Post on 01-Jan-2016
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Penyakit ini telah diketahui sejak zaman Yunani dan banyak ditemukan di daerah rawa –
rawa yang mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, sehingga penyakitnya disebut “malaria”
(mal area = udara buruk = bad air).1,2
Sekitar tahun 1880, Charles Louis Alphonse Laveran melihat bentuk pisang dalam
darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui siklus hidup plasmodium dan transmisi
penularannya pada nyamuk (Ross, 1897). Pada tahun 1980 Krotoski dan Garnham
menemukan bentuk di jaringan yang disebut hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps.1
Penyebab infeksi malaria yaitu plasmodium, suatu protozoa darah yang termasuk
dalam phylum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas coccidiida, ordo Eucoccodides,
subordo Haemosporididea, famili plasmodidae, genus plasmodium. Plasmodium ini pada
manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk anopheles betina.1,2
Terdapat empat spesies plasmodium pada manusia yaitu, Plasmodium vivax
(P.vivax) ,yang menyebabkan malaria vivax / tertiana (benign malaria), Plasmodium
falciparum (P.falciparum) yang menyebabkan malaria tropika / falciparum (malignant
malaria), Plasmodium malariae (P.malariae) yang menyebabkan malaria kuartana dan
Plasmodium ovale (P. ovale) yang menyebabkan malaria ovale.1,2
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika
(bagian selatan) dan daerah Oceania dan Kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun orang
terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200 – 300 juta dan mortalitas lebih dari 1
juta per tahun.1,3
P.falciparum dan P.malariae umumnya ditemukan pada semua negara malaria. Di
Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya ditemukan P.falciparum. P.vivax banyak di
Amerika Latin. Di Amerika Serikat, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya
ditemukan P.falciparum dan P.vivax. P.ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia
kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Irian Jaya,
Nusa Tenggara Timur, merupakan endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.1,4,5
1
Manifestasi klinik tergantung dari imunitas penderita dan tingginya transmisi infeksi.
Berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, umur, nutrisi, ada tidaknya
resistensi pengobatan. Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara
berurutan : 1,6,7
- Periode dingin (15 – 60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut dan saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk,
diikuti dengan meningkatnya temperatur.
- Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, panas dalam beberapa jam, diikuti
dengan berkeringat.
- Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan penderita merasa
sehat. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada
malaria vivax dan ovale serta 60 jam pada malaria kuartana.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : demam (suhu > 37,50C), konjungtiva dan
telapak tangan pucat, pembesaran lien, pembesaran hati, penurunan kesadaran, ikterik, ronkhi
pada kedua paru, gagal ginjal, gejala neurologik berupa kaku kuduk dan refleks patologi.6,7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis berupa tetesan preparat darah
tebal, untuk menemukan parasit malaria, tetesan darah tipis untuk identifikasi jenis
plasmodium, tes antigen P – F tes untuk mendeteksi antigen P.falciparum, tes serologi untuk
mendeteksi adanya antibodi spesifik tehadap malaria atau pada keadaan dimana parasit
sangat minimal serta PCR yang sangat peka DNA parasit.1,7,8
Prognosis bergantung pada kecepatan diagnosis dan ketepatan serta kecepatan
pengobatan. Pada malaria berat yang tidak diobati, maka mortalitas yang dilaporkan pada
anak – anak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis
malaria berat dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50% sedangkan pada kegagalan 4
fungsi organ meningkat menjadi 75%. Terdapat korelasi antara kepadatan parasit dengan
klinis malaria berat, yaitu :2
- Kepadatan < 100.000, mortalitas < 1 %
- Kepadatan > 100.000, mortalitas > 1 %
- Kepadatan > 500.000, mortalitas < 50 %
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus malaria falciparum dengan trombositopenia dari
seorang penderita yang dirawat di bagian penyakit dalam di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado.
