PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM … · karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon...
Transcript of PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM … · karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon...
PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM
MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
Oleh
ACHMAD FARIZ SAHLY
F34102066
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Achmad Fariz Sahly. F34102066. Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam. Di bawah bimbingan Illah Sailah dan Ary Achyar Alfa. 2006.
RINGKASAN
Karet alam sudah lama digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis perekat karena memiliki daya lengket yang baik. Selain itu karet alam juga memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik serta kemudahan untuk digiling sehingga karet alam dapat diolah menjadi barang jadi karet. Namun karet alam juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon. Untuk mengatasi kelemahan karet alam tersebut maka perlu dilakukan modifikasi baik secara fisik melalui pencampuran (blending) atau secara kimia melalui perubahan struktur molekulnya. Salah satu hasil modifikasi karet alam secara kimia adalah karet siklo yang memiliki daya rekat lebih baik dibanding karet alam, ketahanan panas dan ozon, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan ketahanan kikis yang baik. Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC (Barron, 1948). Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur dengan katalis asam dapat merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur seperti cincin, yaitu suatu bentuk karet tersiklisasi. Proses siklisasi menyebabkan berkurangnya jumlah ikatan rangkap yang dimiliki molekul karet alam. Di Indonesia beredar berbagai jenis dan tipe perekat untuk berbagai macam penggunaan yang kebanyakan merupakan produk impor atau berbahan baku impor dan berasal dari karet sintetis dengan harga yang cukup mahal. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan karet siklo sebagai perekat, salah satunya untuk bahan baku pembuatan perekat karet pada logam (rubber to metal bonding). Penambahan bahan ini ditujukan untuk meningkatkan daya rekat dari bahan-bahan yang direkatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah terformulasikannya campuran karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon tersebut sehingga dapat menghasilkan perekat karet pada logam yang baik. Penelitian ini terdiri penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa karakterisasi bahan baku lateks pekat berprotein rendah (DPNR) dan proses pembuatan masterbat siklo. Penelitian utama bertujuan membuat perekat karet pada logam dengan beberapa variasi formula, yaitu masterbat siklo 50 (MS-50), masterbat siklo 40 (MS-40), masterbat siklo 30 (MS-30), masterbat siklo 20 (MS-20), masterbat siklo 10 (MS-10), dan dibandingkan dengan perekat komersial sebagai standar. Formula yang dibuat adalah kombinasi antara karet siklo dengan karet alam dan bahan-bahan kimia kompon. Analisis data pada penelitian utama dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal. Karakterisasi lateks pekat DPNR telah memenuhi persyaratan penggunaan lateks sebagai bahan baku pembuatan karet siklo. Hasil pengujiannya yaitu nilai kadar karet kering (KKK) 62 %, kadar jumlah padatan (KJP) 62,52 %, kadar nitrogen 0,03 %, bilangan asam lemak eteris (ALE) 0,123, dan waktu kemantapan mekanik (WKM) < 30 detik. Hasil pengujian viskositas Brookfield adalah 2800
cP untuk MS-50, 2650 cP untuk MS-40, 1750 cP untuk MS-30, 2740 cP untuk MS-20, dan 3710 cP untuk MS-10. Nilai viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai viskositas perekat komersial (kontrol) yaitu 124 cP. Pengujian bobot jenis menunjukkan hasil 1,025 g/cm3 untuk MS-50; 1,024 g/cm3 untuk MS-40; 1,021 g/cm3 untuk MS-30; 1,002 g/cm3 untuk MS-20; dan 0,992 g/cm3 untuk MS-10. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya semakin rendah. Nilai bobot jenis yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai bobot jenis komersial (kontrol) yaitu 0,867 g/cm3. Pengujian daya rekat meliputi uji shear strength dan uji tensile strength. Hasil uji shear strength adalah 2,77 kg/cm2 untuk MS-50; 1,34 kg/cm2 untuk MS-40; 3,54 kg/cm2 untuk MS-30; 1,56 kg/cm2 untuk MS-20; 0,91 g/cm3 untuk MS-10, dan 3,12 kg/cm2 untuk perekat komersial. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian shear strength. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan sebagai senyawa peningkat daya rekat. Untuk uji tensile strength nilai yang dihasilkan adalah 5,6 kg/cm2 untuk MS-50; 4,63 kg/cm2 untuk MS-40; 5,65 kg/cm2 untuk MS-30; 4,30 kg/cm2 untuk MS-20; 2,37 g/cm3 untuk MS-10; dan 4,12 kg/cm2 untuk perekat komersial. Jika dibandingkan dengan kontrol, daya rekat kelima formula tersebut masih lebih rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo juga tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian tensile strength.
Achmad Fariz Sahly. F34102066. Production of Rubber To Metal Bonding by Using Cyclic Rubber and Natural Rubber Mixture. Supervised By Illah Sailah and Ary Achyar Alfa. 2006.
SUMMARY
Natural rubber has been used as resources in many adhesive processing because it has good adhering force. It also has good bounce force, elasticity, and also ease to roll so that natural rubber could processed to be final product. However, natural rubber also has some weakness like undurable to heat, oxidation, ozone, and hydrocarbon solvent. In order to defeat the weakness of natural rubber, it need to modified by physical modification or chemical modification (changing molecule structure) either product of natural rubber modification by chemical modification is cyclised rubber which has better adhering force than natural rubber, durable to heat and ozone, and also some physical properties like hardness, modulus, and abrasion. Cyclised rubber is derivative of natural rubber which made by rolling natural rubber with 5 % sulfuric acid then heating at 120 ºC (Barron, 1948). Stern (1967) said that heating the mixture natural rubber and acid catalysis mixture could change natural rubber molecule chain become cyclised chain. The cyclised processing caused disappear double bond in natural rubber molecule chain. In Indonesia, there are so many adhesive for many purpose, but it was import product or import resources and most of them made from synthetic rubber with expensive price. There is chance for cyclised rubber used to be an adhesive, either as rubber to metal bonding. Cyclised rubber is use as tackifier agent. The purpose of this research is cyclised rubber and natural rubber mixture have already formulated so that resulted a good rubber to metal bonding. This research is consist of preface research and major research. Preface research including the characterization of Deproteinized Natural Rubber (DPNR) latex and processing of cyclised rubber. Major research involve the processing of rubber to metal bonding with some variation formulation, that is cyclised masterbatch 50 (MS-50), MS-40, MS-30, MS-20, and MS-10, also a commercial adhesive as standard of comparison. The formulation is combination between cyclised rubber, natural rubber, and chemical compound materials. Statistical analyze use Completely Randomize Design with Single Factor. Characterization of Deproteinized Natural Rubber (DPNR) latex have been qualified utilization of latex as adhesive resources. The result test that is value of dry rubber content (KKK) 62 %; total solid content (KJP) 62.52 %; nitrogen content 0.03 %; eteric fatty acid number (ALE) 0.123; and mechanical stability time less than 30 seconds. The result of Brookfield viscosity measurement is 2800 cP for MS-50; 2650 cP for MS-40; 1750 cP for MS-30; 2740 cP for MS-20; and 3710 for MS-10, but it lower than Brokkfield viscosity of commercial adhesive that is 124 cP. The result of density measurement is 1.025 g/cm3 for MS-50; 1.024 g/cm3 for MS-40; 1.021 g/cm3 for MS-30; 1.002 g/cm3 for MS-20; and 0.992 g/cm3 for MS-10. It show if concentration of cyclised rubber in masterbatch are lower, so the value of density are lower too. The density
of commercial adhesive is lower than the rubber to metal bonding which made from cyclised rubber and natural rubber mixture, that is 0,867 g/cm3. Adhering force measurement consist of shear strength test and tensile strength test. The result of shear strength test is 2.77 kg/cm2 for MS-50; 1.34 kg/cm2 for MS-40; 3.54 kg/cm2 for MS-30; 1.56 kg/cm2 for MS-20; 0.91 kg/cm2 for MS-10; and 3.12 kg/cm2 for commercial adhesive. Based on statistical analyze, it known that adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is not significant with adhering force of commercial adhesive, for shear strength test. It show that cyclised rubber could use as tackifier agent. The result of tensile strength test is 5.60 kg/cm2 for MS-50; 4.63 kg/cm2 for MS-40; 5.65 kg/cm2 for MS-30; 4.30 kg/cm2 for MS-20; 2.37 kg/cm2 for MS-10; and 4.12 kg/cm2 for commercial adhesive. The adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is lower than adhering force of commercial adhesive. Based on statistical analyze, it known that adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is not significant with adhering force of commercial adhesive, for tensile strength test.
PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM
MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
Oleh
ACHMAD FARIZ SAHLY
F34102066
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM
MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ACHMAD FARIZ SAHLY
F34102066
Lahir di Jember, 24 Juli 1984
Tanggal lulus : 16 Oktober 2006
Menyetujui,
Bogor, November 2006
Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS. Ir. H. Ary Achyar Alfa, MSi.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember, pada tanggal 24 Juli
1984 sebagai anak ketiga dari ayah H. Sahilun A. Nasir dan
ibu Hj. Liliek Istiqomah.
Penulis menempuh pendidikan di TK Al Amien
Jember (1988 – 1990), MIMA KH. Shiddiq Jember (1990 –
1996), SLTP Negeri 1 Jember (1996 – 1999), SMU Negeri 1
Jember (1999 – 2002).
Pada tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menjadi mahasiswa di Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri
(Himalogin) periode 2003-2004 sebagai Staf Departemen Profesi, Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM Fateta) periode 2004-
2005 sebagai Kepala Biro Pendidikan dan Pelatihan, dan Ikatan Mahasiswa
Jember di Bogor (IMJB) selama 2002-2006. Semasa kuliah penulis pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar tahun ajaran 2004-2005 dan
mata kuliah Mengggambar Teknik tahun ajaran 2005-2006. Penulis juga pernah
memperoleh beasiswa Djarum Bakti Pendidikan dari PT. Djarum untuk periode
2004-2005 dan 2005-2006. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Lapang
di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung dengan judul ” Aspek Teknologi
Proses dan Pengawasan Mutu Susu Pasteurisasi di PT. Industri Susu Alam
Murni, Bandung ”. Penulis menulis skripsi yang berjudul “ Pembuatan
Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet
Alam “ bekerjasama dengan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet
Siklo dan Karet Alam” merupakan hasil karya asli saya sendiri dengan arahan
dosen pembimbing akademik kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, November 2006
Yang Membuat Pernyataan,
ACHMAD FARIZ SAHLY
F34102066
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pembuatan Perekat Karet pada Logam
Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam “. Skripsi ini disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet
(BPTK) Bogor. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
dalam, kepada orang-orang yang telah banyak memberikan dorongan, bantuan,
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
1. Ayah Sahilun A. Nasir dan Ibu Liliek Istiqomah, atas do’a, nasehat dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
2. Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahannya kepada penulis selama penyelesaian studi di TIN.
3. Ir. H. Ary Achyar Alfa, MSi, selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan
ilmu yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan
penulisan skripsi.
4. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah banyak memberi
arahan dan masukan pada penulis.
5. Henry Prastanto, ST. yang telah membimbing dalam melakukan penelitian
dan memberi banyak arahan serta masukan pada penulis.
6. Mas Faiz, Mbak Dyah, Mbak Lia, Mas Arief, Ira, Nami, Afa, serta keluarga
besar H. Shodiq Mahmud atas doa, dorongan semangat dan kasih sayang serta
bantuan moril dan materiil yang sangat berharga kepada penulis.
7. Dosen-dosen Departemen TIN atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan
kepada penulis.
8. Mas Arief, Mas Irfan, Mas Adi, Mbak Desi, Mbak Woro, Mbak Tri, Syarief,
Rizal, Pak Ridwan, Teh Yati, Pak Nata, Pak Aos, Repal, Pak Endang, Pak
Muchtar, Pak Wawan, Pak Yayan M., Pak Mamat, Pak Iis, Pak Yayan S., Pak
Asep S. Teh Vera, Mas Aris, Mas Rudi, serta pimpinan dan staf BPTK yang
ii
tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan kepada penulis selama
penelitian berlangsung.
9. Makki, Harti, Bingar, Elly, Diah, Novi, Tantri, Mia, Nining, dan Fadil atas
kebersamaan dan kekompakannya selama mengerjakan penelitian.
10. Sahabat-sahabatku: Bandung, Kadek, Yulizar, Yannita, Kaspar, dan Suparlan
atas dukungan dan persahabatannya, semoga tetap kompak dan ceria.
11. Rekan-rekan TIN 39 atas dukungan, persahabatan, dan kebersamaannya.
12. Staf Departemen TIN dan staf AJMP atas kerja sama serta bantuannya untuk
kelancaran urusan administrasi dan akademik.
13. Manajemen PT. Djarum atas kesempatan memperoleh beasiswa dan mengikuti
program-program pengembangan pendidikannya.
14. Rekan-rekan Beswan Djarum atas persahabatannya.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang memerlukan.
Bogor, November 2006
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
A. Perekat ........................................................................................... 4
B. Karet Alam .................................................................................... 5
C. Karet Siklo .................................................................................... 8
D. Mekanisme Perekatan ................................................................... 10
E. Pengomponan ................................................................................ 12
F. Mastikasi dan Pencampuran Kompon ........................................... 15
G. Vulkanisasi .................................................................................... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 18
A. Bahan dan Alat .............................................................................. 18
B. Metode Penelitian ......................................................................... 19
1. Penelitian Pendahuluan ............................................................. 19
2. Penelitian Utama ....................................................................... 22
C. Rancangan Percobaan ................................................................... 25
D. Persiapan Pengujian Daya Rekat .................................................. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 28
A. Penelitian Pendahuluan ................................................................. 28
1. Karakteristik Lateks DPNR ...................................................... 28
2. Pembuatan Karet Siklo .............................................................. 31
iv
B. Penelitian Utama ........................................................................... 35
1. Pengomponan ............................................................................ 35
2. Pembuatan Perekat .................................................................... 38
3. Viskositas Perekat ..................................................................... 40
4. Bobot Jenis ................................................................................ 41
5. Daya Rekat ................................................................................ 42
a. Uji Shear Strength. ................................................................ 42
b. Uji Tensile Strength............................................................... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 47
A. Kesimpulan ................................................................................... 47
B. Saran .............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 49
LAMPIRAN .............................................................................................. 52
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi lateks alam segar ....................................................... 6
Tabel 2. Komposisi karet alam.................................................................. 7
Tabel 3. Komposisi masterbat siklo .......................................................... 22
Tabel 4. Formulasi kompon perekat.......................................................... 23
Tabel 5. Urutan dan waktu pencampuran bahan untuk pembuatan kompon 24
Tabel 6. Hasil uji kadar karet kering (KKK) lateks kebun ....................... 28
Tabel 7. Jumlah penambahan emulgen dan papain pada lateks kebun ..... 29
Tabel 8. Karakterisasi lateks pekat DPNR ................................................ 30
Tabel 9. Jumlah penambahan emulgen dan asam sulfat pada lateks
pekat DPNR serta kondisi pencampuran .................................... 32
Tabel 10. Kadar asam dalam dispersi karet siklo ...................................... 34
Tabel 11. Kondisi penggilingan kompon .................................................. 37
Tabel 12. Kondisi pelarutan kompon perekat ........................................... 39
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren ....................................... 6
Gambar 2. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo ......... 9
Gambar 3. Mekanisme vulkanisasi karet alam ......................................... 17
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan masterbat siklo ..................... 20
Gambar 5. Diagram alir pembuatan perekat ............................................. 25
Gambar 6. Viskositas Brookfield perekat ................................................. 40
Gambar 7. Bobot Jenis Kompon Perekat .................................................. 41
Gambar 8. Hasil uji shear strength ........................................................... 43
Gambar 9. Hasil uji tensile strength .......................................................... 44
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Karet Kering .............................. 53
Lampiran 2. Pengujian Kadar Jumlah Padatan ......................................... 54
Lampiran 3. Penetapan Kadar Nitrogen .................................................... 55
Lampiran 4. Pengujian Bilangan Asam Lemak Eteris .............................. 56
Lampiran 5. Pengujian Waktu Kemantapan Mekanis ............................... 57
Lampiran 6. Uji shear strength dan uji tensile strength ............................ 58
Lampiran 7. Bobot jenis perekat dan viskositas Brookfield ..................... 59
Lampiran 8. Data pengujian viskositas Brookfield ................................... 60
Lampiran 9. Data pengujian bobot jenis kompon perekat ........................ 61
Lampiran 10. Data pengujian shear strength ............................................ 62
Lampiran 11. Data pengujian tensile strength .......................................... 63
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji shear strength .............................. 64
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji tensile strength ............................. 65
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karet alam sudah lama digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan berbagai jenis perekat karena memiliki daya lengket yang cukup
baik. Perekat dikenal sejak tahun 1930-an dan menjadi solusi terhadap
masalah perekatan. Penggunaan perekat semakin meningkat setelah teknik-
teknik penyambungan lainnya (paku, solder, sekrup, las, dan sebagainya)
menimbulkan distorsi, korosi, dan efek-efek negatif lainnya. Pengertian
perekat menurut Shields (1970) adalah suatu bahan yang dapat menyatukan
bahan-bahan lainnya melalui ikatan permukaan.
