Post on 21-Jan-2016
description
RETENSIO PLASENTAE
Retensio Plasentae ialah keadaan dimana plasenta belum dilahirkan setelah 0,5 jam
janin lahir. Plasenta adhesiva adalah plasenta yang belum lahir dan masih melekat
didinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
Sedangkan plasenta yang belum lahir karena villi korialisnya menembus dinding rahim
disebut plasenta akreta.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi terhalang oleh lingkaran
kontriksi dibagian bawah rahim disebut plasenta inkraserata. Perdarahan hanya terjadi pada
keadaan dimana plasenta sebagian atau seluruhnya telah lepas. Banyak sedikitnya
perdarahan tergantung dari luas atau tidaknya daerah plasenta yang lepas. Diagnosis tidak
sulit, melalui tarikan pada tali pusat atau diperiksa dalam dapat diketahui apakah plasenta
telah lepas atau belum.
Pengelolaan
Plasenta manual dilakukan setelah syok diatasi, kecuali kalau perdarahan banyak.
Pada plasenta inkarserata mungkin membutuhkan pembiusan.
Prosedur plasenta manual :
Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual idlakukan dalam narkosis, karena
relaksasi otot memudahkan pelaksananaannya. Sebaiknya dipasang infus NaCl 0,9%
sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfekta, termasuk tangan dan vulva dan daerah
sekitarnya, maka labia dibeberkan dengan tangan kiri dan tangan kanan masuk secara
obstetrik ke dalam vagina. Tangan kiri menahan fundus uteri untuk mencegah kolporeksis.
Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta dengan menyusuri tali pusat yang diregangkan. Setelah tangan sampai di palsenta,
menyusuri menuju pinggir plasenta mencari daerah plasenta yang telah terlepas. Kemudian
plasenta dilepaskan seperti membuka lembaran buku. Setelah plasenta dipegang, maka
dengan bantuan asisten diberikan uterotonika sebelum kita mengeluarkan plasenta dari
rongga rahim. Kesulitan yang mungkin terjadai adalah adanya lingkaran konstriksi, yang
hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan secara perlahan-lahan dan dalam narkosis.
Kadang-kadang tidak dapat dilepaskan seperti pada plasenta akreta. Setelah plasenta
dilepaskan maka diperiksa apakah kotiledon lengkap atau tidak. Pada kasus retensio
plasentae resiko untuk terjadinya atonia uteri tinggi. Plasenta akreta dikelola dengan
histerektomi oleh karena itu harus dirujuk.
SISA PLASENTA
Sisa plasenta dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau lambat.
Perdarahan berasal dari rongga rahim dan kontraksi rahim biasanya baik. Pada perdarahan
post partum lambat gejalanya adalah adanya subinvolusi, perdarahan langsung terus-
menerus atau berulang, perdarahan jarang menimbulkan syok.
Pengelolaan
Pada umumnya sisa plasenta dilakukan kuretase. Dalam kondisi tertentu dapat dilakukan
digital. Kuretase harus dilakukan dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis,
kemudian dilanjutkand engan pemberian uterotonika dan antibiotika sebagai tindakan
pencegahan.
PERLUKAAN JALAN LAHIR
Perdarahan dalam keadaan plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan perdarahan berasal dari perlukaan jalan lahir, perlukaan jalan lahir dapat
terjadi pada :
1. Perineum : misalnya episotomi, robekan perineum spontan
2. Vulva : misalnya robekan vulva, hematom vulva
3. Vagina : robekan dinding vagina, kolporeksis, fistula vesiko-vaginalis
4. Serviks : robekan serviks
5. Uterus : ruptura uteri
Pengelolaan
Pada robekan perineum tk. I dan II dapat dilakukan jahitan dengna catgut untuk otot
dan selaput lendir vagina. Untuk kulit dapt dilakukan penjahitan dengan sutera secara
terputus-putus atau dapat juga dengan catgut. Untuk hematom tergantung jenis hematom.
Apabila kecil cukup dilakukan pengompresan. Apbila besar, apalagi yang disertai dengan
syok, perlu dilakukan pengeluaran bekuan darah sampai kantong hematom kosong dan
dicari sumber perdarahan untuk diikat atau dijahit. Robekan dinding vagina harus dijahit.
