Post on 10-Dec-2015
description
1. ririn
2. raisa
3. randi
4. kartik
5.mitha
6. rezi
7. ayu
8. mutia
9. rima
10. nisa
11. aji
Skenario
Anto, seoranganaklaki-lakiberusia 5 tahun, dibawaolehibunyaberobatkarena kaki dantangannyaterabadinginseperties.Empathari yang laluAntodemamtinggiterusmenerus, tidakmenggigil, disertaisakitkepala, pegal-pegaldansakitperut.Tidakadabatukpilek, buang air besardanbuang air kecilsepertibiasa.Antosudahdiberiobatpenurunpanas, namunpanasturunsebentardankemudiannaiklagi.Satuhari yang lalupanasmulaiturundanAntomulaibatuk-batuksertasedikitsesaknafas, disertaimimisan.Sejak 8 jam yang lalupasientidakbuang air kecildisertaitangandan kaki terabadinginseperties.
Riwayatmimisan
keadaanUmum : gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T: 36,2C, BB: 15kg, TB: 98cm. Rumple leede test: (+)
KeadaanSpesifik:
Kepala: konjungtivatidakpucat, nafascupinghidung (-)
Thorak: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyijantung I-II normal, bisingjantung (-), iramadepan (-). Paru: suaranapasvesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, hatiteraba 2 cm di bawaharcus costae, lien tidakteraba, BU (+) normal
Extremitas: akraldingin, capillaru refill time 4”
Pemeriksaanpenunjang:
Hb: 12g.Dl Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3 Trombosit: 45.000/mm3
Klarifikasiistilah
1. mimisan :epistaksisadalahperdarahandarihidung yang dapatterjadiakibatsebab local atausebabumum (sistemik).
2. tangan kaki terabadingin :
3. sesaknafas : gangguanfungsipernafasan (dipsnea) yang diakibatkanmengecilatautersumbatnyasaluranpernafasanataulemahnya organ pernafasan.
4. nafascupinghidung :
5. Wheezing : suarapernafasanfrekuensitingginyaring yang terdengar di akhirekspirasi
6. Dipsnea : pernafasan yang sukaratausesak
7. Filliformis :
8. Rumple leede test : pemeriksaanbidanghematologidenganmelakukanpembendunganpadabagianlenganatasselama 10 menituntukuji diagnostic kerapuhan vascular danfungsitrombosit.
9. capillary refill time : tes yang dilakukanpadadaerahdasar kuku untukmmonitordehidrasidanjumlahalirandarahkejaringan.
Identifikasimasalah
1. kalimat 1
2. kalimat 2 &3
3. kalimat 4
4. kalimat 5,6,7
5. pemeriksaanfisik
6. pemeriksaanpenunjang
Analisimasalah
1. kalimat 1
a. apahubunganusidanjeniskelaminterhadapkasus?(1,2,3)
b. apa makna klinis dan mekanisme tangan dan kaki teraba seperties?(4,5,6)
- JAWAB: Kaki dan tangan teraba dingin seperti es
Etiologi:
Kaki dan tangan yang teraba dingin seperti es memiliki banyak penyebabnya, namun
yang paling sering adalah karena sirkulasi darah yang buruk. Di bawah ini adalah
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan kaki dan tangan teraba dingin seperti es:
Frostbite Anemia Diabetes Lupus Raynaud’s Disease Scleroderma Buerger”s Disease Thyroid Disease Poor circulation Nervous system disorders
Mekanisme:
Infeksi Dengue Virus karena gigitan oleh nyamuk betina Aedes aegyptiVirus
menginfeksi sel target, terutama sistem retikuloendotelial, seperti sel dendritik,
hepatosit, dan sel endothelial Respon imunitas tubuhAktivasi respon imun seluler
dan humoral Terbentuk kompleks antigen virus-antibodi Pelepasan histamine,
c3a, c5aPeningkatan permeabilitas kapilerKebocoran pembuluh darah (plasma
leakage)Aliran darah ke perifer berkurang Ekstremitas (kaki dan tangan) teraba
seperti es
2. kalimat 2 &3
a. apasajatipe-tipedemamdantermasukjenisapa yang di alamiolehAnto?(7,8,9)
b. bagaimanamekanismedemam yang dialamiAnto?(11,1,2)
c. apa yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala yang timbul pada Anto?(3,4,5)
d. mengapatidakadabatukpilekpadademam yang di alamiAnto 4 hari yang lalu ?(6,7,8)
