Post on 29-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Darah merupakan suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Fungsi darah antara lain : mengangkut O2 dan nutrien yang
diabsorpsi ke dalam sel, mengangkut CO2 dan produk buangan lainnya dari sel ke paru –
paru, ginjal, sistem pencernaan serta kulit, mengangkut hormon dari kelenjar endokrin
menuju ke organ target, mengatur keseimbangan asam basa, melindungi tubuh dari
mikroorganisme yang mengancam hidup, hemostasis, dan mengatur suhu tubuh(Price &
Wilson, 2013; Morton, dkk, 2012).
Sel darah diproduksi di sum – sum tulang, dalam hal ini stem sel dan dipengaruhi
oleh berbagai jenis protein atau faktor yang mengatur pertumbuhan dan reproduksi
berbagai stem sel dan mengatur diferensiasi stem sel dipengaruhi oleh rangkaian protein
yang disebut penginduksi diferensiasi (Guyton, 2012).
Seperti dikatakan di atas, salah satu fungsi darah adalah hemostasis. Hemostasis
adalah suatu pencegahan terhadap hilangnya darah. Mekanisme hemostasis ini diawali
dengan terjadinya cedera pada jaringan yang kemudian berlanjut pada terjadinya
konstriksi pembuluh darah, sumbatan oleh trombosit, pembentukan bekuan darah dan
pembentukan jaringan fibrosa (Guyton, 2012).
Makalah ini akan membahas tentang sel darah apa saja yang terdapat dalam darah,
bagaimana proses pembentukannya, komponen darah yang mana yang berperan dalam
proses hemostasis dan bagaimana mekanisme hemostasis dan juga kelainan pembekuan
darah apa saja yang sering terjadi, semuanya akan dijelaskan secara lebih rinci dalam
makalah ini.
1.2. TUJUAN
1.2.1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui
dan memahami tentang fisiologi pembentukan darah.
1.2.2. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
a. Mengetahui tentang komponen darah, dalam hal ini sel – sel darah
b. Mengetahui faktor – faktor yang berperan dalam proses pembentukan darah
c. Memahami proses pembentukan darah
d. Mengetahui faktor – faktor yang berperan dalam proses pembekuan darah
e. Memahami fase – fase pembekuan darah sampai dengan terhentinya perdarahan
f. Mengetahui tentang trombus dan emboli
g. Mengetahui tentang kelainan – kelainan atau gangguan – gangguan pembekuan
darah yang sering terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KOMPONEN SEL DARAH
Morton, dkk (2013) menyebutkan bahwa 55% darah adalah plasma dan 45%nya
adalah unsur seluler.
A. PLASMA
Plasma darah merupakan bagian cair dari darah yang berwarna kuning yang
dalam reaksinya bersifat alkali (Morton, dkk, 2012; Syaifuddin, 2013). Plasma
mengandung komponen – komponen organik dan anorganik. Komponen – komponen
tersebut antara lain :
1) Air (± 90 – 93% berat plasma)
2) Mineral/elektrolit ± 0,9%, terdiri dari : Natrium (Na) , Kalium (K), Kalsium
(Ca), Klorida (Cl), Magnesium (Mg), Bikarbonat (HCO3), Fosfat (HPO4) dan
Sulfat (SO4) .
3) Protein plasma
Protein plasma terkandung di dalam darah ± 8 %. Komponen yang terdapat
dalam protein plasma adalah : albumin 4,5 g/dl, globulin 2,5 g/dl, fibrinogen 0,3
g/dl dan lipoprotein.
4) Nutrien
Komponen ini merupakan komponen yang disirkulasikan ke dalam jaringan
tubuh. Terdiri dari : Glukosa dan karbohidrat lain, Asam amino total , Lipid
total, Vitamin individual , Kolesterol dan unsur renik individu
5) Gas
Komponen gas yang terdapat dalam plasma, antara lain : karbodioksida
(CO2), Oksigen (O2), dan Nitrogen (N2).
6) Hormon
Terkandung dalam plasma ± 0,000001 – 0,5 mg/dl. Hormon ini akan
dihantarkan ke organ target agar dapat menjalankan fungsinya.
7) Produk buangan
Merupakan komponen terakhir dari plasma yang dibawa ke organ – organ
yang sesuai untuk diekskresikan. Terdiri dari : Urea (BUN), Kreatinin, Asam
urat dan Bilirubin (Price & Wilson, 2013; Morton, dkk, 2012; Syaifuddin, 2013).
B. SEL DARAH MERAH / ERITROSIT
Sel darah merah (SDM) atau eritrosit merupakan cakram berbentuk bikonkaf
tidak berinti, berdiameter 7,8 – 8 µm, tebal 2 – 2,5 µm. Ketebalan SDM pada bagian
tengah berkurang menjadi hanya 1 mm atau kurang. Jumlah atau volume SDM
normal adalah 90 – 95 µm3 atau kira – kira 5 juta / mm3. SDM memiliki masa hidup
120 hari (Guyton, 2012; Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare, 2001).
SDM bersifat lunak dan lentur sehingga dapat berubah dalam berbagai bentuk
(reversibel) dan mudah melewati kapiler. Membran SDM sangat tipis sehingga
memungkinkan terjadinya pertukaran gas O2 dan CO2. Stroma bagian luar membran
SDM mengandung antigen golongan darah A dan B serta faktor Rh yang menentukan
golongan darah seseorang (Guyton, 2012; Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare,
2001).
Dalam SDM terkandung suatu substansi yang disebut Haemoglobin (Hb),
yakni suatu substansi yang mengandung zat besi dan berfungsi sebagai media
transport O2 dan CO2 antara paru dan jaringan. Hb berikatan dengan O2 dan disebut
sebagai oksihaemoglobin bertugas mengangkut O2 dari paru ke jaringan/sel dan
sebaliknya Hb juga dapat berikatan dengan CO2 yang kemudian dibawa menuju paru
– paru untuk dibuang ke atmosfer (Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare, 2001).
