Makalah Tgs PC 2 Step
-
Upload
katarina-thealuffy-agrippina -
Category
Documents
-
view
19 -
download
4
description
Transcript of Makalah Tgs PC 2 Step
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Diabetes mellitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa.
Suatu Intoleransi karbohidrat ringan ( toleransi glukosa terganggu ) maupun berat yang
terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung (1).
B. Etiologi
Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta (organ
yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu pergeseran dari
ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk membantu mencegah ibu
dari mengembangkan gula darah rendah. Selama masa kehamilan, hormon ini
menyebabkan terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar gula darah yang lebih
tinggi). Dalam menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak.
Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin (sekitar tiga kali jumlah normal)
untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun, jika pankreas
tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek dari peningkatan
hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik, mengakibatkan GDM (2).
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan : Kelebihan
berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal). Gangguan toleransi
glukosa atau glukosa puasa terganggu. Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau
saudara kandung memiliki diabetes). Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
Kehamilan pertama sudah mengalami diabetes. banyak cairan ketuban dikeluarkan
(suatu kondisi yang disebut polihidramnion) (2).
D. Patogenesis
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenik ditandai dengan resistensi insulin dengan
peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin
biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari kehamilan.
Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta, prolaktin, dan
hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang utama pada resistensi insulin yang
terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam memastikan
bahwa janin memiliki tenaga yang cukup dari glukosa dengan mengubah metabolisme
energi ibu dari karbohidrat ke lemak. Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang
lebih besar dari resistensi insulin dibandingkan dengan resistensi insulin terlihat pada
kehamilan normal. Mengalami penurunan dan peningkatan sekresi insulin, khususnya
pada fase pertama sekresi insulin. Penurunan pada insulin fase pertama mungkin
menandakan kerusakan fungsi sel β. Wanita dengan GDM meningkatkan resistensi
terhadap pengaruh insulin pada clearance glukosa dan produksi glukosa dibandingkan
dengan wanita hamil normal. Kebanyakan wanita dengan GDM yang memiliki bukti
autoimun sel islet. Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada wanita dengan GDM
berkisar 1,6-38%. Prevalensi autoantibodi lain, termasuk autoantibodi insulin dan
antibodi asam glutamat dekarboksilase. Wanita-wanita ini mungkin menghadapi risiko
untuk mengembangkan bentuk autoimun diabetes di kemudian hari. Akhirnya, dalam 5%
dari semua kasus GDM, ketidakmampuan β-sel untuk menurunkan resistensi insulin
adalah hasil dari cacat di β -sel, seperti mutasi pada glukokinase (2).
E. Gejala Klinis
Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus) diabetes
dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk menangani
gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi glukosa atau intoleransi
karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk: adanya gula yang terkandung dalam urin,
sering merasa haus, sering buang air kecil, kelelahan, mual, sering terjadi infeksi saluran
kemih, vagina dan kulit, penglihatan kabur (2).
F. Diagnosis (1)
Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya
diabetes melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung
pada faktor risiko yang dimiliki ibu.
Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi: obesitas, adanya riwayat diabetes
melitus gestasional sebelumya, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan
diabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau
bayi dengan berat badan >4 Kg, dan adanya riwayat preeklampsia (suatu kondisi
medis dengan gejala hipertensi saat kehamilan).
Pasien dengan faktor risiko tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar
diagnosis diabetes melitus di kunjungan antenatal pertama. Diagnosis diabetes
melitus bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala klasik
hiperglikemia) atau kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl atau kadar glukosa 2 jam
setelah TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)>200 mg/dl atau kadar HbA1C >6,5%.
Hasil yang lebih rendah perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO
di usia kehamilan antara 24-28 minggu.
Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko
dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:
a. Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari,
kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
b. Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian
diikuti pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan
kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
c. Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:
a) Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, atau
b) Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, atau
c) Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl.
G. Tatalaksana (1)
1. Tatalaksana Umum
a. Penatalaksanaan diabetes melitus gestasional dilakukan secara terpadu oleh
dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, ahli gizi,
dan dokter spesialis anak.
b. Sedapat mungkin rujuk ibu ke rumah sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan
yang adekuat.
c. Jelaskan kepada pasien bahwa penatalaksanaan diabetes melitus gestasional dapat
mengurangi risiko memiliki bayi besar, mengurangi kemungkinan terjadinya
hipoglikemia neonatal, dan mengurangi kemungkinan bayi mengidap diabetes di
usia dewasa kelak.
