Post on 27-Oct-2015
WACANA SASTRA LISAN KABHANTI KANTOLA DALAM BENTUK,
FUNGSI DAN MAKNA PADA MASYARAKAT MABOLU KABUPATEN
MUNA SULAWESI TENGGARA
SARIFUDIN DETIKOA
Fakultas Sastra Universitas Udayana
Jalan Nias No 13 Denpasar 80114, Telepon 0361-2242233
Ponsel 082188127768
Email lagongges@yahoo.com
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ iDAFTAR ISI............................................................................................ iiABSTRAK................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1 Latar Belakang dan Masalah............................................................... 1
1.1.1 Latar Belakang............................................................................. 11.1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................ 31.2.1 Tujuan Penelitian......................................................................... 31.2.2 Manfaat Penelitian....................................................................... 3
BAB II METODE DAN TEKNIK PENELITIAN................................ 42.1 Kajian Pustaka..................................................................................... 4
2.1.1 Sastra Lisan ................................................................................ 42.1.2 Bentuk Bentuk Sastra Lisan........................................................ 42.1.3 Konsep Kabhanti........................................................................ 52.1.4 Teori Semiotika ......................................................................... 7
2.2 Jenis dan Metode Penelitian ............................................................... 82.2.1 Data dan Sumber Data ............................................................... 8
2.2.1.1 Data ................................................................................ 82.2.1.1 Sumber Data .................................................................. 8
2.2.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 92.2.3 Teknik Analisis Data ................................................................. 9
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 113.1 Analisis Bentuk Tradisi Lisan Kabhanti Kusapi Masyarakat
Muna..................................................................................................... 113.1.1Jumlah baris, suku kata dan persamaan bunyi dalam Kabhanti
Kusapi.......................................................................................... 113.2 Makna Tradisi Lisan Kabhanti Kusapi Pada Masyarakat Muna......... 123.2.1 Makna Curahan Hati......................................................................... 123.2.2 Makna Nasehat................................................................................. 133.2.3 Makna Sindiran................................................................................. 133.2.4 Makna Percintaan............................................................................. 143.2.5 Makna Kegembiraan......................................................................... 14
BAB IV PENUTUP.................................................................................. 154.1 Kesimpulan.......................................................................................... 154.2 Saran ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 16
16
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin kurangnya perhatian dan minat generasi muda terhadap tradisi lisan daerah Muna yang merupakan warisan leluhur yang sangat berharga karena di dalamnya tersimpan mutiara kehidupan masyarakat Muna. Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk, makna dan fungsi kabhanti kusapi pada masyarakat Muna”. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dan makna kabhanti kusapi. Manfaat penelitian ini adalah (1) Sebagai salah satu sumbangan pemikiran teoritis dalam rangka memperkaya bahan reverensi di bidang tradisi lisan; (2) Sebagai upaya pelestarian dan pembinaan kebudayaan daerah dalam rangka membina dan mengembangkan kebudayaan nasional; (3) Sebagai bahan ajar bagi pembelajaran muatan lokal di sekolah khususnya pembelajaran sastra daerah Muna; (4) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai reverensi kepada peneliti lain yang relevan dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah data nyanyian atau lantunan kabhanti kusapi yang disampaikan oleh masyarakat Muna. Data yang dimaksud sesuai dengan batasan operasional penelitian ini yaitu bentuk kabhanti kusapi yang meliputi jumlah baris, jumlah suku kata,dan makna yang terkandung di dalamnya. Data dalam penelitian ini bersumber dari informan di lapangan. Informan yang dimaksud adalah yang melantunkan kabhanti kusapi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) simak 2) cakap. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik rekam, dan (2) rekam) Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik struktural. Serta prosedur pengolahan data dilakukan beberapa tahap: (1) transkripsi rekaman ( 2) klasifikasi data, (3) penerjemahan data, (3) analisis data.
Dari hasil pembahasan yang ada, maka penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk kabhanti kusapi meliputi: (1) jumlah baris: 2 baris, (2) jumlah suku kata: 8-20 suku kata, (3) persamaan bunyi. Makna ditemukan dalam penelitian ini adalah (1) makna curahan hati, (2) makna nasehat, (3) makna sindiran, (4) makna percintaan, (5) makna kegembiraan.
Kata kunci: Tradisi lisan, Kabhanti Kusapi, Masyarakat Muna.
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang
jumlahnya beratus-ratus tahun di seluruh Indonesia. Tradisi lisan melingkupi segala
sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita dimasa lampau
telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan. Lord (1995: 1)
mendefinisikan bahwa tradisi lisan sebagai sesuatu yang dituturkan dalam
masyarakat. Penutur tidak menuliskan apa yang dituturkannya tetapi melisankannya,
dan penerima tidak membacanya, namun mendengar.