C. SEL DARAH PUTIH / LEUKOSIT
Sel darah putih (SDP) atau leukosit adalah sel darah yang memberikan
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme dan benda asing serta mengeluarkan
debris seperti sel penjamu yang mati atau cedera. Sel ini dapat dibedakan dari
eritrosit karena memiliki inti sel. Jumlah leukosit dalam darah adalah sekitar 5000 –
10.000 mm3. SDP dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Granulosit/memiliki granul/polimorfonuklear, terdiri dari :
a) Neutrofilia
Sel ini berperan saat terjadi inflamasi akut. Saat terjadi inflamasi, sel –
sel ini akan bermigrasi dari kapiler ke area yang terinflamasi. Sel – sel ini
kemudian melakukan fungsinya sebagai fagosit dengan memakan
mikroorganisme dan debris, setelah itu sel ini akan hancur dan melepaskan
enzim yang melarutkan debris dan mempersiapkan sisi terinflamasi untuk
proses penyembuhan. Jumlahnya adalah 57 -67 % hitung jenis leukosit.
b) Eosinofilia
Sel ini berperan dan akan meningkat jumlahnya saat terjadi reaksi
alergi. Sel ini penting dalam mendetoksifikasi protein asing dengan
mencerna struktur struktur kompleks antigen – antibodi. Sel ini juga
memiliki reseptor permukaan bagi imunoglobulin dan histamin. Jumlahnya
adalah 1 – 4 % hitung jenis leukosit.
c) Basofilia
Sel ini mengandung histamin, bradikinin dan serotonin yang berperan
dalam timbulnya gejala reaksi alergi akut sistemik. Basofil juga mengandung
antikoagulan, dan zat vasoaktif lainnya. Jumlahnya adalah 0 – 0,75 % hitung
jenis leukosit.
2. Agranulosit/tidak memiliki granul/mononuklear, terdiri dari :
a) Monosit
Sel ini bertanggung jawab untuk memfagositosis leukosit dan eritrosit
yang mati di dalam darah dan memproses material antigenik ketika jumlah
neutrofil berkurang. Perbedaan monosit dengan neutrofil adalah monosit
hadir lebih lambat tetapi memiliki aktivitas kerja yang lebih lama. Jumlahnya
adalah 3 – 7 hitung jenis leukosit.
b) Limfosit
Sel ini merupakan sel imunokompeten yang terlibat dalam
menghasilkan antibodi untuk menyerang benda asing yang masuk dan
mempertahankan respon imun. . Jumlahnya adalah 25 – 33 % hitung jenis
leukosit.
Limfosit dibagi lagi menjadi 2, yaitu limfosit B yang berfungsi untuk
menghasilkan antibodi (sejenis protein yang akan menghancurkan benda
asing). Limfosit B dikatakan bersifat humoral. Limfosit T merupakan bentuk
lain limfosit yang berfungsi menyerang benda asing secara langsung yakni
dengan menghasilkan limfokin yang akan memperkuat aktivitas sel
fagositosis. Limfosit T dikatakan bersifat selular.
(Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare, 2001; Morton, dkk, 2012)
D. PLATELET / TROMBOSIT
Trombosit bukan merupakan sel tetapi merupakan fragmen – fragmen sel
berdiameter 1 – 4 µm, berbentuk cakram dan tidak berinti. Trombosit merupakan
unsul selular sum – sum tulang terkecil dan berperan dalam hemostasis dan
koagulasi. Membran trombosit menyerap dan mengaktivasi faktor V, VIII dan IX,
protein kontraktil aktomiosin/trombostenin dan berbagai protein dan enzim lain
dalam proses koagulasi saat terjadi trauma atau cedera. Sedangkan granula trombosit
menghasilkan substansi yang akan menyebabkan trombosit menempel satu sama lain
membentuk sumbatan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi trauma atau
cedera.
Trombosit memiliki jumlah dalam darah sekitar 150.000 – 450.000. Jumlah ini
tergantung pada jumlah yang dihasilkan oleh megakariosit, bagaimana digunakan dan
kecepatan kerusakan. Sebagian besar trombosit beredar dalam sirkulasi sedang
sepertiga bagiannya disimpan di limpa sebagai cadangan (Price & Wilson, 2013;
Smeltzer & Bare, 2001; Morton, dkk, 2012).
2.2. FAKTOR PEMBENTUKAN DARAH
Semua jenis sel darah diproduksi oleh stem sel hematopoetik pluripoten yang
berada di sum – sum tulang. Saat sel – sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari
sel – sel ini yang bertahan di sum – sum tulang guna mempertahankan suplai sel – sel ini
walaupun pada akhirnya jumlahnya akan berkurang sesuai pertambahan usia.
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai stem sel diatur oleh berbagai protein yang
disebut penginduksi pertumbuhan, salah satunya adalah interleukin-3. Diferensiasi stem
sel dipengaruhi oleh rangkaian protein yang disebut penginduksi diferensiasi.
Penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi dikendalikan oleh faktor –
faktor di luar sum – sum tulang. Misalnya pada pembentukan SDM, penurunan kadar O2
akan merangsang hormon eritropoetin dan mengakibatkan induksi pertumbuhan,
diferensiasi dan produksi SDM meningkat. Pada SDP, proses infeksi akan merangsang G
– CSF (sejenis glikoprotein yang disebut sitokin) dan mengakibatkan induksi
pertumbuhan, diferensiasi dan produksi SDP untuk melawan infeksi (Guyton, 2012).