2
LAPORAN KASUS
Seorang laki – laki usia 41 tahun, suku Minahasa, masuk rumah sakit Prof. Dr. R. D
Kandou pada tanggal 27 September 2012 dengan keluhan utama panas. Panas dialami
penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dirasakan naik turun. Panas turun
dengan obat penurun panas. Panas timbul lagi sekitar sore atau malam hari. Penderita juga
mengeluh menggigil sampai seluruh badan bergetar serta sering berkeringat saat panas. Mual
dan muntah dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita merasa
mual tiap kali makan. Muntah dialami 3 – 4 kali / hari, berisi cairan dan sisa makanan, tidak
ada darah, volume ¼ gelas aqua. Tidak ada nyeri perut, tidak ada kembung. Penurunan nafsu
makan dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit sehingga badan terasa
lemah. Sakit kepala dialami penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala
seperti ditusuk - tusuk di seluruh bagian kepala. Penderita juga merasa pusing seakan – akan
lingkungan sekitar penderita berputar – putar. Buang air kecil lancar, air kemih warna kuning
tua. Buang air besar lancar, satu kali sehari, kotoran warna kuning dengan konsistensi padat.
Riwayat penyakit malaria tahun lalu, penyakit darah tinggi, penyakit gula, penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit hati, asam urat dan kolesterol. Isteri penderita sakit malaria, dirawat
di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, 2 bulan sebelum penderita masuk rumah sakit. Di lingkungan
tempat tinggal penderita, banyak warga setempat yang sering sakit malaria. Penderita sehari –
hari bekerja sebagai pemungut sampah di TPA sumompou. Penderita merokok sejak usia 18
tahun, sebanyak 3 – 4 batang rokok per hari serta sejak usia 20 tahun kadang - kadang
penderita minum alkohol.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran
kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit regular, isi cukup,
frekuensi pernapasan 24 kali permenit, dan suhu badan aksiler 37,9o celsius. Berat badan
56 kg, tinggi badan 170 cm. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Tidak terdapat
pembesaran kelenjar getah bening di leher, trakea letak di tengah, tekanan vena jugularis
5 + 0 cm. Dinding dada tampak simetris pada keadaan statis dan dinamis, fremitus raba kanan
sama dengan kiri, perkusi sonor pada kedua paru, suara pernapasan vesikuler, tidak terdapat
ronkhi maupun wheezing. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus kordis tidak tidak tampak,
tidak teraba, batas jantung kiri pada sela iga V garis midclavicularis kiri, batas kanan pada
sela iga IV garis parasternalis kanan. Suara jantung normal, regular 96 kali permenit, tidak
terdengar bising jantung. Perut tampak datar, teraba lemas dan tidak ada nyeri tekan. Hati
3
teraba membesar 2 jari di bawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi padat, permukaan halus
dan tidak ada nyeri tekan. Limpa tidak membesar, tidak terdapat ascites, bising usus normal.
Anggota gerak teraba hangat, tidak terdapat edema, tidak terdapat petekie. Tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal.
Pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit didapatkan kadar hemoglobin
15,4 g/dL, leukosit 4.800/mm3, trombosit 25.000 / mm3, eritrosit 5,05 x 106/mm3, Hct 44,5 %,
DDR ditemukan parasit malaria (+) berupa P.Falciparum bentuk ring (++++).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien
didiagnosis dengan Malaria Falciparun dengan trombositopenia.
Pasien diberikan IVFD RL : D5% sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat kali
lima puluh milligram tablet perhari sekali minum selama tiga hari, amodiakuin empat kali
dua ratus milligram tablet perhari sekali minum selama tiga hari, paracetamol tiga kali lima
ratus milligram tablet perhari, domperidone tiga kali sepuluh miligram tablet perhari.
Hari kedua perawatan, penderita masih mengeluh lemah badan dan sakit kepala yang
hilang timbul, mual/muntah berkurang. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis.