Senada dengan itu, Pudentia (2007: 27) mendefenisikan tradisi lisan sebagai
wacana yang diucapkan atau disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan
dan yang beraksara, yang kesemuanya disampaikan secara lisan. Akan tetapi, modus
penyampaian tradisi lisan ini tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga gabungan
antara kata-kata dan perbuatan tertentu yang menyertai kata-kata. Tradisi pun akan
menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang meliputi etika, norma,
dan adat istiadat. Lebih lanjut Taylor (Daud, 2008: 258), mendefinisikan tradisi lisan
sebagai bahan-bahan yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional, yang berbentuk
pertuturan, adat resam, atau amalan, di antaranya ritual, upacara adat, cerita rakyat,
nyanyian rakyat, tarian, dan permainan.
Satu dari sekian banyak tradisi lisan di Kabupaten Muna yang sudah mulai
dilupakan adalah tradisi lisan kabhanti kusapi. Tradisi lisan tersebut berkembang di
daerah Muna yang biasa disampaikan baik dalam bentuk monolog maupun berbalas-
balasan antara laki-laki dan perempuan. Kabhanti kusapi ini disampaikan dan
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengemukakan serta menyampaikan maksud
tertentu baik berisi sindiran nasihat maupun percintaan.
Dalam kehidupan masyarakat Muna di Kecamatan Mabolu kabhanti kusapi
merupakan salah satu tradisi lisan masih dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat
pendukungnya. Di dalam Kabhanti kusapi ini banyak mengandung nilai budaya,
norma sosial, dan mengandung nilai moral dari masyarakat pendukungnya. Di
16
samping itu kabhanti ini dapat berguna untuk memperkokoh nilai-nilai dan norma
yang belaku di masyarakat yang banyak digunakan oleh rang-orang tua dalam
mendidik anak-anak, dan juga dapat digunakan oleh pemuda dan pemudi dalam hal
mencurahkan isi hatinya kepada seseorang, seperti menyatakan cinta kasih, suka duka,
kerinduan, dan kekecewaan.
Tradisi lisan kabhanti kusapi merupakan salah satu kebudayaan daerah yang
perlu dibina dan dilestarikan karena sastra daerah ini semakin kurang dikenal oleh
masyarakat pendukungnya dan terancam punah maka perlu mendapat perhatian
serius. Sejalan dengan perkembangan zaman yang kompetitif yang dibarengi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern berdampak pula pada
bergesernya tata nilai dan struktur budaya dalam masyarakat. Arus informasi yang
serba canggih telah memperlihatkan dominasinya dalam merebut simpati generasi
muda, akibatnya tradisi lisan yang merupakan warisan leluhur terabaikan begitu saja.
Di samping itu, penyebarannya bersifat lisan tanpa dokumen tertulis dan penutur
setiap semakin berkurang menjadikan tradisi lisan terancam punah. Apabila ancaman
tersebut tidak segera diatasi maka tradisi lisan tersebut lambat laun akan punah sama
sekali. Padahal dalam tradisi lisan itu tersimpan mutiara kehidupan yang sangat
berharga untuk diwarisi dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Namun keberadaan tradisi lisan kabhanti kusapi tidak jauh nasibnya dengan
tradisi lisan lainnya yang terancam punah. Masyarakat Muna khususnya generasi
muda sudah tidak mengetahui bentuk dan makna kabhanti kusapi. Kurangnya
perhatian generasi muda terhadap warisan leluhur itu disebabkan oleh berbagai faktor.
Di antaranya adalah adanya kemajuan zaman yang serba canggih, akibatnya mereka
lebih tertarik pada budaya moderen yang lebih tersedia di sekitarnya. Hal ini semakin
menambah kekhawatiran masyarakat bahwa di masa mendatang kabhanti kusapi ini
akan hilang dari peredaran masa.
Sejauh ini belum ada satupun hasil penelitian yang mengkaji dan
mendeskripsikan bentuk dan makna kabhanti kusapi di daerah Kabupaten Muna. Jika
hal ini dibiarkan tentu kita akan kehilangan salah satu bagian dari kebudayaan bangsa.
Tentu kondisi ini mengajak kita untuk berpikir positif tentang perlunya penggalian
dan pengembangan tradisi lisan kabhanti kusapi yang dimiliki oleh masyarakat Muna
di Kecamatan Mabolu. Kabhanti kusapi ini merupakan warisan berharga dari para
16
leluhur. Oleh karena itu, dengan mengetahui bentuk dan makna kabhanti kusapi ini
kita dapat memberikan gambaran tentang budaya nasional yang dimiliki oleh
masyarakat Muna di Kabupaten Muna.
