Post on 18-May-2019
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
i
HUBUNGAN ANTARA SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT
DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun Oleh:
ARIE SYAEFUL BACHRI NPM. 2212089
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2016
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Hubungan antara Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta”. Penelitian ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2. Tetra Saktika A., M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB selaku Ketua Prodi Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Miftafu Darussalam M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB selaku penguji dalam skripsi ini. 4. Wenny Savitri, S.Kep., Ns., MNS selaku pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Muhammat Nofiyanto, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua LPPM. 6. Bapak, Ibu, kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan semangat dan
terima kasih atas segala doa, dukungan, kasih sayang serta semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penelitian ini di masa yang akan datang.
Yogyakarta, 27 September 2016
Arie Syaeful Bachri
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix INTISARI .............................................................................................. x ABSTRACT ........................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4 E. Keaslian Penelitian ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus.................................................................... 8 B. Kualitas Hidup ...................................................................... 21 C. Self-care ................................................................................ 23 D. Kerangka Teori...................................................................... 28 E. Kerangka Konsep .................................................................. 29 F. Hipotesis ................................................................................ 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................... 30 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 30 C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................ 30 D. Variabel Penelitian ................................................................ 32 E. Definisi Operasional.............................................................. 33 F. Alat dan Metode Pengumpulan Data .................................... 33 G. Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 36 H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................. 37 I. Etika Penelitian ..................................................................... 40 J. Pelaksanaan Penelitian....................................................... ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................... 43 B. Pembahasan ........................................................................... 46 C. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 54
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 55 B. Saran ...................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Operasional ....................................................................... 33 Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner tingkat self-care ............................................... 34 Tabel 3.3. Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup .................................................. 35 Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden bedasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama menderita dan komplikasi ................................................................................. 44
Tabel 4.2 Gambaran distribusi responden dan analisis hubungan self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 ......................................... 45
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Teori ....................................................................... 28 Gambar 2.2. Kerangka Konsep ................................................................... 29
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana jadwal penyusunan skripsi Lampiran 2. Permohonan menjadi responden Lampiran 3. Persetujuan menjadi responden Lampiran 4. Kuesioner identitas responden Lampiran 5. Kuesioner self-care Lampiran 6. Kuesioner kualitas hidup Lampiran 7. Hasil uji statistik Lampiran 8. Surat-surat izin studi pendahuluan Lampiran 9. Surat-surat izin penelitian Lampiran 10. Lembar bimbingan skripsi
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
x
HUBUNGAN ANTARA SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT
DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
Arie Syaeful Bachri1, Tetra Saktika Adinugraha2, Wenny Savitri3
INTISARI
Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dukungan sosial, status sosial ekonomi dan kejadian komplikasi dihubungkan dengan rendahnya kualitas hidup pasien diabetes melitus. Terdapat upaya secara mandiri yang dilakukan oleh pasien DM tipe 2 meliputi tidakan pengobatan dan pencegahan komplikasi yang disebut dengan self-care diabetes. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yaitu 100 responden dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner SDSCA (The Summary of Diabetes Self-Care Activities) dan DQOL (Diabetes Quality of Life). Hasil: Diketahui nilai self-care pasien DM tipe 2 adalah 4,8 (5 hari) dan nilai kualitas hidupnya adalah 3,3 (puas). Sedangkan uji spearman’s rank correlation terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 (r=0,731, p<0,05). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan nilai p = 0.000 (r=0,731, p<0,05). Kata Kunci: Diabetes Melitus, Self-care, Kualitas Hidup. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend A. Yani Yogyakarta 2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
xi
THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CARE AND THE QUALITY OF LIFE OF PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS IN
POLYCLINIC OF INTERNAL DISEASE IN PANEMBAHAN SENOPATI HOSPITAL BANTUL YOGYAKARTA
Arie Syaeful Bachri1, Tetra Saktika Adinugraha2, Wenny Savitri3
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by the increased of blood sugar levels (hyperglycemia) that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin work or both. The various factors such as age, gender, level of education, social support, socioeconomic status and the incidence of complications associated with lower quality of life of diabetic patients. There are efforts undertaken independently by patients with type 2 diabetes includes the act of treatment and prevention of complications which is called self-care of diabetes. Objective: This study aimed to investigate the relationship between self-care and the quality of life of patients with type 2 diabetes at the Polyclinic of Internal Disease in Panembahan Senopati Hospital Bantul Yogyakarta. Methods: The study was descriptive correlation with cross sectional approach. The sample size are 100 respondents using purposive sampling technique. The data collection was conducted using questionnaires SDSCA (The Summary of Diabetes Self-Care Activities) and DQOL (Diabetes Quality of Life). Results: The result shows that the value of self-care patients with type 2 diabetes mellitus was 4.8 (5 days) and the value of their quality of life is 3.3 (satisfied). While the Spearman rank correlation test on the variable self-care with the quality of life of patients with type 2 diabetes showed a significance of 0.000 (r=0.731, p<0.05). Conclusion: There is a significant relationship between self-care and the quality of life of patients with type 2 diabetes at the Polyclinic of Internal Disease in Panembahan Senopati Hospital Bantul Yogyakarta with p=0.000 (r=0.731, p<0.05). Keywords: Diabetes Mellitus, Self-care, Quality of Life. 1 Student of Nursing Science Program of Stikes Jend A. Yani Yogyakarta 2 Lecturer of Nursing Science Program of Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta 3 Lecturer of Nursing Science Program of Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetes
Association/ADA, 2014). Terdapat 80-90% penderita yang mengalami diabetes
melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer
terhadap kerja insulin dengan respon kompensasi sekresi insulin yang tidak
adekuat oleh sel-sel beta pankreas (defisiensi relatif insulin). Berbeda dengan DM
tipe 1, pada diabetes melitus tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukkan dasar
autoimun (Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF)
(2013), Indonesia menempati peringkat ke-7 sebagai negara dengan jumlah
penderita diabetes melitus terbesar di dunia dengan usia 20-79 tahun setelah
China, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, dan Meksiko. Penelitian tersebut
menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 8.5 juta orang dan diperkirakan naik menjadi 14,1 juta orang di tahun
2035. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013)
menyatakan jumlah rata-rata kejadian penyakit diabetes melitus di Indonesia
berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5%. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di D.I. Yogyakarta (2,6%),
disusul DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur
(2,3%). Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul (2014) mencatat jumlah penderita
DM tipe 2 mencapai 17.999 kasus. Prevalensi diabetes melitus terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi disebabkan oleh meningkatnya
pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup masyarakat terutama di kota-
kota besar (Suyono, 2009).
Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebro-vaskuler, penyakit
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
2
jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, penyulit pada mata, ginjal dan
syaraf. Penyandang DM mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung
koroner dan penyakit pembuluh darah otak dua kali lebih besar, lima kali lebih
mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali lebih mudah mengidap gagal
ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan
retina daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).
World Health Organization/WHO (2004) dalam Yusra (2011) menjelaskan
bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam
kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam
hubungannya dengan tujuan individu, harapan, standar, dan perhatian. Hal ini
dipengaruhi oleh kesehatan fisik, mental, psikologi, kepercayaan pribadi dan
hubungan sosial mereka dengan lingkungan sekitar.
Kualitas hidup bagi penderita diabetes melitus yang disebut juga Diabetes
Quality of Life (DQOL) didefinisikan sebagai multidimensi yang menggabungkan
persepsi subyektif individu secara fisik, emosional dan kesejahteraan sosial,
termasuk kedua komponen kognitif (kepuasan) dan komponen emosional
(kebahagiaan) (Rubin, 2000). Kualitas hidup digunakan dalam bidang pelayanan
kesehatan untuk menganalisis emosional seseorang, faktor sosial, dan kemampuan
untuk memenuhi tuntunan kegiatan dalam kehidupan secara normal (Brooks &
Anderson dalam Nursalam 2013). Penelitian yang dilakukan Isa dan Baiyewu
(2006) menyimpulkan bahwa kualitas hidup yang rendah pada pasien DM
dihubungkan dengan berbagai komplikasi dan lama menderita diabetes melitus.
Perawat memiliki peran untuk memandirikan pasien DM tipe 2 dalam
mengelola penyakitnya agar tercapai pengontrolan kadar gula darah dan
pencegahan terhadap kejadian komplikasi. Aktivitas yang mendukung
pengelolaan DM adalah dengan self-care. Self-care menggambarkan perilaku
individu yang dilakukan secara sadar, bersifat universal, dan terbatas pada diri
sendiri (Weiler & Janice, 2007). Self-care menurut Orem didefinisikan sebagai
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dimana individu memulai dan melakukan
suatu tindakan berdasarkan keinginannya dengan tujuan untuk mempertahankan
hidup dan kesehatan serta kesejahteraan (Weiler & Janice, 2007). Dalam konsep
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
3
self-care, Orem menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan self-care bagi dirinya sendiri dan mampu terlibat dalam
pengambilan keputusan untuk kesehatannya (Alligood & Tomey, 2006).
Upaya secara mandiri yang dilakukan oleh penderita DM tipe 2 yang meliputi
tidakan pengobatan dan pencegahan komplikasi disebut dengan self-care diabetes
(Sirgurdardottir, 2005). Self-care diabetes merupakan integrasi dari pendekatan
teori model self-care Orem pada proses keperawatan klien diabetes melitus tipe 2.
Self-care diabetes sebagai program atau tindakan yang harus dijalankan sepanjang
kehidupan dan menjadi tanggungjawab penuh bagi setiap penderita diabetes itu
sendiri (Bai, Chiou, & Chang, 2009).
Menurut Toobert, Hampson, dan Glasgow (2000) aktivitas yang termasuk ke
dalam self-care diabetes meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik
(exercise), pemantauan kadar gula darah, minum obat secara teratur, dan
perawatan kaki. Self-care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam
perawatan klien penderita diabetes (Bai et al., 2009). Peningkatan aktivitas self-
care diabetes akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan klien
diabetes karena self-care diabetes merupakan dasar untuk mengontrol diabetes
dan mencegah komplikasi yang timbul oleh kondisi diabetes (Xu, Toobert,
Savage, Pan, & Whitmer, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 Februari – 25
Maret 2016 di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jumlah total pasien diabetes
melitus tipe 2 yang melakukan kunjungan ke Poliklinik Penyakit Dalam sebesar
1.602 orang pada tahun 2015, baik pasien baru maupun lama. Hasil wawancara
terhadap 10 orang pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Panembahan Senopati Bantul, terdapat 8 orang yang menyatakan mengalami
perubahan pada kualitas hidup saat sebelum dan sesudah menderita DM tipe 2.
Perubahan tersebut antara lain pasien sering merasa cemas karena kadar gula
darah yang sulit untuk dikontrol, tidak bisa mengikuti diet gula, dan mudah lelah
saat beraktivitas. Sedangkan self-care pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul diketahui terdapat 7 dari 10
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
4
orang yang mengikuti pola makan yang sehat, 5 orang tidak mengecek kondisi
kaki, dan 10 orang memeriksakan kadar gula darah sekali dalam 7 hari terakhir.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan antara tingkat self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan suatu
masalah yaitu “Adakah hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien
diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati
Bantul?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui self-care pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.
b. Diketahui kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah tinjauan teoritis dalam ilmu
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah tentang self-care dan
kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
5
2. Manfaat Praktis
a. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul
Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam peningkatan mutu pelayanan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul tentang
self-care dan kualitas hidup penderita DM tipe 2.
b. Bagi Stikes A. Yani Yogyakarta
Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi untuk mengetahui
hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dasar bagi peneliti
selanjutnya khususnya dalam ruang lingkup yang sama yaitu tentang self-
care dan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2.
