Post on 14-Apr-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya kesenjangan antara perkembangan fisik, sosial dan psikologik yang berbeda
pada masa remaja dapat menyebabkan masalah mental. Dalam proses perkembangannya
seorang remaja akan menemukan beberapa peristiwa yang dapat menimbulkan stress dan
mereka harus berjuang untuk mengatasinya. Apabila dalam proses perkembangan ini seorang
remaja tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya maka keadaan ini dapat mempengaruhi
kesehatan mental baik ringan, sedang atau bahkan dapat menyebabkan gangguan mental.(1)
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, atau sering dikenal dengan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling
banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja (Sign, 2009). Prevalensi ADHD pada anak
usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD sebagai salah satu
gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak(2).
Gejala inti ADHD meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai
perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu (3)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan
ADHD.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan referat ini adalah memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca
mengenai diagnosis dan penatalaksanaan ADHD.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi
tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak dan remaja yang menderita gangguan
tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga
mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun
teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak
kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik dan
gangguan perilaku serta emosional lainnya (4)
Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan Statistik Manual of
Mental Disorders (DSM-IV; American Psychiatric Association, 1994) membedakan
antara subtipe diagnostik ditandai dengan tingkat maladaptif dari kedua kurangnya
perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan), maladaptif tingkat kurangnya
perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat maladaptif dari hiperaktivitas-impulsivitas
sendirian (tipe hiperaktif-impulsif dominan).
B. Kriteria
ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa kanak-kanak.
ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari kesehatan kronis yang
mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD yaitu :
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah
teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh
perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
2
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang
dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak
bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang
aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak
mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga
tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya
dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan
perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak
disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga
sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya. (3).
C. Epidemiologi
Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD bervariasi dari 2
sampai 18 persen, tergantung pada kriteria diagnostik dan populasi yang dipelajari. (5)
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan
ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak (6)
Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan yaitu 4:1
( untuk ADHD yang didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk ADHD yang didominasi
oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan perhatian). Hasil survey yang dilakukan oleh
National Survey of Children’s Health (NSCH) ada tahun 2007, prevalensi ADHD untuk
anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada anak perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Di Inggris,
survei dari 10.438 anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari
anak laki-laki dan 0,85% anak perempuan telah ADHD (6).
3
D. Etiologi
Etiologi ADHD melibatkan saling keterkaitan antara faktor genetik dan
lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi
menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi adalah
karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8). Pengaruh genetik tampaknya
mempengaruhi distribusi gejala ADHD di seluruh penduduk dan bukan hanya dalam
kelompok sub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal dan anak
usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHD tanpa gangguan hiperaktif.
Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD yaitu ibu yang merokok,
mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin selama kehamilan; berat lahir
sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun. Faktor risiko tidak
bertindak dalam isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, risiko
ADHD terkait dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan mungkin lebih kuat
pada anak-anak dengan gen transporter dopamin.
Hasil penelitian lain yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh
terhadap munculnya ADHD :
a. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting
dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga
ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka
anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu
mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul
genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan
demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen
tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
4
b. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya
bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan
yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontal. Demikian juga
penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang
dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI
(pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi) menunjukan ada ketidaknormalan
pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling
berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara kolektif
dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan dengan atensi,
fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-
kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada
ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal
lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.
E. Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala di
bawah ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah, lingkungan
sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya, depresi atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas pada
remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang dramatis di
kehidupan keluarga
Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-masing revisinya
di DSM-IV-TR dan ICD10. Mungkin akan ada revisi kriteria selanjutnya untuk
5
menunjukkan permasalahan yang menonjol seperti subtipe gangguan, usia onset dan
aplikabilitas kriteria melewati batas kehidupan. Kriteria DSM IV dan ICD-10 saat ini
sama, dengan perbedaan secara primer pada derajat beratnya gejala dan pervasiveness.
1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif. Enam dari 9
gejala di tiap seksi harus terdapat ‘tipe kombinasi’ dari diagnosis ADHD. Jika gejala
tidak mencukupi untuk diagnosis kombinasi, maka tersedia diagnosis untuk
predominan (ADHDI) dan hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus : kronis
(selama 6 bulan), maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih konteks,
inkonsisten dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan gangguan mental
lainnya. Jadi DSM disini mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe predominan
inatentif (gejala khas inatensi namun tidak hiperaktivitas/impulsivitas); tipe
predominan hiperaktif impulsif (gejala khas hiperaktivitas/impulsivitas) namun tidak
inatensi); dan tipe kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas).
