Post on 19-Jan-2016
description
TROMBOEMBOLI VENA DAN RESIKO PNEUMONIA INTERTISIAL IDIOPATIK
Birgitte F. Sode1, Morten Dahl1, Sune F. Nielsen1, and Børge G. Nordestgaard1
1Departmen Biokimia Klinik, Rumah Sakit Herlev, Rumah Sakit Universitas Copenhagen, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Copenhagen, Copenhagen, Denmark
Rational: Pneumonia intertisial idiopatik ditandai oleh fibrosis pulmonal dan
angka kesakitan yang tinggi. Objektif: Meneliti hubungan antara pernah
didiagnosis tromboemboli vena dengan resiko terjadinya pneumonia intertisial
idiopatik. Tromboemboli vena merupakan salah satu hal yang memperantarai
keadaan prokoagulan pada seorang individu. Metode: Penelitian ini dilakukan
pada populasi Denmark dari tahun 1980 sampai tahun 2007, yang terdiri dari 7,4
juta orang. Angka kejadian pneumonia intertisial idiopatik, pernah terdiagnosis
tromboemboli vena dan penggunaan antikoagulan didapatkan dari data nasional
Denmark. Pengukuran dan hasil: Angka kejadian per 10.000 orang untuk
pneumonia intertisial idiopatik lebih tinggi pada mereka yang pernah terdiagnosis
tromboemboli vena (1.8; n = 158,676), embolisme pulmonal (2,8; n = 70,586),
dan thrombosis vena dalam (1,2 n; 88,090), dibandingkan kelompok kontrol (0,8
n = 7,260,278). Analisis multivariat menunjukkan bahwa ratio bahaya untuk
pneumonia intertisial idiopatik adalah 1,8 (95% interval kepercayaan, 1,7-1,9)
pada mereka yang pernah terdiagnosis tromboemboli vena, 2,4 (95% interval
kepercayaan, 2,3-2,6) pada mereka yang pernah terdiagnosis embolisme
pulmonal, dan 1,3 (95% interval kepercayaan, 1,2-1,4) pada mereka yang pernah
terdiagnosis thrombosis vena dalam, dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kisaran corresponding hazard ratio pada mereka yang pernah terdiagnosis
pneumonia intertisial idiopatik pada yang pernah dan tidak pernah diterapi dengan
antikoagulan adalah 1,4 (95% interval kepercayaan, 1,2-1,6) dan 2,8 (95%
interval kepercayaan, 2,4-3,1) (tromboemboli vena x interaksi penggunaan
antikoagulan pada hasil akhir pneumonia intertisial idiopatik: p = 1,5 x 10-10).
Kesimpulan: Secara umum, tromboemboli vena berhubungan dengan pneumonia
intertisial idiopatik, terutama pada mereka yang belum pernah diterapi dengan
antikoagulan.
Kata kunci : Penyakit paru, intertisial; factor pembekuan darah; antikoagulan;
embolisme; thrombosis.
Kejadian pneumonia intertisial idiopatik menduduki hampir setengah kasus dari
penyakit paru intertisial (1). Penyakit ini ditandai oleh fibrosis paru dan kematian
yang tinggi.
Kami sebelumnya menunjukkan bahwa faktor koagulasi V R506Q
homozigot (misalnya factor V Leiden) polimorfisme mempunyai resiko 18 kali
lipat terkena tromboemboli vena (2) dan dispneu berat, penurunan fungsi paru,
dan peningkatan penuaan fungsi paru (3). Kami menspekulasikan bahwa individu
dengan faktor V R506Q homozigot secara perlahan-lahan mengalami emboli
pulmonal yang tidak tampak secara klinis dan peningkatan fibrosis paru.
Berdasarkan hal tersebut, sangat memungkinkan bahwa individu yang pernah
terdiagnosis tromboemboli vena menjalani hidup dalam keadaan prokoagulan, dan
bisa mengalami fibrosis paru yang progresif sampai emboli pulmonal yang tidak
tampak secara klinis dan juga pneumonia intertisial idiopatik dan penyakit paru
intertisial.
Kami meneliti hubungan antara tromboemboli vena (terdiri dari emboli
paru dan thrombosis vena dalam) dan risiko pneumonia intertisial idiopatik dan
penyakit paru interstitial. Karena itu, kami menggunakan diagnosis vena
tromboemboli sebagai perantara pada individu yang berada dalam keadaan
prokoagulan, dan diperiksa apakah individu tersebut mempunyai peningkatan
risiko pneumonia interstitial idiopatik dan penyakit paru intertisial selama
hidupnya. Hal tersebut penting untuk dipelajari karena pada saat ini belum ada
pengobatan untuk pneumonia intertisial idiopatik dan kelangsungan hidup rata-
rata dari waktu terdiagnosis adalah hanya 3 tahun (1).
