STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA …repository.unjaya.ac.id/432/1/Arie Syaeful...

36
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA PERPUSTAKAAN i HUBUNGAN ANTARA SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Disusun Oleh: ARIE SYAEFUL BACHRI NPM. 2212089 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2016

Transcript of STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA …repository.unjaya.ac.id/432/1/Arie Syaeful...

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

HUBUNGAN ANTARA SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT

DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun Oleh:

ARIE SYAEFUL BACHRI NPM. 2212089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2016

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ii

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iii

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iv

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Hubungan antara Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta”. Penelitian ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2. Tetra Saktika A., M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB selaku Ketua Prodi Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Miftafu Darussalam M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB selaku penguji dalam skripsi ini. 4. Wenny Savitri, S.Kep., Ns., MNS selaku pembimbing II yang dengan penuh

kesabaran telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Muhammat Nofiyanto, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua LPPM. 6. Bapak, Ibu, kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan semangat dan

terima kasih atas segala doa, dukungan, kasih sayang serta semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penelitian ini di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 27 September 2016

Arie Syaeful Bachri

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

v

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix INTISARI .............................................................................................. x ABSTRACT ........................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4 E. Keaslian Penelitian ................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus.................................................................... 8 B. Kualitas Hidup ...................................................................... 21 C. Self-care ................................................................................ 23 D. Kerangka Teori...................................................................... 28 E. Kerangka Konsep .................................................................. 29 F. Hipotesis ................................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ................................................................... 30 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 30 C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................ 30 D. Variabel Penelitian ................................................................ 32 E. Definisi Operasional.............................................................. 33 F. Alat dan Metode Pengumpulan Data .................................... 33 G. Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 36 H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................. 37 I. Etika Penelitian ..................................................................... 40 J. Pelaksanaan Penelitian....................................................... ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ..................................................................... 43 B. Pembahasan ........................................................................... 46 C. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 54

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vi

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 55 B. Saran ...................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional ....................................................................... 33 Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner tingkat self-care ............................................... 34 Tabel 3.3. Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup .................................................. 35 Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden bedasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama menderita dan komplikasi ................................................................................. 44

Tabel 4.2 Gambaran distribusi responden dan analisis hubungan self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 ......................................... 45

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

viii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Teori ....................................................................... 28 Gambar 2.2. Kerangka Konsep ................................................................... 29

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana jadwal penyusunan skripsi Lampiran 2. Permohonan menjadi responden Lampiran 3. Persetujuan menjadi responden Lampiran 4. Kuesioner identitas responden Lampiran 5. Kuesioner self-care Lampiran 6. Kuesioner kualitas hidup Lampiran 7. Hasil uji statistik Lampiran 8. Surat-surat izin studi pendahuluan Lampiran 9. Surat-surat izin penelitian Lampiran 10. Lembar bimbingan skripsi

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

x

HUBUNGAN ANTARA SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT

DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

Arie Syaeful Bachri1, Tetra Saktika Adinugraha2, Wenny Savitri3

INTISARI

Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dukungan sosial, status sosial ekonomi dan kejadian komplikasi dihubungkan dengan rendahnya kualitas hidup pasien diabetes melitus. Terdapat upaya secara mandiri yang dilakukan oleh pasien DM tipe 2 meliputi tidakan pengobatan dan pencegahan komplikasi yang disebut dengan self-care diabetes. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yaitu 100 responden dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner SDSCA (The Summary of Diabetes Self-Care Activities) dan DQOL (Diabetes Quality of Life). Hasil: Diketahui nilai self-care pasien DM tipe 2 adalah 4,8 (5 hari) dan nilai kualitas hidupnya adalah 3,3 (puas). Sedangkan uji spearman’s rank correlation terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 (r=0,731, p<0,05). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan nilai p = 0.000 (r=0,731, p<0,05). Kata Kunci: Diabetes Melitus, Self-care, Kualitas Hidup. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend A. Yani Yogyakarta 2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xi

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CARE AND THE QUALITY OF LIFE OF PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS IN

POLYCLINIC OF INTERNAL DISEASE IN PANEMBAHAN SENOPATI HOSPITAL BANTUL YOGYAKARTA

Arie Syaeful Bachri1, Tetra Saktika Adinugraha2, Wenny Savitri3

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by the increased of blood sugar levels (hyperglycemia) that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin work or both. The various factors such as age, gender, level of education, social support, socioeconomic status and the incidence of complications associated with lower quality of life of diabetic patients. There are efforts undertaken independently by patients with type 2 diabetes includes the act of treatment and prevention of complications which is called self-care of diabetes. Objective: This study aimed to investigate the relationship between self-care and the quality of life of patients with type 2 diabetes at the Polyclinic of Internal Disease in Panembahan Senopati Hospital Bantul Yogyakarta. Methods: The study was descriptive correlation with cross sectional approach. The sample size are 100 respondents using purposive sampling technique. The data collection was conducted using questionnaires SDSCA (The Summary of Diabetes Self-Care Activities) and DQOL (Diabetes Quality of Life). Results: The result shows that the value of self-care patients with type 2 diabetes mellitus was 4.8 (5 days) and the value of their quality of life is 3.3 (satisfied). While the Spearman rank correlation test on the variable self-care with the quality of life of patients with type 2 diabetes showed a significance of 0.000 (r=0.731, p<0.05). Conclusion: There is a significant relationship between self-care and the quality of life of patients with type 2 diabetes at the Polyclinic of Internal Disease in Panembahan Senopati Hospital Bantul Yogyakarta with p=0.000 (r=0.731, p<0.05). Keywords: Diabetes Mellitus, Self-care, Quality of Life. 1 Student of Nursing Science Program of Stikes Jend A. Yani Yogyakarta 2 Lecturer of Nursing Science Program of Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta 3 Lecturer of Nursing Science Program of Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi

akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetes

Association/ADA, 2014). Terdapat 80-90% penderita yang mengalami diabetes

melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer

terhadap kerja insulin dengan respon kompensasi sekresi insulin yang tidak

adekuat oleh sel-sel beta pankreas (defisiensi relatif insulin). Berbeda dengan DM

tipe 1, pada diabetes melitus tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukkan dasar

autoimun (Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF)