2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang sama
dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan hiperkinetik masa kanak, dan
harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas; jadi hanya mengkualifikasikan
ADHD ‘tipe kombinasi’.
Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus ditemukan semua
pada lebih dari 1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria eksklusi yang sangat terbatas :
sedangkan gangguan psikiatrik penyerta yang ada diperbolehkan berdasarkan DSM-IV-
TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak dibuat jika kriteria untuk gangguan tertentu
lainnya, meliputi keadaaan anietas ditemukan-kecuali jika gangguan hiperkinetik ini
merupakan tambahan dari gangguan lainnya.
Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan suatu kelompok
yang membentuk subkelompok berat dari subtipe ADHD kombinasi milik DSM-IV-TR.
Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi dibagi menjadi gangguan hiperkinetik dengan atau
tanpa gangguan konduksi (gangguan tingkah laku).
6
Table 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain.
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsungd. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitasf. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas disekolah dan pekerjaan rumah)
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulan dari luar.i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitasa. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat dudukb. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap dudukc. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan-akan “didorong oleh sebuah gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan Impusivitasg. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesaih. Sering sulit menunggu gilirannyai. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong
masuk ke percakapan atau permainan)
7
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi (misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif, skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau gangguan kepribadian)
Adapted from Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-IV-TR (2000)
with permission from the American Psychiatric Association.
Table 2. Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik
1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan rincian, atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan sekolah
b. pekerjaan atau kegiatan lainc. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas
atau kegiatan bermaind. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan
kepadanyae. Sering gagal menindak lanjuti instruksi atau untuk
menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja (bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk memahami instruksi)
f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatang. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas,
seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan mental usaha
h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku, mainan atau alat
i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternalj. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari
2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk
8
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana sisa duduk adalah diharapkan
c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi di mana tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya perasaan gelisah dapat hadir
d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan
e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks sosial atau tuntutan
3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah diselesaikan
b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam permainan atau situasi kelompok
c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya, puntung ke percakapan orang lain atau permainan)
d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk kendala sosial
4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal,
misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan informasi dari lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang perilaku kelas, misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.
Adapted from ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders (1992) with permission from the World Health Organization
F. Differensial Diagnosis
1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)
2. Ansietas
3. Gangguan belajar
9
G. Tatalaksana
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)
10
1. Terapi non farmakologis
1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis
i. Intervensi psikososial keluarga
Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan pada keluarga
direkomendasikan untuk terapi behavioral komorbid.
ii. Terapi individual
Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan rutin.
b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan program intervensi
sekolah individual meliputi intervensi behavioral dan akademik.
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral (besi,
magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa bukti menyebutkan
kadar seng yang rendah pada rambut dan urin berkaitan dengan respon yang buruk
terhadap methylphenidate, meskipun belum terdapat studi yang menyebutkan bahwa
suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap obat. Suplementasi asam
lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya pada individu yang kadar asam
lemak tak jenuhnya rendah. Namun belum ada bukti yang cukup untuk mendukung
pemakaian rutin suplementasi mineral untuk manajemen ADHD (7).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan memiliki
efek samping pada perilaku anak, masih menjadi konflik. Dalam bukti sekarang ini,
tidaklah mungkin merekomendasikan restriksi atau eliminasi makanan pada anak
dengan ADHD.
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untu anak ADHD/gangguan hiperkinetik,
antara lain (8):
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6
o Suplementasi besi, seng, magnesium
11
o Antioksidan
3) Intervensi komplementer dan alternatif
Di antaranya meliputi:
o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)
o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimodal
2. Terapi Farmakologis
Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di Amerika
Serikat: methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine.
Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan
dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan untuk
usia pre sekolah.
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter spesialis,
baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani pelatihan
penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik.
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi farmakologis
dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan dengan grafik
centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan pada
kasus-kasus tertentu. Klinisi harus menginformasikan keuntungan potensial dan efek
samping medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1
tahun sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu)
menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau
psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk terapi
ADHD, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan
yang biasa digunakan di USA adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine
(DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release
12
untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak usia 2
tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk
mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan merupakan
terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan hiperkinetik.