Untuk tujuan ini kami mempelajari seluruh penduduk Denmark
dari tahun 1980 sampai tahun 2007 dan menggunakan informasi yang diperoleh
dari data nasional pasien Denmark, data nasional penyebab kematian Denmark,
catatan sipil nasional Denmark, dan statistik Denmark, informasi dari keempat
data ini dicatat secara lengkap dari tahun 1980 sampai tahun 2007. Selanjutnya,
dengan menggunakan informasi dari data statistik produk obat nasional Denmark
dari tahun 1995 sampai tahun 2007, kami membandingkan risiko pneumonia
intertisial idiopatik dan penyakit paru interstitial pada mereka yang didiagnosis
dengan tromboemboli vena , yang pernah diobati dibandingkan dengan yang tidak
pernah diobati dengan antikoagulan dalam bentuk vitamin K antagonis . Beberapa
hasil ini telah dilaporkan sebelumnya dalam bentuk abstrak ( 4 ) .
TABEL 1. KARAKTERISTIK DASAR UNTUK SELURUH PENDUDUK DENMARK DIPANTAU DARI 1980 SAMPAI 2007
Karakteristik awal ditentukan pada awal penelitian pada tahun 1980, saat lahir jika lahir setelah tahun 1980, atau jika imigrasi setelah tahun 1980. Nilai diberikan sebagai angka (persen) atau, untuk usia, sebagai median (kisaran interkuartil). Informasi tentang etnis, residensi geografis, dan tingkat pendidikan tidak tersedia untuk semua individu,dan oleh karena itu angka sedikit berbeda.
METODE
Kami melakukan studi pada seluruh penduduk Denmark dari tahun 1980 sampai
tahun 2007, yang terdiri dari 7.418.953 orang. Catatan sipil nasional Denmark
mencatat semua kelahiran, kematian, emigrasi, dan imigrasi di Denmark, dicatat
berdasarkan nomor registrasi sipil yang unik untuk setiap orang yang tinggal di
Denmark, termasuk informasi tentang usia dan jenis kelamin (5) . Studi ini telah
disetujui oleh Rumah Sakit Herlev, Copenhagen University Hospital, dan Statistik
Denmark; di Denmark, tindakan persetujuan oleh komite etika untuk sebuah studi
dengan cakupan nasional seperti ini tidak diperlukan.
Poin Akhir : Pneumonia Intertisial Idiopatik dan Penyakit Paru Intertisial
Informasi tentang penyakit paru interstitial (pneumonia intertisial idiopatik dan
penyakit paru interstitial lainnya) diambil dari catatan nasional pasien Denmark
(85 % kejadian) dan catatan nasional penyebab kematian Denmark (15 %
kejadian).
Catatan nasional pasien Denmark mencatat informasi tentang diagnosa
pasien dari semua rumah sakit Denmark termasuk pasien rawat jalan,
menggunakan nomor registrasi sipil yang unik. Catatan meliputi tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, Jenewa,
Swiss) Klasifikasi Internasional Penyakit ( ICD8 hingga 1993, setelah itu ICD10).
Semua individu yang tercatat dengan diagnosa pneumonia interstitial idiopatik
(ICD8 517 ; ICD10 J84.1) dan penyakit paru interstitial (ICD8 515, 516, 517 ;
ICD10 J84, J60 – J70) dari tahun 1980 sampai tahun 2007 digunakan dalam studi
ini sebagai poin akhir kejadian.
Catatan nasional penyebab kematian Denmark mencatat informasi tentang
tanggal kematian dan penyebab kematian untuk semua kematian di Denmark,
dengan menggunakan nomor registrasi sipil yang unik, yang dilaporkan oleh
rumah sakit dan praktik umum. Semua individu yang tercatat dengan penyebab
kematiannya adalah pneumonia interstitial idiopatik dan penyakit paru interstitial
(menggunakan kode ICD8 dan ICD10 seperti yang dijelaskan sebelumnya) dari
tahun 1980 hingga tahun 2007 juga digunakan dalam penelitian sebagai titik akhir
kejadian .
Tromboemboli Vena Sebagai Pemicu Pada Keadaan Prokoagulan
Informasi tentang tromboemboli vena (emboli paru dan trombosis vena dalam)
diambil dari catatan nasional pasien Denmark dan catatan nasional penyebab
kematian Denmark, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Semua individu dengan
catatan diagnosis dan/atau penyebab kematian adalah trombosis vena dalam
(ICD8 451 , 671 , ICD10 I80 , O22.3 , O87.1) dan emboli paru (ICD8 450 ,
673,99 , ICD10 I26 , O88.2) dari tahun 1980 hingga tahun 2007 digunakan untuk
mengidentifikasi kemungkinan individu tersebut berada dalam keadaan
prokoagulan, dan digunakan sebagai variabel prediktif dalam penelitian ini.