Di Indonesia beredar berbagai jenis dan tipe perekat untuk berbagai
macam penggunaan yang kebanyakan merupakan produk impor atau berbahan
baku impor dan berasal dari karet sintetis dengan harga yang cukup mahal.
Berdasarkan data statistik, pada tahun 2005 Indonesia mengimpor perekat
sebanyak 375.937.200 kg atau senilai US$ 132,84 juta dan pada periode
Januari – April 2006 sebanyak 120.841.000 kg atau senilai US$ 42,7 juta.
Pada periode Januari – April 2005 impor perekat sebanyak 118.577.000 kg
atau senilai US$ 41,9 juta (BPS, 2006). Data tersebut menunjukkan
peningkatan jumlah impor perekat sehingga diperlukan suatu alternatif bahan
yang dapat digunakan sebagai bahan baku perekat guna mengurangi
ketergantungan impor perekat.
Karet alam digolongkan ke dalam kelompok elastomer untuk
penggunaan umum karena mempunyai beberapa keunggulan sifat seperti daya
pantul, daya lengket dan elastisitas yang baik serta kemudahan untuk digiling
sehingga karet alam dapat diolah menjadi barang jadi karet. Namun karet alam
juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak tahan terhadap panas,
oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon. Selain itu penggunaan karet alam
sebagai perekat alternatif masih belum memenuhi harapan karena daya
rekatnya lebih lemah daripada perekat impor atau yang berbahan baku impor
sehingga lebih banyak digunakan untuk merekatkan benda yang ringan.
Kelemahan ini disebabkan karet alam mempunyai beberapa ikatan rangkap
2
dalam struktur molekulnya, disamping juga mengandung sejumlah bahan non
karet.
Dalam rangka mengatasi kelemahan karet alam tersebut maka perlu
dilakukan modifikasi baik secara fisik melalui pencampuran (blending) atau
secara kimia melalui perubahan struktur molekulnya. Salah satu hasil
modifikasi karet alam secara kimia adalah karet siklo. Karet siklo memiliki
keunggulan dalam hal daya rekat yang lebih baik dibanding karet alam,
ketahanan panas, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan
ketahanan kikis yang tinggi.
Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara
menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC
(Barron, 1948). Karet siklo berbentuk seperti resin serta memiliki sifat rekat
yang baik terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Hal ini membuka
peluang untuk memanfaatkan karet siklo sebagai perekat yang selama ini
masih didominasi oleh produk impor. Salah satu pemanfaatan karet siklo
sebagai perekat adalah untuk bahan baku pembuatan perekat karet pada logam
(rubber to metal bonding). Kekuatan daya rekat yang dimiliki oleh karet siklo
diduga mampu merekatkan karet pada permukaan logam.
Perekat karet pada logam komersial yang beredar di Indonesia saat ini
masih diimpor dan harganya sangat mahal. Permasalahan ini mengakibatkan
tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Penggunaan karet siklo sebagai bahan
baku dalam pembuatan perekat karet pada logam merupakan alternatif karena
memiliki daya lengket yang lebih baik dibandingkan dengan karet alam dan
biaya pembuatan yang relatif murah. Perekat karet pada logam komersial
tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu primer dan sekunder. Primer digunakan
pada permukaan logam yang telah dibersihkan, sedangkan sekunder
digunakan untuk merekatkan karet pada logam selama proses vulkanisasi karet
tersebut.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mia Maysarah (2004)
menunjukkan bahwa penggunaan campuran karet siklo dan karet alam dengan
penambahan resin dalam pembuatan perekat karet pada logam telah dapat
menghasilkan daya lekat yang cukup baik. Penggunaan resin, yang tergolong
3
ke dalam karet sintetis, menyebabkan tingginya biaya produksi karena
harganya mahal. Dalam penelitian ini dicoba untuk membuat perekat karet
pada logam menggunakan campuran karet siklo dan karet alam tanpa
penambahan resin untuk menurunkan biaya produksi dari perekat tersebut.
B. Tujuan Penelitian
Perekat karet pada logam dibuat dengan mencampurkan karet siklo dan
karet alam serta bahan-bahan kimia kompon. Tujuan dari penelitian ini adalah
terformulasikannya campuran karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan
kimia kompon tersebut sehingga dapat menghasilkan perekat karet pada logam
yang baik.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan formulasi yang baik dalam pembuatan perekat karet pada
logam untuk skala laboratorium.
2. Berkurangnya biaya produksi dalam pembuatan perekat karet pada logam
dengan digunakannya campuran karet siklo dan karet alam sebagai
alternatif bahan baku.
3. Keberhasilan hasil penelitian ini dalam memanfaatkan campuran karet
alam dan karet siklo sebagai bahan baku pembuatan perekat diharapkan
dapat mengurangi ketergantungan impor terhadap perekat karet pada
logam.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi proses pembuatan karet siklo
dan perekat karet pada logam serta karakterisasi sifat-sifat produk yang
dihasilkan. Karakterisasi sifat-sifat produk terdiri atas pengujian sifat kimia
untuk bahan baku perekat serta pengujian sifat fisik untuk perekat dan
pengaplikasian perekat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perekat
Tanaman karet merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan
Indonesia yang memiliki kemajuan berarti. Salah satu pemanfaatan karet yang
sudah lama dikenal adalah perekat (adhesives). Menurut Wake (1976) karet
alam hasil sadapan dari pohon karet Hevea brasilliensis yang dikenal saat ini
merupakan salah satu jenis perekat alami yang telah lama digunakan sebagai
perekat atau bahan baku perekat golongan perekat berkaret (rubbery
adhesive).
Manfaat perekatan adalah dapat menyambungkan atau menyatukan
dua bahan sehingga mampu bertahan untuk waktu yang lama. Keuntungan
penggunaan perekat diantaranya memudahkan penyambungan bentuk yang
rumit, dapat menyambungkan beberapa komponen sekaligus,
menyambungkan bahan dengan ketebalan berbeda, meminimumkan
penambahan bobot bahan-bahan yang disatukan sekaligus menyeragamkan
distribusi tekanan pada bahan-bahan yang direkatkan (Shields, 1970).
Perekat yang beredar di pasaran terdiri atas bermacam-macam jenis
disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya. Berdasarkan penggunaannya
perekat dibedakan atas perekat kayu, perekat kertas, perekat plastik, perekat
keramik, perekat untuk bahan gelas, perekat karet pada logam (rubber to metal
bonding), dan perekat serba guna. Beberapa jenis perekat tahan terhadap
kelembaban, bahan kimia, panas, oksidasi, ozon, dan tekanan.
Perekat adalah suatu bahan yang dapat menyatukan bahan-bahan
lainnya melalui ikatan permukaan (Shields, 1970). Perekatan didefinisikan
sebagai peristiwa tarik menarik antara molekul-molekul dari dua permukaan.
Perekatan terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara perekat dengan
benda yang direkat serta karena adanya gaya tarik menarik antara molekul-
molekul perekat itu sendiri (Houwink dan Salomon, 1965).
Berdasarkan cara mengerasnya, perekat dapat digolongkan atas dua
golongan, yaitu perekat termoplastik dan perekat termoset. Perekat
termoplastik adalah perekat yang mengeras dalam keadaan dingin dan akan
5
melembek jika dipanaskan, sedangkan perekat termoset adalah perekat yang
mengeras bila dipanaskan dan akan tetap keras bila didinginkan (Shield,
1970).
Perekat karet pada logam komersial yang beredar di Indonesia saat ini
masih diimpor dan harganya mahal. Pada perekat karet pada logam diperlukan
suatu bahan yang dapat merekatkan karet atau elastomer pada permukaan
logam (bonding agents). Penambahan bahan ini ditujukan untuk
meningkatkan daya rekat dari bahan-bahan yang direkatkan. Salah satu bahan
peningkat daya rekat adalah karet siklo (cyclised rubber).
Wake (1976) menyatakan bahwa fungsi perekat secara jelas harus
mampu mengisi ruang-ruang dari permukaan bahan yang direkat dan
menggantikan udara yang terjebak pada interfase. Menurut Shields (1970)
perekat dapat berikatan lebih baik pada permukaan yang kasar daripada
permukaan halus. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi perekatan
adalah jenis bahan yang akan direkat, pemilihan jenis perekat, metode
penyiapan, dan pengawasan terhadap proses perekatam.
B. Karet Alam
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) yang merupakan sumber utama
penghasil lateks dan dibudidayakan secara luas. Menurut Subramaniam
(1987), lateks karet alam mengandung partikel hidrokarbon karet dan
substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan serum. Kandungan
hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45 persen tergantung
klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri atas protein,
asam lemak, sterol, trigliserida, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat, dan garam-
garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi lapisan
permukaan dan sebagai pelindung partikel karet. Komposisi dari lateks
disajikan pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komposisi lateks alam segar Komponen Persentase (%) Karet 36 Protein 1,4 Karbohidrat 1,6 Lemak 1,0 Glikolipid+fosfilipid 0,6 Garam anorganik 0,5 Lainnya 0,4 Air 58,5
Sumber : Subramaniam (1987)
Lateks hasil penyadapan dinamakan lateks kebun. Lateks kebun rata-
rata memiliki kadar karet kering (KKK) 30-45 persen. Variasi KKK-nya
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur tanaman, musim, dan
tenggang waktu setelah penyadapan. Tanaman yang lebih tua menghasilkan
lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman muda.
Pada musim penghujan lateks cenderung lebih encer (Subramaniam, 1987).
Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makromolekul
poliisopren (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor. Poliisopren
mempunyai bobot molekul berkisar antara 400.000 – 1.000.000. Rantai
poliisopren ini membentuk konfigurasi cis dengan susunan ruang yang teratur
sehingga rumus kimianya adalah 1,4 cis-poliisopren. Karet yang mempunyai
susunan ruang yang teratur memiliki sifat kenyal (elastis). Sifat kenyal dari
karet berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet (Morton, 1963).
Rumus bangun dari karet alam dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren (Morton, 1963)
Menurut Subramaniam (1987), karet alam tidak seluruhnya terdiri dari
hidrokarbon karet, tetapi juga mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet
CH3 CH3 H H
CH2 CH2 CH2 CH2 C = C C = C
n
7
seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan organik,
dan lain-lain. Komposisi bahan-bahan karet alam adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi karet alam
Komponen Persentase (%) Karet 93,7 Protein 2,2 Karbohidrat 0,4 Lemak 2,4 Glikolipid+fosfilipid 1,0 Garam anorganik 0,2 Lainnya 0,1
Sumber : Subramaniam (1987)
Selain hidrokarbon karet, lateks alam juga mengandung beberapa
bahan non karet terutama protein. Beberapa bahan non karet tersebut dapat
memberikan dampak positif terhadap sifat produk akhir barang karet, tetapi
keberadaan protein kurang menguntungkan karena sifatnya yang polar dan
bersifat hidrofilik menyebabkan karet yang mengandung protein yang lebih
banyak, relatif lebih menyerap air sehingga sifat dinamik barang jadi karetnya
lebih buruk (John dan Sin, 1974). Juga diketahui bahwa protein dalam lateks
alam dapat memacu peningkatan kandungan gel, yang akan menghambat
kemampuan memodifikasi karet alam (Gelling, 1991).
Menurut Yapa dan Lionel (1980) sifat dinamis barang jadi karet dapat
ditingkatkan apabila kandungan proteinnya dikurangi. Kandungan air tinggi
dalam karet alam juga akan menurunkan efisiensi mastikasi dan menghasilkan
kompon dengan viskositas Mooney tinggi. Menurut Tanaka dan Kawahara
(1996) serta Nakade et al. (1997) , karet alam yang dikurangi proteinnya juga
lebih mudah diproses, mempunyai stabilitas mekanis yang lebih tinggi, serta
dapat mengurangi efek alergi dari karet alam. Oleh karena itu untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja siklisasi, maka kandungan protein dalam
lateks yang akan digunakan sebagai bahan baku siklisasi harus dikurangi
semaksimal mungkin.
Karet alam digolongkan ke dalam elastomer untuk penggunaan umum
karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis dan tipe barang jadi
8
karet. Penggunaannya sebagai bahan baku barang jadi karet sangat disukai
dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya seperti daya pantul, elastisitas, daya
lengket, dan daya cengkeram yang baik serta mudah untuk digiling. Selain itu
karet alam juga memiliki beberapa sifat mekanik yang baik antara lain
memiliki tegangan putus, ketahanan sobek, dan ketahanan kikis yang baik,
sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan. Namun demikian karet
alam juga memiliki beberapa kekurangan yaitu sifat-sifatnya yang tidak
konsisten dan warnanya bervariasi dari kuning hingga coklat gelap, serta tidak
tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon, sehingga tidak
dapat digunakan sebagai bahan baku barang jadi karet khususnya yang tahan
minyak, panas dan oksidasi (Arizal, 1989).
C. Karet Siklo
Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara
menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC
(Barron, 1948). Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur
dengan katalis asam dapat merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur
seperti cincin, yaitu suatu bentuk karet tersiklisasi. Proses siklisasi akan
menghilangkan atau mengurangi jumlah ikatan rangkap yang dimiliki molekul
karet alam dan dihasilkan karet siklo berbentuk seperti resin.
Menurut Veersen (1951), mekanisme reaksi siklikasi karet alam
berhubungan dengan protonisasi ikatan rangkap secara acak. Pada tahap
pertama akan terbentuk ion karbonium dikarenakan adanya donor proton yaitu
asam sulfat atau katalis yang bersifat asam lainnya. Pada tahap kedua, ion
karbonium yang tidak stabil tersebut akan tersiklikasi membentuk struktur
monosiklik atau polisiklik. Pada karet siklo dengan struktur monosiklik masih
tersisa ikatan rangkap sebanyak 50 persen dari jumlah awal ikatan rangkap
dalam karet alam, sedangkan pada struktur polisiklik masih tersisa sekitar 25
persen ikatan rangkap. Perubahan struktur karet pada saat reaksi siklikasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
9
Siklisasi karet padat merupakan metode pembuatan karet alam siklik
yang pertama kali dikenal yaitu sejak tahun 1925, diikuti siklisasi pada larutan
karet dan terakhir pada tahun 1947 mulai dikembangkan metode siklisasi
lateks pekat. Masing-masing metode menghasilkan penampakan dan sifat
karet alam siklik yang berbeda-beda karena pencapaian derajat siklisasinya
tidak sama. Untuk negara penghasil lateks karet alam seperti Indonesia
teknologi siklisasi pada lateks lebih menguntungkan karena ketersediaan
bahan baku. Rujukan yang membahas metode siklisasi lateks masih sedikit
bila dibandingkan dengan dua metode siklisasi lainnya (Alfa, 2003).
