Post on 23-Jun-2015
PENGARUH KONSENTRASI LIMBAH SAGU (Metroxylon sagus Rottb) PADA PEMBUATAN
BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Zymomonas mobilis
RESKY BRANITAN11105618
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2010
PENGARUH KONSENTRASI LIMBAH PADAT SAGU (Metroxylon sagus Rottb) PADA PEMBUATAN BIOETANOL MENGGUNAKAN
BAKTERI Zymomonas mobilis.
4
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
RESKY BRANITAN11105618
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2010
PENGARUH KONSENTRASI LIMBAH SAGU (Metroxylon sagu Rottb) PADA PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI
Zymomonas mobilis
4
RESKY BRANITA
N11105618
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Prof. Dr. M. Natsir Djide, M.S., Apt.NIP. 19500817 197903 1 003
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Dra. Aliyah Putranto, M.S., Apt. Dra. Sartini, M.Si., Apt. NIP. 19570704 198603 2 001 NIP. 19611111 198703 2 001
Pada tanggal, Agustus 2010
UCAPAN TERIMA KASIH
4
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus karena
atas kasih anugrah, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
studi di Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
rintangan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan doa dan bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. M. Natsir Djide, M.S.,
Apt. selaku pembimbing utama, Ibu Dra. Aliyah Putranto, M.S., Apt. selaku
pembimbing pertama dan Ibu Dra. Sartini, M.Si., Apt. selaku pembimbing
kedua yang ditengah kesibukannya masih meluangkan waktu dan
kesempatannya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan pikiran
kepada penulis sejak perencanaan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Dekan, dan para pembantu Dekan Fakultas Farmasi; Bapak / Ibu Dosen
Fakultas Farmasi, terkhususnya Bapak Muhammad Aswad, S.Si., M.Si.,
Apt. yang telah banyak memberikan dukungan, petunjuk dan
bimbingannya kepada penulis dan kepada Ibu Dra. Christiana Lethe,
M.Si., Apt. yang telah memberikan dukungan dan petunjuk kepada
penulis, seluruh Kepala Laboratorium dan seluruh staf serta pegawai
Fakultas Farmasi, khususnya buat kakak Haslia S.Si, kakak Dewi, dan Ibu
Adriana Pidun.
4
Teramat khusus, rasa hormat, bangga dan terima kasih yang tak
terhingga juga penulis sampaikan kepada ayahanda Joni Mangin SH dan
ibunda Suriyana yang selalu memberikan doa yang tulus, kasih sayang,
nasehat, motivasi, dan dukungan material selama menempuh pendidikan
dibangku kuliah, hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Begitu pula
dengan kakakku Ratu Amelia ST dan adikku Cristian Wijaya yang selalu
mendoakan dan menjadi pembangkit semangat, termasuk seluruh kerabat
keluarga, terkhusus tanteku Sesilia Pakadang, M.Si., Apt. yang telah
banyak membantu sejak penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
Spesial terima kasih kepada Dody Yudianto Arruan beserta keluarga buat
doa, kasih sayang, semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis selama ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Farmasi angkatan 2005, terima
kasih atas bantuan dan kebersamaannya dalam suka dan duka selama
penulis menuntut ilmu serta dalam penyelesaian skripsi ini. Begitu pula
kepada sahabat-sahabat di PMKO FILADELFIA FAK. MIPA-FARMASI
yang selalu mendukungku dalam doa. Terutama buat Andre, kakak Elson,
Cikka, Koken, Okta, Yosep, Leksi, Gracety, Jean, Juli, dan semuanya
yang tidak penulis sebutkan. Buat Kelompok PA, saudaraku yang sangat
kukasihi Kakak Ani, Oca, Marina, Yuliarty, dan Helda, terima kasih buat
doa dan kebersamaannya.
Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, kata
pepatah ”Tak ada gading yang tak retak”. Di dunia tak ada satupun yang
4
sempurna karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Maka dari itu saran
dan kritik membangun sangat penulis harapkan guna tambahan wawasan
agar dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan terutama di bidang Farmasi, Amin.
Makassar, Agustus 2010
Penulis
ABSTRAK
4
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi limbah sagu (Metroxylon sagus Rottb) pada pembuatan bioetanol dengan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi efektif dari limbah padat sagu dalam menghasilkan etanol dengan menggunakan Zymomonas mobilis. Limbah padat sagu didispersikan dengan air dengan variasi konsentrasi 40%, 50%, 60%, dan 70% b/v, lalu dihidrolisis. Filtrat hasil hidrolisis difermentasi selama 2 hari. Kemudian cairan fermentasi yang diperoleh, didestilasi dan diuji kualitatif menggunakan uji serik nitrat menunjukan hasil positif mengandung alkohol dan uji kuantitatif berdasarkan bobot jenis pada konsentrasi 40%, 50%, 60%, dan 70% b/v secara berturut-turut menghasilkan kadar etanol 65,82%, 69,44%, 72,40%, dan 75,88%.
ABSTRACT
4
A research on variable concentration of sagoo (Metroxylon sagus Rottb) waste in bioethanol production had been carried out using bacteria Zymomonas mobilis. The aim of this research was to determine an effective concentration of the waste in production ethanol using Zymomonas mobilis. The solid waste of sagoo was dispersion in water in variable concentration, i.e : 40%, 50%, 60%, dan 70% w/v, then hydrolisated. The hydrolisated filtrate were fermentated for 2 days. Then, fermentated liquid obtained were destilate and qualitatively analized with ceric nitrate test, it showed positive result contained alcohol and quantitatively analysis density at concentration of 40, 50, 60, 70% w/v showed the result of bioethanol liquid were 65,82%, 69,44%, 72,48%, 75,88%.
DAFTAR ISI
4
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................. iv
ABSTRAK........................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................ viii
DAFTAR ISI........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4
II.1 Proses Pembuatan Bioetanol ……………………………………… 5
II.1.1 Persiapan Bahan Baku ……………………………………. 5
II.1.2 Hidrolisis ……………………………………………………………. 6
II.1.3 Fermentasi………………………………………………………….. 7
II.1.4 Destilasi dan Penentuan Kadar Etanol……………………..…… 18
mII.2 Uraian Tanaman………………………………………………………. 18
II.2.1 Klasifikasi Tanaman…………………………………………………… 18
II.2.2 Morfologi Sagu………………………………………………………… 19
II.2.3. Manfaat Sagu………………………………………………………… 20
II.3 Uraian Bakteri…………………………………………………………….. 22
II.3.1 Sistemika Bakteri Zymomonas mobilis ……………………………… 22
II.3.2 Morfologi Zymomonas mobilis ………………………………………. 22
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN…………………………………… 25
4
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan…………………………………….. 25
III.2 Sterilisasi Alat…………………………………………………………… 25
III.3 Pengambilan dan Penyiapan Sampel………………………………… 26
III.3.1 Pengambilan Sampel…………………………………………………. 26
III.3.2 Penyiapan Sampel …………………………………………………… 26
III.4 Pembuatan Medium…………………………………………………….. 26
III.4.1 Pembuatan Medium NA……………………………………………… 26
III.4.2 Pembuatan Medium Agar Miring (NA)……………………………… 27
III.5 Peremajaan Bakteri……………………………………………………. 27
III.6 Pembuatan Starter……………………………………………………… 27
III.7 Pembuatan Nutrien……………………………………………………… 27
III.8 Pembuatan Pereaksi Serik Nitrat……………………………………… 28
III.9 Hidrolisis Limbah Sagu……………………………………………….. 28
III.10 Fermentasi Limbah Sagu…………………………………………….. 28
III.11 Uji Kualitaif Etanol……….……………………………………………. 28
III.12 Penentuan Kadar Etanol……………………………………………. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………. 30
IV.1 Hasil Penelitian…..……………………………………………………… 30
IV.2 Pembahasan…………………………………………………………….. 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 35
V.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 35
V.2 Saran……………………………………………………………………… 35
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 36
4
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 39
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4
1. Hasil analisis kimia limbah padat sagu .................................... 21
2. Karakteristik Zymomonas mobilis dengan Ragi ....................... 23
3. Hasil fermentasi limbah padat sagu ............................................ 30
i.