Tekanan darah 110/70 mmgHg, nadi 76 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali
permenit, suhu badan aksiler 370 celsius. Dilakukan kembali pemeriksaan laboratorium
berupa darah lengkap dan DDR dengan hasil : hemoglobin 13,6 g/dL, leukosit 4.500/mm3,
trombosit 51.000 / mm3, eritrosit 3,95 x 106/mm3, Hct 32,9%, DDR negatif. Penderita
diberikan IVFD RL : D5% (1:1) sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat tablet lima
puluh miligram, amodiakuin empat tablet dua ratus miligram, paracetamol tablet tiga kali
lima ratus milligram perhari dan pemberian domperidone hanya bila penderita merasa
mual/muntah saja.
Hari ketiga perawatan, penderita masih mengeluh lemah badan dan sakit kepala yang
hilang timbul, tidak merasa mual/muntah. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos
mentis. Tekanan darah 110/70 mmgHg, nadi 80 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali
permenit, suhu badan aksiler 37,40 celsius. Dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
darah lengkap, gula darah sewaktu, elektrolit (Na, K, Cl), fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
fungsi hati (SGOT, SGPT) dan DDR kembali, dengan hasil : hemoglobin 11,6 g/dL, leukosit
4.200/mm3, trombosit 81.000 / mm3, eritrosit 3,85 x 106/mm3, Hct 31,9%, GDS 85 mg/dL,
Na 139 mEq/L, K 3,8 mEq/L, Cl 100 mEq/L, ureum 14 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL,
SGOT 23 U/L, SGPT 33 U/L, DDR negatif. Penderita diberikan IVFD RL : D5% (1:1)
sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat tablet, amodiakuin empat tablet, paracetamol
tablet tiga kali perhari bila panas dan pemberian obat domperodine dihentikan.
4
Hari keempat perawatan, penderita tidak ada keluhan. Keadaan umum sedang,
kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmgHg, nadi 76 kali permenit, frekuensi
pernapasan 20 kali permenit, suhu badan aksiler 36,60 celsius. Dilakukan kembali
pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, DDR, IgG dan IgM anti dengue dengan
hasil : hemoglobin 12,7 g/dL, leukosit 4.400/mm3, trombosit 100.000 / mm3, eritrosit
4,11 x 106/mm3, Hct 33,2%, DDR negative, IgG anti dengue negatif, IgM anti dengue
negatif. Penderita diberikan IVFD RL : NaCl 0,9% (1:1) sebanyak 14 tetes permenit,
paracetamol tiga kali lima ratus milligram perhari bila panas sedangkan pemberian artesunat
dan amodiakuin dihentikan.
Hari kelima perawatan, penderita tidak ada keluhan dan telah menunjukkan perbaikan
klinis yang baik. Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah
110/80 mmgHg, nadi 84 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali permenit, suhu badan
aksiler 36,50 celsius. Penderita dibolehkan pulang dan rencana kontrol ke poliklinik interna.
5
PEMBAHASAN
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Menurut WHO, malaria adalah penyakit yang prosesnya yang disebabkan oleh parasit
malaria genus plasmodium aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles betina, yang ditandai dengan demam, muka tampak pucat dan disertai
pembesaran organ tubuh. Malaria tanpa komplikasi didefinisikan sebagai malaria yang
simptomatik tanpa tanda atau gejala malaria berat atau disfungsi organ vital.1
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina menggigit
manusia dan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah, dimana sebagian besar dalam
waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam
sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre –
erythrocytes schizogony). Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang
apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada P.vivax dan
P.ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai
bertahun – tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan relaps pada malaria.1,2
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang erotrosit dan masuk
melalui reseptor permukaan eritrosit. Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu glycophorins.
Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah bentuk menjadi bentuk ring. Pada
P.falciparum menjadi bentuk stereo – headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya
dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam
metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin. Eritrosit yang terinfeksi
menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.falciparum dinding eritrosit
berubah membentuk tonjolan yang disebut knob. Setelah invasi ke dalam eritrosit, parasit
akan menjadi skizon yang bila pecah akan mengeluarkan merozoit dan siap menginfeksi
eritrosit yang lain.1,2
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina. Bila
nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh
nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot yang berkembang menjadi ookinet.
Selanjutnya ookinet akan menembus dinding perut nyamuk dan membentuk ookista. Ookista
akan masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan
siap menginfeksi manusia.1
6
Diagnosis penderita diatas berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Gejala yang klasik pada malaria yaitu terjadinya “Trias malaria”
secara berurutan :1,6,7
- Periode dingin (15 – 60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut dan saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk,
diikuti dengan meningkatnya temperatur.
- Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, panas dalam beberapa jam, diikuti
dengan berkeringat.
- Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan penderita merasa
sehat. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada
malaria vivax dan ovale serta 60 jam pada malaria kuartana
Demam dipengaruhi dengan proses skizogoni, yaitu pecahnya skizon hati sehingga
merozoit – merozoit akan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada P.falciparum proses skizogoni
berlangsung dalam 24 jam. Pada malaria falciparum demam biasanya mulai ireguler. Saat
fase panas, suhu tidak turun sampai normal, temperatur menjadi remiten atau kontinu, bahkan
kadang – kadang demam tidak jelas atau tidak ada, sampai timbul gejala awal
komplikasinya.1,6
Berdasarkan kepustakaan, malaria mempunyai gambaran karakteristik demam
periodik. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelemahan,
malaise, sakit kepala, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang menggigil.1 Gejala penderita pada waktu
masuk RS di Minahasa dan Manado umumnya bersifat simptomatis, berupa demam (92 –
96%), diikuti dengan sakit kepala (79 – 94%), menggigil (64 – 82%), mual (74 – 76%),
pusing (75 – 82%), nyeri ulu hati (31 – 52%), dan muntah (31 – 37%).6 Pada anamnesis
ditemukan bahwa penderita mengeluh panas yang naik turun disertai menggigil dan
berkeringat. Penderita juga merasa sakit kepala, kadang – kadang disertai pusing,
mual/muntah dan badan terasa lemah.
Malaria falciparum ditandai dengan panas ireguler, anemia, pembesaran hati dan
limpa, ikterus, parasitemia banyak dan sering terjadi komplikasi. Jika infeksi memberat nadi
cepat, mual, muntah, diare menjadi lebih berat dan ada kelainan paru. Limpa membesar
dengan cepat, dan biasanya teraba pada minggu pertama setelah infeksi. Limpa membesar
setiap periode demam dan menurun dengan interval. Pembesaran hati juga sering dijumpai.
Di RSUP Manado ditemukan 42 % penderita dengan pembesaran hati dan 29 % penderita
dengan pembesaran limpa. Di RSU Bethesda Tomohon ditemukan 22,3 % penderita dengan
7
pembesaran hati dan 24,3 % penderita dengan pembesaran limpa. Selain itu gejala lain yang
ditemukan pada penderita malaria di RSU Bethesda yaitu ikterik (15,8%), renal insufisiensi
(2,7%), edema paru (0,1%), anemia (25%).6 Pada pemeriksaan fisik penderita hanya
ditemukan adanya peningkatan suhu badan dan pembesaran hati.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis malaria
yaitu :2,9
1. Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah
tipis. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapangan
pandang). Hasil negatif bila dalam 200 lapangan pandang dengan pembesara 700 – 1000
kali tidak ditemukan parasit.
2. Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai
hitung parasit dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per
1000 eritrosit.
3. Tes antigen P – F test
Mendeteksi antigen P.Falciparum (HRP-II). Deteksi sangat cepat, sekitar 3-5 menit. Tes
ini dikenal sebagai tes cepat.