.
A. PEMBENTUKAN SEL DARAH MERAH (SDM)/ERITROSIT
Pembentukan sel darah merah (SDM) terjadi di sum – sum tulang sebagai
akibat dari diferensiasi stem sel. Prosesnya disebut eritropoesis. Pembentukan sel
darah marah ini dipengaruhi atau dirangsang oleh hormon eritropoetin yang
dihasilkan oleh ginjal. Hormon ini akan diproduksi oleh ginjal sebagai respon akan
adanya hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan oleh perubahan tekanan O2
atmosfer, penurunan kandungan O2 dalam arteri dan penurunan konsentrasi
Haemoglobin (Hb).
Eritropoetin ini akan merangsang sel – sel induk untuk memulai
proliferasi/memproduksi sel darah merah. Sedangkan proses pematangan sel darah
merah dipengaruhi oleh jumlah zat makanan yang sesuai, seperti zat besi (Fe), asam
folat, vitamin B12 dan tembaga.
Pemberi warna merah pada SDM adalah Haemoglobin (Hb). Haemoglobin ini
terdiri atas senyawa merah yang disebut Heme dan protein sederhana yang disebut
Globin. Untuk membentuk Haemoglobin diperlukan zat besi (Fe).
Pembentukan SDM diawali dengan pembentukan Proeritroblas. Pada saat ini
Haemoglobin sudah mulai bersintesis. Proeritroblas akan membelah diri membentuk
eritroblas basofilik berinti. Normoblas basofil akan berkembang menjadi eritroblas
polikromatofil dan akhirnya akan menjadi eritroblas ortokromatik. Eritroblas ini
akan menimbun Haemoglobin dan secara bertahap mengalami kehilangan inti. Pada
tahap ini SDM dikenal sebagai retikulosit (SDM yang belum matang) yang kemudian
dilepas ke sirkulasi dan mengalami pematangan menjadi SDM matur setelah 1 – 2
hari.
SDM berumur 120 hari, setelah itu SDM akan berubah menjadi kaku dan
fragil kemudian mengalami penghancuran. SDM yang rusak ini akan difagosit dan
akan banyak ditemui di limpa. Haemoglobin akan difagosit didalam hati, limpa dan
sum – sum tulang, serta direduksi menjadi Heme dan Globin. Heme akan direduksi
menjadi karbonmonoksida (CO) dan biliverdin. CO diangkut dalam bentuk
karboksihaemoglobin dan dibuang melalui paru. Sedangkan biliverdin akan direduksi
menjadi bilirubin dan akan diekskresi ke dalam kantung empedu.
Rantai Globin yang telah terpisah dari Heme akan masuk kembali ke dalam
kumpulan asam amino. Besi (Fe) juga akan dilepaskan dari Heme yang sebagian
besarnya akan dihantar kembali ke sum – sum tulang oleh protein plasma transferin
dan sisanya akan disimpan di hati sebagai feritin dan hemosiderin untuk digunakan
kembali di kemudian hari (Guyton, 2012; Price & Wilson, 2013; Smeltzer & Bare,
2001).
B. PEMBENTUKAN SEL DARAH PUTIH (SDP)/LEUKOSIT
Pembentukan sel darah putih (SDP) dipengaruhi oleh adanya infeksi dalam
tubuh. Fibroblas, limfosit-makrofag, dan sel endotel pada sum – sum tulang akan
mensintesis GM-CSF (faktor perangsang koloni) dan interleukin yang merangsang
terjadinya diferensiasi stem sel.
Diferensiasi stem sel tidak hanya menghasilkan SDM, tetapi juga
menghasilkan 2 silsilah utama sel darah putih, yakni silsilah mielositik dan silsilah
limfositik.
GM-CSF merangsang terbentuknya silsilah mielositik diawali dengan
pembentukan mieloblas yang kemudian menjadi promieloblas, megakarioblas dan
monoblas.
Promieloblas akan terbagi lagi menjadi 3 yaitu :
1) Mielosit eosinofil (terbentuk karena aktivitas faktor interleukin 5) yang akan
berkembang menjadi metamielosit eosinofil dan akhirnya menjadi eosinofil
polimorfonuklear.
2) Mielosit neutrofil (terbentuk karena aktivitas faktor interleukin 5 yang akan
berkembang menjadi metamielosit neutrofil, kemudian menjadi metamielosit
neutrofil “pita” dan akhirnya menjadi neutrofil polimorfonuklear.
3) Mielosit basofil (terbentuk karena aktivitas faktor interleukin 3) yang kemudian
akan menjadi basofil polimorfonuklear.
Silsilah mielositik ini juga akan menghasilkan Monoblas karena rangsangan
dari faktor M-CSF. Monoblas akan berkembang menjadi promonosit dan akhirnya
menjadi monosit
Silsilah limfositik dimulai dengan terbentuknya limfoblas dan kemudian
membentuk prolimfosit. Prolimfosit ini akan berkembang dan kemudian akan terbagi
menjadi 2, yakni limfosit B (terbentuk karena aktivitas faktor interleukin 6) yang
akan berkembang menjadi sel plasma dan limfosit T (terbentuk karena aktivitas
faktor interleukin 7) yang akan menjalani proses pengenalan antigen di Thymus
sebelum kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi (Guyton, 2012; Price & Wilson,
2013).
C. PEMBENTUKAN TROMBOSIT/PLATELET
Pembentukan trombosit dipengaruhi oleh adanya faktor perangsang – koloni
megakariosit (Mk-CSF), interleukin 11 dan faktor pertumbuhan dan perkembangan
megakariosit (TPO). Faktor – faktor ini menyebabkan stem sel berdiferensiasi
membentuk silsilah mielositik yang kemudian menghasilkan megakarioblas. Setelah
matur, megakarioblas berkembang menjadi megakariosit raksasa yang kemudian
akan memisahkan diri menjadi fragmen – fragmen sel yang disebut trombosit
(Guyton, 2012; Price & Wilson, 2013).