Kovariat lain
Statistik Denmark, yang mencakup semua orang yang tinggal di Denmark,
mencatat informasi tentang etnis, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal
geografis, menggunakan nomor registrasi sipil yang unik.
Pengobatan Antikoagulan
Informasi tentang penggunaan antikoagulan diperoleh dari catatan nasional
statistic penggunaan obat Denmark, dari tahun 1995 hingga tahun 2007. Catatan
ni menyimpan semua informasi tentang semua obat yang diresepkan yang dibeli
di apotek Denmark dari tahun 1995 sampai seterusnya. Obat-obatan yang
diberikan selama perawatan di rumah sakit tidak termasuk, hanya obat yang
langsung dibeli pasien sendiri di Denmark. Kami memperoleh informasi tentang
penggunaan antikoagulan , yang didefinisikan sebagai antagonis vitamin K (kode
ATC B01AA) .
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak STATA 10,0
MP (StataCorp, College Station, TX). Kami menilai hubungan antara pernah
terdiagnosa tromboemboli vena dan insiden pneumonia interstitial idiopatik dan
penyakit paru interstitial, dengan mengamati semua orang yang tinggal di
Denmark dari tahun 1980, sejak lahir atau waktu imigrasi (data yang paling
terakhir), terhadap pneumonia interstisial idiopatik atau kejadian penyakit paru
interstitial, kematian, emigrasi, atau akhir tahun 2007 (data yang lebih dulu
terjadi), individu yang pernah beremigrasi dan kemudian berimigrasi kembali ke
Denmark, mereka tetap dimasukkan dalam analisis.
Umur-tingkat insiden standar dihitung sesuai dengan Populasi dunia
Standard WHO (6). Kami menggunakan kurva Kaplan-Meier, tes log-rank, dan
model regresi Cox dengan usia sebagai skala waktu, yang menyiratkan bahwa usia
secara otomatis disesuaikan; rasio bahaya proporsional COx dihitung sebagai
langkah untuk risiko relatif. Model yang tersisa terpotong (1980 atau di imigrasi )
dengan entri tertunda, dan pengamata terhadap individu meliputi kejadian,
kematian, emigrasi permanen , atau akhir dari tindak lanjut. Model multivariat
disesuaikan berdasarkan usia, jenis kelamin, etnis, residensi geografis, dan tingkat
pendidikan. Selanjutnya, kami kelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin,
etnis, residensi geografis, tingkat pendidikan, tindak lanjut sebelum dan setelah
tanggal 1 Januari 1995, dan penggunaan antikoagulan. Analisis stratifikasi pada
individu yang pernah dibandingkan dengan yang tidak pernah menggunakan
antikoagulan dilakukan pada seluruh penduduk Denmark dari tahun 1995 sampai
tahun 2007, dengan meninggalkan pemotongan pada tahun 1995. Uji interaksi
pada model multivariat Cox dilakukan dengan memperkenalkan istilah interaksi
dua faktor.
Dalam studi kasus-kontrol kami juga mencocokkan setiap individu dengan
trombosis vena pada lima populasi subyek kontrol berdasarkan usia, jenis
kelamin, dan tahun kejadian. Individu yang meninggal karena tromboemboli vena
dieksklusikan. Dalam upaya untuk mengeksklusikan mereka yang diprovokasi
oleh tromboemboli vena, analisis ini dilakukan baik dengan menginklusikan dan
mengeksklusikan orang-orang dengan tromboemboli vena yang dipicu oleh
operasi, kanker, atau kehamilan sampai 90 hari sebelum rawat inap untuk
tromboemboli vena. Kami menggunakan Metode Kaplan-Meier untuk
menghitung waktu kelangsungan hidup rata-rata dari tanggal onset pneumonia
interstitial idiopatik dan penyakit paru-paru interstitial.
Gambar 2. Insiden kumulatif (kiri) dari pneumonia intertisial idiopatik dan (kanan)
penyakit paru intertisial berdasarkan pernah didiagnosis tromboemboli vena, pulmonal
emboli, dan trombosis vena dalam. Studi dilakukan terhadap seluruh penduduk Denmark
dari tahun 1980 sampai 2007, terdiri dari 7,418,953 individu. Nilai P didasarkan pada log
rank-tests.
HASIL
Kami mendata seluruh penduduk Denmark selama 27 tahun periode dari tahun
1980 sampai 2007, yang terdiri dari 7.418.953 orang secara total. Karakteristik
dasar ditunjukkan pada Tabel 1. Kami mengidentifikasi 19.557 orang dengan
pneumonia intertisial idiopatik dan 34.493 orang dengan penyakit paru interstitial.
Usia rata-rata saat diagnosis untuk individu dengan pneumonia intertisial idiopatik
dan paru paru interstitial masing-masing adalah 69 dan 65 tahun. Kelangsungan
hidup rata-rata dari diagnosis pneumonia interstitial idiopatik atau penyakit paru
interstitial masing-masing adalah 3,0 dan 4,1 tahun (Gambar 1). Kelangsungan
hidup rata-rata subyek kontrol cocok untuk usia, jenis kelamin, dan tahun kejadian
masing-masing adalah 12,0 dan 13,4 tahun.
