Post on 03-Dec-2015
description
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal
kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler,
penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot
serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab
penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi
gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal
kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika
dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus
1
dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap
penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor
risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan referat ini adalah:
1. Mengetahui definisi, etiologi dan patofisiologi penyakit gagal ginjal
kronik.
2. Mengetahui klasifikasi dan gejala klinik dari penyakit gagal ginjal
kronik.
3. Mengetahui cara penegakan diagnostik, terapi dan prognosis dari
penyakit gagal ginjal kronik.
C. MANFAAT PENULISAN
Penulisan ini diharapkan dapat memberi informasi tentang upaya pengelolaan
dan pencegahan penyakit gagal ginjal kronik beserta komplikasinya
berdasarkan batasan, klasifikasi, dan diagnosa dini terhadap penyakit gagal
ginjal kronik.
2
BAB IIPEMBAHASAN
A. DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIK
Definisi konseptual dari gagal ginjal kronik:
Gagal ginjal kronik (GGK) : ketidak mampuan ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan dan itergritas tubuh yang mncul secara
bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir.
Gagal ginjal kronik : penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti
penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal atau penurunan
faal ginjal lebih atau sama dengan 3 bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Sesuai rekomendasi dari NKF-DOQI tahun 2002 (Sukandar, 2006).
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh
beberapa ahli yaitu :
Menurut Hudak & Gallo tahun 1996, Gagal ginjal kronik merupakan
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan
karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Menurut Long tahun 1996, Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak
mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan
kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak ada.
3
Menurut Suparman tahun 1990, Gagal ginjal kronik merupakan
penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnyatidak riversibel dan
cukup lanjut.
Menurut Lorraine M Wilson tahun 1995, Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung dalam beberapa tahun (Sukandar, 2006).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang
menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan
internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap
sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi
yang menimbulkan respon sakit (Sukandar, 2006).
B. ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan
menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir
dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati
obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan
gagal ginjal kronik (Sukandar, 2006).
Glomerulonefritis, hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab
paling sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang
berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya
15 – 20 %. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal
progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki
lebih sering dari wanita, umur 20 – 40 tahun. Sebagian besar pasien relatif
muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal.
4
Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system
(Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik,
Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis
(Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus
(Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal
ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering
dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis,
lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma (Sukandar, 2006).
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu
penyebab gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir
dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10 %. Kira-kira 10 -15% pasien-
pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjalcongenital
seperti Sindrom Alport, penyakit Fabbry, Sindrom Nefrotik Kongenital,
penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2006).
Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai,
kecuali tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak
mendapatkan pengobatan adekuat (Sukandar, 2006).
Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi
berupa fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari jaringan interstisial
dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga kelainan-kelainan
mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat
menempati urutan pertama dari etiolgi nefrotis interstisial (Sukandar, 2006).
C. PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
5
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang
sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan
adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama
pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal
akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih
lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan gagal ginjal terminal (Guyton & Hall, 2006).
D. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIK
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai
laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, seperti terlihat pada tabel 2.
Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium
3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan
ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal
(Sukandar, 2006).
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus (ml/menit/1,73m2 )
Resiko Meningkat Normal >90 (ada faktor resiko)Stadium 1 Normal/Meningkat >90 (ada kerusakan ginjal,
proteinuriaStadium 2 Penurunan ringan 60-89Stadium 3 Penurunan sedang 30-59Stadium 4 Penurunan berat 15-29Stadium 5 Gagal ginjal <15
6
E. GEJALA KLINIK GAGAL GINJAL KRONIK
Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan
sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam
darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi (Sukandar, 2006).
Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala-gejala:
letih, mudah lelah, dan sulit konsentrasi
nafsu makan turun, mual dan muntah, cegukan.
tungkai lemah, parastesi, keram otot-otot, insomia.
libido menurun, nokturai, atau oligouria
sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikardial
malnutrisi, penurunan berat badan letih.
Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan
perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan
kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat
dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik). Beberapa penderita
merasakan gatal di seluruh tubuh (Sukandar, 2006).
Manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjalkronik yaitu:
Gangguan pada sistem gastrointestinal
- Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metaboslime protein dalam usus.
- Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur.
- Cegukan (hiccup)
- Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
7
Kulit
- Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat
toksin uremik.
- Ekimosis akibat gangguan hematologis
- Urea frost akibat kristalisasi urea
- Bekas-bekas garukan karena gatal
Sistem Hematologi
- Anemia
- Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
- Gangguan fungsi leukosit
Sistem saraf dan otot
- Restles leg syndrome
- Burning feet syndrome
- Ensefalopati metabolic
- Miopati
- Sistem Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Akibat penimbunan cairan dan garam.
- Nyeri dada dan sesak nafas
- Gangguan irama jantung
- Edema akibat penimbunan cairan
Sistem Endokrin
- Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
- Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan
sekresi insulin.
- Gangguan metabolisme lemak.
- Gangguan metabolisme vitamin D.