Proses pembentukan darah ini secara ringkas dan jelas diperlihatkan dalam bagan berikut
ini.
2.3. FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Faktor – faktor pembekuan yang ada dalam darah adalah rangkaian angka dan
penomoran Romawi, tergantung mana diantaranya yang terlebih dahulu teridentifikasi.
Dalam bentuk aktif, faktor – faktor ini akan tersusun dalam huruf “a”. Faktor – faktor
pembekuan yang ada dalam darah, adalah sebagai berikut :
FAKTOR NAMA FAKTOR FUNGSI/PERAN
I Fibrinogen Prekursor fibrin (protein terpolimerasi) atau
dengan kata lain merupakan enzim pemecah
protein (protease serin) yang berguna untuk
aktiviasi prokoagulan berikutnya.
II Protrombin Prekursor enzim proteolitik trombin dan
mungkin akselerator lain pada konversi
protrombin
III Tromboplastin Aktivator lipoprotein jaringan pada protrombin
IV Kalsium Diperlukan untuk aktivasi protrombin dan
pembentukan fibrin
V Proakselerin/akselerator plasma
globulin
Faktor plasma yang mempercepat konversi
protrombin menjadi trombin
VII Prokonvertin; protrombinogen;
konvertin/akselerator konversi
protrombin serum
Faktor serum yang mempercepat konversi
protrombin
VIII Faktor A antihemofilik (faktor VIIIR-
von Willebrand)/Globulin hemofilik
Faktor plasma yang berkaitan dengan faktor III
trombosit dan faktor Christmas IX;
mengaktivasi protrombin
IX Faktor B antihemofilik; faktor
Christmas; kofaktor II trombosit
Faktor serum yang berkaitan dengan faktor –
faktor trombosit III dan VIIIAHG ; mengaktivasi
protrombin
X Faktor Stuart – Prower; protrombinase Faktor plasma dan serum yang berperan
sebagai akselerator konversi protrombin
XI Anteseden tromboplastin plasma (ATP) Faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor
Hageman (XII) yang berperan sebagai
akselerator pembentukan trombin
XII Faktor Hageman; faktor kaca Faktor plasma yang mengaktivasi faktor XI
(ATP)
XIII Faktor penstabil – fibrin; faktor Laki-
Lorand
Faktor plasma yang menghasilkan bekuan
fibrin yang lebih kuat dan tidak larut dalam
urea
- Faktor Fletcher (Prakalikrein) Faktor pengaktivasi kontak
- Faktor Fitzgerald (Kininogen dengan
berat molekul besar)
Faktor pengaktivasi kontak
Trombosit
(Price & Wilson, 2013; Guyton, 2012; Morton, dkk, 2012)
2.4. FASE PEMBEKUAN DARAH SAMPAI FASE PEMBERHENTIAN
PEMBENTUKAN DARAH
A. PEMBEKUAN DARAH PADA PEMBULUH DARAH YANG RUPTUR
1. Konstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau ruptur, dinding pembuluh
darah yang rusak itu sendiri menyebabkan otot polos dinding pembuluh
berkontraksi, sehingga dengan segera aliran darah dari pembuluh yang ruptur
akan berkurang. Kontraksi terjadi sebagai akibat dari :
a. Spasme miogenik lokal
b. Faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang terkena trauma dan
platelet darah.
c. Berbagai refleks saraf.
Semakin berat kerusakan yang terjadi, semakin hebat spasmenya.
Spasme pembuluh lokal ini dapat berlangsung beberapa menit bahkan beberapa
jam, dan selama itu berlangsung proses pembentukan sumbat platelet dan
pembekuan darah (Guyton, 2012).
2. Pembentukan sumbat platelet (trombosit)
Trombosit melakukan perbaikan terhadap pembuluh darah yang rusak
didasarkan pada beberapa fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada waktu
trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh darah yang rusak,
terutama dengan serabut kolagen di dinding pembuluh darah, sifat-sifat
trombosit segera berubah secara dratis. Trombosit mulai membengkak,
bentuknya menjadi irreguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari
permukaannya. Protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan
menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif
sehingga trombosit itu menjadi lengket dan melekat pada kolagen dalam
jaringan dan pada protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor dari
plasma menuju jaringan yang trauma.
Trombosit menyekresi sejumlah besar ADP (adenosit difosfat) dan
enzim-enzimnya membentuk tromboksan. ADP dan tromboksan kemudian
mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dan karena sifat lengket dari
trombosit tambahan ini maka akan terjadi perlekatan pada trombosit semula
yang sudah aktif (Guyton, 2012).
3. Pembekuan darah pada pembuluh darah yang ruptur
Mekanisme ketiga ialah pembentukan bekuan darah. Bekuan mulai
terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik bila trauma pada dinding pembuluh
sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zat-zat aktivator
dari dinding pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dari protein-
protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak, akan
mengawali proses pembekuan darah.
Seluruh bagian pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang
terbuka akan diisi oleh bekuan darah. Setelah 20 menit sampai satu jam, bekuan
akan mengalami retraksi. Hal ini akan menutup tempat luka. Trombosit juga
memegang peranan penting dalam peristiwa retraksi bekuan ini (Guyton, 2012).
