Post on 19-Feb-2016
description
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
STERILISASI RUANGSelasa, 22 September 2015
Kelompok IISelasa, Pukul 10.00 – 13.00 WIB
Nama NPM TugasMega Hijriawati 260110130121 Teori DasarKurnia Megawati 260110130122 Membuat Media AgarImas Laili Lestari 260110130123 Bersih-bersihNadhira Mahda D 260110130124 Pengujian
Nadya Nur K 260110130126 PengujianArni Praditasari 260110130127 PembahasanAnnisa Claudia 260110130128 Pembahasan
Cindy Aprilianie 260110130130 Bersih-bersihDhita Dwi P 260110130131 Pembahasan
Muhammad Ismail 260110130132 Bersih-bersihYonahar Masula 260110130134 Bersih-bersihPrasetyo Dwi A 260110130135 Bersih-bersihPopy Sarah C 260110130136 Membuat Media Agar
Yogiyanto 260110130137 Membuat Media AgarHazrati Ummi S 260110130138 Tujuan, prinsip, alat bahan, prosedur,
datpeng& perhitungan, editorFebby Valentine 260110130139 Membuat Media Agar
Hasby Mahmassani 260110130095 Laporan Sementara
LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERILFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN2015
I. TUJUAN
Untuk mengetahui adanya jasad renik hidup atau yang mempunyai daya hidup
di dalam suatu ruangan aseptis.
II. PRINSIP
1. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses atau kegiatan menghancuran atau memusnahkan
semua mikro-organisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan. Hal ini
biasanya dilakukan dengan pemanasan atau penyaringan, bahan kimia atau radiasi
(BPOM RI, 2013).
2. Metode Swab
Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi yang dapat digunakan
pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan yang sulit dijangkau
seperti retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang (panjang
12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas (diameter 0,5 cm dan 2 cm).
Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan
alat yang akan di uji. Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per cm2) pada
permukaan yang kontak dengan pangan (Waluyo, 2007)
3. Teknik Aseptis
Teknik aseptis adalah suatu sistem dalam cara bekerja atau praktek yang
menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan mikroorganisme untuk mencegah
kontaminasiterhadap kultur mikroorganisme yang diinginkan. Dasar digunakannya
teknik aseptik adalahadanya banyak partikel debu yang mengandung
mikroorganisme (bakteri atau spora) yang mungkin dapat masuk ke dalam cawan,
mulut erlenmeyer, atau mengendap di area kerja. Aseptik adalah keadaan bebas dari
mikroorganisme penyebab penyakit. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan
benda hidup atau benda mati (BPOM RI, 2013).
III. TEORI DASAR
Sterilisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dilakukan jika
menginginkan suatu keadaan yang bebas dari mikroba beserta sporanya. Ada
beberapa ruangan yang diharuskan memiliki keadaan yang steril. Ruangan – ruangan
tersebut antara lain yaitu ruang operasi, ruang rotgen, ruang produksi sediaan obat
steril dan ruang pengemasan sediaan farmasi yang steril. (Ansel, 2011).
Ruangan steril adalah keadaan ruangan yang bebas dari semua bentuk kehidupan
bakteri yang patogen maupun yang nonpatogen termasuk sporanya. Untuk
memperoleh ruangan steril dibutuhkan cara-cara tertentu di dalam proses
pengendaliannya (Anonim, 2012).
Ruang yang steril menjamin kontaminasi yang minimal terhadap mikroorganisme.
Pada dasarnya suatu mikroba dapat menyebabkan masalah atau gangguan. Steril
dalam mikrobiologi ialah semua proses untuk mematikan organisme yang terdapat
pada atau di dalam suatu benda. Sedangkan Sterilisasi adalah proses menghancurkan
semua bentuk kehidupan. Dipandang dari segi mikrobiologi, sterilitas artinya bebas
dari mikroorganisme hidup. Mikroorganisme dapat dihambat atau dimatikan dengan
menggunakan alat atau proses tertentu atau dengan menggunakan bahan kimia
(Ansel, 2011).
Penyebab kontaminasinya adalah (CPOB, 2013):
Udara yang masuk ke ruangan, baik
udara dari dalam maupun dari luar.
Hasil-hasil produksi yang ada di
ruangan.
Suatu produk dapat disterilkan melalui sterilisasi akhir (terminal sterilization) atau
dengan cara aseptik (aseptic processing).