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang,
nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan
jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping
akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi
dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-
sekolah.
Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak reguler antara
keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan dengan pertanyaan dan
penilaian yang diperlukan.
Tabel 3 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan
Efek samping Pilihan manajemenAnoreksia, nausea, penurunan berat badan
Berikan obat bersama makananPertimbangkan reduksi dosis atau penghentian obatMonitor berat dan tinggi badan menggunakan grafik persentilEdukasi diet, tambahan kalori
Hal yang menyangkut pertumbuhan
Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang) atau menyebabkan kecemasan pada orang tuanya, upayakan penghentian medikasi saat akhir minggu atau liburan.
Kesulitan tidur (bandingkan dengan kesulitan tidur sebelum terapi)
Berikan edukasi ‘sleep hygiene’Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau akhir sore (namun catat bahwa beberapa pasien membaik dengan medikasi malam tambahan).Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine
Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor teliti (cek tekanan darah), turunkan dosis/hentikan medikasi, pastikan obat dimakan dengan makanan dan edukasi intake cairan. Jika persisten,
Pergerakan involunter, Tics dan sindrom Tourette
Kurangi, atau jika persisten, hentikan medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics.
13
Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA) jika gejalanya berat.
Hilangnya spontanitas, disforia, agitasi
Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan jika timbul gangguan piir atau suspek psikosis-jarang terjadi)
Iritabilitas, behavioural rebound
Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)
Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur
untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan
darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil
velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan,
meskipun ini jarang terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis
dan hanya jika diindikasikan secara klinis.
Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan titrasi
dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu sampai
didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang mengganggu. Perlu diingat
bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka tentukan dosis efektif
terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping minimum.
Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan
oleh penelitian. Secara tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah
dianjurkan dengan regimen yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan
DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat badan.
Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat dan tidak terakumulasi
di lemak tubuh.
Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi memberikan
keuntungan bagi beberapa anak yang memerlukan dosis lebih tinggi. Jadwal dosis
berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang pas utuk anak yang membutuhkan
dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol gejala mereka. Sebaliknya, metode titrasi dosis
tipe pil (fixed pill-type dose titration methods) dapat memaparkan anak yang kecil ke
dosis yang tinggi, dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.
14
Tabel 4: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment
Source Methylphenidate DexamphetamineBlock, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/doseFindling and Dogin, 1998 124
0.3 - 0.8 mg/kg/dose -
Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/doseNHMRC(Ausi),1996 126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day
Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing individu.
Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek
terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam
hari yang sudah direncanakan.
Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini terhadap
tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat
diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru melaporkan bahwa efek dosis dini hari hilang
pada pertengahan pagi. Pada kasus yang demikian dosis pertengahan pagi dapat
dijadwalkan pada jam 10.30 – 11 am, dengan dosis pertama pada hari tersebut diberikan
antara jam 7 dan jam 8 pagi.
Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk
memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku
yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat. Drug holidays selama akhir minggu atau
liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak.
Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia dewasa
atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan
dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada perbedaan berarti pada
perilaku anak saat ia menjalani/ tidak menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan
untk periode yang lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani
terapi dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali
dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis
15
dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada onset pubertas karena
keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat
badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari
sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih. Saat terapi
dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau lebih dengan
kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari waktu setelah minum
obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi psikostimulan mungkin perlu selama fase
transisi.
Tabel 5: Manajemen efek samping atomoxetin
Side effects Management options
Anorexia, nausea, weight loss,growth concerns
Gastrointestinal effects may be temporary during first few days of treatment.Administer medication with food.Consider dose reduction.Monitor height and weight using centile charts.Provide dietetic advice; caloric augmentation.
Jaundice, signs of liver diseaseor biliary obstruction
Stop medication immediately and seek specialist help.
Self harm or suicidal ideation Monitor for suicidal ideation, clinical worsening of mood and unusual changes in behaviour.New onset of suicidal behaviour should prompt discontinuation of medication pending further assessment.
Somnolence Administer at a different time of day or reduce dose.
Dysphoria, agitation Reduce dose and monitor effect.Tachycardia, hypertension Investigate and consider discontinuation or
dose reduction.Syncope suspected to havecardiac origin
Stop medication immediately and seek specialist advice.