B. AKTIVATOR PROTROMBIN, MENGUBAH PROTROMBIN MENJADI
TROMBIN
1. Aktivator Protrombin
Aktivator trombin biasanya dapat dibentuk dengan 2 cara, walaupun
kedua cara ini pada hakekatnya saling berinteraksi secara konstan satu sama
lain.
a. Jalur ekstrinsik sebagi awal pembentukan
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan aktivator
protrombin dimulai dengan dinding pembuluh darah atau jaringan
ekstravaskular yang rusak dan mengalami kontak dengan darah. Kejadian
ini menimbulkan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Pelepasan faktor jaringan.
Jaringan yang luka melepaskan beberapa faktor yang disebut faktor
jaringan atau tromboplastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari
fosfolipid dari membran jaringan ditambah kompleks lipoprotein yang
terutama berfungsi sebagai enzim proteolitik.
2) Aktivasi Faktor X-peranan Faktor VII dan faktor jaringan.
Kompleks lipoprotein dari faktor jaringan selanjutnya bergabung
dengan faktor VII dan, bersamaan dengan hadirnya ion kalsium, faktor
ini bekerja sebagai enzim terhadap faktor X untuk membentuk faktor X
yang teraktivitas (Xa).
3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk aktivator
protrombin-peranan Faktor V.
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan
yang merupakan bagian dari faktor jaringan, atau dengan fosfolipid
tambahan yang dilepaskan dari trombosit, juga termasuk faktor V,
untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protrombin.
Dalam beberapa detik, dengan adanya ion kalsium, senyawa itu
memecah protrombin menjadi trombin, dan berlangsunglah proses
pembekuan.
Pada tahap permulaan, faktor V yang terdapat dalam kompleks
aktivator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses pembekuan
dimulai dan trombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari trombin
akan mengaktifkan faktor V. Faktor ini kemudian akan menjadi
akselerator tambahan yang kuat dalam pengaktifan protrombin akhir,
Faktor X yang teraktivasilah (Xa) yang merupakan protease
sesungguhnya yang menyebabkan pemecahan protrombin untuk
membentuk thrombin. Faktor V yang teraktivasi (Va) sangat
mempercepat kerja protease ini, sedangkan fosfolipid trombosit bekerja
sebagai alat pengangkut yang mempercepat proses tersebut.
Skema Jalur Ekstrinsik Sebagai Awal Pembekuan Darah
(Guyton, 2012)
Cedera jaringan(1)
(2) VII VIIa
X X teraktivitas (Xa)
Ca++
V Aktivator Protrombin
(3) Fosfolipid trombosit
Protrombin Trombin
Ca++
Faktor jaringan
b. Jalur intrinsik sebagi awal pembentukan
Mekanisme kedua untuk awal pembentukan aktivator protrombin, dan
dengan demikian juga merupakan awal dari proses pembentukan, dimulai
dengan terjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau darah berkontak
dengan kolagen pada dinding pembuluh darah yang rusak. Proses
terjadinya, adalah sebagai berikut :
1) Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah
yang terkena trauma.
Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen
dinding pembuluh darah akan mengubah dua faktor pembekuan
penting dalam darah : faktor XII dan trombosit. Bila faktor XII
terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan
permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk
molekul baru yaitu enzim pro-teolitik yang disebut “faktor XII yang
teraktivasi/XIIa”. Pada saat yang bersamaan, trauma terhadap darah
juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau
dengan permukaan basah (atau rusak karena cara lain), dan ini akan
melepaskan berbagai fosfolipid trombosit yang mengandung
lipoprotein, yang disebut faktor 3 trombosit, yang juga memegang
peranan dalam proses pembekuan selanjutnya.
2) Pengaktifan faktor XI.
Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI
dan juga mengaktifkannya. Ini merupakan langkah kedua dalam jalur
intrisik. Reaksi ini juga memerlukan kininogen HMW (berat molekul
tinggi), dan dipercepat oleh prekalirein.
3) Pengaktifan faktor IX
Oleh karena Faktor XI teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja
secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan Faktor X-peranan Faktor VIII.
Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan faktor VIII
teraktivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit
yang rusak, mengaktifkan faktor X.
5) Kerja faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator protrombin-
peranan faktor V.
Langkah dalam jalur intrinsik ini prinsipnya sama dengan langkah
terakhir dalam jalur ekstrinsik. Artinya, faktor X yang teraktivasi
bergabung dengan faktor V dan trombosit atau fosfolipid jaringan untuk
membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
Aktivator protrombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan
protrombin menjadi trombin, dan dengan demikian proses pembekuan
selanjutnya dapat berlangsung.
c. Interaksi antara jalur ekstrinsik dan intrinsik (jalur bersama)
Perubahan protrombin menjadi trombin
1) Aktivator protrombin terbentuk sebagai akibat rupturnya pembuluh
darah atau sebagai akibat kerusakan zat-zat khusus dalam darah.
2) Aktivator protrombin dengan adanya ion Ca++ dalam jumlah yang
mencukupi akan menyebabkan perubahan protrombin menjadi
trombin.
3) Trombin menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen
menjadi benang-benang fibrin dalam waktu 10 sampai 15 detik
berikutnya.
Jadi, faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah darah biasanya
adalah pembentukan aktivator protrombin dan bukan reaksi-reaksi
berikutnya, karena langkah akhir biasanya terjadi sangat cepat untuk
membentuk bekuan itu sendiri.
Trombosit juga berperan penting dalam mengubah protrombin menjadi
trombin, karena banyak protrombin mula-mula melekat pada reseptor
protrombin pada trombosit yang telah berikatan dengan jaringan yang
rusak.