(2013), Indonesia menempati peringkat ke-7 sebagai negara dengan jumlah

penderita diabetes melitus terbesar di dunia dengan usia 20-79 tahun setelah

China, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, dan Meksiko. Penelitian tersebut

menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013

sebesar 8.5 juta orang dan diperkirakan naik menjadi 14,1 juta orang di tahun

2035. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013)

menyatakan jumlah rata-rata kejadian penyakit diabetes melitus di Indonesia

berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5%. Prevalensi

diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di D.I. Yogyakarta (2,6%),

disusul DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur

(2,3%). Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul (2014) mencatat jumlah penderita

DM tipe 2 mencapai 17.999 kasus. Prevalensi diabetes melitus terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi disebabkan oleh meningkatnya

pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup masyarakat terutama di kota-

kota besar (Suyono, 2009).

Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan

terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebro-vaskuler, penyakit

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

2

jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, penyulit pada mata, ginjal dan

syaraf. Penyandang DM mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung

koroner dan penyakit pembuluh darah otak dua kali lebih besar, lima kali lebih

mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali lebih mudah mengidap gagal

ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan

retina daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).

World Health Organization/WHO (2004) dalam Yusra (2011) menjelaskan

bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam

kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam

hubungannya dengan tujuan individu, harapan, standar, dan perhatian. Hal ini

dipengaruhi oleh kesehatan fisik, mental, psikologi, kepercayaan pribadi dan

hubungan sosial mereka dengan lingkungan sekitar.

Kualitas hidup bagi penderita diabetes melitus yang disebut juga Diabetes

Quality of Life (DQOL) didefinisikan sebagai multidimensi yang menggabungkan

persepsi subyektif individu secara fisik, emosional dan kesejahteraan sosial,

termasuk kedua komponen kognitif (kepuasan) dan komponen emosional

(kebahagiaan) (Rubin, 2000). Kualitas hidup digunakan dalam bidang pelayanan

kesehatan untuk menganalisis emosional seseorang, faktor sosial, dan kemampuan

untuk memenuhi tuntunan kegiatan dalam kehidupan secara normal (Brooks &

Anderson dalam Nursalam 2013). Penelitian yang dilakukan Isa dan Baiyewu

(2006) menyimpulkan bahwa kualitas hidup yang rendah pada pasien DM

dihubungkan dengan berbagai komplikasi dan lama menderita diabetes melitus.

Perawat memiliki peran untuk memandirikan pasien DM tipe 2 dalam

mengelola penyakitnya agar tercapai pengontrolan kadar gula darah dan

pencegahan terhadap kejadian komplikasi. Aktivitas yang mendukung

pengelolaan DM adalah dengan self-care. Self-care menggambarkan perilaku

individu yang dilakukan secara sadar, bersifat universal, dan terbatas pada diri

sendiri (Weiler & Janice, 2007). Self-care menurut Orem didefinisikan sebagai

aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dimana individu memulai dan melakukan

suatu tindakan berdasarkan keinginannya dengan tujuan untuk mempertahankan

hidup dan kesehatan serta kesejahteraan (Weiler & Janice, 2007). Dalam konsep

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

3

self-care, Orem menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggungjawab

terhadap pelaksanaan self-care bagi dirinya sendiri dan mampu terlibat dalam

pengambilan keputusan untuk kesehatannya (Alligood & Tomey, 2006).

Upaya secara mandiri yang dilakukan oleh penderita DM tipe 2 yang meliputi

tidakan pengobatan dan pencegahan komplikasi disebut dengan self-care diabetes

(Sirgurdardottir, 2005). Self-care diabetes merupakan integrasi dari pendekatan

teori model self-care Orem pada proses keperawatan klien diabetes melitus tipe 2.

Self-care diabetes sebagai program atau tindakan yang harus dijalankan sepanjang

kehidupan dan menjadi tanggungjawab penuh bagi setiap penderita diabetes itu

sendiri (Bai, Chiou, & Chang, 2009).

Menurut Toobert, Hampson, dan Glasgow (2000) aktivitas yang termasuk ke

dalam self-care diabetes meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik

(exercise), pemantauan kadar gula darah, minum obat secara teratur, dan

perawatan kaki. Self-care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam

perawatan klien penderita diabetes (Bai et al., 2009). Peningkatan aktivitas self-

care diabetes akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan klien

diabetes karena self-care diabetes merupakan dasar untuk mengontrol diabetes

dan mencegah komplikasi yang timbul oleh kondisi diabetes (Xu, Toobert,

Savage, Pan, & Whitmer, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 Februari – 25

Maret 2016 di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jumlah total pasien diabetes

melitus tipe 2 yang melakukan kunjungan ke Poliklinik Penyakit Dalam sebesar

1.602 orang pada tahun 2015, baik pasien baru maupun lama. Hasil wawancara

terhadap 10 orang pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD

Panembahan Senopati Bantul, terdapat 8 orang yang menyatakan mengalami

perubahan pada kualitas hidup saat sebelum dan sesudah menderita DM tipe 2.

