Presentasi Kasus crf 2007

49
PRESENTASI KASUS Chronic Renal Failure Diajukan kepada : Dr.Aditiawarman, Sp.PD Disusun oleh : Rezky Galuh Saputra G1A212058 SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

interna

Transcript of Presentasi Kasus crf 2007

Page 1: Presentasi Kasus crf 2007

PRESENTASI KASUS

Chronic Renal Failure

Diajukan kepada :

Dr.Aditiawarman, Sp.PD

Disusun oleh :

Rezky Galuh Saputra

G1A212058

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2012

Page 2: Presentasi Kasus crf 2007

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Chronic Renal Failure

Disusun Oleh :

Rezky Galuh Saputra

G1A212058

Telah dipresentasikan pada

Tanggal, November 2012

Pembimbing,

Dr.Aditiawarman, Sp.PD

Page 3: Presentasi Kasus crf 2007

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. Y

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Belum bekerja/Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Kalimalang, Purbalingga

Tanggal masuk : 05 November 2012

Tanggal periksa : 06 November 2012

Bangsal : Asoka

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sesak Nafas

2. Keluhan

Tambahan :

Nyeri dada, Mual, Muntah, Kedua kaki

bengkak.

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak

nafas sejak 6 hari SMRS. Sesak napas

dirasakan bertambah berat ketika sedang

berbaring dan berkurang ketika dalam posisi

setengah duduk. Sesak napas dirasakan pasien

semakin memberat dari hari ke hari dan

sangat mengganggu aktivitas pasien. Pasien

mengeluh sangat lemas dan nafsu makan

tidak ada.

Page 4: Presentasi Kasus crf 2007

Pasien juga mengeluhkan sering mual

dan terkadang muntah. Mual dirasakan

hampir setiap hari dan biasanya memberat

setelah makan. Pasien juga merasakan

bengkak di kedua kakinya. Bengkak di kedua

kaki dirasakan sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan kaki bengkak tanpa disertai rasa

sakit, namun hanya terasa berat.

Selain itu pasien juga mengeluh sering

nyeri dada sebelah kiri dan berdebar-debar.

Keluhan tersebut biasanya timbul setelah

pasien melakukan aktivitas. Keluhan nyeri

dada dan perasaan berdebar-debar dirasakan

sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dada dirasakan

seperti perasaan tertusuk dan pegal di dada

sebelah kiri. Nyeri dirasakan memberat saat

melakukan aktivitas dan berkurang setelah

istirahat.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan yang sama disangkal.

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat sakit ginjal disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit kencing manis

disangkal.

Riwayat asma disangkal.

Riwayat Mondok pada awal tahun 2012

karena bengkak pada kedua tangan dan

kaki

Page 5: Presentasi Kasus crf 2007

5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang

menderita penyakit yang sama.

Riwayat sakit ginjal disangkal.

Riwayat penjakit jantung pada keluarga:

Kakek pasien mempunyai riwayat

penyakit jantung.

Riwayat asma pada keluarga : Kakek

pasien mempunyai riwayat asma.

Riwayat hipertensi pada keluarga : Kakek

pasien mempunyai riwayat hipertensi.

Riwayat penyakit kencing manis pada

keluarga disangkal.

6. Riwayat sosial dan exposure

a. Community

Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang tinggal bersama kakak,

adik, ibu dan ayahnya di lingkungan perumahan yang cukup padat

penduduknya. Keluarga pasien berstatus sosial dan ekonomi menengah ke

atas, dan sumber pendanaan kesehatan berasal dari Askes dan pribadi.

b. Home

Pasien tinggal di sebuah rumah dengan empat orang keluarganya. Rumah

yang dihuni pasien dan keluarga terdiri dari 5 kamar dan terdapat 3 kamar

mandi.

c. Occupational

Pasien merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di Universitas Sebelas

Maret. Kebutuhan sehari-harinya tercukupi dari penghasilan ayahnya yang

bekerja sebagai wiraswasta di Purbalingga.

Page 6: Presentasi Kasus crf 2007

d. Personal habit

Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih jika sedang melakukan

aktivitas dan sering makan makanan ringan.

e. Diet

Menu makan pasien terdiri dari nasi dan sayur mayur, daging.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak lemah.