Skema Jalur Intrinsik Sebagai Awal Pembekuan Darah
4)
(Guyton, 2012)
(1) XII XII teraktivasi (XIIa)
(HMW kininogen, prekalikrei)
(2) XI XI teraktivasi (Xia)
Ca++
(3) IX IX teraktivasi (IXa) VIII
Trombin VIIIa Ca++
(4) X X teraktivasi (Xa)
(5) Trombin Ca++
V
Aktivator
ProtrombinFosfolipidTrombosit
Protombin Trombin
Ca++
Kerusakan darah atau berkontak dengan kolagen
Fosfolipid trombosit
Skema Jalur Bersama Pembekuan Darah
Aktifitas intrinsik
XII
Kalikrein Prakalikrein
XIIa
Aktifitas ekstrinsik
Faktor Jaringan VIIa
VIIVIIa
Trombin
XI XIa
Ca ++
IX IXa
Fosfolipid trombosit
Ca++
Protombin TrombinJalur Bersama
Fibrinogen Monomer + Fibrinopeptida Fibrin A+B
Polimer Fibrin XIII XIIIa
= Kofaktor Fibrin Stabil
Seperti yang diperhatikan pada gambar, aktivitas faktor X akibat reaksi jalur ekstrinsik dan
intrinsik. Langkah berikutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika kator Xa, dibantu
oleh fospolipid dari trombosit yang diaktivasi sehingga memecah protrombin membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini awalnya
merupakan jeli yang terlarut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi
jalinan fibrin yang kuat, trombosit dan merangkap sel-sel darah merah.
d.
HMWK
VIII
Ca++ Ca++
X Xa
V
Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin atau pembentukan bekuan
1) Kerja trombin dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin
Fibrinogen adalah protein dengan berat molekul yang besar
(BM = 340.000) yang terdapat dalam plasma dengan kadar 100
sampai 700 mg/dl. Fibrinogen dibentuk dalam hati, dan penyakit
hati dapat menurunkan kadar fibrinogen yang bersirkulasi, juga
konsentrasi protrombin.
Ukuran molekulnya yang besar, dalam keadaan normal hanya
sedikit fibrinogen yang bocor dari pembuluh darah ke dalam cairan
interstisial dan karena fibrinogen merupakan satu faktor yang pokok
dalam proses pembekuan, cairan interstitial biasanya tidak dapat
membeku. Namun bila permeabilitas kapiler meningkat secara
patologis, fibrinogen akan bocor ke dalam cairan jaringan dalam
jumlah yang cukup untuk menimbulkan pembekuan cairan ini
dengan cara hampir sama seperti plasma dan darah yang dapat
membeku.
Trombin adalah enzim protein dengan kemampuan proteolitik
yang lemah. Ia bekerja pada fibrinogen dengan cara melepaskan
empat peptide dengan berat molekul rendah dari setiap molekul
fibrinogen, sehingga membentuk satu molekul fibrin monomer yang
mempunyai kemampuan otomatis untuk berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer yang lain untuk membentuk benang fibrin.
Dengan cara demikian, dalam beberapa detik banyak molekul fibrin
monomer berpolimerisasi menjadi benang-benang fibrin yang
panjang, yang merupakan retikulum bekuan darah.
Pada tingkat awal polimerisasi, molekul fibrin monomer saling
berikatan melalui ikatan hidrogen nonkovalen yang lemah, dan
benang-benang yang baru tebentuk ini tidak berikatan silang yang
kuat antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, bekuan yang
dihasilkan tidaklah kuat dan mudah dicerai-beraikan. Tetapi proses
lain terjadi dalam beberapa menit berikutnya yang akan sangat
memperkuat jalinan fibrin tersebut.
Proses ini melibatkan suatu zat yang disebut faktor stabilisasi
fibrin, yang terdapat dalam jumlah kecil dalam bentuk globulin
plasma yang normal, tetapi juga dilepaskan dari trombosit yang
terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor stabilisasi fibrin ini
dapat bekerja terhadap benang-benang fibrin, ia sendiri harus
diaktifkan terlebih dahulu.
Trombin yang sama menyebabkan pembentukan fibrin juga
mengaktifkan faktor stabilisasi fibrin. Kemudian zat yang telah aktif
ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen antara
molekul fibrin monomer yang semakin banyak, dan juga ikatan
silang antara benang-benang fibrin yang berdekatan, sehingga
sangat menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.
2) Bekuan darah
Bekuan darah terdiri dari jaringan benang fibrin yang berjalan
ke segala arah yang menjerat sel-sel darah, trombosit dan plasma.
Bekuan fibrin juga melekat pada permukaan pembuluh darah yang
rusak untuk mencegah kebocoran darah berikutnya.
3) Siklus berantai pembentukan bekuan
Setelah bekuan darah terbentuk, bekuan tersebut akan meluas ke
dareah sekelilingnya. Bekuan tersebut mengalami daur berantai
(umpan balik positif) untuk memudahkan bekuan menjadi besar.
Salah satu sebab paling penting terjadinnya proses ini adalah kerja
proteolitik dari trombin yang memungkinkan untuk bekerja pada
faktor-faktor pembekuan lain selain fibrinogen. Trombin
mempunyai efek proteolitik langsung terhadap protrombin sendiri
sehingga lebih banyak membentuk trombin, dan ini bekerja terhadap
beberapa faktor pembekuan yang bertanggungjawab terhadap
pembentukan aktivator protombin (Guyton, 2012).
Skema Perubahan Protombin Menjadi Trombin Dan Polimerisasi Fibrinogen
Untuk Membentuk Benang Fibrin
C. PEMBENTUKAN JARINGAN FIBROSA ATAU PENGHANCURAN
BEKUAN DARAH
Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses yang terjadi adalah :
1) Bekuan dapat diinvasi oleh fibroblast, yang kemudian membentuk jaringan ikat
pada seluruh bekuan tersebut.
2) Bekuan darah dihancurkan.
