengatakan nyeri berkurang
Nadi 60 – 90 x / menit
Klien nyaman, tenang, rileks
Intervensi
a. Kaji karakteritas dan letak nyeri
Rasional : untuk menentukan tindakan dalam mengatur nyeri
b. Ubah posisi klien bila terjadi nyeri, arahkan ke posisi yang paling
nyaman
Rasinal : posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri
c. Beri kompres hangat diperut
Rasional : untuk mengurangi perasaan keras di perut
d. Kolaborasi untuk mendapatkan obat analgetik
Rasional : untuk memblok syaraf yang menimbulkan nyeri
4. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi
Tujuan : mempertahankan norma termia
Kriteria Hasil : suhu dalam batas normal 36,2 – 37,60C
Intervensi
a. Monitor suhu dan tanda vital
Rasional : untuk mengetahui vs klien
b. Monitor intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui balance
39
c. Beri kompres
Rasional : supaya terjadi pertukaran suhu, sehingga suhu dapat turun
d. Anjurkan untuk minum banyak
Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang
e. Colaborasi pemberian obat penurun panas sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan panas
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder
terhadap kelembapan
Tujuan : gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil : tidak terjadi lecet dan kemerahan di sekitar anal
Intervensi
a. Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut bilas
dengan air bersih, keringkan dengan seksama dan taburi talk
Rasional : untuk mencegah perluasan iritasi
b. Beristik laken diatas perluk klien
Rasional : untuk mencegah gerekan tiba-tiba pada bokong
c. Gunakan pakaian yang longgar
Rasional : untuk memudahkan bebas gerak
d. Monitor data laboratorium
Rasional : untuk mengetahui luasan / PH faccer, elektrolit,
hematoksit, dll.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal
lingkungan, prosedur yang dilaksanakan
40
Tujuan : kecemasan menurun
Kriteria hasil : klien tampak tenang
Intervensi
a. Dorong klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik
tentang mekanisme koping yang tepat.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan
b. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada
orang lain yang mengalami masalah yang sama dengan klien.
Rasional : membantu menurunkan stres
c. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : mengurangi rangsang yang dapat memicu kecamasan.
d. Kolaborasi pemberian obat sedatif bila diperlukan.
Rasional : dapat digunakan sebagai anti ansitas dan meningkatkan
relaksasi.
e. Kaji perubahan tingkat kecemasan (misalnya dengan indeks HARS)
Rasinal : mengevaluasi perkembangan kecemasan untuk menetapkan
intervensi selanjutnya.