1. Terminal Sterlization (sterilisasi akhir)
Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Overkill Method, yaitu metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan
uap panas pada suhu 121oC selama 15 menit. Penggunaan metode ini biasanya
dipilih untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar
pemilihan metode ini adalah karena lebih efisien, cepat, dan aman (Hafiz,
2010).
b. Bioburden Sterilitation, merupakan suatu metode sterilisasi yang dilakukan
dengan monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil
mungkin di beberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi
lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL 10-6. Dalam
metode ini digunakan suatu zat yang dapat mengalami degradasi kandungan
bila dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah
penggunaan Dextrose yang bila dipanaskan dapat menghasilkan senyawa
Hidro Methyl Furfural (HMF) yang merupakan suatu senyawa hepatotoksik
(Hafiz, 2010).
Proses sterilisasi memerlukan suatu siklus yang dapat menghancurkan muatan
mikroorganisme, namun tanpa menimbulkan degradasi produk. Cara sterilisasi
yang dipilih tergantung pada bahan, zat aktif, pelarut, dan bahan kemas yang
digunakan (Hafiz, 2010).
2. Aseptic processing
Metode ini merupakan metode pembuatan produk steril menggunakan saringan
dengan filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang
diformulasi dan dimasukkan kedalam kontainer steril dalam lingkungan
terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan petugas telah terkontrol
sedemikian hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level yang dapat
diterima (acceptable) dalam clear zone (grade A atau grade B) (Hafiz, 2010).
Aseptic processing menggunakan meja kerja yang dinamakan LAF. Laminar Air
Flow (LAF) adalah meja kerja steril untuk melakukan kegiatan inokulasi/
penanaman. Laminar Air Flow merupakan suatu alat yang digunakan dalam
pekerjaan persiapan bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan tanaman dari sutu
botol ke botol yang lain dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow
Cabinet, karena meniupkan udara steril secara kontinue melewati tempat kerja
sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan spora-spora yang mungkin jatuh kedalam
media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran udara berasal dari udara ruangan yang
ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-filter), yang kemudian ditiupkan
keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High efficiency
Particulate Air FilterI), dengan menggunakan blower (Pradhika, 2010).
Pada Laminar Air Flow, terdapat dua macam filter:
1. Pre-filter, yang menggunakan saringan pertama terhadap debu-debu dan benda-
benda yang kasar. Pori-porinya kira-kira 5 mm sehingga efisiensinya dapat
mencapai 95 mm untuk objek-objek yang ≥ 5 mm.
2. HEPA filter dengan pori-pori 0.3 (m dan terdapat pada bidang keluar udara
kearah permukaan tempat kerja.
(pratiwi, 2011)
Cara menggunakan laminar air flow:
1. Sterilkan laminar air flow sebelum digunakan, dengan menggunakan alkohol 70
% pada seluruh ruang laminar air flow secara menyeluruh
2. Tutup pintu laminar air flow, lalu hidupkan lampu ultraviolet dengan menekan
tombol TLV (Tombol Lampu Ultraviolet). Tunggu selama 2-3 jam sebelum
digunakan. Kemudian matikan
3. Hidupkan tombol blomer selama ½-1 jam. Upayakan jangan ada mahasiswa
dalam ruang selama penghidupan lampu UV dan blower
4. Setelah blowering selesai, hidupkan TL (Tombol Lampu) dan masukkan seluruh
alat (cawan petri, labu erlenmeyer, rak tabung reaksi, pipet tetes, labu ukur, kasa,
gelas piala, dll) beserta bahan yang akan digunakan dalam praktikum kedalam
laminar air flow
5. Atur sedemikian rupa peletakan alat dan bahan yang akan disterilkan didalam
laminar air flow, agar meminimalisir alat-bahan tersebut dari kontaminasi
6. Pastikan TLV dan blower sudah dimatikan ketika akan menggunakan laminar air
flow.
(Pratiwi, 2011)
Untuk menentukan jumlah bakteri yang terdapat didalam ruangan steril sesuai
dengan standar ruang sterilisasi, makadilakukan percobaan perhitungan kadar
mikroba. Cara yang digunakan adalah dengan diambil sampel mikroba menggunakan
media perkembang biakan mikroba (CPOB,2013).
Angka yang tercantum dalam kolom “>0,5μm” adalah jumlah total semua
partikel berukuran sama dengan dan lebih besar dari 0,5μm. Angka yang tercantum
dalam kolom “>5 μm” adalah jumlah total semua partikel yang berukuran sama
dengan dan lebih besar dari 5μm (CPOB,2013).