4. Tes serologi
Berguna mendeteksi adanya antibody spesifik tehadap malaria atau pada keadaan dimana
parasit sangat minimal.
5. PCR
Tes ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA. Walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif
Penghitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif maupun
semikuantitatif. Penghitungan parasit secara semikuantitatif kurang akurat, sehingga hanya
digunakan pada keadaan mendesak dan dilakukan pada sediaan darah tebal dengan cara
berikut :2,9
+ : ditemukan 1 -10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
++ : ditemukan 11 – 100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
+++ : ditemukan 1 -10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop
++++ : ditemukan 11 – 100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop
Pada pemeriksaan laboratorium penderita, ditemukan ring P.falciparum (++++) dan terdapat
trombositopenia (trombosit : 25.000 / mm3).
8
Pada saat masuk rumah sakit, jumlah trombosit rata-rata ditemukan di bawah normal,
Menurut Skudowitz dkk (1973), trombositopenia pada penderita malaria dapat disebabkan
karena umur trombosit memendek dan penggantian trombosit meningkat kira-kira dua kali
lipat.16 Mekanisme trombositopenia pada malaria tidak diketahui dengan jelas. Fajardo dan
Tallent tahun 1974, dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan P. falciparum
pada trombosit akan menyebabkan efek penghancuran langsung. Kerusakan yang melibatkan
sistem nonimun maupun yang melibatkan IgG antibodi spesifik trombosit yang mengikat
secara langsung terhadap antigen malaria, baru-baru ini dilaporkan telah berperan dalam lisis
trombosit dan pengembangan trombositopenia. Dalam uji klinis, rekombinan - faktor
stimulasi koloni makrofag (M-CSF) telah diketahui menyebabkan trombositopenia
reversibel.10 Pada keadaan trombositopenia ini dapat menyebabkan perdarahan pada mukosa
mulut dan pada salurna cerna maka diperlukan edukasi kepada pasien agar tidak menggosok
gigi dan juga makan serta minum bukan makanan yang panas, keras, dan pedas agar tidak
mencetuskan perdarahan.
Komplikasi terutama disebabkan karena malaria falciparum. Penderita malaria dengan
komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi :1,5,6
1. Malaria serebral (koma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit
setelah kejang.
2. Asidosis : pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat < 15 mmol/L, kadar laktat vena
± 5 mmol/L, pernapasan dalam (respiratory distressi).
3. Anemia berat (Hb < 5 g/dL atau Hct < 15%) pada keadaan parasit >10.000/uL
4. Gagal ginjal akut (urin < 400 mL/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kgBB pada anak –
anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3mg/dL)
5. Edema paru / sindrom gangguan pernapasan akut.
6. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dL)
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <70 mmHg atau < 50 mmHg pada anak 1 – 5
tahun, disertai keringat dingin
8. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai gangguan koagulasi
intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali / 24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuria
11. Diagnosa post – mortem dengan ditemukan parasit padat di jaringan otak.
9
Pada penderita tidak ditemukan komplikasi tersebut, sehingga digolongkan dalam malaria
ringan atau malaria tanpa komplikasi.
Berdasarkan cara kerjanya, obat antimalaria diklasifikasikan sebagai:11-13
- Skizontosida darah, yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan
menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun terapi
supresif. Contohnya : klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin, derivat
artemisin, antifolat dan antibiotik.
- Skizontosida jaringan, bekerja dengan menghambat atau mengeliminasi bentuk primer
plasmodium ekstra eritrositik dalam hati dan berfungsi sebagai profilaksis, miasalnya
proguanil dan golongan kedua bekerja menghambat bentuk laten P.vivax dan P.ovale
dalam sel hati yang dapat menyebabkan kambuh lagi setelah infeksi awal. Contohnya
yaitu primakuin.