Berat Badan : 55 kg

Tinggi Badan : 170 cm

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : Tekanan darah : 160/110 mmHg

Nadi : 108 kali / menit

Respirasi : 28 kali/menit, reguler

Suhu : 36,9 oC

Status Umum

Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, VT (-),

Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

Venektasi : Tidak ada

Pemeriksaan Mata

Konjungtiva : Anemis (+/+)

Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Reflek cahaya (+/+)n , isokor

Palpebra : Oedem (-/-)

Perdarahan : (-/-)

Pemeriksaan Telinga

Discharge : (-/-)

Perdarahan : (-/-)

Pemeriksaan Hidung

Deviasi septum : (-)

Page 7: Presentasi Kasus crf 2007

Discharge : (-)

Epistaksis : (-)

Pemeriksaan Mulut

Bibir kering : (-)

Lidah kotor : (-)

Pemeriksaan Leher

Trakea : Deviasi trakea (-)

Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)

Kelenjar limfonodi : Pembesaran (-)

JVP : Tidak meningkat

Pemeriksaan Thorak

Paru

Inspeksi : Retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada ke dua paru, Batas paru hepar pada

SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler

Ronkhi (-), Whezing (-)

Cor

Inspeksi : Iktus cordis tampak SIC VI 2 jari lateral LMCS

Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS,

kuat angkat (-)

Perkusi : Batas jantung

Batas kanan atas : SIC II LPSD

Batas kanan bawah SIC V LPSD

Batas kiri atas SIC II LPSS

Batas kiri bawah SIC VI 2 jari medial LMC

sinistra

Auskultasi : S1 > S2, Reguler, Gallop (+), Bising (-)

Page 8: Presentasi Kasus crf 2007

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Tampak Cembung, venektasi (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar teraba 3 cm

BACD, permukaan tumpul, tepi lancip, konsistensi

kenyal

Lien tidak teraba. Undulasi (+)

Perkusi : Timpani, Pekak beralih (+), pekak sisi (+)

Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Oedem (-/-)

Inferior : Oedem (+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 5-11-2012

Darah lengkap

- Hb : 7,8 g/dl ↓ (nilai normal): 13-16 gr/dl

- Leukosit : 10820 /µl ↑ 5000 – 10.000 /ul

- Hematokrit : 24 % ↓ L 40 – 48, p 37 – 43 %

- Eritrosit : 2,8 juta /ul ↓ L 4,5 – 5,5 , p 4 – 5 juta /ul

- Trombosit : 241000/µl 150.000 – 400.000 /ul

- MCV : 86,5 pg 82 – 92 pg

- MCH : 27,8 % ↓ 31 – 37 %

- MCHC : 32,1 g/dl 32 – 36 gr/dl

Hitung jenis lekosit :

Eosinofil : 3 ↑ 0-1 %

Basofil : 0,2 ↓ 1-3 %

Batang : 0,00 ↓ 2-6 %

Segmen : 82,7 ↑ 50-70 %

Limfosit : 17,5 ↓ 20-40 %

Monosit : 6,9 2-8 %

Page 9: Presentasi Kasus crf 2007

Kimia Darah

SGOT : 68 ↑ (< 37 UI/l)

SGPT : 696 ↑ (< 41 UI/l)

CK : 185

CKMB : 15

Ureum darah : 91,9 mg/dl ↑ (10-50 mg/dl)

Kreatinin darah : 10,90 mg/dl ↑ (0,7-1,2 mg/dl)

GDS : 114 mg/dl

Natrium : 135 mmol/L ↓

Kalium : 4,5 mmol/L

Klorida : 93 mmol/L

Pemeriksaan EKG

Kesimpulan : sinus tachycardia, ST and T wave abnormality, Consider

anterolateral Ischemia, abnormal ECG.

V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

A. Anamnesis :

- Sesak napas sejak 6 hari SMRS

- Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, nafsu makan turun)

- Lemas

- Kaki bengkak

- Nyeri dada

- Dada sering berdebar-debar

B. Pemeriksaan Fisik :

- KU/Kes : Lemah, tampak sesak / CM

- Vital Sign : TD : 160/110 Hipertensi grade II

RR : 28 kali / menit

Nadi : 104 kali / menit

- Mata : Konjungtiva anemis

Page 10: Presentasi Kasus crf 2007

- Jantung : Gallop (+)

- Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+), ascites (+),

hepatomegali

- Ekstremitas : Edema tungkai

C. Hasil Laboratorium

- Anemia- Leukositosis- Ureum dan Kreatinin darah meningkat- LFG = (140 – umur)x BB