Media merupakan bahan nutrisi yang disiapkan untuk pertumbuhan mikroba.
Agar-agar merupakan kompleks polisakarida, dihasilkan oleh alga laut dan digunakan
untuk pemadat pada makanan. Keunggulan agar yaitu mencair pada suhu yang sama
dengan air, namun tetap dalam keadaan cair sampain suhu 400C (Ansel, 2011).
Syarat media yang akan digunakan itu harus mengandung zat hara untuk
mikroba, mempunyai tegangan osmosis, tegangan pemukaan, pH, dan lingkungan
yang sesuai, tidak toxic, harus steril (Syafa'atin, 2010).
Terdapat dua media yang sering digunakan yaitu NA dan NB. Perbedaan
Natrium Agar (NA) dan Nutrien Broth (NB) adalah NA ada pengentalnya yaitu agar,
dan media NA digunakan untuk umum tidak untuk mikroba yang spesifik, sedangkan
NB tidak ada pengentalnya dan digunakan untuk bakteri yang spesifik (Syafa'atin,
2010).
Aplikasi uji sterilitas ruangan dalam bidang farmasi sangat penting pada industry
besar pembuatan obat. Ruangan tersebut harus steril agar obat yang diproduksi tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen (Ansel, 2011).
Gambar 1. Pengerjaan sediaan steril di ruang Laminar Air Flow
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
- Alat Swabb
- Autoklaf
- Cawan petri
- Erlenmeyer 500 ml
- Gelas ukur 100 ml
- Oven dan Inkubator
2. Bahan
- Alkohol 70%
- Aquadestillata
- Trypticase Soy Agar
3. Gambar Alat
Alat Swab Autoklaf Cawan Petri
Erlenmeyer Gelas Ukur Oven
Inkubator
V. PROSEDUR KERJA
Disterilkan alat-alat yang akan digunakan dalam autoklaf dan oven. Kemudian
disiapkan semua reagensia yang diperlukan untuk Uji Cemaran Mikroba yaitu 8 gram
TSA lalu dilarutkan dalam 200mL aquadest, lalu dididihkan sampai larut.
Disterrilkan larutan agar dalam autoklaf pada temperature 121 ◦C selama 20 menit.
Dilakukan pemantauan lingkungan dengan menempatkan cawan media untuk bakteri
dan jamur di dalam LAF dan di luar LAF untuk kelas 10.000 selama 15 menit.
Ditutup cawan meia kemudian menginkubasi pada temperature 37◦C selama 24 jam.
Kemudian hasil yang didapatkan diinterpretasi.
VI. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
Cawan Hasil
-
LAF
Ruangan
Alat Swab
Perhitungan
40 g 1 liter
X g 200 ml = 0,02 L
40 g/ 1 L = x/ 0,02 L
X = 40 g x 0,02 L
X = 8 g
VII. PEMBAHASAN
Suatu industri yang akan melakukan produksi seperti untuk operasi, produksi
sediaan obat steril dan pengemasan obat steril, harus memastikan ruang kerja steril
dari mikroorganisme. Proses menghilangkan microorganism, baik patogen maupun
non patogen, yang terdapat dalam suatu ruangan tertentu sehingga ruangan tersebut
dapat dinyatakan steril disebut sebagai proses sterilisasi. Semua bagian ruangan baik
dinding maupun lantai disemprotkan fenol/lisol (disinfektan) dan ditunggu selama
beberapa menit. Hal ini bertujuan agar disinfektan menguap, dan jumlah
mikroorganisme yang terdapat dalam ruangan tersebut mati dan berkurag hingga
batas koloni bakteri yang sesuai dengan batas aturan.
Selain ruangan, LAF atau Laminar Air Flow juga harus dilakukan proses
sterilisasi. Sterilisasi diawali dengan menyalakan lampu UV selama 2 jam lalu
dilanjutkan dengan menyalakn blower serta lampu neon. Semua permukaan LAF
kemudian disemprotkan alokohol 70%. Alkohol yang digunakan harus dengan kadar
70% karena mikroorganisme lebih banyak yang mati pada kadar 70% daripada kadar
lain yang bahkan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya molekul air yang
mengakibatkan alkohol bisa bekerja, dimana cara kerjanya adalah alkohol
mengkoagulasi protein (merubah bentuk secara sementara). Oleh karena itu,
dibutuhkan air untuk reaksi koagulasi. Akibatnya, campuran alkohol 70% dapat
menembus lebih dalam ke banyak materi untuk didisinfeksi daripada alkohol murni.