Perubahan tersebut antara lain pasien sering merasa cemas karena kadar gula

darah yang sulit untuk dikontrol, tidak bisa mengikuti diet gula, dan mudah lelah

saat beraktivitas. Sedangkan self-care pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik

Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul diketahui terdapat 7 dari 10

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

4

orang yang mengikuti pola makan yang sehat, 5 orang tidak mengecek kondisi

kaki, dan 10 orang memeriksakan kadar gula darah sekali dalam 7 hari terakhir.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan antara tingkat self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan suatu

masalah yaitu “Adakah hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien

diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati

Bantul?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes

melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati

Bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui self-care pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit

Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

b. Diketahui kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik

Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah tinjauan teoritis dalam ilmu

keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah tentang self-care dan

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam peningkatan mutu pelayanan

di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul tentang

self-care dan kualitas hidup penderita DM tipe 2.

b. Bagi Stikes A. Yani Yogyakarta

Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi untuk mengetahui

hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dasar bagi peneliti

selanjutnya khususnya dalam ruang lingkup yang sama yaitu tentang self-

care dan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2.

E. Keaslian Penelitian

1. Aini, (2011), dengan judul “Associate Between Family Support with Self-care

Behavior of Patients with Diabetes Melitus Type 2”. Penelitian tersebut adalah

jenis penelitian analytic correlation dengan menggunakan pendekatan cross

sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jelakombo

Kecamatan Jombang periode 9 Mei – 10 Juni 2010. Subjek penelitian ini

berjumlah 142 orang yang merupakan pasien DM tipe 2. Instrumen yang

digunakan untuk mengukur self-care behavior menggunakan SDSCA (The

Summary Diabetes Self-care Activities). Hasil penelitian tersebut didapatkan

rata-rata responden melakukan self-care selama 4 hari dan ada hubungan

antara dukungan keluarga dengan self-care behavior penderita diabetes

melitus tipe 2. Adapun persamaan dengan penelitian tersebut adalah

pendekatan yang digunakan, variabel self-care, dan instrumen penelitian.

Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel dukungan keluarga, jenis

penelitian, teknik sampling, waktu, lokasi, dan sampel penelitian.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

6

2. Kusniawati, (2011), dengan judul “Analisis Faktor yang Berkontribusi

terhadap Self-care Diabetes pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah

Sakit Umum Tanggerang”. Penelitian tersebut adalah jenis penelitian

deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di

Poliklinik Penyakit Dalam RSU Tanggerang periode April – Juni 2011.

Subjek penelitian berjumlah 100 orang yang merupakan pasien DM tipe 2.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel self-care yaitu SDSCA

(The Summary Diabetes Self-care Activities). Hasil dari penelitian ini adalah

terdapat hubungan antara motivasi, keyakinan, dan komunikasi petugas

kesehatan dengan self-care diabetes. Selain itu, didapatkan nilai rata-rata self-

care yakitu selama 5 hari. Adapun persamaan dengan penelitian tersebut

adalah pada pendeketan yang digunakan, variabel self-care, teknik sampling,

dan instrumen self-care yang peneliti adopsi dari penelitian tersebut.

Sedangkan untuk perbedaannya adalah pada jenis penelitian, waktu, lokasi,

dan sampel penelitian.

3. Rizkifani, (2014), dengan judul “Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes

Melitus di RS PKU Muhammadiyah Bantul”. Penelitian tersebut adalah jenis

penelitian observasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan

di Poliklinik Penyakit Dalam RS PKU Muhammadiyah Bantul periode

Oktober – Desember 2013. Subjek penelitian berjumlah 24 orang yang

merupakan pasien DM tipe 2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

kualitas hidup pada penelitian tersebut menggunakan kuesioner DQLCTQ

(Diabetes Quality of Life Clinical Trial Quessionnaire). Hasil dari penelitian

tersebut menyatakan bahwa skor kualitas hidup yang baik pada pasien DM

tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan presentase 71%. Adapun

persamaan dengan penelitian tersebut adalah desainnya yang menggunakan

cross sectional dan salah satu variabel yang diukur adalah kualitas hidup.

Sedangkan untuk perbedaannya adalah pada kuesioner DQOLCTQ yang

digunakan peneliti tersebut, jenis penelitian observasi, waktu, lokasi, dan

sampel penelitian.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

7

4. Yusra, (2011), dengan judul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Penelitian tersebut adalah jenis

penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan cross sectional. Penelitian

dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUPF Jakarta periode Februari –

Juni 2011. Subjek penelitian berjumlah 120 orang yang merupakan pasien DM

tipe 2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada

penelitian tersebut menggunakan kuesioner DQOL (Diabetes Quality of Life).

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

dukungan keluarga dengan kualitas hidup. Adapun persamaan dengan

penelitian tersebut adalah pendekatannya yang menggunakan cross sectional,

variabel dependent yang sama berupa kualitas hidup, dan kuesioner DQOL

yang peneliti adopsi dari penelitian tersebut. Sedangkan untuk perbedaannya

ada pada variabel independent yakni dukungan keluarga, jenis penelitian

dengan deskriptif analisis, waktu, lokasi, dan sampel penelitian.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

F. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul adalah

rumah sakit milik pemerintah dan merupakan rumah sakit tipe B non

pendidikan. RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki pelayanan khusus

rawat jalan atau poliklinik sebanyak 15 unit yang salah satu diantaranya adalah

Poliklinik Penyakit Dalam. Adapun pelayanan yang diberikan kepada pasien

yang berkunjung di Poliklinik Penyakit Dalam meliputi pemeriksaan

kesehatan, konsultasi, dan pemeriksaan penunjang laboratorium rutin. Selain

itu terdapat 5 dokter spesialis dan 7 orang perawat yang bertugas melayani

pasien dalam sehari selama dua kali shift kerja.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh

pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

setelah penyakit hipertensi. Terdapat sekitar 18 – 20 pasien yang berkunjung

dalam sehari di Poliklinik Penyakit Dalam dengan keluhan penyakit diabetes

melitus. Poliklinik Penyakit Dalam belum memiliki program atau hari khusus

dalam menangani pasien DM. Pendidikan kesehatan biasa diberikan oleh

perawat dan dokter agar dapat meningkatkan status kesehatan pada pasien DM.

