Post on 05-Aug-2015
SKIZOFRENIA
Menurut Davidson (2006) skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis,
persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai
gangguan aktivitas motorik yang ganjil. Pasien skizofren menarik diri dari orang
lain dan kenyataan dan masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan
halusinasi.
Dalam rujukan ringkas dari PPDGJ-III, skizofrenia adalah suatu deskripsi
sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan
penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
Gangguan ini kadang berawal pada mas kanak-kanak tapi gangguan ini
biasanya muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Orang-orang
yang menderita skizofrenia umumnya mengalami beberapa episode akut simptom-
simptom, diantara setiap episode mereka sering mengalami simptom-simptom
yang tidak terlalu parah, nmaun tetap sangat mengganggu keberfungsian mereka.
Pada suatu saat, orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi
dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realita, dan berfungsi
secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain, pemikiran dan kata-
kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan dengan realita, dan
mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri bahkan dalam banyak tugas-
tugas mendasar (Susan Nolen Hoeksema, 2011).
SIMPTOM KLINIS SKIZOFRENIA
Simptom-simptom dari gangguan skizofrenia terbagi menjadi 2 kategori
utama yaitu simptom positif dan simptom negatif. Simptom positif maksudnya
adalah simptom yang biasanya paling menonjol dari gangguan ini, misalnya
munculnya persepsi, pemikiran, dan tingkah laku yang tidak biasa. Sedangkan
simptom negatif menunjukkan ketiadaan atau penurunan di domain-domain
tertentu.
1. Simptom Positif (Tipe I)
Simptom positi mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi, seperti
halusinasi dan waham.
a. Delusi (Waham)
Delusi (waham) merupakan keyakinan yang berlawanan dengan
kenyataan. Gambaran waham menurut Mellor (1970).
1. Pasien yakin bahwa pikiran bukan berasal dari dirinya dimasukkan ke
dalam pikirannya oleh suatu sumber ekstrenal.
2. Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan
sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan
3. Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri secara tiba-tiba dan
tanpa terduga oleh suatu kekuatan ekstrenal
4. Beberapa pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka
dikendalikan oleh suatu kekuatan eksternal.
Terdapat beberapa bentuk delusi yang umum muncul pada pasien
skizofrenia. Presecutory delusions adalah merupakan keyakinan yang salah
bahwa dirinya atau orang yang dicintainya telah disiksa, dikuntit, atau menjadi
korban konspirasi orang-orang. Misalnya yakin bahwa ada agen-agen inteligen
atau polisi yang berusaha menangkap dirinya. Delusion of reference
merupakan keyakinan bahwa kejadian-kejadian tertentu yang terjadi secara
acak ditujukan pada dirinya. Misalnya keyakinan bahwa ada reporter yang
memberitakan setiap gerakannya. Grandiose delusion atau waham kebesaran,
merupakan keyakinan yang salah bahwa ia memiliki kekuatan, pengetahuan,
atau bakat yang besar, atau ia merupakan seorang yang terkenal dan orang
yang kuat. Misalnya keyakinan bahwa dia adalah reinkarnasi dewa ataupun
merupakan seorang superhero. Delusions of being controlled, ialah menyakini
bahwa pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh kekuatan
eksternal. Misalnya yakin adanya makhluk asing telah menguasai badannya
dan mengendalikan perilakunya. Delusions of guilt or sin merpakan keyakinan
yang salah bahwa seseorang terlibat dalam suatu hal yang mengerikan dan
bertanggung jawab terhadap kejadian yang mengerikan. Misalnya keyakinan ia
telah membunuh seseorang. Somatic delusion merupakan keyakinan yang salah
bahwa salah satu bagian tubuhnya sakit atau diubah. Misalnya keyakinan
bahwa di dalam tubuhnya organ dalam tubuhnya digantikan oleh ular.
b. Halusinasi
Halusinai adalah distorsi persepsi pada pengalaman indrawi tanpa adanya
stimulus dari lingkungan (Davidson, 2006)
Halusinasi pada orang skizofrenia lebih aneh dan lebih bermasalah jika
dibandingkan dengan halusinasi pada mahasiswa dan tidak hanya disebabkan
oleh kurang tidur, stres, atau obat-obatan (Long, dalam Nolen, 2011).