E. Keaslian Penelitian
1. Aini, (2011), dengan judul “Associate Between Family Support with Self-care
Behavior of Patients with Diabetes Melitus Type 2”. Penelitian tersebut adalah
jenis penelitian analytic correlation dengan menggunakan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jelakombo
Kecamatan Jombang periode 9 Mei – 10 Juni 2010. Subjek penelitian ini
berjumlah 142 orang yang merupakan pasien DM tipe 2. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur self-care behavior menggunakan SDSCA (The
Summary Diabetes Self-care Activities). Hasil penelitian tersebut didapatkan
rata-rata responden melakukan self-care selama 4 hari dan ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan self-care behavior penderita diabetes
melitus tipe 2. Adapun persamaan dengan penelitian tersebut adalah
pendekatan yang digunakan, variabel self-care, dan instrumen penelitian.
Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel dukungan keluarga, jenis
penelitian, teknik sampling, waktu, lokasi, dan sampel penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
6
2. Kusniawati, (2011), dengan judul “Analisis Faktor yang Berkontribusi
terhadap Self-care Diabetes pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Tanggerang”. Penelitian tersebut adalah jenis penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di
Poliklinik Penyakit Dalam RSU Tanggerang periode April – Juni 2011.
Subjek penelitian berjumlah 100 orang yang merupakan pasien DM tipe 2.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel self-care yaitu SDSCA
(The Summary Diabetes Self-care Activities). Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara motivasi, keyakinan, dan komunikasi petugas
kesehatan dengan self-care diabetes. Selain itu, didapatkan nilai rata-rata self-
care yakitu selama 5 hari. Adapun persamaan dengan penelitian tersebut
adalah pada pendeketan yang digunakan, variabel self-care, teknik sampling,
dan instrumen self-care yang peneliti adopsi dari penelitian tersebut.
Sedangkan untuk perbedaannya adalah pada jenis penelitian, waktu, lokasi,
dan sampel penelitian.
3. Rizkifani, (2014), dengan judul “Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus di RS PKU Muhammadiyah Bantul”. Penelitian tersebut adalah jenis
penelitian observasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan
di Poliklinik Penyakit Dalam RS PKU Muhammadiyah Bantul periode
Oktober – Desember 2013. Subjek penelitian berjumlah 24 orang yang
merupakan pasien DM tipe 2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur
kualitas hidup pada penelitian tersebut menggunakan kuesioner DQLCTQ
(Diabetes Quality of Life Clinical Trial Quessionnaire). Hasil dari penelitian
tersebut menyatakan bahwa skor kualitas hidup yang baik pada pasien DM
tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan presentase 71%. Adapun
persamaan dengan penelitian tersebut adalah desainnya yang menggunakan
cross sectional dan salah satu variabel yang diukur adalah kualitas hidup.
Sedangkan untuk perbedaannya adalah pada kuesioner DQOLCTQ yang
digunakan peneliti tersebut, jenis penelitian observasi, waktu, lokasi, dan
sampel penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
7
4. Yusra, (2011), dengan judul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Penelitian tersebut adalah jenis
penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUPF Jakarta periode Februari –
Juni 2011. Subjek penelitian berjumlah 120 orang yang merupakan pasien DM
tipe 2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada
penelitian tersebut menggunakan kuesioner DQOL (Diabetes Quality of Life).
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dengan kualitas hidup. Adapun persamaan dengan
penelitian tersebut adalah pendekatannya yang menggunakan cross sectional,
variabel dependent yang sama berupa kualitas hidup, dan kuesioner DQOL
yang peneliti adopsi dari penelitian tersebut. Sedangkan untuk perbedaannya
ada pada variabel independent yakni dukungan keluarga, jenis penelitian
dengan deskriptif analisis, waktu, lokasi, dan sampel penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
F. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul adalah
rumah sakit milik pemerintah dan merupakan rumah sakit tipe B non
pendidikan. RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki pelayanan khusus
rawat jalan atau poliklinik sebanyak 15 unit yang salah satu diantaranya adalah
Poliklinik Penyakit Dalam. Adapun pelayanan yang diberikan kepada pasien
yang berkunjung di Poliklinik Penyakit Dalam meliputi pemeriksaan
kesehatan, konsultasi, dan pemeriksaan penunjang laboratorium rutin. Selain
itu terdapat 5 dokter spesialis dan 7 orang perawat yang bertugas melayani
pasien dalam sehari selama dua kali shift kerja.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh
pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul
setelah penyakit hipertensi. Terdapat sekitar 18 – 20 pasien yang berkunjung
dalam sehari di Poliklinik Penyakit Dalam dengan keluhan penyakit diabetes
melitus. Poliklinik Penyakit Dalam belum memiliki program atau hari khusus
dalam menangani pasien DM. Pendidikan kesehatan biasa diberikan oleh
perawat dan dokter agar dapat meningkatkan status kesehatan pada pasien DM.
Pendidikan kesehatan yang diberikan berupa pendidikan tentang pengaturan
pola makan (diet), latihan fisik, minum obat teratur, pemeriksaan kadar gula
darah rutin, dan perawatan kaki untuk pasien diabetes. Pendidikan kesehatan
kepada pasien DM diberikan dalam bentuk komunikasi interpersonal antara
petugas kesehatan dengan pasien atau melalui media leaflet.