Hasil dari proses ini adalah LAF yang bebas lemak dan kontaminan.
Selain di ruangan dan LAF, mikroorganisme juga mampu hidup di alat-alat
yang akan digunakan sehingga alat-alat yang akan digunakan selama produksi juga
perlu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi yang biasa digunakan untuk alat-alat ini adalah
sterilisasi dengan pemanasan kering, dimana mekanisme pembunuhan
mikroorganisme dengan metode sterilisasi ini didasarkan pada proses dehidrasi
kemudian dilanjutkan proses oksidasi.
Untuk beaker glass dilakukan sterilisasi di oven pada suhu 170o selama 30
menit. Sterilisasi dengan oven dilakukan untuk alat-alat laboratorium dari gelas yang
tahan panas seperti cawan petri, labu ukur, beaker glass dan masih banyak lagi.
Menurut Priyambodo (2007), panas kering tidak hanya merusak mikroorganisme
tetapi juga merusak pirogen. Temperatur yang lebih tinggi memungkinkan waktu
sterilisasi lebih pendek daripada waktu yang ditentukan. Sebaliknya, suhu yang lebih
rendah memerlukan waktu yang lebih panjang. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa di antara bahan yang disterilisasi harus terdapat jarak yang cukup, untuk
menjamin agar pergerakan udara tidak terhambat.
Alat-alat yang akan disterilisasi pertama-tama dicuci dan dikeringkan. Untuk
alat yang mempunyai mulut seperti labu ukur pipet tetes, tabung reaksi, erlenmeyer,
gelas ukur dan labu ukur ditutup dengan kapas dan dilanjutkan dengan
pembungkusan alat dengan kertas sedangkan untuk batang pengaduk dibungkus
seperti biasa. Tujuan dari pembungkusan yaitu agar alat-alat tidak terkontaminasi
dengan bakteri luar dan alat tidak pecah karena pada umumnya alat terbuat dari karca.
Menurut Rahma (2015), udara didalam oven akan menjadi panas dan terjadi aliran
konversi panas merata di seluruh bagian oven. Ketika udara panas mengenai alat atau
bahan yang akan disterilisasi maka sel mikroba akan dehidrasi diikuti proses oksidasi
atau pembakaran sehingga terjadi kematian bakteri.
Untuk kaca arloji, spatel logam dan batang pengaduk disterilisasi dengan
menggunakan api langsung selama 20 menit. Pembakaran dengan cara ini dlakukan
pada Pada alat-alat terbuat dari bahan yang tahan panas api langsung dan memiliki
permukaan yang rata. Biasnya terbuat dari logam atau gelas, misalnya spatel, batang
pengaduk, dan alat alat kedokteran lainnya. Pembakaran langsung akan akan
membasmi seluruh mikroorganisme termasuk spora. Menurut Rahma (2015), panas
yang cukup tinggi dari api langsung merupakan panas oksidasi yang akan mematikan
bakteri dan spora yang ada.
Untuk cawan petri, erlenmeyer 250 mL dan 500 mL, disterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit. Menurut Aini (2015), mekanisme
penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial pada organisme tersebut. Adanya uap air yang
panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif
rendah. Kematian oleh pemanasan kering timbul karena sel mikroba mengalami
dehidrasi diikuti oleh pembakaraan pelan-pelan atau proses oksidasi. Karena tidak
mungkin mendapatkan uap air dengan temperature di atas 100◦C pada kondisi
atmosfer, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperatur yang lebih tinggi.
Menurut Stefanus (2006), autoklaf ditujukan untuk membunuh endospora,
yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri dan tahan terhadap pemanasan,
kekeringan serta antibiotik. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100oC, yang
merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121oC, endospora
dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dibunuh hanya
dalam waktu 6-30 detik pada suhu 60oC.
Tahap yang harus dilakukan selanjutnya adalah pengujian ruangan dalam
cawan petri yang berisi nutrient agar (TSC) dengan menggunakan metode papar dan
metode apus. Untuk mengerjakan prosedur ini, dicukupkan 2 praktikan yang bekerja
supaya pencemaran yang terjadi dapat diminimalisir. Praktikan yang akan menguji
ruangan diharuskan menggunakan masker dan headcap untuk mencegah
bertambahnya pencemaran mikroba dari rambut, mulut serta hidung yang tersebar
melalui nafas praktikan. Selain itu, tangan serta bagian-bagian lain yang akan
digunakan untuk bekerja harus disemprotkan alkohol 70% terlebih dahulu agar steril.
