Post on 14-Apr-2016
description
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama kepala keluarga: -
Alamat lengkap : Lowok waru
Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah
NO Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien klinik
Ket
1 Tn.S L 42th STM Swasta ya Closed Fractur Cruris Sinistra 1/ 3 Distal
2 Tn.K L 55th S-1 Pensiun Politeknik
Tidak -
3 Ny.M P 50th S-1 Ibu rumah tangga
Tidak -
Kesimpulan:
Tn. S tinggal bersama dengan mertuanya yang beralamat di Kecamatan Lowok Waru.
Diagnosa klinis penderita adalah Closed Fractur Cruris Sinistra 1/3 Distal. Penderita
adalah seorang pekerja wiraswasta.
1
BAB ISTATUS PENDERITA
IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : STM
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat : Lowok waru
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 23 Oktober 2010
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : kaki kiri nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tn.S datang ke IGD digendong oleh temannya pukul 15.05. Pasien
mengeluh kaki kirinya nyeri dan bertambah nyeri bila digerakkan, tidak bisa
untuk berjalan, dan terasa kesemutan. Tungkai kiri tampak bengkak, terdapat
perdarahan bawah kulit (hematom), saat diraba terasa panas dan jari-jari kaki kiri
bisa digerakkan tapi sedikit. Tidak ada luka pada bagian kaki yang bengkak,
ataupun disekitar bagian yang bengkak serta tidak ada darah. Pasien mengaku
bahwa sebelumnya jatuh dari pohon dengan ketinggian ± 2,5 m dan pada saat
jatuh kakinya tertekuk.
Dokter mendiagnosa sementara sebagai fraktur tertutup 1/3 distal cruris
sinistra+ankle joint sinistra, kemudian dilakukan pemeriksaan radiologi untuk
2
melihat bagian yang cidera dan konsultasi ke dokter spesialis ortopedi. Hasil
pemeriksaan radiologi menunjukkan bahwa terdapat close fraktur 1/3 distal
tulang tibia (komplit, tranversal, displaced) dan fibula (non komplit, tranversal
angulasi) sinistra. Kemudian segera dipasang bidai dan segera direncanakan
untuk operasi dengan metode ORIF pada pukul 21.30.
Sebelum dilakukan operasi, pemeriksaan darah lengkap, dan pemberian
obat-obatan pre operasi. Setelah operasi dilakukan, pasien dibawa ke ruang rawat
inap.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat MRS (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat asma (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
5. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3x sehari , dengan lauk ayam tahu tempe. Biasanya makan
dengan sayur bening dan sayur bersantan. Pasien juga suka daging. Pasien suka
minum air putih dan kadang-kadang makan buah.
6. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (+)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat minum kopi (+)
Riwayat olahraga (+/kadang-kadang) (futsal, badminton)
3
7. Riwayat Sosial Ekonomi :
Tn.S tinggal bersama mertua sedangkan istrinya sudah lama meninggalkan Tn.S
karena bekerja di luar negeri. Tn.S memiliki satu anak laki-laki yang tinggal
bersama ayah dan ibu Tn.S. Kadang-kadang Tn.S bertempat tinggal di rumah
orang tuanya. Biaya hidup dan rumah sakit ditanggung oleh pasien sendiri. Tn.S
bekerja di toko bangunan dan penghasilan cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Tn.S sebagai anggota masyarakat biasa tidak memilki jabatan khusus.
ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rombut rontok (-), luka (-),
benjolan (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-),penglihatan kabur
(-), ketajaman penglihatan berkurang (-), penglihatan
ganda(-).
4. Hidung : Cairan(-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-),
nyeri(-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)
7. Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)
9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), ampeg (-).
10. Gastrointestinal : mual (-),muntah(-),diare (-),nafsu makan menurun (-)
nyeri perut (-), BAB lancar
11. Genitourinaria : BAK warna kuning jernih jumlah dalam batas normal.
12. Neurologik : lumpuh (-),kaki kesemutan(+),kejang (-)
13. Psikiatrik : emosi stabil (+), mudah marah (-)
14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan (-),
nyeri kaki (+),nyeri otot (+)
4
15. Ekstremitas atas : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), kebiruan
(-), luka (-),
16. Ekstremitas bawah : bengkak (+), sakit (+), telapak kaki pucat (-), kebiruan (-),
luka (-),
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Pasien tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS
4-5-6), gizi kesan baik/normal
2. Tanda vital : BB : 58 kg
TB : 160 cm
BMI : BB/TB2=> 58/1,62m=>58/2,56=>22,65 kg/m2
Tensi : 130/100 mmHg
Suhu : 36oC
N : 80 x/mnt, regular, isi cukup, simetris
RR : 20x/mnt
3. Kulit : sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat
(-), spider nevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi (-)
4. Kepala : Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-),
keriput (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), papul
(-), nodul (-), Makula (-)
5. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),warna kelopak
putih, radang (-/-), eksoftalmus (-/-), strabismus (-/-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),
deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)
7. Mulut : mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-),
gusi berdarah (-) lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-),
papil lidah atrofi(-)
8. Telinga : otorrhea (-), pendengaran berkurang (-), nyeri tekan
mastoid (-), cuping teling dbn, serumen (-)
9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-),
5
10. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)
11. Thorax : bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal,
retraksi suprasternal (-),retraksi sela iga (-), sela iga
melebar (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-),
nyeri (-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V medial lineo medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,
Suara tambahan jantung (-), bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-),
stridor (-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,irama regular, otot bantu
nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas normal.