Pendidikan kesehatan yang diberikan berupa pendidikan tentang pengaturan

pola makan (diet), latihan fisik, minum obat teratur, pemeriksaan kadar gula

darah rutin, dan perawatan kaki untuk pasien diabetes. Pendidikan kesehatan

kepada pasien DM diberikan dalam bentuk komunikasi interpersonal antara

petugas kesehatan dengan pasien atau melalui media leaflet.

Alur masuk pasien DM tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD

Panembahan Senopati Bantul diawali dengan mendaftar dibagian pendaftaran.

Setelah itu, bagi pasien baru akan diarahkan untuk pergi ke ruang Poliklinik

Penyakit Dalam terlebih dulu sebelum dilakukan pemeriksaan kadar gula

darah. Sedangkan bagi pasien lama akan langsung pergi ke laboratorium guna

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

44

mendapatkan pemeriksaan gula darah rutin. Setelah pasien baru dan lama

melakukan pemeriksaan gula darah, maka akan masuk ke Poliklinik Penyakit

Dalam untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut oleh dokter dan

perawat. setelah itu, pasien Baru dan Lama akan dialihkan ke Apotek untuk

mendapatkan obat dan pulang.

2. Karakteristik Responden

Responden penelitian ini merupakan pasien DM tipe 2 sebesar 100 orang

yang melakukan kunjungan ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan

Senopati Bantul Yogyakarta. Gambaran tentang karakteristik responden

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden bedasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama menderita dan

komplikasi (n=100).

Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%) Jenis Kelamin :

Laki-Laki Perempuan

44 56

44% 56%

Total 100 100% Usia :

26 – 35 Tahun 36 – 45 Tahun 46 – 55 Tahun 56 – 65 Tahun

0 9

33 58

0% 9%

33% 58%

Total 100 100% Pendidikan :

SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Akademi/PT

22 11 48 19

22% 11% 48% 19%

Total 100 100% Pekerjaan :

Tidak Bekerja Buruh Tani/Bangunan/Pabrik Pedagang/Wiraswasta PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta/Karyawan Pensiunan

16 17 27 12 13 15

16% 17% 27% 12% 13% 15%

Total 100 100% Pendapatan :

≥UMK <UMK

64 36

64% 36%

Total 100 100%

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

45

Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%) Lama Menderita DM :

≤10 Tahun >10 Tahun

78 22

78% 22%

Total 100 100% Komplikasi :

Kulit (Gangren, ulkus, gatal-gatal) Hipertensi Neuropati Tidak Ada

18 36 2

44

18% 36% 2%

44% Total 100 100% Sumber: Data Primer 2016

Dari tabel 4.1. Menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

penelitian ini berjenis kelamin perempuan (56%), berusia 56-65 tahun (58%),

riwayat pendidikan SLTA/sederajat (48%), pekerjaan pedagang/wiraswasta

(27%), penghasilan ≥UMK (64%), lama menderita DM ≤10 tahun (78%), dan

terdapat komplikasi Hipertensi (36%).

3. Analisis Hasil Penelitian

Tabel 4.2. Gambaran distribusi responden dan analisis hubungan self-care

dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2

Variabel Mean SD Min-Maks r P

Self-care 4,8 0,3 3,5 – 5,7 0,731 0,000

Kualitas Hidup 3,3 0,1 3,0 – 3,5

Dari tabel 4.2. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata self-care yang didapat

responden yaitu sebesar 4,8 dari rentang skala 1 – 7. Sedangkan untuk nilai

self-care terendah yaitu 3,5 dan yang tertinggi 5,7. Selain itu, diketahui bahwa

nilai rata-rata kualitas hidup responden adalah 3,3. Nilai kualitas hidup

responden terendah yaitu 3,0 dan yang tertinggi 3,5.

Nilai uji statistik dengan menggunakan uji spearman’s rank correlation

terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05). Maka H0

ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

46

G. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan distribusi frekuensi responden menunjukkan bahwa pasien

DM tipe 2 dengan jenis kelamin perempuan lebih besar yaitu 56 orang (56%)

daripada laki-laki sebanyak 44 orang (44%). Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Yusra (2011) yang menyatakan sebagian besar responden dari hasil

penelitian yang dilakukannya berjenis kelamin perempuan yaitu 73 orang

(60,8%). Demikian pula pada penelitian Rizkifani (2014) yang menyatakan

sebagian besar respondennya berjenis kelamin perempuan yaitu 14 orang

(58%). Tingginya angka kejadian DM pada perempuan dipengaruhi oleh salah

satu faktor risiko, yaitu kegemukan. Perempuan memproduksi hormon estrogen

yang menyebabkan pengendapan lemak meningkat pada jaringan subkutis.

Perempuan memiliki jumlah lemak tubuh lebih dari 35% dibanding laki-laki

yang hanya memiliki lebih dari 25%. Keadaan ini menyebabkan kejadian DM

lebih banyak terjadi pada perempuan (Soegondo et al., 2009).

Berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

penelitian ini adalah responden yang berusia 56-65 tahun yaitu sebanyak 58

orang (58%). Usia termuda dari responden yang didapat adalah usia 38 tahun

dan yang tertua usia 65 tahun. Penggolongan usia dalam penelitian ini

berdasarkan klasifikasi usia Depkes RI (2009) yaitu masa dewasa awal (26-35),

masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun), dan masa

lansia akhir (56-65 tahun). Menurut Ignatavicus dan Workman (2006) diabetes

melitus tipe 2 biasanya sering terjadi pada klien setelah usia 30 tahun dan

semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada

usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92%.

Semakin meningkatnya usia maka pravalensi diabetes dan gangguan toleransi

glukosa semakin meningkat. Hal ini terjadi karena proses menua yang

berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan adanya perubahan anatomis,

fisiologis, dan biokimia dalam tubuh. Salah satu organ yang mengalami

perubahan fungsi akibat adanya proses menua adalah sel beta pankreas yang

menghasilkan hormon insulin. Jika terjadi gangguan sekresi hormon ini atau

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

47

penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel maka akan berdampak

terhadap peningkatan kadar gula darah (Sudoyo et al., 2009).

Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini berpendidikan SLTA/sederajat yaitu sebanyak

48 orang (48%). Sejalan dengan penelitian Yusra (2011) yang menyatakan

bahwa mayoritas responden penelitiannya adalah SLTA sebanyak 40 orang

(33,3%). Demikian pula dengan penelitian Aini (2011) yang menyatakan

sebagian besar responden berpendidikan SLTA yaitu 55 orang (55,6%).

Berbeda dengan penelitan tersebut, Rizkifani (2014) menyatakan bahwa

sebagian besar respondennya berpendidikan SD sebanyak 11 orang (46%).

Menurut Notoatmodjo (2010) berpendapat bahwa tingkat pendidikan

merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh jenjang formal di

bidang tertentu. Seseorang dengan pendidikan yang baik akan lebih matang

terhadap proses perubahan. Sehingga dirinya lebih mudah menerima pengaruh

dari luar yang positif, objektif, dan terbuka terhadap berbagai informasi

termasuk informasi tentang kesehatan. Akan tetapi, hal ini bukan menjadi

faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian DM.

Berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan bahwa mayoritas responden

merupakan pedagang/wiraswasta yaitu sebanyak 27 orang (27%), sedangkan

yang paling sedikit merupakan responden dengan pekerjaan PNS/TNI/POLRI

yaitu 12 orang (12%). Beberapa penelitian bertentangan dengan penelitian

tersebut, Rizkifani (2014) menyatakan bahwa sebagian besar respondennya

merupakan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 7 orang (29%), sedangkan

Suardana et al (2015) menyatakan bahwa sebagian besar respondennya tidak

bekerja yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). Menurut Butler dalam Yusra (2011)

menyatakan bahwa status sosial ekonomi akan mempengaruhi seseorang dalam

melakukan manajemen perawatan diri. Keterbatasan finansial akan membatasi

penderita DM untuk mencari informasi, mendapatkan perawatan dan

pengobatan bagi dirinya.

Berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa sebagian besar dalam

penelitian ini adalah responden berpenghasilan tinggi (≥UMK) yaitu sebanyak

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

48

64 orang (64%). Sejalan dengan penelitian Ningtyas (2013) yang menyatakan

mayoritas respondennya merupakan kategori berpenghasilan tinggi yaitu 25

orang (80,65%). Penelitian ini bertentangan dengan Yusra (2011) yang

menyatakan bahwa sebagian besar merupakan responden dengan pendapatan

rendah. Menurut Nwanko et al (2010) diabetes melitus merupakan penyakit

kronik yang membutuhkan biaya yang cukup mahal dalam perawatannya. Jika

status ekonomi klien kurang memadai akan menyebabkan klien mengalami

kesulitan untuk melakukan kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan secara

taratur, sehingga sulit untuk memantau bagaimana perkembangan status

kesehatannya. Selain itu, klien akan lebih berisiko untuk terjadinya komplikasi

diabetes.

Berdasarkan lama menderita DM menunjukkan bahwa sebagian besar

dalam penelitian ini adalah responden dengan lamanya sakit DM ≤10 yaitu

sebanyak 78 orang (78%). Responden yang mengalami penyakit DM tipe 2

dengan durasi terpendek adalah 1 tahun dan yang terpanjang yaitu 25 tahun.

Sejalan dengan penelitian Ningtyas (2013) yang menyatakan mayoritas

respondennya merupakan kategori lama menderita DM ≤10 tahun yaitu 23

orang (74,19%). Menurut Waspadji (2009) menyatakan bahwa diabetes melitus

merupakan penyakit menahun yang tidak dapat disembuhkan, kadar gula darah

hanya dapat dikendalikan agar tetap normal. Lamanya sakit DM sering

dihubungkan dengan timbulnya kejadian komplikasi. Komplikasi biasanya

muncul setelah pasien menderita DM selama lebih dari 10 tahun (IDF, 2013).

Berdasarkan komplikasi menunjukkan bahwa sebagian besar dalam

penelitian ini merupakan responden yang memiliki komplikasi. Komplikasi

yang diderita responden berupa penyakit hipertensi (36%), masalah kulit

(gangren, ulkus, gatal-gatal) (18%), neuropati (2%). Terdapat pula responden

yang tidak memiliki komplikasi yaitu sebesar 44 orang (44%). Penelitian ini

sejalan dengan Yusra (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar

penelitiannya merupakan responden yang memiliki komplikasi yaitu sebanyak

78 orang (65%) dengan macam-macam komplikasi seperti hipertensi, ulkus,

stroke dan masalah pada jantung. Penyandang DM mempunyai risiko untuk

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

49

terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak dua kali

lebih besar, lima kali lebih mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali

lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah

mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non DM

(Waspadji, 2009).

2. Self-care

Berdasarkan penelitian terhadap pasien DM tipe 2 yang melakukan rawat

jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

menunjukkan bahwa nilai rata-rata self-care yang didapat responden yaitu

sebesar 4,8 dari rentang skala 1 – 7. Sedangkan untuk nilai self-care terendah

yaitu 3,5 dan yang tertinggi 5,7. Berdasarkan skala instrumen SDSCA pada

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden melakukan

aktivitas self-care selama 5 hari dalam seminggu. Aktivitas self-care paling

sedikit dilakukan selama 4 hari dan yang paling sering yaitu selama 6 hari.

Aktivitas self-care yang sudah dilakukan dengan nilai rata-rata mendekati

sempurna yaitu aktivitas minum obat secara teratur selama 7 hari, pengaturan

pola makan (diet) selama 6 hari, dan latihan fisik (exercise) selama 4 hari.