72x Creatinin plasma = (140 – 23)x 55

72x 10,9 = 8,2 ml/mnt

- Hiponatremi- Hipokloremia

VI. DIAGNOSIS KERJA

CRF dan IHD

VII. RENCANA PEMECAHAN MASALAHNYA

Problem I : sesak nafas

KU lemah, sesak nafas, Rr 28 x/menit, tes undulasi (+), pekak alih (+), pekak

sisi (+), udem tungkai

Assesment : DD/ CHF dan CRF

IPDx foto thorax PA, darah rutin, ureum dan kreatinin. SGOT dan SGPT

IPTx O2 4 liter/menit

IVFD NaCl 10 tts/menit

Inj Ceftriaxone 2x1 gram I.V

Inj Furosemide 3x2 ampul I.V

IPMx Keadaan umum, tanda tanda vital

IPEx Penjelasan tentang penyakit, pengelolaan dan prognosis

Page 11: Presentasi Kasus crf 2007

Problem 2 : sindroma uremia

(mual, muntah, ureum tinggi, kreatinin tinggi)

Hasil laboratorium tanggal 5 November 2012

- Ureum 91,9 mg/dl

- Kreatinin 10,90 mg/dl

Assesmen : CRF

IPTx :

- Non Farmakologis

Diet tinggi kalori untuk menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari

uremia. Jumlah kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari.

- Farmakologis :

Inj Ceftriaxone 2x1 gram I.V

Inj Ranitidin 2x1 ampul I.V

Inj Furosemide 2x2 ampul I.V

IPMx keadaan umum, tanda vital, balance cairan, elektrolit, cek ureum,

kreatinin

IPEx penjelasan tentang penyakit, pengelolaan dan prognosis.

Problem 3 : hipertensi

(tekanan darah 160/110)

Assesment : hipertensi grade II

IPTx : Farmakologis :

Amlodipin 2 x 10 mg per oral

Non farmakologis :

diet rendah garam

IPMx : keadaan umum dan tanda vital

IPEx : penjelasan tentang penyakit, pengelolaan dan prognosis

Page 12: Presentasi Kasus crf 2007

Problem 4 : Anemia derajat sedang

Hasil laboratorium tanggal 5 November 2012

Hb : 7,8 g/dl

Assesment : DD Anemia defisiensi Fe + asam folat

Anemia karena perdarahan gastrointestinal

IPTx : Transfusi PRC 2 Kolf

IPMx ada tidaknya tanda perdarahan spontan, cek Hb, leukosit dan trombosit

post tranfusi

IPEx penjelasan tentang penyakit, pengelolaan dan prognosis.

Problem 4 : Nyeri dada sebelah kiri dan berdebar-debar

Assesment : IHD

IPDx EKG

IPTx : Digoxin 2 x ½ tablet peroral

ISDN 3 x 5mg tablet peroral

IPMx Keadaan umum, tanda tanda vital

IPEx penjelasan tentang penyakit, pengelolaan dan prognosis.

Problem 5 : Udem tungkai

Assesment : DD CRF

CHF

Sindrom Nefrotik

IPDx EKG, albumin serum, protein urin

IPTx :

- Non Farmakologis

a. Diet rendah protein. Protein diberikan 0,6 – 0,8 g/ kgBB/ hari atau

20 - 40 g/ hari.

b. Pembatasan asupan air. Air yang masuk dianjurkan 500 – 800 ml

ditambah jumlah urin.

c. Mencegah hiperkalemia : menghindari asupan kalium yang besar

(≤ 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat- obat yang

berhubungan dengan eksresi kalium (NSAID).

Page 13: Presentasi Kasus crf 2007

- Farmakologis

Infus NaCl 0,9% + Furosemide 3 x 2 ampul

IPMx: lihat perkembangan berkurangnya udem dan balance cairan.

IPEx : Menjelaskan tentang penyakit, pengelolaanya, dan prognosisnya.

VIII. PROGNOSIS

Ad fungsional : dubia ad malam

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Page 14: Presentasi Kasus crf 2007

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1) Batasan Penyakit Ginjal Kronik

Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease

Outcome Quality Initiative (K/DOQI) telah menyusun pedoman praktis

penatalaksanaan klinik tentang evaluasi, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit

ginjal kronik.

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan

ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis

penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang

dari 60ml/menit/1,73m2 , seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Batasan penyakit ginjal kronik

1. kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan

atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patalogik

petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau

tanpa kerusakan ginjal

(Chonchol, 2005)

2) Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, seperti terlihat

pada tabel 2. klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima

stadium.