2. Tatalaksana Khusus
a. Tujuan penatalaksanaan adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa
darah puasa <95mg/dl dan kadar glukosa 2 jam sesudah makan <120 mg/dl.
b. Pengaturan diet perlu dilakukan untuk semua pasien:
a) Tentukan berat badan ideal: BB ideal = 90% x (TB-100)
b) Kebutuhan kalori = (BB ideal x 25) + 10-30% tergantung aktivitas fisik +
300 kal untuk kehamilan
c) Bila kegemukan, kalori dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan.
Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan
berat badan.
d) Asupan protein yang dianjurkan adalah 1-1,5 g/kgBB
c. Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan dipertimbangkan bila pengaturan
diet selama 2 minggu tidak mencapai target kadar glukosa darah.
d. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/ hari.
e. Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri,
USG, dan kardiotokografi.
f. Penilaian fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) dilakukan tiap minggu sejak usia
kehamilan 36 minggu :
a) Skor <5 merupakan tanda gawat janin dan indikasi untuk melakukan seksio
sesarea. Lakukan amniosentesis dahulu sebelum terminasi kehamilan bila
usia kehamilan <38 minggu untuk memeriksa kematangan janin.
b) Skor >6 menandakan janin sehat dan dapat dilahirkan pada umur kehamilan
aterm dengan persalinan normal.
g. Bila usia kehamilan telah mencapai 38 minggu dan janin tumbuh
normal, tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea
untuk mencegah distosia bahu.
h. Lakukan skrining diabetes kembali 6-12 minggu setelah bersalin. Ibu dengan
riwayat diabetes melitus gestasional perlu diskrining diabetes setiap 3 tahun
seumur hidup.
BAB II
ISI
Kasus : Diabetes Melitus pada ibu hamil
Ny. X 30 tahun, sedang hamil 8 minggu, seminggu yang lalu periksa ke RS dengan
keluhan mual muntah di pagi hari. Oleh dokter diresepkan domperidon 2x1 tab dan
ranitidin 150 mg 2x1 tab. Sampai sekarang masih terasa mual-mual. Dari riwayat keluarga
diketahui ternyata ibunya dulu pernah mengalami diabetes gestasional. Ny X alergi
terhadap Penicillin. Saat ini pasien juga mengeluhkan sering susah BAB dan berencana
membeli pencahar (obat bebas) di apotek anda.
Data laboratorium:
TD : 110/70 mmHg
TB : 165 cm
Suhu : 39°C
BB : 55 kg
HR : 75x/menit
RR : 18x/menit
Glukosa plasma puasa: 120 mg/dl (normal : < 90 mg/dl (3).
Glukosa 2 jam PP : 180 mg/dl (normal 2 jam pasca puasa < 145 mg/dl (3).
Data subjektif Data objektif ( laboratorium) Terapi
Nama: Ny X
Umur : 30 tahun
Keluhan :
seminggu periksa ke R.S
dengan mual-mual
susah BAB
riwayat :
ibu pernah menderita GDM
alergi : penisilin
TD : 110/70 mmHg
TB : 165 cm
Suhu : 39°C
BB : 55 kg
HR : 75x/menit
RR : 18x/menit
Glukosa PP : 120 mg/dl
Glukosa 2 jam PP: 180
mg/dl
Mual :
domperidom 2x1 tab
ranitidin 150 mg
2x1 tab
Susah BAB
obat pencahar (obat
bebas) di apotek
1. Step 1 : menilai kebutuhan terapi obat pasien dan mengidetifikasi masalah terapi obat
secara aktual dan potensial
Drug teraphy problems Descriptions
Membtuhkan terapi obat tetapi tidak
diberikan (actual problems)
Pasien mengalami demam dengan suhu
tubuh 39 C tetapi pasien tidak diberi
antipiretik
Gangguan kadar glukosa tidak diterapi
Merima obat yang tidak perlu Penggunaan obat pencahar pada ibu hamil
harus hati-hati yang mempunyai efek
tidak menguntungkan pada janin seperti
yang dapat memperbesar volume tinja,
melunakkan tinja, dan merangsang otot
usus. Sehingga dapat menyebabkan
kejang usus pada ibu hamil. Obat
pencahar yang aman untuk ibu hamil
yaitu tidak boleh digunakan dalam jangka
waktu lama
Menerima obat tanpa indikasi yang tepat Tidak ada diagnosa yang tepat bahwa
pasien mengalami gangguan
gastrointestinal (gangguan lambung)
sehingga pemberian ranitidin 150 mg
terhadap pasein perlu ditinjau kembali
Adverse Drug Reaction (ADR) Domperidone termasuk golongan obat C
untuk ibu hamil, maksudnya golongan
obat yang pada studi terhadap sistem
reproduksi hewan percobaan
menunjukkan efek samping bagi janin.
