Post on 07-Mar-2019
1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI
KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR
(Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala
Timur Kab.Tulang Bawang)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh:
YUPITA SARI PANGGABEAN
NPM. 1321030027
Program Study : Muamalah (Hukum Ekonomi Syari’ah)
Pembimbing I : Drs. H. Irwantoni M.Hum.
Pembimbing II : Dr. Siti Mahmudah,. S.Ag,. M.Ag.
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
LAMPUNG
1438 H/ 2017 M
2
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI
KARET DENGAN TAMBAHAN KADAR AIR
(Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala
Timur Kab.Tulang Bawang)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh:
YUPITA SARI PANGGABEAN
NPM. 1321030027
Program Study : Muamalah (Hukum Ekonomi Syari’ah)
Pembimbing I : Drs. H. Irwantoni M.Hum.
Pembimbing II : Dr. Siti Mahmudah,. S.Ag,. M.Ag.
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
LAMPUNG
1438 H/ 2017 M
3
ABSTRAK
Jual beli merupakan suatu bagian dari muamalah yang biasa
dialami oleh manusia sebagai sarana berkomunikasi dalam hal
ekonomi.. Jual beli merupakan sebuah transaksi yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, yakni penjual dan pembeli dalam hal pemindahaan
hak pemilikan suatu benda yang didahuli dengan akad dan penyerahan
sejumlah uang yang telah ditentukan. Dari pelaksanaan jual beli itu
maka apa yang dibutuhkan manusia dapat diperoleh, bahkan dengan
jual beli ini pula manusia dapat memperoleh keuntungan yang
akhirnya dapat meninggkatkan taraf hidup perekonomian mereka.
Banyak orang beramai-ramai melakukan penyimpangan atau
kecurangan demi memperoleh keuntungan yang lebih banyak lagi.
Seperti yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur Kab.
Tulang bawang, penyimpangan atau kecurangan yang dilakukan oleh
penjual (petani karet) dalam memanipulasi berat timbangan karet diisi
dengan kadar air yang banyak sehingga timbangan pun bertambah
sedangkan pembeli (tengkulak karet) merasakan ruginya. Fenomena
tentang adanya kecurangan atau penyimpangan banyak terjadi pada
masyarakat Muslim. Kurangnya pemahaman masyarakat Muslim
tentang aturan jual beli dalam Islam merupakan salah satu penyebab
terjadinya penimpangan-penyimpangan tersebut.
Rumusan masalah skripsi ini adalah bagaimana praktik jual beli
karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya dan
bagaimana tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet dengan
tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya.
Adapun tujuan yaitu untuk mengetahui praktik jual beli karet
yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya dan mengetahui tinjauan hukum
Islam tentang jual beli karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri
Makmur Jaya.
4
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field
research), yang bersifat deskriftif kualitatif. Sumber data yang
dikumpulkan adalah data primer yang diambil dari sejumlah responden
yang terdiri dari pihak petani selaku penjual karet dan tengkulak selaku
pembeli karet. Sedangkan data sekunder dapat dilakukan melalui
kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data-data dan informasi
dengan bantuan buku-buku yang terdapat pada perpustakaan.
Pengumpulan data menggunakan metode observasi, interview dan
pustaka.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikemukakan bahwa praktik yang
terjadi di Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur Kab.Tulang
Bawang bahwa pembeli hanya melihat bagian luar saja yang nampak.
Sedangkan bagian dalamnya pembeli tidak mengetahui secara pasti
apakah karet yang dibagian dalam kualiatasnya sama seperti karet yang
diperlihatkan di bagian luar. Disini pembeli merasa dirugikan karena
pada praktiknya kualitas karet pada bagian luar dengan karet yang berada
pada bagian dalam terdapat perbedaan. Sedangkan pandangan hukum
Islam, jual beli karet dengan praktik tambahan kadar air ini tidak sah
karena tidak sesuai dengan ketentuan Islam, karena mengandung unsur
gharar adanya ketidakjelasan kualitas dan julmah berat karet yang
diperjualbelikan, mendorong adanya spekulasi dan masuk dalam unsur
penipuan.
5
6
7
MOTTO
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
(Q.S. An-Nisa : 29)1
1 Departemen AgamaRI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro),
h. 47.
8
PERSEMBAHAN
Skripsi sederhana ini penulis persembahkan sebagai
tanda cinta, kasih sayang, dan hormat yang tak tehingga kepada:
1. Kedua orang tuaku Ayahanda Muhammad Yunan Panggabean (Alm) dan
Ibunda Suwartini tercinta yang telah melindungi, mengasuh, menyayangi
dan mendidik saya sejak dari kandungan hingga dewasa, serta senantiasa
mendo‟akan dan sangat mengharapkan kerberhasilan saya. Dan berkat
do‟a restunya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah ini. Semoga
semua ini merupakan hadiah terindah untuk kedua orang tua saya.
2. Kakak-kakakku tersayang Jeri Setiawan Panggabean dan Desma Sari,
kakak tersayang Neliana Dewi Kartika Panggabean, yang telah tulus dan
ikhlas membiayai, dan adik Achmad Juniardo Panggabean serta Keluarga
besar saya, yang selalu mendo‟akan dan memberikan semangat motivasi
bagi keberhasilan saya selama studi.
3. Seluruh dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan
tulus ikhlas.
4. Almamater Tercinta, Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung.
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis mempunyai nama lengkap Yupita Sari
Panggabean, anak ketiga dari empat bersaudara putri pasangan
Bapak Muhammad Yunan Panggabean (Alm) dan Ibu Suwartini.
Lahir di Tulang Bawang pada tanggal 13 Februari 1996.
Penulis mempunyai riwayat pendidikan pada :
1. Taman Kanan-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal, Kec. Banjar Agung, kab.
Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 2001;
2. Sekolah Dasar Negeri 1 Dwi Warga Tunggal Jaya, Kec. Banjar Agung,
Kab. Tulang Bawang, diselesaikan pada tahun 2007;
3. SMP Negeri 6 Banjar Agung, Kec. Banjar Agung, Kab. Tulang Bawang,
diselesaikan pada tahun 2010;
4. MAN 1 Metro, Kec. Batang Hari, Kab. Lampung Timur, Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), diselesaikan pada tahun 2013;
5. Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Islam
Negri Raden Intan Lampung pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum pada
Program Studi Muamalah (Hukum ekonomi syari‟ah).
10
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan,
dan petunjuk sehingga skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum
Islam tentang Jual Beli Karet Dengan Tambahan Kadar Air
(Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur
Kab.Tulang Bawang) dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, para
sahabat, dan para pengikutnya yang setia kepadanya hingga akhir
zaman.
Skripsi ini ditulis dan diselesaikan sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program Strata Satu
(S1) Jurusan Mu‟amalah Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan
Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) dalam
bidang Ilmu Syari‟ah.
Atas semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini,
tak lupa penulis haturkan terima kasih sebesar-besarnya. Secara
rinci ungkapan terima kasih itu disampaikan kepada :
1. Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Raden
Intan Lampung yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan-kesulitan
mahasiswa;
2. Dr. H. Khairuddin, M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Syari‟ah dan
Hukum UIN Raden Intan Lampung.
3. Drs. Haryanto H, M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Syari‟ah dan
Hukum UIN Raden Intan Lampung.
4. Drs. H. Chaidir Nasution, M.H,. selaku Wakil Dekan III Fakultas
Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.
5. H. A. Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H., dan Khoiruddin M.S.I selaku Ketua
Jurusan Mu‟amalah dan Sekertaris Jurusan Mu‟amalah Fakultas Syari‟ah
UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan pengarahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Drs. H. Irwantoni M.Hum. selaku Pembimbing I dan Dr. Siti Mahmudah,
S.Ag., M.Ag., selaku Pembimbing II yang yang telah banyak
meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing serta memberi
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
7. Bapak / Ibu Dosen dan Staf Karyawan Fakultas Syari‟ah;
8. Ayah (alm) dan Ibu yang selalu mendukung setiap langkahku serta doa
yang tak pernah henti dihanturkan disetiap sujudmu.
9. Kakak tersayang dan tercinta Neliana Dewi Kartika Panggabean yang tak
pernah putus memberi masukan, dukungan, semangat dan kasih sayang.
10. Kakak Jeri Setiawan Panggabean, Desma Sari dan adik Achmad Juniardo
Panggabean.
11. Keluarga besarku, saudara-saudara, paman, bibi, kakek dan nenek yang
medukungku.
11
12. Sahabat-sahabat tersayangku Rohmah Fauziah, Anggita, Resti
Ramayanti, dan Cucu Anggun.
13. Orang-orang yang selalu mendukungku Antoni Miftah, Mugiyarti,
Sinorita Winahyu, Yayuk Cholifah, Aminatuz, Firdamila, Riza Aprilia,
Juwita, Eka Permata, Laela Eka S, Ayu Sintia, Arlicia Dzulva, mba Eva
Artemis & mas pujo, Bang Basri, Rini Sanjaya, Diana Oktafiani, Nofilia
Citra, Diana Ngadira W, Indah Pangestuti.
14. Teman-teman Muamalah angkatan 2013, yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, terimakasih atas kebersamaan perjuangan selama
ini.
15. Teman-teman Al-Kahfi angkatan 2010 MAN 1 Lamtim, teman KKN,
begitu juga teman SD 1 DWT JAYA,SMP 2 Banjar Agung dan semua
adik-adik dan kakak-kakak tingkatku.
16. Dan semua pihak yang membantu dan terlibat dalam perjalanan
kehidupanku.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka dan
ucapan terimakasih. Namun demikian, penulis berharap semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Aamiin.
Bandar Lampung, 29 Oktober 2017
Penulis,
Yupita Sari Panggabean
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................... i
ABSTRAK.................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
PENGESAHAN ........................................................................... iv
MOTTO........................................................................................ v
PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xiii
BAB I
................................................................................................ PEN
DAHULUAN ......................................................................... 1
A. Penegasan Judul .......................................................................... 1
B. Alasan Memilih Judul ................................................................. 2
C. Latar Belakang Masalah ............................................................. 3
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 7
F. Metode Penelitian ....................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 15
A. Hukum Islam tentang Jual Beli ................................................... 15
1. Pengertian Jual Beli ............................................................. 15
2. Dasar Hukum Jual Beli ........................................................ 19
3. Rukun dan Syarat Jual Beli .................................................. 24
4. Khiyar dalam Jual Beli ........................................................ 30
5. Macam-macam Jual Beli ..................................................... 32
6. Jual Beli yang Dilarang........................................................ 36
13
B. Karet ............................................................................................ 49
1. Pengertian Karet .................................................................. 49
2. Jenis-jenis Karet ................................................................... 50
3. Budi Daya Karet .................................................................. 57
4. Penyadapan Karet ................................................................ 60
5. Prakoagulasi ......................................................................... 62
6. Aneka Barang Karet............................................................. 66
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN .............................................. 67
A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Tri Makmur Jaya Kec.
Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ...................................... 67
1. Sejarah berdirinya Desa Tri Makmur Jaya .......................... 67
2. Kondisi geografis dan demografis Desa Tri Makmur Jaya . 68
3. Kondisi sosial ekonomi ........................................................ 70
4. Kondisi sosial budaya .......................................................... 71
5. Kondisi sosial keagamaan .................................................... 73
6. Struktur organisasi ............................................................... 74
B. Sistem Jual Beli Karet ................................................................. 75
C. Praktik Penambahan Kadar Air dalam Karet .............................. 78
BAB IV ANALISIS DATA .......................................................................... 80
A. Praktik Jual Beli dengan Penambahan Kadar Air di Desa Tri
Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang ......... 80
B. Jual Beli Karet dengan Penambahan Kadar Air dalam Perspektif
Hukum Islam ............................................................................... 85
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 90
A. Kesimpulan ................................................................................. 90
B. Saran ........................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Permohonan Seminar Proposal
2. Surat Rekomendasi Penelitian / Survei Kesbangpol Lampung
3. Surat izin Penelitian / Survei Kesbangpol Menggala
4. Surat Keterangan Izin Riset Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Kecamatan
Menggala Timur Kampung Tri Makmur Jaya
5. Daftar Pertanyaan Wawancara Pembeli
6. Daftar Pertanyaan Wawancara Penjual
7. Surat Keterangan Wawancara
8. Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi
15
DAFTAR TABEL
1. Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur
Kab. Tulang Bawang Menurut Kelompok Umur ................................. 69
2. Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur
Kab. Tulang Bawang Menurut Kelompok Pendidikan ........................ 69
3. Perincian Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kec. Menggala Timur
Kab. Tulang Bawang Menurut Tingkat Ekonomi ................................ 70
4. Perincian Bangunan Peribadatan Umat Islam Desa Tri Makmur Jaya
Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ....................................... 73
5. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tri Makmur Jaya
Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ....................................... 74
6. Daftar Nama Responden Jual Beli Desa Tri Makmur Jaya
Kec. Menggala Timur Kab. Tulang Bawang ....................................... 79
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Sebagai kerangka awal guna mendapatkan gambaran yang jelas dan
memudahkan dalam memahami proposal ini, maka perlu adanya uraian
terhadap penegasan arti dan makna dari beberapa istilah yang terkait dengan
tujuan proposal ini. Dengan penegasan tersebut diharapkan tidak akan terjadi
kesalah pahaman terhadap pemaknaan judul dari beberapa istilah yang
digunakan, disamping itu langkah ini merupakan proses penekanan terhadap
pokok permasalahan yang akan dibahas.
Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli
Karet dengan Tambahan Kadar Air (Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya
Kab.Tulang Bawang Kec.Menggala Timur)”. Untuk itu perlu diuraikan
pengertian dari istilah-istilah judul tersebut yaitu sebagai berikut :
Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.2
Jual Beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau barang
dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan
2Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Cet ke-1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
5.
17
syara‟ (hukum islam).3 Sedangkan dalam syari‟at islam jual beli adalah
pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antar
keduanya. Atau dengan pengertian lain memindahkan hak milik dengan hak
milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.4
Karet adalah tumbuhan besar yang kulit batangnya menghasilkan
getah sebagai bahan pembuat ban, bola, dan sebagainya.5
Kadar air adalah persentase air yang ada pada pulp, kertas, atau
karbon yang ditetapkan dengan cara mengeringkan.6 Kadar air disini ialah
persentase air yang ada dalam karet.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
maksud judul skripsi ini adalah aturan hukum Islam mengenai jual beli karet
yang dalam pelaksanaannya ditemukan adanya proses,cara atau perbuatan
menambahkan kadar air.
B. Alasan Memilih Judul
Adapun yang menjadi alasan penulis memilih dan menetapkan judul
ini adalah sebagai berikut :
1. Alasan Objektif, mengingat perkembangan jual beli yang beraneka ragam
maka persoalan muamalah pun berkembang pada zaman sekarang ini,
3 A. Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis), (Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung:Bandar Lampung, 2015), h.
140. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, Cet ke-10 (Bandung: Al-Ma‟arif, 1996), h. 120
5 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemprer, Modern English
Pers, (Jakarta, 1991), h. 665 6 Ibid., h. 640.
18
lebih spesifik kepada praktik jual beli karet dengan penambahan kadar air
di Study Kasus di Desa Tri Makmur Jaya Kab.Tulang Bawang
Kec.Menggala Timur
2. Alasan subjektif
a. Tema tentang “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Karet
dengan Tambahan Kadar Air” menurut penulis sangatlah menarik
untuk dikaji dan diteliti.
b. Judul ini dipilih oleh penulis karena sangat relevan dengan disiplin
ilmu yang diketahui penulis di fakultas syari‟ah jurusan Mu‟amalah.
C. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki berbagai keperluan
hidup, telah disediakan Allah SWT beragam benda yang dapat memenuhi
kebutuhannya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut
tidak mungkin dapat diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Oleh karena itu, ia harus bekerja sama dengan orang lain.7 Hal ini disebabkan
karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa peran
dan bantuan orang lain. Karna itu Allah memberikan naluri kepada manusia
untuk melakukan interaksi sosial dengan manusia lain (muamalah), seperti:
pinjam-meminjam, jual beli, sewa-menyewa, utang piutang dan sebagainya.
Setiap orang Islam berkewajiban untuk bertingkah laku dalam
hidupnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-Qur‟an dan Sunnah yang
7Suhrawardi, Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta Timur: Sinar
Grafika Offset,2012), h. 4.
19
telah menentukan batasan-batasan dan aturan-aturan hukum seperti syarat dan
rukun yang dipenuhi ketika akan melakukan transaksi jual beli.
Menurut hukum Islam, yang dimaksud dengan jual beli adalah
menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.8
Dan jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an surat Al-Baqarah
ayat 275, yakni:
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba9
Oleh karena itu, setiap orang harus memperhatikan mana yang
dilarang (haram),mana yang dibolehkan (halal) dan mana yang mana haq
(kebenaran), juga batil (kesesatan).
Karena jual beli itu sendiri memberikan kemanfaatan di antara kedua
belah pihak, jual beli juga tidak diperbolehkan melakukan praktek-praktek
kecurangan, seperti pengurangan atau penambahan didalam timbangan,
penipuan dan praktek-praktek lainnya yang dapat merugikan salah satu pihak.
firman Allah SWT dalam surah An-Nisa‟ ayat 29:
8 Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi‟iyah,( Jakarta: Karya Indah, 1986), h. 5.
9 Departemen AgamaRI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro), h. 47.
20
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu”.10
Namun prilaku kecurangan dalam jual beli sering sekali terjadi antara
penjual dengan pembeli dan sebaliknya karena sebagian hanyut dalam
komoditi angka dan laba. Hampir-hampir mereka tidak pernah ingat akan
keberadaan Allah SWT, kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, atau meningingat
akhirat.Dalam islam tujuan dari seseorang berdagang bukanlah semata-mata
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya akan tetapi, untuk mendapatkan
keberkahan. Keberkahan usaha adalah kemantapan dari usaha itu dengan
memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai Allah SWT.11
Desa Tri Makmur Jaya merupakan salah satu desa yang sangat subur
diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Menggala Timur Kabupaten
Tulang Bawang. Dimana sebagian masyarakatnya bekerja dalam bidang
perkebunan karet, alasannya bahwa kondisi tanah di desa tersebut sangat
cocok untuk tanaman sejenis karet, selain alasan tersebut tanaman karet juga
merupakan model tanaman yang mudah dirawat.
Hasil dari perkebunan tersebut menjadi sebuah aktifitas tersendiri
(selain bertani) bagi petani untuk melakukan perdagangan (jual beli) baik di
rumah maupun di pabrik. Jual beli yang dilakukan di rumah biasanya petani
menjual hasil panen ke pembeli karet (tengkulak) terdekat yang ada di desa,
10
Ibid, h. 83. 11
Burhannudin, Etika Individu Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta:PT.Rineka
Cipta,2000),h.202.
21
sedangkan jual beli yang dilakukan di pabrik yaitu pembeli karet (tengkulak)
menjual hasilnya ke pabrik karet yang terletak jauh dari pedesaan.
Adapun yang menjadi ketetapan praktik yang dilakukan tengkulak
bahwa setiap penimbangan bahwasannya memotong berat karet mencapai 2
kg dan berat karet rata-ratanya kurang lebih mencapai 30kg setiap sekali
timbangan guna memotong kadar air yang melekat pada karet tersebut.12
Dan
dalam pelaksanaan transaksi jual beli sebagian dari pembeli karet (tengkulak)
mengeluh dengan hasil panen yang dibeli dari petani yang selalu menyusut
kadar air dari karet tersebut sebelum disetor ke pabrik, ini disebabkan petani
melakukan penyelewengan yakni dengan memanipulasi berat dengan cara
menemambahkan air ke dalam karet, hal tersebut merupakn upaya petani
untuk melakukan kecurangan dan merugikan pihak tengkulak.
Dengan demikian kecurangan yang dilakukan para petani merupakan
sebuah kejanggalan yang dirasakan oleh pembeli karet (tengkulak) Desa Tri
Makmur Jaya. Adanya kecurangan tersebut terkadang membuat pembeli
enggan untuk membeli haseil panen petani, namun karena kecurangan ini
sudah umum dan telah menjadi kebiasaan yang terjadi di tersebut, bahkan
dilapangan tidak nampak adanya transaksi yang jelas terutama pada lafadz
yang diucapkan oleh pemjual maupun pembeli. Sehingga sangat menarik bagi
penyusun melakukan penelitian terhadap permasalahan yang timbul dari
praktik jual beli karet dengan penambahan kadar air yang telah berlangsung
12
Bapak Suwito, tengkulak karet di Desa Tri Makmur Jaya, Wawancara, pada tanggal 24
Juni 2017.
22
sejak lama di Desa Tri Mkamur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten
Tulang Bawang yang kemudian akan ditinjau dari pandangan hukum Islam.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah proposal ini adalah :
1. Bagaimana praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri
Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet dengan tambahan
kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air
di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang
Bawang.
b. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang jual beli karet
dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala
Timur Kab.Tulang Bawang.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun keinginan penelitian adalah sebagai berikut:
23
a. Secara teoritis, bagi masyarakat penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pemahaman mengenai sistem praktik dalam jual beli
menurut perspektif hukum Islam dan diharapkan dapat memperkaya
khazanah pemikiran Keislaman pada umumnya civitas akademik
Fakultas Syari‟ah dan Hukum Jurusan Muamalah pada khususnya.
Selain itu diharapkan menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya
sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan
memperoleh hasil yang maksimal.
b. Secara Praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu yarat
memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar S.H pada Fakultas
Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.
F. Metode Penelitian
Dalam hal ini, penulis memperoleh data dari penelitian lapangan
langsung tentang jual beli makanan dengan penambahan kadar air yang akan
dianalisa menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan induktif,
alasannya unyuk menarik sebuah kesimpulan dari hasil penelitian dengan
metode yang dipelajari dari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan
kaidah-kaidah yang berlaku dilapangan dan lebih umum mengenai fenomena
yang diselidiki.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu penelitian lapangan
(field research). Field research , yaitu penelitian yang dilakukan di
24
lapangan dalam fakta yang sebenarnya. Penulis melakukan penelitian
langsung terhadap warga masyarakat yang melakukan jual beli karet
dengan tambahan kadar air di Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala
Timur Kab.Tulang Bawang.
Selain lapangan penelitian ini juga menggunakan penelitian
kepustakaan (library resach) sebagai pendukung dalam melakukan
penelitian, dengan menggunakan berbagai literature yang ada di
perpustakaan yang relevan dengan masalah yang diangkat untuk diteliti.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berwujud uraian
dengan kata atau kalimat baik tertulis maupun lisan dari orang-orang
yang berprilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini
menggambarkan permasalahan yang ada secara obyektif, guna
mendeskripsikan pelaksanaan jual beli karet terhadap tambahan kadar air
di Desa Tri Makmur Jaya Kac.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang
sebagaimana adanya, kemudian menganalisa berdasarkan data yang ada
dari hasil penelitian dan literature-literatur yang ada kaitannya dengan
permasalahan tersebut, supaya mendapatkan sebuah kesimpulan.
3. Data Penelitian
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
25
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden atau objek yan diteliti. Yang menjadi sumber dari data
primer adalah pedagang karet (petani) dan pembeli karet (tengkulak)
di Desa Tri Makmur Jaya Kab.Tulang Bawang Kec.Menggala
Timur.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain,
tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Berupa
data yang diambil dari beberapa buku, dokumen, dan wawancara
dengan petani dan tengkulak yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
4. Populasi dan Sampel
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap, objek atau nilai yang
akan diteliti dalam populasi dapat berupa orang, perusahaan, lembaga,
media dan sebagainya.13
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan dari tengkulak (berjumlah 3 orang) dan petani (berjumlah
lebih dari 100 orang). Jadi populasi dari penelitian ini berjumlah lebih
dari 103 orang yang terdiri dari petani karet (penjual) dan tengkulak karet
(pembeli).
13
Susiadi, Metodologi Penelitian, (Bandar lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan
LP2M Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2015), h. 95.
26
Sample adalah bagian dari populasi yang diambil dengan cara-
cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap
dan dapat dianggap mewakili populasi.14
Jumlah populasi yang tersedia
lebih dari 103 orang.
Berdasarkan buku Dr. Suharsimi Arikunto yang menyebutkan
apabila subjuknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, jika
objeknya lebih besar dapat di ambil antara 10%-15% atau 20%-25%.
Oleh karena itu berdasarkan penentuan jumlah sampel yang dijelaskan,
penulis mengambil sampel sebanyak 10% dari populasi yang tersedia
yaitu kurang lebih sebanyak sepuluh orang yang terdiri dari petani karet
yang berjumlah 7 orang dan tengkulak karet yang berjumlah 3 orang.
Jadi, maksud dari metode purposive sampling yaitu dalam
penetapan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa orang-orang
yang mengetahui permasalahan yang dikaji, sehingga sampel dapat
benar-benar mewakili dari keseluruhan sampel yang ada. Adapun yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah :
a. Pembeli karet (tengkulak)berjumlah 3 orang
b. Penjual karet (petani) 7 orang sebagai responden dalam
penulisan proposal ini.
14Ibid., h. 95.
27
5. Metode Pengumpulan Data
Medapatkan data dan informasi yang falid dan lengkap, maka
digunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi (pengamatan) adalah pengamatan dan pencatatan
dengan sistematika atas fenomena-fenomena yang diteliti, dalam hal
ini peneliti memperoleh data yang diperlukan dengan cara datang
dan melihat di lapangan terhadap praktik jual beli karet terhadap
tambahan kadar air itu berlangsung, yaitu pada salah satu rumah si
tengkulak yang digunakan untuk transaksi pelaksanaan jual beli
karet.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang
variable yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, dan lain
sebagainya. Data yang terkait dengan data dilapangan yaitu nota
transaksi jual beli dan catatan-catatan transaksi oleh tengkulak.
c. Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap
muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
28
keterangan-keterangan.15
Yang diwawancarai yaitu para tengkulak
(pembeli karet) dan petani (penjual karet). Dengan tujuan
memperoleh informasi faktual, untuk menarik dan menimba
kepribadian individu atau untuk tujuan-tujuan konseling atau
penyuluh. Dalam wawancara ini mengadakan wawancara dengan
beberapa masyarakat Desa Tri Makmur Jaya untuk memperoleh
informasi yang berhubungan dengan skripsi.
6. Metode Pengolahan Data
a. Pemeriksaan data (editing)
Pemeriksaan data atau editing adalah memeriksa daftar
pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.16
Tujuannya yaitu untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi, sehingga
kekurangannya dapat dilengkapi dan di perbaiki.
b. Sistematika Data
Bertujuan menempatkan data menurut kerangka sistematika
bahasan berdasarkan urutan masalah, dengan cara melakukan
pengelompokan data yang telah diedit dan kemudian diberi tanda
menurut kategori-kategori dan urutan masalah.
15
Cholid Narbuko, Abu Achmad, Metodologi Penelitian, Cet.ke-4, (Jakarta: Bumi
Aksara,2015), h.83. 16
Ibid, h.153.
29
7. Metode Analisis Data
Setelah semua data terkumpul melalui instrumen pengumpulan
data, selanjutnya data tersebut akan dianalisa. Metode analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kajian penelitian,
yaitu jual beli karet dengan penambahan kadar air yang kemudian
ditinjau dari pandangan hukum islam. Setelah analisis data selesai maka
hasilnya akan disajikan secara deskriptif analisis kualitatif secara
bertahap dan berlapis, yaitu suatu penjelasan dan penginterprestasian
secara logis, sistemetis. Yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan
yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini dengan menggunkan cara berpikir induktif.
30
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hukum Islam Tentang Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa (etimologi) berarti “al-bai‟ البيح) )” yang
berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu lain.
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba‟i, al-tijarah, dan
al-mubadalah, hal ini sebagaimana firman Allah Swt. : 17
…
Artinya : …mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan
rugi” (Q.S. Fathir (35) : 29) 18
Secara istilah (terminologi) terdapat beberapa pendapat ulama fiqh
mendefinisikan jual beli, sekalipun memiliki substansi dan tujuan yang
sama antara lain sebagai berikut :
a. Menurut ulama Hanafiah membagi definisi jual beli ke dalam dua
macam, yaitu :
17
Hendi Suhendi, Fiqh Mu‟amalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), h. 67. 18
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-quran dan Terjemahannya, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT Mizan Buaya Kreativa, 2012), h. 438.
31
1) Definisi dalam arti umum, yaitu :
ىب والفضة ونوىا أومبادلة السلعة بالن قد وىوب يع العي بالن قدين الذ
19 .أو نوىا ل و و و
Artinya : “Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata
uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang
dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.”
2) Definisi dalam arti khusus, yaitu :
20. ال ا بال ا ل و و و وىو مبا د
Artinya : “Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta
menurut cara yang khusus.”
b. Menurut ulama Malikiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua
macam, yaitu dalam arti umum dan arti khusus.
1) Definisi dalam arti umum, yaitu :
عة لذ 21 . و قد معا و ة ل منا ع و م
Artinya : “Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik)
atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.”
19
Adurrahman Al-Jazairy, Khitabul Fiqh „Alal Madzahib al-Arba‟ah, Juz II,
(Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah, 1990), h. 134 20
Ibid., h. 135 21
Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz III, (Beirut: Dar Al-
Fikr, 2004), h. 204
32
Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar
sesuatu yang bukan kemanfaatan atau kenikmatan. Perikatan adalah
akad yang mengikat kedua belah pihak. Sesuatu yang bukan
manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat
(berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan
manfaatnya atau hasilnya.22
2) Definisi dalam arti khusus, yaitu :
أو مكا يسة أحد عة لذ و قد معا و ة ل منا ع و م 23 . و ية ي ىب و ضة معي ي العي يو
Artinya : “Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik)
atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan,
bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan
perak, objeknya jelas bukan utang.”
Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu
yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang
mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula
perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak
ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di
hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui
sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.24
c. Menurut Imam Syafi‟i memberikan definisi jual beli yaitu pada
prinsipnya, praktik jual beli itu diperbolehkan apabila dilandasi dengan
22
Hendi Suhendi, Op.Cit., h. 69 23
Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Op.Cit., h. 372 24
Hendi Suhendi, Op.Cit., h. 70
33
keridhaan (kerelaan) dua orang yang diperbolehkan mengadakan jual
beli barang yang diperbolehkan.25
d. Menurut Ibnu Qudamah berpendapat bahwa jual beli adalah :
26 .مبا دلة ال ا با ال ل تليكا و تلكا
Artinya : “Pertukaran harta dengan harta (yang lain) untuk saling
menjadikan milik.”
e. Menurut Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan jual beli menurut istilah
adalah tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya
dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu‟athaa
(tanpa ijab qabul).27
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa
pengertian jual beli ialah suatu perjanjian untuk melakukan pertukaran
benda atau barang dalam bentuk pemindahan hak milik dan kepemilikan
secara sukarela antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian
dimana salah satu pihak sebagai pemberi benda atau barang dan pihak
lain sebagai penerima benda atau barang sesuai dengan ketentuan yang
dibenarkan oleh syara‟ dan disepakati.