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
12. Abdomen
Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)
6
Palpasi : supel, nyeri epigastrium (-), turgor baik, massa (-), asites (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
13. System Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas : palmar eritem (-)
Akral dingin
Oedem
Status lokalis : region cruris sinistra
L : hematoma (+), luka (-),
F : nyeri tekan (+), teraba panas (+)
M : ROM sendi lutut dan pergelangan kaki aktif dan pasif terbatas karena nyeri
15. Sistem genitalia : (tidak diperiksa)
16. Pemeriksaan neurologic:
kesadaran : composmentis
fungsi luhur : dalam batas normal
fungsi vegetatif : dalam batas normal
fungsi sensorik
7
- -
- -
- -
- +
N N
N N
fungsi motorik
Kekuatan tonus Ref.Fisiologis Ref.Patologis
17. Pemeriksaan psikiatri
Penampilan : perawatan diri baik
Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
Afek : appopriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah lengkap ( Sabtu, 23 Oktober 2010 preoperasi)
Hb : 16,1 g/dL
Leukosit : 13.100 µL
LED : - mm/jam
Trombosit : 283.000 µL
Ht : 49,8 %
Eritrosit : 5,53 juta/mm3
Hitung jenis leukosit : Eosinofil : 1
Basofil : 2
Neutrofil Stab : -
Neutrofil Segmen : 76
Lymphosit : 13
Monosit : 88
- -
- -
N N
N N
N N
N N
5 5
5 3
Massa perdarahan : 1’30’’
Massa pembekuan : 3”
GDS : 108
RESUME
Dari hasil anamnesa diketahui bahwa pasien mengeluh kaki kirinya nyeri, dan
bertambah nyeri bila digerakkan, tidak bisa dipakai untuk berjalan dan terasa
kesemutan. Pasien mengatakan telah jatuh dari pohon dengan ketinggian ± 2,5 m
dengan posisi kaki tertekuk pada saat jatuh.
Pada saat pasien datang ke IGD pasien tampak kesakitan dan digendong
temannya. Pemeriksaan fisik/ status lokalis didapat bahwa tungkai kiri pasien
bengkak, terdapat perdarahan bawah kulit (hematoma), nyeri tekan, tidak terdapat
luka dan darah pada area yang sakit. Jari-jari kaki pasien masih dapat digerakkan
tetapi sedikit karena terasa nyeri. Saat dipegang, kaki kiri khusunya pada area yang
bengkak terasa panas.
Hasil pemeriksaan DL didapatkan peningkatan leukosit yakni 13.100/mm3.
Hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya fraktur 1/3 distal tibia (komplit,
tranversal, displaced) dan fibula (non komplit, tranversal angulasi) sinistra.
DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis dari segi biologis :
Close fracture cruris sinistra 1/3 distal
2. Diagnosis dari segi psikologis
Hubungan Tn.S. S dengan keluarga nampak saling mendukung, saling
memperhatikan dan saling pengertian meskipun jarang berkomunikasi.
3. Diagnosis dari segi sosial, ekonomi, dan budaya
Pasien hanya sebagai anggota masyarakat biasa di lingkungannya
Kondisi lingkungan cukup sehat
9
PENATALAKSANAAN
a. IGD (Sabtu, 23 Oktober 2010 Pukul 15.05)
Infus RL 20 tts/mnt
Inj. Ketopain (ketolorac tromethamin) 1 ampul
Indikasi : Pengobatan jangka pendek untuk nyeri berat akut pasca op
Dosis : Dws < 65 thn 30 mg dosis tunggal atau 30 mg tiap 6 jam, maks 120
mg/hr. Dws > 65 thn dgn gangguan ginjal atau BB <50 kg 15 mg
dosis tunggal atau 15 mg tiap 6 jam maks 60 mg/hr
Sediaan : Amp. 30 mg/mL x 1 mL
b. Pre operasi
Cairan RL 60cc/jam
Inj. Primperan (Metoklopramid) 1 amp
Indikasi : Mempercepat pengosongan lambung
Dosis : Tab. Dws 10 mg 3x/hr. Sirup Dws 1-2 sdt 3x/hr, anak 5-15 thn 0,5
mg/kgBB/hr dibagi dlm beberapa dosis . Tetes Anak < 5 thn 0,1
mg/kgBB/hr atau 0,5 mg/kgBB/hr dlm beberapa dosis. Amp Dws 1 amp
3x/hr.