Alur masuk pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Panembahan Senopati Bantul diawali dengan mendaftar dibagian pendaftaran.
Setelah itu, bagi pasien baru akan diarahkan untuk pergi ke ruang Poliklinik
Penyakit Dalam terlebih dulu sebelum dilakukan pemeriksaan kadar gula
darah. Sedangkan bagi pasien lama akan langsung pergi ke laboratorium guna
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
44
mendapatkan pemeriksaan gula darah rutin. Setelah pasien baru dan lama
melakukan pemeriksaan gula darah, maka akan masuk ke Poliklinik Penyakit
Dalam untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut oleh dokter dan
perawat. setelah itu, pasien Baru dan Lama akan dialihkan ke Apotek untuk
mendapatkan obat dan pulang.
2. Karakteristik Responden
Responden penelitian ini merupakan pasien DM tipe 2 sebesar 100 orang
yang melakukan kunjungan ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta. Gambaran tentang karakteristik responden
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden bedasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama menderita dan
komplikasi (n=100).
Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%) Jenis Kelamin :
Laki-Laki Perempuan
44 56
44% 56%
Total 100 100% Usia :
26 – 35 Tahun 36 – 45 Tahun 46 – 55 Tahun 56 – 65 Tahun
0 9
33 58
0% 9%
33% 58%
Total 100 100% Pendidikan :
SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Akademi/PT
22 11 48 19
22% 11% 48% 19%
Total 100 100% Pekerjaan :
Tidak Bekerja Buruh Tani/Bangunan/Pabrik Pedagang/Wiraswasta PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta/Karyawan Pensiunan
16 17 27 12 13 15
16% 17% 27% 12% 13% 15%
Total 100 100% Pendapatan :
≥UMK <UMK
64 36
64% 36%
Total 100 100%
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
45
Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%) Lama Menderita DM :
≤10 Tahun >10 Tahun
78 22
78% 22%
Total 100 100% Komplikasi :
Kulit (Gangren, ulkus, gatal-gatal) Hipertensi Neuropati Tidak Ada
18 36 2
44
18% 36% 2%
44% Total 100 100% Sumber: Data Primer 2016
Dari tabel 4.1. Menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini berjenis kelamin perempuan (56%), berusia 56-65 tahun (58%),
riwayat pendidikan SLTA/sederajat (48%), pekerjaan pedagang/wiraswasta
(27%), penghasilan ≥UMK (64%), lama menderita DM ≤10 tahun (78%), dan
terdapat komplikasi Hipertensi (36%).
3. Analisis Hasil Penelitian
Tabel 4.2. Gambaran distribusi responden dan analisis hubungan self-care
dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2
Variabel Mean SD Min-Maks r P
Self-care 4,8 0,3 3,5 – 5,7 0,731 0,000
Kualitas Hidup 3,3 0,1 3,0 – 3,5
Dari tabel 4.2. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata self-care yang didapat
responden yaitu sebesar 4,8 dari rentang skala 1 – 7. Sedangkan untuk nilai
self-care terendah yaitu 3,5 dan yang tertinggi 5,7. Selain itu, diketahui bahwa
nilai rata-rata kualitas hidup responden adalah 3,3. Nilai kualitas hidup
responden terendah yaitu 3,0 dan yang tertinggi 3,5.
Nilai uji statistik dengan menggunakan uji spearman’s rank correlation
terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05). Maka H0
ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
46
G. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan distribusi frekuensi responden menunjukkan bahwa pasien
DM tipe 2 dengan jenis kelamin perempuan lebih besar yaitu 56 orang (56%)
daripada laki-laki sebanyak 44 orang (44%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Yusra (2011) yang menyatakan sebagian besar responden dari hasil
penelitian yang dilakukannya berjenis kelamin perempuan yaitu 73 orang
(60,8%). Demikian pula pada penelitian Rizkifani (2014) yang menyatakan
sebagian besar respondennya berjenis kelamin perempuan yaitu 14 orang
(58%). Tingginya angka kejadian DM pada perempuan dipengaruhi oleh salah
satu faktor risiko, yaitu kegemukan. Perempuan memproduksi hormon estrogen
yang menyebabkan pengendapan lemak meningkat pada jaringan subkutis.
Perempuan memiliki jumlah lemak tubuh lebih dari 35% dibanding laki-laki
yang hanya memiliki lebih dari 25%. Keadaan ini menyebabkan kejadian DM
lebih banyak terjadi pada perempuan (Soegondo et al., 2009).
Berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini adalah responden yang berusia 56-65 tahun yaitu sebanyak 58
orang (58%). Usia termuda dari responden yang didapat adalah usia 38 tahun
dan yang tertua usia 65 tahun. Penggolongan usia dalam penelitian ini
berdasarkan klasifikasi usia Depkes RI (2009) yaitu masa dewasa awal (26-35),
masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun), dan masa
lansia akhir (56-65 tahun). Menurut Ignatavicus dan Workman (2006) diabetes
melitus tipe 2 biasanya sering terjadi pada klien setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada
usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92%.
Semakin meningkatnya usia maka pravalensi diabetes dan gangguan toleransi
glukosa semakin meningkat. Hal ini terjadi karena proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan adanya perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia dalam tubuh. Salah satu organ yang mengalami
perubahan fungsi akibat adanya proses menua adalah sel beta pankreas yang
menghasilkan hormon insulin. Jika terjadi gangguan sekresi hormon ini atau
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
47
penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel maka akan berdampak
terhadap peningkatan kadar gula darah (Sudoyo et al., 2009).
Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden dalam penelitian ini berpendidikan SLTA/sederajat yaitu sebanyak
48 orang (48%). Sejalan dengan penelitian Yusra (2011) yang menyatakan
bahwa mayoritas responden penelitiannya adalah SLTA sebanyak 40 orang
(33,3%). Demikian pula dengan penelitian Aini (2011) yang menyatakan
sebagian besar responden berpendidikan SLTA yaitu 55 orang (55,6%).
Berbeda dengan penelitan tersebut, Rizkifani (2014) menyatakan bahwa
sebagian besar respondennya berpendidikan SD sebanyak 11 orang (46%).
Menurut Notoatmodjo (2010) berpendapat bahwa tingkat pendidikan
merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh jenjang formal di
bidang tertentu. Seseorang dengan pendidikan yang baik akan lebih matang
terhadap proses perubahan. Sehingga dirinya lebih mudah menerima pengaruh
dari luar yang positif, objektif, dan terbuka terhadap berbagai informasi
termasuk informasi tentang kesehatan. Akan tetapi, hal ini bukan menjadi
faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian DM.
Berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan bahwa mayoritas responden
merupakan pedagang/wiraswasta yaitu sebanyak 27 orang (27%), sedangkan
yang paling sedikit merupakan responden dengan pekerjaan PNS/TNI/POLRI
yaitu 12 orang (12%). Beberapa penelitian bertentangan dengan penelitian
tersebut, Rizkifani (2014) menyatakan bahwa sebagian besar respondennya
merupakan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 7 orang (29%), sedangkan
Suardana et al (2015) menyatakan bahwa sebagian besar respondennya tidak
bekerja yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). Menurut Butler dalam Yusra (2011)
menyatakan bahwa status sosial ekonomi akan mempengaruhi seseorang dalam
melakukan manajemen perawatan diri. Keterbatasan finansial akan membatasi
penderita DM untuk mencari informasi, mendapatkan perawatan dan
pengobatan bagi dirinya.
Berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa sebagian besar dalam
penelitian ini adalah responden berpenghasilan tinggi (≥UMK) yaitu sebanyak
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
48
64 orang (64%). Sejalan dengan penelitian Ningtyas (2013) yang menyatakan
mayoritas respondennya merupakan kategori berpenghasilan tinggi yaitu 25
orang (80,65%). Penelitian ini bertentangan dengan Yusra (2011) yang
menyatakan bahwa sebagian besar merupakan responden dengan pendapatan
rendah. Menurut Nwanko et al (2010) diabetes melitus merupakan penyakit
kronik yang membutuhkan biaya yang cukup mahal dalam perawatannya. Jika
status ekonomi klien kurang memadai akan menyebabkan klien mengalami
kesulitan untuk melakukan kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan secara
taratur, sehingga sulit untuk memantau bagaimana perkembangan status
kesehatannya. Selain itu, klien akan lebih berisiko untuk terjadinya komplikasi
diabetes.
Berdasarkan lama menderita DM menunjukkan bahwa sebagian besar
dalam penelitian ini adalah responden dengan lamanya sakit DM ≤10 yaitu
sebanyak 78 orang (78%). Responden yang mengalami penyakit DM tipe 2
dengan durasi terpendek adalah 1 tahun dan yang terpanjang yaitu 25 tahun.
Sejalan dengan penelitian Ningtyas (2013) yang menyatakan mayoritas
respondennya merupakan kategori lama menderita DM ≤10 tahun yaitu 23
orang (74,19%). Menurut Waspadji (2009) menyatakan bahwa diabetes melitus
merupakan penyakit menahun yang tidak dapat disembuhkan, kadar gula darah
hanya dapat dikendalikan agar tetap normal. Lamanya sakit DM sering
dihubungkan dengan timbulnya kejadian komplikasi. Komplikasi biasanya
muncul setelah pasien menderita DM selama lebih dari 10 tahun (IDF, 2013).
Berdasarkan komplikasi menunjukkan bahwa sebagian besar dalam
penelitian ini merupakan responden yang memiliki komplikasi. Komplikasi
yang diderita responden berupa penyakit hipertensi (36%), masalah kulit
(gangren, ulkus, gatal-gatal) (18%), neuropati (2%). Terdapat pula responden
yang tidak memiliki komplikasi yaitu sebesar 44 orang (44%). Penelitian ini
sejalan dengan Yusra (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar
penelitiannya merupakan responden yang memiliki komplikasi yaitu sebanyak
78 orang (65%) dengan macam-macam komplikasi seperti hipertensi, ulkus,
stroke dan masalah pada jantung. Penyandang DM mempunyai risiko untuk
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
49
terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak dua kali
lebih besar, lima kali lebih mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali
lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non DM
(Waspadji, 2009).
2. Self-care
Berdasarkan penelitian terhadap pasien DM tipe 2 yang melakukan rawat
jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul
menunjukkan bahwa nilai rata-rata self-care yang didapat responden yaitu
sebesar 4,8 dari rentang skala 1 – 7. Sedangkan untuk nilai self-care terendah
yaitu 3,5 dan yang tertinggi 5,7. Berdasarkan skala instrumen SDSCA pada
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden melakukan
aktivitas self-care selama 5 hari dalam seminggu. Aktivitas self-care paling
sedikit dilakukan selama 4 hari dan yang paling sering yaitu selama 6 hari.
Aktivitas self-care yang sudah dilakukan dengan nilai rata-rata mendekati
sempurna yaitu aktivitas minum obat secara teratur selama 7 hari, pengaturan
pola makan (diet) selama 6 hari, dan latihan fisik (exercise) selama 4 hari.