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman Gambar 1 Diagram
alir pembuatan bioetanol dari berbaga bahan baku ................................................................. 6 Gambar 2 Jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) ....................... 12 Gambar 3 Jalur Entner-Doudoroff (ED) ........................................ 15
Gambar 4 Pemecahan asam piruvat menjadi produk-produk fermentasi ........................................... 17
Gambar 5 Hubungan antara konsentrasi limbah sagudengan konsentrasi etanol ……………………………. 34
Gambar 6 Foto penelitian ………………………………………….. 47
4
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Contoh perhitungan kadar bioetanol…….. 39
Lampiran 2. Skema kerja ………………………….. ……. 40
Lampiran 3. Komposisi media ………………………….. 41
Lampiran 4. Pembuatan pereaksi serik nitrat ................ 42
Lampiran 5. Daftar bobot jenis dan kadar etanol …...... 43
4
BAB I
PENDAHULUAN
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi
gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (1).
Dalam dunia farmasi, etanol banyak digunakan sebagai pelarut, antiseptik,
dan desinfektan (2,3).
Metode yang paling banyak digunakan dalam memproduksi etanol
adalah metode fermentasi yang mana membutuhkan karbohidrat sebagai
substrat, sedangkan mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi
etanol, antara lain : dari jenis bakteri, yaitu Clostridium acetobutylicum,
Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, Sarcina ventriculi,
Zymomonas mobilis, dll., dan dari jenis fungi adalah Aspergillus oryzae,
Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis, Mucor sp.,
Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus,. S. cerevisiae,
S.ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp.,dll (4).
Peneliti dari National Renewable Energy Laboratory (NREL) di AS
berusaha mencari mikroorganisme yang dapat memfermentasikan semua
jenis karbohidrat. Dari sederet bakteri yang diteliti, Zymomonas mobilis
menjadi kandidat paling ideal sebagai penghasil etanol (5).
Bahan baku untuk pembuatan bioetanol adalah aren, ubi kayu,
jagung, nipah, sagu, tebu, dan sorgum (6). Sebagai Negara yang terletak
di daerah tropika basah, Indonesia kaya akan tanaman penghasil
karbohidrat sehingga mampu menjadi sumber karbohidrat terbesar di
4
dunia. Salah satu tanaman yang menyimpan karbohidrat atau pati pada
bagian batangnya adalah sagu (Metroxylon sp). Pati sagu selain
digunakan sebagai bahan makanan, juga digunakan sebagai bahan baku
untuk berbagai macam industri, seperti industri pangan, tekstil, kosmetik,
farmasi, dan lain-lain. Sagu mengandung 27% amilosa dan 73%
amilopektin (7,8).
Dalam pengolahan sagu banyak dihasilkan limbah sagu, baik
berupa limbah padat maupun limbah cair. Aspek lingkungan menjadi
begitu penting karena berkaitan erat dengan perihal pembuangan limbah
yang kerapkali menjadi permasalahan bagi lingkungan. Limbah seringkali
masih mengandung zat-zat racun yang berbahaya. Pemanfaatan limbah
sagu adalah upaya terbaik dalam mengatasi permasalahan pencemaran
lingkungan oleh industri pengolahan sagu. Selain itu juga memberikan
manfaat bagi pemerintah dalam upaya mencari bahan alternatif dalam
pembuatan etanol, sementara etanol sendiri adalah produk yang
mempunyai nilai jual tinggi (9).
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang timbul adalah apakah
limbah padat sagu dapat digunakan sebagai sumber bioetanol. Untuk itu
maka dilakukan penelitian tentang pembuatan bioetanol menggunakan
limbah padat sagu sebagai sumber karbohidrat dengan konsentrasi yang
divariasikan, yaitu 40%, 50%, 60%, dan 70% b/v dengan bantuan
Zymomonas mobilis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi limbah padat sagu yang efektif dalam menghasilkan bioetanol.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Etanol
Alkohol berasal dari bahasa arab, yakni al-kuhl (al kohl), artinya
senyawa yang mudah menguap. Bahan kimia organik ini adalah salah
satu senyawa kimia tertua yang telah dikenal umat manusia. Alkohol
berupa larutan jernih tak berwarna, beraroma khas yang dapat diterima,
berfasa cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar. Jenis alkohol
yang banyak digunakan adalah CH3OH yang disebut metil alkohol
(metanol), C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH
yang disebut propil alkohol (8). Selain berasal dari reaksi-reaksi kimia,
etanol dapat pula diperoleh melalui cairan biokimia dari proses fermentasi
karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme, dan dilanjutkan dengan
proses destilasi yang disebut dengan bioetanol. Proses fermentasi
tersebut dibuatkan substrat yang mengandung karbohidrat dengan
bantuan mikroorganisme (11). Pembentukan alkohol (reduksi) :
a. Dengan adisi hidrida dari hidrida-logam kompleks
b. Dengan alih hidrida dari karbon
4
c. Dengan adisi preaksi organologam :
(1) Pereaksi Grignard
(2) Preaki organolitium
(3) Pereaksi organozink
Bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi bahan yang mengandung
gula. Tahap inti produksi bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang
berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa oleh ragi (yeast) terutama
bakteri Zymomonas mobilis atau saccharomyces sp. Pada proses ini gula
akan dikonfersi menjadi etanol (12). Bioetanol digunakan dalam beragam
industri seperti sebagai bahan baku industri minuman, farmasi,
kosmetika, dan bahan bakar. Secara umum, produksi bioetanol ini
mencakup tiga rangkaian proses, yaitu : hidrolisis, fermentasi, dan
pemurnian/destilasi (8).
II.2 Proses Pembuatan Etanol
II.2.1. Persiapan Bahan Baku
Subtrat yang dapat difermentasi menjadi alkohol terdiri atas :
4
PATILIGNOSELULOSA
GULA
HIDROLISIS PRETREATMENT Asam
Enzim/Asam
HIDROLISIS Enzim/Asam
ETANOLMikroorganismeFermentasi Alkoholik
dan Pemisahan
1. Bahan berpati berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu,
biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia,
dan lain-lain, 2. bahan bergula, berupa molasse (tetes tebu), nira tebu,
nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah,
gerang, nira lontar, dan lain-lain, 3. bahan berselulosa, berupa limbah
logging, limbah seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol), onggok
(limbah tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (grajen), dan lain-lain.