Sediaan : Tab 5 mg, tab 10 mg. Amp. 10 mg/2mL, Syr. 5 mg/5mL. Tetes
ped 1mg/10 tetes.
Inj. Narfoz (ondansentron) 8 mg
Indikasi : mual muntah pasca operasi
Dosis : profilaksis mual muntah pasca op 8 mg 1 jam sblm anastesi
selanjutnya 8 mg tiap 8 jam s/d 16 jam
Sediaan : Tab. 4 mg, 8 mg. Amp. 4 mg/2mL
Inj. Ceftriaxzone 2 g
Indikasi : profilaksis selama operasi dan post operasi
Dosis : Profilaksis pra op 1-2 g dosis tunggal 30-90 mnt sblm op.
Sediaan : Vial 1 g
Inj. Ketopain (ketolorac tromethamin) 1 amp
10
c. Operasi PRIF (Open Redution Internal Fixation) yakni reduksi tertutup
dengan fiksasi interna dengan pemasangan plate and screw
d. Post Operasi
Pemasangan elastic bandage pada area pertengahan cruris sampai ke
metatarsal.
Inj. Primperan (Metoklopramid) 1 ampul
Inj. Narfoz (ondansentron) 8 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Ketopain (ketolorac tromethamin) 3x1 ampul
Inj. Ranitidin 2x1ampul
Indikasi : mencegah tukak pasca op dan aspirasi asam lambung
Dosis : 50 mg
Sediaan : tab. 250 mg. Amp 25 mg/mL x 2 mL
Follow up
Tanggal 23 Oktober 2010 (pre-operasi)
S : Nyeri pada kaki kiri
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital: T: 120/80 mmHg RR: 20 x/menit
N: 88 x/menit S: 36oC
Status lokalis regio cruris sinistra:
L : Luka (-), oedem (+), hematoma (+/5x15 cm)
F : NVD (+), nyeri tekan (+),
M : ROM aktif pasif terbatas
A : Close fracture cruris 1/3 distal sinistra
P : Cairan RL 60cc/jam, Primperan 1 amp, Narfoz 8 mg, Ceftriaxzone 2 gr,
Ketopain 1 amp, Pemeriksaan darah lengkap, Foto Rontgen regio cruris
sinistra, Pemasangan bidai
Tanggal 24 Oktober 2010 (Hari 1 post-operasi)
S : Nyeri pada kaki kiri post operasi
11
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital: T: 130/90 mmHg RR: 20 x/menit
N: 88x/menit S: 36oC
Status lokalis regio cruris sinistra:
I : Luka (-), oedem (+), hematoma (+/5x15 cm)
P : NVD (+)
M : ROM aktif pasif terbatas
A : Close fracture cruris 1/3 distal sinistra post operasi
P : Primperan 1 ampul, Narfoz 8 mg, Ceftriaxone 2x1, Ketopain 3x1 amp,
Ranitidin 2x1 amp, pemasangan elastic bandage dari pertengahan kruris
samapi metatarsal
Tanggal 25 Oktober 2010 (Hari ke-2 post-operasi)
S : Nyeri pada kaki berkurang
O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital: T: 130/80 mmHg RR: 20 x/menit
N: 80 x/menit S: 37oC
Status lokalis regio cruris sinistra:
I : Luka (-), oedem (+), hematoma (+/5x15 cm)
P : NVD (+),
M : ROM aktif pasif terbatas
A : Close fracture cruris 1/3 distal sinistra post operasi
P : Terapi tetap tanpa narfoz, pemasangan elastic bandage dari pertengahan
kruris samapi pertengahan metatarsal
Tanggal 26 Oktober 2010 (Hari ke-3 post-operasi)
S : nyeri pada kaki berkurang
O : KU baik, composmentis, gizi kesan cukup
Tanda vital: T: 130/90 mmHg RR: 20 x/menit
N: 88 x/menit S: 36oC
Status lokalis regio cruris sinistra:
I : Luka (-), oedem (+), hematoma (+/5x15 cm)
12
P : NVD (+),
M : ROM aktif pasif terbatas
A : Close fracture cruris 1/3 distal sinistra post operasi
P : Terapi tetap tanpa narfoz, pemasangan elastic bandage dari pertengahan
kruris sampai metatarsal.