Untuk kolporeksis dan fistula vesikovaginalis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Untuk
robekan serviks paling sering pada jam 3 dan jam 9. bibir depan dan belakang serviks
dijepit dengan klem Fenster, kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak dan
ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengna catgut kromik dimulai dari ujung
robekan untuk menghentikan perdarahan.
RUPTURA UTERI
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplit, dimana selain dinding rahim robek
lapisan serosa juga robek sehingga janin berada dalam rongga perut, sedangkan pada
ruptura tidak komplit hanya dinding rahim yang robek, lapisan serosa tidak robek. Pada
kasus ruptura uteri terjadi gejala-gejala syok, perdarahan, penderita tampa pucat, nafas
cepat dan dangkal, nadi cepat dan kecil, tekanan darah turun. Pada perabaan sering bagian-
bagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut. Jika ruptura uteri telah lama,
akan terjadi gejala-gejala perut kembung dan defance musculair sehingga sulit untuk
meraba bagian-bagian janin.
Pengelolaan
Pengelolaan ruptura uteri ialah dengan laparotomi, sehingga kasus in harus dirujuk
ke Rumah Sakit dengan tata cara seperti merujuk kasus syok perdarahan.
ATONIA UTERI
Sesudah plasenta lepas elalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis
ditempat insersi plasenta didinding rahim terbuka. Biasanya perdarahan tidak berlangsung
lama, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot rahim menekan pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka tersebut. Pada umumnya perdarahan tidak lebih dari 500 ml. Otot-otot rahim
yang tidak dapat berkontraksi dan ber-retraksi dengan baik setelah plasenta lahir disebut
atonia uteri yang akan menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Pengelolaan
Kandung kemih harus dikosongkan, lakukan kompresi bimanual. Pada saat yang
sama, tenaga yang lain menyuntikkan 0,2 mg ergometrin i.m. dan epmberian infus NaCl
0,9% berisi 10 U oksitosin. Bila kontraksi rahim membaik dipasang kateter yang menetap.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilakukan pemasangan tampon uterovaginal dan
penderita dirujuk ke Rumah Sakit dengan tata cara merujuk kasus syok perdarahan.
PERSALINAN MACET
Persalinan macet adalah persalinan yang tidak mengalami kemajuan dalam batas
waktu sesuai dengan fase persalinan. Dengan menggunakan partogram, maka kasus
persalinan macet sudah amsuk dalam garis bertindak.
Pada persalinan macet perlu dinilai :
- Ada tidaknya syok
- Ada tidaknya demam
- Usia kehamilan
- Ada tidaknya his/keadaannya
- Kondisi, perineum, vagina dan serviks
- Keadaan rahim
- Keadaan air ketuban
- Ukuran panggul dan imbang fetopelvik
- Ada tidaknya tumor jalan lahir
- Keadaan janin : - didalam/diluar rahim
- jumlah janin, letak janin, presentasi serta penurunan
- adanya kaput suskedaneum dan moulage
- taksiran berat janin, janin mati/hidup/gawat janin
Pengelolaan
Persalinan macet beresiko mengalami infeksi sampai ruptura biasanya harus
dikelola dengan tindakan bedah obstetri seperti ekstra vakum atau bedah sesar sehingga
harus dirujuk ke Rumah Sakit.
INFEKSI AKUT DALAM OBSTETRI
Pada umumnya kasus infeksi akut dalam obstetri perlu dirawat, oleh karena itu
harus dirujuk ketempat yang memiliki fasilitas perawatan, baik Puskesmas ataupun Rumah
Sakit Infeksi akut dalam Obstetri lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi menahun
oleh karena resiko menjadi sepsis dan sepstik syok infeksi akut dapat terjadi dalam
kehamilan misalnya pada abortus infeksiosa, dalam persalinan misalnya setelah ketuban
epcah dini atau dalam masa nifas. Faktor resiko yang manjdi sepsis menyebabkan masalah
infeksi akut ini erat kaitannya dengan masalah kematian ibu dan bayi, sehingga perlu
mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang baik.