Halusinasi ini berkaitan dengan panca indera yaitu halusinasi dengar,
penglihatan, penciuman, dan bahkan halusinasi somatis yang melibatkan
persepsi bahwa sesuatu terjadi di dalam tubuh seseorang. Halusinasi yang
paling umum adalah halusinasi dengar misalnya mendengar suara ataupun
musik yang tidak ada sumber suaranya.
c. Disorganisasi pemikiran dan cara bicara
Satu dari banyak kelaziman bentuk disorganisasi dalam skizofrenia, yaitu
kecenderungan untuk melompat dari satu topik kepada topik lain yang nampak
jelas sekali tidak berhubungan, melalui peralihan yang sedikit sekali masuk
akal, sering juga disebut sebagai kehilangan asosiasi (loosing of association)
atau keluar dari alur berpikir (derailment).
Penderita skizofrenia mungkin menjawab pertanyaan dengan komentar
yang sangat sedikit berhubungan dengan isi pertanyaan, atau sama sekali tidak
berhubungan. Sebagai contoh, ketika ditanya mengapa ia berada di rumah
sakit, seorang penderita skizofrenia menjawab: "Spaghetti terlihat seperti
cacing. Saya benar-benar berpendapat bahwa itu adalah cacing. Tikus tanah
menggali terowongan, tetapi tikus membangun sarang". Pada suatu waktu,
orang dengan skizofrenia berbicara dengan sangat tidak terorganisir sebagai
suatu hal yang secara total inkoheren bagi pendengar, sehingga seringkali
bercampur aduk. Orang tersebut mungkin membuat kata-kata yang memiliki
arti tertentu bagi dirinya, yang dikenal dengan neologism. Orang-orang yang
diagnosis skizofrenia mungkin membuat asosiasi antara kata-kata yang
berdasarkan bunyi kata, dibandingkan dengan maksud dari kata itu sendiri dan
ini dikenal dengan clangs. Disorganisasi cara bicara dan pemikiran pada
skizofrenia berkaitan dengan kekurangan utama dalam kognitif dan atensi
(Barch, 2005 dalam Nolen, 2011). Selian itu, pasien skizofrenia juga
menunjukkan penurunan kemampuan dalam working memory dimana
penurunan tersebut mempengaruhi kemampuan dalam menahan dan mengolah
informasi. Oleh karenanya pasien skizofrenia sulit untuk menahan informasi
yang tidak relevan ataupun memperhatika informasi yang relevan. Penurunan
working memory juga mempengaruhi pasien dalam belajar ataupun menerima
informasi baru.
d. Disorganisasi Perilaku ataupun kataton
Disorganisasi tingkah laku pada penderita skizofrenia sering mengarahkan
atau membuat orang disekitarnya menjadi takut terhadap mereka. Orang-orang
skizofrenia mungkin menunjukkan agitasi yang tidak dapat diprediksikan dan
jelas sekali tanpa pemicu (unpredictable and untrigger agitation). Tiba-tiba
berteriak dan menyumpah-nyumpah, atau berjalan maju mundur dengan cepat
di jalanan. Mereka mungkin melakukan perilaku yang tidak disukai (disetujui)
secara sosial, seperti public masturbation (onani di depan umum). Berpakaian
tidak rapi dan jorok, pada suatu waktu menggunakan sedikit pakaian di hari
yang dingin dan mengenakan banyak pakaian di hari yang sangat panas.