Secara umum diagram alir pembuatan bioetanol dari berbagai bahan
baku dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini :
Gambar 1. Diagram alir tahap-tahap pemprosesan etanol dari berbagai bahan baku. (Sumber : Prihanda R. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. PT. Agromedia Pustaka. Tangerang. 2007. hal 28)
II.2.2 Hidrolisis
Bahan baku tanaman yang mengandung pati dikonversi terlebih
dahulu menjadi glukosa dengan menggunakan zat pembantu untuk
4
mempercepat proses hidrolisis. Zat pembantu yang dipergunakan dalam
proses hidrolisis dapat menggunakan enzim atau asam. Hidrolisis
menggunakan enzim akan rusak bila suhu tinggi, hanya dapat
dipanaskan pada suhu 90°C, sedangkan hidrolisis asam dapat
dipanaskan sampai mencapai suhu 121 °C (14).
Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan penambahan larutan secara
langsung atau melalui proses pengenceran asam terlebih dahulu, karena
kepekatan larutan dapat menurunkan bahkan mematikan keaktifan sistem
hidup. Mikroorganisme dapat hidup dengan pH 4,5 – 5,5. Setelah
dilakukan penambahan langsung atau proses pengenceran, maka
ditambahkan larutan NaOH agar dapat mempertahankan pH
lingkungannya dari pengaruh penambahan sedikit asam/basa kuat.
Terbentuk endapan protein merupakan ciri suatu reaksi telah terjadi.
Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, suhu, dan waktu dapat dipercepat oleh
panas pada pH rendah (15).
Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan
dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu,
setelah itu menghasikan monomer gula dari polimer selulosa dan
hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis
asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl.
Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi : hidrolisis asam pekat dan
hidrolisis asam encer. Hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam
telah dikomersialkan pertama kali pada tahun 1898. (12).
4
II.2.3 Fermentasi
Louis Pasteur untuk pertama kalinya mengenalkan metode
fermentasi. Dia melakukakan fermentasi gula menggunakan
mikroorganisme dan telah membuka cakrawala baru memproduksi
senyawa kimia dengan bantuan mikroorganisme, sehingga tidak perlu
melakukan sintesis senyawa kimia, karena mikoorganisme sendiri yang
bekerja memproduksinya. Pada tahun 1587 Louis Pasteur (ahli kimia dari
Perancis) mengkaitkan ragi dengan fermentasi dan mendefenisikan
fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Ahli kimia
Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil
menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekresi dari
ragi yang disebut sebagai somazy. Penelitian yang dilakukan Imuwan
Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan
pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuwan
Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya
biologi molekuler (16).
Fermentasi merupakan teknologi menggunakan mikroorganisme
sebagai pemeran utama dalam suatu proses. Fermentasi dapat terjadi
karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat pemecahan komponen-
komponen bahan tersebut. Jika cara pengawetan yang lain ditujukan
4
untuk mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah
sebaliknya yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan
metabolismenya, tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas
yaitu disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi
beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti
asam butirat dan aseton (16). Mikroorganisme yang digunakan untuk
fermentasi bioetanol, antara lain : dari jenis bakteri, yaitu Clostridium
acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides,
Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, dll., dan dari jenis fungi adalah
Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces
fragilis, Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces
beticus ,S. cerevisiae, S.ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp.,dll
(4).
Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses
fermentasi. Polisakarida terlebih dahulu akan dipecah menjadi gula
sederhana sebelum difermentasi, misalnya hidrolisa pati menjadi unit-unit
glukosa. Glukosa kemudian akan dipecah menjadi senyawa-senyawa lain
tergantung dari jenis fermentasinya. Pada bakteri paling sedikit terdapat
tujuh proses fermentasi yang berbeda terhadap glukosa. Masing-masing
proses menghasilkan produk-produk yang berbeda dan masing-masing
spesifik terjadi pada grup bakteri tertentu.
4
Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu :
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit
dua pasang atom hidrogen menghasilkan senyawa karbon lainnya
yang lebih teroksidasi dari pada glukosa.
2. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom
hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama membentuk senyawa-
senyawa lain sebagai hasil fermentasi.
Reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung tanpa reaksi reduksi yang
seimbang, oleh karena itu jumlah atom hidrogen yang dilepaskan dalam
tahap pertama fermentasi selalu seimbang dengan jumlah yang
digunakan dalam tahap kedua.
Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat.
Pada jasad renik dikenal empat jalur pemecahan glukosa menjadi asam
piruvat yaitu :
1. Jalur Embden – Meyerhof-Parnas (EMP) atau glikolisis, ditemukan
pada fungi dan kebanyakan bakteri, serta pada hewan dan manusia.
2. Jalur Entner-Doudoroff (ED), hanya ditemukan pada beberapa bakteri.
3. Jalur heksosamonofosfat (HMF), ditemukan pada berbagai organisme.
4. Jalur fosfoketolase (FK), hanya ditemukan pada bakteri yang tergolong
laktobasili heterofermentatif.
Jalur EMP (Gambar 2) terdiri dari beberapa tahap, masing-masing
dikatalis oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan
fruktosa disfosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat
4
menjadi dua molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim
aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi gliseraldehida fosfat
(fosfogliseraldehida) yang merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan
energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida
fosfat dehidrogenase, hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh
nikotinamida-adenin-dinukleotida (NAD), membentuk NADH2. Proses
fermentasi dapat berlangsung terus jika NADH2 dapat dioksidasi kembali
pada tahap kedua fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen
kembali. Jadi NAD berfungsi sebagai pembawa hidrogen dalam proses
fermentasi.