Sedangkan untuk tindakan perawatan kaki rata-rata dilakukan selama 3 hari
dan rata-rata kontrol kadar glukosa darah hanya dilakukan selama 1 hari dalam
seminggu terakhir.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kusniawati (2011) yang
menyatakan bahwa rata-rata aktivitas self-care yang dilakukan respondennya
adalah 5 hari, dengan aktivitas self-care paling sedikit dilakukan selama 2 hari
dan yang paling sering yaitu selama 7 hari. Berbeda dengan penelitian tersebut,
Aini (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata aktivitas self-care yang
dilakukan respondennya adalah selama 4 hari, dengan aktivitas self-care paling
sedikit dilakukan selama 2 hari dan yang paling sering yaitu selama 5 hari.
Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata self-care
tertinggi pada responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini sejalan
dengan Sousa et al (2005) yang menyatakan bahwa klien dengan jenis kelamin
perempuan menunjukkan perilaku self-care diabetes lebih baik jika
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
50
dibandingkan dengan klien yang berjenis kelamin laki-laki. Perempuan
dianggap lebih peduli terhadap kesehatannya sehingga ia berupaya secara
optimal untuk melakukan perawatan mandiri terhadap penyakit yang
dialaminya. Selain itu, nilai rata-rata self-care tertinggi juga didapatkan pada
responden dengan usia 56-65 tahun. Hal ini sejalan dengan Sousa et al (2005)
yang menyatakan bahwa semakin meningkat usia maka akan terjadi
peningkatan dalam aktivitas self-care diabetes. Pengingkatan usia
menyebabkan terjadinya peningkatan kedewasaan atau kematangan seseorang
sehingga klien dapat berfikir secara rasional tentang manfaat yang akan dicapai
jika klien melakukan aktivitas self-care diabetes secara adekuat dalam
kehidupannya sehari-hari.
Nilai rata-rata self-care tertinggi pada penelitian ini didapatkan pada
responden yang menderita DM ≤10 tahun. Hal ini bertentangan dengan Bai et
al (2009) yang menyatakan bahwa klien dengan durasi DM lebih lama
memiliki skor self-care diabetes yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
klien yang memiliki durasi DM lebih pendek. Klien yang mengalami DM
selama ≥11 tahun dapat mempelajari perilaku self-care diabetes berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut, sehingga
klien dapat lebih memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukan
untuk mempertahankan status kesehatannya.
Berdasarkan sosial ekonomi didapatkan nilai rata-rata self-care tertinggi
yaitu pada responden dengan pendapatan tinggi (≥UMK). Hal ini sejalan
dengan Nwanko et al (2010) yang menjelaskan bahwa status sosial ekonomi
berpengaruh terhadap self-care diabetes. Klien yang memiliki status sosial
ekonomi yang tinggi akan memperlihatkan perilaku self-care yang lebih baik.
Selain itu, Bai et al (2009) juga menyatakan hal yang sama bahwa status sosial
ekonomi yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan perilaku self-care
diabetes.
3. Kualitas Hidup
Berdasarkan penelitian terhadap pasien DM tipe 2 yang melakukan rawat
jalan ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
51
menunjukkan bahwa rata-rata nilai kualitas hidup responden yang didapat
adalah 3,3. Nilai kualitas hidup responden terendah yaitu 3,0 dan yang tertinggi
3,5. Berdasarkan penilaian kepuasan dapat disimpulkan bahwa rata-rata
responden merasa puas terhadap kualitas hidupnya. Hal ini dikaitkan dengan
tingginya status sosial ekonomi responden yang mayoritas merupakan pasien
DM dengan pendapatan tinggi atau diatas UMK. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Yusra (2011) yang menjelaskan bahwa rata-rata kualitas hidup
responden dalam penelitiannya menyatakan puas. Demikian pula dengan
Ningtyas (2013) yang menyampaikan bahwa rata-rata kualitas hidup
respondennya adalah puas.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai pertanyaan
kualitas hidup pada sub item kepuasan adalah 3,1 dan sub item dampak adalah
3,5. Kedua nilai sub item tersebut tidak memiliki nilai rata-rata yang jauh
berbeda. Pada sub item dampak diketahui mendapatkan jawaban dengan nilai
rata-rata yang tinggi, tetapi terdapat juga pertanyaan yang mendapatkan nilai
rata-rata terendah dibandingkan dengan pertanyaan lain secara keseluruhan.
Pertanyaan dengan nilai terendah yaitu pada pertanyaan nomor 23 dan 26 yang
masing-masing mendapat nilai 2. Pertanyaan tersebut membahas dampak
penyakit diabetes terhadap aktivitas ke kamar mandi dan rasa takut akan
meninggal dunia. Sedangkan pada pertanyaan lain, responden menjawab
dengan skor yang lebih baik dengan memberi nilai rata-rata 3 dan 4.
Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata kualitas
hidup yang tertinggi terdapat pada responden dengan usia antara 56 – 65 tahun.
Hal ini bertentangan dengan Yusra (2011) yang menjelaskan bahwa semakin
bertambahnya usia maka kualitas hidupnya akan semakin menurun. Lebih jauh
Yusra (2011) menyatakan bahwa seiring bertambahnya usia seseorang terjadi
perubahan baik fisik, psikologis maupun intelektual. Perubahan usia terutama
pada usia lanjut akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimiawi. Hal ini yang menyebabkan kerentanan terhadap suatu penyakit
serta menimbulkan kegagalan dalam mempertahankan homeostasis terhadap
suatu stres. Kegagalan dalam mempertahankan homeostasis ini yang akan
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
52
menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan meningkatkan kemudahan
munculnya gangguan pada diri individu tersebut.