Pasien pulang pukul 16.30 WIB
Flow Sheet
Nama : Tn. S
Diagnosis : Close fracture cruris 1/3 distal sinistra
NO Tanggal Vital Sign BB/TB BMI (kg/m2)
Status Lokalis Keluhan Rencana
1 23/10/2010(IGD)
15.05 T:130/80N:80S: 37,5Rr: 20
58/160 22,65 regio cruris sinistra: I : Luka (-),oedem (+), hematoma (+/5x15 cm) P : NVD (+), ROM aktif pasif terbatas
Nyeri kaki kiri bila digerakkan
Infus RL 20 tts/mnt
Injeksi Ketopain 30 g 3x1
Preoperasi :Cairan RL 60cc/jam
Primperan Pukul
18.00
Narfoz Pukul 20.00
Ceftriaxzone 2 g
Pukul 20.30
Ketopain Pukul
18.00
Pemasangan bidai
18.00 T:120/110N: 90S: 36Rr:
2 24/10/2010 06.00 T:130/90N: 88S: 36Rr:
sinistra: I : Luka (-),oedem (+), hematoma (+/5x15 cm) P : NVD (+), ROM aktif pasif terbatas
Nyeri pada kaki setelah operasi
Primperan 1 ampul
Narfoz 8 mg
Ceftriaxone 2x1
Ketopain 30 g 3x1
Ranitidin 2x1
pemasangan elastic bandage dari pertengahan kruris sampai metatarsal
12.00 T: 120/90N: 88S: 37Rr:
18.00 T:110/60N: 84S: 37Rr:
13
3 25/10/2010
06.00 T: 130/80N: 80S: 37Rr:
sinistra: I : Luka (-),oedem (+), hematoma (+/5x15 cm) P : NVD (+), ROM aktif pasif terbatas
Nyeri kaki setelah operasi berkurang
.Terapi tetappemasangan elastic bandage dari pertengahan kruris sampai metatarsal
12.00 T: 100/80N: 80S: 36Rr:
18.00 T: 120/90N: 80S: 37,5Rr:
4 26/10/2010
06.00 T: 130/90N: 88S: 36Rr:-
sinistra: I : Luka (-),oedem (+), hematoma (+/5x15 cm) P : NVD (+), ROM aktif pasif terbatas
Nyeri kaki berkurang
Terapi tetappemasangan elastic bandage dari pertengahan kruris sampai metatarsal
12.00 T: 120/70N:84 S: 37Rr:-
Pasien pulang pukul 16.30
14
BAB IIFRAKTUR
DEFINISIPengertian fraktur menurut Dorland (1994) adalah suatu
diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan karena trauma atau keadaan patologis, sedangkan menurut Apley (1995) adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.ETIOLOGI
Fraktur pada cruris dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu fraktur akibat trauma, yang paling lazim adalah karena kecelakaan sepeda motor. Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan dan tiba-tiba, dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun penarikan antara tendon dan ligament sehingga bisa berakibat tulang terpisah. Fraktur kelelahan atau tekanan, fraktur dimana disebabkan oleh tekanan berulang-ulang. Fraktur patologi, fraktur ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti penyakit tulang yang umum dijumpai, tumor ganas primer dan tumor metastase (Appley & Solomon, 1995).KLASIFIKASI A.Klasifikasi Etiologis
Fraktur traumatic →Akibat trauma tiba-tiba
Fraktur patologis→ Terjadi karena kelemahan tulang akibat adanya kelainan
patologi pada tulang
Fraktur stress→ Akibat trauma yang terus menerus pada suatu daerah tertentu
B.Klasifikasi Klinis Fraktur tertutup →Tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
Fraktur terbuka→ Berhubungan dengan dunia luar melalui luka
Fraktur dengan komplikasi→ Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi,
mal-union, delayed union, non-union 15
C.Klasifikasi Radiologis Berdasarkan lokalisasi : Diafiseal, Metafiseal, Intra-artikuler, Fraktur dengan
Berdasarkan konfigurasi
Gambar 1.
Berdasarkan ekstensi
a. Fraktur total → patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak total (crack) → patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
Berdasarkan hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Gambar 2. PATOFISIOLOGI
16
Akibat terpotongnya pembuluh darah maka cairan dalam sel akan keluar ke jaringan
dan menyebabkan pembengkakan. Dengan adanya ini akan menekan ujung syaraf
sensoris yang akan menyebabkan nyeri. Akibatnya gerakan pada area tersebut akan
terbatas oleh karena nyeri itu sendiri (Appley & Solomon, 1995). Pada kasus fraktur
untuk mengembalikan secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan immobilisasi
(Apley, 1995). Immobilisasi yang sering digunakan yaitu plate and screw. Untuk
memasang plate and screw tersebut perlu dilakukan operasi sehingga dilakukan
17amell yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak di bawah kulit maupun
pembuluh darah yang akan diikuti dengan keluarnya cairan dari pembuluh darah dan
terjadi proses radang sehingga menimbulkan oedema. Proses radang ditandai dengan
adanya leukosit yang meningkat dan saat keluarnya cairan dari pembuluh darah
ditandai dengan adanya hemoglobin yang menurun sehingga mempengaruhi kondisi
umum pasien. Adanya oedema akan dapat menekan nociceptor sehingga merangsang
timbulnya nyeri. Nyeri juga timbul karena adanya luka sayatan pada saat operasi yang
dapat menyebabkan ujung-ujung saraf sensoris teriritasi sehingga penderita enggan
untuk menggerakkan daerah yang sakit. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus
akan menimbulkan spasme otot dan terjadi penurunan lingkup gerak sendi (LGS)
yang lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan otot diikuti
dengan penurunan aktivitas fungsional (Low, 2000).