e. mengapa BAB dan BAK masih normal pada 4 hari yang lalu?(9,10,11)
3. kalimat 4
a. mengapasetelahdiberiobatpenurunpanasdemam yang di alamiAntohanyaturunsebentarkemudiannaiklagi?(1,2,3)
4. kalimat5,6,7
a. mengapa gejala sesak nafas dan mimisan baru timbul setelah demamnya mulai turun?(4,5,6)
JAWAB: Mimisan, terbanyak disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di daerah
mukosa hidung yang disebabkan oleh rangsangan baik dari dalam ataupun dari luar tubuh
seperti demam tinggi, udara yang terlampau dingin, udara yang terlampau panas,
terlampau letih sehingga kurang istirahat atau makan kurang teratur, dan sebagainya. Bila
anak pernah menderita mimisan sebelumnya, maka mimisan mungkin tidak berbahaya;
tetapi pada seorang anak yang belum pernah mimisan kemudian demam tinggi disertai
mimisan merupakan tanda penting dan perlu diwaspadai. Selain itu, riwayat mimisan
disangkal dapat menyinggkirkan diagnosis penyakit ITP dan Scorbut (defisiensi vitamin
C), dimana keadaan tersebut dapat menimbulkan epistaksis.
b. mengapasejak 8 jam yang lalupasientidakbuang air kecil?(7,8,9)
c. mengapariwayatmimisanditanyakanpadakasusAnto?(10,11,1)
5. pemeriksaanfisik
a. interpretasidanmekanismeabnormal
keadaanUmum : gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T: 36,2C, BB: 15kg, TB: 98cm. Rumple leede test: (+)(2,3,4)
- JAWAB: Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filliformis, RR:
36X/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)
- Gelisah/delirium
Interpretasi:abnormal
Mekanisme abnormal: permeabilitas pembuluh darah meningkat peremberasan
plasma melalui dinding endothel (natrium menurun dan Ht meningkat) hipovolemi
syok hipoperfusi ke otak penurunan kesadaran.
- TD 70/50
Interpretasi:Hipotensi
Mekanisme abnormal:terjadi akibat kegagalan perfusi ke jantung akibat volume
plasma yang menurun karena kebocoran plasma sehingga mengakibatkan cardiac
output menurun dan bermanifestasi pada TD yang rendah.
- Nadi: filiformis
Interpretasi:abnormal
Mekanisme abnormal:hal ini menunjukkan perfusi ke jaringan perifer tidak aadekut
dalam keadaan ini terjadi kompensasi dari tubuh berupa vasokontriksi perifer sehingga
terjadi penurunan kekuatannadi danisi pada perifer.
- RR: 36x/menit RR normal: 12-20 x/menit
Interpretasi: Takipneu
Mekanisme abnormal: takypneu terjadi sebagai kompensasi tubuh untuk membantu
meningkatkan perfusi ke jaringan sehingga dibutuhkan O2 yang lebih banyak.
- T: 36,2oC suhu tubuh normal: 36,5 – 37,5oC
Interpretasi:di bawah normal
Mekanisme abnormal:4 hari yang lalu budi demam tinggi dan sekarang suhu tubuh
budi normal, hal tersebut menunjukkan bahwa budi sedang masuk dalam fase kritis (4-
7 hari ) DBD dimana pada fase ini suhu tubuh penderita akan menurun. Pada fase ini
lah kemungkinan pasien dapat mengalami Dengue Shock Syndrome.
- BB 15 Kg, TB 98 cm:
BB/U berada antara
0 dan +2 SD
normal
BB/TB = berada antara 0 dan +1 SD normal
TB/U = berada antara 0 dan +2
SD normal
Interpretasi: status gizi pasien normal. Tidak ada hubungan antara BB dan TB terhadap kasus ini, namun secara
epidemiologis anak yang berusia kurang dari 10 tahun yang mengalami DHF lebih sering mengalami Dengue Shock Syndrome sehingga perlu perhatian khusus
- Rumple leede test (+)
Interpretasi:uji Rumple Leed (tourniquet) yang (+) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan fragilitas kapiler. Tes ini merupakan “presumptive test” (tes skrining)
karena dijumpai pada sebagian besar penderita DBD. Selain DBD, rumple leed yang
(+) bisa juga dijumpai pada campak,defisiensi vitamin C
(skorbut),trombositopenia,demam chikungunya, tifoid, dll.