25
Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm,
penerjemah: Imron Rosadi, Amiruddin dan Imam Awaluddin, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2013), h. 1 26
Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz III, h. 559 27
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid V, Penerjemah: Abdul Hayyie
al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 25
34
2. Dasar Hukum Jual Beli
Al-bai‟ atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini
berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an, Hadits dan
Ijma‟ Ulama. Adapun sumber-sumber hukum jual beli dalam Islam
diantaranya yaitu:
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya
melalui perantara malaikat Jibril ke dalam hati Rasul dengan lafadz
bahasa arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah
bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasul, menjadi undang-undang
bagi manusia yang mengikuti petunjuknya dan menjadi ibadah dengan
membacanya.28
Ada beberapa ayat Al-Qur‟an yang menyingung tentang jual
beli, di antaranya:
1) Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 275 :
...
Artinya : “…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…”(Q.S. Al-Baqarah : 275) 29
Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas dalam bukunya
yaitu jual beli adalah transaksi yang menguntungkan.
28
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Amam, 2003), h. 18 29
Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., h. 48
35
Keuntungan yang pertama diperoleh melalui kerja manusia, yang
kedua yang menghasilkan uang bukan kerja manusia dan jual beli
menurut aktivitas manusia.30
Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang kebolehan
melakukan transaksi jual beli dan mengharamkan riba. Riba
adalah salah satu kejahatan jailiyah yang amat hina.31
Menurut
Syeikh Ali Ahmad Al-Jurjawi adapun yang disebabkan riba
tersebut yaitu bencana besar, musibah yang kelam, dan penyakit
yang berbahaya. Orang yang menerima riba maka kefakiran akan
datang padanya dengan cepat.32
2) Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 198 :
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 198) 33
3) Q.S. An-Nisaa‟ (4) ayat 29 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
30
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 721 31
Haji Abdul Maluk Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, Juz‟ 1-3, Yayasan
Nurul Islam, h. 65 32
Surawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), h. 31 33
Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., h. 47
36
kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisaa (4) : 29) 34
Isi kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa larangan
memakan harta yang berada di tengah mereka dengan bathil itu
mengandung makna larangan melakukan transaksi atau
perpindahan harta yang tidak mengantar masyarakat kepada
kesuksesan, bahkan mengantarkannya kepada kebejatan dan
kehancuran, seperti praktek-praktek riba, perjudian, jual beli yang
mengandung penipuan, dan lain-lain.35
Penghalalan Allah Swt. terhadap jual beli itu mengandung
dua makna, salah satunya adalah bahwa Allah Swt. mengahalalkan
setiap jual beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang yang
diperbolehkan untuk diperjualbelikan atas dasar suka sama suka.36
Maka dari itu, Allah menganjurkan kita untuk melakukan
perniagaan atas dasar suka sama suka.
b. Hadits
1) Hadits Riwayat Bukhari Muslim
ث نا إب اىيم بن موس أخب نا يس ن ث ور ن خالد بن معدان حد: ن ال قداا ر اا نو ن رسو اا ل اا ليو وسلم ا
ماأكل أحد طعاما ط خي ا من أن يأكل من ل يده وإن نب اا (رواه البخاري ومسلم). داود ليو السالا كان يأكل من ل يده
37
34 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., h. 84
35 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Op.Cit., h. 413
36 Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Loc.Cit., h. 1
37 Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Op.Cit., No. Hadits
1944, h. 788
37
Artinya : Diceritakan Ibrahim bin Musa, mengabarkan „Isa, dari
Tsaur, dari Kholidi bin Ma‟dan, dari Miqdam r.a. bahwa
Rasulullah Saw. berkata : “Tidak ada makanan yang dimakan
seseorang, sekali-kali tidak ada yang lebih baik daripada makanan-
makanan dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah
Daud a.s. makan dari hasil usaha tangan beliau sendiri.” (H.R.
Bukhari Muslim)
2) Hadits Riwayat Al-Bazzar
ن ر ا ة ابن را ع ر اا نو ان النب ل اا ليو و سلم سئل . ل ال ل بيده و كل ب يع مب ور : اي الكسب الطيب ؟ ا : 38 (رواه البزار و ححو احلاكم)
Artinya : Dari Rifa‟ah bin Rafi‟i r.a., bahwasanya Nabi Saw.
pernah ditanya, “Pekerjaan apa yang paling baik?”, maka Beliau
menjawab : “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan
setiap jual beli yang baik.” (H.R. Al-Bazzar dan dianggap shahih
menurut Hakim)
c. Ijma‟
Para ulama fiqih dari dahulu sampai sekarang telah
sepakat bahwa jual beli itu diperbolehkan, jika di dalamnya
telah terpenuhi rukun dan syarat. Alasannya karena manusia
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan
orang lain.39
Kebutuhan manusia untuk mengadakan
transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli
seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang
38
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, penerjemah
Achmad Sunarto, Cetakan Pertama, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 303 39
Rachman Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 75
38
diinginkan tanpa melanggar batasan yang di syari‟at. Oleh
karena itu praktik jual beli yang dilakukan manusia
semenjak masa Rasulullah SAW, hingga saat ini
menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan
disyariatkannya jual beli.40
Agama Islam melindungi hak manusia dalam
pemilikan harta yang dimilikinya dan memberi jalan keluar
untuk masing-masing manusia untuk memiliki harta orang
lain dengan jalan yang telah ditentukan, seingga dalam
Islam prinsip perdagangan yang diatur adalah kesepakatan
kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli. Sebagaimana
yang telah di gariskan oleh prinsip muamalah,41
yaitu:
1) Prinsip Kerelaan
2) Prinsip Bermanfaat
3) Prinsip Tolong Menolong
4) Prinsip Tidak Terlarang
Berdasarkan kandungan ayat-ayat Allah, sabda-
sabda Rasul dan Ijma‟ di atas, para fuqaha mengatakan
bahwa hukum asal dari jual beli adalah mubah (boleh).
Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu, hukum jual beli
40
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, alih bahasa oleh Kamaluddin A. Marzuki, Terjemahan
Fiqih Sunnah, Jilid III (Bandung: Al Ma‟arif, 1987), h. 46 41
H. M. Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 144
39
bisa berubah. Jual beli bisa menjadi manbud pada waktu
harga mahal, bisa menjadi makruh seperti menjual mushaf,
beda dengan Imam Ghozali sebagaimana dikutip dalam
bukunya Abdul Aziz Muhammad Azzam yang bejudul Fiqih
Muamalah bahwa bisa juga menjadi haram jika menjual
anggur kepada orang yang bisa membuat arak, atau menjual
kurma basah kepada orang yang bisa membuat arak
walupun si pembeli adalah orang kafir.42
Hukum asal jual beli adalah boleh, akan tetapi
hukumnya bisa berubah menjadi wajib, mahdub, makruh
bahkan bisa menjadi haram pada situasi-situasi tertentu.43
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual beli, diantara para ulama terjadi
perbedaan pendapat. Menurut Mazhab Hanafi rukun jual beli hanya
ijab dan kabul saja, menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual
beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli.
Namun, karena unsur kerelaan itu berhubungan dengan hati yang
sering tidak kelihatan, maka diperlukan indikator (qarinah) yang
menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak. Dapat adalam
42
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalah: Sistem Transaksi Dalam
Islam, Penerjemah: Nadirsyah Hawari (Jakarta: Amzah, 2010), h. 89 43
Ibid., h. 90
40
bentuk perkataan (ijab dan kabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu
saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).44
Adapun rukun jual beli adalah:
1) Penjual
Penjual, yaitu pemilik harta yang menjual barangnya, atau orang
yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual
haruslah cakap dalam melakukan transaski jual beli (mukallaf).
2) Pembeli
Yaitu orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya
(uanganya).45
Tidak boleh orang bodoh dan anak kecil yang
belum diizinkan untuk itu
3) Barang yang dijual
Barang yang dijual harus mubah dan bersih serta dapat diterima,
dan diketahui (walaupun hanya sifatnya) oleh pembeli.
4) Sighat
Shighat (ijab dan qabul) yaitu persetujuan antara pihak penjual
dan pihak pembeli untuk melakukan transaksi jual beli, dimana
pihak pembeli menyerahkan uang dan pihak penjual menyerahkan
barang (serah terima), baik transaksi menyerahkan barang lisan
maupun tulisan.46
44
Ibid, h. 76.
45
Kumedi Ja‟far, Op.Cit, h. 141
46
Ibid, h. 142.
41
5) Persetujuan kedua belah pihak
Tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak (penjual dan
pembeli), jual beli tidak sah.47
Dengan demikian jika suatu pekerjaan tidak memenuhi rukun-
rukunnya maka suatu pekerjaan tersebut batal karena tidak
terpenuhinya syara‟, tidak terkecuali dalam urusan jual beli harus
memenuhi rukun-rukunnya agar jual beli tersebut dinyatakan sah.
b. Syarat Jual Beli
Syarat adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh rukun itu
sendiri. Jual beli haruslah memenuhi syarat, baik tentang lafal. Adapun
syarat jual beli antara lain:
1) Dua pihak yang berakad (aqidain), syaratnya yaitu:
a) Baligh
Baligh yaitu menurut hukum Islam(fiqh), dikatakan baligh
(dewasa apabila telah berusia 15 tahun bagi anak laki-laki dan
telah datang bulan(haidh) bagi anak perempuan). Ciri-ciri
baligh yaitu:
(1) Ihtilam : keluarnya mani dari kemaluan laki-laki atau
perempuan, dalam keadaan jaga atau tidur.
(2) Haidh : keluarnya darah kotor bagi prempuan
(3) Rambut : tumbuhnya rambut-rambut pada area kemaluan.
(4) Umur : umurnya tidak kurang dari 15 tahun.
47
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Muamalah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 40.
42
Oleh karena itu, setiap manusia yang sudah memasuki
masa baligh artinya sudah wajib baginya untuk menjalankan
syariat Islam.48
b) Berakal
Berakal yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang
terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak
tidak berakal maka jual beli yang dilakukan tidak sah. Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya : “dan janganlah kamu memberikan hartamu kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya....” (Q.S. An-Nissa
(4) :5)
c) Dengan kehendak sendiri
Dengan kehendak sendiri atau tidak terpaksa, maksudnya
bahwa dalam melakukan transaksi jual beli salah satu pihak
tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak lain,
sehingga pihak lain pun melakukan transaksi jual beli bukan
karena kehendaknya sendiri. Oleh karena itu jual beli yang
dilakukan bukan atas dasar kehendak sendiri adalah tidak
sah.49
d) Tidak pemboros atau tidak mubazir
Maksudnya bahwa para pihak yang mengikatkan diri dalam
transaksi jual beli bukanlah orang-orang yang boros (mubazir),
48
Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Hukum Islam,(Bandung: CV Diponegoro,
1992), h. 80.
49
Hamzah Ya‟qub, Ibid, h. 142
43
sebab orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai
orang yang tidak cakap bertindak, artinya ia tidak dapat
melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum meskipun hukum
tersebut menyangkut kepentingan semata.50
2) Objek akad atau (ma‟qud alaih), harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a) Suci atau bersihnya barang
Maksudnya bahwa barang yang diperjual belikan bukanlah
barang atau benda yang digolongkan sebagai barang atau
benda yang najis atau yang diharamkan.
b) Harus dapat dimanfaatkan
Oleh sebab itu, bangkai, khamar, dan benda-benda haram
lainnya, tidak sah menjadi objek jual beli, karena benda-benda
tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dalam pandangan
syara‟.
c) Barang itu hendaklah dimiliki oleh orang yang berakad
Syarat yang ketiga ialah barang yang dijual harus dimiliki
orang yang berakad (si penjual). Apabila dia sendiri yang
melakukan akad jual beli itu, maka barangnya harus ia miliki.
Dan apabila dia melakukan akad untuk orang lain, ada kalanya
dengan pemberian kekuasaan, atau atas nama wakil, maka
barang itu harus dimiliki orang lain itu.
50
Kumedi Ja‟far, Op.Cit, h. 143.
44
Al Wazir pernah berpendapat bahwa para ulama sepakat
bahwa diperbolehkan menjual barang yang bukan miliknya
sendiri dan bukan kekuasaannya, kemudian ada yang
membelinya. Proses jual beli semacam ini dianggap sebagai
proses jual beli yang bathil.51
d) Berkuasa menyerahkan barang itu
Syarat yang keempat ialah berkuasa atau mampu menyerahkan
barang yang dijual. Baik kemampuan yang dapat dilihat mata,
ataupun kemampuan menurut ukuran syara‟.
e) Barang itu dapat diketahui
Adalah barang yang hendak diperjualbelikan harus dapat
diketahui oleh pembeli. Syarat yang ini tidak boleh
ditinggalkan, sebab Nabi SAW melarang jual beli yang
mengandung penipuan. Akan tetapi tidak disyaratkan tahu
segala-galanya, cukup pemberi tahu bendanya, ukurannya, dan
sifat-sifatnya. Oleh karenanya, penjual harus menerangkan
barang yang hendak diperjualbelikan.
3) Lafadz akad atau shighat (ijab dan qabul)
Menurut ulama yang mewajibkan lafadz, terdapat bebrapa syarat
yang perlu diperhatikan, antara lain:52
a) Satu sama yang lainnya berhubungan disuatu tempat tanpa ada
pemisahan yang merusak.
51
Saleh Al-Fauzan, Op.Cit., h. 367. 52
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. Ke-27, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h.
282.
45
b) Ada kesepakatan ijab dengan qabul pada barang yang saling
mereka rela berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika
sekiranya kedua belah pihak tidak sepakat, jual beli (akad)
dinyatakan tidak sah.
c) Tidak disngkutkan dengan sesuatu urusan seperti perkataan
saya jual jika sya jadi pergi dan perkataan lain yang serupa.
d) Tidak berwaktu, artinya tidak boleh jual beli dalam tempo
waktu yang tertentu atau jual beli yang sifatnya sementara
waktu.53
4. Khiyar Dalam Jual Beli
Khiyar adalah jual beli di mana para pihak memberikan
kesempatan untuk memilih.54
Khiyar seacara syar‟i adalah hak orang yang
berakad dalam membatalkan akad atau meneruskannya sesuai dengan
kesepakatan ketika berakad.
Khiyar ada tiga macam, yaitu:55
a. Khiyar majelis, artinya si pembeli dan si penjual boleh mamilih selama
keduanya masih berada di tempat jual beli;
b. Khiyar syarat, artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh
keduanya atau oleh salah satu pihak;
53
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa oleh Kamaluddin A.Marzuki, Op.Cit., h. 50. 54
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Mu‟amalat, penerjemah Nadirsyah Hawari, Cet.
Ke-1, (Jakarta:Amzah, 2010), h. 99. 55
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., h. 286.
46
c. Khiyar aib‟, artinya pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya apabila pada barang terdapat suatu cacat yang mengurangi
harganya, sedangkan pada biasanya barang itu baik, dan sewaktu akad
cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak tahu, atau terjadi
sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.
Selain ketiga kategori khiyar tersebut, Prof. Dr Muhammad Thahir
Mansori membagi khiyar ke dalam empat macam, tambahannya adalah
khiyar al-ghabn. Khiyar al-ghabn adalah hak untuk membatalkan kontrak
karena penipuan. Khiyar al-ghabn dapat diimpelentasikan ke dalam situasi
berikut ini:56
a. Tasriyah
Tasriyah bermakna mengikat kantong susu unta betina
atau kambing supaya air susu binatang tersebut berkumpul di
kanting susunya untuk memberikan kesan kepada yang berniat
membeli bahwa air susunya sudak banyak.