Biasanya bekuan yang terbentuk pada luka kecil di dinding pembuluh darah
akan diinvasi oleh fibroblast, yang mulai terjadi beberapa jam setelah bekuan itu
terbentuk. Hal ini berlanjut sampai terjadi pembentukkan bekuan yang lengkap
menjadi jaringan fibroblast dalam waktu kira-kira 1 sampai 2 minggu. Sebaliknya,
bila sejumlah besar darah merembes ke jaringan dan terjadi bekuan jaringan yang
tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi
teraktivasi.
Protrombin
Aktivator Ca++
protrombin
Trombin
Fibrinogen Fibrinogen monomer
Ca++
Benang-benang fibrin
Trombin FaktorStabilisasi fibrinYang teraktivasi
Benang fibrin yang saling berikatan
D. AKTIVASI PLASMINOGEN MEMBENTUK PLASMIN UNTUK MELISIS
BEKUAN
Bila suatu bekuan terbentuk, didalamnya akan terdapat sejumlah besar
plasminogen bersama dengan protein plasma yang lain. Plasminogen tidak akan
menjadi plasmin atau menyebabkan lisis bekuan sebelum diaktifkan. Jaringan yang
terluka dan sel endotel pembuluh darah dengan sangat lambat melepaskan suatu
aktivator yang kuat; aktivator plasminogen jaringan (t-PA) pada hari-hari
berikutnya setelah bekuan berhasil menghentikan perdarahan. Akhirnya
plasminogen berubah menjadi plasmin yang kemudian menghilangkan bekuan darah
yang tidak diperlukan.
2.5. TROMBUS DAN EMBOLI
A. TROMBUS
Trombus adalah bekuan darah yang dapat terbentuk di sistem vaskular mana
saja dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Menyempitnya pembuluh
darah, aliran darah dapat terhambat (berkurang atau terbendung total). Trombus
terbentuk akibat cedera dinding pembuluh darah, karena endotel yang cedera akan
menarik trombosit dan mediator peradangan lainnya ke daerah tersebut (Corwin,
2009). Trombus adalah bekuan abnormal yang terbentuk dalam pembuluh darah
(Guyton, 2012).
Tipe - tipe trombus adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan bentuk
Trombus oklusi : berada di lumen vaskular
Propagate trombus : yang terbentuk sepanjang pembuluh darah dan
merupakan perpanjangan trombus
Saddle/riding trombus : memanjang dan masuk ke cabang pembuluh darah
Mural/parietal/pediculate trombus : sebagian melekat dan sebagian
berenang dalam darah tapi tidak menyebabkan oklusi
Ball trombus : lepas dan hanyut ikut aliran darah. Sebenarnya adalah
embolus.
2. Berdasarkan warna
Red Thrombus : trombosis vena yang komponen utamanya adalah fibrin
yang banyak mengandung sel darah merah. Trombus merah lebih friable
sehingga lebih mudah lepas sebagai emboli
White trombus : trombus yang komponen utamanya adalah trombosit yang
diikat oleh serat-serat fibrin dan beberapa sel darah merah. Trombus ini
agak keputihan. Trombus putih daya kohesinya lebih kuat sehingga tidak
mudah terlepas.
Mixed trombus : adalah gabungan dari kedua trombus di atas.
3. Berdasarkan waktu pembentukannya
Fresh Trombus
Old Trombus
4. Berdasarkan ada tidaknya kuman
Septic
Bald (steril)
5. Berdasarkan anatominya
Trombus vena : vena savena magna, vena profunda betis, vena porta,
tromboplebitis, flebothrombosis.
Trombus arteri : pada aterosklerosis, arteri coronaria dan renalis mesentrika.
B. EMBOLI/EMBOLUS
Emboli atau embolus merupakan benda yang berjalan mengikuti aliran darah
dari lokasi primer ke lokasi sekunder dan menyebabksn obstruksi aliran darah.
Sebagian besar emboli adalah bekuan darah ( tomboemboli) yang biasanya terlepas
dari lokasi primer (biasanya vena tungkai profundal). Sumber lain emboli adalah :
1. Lemak yang terlepas pada saat tulang panjang patah atau terbentuk sebagai
respon terhadap trauma fisik
2. Emboli cairan amnion yang masuk ke sirkulasi sewaktu terjadi gradien tekanan
yang besar saat kontraksi persalinan ( Corwin, 2009)
2.6. KELAINAN/GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
A. HEREDITER
1. Hemofilia
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter yang paling sering
dijumpai, bermanifestasi sebagai episode pendarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX).
Hemofilia dikelompokkan menjadi :
a. Hemofilia A atau Hemofilia Klasik
Hemofilia jenis ini disebabkan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas
faktor antihemofilia VIII.
b. Hemofilia B atau Penyakit Christmas
Hemofilia ini disebabkan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas
faktor IX.
2. Penyakit von Willebrand
Gangguan koagulasi herediter yang paling sering terjadi. Pada gangguan ini
dikenal berbagai subtipe, tetapi yang paling sering adalah tipe 1. Pada penyakit
ini terdapat penurunan aktivitas faktor VIIIVWF dan faktor VIIIAHG. Pada penyakit
von Willebrand trombosit tidak melekat pada kolagen karena adanya defisiensi
atau kelainan pada faktor von Willebrand (Price & Wilson, 2013).
B. KELAINAN PEMBEKUAN DIDAPAT
1. Koagulasi Intravascular Diseminata (DIC)
Suatu sindrom kompleks yang terdiri atas banyak segi, yang sistem hemostatik
dan psikologik normalnya mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi
suatu sistem patologik yang menyebabkan terbentuknya trombi fibrin difus dan
menyumbat mikrovaskular tubuh.