Pneumonia Interstitial Idiopathic
Kejadian kumulatif ditinjau dari segi usia pada pneumonia interstitial idiopatik
lebih tinggi di antara mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli vena
(Log-rank P = 1.5 X 10-155; n = 158676), emboli paru (P = 3.2 X 10-184; n =
70.586), dan trombosis vena dalam (P = 1.1 X 10-8, n = 88,090) dibandingkan
subyek kontrol (n = 7.260.277) (Gambar 2). Tingkat insiden berdasarkan usia,
masing-masing adalah 1,8, 2,8, 1,2, dan 0,8 per 10.000 orang-tahun (Tabel 2).
Rasio hazard multivariat untuk pneumonia interstitial idiopatik adalah 1,8
(95% CI, 1,7-1,9) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli
vena, 2,4 (95% CI, 2,3-2,6) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan emboli
paru, dan 1,3 (95% CI, 1.2-1.4) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan
trombosis vena dalam, dibandingkan dengan subyek kontrol (Tabel 2). Ketika
distratifikasi berdasarkan kelamin, etnis, dan tempat tinggal geografis, kami hanya
menemukan perubahan perubahan kecil pada estimasi risiko (Tabel 3). Namun,
ketika distratifikasikan berdasarkan usia dan tingkat pendidikan, kami
menemukan perkiraan risiko tertinggi pada kelompok usia termuda dan pada
tingkat pendidikan yang tinggi. Ketika distratifikasikan berdasarkan periode
follow-up, estimasi risiko yang sedikit lebih tinggi pada tahun 1995 sampai tahun
2007 dibandingkan pada tahun 1980 hingga tahun 1994.
Penyakit Paru Interstitial
Kejadian kumulatif berdasarkan usia diagnosis penyakit paru interstitial lebih
tinggi di antara orang-orang yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli vena (
log - rank P = 4.4 X 10-170 ; n = 158.696 ) , emboli paru ( p = 342 X 10-218 ; n =
70,594 ) dan trombosis vena dalam ( p = 1.3 X 10-24 , n = 88,102) , dibandingkan
antara subyek kontrol ( n = 7.260.542 ) ( Gambar 2 ). Tingkat kejadian kumulatif
ditinjau dari segi usia masing-masing adalah 3,5 , 4,8 , 2,8 dan 1,6 per 10.000
orang-tahun (Tabel 2).
Rasio hazard multivariate untuk penyakit paru interstitial adalah 1,7 (95%
CI 1,7-1,8) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli vena, 2,2
(95% CI 2,1-2,3 ) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan emboli paru, dan
1,4 (95% CI 1,3-1,4 ) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli
vena dalam, dibandingkan dengan subyek kontrol (Tabel 2). Untuk analisis
bertingkat, pola yang diamati untuk penyakit paru-paru interstitial sama dengan
pola yang terlihat untuk pneumonia interstitial idiopatik ( Tabel 3 ).
Pengobatan Antikoagulan
Dalam analisis ini kami mempelajari seluruh penduduk Denmark dalam 12 tahun
periode follow-up dari tahun 1995 sampai tahun 2007, yang terdiri dari 6.202.185
individu secara total. Rasio hazard multivariat pneumonia interstitial idiopatik
pada individu yang pernah dibandingkan dengan yang tidak pernah diobati
antikoagulan adalah 1,4 (95% CI, 1.2-1.6) versus 2,8 (95% CI, 2,4-3,1) pada
mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli vena dibandingkan subyek
kontrol (vena tromboemboli x menggunakan antikoagulasi interaksi pada
idiopatik interstitial pneumonia hasil: P = 1.5 X 10-10) (Gambar 3). Sesuai rasio
hazard pada mereka yang pernah didiagnosis dengan emboli paru adalah 2,0 (95%
CI, 1,7-2,4) versus 4,1 (95% CI, 3,6-4,8) (vena tromboemboli 3 antikoagulasi
menggunakan interaksi pada idiopatik hasil pneumonia interstitial: P 5 8.5 3 1029)
dan pada mereka yang pernah didiagnosis dengan vena dalam trombosis mereka
0,9 (95% CI, 0,8-1,2) versus 1,4 (95% CI, 1,1-1,8) (tromboemboli vena 3
menggunakan antikoagulasi interaksi pada idiopatik hasil pneumonia interstitial: P
= 0,07). Hasil yang sama ditemukan untuk penyakit paru interstitial (Gambar 3).