Menurut pandangan nayoritas ulama, tindakan tasriyah ini
membuat kontrak dapat dibatalkan, tergantung pilihan pembeli
yang telah menderita karena penipuan.
b. Tanajush
Tanajush bermakna menawar harga yang tinggi suatu
barang tanpa ada niat untuk membelinya, dengan tujuan semata-
56
Mardani, Op.Cit., h. 71.
47
mata untuk menipu orabg lain yang ingin benar-benar membeli
barang tersebut.
c. Ghabn Fahisy
Ghabn fahisy adalah kerugian besar yang diderita oleh
suatu pihak dari kontrak sebagai hasil dari penggelapan atau
penggambaran yang salah, atau penipuan oleh pihak lain.
d. Talaqqi al-Rukban
Talaqqi al-rukban merupakan transaksi dimana orang kota
mengambil keuntungan dari ketidaktahuan orang Badui yang
membawa barang primer dan kebutuhan pokok untu dijual.
5. Macam-macam Jual Beli
Dalam macam atau bentuk jual beli, terdapat beberapa klasifikasi
yang dikemukakan oleh para ulama, antara lain:
a. Ulama Hanafiyah, membagi jual beli dari segi atau setidaknya tiga
bentuk, yaitu:
1) Jual beli yang shahih
Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih
apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang
ditentukan, bukan milik orang lain, dan tidak tergantung pada
Khiyar lagi. Misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda
empat. Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi.
Kendaraan roda empat itu telah diperiksa oleh pembeli dan tidak
48
ada cacat, tidak ada yang rusak, tidak terjadi manipulasi harga dan
harga buku itu pun telah diserahkan, serta tidak ada lagi hak khiyar
dalam jual beli itu. Jual beli seperti ini hukumnya shahih dan
mengikat kedua belah pihak.
2) Jual beli yang batal
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah
satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli tersebut
pada dasar dan sifatnya tidak disyari‟atkan atau barang yang dijual
adalah barang-barang yang diharamkan syara‟. Jenis-jenis jual beli
yang batil antara lain :
a) Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat
menyatakan jual beli yang seperti ini tidak sah atau batil.
Misalnya, memperjualbelikan buahan yang putiknya pun
belum muncul di pohon.
b) Menjual barang yang tidak boleh diserahkan oleh pembeli,
seperti menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang
lepas dan terbang di udara. Hukum ini disepakati oleh ulama
fiqh dan termasuk ke dalam kategori bai al-gharar (jual beli
tipuan).
c) Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada
lahirnya baik, tetapi ternyata dibalik itu semua terdapat unsur
tipuan.
49
d) Jual beli benda-benda najis, seperti khamar, babi, bangkai, dan
darah, karena semuanya itu dalam pandangan Islam adalah
najis dan tidak mengandung harta.
e) Jual beli al-„arbun, yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan
melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan
uangnya seharga barang yang diserahkan kepada penjual,
dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju maka jual
beli sah. Tetapi apabila pembeli tidak setuju dan barang
dikembalikan, maka uang yang telah diberikan kepada penjual,
menjadi hibah bagi penjual.
f) Memperjual belikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang
tidak boleh dimiliki seseorang karena air yang tidak dimiliki
seseorang merupakan hak bersama ummat manusia, tidak
boleh diperjualbelikan.
3) Jual beli fasid adalah jual beli yang rusak dan apabila kerusakan
itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki. Jenis-jenis jual
beli fasid, antara lain:
a) Jual beli al-majhul, yaitu jual beli yang barangnya secara
global tidak dapat diketahui, dengan syarat kemajhulannya
bersifat menyeluruh . Akan tetapi, apabila kemajhulannya
bersifat sedikit, maka jual belinya sah.
b) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat. Menurut ulama
Hanafiyah, jual beli seperti ini dianggap sah pada saat
50
syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan
dalam akad jatuh tempo.
c) Menjual barang ghaib yang tidak dapat dihadirkan pada saat
jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat langsung
oleh pembeli.
d) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta.
e) Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya
menjadikan barang-barang yang diharamkkan sebagai harta,
seperti babi, khamr, bangkai, dan darah.
f) Jual beli ajal, misalnya seseorang menjual barangnya kepada
orang lain yang pembayarannya ditunda selama satu bulan,
kemudian setelah penyerahan kepada pembeli, pemilik barang
pertama membeli barang itu dengan harga yang lebih rendah,
sehingga pertama tetap berhutang kepada penjual. Jual beli
seperti ini dikatakan fasid karena jual beli ini menyerupai dan
menjurus kepada riba.
g) Jual beli anggur dan buah-buahan lainnya untuk tujuan
pembuaan khamr.
h) Jual beli dnegan dua syarat. Misalnya seperti ungkapan
pedagangyang mengatakan, “Jika tunai harganya Rp. 50.000,
dan jika berutang harganya Rp. 75.000”.
51
i) jual beli barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari
satuannya. Misalnya membeli tanduk kerbau pada kerbau yang
masih hidup.
j) Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna
matangnya untuk dipanen.
b. Ulama malikiyah, membagi jual beli dari segi terlihat atau tidaknya
barang dan kepastian akad, antara lain:
1) Jual beli dilihat dari segi terlihat atau tidaknya barang, yaitu:
a) Jual beli yang hadir, artinya barang yang dijadikan objek jual beli
Nampak pada saat transaksi berlangsung;
b) Jual beli yang barangnya dianggap kelihatan seperti jual beli
salam. Salam atau salaf itu sama artinya dengan pesan. Dikatakan
jual beli salam karena orang yang memesan itu sanggup
menyerahkan uang modal di majelis akad.
2) Jual beli dilihat dari segi kepastian akad, yaitu:
a) Jual beli tanpa Khiyar,
b) Jual beli Khiyar.
6. Jual Beli yang dilarang menurut hukum Islam
Rasulullah SAW. Melarang jual-beli barang yang terdapat unsur
penipuan sehingga mengakibatkan termakannya harta manusia dengan
cara bathil. Begitu pula jual beli yang mengakibatkan lahirnya kebencian,
52
perselisihan, dan permusuhan dikalangan kaum muslim.57
Berkaitan
dengan hal ini, Wahbah al-Juhaili58
membagai :
a. Jual beli yang dilarang karena ahliah atau ahli akad (penjual dan
pembeli), antara lain :
1) Jual beli orang gila
Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan orang yang
gila tidak sah, begitu juga jual beli orang yang sedang mabuk
juga dianggap tidak sah, sebab ia dipandang tidak berakal.
2) Jual beli anak kecil
Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan anak kecil
(belum mumazzis) dipandang tidak sah, kecuali dalm perkara-
perkara yang ringan.
3) Jual beli orang buta
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli yang dilakukan
orang buta tanpa diterangkan sifatnya dipandang tidak sah,
karena ia dianggap tidak bisa membedakan barang yang jelek
dan yang baik, bahkan menurut ulama Syafi‟iyah walaupun
diterangkan sifatnya tetap dipandang tidak sah.59
4) Jual beli Fudhlul
Yaitu jual beli milik orang lain tanpa seizing pemiliknya,
oleh karena itu menurut para ulama jual beli yang demikian
57
Hendi Suhendi, Op.Cit, h. 78 58
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit., h. 99 59
Ibid., h. 100
53
dipandang tidak sah, sebab dianggap mengambil hak orang
lain (mencuri).60
5) Jual beli orang yang terhalang (sakit, bodoh atau pemboros)
Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan oleh orang-
orang yang terhalang baik karena sakit maupun kebodohannya
dipandang tidak sah, sebab ia dianggap tidak punya
kepandaian dan ucapannya dipandang tidak dapat dipegang.
6) Jual beli Malja‟
Yaitu jual beli yang dilakukan oleh orang yang sedang
dalam bahaya. Jual beli yang demikian menurut kebanyakan
ulama tidak sah, karena dipandang tidak normal sebagaimana
yang terjadi pada umumnya.
b. Jual beli yang dilarang karena objek jual beli (barang yang diperjual-
belikan), antara lain:
1) Jual beli Gharar
Gharar menurut bahasa artinya keraguan, tipuan atau
tindakan yang bertujuan untuk merugikan phak lain. Suatu
akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian
baik mengenai ada atau tidak adanya obyek akad, besar kecil
jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Pengertian gharar menurut para ulama fiqh Imam Al-
Qarafi, Imam Sarakhsi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-
60
H.A. Khumaedi Ja‟far, Op. Cit., h. 150
54
Jauziyah, Ibnu Hazam, sebagaimana dikutip oleh M. Ali
Hasan61
sebagai berikut: Imam al-Qarafi mengemukakan
gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas,
apakah efek akad terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual
beli ikan yang masih dalam air (tambak). Pendapat al-Qarafi
ini sejalan dengan pendapat Imam Sarakhsi dan Ibnu
Taimiyah yang memandang gharar dari ketidakpastian akibat
yang timbl dari suatu akad. Ibnu Qayyim al-Jauziyah
mengatakan, bahwa gharar adalah suatu akad yang tidak
mampu diserahkan, baik obyek itu ada maupun tidak ada,
seperti menjual sapi yang sedang lepas. Ibnu Hazam
memandang gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak
yang berakad tentang apa yang menjadi akad tersebut.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil pengertian
bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung tipu
daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang
diperjual-belikan tidak daoat dipastikan adanya, atau tidak
dapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau karena tidak
mungkin dapat diserah-terimakan.62
Hukum jual beli gharar dalam Islam berdasarkan al-
Qur‟an dan hadist. Larangan jual beli gharar didasarkan pada
61 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 147-148. 62
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Konstektual, (Jakarta: PT Grafindo Persada,
2002), h. 133.
55
ayat-ayat al-Qur‟an yang melarang memakan harta orang lain
dengan cara bathil, sebagaimana firman Allah dalam surat An-
Nissa‟ ayat: 29.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nissa‟ :29)
Dan sebagaimana sabda Nabi :
و ن ابن مسعود ر ي اا نو أن النب ل اا ليو وسلم تش وا 63(رواه أمحد)الس ك ف ال اء إنو ر
Artinya : Abdullah bin Mas‟ud ra bahwasanya Nabi
SAW,Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual
beli seperti ini termasuk gharar (menipu). (HR. Ahmad).
Menurut ulama fikih, bentuk-bentuk gharar yang dilarang
adalah:
a) Tidak adanya kemampuan penjual untuk menyerahkan
objek akad pada waktu terjadi akad.
b) Menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan
penjual.
63
Maktabu Syamilah, Sunan Al-Kubro Lil Baihaqi, Bab Tamrin Bay‟I Fadhlil Ma‟i Ladzi
Yakunu Bil Falati Wa Yahtaju Ilaihi Yar‟I Kala‟I Tahrim Mani Badlaihi WA Tahrimu Bay‟I
Dhirobi Al-Fahli, Juz : 8, h.3494
56
c) Tidak adanya kepastian tentang jenis pembayaran atau
jenis benda yang dijual.
d) Tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda
yang dijual.
e) Tidak adanya kepastian tentang jumlah harga yang harus
dibayar.
f) Tidak adanya kepastian tentang waktu penyerahan objek
akad.
g) Tidak adanya ketegasan untuk transaksi.
h) Tidak adanya kepastian objek akad.
i) Kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya
dengan yang ditentukan dalam transaksi.
j) Adanya keterpaksaan.64
Sedangkan dalam ketidak tahuan akan zat barang atau
harga adalah bentuk dari gharar yang terlarang. Hal ini karena
dzat dari komoditi tidak diketahui, walaupun jenis, macam,
sifat dan kadarnya diketahui. Sehingga berpotensi untuk
menimbulkan perselisihan dalam penentuan. Berikut pendapat
para puqaha antara lain65
:
64 Abu Dawud Sulaiman Ibnu Al-Asyasy al-Sajtani, Op.Cit, h. 379. 65
http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/08/gharar.html tanggal diakses: 24 Agustus
2017.
57
a) Mazhab Sayafi‟I, Hambali dan Dhahiri, melarang transaksi
jual beli semacam ini baik dalam kuantitas banyak maupun
sedikit karena adanya unsur gharar.
b) Sedangkan mazhab Maliki membolehkan baik dalam
kuantitas banyak maupun sedikit dengan syarat ada khiyar
bagi pembeli yang menjadikan unsur gharar tidak
berpengaruh terhadap akad.
c) Mazhab Hanafiyah membolehkan dalam jumlah dua atau
tiga dan melarang yang melebihi dari tiga.
Dengan adanya pendapat para fuqaha mengenai ketidak
tahuan akan zat barang atau harga termasuk gharar yang sedang
karena hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, apakah
boleh atau tidak.
2) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan
Maksudnya bahwa jual beli barang yang tidak dapat
diserahkan, seperti burung yang ada di udara dan ikan yang
ada di air dipandang tidak sah, karena jual beli seperti ini
dianggap tidak ada kejelasan yang pasti.
3) Jual beli Majhul
Yaitu jual beli yang tidak jelas, misalnya jual beli
singkong yang masih ditanah, jual beli buah-buahan yang baru
berbentuk bunga dan lain-lain. Jual beli seperti ini menurut
58
Jumhur ulama tidak sah karena akan mendatangkan
pertentangan di antara manusia.66
4) Jual beli sperma binatang
Maksudnya bahwa jual beli sperma (mani) binatang
seperti mengawinkan seekor sapi jantan dengan betina agar
mendapat keturunan yang baik adalah haram.
5) Jual beli barang yang hukumnya najis oleh agama (Al-Qur‟an)
Menurut Imam Syafi‟i benda benda najis bukan hanya
tidak boleh diperjual belikan tetapi juga tidak sah untuk
diperjualbelikan. Penjualan seperti bangkai, darah, daging
babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan
lainnya meskipun dapat dimanfaatkan.67
Hal ini sebagaimana
sabda nabi :
ي ة واخلنزي واأل ناا رواه البخا)إن اللو ورسولو ح ا ب يع اخل وادل
68(رىومسلم Artinya : Dari Jabir RA, RAsulullah SAW bersabda :
sesungguhnya Allah dan rasulnya telah mengharamkan jual
beli arak, bangkai, babi dan berhala. (HR. Bukhori dan
Muslim).
66
Khumaedi Ja‟far, Op.Cit., h. 152 67
Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu‟in, Darul Ihya‟, Mesir. Tt, h.67 68
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muutoj, Juz II, h. 2
59
6) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut
induknya
Jual beli yang demikian itu adalah haram, sebab
barangnya belum ada dan belum tampak jelas. Hal ini
sebagaimana sabda nabi:
أن النب ل اا ليو و سلم ن ن ب يع حبل احلبلة(رواه البخارومسلم)69
Artinya : Sesungguhnya, Rasulullah SAW melarang
jual-beli calon anak dari janin yang dikandung. (HR Bukhori
Muslim)
7) Jual beli Muzabanah
Jual beli buah yang basah dengan buah yang kering,
misalnya jual beli padi kering dengan bayaran padi yang bsah,
sedangkan ukurannya sama, sehingga akan merugikan pemilik
padi yang kering. Oleh karena itu jual beli yang seperti itu
dilarang. Hal ini sebagaimana sabda nabi:
ثن ملك ن نا ع ن بد اا بن ر ي حد ث نا إسا يل حداا ن ا أن رسو اا اا ل اا ليو وسلم ن ن
رواه ). ال زاب نة ب يع الل بال كيال و ب يع الز بيب بالك ا كيال 70(البخاري و مسلم
Artinya : Diceritakan Ismail diceritakan Malik dari Nafi‟ dari
Abdullah Bin Umar r.a. berkata : “Rasulullah Saw. melarang
69
Imam Abi Al-Husain Muslim bin Hajaj Al-Qusyairi Al-Naisabury, Shahih Muslim,
Dahlan Indonesia, Juz III, tt, h. 1514 70
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Op.Cit., No. Hadits 2039,
hlm. 820
60
penjualan muzabanah, yiatu menjual buah di pohon dengan
tamar yang jelas berat timbangannya, dan menjual kismis
dengan anggur yang masih di pohon.” (H.R. Bukhari Muslim).