4
4
Dihidroksiaseton-P
Metilglioksal
D-Lakta t
Dihidroksiaseton -P
Metilglioksal
D-laktat
Gambar 2. Jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP). (Sumber : Fardiaz S. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pertanian Bogor Bekerja Sama Dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 1988. hal47)
Energi yang dilepaskan selama oksidasi gliseraldehida fosfat
cukup untuk membentuk dua molekul ATP. Karena satu molekul glukosa
menghasilkan dua molekul gliseraldehida fosfat, maka seluruhnya
dibentuk empat molekul ATP, tetapi karena dua molekul ATP dibutuhkan
untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, hanya tinggal dua
molekul ATP yang dapat digunakan untuk pertumbuhan untuk setiap
molekul glukosa yang dipecah. Reaksi keseluruhannya adalah sebagai
berikut :
Glukosa + 2 (ADP + 2 NAD+ 2 piruvat + 2 ATP + 2 (NADH + H+) + Pi)
Dalam jalur Entner Doudoroff (ED) terbentuk suatu intermediat unit
yaitu 2-keto-3-deoksi-6-fosfoglukonat (KDFG). Komponen ini akan
dipecah oleh aldolase menjadi dua triosa yaitu piruvat dan gliseral-dehida-
3-fosfat. Komponen yang terakhir ini kemudian dapat masuk ke jalur EMP
membentuk molekul piruvat yang melepaskan dua mol ATP dan satu mol
NADH + H+. Reaksi seluruhnya dapat dituliskan sebagai berikut :
Glukosa + NADP+ + NAD+ + (ADP + Pi) 2 piruvat + NADPH + H+ +
NADH + H+ + ATP
Jalur heksosamonosfosfat (HMF) penting dalam metabolisme jasad
renik untuk menghasilkan pentosa yang diperlukan untuk sintesa asam
nukleat, beberapa asam amino aromatik dan vitamin, serta sebagai
sumber NADPH+H+ yang diperlukan untuk reaksi biosintesa. Jalur ini
4
disebut juga siklus pentosa, dimana tidak dihasilkan energi secara
langsung, tetapi NADPH+H+ yang dibentuk merupakan sumber energi
potensial jika masuk ke dalam sistem transpor elektron. Reaksi
keseluruhan dapat dituliskan sebagai berikut :
Glukosa + 12 NADP+ + ATP 6 CO2 + (NADPH + H+) + ADP + Pi
Enzim yang berperan dalam jalur HMF adalah transaldolase dan
transketolase.
Jalur fosfoketolase (FK) hanya terjadi pada grup bakteri yang
tergolong laktobasili heterofermentatif. Jalur ini merupakan percabangan
dari jalur HMF, karena bakteri ini tidak mempunyai enzim aldolase yang
dapat memecah fruktosa 1,6 – difosfat menjadi dua triose-fosfat dan tidak
mempunyai enzim transsaldolase dan transketolase yang penting dalam
jalur HMF. Pada jalur ini terlihat bahwa jika asetil – fosfat diubah menjadi
asetat, ikatan energi tinggi akan disimpan dan reaksi keseluruhan
menghasilkan dua mol ATP sebagai berikut :
Glukosa + NAD+ + 2 NADP+ + 2 ADP + Pi piruvat + asetat + CO2 + NADH+H+ + 2 NADPH + H+
+ 2 ATP
Jika asetil – fosfat diubah menjadi etanol, ikatan energi tinggi akan hilang
dan hasil keseluruhan adalah satu mol ATP per mol glukosa sebagai
berikut :
Glukosa + NAD+ + ADP + Pi piruvat + etanol + CO2 + NADH+H+ + ATP
4
Gambar 4-4 Jalur Entner-Doudoroff (ED)
Gambar 3. Jalur Entner-Doudoroff (ED). (Sumber : Fardiaz S. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pertanian Bogor Bekerja Sama Dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 1988. hal 49)
Bakteri yang tergolong Zymomonas melakukan fermentasi glukosa
dan menghasilkan produk akhir seperti khamir yaitu dua molekul etanol
4
dan dua molekul CO2. Tetapi pada bakteri ini asam piruvat kemudian
mengalami dekarboksila menjadi asetaldehida, dan direduksi menjadi
etanol. Dalam reaksi ini setengah dari jumlah asam piruvat yang
dihasilkan berasal dari oksida fosfogliseraldehida yang merupakan satu-
satunya reaksi menghasilkan ATP dalam jalur tersebut (Gambar 3). Oleh
karena itu jumlah ATP yang dihasilkan adalah setengah dari jumlah ATP
yang dihasilkan dalam fermentasi oleh khamir. Pemecahan asam piruvat
menjadi produk-produk lainnya dapat dilihat pada gambar 4.
4
4
Asam laktat
ETANOL
ASETAT
ASETON
CO2
ISOPROPIL ALKOHOL
CO2
2,3-BUTANEDION
Gambar 4. Pemecahan asam piruvat menjadi produk-produk fermentasi (Sumber : Fardiaz S. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pertanian Bogor Bekerja Sama Dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 1988. hal 55)
II.3 Destilasi dan Penentuan Kadar Etanol
Destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian
besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 780 C
sedangkan air adalah 1000 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan
larutan pada suhu rentang 780 – 1000 C akan mengakibatkan sebagian
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan
etanol dengan konsentrasi 95 % volume (10).
Kerapatan adalah perbandingan antara berat bahan dengan
volume. Kerapatan larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol di
dalam larutan tersebut semakin besar, hal ini dikarenakan etanol
mempunyai kerapatan lebih kecil daripada air. Berat jenis larutan etanol
dapat diukur dengan piknometer. Berat jenis larutan etanol semakin kecil,
maka kadar etanol di dalam larutan tersebut semakin besar. Hal ini
dikarenakan etanol mempunyai berat jenis lebih kecIil daripada air
sehingga semakin kecil berat jenis larutan berarti jumlah / kadar etanol
semakin banyak (17).
II.4. Uraian Tanaman
II.4.1. Klasifikasi Tanaman
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Spadiciflorae
Suku : Palmae
4
Marga : Metroxylon
Jenis : Metroxylon sagu (18,19)
II.4.2. Morfologi sagu
Sagu memiliki daun sirip menyerupai daun kelapa yang tumbuh
pada tangkai daun. Sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran
yang baik pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun panjang sekitar 5
– 7 m. Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 – 15
tahun. Munculnya bunga menandakan bahwa sagu tersebut telah
mendekati akhir daur pertumbuhannya. Bunga sagu merupakan bunga
majemuk yang keluar dari ujung atau puncak batang sagu, berwarna
merah kecoklatan seperti karat. Buah sagu berbentuk bulat menyerupai
buah salak dan mengandung biji fertil. Batang sagu merupakan bagian
yang terpenting, karena merupakan gudang penyimpanan tepung atau
karbohidrat yang lingkup pemanfaatannya dalam industri sangat luas,
seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri
kimia lainnya. Ukura batang sagu berbeda-beda tergantung dari jenis ,
umur dan lingkungan atau habitat pertumbuhannya. Pada umur 3 – 11
tahun tinggi batang bebas daun sekitar 3 – 16 m, bahkan dapat mencapai
20 ml. Batang sagu berbentuk silinder dan diameter sekitar 50 cm bahkan
mencapai 80 – 90 cm. Umumnya diameter batang bagian bawah agak
lebih besar daripada bagian atas dan batang bagian bawah umumnya
mengandung pati lebih tinggi daripada bagian atas.Batang sagu terdiri dari
lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur
4
yang mengandung serat-serat dan tepung. Tebal kulit yang keras sekitar 3
– 5 cm. Berat kulit batang sagu sekitar 17 – 25 persen dari berat batang
sedangkan berat empelurnya sekitar 78 – 83 persen. Perbandingan antara
berat kulit dan empulur selama pertumbuhan sagu relatif tetap (18).