2. Penyakit Hati
Terjadi penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor koagulasi yang sudah
diaktivasi. Hipertensi porta pada penyakit hati mengakibatkan splenomegali
kongestif disertai trombositopenia, serta varises esophagus. Keadaan ini
bersamaan dengan gangguan koagulasi dapat menyebabkan perdarahan masif.
3. Defisiensi vitamin K
Disebabkan oleh diet yang tidak memadai, malabsorpsi, atau inhibisi vitamin K
oleh obat-obatan (seperti warfarin) yang bekerja sebagai antagonis vitamin K.
Defisiensi vitamin K menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan faktor
pembekuan oleh hati. Vitamin K diperlukan unutk pembentukan lima faktor
pembekuan yang penting di hati, yaitu protrombin, faktor VII, faktor IX, faktor
X dan protein C. Dalam keadaan tanpa vitamin K, selanjutnya kekurangan
faktor-faktor pembekuan darah dapat menjurus ke arah perdarahan yang serius
(Price & Wilson, 2013).
C. GANGGUAN PADA TROMBOSIT
1. Trombositosis
Trombositosis adalah peningkatan trombosit lebih dari 400.000 mm3 dan dapat
primer atau sekunder. Trombositosis primer terjadi akibat proliferasi abnormal
dari megakariosit. Trombositosis sekunder terjadi akibat penyebab – penyebab
lain, misalnya karena olahraga dan stres. Kelebihan trombosit ini dapat
menyebabkan gangguan koagulasi dimana terjadi gangguan intrinsik faktor
trombosit dan peningkatan massa trombosit. Waktu perdarahan biasanya
memanjang.
2. Trombositopenia
Trombositopenia berarti trombosit dalam darah yang sirkulasi jumlahnya sedikit
sekali ( < 100.000 mm3). Jumlah yang sedikit ini terjadi akibat berkurangnya
produksi atau meningkatnya proses penghancuran trombosit. Pasien
trombositopenia cenderung mengalami perdarahan. Sebagian besar pasien
trombositopenia mempunyai penyakit yang dikenal sebagai trombositopenia
idiopatik, yang berarti “trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya”
(Price & Wilson, 2013).
D. KELAINAN VASKULAR
Pasien dengan kelainan vaskular biasanya datang dengan perdarahan kulit.
Pada gangguan perdarahan ini biasanya trombosit dan faktor koagulasi masih berada
dalam kondisi normal. Perdarahan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pupura alergik
Pupura jenis ini diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah
ditandai dengan perdarahan ptekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga
mengenai bokong.
2. Purpura nonalergik
Pada pupura jenis ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk
vaskulitis. Vaskulitis atau peradangan pembuluh darah menyebabkan kerusakan
integritas pembuluh darah dan terjadilah purpura (Price & Wilson, 2013).
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Mekanisme fase pembekuan darah yaitu respon terhadap ruptur (konstriksi
pembuluh darah, pembentukan sumbat platelet (trombosit), pembekuan darah pada
pembuluh yang ruptur, aktivator protrombin, mengubah protrombin menjadi trombin
melalui jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik atau adanya hubungan jalur ekstrinsik dan
eksrinsik dalam pembentukan faktor X, trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin
atau pembentukan bekuan serta terjadinya siklus berantai pembekuan dan diakhiri
dengan mekanisme pembentukan fibrosa atau penghancuran bekuan melalui aktivasi
plasminogen membentuk plasmin untuk melisis bekuan dengan cara aktivator
plasminogen jaringan (t-PA) pada hari-hari berikutnya setelah bekuan berhasil
menghentikan perdarahan.
Trombus adalah bekuan abnormal yang terbentuk dalam pembuluh darah (Guyton,
2012). Emboli merupakan benda yang berjalan mengikuti aliran darah dari lokasi primer
ke lokasi sekunder dan menyebabkan obstruksi aliran darah.
Beberapa penyebab pada gangguan pembekuan darah yaitu faktor herediter, bisa
juga karena faktor didapat misalnya karena kekurangan protrombin, faktor VII, faktor
IX, dan faktor X akibat defisiensi vitamin K, gangguan pada trombosit atau bisa juga
karena adanya kelainan vaskular.
3.2. SARAN
Mahasiswa diharapkan lebih memperdalam pengetahuan tentang pembentukan sel
darah, fakor-faktor pembekuan dan proses pembekuan darah agar mampu mengidentikasi
penyakit dengan gangguan hematologi.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J,. 2009. “ Buku Saku Patofisiologi”, Edisi 3. Jakarta : EGC
Guyton, A. C. & Hall, J. E,. 2012. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 11. Jakarta :
EGC
Morton, P. G, dkk. 2012. “Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik” Edisi 8,
Volume 2. Jakarta : EGC
Price, S.A & Wilson, L. M,. 2013. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – proses Penyakit”.
Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C, & Bare, B. G,. 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth”, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2013. “ Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan
dan Kebidanan”. Edisi 4. Jakarta : EGC
MAKALAH
SISTEM HEMATOLOGI DAN IMUN
FISIOLOGI PEMBENTUKAN DAN PEMBEKUAN DARAH
OLEH
KELOMPOK I
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN BFAKULTAS KEDOKTERAN
SEMESTER I TAHUN AJARAN 2013/2014
1. MADE BAYU OKA WIDIARTA2. SIMSON MELKIOR YULIUS DJAMI LA3. BERGITA OLIVIA HALI SAMON4. SYLVIANINGSIH5. MICKS BRAFYUTH PENLAANA6. NYOMAN BUDIYANI7. D. KUSUMA NINGRAT8. DEWA PUTU EDI PERMANA PUTRA9. I WAYAN SWANTIYASA10. NI NYOMAN SUDRESTI11. KOMANG SRI MAHAWATI12. HENI KUMALASARI