Pengelolaan
Kasus yang mengalami sepsi, syok septik atau kondisinya beresiko besar untuk
mengalami sepsis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Bidan hanya boleh mengelola kasus
persalinan dengan infeksi apabila persalinan spontan pervaginam dimungkinkan dan dalam
waktu yang tidak lama bayi akan lahir, yaitu pada pembukaan lebih dari 7 cm. Sebelum
merujuk kasus tidak boleh lupa untuk memberikan antibiotika terlebih dulu. Demikian juga
apabila penderita dalam keadaan syok harus diberikan infus sesuai dengan pengelolaan
syok. Apabila penderita tidak dalam keadaan syok seyogyanya diberikan infus dextrose
5%. Ini dimaksudkan disamping untuk memberikan kalori juga untuk persiapan sewaktu-
waktu terjadi syok.
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA
ABORTUS
Tujuan :
Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan abortus,
sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ruang lingkup :
Pengelolaan penderita abortus yang meliputi :
- Dasar diagnosis
- Pengobatan
- Pengamatan lanjut/evaluasi
Uraian umum :
Abortus ialah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.
Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri pada kehamilan
20 minggu.
Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, masih ada
yang tertinggal.
Abortus insipien adalah abortus yang sedang mengancam, dimana serviks telah mendata
dan ostium uteri telah membuka akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.
Abortus imminen ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam
sedangkan ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Missed abortion adalah abortus, dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 6m inggu atau lebih.
Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih.
Kriteris diagnosis :
Ada terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi
Rasa sakit atau kram perut di daerah atas simfisis
Diagnosis abortus imminen ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui
ostium uteri eksternum disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar
sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif. Pada
beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya
datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan vili koriales ke
dalam desidua, pada saat implantasi hasil konsepsi. Perdarahan implantasi biasanya sedikit,
warnanya merah dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules.
Abortus insipien adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan dilatasi serviks uteri dengan hasil konsepsi masih dalam uterus. Rasa mules
biasanya lebih sering dan kuat.
Abortus inkomlit ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sebuah
menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan para abortus inkomplit dapat banyak
sekali, sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhetni sebelum hasil konsepsi
dikeluarkan seluruhnya.
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah keluar. Diagnosis dapat dipermudah
apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar
dengan lengkap.
Diagnosis missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminen yang
kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
Diagnosis banding :
- Abortus komplit
- Abortus inkomplit
- Abortus insipien
- Abortus imminen
- Missed abortion
- Kehamilan ektopik terganggu
Pemeriksaan penunjang :
Diperlukan pada abortus imminen, abortus habitualis dan missed abortion :
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup,
menentukan prognosis
Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion
Tes kehamilan (PPT)
Konsultasi : tidak ada
Terapi :
Penanganan abortus imminen terdiri atas :
1. Istirahat berbaring
Tidur berbaring unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini meneybabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
2. fenobarbital 3 x 30 mg sehari, dapat diberikan utnuk menenangkan penderita.
Abortus insipien dengan kehamilan kruang dari 12 minggu, yagn biasanya disertai dengan
perdarahan, penanganan terdiri atas pengosongan uterus dengan segera. Pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam abortus, disusul
dengan kerokan.
Apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus
intravena cairan NaCl fisiologik atau cairan Ringer yang selekas mungkin disusul dengna
pemberian darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan ergometrin
intramuskulus untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
Penderita abortus komplit tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita
anemia perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung
banyak protein, vitamin dan mineral.
Pada missed abortion bila kadar fibrinogen normal, jaringan hasil konsepsi dapat segera
dikeluarkan. Sebaliknya, jika kadar fibrinogen rendah, diperbaiki dulu dengan cara
memberikan fibrinogen kering atau segar. Setelah ada perbaikan, dilakukan kuretase/
tindakan kuretase pada missed abortion tidak jarang menghadapi kesulitan karena plsenta
melekat erat dengan dinding uterus.
Perawatan rumah sakit
Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah, kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau
infeksi. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia, infeksi.
Penyulit
1. Anemia
Biasanya anemia post-hemorrhagis pengobatannya adalah pemberian darah atau
komponen darah
2. Infeksi
Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat payung antibiotik
dulu, sebelum dilakukan evakuasi. Sedangkan tindakan evakuasi sendiri dapat
menimbulkan infeksi.
3. Perforasi
Merupakan komplikasi tindakan kuretase. Untuk mencegah perforasi :
- Pemberian uterotonika
- Sondage terlebih dahulu utnuk menentukan besar dan arah letak uterus
- Kuretase secara sistematis dan lege artis.