2.4.3. Manfaat sagu
Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial
disamping beras, khususnya bagi sebagian besar masyarakat di kawasan
Timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku. Beberapa produk olahan
dari pati sagu antara lain papeda, soun, dan ongol-ongol. Diperkirakan
hampir 90% areal sagu Indonesia berada di Irian Jaya dan saat ini
arealnya menyusut akibat esksploitasi yang berlebihan. Sistem
pengolahan sagu di Indonesia masih sangat rendah yang ditandai dengan
kapasitas dan produktivitas pengolahan yang masih rendah. Di pasaran
internasional tepung sagu digunakan sebagai bahan substitusi tepung
terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri
perekat, dan industri farmasi. Pemanfaatan dan nilai tambah sagu pada
tingkat petani masih sangat sederhana. Hal ini karena sebagian besar
tujuan pengolahan sagu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Cara sederhana tersebut menghasilkan rendemen yang rendah dan
kurang efisien. (1)
Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan
zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi
dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan
4
nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73%
amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan
mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat
kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air (higroskopis).
Limbah sagu mengandung karbohidrat yang dapat dijadikan substrat
untuk produksi bioetanol. Hasil analisis kimia limbah padat sagu dapat
dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
TTabel 2. Hasil analisis kimia limbah padat sagu
Bahan Uji Penguji Susunan Analisis Bahan Kering (%)
Air Protein LemakSerat Kasar Abu BETN
Limbah LIM,1967 13.3 1.9 0.4 6.0 3.0
88.7
Padat t Sagu
Jalaludin dkk, 1970 12.2 3.3 0.3 14.0 5.0 64.6
( Sumber : Harsanto. Hasil Analisis Kimia Limbah Padat Sagu. 1990. hal 19)
Dalam mencapai efisiensi produksi etanol, harus didukung substrat (nutrisi
untuk bakteri) yang murah dan gampang didapat bagi proses
fermentasi.Substrat bisa berasal dari limbah pertanian dan sampah,
termasuk sampah perkotaan yang berasal dari tumbuhan. Sementara itu
sagu, jagung, beras, dan ubi kayu yang saat ini dijadikan substrat untuk
memproduksi bioetanol (1).
II.5. Uraian bakteri
II.5.1Sistematika bakteri Zymomonas mobilis
Kerajaan : bakteri
4
Divisi : Proteobakterium
Kelas : Alphabakterium
Bangsa : Spingomonadeceae
Marga : Zymomonas
Jenis : Zymomonas mobilis (4,20)
II.5.2. Morfologi Zymomonas mobilis (8,9,18)
Bakteri gram-negatif berbentuk tongkat yang dapat ditemukan di
pabrik gula kaya saps. Biasanya 2-6 m panjang dan 1-1,4 m lebar,
namun hal ini dapat bervariasi secara signifikan. Tinggi dalam etanol
dengan konsentrasi CO2 atau lendir dan lapisan granular telah terlihat di
sekitar sel (11). Fermentasi etanol menggunakan bakteri, banyak bakteri
yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi alkohol dalam kondisi
erobik dan non aerobik seperti ditunjukkan di dalam tabel. Zymomonas
mobilis menunjukkan kemampuan yang paling tinggi dalam produksi
etanol yang membandingkan karakteristik Zymomonas mobilis dengan
ragi memberikan data sebagai berikut :
4
Tabel 3. Karakteristik Zymomonas mobilis dengan Ragi
No Karakteristik Zymomonas
mobilis
Ragi
1 Konversi gula ke etanol (%) 96 96
2 Konsentrasi etanol maksimum (%) 12 12
3 Kecepatan produksi etanol (g/g/jam)2 5,67 0,67
4 Produktivitas etanol volumetrik
(g/I/jam)
200 29
5 Hasil ATP (per-mol-glukosa) 1 2
6 Toleransi terhadap gula < 40 < 40
7 Kisaran pH untuk memproduksi etanol 3,5 – 7,5 2 –
6,5
8 Temperatur optimum °C 25 – 30 30 -
38
(Sumber : Wikipedia. Zymomonas mobilis. Diakses 20 Desember 2008).
Ragi merupakan salah satu jenis mikroorganisme penghasil etanol
yang terkenal saat ini. Mikroorganisme ini hanya sanggup memfermentasi
karbohidrat (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) dan tidak mampu
memanfaatkan jenis karbohidrat lain, karena keterbatasan kemampuan
ini maka penelitian pada national Penewable Energy Laboratory (NREL) di
AS berusaha mencari mikroorganisme yang dapat memfermentasikan
semua jenis karbohidrat. Dari sederet bakteri yang diteliti, Zymomonas
mobilis menjadi kandidat yang paling ideal penghasil etanol, meski secara
alami bakteri itu cuma mampu memfermentasikan glukosa, fruktosa, atau
4
sukrosa (5,20). Selama ini produksi etanol dengan ragi alias khamir,
umumnya tidak tahan etanol konsenrasi tinggi yang dihasilkan. Selain itu
tanpa rekayasa genetika, Zymomonas mobilis punya kelebihan daripada
mikroorganisme lain, yaitu pengambilan gula (karbohidrat) tinggi dan
produk etanol banyak (11).
4
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, kertas pH, labu Erlenmeyer,
lampu spiritus, ose bulat, “shaker”, timbangan analitik (Chyo), timbangan
kasar (Ohaus).
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, ammonium sulfat,
ammonium karbonat, ammonium dihidrogen fosfat, bakteri Zimomonas
mobilis, kalium dihidrogen fosfat, larutan serik nitrat, limbah padat sagu,
magnesium sulfat, medium nutrien agar (NA),HCl, dan NaOH.
III.2 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci dengan deterjen sampai bersih lalu
dibilas dengan air. Alat-alat gelas direbus dalam larutan Na3PO4 1%
hingga mendidih, kemudian dicuci dengan air hingga bersih, selanjutnya
direndam dalam larutan HCl 1% selama 24 jam untuk melarutkan lapisan
fosfat pada gelas. Kemudian dibilas kembali dengan air suling dan
dikeringkan. Setelah kering, alat-alat dibungkus dengan kertas perkamen.
Erlenmeyer terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih. Alat-alat dari
gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 1700 C selama 2 jam.
Sedangkan alat-alat yang tidak tahan pemanasan tinggi disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Ose
4
disterilkan dengan cara dipanaskan langsung hingga memijar selama 30
detik (10,11).
III.3 Pengambilan dan Penyiapan Sampel
III.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel berupa limbah padat sagu (Metroxilon sagus Rottb),
diperoleh dari daerah Palopo Sulawesi Selatan.
III.3.2 Penyiapan Sampel
Limbah padat sagu dibersihkan, kemudian dikeringkan. Setelah
kering limbah padat sagu dibersihkan kembali dan dihaluskan dengan
blender. Kemudian didispersikan dengan aquades dengan konsentrasi
40%, 50%, 60%, dan 70% b/v dengan cara limbah padat sagu ditimbang
masing-masing sebanyak 40 g, 50 g, 60 g, dan 70 g, lalu masing-masing
ditambahkan air suling hingga 100 ml.
III.4 Pembuatan Medium
III.4.1 Pembuatan Medium NA
Medium NA ditimbang sebanyak 2,3 g dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer dan dilarutkan dalam air suling hingga volume 80 ml,
kemudian dipanaskan sampai mendidih hingga semua larut dan
dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 1000 ml, diatur pHnya
sampai 5,5 dengan penambahan asam tatrat 10%. Selanjutnya disterilkan
dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
4
III.4.2 Pembuatan Medium Agar Miring (NA)
Untuk membuat medium agar miring (NA) adalah sebagai berikut :
Dimasukan medium NA secara aseptik ke dalam enam buah tabung
reaksi masing-masing 5 ml. Setelah itu diletakkan pada posisi miring dan
dibiarkan memadat.