MANIFESTASI KLINISa. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen
tulang diimobilisasi, hematoma, dan edemab. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patahc. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat frakturd. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnyae. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulitPROSES PENYEMBUHAN
Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan. Proses
penyambungan tulang menurut Apley (1995) dibagi dalam 5 fase, yaitu: (1) fase
17
haematoma, (2) fase proliferasi, (3) fase pembentukan kalus, (4) fase konsolidasi, (5)
fase remodeling.
1) Fase haematoma
Pada fase haematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk
haematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Pada permukaan fraktur, yang tidak
mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter. 1818.
2) Fase proliferasi
Pada fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah
fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi di bawah periosteum dan di
dalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang
menghubungkan tempat fraktur. Haematoma yang membeku perlahan-lahan di
absorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah fraktur.
3) Fase pembentukan kalus
Pada fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. 18amellar yang
berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik, jika
diberikan tindakan yang tepat sel itu akan membentuk tulang, cartilago dan
osteoklas. Masa tulang akan menjadi lebih tebal dengan adanya tulang dan
cartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan
periosteal dan endosteal. Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan.
4) Fase konsolidasi
Pada fase konsolidasi terjadi 3 minggu hingga 6 bulan. Tulang fibrosa atau
anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoklastik masih
berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini
osteoklas tidak memungkinkan osteoklas untuk menerobos melalui reruntuhan
garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan
tulang baru akan diisi oleh osteoblast. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup
untuk menumpu berat badan normal.
18
5) Fase remodeling
Pada fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah
dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi
dan pembetukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal,
dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan
akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam
beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur, antara lain: usia pasien, banyaknya displacement fraktur,
jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada fraktur, dan kondisi medis yang
menyertainya (Garrison, 1996).
Gambar 3. Proses Penyembuhan Tulang
PENATALAKSANAAN
A. Prinsip Pengobatan Fraktur
1. Recognition
diagnosis dan penilaian, lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan
sesudah pengobatan
2. Reduction
– alignment yang sempurna
19
– aposisi yang sempurna
3. Retention (imobilisasi fraktur)
4. Rehabilitation (mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin).
B. Terapi Fraktur Tertutup
1. Konservatif
Proteksi saja (tanpa reduksi dan imobilisasi)
Indikasi : fraktur tidak bergeser, fraktur iga stabil, metacarpal,
falang atau fraktur klavikula pada anak.
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Indikasi : Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama,
imobilisasi sebagai pengobatan definitif, imobilisasi untuk
mencegah fraktur patologis, alat bantu fiksasi interna, diperlukan
manipulasi pada fraktur bergeser dan diharakan dapat direduksi
tertutup dan dapat dipertahankan.
Traksi dilanjutkan dengan imobilisasi
2. Operatif
Reposisi tertutup-fiksasi eksterna
Indikasi : Fraktur terbuka grade II dan grade III, Fraktur terbuka
disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat, Fraktur dengan
infeksi atau infeksi pseudoartritis
Reposisi terbuka dan fiksasi interna (ORIF)
Open Reduction Internal Fixatie (ORIF) adalah suatu jenis operasi
dengan pemasangan internal fixasi yang dilakukan ketika fraktur
tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction,
atau ketika plaster gagal untuk mempertahankan posisi yang tepat pada
fragmen fraktur (John C. Adams, 1992). Biasanya digunakan pada
fraktur tulang panjang dengan tipe simple tranverse dan simple oblique
20
fraktur. Indikasi : Fraktur multiple, fraktur terbuka, fraktur
intraartikuler, reduksi tertutup mengalami kegagalan
Excisi fragmen dan pemasangan endhoprothesis
Indikasi : fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya
terjadi nekrosis avaskuler dan fragmen atau non-union.
C. Terapi Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi, golden period 6
hours. Adapun penanggulangan fraktur terbuka adalah :
• Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan
• Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat di kamar operasi dan setelah
operasi
• Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
• Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
• Stabilisasi fraktur
• Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
• Lakukan bone graft autogenous secepatnya
• Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
KOMPLIKASI
Komplikasi umum post operasi
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka
yang tidak steril (Adams, 1992).
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen (Adams, 1992).