Pendeknya, dari tingkah laku yang sangat janggal ini, orang-orang dengan
schizophrenia seringkali memilih masalah dalam mengorganisasikan rutinitas
mereka sehari-hari. Hal ini sebagai gejala dimana seluruh konsentrasi mereka
harus dikerahkan untuk menyelesaikan sebuah tugas yang sederhana, seperti
menggosok gigi mereka dan tugas-tugas lain yang belum diselesaikan.
Kataton adalah sekelompok tingkah laku yang disorganisasi yang
mencerminkan kekurangresponsifan yang ekstrim terhadap dunia luar. Salah
satu periode kataton sering disebut sebagai cataton excitement dimana ia akan
tampak liar dan gelisah tanpa alasan dan sangat sulit untuk ditenangkan.
Selama periode ini, ia mungkin akan membicarakan delusi atau halusinasinya
ataupun menjadi sangat inkoheren.
2. Simptom Negatif (Tipe II)
Simptom negatif meliputi defisit behavioral diantara lain adalah avolition,
alogia, anhedonia, afek datar, dan asosialitas.
a. Affective Flattening
Adalah suatu reduksi atau pengurangan yang sangat parah atau bahkan
tidak ada sama sekali respon emosi atau afeksi terhadap lingkungan. Wajah
pasien skizofrenia biasanya tidak akan menunjukkan perubahan ekspresi,
tidak peduli apapun yang terjadi, dan bahasa tubuhnya tidak merespon apa
yang terjadi di sekitarnya. Mereka biasanya akan berbicara dengan suara yang
monoton, tanpa ekspresi emosi, dan mereka tidak berusaha untuk membuat
kontak mata dengan orang lain. Orang-orang dengan skizofrenia yang tidak
menunjukkan emosi apapun mungkin saja mengalami emosi yang intens
namun tidak mampu mengekspresikannya.
b. Alogia
Adalah pengurangan atau bahkan ketiadaan dalam berbicara atau dengan
kata lain mutism. Penderita mungkin tidak berinisiatif untuk berbicara dengan
orang lain, dan jika ditanya secara langsung (direct question), ia
menjawabnya dengan singkat dengan isi jawaban yang tidak berbobot.
Kurang atau kerusakan berbicara orang tersebut mungkin menggambarkan
kekurangan atau kerusakan dalam berpikir, meskipun hal itu mungkin untuk
sebagian disebabkan oleh kurangnya motivasi berbicara.
c. Avolition
Adalah ketidakmampuan untuk bertahan dalam melakukan suatu tugas
yang umum dan memiliki tujuan. Tidak hanya tidak mampu, tetapi penderita
skizofrenia juga tidak peduli dan tidak memiliki motivasi untuk melakukan
tugas-tugas tersebut. Misalnya ketidakmampuan untuk berpakaian,
menggosok gigi, sarapan, dan sebagainya. Mereka mungkin saja duduk
seharian tanpa melakukan kegiatan apa pun dan kadang mereka menarik diri
dari lingkungan sosialnya.
Simptom negatif pada skizofrenia agak sulit didignosa dan terkadang
diragukan reliabilitasnya. Pertama, tidak seperti simptom postif yang
menunjukkan kemunculan tingkah laku tertentu, simptom negatif melibatkan
tingkah laku yang hilang ataupun tidak ada pada pasien, sehingga agak sulit untuk
mendeteksinya. Kedua, simptom ini bergerak dari rentang normal sampai
abnormal. Berbeda dengan simptom positif terlihat dari keanehan tingkah laku
yang benar-benar tampak. Ketiga, simptom ini mungkin saja disebabkan oleh
faktor-faktor selain skizofrenia. Misalnya karena depresi ataupun efek samping
dari pengobatan.
Terdapat beberapa simptom yang tidak dikelompokkan ke dalam simptom
positif dan negatif. Simptom-simptom tersebut adalah sebagai berikut:
1. Afek yang tidak tepat
Orang dengan skizofrenia sering menunjukkan respon afeksi yang tidak
sesuai dengan stimulusnya. Misalnya mereka tertawa ketika menghadapi
situasi yang sedih ataupun sebaliknya. Hal ini terjadi mungkin karena mereka
sedang memikirkan hal lain yang sama sekali berbeda dengan apa yang
terjadi di luar dirinya. Keadaan ini pada pasien tedapat dengan cepat berubah
dari satu kondisi emosional ke kondisi emosional lain tanpa alasan yang jelas.