Sedangkan pada wanita hamil belum ada
study terkontrol. Obat golongan ini hanya
dapat dipergunakan jika manfaatnya lebih
besar ketimbang resiko yang mungkin
terjadi pada janin.
2. Step 2: mengembangkan rencana pengobatan untuk menyelesaikan dan atau
mencegah timbulnya masalah-masalah yang berhubungan dengan terapi
Drug terapi problem Planing pengembangan pengobatan
Indikasi yang tidak diobati
(Pasien mengalami demam dengan suhu
tubuh 39 C tetapi pasien tidak diberi
antipiretik)
Menurunkan suhu tubuh menjadi suhu
normal 370C
Indikasi yang tidak diobati
(Gangguan kadar glukosa tidak diterapi
Perlu menurunkan kadar glukosa darah
menjadi normal
Obat tanpa indikasi yang tepat
(Penggunaan obat ranitidin )
Pengobatan untuk keluhan mual dapat
diterapi dengan non farmakologis
sehingga pemberian ranitidin perlu
dihentikan
Menerima obat yang tidak perlu
(membeli obat pencahar , obat bebas)
Susah BAB sebaiknya diatasi dengan
terapi non farmakologis dan jika masih
tetap berlanjut maka diberikan obat oral
dengan pilihan yang lebih aman terhadap
wanita hamil
Reaksi obat yang merugikan
( pemberian domperidom )
Domperidom dapat beresiko terhadap
janin sehingga pemberian domperidom
dapat diganti dengan ondansetron yang
lebih aman tehadap pasien wanita hamil
3. Step 3: Melaksanakan atau mengimplementasikan rencana pengobatan
Drug terapi problem Melaksanakan atau
mengimplementasikan rencana
pengobatan
Indikasi yang tidak diobati
(Pasien mengalami demam dengan suhu
tubuh 39 C tetapi pasien tidak diberi
antipiretik)
Suhu tubuh 39OC tidak normal, dimana
suhu manusia normal maksimal 37,5oC.
Obat yang disarankan yaitu Paracetamol
tetapi tidak boleh langsung diberikan pada
pasien karena pada wanita hamil tidak
boleh memberikan obat secara asal karena
dapat beresiko terhadap janin ataupun
terhadap ibu hamilnya sendiri sehingga
pasien disarankan untuk konsultasi dulu
ke dokter.
Indikasi yang tidak diobati
(Gangguan kadar glukosa tidak diterapi)
Dengan obat sesuai resep dokter
(konsultasi ke dokter terlebih dahulu).
Kebanyakan pasien diobati hanya dengan
modifikasi diet dan olahraga moderat
tetapi untuk beberapa antidiabetes
digunakan obat (insulin) sebagai terapi
farmakologi (www.news-medical.net).
Obat tanpa indikasi yang tepat
(Penggunaan obat ranitidin )
Penggunaan ranitidin diindikasikan untuk
gangguan pencernaan (gangguan
lambung). Keluhan mual-mual pada
pasien hamil kemungkinan tidak
disebabkan oleh gangguan lambung tetapi
ada faktor peningkatan hormon estrogen
sehingga ranitidin sebaikkan tidak
diberikan atau dihentikan.
Menerima obat yang tidak perlu
(membeli obat pencahar , obat bebas)
Penggunaan obat pencahar pada ibu hamil
harus hati-hati yang mempunyai efek tidak
menguntungkan pada janin seperti yang
dapat memperbesar volume tinja,
melunakkan tinja, dan merangsang otot
usus. Sehingga dapat menyebabkan kejang
usus pada ibu hamil.