- Gametosida, bekerja dengan mematikan bentuk seksual plasmodium sehingga
menghambat transmisi plasmodium ke vektor. Contohnya : klorokuin dan kina memiliki
efek gametosida terhadap P.vivax, P.ovale, P.malariae, sedangkan primakuin memiliki
efek gametosida pada P.falciparum.
- Sporontosida, bekerja dengan menghambat pembentukan ookista dan sporozoit ada
nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat untuk menghambat transmisi malaria.
Terapi yang diberikan adalah kombinasi dari derivat artemisin yaitu artesunat dan
amodiakuin. Saat ini WHO telah merekomendasikan pemakaian kombinasi obat yang
mengandung derivat artemisin (Artemisin Combination Theraphy). Pengobatan ACT yang
direkomendasikan WHO pada tahun 2006 :11,12
- Kombinasi artemeter – lumefantrin
- Kombinasi artesunate – amodiakuin
- Kombinasi artesunate – meflokuin
- Kombinasi artesunate – sulfadoksin – pirimetamin
Sesuai kepustakaan, pengobatan Lini pertama dari malaria P.falciparum yaitu
artesunate + amodiakuin (satu tablet artesunate mengandung lima puluh miligram dan satu
tablet amodiakuin mengandung dua ratus miligram). Dosis artesunate adalah 4mg/kgBB/hari
selama 3 hari dan dosis amodiakuin yaitu 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari.11,12 Pada penderita
diberikan pengobatan kombinasi artesunate – amodiakuin selama tiga dengan dosis artesunate
dua ratus milligram perhari dalam empat tablet dan dosis amodiakuin delapan ratus milligram
perhari dalam empat tablet.
10
Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur14
Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun ≥15 Tahun
1
Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Primakuin *) *) 3/4 1 1/2 2 2-3
2Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)14
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari.
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah
4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin
tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat
digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5 mg/kgbb/kali
Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah.
8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falciparum14
11
Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
Primakuin - 3/4 11/2 2 2-3
2Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
*) Dosis diberikan kg/bb**) 2x50 mg Doksisiklin***) 2x100 mg Doksisiklin
Pengobatan lini kedua untuk malaria falciparum14
Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - 3/4 11/2 2 2-3
2 - 7Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
*) Dosis diberikan kg/bb**) 4x250 mg Tatrasiklin
Artemisin dan derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap
semua spesies plasmodium. Onset kerjanya sangat cepat dan dapat mematikan bentuk
aseksual parasit pada semua stadium dari bentuk ring muda sampai skizon. Artemisin juga
bersifat gametosida pada P.falciparum, termasuk stadium gametosit yang biasanya sensitif
dengan primakuin.11,12
Derivat artemisin bekerja dengan menghambat enzim yang berperan dalam masuknya
kalsium ke dalam membran parasit, yaitu enzim adenosine trifosfatase. Mekanisme kerja
yang lain yaitu menghambat masukan nutrisi ke dalam vakuola makanan parasit sehingga
terjadi defisiensi asam amino disertai pembentukan vakuola autophagic yang berlanjut
dengan kematian parasit akibat kehilangan sitoplasma. Selain itu, derivat artemisin juga
menghambat hemoglobinase, menghambat detoksifikasi oleh feroheme, alkilasi DNA,
pembentukan radikal bebas, oksidasi, dan alkilasi protein serta menghambat peroksidasi lipid.
Artesunat adalah bentuk garam sodium dari hemisuksinat ester artemisin. Keunggulan
artesunat yaitu efektivitas tinggi dan toksisitas rendah.11,12
12
Pada penderita respon terhadap terapi baik, karena pada pemeriksaan DDR
(Drip Dounten Rout) serial hasilnya tidak ditemukan P.falciparum. Dikatakan gagal
pengobatan dini bila perkembangan keadaan menjadi satu atau lebih kondisi berikut pada 3
hari pertama :1,11,12
- Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3
- Parasitemia pada H2 > H0
- Parasitemia pada H3 > 25% dari H0
- Parasitemia pada H3 masih positif berupa bentuk aseksual dengan suhu aksila ≥
37,50C
Prognosis penderita ini adalah bonam karena tidak ada komplikasi yang ditemukan
dan penderita sensitif dengan obat antimalaria yang telah diberikan.