III.5 Peremajaan Bakteri
Biakan murni bakteri Zymomonas mobilis diremajakan dengan cara
diinokulasikan pada medium agar miring (NA), kemudian diinkubasikan
pada suhu 370 C selama 3 hari.
III.6 Pembuatan Starter
Limbah padat sagu ditimbang 10 g, kemudian didispersikan dengan
air sebanyak 45 ml dalam labu Erlenmeyer 100 ml. Setelah itu
ditambahkan dengan bakteri yang sudah dibiakan sebanyak 1 ose (0,2 ml)
dengan cara dilarutkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 5 ml diinkubasikan
dan dishaeker selama 1×24 jam.
III.7 Pembuatan Nutrien
Bahan-bahan nutrien meliputi amonium sulfat ( (NH4)2SO4 ) dan
amonium karbonat ( (NH4)2CO3 ) ditimbang sebanyak 1g, lalu dimasukan
ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan amonium dihidrogen fosfat
( (NH4)H2 PO4 ), kalium dihidrogen fosfat ( KH2PO4 ), dan magnesium sulfat
( MgSO4 ) masing-masing sebanyak 0,01 g, kemudian ditambahkan air
4
suling hingga 100 ml dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C
selama 15 menit.
IIi.8 Hidrolisis Limbah Padat Sagu
Limbah padat sagu masing-masing konsentrasi ditambahkan HCl
4N sebanyak 200 ml, kemudian dipanaskan dalam autoklaf suhu 1210 C
selama 30 menit, selanjutnya disaring dengan kain kasa. Filtrat yang
diperoleh pada masing-masing konsentrasi ditambahkan NaOH 8N
sebanyak kurang lebih 60 ml sampai pH 5. Kemudian ditambahkan
nutrien sebanyak 15 ml pada masing-masing konsentrasi, dan dipanaskan
pada suhu 700 C selama 30 menit.
IIi.9 Fermentasi Limbah Sagu
Hidrolisat limbah padat sagu yang diperoleh pada konsentrasi 40%,
50%, 60%, dan 70% ditambahkan larutan starter, kemudian difermentasi
selama 72 jam di dalam inkubator aerob. Setelah itu bioetanol yang
diperoleh didestilasi dengan cara filtrat dimasukan dalam labu destilasi
yang dirangkaikan dengan seperangkat alat destilasi, kemudian dilakukan
proses destilasi dengan suhu 60-700C selama 3-4 jam.
III.10 Uji Kualitatif Etanol
Dimasukan 0,5 ml pereaksi serik nitrat ke dalam tabung reaksi,
diencerkan dengan 3 ml air suling, dikocok, kemudian ditambahkan 5
tetes hasil destilasi. Campuran dikocok dengan baik membentuk warna
merah.
4
III.11 Penentuan Kadar Etanol
Bobot jenis larutan etanol diukur dengan piknometer. Bobot jenis
larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol di dalam larutan tersebut
semakin besar. Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat jenis lebih
kecil daripada air sehingga semakin kecil bobot jenis larutan berarti
jumlah/ kadar etanol semakin banyak (26).
1. Piknometer dibersihkan secara hati-hati dengan menggunakan
aquades, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Piknometer diisi
dengan aquades secara hati-hati hingga penuh, kelebihan
aquades pada puncak pipa kapiler dibersihkan. Piknometer yang
berisi aquades segera ditimbang dan beratnya dicatat. Cara yang
sama dilakukan untuk larutan etanol. Bobot jenis dihitung dengan
rumus berikut:
Kerapatan = Bobot etanol (g)
Volume air (ml)
2. Kadar etanol dihitung dengan menggunakan tabel bobot jenis dan
kadar etanol famakope III (27).
4
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.I Hasil Penelitian
Dari hasil fermentasi sagu selama dua hari, diperoleh hasil seperti
terdapat pada tabel berikut :
Tabel 1. Persentase Hasil Fermentasi Limbah Sagu pada Pembuatan Bioetanol pada Konsentrasi 40%, 50%, 60%, dan 70% b/v
menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dapat dilihat pada tabel berikut :
Konsentrasi Limbah Padat Sagu
(%)
Jumlah Hasil Destilasi
(ml)
Persen Kadar (%)
40 14 65,82
50 19 69,44
60 21 72,48
70 25 75,88
4
IV.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
limbah padat sagu ( Metroxylon sagus Rottb ) terhadap pembuatan
bioetanol dengan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. Alasan
digunakan limbah padat sagu karena limbah padat sagu mengandung
karbohidrat yang dapat diolah menjadi etanol dan harganya jauh lebih
ekonomis dibandingkan dengan bahan lainnya.
Bahan baku tanaman limbah padat sagu mengandung pati dikonversi
terlebih dahulu menjadi glukosa dengan menggunakan zat pembantu
untuk mempercepat proses hidrolisis. Zat pembantu yang digunakan
dalam proses hidrolisis dapat menggunakan enzim atau asam. Hidrolisis
menggunakan enzim akan rusak bila suhu tinggi, hanya dapat
dipanaskan pada suhu 90°C, sedangkan hidrolisis asam dapat
dipanaskan pada suhu 121 °C (14), oleh sebab itu pada penelitian ini
digunakan hidrolisis asam yaitu HCl 4N untuk mempercepat terjadinya
hidrolisis. Seteleh itu ditambahkan NaOH 8N hingga pH 5, sebab
mikroorganisme dapat hidup dengan pH 4,5 – 5,5 (15).
Pada bahan baku limbah padat sagu yang mengandung selulosa
harus ditambahkan asam terlebih dahulu karena bahan selulosa
dihidrolisa terlebih dahulu menjadi disakarida. Kemudian dengan enzim
aldolase yang dihasilkan Zymomonas mobilis, disakarida kemudian
diubah menjadi monosakarida membentuk glukosa. Penambahan nutrien
dalam medium berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan bakteri.
4
Selanjutnya ditambahkan starter untuk memperbanyak bakteri dan untuk
adaptasi bakteri dari pengaruh lingkungan (24).
Setelah itu glukosa yang terbentuk dapat difermentasi menjadi etanol.
Umumnya fermentasi untuk mendapatkan etanol menggunakan yeast
sebagai biomass, seperti Saccharomyces cereviciae, tetapi penggunaan
yeast dalam proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dalam
konsentrasi tidak tinggi. Hal ini disebabkan karena sel yeast tidak tahan
terhadap konsentrasi etanol yang tinggi, karena itu perlu dilakukan usaha
memperbesar konsentrasi etanol dengan menggunakan mikroorganisme
yang tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi sehingga keberadaan
etanol yang tinggi tersebut tidak akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Penelitian ini menggunakan bakteri Zymomonas mobilis,
karena bakteri ini mempunyai sifat-sifat yang tahan terhadap etanol yang
dihasilkan (23). Bakteri yang tergolong Zymomonas melakukan fermentasi
glukosa dan menghasilkan produk akhir seperti khamir yaitu dua molekul
etanol dan dua molekul CO2. Tetapi pada bakteri ini asam piruvat
diproduksi melalui jalur Entner-Doudoroff (ED). Dalam jalur ini terbentuk
suatu intermediat unit yaitu 2-keto-3-deoksi-6-fosfoglukonat (KDFG).