Informed consent
Seperti halnya tindakan bedah lainnya, pasien-pasien abortus harus menandatangani
informed consent sebelum melakukan kuretase.
Lama perawatan
Pasca kuretase pasien perlu dirawat selama 1 hari, bila tak ada komplikasi
Masa pemulihan
Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2 minggu
Patologi anatomi
Jaringan konsepsi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi
PROSEDUR TETAP
PELAYANAN PAP SMEAR DAN TINDAK LANJUTNYA
1. Tujuan :
Memberikan pedoman secara jelas tentang indikasi pengambilan Pap’s Smear, cara
dan pengambilan secara benar.
Memberikan pedoman kepada petugas medis tentang pengenalan kelainan serviks
semenjak pra-kanker sampai menjadi kanker
2. Ruang Lingkup :
Penderita dengan kontrol, check up, dan kelainan serviks di instalasi rawat jalan,
rawat inap dan rawat darurat.
3. Uraian Umum :
Pap’s smear merupakan program skrining yang cukup akurat untuk mendeteksi
kelainan serviks uteri, mulai pra-kanker sampai kanker.
Pemeriksaan Pap’s smear relatif sederhana, murah tetapi perlu suatu keseragaman
sehingga akan didapatkan hasil dengan daya guna tinggi.
Pap’s smear mampu menurunkan frekuensi kanker serviks sampai 50%.
Pengambilan hasil Pap’s smear yang baik akan memberikan hasil terapi yang baik
pula.
Pap’s smear yagn baik dilanjutkan dengan tindak lanjut hasilnya akan menurunkan
angka kesakitan dan kematian, khususnya wanita di Indonesia.
Keunggulan Pap’s smear :
a. Hasil sensitivitas dan spesifisitas tinggi
b. Murah
c. Tidak nyeri
Mengenal wanita risiko tinggi :
1. Wanita dengan banyak partner
2. Wanita dengan PHS
3. Wanita kawin usia muda
4. Wanita dengan higiene sanitasi yang kurang baik
5. Wanita usia > 50 tahun
6. Wanita multiparitas
7. Wanita perokok
8. Koitus pertama pada usia muda (early age of coitus)
KEBIJAKSANAAN
Kriteria diagnosis :
1. Gejala klinik :
a. Tanpa gejala oleh karena rutinitas (check up) Pap’s smear
b. Keputihan
c. Perdarahan pervaginam diluar siklus menstruasi
d. Perdarahan pasca senggama
2. Pemeriksaan klinik
a. Mengetahui secara jelas anatomi normal serviks uteri
b. Membedakan secara jelas serviks uteri pada nulli, multi dan post-partum
c. Pemeriksaan pada serviks yang diakibatkan oleh karena infeksi hormonal, pra-
kanker, kanker.
3. Pemeriksaan bantuan :
a. Schiller test
b. Kolposkopi
c. Mikrokolposkopi
d. Pengambilan biopsi pada lesi yang dicurigai
4. Persiapan Pap’s smear :
a. Penderita dipersiapkan diberi nasehat utnuk tidak melakukan pencucian vagina,
koitus, obat pervaginam 24 jam sebelum melakukan pemeriksaan.
b. Penyediaan peralatan Pap’s smear, yaitu : spekulum cocor bebek, spatula Ayre, cyto
brush, gelas objek, alkohol 95% dan formulir Pap’s smear.
5. Cara pengambilan Pap’s smear yang benar
a. Seluruh serviks harus dilihat secara baik dengan spekulum, melihat daerah
transformasi (area squamo columnar junction).
b. Membersihkan dengan air steril (NaCl) untuk menghindari hasil Pap’s smear yang
negatif.
c. Melakukan cervical smear dengan memakai spatula kayu pada daerah ektoserviks
dan daerah endoserviks dengan lidi watten atau memakai spatula Ayre (diputar
360o) pada daerah transformasi. Hasil signifikan apabila pengambilan Pap’s smear
pada daerah endoserviks. Cyto brush dapat digunakan pula, bahan dioleskan pada
gelas objek.
d. Sediaan segera difiksasi dengan alkohol 95%. Setelah 1 jam dalam keadan kering,
diberi label dan dikirim ke laboratorium sitologi bersama formulir permintaan yang
telah diisi.