Pencegahan malaria secara umum meliputi tiga hal yaitu edukasi, kemoprofilaksis dan
upaya mencegah gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting dalam pencegahan
malaria. Materi utama edukasi yaitu mengajarkan tentang cara penularan malaria, resiko
terkena malaria, pengenalan gejala, pencegahan, dan pengetahuan tentang uapaya
menghilangkan tempat perindukan nyamuk.15
Sangat dianjurkan untuk menghindari gigitan nyamuk yaitu dengan cara :1,15
1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk : gosok, semprot, asap, elektrik
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau memakai proteksi
(baju lengan panjang, kaus kaki)
4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Untuk profilaksis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di tempat tersebut. Bila
dengan klorokuin sensitif cukup profilaksis dengan dua tablet klorokuin tiap minggu, satu
minggu sebelum berangkat dan empat minggu setelah tiba kembali. Pada daerah yang
resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin seratus milligram perhari atau mefloquin dua ratus
lima pulug milligram perminggu atau klorokuin dua tablet perminggu ditambah proguanil
dua ratus milligram perhari. Obat baru yang dipakai sebagai pencegahan yaitu primakuin
dosis nol koma lima milligram/kgBB/hari, etaquin, atovaquone, proguanil dan azitromycin.1,15
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Harijanto PN. Malaria. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta 2006. Hal 1754 – 66.
2. Gandahusada S, Ilahude H, Pribadi W. Parasit Malaria. Parasitologi Kedokteran. Balai
Penerbitan FKUI. Jakarta 2000. Hal 171 – 209.
3. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam Harijanto PN. Malaria. Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta 1999. Hal 1 – 17.
4. WHO. Situasi Malaria di Negara – negara ASEAN. [serial online] 2010
[cited 2010 September 20] available from : http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://www.searo.who.int/en/Section10/Section21/
Section340_4022.html
5. Laihad F.J, Gunawan S. Malaria di Indonesia. Dalam Harijanto PN. Malaria.
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta 1999. Hal 17 - 24.
6. Harijanto PN. Gejala Klinis Malaria Ringan. Dalam Harijanto PN, Nugroho A,
Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2008. Hal 85-102.
7. Harna W. Plasmodium Falciparum. [serial online] 2008 [cited 2010 September 20]
available from : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/15/plasmodium-falciparum/
8. Easmon C. Malaria. [serial online] 2009 [cited 2010 September 20] available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://
www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/malaria_disease.htm.
9. Sutanto I, Diagnosis Mikroskopik dan Serologik Malaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho
A, Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2008. Hal 103 – 117.
10. Memon, R. A, Trombositopenia di Pasien Malaria Dirawat di Rumah Sakit.
[serial online] 2006 [cited 2010 September 20] available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://pjms.com.pk/
issues/aprjun06/article/article9.html.
11. Gunawan C. Obat Antimalaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan C. Malaria
Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. Hal
118 - 140.
14
12. Harijanto PN. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi (Ringan). Dalam Harijanto PN,
Nugroho A, Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. Hal 145 - 155.
13. Kakkilaya BS, Pengobatan Malaria Falciparum. [serial online] 2008
[cited 2010 September 20] available from : http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://www.malariasite.com/malaria/Treatment4.htm.
14. Supardi F. S, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. [serial online] 2007
[cited 2010 September 20] available from : http://www.idijakbar.com/kepmenkes/
15. Nugroho A, Pencegahan Malaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan C.
Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2008. Hal 324 - 341.
16. Skudowitz, R. B. Katz J, Lurie A, Kevin J, Metz J. (1973) Mechanisms of
thrombocytopenia in malignant tertian malaria. British Medical Journal; 2: 515-517
15