Page 15: Presentasi Kasus crf 2007

1. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih

normal,

2. Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan,

3. Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal,

4. Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan

5. Stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).

LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai

berikut (Hladik, 2009) :

LFG (ml/menit/1,73m2) (140-umur) x berat badan *)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2. Laju filtrasi glomerulus dan stadium penyakit ginjal kronik

Stadium Fungsi ginjal Laju filtrasi glomerulus

(ml/menit/1,73m2 )

Risiko meningkat Normal > 90 (ada faktor risiko)

Stadium 1 Normal/meningkat > 90 (ada kerusakan

ginjal, proteinuria)

Stadium2 Penurunan ringan 60-89

Stadium 3 Penurunan sedang 30-59

Stadium 4 Penurunan berat 15-29

Stadium 5 Gagal ginjal < 15

(Chonchol, 2005).

B. Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian

Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi

terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),

hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

Page 16: Presentasi Kasus crf 2007

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal

yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan

gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal

sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal

terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus

eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis

(Sudoyo, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan

ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan

ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi

pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo

(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus

dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air

kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut

dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang

tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Sudoyo,

2006).

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi

menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer

Page 17: Presentasi Kasus crf 2007

yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder

atau disebut juga hipertensi renal (Sudoyo, 2006).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan

atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada

keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal,

baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,

kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal

polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.

Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik

dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar

baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini

dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah

dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa (Sudoyo, 2006).

C. Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,

dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan

penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

D. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving

nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan

terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Page 18: Presentasi Kasus crf 2007

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan

aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,

sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor

β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas penyakiit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk

terjadi sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kelhilangan

daya cadang ginjal (renal reserve), ada keadaan mana basal LFG masih

normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan

terjjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah

terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan

lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada

LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang

nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,

maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air

seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara

lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan

komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah sudah memerlukan terapi

pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau

transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium

gagal ginjal (Sudoyo, 2006).

Page 19: Presentasi Kasus crf 2007

E. Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: saluran

cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri, kelainan

hemopoeisis dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis

mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan

dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia

inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan

usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau

hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

b. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian

kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah

beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,

misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala

nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)

mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai

pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium

pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa

pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder

atau tersier.

c. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas

dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan

gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit

biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea

pada kulit muka dan dinamakan urea frost

Page 20: Presentasi Kasus crf 2007

d. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering

dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.

Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk

segera dilakukan dialisis.

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering

dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.

Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk

segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,

dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan

mental berat

g. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi

sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan

kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

h. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,

aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat

menyebabkan kegagalan faal jantung.

Page 21: Presentasi Kasus crf 2007

v

Gambar 1. Patofisiologi CRF menyebabkan gejala

Infeksi

Reaksi antigen antibodi

Vaskuler

Arteriosklerosis

Suplai darah ginjal turun

Zat Toksik

Tertimbun ginjal

Obstruksi Saluran Kemih

Retensi urin Batu besar dan kasar

Menekan saraf perifer

Nyeri Pinggang

Iritasi jaringan

Hematuria

Anemia

GFR turun

GGK

Sekresi protein terganggu

Sindrom Uremia

Perpostemia

Pruritis

Gangguan integritas kulit

Ganguan keseimbangan

asam basa

Prod. Asam

Asam Lambung

Nausea, Vomitus Iritasi Lambung

Infeksi

Gastritis

Mual, Muntah

Resiko ganguan nutrisi

Perdarahan

-Hematemesis

-Melena

Anemia

Urokrom tertimbun dikulit

Perubahan warna kulit

Retensi Na

Total CES

Tek. Kapiler

Vol. Interstisial

Edema

Preload

Beban jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Sekresi eritropoitis

Produksi Hb

Oksihemoglobin

Suplai O2 kasar Intoleransi aktivitas

Gangg. Perfusi jaringan

Payah jantung kiri

Bendungan atrofi kiri

Tek. Vena pulmonalis

Kapiler paru

Edema Paru

Sesak

COP

Aliran darah ginjal

Suplai O2 jaringan

Suplai O2 ke Otak

syncopeMet.

anaerobRAA

As. Laktat

Retensi Na & H2O

Kelebihan vol cairan

Fatique, Nyeri sendi

Intoleransi Aktivitas

Page 22: Presentasi Kasus crf 2007

F. Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran

berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila

dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan

khusus (Sukandar, 2006).

a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan

yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia,

etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan

objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik

luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan

faal ginjal.

b) Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan

menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan

menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal

ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah

cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

Page 23: Presentasi Kasus crf 2007

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan

imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,

endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor

pemburuk faal ginjal (LFG).

c) Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan

tujuannya, yaitu:

1) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos

perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde,

pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan

pemeriksaan ultrasonografi (USG).