1.1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk, makna kabhanti kusapi
pada masyarakat Muna?”
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan bentuk, makna kabhanti kusapi pada masyarakat Muna?
1.2.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran teoretis dalam rangka memperkaya
bahan reverensi di bidang tradisi lisan.
2. Sebagai upaya pelestarian dan pembinaan kebudayaan daerah dalam rangka
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional.
3. Sebagai bahan ajar bagi pembelajaran muatan lokal di sekolah khususnya
pembelajaran sastra daerah Muna.
4. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai referensi kepada peneliti lain yang relevan
dengan penelitian ini.
BAB II
16
MATERI DAN METODE
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Sastra Lisan
Sebagai data kebudayaan, sastra dapat dibedakan menjadi dua yaitu sastra tulis
dan sastra lisan (Sumardjo dan Saini, 1997: 78-79).Sastra adalah karya lisan atau
tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorsinalan, kewadahan dalam
isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra daerah merupakan pemikiran,
perasaan, pengalaman manusia yang diungkapkan dalam bentuk bahasa yang seindah-
indahnya sehingga memberi pembacanya (Sumardjo, 1997 :16). Lebih lanjut,
Sumardjo, mengatakan bahwa sastra adalah ungkapan peribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkrit yang mengakibatkan pesona dengan alat bahasa.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan pemikiran yang telah dihasilkan, direnungkan dan dirasakan orang
mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung serta kuat.
Sastra lisan merupakan suatu unsur kebudayaan yang sangat menonjol dalam daerah
tertentu (Setia, dkk 1990 : 3).
Sastra lisan adalah sastra yang dituturkan dari mulut ke mulut (Emeis, 1995:
Berdasarkan uraian di atas maka kabhanti kusapi menjadi objek penelitian ini
tergolong pula uraian sastra lisan di atas, karena kabhanti kusapi tersebut merupakan
karya sastra yang didengarkan dari mulut seseorang atau sekelompok orang.
2.1.2 Bentuk-Bentuk Sastra Lisan
Menurut bentuknya sastra lisan dapat dibagi atas:
1. Bahasa rakyat sebagai sindiran, logat, bahasa rahasia dan mantra
2. Ungkapan tradisional seperti pribahasa,pepata dan seloka
3. Pertanyaan tradisional seperti; teka teki,wangsalan
4. Puisi rakyat seperti; pantun, syair, dan gurindam
5. Cerita rakyat seperti mite, legenda, dongeng, fabel, dan cerita (Sudjiman, 1990:5).
Menurut bentuknya, sebagai mana yang dikemukakan oleh (Hoetomo, 2005 : 78-
79), sastra lisan dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu (1) Bahasa rakyat (dialek,
julukan, sindiran, titel-titel, bahasa rahasia), (2) ungkapan tradisional (pepatah,
16
peribahasa), (3) teka teki, (4) nyanyian rakyat, (5) cerita rakyat (dongeng, legenda,
sage, cerita jenaka, cerita cabul dan lain-lain).
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam
sastra lisan adalah.
(1) Bahasa rakyat, (2) ungkapan tradisional, (3) pertanyaan tradisional, (4) cerita
rakyat dan (5) nyanyian rakyat. Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk sastra lisan yang
diuraikan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Bahasa rakyat adalah suatu bentuk bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam suasana pergaulan maupun dalam situasi khusus misalnya
dalam upacara-upacara keagamaan.
2) Ungkapan tradisional adalah bahasa yang diungkapkan oleh sekelompok
masyarakat yang biasanya berisi ungkapan-ungkapan seperti sindiran, ibarat atau
tamsil serta bahasa yang mengandung makna kias.
3) Pertanyaan tradisional adalah bahasa yang berisi petranyaan-pertanyaan yang
berupa teka-teki dan bentuk bahasa ini biasanya digunakan seseorang untuk
mengasah otak.
4) Cerita rakyat adalah kisahan antonim yang tidak terikat pada orang, dan waktu
yang beredar secara lisan di tengah masyarakat (Sudjiman, 1989 : 6).
2.1.3 Konsep Kabhanti
Kabhanti termasuk komunikasi lisan tradisional masyarakat etnik Muna. La
Niampe (1998 : 54) mengatakan bahwa secara etimologis kabhanti merupakan kata
jadian yang terdiri dari morfem ka- dan kata dasar bhanti. Morfem terikat ka
berfungsi sebagai pembentuk kata benda atau ihwal benda, sedangkan morfem bhanti
mengandung pengertian puisi.