Komponen ini akan dipecah oleh aldolase menjadi dua triosa yaitu piruvat
dan gliseraldehida-3-fosfat, lalu asam piruvat kemudian mengalami
dekarboksilasi menjadi asetaldehida dan direduksi menjadi etanol (25).
Selanjutnya hasil fermentasi didestilasi dengan menjaga suhu antara
60-700C selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dari hasil destilasi sampel
4
40%, 50%, 60%, dan 70% b/v yaitu 14 ml, 19 ml, 21 ml, dan 25 ml.
Perbedaan filtrat yang diperoleh dapat disebabkan karena semakin besar
konsentrasi sampel, maka substrat fermentasi semakin kental sehingga
jumlah karbohidrat yang difermentasikan oleh bakteri Zymomonas mobilis
lebih banyak (13).
. Setelah itu dilakukan analisis kualitatif yang ditentukan dengan uji
serik nitrat membentuk warna merah. Prinsip uji serik nitrat yaitu etanol
bereaksi dengan pereaksi serik nitrat membentuk kompleks yang
berwarna merah (26).
Berat jenis larutan etanol dapat diukur dengan piknometer. Berat
jenis larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol di dalam larutan
tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat jenis
lebih kecIil daripada air sehingga semakin kecil berat jenis larutan berarti
jumlah kadar etanol semakin banyak (17). Berdasarkan analisis kuantitatif
menggunakan piknometer diperoleh kadar etanol hasil fermentasi
berturut-turut untuk konsentrasi 40%, 50%, 60%, dan 70% b/v yaitu
65,82%, 69,44%, 72,48%, 75,88%. Perbedaan perolehan kadar etanol ini
kemungkinan dapat disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi limbah
sagu, maka semakin tinggi kadar etanol yang diperoleh. Hal ini
disebabkan semakin besar konsentrasi limbah sagu, maka substrat
fermentasi semakin kental sehingga jumlah karbohidrat yang akan
difermentasikan oleh bakteri Zymomonas mobilis lebih banyak (13). Dari
4
hasil ini diketahui bahwa kadar etanol tertinggi adalah 70% b/v (75,88%),
hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi limbah sagu dengan konsentrasi etanol
4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan :
Konsentrasi limbah padat sagu (Metroxylon sagus Rottb) yang efektif
digunakan sebagai substrat pada produksi bioetanol menggunakan bakteri
Zymomonas mobilis adalah 70% dengan kadar etanol 75,88%.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada penetapan kadar etanol
menggunakan metode kromatagrafi gas.
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Syahrul B. Strategi Pengembangan Bioetanol Berbasis Sagu di Maluku. http://www.pengembangan bioetanol.com. Di akses 20 Januari 2009
2. Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Ul Press. Jakarta. 1989. hal 313, 537
3. Tjay dan Raharja K. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Alex Media Kompetindo. Jakarta. 2005. hal 57
4. David. Zimomonas Mobilis. http://www.mokrobeweki.kenyon. Diakses 20 Desember 2008
5. Nurhidayat. Bakteri Bioetanol. http://www.bakteri.com.2009. Di akses 11 Januari 2009
6. Donaldi A. Anonim Budidaya Tanaman Sagu. http://www.agraris.com. Di akses 21 Maret 2008
7. Haryano, B dan Pangloli P. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta 1992. hal 17, 123
8. Prihanda R. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. PT. Agromedia Pustaka. Tangerang. 2007. hal 27
9. Rafni A. Teknologi Bioetanol. http://www.teknologi bioetanol.com. 2009. Di akses 5 Januari 2009
10. Rianto. Menimbang Kelayakan Bioetano sebagai Pengganti Bensin. http://www.hangtuah.or.id. Diakses 5 September 2006
11. Pine S. Kimia Organik. Penerbit ITB Bandung. Bandung. 1988. hal 330
12. Hambali E. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2007. hal. 32-3
13. Soerawidjaja T. Proses Pembuatan Etanol. Seminar Nasional Biofuel Implementasi Biofuel sebagai Energi Alternatif. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Bogor [Tidak Dipublikasikan]
14. Suriawiria. Pengantar Mikrobiologi Umum. http://www.Wikilopedia.co.id Diakses 5 Februari 2008.
15. Mulyono. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta. 2006. hal. 19
4
16. Wiki. Zymomonas Mobilis. Http://id.wikipedi_org/wiki/fermentasi. Diakses 20 Desember 2008.
17. Haygen, G.J., dan J.L. Bowyer. Terjemahan Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1982. hal. 34
18. Haryanto B. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius.Yogyakarta. 1992. hal. 17, 123
19. Miller G.L. Use of Dinitrosalisylic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugars.1959. Chem. 31 : 426-428
20. Wiki. Zymomonas Mobilis. http://wikipedia_org/wiki/zymomonas mobilis. Diakses 20 Desember 2008 21. Panji C. Penuntun Praktikum Bioindustri. Pusat Antar Universitas Pertanian
Bogor. Bogor, 1988. Hal. 108 22. Kitahata S. Cyclomalodextnin Glucnottransferase. Pergamon Press. Frod,
1988. Hal. 154-63
23. Edi G. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pertanian Bogor bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya informasi IPB. Bogor. 1988. Hal. 146-156
24. Gumbira S. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PT.Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 1987. hal 264-271
25. Saraswati. Jurnal Fermentasi Etanol Menggunakan Bakteri Zymomonas mobilisdari Glikosa Hasil Hidrolisa Enzimatik Bagas. http://www.fermentasi zymomonas mobilis. Diakses 20 Juli 2006
26. Mardoni, M. Perbandingan Metode Kromatografi Gas dan Berat Jenis Pada
Penetapan Kadar Etanol Dalam Minuman Anggur. http://www.mardoni_pdf. Diakses 19 Agustus 2008
27. Ditjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1979. hal 819-823
28. Harsanto. Analisis Kimia Limbah Padat Sagu. Yogjakarta. 1990. hal 19
4
Lampiran I Contoh Perhitungan Kadar Bioetanol
Konsentrasi 40%Bobot piknometer 10 ml kosong = 12.2365 gBobot piknometer 10 ml + etanol = 21.05347 gBobot piknometer 10 ml + air = 22.0632 gBobot etanol = 21.05347 – 12.2365 = 8.81697 gBobot air = 22.0632 – 12.2365 = 9.8267 g
Bj etanol =
Bobot etanolVol air
=
8 .81697 g9 .8267 ml
= 0.897249 g/ml
Dari tabel (Lampiran V), dapat dilihat bobot jenis % b/b dan % v/v seperti
di bawah ini :
Bj b/b v/v
0,8970
0,89800,0010
58,1
57,20,9
65,9
65,5
0,4
% b/b = 58,1 -
0 ,00020 ,0010
x 0,9
= 58,1 – 0,18= 57,92 %
% v/v = 65,9 -
0 ,00020 ,0010
x 0,4
= 65,82 %
4
Lampiran II
Skema Kerja Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Padat Sagu
Limbah padat sagu (Metroxylon sagus Rottb)
- Dibersihkan, dikeringkan, dibersihkan, di blender.