Sedangkan untuk tindakan perawatan kaki rata-rata dilakukan selama 3 hari

dan rata-rata kontrol kadar glukosa darah hanya dilakukan selama 1 hari dalam

seminggu terakhir.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kusniawati (2011) yang

menyatakan bahwa rata-rata aktivitas self-care yang dilakukan respondennya

adalah 5 hari, dengan aktivitas self-care paling sedikit dilakukan selama 2 hari

dan yang paling sering yaitu selama 7 hari. Berbeda dengan penelitian tersebut,

Aini (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata aktivitas self-care yang

dilakukan respondennya adalah selama 4 hari, dengan aktivitas self-care paling

sedikit dilakukan selama 2 hari dan yang paling sering yaitu selama 5 hari.

Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata self-care

tertinggi pada responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini sejalan

dengan Sousa et al (2005) yang menyatakan bahwa klien dengan jenis kelamin

perempuan menunjukkan perilaku self-care diabetes lebih baik jika

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

50

dibandingkan dengan klien yang berjenis kelamin laki-laki. Perempuan

dianggap lebih peduli terhadap kesehatannya sehingga ia berupaya secara

optimal untuk melakukan perawatan mandiri terhadap penyakit yang

dialaminya. Selain itu, nilai rata-rata self-care tertinggi juga didapatkan pada

responden dengan usia 56-65 tahun. Hal ini sejalan dengan Sousa et al (2005)

yang menyatakan bahwa semakin meningkat usia maka akan terjadi

peningkatan dalam aktivitas self-care diabetes. Pengingkatan usia

menyebabkan terjadinya peningkatan kedewasaan atau kematangan seseorang

sehingga klien dapat berfikir secara rasional tentang manfaat yang akan dicapai

jika klien melakukan aktivitas self-care diabetes secara adekuat dalam

kehidupannya sehari-hari.

Nilai rata-rata self-care tertinggi pada penelitian ini didapatkan pada

responden yang menderita DM ≤10 tahun. Hal ini bertentangan dengan Bai et

al (2009) yang menyatakan bahwa klien dengan durasi DM lebih lama

memiliki skor self-care diabetes yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

klien yang memiliki durasi DM lebih pendek. Klien yang mengalami DM

selama ≥11 tahun dapat mempelajari perilaku self-care diabetes berdasarkan

pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut, sehingga

klien dapat lebih memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukan

untuk mempertahankan status kesehatannya.

Berdasarkan sosial ekonomi didapatkan nilai rata-rata self-care tertinggi

yaitu pada responden dengan pendapatan tinggi (≥UMK). Hal ini sejalan

dengan Nwanko et al (2010) yang menjelaskan bahwa status sosial ekonomi

berpengaruh terhadap self-care diabetes. Klien yang memiliki status sosial

ekonomi yang tinggi akan memperlihatkan perilaku self-care yang lebih baik.

Selain itu, Bai et al (2009) juga menyatakan hal yang sama bahwa status sosial

ekonomi yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan perilaku self-care

diabetes.

3. Kualitas Hidup

Berdasarkan penelitian terhadap pasien DM tipe 2 yang melakukan rawat

jalan ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

51

menunjukkan bahwa rata-rata nilai kualitas hidup responden yang didapat

adalah 3,3. Nilai kualitas hidup responden terendah yaitu 3,0 dan yang tertinggi

3,5. Berdasarkan penilaian kepuasan dapat disimpulkan bahwa rata-rata

responden merasa puas terhadap kualitas hidupnya. Hal ini dikaitkan dengan

tingginya status sosial ekonomi responden yang mayoritas merupakan pasien

DM dengan pendapatan tinggi atau diatas UMK. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Yusra (2011) yang menjelaskan bahwa rata-rata kualitas hidup

responden dalam penelitiannya menyatakan puas. Demikian pula dengan

Ningtyas (2013) yang menyampaikan bahwa rata-rata kualitas hidup

respondennya adalah puas.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai pertanyaan

kualitas hidup pada sub item kepuasan adalah 3,1 dan sub item dampak adalah

3,5. Kedua nilai sub item tersebut tidak memiliki nilai rata-rata yang jauh

berbeda. Pada sub item dampak diketahui mendapatkan jawaban dengan nilai

rata-rata yang tinggi, tetapi terdapat juga pertanyaan yang mendapatkan nilai

rata-rata terendah dibandingkan dengan pertanyaan lain secara keseluruhan.

Pertanyaan dengan nilai terendah yaitu pada pertanyaan nomor 23 dan 26 yang

masing-masing mendapat nilai 2. Pertanyaan tersebut membahas dampak

penyakit diabetes terhadap aktivitas ke kamar mandi dan rasa takut akan

meninggal dunia. Sedangkan pada pertanyaan lain, responden menjawab

dengan skor yang lebih baik dengan memberi nilai rata-rata 3 dan 4.

Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata kualitas

hidup yang tertinggi terdapat pada responden dengan usia antara 56 – 65 tahun.

Hal ini bertentangan dengan Yusra (2011) yang menjelaskan bahwa semakin

bertambahnya usia maka kualitas hidupnya akan semakin menurun. Lebih jauh

Yusra (2011) menyatakan bahwa seiring bertambahnya usia seseorang terjadi

perubahan baik fisik, psikologis maupun intelektual. Perubahan usia terutama

pada usia lanjut akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan

biokimiawi. Hal ini yang menyebabkan kerentanan terhadap suatu penyakit

serta menimbulkan kegagalan dalam mempertahankan homeostasis terhadap

suatu stres. Kegagalan dalam mempertahankan homeostasis ini yang akan

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

52

menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan meningkatkan kemudahan

munculnya gangguan pada diri individu tersebut.