Waktu Diagnosis
Pneumonia interstitial idiopatik dan penyakit paru interstitial didiagnosis baik
sebelum dan setelah kejadian tromboemboli vena (Gambar 4). Rata-rata, waktu
antara terjadinya dari acara tromboemboli vena dan diagnosis pneumonia
intertisial idiopatik dan penyakit paru interstitial masing-masing adalah 20,4 (6,2)
dan 20,2 (6,2) tahun [mean (SD)].
Studi Kasus – Kontrol
Dalam upaya untuk mengurangi pengaruh sebab-akibat terbalik, bahwa
pneumonia interstitial idiopatik dapat menyebabkan vena tromboemboli, bukan
sebaliknya, kami di sini membandingkan individu dengan tromboemboli vena,
emboli paru, dan trombosis vena dalam dengan subyek kontrol dengan
mencocokkan usia, jenis kelamin, dan tahun kejadian. Dengan demikian, kami di
sini mempelajari apakah pneumonia interstitial idiopatik dan penyakit paru
interstitial didiagnosis setelah peristiwa tromboemboli vena telah terjadi .
Rasio hazard multivariat untuk pneumonia adalah interstitial idiopatik 2,1
(95 % CI, 1,9-2,3) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli
vena, 3,3 (95 % CI , 2,9-3,7) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan emboli
paru, dan 1,7 (95 % CI, 1,5-1,9) pada mereka yang pernah didiagnosis dengan
trombosis vena dalam, dibandingkan dengan subyek kontrol (Tabel 4). Ketika
mengeksklusikan mereka dengan diagnosis operasi, kanker, atau kehamilan
sampai 90 hari sebelum rawat inap untuk vena tromboemboli, kami hanya
menemukan perubahan kecil dalam estimasi risiko (Tabel 4).
TABLE 2. RESIKO KEJADIAN PNEUMONIA INTERTISIAL IDIOPATIK DAN PENYAKIT PARU INTERTISIAL PADA MEREKA YANG DIDIAGNOSIS TROMBOEMBOLI VENA DISELURUH POPULASI DENMARK.
PEMBAHASAN
Temuan utama dari studi kohort nasional Denmark ini adalah pernah terdiagnosis
tromboemboli vena berkaitan dengan kejadian pneumonia interstitial idiopatik,
khususnya di kalangan mereka yang tidak pernah diobati dengan antikoagulan.
Selain itu, perkiraan risiko yang tertinggi terdapat pada mereka yang pernah
didiagnosis dengan emboli paru, pada kelompok usia termuda, dan pada mereka
dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
Yang penting lagi, temuan keseluruhan dikonfirmasi setelah
mengeksklusikan mereka cenderung mengalami tromboemboli vena sebagaimana
dalam studi kasus-kontrol dimana pneumonia interstitial idiopatik didiagnosis
setelah kejadian tromboemboli vena. Namun demikian, perhatian penuh harus
digunakan untuk menyampaikan interpretasi bahwa ada inferensi kausal yang
dapat diturunkan dari studi ini. Ada hubungan yang jelas antara pernah mengalami
tromboemboli vena dan kejadian pneumonia interstitial idiopatik, namun,
walaupun waktu didiagnosis pneumonia interstitial idiopatik dalam studi kasus-
kontrol terjadi setelah didiagnosis tromboemboli vena tidak berarti bahwa
penyakit paru subklinis tidak datang sebelum tromboemboli vena. Tentu saja,
pneumonia interstitial idiopatik juga bisa menjadi faktor risiko tromboemboli
vena (7). Juga, kami tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa tingkat
kesadaran yang tinggi pada individu yang dirawat di rumah sakit dapat
mempengaruhi hubungan yaitu didiagnosis tromboemboli vena bisa
meningkatkan kemungkinan juga didiagnosa dengan pneumonia interstitial
idiopatik , dan sebaliknya.