8) Jual beli Muhaqallah
Adalah jual beli tanam-tanaman yang masih di ladang
atau kebun atau di sawah. Jual beli seperti ini dilarang oleh
agama, karena mengandung unsur riba di dalamnya (untung-
untungnya).71
9) Jual beli Mukhadharah
Yaitu jual beli buah-buahan yang belum pantas untuk
dipanen, misalnya rambutan yang masih hijau, mangga yang
masih kecil (kruntil) dan lain sebagainya. Jual beli seperti ini
dilarang oleh agama, sebab barang tersebut masih samar
(belum jelas), dalam artian bisa saja bua tersebut jatuh
(rontok) tertiup angin sebelum dipanen oleh pembeli, sehingga
menimbulkan kekecewaan salah satu pihak.72
10) Jual beli Mulammasah
Yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalnya
seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangan atau kaki
(memakai), maka berarti ia dianggap telah membeli kain itu.
Jual beli seperti ini dilarang oleh agama, karena menggandung
tipuan (akal-akalan) dan kemungkinan dapat menimbulkan
kerugian pada salah satu pihak.
71
Sayyid Sabid, Op.Cit., h.79 72
Hendi Suhendi, Op.Cit., h. 143
61
11) Jual beli Munabadzah
Yaitu jual beli secara lempar-melempar, misalnya
seseorang berkata : lemparkanlah kepadaku apa yang ada
padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada
padaku, setelah terjadi lempar-melempar, maka terjadilah jual
beli. jual beli yang seperti ini juga dilarang oleh agama, karena
mengandung tipuan dan dapat merugikan salah satu pihak.73
c. Jual beli yang dilarang karena Lafadz (ijab Kabul)
1) Jual beli Mu‟athah
Yaitu jual beli yang telah disepakati oleh pihak (penjual
dan pembeli) berkenaan dengan barang maupun harganya
tetapi tidak memakai ijab kabul, jual beli seperti ini dipandang
tidak sah, karena tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli.
2) Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul
Maksudnya bahwa jual beli yang terjadi tidak sesuai
antara ijab dari pihak penjual dengan kabul dari pihak
pembeli, maka dipandang tidak sah, karena ada kemungkinan
untuk meninggalkan harga atau menurunkan kualitas barang.74
3) Jual beli Munjiz
Yaitu jual beli yang digantungkan dengan syarat tertentu
atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli
73
Ibid., h.144 74
H.A. Khumaedi Ja‟far, Op. Cit., h. 156
62
seperti ini dipandang tidak sah, karena dianggap bertentangan
dengan syarat dan rukun jual beli.75
4) Jual beli Najasyi
Yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara menambah
atau melebihi harga temannya, dengan maksud mempengaruhi
orang agar orang itu mau membeli barang kawannya. Jual beli
seperti ini dipandang tidak sah, Karena dapat menimbulkan
keterpaksaan (bukan kehendak sendiri).
5) Menjual di atas penjualan orang lain
Maksudnya bahwa menjual barang kepada orang lain
dengan cara menurunkan harga, sehingga orang itu mau
membeli barangnya. Contohnya seseorang berkata :
kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku
saja kamu beli dengan harga yang lebih murah dari barang itu.
Jual beli seperti ini dilarang agama karena dapat menimbulkan
perselisihan (persaingan) tidak sehat di antara penjual
(pedagang). Hal ini sebagaimana sabda Nabi :
76(رواه البخا رى ومسلم) يبع ال ل ل ب يع أخيو و.ا. ا رسو اللو
Artinya : Rasulullah SAW bersabda : Janganlah
seseorang menjual di atas jualan saudaranya. (HR. Bukhori
Muslim)
75
Sayyid Sabid, Op.Cit., h.79 76
Ibid., No. Hadist 2008, h. 812.
63
6) Jual beli dibawah harga pasar
Maksudnya bahwa jual beli yang dilaksanakan dengan cara
menemui orang-orang (petani) desa sebelum mereka masuk
pasar dengan harga semurah-murahnya sebelum tahu harga
pasar, kemudian ia menjual dengan harga setinggi-tingginya.
Jual beli seperti ini dipandang kurang baik (dilarang), karena
dapat merugikan pihak pemilik barang (petani) atau orang-
orang desa. Hal ini sebagaimana sabda Nabi :
ث نا ابن ون ن م د ث نا معا حد ث نا م د بن ال ل ن حد حدنا ان يبيع حا : ا ن أنس بن ملك ر ي اا نو ا ني
77(رواه البخاري و مسلم) .لباد
Artinya : Diceritakan Muhammad bin Mutsanna, diceritakan
Ibnu „Un dri Muhammad berkata dari Anas bin Malik r.a.
berkata: Kami dilarang (oleh Nabi Saw.) seorang penduduk
menjualkan barang orang yang baru datang dari dusun. (H.R.
Bukhari Muslim)
7) Menawar barang yang sedang ditawar orang lain
Contoh seseorang berkata : jangan terima tawaran orang itu
nanti aku akan membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jual
beli seperti ini juga dilarang oleh agama sebab dapat
menimbulkan persaingan tidak sehat dan dapat mendatangkan
perselisihan di antara pedagang (penjual). 78
77
Ibid., No. Hadits 2029, hlm. 818 78
H.A. Khumaedi Ja‟far, Op. Cit., h. 158
64
B. Karet
1. Pengertian Karet
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin,
khususnya Brazil. Karenanya, nama ilmiahnya Hevea brasiliensis.
Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budi daya yang dikebunkan searea
besar-besaran, penduduk asli di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia
sebernya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah.
Morfologi tanaman karet, tanaman karet berupa pohon yang
tingginya bisa mnecapai 25 meter dengan diameter batang cukup besar.
Umumnya batang karet tumbuh lurus keatas dengan percabangan di bagian
atas. Di batang inilah terkandung getah yang lebih terkenal dengan nama
lateks. Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan 3-10
cm dengan kelenjar di ujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari 3
anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun
karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok.
Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet akan rontok pada
puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman.
Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan
danbetina dalam mali payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk
lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Bunga betina
berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan
jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga.
Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi
duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang
65
merupakan gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbagi enjadi dua
ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi dari pada yang lainnya.
Buah karet yang diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan
bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6
ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet
akan pecah dengan sendirinya menurut ruang-ruangnya dan setiap pecahan
akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang
tepat.Sebagai tanaman berbiji belah, akar pohon karet berupa akar
tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi ke
atas. Dengan akar seperti itu pohon karet bisa berdiri kokoh, meskipun
tingginya bisa mencapai 25 meter.79
2. Jenis-jenis Karet
Ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintesis. Setiap jenis
karet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya
saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet
sintesis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap
dibutuhkan.80
a. Karet Alam
Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni
terbuat darigetah tanaman karet, baik spesies Ficus elastica maupun
Hevea brasiliensis. Sifat-sifat atau kelebihan karet alam, yaitu: Daya
79
Ir. Didit Heru Setiawan & Drs. Agus Andoko, Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet, Cet.
Ke-1, (Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2005), h. 5-7. 80
Ibid, h. 8.
66
elastisitas atau daya lentingnya sempurna; Sangat plastis, sehingga
mudah diolah; Tidak mudah panas; dan Tidak mudah retak.81
Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam
memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi,
para produsen karet alam tidak bisa menggenjot produksinya dalam
waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi.
Adapun jenis karet alam yang dikenal di pasaran sebagai berikut:
1) Bahan olahan karet
Adalah lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang
didapat dari penyadapan pohon karet Hevea brasiliensis. Bahan
olahan karet ini umumnya merupakan produksi perkebunan karet
rakyat, sehingga sering disebut dengan bokar (bahan olahan karet
rakyat). Berdasarkan proses pengolahan-pengolahan bokar terdiri
atas empat jenis sebagai berikut:
a) Lateks kebun, adalah getah yang didapat dari kegiatan
menyadap pohon karet. Syarat lateks kebun yaitu:82
(1) Telah disaring menggunakan saringan berukuran 40
mesh.
(2) Bebas dari kotoran atau benda-benda lain, seperti
serpihan kayu atau daun.
81
Tim Penulis PS, Panduan Lengkap Karet, Cet. Ke-7, (Jakarta: Penebar Swadaya,
2013), h. 19. 82
Ibid, h. 20.
67
(3) Tidak bercampur dengan bubur lateks, air, atau serum
lateks.
(4) Warna putih dan berbau khas karet segar.
(5) Kadar karet kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan untuk
mutu 2 sekitar 20%.
b) Sheet Angin
Merupakan produk lanjutan dari lateks kebun yang
telah disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut.
Karet sheet ini berbentuk gilingan. Kriteria sheet angin yang
baik sebagai berikut:
(1) Tidak ada kotoran.
(2) Kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan mutu
2 sebesar 80%.
(3) Tingkat ketebalan pertama 3 mm dan ketebalan kedua 5
mm.
Untuk mendapatkan sheet angin dengan kualifikasi
tersebut, bahan bakunya yang berupa lateks kebun harus
digiling menggunakan gilingan kembang agar air dan
serumnya keluar. Selain itu dalam penyimpanannya tidak
boleh terkena air dan sinar matahari secara langsung.
68
c) Slab Tipis
Merupakan bahan olah karet yang terbuat dari lateks
yang sudah digumpalkan dengan asam sumat. Syarat-syarat
slab tipis yang baik sebagai berikut:
(1) Bebas dari air atau serum.
(2) Tidak bercampur gumpalan yang tidak segar.
(3) Tidak terdapat kotoran.
(4) Slab tipis mutu 1 berkadar karet kering sebesar 70% dan
mutu 2 memiliki kadar karet kering 60%.
(5) tingkat ketebalan pertama 30 mm dan ketebalan kedua 40
mm.
Untuk mendapatkan salab tipis dengan kualifikasi
tersebut, air atau serum harus dikeluarkan dengan cara digiling
atau dikempa. Semtara itu, penyimpanannya harus terbebas
dari sinar matahari langsung dan genangan air.
d) Lump Segar
Bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk
penampung disebut lump segar.
2) Karet Alam Konvensional
Karet alam konvensional hanya tediri dari golongan karet
sheet atau crape. Dalam Green Book yang diterbitkan oleh
International Rubber Quality and Packing Conference (IRQPC),
69
jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam
konvensional dengan mutu standar mutunya sebagai berikut,
Ribbed Smoked Sheet, X RSS, RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4,RSS 5,
White Crape Pale Crape, No. 1 X Thin White Crape, dan lain
sebagainya.83
3) Lateks Pekat
Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran
atau bongkahan, lateks pekat berbntuk cairan pekat. Pemrosesan
bahan baku menjadi lateks pekat bisa melalui pendidihan
(creamed latex) atau pemusingan (centrifuged latex). Lateks pekat
ini biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang-barang
yang tipis dan bermutu tinggi.
4) Karet Bongkah
Karet bongkah berasal dari karet ramah yang dikeringkan
dan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah
ditentukan. Standar mutu karet bongkah agak berbeda antara
negara produsen yang satu dan negara produsen lainnya. Standar
karet bongkah indonesia yang dikeluarkan SIR (Standard
Indonesia Rubber).
5) Karet Spesifikasi Teknis
Karet spesifikasi taknis atau crumb rubber merupakan
karet yang dibuat secra khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin
83
Ibid, h. 22.
70
yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian
mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada
karet sheep, crepe, dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet
jenis ini. Karet spesifikasi tekni ini dikemas dalam bongkah-
bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.
6) Tyre Rubber
Tyre rubber merupakan karet setengah jadi, sehingga bisa
langsung digunakan oleh konsumen, seperti untuk membuat ban
atau barang-barang lain yang berbahan karet alam. Tujuannya
pembuatan tyre rubber adalah meningkatkan daya saring karet
alam terhadap karet sintesis. Karet ini juga memiliki daya campur
yang baik, sehingga mudah digabungkan dengan karet sintesis.
7) Karet Reklim
Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang
didaur ulang dari karet bekas. Umumnya bekas ban mobil atan
ban bejalan di pabrik-pabrik besar. Karet reklim diusahakan
pertam akli pada tahun 1848 oleh Alexander Perkes dan ternyata
tetap dibutuhkan sampai sekarang, bahkan dalam jumlah yang
cukup banyak. Kelebihan karet reklim ini adalah daya lateksnya
bagus, kokh, tahan lama dalam pemakaian, serta lebih tahan
terhadap bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet
71
yang baru dibuat. Kelemahannya, kurang kenyal dan kurang tahan
gesekan.84
b. Karet sintesis
Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan
bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintesis secara besar-
besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan
anggapan yang terjadi selama dan sesudah perang bahwa
kenyataannya jumlah suplai karet alam tidak akan mampu memenuhi
seluruh kebutuhan dunia akan karet. Negara-negara industri maju
merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintesis.
Sekarang banyak karet sintesis yang dikenal. Biasanya tiap jenis
memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap
panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang
kedap gas.
Ada dua macam karet sintesis yang dikenal, yaitu:
1) Karet sintesis untuk kegunaan umum: SBR (Styrena Butadiene
Rubber), BR (Butadiene Rubber) atau PR (Polybutadiene Rubber),
IR (Isoprene Rubber).
2) Karet sintesis untuk kegunaan khusus, seperti karet yang memiliki
ketahanan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, dan
kedap gas. Diantaranya: IIR (Isobutene Isoprene Rubber), NBR
84
Ibid, h.24.
72
(Nytrite Butadine Rubber), CR (Chloroprene Rubber), dan EPR
(Etylene Propylene Rubber).
Disebabkan kelebihannya dibandingkan karet alam, seperti
tanah minyak, karet ini banyak digunakan untuk pembuatan pipa karet
untuk minyak dan bensin, seal, gasket. Karet CR mempunyai
kelebihan tahan api, untuk pembuatan pipa karet, pembungkus kabel,
seal, gasket, sabuk/ban berjalan. Jenis IR yang tahan gas digunakan
untuk campuran pembuatan ban kendaraan bermotor, pembalut kabel
listrik, serta pelapis tangki penyimpan minyak atau lemak.85
3. Budi Daya Karet
Sistem budi daya yang baik juga akan menghasilkan hasil panen
yang lebih tinggi. Dengan dihasilkannya karet bermutu tinggi maka harga
yang diperoleh juga akan tinggi. Beberapa faktor budi daya yang harus
diperhatikan di antaranya sebagai berikut:86
a. Pemilihan Lokasi
Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di daerah yang
memeliki ketinggian antara 0-400 m di atas permukaan laut, dengan
kemiringan maksimum 45‟. Jika ditanam di daerah yang memiliki
ketinggian di atas 400 m dari permukaan laut, maka pertumbuhannya
menjadi lambat. Apalagi jika tumbuh di ketinggian 600 m dari
85
Wikipedia, 2017, “Jenis Karet”, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jenis_karet,
diakses pada 25 Agustus 2017. 86
Djoehana Setyamidjaja, Seri Budi Daya Karet, Cet. Ke-13, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2012), h. 18-26.