Kabhanti (pantun) dan syair pada mulanya tidak berbentuk bait-bait seperti
yang kita kenal dalam kesustraan melayu, melainkan berbentuk deretan bait
panjang.Kabhanti kusapi dianggap sebagai sasaran pengungkapan perasaan dengan
kata-kata kiasan yang halus dimana sejak dahulu masyarakat Muna bila ingin
menyampaikan maksud hatinya kepada seseorang maka telah menggunakan
kabhanhti dengan ungkapan-ungkapan yang mengandug makna kiasan.
Kabhanti merupakan pencerminan kehidupan masyarakat daerah Muna yang
penuh dengan kepercayaan ghaib dan sakti, rasa persatuan yang lebih rapat dan padu
16
terhadap aturan-aturan nenek moyang.Kabhanti merupakan salah satu kebudayaan
masyarakat Muna yang dapat diartikan sebagai salah satu jenis peraturan daerah yang
banyak mengandung nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan mengandung nilai
moral.bagi masyakat pendukungnya kabhanti tersebut dibawakan dengan cara
dilantunkan atau dinyanyikan dan biasanya diiringi dengan alat musik gambus yang
biasanya dilaksanakan atau disajikan pada acara pesta kampung, misalnya pernikahan,
khitanan, dan jenis kegiatan lain yang ada di daerah Muna
Menurut Mokui (1991: 6-8) bahwa dilihat dari penggunaannya kabhanti itu
dapat dibagi atas empat macam.
1. Kabhanti kantola yaitu kabhanti yang digunakan pada waktu bermain kantola.
Kantola adalah sejenis permainan tradisional, dimana para pemain berdiri
berhadapan antara pemain pria dan wanita. Mereka berbalas pantun dengan irama
lagu ruuruunte atau ruuruuntete. Irama ruuruunte ini menggunakan paling tinggi
lima nada. Acara kantola biasanya dilaksanakan pada malam hari di musim
kemarau setelah selesai panen ubi kayu dan ubi jalar. Adapun bentuk syair
kabhanti seperti ini, sepintas lalu dapat kita katakan prosa liris yakni prosa yang
mementingkan irama. Akan tetapi bila kita teliti benar sebagian dapat digolongkan
bentuk pantun yang disebut talibun yakni pantun yang lebih dari empat baris tetapi
genap jumlahnya.
2. Kabhanti watuleaadalah kabhanti yang menggunakan irama watulea. Kabhanti
macam ini biasanya dinyanyikan pada waktu menebas hutan atau berkebun. Sambil
bekerja mereka menyanyi bersama-sama atau sendirian. Kadang-kadang
dinyanyikan agar tidak kesepian di tempat kesunyian.
3. Kabhanti gambusuyakni pantun yang dinyanyikan dengan diiringi oleh irama
gambus. Biasanya menggunakan gambus kuno yaitu gambus yang bentuknya
sederhana, tidak seperti gambus yang kita lihat pada layar televisi. Kadang-kadang
instrumen yang digunakan bukan hanya gambus akan tetapi dilengkapi dengan
biola, kecapi, serta botol kosong yang ditabu atau dipukul dengan sendok atau paku
mengikuti irama lagu dan bunyi instrumen-instrumen enak didengar. Walaupun
bukan hanya gambus yang digunakan pada waktu bermain, tetapi pantun yang
dinyanyikan disebut kabhanti gambusu (pantun gambus). Kabhanti gambusu
16
biasanya disajikan pada acara pesta kampung misalnya pernikahan, khitanan, dan
jenis kegiatan lainnya yang ada dalam masyarakat Muna.
4. Kabhanti moderoadalah tari daerah yang hampir sama dengan tari lulo (tari daerah
Sulawesi Tenggara). Para pemain saling bergandengan tangan membentuk
lingkaran sambil menyanyi seirama dengan langkah dalam tarian.
5. Kabhanti kusapi, yakni pantun yang dinyanyikan dengan diiringi oleh irama
gambusukusapi.
2.1.4 Teori Semiotika
Dasar filosofis teori semiotika adalah manusia sebagai animal symbolicum
atau homo semioticus. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda (signs) dan
pemaknaan (signification). Dari perspektif teori semiotika, kebudayaan manusia
bersandar pada pemikiran dan tingkah laku simbolis, yang melaluinya memungkinkan
manusia menciptakan dan merefleksikan ulang entitas dan praksis kebudayaannya
(Jegalus, 2004: 2).
Semiotika merupakan ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Artinya semua yang hadir dalam kehidupan manusia dilihat sebagai tanda yakni
sesuatu yang harus diberi makna. Para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de
Saussure (Hoed, 2008: 3), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang
tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh
manusia pemakai tanda). Ferdinand de Saussure menggunakan istilah signifiant
(penanda) untuk segi bentuk suatu tanda, dan segnifie, (petanda) untuk segi makna.
Lebih lanjut, Ferdinand de Saussure mendefenisikan “semiotika” (semiotics) di dalam
CourseinGeneralLinguitics, sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai
bagian dari kehidupan sosial” (Sobur, 2003:vii).