TSC agar dibuat dengan melarutkan dalam aquadest di atas penangas air. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan TSC dalam air sehingga akan lebih cepat
larut. Suhu yang meningkat akan meningkatkan kecepatan serta energi kinetik
partikel agar untuk saling bertumbukan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam
cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukkan
larutannya bersifat endoterm. Selama proses pembuatan agar dilakukan dekat dengan
spiritus agar tetap aseptis. Teknik aseptis yakni adalah proses tanpa kontaminasi
untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan.
Setelah itu, TSC agar disterilisasi kembali dalam autoklaf. TSC agar
kemudian dituangkan ke cawan petri dan diputar-putar hingga homogen, setelah itu
didiamkan sekitar 10 menit agar lebih dingin. Cawan petri diputar perlahan-lahan
agar tidak terkonsentrasi di satu titik sehingga menjadi homogen. Penuangan TSC
tidak dilakukan secara kuantitatif sehingga terdapat perbedaan volume TSC pada
keempat cawam petri. Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme karena perbedaan jumlah nutrisi yang ada pada cawan petri. Setelah
didiamkan selama 10 menit cawan petri dibalikkan terlebih dahulu untuk melihat
apakah media yang digunakan telah siap atau belum, ditakutkan adanya media yang
belum mendingin dan terjatuh saat dibalikkan, kemudian cawan petri diberi label.
Cawan petri yang telah berisi media yang telah dingin dibagi menjadi 4
kelompok yakni cawan petri untuk LAF dan ruangan background menggunakan
metode papar, cawan petri untuk LAF menggunakan metode swabb dan cawan petri
sebagai media negatif (-). Cawan petri yang diletakkan di dalam LAF dan ruangan
background dari LAF dilakukan dengan menggunakan metode papar. Menurut Riani
(2010), mikroorganisme udara di dalam suatu ruangan dapat diuji secara kuantitatif
menggunakan agar cawan yang dibiarkan terbuka selama beberapa waktu tertentu di
dalam ruangan tersebut atau dikenal dengan metode cawan terbuka. Kedua cawan
petri ini dibiakan terbuka selama 15 menit. Setelah itu cawan petri kembali ditutup.
Cawan dengan metode papar ini dilakukan dengan tujuan menangkap bakteri yang
aktif berada di udara yang menempel pada partikel-partikel di sekitar LAF maupun
ruangan.
Cawan ketiga diletakkan di LAF dengan menggunakan metode swab. Metode
swab adalah metode pengujian sanitasi menggunakan alat swab. Swab tersusun dari
tangkai atau gagang (panjang 12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas
(diameter 0,5 cm dan 2 cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan
cara mengusap permukaan alat yang akan di uji sebanyak 5 kali. Penggunaan metode
swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2)
pada permukaan (Lukman&Soejoedono, 2009). Metode swab ini dilakukan untuk
mengetahui banyaknya koloni dalam keadaan pasif yang berada di LAF. Swab
dilakukan sebanyak dua kali dari arah berbeda. Sedangkan cawan petri keempat yang
digunakan sebagai media negatif tanpa adanya aktivitas apapun.
Setelah itu, cawan petri diinkubasikan pada temperature 37oC selama 24 jam.
Menurut Waluyo (2009) inkubasi dilakukan karena jumlah mikrobia maksimal yang
dapat dihitung akan tumbuh optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi.
Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat
dilihat langsung oleh mata. Inkubasi memberikan keadaan optimal seperti suhu untuk
pertumbuhan bakteri.
Hasil dari percobaan ini setelah cawan petri dikeluarkan dari incubator dapat
dilihat pada gambar data pengamatan. Menurut Lisyastuti (2010), kelompok mikroba
yang paling banyak di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi)
dan juga mikroalga. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk
vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Pada cawan
petri negatif terdapat kontaminan yakni berupa jamur dan bakteri sebanyak 4 koloni.
Hal ini menyatakan bahwa percobaan yang dilakukan sudah terkena kontaminan
sejak awal penuangan media, sehingga perhitungan koloni yang ada untuk ketiga
cawan petri lainnya tidak bisa dikatakan valid.