Contoh obat pencahar yang aman
digunakan untuk ibu hamil yaitu
metilselulose dan polikarboksil. Contoh
merk dagang dari metilselulosa yaitu
Citrucel, sedangkan untuk Polikarboksil
yaitu Mitrolan (www.medscape.com)
Reaksi obat yang merugikan
( pemberian domperidom )
Domperidone termasuk golongan obat C
untuk ibu hamil, maksudnya golongan
obat yang pada studi terhadap sistem
reproduksi binatang percobaan
menunjukkan adanya efek samping bagi
janin. Sedangkan pada wanita hamil
belum ada study terkontrol. Obat
golongan ini hanya dapat dipergunakan
jika manfaatnya lebih besar ketimbang
resiko yang mungkin terjadi pada janin.
Untuk itu sebaiknya domperidone diganti
dengan Ondansetron atau vitamin B6
karena menurut penelitian tidak ada resiko
terhadap fetus
Perlu penanganan nonfarmakologis:
Prinsip penanganan non farmakologi pada
ibu hamil untuk menangani kasus mual
dan muntah ini yaitu makan dalam porsi
kecil akan tetapi sering, makan dan
minum dalam keadaan hangat. Terapi
nonfarmakologi dilakukan dengan cara
pengaturan diet, dukungan emosional,
akupuntur, dan jahe
4. Step 4 : monitoring atau meninjau rencana pengobatan
1. Monitoring suhu tubuh menjadi normal
2. Intesitas mual muntah berkurang
3. Kadar glukosa darah menurun menkadi normal
4. Memeriksa bayi secara rutin: untuk memeriksa ukuran dan kesehatan janin.
5. Diet : untuk mengontrol kadar secara rutin agar gula darah tidak berlebihan
sehingga dapat mengurangi faktor resiko.
6. Senam kehamilan : untuk menjaga tekanan darah antara ibu dan bayi agar tetap
normal.
7. Memonitor kadar gula darah dalam ibu (4).
Makan besar 3x diselingi makan kecil 3xsehari, pembatasan jumlah
karbohidrat 40% dari jumlah makanan sehari dapat mengurangi kadar
gula darah, terutama kadar gula postpandrial yaitu 2 jam setelah makan
(4).
Pada ibu hamil terjadi nafsu makan meningkat, berat badan menurun.
Sehingga berat badan menurun bisa disebabkan karena diabetes
mellitus gestasional (4)
BAB III
PEMBAHASAN
1. Domperidone merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja antiematik. Efek
antiematik dapat disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dengan
antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreseptor “trigger zone” yang terletak di
luar sawar otak di area postrema (5).
ES : sakit kepala, diare, mulut kering, rasa haus, ruam kulit, cemas,gatal.
KI : Hati-hati penggunaan domperidone pada wanita hamil dan menyusui. Obat
ini tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil dan menyusui karena keamanan
belum dapat dipastikan (6).
Domperidone termasuk senyawa kimia yang dapat menembus sawar plasenta
sehingga berpotensi untuk menimbulkan efek pada fetus dan menghalangi transfer
nutrisi dari induk ke fetus. Domperidone juga termasuk golongan obat C untuk ibu
hamil (7).
2. Dosis Domperidone sudah tepat atau belum?
Dosis Domperidon: 10-20 mg dengan interval waktu 4-8 jam. Pada kasus diresepkan
Domperidon 2x1 tab. Potensi yang diberikan oleh dokter tidak diketahui berapa mg
namun dilihat dari waktu pemberian, domperidone yang diberikan sudah tepat.
3. Domperidon termasuk obat kategori gol. C seharusnya diganti atau tidak?
Domperidone termasuk golongan obat C untuk ibu hamil, maksudnya golongan obat
yang pada studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan menunjukkan adanya
efek samping bagi janin. Sedangkan pada wanita hamil belum ada study terkontrol.
Obat golongan ini hanya dapat dipergunakan jika manfaatnya lebih besar ketimbang
resiko yang mungkin terjadi pada janin. Untuk itu sebaiknya domperidone diganti
dengan Ondansetron atau vitamin B6 karena menurut penelitian tidak ada resiko
terhadap fetus (7).