Dalam konteks semiotika, Geertz (Soekanto, 1993: vi-vii) menawarkan cara
menafsirkan kebudayaan dengan memaparkan konfigurasi atau sistem simbol-simbol
bermakna secara mendalam dan menyeluruh. Geertz berkesimpulan bahwa selama ini
simbol-simbol yang tersedia dalam kehidupan masyarakat sesungguhnya
menunjukkan proses para warga masyarakat yang bersangkutan melihat, merasa, dan
berpikir tentang dunia mereka bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai. Bagi
Geertz, kebudayaan inilah semiotik berhubungan dengan simbol-simbol yang tersedia
di depan umum dan dikenal oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Simbol
16
adalah sesuatu yang perlu ditangkap maknanya dan pada giliran berikutnya dibagikan
oleh dan kepada warga masyarakat dan diwariskan kepada anak cucunya.Teori
semiotika dipergunakan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam kabhanti
kusapi pada masyarakat Muna.
2.2 Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan karena peneliti secara
langsung melakukan penelitian ke lapangan untuk mengumpulkan data. Metode yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan metode deskriptif-
kualitatif. Penggunaan metode deskriptif-kualitatif bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan bentuk dan makna kabhanti kusapi. Di samping itu, untuk
mendeskripsikan fenomena yang menjadi sasaran penelitian ini sebagai mana adanya
tanpa disertai perhitungan statistik, maka metode dalam penelitian ini pun
menggunakan metode kualitatif (Rianse, 2008 : 8).
Budgan dan Taylor (Moleong, 2000 : 3) menyatakan bahwa apabila prosedur
penelitian menghasilkan data penelitian seperti yang dikemukakan di atas, maka
penelitian tersebut tergolong penelitian deskriptif.
2.2.1 Data dan Sumber Data
2.2.1.1 Data
Data dalam penelitian ini adalah data nyanyian atau lantunan kabhanti kusapi
yang disampaikan oleh masyarakat Muna. Data yang dimaksud sesuai dengan batasan
operasional penelitian ini yaitu bentuk kabhanti kusapi yang meliputi jumlah baris,
jumlah suku kata, dan makna yang terkandung di dalamnya.
2.2.2.2 Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari informan di lapangan. Informan yang
dimaksud adalah yang memiliki pengetahuan luas dalam melantunkan kabhanti
kusapi. Untuk memperoleh data yang valid, maka informan dipilih dengan kriteria
sebagai berikut.
1. Penutur asli bahasa Muna yang ucapannya fasih dan jelas.
2. Penutur yang memiliki pengetahuan lebih luas tentang kabhanti kusapi
3. Penutur yang fasih dalam melantunkan kabhanti kusapi.
16
3. Sabar dan memiliki waktu yang cukup untuk menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan.
2.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode dapat diartikan sebagai cara kerja yang dilakukan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak dan metode cakap. Berdasarkan metode tersebut, maka teknik yang dilakukan
untuk mengumpulkan data adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam
dilakukan dengan cara merekam lantunan atau nyanyian kabhanti kusapi dengan
menggunakan alat bantu tape recorder. Hal ini mengingat bilamana data yang
diperoleh tersebut masih menimbulkan keraguan atau masih mengandung kesalahan
di dalamnya, maka rekaman tersebut dapat diperdengarkan kembali. Teknik catat
dimaksudkan untuk mencatat semua data yang diperoleh melalui perekaman
kemudian diwujudkan dalam bentuk tertulis. Selain itu, teknik catat juga digunakan
untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting di luar data rekam untuk mendapatkan
informasih tambahan.
2.2.3 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan
struktural. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara
cermat, teliti, mendetail dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama meghasislkan makna yang
menyeluruh (Teeuw dalam Wahid, 1999: 80). Dengan menggunakan analisis
struktural maka dapat mencakup susunan kabhanti kusapi yang dianalisis. Kegiatan
penelitian ini bersifat deskriptif yakni menguraikan, menginterprestasikan data
berdasarkan apa yang ditemui di lapangan, khususnya bentuk dan makna kabhanti
kusapi. Bentuk kabhanti kusapi mencakup jumlah baris dalam tiap bait, jumlah suku
kata, dan persamaan bunyi. Sedangkan, temuan makna kabhanti kusapi mencakup
makna curahan hati, makna nasihat, makna sindiran dan makna kegembiraan.