3) Non union21
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan
pada tempat fraktur (Garrison, 1996).
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah (Apley, 1995).
5) Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan (Adams, 1992).
Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan operasi yaitu kerusakan jaringan
dan pembuluh darah pada daerah yang dioperasi karena incisi. Pada luka
operasi yang tidak steril akan terjadi infeksi yang dapat menyebabkan proses
penyambungan tulang dan penyembuhan tulang terlambat
PROGNOSA
Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali
fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang
sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang
radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur dan
cruris dapat menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut dilewati saraf besar
yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang. Prognosis fraktur tergantung dari
jenis fraktur, usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan tidaknya penanganan.
FRAKTUR KRURIS 1/3 DISTAL
Fraktur cruris 1/3 distal adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula
yang terletak pada 1/3 bagian bawah dari tulang. Fraktur kruris ½ dan 1/3 distal
merupakan jenis fraktur tulang panjang yang sering ditemui yakni sekitar 30%.
Etiologi
1. Trauma langsung terutama pada kecelakaan lalu lintas
2. Trauma tidak langsung
Diagnosa
22
Terdapat gejala spesifik dan tidak spesifik dari fraktrur secara umum yakni
1. Nyeri yang sangat
2. Hilangnya fungsi
3. Bengkak
4. Krepitasi
5. Pergerakan abnormal
6. Deformitas
Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologis
Gambar 4. Fraktur kruris
Penatalaksanaan
1. Reduksi yang diikuti dengan gips imobilisasi
Reduksi dilakukan dengan traksi dibawah narkose/lumbal anastesi. Cara ini mudah
dan sedferhana bila dilakukan sesegera mungfkin. Apabila terlambat dilakukan
reposisi akan terjadi kesulitan teknis. Setelah tercapai reposisibdilakukann
imibilisasi dengan gips.
Gambar 5. Imobilisasi dengan gips
23
2. Reduksi dan imobilisasi dengan traksi
Reduksi dengan traksi ini dilakukan terus-menerus dengan cara kaki ditarik dari
kalkaneus. Posisi ini dimonitor dengan Rontgen berulang-ulang. Traksi segera
diganti dengan gips setelah proses penyembuhan dalam fase konsolidasi.
Imobilisasi ini memerlukan waktu beberapa minggu
Gambar 6. Reduksi dan imobilisasi dengan traksi
3. Pembedahan
Metode ini dilakukan apabila koreksi/reduksi sulit dilakukan dari eksternal atau
reposisi sulit dipertahankan selama imobolisasi. Selain itu dilakukan bila terjadi
kerusakan jaringan karena dalam kasus ini sangat penting/urgent dilakukan
tindakan bedah.
Gambar 7. Reduksi dan imobilisasi dengan tindakan pembedahan
Prognosa
Fraktur diafisa dari kruris atau tungkai bawah merupakan kejadian yang serius dan
perlu penanganan segera. Apabila penanganan tidak sempurna akan menimbulkan
gejala sisa yakni kaki menjadi pendek, eksorotasi yang menetap dan posisi tulang
yang tidak lurus (membentuk sudut).
24
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA
Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Tn.S tinggal bersama dengan mertua di Kecamatan Lowok Waru. Tn.S
sebagai pasien close fracture cruris 1/3 distal sebelumnya belum pernah
menderita sakit yang sama dan belum pernah masuk rumah sakit.
2. Fungsi Psikologis
Tn.S tinggal bersama dengan mertua karena sebagai anak bertanggung jawab
terhadap orang tua lagipula istrinya sudah lama meninggalkan Tn.S dan orang
tuanya untuk bekerja di luar negeri. Hubungan pasien dengan mertua kurang
harmonis karena kurang komunikasi. Tn.S jarang di rumah karena dia harus
bekerja, dan kadang-kadang Tn.S berpindah tempat tinggal yakni dengan
orang tuanya karena anak laki-lakinya tinggal bersama orang tuanya.
Hubungan Tn.S dengan anak laki-lakinya cukup baik meskipun kadang tidak
tinggal 1 rumah.
3. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, Tn.W hanya sebagai anggota masyarakat biasa,
tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Dalam
kehidupan sosial Tn.S cukup berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
25
Biaya rumah sakit dan kehidupan sehari-hari dibiayai oleh pasien sendiri.
Pasien juga harus membiayai sekolah dan kehidupan anaknya. Tn.S
mengatakan penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesimpulan :
Fungsi biologis, social dan ekonomi keluarga Tn.S umur 42 tahun dengan
close fracture cruris 1/3 distal adalah cukup baik namun fungsi psikologi
kurang baik
Fungsi Fisiologis dengan Alat APGAR Score
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain. APGAR score meliputi :
1. Adaptasi
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga
yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang
lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota
keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5 kurang, 6-7 cukup
dan 8-10 adalah baik.