4. Mengapa pasien masih mengalami mual muntah, padahal sudah diberi domperidon?
Berikut ini mekanisme mual, muntah pada ibu hamil.
Kadar hormon HCG dan estrogen yang meningkat drastis pada trisemester pertama
akan memicu bagian otak yang mengontrol mual dan muntah. Selain itu, saluran cerna
juga menjadi terdesak karena memberi ruang untuk janin tumbuh. Akibatnya terjadi
refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja
lebih lambat menyerap makanan, sehingga menyebabkan mual dan muntah (8).
Sehingga disini dapat diketahui bahwa pasien masih mengalami mual dan muntah
karena hormon HCG dan estrogen yang kuat.
Prinsip penanganan non farmakologi pada ibu hamil untuk menangani kasus mual
dan muntah ini yaitu makan dalam porsi kecil akan tetapi sering, makan dan minum
dalam keadaan hangat. Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan cara pengaturan diet,
dukungan emosional, akupuntur, dan jahe. Jahe direkomendasikan sebagai obat untuk
morning sickness dengan cara jahe (setengah sendok teh) direndam dengan air panas
selama 5 menit kemudian diminum 4xsehari. Rasa mual pada awal kehamilan dapat
juga ditanggulangi dengan menggunakan terapi pelengkap antara lain dengan
aromaterapi campuran (blended) antara peppermint dan gingeroil. Aromaterapi
memberikan ragam efek bagi penghirupnya seperti ketenangan, kesegaran, bahkan
bisa membantu ibu hamil mengatasi mual. Aromaterapi dapat digunakan sebagai
solusi untuk mengatasi mual muntah pada ibu hamil trisemester pertama (9).
5. Penggunaan obat pencahar dalam kasus, bagus tidak buat kehamilan?
Penggunaan obat pencahar pada ibu hamil harus hati-hati yang mempunyai efek tidak
menguntungkan pada janin seperti yang dapat memperbesar volume tinja,
melunakkan tinja, dan merangsang otot usus. Sehingga dapat menyebabkan kejang
usus pada ibu hamil. Obat pencahar yang aman untuk ibu hamil yaitu tidak boleh
digunakan dalam jangka waktu lama (10).
Contoh obat pencahar yang aman digunakan untuk ibu hamil yaitu metilselulose
dan polikarboksil. Contoh merk dagang dari metilselulosa yaitu Citrucel, sedangkan
untuk Polikarboksil yaitu Mitrolan (11).
Mekanisme obat turunan metilselulose : Selulosa menyerap air ke dalam lumen
kolon dan meningkatkan masa feses dengan menarik air dan membentuk hidrogel
sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang peristaltik. Hal
tersebut akan menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit feses di kolon.
Rasa kembung dan frekuensi flatus meningkat. Namun, laksativ cukup aman
digunakan dalam jangka panjang (12).
Mekanisme polikarboksil : merupakan poliakrilik resin hidrofilik yg tdk
diabsorbsi, lebih banyak mengikat air dari pencahar pembentuk massa lainnya.
Polikarbofil dpt mengikat air 60-100 kali dari ebratnya shg emmperbanyak massa
tinja. Preparat ini mengandung natrium dlm jumlah kecil. Dlm saluran cerna kalsium
polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, shg tdk boleh diberikan pd pasien dgn pembatasan
asupan kalium. Dosis 1-2 kali 1000 mg/hari maks 6 g/hari disertai air minum 250 mL
(12).
Penanganan konstipasi pada ibu hamil lebih baik diawali dengan terapi non-
farmakologi terlebih dahulu seperti olahraga, makan makanan yang berserat, minum
air putih yang cukup. Setelah itu baru menggunakan obat yang cara pemberiannya
dimasukkan melalui anus. Apabila belum efektif menyembuhkan konstipasinya maka
baru diberikan obat melalui oral (10).
6. Dalam kasus suhu tubuh pasien 390C, bagaimana penanganannya?
Suhu tubuh 39OC tidak normal, dimana suhu manusia normal maksimal 37,5oC. Obat
yang disarankan yaitu Paracetamol tetapi tidak boleh langsung diberikan pada pasien
karena pada wanita hamil tidak boleh memberikan obat secara asal karena dapat
beresiko terhadap janin ataupun terhadap ibu hamilnya sendiri sehingga pasien
disarankan untuk konsultasi dulu ke dokter.