G. Diagnosis Dini Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik dapat dikategorikan menurut etiologi dan

kelainan patalogik seperti terlihat pada tabel 3. untuk memastikan diagnosa

tidak jarang diperlukan biopsi ginjal yang sangat jarang menimbulkan

komplikasi. Biopsi ginjal hanya dilakukan pada pasien tertentu yang

diagnosis pastinya hanya dapat ditegakkan dengan biopsi ginjal yang akan

mengubah pengobatan atau prognosis. Pada sebagian besar pasien,

diagnosis ditegakkan berdasar pengkajian klinik yang lengkap dengan

memperlihatkan faktor etiologi.

Page 24: Presentasi Kasus crf 2007

Tabel 3. Klasifikasi diagnosis penyakit ginjal kronik

Penyakit Tipe utama

Penyakit ginjal diabetik Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetik Penyakit glomeruler

(penyakit otoimun, infeksi sistemik,

neoplasia)

Penyakit tubulointerstisial

(infeksi saluran kemih, batu, obstruksi,

toksisitas obat)

Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi,

mikroangiopati)

Penyakit ginjal transplan Rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit

rekuren, glomerulopati transplan

Perjalanan klinik penyakit penyakit ginjal kronik biasanya perlahan dan

tidak dirasakan oleh pasien. Oleh karena itu, pengkajian klinik sangat bergantung

pada hasil pemeriksaan penunjang, meski anamnesis yang teliti sangat membantu

dalam menegakkan diagnosis yang tepat. Nilai laju filtrasi glomerulus merupakan

parameter terbaik untuk ukuran fungsi ginjal. Pada semua pasien penyakit ginjal

kronik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang seperti yang terlihat pada

tabel 4.

Tabel 4. pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik

Kadar kreatinin serum untuk menghitung laju filtrasi glomerulus

Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada

pagi hari atau sewaktu

Pemeriksaan sedimen urun atau dipstick untuk melihat adanya sel darah merah

dan sel darah putih

Pemerikasaan pencitraan ginjal, biasanya ultrasonografi

Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)

Page 25: Presentasi Kasus crf 2007

H. Penatalaksanaan

1) Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya

sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai

upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin

rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),

pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,

peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney

Foundation, 2009). Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal,

adanya penyakit penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi

akibat penurunan fungsi ginjal, faktor risiko untuk penurunan fungsi

ginjal, dan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Pengelolaan

meliputi:

a. Terapi penyakit ginjal

b. Pengobatan penyakit penyerta

c. Penghambatan penurunan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular

e. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal

f. Terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi jika timbul

gejala dan tanda uremia (Brown et al, 2003).

Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi dengan

pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan

dengan penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi

pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan ekskresi

albumin dalam urin dapat mengidentifikasi pada sebagian pasien adanya

kerusakan ginjal. Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit

ginjal kronik terutama di negara berkembang tidak terdiagnosis. Deteksi

dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat memberikan pengobatan

segera, sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut.

Pemeriksaan skrinning pada individu asimtomatik yang menyandang

faktor risiko dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik.

Page 26: Presentasi Kasus crf 2007

Pemeriksaan skrinning seperti pemeriksaan kadar kreatinin serum

dan ekskresi albumin dalam urin dianjurkan untuk individu yang

menyandang factor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada:

a. Pasien dengan diebetes melitus atau hioertensi

b. Individu dengan obesitas atau perokok

c. Individu berumur lebih dari 50 tahun

d. Individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan

penyakit ginjal dalam keluarga (Iseki K, 2003) .

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya

sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai

upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular adalah:

a. Pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil

risiko penurunan fungsi ginjal

b. Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia

c. Penghentian merokok

d. Peningkatan aktivitas fisik

e. Pengendalian berat badan

f. Obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE

(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin

telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan

penurunan fungsi ginjal (Rossert JA et al, 2002) .

2) Pengelolaan

Tabel 5. Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG (ml/menit/1,73m2) Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression) fungsi

ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat perburukan(progression) fungsi

ginjal

3 30-59 Evauasi dan terapi komplikasi

Page 27: Presentasi Kasus crf 2007

4 15-30 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Tetapi pengganti ginjal

(Sudoyo, 2006).

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal

ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi

toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk

mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama

dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus

adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan

positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat

supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal

disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum

kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis

metabolik dapatdiberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium

bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum

bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

Page 28: Presentasi Kasus crf 2007

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan

salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian

transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang

sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan

keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal

yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.

Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat

dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan

kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi

hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi, obat antihipertensi

disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga

sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron

dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi

glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan

darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan

asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan

hipertrofi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis

sangat terkait dengan derajat proteinuria berkaitan dengan proses

perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.

Beberapa obat antihipertensi, teruatama penghambat enzim

konverting angiotensin (Angitensin Converting Enzyme/ACE inhibitor,

Page 29: Presentasi Kasus crf 2007

melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan

fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai

antihipertensi dan antiproteinuria (Sudoyo, 2006).

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita.

a. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut

dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi

ginjal (Sudoyo, 2006).

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk

mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi

dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi

dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang

termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan

cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%

dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8

mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat

(Sukandar, 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan

sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal (Sudoyo, 2006).

Page 30: Presentasi Kasus crf 2007

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di

Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang

tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal (Sukandar, 2006).

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih

70-80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Page 31: Presentasi Kasus crf 2007

I. Komplikasi

Derajat Penjelasan LFG (ml/menit) Komplikasi

1 Kerusakan ginjal

dengan LFG normal

≥ 90 -

2 Kerusakan ginjal

dengan penurunan

LFG ringan

60-89 Tekanan darah mulai

meningkat

3 Penurunan LFG

sedang

30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalsemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

- Hiperhomosistenemia

4 Penurunan LFG berat 15-30 - Malnutrisi

- Asidosis metabolik

- Cenderung

hiperkalemia

- Dislipidemia

5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung

- Uremia

(Sudoyo, 2006).

J. Prognosis

Pasien dengan penyakit ginjal kronik umumnya berlanjut ke End

Stage Renal Disease (ESRD). Angka progresi bergantung pada diagnosis

dasarnya, pada keberhasilan implementasi untuk pencegahan sekunder, dan

pada individu pasien.

Pasien dengan dialisis yang kronik memiliki angka kejadian lebih

tinggi untuk morbiditas dan mortalitas. Pasien dengan ESRD yang

menjalani transplantasi ginjal bertahan hidup lebih lama dari yang

mendapatkan dialisis kronik (Arora, 2012).

Page 32: Presentasi Kasus crf 2007

BAB III

KESIMPULAN

1. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal

seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit

ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari

60ml/menit/1,73m2.

2. Penting untuk mengetahui batasan, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit

ginjal kronik untuk melakukan upaya pengelolaan dan pencegahan secara

cepat dan tepat.

3. Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan

diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini

nilai laju filtrasi glomerulus yang diukur dengan kadar kreatinin serum

merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.

4. Dalam melakukan pengelolaan dan pencegahan penyakit ginjal kronik

secara cepat dan tepat perlu diperhatikan adanya faktor risiko penyakit

ginjal kronik.

Page 33: Presentasi Kasus crf 2007

DAFTAR PUSTAKA

Arora P, Bauman V. 2012. Chronic Renal Failure. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/238798-clinical. Diakses pada tanggal 8 November 2012.

Brown WW et al. Identification of Persons at High Risk for Kidney Disease Via Targeted Screening. The NKF Kidney Early Evaluation Program. Kidney Int Suppl 2003.

Chonchol, M., Spiegel, D.M., 2005. The Patient with Chronic Kidney Disease. In: Schrier, R.W., 6th ed. Manual of Nephrology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 177-186.

Hladik GA. 2009. Chronic Kidney Disease. In: Runge MS, Greganti MA. Netter’s Internal Medicine. 2nd ed. Philadelphia: Saunders; P. 975-83.

Iseki K. The Okinawa Screening Program, J Am Soc Nephrol 2003.

National Kidney Foundation, 2009. Chronic Kidney Disease. New york: National Kidney Foundation. Available from: http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm#whatis. Diakses pada tanggal 8 November 2012.

Perazella, M.A., 2005. Chronic Kidney Disease. In: Reilly, R.F, Jr., Perazella, M.A., ed. Nephrology In 30 Days. New York: Mc Graw Hill, 251-274.

Roesli, R., 2008. Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di Indonesia. Dalam: Lubis, H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95-108.

Rossert JA et al. Recommendations for the Screening and Management of Patients with Chronic Kidney Disease. Nephrol Dial Transplant Suppl 2002.

Soegondo, S., 2005. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo, A.W., Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis. Dalam:, Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.