73
permukaan laut dan tanahnya mulai kritis, hasil yang diperoleh sangat
rendah dan mudah terjangkit penyakit meskipun dirawat dengan baik.
Dan juga tananaman karet menghendaki daerah dengan curah hujan
antara 1.500-4.000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, yang
terbaik antara 2.500-4.000 mm dengan 100-150 hari hujan.
b. Pengolahan Tanah dan Persiapan Tanam
Dalam penanaman karet dikenal dua istilah: replanting
(penanaman ulang tanaman karet setelah tanaman yang lama dianggap
tidak ekonomis lagi) dan newplanting (penanaman bukaan baru yang
sebelumnya tidak ditanami karet). Pengolahan tanah dan persiapan
tanam kedua cara ini tidak jauh berbeda, yang berbedda hanya
penebangan pohon lama dan pohon-pohon besar atau alang-alang.
c. Penanaman
1) Sistem penanaman karet, ada dua sistem penanaman karet yaitu,
sebagai berikut:
a) Sistem tumpang sari, penanaman yang harus direncanakan
dari semula, jarak tanaman harus sesuai kalau tidak akan
menyebabkan tanaman terlalu rapat dan berakibat terjadi
persaingan penyerapan unsur hara. Dalam penanamn terdapat
beberapa istilah jarak tanam, yaitu jarak segi tiga, bujur
sangkar, pagar, jalanan, dan tidak teratur. Jarak pagar dan
jalanan disiapkan untuk sistem penanaman tumpang sari.
74
b) Sistem monokultur, sistem penanamannya dengan jarak segi
tiga, bujur sangkar, dan tidak teratur. Sistem jarak segitiga
dan bujur sangkar menghasilkan jarak tanam yang teratur dan
hanya bisa diterapkan pada penanaman di tanah datar sampai
agak datar. Sedangkan jarak tidak beratur hanya untuk
penanaman karet di tanah miring yang diteras.
2) Cara penanaman bibit
a) Pembongkaran bibit, dilakukan dengan jalan menggali parit
50 cm di sisi barisan bibit. Kemudian bibit diegang pada
bagian atas okulasi dan dicabut. Dan jumlah akar
tunggangnya harus satu buah dan lurus, jika terdapat lebih
dari satu, akar yang lain dipotong. Setelah itu, bibit siap
ditanam.
b) Pengangkutan, untuk bibit yang harus menempuh jarak yang
cukup jauh dilakukan dengan membungkus bibit. Tujuannya
unutk menghindari terjadinya kerusakan mata tunas atau
batang okulasi. Bahan pembungkus yang bisa digunakan
adalah gedebok pisang yang disusun selapis demi selapis dan
di antaranya disusun bibit karet.
3) Pelaksanaan penanaman, sebelum penanaman sudah disiapkan
lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan jarak antarlubnag
(7x3) m, bibit dapat ditanam. Dan setelahnya unutk menahan dan
75
mencegah terjadinya erosi, dilakukan penanamn tanaman penutup
tanah.
d. Kebutuhan Bibit
Tiap hektar dipengaruhi oleh jarak tanamnya. Dengan jarak
tanam (7x3) m jumlah pohon yang bisa ditanam untuk satu hektar
adalah 476 pohon. Di samping bibit untuk sulaman sebanyak 5% dari
jumlah yang akan ditanam sehingga jumlah bibit yang harus disiapkan
berjumlah 500 batang.
e. Perawatan Tanaman sebelum menghasilkan dan yang sudah
menghasilan, tanaman sebelum menghasilkan menjalani tahap
penyulaman, penyiagan, pemupukan tanaman, seleksi dan
penjarangan, pemeliharaan tanaman penutup tanah, sedangkan
tanaman yang sudah menghasilakan hanya melakukan penyiagan dan
pemupukan serta pemberantasan hama dan penyakit.
4. Penyadapan Karet
Merupakan salah satu kegiatan pokkok dari pengusahaan tanaman
karet.Tujuannya adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar
lateks cepat mengalir. Untuk memperoleh hasil sadap yang baik,
penyadapan harus mengikuti tertentu agar diperoleh produksi yang tinggi,
menguntungkan, sarta berkesinambungan dengan tetap memperhatikan
faktor kesehatan tanaman. 87
87
Tim Penulis PS, Loc.Cit, h. 172-177.
76
a. Penentuan matang sadap, cara menentukan kesiapan atau
kematangannya adalah dengan melihat umur dan mengukur lilit
batangnya. Kebun karet yang memiliki tingkat pertumbuhan normal
siap disadap pada umur 5 tahun dengan masa produksi selama 25-35
tahun.
b. Peralatan sadap
1) Mal sadap atau patron (untuk membuat gambar sadapan yang
menyangkut kemiringan sadapannya).
2) Pisau sadap(untuk menyadap kulit karet pada bidang sadap atas,
ketinggian di atas 130 cm).
3) Talang lateks atau spout (digunakan untuk mengalirkan cairan
lateks atau getah karet dari irisan sadap ke dalam magkuk).
4) Mangkuk atau cawan (untuk menampung lateks yang mengalir dari
bidang irisan melalui talang).
5) Cincin mangkuk (sebagai tempat meletakkan mangkuk sadap atau
cawan).
6) Tali cincin (untuk mencantolkan cincin mangkuk sehingga mutlak
harus disediakan).
7) Meteran (untuk menentukan tinggi bidang sadap dan mengukur lilit
batang pohon karet).
8) Pisau mal (untuk menoreh kulit batang karet saat akan membuat
gambar bidang sadap).
77
9) Quadri atau sigmat (untuk mengukur tebalnya kulit yang disisakan
saat penyadapan).
c. Pelaksanaan penyadapan
1) Ketebalan irisan sadap, tebal irisan yang dianjurkan adalah 1,5-2
mm.
2) Kedalaman irisan sadap, ketebalan irisan yang dianjurkan 1-1,5
mm.
3) Waktu penyadapan, dilakukan pada pagi hari antara 5.00-6.00 pagi,
sedangkan pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 8.00-
10.00.
4) Pemulihan kulit bidang sadap, penentuan layak tidaknya kulit
pilihan untuk disadap kembali ditentukan oleh tebal kulit pulihan,
minimum sudah mencapai 7 mm.
5. Prakoagulasi
Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang
menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan.
Kejadian ini sering terjadi di areal perkebunan karet sebelum karet sampai
ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian
yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya
dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya pun
rendah.
78
Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut:88
a. Jenis karet yang ditanam
Perbedaan jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang
berbeda-beda pula. Otomatis kestabilan atau kemantapan koloidalnya
berbeda. Klon-klon tertentu ada yang rendah dan tinggi kadar
kestabilannya. Kadar kestabilan koloid ini sedikit banyak berpengaruh
terhadap faktor lain yang juga mampu menyebabkan terjadinya
prakoagulasi.
b. Enzim-enzim
Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat
berlangsungnya suatu reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah
kecil. Cara kerjanya adalah dengan mengubah susuanan protein yang
melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya, kemantapan lateks berkurang
dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim-enzim mulai aktif setelah
lateks keluar dari batang karet yang disadap.
c. Mikroorganisme atau jasad renik
Terdapat di lingkungan perkebunan karet. Jasad ini dapat
berada di pepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat-alat
yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehat dan
baru disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari
mikroorganisme. Tetapi, pohon yang baru disadap mudah sekali
terinfeksi oleh jasad-jasad renik. Apabila mikroorganisme masuk ke
88
Dr. Ir. Tumpal, H. S. Siregar, Dip. Agr., Ir. Irawan Suhendry, MM. Budi Daya &
Teknologi Karet, Cet. Ke-1, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2013), h. 98-104.
79
dalam getah yang baru disadap, dan melakukan aktivitas hidup di
dalamnya maka akan terjadi reaksi dengan senyawa-senyawa yang
terkandung dalam lateks. Akibatnya, timbul senyawa-senyawa seperti
asam dan sejenisnya. Bila banyak mikroorganisme dalam lateks maka
senyawa asam yang dihasilakan akan banyak pula.
d. Faktor cuaca atau musim
Pada saat tanaman karet menggugurkan daunnya (musim
gugur daun),dan pada saat musim hujan prakoagulasi terjadi lebih
sering. Menyebabkan penyadapan pada saat banyak turun hujan sering
tidak dilakukan di perkebunan-perkebunan. Selain pelaksanaannya
sulit, juga untuk mencegah prakoagulasi. Akan tetapi, bila tindakan
pencegahan prakoagulasi telah dilaksanakan maka penyadapan pada
musim hujan bisa terus dilakukan. Lateks yang baru disadap juga
mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena
kestabilan koloidnya rusak oleh panas matahari.
e. Kondisi tanaman
Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap akan
menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudah menggumpal. Hasil
sadapan dari tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering
membeku di dalam mangkok. Sedangkan tanaman karet tua dan sakit-
sakitan sering manghasilakan lateks yang sudah membeku di atas
bidang sadap.
80
f. Air sadah, atau hard water
Adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi
asam. Apabila air ini tercampur ke dalam lateks maka prakoagulasi
akan terjadi dengan cepat. Untuk menjaga jangan sampai air sadah
dipakai dalam pengolahan maka dilakukan analisis kimia. Derajat
kesdahan air yang masih mungkin digunakan adalah 6oJ (derajat
Jerman).
g. Cara pengangkutan
Sarana transportasi baik jalan atau kendaraan, yang buruk akan
menambah frekuensi tejadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau
angkutan yang berguncang-guncang mengakibatkan lateks yang
diangkut terkocok-kocok seccara kuat sehingga merusak kestabilan
koloidal. Jarak yang jauh yang menyebabkan lateks baru tiba di
tempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena terik matahari
di perjalanan juga dapat menyebabkan terjadiny prakoagulasi.
h. Kotoran atau bahan-bahan lain yang tercampur
Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau
bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Air yang kotor juga
berpengaruh sama. Lateks dari kebun karet rakyat biasanya lebih
banyak tercampur kotoran atau bahan-bahan lain daripada lateks hasil
perkebunan besae swasta atau milik pemerintah.
81
6. Aneka Barang Karet
Karet dapat diolah menjadi aneka jenis barang yang sangat luas
penggunaannya. Aneka jenis barang tersebut di antaranya sebagai
berikut:89
a. Sepatu karet.
b. Ban sepeda, mobil.
c. Sabuk V, untuk menggerakkan mesin besar dan mesin kecil seperti
pompa, dan generator.
d. Sabuk pengangkut.
e. Pipa karet.
f. Kabel.
g. Pembungkus logam.
h. Bantalan karet.
i. Rol karet.
j. Lantai karet.
k. Karet Spons dan Busa.
l. Benang Karet.
m. Kerpet Berlapis Karet.
89
Tim Penulis PS, Loc.Cit, h. 219.
82
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Tri Makmur Jaya Kec.Menggala
Timur Kab.Tulang Bawang
1. Sejarah Berdirinya Desa Tri Makmur Jaya
Pada tahun 1979 pemerintah pusat melalui jawatan transmigrasi
Kabupaten Lampung Utara, sebanyak 200 Kepala Keluarga, yang berasal
dari pulau jawa, yaitu:Dari Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tenggah.
Sebelum terbentuknya kampung tri makmur jaya pada tahun 1979,
kampung tri makmur jaya bergabung dengan Kampung Bawang Sakti Jaya
yang terbagi atas dua Blok yaitu Blok C1 dan Blok C2, maka pada tahun
1981 antara Blok C1 dan Blok C2 telah sepakat mengadakan pemekaran
dan bergabung ke Kampung Cempaka Jaya, saat itu Kampung Bawang
Sakti Jaya di kepalai oleh Bapak Harsoyo.
Pada tahun 2009 pemerintah Daerah telah mengadakan program
pemekaran Kecamatan dan Kampung, Kampung Cempaka Jaya saat
pemimpinan Bapak Hasan dari Kecamatan Kampung Cempaka Jaya
Kecamatan Banjar Agung telah di mekarkan menjadi dua kampug yaitu
Kampung Tri Makmur Jaya dan Kampung Cempaka Dalem yang di
resmikan pada tanggal 3 maret 2009 di Mahbang. Dan bergabung ke
Kecamatan Menggala Timur pecahan dari Kecamatan Menggala.90
90
Profil Desa Tri Makmur Jaya pada Tahun 2015, dicatat pada tanggal 23 Agustus 2017.
83
2. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tri Makmur Jaya
Kondisi geografis secara administratif Desa Tri Makmur Jaya
terletak di Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.
Adapun luas wilayah Desa Tri Makmur Jaya 505 Ha. Dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bawang Sakti Jaya
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cempaka Dalem
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bawang Tirti Mulyo
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bedarou Indah
Kondisi geografis Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala
Timur Kabupaten Tulang Bawang, sebagai berikut:
1) Ketinggian atau jarak dari permukaan laut 29,7 m
2) Banyaknya curah hujan 3,232 mm/th
3) Suhu udara rata-rata 20-300C
Sedangkan menurut kondisi demografis Desa Tri Makmur Jaya
memiliki jumlah penduduk 264 KK, dari jumlah tersebut laki-laki
berjumlah 473 jiwa dan perempuan berjumlah 501 jiwa. Berikut
merupakan jumlah penduduk menurut klasifikasi umur di Desa Tri
Makmur Jaya yaitu:
84
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
Menurut Kelompok Umur
No Usia
(Tahun)
Jumlah
(Jiwa)
Prentase
1. 0-5 97 orang 9,96
2. 6-12 149 orang 15,29
3. 13-15 64 orang 6,57
4. 16-18 39 orang 4,00
5. 19-26 120 orang 12,32
6. 27-35 162 orang 16,61
7. 36-40 66 orang 6,80
8. 41-55 167 orang 17,13
9. 56-60 38 orang 3,90
10. 60-< 72 orang 7,40
Jumlah Total 974 orang 100,00
Sumber: Monografi Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang, pada tahun 2015.
Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang Menurut Kelompok Pendidikan
No Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1. Tidak Tamat SD 56
2. SD 307
3. SLTP 252
4. SLTA 97
5. Diploma 7
6. Sarjana 1
Sumber: Monografi Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang, pada tahun 2015.
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
masyarakat diDesa Tri Makmur Jaya paling banyak lulusan SD/Sederajat.
Hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat di Desa Tri Makmur Jaya
dalam bidang pendidikan masih tergolong kurang maju. Kondisi
pendidikan seperti ini pada akhirnya akan sulit menerima berbagai macam
85
perubahan sosial ekonomi, yang akibatnya akan berpengaruh pada pola
kehidupan masyarakatnya.
3. Kondisi Sosial Ekonomi
Adapun kondisi perekonomian atau mata pencaharian masyarakat
Desa Tri Makmur Jaya sebagian besar adalah petani dan buruh tani yang
sebagian besar hanya lulusan SD dan SLTP, sedangkan mata pencaharian
sebagai PNS sebagian besar lulusan dari Akademik atau Perguruan Tinggi.
Tabel 3
Perincian Penduduk Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
Menurut Tingkat Ekonomi
No Mata Pencaharian Jumlah
(Jiwa)
1. Buruh Tani 50
2. Petani 750
3. Peternak -
4. Pedagang 18
5. Tukang Kayu 11
6. Tukang Batu -
7. Penjait -
8. PNS 4
9. Pensiunan 1
10. TNI/Polri 1
11. Perangkat Kampung 25
12. Pengrajin 1
13. Industri Kecil 2
86
14. Buruh Industri -
Sumber: Monografi Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang, pada tahun 2015.