Cawan pertama yakni cawan LAF dengan metode papar menghasilkan 6
koloni dengan jenis bakteri yang berbeda dilihat dari warna koloninya dan jamur
yang berasal dari media seperti yang terdapat pada cawan petri negatif. Terdapat dua
warna dari koloni pada cawan tersebut yakni putih susu dan kuning. Pada cawan
ruangan dengan metode papar menghasilkan 13 koloni dengan 3 warna koloni yang
berbeda, tetaoi pada cawan ini tidak terdapat jamur seperti pada cawan negatif dan
LAF. Cawan yang terakhir yakni cawan Swab menghasilkan 6 koloni dengan dua
warna koloni.
Menurut Pedoman CPOB (2013), LAF untuk produk steril termasuk pada
zona Kelas A batas cemaran mikroba yang diperbolehkan berdasarkan metode cawan
papar adalah <1 CFU/m3 menurut nilai rata-ratanya. Seharusnya percobaan ini
dilakukan lebih dari satu cawan agar bisa menentukan rata-rata dari koloni yang ada.
Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa LAF masih blm steril untuk dijadikan tempat
untuk produksi karena banyaknya koloni yang tumbuh. Sedangkan untuk ruangan
background kelas A yakni kelas B batas cemaran mikroba yang diperbolehkan
berdasarkan metode cawan papar menurut CPOB (2013) adalah 5 CFU/m3.
Sedangkan koloni yang ada pada percobaan adalah 13 koloni, hal ini jelas tidak
masuk dalam kategori kelas B. Dapat dinyatakan bahwa ruangan pada laboratorium
masih masuk ke dalam golongan kelas C. Pada cawan Swab yang menghasilkan 6
koloni juga diluar batasan cemaran mikroba yang diperbolehkan oleh CPOB yakni <1
CFU/plate (BPOM, 2013). Hal ini membuktikan bahwa laboratorium yang digunakan
untuk memproduksi produk steril masih jauh dibawah ketentuan pedoman CPOB
sehingga produk yang akan dibuat kedepannya tidak dapat dipastikan merupakan
produk yang steril.
VIII. KESIMPULAN
Terdapat jasad renik hidup atau yang mempunyai daya hidup di dalam suatu
ruangan aseptis yang dapat diminimalisir dengan sterilisasi. Dimana sterilisasi
merupakan proses menghancuran atau memusnahkan semua mikro-organisme
termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan. Hal ini biasanya dilakukan
dengan pemanasan atau penyaringan, bahan kimia atau radiasi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Penuntun Mikrobiologi Farmasi Terapan. Makassar: Fakultas
Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Ansel. 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta: UI-PRESS.
Badan POM RI.2013.Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat Yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk Steril.Tersedia online di
www.pom.go.id/files/pedoman_cpob.pdf (diakses pada 26 September 2015)
CPOB.2013. Aneks 1 Pembuatan Produk Steril. Jakarta: BPOM RI
Hafiz. 2010. Sterilisasi. Tersedia online di
http://www.scribd.com/doc/24620541/sterilisasi (diakses pada tanggal 26
september 2015)
Lisyastuti, E. 2010. Jumlah Koloni Mikroorganisme Udara dalam Ruang dan
Hubungannya Dengan Kejadian Sick Bilding Syndrome (SBS) Pada Pekerja
Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) di Kawasan Puspitek
Serpong Tahun 2010. Tesis. FKM UI.
Lukman & Soejoedono. 2009. Uji Sanitasi Dengan Metode RODAC. Penuntun
Praktikum Hygiene Pangan Asal Ternak. Bogor: Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB
Pradhika. 2010. Bab III Sterilisasi, tersedia online di
http://ekmon-saurus.com/2010/11/bab-3-sterilisasi.html (diakses pada tanggal
26 september 2015)
Pratiwi, S. T. 2011. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka
Utama
Rahma, Mushtafa. 2015. Sterilisasi. Tersedia online di:
http://dokumen.tips/documents/bab-i-sterilisasi-55cd8b15e0b3e.html (diakses
pada 25 September 2015).
Riani, et al. 2010. Uji Patogenitas dan Vierulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada
Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Lin,) Melalui Postulat Koch. Tersedia
online di
http://www.sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyI
d/2552/hal_245-255_wibowomangunwardoyo_hendi.pdf (diakses pada 26
September 2015)
Stefanus, L. 2006. Formulasi Steril. Indonesia: ANDI
Syafa'atin, DRA. 2010. Panduan Laboratorium Mikrobiologi. Bandung:UPI.
Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.