Selain itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa nilai rata-rata

kualitas hidup yang lebih tinggi terdapat pada responden dengan jenis kelamin

perempuan. Hal ini bertentangan dengan Gautam et al (2009) dalam

penelitiannya yang menyampaikan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2, dimana mayoritas kualitas hidup

yang rendah terdapat pada jenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk nilai

rata-rata kualitas hidup yang tertinggi lainnya diketahui terdapat pada

responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sejalan dengan

penelitian Yusra (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan memengaruhi

kualitas hidup pasien diabetes melitus. Rata-rata tingkat pendidikan tinggi

memiliki nilai kualitas hidup yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Berdasarkan data penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata kualitas

hidup yang tertinggi terdapat pada responden dengan pendapatan tinggi

(≥UMK). Hal ini sejalan dengan Isa & Baiyewu (2006) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa pendapatan yang rendah berhubungan secara bermakna

dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus yang rendah. Satus sosial

ekonomi akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan manajemen

perawatan diri. Keterbatasan finansial akan membatasi penderita DM untuk

mencari informasi, mendapatkan perawatan dan pengobatan bagi dirinya

(Butler dalam Yusra, 2011).

Nilai rata-rata kualitas hidup tertinggi pada penelitian ini didapatkan pada

responden yang menderita DM tanpa komplikasi. Sedangkan nilai rata-rata

kualitas hidup yang rendah dikaitkan dengan responden yang mengalami

komplikasi. Hal ini sejalan dengan Isa dan Baiyewu (2006) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa kualitas hidup yang rendah berhubungan

dengan berbagai komplikasi dari DM tipe 2 seperti hipertensi, gangren,

katarak, obesitas, penurunan berat badan, dan perubahan fungsi seksual.

Menurut Yusra (2011) menyatakan bahwa komplikasi pada pasien DM tipe 2

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

53

dapat meningkatkan risiko untuk mengalami ketidakmampuan baik secara

fisik, psikologis, dan sosial. Gangguan dan perubahan fungsi tersebut akan

berdampak pada kualitas hidup pasien DM.

4. Hubungan Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji spearman’s rank

correlation terhadap variabel self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes

melitus tipe 2 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05).

Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara self-care dengan

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Penelitian tersebut sejalan

dengan penelitian Rantung (2015) yang menyatakan bahwa semakin

meningkatnya self-care maka akan meningkatkan kualitas hidup pada pasien

diabetes melitus.

Penyakit Diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik dapat

menyebabkan terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebro-

vaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, penyulit

pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang DM mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah

otak, lima kali lebih mudah menderita ulkus atau gangren, tujuh kali lebih

mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami

kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).

Penelitian yang dilakukan Isa dan Baiyewu (2006) menunjukkan bahwa

berbagai komplikasi dan lama menderita diabetes melitus berhubungan dengan

kualitas hidup yang rendah pada pasien DM tipe 2 seperti hipertensi, gangren,

katarak, obesitas, penurunan berat badan, dan perubahan fungsi seksual.

Self-care diabetes yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan

klien penderita diabetes (Bai et al., 2009). Peningkatan aktivitas self-care

diabetes akan berdampak terhadap peningkatan status kesehatan pasien

diabetes karena self-care diabetes merupakan upaya dasar untuk mengontrol

dan mencegah terjadinya komplikasi yang timbul oleh kondisi diabetes (Xu et

al., 2008). Aktivitas self-care yang baik akan mencapai pemantauan kadar

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

54

glukosa yang akurat sehingga risiko terjadi komplikasi dapat diminimalisir,

keadaaan ini yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus

(Rantung, 2015).

5. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan yang mempengaruhi

hasil penelitian, keterbatasan tersebut diantaranya adalah :

1. Terdapat faktor-faktor pengganggu yang tidak dapat peneliti kendalikan dalam

penelitian ini seperti dukungan sosial, aspek emosional, motivasi, dan

komunikasi petugas kesehatan.

2. Keterbatasan lokasi penelitian yang dianggap kurang kondusif dan tidak

adanya asisten peneliti yang dapat membantu untuk mengawasi proses

pengambilan data penelitian.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

55

BAB V PENUTUP

H. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit

Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Menunjukkan bahwa

sebagian besar berjenis kelamin perempuan (56%), berusia 56-65 tahun (58%),

riwayat pendidikan SLTA/sederajat (48%), pekerjaan pedagang/wiraswasta

(27%), penghasilan ≥UMK (64%), lama menderita DM ≤10 tahun (78%), dan

dan terdapat komplikasi Hipertensi (36%).

2. Diketahui nilai self-care pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit

Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah 4,8 (5 hari).

3. Diketahui nilai kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik

Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah 3,3 (puas).

4. Terdapat hubungan antara self-care dengan kualitas hidup pasien diabetes

melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati

Bantul Yogyakarta dengan signifikansi sebesar 0.000 (r=0,731; p<0,05).

I. Saran

3. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul agar dapat meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan terutama pelayanan tentang edukasi self-care kepada

pasien yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD

Panembahan Senopati Bantul. Selain itu perlu dikembangkannya program-

program terkait aktivitas self-care seperti pemeriksaan kaki DM oleh perawat

dalam hal asuhan keperawatan terkait klien diabetes dalam mengelola self-

care diabetesnya.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

56

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya mengenai self-care dan kualitas hidup. Selain itu,

peneliti dapat memberikan suatu intervensi yang dapat meningkatkan self-

care atau mempertahankan nilai kualitas hidup bagi pasien DM tipe 2.

Peneliti juga dapat melakukan penelitian di tempat yang lebih kondusif dan

dibantu dengan asistan peneliti.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Daftar Pustaka

Aditama, W. (2011). Hubungan Self-Care, Self-Efficacy dan Social Support dengan Pengendalian Kadar Gula Darah (HbA1c) Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Banyudono 1 dan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Thesis. Universitas Gadjah Mada.

Aini, F.U. (2011). Associate Between Family Support with Self-care Behavior of

Patients with Diabetes Mellitus Type 2. Nursing Journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, 2, 6-11.