Gangguan sistem lain
- Tulang : osteodistrofi renal
- Asidosis metabolik (Sukandar, 2006).
8
F. PENDEKATAN DIAGNOSIS GAGAL GINJAL KRONIK
Sasarannya yaitu :
Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi
Mengidentifikasi semua factor pemburuk faal ginjal ( reversible factors )
Menentukan strategi terapi rasional
Meramalkan prognosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi dan
perjalanan penyakit termasuk semua factor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG).
Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan
banyak dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih makin
nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal terminal
(GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis,
saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa
(pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan neuropsikatri
(Sukandar, 2006).
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan
etiologi GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi.
Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit
terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi
informasi ini sangat penting sebagai panduan pengejaran diagnosis
dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan pemeriksaan yang
lebih spesifik (Sukandar, 2006).
9
2. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat,
magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan
pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi, (3) menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal ginjal yang
sifatnya terbalikan (reversible) (Sukandar, 2006).
a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan
menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini
hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil
perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang
terutama ada dalam otot
- Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan asam urat serum
sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal
(LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionukleotida
( gamma camera imaging ) hamper mendekati faal ginjal yang
sebenarnya. Setiap pasien penyakit ginjal kronik (PGK) disertai
atau tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium)
sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002) (Sukandar,
2006).
Rumus LFG Kockroft-Gault :
(140 – umur) X berat badan
LFG (ml/mnt.1,73m2) = *)
72 X Kreaatinin plasma
* pada perempuan dikalikan 0,85 (Suyono, 2006).
10
b. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
- Analisis urin rutin
Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non selektif
disertai kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan
silinderuria) lebih sering ditemukan pada glomerulopati
(idiopati) eksresi protein (proteinuria) cenderung berkurang
pararel dengan memburuknya faal ginjal (LFG).
- Mikrobiologi urin (CFU per ml urin)
Bila CFU per ml urin lebih dari dari 105 dari bahan UTK
walaupun tanpa keluhan harus dicurigai ISK dengan komplikasi
sebagai etiologi GGK atau faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
- Kimia darah
Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes
dan SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang
patognomonis. Hiperkolosterolemia sering ditemukan pada
sindrom nefrotik idiopatik (primer); sebaliknya
normokolesterolemia pada diabetes dan lupus sistemik dan
dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome.
- Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis
GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan
hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.
- Imunodiagnosis
Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati
antara lain:
o ACB (antibody coated baciluria)
o ANA (anti nuclear antibody)
o HBsAg
o Krioglobulin
o Circulating immune complex (CICx)
o Pemeriksaan komplemen serum (C)
o Imunofluoresen jaringan (Sukandar, 2006).
11
c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
- Progresivitas penurunan faal ginjal
• Ureum dan kreatinin serum
• Klirens kreatini
- Hemopoiesis
• Hb (PCV)
• Trombosit
• Fibrinogen
• Faktor pembekuan
- Elektrolit
• Serum Na+, K +, HC03-, Ca++, Po4--, Mg+
- Endokrin
• PTH & T3, T4
- Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk faal ginjal (LFG) Misalnya Infark miokard
(Sukandar, 2006).
3. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
a. Diagnosis etiologi GGK
- Etiologi yang dapat dikoreksi medikamentosa
- Etiologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan
- Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi
- Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan
mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biopsi ginjal
diperlukan bila pasien direncanakan untuk program
transplantasi ginjal.
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis :
a. Foto polos abdomen (BNO)
b. USG
12
c. Nefrotomogram
d. Pielografi retrograde
e. Pielografi antegrade
f. Micturatingcysto urography(MCU)
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal (LFG)
a. Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renoram)
b. Ultrasonografi (Sukandar, 2006).
G. TERAPI GAGAL GINJAL KRONIK
1. Terapi konservatif
Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik
untuk mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal
(GGT).Banyak faktor perlu dikendalikan untuk mencegah/memperlambat
progresivitas penurunan faal ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).
Protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan
elektrolit (hipokalsemia & hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang
memperburuk faal ginjal. Kelainan hemodinamik intrarenal (hipertensi
intraglomerulus) seperti terdapat pada hipertensi essensial dan nefropati
diabetik merupakan faktor yang harus diantisipasi dan dikendalikan
untuk mencegah penyakit ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahan-
perubahan patogenesis dan patofisiologi ini merupakan kunci
keberhasilan upaya untuk mencegah/ mengurangi penurunan faal ginjal
(LFG) yang berakhir dengan penyakit ginjal terminal (Sukandar, 2006).
Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual untuk setiap pasien GGK,
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan terapi
konservatif, yaitu:
a. mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif
b. meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
13
c. mempertahankan dan memperbaiki metabolisma secara optimal
d. memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
Beberapa prinsip terapi konservatif
a. Mencegah buruknya faal ginjal (LFG)
• hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
• hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi
• hindari gangguan keseimbngan elektrolit
• hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani
• hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi
• hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa
indikasi medik yang kuat
• hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa
indikasi medik yang kuat
b. Program memperlambat penurunan progresif faal ginjal
• kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular
• kendalikan terapi ISK
• diet protein yang proporsional
• kendalikan hiperfosfatemia
• terapi hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg%
• terapi keadaan asidosis metabolik
• kendalikan keadaan hiperglikemia (Sukandar, 2006).