Secara mekanis, temuan kami bisa memiliki penjelasan yang sederhana
dan tegas: banyak individu dalam seumur hidup dalam keadaan prokoagulan
secara terus-menerus bisa berkembang menjadi emboli paru kecil yang tidak
tampak secara klinis yang menyebabkan fibrosis paru progresif dan akhirnya
pneumonia interstitial idiopatik atau penyakit paru interstitial. Untuk mendukung
hal ini, kami sebelumnya mengamati bahwa individu homozigot terhadap faktor
prokoagulan V R506Q (faktor V Leiden) menderita dispnea berat, gejala kardinal
fibrosis paru, mengalami penurunan fungsi paru-paru dan meningkatkan
penurunan fungsi paru-paru (3). Peningkatan kadar mediator prokoagulan dapat
terjadi dalam paru-paru di mana mereka terlibat dalam peristiwa patogen yang
menyebabkan pneumonia interstitial idiopatik. Aktivasi koagulasi protease di
dalam pembuluh darah adalah peristiwa yang diketahui terjadi setelah terjadi
kerusakan jaringan. Bagaimanapun, diketahui juga bahwa aktivasi protease
koagulasi intraalveolar dengan deposisi fibrin memainkan peran penting dalam
cedera paru. Seiring waktu, hasil akhir dari episode diskrit cedera dapat
menyebabkan fibrosis paru progresif dan remodeling dari wilayah yang lebih luas
dari paru-paru. (8-11). Mendukung gagasan ini, terapi antikoagulan
menguntungkan dalam pengobatan fibrosis paru-paru. Sebagai contoh,
pengobatan dengan trombin inhibitor menurunkan tingkat deposisi kolagen paru-
paru dalam model eksperimental fibrosis paru-paru pada tikus (12). Temuan
serupa juga dilaporkan bahwa setelah instilasi protein C aktif secara intratracheal
pada tikus (13), inhalasi heparin aerosol pada kelinci (14), dan transfer gen faktor
jaringan jalur inhibitor secara intratracheal pada tikus (15). Sebuah studi
nonblinded tunggal menunjukkan bahwa terapi antikoagulan bermanfaat bagi
kelangsungan hidup pasien dengan penyakit paru interstitial (16). Terakhir, kami
menemukan bahwa risiko pneumonia interstitial idiopatik dan penyakit paru
interstitial pada mereka yang pernah didiagnosis dengan tromboemboli vena lebih
banyak terjadi pada mereka yang tidak pernah dibandingkan dengan yang pernah
diobati dengan antikoagulan, secara tidak langsung mendukung gagasan bahwa
individu dalam keadaan prokoagulan seumur hidup dapat mengalami emboli paru
kecil yang tidak disadari secara klinis dan kemudian fibrosis paru progresif dan
akhirnya pneumonia interstitial idiopatik.
Untuk mendukung temuan kami, sebuah studi yang dilakukan oleh
Hubbard dan rekannya menunjukkan peningkatan risiko trombosis vena dalam
pada pasien dengan pneumonia interstitial idiopatik (7); studi tersebut sedikit
berbeda dari studi kohort cakupan nasional kami dimana mereka memilih 920
kasus subyek dan 3.593 subyek kontrol melalui praktik dokter umum. Namun,
seperti dalam penelitian kami, di mana kami menggunakan tromboemboli vena
sebagai proxy untuk keadaan prokoagulan, studi tersebut (7) tidak dapat
menyimpulkan apakah tromboemboli vena menyebabkan pneumonia interstitial
idiopatik, atau sebaliknya. Meskipun beberapa studi menunjukkan bahwa terapi
antikoagulan mungkin memiliki efek positif pada fibrosis paru (12-20), dan
bahwa kecenderungan genetik untuk tromboemboli vena meningkatkan risiko
dispnea dan menurunkan fungsi paru (3), keduanya menunjukkan bahwa
penyebabnya bisa saja dari tromboemboli vena untuk kejadian pneumonia
interstitial idiopatik, penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain
intervensi yang ketat atau desain pengacakan Mendel (21-24) diperlukan untuk
menentukan arah sebab-akibat antara tromboemboli vena dan pneumonia
interstitial idiopatik.
Subanalysis dan analisis bertingkat kami mendukung bahwa asosiasi yang
kami amati penting, dan memang mungkin bahkan lebih jelas dari apa yang
muncul dalam analisis secara keseluruhan. Pertama, bahwa estimasi risiko yang
tertinggi pada kelompok usia termuda sangat mendukung temuan, sebagai
komorbiditas pada usia yang lebih tua sebagian dapat mengacaukan asosiasi. Dan
kedua, karena individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi seringkali lebih
persisten dalam hal mendapatkan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang
sesuai, perkiraan risiko tertinggi terdapat pada mereka dengan tingkat pendidikan
yang tinggi menambah validitas lebih lanjut untuk temuan kami.