Penilaian hasil Pap’s smear :
Kelas I : sel normal
Kelas II : terdapat sel atipik
Kelas III : ditemukan sel abnormal dengan displasia (CIN I, CIN II)
Kelas IV : berisi sel abnormal dengan karsinoma insitu (CIN III)
Kelas V : berisi sel abnormal dengan sel ganas
Terminologi WHO :
1. No abnormal cell
Metaplasia noted
2. Abnormal cells consistent with benign atypia (non-dysplastic cells)
a. Inflmmatory; Trichomonas, HPV
b. Irradiation
c. Keratinization
d. Atypical metaplasia
e. Condyloma effect
f. Other
3. Abnormal cells consisten with dysplasia
a. Mild dysplasia (CIN I)
b. Moderate dysplasia (CIN II)
c. Severe dysplasia (CIN III)
4. Abnormal cells consistent with malignancy
a. With insitu careinoma (CIN III)
b. With invasive carcinoma
c. Type unspecified
5. abnormal cells specifically calcified
Terminologi Bethesda
1. Memuaskan (satisfactory)
2. Kurang memuaskan (less than optimal)
3. Tidak memuaskan (unsatisfactory), tidak bisa diperiksa dan harus diulang.
Peran kolposkopi :
1. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan pelengkap untuk rujukan hasil Pap’s
smear yang abnormal, terutama pada derajat ringan yang kurang menggambarkan
kelainan patologik yang sebenarnya.
2. Kolposkopi dapat mengurangi tindakan histerektomi atau konisasi
3. Riwayat post coital bleeding.
4. Atipik persisten, border-line, abnormalitas sel kelenjar.
Hasil gabungan kolposkopi biopsi terarah dan sitologi akan menghasilkan diagnosis 98,6%.
Tindak lanjut hasil Pap’s smear :
Kelas I : follow up 1 tahun
Kelas II : ulangan Pap’s smear 6 bulan dengan pengobatan penyebabnya
Kelas III : ualngan + kolposkopi; follow-up 1 bulan
Kelas IV : dirujuk
Kelas V : dirujuk
Pada hasil Pap’s smear dengan infeksi (Trichomonas, Salmonella, Gardnerella) setelah
diterapi dilakukan ulangan Pap’s smear.
TINDAKAN TERHADAP
NEOPLASMA EPITEL SERVIKS UTERI
DR INFEKSI ? OBATI RADANG
HORMONAL ? HORMON
DS KOLPOSKOPI BIOPSI
MIKRO HISTROSKOPI KRIOTERAPI
KAUTERASASI
DB KOLPOSKOPI LASER KONISASI
(TRAKHELEKTOMI)
KONISASI HISTEREKTOMI
KIS HISTEREKTOMI RADIKAL
RADIOTERAPI
Kinv KHEMOTERAPI
Nama prosedur : No :
PROSEDUR TETAP BIOPSI SERVIKS UTERI
Tujuan :
1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari sediaan serviks uteri
2. Mengetahui hasil pengobatan terhadap keganasan serviks uteri
3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita
keganasan serviks uteri.
Ruang lingkup : IRNA, IRJA
Indikasi :
1. Curiga keganasan pada serviks uteri
2. Penderita keganasan serviks uteri pasca pengobatan
Peralatan :
1. Spekulum
2. Pinset
3. Kapas lidi
4. Tong biopsi
5. Botol berisi formalin 10%
PROSEDUR
1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi.
2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya.
3. Dipasang spekulum anterior dan posterior
4. Porsio uteri dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi, agar jelas tempat yang akan
dibiopsi.
5. Dengan tang biopsi diambil jaringan pada daerah yang dicurigai dengan
mengikutsertakan daerah yang sehat.
6. Hasil biopsi dimasukkan dalam botol dan dikirm ke Bagian Patologi Anatomi untuk
pemeriksaan sitologi.
7. Perdarahan yang terjadi dihentikan dengan menekannya menggunakan kapas lidi, jika
perlu dengan dibasahi jodium.
8. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika
Tanggal pembuatan Pengesahan
Tanggal revisi
Revisi ke
Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP EKSTIRPASI POLIP
Tujuan :1. Mengelola penderita polip pada genitalia wanita sebaik mungkin2. Mempelajari dan memperbaiki pengelolaan polip pada genitalia wanita3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita
polip pada genitalia wanita.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :
1. Penderita polip endoserviks uteri dan endometrium2. Penderita polip vagina dan vulva.
Peralatan :1. Spekulum2. Klem ovarium3. Pinset4. Sendok kuret5. Tenakulum6. Botol berisi formalin 10%.
PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general
anestesi.2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dilanjutkan menutup daerah sekitar
dengan doek steril kecuali daerah vulva.3. Dipasang spekulum anterior dan posterior4. Dilakukan antisepsis pada daerah vagina - porsio uteri dan sekitarnya.5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.6. Kecuali pada polip vagina dan vulva, tidak diperlukan penjepitan dengan tenakulum.7. Spekulum interior dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten.8. Polip dijepit dengan menggunakan klem ovarium pada tangkainya, dan selanjutnya
diputar dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam hingga polip terlepas.9. Polip dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk
pemeriksaan sitologi.10. Kecuali pada polip vagina dan vulva, pada daerah dasar polip dilakukan kerokan
dengan menggunakan sendok kuret tajam.11. Perdarahan yang terjadi dihentikan, dengan melakukan penekanan menggunakan kapas
yang dibasahi jodium atau jika perlu dapat dilakukan penjahitan hemostasis.12. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika.Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke
Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP DILATASI SERVIKS
Tujuan :1. Memperlebar kanalis servikalis untuk pengeluaran isi kavum uteri.2. Mempermudah untuk melakukan tindakan pengosongan isi kavum uteri.3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana.
Ruang lingkup : IRNAIndikasi :
1. Penderita missed abortion2. Penderita intra uterine fetal death3. Penderita Mola hidatidosa.
Peralatan :1. Spekulum2. Pinset3. Tenakulum4. Kasa steril5. Benang sutra6. Spuit berisi aquadestilata steril7. Beban bertali dengan kerekan8. Dilalator Hegar9. Kateter Balon10. Batang laminaria
PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi.2. pada tindakan yang dilanjutkan dengan pengosongan isi kavum uteri, dilakukan dalam
general anestesi.3. dilakukan antisepsis pada daerah vulva dan sekitarnya dan ditutup dengan doek steril,
kecuali daerah tindakan.4. Dipasang spekulum anterior dan posterior5. Dilakukan antisepsis pada daerah - porsio dan sekitarnya.6. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.7. Dilakukan dilatasi :
a. Dilalator Hegar : dilakukan sebelum melakukan pengosongan isi kavum uteri dengan kuretase- Porsio ditampakkan dengan menariknya menggunakan tenakulum yang telah
terpasang.- Dilalator Hegar dimasukkan ke dalam kanalis servikalis sehingga melewati Orifisium
Uteri Internum.- Pemasangan dilalator hegar dimulai dari ukuran yang terkecil, yang dapat masuk
hingga ukuran terbesar yang sesuai dengan ukuran sendok kuret yang akan digunakan.
b. Kateter Balon- Kateter balon dimasukkan ke dalam kanalis servikalis hingga bagian yang dapat
mengembang melewati Orifisium Uteri Internum- Bagian balon dikembangkan dengan memasukkan aquadestilata steril sebanyak 30 –
50 ml.- Pangkal kateter diikatkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban melalui
kerekan.- Beban yang digantungkan sekurangnya seberat 500 gram.
c. Batang Laminaria- batang laminaria (umumnya sebanyak 3 batang) diikatkan satu sama lain sehingga
rapat dengan benang sutra.- Dengan menggunakan pinset batang laminaria dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis hingga ujungnya melewati Orifisium Uteri Internum.- Pada bagian ujung laminaria yang tampak diberi kasa steril sebagai penahan.- Batang laminaria dipertahankan agar mengembang, selama 18 – 24 jam.
Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke
Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP KURETASE
Tujuan :1. Mengosongkan ataupun mengeluarkan isi kavum uteri.2. Menghentikan perdarahan yang terjadi dari kavum uteri.3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana dalam pengosongan isi kavum
uteri.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :
1. Abortus- Missed abortion- Abortus inkompletus
2. Blighted ovum.3. Meno/metroragia4. Mola hidatidosa
Peralatan :1. Spekulum2. Tenakulum 3. Pinset4. Sonde5. Tang abortus6. Sendok kuret7. Botol isi formalin 10%
PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general
anestesi.2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dan dipasang doek steril, kecuali
daerah tindakan.3. Dipasang spekulum anterior dan posterior4. Dilakukan antisepsis pada daerah porsio dan sekitarnya.5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum, lalu spekulum anterior
dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten.6. Dilakukan pengukuran besar kavum uteri dan posisi kavum uteri dengan menggunakan
sonde.7. Jika diperlukan dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan dilalator Hegar.8. Dilakukan pengeluaran isi kavum uteri sebanyak mungkin dengan menggunakan tang
abortus.9. Tang abortus tidak digunakan pada kasus penderita meno/metroragia.10. Dilakukan pengosongan sebersih mungkin dengan menggunakan sendok kuret secara
sistematik sesuai arah jarum jam.