Prosedur pengolahan data dilakukan dengan tahapan-tahapan yang mengacu
pada pendapat Kutha Ratna (Dharmojo, 1998: 8) mengatakan bahwa mula-mula data
dideskripsikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dengan maksud untuk
menemukan unsur-unsurnya, yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
16
a. Transkripsi rekaman data yaitu memindahkan data dalam bentuk tulisan yang
sebenarnya. Data lisan kabhanti kusapi yang diperoleh dipindahkan ke dalam
bentuk data tulisan.
b. Klasifikasi data yaitu semua data dikumpulkan sesuai dengan karakteristik dan
klasifikasi berdasarkan isi. Data penelitian yang sudah berbentuk teks kabhanti
kusapi dikumpulkan sesuai dengan karakteristiknya dan dilakukan klasifikasi
berdasarkan isisnya.
c. Penerjemahan data yaitu pada tahap ini semua data yang telah dikelompokan
langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Teks kabhanti kusapi yang
masih dalam bahasa aslinya (bahasa Muna) diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
d. Analisis data yaitu pada tahap ini peneliti menganalisis semua data yang
terkumpul berdasarkan bentuk dan makna kabhanti kusapi.
16
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1 Analisis Bentuk Tradisi Lisan Kabhanti Kusapi Masyarakat Muna
3.1.1 Jumlah Baris, Suku Kata dan Persamaan Bunyi dalam Kabhanti Kusapi
Data tradisi lisan kabhanti kusapi yang berhasil dikumpulkan peneliti di
lapangan disusun berdasarkan pada data yang diperoleh kemudian akan diberi kode
dengan untuk kabhanti kusapi 1 (data pertama) kemudian untuk kabhanti kusapi
kedua (data kedua) dan begitu seterusnya disingkat sampai pada data yang terakhir.
Berdasarkan hasil wawancara dan informasi dari informan (Wa Kalambe, Wa Piko,
La Rugi, Wa Ranta) di lapangan mengemukakan bahwa baris kedua pada kabhanti
kusapi yakni adhetani sitani lado ganda tendo-tendo tidak memiliki arti dan makna.
Tuturan pada baris kedua tersebut hanya digunakan pelantun sebagai pengantar pada
saat memulai dan mengakhiri melantunkan atau menyanyikan kabhanti kusapi.
Berikut ini merupakan data tradisi lisan kabhanti kusapi disusun berdasarkan
pada data penelitian yang diperoleh di lapangan.
KK1 BM : Amaangko hae mpada amande lalo miina ngkeda.
BI : Saya berikan apa, saya tidak pintar juga putriku.
BM : Adhetani sitani lado ganda tendo-tendo.
- Jumlah Suku Kata KK1:
A-ma-ang-ko-ha-e-mpa-da-ngke-da-a-ma-nde-la-lo-mi-i-na (18 suku kata)
A-dhe-ta-ni-si-ta-ni-la-do-gan-da-ten-do-ten-do (15 suku kata)
- Jumlah baris pada teks kabhanti kusapi KK1 terdiri atas dua baris dan jumlah suku
kata pada baris pertama 18 suku kata dan baris kedua berjumlah 15 suku kata.
- Persamaan bunyi:
- Pada baris pertama terdapat persamaan bunyi /a/ pada kata mpada dengan
kata mina.
- Pada baris kedua terdapat persamaan bunyi /i/ pada kata adhetani dengan kata
sitani.
KK2 BM : Tabisaraki kanaumu malino sokaodaiha itu.
BI : Silahkan membicarakan diriku, suatu saat nanti akan terjadi
konflik itu.
16
BM : Adhetani sitani lado ganda tendo-tendo.
Jumlah Suku Kata KK2:
Ta-bi-sa-ra-ki-ka-nau-mu-ma-li-no-so-ka-o-da-i-ha-i-tu (19 suku kata)
A-dhe-ta-ni-si-ta-ni-la-do-gan-da-ten-do-ten-do (15 suku kata)
Jumlah baris pada teks kabhanti kusapi KK2 terdiri atas dua baris dan jumlah suku
kata pada baris pertama 19 suku kata dan baris kedua berjumlah 15 suku kata.
- Persamaan bunyi:
- Pada baris pertama terdapat persamaan bunyi /u/ pada kata kanaumu dengan
kata itu.
- Pada baris kedua terdapat persamaan bunyi /i/ pada kata adhetani dengan kata
sitani.
3.2 Makna Tradisi Lisan Kabhanti Kusapi pada Masyarakat Muna
Berdasarkan kajian yang mendalam dengan mengalaborasi teori-teori yang
dirujuk dalam penelitian ini dan pembedahan teks dan konteks tradisi lisan kabhanti
kusapi di masyarakat Muna, ditemukan lima makna yakni (1) makna curahan hati, (2)
makna nasehat, (3) makna percintaan, (4) makna sindiran (5)makna kegembiraan.