16
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan
hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi
psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6
bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan
diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan
resiko bunuh diri besar.
3) Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang
banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik. TCAs meliputi :
imipramine, desipramine, amitriptyline, nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan
hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada
terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada
psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/ gangguan
hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadap
medikasi yang dianjurkan.
Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering ( dengan
rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala
antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-
tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi
kardiotoksik. Belum ada konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi
terapi TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial
klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine,
amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya tetap
dilakukan pengukuran berikut :
17
Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas dari efek
kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi. Dan
hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.
Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-25
mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang
mungkin timbul.
Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek
sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin serta
0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping dan
perilakunya secara klinis.
Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas.
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan
perumbuhan dan perkembangan anak.
Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza
like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala
coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi,
agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat
mengalami periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai
efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan
hal ini membuat manajemen menjadi sukar.
4) Obat lainnya
Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/ gangguan
hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat alternatif tersebut
meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine, SSRIs dan neuroleptik.
Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika terdapat gangguan komorbid (misal
anxietas, depresi, tics, respon kurang atau efek samping psikostimulan atau TCA).
a. Alpha-2-agonist
a) Klonidin
Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal sebagai
antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi gejala ADHD, dan terdapat
18
penurunan yang besar saat dikombinasikan dengan methylphenidate
dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan dosis
maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek samping yang
muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam
sebuah studi,individu yang menerima klonidin mengalami penurunan
tekanan sistolik yang lebih besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi
transien serta pening.
Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif atau tidak
toleransi terhadap psikostimulan atau atomoxetine. Dapat digunakan
sendiri maupun dikombinasikan dengan methylphenidate disesuaikan
dengan kasus masing-masing individu. Klinisi harus memonitor tekanan
darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi. Penghentian klonidin harus
bertahap untuk menghindari adanya rebound phenomenon.
b) Guanfacine
Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan fatigue.
Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi akan makin rendah.
Belum ada cukup data untuk merekomendasikan obat ini.
b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)
c. Antipsikotik
d. Modafinil
e. Nikotin
5) Terapi obat kombinasi
Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping potensial, misal pada
peningkatan TCAs pada pemakaian bersama psikostimulan, toksisitas potensial pada
kombinasi klonidin dan psikostimulan, intraventricular conduction delays pada pimozide
dan TCAs, dan interferensi dengan metabolisme obat seperti warfarin dan beberapa
antiepileptik. Fluoxetin (SSRI) dilaporkan efektif tanpa efek samping berlebih, jika
dikombinasikan dengan psikostimulan untuk sejumlah kesil anak dengan ADH/
gangguan hiperknetik dan depresi komorbid, ODD, CD atau gangguan obsesif kompulsif.
19
H. Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala
impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa
sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman
keras/alkoholisme). Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi,
dukungan yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya dan
diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri.
I. Kesimpulan
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu peningkatan
aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku
yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda dan kondisi
yang sangat umum di antara anak-anak. Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum
terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan status
kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai penyebab
gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan(IQ), terjadinya disfungsi
metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan
anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Melihat
penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan ada beberapa teori penyebabnya, maka
tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan landasan
teori penyebabnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is it an
American condition?. World Psychiatry. 2003 ; 2: 104-13.
2. Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the assessment and
treatment of children and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad
Child Adolesc Psychiatry 2007; 46:894.
3. Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. Children who have attentional disorders: diagnosis and
evaluation. Pediatr Rev. 1993;14:455–465
4. SIGN. Management of attention deficit and hyperkinetic disorders in children and young people.
Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2009
5. Barbaresi W, Katusic S, Colligan R, et al. How common is attention-deficit/hyperactivity
disorder? Towards resolution of the controversy: results from a population-based study. Acta
Paediatr Suppl 2004; 93:55.\
6. Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the assessment and
treatment of children and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad
Child Adolesc Psychiatry 2007; 46:894
7. Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al. Effects of iron
supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in children. Pediatr Neurol
2008;38(1):20-6.
8. Clayton EH, Hanstock TL, Garg ML, Hazell PL. Long chain omega-3 polyunsaturated fatty
acids in the treatment of psychiatric illnesses in children and adolescents. Acta
Neuropsychiatrica. 2007;19(2):92-103
21