Pada prinsipnya, baik proses siklisasi lateks maupun larutan karet, akn
terjadi perubahan struktur molekul karet alam dari rantai poliisopren yang
lurus menjadi rantai siklik, yang diikuti dengan berkurangnya ikatan rangkap
pada fraksi monomer isopren. Pada akhir siklisasi masih terdapat sejumlah
ikatan rangkap yang jumlahnya tergantung pada derajat siklisasi produk.
Pencapaian derajat siklisasi produk tersebut dipengaruhi oleh metode siklisasi
atau jenis bahan baku dan jenis katalis yang digunakan (Alfa dan Syamsu,
2004).
Gambar 2. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo (Veersen, 1951)
CH3 H
CH2 CH2
C C
CH3 H
CH2 CH2
C C
CH2
CH2
C
CH3
CH2
CH2
CH2
+
C
CH2
CH2
H3C
CH2
CH2
C
CH2
CH3
CH2
C
CH2
CH2
CH2
C
CH2
CH2
CH2 H3C C
CH2
CH2
CH2
CH3
CH3 CH2
C CH2 CH3
CH2
CH2 CH2
C
CH
H3C CH
CH2 CH2
CH
H3C
C CH
CH2 CH2
C
H3C C
CH2
C
CH CH3 CH2
CH CH3 C CH2 CH2
+
+
+
+
+
Poliisoprena
siklikasi
katalis panas
10
Teknologi siklisasi pada lateks menghasilkan produk (cyclotex) berupa
serbuk putih. Bentuk fisiknya yang berupa tepung ini menyebabkan cyclotex
juga relatif lebih mudah dicampur dengan karet pada saat penggilingan dan
masih dapat divulkanisasi. Hal ini menjadi keunggulan cyclotex untuk
dimanfaatkan sebagi pengeras atau pengkaku barang jadi karet. Selain itu
karena sifatnya yang mudah didispersikan dalam air, maka cyclotex dapat
dengan mudah dijadikan masterbat siklo, yaitu campuran karet siklo dan karet
alam, yang mana pencampurannya dilakukan dalam fase lateks (Alfa dan
Syamsu, 2004).
Mencermati kemudahan larut dalam pelarut organik, cyclotex lebih
sukar larut karena hanya sebagian yang larut dan sebagian lainnya membentuk
jel. Besarnya molekul hidrokarbon siklik karet siklo diduga berpengaruh
terhadap kemudahan larutnya. Sebagian cyclotex hanya membentuk jel dalam
pelarut karena molekulnya lebih besar. Namun keadaan tersebut memberikan
keuntungan lain pada cyclotex karena jel yang telah dikeringkan akan
membentuk lapisan yang keras, sehingga dengan daya rekat karet siklo yang
baik, cyclotex sangat sesuai digunakan sebagai bahan perekat untuk
merekatkan permukaan yang keras seperti logam dan kayu (Alfa dan Syamsu,
2004).
D. Mekanisme Perekatan
1. Teori Perekatan
Peristiwa perekatan tidak terlepas dari adanya pengaruh gaya elektron
pada bahan-bahan yang saling direkat. Gaya elektron ini dikenal dengan
Gaya Van der Waals, yaitu gaya yang timbul karena konfigurasi elektron
dari suatu molekul memungkinkan molekul tersebut untuk memiliki momen
dipol secara instan meskipun molekul tersebut tidak memiliki momen listrik
permanen. Momen dipol ini kemudian menyebabkan terbentuknya suatu
momen dipol pada molekul lain dan melahirkan gaya tarik menarik melalui
interaksi antara kedua dipol tersebut (Wake, 1976).
Wake (1976) menyatakan lebih lanjut bahwa pada saat perekatan
terjadi interaksi antara bahan-bahan yang direkatkan. Kondisi perekatan
11
tercapai ketika perekat telah mengeras meskipun bahan yang direkatkan
berbeda jenis sehingga diperlukan beban untuk memisahkannya. Perekatan
dapat terjadi karena mengerasnya cairan perekat yang masuk ke dalam
struktur bahan yang direkat.
Karakteristik perekat peka tekanan adalah sifat kohesifnya yang lebih
dominan. Ketika perekat peka tekanan dipisahkan dari permukaan suatu
benda maka tidak terdapat sisa bahan perekat pada permukaan benda
tersebut. Hal ini membuktikan bahwa perekat peka tekanan memiliki sifat
kohesi yang lebih dominan dibandingkan dengan sifat adhesinya (Wake,
1976)
2. Teknik Perekatan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perekatan antara lain jenis
bahan yang kana direkat, pemilihan perekat, metode penyiapan, dan
pengaplikasian perekat. Jenis perekat yang digunakan harus sesuai dengan
bahan yang akan direkat. Perekat yang tidak sesuai dengan bahan yang akan
direkat dapat menyebabkan kerusakan baik pada sambungan (daerah
rekatan) maupun pada bahan yang direkat (Shields, 1970).
Bahan-bahan yang akan direkatkan mempunyai cara penyiapan
permukaan yang berbeda-beda tergantung pada bahan yang direkatkan,
kondisi perekatan, jenis perekat, kondisi perlakuan, dan biaya proses.
Keberadaan kotoran di permukaan bahan dapat mengurangi kekuatan daya
rekat dari perekat. Kotoran tersebut dapat dihilangkan melalui prosedur
penyiapan permukaan bahan agar diperoleh derajat kontak perekat-bahan
yang optimal (Shields, 1970).
Secara umum terdapat dua jenis perlakuan yaitu perlakuan kimiawi
dan perlakuan mekanis. Perlakuan kimiawi mengubah keadaan sifat fisik
kimia untuk menambah perekatan spesifik seperti penghilangan lemak pada
permukaan bahan yang akan direkatkan. Penghilangan lemak dapat
dilakukan dengan menggunakan pelarut dan terkadang perlakuan asam.
Cara pengasaran menggunakan sikat, ampelas, atau gerinda dilakukan untuk
menghilangkan kontaminasi pada permukaan yang mungkin menghalangi
12
pembasahan permukaan oleh perekat. Perlakuan pengasaran pada
permukaan ini menyebabkan perekatan mekanis. Perekatan mekanis
dilakukan ketika metode secara kimiawi tidak dapat digunakan (Shields,
1970).
E. Pengomponan
Kompon karet merupakan campuran karet mentah dengan bahan kimia
karet. Pembuatan kompon karet adalah ilmu dan seni untuk menseleksi dan
mencampur jenis karet mentah dan jenis bahan kimia karet, sehingga
diperoleh kompon karet yang setelah dimasak dapat dihasilkan barang jadi
karet dengan sifat-sifat fisik yang dibutuhkan (Abednego, 1990).
Menurut Alfa (2002) bahan kimia karet dapat digolongkan atas
fungsinya selama vulkanisasi yang secara umum dikelompokkan atas bahan
kimia pokok, bahan kimia tambahan dan bahan penunjang. Bahan kimia
pokok adalah bahan kimia yang harus ada dalam setiap kompon karet
diantaranya karet mentah, bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, pengisi
dan pelunak. Bahan kimia tambahan adalah bahan yang hanya ditambahkan
pada pengolahan barang jadi karet tertentu atau ditambahkan untuk
meningkatkan efisiensi pengolahan kompon karet. Bahan penunjang berfungsi
sebagai penunjang atau penguat yang memberikan kekuatan pada bagian suatu
barang jadi karet.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan kompon perekat
antara lain :
1. Bahan pelunak
Plasticizer atau softening agent atau bahan pelunak merupakan
bahan yang ditambahkan ke dalam formula perekat untuk meningkatkan
kelenturan dan memudahkan pekerjaan. Menurut Alfa (2002), bahan
pelunak adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam karet mentah
selama proses pembuatan kompon karet dengan tujuan untuk melunakkan
karet dan memudahkan pencampuran bahan-bahan kimia karet. Tujuan
lain penambahan bahan pelunak adalah untuk mempersingkat waktu dan
13
menurunkan suhu, mencegah scorch, serta memudahkan pemberian bentuk
barang jadi karet.
2. Bahan pengisi
Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon karet dalam jumlah
besar dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan memperbaiki
karakteristik pengolahan. Menurut Alfa (2002), bahan pengisi dibagi atas
dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi tidak aktif dan golongan
bahan pengisi aktif atau bahan penguat. Bahan pengisi aktif akan
meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan
putus pada produk karetnya. Penambahan pengisi tidak aktif hanya akan
meningkatkan kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan
kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang.
Bahan pengisi aktif contohnya antara lain karbon hitam, silika,
aluminium silikat, dan magnesium silikat. Contoh bahan pengisi tidak
aktif antara lain kaolin, berbagai jenis tanah liat, kalsium karbonat,
magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit (Abednego, 1990).
3. Bahan antidegradasi
Untuk melindungi barang jadi karet yang tidak tahan terhadap ozon
atau oksidasi, maka ke dalam komponnya perlu ditambahkan suatu bahan
yang berfungsi sebagai antiozonan dan antioksidan, yang secara umum
dikenal sebagai antidegradan. Antioksidan umumnya digunakan dalam
jumlah relatif kecil yaitu antara 1 – 2 bagian per seratus karet (Alfa, 2002).
4. Bahan pemvulkanisasi
Proses vulkanisasi hanya dapat terjadi apabila di dalam kompon
karet terdapat bahan pemvulkanisasi. Menurut Alfa (2002), vulkanisasi
adalah proses perubahan sifat karet dari yang semula lemah bersifat plastis
menjadi kuat bersifat elastis. Bahan pemvulkanisasi adalah sejenis bahan
kimia karet yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada
14
proses vulkanisasi, membentuk ikatan silang antar molekul karet, sehingga
terbentuk jaringan tiga dimensi.
Bahan pemvulkanisasi yang banyak digunakan untuk proses
vulkanisasi karet alam adalah belerang. Jumlah belerang yang digunakan
dalam vulkanisasi mempengaruhi karakteristik sistem vulkanisasi dan
polimer yang divulkanisasi.
5. Bahan penggiat
Bahan penggiat ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi untuk
meningkatkan kecepatan proses vulkanisasi yang berjalan lambat bila
hanya menggunakan belerang (Alfa, 2002). Dalam sistim vulkanisasi
dengan bahan pencepat, bahan ini berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan
pencepat karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan
berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan penggiat
yang umum digunakan dalam sistem vulkanisasi karet alam menggunakan
belerang adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat.
6. Bahan pencepat
Bahan pencepat, yang umumnya berupa bahan organik, adalah
bahan yang biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk
mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh belerang. Dalam sistem
vulkanisasi belerang, bahan pencepat membantu meningkatkan laju
vulkanisasi kompon yang biasanya berlangsung lambat jika hanya
menggunakan belerang. Pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau
kombinasi dari dua atau lebih jenis pencepat (Alfa, 2002).
Ditinjau dari fungsinya, pencepat digolongkan atas pencepat
primer yang berfungsi memberikan pravulkanisasi lambat serta pencepat
sekunder yang berfungsi memberikan pravulkanisasi singkat. Berdasarkan
golongan senyawanya, bahan pencepat digolongkan atas aldehid amin,
guanidin, thiazol, sulfenamida, dithiofosfat, thiuram, dan dithiokarbamat.
Berdasarkan responnya terhadap vulkanisasi, bahan pencepat digolongkan
atas pencepat lambat, sedang, cepat, dan sangat cepat (Alfa, 2002).
15
7. Bahan Bantu Olah
Salah satu bahan bantu olah yang diperlukan dalam pembuatan
kompon karet adalah homogenizing agent. Menurut Alfa (2002) bahan ini
biasanya polimer bermolekul rendah yang berfungsi membantu
pencampuran bahan-bahan penyusun kompon (elastomer dan bahan kimia)
yang bervariasi bentuk, ukuran, serta sifat-sifatnya agar menjadi massa
yang homogen.
Alfa (2002) menyatakan lebih lanjut bahwa homogenizing agent
harus mempunyai polaritas dan kelarutan yang baik serta mempunyai
kemampuan untuk menurunkan viskositas atau melunakkan karet tanpa
merubah sifat-sifat fisikanya. Selain itu bahan ini mempunyai efek wetting
sehingga dapat menurunkan konsumsi energi untuk mencapai
pencampuran yang homogen.
F. Mastikasi dan Pencampuran Kompon
Mastikasi merupakan suatu proses perlakuan pendahuluan terhadap
karet yang bertujuan untuk melunakkannya hingga mudah bercampur dengan
bahan-bahan lain. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul
polimer sehingga diperoleh berat molekul yang lebih rendah. Secara umum
mekanisme proses mastikasi mencakup dua aspek yaitu aspek mekanis bila
proses penggilingan karet berada dalam suhu rendah dan aspek kimia apabila
berada dalam suhu tinggi. Efisiensi mastikasi yang tinggi terjadi pada suhu
rendah (± 60°C) dan pada suhu tinggi (± 140°C), sedangkan pada suhu ±
100°C efisiensi mastikasi rendah (Amir, 1990).
Mastikasi suhu rendah dapat terjadi secara mekanis oleh gerakan kedua
rol penggiling melalui gaya geser antara gilingan dengan karet, yang akan
memutuskan ikatan karbon-karbon dari rantai utama polimer karet. Pemutusan
rantai molekul karet pada mastikasi dingin yaitu dari tenaga mekanis yang
berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan karet. Dengan lebih
rendahnya suhu mastikasi maka viskositas karet akan lebih tinggi sehingga
tenaga untuk mastikasi menjadi lebih tinggi pula. Pada suhu tinggi molekul
16
karet menjadi lunak dan menyebabkan gaya geser lebih rendah, sehingga tidak
mampu memutuskan rantai molekul karet, tetapi pada kondisi demikian reaksi
oksidasi yang mengakibatkan putusnya rantai molekul karet dapat terjadi.
Selain suhu yang mempengaruhi tenaga untuk mastikasi, tenaga dari mesin
mastikasinya juga mempengaruhi proses pemutusan rantai molekul karet
(Amir, 1990).
Menurut Amir (1990) pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam
pembuatan kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke
dalam karet secara merata (homogen). Pencampuran tersebut dapat dilakukan
dalam mesin pencampur terbuka (open mill mixer) atau pencampur tertutup
(internal mixer). Selama proses pencampuran, suhu yang timbul pada kompon
akibat tenaga mekanis akan tinggi sehingga mencapai pada suhu vulkanisasi.
Oleh sebab itu, selain harus mengamati suhu pada gilingan rotor, urutan
pencampuran terutama bahan pemvulkanisasi dan pencepat harus diperhatikan
supaya resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch) dapat dihindarkan. Pada
proses pencampuran karet alam dengan bahan kimia biasanya dilakukan
sebagai berikut :
1. Mastikasi karet
2. Pemasukan sebagian bahan pengisi
3. Pemasukan bahan pelunak dan sisa bahan pengisi
4. Pemasukan bahan penggiat dan anti degradasi
5. Pemasukan bahan pencepat
6. Pemasukan bahan pemvulkanisasi
G. Vulkanisasi
Vulkanisasi merupakan suatu proses perubahan sifat-sifat karet. Sifat
karet yang semula lembek dan plastis akan berubah menjadi lebih keras dan
elastis setelah tervulkanisasi (Garvey, 1959). Menurut Barron (1948),
vulkanisasi dapat dilakukan dengan mencampurkan 5-8 bagian belerang ke
dalam 100 bagian karet dan dipanaskan selama 3-4 jam pada suhu 141 ºC.