26
APGAR score Tn. S=7
APGAR Tn.S Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/
Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Untuk Tn. S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn.S memecahkannya bersama keluarga .
Score : 2
Partnership : Komunikasi antara penderita dengan keluarga terutama mertua kurang baik karena jarang bertemu.
Score : 1
Growth : Keluarga mengetahui kegiatan sehari-hari pasien
Score : 2
Affection : Keluarga kadang-kadang menunjukkan kasih sayang terhadap Tn.S
secara langsung.
Score : 1
Resolve : Tn.S jarang berkumpul dengan keluarga biasanya hanya makan
malam saja.
Score : 1
APGAR score Tn. K= 8
27
APGAR Tn.K Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang
/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah.
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya.
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Untuk Tn. K APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn.K kadang-kadang memecahkannya keluarga
Score : 1
Partnership : Komunikasi antara Tn.K dengan keluarga terjalin baik. Mereka saling memberi perhatian, masukan, dan bantuan jika ada yang terkena masalah.
Score : 2
Growth : Walaupun Tn.K sering berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi namun terkadang keluarga tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Tn.K sehari-hari.
Score : 1
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara keluarga terjalin cukup baik
Score : 2
Resolve : Tn.K sering berkumpul untuk makan bersama
Score : 2
APGAR score Ny.M=7
APGAR Ny. M Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
28
saya bila saya menghadapi masalahP Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Untuk Ny. M APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Kurang terbukanya Ny.M ketika mendapat masalah baik masalah dengan keluarganya, sehingga Ny.M jarang berkomunikasi dengan keluarga.
Score : 1
Partnership : Komunikasi antara Ny.M dengan teman-teman cukup terjalin baik. Ny.M tidak selalu meminta pendapat keluarga jika menghadapi masalah
Score : 1
Growth : Walaupun sering bersama, namun terkadang keluarga tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Ny.M sehari-hari.
Score : 1
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara anggota keluarga cukup baik
Score : 2
Resolve : Ny. M sering berkumpul untuk makan bersama keluarga
Score : 2
APGAR score keluarga terhadap Tn.S = (7+8+7) : 3 = 7,3
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga Tn.S cukup baik.
Fungsi Patologis dengan Alat SCREEM
Fungsi patologis dari keluarga Tn.S dinilai dengan menggunakan alat S.C.R.E.E.M
sebagai berikut.
Tabel 8. SCREEM keluarga penderita
Sumber Patologis
SocialIkut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -
29
Culture Menggunakan adat istiadat daerah asal -
Religious Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga dalam ketaatannya dalam beribadah.
-
Economic Penghasilan keluarga relatif cukup -
EducationalTingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini cukup,
-
MedicalDalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga Tn.S pergi ke praktek dokter umum -
Kesimpulan
Keluarga kos Tn.S tidak memiliki fungsi patologis
Pola Interaksi Keluarga
Diagram Pola interaksi Tn.S
Keterangan :
Hubungan baik
Hubungan tidak baik
Kesimpulan
Hubungan antara Tn.S dengan keluarga baik dan hubungan semua keluarga antara
satu sama lain baik.
30
Tn.W
Tn.HTn.S
BAB IIIIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
1. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
Faktor Perilaku Keluarga
a. Pengetahuan
Tn.S dan keluarga mengetahui bahwa kondisi yang dialami oleh Tn.S adalah
patah tulang dan mereka berupaya agar Tn.S segera bisa melakukan kegiatan
seperti biasanya dan bisa menggunakan kakinya untuk berjalan dan bekerja oleh
karena itu mereka menginginkan untuk segera dioperasi. Tn.S dan keluarga
tidak mengetahui kemungkinan adanya komplikasi dan tindak lanjut dari
tindakan operasi tersebut. Tn.S dan keluarga tidak mengetahui bahwa untuk
menunjang kesembuhan dari Tn.S terdapat suatu tindakan fisioterapi. Mereka
hanya tau bahwa untuk mengurangi nyeri dan bengkak kaki yang sakit harus
sedikit ditinggikan.
b. Sikap
Tn.S dan keluarga menganggap patah tulang adalah penyakit yang serius karena
menyebabkan tidak bisa berjalan dan biasanya sembuhnya lama. Tn.S dan
keluarga berpendapat sebaiknya dilakukan operasi.
c. Tindakan
31
Keluarga segera membawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
lebih lanjut dan nantinya segera dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Keluarga
bersedia mengantarkan pasien untuk kontrol pasca operasi.