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui tingkat ekonomi
masyarakat Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggla Timur Kabupaten
Tulang Bawang memiliki jenis usaha ekonomi yang beragam. Sebagian
besar memiliki mata pencaharian petani dan buruh tani. Jenis usaha ini
secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat perekonomian
masyarakat Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang. Masyarakat amat tergantung pada keadaan
cuaca yang nantinya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat
yang akhirnya mempengaruhi tingkat perkembangan penduduk.
4. Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Desa Tri Makmur Jaya sebagian besar masyarakatnya
ber-etnis Jawa. Budaya Masyarakat Desa Tri Makmur Jaya sebagian besar
dipengaruhi oleh ajaran Islam, budaya tersebut dipertahankan oleh
masyarakat Desa Tri Makmur Jaya sejak dahulu sampai sekarang, adapun
budaya tersebut adalah:
a. Berzanji
Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat Desa Tri Makmur Jaya
dengan cara membaca kitab Al-Berzanji, biasanya dilakukan
87
seminggu sekali pada malam Jum‟at bertempat di masjid dan
musholla.
b. Yasinan
Budaya ini dilakukan seminggu sekali oleh masyarakat Desa
Tri Makmur Jaya dengan mambaca surat Yasin pada malam Jum‟at.
c. Tahlil
Kegiatan tahlil merupakan kegiatan membaca kalimat toyyibah
yang dilaksanakan pada saat masyarakat Desa Tri Makmur Jaya
mempunyai hajat, dan kematian. Bacaan tahlil tersebut dapat
dilakukan oleh siapa saja termasuk Bapak-bapak, Ibu-ibu di rumah
penduduk yang mempunyai hajat tersebut.
Begitu pula dalam berbagai upacara adat yang ada di Desa Tri
Makmur Jaya sangat terpengaruh oleh nilai-nilai ajaran Islam, misalnya
pada selamatan, upacara pernikahan, upacara sedekah desa dan
sebagainya.
Selain budaya tersebut, masyarakat Desa Tri Makmur Jaya juga
berusaha melestarikan budaya bangsa agar bisa mencerminkan nilai-nilai
leluhur bangsa yang berdasarkan pancasila dengan melakukan pembinaan
kepada generasi muda agar mereka tidak melupakan nilai-nilai tradisi yang
telah turun temurun dilakukan.
88
5. Kondisi Sosial Keagamaan
Bagi orang Islam kegiatan keagamaan diwujudkan dalam bentuk
ibadah, pengajian, peringatan hari besar Islam, sillahturahmi, zakat
sadaqah, infak, dan sebagainya. Hal tersebut dapat diselenggarakan di
masjid, mushola dan rumah penduduk. Kondisi masyarakat Tri Makmur
Jaya yang brgama Islam, membuat kegiatan di Desa Tri Makmur Jaya
tersebut sangat erat berhubungan dengan nuansa Islam. Hal tersebut
terlihat dari kegiatan-kegiatan yang ada dan dilaksanakan seperti pengajian
rutin, peringatan hari besar Islam dan yang lainnya.
Adapun jumlah bangunan pribadatan umat Islam di Desa Tri
Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4
Perincian Bagunan Peribadatan Umat Islam Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
No Bangunan Peribadatan Jumlah (Buah)
1. Masjid 1
2. Mushalla 3
Jumlah 4
Sumber: Monografi Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur
Kabupaten Tulang Bawang, dicatat tanggal 23 Agustus 2017
Berdasarkan tabel diatas nampak bahwa di Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang memiliki 1 buah
masjid dan 3 buah mushalla. Untuk memajukan kegiatan keagamaan di
89
Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang
Bawang sudah berjalan pengajian-pengajian rutin Ibu-ibu dan Bapak-
bapak.
6. Struktur Organisasi
Struktur pemerintahan Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan
Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang dipimpin oleh seorang
Kepala Desa. Dalam menjalankan pemerintahannya, Kepala Desa dibantu
oleh Sekretaris Desa dan Kepala Urusan (kaur). Adapun susunan
pemerintahan Desa Tri Makmur Jaya tahun 2017 sebagai berikut:
Tabel 5
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
B.
Kepala Desa
Jaja Suhaja
Sekretaris
Slamet. M
Kepala Seksi
Pembangunan
Joko. P
Kaur Pemerintah
Iswanto
Kaur Keuangan
Wahyu
Kaur Umum
Sukardio
Ketua RK 03
Supardi
Ketua RK 02
Suyono
Ketua RK 01
E. Bachrudin
Ketua RK 04
Asep M
90
Sumber: Papan Struktur Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala
Timur Kabupaten Tulang Bawang, dicatat tanggal 23 Agustus 2017.
B. Sistem Jual Beli Karet
Proses jual beli karet ini melalui beberapa tahap, antara lain:
1. Cara Menghubungi Pembeli
Masyarakat di Desa Tri Makmur Jaya merupakan masyarakat
yang berpotensi di sektor pertanian, terutama dalam bidang perkebunan
karet. Dikatakan demikian, karena hampir seluruh lahan pertanian di
Desa Tri Makmur Jaya dijadikan sebagai lahan perkebunan karet.
Sebelum masyarakat petani beralih pada perkebunan karet, dahulu
petani di Desa Tri Makmur Jaya memproduktifitaskan lahannya untuk
ditanami singkong, padi dan lain-lain.
Seperti yang kita ketahui Desa Tri Makmur Jaya merupakan
salah satu desa yang terkenal sebagai penghasil karet di Kabupaten
Menggala Timur dan masyarakatnya pun mayoritas bermatapencaharian
sebagai petani karet.
Hasil wawancara dengan beberapa petani,91
cara yang dilakukan
petani untuk menghubungi tengkulak yaitu petani langsung mendatangi
rumah tengkulak untuk melakukan transaksi jual beli sadapan karet
tersebut.
91
HBapak Juhari, Bapak Rio Sutrisno, dkk, petani karet di Desa Tri Makmur Jaya
Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang, Wawancara, pada tanggal 27-29 Agustus 2017.
91
2. Cara Melaksanakan Perjanjian
Dalam praktik jual beli karet yang terjadi di Desa Tri Makmur
Jaya ini tidak ada perjanjian secara tertulis hanya menggunakan akad
saling percaya antar petani dan tengkulak. Di sini petani karet dan
tengkulak menyatakan sebuah kesepakatan yang sudah biasa dilakukan
oleh masyarakat pada umumnya. Misalnya petani langsung datang
kepada tengkulak, lalu tengkulak menjawab, ya siap untuk melakukan
penimbangan dan transaksi jual beli karet.92
Maka dalam hal ini sudah
terjadilah kesepakatan untuk melakukan transaksi jual beli karet.
Perjanjian ini tidak menyebutkan bagaimana jika terjadi untung dan
rugi diluar perkiraan. Setelah terjadinya kesepakatan tengkulak
memberikan uang serta nota kepada petani.
3. Cara Menetapkan Harga
Dalam penetapan harga karet, tergantung pada kesepakatan
petani dan tengkulak yang melakukan transaksi jual beli karet. Untuk
mengetahui standar harga tersebut, seperti biasa tangkulak mengurangi
timbangan seberat 2kg dengan hasil sadapan karet diatas 30kg untuk
meminimalisir kadar air yang berada dalam karet tersebut.93
Harga standar yang diberikan tengkulak seharga Rp 7.000/kg,
bisa lebih mencapai Rp 7.500-Rp 8.000/kg dan bisa kurang dari harga
92
Bapak Suwito, Bapak Tanu, dan Bapak Rubani , tengkulak karet di Desa Tri Makmur
Jaya Kec.Menggala Timur Kab.Tulang Bawang, Wawancara, pada tanggal 27-29 Agustus 2017. 93
Ibid
92
standar tersebut sekurang-kurangnya mencapai Rp 6.500/kg itu
tergantung dengan kualitas karet yang dibeli dari petani.
4. Cara Melaksanakan Penyerahan Karet
Adapun kebiasaan yang terjadi di masyarakat Desa Tri Makmur
Jaya menurut Bapak Awaliwono,94
setelah terjadinya kesepakatan jual
beli, karet yang telah ditimbang sudah menjadi milik pembeli.
Dengan penyerahan barang tersebut, maka perjanjian yang ia
adakan sudah berakhir. Dengan demikian masing-masing pihak sudah
tidak ada ikatan lagi dengan penyerahan barang tersebut maka berakhir
pula semuanya.
5. Cara Melakukan Pembayaran
Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Tanu,95
bahwa sistem
pembayaran dalam jual beli karet adalah dengan sistem kepercayaan,
yaitu pembayaran yang dilakukan dengan kontan kepada petani atas
semua hasil sadapan yang dijual. Tapi pada saat tengkulak memjual
hasil yang diperoleh dari petani ke pabrik terjadi penurunan berat karet
yang lumayan tinggi sehingga tengkulak mengalami kerugian yang
tidak sedikit.
94
Bapak Awaliwono, petani karet di Desa Tri Makmur Jaya, Wawancara, tanggal 27
Agustus 2017. 95
Bapak Tanu, tengkulak karet di Desa Tri Mkamur Jaya, Wawancara, tanggal 27
Agustus 2017.
93
C. Praktik Penambahan Kadar Air Dalam Karet
Di Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten
Tulang Bawang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kurang
lebih hampir 85% dari jumlah penduduk Desa Tri Makmur Jaya. Dengan
banyaknya perkebunan karet disana membuat masyarakat menyadari untuk
menyadap hasil karet yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan,
untuk itu sebagian masyarakat memilih untuk menyadap karet dan kemudian
menjualnya kepada tengkulak.
Berdasarkan praktik pencampuran sadapan karet yang dicampurkan
dengan kadar air seperti yang kita ketahui Objek atau barang dari jual beli
tersebut adalah sadapan karet dimana sebelum menjadi olahan harus melalui
beberapa proses pengelolaan karet.
Adapun proses pengolahan getah karet dengan penambahan air guna
menambah berat karet adalah sebagai berikut :96
1. Hasil sadapan getah karet tersebut dimasukkan ke dalam
bak/wadah/cetakan plastik kemudian di campur dengan kadar air yang
dicampur dengan zat kimia yang sifatnya untuk menambah berat karet
yang akan dijual nantinya.
2. Mengaduk zat dengan kadar air dicamprkan dan diratakan terlebih
dahulu.
96
Bapak Juhari, Bapak Rio Sutrisno, dkk, Loc.Cit., pada tanggal 27-29 Agustus 2017.
94
3. Kemudian lateks yang sudah penuh dengan mangkuk-mangkuk sadap
dimasukkan kedalam cetakan/wadah dan ditambahkan kadar air yang
sudah dicampur zat dan disusun rata.
4. Dosis yang diberikan petani berbeda untuk masing-masing petani sesuai
dengan jalan menambahkan bahan non-karet seperti tatal, kotoran, tanah
dan bahan ikutan lainnya kedalam lateks tersebut.
5. Sebelum dipasarkan biasanya petani menyimpan hasil sadapan yang telah
jadi dengan cara merendam terlebih dahulu didalam kolam yang sudah
kotor selama tujuh hari sampai satu bulan, yang tujuannya untuk
memanipulasi berat.
Tabel 6
Daftar Nama Responden Jual Beli Desa Tri Makmur Jaya
Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang
No Nama Umur
(Tahun)
Pekerjaan Alamat Pendidikan
1. Juhari 35 Petani RK4 RT4 SD
2. Rio Sutrisno 38 Petani RK4 RT3 -
3. Suwito 45 Tengkulak RK3 RT4 SMP
4. Indra Yanto 39 Petani RK1 RT3 -
5. Haryoto 37 Petani RK3 RT4 SLTA
6. Awaliwono 31 Petani RK3 RT4 SMP
7. Rintoko 40 Petani RK3 RT4 SMP
8. Tanu 50 Tengkulak RK3 RT2 SLTA
9. Eko pracoyo 34 Petani RK2 RT3 SD
10. Rubani 38 Tengkulak RK1 RT2 -
95
BAB IV
ANALISIS DATA
Setelah penulis mengumpulakan data-data yang bersifat data lapangan yang
diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan langsung dari kitab-kitab aslinya
atau terjemahan, jurnal-jurnal, buku-buku dan sumber-sumber lain yang berkaitan
dengan judul penelitian ini, yaitu berjudul “Jual Beli Karet Degan Penambahan
Kadar Air Dalam Perspektif Hukum Islam studi kasus di Desa Tri Makmur Jaya
Kecamtan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang”, maka sebagai langkah
selanjutnya penulis akan menganalisis data yang telah penulis kumpulkan untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian. Hasil analisa penulis yaitu sebagai
berikut :
A. Praktik Jual Beli Hasil
Dalam praktik jual beli memiliki tata cara atau sistem yang berlaku
berdasarkan hukum-hukum dan norma-norma yang telah diterapkan baik
hukum Islam maupun hukum dalam suatu hubungan di masyarakat. Nafsu
mendorong manusia untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya
memalui cara apa saja, misalnya berlaku curang dalam ukuran dan takaran
serta memanipulasi dalam kualitas barang dan jika hal itu dilakukan maka
rusaklah perekonomian di masyarakat.
Pada praktiknya jual beli yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya
merupakan transaksi jual beli dimana ada pembeli merasa dirugikan pada
96
kualitas karet yang dibeli, pembeli tidak dapat melihat dan megetahui kondisi
karet yang mereka beli, karena karet dikemas dalam cetakan berbentuk balok.
Sebelum menganalisis praktik jual beli karet dengan penambahan
kadar air yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya, sekilas tentang jual beli.
Rukun jual beli adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan hukum jual
beli, yaitu berupa adanya penjual dan pembeli itu sendiri, shighat dari kedua
belah pihak, ada barang yang dibeli (ma‟qud alaih) yang menjadi objyek jual
beli.
Adapun mengenai adanya orang yang melakukan akad (aqidain) yaitu
penjual dan pembeli pada praktik di Desa Tri Makmur Jaya ini tidak ada
masalah karena pelaku akad yakni penjual dan pembeli ini tetap ada. Rukun
yang harus terpenuhi lagi yaitu mengenai barang yang dijadikan obyek jual
beli.
Pada dasarnya bersih/sucinya barang dalam jual beli di Desa Tri
Makmur Jaya tidak ada masalah, karena barang yang diperjualbelikan adalah
berupa karet, maupun barang yang ditambahkan ke dalam air berupa kadar air
sehingga tidak tergolong benda-benda najis ataupun benda-benda yang
diharamkan. Dengan demikian dari segi syarat terhadap barang yang
diperjualbelikan haruslah bersih/suci telah terpenuhi dan tidak ada masalah.
Kaitannya dengan syarat terhadap barang yang diperjualbelikan harus
dapat dimanfaatkan dalam hal ini bahwa karet yang diperjualbelikan di Desa
Tri Makmur Jaya dapat bermanfaat karena merupakan salah satu kebutuhan
97
yang harus terpenuhi untuk memenuhi kebutuhan perekonomian masyarakat
setempat.
Mengenai syarat yang harus terpenuhi lagi yaitu barang yang
dijadikan obyek jual beli adalah milik orang yang melakukan akad, dalam hal
ini tidak ada masalah karena karet yang dijual benar-benar milik penjual
tersebut. Hak terhadap sesuatu itu menunjukan kepemilikan. Dengan
demikian mengenai kepemilikan tidak ada masalah.
Adapun kaitannya dengan syarat berkuasa menyerahkan barang,
maksudnya keadaan barang haruslah dapat diserahterimakan, dalam hal ini
tidak ada masalah karena dalam jual beli di Desa Tri Makmur Jaya ini
barangnya dapat diserahkan langsung kepada pembeli dan barang tersebut
juga ada di tangan. Maka sah karena barang dapat diserahterimakan.