Metode vulkanisasi yang lebih modern menambahkan bahan pencepat untuk
mempersingkat waktu vulkanisasi dan mendapatkan sifat yang lebih baik.
17
Penambahan kandungan belerang menjadi 14-18 bagian akan menghasilkan
vulkanisat karet dengan tegangan putus yang rendah. Namun jika kandungan
belerang ditambah hingga 30-50 bagian akan dihasilkan vulkanisat karet
dengan sifat keras, perpanjangan putus menurun, dan tegangan putus
meningkat. Jenis vulkanisat karet ini disebut hard rubber atau ebonit.
Polhamus (1962) menyatakan bahwa karet yang telah tervulkanisasi
tidak dapat larut pada pelarut, kurang sensitif terhadap perubahan suhu, dan
sifatnya berubah menjadi elastis. Vulkanisasi dapat dilakukan dengan
memanaskan campuran karet dan belerang atau dengan memperlakukan karet
dan sulfur klorida. Metode ini adalah metode yang paling lama dan paling
dasar dalam konsep vulkanisasi. Lamanya waktu vulkanisasi tergantung pada
suhu pemanasan dan kandungan belerang di dalam campuran karet.
Mekanisme vulkanisasi disajikan pada gambar 3. berikut.
Struktur karet alam yang belum tervulkanisasi
Struktur karet alam yang telah tervulkanisasi
Gambar 3. Mekanisme vulkanisasi karet alam
CH3 CH3 H H
CH2 CH2 CH2 CH2 C = C C = C
n
CH3 CH3 H H
CH2 CH CH2 CH2 C = C C = C
n
CH3 CH3 H H
CH2 CH2 CH2 CH2
C - C
C = C n
S
S H
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
1. Bahan dan alat pada pembuatan masterbat siklo
Bahan-bahan yang digunakan yaitu lateks kebun (bahan baku
utama), amonia, aseton, enzim papain, surfaktan Emulgen, asam sulfat
teknis, dan asam format. Alat-alat yang digunakan antara lain saringan,
ember, pengaduk, peralatan gelas, pipet, sudip, gelas ukur, neraca analitik,
sentrifuse, cawan aluminium, penggilingan krep, pemanas listrik, panci
stainless steel, oven, desikator, dan gilingan rol ganda.
2. Bahan dan alat pada pembuatan kompon perekat
Bahan-bahan yang digunakan meliputi masterbat siklo dan karet
alam sebagai bahan baku utama, sedangkan bahan-bahan kimia yang
digunakan meliputi karet cair sebagai bahan pelunak, ionol sebagai bahan
antidegradan, silika dan carbon black sebagai bahan pengisi, ZnO dan
asam stearat sebagai bahan penggiat, ZDEC sebagai bahan pencepat,
belerang sebagai bahan pemvulkanisasi, dan struktol A 86 sebagai bahan
penghomogenisasi. Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik,
gunting, plastik, dan gilingan rol ganda.
3. Bahan dan alat pada pembuatan kompon ebonit dan kompon karet alam
Bahan-bahan yang digunakan meliputi karet alam sebagai bahan
baku utama, sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi ionol
sebagai bahan antidegradan, carbon black sebagai bahan pengisi, ZnO dan
asam stearat sebagai bahan penggiat, CBS dan DPG sebagai bahan
pencepat, dan belerang sebagai bahan pemvulkanisasi. Peralatan yang
digunakan antara lain neraca analitik, gunting, plastik, dan gilingan rol
ganda.
19
4. Bahan dan alat pada pembuatan perekat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan perekat karet pada
logam (rubber to metal bonding) antara lain serbuk resiprene untuk
perekat primer, kompon siklo untuk perekat sekunder, dan kompon ebonit
untuk perekat tersier. Pelarut yang digunakan untuk ketiga jenis perekat
meliputi toluena, methylen chloride, dan metil etil keton. Adapun peralatan
yang digunakan meliputi gunting, neraca analitik, gelas ukur, dan botol
kaca.
B. Metode Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan karet siklo
dengan bahan baku lateks pekat DPNR (Deproteinized Natural Rubber).
Sebelum pembuatan lateks pekat DPNR, lateks kebun diuji
karakteristiknya yaitu uji Kadar Karet Kering (KKK) yang bertujuan untuk
mengetahui persen bobot zat padat yang terkandung dalam lateks akibat
penambahan bahan kimia berdasarkan bobot karet kering.
Prosedur berikutnya adalah penambahan surfaktan Emulgen
sebanyak 2 bsk ke dalam lateks untuk mencegah penggumpalan. Lateks
kemudian diencerkan sampai mencapai KKK 10 % sambil ditambahkan
enzim papain sebanyak 0,06 bsk yang akan menghidrolisis protein dalam
lateks sehingga menghasilkan lateks dengan kadar protein rendah.
Kemudian lateks diinkubasi selama 24 jam dalam kondisi suhu ruang agar
enzim papain dapat bekerja maksimal untuk menghidrolisis protein dalam
lateks. Selanjutnya lateks tersebut disentrifuse untuk memekatkan lateks
DPNR sampai KKK-nya mencapai ± 60 %. Sebelum disentrifuse, lateks
DPNR tersebut ditambahkan amonia sebanyak 0,2 % untuk mencegah
penggumpalan pada saat proses sentrifugasi. Lateks DPNR hasil sentrifuse
ditentukan karakteristiknya dengan pengujian KKK, KJP, kadar asam
lemak eteris, kadar nitrogen, dan waktu kemantapan mekanik.
20
Menurut Alfa (2002), langkah berikutnya dalam pembuatan karet
siklo adalah siklisasi lateks DPNR menggunakan asam sulfat teknis 98 %
dengan perbandingan lateks DPNR dan asam sulfat 1 : 1,4 (w/w). Sebelum
dilakukan pencampuran, sebanyak 2 bsk Emulgen ditambahkan ke dalam
lateks untuk mencegah koagulasi saat terjadi kontak langsung dengan
asam sulfat.
Campuran lateks dengan asam sulfat selanjutnya dipanaskan
selama ± 2 jam pada suhu 100 ºC agar terjadi pemutusan rantai lateks.
Lateks yang sudah tersiklisasi didispersikan ke dalam air panas dengan
perbandingan 1 : 5 untuk mencuci asam sulfat yang ada dalam campuran,
lalu dinetralkan dengan amonia (pH 6-9) untuk menghilangkan sisa asam
sulfat sampai diperoleh pH netral. Masterbat karet siklo dibuat dengan
mencampurkan karet siklo dan lateks pekat dan kemudian digumpalkan
dengan asam format. Gumpalan ini digiling pada penggilingan krep lalu
dikeringkan pada suhu 100 ºC. Diagram alir proses pembuatan karet siklo
yang diusulkan Alfa (2002) dapat dilihat pada Gambar 4.
A
Lateks kebunEmulgen 2 bsk
Pengenceran, menjadi 10 % Air
Lateks pengenceran
Inkubasi 24 jam
Pemekatan (sentrifuse) Uji KKK, KJP,
kadar ALE, kadar nitrogen, dan WKM
Uji KKK
Enzim papain 0,06 bsk
Amonia, 0,2 %
Emulgen 1 bsk, lateks : asam sulfat teknis = 1 : 1,4
Lateks pekat DPNR
21
A
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan masterbat siklo
Pencucian, 4 kali Air panas, 5 bagian
Pencampuran Lateks pekat
Penggumpalan Asam format
Pencucian, 1 kali Air panas, 5 bagian
Penggilingan
Masterbat siklo
Pengeringan, 100 ºC
Netralisasi Amonia
Pemanasan
Penyaringan dan pemisahan serum
Siklo basah
Pemanasan 100 ºC, ±2 jam
22
Masterbat siklo dibuat dengan mencampurkan karet siklo dengan
lateks pekat dengan perbandingan 50:50. Campuran karet siklo dengan
lateks pekat ini kemudian digumpalkan dengan asam format. Gumpalan ini
digiling lalu dikeringkan pada suhu 100 oC. Masterbat ini kemudian
ditambah dengan karet untuk merubah perbandingan komposisi karet siklo
dan karet alam dalam masterbat.
Tabel 3. Komposisi masterbat siklo
Jenis masterbat siklo Persentase jumlah karet siklo (%)
Persentase jumlah karet alam (%)
Masterbat siklo 50 (MS-50) 50 50 Masterbat siklo 40 (MS-40) 40 60 Masterbat siklo 30 (MS-30) 30 70 Masterbat siklo 20 (MS-20) 20 80 Masterbat siklo 10 (MS-10) 10 90
2. Penelitian Utama
Pada penelitian utama akan dilakukan pembuatan perekat karet
pada logam (rubber to metal bonding) dengan berbagai komposisi
perbandingan antara karet alam dengan karet siklo. Formulasi perekat
karet pada logam dinyatakan dalam bsk (bagian per seratus karet), artinya
semua bahan kimia karet yang digunakan dihitung berdasarkan seratus
bagian karet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengomponan terdiri atas
bahan baku utama (masterbat siklo) dan bahan-bahan kimia kompon
(bahan pelunak, bahan pengisi, bahan penggiat, bahan antidegradan, bahan
pencepat, bahan pemvulkanisasi, dan homogenizer). Jumlah bahan polimer
dalam tiap formula sebanyak 100 bsk. Bahan-bahan yang akan digunakan
terlebih dahulu ditimbang menurut dosis masing-masing. Susunan
formulasi perekat karet pada logam disajikan pada Tabel 4 berikut.
23
Tabel 4. Formulasi kompon perekat
Formula Bahan
Perbandingan masterbat siklo dan karet alam (bsk) MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 A B A B A B A B A B
Bahan Utama • Masterbat siklo 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Bahan Tambahan • ZnO 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 • Asam stearat 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 • Karet Cair 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 • Ionol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 • Carbon black 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 • Silika 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 • ZDEC - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 • Belerang 6 - 6 - 6 - 6 - 6 - • Structol A 86 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Dalam pembuatan perekat karet pada logam, karet alam terlebih
dahulu dimastikasi (digiling) menggunakan penggiling open roll mill pada
suhu 60 - 80 ºC, sehingga karet menjadi lunak. Pelunakan karet akan
memudahkan pencampuran antara karet dengan bahan pengisi, sehingga
pencampuran menjadi homogen. Kemudian masterbat siklo dan serbuk
siklo yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dicampurkan dengan
karet alam yang telah dimastikasi tersebut menggunakan penggiling open
roll mill pada suhu 60 - 80 ºC. Selanjutnya bahan-bahan kimia lain seperti
bahan penggiat, bahan pencepat, bahan pengisi, dan antioksidan
ditambahkan ke dalam campuran karet alam termastikasi dan karet siklo
hingga terbentuk campuran yang homogen.
Terdapat lima formula perekat sekunder disesuaikan dengan
komposisi karet siklo dalam masterbat yaitu MS-10, MS-20, MS-30, MS-
40, dan MS-50. Kompon perekat yang hanya menggunakan belerang
dilarutkan secara terpisah dari kompon yang menggunakan ZDEC saja.
Jadi pada setiap jenis formula perekat merupakan campuran dua bagian
larutan perekat, misalnya pada MS-10 adalah campuran antara MS-10 A
(menggunakan belerang saja) dan MS-10 B (menggunakan ZDEC saja).
Pelarutan dilakukan dengan merendam kompon dalam campuran pelarut
24
selama ± 3 hari, lalu diaduk agar perekat menjadi homogen. Perekat
sekunder juga dibuat dengan tingkat kelarutan 20 % b/b.
Pemisahan setiap formula perekat menjadi dua bagian yaitu bagian
A (menggunakan bahan pemvulkanisasi) dan bagian B (menggunakan
bahan pencepat) ditujukan untuk menghindari penggumpalan yang terlalu
cepat. Apabila bahan pemvulkanisasi dan akselerator langsung
dicampurkan pada saat pengomponan, maka pada saat kompon perekat
sudah dilarutkan akan lebih cepat menggumpal karena vulkanisat akan
lebih cepat matang. Untuk itu cara penggunaan perekat sekunder yang
benar adalah dengan mencampurkan bagian A dan bagian B ketika akan
digunakan sebagai perekat. Cara ini memang terlihat kurang praktis tetapi
dapat memperlama umur pemakaian dari perekat tersebut.
Pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam pembuatan
kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke dalam
karet secara merata (homogen). Pencampuran antara masterbat siklo
dengan bahan kimia kompon dilakukan sesuai dengan urutan dan waktu
pencampuran untuk mencegah resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch).
Urutan dan waktu pencampuran bahan-bahan pada pengomponan disajikan
pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Urutan dan waktu pencampuran bahan untuk pembuatan kompon
Formula 1A, 2A, 3A, 4A, 5A Formula 1B, 2B, 3B, 4B, 5B Waktu (menit)
Karet alam Karet alam - Masterbat siklo, struktol Masterbat siklo, struktol 6 Karet cair, silika, karbon black Karet cair, silika, karbon black 4 ZnO, asam stearat, Ionol ZnO, asam stearat, Ionol 2 Belerang ZDEC 2
Pada penelitian ini akan diujikan perekat berbahan baku campuran
karet siklo dengan karet alam pada logam. Standar pembanding yang
digunakan adalah perekat karet pada logam komersial. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji shear strength, uji tensile strength, viskositas
Brookfield, dan uji berat jenis. Diagram alir pembuatan perekat disajikan
pada Gambar 5.
25
Gambar 5. Diagram alir pembuatan perekat
C. Rancangan Percobaan
Pada penelitian utama digunakan pendekatan statistik dengan
rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 3 ulangan dan lima
perlakuan komposisi perekat, yaitu formula MS-50, MS-40, MS-30, MS-20,
dan MS-10. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model matematik
rancangan percobaan faktor tunggal adalah :
Yij = µ + τi + εij
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i komposisi perekat dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i komposisi perekat, µi - µ
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i komposisi perekat dan ulangan ke-j
i = komposisi perekat (MS-50, MS-40, MS-30, MS-20, dan MS-10)
j = ulangan perlakuan (j = 1,2,3)
Karet alam
Mastikasi
Penggilingan Bahan-bahan
kimia
Pelarutan dan pengadukan
Perekat Uji shear strength, uji
tensile strength, viskositas Brookfield,
dan bobot jenis
Masterbat siklo
26
D. PERSIAPAN PENGUJIAN DAYA REKAT
Sebelum perekat dioleskan pada permukaan logam maupun karet,
perlu dilakukan persiapan pada permukaan logam yang biasanya terdapat
sejumlah kontaminan seperti minyak, lemak, karat atau debu. Kontaminan
tersebut dapat menghambat persentuhan langsung antara perekat dengan
permukaan logam sehingga mengurangi daya rekat perekat. Permukaan logam
terlebih dahulu digerinda untuk menghilangkan karat maupun kontaminan
lainnya serta untuk membuka pori-pori pada logam. Setelah itu logam
direndam di dalam trikloroetilen selama 5-10 menit untuk menghilangkan
minyak, lemak, ataupun debu yang masih menempel pada permukaan logam.
Perendaman yang terlalu lama akan menyebabkan kontaminan menempel
kembali pada permukaan logam.
Setelah persiapan bahan yang akan direkatkan, selanjutnya permukaan
logam diolesi dengan menggunakan primer. Primer yang digunakan adalah
resipren yaitu karet sikloyang dibuat dari fase larutan karet. Pengolesan
perekat pada permukaan logam dilakukan secara merata dan setipis mungkin.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan perekat untuk merekatkan karet pada
permukaan logam. Apabila perekat tidak merata pada seluruh permukaan
logam maka pada bagian yang tidak terdapat perekat akan sulit merekat
sehingga sewaktu diberi beban tertentu akan mudah terpisah. Pengolesan
setipis mungkin dimaksudkan untuk mencegah mengalirnya perekat keluar
permukaan logam sewaktu diberi tekanan dan dipanaskan.