Selain itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa nilai rata-rata
kualitas hidup yang lebih tinggi terdapat pada responden dengan jenis kelamin
perempuan. Hal ini bertentangan dengan Gautam et al (2009) dalam
penelitiannya yang menyampaikan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2, dimana mayoritas kualitas hidup
yang rendah terdapat pada jenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk nilai
rata-rata kualitas hidup yang tertinggi lainnya diketahui terdapat pada
responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sejalan dengan
penelitian Yusra (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan memengaruhi
kualitas hidup pasien diabetes melitus. Rata-rata tingkat pendidikan tinggi
memiliki nilai kualitas hidup yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata kualitas
hidup yang tertinggi terdapat pada responden dengan pendapatan tinggi
(≥UMK). Hal ini sejalan dengan Isa & Baiyewu (2006) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa pendapatan yang rendah berhubungan secara bermakna
dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus yang rendah. Satus sosial
ekonomi akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan manajemen
perawatan diri. Keterbatasan finansial akan membatasi penderita DM untuk
mencari informasi, mendapatkan perawatan dan pengobatan bagi dirinya
(Butler dalam Yusra, 2011).
Nilai rata-rata kualitas hidup tertinggi pada penelitian ini didapatkan pada
responden yang menderita DM tanpa komplikasi. Sedangkan nilai rata-rata
kualitas hidup yang rendah dikaitkan dengan responden yang mengalami
komplikasi. Hal ini sejalan dengan Isa dan Baiyewu (2006) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa kualitas hidup yang rendah berhubungan
dengan berbagai komplikasi dari DM tipe 2 seperti hipertensi, gangren,
katarak, obesitas, penurunan berat badan, dan perubahan fungsi seksual.
Menurut Yusra (2011) menyatakan bahwa komplikasi pada pasien DM tipe 2
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
53
dapat meningkatkan risiko untuk mengalami ketidakmampuan baik secara
fisik, psikologis, dan sosial. Gangguan dan perubahan fungsi tersebut akan
berdampak pada kualitas hidup pasien DM.
4. Hubungan Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji spearman’s rank
correlation terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05).
Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara self-care dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Penelitian tersebut sejalan
dengan penelitian Rantung (2015) yang menyatakan bahwa semakin
meningkatnya self-care maka akan meningkatkan kualitas hidup pada pasien
diabetes melitus.
Penyakit Diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebro-
vaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, penyulit
pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang DM mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah
otak, lima kali lebih mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).
Penelitian yang dilakukan Isa dan Baiyewu (2006) menunjukkan bahwa
berbagai komplikasi dan lama menderita diabetes melitus berhubungan dengan
kualitas hidup yang rendah pada pasien DM tipe 2 seperti hipertensi, gangren,
katarak, obesitas, penurunan berat badan, dan perubahan fungsi seksual.
Self-care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan
klien penderita diabetes (Bai et al., 2009). Peningkatan aktivitas self-care
diabetes akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan pasien
diabetes karena self-care diabetes merupakan upaya dasar untuk mengontrol
dan mencegah terjadinya komplikasi yang timbul oleh kondisi diabetes (Xu et
al., 2008). Aktivitas self-care yang baik akan mencapai pemantauan kadar
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
54
glukosa yang akurat sehingga risiko terjadi komplikasi dapat diminimalisir,
keadaaan ini yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus
(Rantung, 2015).
5. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan yang mempengaruhi
hasil penelitian, keterbatasan tersebut diantaranya adalah :
1. Terdapat faktor-faktor pengganggu yang tidak dapat peneliti kendalikan dalam
penelitian ini seperti dukungan sosial, aspek emosional, motivasi, dan
komunikasi petugas kesehatan.
2. Keterbatasan lokasi penelitian yang dianggap kurang kondusif dan tidak
adanya asisten peneliti yang dapat membantu untuk mengawasi proses
pengambilan data penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
55
BAB V PENUTUP
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik responden yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Menunjukkan bahwa
sebagian besar berjenis kelamin perempuan (56%), berusia 56-65 tahun (58%),
riwayat pendidikan SLTA/sederajat (48%), pekerjaan pedagang/wiraswasta
(27%), penghasilan ≥UMK (64%), lama menderita DM ≤10 tahun (78%), dan
dan terdapat komplikasi Hipertensi (36%).
2. Diketahui nilai self-care pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah 4,8 (5 hari).
3. Diketahui nilai kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah 3,3 (puas).
4. Terdapat hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati
Bantul Yogyakarta dengan signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05).
I. Saran
3. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul
Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul agar dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan terutama pelayanan tentang edukasi self-care kepada
pasien yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Selain itu perlu dikembangkannya program-
program terkait aktivitas self-care seperti pemeriksaan kaki DM oleh perawat
dalam hal asuhan keperawatan terkait klien diabetes dalam mengelola self-
care diabetesnya.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
56
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan
penelitian selanjutnya mengenai self-care dan kualitas hidup. Selain itu,
peneliti dapat memberikan suatu intervensi yang dapat meningkatkan self-
care atau mempertahankan nilai kualitas hidup bagi pasien DM tipe 2.
Peneliti juga dapat melakukan penelitian di tempat yang lebih kondusif dan
dibantu dengan asistan peneliti.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Daftar Pustaka
Aditama, W. (2011). Hubungan Self-Care, Self-Efficacy dan Social Support dengan Pengendalian Kadar Gula Darah (HbA1c) Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Banyudono 1 dan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Thesis. Universitas Gadjah Mada.
Aini, F.U. (2011). Associate Between Family Support with Self-care Behavior of
Patients with Diabetes Mellitus Type 2. Nursing Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, 2, 6-11.