Untuk lebih jelasnya, kelima makna tersebut diuraikan sebagai berikut:
3.2.1 Makna Curahan Hati
Kabhanti kusapi mengandung makna tentang curahan hati. ini merupakan
mengandung makna tentang curahan hati seorang ibu yang disampaikan kepada
anaknya yang selalu mentuntut lebih pada orang tuanya. Orang tua tersebut menyindir
anaknya dengan menggunakan lantunan dengan maksud untuk mencurahkan isi
hatinya kepada anaknya bisa memahami keadaannya. Seharusnya seorang anak
mengingat pengorbanan ibunya kepadanya sejak ia lahir hingga sampai dewasa. juga
mengandung makna adanya kekecawaan seorang ibu kepada anaknya karena tidak
menghargainya. Seorang ibu hanya menginginkan kebijaksanaan kepada anaknya
untuk memahami keadaanya. Sebenarnya orang tua sangat berharap pada anak-
anaknya agar menjadi orang yang soleh-soleha yang mengabdi pada orang tua, dan
memberikan yang terbaik dalam kehidupan keluarga.
3.2.2 Makna Nasehat
Kabhanti kusapi mengandung makna tentang nasehat. ini dilantunkan atau
dinyanyikan oleh orang tua untuk mengingatkan dan menesahati keluarganya agar
16
tidak membicarakan masalah pribadi orang lain. Karena perbuatan seperti itu bisa
membuat terjadinya suatu perpecahan hati di internal keluarga. Kabhanti ini
mengingatkan juga pada kita bahwa sebagai manusia seharusnya tidak boleh
membecarakan aib orang lain. Karena itu akan menyebabkan terjadinya konflik sosial
dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah keluarga bahkan di tengah lingkungan
sosial dan masyarakat pada umumnya.
Kabhanti kusapi tersebut mengandung makna tentang nasehat. ini dinyanyikan
atau dilantunkan oleh seorang laki-laki untuk menyindir seorang gadis. Maksudnya
laki-laki itu menyindir seorang gadis untuk diajak berpacaran. Laki-laki itu selalu
mencoba mencari jalan agar dia bisa saling berpacaran dengannya. Dan, dia rela
melakukan apa saja asal gadis itu bisa menerimanya sebagai kekasihnya. Dalam ini
mengandung makna bahwa dalam berpacaran tidak boleh atau dilarang melakukan
hal-hal yang tidak baik. Maksudnya, boleh berpacaran tetapi harus menjaga nama baik
diri sendiri dan nama baik keluarga.
3.2.3 Makna Sindiran
Kabhanti kusapi mengandung makna tentang sindiran. ini dinyanyikan oleh
orang tua dengan tujuan untuk menyindir keluarganya anaknya di bagian bapaknya
bahwa anaknya semasa kecil kurang diperhatikan. Sehingga orang tuanya
menyindirnya dengan maksud menyampaikan rasa kekecawaan pada keluarganya
dengan menggunakan kabhanti kusapi sebagai medianya.
Kabhanti kusapi juga telah mengandung makna sindiran, ini seorang anak
menyampaikan rasa kekesalannya pada keluarganya bahwa di masa kecil sama sekali
tidak mendapatkan perhatian sedikit pun pada mereka. Bahkan anak tersebut merasa
bahwa dirinya di mata keluarganya dianggap sebagai sampah yang tidak memiliki
arti apa-apa. Dengan melantunkan atau menyanyikan kabhanti ini seorang penutur
seolah-olah ada kepuasan hatinya karena telah melampiaskan emosinya yang selama
ini ia pendam-pendam dalam hidupnya.
3.2.4 Makna Pecintaan
Kabhanti kusapi mengandung makna tentang percintaan. ini telah digunakan
oleh seorang laki-laki untuk menyindir seorang gadis yang disukainya. Laki-laki
tersebut menggunakan ini bertujuan untuk mengungkapkan perasaannya kepada
perempuan yang disukainya itu. Perempuan yang dia sukai itu sangat baik kepadanya,
16
namun untuk menyampaikan perasaannya secara langsung ia merasa malu dan ragu
karena takut apabila cintanya ditolak. Maka jalan yang di tempuh mengungkapkan
perasaannya adalah dengan menggunakan kabhanti untuk menghilangkan perasaan
malu dan ragu itu yang diarasakan.
Kabhanti kusapi mengandung makna tentang percintaan. digunakan oleh
seorang perempuan untuk membalas yang dilantunkan laki-laki untuknya. Gadis
tersebut menggunakan kabhanti ini bertujuan untuk menyindirnya agar laki-laki yang
dimaksud memahami apa yang diinginkan.ini maksudnya sang gadis mempertanyakan
bahwa senyum mana yang membuatnya hatinya jatuh cinta. Karena sang gadis
tersebut merasa tidak cantik dan sebaik seperti gadis-gadis yang lain.