Permukaan logam yang telah diolesi perekat primer dibiarkan hingga
kering sentuh. Setelah perekat primer kering sentuh, selanjutnya diolesi
dengan perekat sekunder dan dibiarkan hingga kering sentuh. Kemudian
ebonit dioleskan setelah perekat sekunder kering sentuh. Kompon karet
diletakkan diantara dua permukaan logam yang telah diolesi dengan kelima
jenis perekat di atas. Kemudian contoh uji dimasukkan ke dalam alat cetakan
dan diberi tekanan sebesar 100 kg/cm2. Contoh uji dipanaskan (proses
vulkanisasi) selama 10 menit pada suhu 150 ºC. Penentuan waktu dan suhu
vulkanisasi berdasarkan hasil uji rheograf. Contoh uji yang sudah diberi
27
tekanan dibiarkan dahulu selama 24 jam sebelum dilakukan uji shear strength
dan uji tensile strength.
Uji shear strength merupakan pengujian dengan menarik sampel uji
pada arah horizontal atau searah dengan bidang permukaan rekatan. Berbeda
dengan uji shear strength, pada uji tensile strength sampel uji ditarik dengan
arah vertikal atau tegak lurus dengan bidang permukaan rekatan. Kedua
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya rekat perekat yang dihasilkan.
A
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
1. Karakteristik Lateks DPNR
Lateks kebun merupakan bahan baku utama dalam pembuatan
lateks DPNR yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku untuk
membuat karet siklo. Lateks kebun yang digunakan diambil dari kebun
percobaan Ciomas Bogor. Jumlah lateks kebun sebagai bahan baku yang
digunakan sebanyak 8 liter (8000 ml). Sebelum diolah lebih lanjut,
dilakukan uji Kadar Karet Kering (KKK) terhadap lateks kebun tersebut.
Selain untuk mengetahui jumlah karet kering dalam lateks, pengujian ini
perlu dilakukan untuk menentukan jumlah penambahan bahan kimia
berdasarkan bobot karet kering. Hasil pengujian KKK lateks kebun
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji kadar karet kering (KKK) lateks kebun
1 2 3 Awal (g) 10 10 10 Akhir (g) 3,695 3,695 3,700 KKK (%) 36,95 36,95 37,00
KKK = 36,95 %
Lateks kebun yang digunakan merupakan lateks kebun poliklonal
(klon campuran) dan berwarna putih susu. Dari hasil pengamatan tersebut,
lateks kebun yang digunakan sesuai dengan syarat mutu lateks. Menurut
Subramaniam (1987), lateks yang baru disadap umumnya memiliki kadar
karet kering (KKK) berkisar antara 30 – 45 % dari total berat. Artinya
lateks yang digunakan sebagai bahan percobaan sudah memenuhi syarat
mutu lateks kebun yang baik.
Penyimpanan lateks sebelum digunakan akan menyebabkan lateks
kebun menggumpal jika tidak dilakukan perlakuan pendahuluan. Untuk
menghindari penggumpalan lateks kebun maka perlu dilakukan perlakuan
pendahuluan yaitu dengan penambahan surfaktan dan pemekatan lateks.
29
Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan non-ionik
yaitu emulgen. Surfaktan yang ditambahkan ke dalam lateks kebun
sebanyak 2 bsk atau setara dengan 197,06 ml. Penambahan enzim papain
sebanyak 0,06 bsk ke dalam lateks akan menghidrolisis protein sehingga
dihasilkan lateks dengan kadar protein rendah. Enzim papain termasuk ke
dalam jenis enzim proteolisis yang dapat menghidrolisis ikatan peptida
dari protein yang merupakan lapisan pelindung partikel karet menjadi
asam amino dan gugus karboksil.
Tabel 7. Jumlah penambahan emulgen dan papain pada lateks kebun
Bahan Kadar Jumlah Lateks Kebun KKK = 36,95 % 8.000 ml Emulgen 2 bsk 197,06 mlPapain 0,06 bsk 1,77 gram
Lateks kebun yang telah ditambahkan emulgen dan enzim papain
diencerkan menjadi 10 % agar pemecahan protein berlangsung optimum.
Volume total setelah pengenceran menjadi 10 % adalah 29.560 ml.
Selanjutnya lateks yang telah diencerkan diinkubasi selama 24 jam dalam
kondisi suhu ruang agar enzim papain dapat bekerja maksimal untuk
menghidrolisis protein dalam lateks. Pada saat pemeraman lateks tersebut
juga ditambahkan amonia sebanyak 0.2 % dari volume total setelah
pengenceran atau sejumlah 59,12 ml. Hal ini ditujukan untuk mencegah
penggumpalan pada saat proses sentrifugasi dan sebagai langkah
pengawetan jangka pendek. Penambahan amonia dapat yang bersifat basa
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga dapat
meningkatkan kestabilan lateks. Lateks yang telah diturunkan kadar
proteinnya ini selanjutnya disebut lateks berprotein rendah atau DPNR
(Deproteinised Protein Rubber).
Lateks DPNR yang telah dipekatkan diuji kadar karet kering
(KKK), kadar jumlah padatan (KJP), bilangan asam lemak eteris (ALE),
kadar nitrogen, dan waktu kemantapan mekanik (WKM). Pengurangan
sebagian bahan bukan karet selama proses pemekatan menyebabkan lateks
pekat DPNR mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan
30
lateks kebun. Hasil pengujian terhadap lateks pekat DPNR disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Karakterisasi lateks pekat DPNR
Parameter Uji Hasil Pengujian Kadar Karet Kering (%) 62 Kadar Jumlah Padatan (%) 62,52 Kadar Nitrogen (%) 0,03 Bilangan Asam Lemak Eteris 0,123 Waktu Kemantapan Mekanik (detik) < 30 Warna Putih
Hasil pengujian lateks pekat DPNR diperoleh nilai KKK 62 % dan
KJP 62,52 %. Nilai KKK dapat menunjukkan tingkat keketalan lateks,
karena semakin tinggi nilai KKK maka lateks akan semakin pekat dan
sebaliknya semakin rendah KKK maka lateks semakin encer. KKK lateks
pekat merupakan sifat yang penting karena pada proses pembuatan barang
jadi dari lateks penambahan bahan-bahan kimia kompon didasarkan atas
berat per-seratus karet. Kadar jumlah padatan (KJP) di dalam lateks pekat
didominasi oleh karet dan bagian lainnya diantaranya terdiri dari partikel
Frey Wyssling, lutoid, bahan lain yang terlarut dalam serum, termasuk
bahan yang ditambahkan, misalnya bahan pemantap, bahan pengawet dan
lain-lain.
Berdasarkan uji KKK dan uji KJP, lateks pekat DPNR yang
dihasilkan telah memenuhi persyaratan mutu. Menurut SNI 06 – 1447 –
1989, lateks pekat mempunyai kadar karet kering minimum 57 % dan
kadar jumlah padatan berkisar antara 58,5 %. Selisih nilai KKK dan KJP
maksimum adalah 2 persen. Kadar bahan bukan karet tidak melebihi batas
maksimum karena hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar bahan
bukan karet kurang dari 2 %. Dengan demikian lateks DPNR tersebut
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan karet siklo.
Hasil analisis waktu kemantapan mekanik lateks pekat hasil
percobaan ternyata masih rendah yaitu kurang dari 30 detik dan belum
mencapai batas persyaratan minimum waktu kemantapan mekanik lateks
pekat konvensional, SNI 06-1447-1989, yakni 400 detik. Nilai ini
31
diperkirakan masih dapat meningkat selama penyimpanan. Untuk
menghindari penggumpalan maka lateks segera diproses. Nilai WKM
dipengaruhi oleh waktu, suhu penyimpanan, dan kondisi cuaca. Pada saat
pengambilan sampel, kondisi cuaca yang sering hujan mengakibatkan
lateks banyak mengandung padatan sehingga dapat mengurangi nilai
WKM.
Senyawa karbohidrat yang terdapat di dalam lateks akan terurai
menjadi asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat dan asam
propionat. Asam-asam ini mengakibatkan lateks menjadi tidak stabil dan
dapat menggumpalkan lateks. Asam lemak eteris terbentuk akibat kerja
dari mikroorganisme yang terdapat di dalam lateks yang berasal dari luar
karena pemakaian peralatan panen yang kurang bersih. Bilangan asam
lemak eteris (ALE) mengindikasikan umur lateks pekat dan mutu dari
lateks pekat tersebut, semakin besar nilai yang ditunjukkan maka semakin
rendah mutu dari lateks pekat tersebut. Hasil bilangan ALE yang diperoleh
dari pengujian yaitu 0,123 gram KOH per 100 gram total padatan. Hal ini
dipengaruhi oleh penambahan amonia yang dapat menghambat aktivitas
mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan kandungan asam lemak
yang tinggi.
Kandungan protein dalam lateks dapat ditentukan dengan
menghitung kadar nitrogennya. Hasil pengolahan lateks pekat DPNR dari
lateks kebun dengan kombinasi penambahan enzim papain 0,06 bsk dan
pemekatan menghasilkan kadar nitrogen 0,03 %. Nilai kadar nitrogen ini
sudah sesuai dengan standar karet alam berprotein rendah menurut SNI
06-1447-1989, yang menetapkan kadar nitrogennya lateks pekat maksimal
0,03 persen.
2. Pembuatan Karet Siklo
Karet siklo adalah turunan dari karet alam yang telah berubah
menjadi resin atau bahan termoplastik yang keras tapi rapuh, yang
dihasilkan dari pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam. Pada
32
penelitian ini karet siklo yang digunakan bukanlah karet siklo serbuk tetapi
karet siklo yang telah dicampur dengan karet alam sehingga terbentuk
masterbat siklo.
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet siklo adalah
lateks pekat dengan kadar protein rendah atau lateks pekat DPNR.
Kandungan protein dalam lateks dapat menghambat reaksi siklisasi
sehingga perlu dilakukan penurunan kadar protein terlebih dahulu melalui
penambahan enzim papain dan pemekatan. Pemekatan akan
menghilangkan sebagian protein dari permukaan karet yang terpisah dan
keluar bersama serum yang merupakan hasil samping pemusingan lateks
kebun. Enzim papain akan menghidrolisis protein sehingga menurunkan
kadar nitrogennya. Semakin rendah kadar protein yang terkandung di
dalam lateks maka akan memudahkan terjadinya reaksi siklisasi. Menurut
Alfa (2002) kandungan protein dalam lateks mempengaruhi kinerja
siklisasi. Reaksi siklisasi lateks pekat biasa yang kadar proteinnya masih
tinggi berlangsung lebih lambat jika dibandingkan dengan reaksi siklisasi
lateks pekat DPNR.
Pembuatan karet siklo dilakukan dengan cara memanaskan lateks
pekat DPNR yang telah dicampur dengan katalis asam sulfat pekat pada
suhu 100 ºC selama ± 2 – 2,5 jam. Sebelum dipanaskan lateks pekat
DPNR ditambahkan dengan surfaktan emulgen sebanyak 1 bsk untuk
mencegah terjadinya penggumpalan lateks selama proses siklisasi
berlangsung. Jumlah emulgen yang ditambahkan adalah 55,8 ml.
Tabel 9. Jumlah penambahan emulgen dan asam sulfat pada lateks pekat
DPNR serta kondisi pencampuran
Bahan Kadar Jumlah Keterangan Lateks pekat DPNR KKK = 62 % 2700 ml Emulgen 1 bsk 55,8 ml Asam 1,4 jumlah karet 2343,6 g Suhu awal - - 98 – 110 ºC Suhu pemanasan - - 95 – 100 ºC
Perubahan - - Lateks mengembang, warna menjadi ungu
33
Pencampuran antara lateks dengan asam sulfat mengakibatkan
timbulnya banyak panas karena bersifat sangat eksotermis khususnya pada
awal reaksi sehingga diperlukan pendinginan untuk mencegah panas yang
terlalu tinggi. Pencampuran selama berlangsungnya reaksi siklisasi perlu
didinginkan untuk mencegah terjadinya penggumpalan atau bahkan
pengarangan. Jumlah asam sulfat yang ditambahkan ke dalam lateks pekat
DPNR sebanyak 1,4 bagian karet atau 2243,6 gram. Asam sulfat dituang
sedikit demi sedikit secara kontinu dan harus diaduk supaya campuran
homogen. Campuran akan berwarna ungu ketika reaksi siklisasi dimulai.
Kecepatan siklisasi dipengaruhi oleh temperatur dan konsentrasi
asam sulfat serta lamanya reaksi. Menurut Naunton (1961) asam sulfat
sangat efektif untuk siklisasi karet dari lateks dengan konsentrasi asam
yang terdapat dalam serum sekurang-kurangnya sekitar 70 persen (b/b).
Dalam metode pembuatan karet siklo yang sedang dikembangkan Alfa
(2002), dosis asam sulfat yang digunakan adalah 1,4 kali KKK lateks
pekat DPNR. Jumlah dosis asam sulfat ini mendekati 70 persen (b/b)
konsentrasi asam yang terdapat dalam serum.
Selama siklikasi dengan penambahan asam sulfat dan pemanasan
selama 2 jam telah terjadi pemutusan ikatan rangkap pada lateks sehingga
terbentuk karet siklo. Selama pemasakan suhu dijaga agar tidak melebihi
100 ºC karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pengerasan
atau pengarangan pada lateks sehingga menggagalkan proses siklisasi.
Ikatan rangkap yang terputus selanjutnya akan membentuk ikatan siklik
dengan molekul karet lainnya. Ikatan siklik inilah yang menjadikan karet
siklo mempunyai sifat-sifat yang dapat digunakan sebagai peningkat daya
rekat diantaranya adalah memiliki sifat adhesi yang baik, termasuk
terhadap logam dan permukaan licin lainnya, bersifat non polar dan
mempunyai daya rekat yang baik terhadap logam, kayu, karet, kulit, tekstil
dan kertas.
Karet siklo yang telah terbentuk selanjutnya dicuci menggunakan
air panas sebanyak 5 kali jumlah lateks pekat DPNR. Karet siklo yang
telah terbentuk dibagi menjadi dua bagian untuk memudahkan pencucian.
34
Pencucian ini dilakukan sebanyak 4 kali yang bertujuan untuk melepaskan
kandungan surfaktan dalam lateks dan menurunkan kadar keasaman pada
karet siklo yang terbentuk. Dalam setiap pencucian serum yang terbentuk
dipisahkan dari dispersi karet siklo. Pencucian dibagi ke dalam dua wadah
untuk memudahkan pencucian.
Tabel 10. Kadar asam dalam dispersi karet siklo
Kondisi Kadar asam (g/ml) Jumlah serum terbuang (ml) Warna
Wadah A Wadah B Wadah A Wadah B Sebelum pencucian 0,1339 0,1339 - - Hijau tua pekat Pencucian I 0,0578 0,0586 4000 3500 Hijau tua pekat Pencucian II 0,0257 0,0273 6100 6100 Hijau tua Pencucian III 0,0118 0,0134 6420 6150 Hijau Pencucian IV 0,0054 0,0065 6800 6900 Keruh
Tabel 10. menunjukkan bahwa semakin banyak dilakukan
pencucian maka kadar asam yang tersisa dalam dispersi karet siklo
semakin menurun, baik pada wadah A maupun wadah B. Hal ini
dikarenakan kandungan asam dan juga kandungan surfaktan ikut terbawa
pada saat pencucian. Kadar asam juga dapat ditunjukkan secara visual
melalui perubahan warna serum yang terpisah dalam dispersi karet siklo.