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein
menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi
untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan
negatif nitrogen. Tujuan program diet rendah protein(DRE)
a. mempertahankan kkeadaan nutrisi optimal
b. mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia
14
c. mencegah menbruknyafaal ginjal (LFG) akibat proses
glomerulosklerosis (Sukandar, 2006).
Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik
Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari
Raimund (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain :
• derajat penurunan faal ginjal (LFG)
• penurunan faal ginjal secara progresif (mild renal insufficiency)
• sindrom nefrotik
• pasien dengan terapi korkosteroid
• disertai penyakit katabolik sistemik
Konsumsi protein hewani tergantung dari LFG
GGK ringan (LFGlebih dari 70 ml per min per1.73 m2)
• Tanpa penurunan progresi LFG Jumlah protein hewani yang
dianjurkan antara 1,0-1,2 gram per kg BB per hari.
• Disertai penurunan progresi LFG. Jumlah protein yang
dianjurkan antara 0,55-0,60 gr per kg BB per hari dan lebih dari
0,35 gram per kg BB per hari terdiri dari protein hewani dengan
nilai biologis tinggi.
GGK moderat (LFG antara 25-70 ml per min per1.73 m2)
Jumlah protein yang dianjurkan 0,550-0,60 gr per kg BB per hari
lebih dari 0,35 gram per kg BB perhari protein nilai biologis tinggi
atau 0,28 gram protein per kg BB per hari dengan 10-20 gram
perhari asam amino esensial atau asam keto.
GGK tingkat lanjut (LFG antara 5-25 ml per min per 1.73 m2)
Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gram per kg BB
per hari lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari protein nilai
biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kgBB per hari dengan 10
gram per hari asam amino esensial per keto.
Suplemen asam amino esensial & asam keto
Tujuan utama untuk mencegah keseimbangan negatif nitrogen.
Nitrogen free amino acid analog (keto acid) mengalami transaminase
15
dalam berbagi organ tubuh seperti otot skelet, hati, usus dan ginjal,
menjadi asam amino esesnsial yang bebas dari nitrogen.
Kebutuhan Jumlah Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan bersifat individual tergantung dari
penurunan faal ginjal (LFG) :
Pasien dengan LFG > 70 ml per min 1.73 m2
Tanpa penurunan progresi LFG
- jumlah kalori tidak dibatasi
- karbohidrat dan lemak (sumber energi) tidak batasi seperti orang
normal
Dengan penurunan progresi LFG
- Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari
- Kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex
carbohydrate
- Kebutuhan lemak jumlah sisa kalori (non protein)
- Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0
Pasien dengan LFG < 70 ml per min 1.73 m2
(kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal
ginjal terminal)
• Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari
• kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex
carbohydrate
• kebutuhan lemak jumlah sisa kalori
• Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0 (Sukandar, 2006).
Kebutuhan cairan
Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Tujuan panduan
kebutuhan cairan penting untuk:
• mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk faal ginjal
(LFG) terutama pada kelompok pasien GGK dengan
16
kecenderungan natriuresis misalnya penyakit ginjal polikistik,
scarring pyelonephritis, dan nefropati urat kronik.
• memelihara status optimal
• mengeliminasi toksin azotemia.
Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan sindrom
nefrotik dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis,
misal furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat
dinaikkan 40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran
maksimal 3 gram per hari (Sukandar, 2006).
Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
bergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar.
a. Natrium Na+(garam dapur)
Pembatasan asupan garam dapur (20 mEq=3gr).
• Hipertensi berat
• Glomerulopati
• Gagal ginjal terminal tanpa ginjal (anephric)
• Penyakit jantung kongesti
GGK yang tidak membutuhkan pembatasan garam dapur:
• Chronic scarring pyelonephritis
• Cronic urate nephropathy
• Polycystic kidney disease
b. Kalium K +
- Hiperkalemi jarang ditemukan pada GGK
- Tindakan profilaktik
- Tindakan terapeutik (Sukandar, 2006).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
17
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)
harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤
20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita (Sukandar, 2006).
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Sukandar, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
18
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan
8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah
kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Sukandar, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
19
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
H. PROGNOSIS GAGAL GINJAL KRONIK
Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena
komplikasi lanjut dari penyakit tersebut (Suyono,2006).
20
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Penyakit ginjal kronik dapat menggambarkan kondisi sistem vaskular
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini dan
komplikasinya.
2. Penting untuk mengetahui batasan, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit
ginjal kronik untuk melakukan upaya pengelolaan dan pencegahan secara
cepat dan tepat.
3. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan
diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini
nilai laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan kadar kreatinin serum
merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.
4. Dalam melakukan pengelolaan dan pencegahan penyakit ginjal kronik
secara cepat dan tepat perlu diperhatikan adanya faktor risiko penyakit ginjal
kronik.
21
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI.
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD.
22