7. Pasien mengalami susah buang air besar, apa yang menjadi penyebabnya?
Penyebab terjadinya konstipasi yaitu terjadi korpus luteum yang menghasilkan
hormon progesteron naik, sehingga kelembaban air di dalam tubuh menurun. Hal ini
mengakibatkan cairan untuk melunakkan tinja berkurang sehingga tinja menjadi keras
dan sulit untuk dikeluarkan. Akibatnya motilitas usus turun (13).
8. Data laboratorium glukosa plasma puasa dan glukosa 2 jam PP, normal atau tidak?
Perlu diketahui hasil data laboratorium pasien yaitu sebagai berikut.
TD : 110/70 mmHg
=> normal (sistole < 130-139 mmHg ; diastole 85-89 mmHg) (14).
Suhu : 39 0C
=> tidak normal (normal : 37 0C)
TB : 165 cm
BB : 55 kg
=> tdk normal (BB ibu hamil normal dengan TB 165 cm yaitu sekitar 57,8 kg
dari perhitungan rumus BB= (165-110) + (8x0,35) = 57,8 kg) (15).
HR : 75x/menit
=> normal (53-107/menit) (16).
RR : 18x/menit
=> normal (18-38/menit) (16).
Glukosa plasma puasa: 120 mg/dl
=> tidak normal. Batas nilai normal < 90 mg/dl (3).
Glukosa 2 jam PP : 180 mg/dl
=> tidak normal. Batas nilai normal 2 jam pasca puasa < 145 mg/dl (3).
9. Pasien mengalami diabetes gestasional sudah lama apa baru?
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien glukosa plasma puasa dan glukosa 2 jam
PP pasien tidak normal (tinggi) sehingga pada pasien (ibu hamil) sudah terkena
diabetes mellitus gestasional karena kadar glukosa plasma puasa dan glukosa 2 jam
PP tinggi.
Faktor resiko yang menyebabkan antara lain: riwayat keluarga dan usia. Umur ibu
hamil merupakan faktor resiko terhadap prediabetes/diabetes mellitus gestasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur ibu hamil >35 tahun beresiko 4,05 kali
untuk menderita diabetes mellitus gestasional dibandingkan dengan umur ibu hamil <
35 tahun. Sehingga pasien ibu hamil dalam kasus ini (umur 30 tahun) mengalami
diabetes mellitus gestasional dari awal kehamilan kemungkinan disebabkan karena
adanya faktor resiko yaitu riwayat keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.edukia.org/web/kbibu/7-5-14-diabetes-melitus-gestasional/
2. Tracy, Setji, Brown, A. J., & Feinglos, M. N. (2005). Gestational diabetes mellitus.
Journal Clinical Diabetes, 23(1), 17–24.
3. O’Sullivan J, Mahan C (1964). Criteria for the oral glucose tolerance test in pregnancy.
Diabetes, 13(1),278–285.
4. http:// www. webkesehatan.com/diabetes-gestasional/
5. Pratama, Ifan. 2012. Faktor Fisik Prediabetes Gestasional. Makassar:Universitas
Hassanudin Press.
6. www.hexpharmjaya.com
7. Nindya, S. 2001. Perubahan Farmakokinetik Obat pada Wanita Hamil dan Implikasinya
secara Klinik. Cermin Dunia Kedokteran.
8. www.ayahbunda.co.id
9. Dwi, Rukma. 2013. Pengaruh Aromaterapi Blended Peppermint dan Ginger Oil terhadap
Rasa Mual pada Ibu Hamil Trisemester Satu di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban.
Jurnal Sain Med, 5(2), 20-25.
10. Suardi, Muslim. 2013. Obat Pencahar bagi Ibu Hamil. Bandung: Universitas Padjajaran.
11. www.medscape.com
12. www.farmamedia.net
13. www.Metropolehospital.com
14. Syamsudin. 2011. Buku ajar farmakoterapi kardiovaskular dan renal. Jakarta: salemba
medika.
15. www.ibuhamil.com
16. N. Iwobi. 2002. QRS Axiz Deviation In Nigerian Women During Normal Pregnancy.
WAJM, 21(3), 50-56.