Pada pencucian pertama warna serum hijau tua yang menunjukkan bahwa
kandungan surfaktan dan kadar asam masih tinggi. Pada pencucian-
pencucian berikutnya warna serum akan semakin memudar seiring dengan
turunnya kandungan surfaktan dan kadar asam dalam serum. Surfaktan
dan asam sulfat sisa ini ikut terbuang dalam serum pada saat pencucian.
Hal ini diperkuat dengan jumlah sisa asam dalam serum yang semakin
menurun dengan semakin banyaknya jumlah pencucian.
Karet siklo yang telah dicuci tersebut kemudian dinetralkan dengan
penambahan amonia hingga pH menjadi 7. Biasanya pH karet siklo
sebelum dinetralkan berkisar 1-2. Setelah dinetralkan maka dilakukan
pencucian sekali lagi dan kemudian dipanaskan menggunakan pemanas
listrik. Pencucian dilakukan untuk melepaskan ammonium sulfat yang
terbentuk setelah penambahan amonia ke dalam karet siklo. Pemanasan ini
35
dilakukan untuk memudahkan pemisahan serum dan garam yang terbentuk
setelah penetralan. Kemudian dispersi karet siklo ini ditiriskan pada
penyaring untuk memisahkan serumnya.
Masterbat siklo dibuat dengan cara mencampurkan dispersi karet
siklo dan lateks pekat dengan perbandingan 50 : 50. Nilai kadar karet
kering (KKK) lateks pekat yang ditambahkan adalah 60 %. Pencampuran
dilakukan di dalam wadah tupperware sambil diaduk supaya campuran
menjadi homogen. Campuran yang telah homogen kemudian digumpalkan
menggunakan asam format 5 %. Gumpalan yang terbentuk digiling
menggunakan penggilingan krep lalu dikeringkan pada oven yang
dioperasikan pada suhu 70 – 80 ºC.
B. Penelitian Utama
1. Pengomponan
Kompon karet pada umumnya mengandung 8 atau lebih jenis
bahan kimia karet. Pada penelitian ini jenis bahan kimia karet yang
digunakan meliputi bahan pengaktif (ZnO dan asam stearat), bahan
pemlastis (karet cair), antidegradan (ionol), bahan pengisi (carbon black
dan silika), akselerator (ZDEC), bahan pemvulkanisasi (belerang), dan
bahan penghomogenisasi (struktol). Setiap bahan tersebut memiliki fungsi
spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat serta karakteristik
pengolahan dari kompon karetnya. Kompon karet yang dibuat terdiri atas
kompon perekat sekunder (MS-50, MS-40, MS-30, MS-20, MS-10),
kompon ebonit sebagai perekat tersier, dan kompon NR yang akan
direkatkan pada permukaan logam.
Proses pengomponan dimulai dengan mastikasi antara karet alam
dan masterbat siklo. Mastikasi merupakan suatu proses perlakuan
pendahuluan terhadap karet yang bertujuan untuk melunakkannya agar
mudah bercampur dengan bahan kimia lainnya. Pelunakan ini diakibatkan
oleh pemutusan rantai molekul polimer sehingga diperoleh bobot molekul
yang lebih rendah. Mastikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
mastikasi dingin karena menggunakan suhu 70 ºC. Pelunakan digolongkan
36
ke dalam mastikasi dingin jika dilakukan pada suhu di bawah 100 ºC.
Proses mastikasi menggunakan mesin pencampur terbuka berupa rol
gilingan ganda.
Bahan kimia yang dimasukkan harus sesuai dengan urutan jika
urutannya tidak benar maka kompon yang dihasilkan kemungkinan besar
tidak homogen. Pelunak merupakan bahan yang pertama kali
dicampurkan setelah proses mastikasi antara masterbat siklo dan karet
alam selesai. Bahan ini berfungsi untuk melunakkan karet sehingga
memudahkan pencampuran bahan kimia lain ke dalam karet. Keuntungan
lainnya adalah dapat mempersingkat waktu pengomponan dan mencegah
timbulnya scorch.
Bahan yang selanjutnya dimasukkan adalah bahan pengisi.
Penambahan bahan pengisi ini akan meningkatkan sifat fisik (kekerasan
dan kekakuan) dan memperbaiki permukaan kompon. Namun hal yang
perlu diperhatikan adalah ukuran partikel bahan pengisi yang digunakan.
Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka akan semakin sulit
untuk mencampurkannya ke dalam kompon sehingga dibutuhkan waktu
pencampuran yang lebih lama dan dapat menyebabkan kompon mudah
mengalami scorching.
Aktivator dan bahan antidegradan dimasukkan secara bersamaan
pada tahap berikutnya. Aktivator digunakan untuk menggiatkan proses
vulkanisasi yang berjalan sangat lambat jika hanya menggunakan belerang
dan sebagai pengaktif kerja bahan pencepat. Bahan antidegradan berfungsi
sebagai bahan antiozonan dan antioksidan. Bahan antidegradan perlu
ditambahkan ke dalam kompon untuk melindungi karet dari kerusakan
akibat serangan ozon dan kerusakan akibat oksidasi. Dengan penambahan
bahan antidegradan maka karet dapat terlindungi dari pengusangan dan
dapat mempertahankan umur pemakaiannya.
Bahan pencepat ditambahkan untuk mempercepat laju vulkanisasi.
Bahan pencepat umumnya merupakan bahan organik dan ditambahkan
dalam jumlah sedikit. Untuk merubah sifat masterbat dari plastis ke elastis
maka ditambahkan belerang sebagai bahan pemvulkanisasi. Pemakaian
37
dosis bahan pemvulkanisasi harus diperhatikan karena pada pemakaian
dosis tinggi dapat menyebabkan blooming (partikel belerang bermigrasi ke
permukaan vulkanisat) sehingga dapat mengurangi daya rekat antar
lapisan kompon.
Kompon perekat dibuat dalam lima jenis berdasarkan konsentrasi
karet siklo dalam masterbat siklo (MS) yaitu MS-10, MS-20, MS-30, MS-
40, dan MS-50. Masing-masing jenis kompon perekat di atas masih dibagi
lagi menjadi dua bagian yaitu bagian A menggunakan bahan
pemvulkanisasi (belerang) saja dan bagian B hanya menggunakan bahan
pencepat (ZDEC). Pembagian ini ditujukan untuk menghindari
penggumpalan yang terlalu cepat pada saat kompon perekat sudah
dilarutkan.
Prinsip perekatan karet pada logam adalah melalui media kompon
karet setelah diolesi perekat, bukan kontak langsung antar dua keping
logam. Kompon ebonit yang digunakan sebagai perekat tersier mempunyai
karakteristik lebih keras karena dalam pembuatannya tidak menggunakan
bahan pelunak. Hal ini ditujukan agar pada saat perekatan kompon dapat
mengeras dengan ketebalan tertentu. Cara pembuatan kompon ebonit dan
kompon NR sama dengan cara pembuatan kompon perekat.
Tabel 11. Kondisi penggilingan kompon
Jenis Kompon Keterangan
Kompon MS-50 Sulit bercampur, mudah melekat pada rol gilingan
Kompon MS-40 Sulit bercampur, mudah melekat pada rol gilingan
Kompon MS-30 Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
Kompon MS-20 Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
Kompon MS-10 Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
Kompon ebonit Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
Kompon NR Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
38
Pada saat penggilingan kompon, semakin banyak jumlah masterbat
siklo akan membuat gilingan kompon mudah melekat pada rol gilingan.
Hal dikarenakan karet siklo memiliki sifat rekat (adhesive) yang baik
terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Hal ini juga menyulitkan
pencampuran dengan bahan-bahan kimia kompon sehingga membutuhkan
waktu penggilingan yang lebih lama. Selain itu semakin banyak
kandungan karet siklo di dalam masterbat siklo menyebabkan waktu
pravulkanisasi serta vulkanisasi optimumnya menjadi lebih lama. Adanya
bahan pelunak berupa karet cair yang bersifat lengket juga membuat
kompon menjadi lunak dan mudah melekat pada rol gilingan.
Pembuatan kompon ebonit dan kompon NR lebih mudah dalam hal
pencampuran karena tidak menggunakan karet siklo dan bahan pelunak
sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu penggilingan.Bahan
pencepat yang dicampurkan ke dalam kompon ebonit dan kompon NR
merupakan kombinasi antara bahan pencepat primer dan bahan pencepat
sekunder. Bahan pencepat primer yang berfungsi memberikan
pravulkanisasi yang lambat, sedangkan bahan pencepat sekunder yang
berfungsi memberikan pravulkanisasi yang singkat.
Untuk kompon ebonit dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu satu
bagian menggunakan bahan pemvulkanisasi (belerang) saja dan bagian
yang lain hanya menggunakan bahan pencepat. Pembagian ini ditujukan
untuk menghindari penggumpalan yang terlalu cepat pada saat kompon
perekat sudah dilarutkan. Kompon ebonit dan kompon NR yang telah
digiling, selanjutnya diuji sifat rheologinya untuk dapat menentukan suhu
dan waktu vulkanisasinya. Pengujian ini berguna untuk mengetahui
tingkat kematangan kompon sehingga dapat mencegah timbulnya scorch
ataupun kompon belum matang pada saat pengepresan.
2. Pembuatan Perekat
Perekat karet pada logam yang dibuat merupakan perekat berbasis
pelarut atau solvent based. Jenis perekat karet pada logam yang digunakan
39
dibagi menjadi primer, sekunder, dan perekat ebonit. Masing-masing jenis
perekat mempunyai karakteristik yang berbeda dalam perekatan logam.
Primer dibuat dari larutan karet siklo komersial yaitu resipren.
Karet siklo mempunyai daya rekat yang relatif kuat dan bersifat lebih kaku
sehingga mampu merekatkan lempeng besi yang tidak dapat direkatkan
oleh larutan karet alam. Larutan karet siklo ini bersifat lebih merekat pada
logam sehingga dapat digunakan sebagai perekat primer pada perekatan
karet pada logam. Primer ini dibuat dengan tingkat kelarutan 20 %
(b/b)dan menggunakan campuran pelarut yaitu toluen, metilen klorida, dan
metil etil keton.
Sekunder dibuat dengan cara melarutkan kompon perekat pada
campuran pelarut. Campuran pelarut yang digunakan sama dengan
campuran pelarut yang dipakai untuk melarutkan primer. Karakteristik
sekunder ini lebih lunak karena bercampur dengan karet alam yang
jumlahnya lebih banyak pada setiap formulanya. Oleh karena sifatnya
yang lebih merekat pada kompon karet maka kompon perekat masterbat
siklo ini digunakan sebagai sekunder.
Kompon ebonit yang digunakan pada perekatan berbentuk fase cair
yaitu kompon dilarutkan dalam campuran pelarut (toluen, metilen klorida,
dan metil etil keton). Kompon ebonit yang telah dibagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian A (menggunakan bahan pemvulkanisasi saja) dan
bagian B (menggunakan bahan pencepat saja), dilarutkan secara terpisah
pada tingkat kelarutan 20 % b/b. Pelarutan juga dilakukan dengan
merendam kompon dalam campuran pelarut selama ± 3 hari, lalu diaduk
agar perekat menjadi homogen.
Tabel 12. Kondisi pelarutan kompon perekat
Jenis perekat Tekstur Keterangan MS-50 Kasar Kurang homogen MS-40 Agak kasar Kurang homogen MS-30 Halus Homogen MS-20 Halus Homogen MS-10 Halus Homogen Ebonit Halus Homogen
40
Perekat yang telah dilarutkan mempunyai tingkat homogenitas atau
tekstur yang berbeda-beda. Semakin banyak kandungan karet siklo di
dalam kompon perekat maka perekat yang dihasilkan mempunyai tekstur
lebih kasar atau kurang homogen. Hal ini dikarenakan sifat dari karet siklo
yang sukar larut di dalam pelarut. Kondisi diduga dapat mempengaruhi
daya rekat perekat karena jika diaplikasikan pada permukaan bahan tidak
terpenetrasi dengan sempurna.
Perekat yang dibuat pada penelitian ini, baik primer maupun
sekunder, ditentukan viskositasnya menggunakan metode viskositas
Brookfield, sedangkan kekuatan daya rekatnya diukur setelah karet
direkatkan pada logam. Bobot jenis ditentukan dengan mengukur bobot
jenis kompon.
3. Viskositas Perekat
Pengujian viskositas perekat menggunakan alat viscometer
Brookfield yang hasil pengujiannya disajikan pada Gambar 6.
2800 2650
1750
2740
3710
1240
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
jenis perekat
visk
osita
s (c
P)
Gambar 6. Viskositas Brookfield perekat
Pengujian viskositas Brookfield menunjukkan bahwa nilai
viskositas perekat yang dihasilkan berkisar antara 1750 – 3710 cP dengan
viskositas perekat MS-10 adalah yang tertinggi, sedangkan nilai viskositas
41
perekat MS-30 adalah yang terendah. Kandungan karet siklo yang tinggi
dapat menghasilkan viskositas yang tinggi karena sifat karet siklo yang
sukar larut dan sebagian sisanya membentuk gel. Hal ini terlihat pada nilai
viskositas Brookfield perekat MS-50 dan perekat MS-40. Nilai viskositas
yang tinggi juga disebabkan pemutusan rantai karet alam pada saat
mastikasi belum sempurna. Pemutusan rantai yang belum sempurna ini
menyebabkan kompon yang dihasilkan sukar larut. Diduga apabila waktu
mastikasi ditingkatkan maka pemutusan rantai partikel karet siklo dan
partikel karet alam akan lebih sempurna sehingga dapat dihasilkan perekat
dengan viskositas lebih rendah. Berdasarkan uji viskositas Brookfield
tersebut, nilai viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai viskositas perekat komersial atau kontrol yaitu
124 cP.
4. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan antara massa suatu benda
dengan volume benda tersebut pada suhu kamar. Pengujian bobot jenis
yang dilakukan adalah pengujian bobot jenis kompon perekat. Pengukuran
bobot jenis dimaksudkan untuk melihat pengaruh perekat terhadap
penambahan bobot dari benda yang direkatkan. Hasil pengukuran bobot
jenis perekat disajikan pada Gambar 7.
1.025 1.024 1.0211.002 0.992
0.867
0.75
0.8
0.85
0.9
0.95
1
1.05
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
jenis perekat
bobo
t jen
is (g
/cm
3)
Gambar 7. Bobot Jenis Kompon Perekat
42
Hasil pengujian bobot jenis kompon perekat menunjukkan nilai
yang bervariasi yaitu berkisar antara 0,992 – 1,025 g/cm3. Nilai bobot jenis
MS-10 adalah yang terendah yaitu 0,992 g/cm3, sedangkan nilai bobot
jenis MS-50 adalah yang tertinggi yaitu 1,025 g/cm3. Oleh karena karet
siklo berbentuk serbuk halus dan ringan, maka semakin banyak komposisi
karet siklo dalam perekat akan menghasilkan nilai bobot jenis yang
semakin rendah. Namun dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin
rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya
semakin rendah. Hal ini diduga dikarenakan pada saat mastikasi
pemutusan rantai molekul belum sempurna. Pemutusan rantai molekul
tidak sempurna menyebabkan bobot molekul masih tinggi sehingga
dihasilkan nilai bobot jenis yang tinggi.
Nilai bobot jenis perekat komersial lebih rendah dari nilai bobot
jenis perekat yang dibuat yaitu 0,867 g/cm3. Hal ini diduga disebabkan
perbedaan jumlah komponen penyusunnya dalam partikel perekat
komersial tersebut. Diperkirakan juga perekat komersial tersebut tersusun
atas komponen-komponen yang ringan. Semakin banyak komponen
penyusun perekat yang bobot jenisnya tinggi, maka bobot jenis perekat
akan semakin tinggi pula.