Mekanisme:ketika masuk kedalam tubuh manusia virus dengue akan bereplikasi di
nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain terutama ke sistem
reticuloendhotelial dan kulit, baik secara bronkogen maupun hematogen. Kemudian,
tubuh akan membentuk kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah yang akana
mengaktifasi komplemen sehingga dilepaskan anafilatoksin C3a dan C5a yang akan
meningkatan permeabilitas pembuluh darah. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang
melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi
intravaskuler. Terjadi aktivasi faktor Hageman (factor XII) akan menyebabkan
pembekuan intravascular yang meluas dan meningkatkan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah.
Pelepasan anafilatoksin C3a dan C5a & aktivasi faktor Hageman meningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah tes rumple leede (+).
KeadaanSpesifik:
Kepala: konjungtivatidakpucat, nafascupinghidung (-)
Thorak: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyijantung I-II normal, bisingjantung (-), iramadepan (-). Paru: suaranapasvesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, hatiteraba 2 cm di bawaharcus costae, lien tidakteraba, BU (+) normal (5,6,7)
Extremitas: akraldingin, capillaru refill time 4”(8,9,10)
6. pemeriksaanpenunjang
Hb: 12g.Dl Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3 Trombosit: 45.000/mm3
a. interpretasidanmekanisme abnormal(11,1,2)
b. pemeriksaan penunjang lainnya(3,4,5)
JAWAB: Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes
serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody
total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
1. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.
TEMPLATE
a. how to diagnose6,7,8
b.dd9,10,11
c.wd1,2,3
d.epidemiologi4,5,6
JAWAB: Penyebaran secara geografi dari kedua vektor nyamuk dan virus dengue
menyebabkan munculnya epidemi demam dengue dan demam berdarah dengue dalam
dua puluh lima tahun terakhir, sehingga berkembang hiperendemisitas di perkotaan di
negara tropis. Pada tahun 2007 di Asia Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue
sekitar 18% dan peningkatan kasus dengue yang meninggalsekitar 15% dibanding tahun
2006.Di Indonesia demam berdarah dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi secara endemis di Indonesia selama dua
abad terakhir dari gejala yangringan dan self limiting disease.Indonesiamerupakan negara
dengan jumlah populasi yangpadat mencapai 245 juta penduduk. Hampir 60%penduduk
tinggal di pulau Jawa, daerah kejadian luarbiasa infeksi dengue terjadi.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.
e.etiologi7,8,9
f. patofisiologi10,11,1
g. manifestasi klinis2,3,4
JAWAB: Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang
meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue
termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam dengue biasanya tidak
menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF merupakan
penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan
berpotensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis
bergantung pada usia, status imun penjamu, dan strain virus. Berikut ini adalah bagan
manifestasi infeksi virus dengue :
h. komplikasi5,6,7
i. tatalaksana8,9,10
j. edukasidanpreventif11,1,2
k. prognosis3,4,5
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intracranial (Isselbacher, 2000).Pada kasus dubia ad bonam
l. KDU6,7,8
HIPOTESIS
Antoseoranganaklaki-laki 5 tahun, mengalamishokhipovolemikdisebabkanolehdemamberdarah dengue.
LI
1. DBD9,10,11
2. MEKANISME IMUNOLOGI PADA DBD1,2,3,5
3. VEKTOR DBD4,5,6,3
4. FISIOLOGI PENGATURAN SUHU TUBUH DAN SALURAN NAFAS PADA DBD7,8,9,6,4
Patofisiologi primer pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi peningkatan
akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstra vaskuler, sehingga akan menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan
darah. Volume plasma menurun mencapai 20% pada kasus berat yang diikuti efusi
pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia. Jika penderita sudah stabil dan mulai
sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan menimbulkan penurunan
hematokrit. Perubahan hemostasis pada Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
Syok Syndrome (DSS) yang akan melibatkan 3 faktor yaitu:
(1) perubahan vaskuler; (2) trombositopenia; dan (3) kelainan koagulasi.