Meskipun simptom ini cukup jarang terjadi, namun jika terjadi, simptom ini
memiliki kepentingan diagnostik yang besar karena relatif spesifik bagi
skizofrenia (Davidson, 2006).
2. Anhedonia
Beberapa penderita skizofrenia mengalamai anhedonia yang parah.
Anhedonia adalah kehilangan minat terhadap segala sesuatu di dalam hidup.
Mereka kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi, tidak peduli apa pun
yang terjadi, mereka tidak merasa senang atau sedih.
3. Kemampuan sosial yang terganggu
Penderita skizofrenia dengan segala simptom yang ada pada mereka
menjadi sulit untuk menjalin interaksi sosial yang normal dengan orang lain.
Penderita skizofrenia memiliki kemampuan sosial yang terganggu dalam
cakupan yang luas, termasuk kesulitan dalam mempertahankan percakapan,
hubungan, ataupun percakapan. Hal ini lebih disebabkan oleh simptom negatif
daripada simptom positif walaupun simptom positif tampak lebih aneh.
DIAGNOSIS SKIZOFRENIA
Diagnosis dalam DSM IV TR
Terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia menurut DSM – IV TR:
1. Simptom – simptom khas
Dua atau lebih dari yang berikut ini, masing – masing muncul cukup jelas
selama jangka waktu satu bulan (atau kurang, bila ditangani dengan baik):
a) Delusi
b) Halusinasi
c) Pembicaraan kacau
d) Tingkah laku kacau atau katatonik
e) Simptom – simptom negatif
2. Disfungsi social/ukopasional
3. Durasi
Simptom – simptom gangguan ini tetap ada untuk paling sedikit 6 bulan.
Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dimana simptom –
simptom muncul.
4. Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan mood
5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis
6. Hubungan dengan Pervasive Autistic Disorder atau gangguan PDD
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi
atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan (atau kurang bila
tertangani dengan baik).
Diagnosis PPDGJ III
Berdasarkan PPDGJ-III, kriteria untuk menegakkan diagnosis skizofrenia
adalah apabila ditemukan satu gejala utama (a-d) secara jelas , atau dua dari gejala
tambahan (f-h) apabila gejala utama kurang jelas. Gejala sudah berlangsung lebih
dari 1 bulan dan pasien dalam keadaan kompos mentis.
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
a. - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b. -“delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan
atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c. Halusinasi auditori
Dapat berupa suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien. Terkadang mendiskusikan perihal pasien di
antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
e. Halusinasi yang menetap dari pancaindera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (blocking) atau yang mengalami sisipan,
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas lilin, negativisme, mutisme,
dan stupor.
h. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap yang sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial. Tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di
muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-
hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
“Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada
pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami
episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau
30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu
mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya,
respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien
skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,
berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau
agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan
diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka
tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :Perilaku
yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-
buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakkan kearah yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik
memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai
dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan
karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien
tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III
yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis
umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas
dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan
posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang
terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan
lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain
skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka
hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
- Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan
subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai
kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya
(yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
· Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas
dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip
dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi
Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis
delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan
sebagai media skizofrenia.
· Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat
terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien
harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi
pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang
ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia.
Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut
mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran
tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga
dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
· Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien
mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi
terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan
bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman
halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika
terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa
pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
· Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia
paranoid”. Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan
penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang
tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat
berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
· Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu
seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan
gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala
panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang
kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering
sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.
· Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah
simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan
bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang
normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
· Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah
simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan
pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan
yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek
kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada
pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.