5. Daya Rekat Pengujian daya rekat terdiri atas dua jenis uji yaitu uji shear
strength dan uji tensile strength. Uji shear strength merupakan pengujian
dengan menarik sampel uji pada arah horizontal atau searah dengan bidang
permukaan rekatan. Berbeda dengan uji shear strength, pada uji tensile
strength sampel uji ditarik dengan arah vertikal atau tegak lurus dengan
bidang permukaan rekatan. Kedua pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui daya rekat perekat yang dihasilkan.
a. Uji Shear Strength
Penambahan karet siklo di dalam formulasi perekat ditujukan
untuk meningkatkan daya rekat karena karet alam tidak mampu
43
menahan perekatan dalam waktu yang lama. Hasil pengujian perekatan
untuk uji shear strength dapat dilihat pada Gambar 8.
2.77
1.34
3.54
1.56
0.91
3.12
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
jenis perekat
daya
reka
t (kg
/cm
2)
Gambar 8. Hasil uji shear strength
Gambar 8. menunjukkan bahwa daya rekat yang dihasilkan oleh
masing-masing perekat bervariasi yaitu 2,77 kg/cm2 untuk MS-50; 1,34
kg/cm2 untuk MS-40; 5,31 kg/cm2 untuk MS-30; 1,56 kg/cm2 untuk
MS-20; dan 0,91 kg/cm2 untuk MS-10. Dari hasil pengujian di atas
dapat dikatakan jenis perekat MS-30 merupakan komposisi terbaik
karena mempunyai kekuatan daya rekat yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan jenis perekat lainnya. Daya rekat perekat MS-30
ini bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan perekat komersial
yang memiliki daya rekat 3,12 kg/cm2. Diperkirakan perekat komersial
ini memiliki komposisi bahan-bahan peningkat daya rekat dengan
kekuatan rekat yang relatif sama dengan karet siklo.
Nilai daya rekat tertinggi yang dimiliki perekat MS-30
menunjukan bahwa campuran karet siklo dan karet alam dapat
terformulasi dengan baik. Penambahan karet siklo sebagai senyawa
yang dapat meningkatkan daya rekat tidak selamanya dapat memberikan
nilai daya rekat yang lebih besar. Sifat karet siklo yang keras dan kaku
dapat menghasilkan daya rekat yang kurang baik apabila formulasinya
tidak tepat (perekat pecah). Disamping itu nilai viskositas juga dapat
44
mempengaruhi nilai daya rekat karena berhubungan dengan kemampuan
perekat untuk menyebar ke permukaan bidang rekatan. Sebagai contoh,
perekat MS-10 dengan nilai viskositas tertinggi kurang tersebar ke pori-
pori permukaan bahan sehingga dihasilkan nilai daya rekat yang kurang
baik. Begitu juga dengan perekat MS-50 dan perekat MS-40 yang
mempunyai nilai viskositas yang tinggi. Tingginya kandungan karet
siklo dalam kedua jenis perekat tersebut menghasilkan tekstur perekat
yang tidak homogen karena sifat karet siklo yang sukar larut dalam
pelarut sehingga apabila diaplikasikan kurang terserap ke dalam pori-
pori bidang rekatan. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa
daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo berbeda nyata
dibandingkan daya rekat kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa karet
siklo dapat digunakan sebagai senyawa peningkat daya rekat. Dengan
perubahan formulasi perekat karet pada logam maka akan menghasilkan
kekuatan rekat yang berbeda-beda.
b. Uji Tensile Strength
Pengujian tensile strength merupakan salah satu uji yang
digunakan untuk menentukan daya rekat perekat karet pada logam.
Hasil pengujian perekatan untuk uji tensile strength dapat dilihat pada
Gambar 9.
5.60
4.63
5.65
4.30
2.37
4.12
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
jenis perekat
daya
reka
t (kg
/cm
2)
Gambar 9. Hasil uji Tensile Strength
45
Gambar 9. memperlihatkan bahwa antara kelima formula
menghasilkan daya rekat yang bervariasi 5,60 kg/cm2 untuk MS-50;
4,63 kg/cm2 untuk MS-40; 5,65 kg/cm2 untuk MS-30; 4,30 kg/cm2
untuk MS-20; dan 2,37 kg/cm2 untuk MS-10. Hasil perekatan terbaik
didapat dari perekat MS-30 yang jika dibandingkan dengan perekat
kontrol maka daya rekat formula tersebut lebih tinggi. Semakin banyak
jumlah karet siklo di dalam formula perekat tidak selalu menghasilkan
daya rekat yang lebih tinggi karena sifat karet siklo yang keras dan kaku
dapat mengakibatkan perekat pecah jika konsentrasinya terlalu tinggi.
Meskipun karet siklo merupakan senyawa yang dapat meningkatkan
daya rekat, perekat MS-50 dengan konsentrasi siklo tertinggi tidak
menghasilkan daya rekat yang paling baik. Nilai viskositas perekat juga
mempengaruhi nilai daya rekat karena berhubungan dengan kemampuan
perekat untuk menyebar pada bidang permukaan rekatan. Perekat
dengan viskositas tinggi akan sulit terpenetrasi sehingga nilai daya rekat
yang dihasilkan pun tidak terlalu baik. Pada formula perekat MS-10
dimana komposisi karet alamnya lebih dominan juga mempengaruhi
daya rekatnya karena sifat karet alam yang tidak tahan panas, oksidasi,
dan ozon.
Perlakuan mastikasi juga dapat mempengaruhi kekuatan daya
rekat dari perekat. Tujuan perlakuan mastikasi adalah untuk
memperpendek rantai molekul dari karet. Aplikasi perekat MS-20 dan
perekat MS-10 menghasilkan daya rekat yang rendah. Hal ini
dikarenakan konsentrasi karet alam yang tinggi dalam formulasinya.
Panjangnya rantai molekul karet mengakibatkan rendahnya daya rekat
yang dihasilkan karena masih banyaknya jumlah ikatan rangkap dalam
struktur molekulnya. Banyaknya ikatan rangkap ini mengakibatkan
selama vulkanisasi terjadi sedikit ikatan silang yang dapat mengurangi
kekakuan perekat sehingga daya rekatnya juga dapat berkurang.
Pemendekan rantai molekul karet memungkinkan terjadinya pengikatan
terhadap permukaan bidang rekatan dalam susunan yang rapat dan
sekaligus dapat mengikat karet siklo.
46
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat
perekat yang ditambahkan karet siklo berbeda nyata dibandingkan daya
rekat kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan
sebagai senyawa peningkat daya rekat. Dengan perubahan formulasi
perekat karet pada logam maka akan menghasilkan kekuatan rekat yang
berbeda-beda. Hasil ini memperlihatkan bahwa kelima formula dapat
digunakan sebagai perekat karet pada logam. Hal ini disebabkan
kompon karet alam yang telah dicampur dengan karet siklo mempunyai
daya rekat yang lebih baik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Karet siklo merupakan turunan karet alam yang diperoleh dari
pemanasan karet alam dengan katalis asam serta memiliki sifat rekat
(adhesive) yang baik terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Karet siklo
memiliki keunggulan dalam hal daya rekat dibanding karet alam, ketahanan
panas, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan ketahanan
kikis yang tinggi. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan karet siklo
sebagai perekat yang selama ini masih didominasi oleh produk impor.
Pengujian viskositas Brookfield menunjukkan bahwa nilai viskositas
perekat yang dihasilkan berkisar antara 1750 – 3710 cP dengan viskositas
perekat MS-10 adalah yang tertinggi, sedangkan nilai viskositas perekat MS-
30 adalah yang terendah. Berdasarkan uji viskositas Brookfield tersebut, nilai
viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan nilai viskositas perekat komersial (kontrol). Hasil pengujian bobot
jenis kompon perekat menunjukkan nilai yang bervariasi yaitu berkisar antara
0,992 – 1,025 g/cm3. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin
rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya
semakin rendah. Nilai bobot jenis perekat yang dihasilkan masih lebih rendah
dibandingkan dengan bobot jenis perekat komersial yang mungkin disebabkan
perbedaan jumlah komponen penyusunnya.
Pengujian shear strength menunjukkan bahwa nilai yang bervariasi
yaitu antara 0,91-3,64 kg/cm2. Jenis perekat MS-30 mempunyai daya rekat
yang paling baik yaitu 3,64 kg/cm2. Kekuatan daya rekat perekat MS-30 ini
juga lebih tinggi daya rekat perekat kontrol yang nilainya 3,12 kg/cm2.
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang
ditambahkan karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol,
untuk pengujian shear strength. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat
digunakan sebagai senyawa yang dapat meningkatkan daya rekat.
Pada pengujian tensile strength kelima formula juga menghasilkan
daya rekat yang bervariasi, yaitu antara 2,37 sampai 5,65 kg/cm2. Hasil
48
perekatan terbaik didapat dari formula MS-30 yaitu 5,65 kg/cm2. Jika
dibandingkan dengan kontrol, daya rekat formula MS-30 tersebut lebih tinggi
dari daya rekat perekat komersial yang hanya 4,12 kg/cm2. Berdasarkan
analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan
karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk
pengujian tensile strength.
Dalam penelitian ini dihasilkan formula terbaik pada perekat MS-30
dengan karakteristik yaitu nilai viskositas Brookfield 1750 cP, bobot jenis
1,021 g/cm3, shear strength 3,54 kg/cm2, tensile strength 5,65 kg/cm2. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa campuran karet siklo dan karet
alam pada perekat MS-30 terformulasi dengan baik sebagai bahan baku untuk
perekat karet pada logam. Hal ini ditunjukkan oleh nilai daya rekatnya yang
lebih baik jika dibandingkan dengan perekat komersial. Namun nilai
viskositas Brookfield yang masih terlalu kental bila dibandingkan dengan
perekat komersial.
B. Saran
Waktu mastikasi perlu disamakan pada setiap perlakuan dan perlu
ditingkatkan agar pemutusan rantai molekul lebih sempurna sehingga
dihasilkan perekat dengan nilai viskositas lebih rendah agar perekat dapat
lebih terpenetrasi dengan baik ke dalam pori-pori logam. Penggunaan karet
siklo yang dibuat dari fase lateks sebagai primer dapat dicoba diaplikasikan
karena diduga mempunyai daya rekat yang lebih baik daripada resipren.
Penelitian umur simpan (shelf life) perekat juga penting dilakukan karena
pelarut dalam perekat mudah menguap.
49
DAFTAR PUSTAKA
Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. di dalam Kursus Teknologi
Barang Jadi Karet. Pusat Penelitian Teknologi, Bogor.
Alfa, A. A. 2002. Pengembangan Pengolahan Karet Siklo dan Masterbat Siklo
dari Lateks Karet Alam. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian
Teknologi Karet Bogor. Bogor.
Alfa, A. A. 2002. Bahan Kimia untuk Kompon Karet. di dalam Kursus Teknologi
Barang Jadi Karet Padat. BPTK. Bogor.
Alfa, A. A., B. Handoko, dan Y. Syamsu. 2002. Pengaruh Mutu Lateks dan
Atmosfir Lingkungan Reaksi Terhadap Siklisasi Lateks Karet Alam. di
dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia, Auditorium FPMIPA UPI
Bandung, 28-29 Mei 2002, pp. 217-223.
Alfa, A. A., E. G. Said, T. T. Irawadi, I. Sailah, Z. A. Mas’ud, dan S.
Honggokusumo. 2003. Perkembangan dan Prospek Produksi Karet Alam
Siklik. di dalam Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang
Industri Lateks dan Kayu, Medan, 10-11 Desember 2003, pp.277-289.
Alfa, A. A. dan Y. Syamsu. 2004. Sifat dan Kegunaan Karet Alam Siklik Dari
Larutan Karet dan Dari Lateks. di dalam Prosiding Seminar Nasional VII
Kimia Dalam Pembangunan, Hotel Santika Yogyakarta, 25-26 Mei 2004,
pp. 540-547.
Amir, E. J. 1990. Teori Mastikasi Karet. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi
Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.
Arizal, R. 1989. Bahan Elastomer untuk Industri Barang Jadi Karet (Karet Alam
dan Karet Sintetis) : Latihan Teknologi Barang Jadi Karet. BPP. Bogor.
ASTM. 1997. Methods of Test for Adhesion of Vulcanised Rubber to Metal.
ASTM D429-64.
ASTM. 1997. Methods of Test for Strength Properties of Adhesives in Shear by by
Tension Loading. ASTM D1002-64
ASTM. 1997. Standard Spesification for Rubber Concentrated, Ammonia
Preserved, Creamed, and Centrifuged Natural Latex.ASTM. D 1076-97.
50
Barron, H., 1948, Modern rubber chemistry, D. Van Nostrand Company, Inc.,
New York,
BPS. 2006. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Garvey, B. S., Jr. 1959. Accelerators of Vulcanization. In Morton, M. Introduction
To Rubber Technology. Reinhold Publishing Corporation.
Gelling, I. R. 1991. Epoxidised natural rubber, J. Nat Rubb. Res., 6, 184.
Houwink, R. and G. Salomon. 1965. Adhesion and Adhesive. Elsevier Applied
Science Publisher, London.
John, C. K. and S. W. Sin. 1974. Coagulation of Hevea latex using steam. J.
Rubb. Res. Inst. Malaya. 24(1): 257
Mattjik, Ahmad Ansori dan I Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan
dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Percetakan Jurusan Statistika FMIPA
IPB. Bogor.
Morton, M. 1963. Introduction to Rubber Technology. Reinhold Publ. Corp. New
York.
Nakade, S., A. Kuga. M. Hayashi, dan Y. Tanaka. 1997. Highly purified natural
rubber IV : preparation dan characteristic og gloves and condoms. The
New Rubber Material Research Concorcium, Tokyo, Japan.
Naunton, W.J.S. 1961. The Applied Science of Rubber. Edward Arnold
(Publisher) Ltd. London.
Polhamus, L. G. 1962. Rubber : Botany, Production, and Utilization. Interscience
Publishers, Inc. New York.
Shields, J. 1970. Adhesives Handbook. British. Illife Book.
SNI 06-1447-1989. 1989. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
SNI 06-4890-1998. 1998. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Subramaniam, A. 1987. Natural Rubber. In Morton, M.. Rubber Technology. Van
Nostrand Reinhold, New York.
Stern, H.J. 1967. Rubber. Natural and Synthetic, 2nd ed.Maclaren and Sons ltd,
London
51
Tanaka, Y. and S. Kawahara. 1996. Preparations and properties of highly purified
natural rubber. Proceedings of the International Workshop on Green
Polymers, pp 91-101. The International Workshop on Green Polymers :
Revolution of Natural Polymers, 4-8 November 1996, Bandung-Bogor,
Indonesia.
Wake, W.C. 1976. Adhesion and The Formulation of Adhesives. Applied Science
Publisher, London.
Van Verseen, G. J. 1951. The Structure of Siclised Rubber. Rubb. Chem & Tech.
24: 957-969.
Yapa, P. A. J. and W. A. Lionel. 1980. Some studies on cyclization of bromelain
treated rubber. J. Rubb. Ins. Sri Lanka, 57: 7-12.
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Karet Kering (ASTM D 1076-97)
Kadar karet kering adalah persen bobot karet dari lateks yang telah
digumpalkan dan ditipiskan serta dikeringkan. Prosedur yang harus dilakukan
untuk pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Botol timbang yang telah berisi contoh lateks ditimbang (W1), selanjutnya
lateks dituangkan ke dalam cawan proselin dan botol timbang ditimbang
kembali (W2). Selisih antara W1 dan W2 adalah bobot contoh (W).