Faktor Non Perilaku
a. Gambaran Lingkungan
Rumah yang dihuni oleh keluarga ini terletak tidak terletak dipinggir jalan
raya namun masuk ke pemukiman desa. Rumah ini berdempetan dengan
rumah tetangga namun masih ada tanah yang kosong. Sumber air
menggunakan air pump, pencahayaan dan ventilasinya cukup dan penataan
barang-barang cukup rapi. Lantai terlihat bersih dan masing-masing ruangan
dalam rumah terlihat bersih.
b. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan sebagainya
tergolong dekat dengan rumah Tn.S. Jika salah satu anggota keluarga ada
yang sakit biasanya pergi berobat ke dokter praktek. Dan bila dirasa
sakitnya parah mereka membawa ke RS untuk mendapatkan perawatan yang
lebih baik.
c. Ketururnan
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit yang sama dan tidak ada
yang menderita penyakit tulang yang lain.
32
Diagram Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Ket:: Faktor Perilaku
: Faktor Non-perilaku
2. Identifikasi Lingkungan Rumah
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan rumah
tetangganya. Memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang
tamu, 4 kamar , satu dapur, dan 1 kamar mandi. Pintu masuk dan keluar ada dua,
pintu belakang yaitu pintu yang langsung berbatasan dengan pekarangan di
belakang dan pintu utama yang berbatasan dengan ruang tamu. Tiap kamar hanya
memiliki satu jendela. Ventilasi dan penerangan rumah cukup. Dalam satu kamar
hanya satu tempat tidur. Secara keseluruhan kebersihan dan kerapian rumah cukup
baik.
Denah Rumah
33
PengetahuanKeluaga cukup tentang
penyakit pasien
SikapKeperdulian terhadap sakit penderita
TindakanKeluarga mengantarkan ke
RS dan segera dilakukan tindakan medis
Tidak ada keluarga pernah sakit yang sama dan tidak ada penyakit
tulang yg lain
Rumah cukup memenuhi syarat
kesehatan
Tn.S
Bila sakit berobat ke dokter praktek/RS
MushollaKamar mandi
& WCR. keluarga
Kamar
Kamar
Pintu depan
Gudang
R. Mencuci
R. Tamu
Pintu belakang
DAFTAR MASALAHMasalah medis :
Close fracture cruris 1/3 distal
Masalah non medis :
1. Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasanya
2. Pengetahuan yang kurang mengenai terapi latihan / fisioterapi post operasi
Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)
No. Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa
5 5 5 3 3 4 3 13.500
2. Pengetahuan yang kurang mengenai terapi latihan / fisioterapi post operasi
5 5 5 4 4 3 3 18000
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
34
Tn.SClose fracture cruris 1/3 distal
Pengetahuan yang kurang mengenai terapi latihan / fisioterapi post operasi
Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa
DapurR. makan
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn.W
adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan yang kurang mengenai terapi latihan / fisioterapi post operasi
2. Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasanya
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Holistik
1. Segi biologis :
Pada kasus ini didiagnosa close fracture cruris 1/3 distal
2. Segi psikologis :
Hubungan Tn.S. S dengan keluarga nampak saling mendukung, saling
memperhatikan dan saling pengertian meskipun jarang berkomunikasi.
3. Segi sosial, ekonomi, dan budaya :
35
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu di masyarakat, hanya
sebagai anggota masyarakat biasa. Keluarga ini mengikuti beberapa kegiatan
dilingkungannya. Hubungan dengan tetangga baik dan rukun.
Saran
1. Promotif :
Edukasi adalah anjuran tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh pasien
selama berada di bangsal ataupun setelah pasien pulang ke rumah. Edukasi yang
diberikan berupa home program antara lain;
a. Memberikan motivasi agar pasien terus berlatih
b. Untuk mengurangi oedem pasien disuruh
menyangga tungkai yang sakit
dengan bantal dan diletakkan lebih tinggi dari posisi jantung .
c. Menganjurkan pada pasien untuk melakukan
gerakan dorsi fleksi-plantar fleksi
maupun inversi-eversi, fleksi-ekstensi lutut secara aktif yang sebelumnya
diberikan contoh oleh fisioterapi.
d. Menganjurkan pada pasien agar tidak
menapakkan kaki yang sakit ke lantai.
e. Menjelaskan tentang proses penyembuhan
fraktur.
2. Preventif :
a. Menyarankan untuk kontrol rutin dan kontrol
segera ke dokter atau ke rumah sakit bila ada keluhan dengan pembebatan
terlalu ketat, terasa dingin pada jari kaki dan nyeri yang tidak berkurang atau
bertambah hebat.
b. Mencegah adanya komplikasi dengan merawat
luka post op sesuai petunjuk dokter, tidak banyak bergerak sebelum memasuki
proses penyembuhan.
3. Kuratif
terapi medikamentosa yang diberikan oleh dokter diteruskan
36
3. Rehabilitatif
Edukasi dan motivasi terhadap pasien bahwa pasien dengan fraktur tertutup kruris
1/3 distal nantinya dapat beraktivitas secara normal kembali dengan bantuan
fisioterapi secara rutin untuk membantu proses penyembuhan.
37