Alligood, M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing Theory: Utilization &

Application (3 ed.). Missouri: Mosby. American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, 37, S81-S90. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta. Bai, Y.L., Chiou, C.P., & Chang, Y.Y. (2009). Self-Care Behaviour and Related

Factor in Older People with Type 2 Diabetes. Journal of Clinical Nursing, 18(23), 3308-3315.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul

Tahun 2014. Bantul: Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Gautam, Y., Sharma, A.K., Agarwal, A.K., Bhatnagar, M.K., & Trehan, R.R.

(2009). A Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patient at Tertiary Care Hospital in Delhi. Indian Journal of Community Medicine, 34(4), 346-350.

Goz, F., Karaoz, S., Goz, M., Ekiz, S., & Cetin, I. (2007). Effect of the Diabetic

Patient’s Perceived Social Support on Their Quality of Life. Journal of Clinical Nursing, 16(7), 1353-1360.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11 ed.).

Jakarta; EGC. Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika. Ignatavicus, D.D., & Workman, L.M. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical

Thinking for Collaborative Care (5 ed., vol. 2). Philadelphia: Elsevier Saunders.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

International Diabetes Federation. (2013). IDF Diabetes Atlas. Diambil pada 30 November 2015, dari http://www.diabetesatlas.org/resources/2015-atlas.html

Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi Diabetes. In Soegondo, S.S., Soewondo, P., &

Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 69-110). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Isa B.A., & Baiyewu, O. (2006). Quality of Life Patient With Diabetes Mellitus in

a Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry, 16, 27-33. Junianty, S. (2012). Hubungan Tingkat Self-care dengan Kejadian Komplikasi

pada Pasien DM Tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang. 1-13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:

EGC. Kriska, A. (2007). Physical Activity and Prevention of Type 2 (Non Insulin

Dependent) Diabetes. PCPFS Reseach DIGEST, 2(10), 1-12. Kusniawati. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Self-

care Diabetes pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Tanggerang. Thesis. Universitas Indonesia.

Mitchell, R.N., Kumar, V., Abbas, A.K., & Fausto, N. (2009). Buku Saku Dasar

Patologis Penyakit (7 ed.). Jakarta: EGC. Ningtyas, D.W. (2013). Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II

di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa,1-7.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (1 Ed.). Jakarta:

Rineka Cipta. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis

(3 Ed.). Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, & Effendi, F. (2008). Pendidikan Dalam keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Nwanko, C.H., Nandy, B., & Nwanko, B.O. (2010). Factors Influencing Diabetes Management Outcome Among Patients Attending Government Health Facilities in South East, Nigeria. International Journal of Tropical Medicine, 5(2), 28-36.

Pandelaki, K. (2009). Retinopati Diabetik. In Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,

I., Simandibrata, M., & Setiati, S., Buku Ajar Penyakit Dalam (pp. 1930-1936). Jakarta: InternaPublishing.

Piette, J.D., Schillinger, D., Potter, M.B., & Heisler, M. (2003). Dimensions of

Patient-Provider Communication and Diabetes Self-care in an Ethnically Diverse Population. Journal of General Internal Medicine, 18, 624-633.

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit (6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rantung, J. (2015). Hubungan Self-care dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes

Melitus (DM) di Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Cabang Cimahi. Jurnal Skolastik Keperawatan, 1, 38-51.

Rizkifani. (2014). Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus di RS

PKU Muhammadiyah Bantul. Farmasains. 2. 1-4. Rubin, R.R. (2000). Diabetes and Quality of Life. Diabetes Spectrum, 13, 21. Shigaki, C., Kruse, R.L., Mehr, D., Sheldon, K.M., Bin, G., & Moore, C. (2010).

Motivation and Diabetes Self-Management. Journal of Psychology, 6(3), 110-115.

Sirgurdardottir, A.K. (2005). Self-Care In Diabetes : Model Of Factors Affecting

Self-Care. Journal of Clinical Nursing, 14(3), 301-314. Soegondo, S.S, Soewondo, P., & Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes

Melitus Terpadu (2 ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sousa, V.D., Zauszniewski, J.A., Musil, C.M., Lea, P.J.P., & Davis, S.A. (2005).

Relationship Among Self-Care Agency, Slef-Efficacy, Self-Care, and Glycemic Control. Research and Theory for Nursing Practice: An International Journal. 9 (3), 61-67.

Suardana, I.K., Rasdini, A., Kusmarjathi, N.K. (2015). Hubungan Dukungan

Sosial Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas IV Denpasar Selatan. Jurnal Skala Husada, 12, 96-102.

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Subekti, I. (2009) Neuropati Diabetik. In Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., & Setiati, S., Buku Ajar Penyakit Dalam (pp. 1947-1951). Jakarta: InternaPublishing.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., & Setiati, S. (2009).

Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: InternaPublishing. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suyono, S. (2009). Patofisiologi Diabetes Melitus. In Soegondo, S.S., Soewondo,

P., & Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 11-18). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Toobert, D.J., Hampson, S.E., & Glasgow, R.E. (2000). The Summary of

Diabetes Self-Care Activities Measure. Diabetes Care, 23, 943-950. Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya

yang Rasional. In Soegondo, S.S., Soewondo, P., & Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (pp. 31-46). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Weiler, D.M., & Janice, D.C. (2007). Diabetes Self-management in the Migrant

Latino Population. Hispanic Health Care International, 5, 27-32. Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J., Shortridge-Baggett, L.M.,

& Chang, P.J. (2007). Self-efficacy, Outcome expectation and Self care behavior in people with type 2 diabetes in taiwan. Journal of Clinical Nursing, 16(11), 250-257.

Xu, Y., Toobert, D., Savage, C., Pan, W., & Whitmer, K. (2008). Factor

Influencing Diabetes Self-Management in Chinese People With Type 2 Diabetes. Research in Nursing & Health, 31(6), 613-625.

Yusra, A. (2010). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Thesis. Universitas Indonesia.