Syarat obyek jual beli harus terpenuhi lagi adalah barang itu dapat
diketahui, maksudnya adalah cukup dengan mengetahui nilai harga dan
kiloannya. Akan tetapi, ada pula ulama yang mensyaratkan harus mengerti
baik kualitas maupun kuantitasnya secara detail.
Salah satu rukun akad jual beli adalah shighat akad. Shight akad
adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul. Para ulama sepakat berlandasan
untuk terwujudnya suatu akad adalah timbulnya sikap yang menunjukkan
kerelaan atau persetujuan kedua belah pihak untuk merealisasikan kewajiban
di antara mereka. Dalam shighat akad disyariatkan harus timbul dari pihak-
pihak yang melakukan akad menurut cara yang dianggap sah oleh syara‟.
98
Cara tersebut adalah bahwa akad harus menggunakan lafadz yang
menunjukan kerelaan dari masing-masing pihak untuk saling tukar-menukar
kepemilikan dalam harta, sesuai dengan adat kebiasan yang berlaku. Di
zaman modern, perwujudan ijab dan qabul tidak lagi di ucapkan, tetapi
dilakukan engan sikap mengambil barang dan membayar uang oleh pembeli,
serta menerima uang dan menyerahkan barang oleh penjual tanpa ucapan.
Dalam pembahasan tentang jual beli sebernya sudah dijelaskan dalam
fiqh Islam yaitu adanya jual beli yang disebut dengan bai al-mu‟athah. Dalam
kasus perwujudan ijab dan qabul melalui sikap ini (bai al-mu‟athah) terdapat
perbedaan pendapat dikalangan ulama fiqh. Jumhur ulama berpendapat
bahwa jual beli seperti ini hukumnya boleh, apabila telah menjadi kebiasaan
masyarakat, karena unsur terpenting dalam transaksi jual beli adalah suka
sama suka, hal ini sesuai dengan kandungan surah An-Nisa‟ ayat 29.
Karet yang dikatakan berkualitas jelek biasanya jika:
1) Karet yang berkualitas jelek biasanya jika dipegang akan terasa
lembek(tidak keras),
2) Karet yang berkualitas jelek berwarna putih,
3) Dan karet yang berkualitas jelek setelah diolah pabrik biasanya hasilnya
tidak elastis(putus putus) dikarnakan kadar air terlalu tinggi.
Kaitannya dengan jual beli karet dengan tambahan kadar air yang
terjadi di Desa Tri Makmur Jaya, para pelaku usaha yang dilakukan penjual
menanggapi permasalahan tersebut, mereka kurang memahami tentang
praktik jual beli yang bener dan sesuai dengan aturan hukum Islam. Mereka
99
hanya berangggapan serta berkeyakinan bahwa baginya semua karet yang
dapat laku terjual dengan untung dari penambahan kadar air tersebut.
Jual beli karet dengan tambahan kadar air merupakan satu dari banyak
fenomena yang terjadi terkait aktivitas jual beli. Tambahan yang dimaksud
adlah menambahkan kadar air ke dalam cetakan getah karet murni. Dalam
permasalahan ini timbulah masalah yang mewajibkan panjual untuk
mengatakan yang sebenarnya tentang kualitas karet yang dijual, sehingga
pembeli tidak merasa kecewa dan terugikan.
Para pelaku pembuatan karet dengan tambahan kadar air di Desa Tri
Makmur Jaya seharusnya lebih memahami ketentuan hukum Islam dan
tanggung jawab apabila barang yang diserahkan itu terdapat ketidak sesuaian
pada karet yang dijual sehingga harta yang mereka peroleh menjadi berkah
dan semakin tumbuh.
Rukun pada praktek jual beli karet di Desa Tri Makmur Jaya meliputi
unsur orang yang berakad atau aqaid (penjual dan pembeli), shighat (ijab dan
qabul), barang yang dibeli (ma‟qud alaih) maupun adanya keridhaan diantara
kedua belah pihak. Pada dasarnya jual beli karet dengan tambahan kadar air
di Desa Tri Makmur Jaya sah dilakukan karena rukunnya terpenuhi, namun
jual beli ini haram dilakukan karena pada obyek yang dijadikan jual beli
mengandung unsur penipuan (gharar) yang dapat merugikan pihak pembeli.
100
B. Perspektif Hukum Islam
Jual beli karet yang ditambahkan dengan kadar air pada dasarnya
tidak dibahas secara rinci dalam Islam, tidak ada dalil Al-qur‟an dan Hadist
yang menyebutkan hukum dari penjualan karet dengan penambahan kadar air.
Masalah hukum boleh atau tidaknya sebenarnya hukum setiap kegiatan
mu‟amalah adalah boleh, sesuai dengan kaidah fiqih. Jual beli disyariatkan
berdasarkan Al-Qur‟an yakni:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu”. (An-Nisa‟ : 29)
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar barang atau barang
dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan
syara‟ (hukum Islam). Jual beli termasuk perbuatan yang paling serng
dilakukan oleh setiap orang, baik itu jual beli dalam skala kecil atau besar.
Tapi, tidak semua transaksi jual beli ini dilakukan secara benar. Terkadang
terdapat penjual yang beritikad buruk sehingga menjual barang yang tidak
sesuai dengan kualitasnya demi mengejar keuntungan semata. Secara umum,
tambahan tersembunyi dapat diartikan sebagai suatu penambahan yang tidak
101
diketahui pada saat jual beli dilakukan, yang apabila diketahui dapat
membatalkan pembelian ataupun harga yang ditawarkan berkurang.
Dalam menjaga jangan sampai terjadinya perselisihan antara pembeli
dengan penjual, maka syari‟at Islam memberikan hak khiyar, yaitu hak
memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut, karena ada suatu
hal bagi kedua belah pihak. Jika dikaitkan dengan khiyar maka permasalahan
yang diangkat peneliti termasuk khiyar „aib yaitu dalam prakteknya telah
terjadi. Khiyar „aib adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya, apabila ternyata ada barang yang dibelinya itu terdapat suatu
tambahan yang dapat mengurnagkan nilai/kualitasnya.
Menurut ketentuan dasar yang telah diakui umum setiap barang yang
dijual belikan itu adalah bebas dari tambahan. Atas dasar inilah barang siapa
yang membeli suatu barang dengan tidak mengadakan perjanjian bebas dari
tambahan, hendaklah dianggap bahwa barang tersebut bebas dari tambahan.
Demikian si penjual tidak diperkenankan menjual barangnya yang
mempunyai penamabahan, jika tanpa menerangkan kepada si pembeli.
Mengenai tambahan yang terdapat dalam barang yang diperjual
belikan (obyek) maka dalam Islam sendiripun mengatur tentang adanya hak
khiyar „aib. Khiyar „aib adalah adanya hak pilih dari kedua belah pihak yang
melakukan akad, apabila terdapat penambahan pada benda yang diperjual
belikan dan penambahan itu tidak diketahui pemiliknya pada saat akad
berlangsung. Seharusnya seorang muslim tidak boleh menyembunyikan „aib
102
yang ada pada barang yang akan dijualnya. Pihak pembeli pun harus cermat
memilih barang yang akan dibelinya.
Jadi, karet yang dijual memang ada unsur ketidakpastiaannya yaitu
dari sisi kualitas barang tidak menjamin baik atau tidaknya barang tersebut.
Dan pada dasarnya syari‟at Islam dari awal masa banyak yang menampung
dan mengakui adat atau tradisi yang baik dalam masyarakat selama tradisi itu
tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan Hadist. Para ulama sepakat
menolak adat keiasaan yang salah („Urf fasiq) untuk dijadikan landasan
hukum.
د مك ة العا Artinya: “Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum”.
Adapun adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus
menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara
terus-menerus manusia mau mengulanginya. Sedangkan „Urf ialah sesuatu
perbuatan atau perkataan dimana jiwa merasakan suatu ketenangan dalam
mengerjakannya karena sudah sejalan dengan logika dan dapat diterima oleh
watak kemanusiaannya.97
Suatu adat atau „Urf dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak bertentangan dengan degan syari‟at.
2. Tidak menyebabkan kemadhorotan dan tidak menghilangkan
kemaslahatan.
3. Tidak berlaku pada umumnya orang muslim.
97
Ahmad Djazuli, Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah
Yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 130.
103
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah (ialah ibadah dalam arti sempit
yaitu aktifitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya).
5. „Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.
6. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas.98
Adapun dasar hukum firman Allah:
Artinya: “jadilah engkau pema‟af dan suruhlah orang menegrjakan
yang ma‟ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. (QS.
Al-A‟raf: 199).
Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa sistem jual beli ini
para petani seharusnya dalam menjual karet jangan terlalu berlebihan dalam
upaya mendapatkan keuntungan yang lebih sehingga menumbulkan
kemudharatan. Dalam jual beli sebaiknya antara penjual dan pembeli harus
bertransakasi dengan baik. Dengan kaidah yaitu, sebagai berikut:
عا د ين ون ي و ما إل ز ماه باات عا د األ ل ف العقد ر ي ادل
Artinya: “Hukum asal transakasi adalah keridhaan kedua belah pihak
yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang dilakukan”.
Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu,
transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak.
Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa
atau dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah
saling meridhai, tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya
98 Burhanudin, Fiqih Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 263.
104
hilang keridhaannya, maka akad tersebut bisa batal. Disini pembeli merasa
tertipu karena dirugikan oleh penjual dikarnakan barangnya cacat.
Dari penjelasan diatas bahwa penjual yang menggunakan atau
melakukan praktik jual beli karet dengan tambahan kadar air dengan alasan
memperoleh keuntungan yang lebih dan karna sudah menjadi kebiasaan
masyarakat di Desa Tri Makmur Jaya ini tidak bisa dijadikan hukum
dibolehkannya sistem jual beli. maka perlu adanya solusi bagi masyarakat
agar tetap bisa bertransakasi tetapi tidak melanggar hukum Islam.
105
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang berhasil dikumpulkan oleh
peneliti dalam judul skripsi “ Tinjauan Hukum Islam Tentang Jial Beli
Karet Dengan Tambahan Kadar Air (Study Kasus di Desa Tri
Makmur Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang
Bawang)” maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan jual beli karet di Desa Tri Makmur Jaya Kecamatan
Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang dilakukan dengan cara
pembeli mendatangi sendiri rumah/lokasi untuk ditimbang dan dijual.
Adapun praktik penambahan kadar air ke dalam karet yaitu kadar air
dicampurkan zat kimia yang kemudian dimasukkan ke dalam cetakan
berupa bak balok karet dan kemudian disusun dan ditambahkan
sedikit demi sedikit anatara hasil sadapan getah karet dengan kadar air
dan dimasukkan ke dalam kolam kotor untuk hasil yang diinginkan.
Sedangkan takaran pencampuran kadar air yang dimasukkan ke dalam
karet tidak terhingga beratnya dan sudah menjadi kebiasaan di Desa
Tri Makmur Jaya.
2. Jual beli karet dengan penambahan kadar air menurut pandangan
hukum Islam adalah tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan
hukum Islam. Hal ini berdasarkan dengan hadist Sunan Ibnu Majah
106
menyebutkan suatu riwayat, yang artinya “Rasulullah SAW telah
melarang jual beli gharar”. Karena dalam jual beli karet dengan
tambahan kadar air yang terjadi di Desa Tri Makmur Jaya ini
mengandung unsur gharar, ketidakpastian pada kualitas objek
akadnya sehingga dari sebab unsur-unsur tersebut mengakibatkan
adanya ketidakrelaan dalam bertransaksi.
B. Saran
1. Untuk para petani karet agar dapat menghasilkan hasil produksi
dengan lebih bernilai ekonomis, sebaiknya diperhatikan dari
pengelolaan yang digunakan yang lebih baik lagi agar kualitas dan
mutu karet itu terjaga.
2. Untuk tengkulak karet jika merasa mengalami kerugian dan tidak
ridho terhadap pembelian hasil sadapan karet maka jual beli tersebut
tidak sah. Sebaiknya pembeli lebih teliti dan berhati-hati dalam
memperhatikan kualitas, kondisi ketika melakukan transaksi jual beli.
107
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam. Fiqh mu‟amalat, penerjemah: Nadirsyah Hawari
(cet 1). Jakarta: Amzah, 2010.
Abu Bakar Jabir El-Jazairi. Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Muamalah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991.
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam,
penerjemah: Achmad Sunarto (cet 1). Jakarta: Pustaka Amani, 1995.
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid . Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
A. Khumedi Ja‟far. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga
dan Bisnis). Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN
Raden Intan Lampung, 2015.
Adurrahman Al-Jazairy. Khitabul Fiqh „Alal Madzahib al-Arba‟ah Juz II. Beirut:
Darul Kutub Al-Ilmiah, 1990.
Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Amam, 2003.
Burhannudin. Etika Individu Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2000.
Cholid Narbuko dan Abu Achmad. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,
2015.
Depertemen Agama RI. Al-qur‟an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro,
2012.
Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2005.
Djoehana Setyamidjaja. Seri Budi Daya Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2012.
H. M. Daud Ali. Asas-asas Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Haji Abdul Maluk Karim Amrullah (HAMKA). Hukum Ekonomi Islami. Jakarta:
Sinar Grafika, 2012.
Hamzah Ya‟qub. Kode Etik Dagang Menurut Hukum Islam. Bandung: CV
Diponegoro, 1992.
108
Hendi Suhendi. Fiqh Mu‟amalah. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Ibnu Qudamah. Al-Mughni, Jus III. Beirut-Lebanon: Dar Al-Fikr, t,th.
Idris ahmad. Fiqh al-Syafi‟iyah. Jakarta: Karya Indah, 1986.
Imam Abi Al-Husain Muslim bin Hajaj Al-Qusyairi Al-Naisabury. Shahih
Muslim. Dahlan Indonesia, t,th.
Imam Syafi‟i Abu Abdullah Muhammad bin Idris. Ringkasan kitab Al Umm,
penerjemah: Imron Rosadi, Amiruddin dan Imam Awaludin, Jilid V.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2013.
Maktubu Syamilah. Sunan Al-Kubro Lil Baihaqi. Libanon: Daar al-Kutub al-
Ilmiah, t,th.
M Quraish Shihab. Tafsir Al-Misba. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Peter Salim dan Yeni Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern english Pers, 1991.
Rachman Syafei. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah Jilid 12 (cet. 10). Bandung: Al-ma‟arif, 1996.
Suhrawardi, Lubis dan Farid Wajdi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta Timur: Sinar
Grafika Pffset, 2012.
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Susiadi. Metodologi Penelitian. Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan
LP2M IAIN Raden Intan Lampung, 2015.
Syamsudin Muhammad ar-Ramli. Nihayah Al-Muhtaj Juz III. Beirut: Dar Al-Fikr,
2004.
Tim Penulis PS. Panduan Lengkap Karet. Jakarta: Penebar Swadaya, 2013.
Tumpal, Siregar, dan Irawan Suhendry. Budi Daya & Teknologi Karet. Jakarta:
Penebar Swadaya, 2013.
Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid V, penerjemah: Abdul
Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani, 2011.
Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari. Fathul Mu‟in. Mesir: Darul Ihya‟, t,th.
109
“Gharar dalam objek transaksi” tersedia di :
http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/08/gharar.html tanggal akses : 24
Agustus 2017.
“Jenis Karet” tersedia di : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jenis_karet tanggal
akses: 25 Agustus 2017.