3.2.5 Makna Kegembiraan
Kabhanti kusapi tersebut mengandung makna tentang kegembiraan. ini
digunakan seorang ibu untuk meninabobokan bayinya. mengandung makna adanya
kebahagian kelak nanti apabila bayinya akan dewasa diri mereka akan bebas.
Kebebasan yang dimaksud disini adalah bahwa dengan dewasanya anak mereka maka
pekerjaan mereka menjadi ringan karena sudah dibantu dengan anaknya.
Kabhanti kusapi tersebut mengandung makna tentang kegembiraan. ini
dinyanyikan oleh orang tua yang mempunyai anak kecil. Seorang ibu merasa tak sabar
lagi melihat anaknya untuk dewasa. Ia menaruh harapan besar pada anaknya bahwa
ketika tiba dewasananti bisa mengurangi beban hidup mereka nanti. Ia berdoa semoga
kehadiran anaknya itu bisa membawa kebahagian dalam keluarga.
3.3 Fungsi Tradisi Lisan Kabhanti Kusapi pada Masyarakat Muna
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang ada maka penelitian dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kabhanti kusapi merupakan salah satu tradisi lisan kebudayaan masyarakat
Muna yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut di dalamnya
mengandung nilai-nilai budaya. Dalam pementasan kabhanti kusapi
dinyanyikan dan diiringi dengan alat musik kusapi dan biasanya dilaksanakan
acara pesta kampung, misalnya pesta panen, acara adat dalam masyarakat.
2. Dilihat dari segi bentuknya kabhanti kusapi yang ada di daerah Muna terdiri:
a) analisis data menunjukan bentuk kabhanti kusapi pada masyarakat Muna
meliputi jumlah baris, jumlah suku kata, dan persamaan bunyi.Jumlah baris
kabhanti kusapidalam masyarakat Muna terdiri atas dua baris.Sedangkan,
jumlahsuku kata kabhanti kusapi ditemukan berjumlah 8-20 suku kata.
b) Ditinjau dari hasil analisis data ditemukan bahwa makna yang terdapat
dalam hasil penelitian ini terdapat makna nasihat, makna percintaan, makna
sindiran, dan makna curahan hati, dan makna kegembiraan
c) Makna adalah sesuatu yang tidak terlihat secara lahiriah. Makna yang
dimaksud adalah penggambaran secara harfiah dan secara konteks yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indeonesia.
d) fungsi adalah kegunaan suatu hal, daya guna, jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan, kerja suatu bagian tubuh.
4.2 Saran
Ada beberapa saran yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan
penelitian ini, antara lain:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan masukan
terhadap pengembangan teori tradisi lisan, sastra lisan dan sastra daerah.
2. Penelitian ini sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya agar lebih
terperinci lagi tentang penelitian tradisi lisan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Banara, La. 2011. Makna dan Nilai Kantola Pada Masyarakat Muna di Kabupaten Muna. Kendari: Program Pendidikan Bahasa Indonesian. Universitas Haluoleo.
Daud,Haron.2008. Analisis Data Penelitian Tradisi Lisan Kelantan .dalam Metodologi Kajian Tradisi Lisan. (Pudentia, ed.). Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Emeis, M.G. 1995. Bunga Rampai Melayu Kuno: Bloemlezing Uit Het Klassiek Maleis. Jakarta: Groniangen.
Geertz, Clifford, 1992, Cetakanke 9,Kebudayaan Dan Agama, Kanisius.
Jegalus, Norbert, 2004. “Filsafat Kebudayaan”, Diktat Bahan Kuliah Filsafat Agama Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: FIB-UI
Hoetomo, M.A. 2005. Kamus Lengkap BahasaI ndonesia. Mitra Pelajar: Surabaya.
Hutomo, Saripan Sadi 1983. Bahasa dan Sastra Lisan Orang Samia. Yogyakarta Depdikbud.
La Niampe.1998. Kabhanti Bula Molino: Kajian Filologis Sastra Wolio Klasik. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjajaran.
Lord, Albert B. 1995. The Singer Resumes The Tale. London Cornell: University Press.
Pudentia, 2007.Hakikat Kelisanan dalam Tradisi Lisan Melayu Mak Yong. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Rianse, Usman. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Teori dan Apilkasi. Bandung: Alfabeta.
Setia Eddy, dkk 1990. Fungsi dan Kedudukan Sastra Lisan Melayu Serdang. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.
Soekanto, Soerjono. 1993. Struktur Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada
Sukatman, 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indoonesia, Pengantar Teori dan Pembelajaran. Yogyakarta: Laks Bang.
Sumardjo, Jakob. 1997, 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung : Alumni.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makasar: UNM.Yogyakarta.
16