Keterbatasan penelitian ini meliputi bahwa hasil ini terutama ditujukan
untuk orang kulit putih keturunan Denmark, dan oleh karena itu hasil kami
mungkin tidak selalu berlaku untuk kelompok etnis lain. Namun demikian, ketika
kami mengelompokkan analisis kami pada etnis Danes dan etnis lainnya hasilnya
adalah sama. Keterbatasan potensial lainnya dari penelitian ini adalah kurangnya
kemampuan untuk menyesuaikan faktor risiko gaya hidup seperti merokok , yang
mungkin menjadi perancu. Namun, Hubbard dan rekannya menemukan hubungan
yang kuat antara trombosis vena dalam dan pneumonia interstitial idiopatik
bahkan setelah penyesuaian untuk merokok (7). Juga, hasil penelitian kami
menunjukkan estimasi risiko meningkat pada individu yang tidak pernah
dibandingkan dengan yang pernah diobati dengan obat antikoagulan , menyiratkan
bahwa merokok tidak bisa menjelaskan seluruh efek dari peningkatan risiko
perkiraan. Demikian juga, kami tidak bisa mengeksklusikan paparan tempat kerja
untuk debu dan asap sebagai perancu potensial. Selain itu, kami tidak mengetahui
mengapa beberapa individu yang didiagnosis tromboemboli vena tidak diobati
dengan antikoagulan, dan karena itu kami tidak bisa mengeksklusikan bahwa
nontreatment tersebut dapat mempengaruhi beberapa asosiasi yang terlihat dalam
penelitian ini. Keterbatasan lain yang potensial adalah kesalahan klasifikasi
diagnosis. Karena kami tidak tahu persis bagaimana dan mengapa kesalahan
klasifikasi diagnosis, kesalahan klasifikasi tersebut secara teoritis dapat
menjelaskan asosiasi (misalnya, perkiraan dispnea samar karena awalnya tidak
terdiagnosis pneumonia interstitial idiopatik ini keliru untuk tromboemboli vena,
dan baru kemudian diagnosis yang benar untuk pneumonia interstitial idiopatik
dibuat). Namun, dalam validasi studi sebelumnya dari diagnosis ICD pada
tromboemboli vena dari catatan nasional pasien Denmark menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus memenuhi kriteria diagnostik obyektif dan bahwa faktor V
Leiden heterozigositas dan homozigositas berkaitan, masing-masing, dengan
risiko 3 kali lipat dan 18 kali lipat terhadap tromboemboli vena, menggunakan
diagnosis ICD yang sama (2). Juga, dalam penelitian ini kami membuatnya sangat
mungkin bahwa kebanyakan orang di Denmark yang didiagnosis pneumonia
interstitial idiopatik atau penyakit paru interstitial memang memiliki diagnosis
yang benar, karena kami menunjukkan bahwa kelangsungan hidup rata-rata pada
mereka yang didiagnosis adalah 3-4 tahun, mirip dengan yang dilaporkan
sebelumnya (1). Meskipun demikian, pneumonia interstitial idiopatik sulit untuk
didiagnosis, karena terminologinya didefinisikan secara buruk (25), dan hanya
selama 10-15 tahun terakhir telah tercapai konsensus klasifikasi diagnosis.
Namun, jika kesalahan klasifikasi diagnosis terjadi, mungkin akan cenderung
menyebabkan estimasi risiko bias terhadap hipotesis nol, karena itu subset dari
individu di antara mereka dengan pneumonia interstitial idiopatik bisa memiliki
estimasi risiko yang lebih besar daripada yang diamati, dan kesalahan klasifikasi
oleh karena itu tidak mungkin untuk menjelaskan asosiasi yang kuat yang diamati
dalam penelitian ini.
Dalam populasi umum pernah didiagnosis tromboemboli vena dikaitkan
dengan pneumonia interstitial idiopatik, khususnya di antara mereka yang tidak
pernah diberikan pengobatan antikoagulan. Temuan ini memberikan dukungan
untuk menilai efek terapi antikoagulan pada pasien dengan idiopatik pneumonia
interstitial melalui percobaan yang diintervensi.
Benturan Pernyataan Kepentingan: Tidak ada penulis memiliki hubungan
keuangan dengan entitas komersial yang memiliki minat pada subjek naskah ini.
Pengakuan: Borge G. Nordestgaard memulai studi, yang dirancang secara rinci
oleh keempat penulis. Penanganan database dan analisis statistik dilakukan oleh
Birgitte F. Sode dan Sune F. Nielsen, sementara keempat penulis memberikan
kontribusi untuk analisis dan interpretasi data. Birgitte F. Sode menulis draft
pertama, yang telah diteliti dan akhirnya diterima oleh tiga penulis lainnya.
Referensi
1. Gudmundsson G, Hunninghake G. Interstitial and restrictive pulmonary disorders. In: Rimoin D, Connor JM, Pyeritz RE, Korf BR, eds. Principles and practice of medical genetics, 5th ed. Philadelphia, PA: Churcilll Livingstone Elsevier; 2007. pp. 1431–1444.
2. Juul K, Tybjaerg-Hansen A, Schnohr P, Nordestgaard BG, Factor V. Leiden and the risk for venous thromboembolism in the adult Denmark population. Ann Intern Med 2004;140:330–337.
3. Juul K, Tybjaerg-HansenA,Mortensen J, Lange P, Vestbo J, Nordestgaard BG, Factor V. Leiden homozygosity, dyspnea, and reduced pulmonary function. Arch Intern Med 2005;165:2032–2036.
4. Sode BF, Dahl M, Nielsen SF, Nordestgaard BG. Venous thromboembolism and risk of idiopathic interstitial pneumonia: a nationwide study [abstract, no. A1109]. American Thoracic Society Meeting, May 14–19, 2010.
5. Pedersen CB, Gøtzsche H, Møller JØ, Mortensen PB. The Denmark civil registration system. Dan Med Bull 2006;53:441–449.
6. Ahmad O, Boschi-Pinto C, Lopez A, Murray C, Lozano R, Inoue M. Age standardization of rates: a new WHO standard. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2001.