2. Air suling ditambahkan hingga KJP ± 25 % dan aduk hingga homogen.
3. Asam asetat 2 % ditambahkan sambil diaduk sampai terbentuk gumpalan
sempurna yang ditandai dengan terbentuknya serum yang jernih. Untuk
mempercepat penggumpalan, cawan yang berisi lateks dipanaskan pada
penangas air selama 15 – 30 menit.
4. Jika serum masih keruh, maka pengerjaan harus diulangi dari awal. Gumpalan
digiling 5 kali hingga terbentuk krep. Penggilingan dilakukan agar ketebalan
krep meksimum 2 mm.
5. Krep dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 70 ± 2 ºC. Jika terjadi
oksidasi maka pengeringan dilakukan pada suhu 55 ± 2 ºC.
6. Krep yang telah kering kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan sampai bobot tetap (Wk) diulangi dengan
perbedaan bobot tidak lebih dari 1 mg. Penetapan ini dikerjakan dua kali
dengan perbedaan hasil tidak boleh lebih dari 0,2 %. Hasil kadar karet kering
adalah rata-rata dari dua kali pengerjaan (ASTM, 1997).
Wk x 100
Perhitungan KKK (%) = _______________
W
54
Lampiran 2. Pengujian Kadar Jumlah Padatan (ASTM D 1076-97)
Kadar jumlah padatan adalah persen bobot zat karet dan bukan karet dari
lateks yang dikeringkan. Lateks mengandung partikel bukan karet dan bahan-
bahan terlarut dalam fase cairan serum disamping partikel karet. Perbedaan kadar
jumlah padatan dengan kadar karet kering lateks pekat maksimum 2 %. Prosedur
pengujian yang dilakukan adalah :
1. Sejumlah lateks dimasukkan ke dalam botol timbang kemudian ditimbang
dengan ketelitian 1 mg (W1).
2. Lateks sebanyak 2,5 ± 0,5 gram dituangkan dari botol timbang ke dalam
cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya (W2), kemudian diratakan
dengan goyangan.
3. Botol timbang berisi sisa lateks ditimbang kembali (W3). Perbedaan bobot
kedua penimbangan adalah bobot contoh.
4. Air suling sebanyak 1 ml ditambahkan lalu cawan aluminium dipanaskan
hingga terbentuk film. Cawan berisi film kering ditimbang hingga bobot tetap
dengan perbedaan bobot tidak lebih dari 1 mg (W4). Penetapan ini dilakukan
dua kali dengan perbedaan hasil tidak lebih dari 0,15 %.
5. KJP adalah rata-rata hasil dua kali pengerjaan (ASTM, 1997).
W4 – W2
KJP (%) = _____________ X 100
W3 – W1
55
Lampiran 3. Penetapan Kadar Nitrogen (SNI 06 1903-1990)
Prosedur pengujian kadar nitrogen adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji ditimbang sebanyak 0,1 gram (A) dengan ketelitian 0,1 mg yang
telah diseragamkan kemudian dimasukkan ke dalam labu mikrokjeldahl.
2. Contoh uji ditambahkan ± 0,65 gram katalis selenium dan 2,5 ml H2SO4 pekat.
3. Contoh didekstruksi sekitar satu jam sampai timbul warna hijau atau tidak
berwarna, setelah itu didinginkan dan diencerkan dengan 10 ml aquades.
4. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dua atau tiga kali
dengan 3 ml air suling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 67%.
5. Uap air dialirkan melewati alat destilasi dan destilat ditampung ke dalam
erlenmeyer berisi 10 ml asam borat dua persen dan dua tetes indikator. Waktu
destilasi sekitar 5 menit.
6. Destilat dititrasi dengan larutan H2SO4 0,01 N menggunakan buret 10 ml.
Titik akhir titrasi ditandai dengang perubahan warna dari hijau menjadi ungu
muda (Vc). Hal serupa dilakukan terhadap blanko (Vb). Kadar nitrogen
dihitung menggunakan rumus berikut :
(Vc-Vb) x 0,01 x 14 x 100 %
Kadar nitrogen (%) = _____________________________________
A (mg)
56
Lampiran 4. Pengujian Bilangan Asam Lemak Eteris (ASTM D 1076-97)
Pengujian bilangan asam lemak eteris dilakukan mengikuti prosedur
berikut :
1. Contoh uji (lateks) ditimbang sebanyak 50±0,2 gram di dalam gelas piala 250
ml.
2. Contoh tersebut ditambahkan 50 ml larutan ammonium sulfat dan diaduk.
3. Contoh uji dipanaskan pada penangas air 70 ºC selama 3-5 menit hingga
terbentuk gumpalan sempurna.
4. Serum dipisahkan dan disaring ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml.
5. Sebanyak 25 ml serum dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 5
ml asam sulfat (2+5), lalu diaduk.
6. Sebanyak 10 ml campuran serum dan asam sulfat dipipet ke dalam tabung
penyuling Markham, kemudian ditambahkan 1 tetes silikon anti busa.
7. Tabung penyuling Markham ditutup kemudian dialirakan uap air 100 ºC dari
pembangkit uap air ke dalam tabung penyuling Markham.
8. Hasil sulingan ditampung di dalam labu Erlenmeyer berskala (kecepatan aliran
sulingan diatur 3-6 ml/menit).
9. Penyulingan dihentikan setelah didapat 100 ml sulingan dan kemudian
dialirkan udara bebas CO2 ke dalam sulingan selama 3 menit.
10. Ditambahkan 1 tetes brom timol blue ke dalam sulingan, lalu dititrasi dengan
larutan Ba(OH)2 hingga warna berubah menjadi biru muda dan tidak berubah
selama 10-20 detik (V).
11. Blanko dikerjakan dengan mensubstitusi 20 ml air suling ke dalam semua
pereaksi yang digunakan.
561 x V x N (50 x 25)
Bilangan ALE = ________________ W = _______________
KJP x W (50+S) x 3
100 - KKK
S = ________________
1,02 x 2
57
Lampiran 5. Pengujian Waktu Kemantapan Mekanis (ASTM D 1076-97)
Pengujian waktu kemantapan mekanis (WKM) dilakukan tidak lebih dari
24 jam setelah tutup kemasan dibuka. Prosedur pengujiannya adalah sebagai
berikut :
1. Sebanyak 100 gram lateks yang telah dihomogenkan ditimbang ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml.
2. Nilai KJP diturunkan menjadi 55±0,2 % dengan penambahan larutan amonia
1,6 % (untuk lateks tipe 1 dan tipe 2) atau larutan amonia 0,6 % (untuk lateks
tipe 3), lalu dipanaskan pada penangas hingga suhu 36-37 ºC.
3. Lateks disaring dengan penyaring 180 µm ke dalam kontainer hingga didapat
80 gram saringan.
4. Kontainer berisi lateks ditempatkan pada alat Klaxon yang bersuhu 35 ºC.
5. Lateks diaduk dengan kecepatan 14.000±200 rpm (stop watch dinyalakan).
6. Sambil tetap diaduk, tiap 15 menit sampel diambil dengan cara menyentuhkan
ujung kaca pengaduk pada lateks dan diteteskan pada pingan petri yang telah
berisi air. Keadaan lateks diamati dan pengamatan diakhiri jika flokulat telah
terbentuk (berupa bintik-binitk putih yang tidak pecah oleh goyangan).
7. Pengujian dikerjakan secara duplo dengan perbedaan hasil tidak lebih dari 5
%.
8. Hasil pengujian WKM adalah rata-rata dua pengujian.
100 x KJP
Volume amonia yang ditambahkan = ________________ - 100
55
WKM : sesuai dengan waktu yang ditunjukkan stopwatch pada saat akhir
pengamatan dan dinyatakan dalam detik.
58
Lampiran 6. Uji shear strength dan uji tensile strength
a. Uji shear strength (ASTM D 1002-64)
Pengujian daya rekat ini menggunakan dua lempeng atau plat besi.
Salah satu bagian plat besi diletakkan pada bagian yang lebih dalam.
Selanjutnya perekat primer dioleskan pada bagian perekatan sampai
ketebalan yang dibutukan.. Setelah perekat primer kering, perekat sekunder
dioleskan di bagian atasnya. Hal yang sama dilakukan terhadap perekat
tersier. Setelah semua perekat kering, kedua lempeng besi itu dirapatkan dan
diberi tekanan. Kemudian kedua lempeng besi itu ditarik untuk menguji daya
rekatnya. Kekuatan maksimum yang dibutuhkan untuk memisahkan dua
lempeng besi itu dicatat sebagai adhesion value (daya rekat) dan dinyatakan
dalam kg/cm2 lebar.
b. Uji tensile strength (ASTM D 429)
Prinsip uji kelupas hampir sama dengan pengujian daya rekat. Namun
uji rekatan ini menggunakan dua buah baut yang direkatkan pada kompon
karet alam. Pengolesan masing-masing perekat sama dengan prosedur pada
uji daya rekat. Setelah dirapatkan dan diberi tekanan, ujung-ujung kompon
yang tidak merekat dikelupas. Kekuatan maksimum yang dibutuhkan untuk
memisahkan dua lempeng besi itu dicatat sebagai adhesion value (daya
rekat) dan dinyatakan dalam kg/cm2 lebar.
59
Lampiran 7. Bobot jenis perekat dan viskositas Brookfield
a. Bobot Jenis Perekat (SNI 06-4890-1998)
Bobot contoh uji minimum 2,5 gram, permukaannya halus dan bebas
debu atau kotoran. Penentuan bobot jenis dimulai dengan penimbangan
contoh uji di udara, kemudia menimbang pemegang di dalam air. Selanjutnya
contoh uji ditusuk dengan pemegang dan kemudian ditimbang di dalam air.
Sebelum ditimbang di dalam air, contoh uji dicelupkan ke dalam alkohol
absolut. Hal ini bertujuan untuk menghindari pembentukan gelembung pada
contoh uji.
b. Viskositas Brookfield
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer
Brookfield dengan satuan cP. Viskositas perekat berpengaruh pada
kemampuan penyebaran dan penetrasi perekat pada logam. Semakin kental
perekat maka akan semakin besar nilai viskositas yang terbaca pada alat. Hal
ini berarti kemampuan penyebaran dan penetrasi perekat pada logam rendah.
Sebaliknya semakin encer perekat maka akan semakin mudah menyebar dan
meresap pada logam.
60
Lampiran 8. Data pengujian viskositas Brookfield
Jenis perekat Nilai terbaca Faktor pengali Viskositas (cP) Keterangan
MS-50 28,0 100 2800 Spindel no. 4, kecepatan = 60
MS-40 26,5 100 2650 Spindel no. 4, kecepatan = 60
MS-30 17,5 100 1750 Spindel no. 4, kecepatan = 60
MS-20 27,4 100 2740 Spindel no. 4, kecepatan = 60
MS-10 37,1 100 3710 Spindel no. 4, kecepatan = 60
Kontrol 24,8 5 124 Spindel no. 2, kecepatan = 60
61
Lampiran 9. Data pengujian bobot jenis kompon perekat
Sampel MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
(1)
Bobot contoh di
udara (g)
2,7124 2,7520 2,6780 2,5690 2,5324 0,0849
(2)
Bobot pemegang
dalam air (g)
0,4742 0,4732 0,4720 0,4710 0,4710 0,4718
(3)
Bobot contoh +
pemegang di air (g)
0,5395 0,5372 0,5277 0,4752 0,4507 0,4588
(4 : 3 – 2)
Bobot contoh
dalam air (g)
0,0653 0,0640 0,0577 0,0042 -0,0203 -0,013
(5 : 1 – 4)
Volume (cm3) 2,6471 2,6886 2,6223 2,648 2,5527 0,0979
(6 : 1/5)
Bobot jenis (g/cm3) 1,025 1,024 1,021 1,002 0,992 0,867
62
Lampiran 10. Data pengujian shear strength
Beban = 125 kg
Sampel Luas (cm2) Pengukuran (kg) Daya rekat (kg/cm2)
MS-50
7,54 27,50 3,65
7,77 21,25 2,73
7,77 15,10 1,93
MS-40
8,2 8,50 1,04
8,2 18,25 2,23
8,001 5,94 0,74
MS-30
8,001 42,50 5,31
7,77 13,75 1,77
7,77 27,50 3,54
MS-20
7,77 13,50 1,74
7,77 14,00 1,80
8,2 9,38 1,14
MS-10
8,001 3,50 0,44
8,001 5,75 0,72
8,001 12,50 1,56
Kontrol
7,7 33,13 4,30
7,04 21,40 3,04
7,7 15,50 2,01
63
Lampiran 11. Data pengujian tensile strength
Luas bidang rekatan = 5,06 cm2, beban = 125 kg
Sampel Pengukuran (kg) Daya rekat (kg/cm2)
MS-50
16,50 3,26
34,50 6,82
34,00 6,72
MS-40
17,50 3,46
29,25 5,80
23,50 4,64
MS-30
18,75 3,71
26,75 5,28
40,25 7,95
MS-20
16,25 3,21
34,75 6,87
14,25 2,82
MS-10
8,75 1,70
19,38 3,80
8,13 1,60
Kontrol
27,50 5,43
26,25 5,20
8,75 1,73
64
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji shear strength
One-way ANOVA
Analysis of Variance Source DF SS MS F p
Sample 5 17.36 3.47 3.32 0.041
Error 12 12.57 1.05
Total 17 29.93
Individual 95% CIs For Mean
Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+---
1 3 2.770 0.861 (-------*--------)
2 3 1.337 0.788 (--------*-------)
3 3 3.540 1.770 (--------*-------)
4 3 1.560 0.365 (-------*--------)
5 3 0.907 0.583 (--------*--------)
6 3 3.117 1.147 (--------*-------)
---+---------+---------+---------+---
Pooled StDev = 1.023 0.0 1.5 3.0 4.5
65
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji tensile strength
One-way ANOVA
Analysis of Variance Source DF SS MS F p
Sample 5 21.78 4.36 1.25 0.346
Error 12 41.81 3.48
Total 17 63.59 Individual 95% CIs For Mean
Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ----------+---------+---------+------
1 3 5.600 2.027 (--------*---------)
2 3 4.633 1.170 (---------*--------)
3 3 5.647 2.144 (---------*--------)
4 3 4.300 2.234 (--------*---------)
5 3 2.367 1.242 (--------*---------)
6 3 4.120 2.073 (--------*---------)
----------+---------+---------+------
Pooled StDev = 1.867 2.5 5.0 7.5
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol1 025 1 024 1 021 1 002 0 992 0 8671,025 1,024 1,021 1,002 0,992 0,867
1,025 1,024 1,0211,002 0,992
0 8670,9
0,95
1
1,05
is (g
/cm
3)
0,867
0,75
0,8
0,85
0,9
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
bobo
t jen
i
jenis perekat
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol3 65 1 04 5 31 1 74 0 44 4 3 63,65 1,04 5,31 1,74 0,44 4,32,73 2,23 1,77 1,8 0,72 3,041,93 0,74 3,54 1,14 1,56 2,01
8,31 4,01 10,62 4,68 2,72 9,352,77 1,34 3,54 1,56 0,91 3,12
3,65
2,73
1,932
3
4
5
6
reka
t (kg
/cm
2)
0
1
2
MS-50
daya
r
2,77
1,34
3,54
1,56
0 91
3,12
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
ya re
kat (
kg/c
m2)
0,91
0,00
0,50
1,00
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
day
jenis perekat
5,31
1 74
4,3
2,231 77
1,8
3,043,54
2,01
1,04
1,74
0,44
1,77
0,720,74
1,141,56
MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol
jenis perekat
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol2800 2650 1750 2740 3710 1242800 2650 1750 2740 3710 124
2800 2650
1750
2740
2000
2500
3000
3500
4000
tas
(cP)
0
500
1000
1500
000
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20
visk
osit
jenis perekat
3710
124
MS-10 Kontrol