- Suspensi konsentrasi dengan air suling @ 100 ml
Suspensi Limbah Padat Sagu
40% b/v 50% b/v 60% b/v 70% b/v
- Ditambahkan HCl 4N- Dipanaskan Suhu 121oC
Dihidrolisis
Hidrolisat Limbah Padat Sagu
40% b/v 50% b/v 60% b/v 70% b/v
- Disaring
4
Filtrat
- Diatur pH 5- Ditambahkan nutrien - Dipanaskan suhu 70oC
Difermentasi
- Ditambahkan larutan starter- Diinkubasi pada inkubator aerob selama 2 hari
Didestilasi
Bioetanol
Residu
- Dilakukan uji serik nitrat - Dihitung kadar etanol
40% b/v 50% b/v 60% b/v 70% b/v
Lampiran III
Komposisi Media yang Digunakan
1. Komposisi Medium NA :
Gelatin peptone : 0,5 g
Bacteriological agar : 0,15 g
Beef extract : 0,3 g
Air suling ad 100 ml
2. Komposisi nutrien :
Amonium sulfat ( NH4)2SO4) 1 g
Amonium karbonat ( NH4 )2CO3) 1g
Amonium dihidrogen fosfat ( (NH 4)H2 PO4 ) ) 0,01 g
Kalium dihidrogen fosfat ( KH 2 PO 4 ) 0,01 g
Magnesium sulfat ( MgSO4 ) 0,01 g
Air suling hingga ad 100 ml
4
Lampiran IV
Pembuatan pereaksi Serik Nitrat
Dilarutkan 200 gram serik ammonium nitrat (NH4)2[Ce(NO3)6 ] ke
dalam 500 ml larutan HNO3 2N, kemudian dipanaskan. Larutan yang
terbentuk adalah serik nitrat.
4
Lampiran V DAFTAR BOBOT JENIS DAN KADAR ETANOL
(Farmakope Indonesia Edisi III, 1979, hal 819 – 823)
Daftar berikut menunjukkan hubungan antara bobot jenis dan kadar etanol
Bobot jenis
Kadar etanol Koreksi bobot jenis untuk perbedaan
suhu 1o, berlaku untuk suhu antara 10o dan
30o
% b/b % v/v
0.7905 100.0 100.0 0.00085 10 99.8 99.9 85
20 99.5 99.8 85 30 99.2 95.5 85 40 98.9 99.3 85 50 98.6 99.1 86 60 98.2 98.9 86 70 97.9 98.7 86 80 97.5 98.5 86 90 97.2 98.3 86
0.8000 96.9 98.1 86 10 96.5 97.9 86 20 96.2 97.7 86 30 95.8 97.4 86 40 95.5 97.2 86 50 95.1 96.9 86 60 94.1 96.7 86 70 94.4 96.4 86 80 94.1 96.2 86 90 93.7 95.9 86
0.8100 93.4 95.7 86 10 93.0 95.4 86 20 92.6 95.1 86 30 92.3 94.9 86 40 91.9 94.6 86 50 91.5 94.4 86 60 91.2 94.1 86 70 90.8 93.8 86 80 90.5 93.6 86 90 90.1 93.3 86
4
Bobot jenis Kadar etanol Koreksi bobot jenis untuk perbedaan
suhu 1o, berlaku untuk suhu antara 10o dan
30o
% b/b % v/v
0.8200 89.7 93.0 86 10 89.3 92.7 86 20 88.9 92.4 86 30 88.6 92.1 86 40 88.2 91.8 86 50 87.8 91.6 86 60 87.4 91.3 86 70 87.1 91.0 86 80 86.7 90.8 86 90 86.3 90.5 86
0.8300 86.0 90.2 86 10 85.6 89.9 86 20 85.2 89.6 86 30 84.8 89.3 86 40 84.3 89.0 86 50 83.9 88.8 86 60 83.5 88.5 86 70 83.1 88.2 86 80 82.7 87.8 86 90 82.3 87.5 86
0.8400 81.9 87.2 86 10 81.5 86.8 86 20 81.1 86.4 86 30 80.7 86.1 86 40 80.3 85.7 86 50 79.9 85.4 86 60 79.5 85.1 86 70 79.1 84.7 86 80 78.7 84.3 86 90 78.2 84.0 86
0.8500 77.8 83.8 86 10 77.4 83.4 86 20 77.0 83.1 85 30 76.6 82.7 85 40 76.2 82.4 85 50 75.8 82.0 85 60 75.4 81.7 85 70 75.0 81.3 85
4
80 74.6 81.0 85 90 74.1 80.6 85
Bobot jenis
Kadar etanol Koreksi bobot jenis untuk perbedaan
suhu 1o, berlaku untuk suhu antara 10o dan
30o
% b/b % v/v
0.8600 73.7 80.3 85 10 73.3 79.9 85 20 72.9 79.5 85 30 72.5 79.2 85 40 72.0 78.8 85 50 71.7 78.4 85 60 71.3 78.0 85 70 70.9 77.7 85 80 70.4 77.3 85 90 70.0 76.9 85
0.8700 69.9 76.5 85 10 69.2 76.2 84 20 68.8 75.8 84 30 68.4 75.4 84 40 67.9 75.1 84 50 67.5 74.7 84 60 67.1 74.3 84 70 66.7 73.9 84 80 66.2 73.5 84 90 65.8 73.2 84
0.8800 65.4 72.8 84 10 64.9 72.4 83 20 64.5 72.0 83 30 64.1 71.6 83 40 63.7 71.2 83 50 63.2 70.8 83 60 62.8 70.4 83 70 62.4 70.0 83 80 61.9 69.6 83 90 61.5 69.2 83
0.8900 61.1 68.8 83 10 60.7 68.4 83 20 60.2 68.0 83 30 59.8 67.6 83 40 59.4 67.2 82 50 59.0 66.8 82 60 58.5 66.3 82
4
Lanjutan
70 58.1 65.9 82 80 57.7 65.5 81 90 57.2 65.1 81
Bobot jenis
Kadar etanol Koreksi bobot jenis untuk perbedaan
suhu 1o, berlaku untuk suhu antara 10o dan
30o
% b/b % v/v
0.9000 56.8 64.7 81 10 56.3 64.2 81 20 55.9 63.8 81 30 55.4 63.3 81 40 55.0 62.9 81 50 54.5 62.5 81 60 54.1 62.0 81 70 53.7 61.6 80 80 53.2 61.1 80 90 52.8 60.7 80
4
LAMPIRAN VI
FOTO PENELITIAN
Gambar 5. Limbah Padat Sagu
Gambar 6. Destilasi
4
4
4
4
4
4