7. Hubbard RB, Smith C, Le JI, Gribbin J, Fogarty AW. The association between idiopathic pulmonary fibrosis and vascular disease: a populationbased study. Am J Respir Crit Care Med 2008;178:1257–1261.
8. Chambers RC, Laurent GJ. Coagulation cascade proteases and tissue fibrosis. Biochem Soc Trans 2002;30:194–200.
9. Chambers RC. Procoagulant signalling mechanisms in lung inflammation and fibrosis: novel opportunities for pharmacological intervention? Br J Pharmacol 2008;153:S367–S378.
10. Dabbagh K, ChambersRC, LaurentGJ. From clot to collagen: coagulation peptides in interstitial lung disease.Eur Respir J 1998;11:1002–1005.
11. Wygrecka M, Jablonska E, Guenther A, Preissner KT, Markart P. Current view on alveolar coagulation and fibrinolysis in acute inflammatory and chronic interstitial lung diseases. Thromb Haemost 2008;99:494–501.
12. Howell DC, Goldsack NR, Marshall RP, McAnulty RJ, Starke R, Purdy G, Laurent GJ, Chambers RC. Direct thrombin inhibition reduces lung collagen, accumulation, and connective tissue growth factor mRNA levels in bleomycin-induced pulmonary fibrosis. Am J Pathol 2001;159:1383–1395.
13. Yasui H, Gabazza EC, Tamaki S, Kobayashi T, Hataji O, Yuda H, Shimizu S, Suzuki K, Adachi Y, Taguchi O. Intratracheal administration of activated protein C inhibits bleomycin-induced lung fibrosis in the mouse. Am J Respir Crit Care Med 2001;163:1660–1668.
14. Gunther A, Lubke N, Ermert M, Schermuly RT, Weissmann N, Breithecker A, Markart P, Ruppert C, Quanz K, Ermert L, et al. Prevention of bleomycin-induced lung fibrosis by aerosolization of heparin or urokinase in rabbits. Am J Respir Crit Care Med 2003;168: 1358–1365.
15. Kijiyama N, Ueno H, Sugimoto I, Sasaguri Y, Yatera K, Kido M, Gabazza EC, Suzuki K, Hashimoto E, Takeya H. Intratracheal gene transfer of tissue factor pathway inhibitor attenuates pulmonary fibrosis. Biochem Biophys Res Commun 2006;339:1113–1119.
16. Kubo H, Nakayama K, Yanai M, Suzuki T, Yamaya M, Watanabe M, Sasaki H. Anticoagulant therapy for idiopathic pulmonary fibrosis. Chest 2005;128:1475–1482.
17. Howell DCJ, Goldsack NR, Marshall RP, Gray AJ, McAnulty RJ, Laurent GJ, Chambers RC. Direct thrombin inhibition attenuates bleomycin-induced pulmonary fibrosis. Thorax 1999;54:A16.
18. Kobayashi H, Gabazza EC, Taguchi O, Wada H, Takeya H, Nishioka J, Yasui H, Kobayashi T, Hataji O, Suzuki K, et al. Protein C anticoagulant system in patients with interstitial lung disease. Am J Respir Crit Care Med 1998;157:1850–1854.
19. Shimizu S, Gabazza EC, Taguchi O, Yasui H, Taguchi Y, Hayashi T, Ido M, Shimizu T, Nakagaki T, Kobayashi H, et al. Activated protein C inhibits the expression of platelet-derived growth factor in the lung. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:1416–1426.
20. Yasui H, Gabazza EC, Taguchi O, Risteli J, Risteli L, Wada H, Yuda H, Kobayashi T, Kobayashi H, Suzuki K, et al. Decreased protein C activation is associated with abnormal collagen turnover in the intraalveolar space of patients with interstitial lung disease. Clin Appl Thromb Hemost 2000;6:202–205.
21. Cohen JC, Boerwinkle E, Mosley TH Jr, Hobbs HH. Sequence variations in PCSK9, low LDL, and protection against coronary heart disease. N Engl J Med 2006;354:1264–1272.
22. Kamstrup PR, Tybjaerg-Hansen A, Steffensen R, Nordestgaard BG. Genetically elevated lipoprotein(a) and increased risk of myocardial infarction. JAMA 2009;301:2331–2339.
23. Thanassoulis G, O’Donnell CJ. Mendelian randomization: nature’s randomized trial in the post-genome era. JAMA 2009;301:2386– 2388.
24. Zacho J, Tybjaerg-Hansen A, Jensen JS, Grande P, Sillesen H, Nordestgaard BG. Genetically elevated C-reactive protein and ischemic vascular disease. N Engl J Med 2008;359:1897–1908.
25. Ryu JH, Daniels CE, Hartman TE, Yi ES. Diagnosis of interstitial lung diseases. Mayo Clin Proc 2007;82:976–986.