Setelah virus Dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
didalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung
5-7 hari. Respon imun humoral atau seluler muncul akibat dari infeksi virus ini. Antibodi
yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi Dengue primer antibodi
mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang ada telah meningkat.
Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam pada hari
ke 5, meningkat pada minggu pertama sampai minggu ketiga dan menghilang setelah 60-
90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan
pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini pada
infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari
kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan pada
sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue. Trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak
permulaan sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD. Gangguan hemostasis melibatkan
perubahan vaskuler, pemeriksaan tourniquet positif, mudah mengalami memar,
trombositopenia dan koagulopati. DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrinolisis, Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus
yang berat dan disertai syok dan secara potensial dapat terjadi juga pada kasus DBD
tanpa syok. Terjadinya syok yang berlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan
perawatan yang tepat dan melakukan observasi disertai pemantauan perembesan plasma
dan gangguan hemostatis.
5. MENJELASKAN PROSEDUR DIAGNOSIS VIRUS DBD10,11,1,7,2
6. TATALAKSANA KASUS KEGAWATAN2,3,4,5,1
Tatalaksana awal DBD pada anak dapat dibagi dalam beberapa bagan, yaitu:
Bagan 2 dan 3 untuk tatalaksana tersangka Dengue, bagan 4 untuk penderita DBD derajat
I dan II, dan bagan 5 untuk penderita DBD derajat III dan IV (sindrom syok dengue).
Pada kasus ini, budi mengalami DBD derajat 3 sehingga bagan yang kita gunakan adalah
bagan 5.
Keterangan bagan 5:
Sindrom syok dengue adalah DBD dengan gejala-gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba
kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan diastolic
80 mmHg, jadi tekanan nadi < 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada
produksi urin.
1. Segera beri infus kristaloid ( ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/KgBB ( pada kasus:
150-300 ml ) secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2-4
liter/menit. Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur)
diberikan ringer laktat 20 ml/KgBB/jam bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15
menit, hematocrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilajutkan
15-20 ml/KgBB/jam ( pada kasus: 225-300 ml), ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid sebanyak 10-20ml/KgBB, maksimal 30 ml/KgBB (koloid diberikan pada
lajur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan
umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematocrit tiap 4-6 jam.
Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematocrit, tekanan nadi
> 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/KgBB/jam. Volume
10 ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabil dan
hematocrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam
sampai keadaan klinis dan hematocrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan
5 ml/KgBB/jam dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak
melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin
dikerjakan tiap jam (usahakan urin > 1 ml/KgBB/jam, BD urin < 1.020) serta
pemeriksaan hematocrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaaan umum baik.
b. Apabila syok belum teratasi, sedangkan kadar hematocrit menurun, tetapi masih >40vol%
berikan darah segar dalam volume kecil (10ml/KgBB). Apabila tampak perdarahan
massif, berikan darah segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam.
Pemasangan CVP ( dipertahankan 5-8 cmH2O) pada syok berat kadang-kadang
diperlukan , sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
c. apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10 mmH2O), maka diberikan
dopamine.
1. Pasien diberikan terapi awal cairan IV berupa kristaloid 6-7 ml/KgBB/jam pada
kasus : 6-7 ml ( 15 kg ) = 90-105 ml/ jam diberikan dengan cara di kocor.
2. kemudian, kita evaluasi 3-4 jam dengan terus mengecek Ht, nadi, TD dan produksi
urin. Apabila kondisi membaik maka kita kurangi infus kristaloid nya menjadi 5
ml/KgBB/jam pada kasus: 5 ml ( 15 kg ) = 75 ml / jam
3. evaluasi kembali 2 jam kemudian, apabila kondisi membaik maka kurangi kembali
infus kristaloid menjadi 3 ml/KgBB/jam pada kasus : 3 ml ( 15 kg ) = 45 ml/jam
4. apabila ada pebaikan maka terapi cairan dihentikan dalam waktu 24-48 jam.