Alligood, M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing Theory: Utilization &
Application (3 ed.). Missouri: Mosby. American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 37, S81-S90. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. Bai, Y.L., Chiou, C.P., & Chang, Y.Y. (2009). Self-Care Behaviour and Related
Factor in Older People with Type 2 Diabetes. Journal of Clinical Nursing, 18(23), 3308-3315.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul
Tahun 2014. Bantul: Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Gautam, Y., Sharma, A.K., Agarwal, A.K., Bhatnagar, M.K., & Trehan, R.R.
(2009). A Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patient at Tertiary Care Hospital in Delhi. Indian Journal of Community Medicine, 34(4), 346-350.
Goz, F., Karaoz, S., Goz, M., Ekiz, S., & Cetin, I. (2007). Effect of the Diabetic
Patient’s Perceived Social Support on Their Quality of Life. Journal of Clinical Nursing, 16(7), 1353-1360.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11 ed.).
Jakarta; EGC. Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika. Ignatavicus, D.D., & Workman, L.M. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care (5 ed., vol. 2). Philadelphia: Elsevier Saunders.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
International Diabetes Federation. (2013). IDF Diabetes Atlas. Diambil pada 30 November 2015, dari http://www.diabetesatlas.org/resources/2015-atlas.html
Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi Diabetes. In Soegondo, S.S., Soewondo, P., &
Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 69-110). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Isa B.A., & Baiyewu, O. (2006). Quality of Life Patient With Diabetes Mellitus in
a Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry, 16, 27-33. Junianty, S. (2012). Hubungan Tingkat Self-care dengan Kejadian Komplikasi
pada Pasien DM Tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang. 1-13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC. Kriska, A. (2007). Physical Activity and Prevention of Type 2 (Non Insulin
Dependent) Diabetes. PCPFS Reseach DIGEST, 2(10), 1-12. Kusniawati. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Self-
care Diabetes pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Tanggerang. Thesis. Universitas Indonesia.
Mitchell, R.N., Kumar, V., Abbas, A.K., & Fausto, N. (2009). Buku Saku Dasar
Patologis Penyakit (7 ed.). Jakarta: EGC. Ningtyas, D.W. (2013). Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II
di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa,1-7.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (1 Ed.). Jakarta:
Rineka Cipta. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
(3 Ed.). Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, & Effendi, F. (2008). Pendidikan Dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Nwanko, C.H., Nandy, B., & Nwanko, B.O. (2010). Factors Influencing Diabetes Management Outcome Among Patients Attending Government Health Facilities in South East, Nigeria. International Journal of Tropical Medicine, 5(2), 28-36.
Pandelaki, K. (2009). Retinopati Diabetik. In Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,
I., Simandibrata, M., & Setiati, S., Buku Ajar Penyakit Dalam (pp. 1930-1936). Jakarta: InternaPublishing.
Piette, J.D., Schillinger, D., Potter, M.B., & Heisler, M. (2003). Dimensions of
Patient-Provider Communication and Diabetes Self-care in an Ethnically Diverse Population. Journal of General Internal Medicine, 18, 624-633.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rantung, J. (2015). Hubungan Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus (DM) di Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang Cimahi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 1, 38-51.
Rizkifani. (2014). Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus di RS
PKU Muhammadiyah Bantul. Farmasains. 2. 1-4. Rubin, R.R. (2000). Diabetes and Quality of Life. Diabetes Spectrum, 13, 21. Shigaki, C., Kruse, R.L., Mehr, D., Sheldon, K.M., Bin, G., & Moore, C. (2010).
Motivation and Diabetes Self-Management. Journal of Psychology, 6(3), 110-115.
Sirgurdardottir, A.K. (2005). Self-Care In Diabetes : Model Of Factors Affecting
Self-Care. Journal of Clinical Nursing, 14(3), 301-314. Soegondo, S.S, Soewondo, P., & Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu (2 ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sousa, V.D., Zauszniewski, J.A., Musil, C.M., Lea, P.J.P., & Davis, S.A. (2005).
Relationship Among Self-Care Agency, Slef-Efficacy, Self-Care, and Glycemic Control. Research and Theory for Nursing Practice: An International Journal. 9 (3), 61-67.
Suardana, I.K., Rasdini, A., Kusmarjathi, N.K. (2015). Hubungan Dukungan
Sosial Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas IV Denpasar Selatan. Jurnal Skala Husada, 12, 96-102.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Subekti, I. (2009) Neuropati Diabetik. In Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., & Setiati, S., Buku Ajar Penyakit Dalam (pp. 1947-1951). Jakarta: InternaPublishing.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., & Setiati, S. (2009).
Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: InternaPublishing. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suyono, S. (2009). Patofisiologi Diabetes Melitus. In Soegondo, S.S., Soewondo,
P., & Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 11-18). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Toobert, D.J., Hampson, S.E., & Glasgow, R.E. (2000). The Summary of
Diabetes Self-Care Activities Measure. Diabetes Care, 23, 943-950. Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya
yang Rasional. In Soegondo, S.S., Soewondo, P., & Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 31-46). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Weiler, D.M., & Janice, D.C. (2007). Diabetes Self-management in the Migrant
Latino Population. Hispanic Health Care International, 5, 27-32. Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J., Shortridge-Baggett, L.M.,
& Chang, P.J. (2007). Self-efficacy, Outcome expectation and Self care behavior in people with type 2 diabetes in taiwan. Journal of Clinical Nursing, 16(11), 250-257.
Xu, Y., Toobert, D., Savage, C., Pan, W., & Whitmer, K. (2008). Factor
Influencing Diabetes Self-Management in Chinese People With Type 2 Diabetes. Research in Nursing & Health, 31(6), 613-625.
Yusra, A. (2010). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia.