Post on 16-Oct-2021
Status Besi Ibu Hamil Trimester 1 Berdasarkan Beberapa Biomarka Darah dan Hubungannya dengan Asupan Zat Besi
Gabriella Juli Lonardy1, Saptawati Bardosono2
1Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Email: gabrielljuly@gmail.com
Abstrak
Defisiensi besi menganggu proses eritropoiesis sehingga dapat berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Defisiensi besi dan anemia didefinisikan berdasarkan indikator status besi, berupa parameter hematologi dan biomarka darah, yaitu hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit. Salah satu faktor penyebab terjadinya defisiensi besi pada ibu hamil adalah kurangnya asupan zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan zat besi dan status besi ibu hamil trimester 1 yang diukur melalui kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit. Rancangan penelitian adalah potong-lintang pada trimester 1 kehamilan. Asupan zat besi diukur menggunakan metode food frequency questionnaire dan 24 hour recall. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan kedua variabel. Terdapat 120 sampel ibu hamil, 53,3% berpendidikan tinggi, 58,3% bekerja, dan median usia 28 tahun. Nilai median asupan zat besi pada seluruh sampel adalah 10,64 mg. Sebanyak 86,67% sampel tidak memenuhi kecukupan asupan zat besi pada ibu hamil trimester 1 berdasarkan AKG 26 mg/hari. Sebanyak 8,33% sampel mengalami anemia (Hb<11g/dl). Dari seluruh subjek, 7 sampel mengalami defisiensi besi dan 5 mengalami penurunan cadangan besi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit (p>0,05). Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dan status besi ibu hamil pada trimester 1. Kata kunci: status besi, asupan zat besi, ibu hamil, biomarka darah
Iron Status of Pregnant Women in 1st Trimester Based on Blood Biomarkers and Its
Relation with Iron Dietary Intake
Abstract
Iron deficiency disrupts erythropoiesis process that leads to iron deficiency anemia. Iron deficiency and anemia are defined by iron status indicator, in the form of hematological parameters and blood biomarkers, such as hemoglobin, hematocrite, ferritin, MCV, MCH, MCHC, and reticulocyte count. One of the factors causing iron deficiency in pregnant women is inadequate iron intake. This research aims to assess the relationship between iron dietary intake and iron status of pregnant women in 1st trimester. Iron status is measured by the value of hemoglobin, hematocrite, ferritin, MCV, MCH, MCHC, and reticulocyte. This research implemented a cross-sectional design during the 1st trimester of pregnancy. Iron dietary intake was assessed by food frequency questionnaire and 24 hour recall. Spearman correlation analysis was used to identify the relationship between the two variables. There were 120 samples of pregnant women, 53.3% were high-educated, 58.3% were employed, with the age median of 28 years old. The median of iron dietary intake is 10.64 mg, with 86.67% of samples did not meet the Recommended Dietary Allowance of 26 mg. There were 8,33% of pregnant women with anemia (Hb<11g/dL). From all subjects, 7 were iron deficient, and 5 were iron depleted. Results of the study showed that there is no correlation between iron dietary intake and hemoglobin, hematocrite, ferritin, MCV, MCH, MCHC, and reticulocyte (p>0.05). It was concluded that iron dietary intake is not related to iron status of pregnant women in 1st trimester. Key words: iron status, iron dietary intake, pregnant women, blood biomarkers
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
2
Pendahuluan
Defisiensi besi merupakan keadaan kekurangan zat besi yang mengganggu fungsi fisiologis
tubuh dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering terjadi pada ibu hamil. Defisiensi
besi kronis dapat menganggu proses eritropoiesis sehingga dapat berlanjut menjadi anemia
defisiensi besi.1 Prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia mencapai 38,2% pada tahun
2011.2 Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan sebesar 37,1% ibu hamil di Indonesia menderita
anemia.2 Setidaknya 50% anemia merupakan anemia akibat defisiensi besi.3 Anemia pada ibu
hamil meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Selain itu,
anemia pada ibu hamil juga meningkatkan risiko infeksi pada ibu dan anak, meningkatkan
mortalitas ibu, serta berpengaruh jangka panjang terhadap kemampuan kognitif, pertumbuhan
fisik, dan perkembangan bayi.1
Defisiensi besi dan anemia didefinisikan berdasarkan indikator status besi tubuh, berupa
parameter hematologi dan biomarka darah, yaitu hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV,
MCH, MCHC, dan retikulosit darah tepi. Masing-masing indikator berperan sebagai indikator
zat besi tubuh dalam proses fisiologis yang berbeda sehingga diperlukan beberapa
pemeriksaan sekaligus untuk mengetahui status besi tubuh. Ferritin merupakan penanda
cadangan besi dalam tubuh. Hemoglobin dan hematokrit merupakan indikator besi fungsional
dalam darah. MCV, MCH, dan MCHC merupakan indeks sel darah merah yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan anemia. Retikulosit digunakan untuk menilai aktivitas
eritropoiesis pada sumsum tulang.4
Kebutuhan zat besi didapatkan melalui asupan zat besi dari makanan. Salah satu faktor
terpenting penyebab terjadinya defisiensi besi pada ibu hamil adalah kurangnya asupan zat
besi untuk memenuhi kebutuhan besi yang meningkat pada masa kehamilan. Ma A
menyatakan bahwa asupan zat besi lebih tinggi pada ibu hamil yang tidak anemia
dibandingkan dengan ibu hamil anemia (p<0,01).5 Cavalcanti DS juga menyatakan bahwa
total asupan besi lebih tinggi pada orang yang tidak anemia dibandingkan yang anemia
(p=0,01).6 Berbagai penelitian lain menunjukkan bahwa status besi ibu hamil dan anemia
dipengaruhi oleh asupan zat besi ibu hamil.7,8 Suplementasi besi merupakan salah satu metode
intervensi untuk meningkatkan asupan besi ibu hamil dan mencegah defisiensi besi. WHO
merekomendasikan suplementasi besi sebesar 30-60 g besi elemental pada ibu hamil
sepanjang masa kehamilan.3 Sedangkan Kemenkes RI merekomendasikan suplementasi 60
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
3
mg besi selama 90 hari. Berdasarkan Riskesdas 2013, konsumsi suplemen zat besi pada ibu
hamil di Indonesia telah mencapai 89,1%, walaupun hanya 33,3% ibu hamil yang
mengonsumsi suplemen selama minimal 90 hari sepanjang masa kehamilan.2 Angka ini
menunjukkan bahwa walaupun pencakupan suplementasi besi sudah cukup baik, namun
angka kejadian anemia pada ibu hamil masih tinggi. Salah satu upaya untuk menurunkan
angka tersebut adalah dengan mengetahui pola dan jumlah asupan zat besi yang berhubungan
dengan status besi ibu hamil, sehingga dapat dilakukan modifikasi jumlah dan metode asupan
yang tepat.
Terdapat penelitian di Indonesia yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
asupan zat besi dan indikator zat besi berupa hemoglobin, ferritin, jumlah eritrosit, dan MCV
pada ibu hamil.9 Hal ini bertolak belakang dengan penelitian serupa di luar negeri sehingga
peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan status besi
ibu hamil di Indonesia. Penelitian yang meneliti hubungan asupan zat besi dengan beberapa
biomarka darah sekaligus masih jarang ditemukan di Indonesia. Peneliti juga belum
menemukan penelitian yang mengkaji hubungan asupan zat besi dan status besi yang
digambarkan oleh hematokrit, MCH, MCHC, dan retikulosit dengan jumlah sampel yang
cukup besar.
Peningkatan kebutuhan besi akibat ekspansi sel darah merah terjadi sejak trimester 1 dan
mencapai puncak pada trimester 2, sehingga penting untuk mengetahui status besi tubuh ibu
hamil sejak trimester 1 agar dapat mendeteksi dini dan menata laksana cepat apabila terdapat
kekurangan zat besi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan asupan
zat besi dan status besi yang digambarkan melalui hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV,
MCH, MCHC, dan retikulosit pada ibu hamil trimester 1.
Tinjauan Teoritis
Status Besi Ibu Hamil
Zat besi merupakan mikronutrien yang penting bagi hampir setiap mahkluk hidup, khususnya
dalam fungsi metabolisme energi, metabolisme intermediet, sintesis nukleotida, dan
pertahanan tubuh.10 Dalam tubuh terdapat dua kelompok zat besi, yaitu (1) zat besi fungsional
dan (2) penyimpanan atau cadangan zat besi. Zat besi fungsional ditemukan dalam
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
4
hemoglobin, myoglobin, dan berbagai enzim. Cadangan zat besi disimpan dalam ferritin,
hemosiderin, dan transferrin.11
Status besi seseorang digambarkan melalui parameter hematologi dan eritropoiesis. Hal ini
disebabkan oleh: (1) efek dari perubahan status besi pada elemen darah mudah dievaluasi
dibandingkan dengan efek pada enzim di jaringan yang memerlukan sampel biopsi, dan (2)
sel darah merah merupakan kompartemen besi fungsional terbesar di dalam tubuh sehingga
cukup menggambarkan transpor dan penyimpanan besi dalam tubuh.11
Beberapa parameter untuk mengukur status besi adalah sebagai berikut:11–13
• Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
membawa oksigen. Tiap molekul hemoglobin mengandung 1 ion besi. Kadar hemoglobin
digunakan untuk mendiagnosis anemia.
• Hematokrit
Hematokrit merupakan perbandingan volume sel darah merah terhadap volume darah.
• Ferritin
Ferritin merupakan protein penyimpan besi sebagai cadangan besi tubuh. Ferritin secara
tidak langsung digunakan untuk mengetahui kadar besi tubuh. WHO merekomendasikan
pemeriksaan ferritin sebagai pemeriksaan defisiensi besi. Namun, ferritin merupakan
reaktan fase akut yang meningkat apabila tubuh dalam keadaan inflamasi, infeksi,
keganasan, penyakit liver, dan lain-lain.
• Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit terdiri dari Mean Cell Volume (MCV), Mean Cell Hemoglobin (MCH),
dan Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC). Ketiga jenis pemeriksaan di atas
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan anemia. Pada keadaan kurang besi, MCV,
MCH, dan MCHC akan menurun.
Masa hidup eritrosit adalah sekitar 120 hari, dan pembentukan sel baru harian hanya 1%
dari seluruh sel darah merah yang bersirkulasi. Oleh karena itu, perubahan pada sel darah
merah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat dideteksi.4
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
5
MCV merupakan pengukuran rerata volume sel darah merah. Kadar MCV dapat
menunjukkan sel darah merah mikrositik, normositik, atau makrositik. Nilai MCV
didapatkan dari sel darah merah di sirkulasi, sehingga nilai MCV cukup lambat berubah
dan sulit mendeteksi kekurangan besi akut. MCH merupakan pengukuran kadar
hemoglobin di dalam rerata sel darah merah. Pengukuran MCH dapat mengetahui apakah
sel darah merah hipokromik, normokromik, atau hiperkromik. Nilai MCH sulit
mendeteksi kondisi kekurangan besi akut, dan hanya digunakan untuk menilai tren untuk
periode minggu atau bulan. Pada eritropoiesis defisiensi besi, sintesis hemoglobin
mengalami gangguan sehingga terbentuk eritrosit dengan kadar hemoglobin
rendah/hipokromik.14 MCHC merupakan rerata konsentrasi hemoglobin di dalam
sejumlah volume sel darah merah. MCHC merupakan pengukuran availabilitas besi
selama 90-120 hari sebelumnya dan menilai besi dalam hemoglobin intrasel.
• Retikulosit darah tepi
Retikulosit merupakan sel darah merah imatur yang tidak bernukleus dan mengandung
RNA residual. Pengukuran ini berfungsi untuk mengetahui aktivitas eritropoiesis tubuh
yang merefleksikan ketersediaan besi untuk eritropoiesis. Pada anemia berat, terjadi
pelepasan retikulosit dari medulla sehingga menyebabkan peningkatan jumlah retikulosit
di darah tepi. Retikulosit akan bertahan kira-kira 48 jam sebelum matur menjadi sel darah
merah. Oleh karena itu, retikulosit dapat digunakan sebagai marka awal defisiensi besi
dan anemia. Retikulosit juga dapat digunakan untuk mengevaluasi respon sumsum tulang
terhadap tata laksana anemia.4
Asupan Zat Besi Ibu Hamil
Masa kehamilan merupakan periode kritis yang dicirikan dengan pertumbuhan yang cepat dan
perkembangan yang membutuhkan peningkatan kebutuhan nutrisi. Kebutuhan zat besi pada
masa kehamilan meningkat untuk mendukung pertumbuhan fetus dan jaringan plasenta serta
peningkatan massa hemoglobin. Volume plasma meningkat untuk mengakomodasi kebutuhan
aliran darah menuju fetus, plasenta, uterus, serta untuk mengompensasi kehilangan darah
yang akan terjadi saat proses kelahiran. Massa hemoglobin juga meningkat untuk
meningkatkan kapasitas transpor oksigen bagi ibu dan anak.15 Selama masa kehamilan terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin fisiologis. Peningkatan volume plasma selama masa
kehamilan terjadi lebih dahulu dan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan
massa sel darah merah, sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin fisiologis.
Penurunan ini terjadi terus menerus hingga akhir trimester 2, dimana peningkatan volume
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
6
plasma dan peningkatan massa sel darah merah sama besar. Konsentrasi hemoglobin
kemudian meningkat hingga akhir masa kehamilan.15
Sebagian besar ibu hamil tidak memiliki cadangan besi yang cukup sebelum memasuki masa
kehamilan. Ketika zat besi yang dibutuhkan fetus tidak cukup, kebutuhan tersebut akan
diambil dari cadangan zat besi ibu. Hal ini menyebabkan ibu hamil sangat rentan mengalami
defisiensi besi.15,16 Keseimbangan negatif zat besi dapat terjadi akibat asupan zat besi yang
tidak mencukupi kehilangan zat besi tubuh. Keseimbangan negatif besi dapat dibagi menjadi
3 tahap. Tahap pertama adalah defisiensi besi, dimana cadangan besi dalam keadaan sangat
kurang. Tahap kedua adalah eritropoiesis defisiensi besi, dimana suplai besi sangat kurang
sehingga menganggu eritropoiesis namun belum mencapai anemia. Tahap ketiga adalah
anemia defisiensi besi, dimana konsentrasi hemoglobin jatuh di bawah normal.15 Konsekuensi
dari ketidakseimbangan antara kebutuhan besi pada sumsum tulang eritroid dan suplai besi
adalah penurunan konten hemoglobin pada sel darah merah, sehingga menghasilkan sel darah
matur hipokromik dan retikulosit. Kondisi ini dapat diukur dengan penurunan nilai MCV,
MCH, dan MCHC.11 Pada ibu hamil, diagnosis anemia ditegakkan jika konsentrasi
hemoglobin <11 g/dL pada trimester 1 dan 3.
Hubungan Asupan Zat Besi dan Status Besi Ibu Hamil
Asupan zat besi untuk ibu hamil berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sebesar
26 mg pada trimester 1, 35 mg pada trimester 2, dan 39 mg pada trimester 3.17 Asupan zat
besi berhubungan erat dengan status besi ibu hamil. Zat besi dalam makanan terdiri dari 2
bentuk kimia. Pertama, dalam bentuk heme yang dapat ditemukan pada hemoglobin,
myoglobin, dan enzim. Besi heme didapatkan dari daging merah, daging unggas, dan ikan.
Kedua, dalam bentuk nonheme yang dapat ditemukan dari sumber nabati, sedikit pada sumber
hewani, enzim nonheme, dan ferritin.18 Sumber besi nonheme dari tumbuh-tumbuhan berupa
kacang-kacangan, beras, dan maize.7 Kedua jenis zat besi di atas memiliki kemampuan
diabsorpsi tubuh yang berbeda. Absorpsi besi heme cukup efisien, berkisar antara 15-35%
ddan kurang dipengaruhi oleh jenis diet.15 Sedangkan absorpsi besi nonheme dipengaruhi oleh
berbagai komponen dalam diet. Faktor penghambat absorpsi besi nonheme adalah kalsium
dan phytat. Faktor pendukung absorpsi besi nonheme adalah vitamin C. Pengaruh vitamin C
terhadap absorpsi besi bersifat dose-dependent dan dapat mengurangi efek inhibisi absorpsi
oleh kalsium dan phytat.19
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
7
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada trimester 1 untuk mengetahui
hubungan asupan zat besi dan status besi ibu hamil. Status besi yang dimaksud diukur melalui
kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular
hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), dan retikulosit
darah tepi. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Data penelitian merupakan data sekunder yang didapatkan dari penelitian berjudul
“Effects of a Probiotic and Micronutrient-enriched Milk on Maternal Micronutrients’ status
and digestive health among Indonesian Pregnant Women: A Randomized Double-blind
Placebo-controlled Study” pada Agustus 2013 sampai dengan Agustus 2014 di RSIA Bunda
dan RSIA Budi Kemuliaan.
Perhitungan besar sampel tunggal pada uji hipotesis dengan koefisien korelasi (r)
menggunakan rumus:
𝑛 =(Z! + 𝑍!)
0,5 ln[1+ 𝑟1− 𝑟]
!
+ 3
Peneliti menentukan nilai batas kemaknaan Zα sebesar 1,96 dengan interval kepercayaan 95%.
Peneliti menentukan nilai Zβ sebesar 1,28 dengan tingkat kesalahan 10%. Nilai r sebesar 0,4
ditentukan peneliti karena tidak ditemukan data penelitian sebelumnya.
𝑛 =(1,96+ 1,28)
0,5 ln 1+ 0,41− 0,4
!
+ 3
𝑛 = 61,49 ≈ 62
Melalui perhitungan didapatkan bahwa jumlah sampel minimal adalah 62 subjek.
Kriteria inklusi penelitian adalah data ibu hamil usia 18-35 tahun, usia kehamilan 8-12
minggu, kehamilan tunggal, IMT 21-25, tekanan darah 100-120/70-80 mmHg, dan bertempat
tinggal di Jakarta. Kriteria eksklusi penelitian adalah data subjek yang tidak lengkap.
Variabel independen penelitian ini adalah asupan zat besi ibu hamil yang diukur sebagai
rerata antara asupan melalui pengukuran 24 hour recall dan semiquantitative food frequency
questionnaire. Variabel dependen penelitian ini adalah status besi ibu hamil, yang terdiri dari
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
8
kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit. Variabel
dependen dan variabel independen merupakan data numerik. Untuk mendapatkan hubungan
antara 2 variabel numerik digunakan uji korelasi.
Hasil Penelitian
Sebaran Karakteristik Subjek
Dari data sekunder didapatkan 143 sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan eliminasi
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan 120 sampel. Sebaran sampel
berdasarkan karakteristik sosiodemografi dapat dilihat pada Tabel 1. dan menunjukkan bahwa
subjek sebagian besar berpendidikan tinggi dan bekerja dengan median usia pada 28 tahun.
Tabel 1. Sebaran karakteristik subjek
Karakteristik Frekuensi (%) Median (Min-Maks)
Usia - 28 (19 – 35)
Pendidikan -
Dasar 10 (8,3)
Menengah 46 (38,3)
Tinggi 64 (53,3)
Pekerjaan -
Tidak Bekerja 50 (41,7)
Bekerja 70 (58,3)
Sebaran Subjek Berdasarkan Asupan Zat Besi
Melalui uji Kolmogorov-Smirnov, ditemukan bahwa sebaran data asupan zat besi tidak
normal (p<0,01). Nilai median asupan zat besi pada seluruh sampel adalah 10,64 mg (min
3,36 – maks 67,83). Dari seluruh sampel, 86,67% tidak memenuhi kecukupan asupan zat besi
pada ibu hamil trimester 1 berdasarkan AKG 26 mg/hari.
Sebaran Subjek Berdasarkan Biomarka Darah
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan sebaran hemoglobin, hematokrit, dan MCHC
normal (p>0,05), sedangkan sebaran data ferritin, MCV, MCH, dan retikulosit tidak normal
(p<0,05). Sebaran subjek berdasarkan pengukuran biormarka darah ditampilkan pada Tabel 2.
Terdapat 10 sampel (8,33%) mengalami anemia (Hb<11g/dl). Dari seluruh subjek, 7 sampel
mengalami defisiensi besi (ferritin ≤15 µg/l) dan 5 mengalami penurunan cadangan besi
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
9
(ferritin = 15,01 – 20 µg/l). Terdapat 8 sampel yang memiliki kadar hematokrit di bawah nilai
normal. Terdapat 26 sampel yang mengalami mikrositosis, 8 diantaranya mengalami anemia
mikrositik (Hb <11 g/dL dan MCV <81 fL). Berdasarkan nilai MCH, terdapat 103 sampel
yang mengalami hipokromia, 10 diantaranya mengalami anemia (Hb <11 g/dL dan MCH <32
pg/cell). Terdapat 2 sampel yang memiliki nilai MCHC di bawah normal, dan 25 sampel yang
memiliki nilai retikulosit di bawah normal.
Tabel 2. Sebaran subjek berdasarkan biomarka darah
Variabel Frekuensi (%) Median (Min-Maks) Mean ± sd
Hemoglobin (g/dL) 12,49 ± 1,03
< 11 10 (8,33) - 10,39 ± 0,40
≥ 11 110 (91,67) - 12,68 ± 0,84
Hematokrit (%) - 36,81 ± 2,77
< 33 8 (6,67) - 31,20 ± 1,20
≥ 33 112 (93,33) - 37,21 ± 2,39
Ferritin (µg/l) 60,74 (5,81 – 483,7) -
≤15 7 (5,8) 9,98 (5,81 – 14,26) -
15,01 – 20 5 (4,2) 17,96 (15,61 – 19,63) -
≥ 20 108 (90) 68,26 (21,52 – 483,7) -
MCV (fL) 83,85 (55,10 – 91,30) -
< 81 26 (21,67) 77,90 (55,10 – 80,80) -
81-96 94 (78,33) 84,70 (81,00 – 91,30) -
>96 0 0
MCH (pg/cell) 28,6 (18,90 – 31,60) -
< 30 103 (85,83) 28,40 (18,90 – 29,90) -
≥ 30 17 (14,17) 30,40 (30,00 – 31,60) -
MCHC (g/dL) - 33,91 ± 0,85
< 32 2 (1,67) - 31,45 ± 0,36
≥ 32 118 (98,33) - 33,96 ± 0,79
Retikulosit (%) 1,39 (0,43 – 3,30) -
< 1 25 (20,83) 0,86 (0,42 – 0,99) -
≥ 1 95 (79,17) 1,55 (1,00 – 3,30) -
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
10
Analisis Hubungan Asupan Zat Besi dan Biomarka Darah
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan
kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit (p>0,05). Hasil
uji korelasi asupan zat besi dan biomarka darah ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi asupan zat besi dan biomarka darah
Asupan Zat Besi (mg/hari)
Spearman’s
rho
Hemoglobin Correlation Coefficient 0,070
Sig. (2-tailed) 0,447
N 120
Hematokrit Correlation Coefficient 0,055
Sig. (2-tailed) 0,551
N 120
Ferritin Correlation Coefficient -0,113
Sig. (2-tailed) 0,221
N 120
MCV Correlation Coefficient -0,137
Sig. (2-tailed) 0,136
N 120
MCH Correlation Coefficient -0,141
Sig. (2-tailed) 0,124
N 120
MCHC Correlation Coefficient 0,022
Sig. (2-tailed) 0,812
N 120
Retikulosit Correlation Coefficient 0,166
Sig. (2-tailed) 0,070
N 120
Pembahasan
Karakteristik Subyek
Subjek ibu hamil trimester 1 pada penelitian ini sebagian besar berusia 27 – 35 tahun dengan
median 28 tahun. Sebagian besar subjek berpendidikan tinggi memiliki pekerjaan. Penelitian
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
11
ini mengambil data di RSB Bunda dan RS Budi Kemuliaan di Jakarta, yang merupakan
daerah urban. Penelitian oleh Wibowo N dan Irwinda R di RS Budi Kemuliaan Jakarta juga
menunjukkan karakteristik sosiodemografi ibu hamil yang serupa dengan penelitian ini, yaitu
58% ibu hamil bekerja, 89% berpendidikan tinggi, dan rerata usia subjek 29 tahun.
Sebaran Asupan Zat Besi dan Biomarka Darah
Nilai median asupan zat besi pada seluruh sampel adalah 10,64 mg (min 3,36 – maks 67,83).
Pada penelitian ini, 86,67% subjek tidak memenuhi Angka Kebutuhan Gizi (AKG) zat besi 26
mg/hari. AKG merupakan angka Recommended Dietary Allowance (RDA), yaitu angka yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada sebagian besar populasi. Kajian oleh
Hatriyanti Y, et al20 merekomendasikan penggunaan angka Estimated Average Requirements
(EAR) untuk menilai kecukupan asupan nutrisi pada populasi dibandingkan RDA untuk
mencegah overestimasi. EAR merupakan angka yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pada 50% populasi.20 Angka EAR untuk zat besi adalah 21,7 mg, sehingga apabila
menggunakan indikator EAR, terdapat 81,67% subjek yang tidak mencapai EAR.
Asupan zat besi pada penelitian ini memiliki median 10,64 mg/hari, yaitu 40,92% RDA, dan
49,03% EAR. Hasil asupan zat besi pada ibu hamil pada penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil kajian Hatriyanti Y, dkk.20 Kajian tersebut mengumpulkan lima
penelitian mengenai asupan zat besi ibu hamil di Pulau Jawa, dengan hasil asupan zat besi
44%, 65%, 65%, 64%, dan 140% EAR. Perbedaan hasil dapat terjadi akibat perbedaan
kriteria inklusi dan eksklusi pada studi tersebut dibandingkan dengan penelitian ini. Lima
penelitian tersebut tidak mengambil kriteria inklusi ibu hamil pada trimester 1. Penelitian oleh
Noroyono W, dkk menunjukkan hasil asupan zat besi pada ibu hamil di trimester 1 lebih
tinggi, yaitu sebesar 18,5 mg/hari.21
Pada penelitian ini ditemukan prevalensi anemia berdasarkan kadar hemoglobin pada ibu
hamil di trimester 1 cukup rendah, yaitu sebesar 8,33%. Hasil ini mendekati penelitian oleh
Noroyono W, dkk yang menunjukkan prevalensi anemia berdasarkan kadar hemoglobin
sebesar 12%.21 Prevalensi anemia pada penelitian ini rendah apabila dibandingkan dengan
prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia tahun 2013, yaitu sebesar 37,1%.2 Penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat 5,8% subjek yang mengalami defisiensi besi (ferritin ≤15
µg/l ). Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Muslimatun S yang menunjukkan bahwa
65,26% ibu hamil trimester 2 di Bogor memiliki kadar ferritin <12 µg/l .
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
12
Namun, perbedaan prevalensi dapat terjadi sebab penelitian ini hanya menilai prevalensi
anemia pada trimester 1. Prevalensi anemia pada trimester 1 lebih rendah dibandingkan
trimester 2 dan 3 sebab pada trimester 2 dan 3 terjadi proses hemodilusi akibat peningkatan
volume plasma yang sangat besar dan tidak diimbangi oleh ekspansi sel darah merah,
sehingga menyebabkan penurunan kadar hemoglobin fisiologis.16
Korelasi Asupan Zat Besi dan Biomarka Darah
Penelitian ini tidak membedakan asupan zat besi yang berasal dari makanan atau dari
suplementasi besi. Penelitian sebelumnya sebagian besar meneliti pengaruh suplementasi besi
terhadap status besi ibu hamil, dan tidak meneliti zat besi dari asupan makanan. Bentuk zat
besi dalam makanan dan suplemen berbeda, sehingga dapat terjadi perbedaan hasil penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini.
Tidak terdapat korelasi (r=0,070, p>0,05) antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin. Hasil
penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Besuni A, et al di Kabupaten Gowa yang
mendapatkan korelasi positif sedang (r = 0,722) yang signifikan secara statistik (p < 0,05)
antara asupan zat besi dan kadar hemoglobin. Namun penelitian oleh Besuni A, et al tersebut
tidak menginklusikan subjek ibu hamil pada trimester 1 tetapi mengambil sampel seluruh ibu
hamil.22 Studi-studi sebelumnya yang mencari hubungan antara asupan zat besi terhadap
kadar hemoglobin tidak menggunakan uji korelasi, namun menggunakan kategori hemoglobin
yang digolongkan menjadi anemia dan tidak anemia. Hasil penelitian Samuel TM, et al pada
ibu hamil trimester 1 di India Selatan mendukung hasil penelitian ini, dimana hasil
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara asupan zat besi pada
kelompok anemia dan tidak anemia.19 Hasil ini bertentangan dengan penelitian oleh
Setyaningsih W, et al23 di Kabupaten Jember yang menyatakan bahwa tingkat kecukupan zat
besi berdasarkan AKG berhubungan dengan kejadian anemia berdasarkan kadar hemoglobin
(p<0,001). Penelitian oleh Setyaningsih W, et al memiliki jumlah sampel yang mirip dengan
penelitian ini (n = 128), sehingga kemungkinan terjadinya perbedaan adalah akibat perbedaan
populasi dan adanya faktor perancu pada penelitian ini.23 Suplementasi besi diketahui dapat
meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Hasil kajian sistematis dan meta-analisis
oleh Pena-Rosas JP, dkk menyatakan bahwa suplementasi besi harian selama kehamilan
menurunkan risiko anemia maternal menjelang kelahiran sebesar 70% (RR 0,3; 95% CI 0,19
– 0,46).1
Saptawati Bardosono� 12/5/16 11:47 PMComment [1]: Kaitandenganhemodilusipadakehamilan?
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
13
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan hematokrit
(r=0,055, p>0,05). Tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan kadar MCV (r=-0,137,
p>0,05), kadar MCH (r=-0,141, p>0,05), dan kadar MCHC (r=0,022, p>0,05). Studi serupa
menggunakan uji korelasi tidak ditemukan oleh peneliti. Penelitian oleh Dogar MZ, et al di
Pakistan menyatakan bahwa terdapat peningkatan kadar MCV, MCH, dan MCHC pada ibu
hamil anemia yang diberikan suplemen besi ferro sulfat.24 Akan tetapi perlu diperhatikan
bahwa keadaan anemia sebelum intervensi merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi
respon suplementasi, sedangkan pada penelitian ini sampel tidak dibatasi pada ibu hamil yang
sudah mengalami anemia.25
Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan kadar ferritin
(r=-0,113, p>0,05). Meta-analisis oleh Casgrain A, et al menyatakan bahwa suplementasi besi
meningkatkan kadar serum ferritin secara signifikan, namun dengan tingkat heterogenitas
yang tinggi.25 Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan
kadar retikulosit (r=0,166, p>0,05). Penelitian oleh Schoorl M, et al, menunjukkan bahwa
suplementasi ferro fumarat selama 4 minggu menaikkan jumlah retikulosit secara signifikan.26
Perlu diperhatikan bahwa asupan zat besi saja tidak cukup untuk meningkatkan status besi
tubuh. Absorpsi besi dari makanan sangat dipengaruhi oleh bentuk besi dalam makanan,
faktor inhibitor, dan faktor pendukung absorpsi besi. Oleh karena itu, status besi dipengaruhi
oleh komposisi makanan. Penelitian oleh Abriha A, et al di Ethiopia menyatakan bahwa ibu
hamil dengan Dietary Diversity Score (DDS) rendah memiliki 13 kali lebih besar
kemungkinan untuk mengalami anemia dibandingkan ibu hamil dengan nilai DDS tinggi.27
Penelitian oleh Samuel TM, et al membuktikan bahwa asupan mikronutrien fosfor (P),
mangan (Mn), dan kalsium (Ca) merupakan faktor independen yang menyebabkan anemia
pada ibu hamil trimester 1, sedangkan asupan zat besi bukan merupakan faktor independen
penyebab anemia pada subjek yang sama. P, Mn, dan Ca merupakan faktor inhibitor absorpsi
besi. Kurangnya asupan vitamin C juga merupakan faktor yang dapat menurunkan absorpsi
zat besi. Ma A menyatakan bahwa asupan vitamin C lebih tinggi pada ibu hamil yang tidak
anemia dibandingkan dengan ibu hamil anemia (p<0,01).5 Faktor inhibitor (fosfor, mangan,
dan kalsium) serta faktor pendukung (vitamin C) mempengaruhi absorpsi besi, khususnya
besi dalam bentuk nonheme.
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
14
Zat besi dalam bentuk heme lebih efisien diabsorpsi oleh tubuh dibandingkan besi non-heme.
Besi heme dapat ditemukan di dalam daging dan besi nonheme ditemukan pada tumbuh-
tumbuhan. Ibu hamil yang mengonsumsi daging satu kali per minggu memiliki 2,2 kali risiko
mengalami anemia dibandingkan ibu hamil yang mengonsumsi daging lebih dari 2 kali per
minggu.27 Penelitian oleh Andersen LT, et al menyatakan bahwa asupan makanan ibu hamil
sebagian besar terdiri dari tumbuh-tumbuhan (beras, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran),
sedangkan konsumsi daging pada ibu hamil cukup rendah. 28
Dari data-data di atas, disimpulkan bahwa kemungkinan penyebab hasil penelitian yang
menunjukkan asupan zat besi kurang pada subjek dan status besi subjek cukup baik adalah
konsumsi besi nonheme ibu hamil Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan besi heme.
Absorpsi besi nonheme dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor inhibitor dan faktor pendukung,
serta komposisi makanan. Oleh karena itu, penting untuk memenuhi kadar asupan zat besi
namun tetap memperhatikan asupan besi heme, serta faktor-faktor yang berpengaruh.
Berbagai jenis biomarka darah digunakan untuk mendeskripsikan status besi tubuh selama
kehamilan. Pada penelitian ini, digunakan tujuh jenis biomarka darah yang merepresentasikan
proses fisiologis besi dalam tubuh. Deplesi besi terjadi ketika cadangan besi tubuh berkurang
namun tidak terjadi gangguan perpindahan besi ke kompartemen fungsional, keadaan ini
digambarkan melalui kadar ferritin yang menurun. Bila berlanjut menjadi eritropoiesis
defisiensi besi, terjadi ketidakseimbangan jumlah besi yang diabsorpsi dan jumlah besi yang
dilepaskan dari cadangan dengan jumlah zat besi yang dibutuhkan oleh sel. Tahap ini dapat
digambarkan melalui peningkatan total iron binding capacity (TIBC) dan peningkatan
konsentrasi reseptor transferrin di plasma. Tahap akhir adalah anemia defisiensi besi, dimana
terjadi defisiensi pada kompartemen fungsional besi di sel darah merah. Sel darah merah yang
kekurangan zat besi mengalami sintesis hemoglobin yang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan ukuran sel darah merah (diukur melalui MCV) dan penurunan konten hemoglobin
sel (diukur melalui MCH). Masa hidup eritrosit adalah sekitar 120 hari, dan pembentukan sel
baru harian hanya 1% dari seluruh sel darah merah yang bersirkulasi. Oleh karena itu,
perubahan pada sel darah merah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat dideteksi.
Walaupun pada penelitian ini jumlah subjek yang mengalami defisiensi besi dan anemia
defisiensi besi tidak besar, perlu diperhatikan bahwa kejadian anemia pada ibu hamil akan
meningkat pada trimester 2 dan 3. Pada trimester 2, terjadi peningkatan eritropoiesis yang
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
15
sangat tinggi sehingga menghabiskan cadangan besi yang ada. Oleh karena itu, cadangan besi
yang cukup harus dipenuhi saat trimester 1 dan bahkan saat sebelum kehamilan berlangsung.
Kesimpulan
Subjek pada penelitian ini memiliki median 28 tahun, sebagian besar berpendidikan tinggi
(53,3%), dan bekerja (58,3%). Nilai median asupan zat besi pada seluruh sampel adalah 10,64
mg, 86,67% subjek tidak memenuhi kecukupan asupan zat besi berdasarkan AKG. Sebagian
besar subjek memiliki status besi yang cukup baik. Sebanyak 10% sampel mengalami anemia
(Hb<11g/dl). Dari seluruh subjek dengan anemia, 7 sampel mengalami defisiensi besi dan 5
mengalami penurunan cadangan besi. Tidak terdapat korelasi antara asupan zat besi dan status
besi tubuh ibu hamil pada trimester 1.
Saran
Peneliti menyarankan kepada ibu hamil diharapkan untuk memenuhi kebutuhan zat besi
sesuai AKG dengan tetap memperhatikan asupan faktor pendukung dan penghambat absorpsi
besi. Selain itu, peneliti juga menyarankan agar dilaksanakan penelitian yang meneliti status
besi ibu hamil berdasarkan asupan zat besi beserta faktor inhibitor dan pendukung absorpsi
untuk mengetahui faktor mana yang berhubungan independen dengan status besi ibu hamil
dan penelitian yang membandingkan asupan zat besi dari makanan atau dari suplemen
terhadap status besi ibu hamil.
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
16
Daftar Referensi
1. Peña-Rosas JP, De-Regil LM, Garcia-Casal MN, Dowswell T. Daily oral iron supplementation during pregnancy. In: The Cochrane Collaboration, editor. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd; 2015 [cited 2016 Sep 23]. Available from: http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD004736.pub5
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementerian Kesehatan RI; 2013.
3. World Health Organization. Guideline: Daily iron and folic acid supplementation in pregnant women [Internet]. 2012 [cited 2016 Sep 26]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK132263/
4. Wollmann M, Gerzson BMC, Schwert V, Figuera RW, de Oliveira Ritzel G. Reticulocyte maturity indices in iron deficiency anemia. Rev Bras Hematol E Hemoter. 2014;36(1):25–8.
5. Ma A, Chen X, Zheng M, Wang Y, Xu R, Li J. Iron status and dietary intake of Chinese pregnant women with anaemia in the third trimester. Asia Pac J Clin Nutr. 2002;11(3):171–5.
6. Cavalcanti DS, Vasconcelos PND, Muniz VM, Santos NFD, Osório MM. Iron intake and its association with iron-deficiency anemia in agricultural workers’ families from the Zona da Mata of Pernambuco, Brazil. Rev Nutr. 2014 Apr;27(2):217–27.
7. Collings R, Harvey LJ, Hooper L, Hurst R, Brown TJ, Ansett J, et al. The absorption of iron from whole diets: a systematic review. Am J Clin Nutr. 2013 Jul 1;98(1):65–81.
8. Young MF, Griffin I, Pressman E, McIntyre AW, Cooper E, McNanley T, et al. Utilization of Iron from an Animal-Based Iron Source Is Greater Than That of Ferrous Sulfate in Pregnant and Nonpregnant Women. J Nutr. 2010 Dec 1;140(12):2162–6.
9. Haryawan AG. Korelasi Antara Indikator Zat Besi dengan Asupan Zat Besi pada Ibu Hamil Trimester Pertama [Skripsi]. [Jakarta]: Universitas Indonesia; 2015.
10. Ganz T. Systemic Iron Homeostasis. Physiol Rev. 2013 Oct 1;93(4):1721–41.
11. WHO. Assessing the Iron Status of populations [Internet]. World Health organization; 2007. Available from: http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_deficiency/9789241596107.pdf
12. Miller EM. Iron Status and Reproduction in US Women: National Health and Nutrition Examination Survey, 1999-2006. Collins JF, editor. PLoS ONE. 2014 Nov 6;9(11):e112216.
13. WHO. Serum ferritin concentrations for assessment of iron status and iron deficiency in populations . World Health organization; 2011.
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
17
14. Urrechaga E, sa, Borque L, s, Escanero J, F S. Biomarkers of Hypochromia: The Contemporary Assessment of Iron Status and Erythropoiesis. BioMed Res Int. 2013 Feb 28;2013:e603786.
15. Leong W, Lonnerdal B. Iron Nutrition. In: Anderson GJ, McLaren GD, editors. Iron physiology and pathophysiology in humans. Totowa, NJ: Humana Press; 2012. p. 81–99.
16. Cunningham FG, editor. Williams obstetrics. 24th edition. New York: McGraw-Hill Medical; 2014. 1358 p.
17. KEMENKES RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Kementerian Kesehatan RI; 2013.
18. Mahan LK, Escott-Stump S, editors. Krause’s food & nutrition therapy. 12th ed. St. Louis, Mo: Saunders/Elsevier; 2008. 1352 p.
19. Samuel TM, Thomas T, Finkelstein J, Bosch R, Rajendran R, Virtanen SM, et al. Correlates of anaemia in pregnant urban South Indian women: a possible role of dietary intake of nutrients that inhibit iron absorption. Public Health Nutr. 2013 Feb;16(2):316–24.
20. Hartriyanti Y, Suyoto PST, Muhammad HFL, Palupi IR. Nutrient intake of pregnant women in Indonesia: a review. Malays J Nutr. 2012 Apr;18(1):113–24.
21. Wibowo N, Irwinda R. The effect of multi-micronutrient and protein supplementation on iron and micronutrients status in pregnant women. Med J Indones. 2015 Nov 9;24(3):168.
22. Angreani B, Jafar N, Indriasari R. Hubungan Asupan Zat Gizi Pembentuk Sel Darah Merah dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa [Internet]. 2013 [cited 2016 Sep 27]. Available from: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/7968
23. Setyaningsih W. Iron Folate Consumption, Energy dan Iron Adequacy Level Associated With Prevalence of Anemia Among Pregnant Women in Jember. Public Health Prev Med Arch [Internet]. 2015 Jul 14 [cited 2016 Oct 1];3(1). Available from: http://ojs.unud.ac.id/index.php/phpma/article/view/16666
24. Mz D, I L, A S, S K, Ah K, Zi K, et al. Evaluation of Iron Supplementation Effects on Various Haematological Parameters in Pregnant Anemic Patients of Sargodha Region in Pakistan. J Environ Anal Toxicol [Internet]. 2013 Jul 1 [cited 2016 Oct 2];3(4). Available from: http://www.omicsonline.org/environmental-analytical-toxicology-abstract.php?abstract_id=15667
25. Casgrain A, Collings R, Harvey LJ, Hooper L, Fairweather-Tait SJ. Effect of iron intake on iron status: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr. 2012 Oct 1;96(4):768–80.
26. Schoorl M, Schoorl M, van der Gaag D, Bartels PCM. Effects of iron supplementation on red blood cell hemoglobin content in pregnancy. Hematol Rep. 2012 Nov 19;4(4):e24.
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
18
27. Abriha A, Yesuf M, Wassie M. Prevalence and associated factors of anemia among pregnant women of Mekelle town: a cross sectional study. BMC Res Notes. 2014;7(1):888.
28. Andersen LT, Thilsted SH, Nielsen BB, Rangasamy S. Food and nutrient intakes among pregnant women in rural Tamil Nadu, South India. Public Health Nutr. 2003 Apr;6(2):131–7.
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016
19
Status besi ..., Gabriella Juli Lonardy, FK UI, 2016