11. Pada kasus penderita mola hidatidosa dapat digunakan penghisapan isi kavum uteri/gelembung mola dengan menggunakan ekstraktor.
12. Pada kasus mola hidatidosa digunakan sendok kuret dengan ujung tumpul dan jika perlu dapat diulang setelah 1 minggu kemudian untuk mengosongkan isi kavum uteri.
13. Jaringan hasil kuretase dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi.
14. Jika diperlukan dapat diberikan uterotonika, per-infus maupun intra-vena.Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke
Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP LAPAROSKOPI
Tujuan :1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari suatu penyakit ginekologi intra abdomen.2. Melakukan tindakan operatif dengan bantuan alat laparoskopi.3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana dalam pemakaian alat
laparoskopi.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :
1. Diagnostik Nyeri pelvis kronis yang penyebabnya tak jelas Pemeriksaan infertilitas Amenore primer dan sekunder yang tidak jelas penyebabnya. Evaluasi adanya massa dalam rongga pelvis. Evaluasi permasalahan interseksual Evaluasi terhadap nyeri akut pelvis, kehamilan ektopik, putaran tangkai dan
endometriosis. Penilaian terhadap suatu proses keganasan dalam rongga pelvis (terbatas). Evaluasi terhadap kelianan kongenital.
2. Tindakan operatif Alat bantu untuk melakukan lisis terhadap genitalia interna Alat untuk melakukan fungsi pada kista ovarium Kauterisasi pada endometriosis Pengangkatan benda asing dalam rongga pelvis.
Peralatan :- Doek steril- Doek pembungkus tungkai- Klem doek- Mangkuk betadin- Kateter foley- Spekulum Sims- Tenakulum atraumatis- Klem Allis- Kanula uterus- Sklapel- Jarum Veres atau Touhay- Trokar- Laparoskop- Forsep pemegang- Kabel penyalur cahaya
- Pipa penyalur gas CO2
- Sumber cahaya dingin (fiber optic)- Tabung gas CO2
- Pemegang jarum Hegar- Gunting- Pinset sirurgis- Gunting/sklapel laparoskop- Koagulator- Aspirator/irigator- Morcelator
PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dan trendelenberg dalam general
anestesi.2. Dilakukan asepsis dan antisepsis daerah abdomen, vulva dan vagina.3. Dilakukan periksa dalam vagina ulangan.4. Dipasang spekulum anterior dan posterior5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.6. Dilakukan pengukuran panjang kavum uteri dan posisi uterus dengan sonde.7. Dipasang kanula uterus dan difiksasikan dengan tenakulum8. Dipasang doek steril, kecuali pada daerah tindakan9. Kulit bagian kanan dan kiri umbilikus dijepit dengna 2 buah klem Allis dan asisten
mengangkatnya setinggi-tingginya sehingga kulit menjadi tegang.Dengan menggunakan skalpet kulit ditusuk tepat dibawah umbilikus pada garis median,
kemudian diperlebar 1,5 cm.10. Jarum veres ditusukkan dengan arah hampir tegak lurus sambil tangan kiri operator
mengangkat dinding perut.11. Setelah fascia ditembus, jarum diarahkan ke lengkung sakrum dengan sudut 45o
terhadap dinding perut ke arah rongga peritoneum.12. Jarum digerakkan ke kanan dan kiri agar ujung jarum bebas dari kemungkinan tertutup
omentum atau usus yang menempel pada ujungnya.13. dilakukan percobaan dengan menggunakan spuit yang berisi larutan garam fisiologis,
dimasukkan ke rongga peritoneum melalui jarum Veres.14. Jarum veres dihubungkan dengan pipa gas CO2 dan gas dialirkan dengan kecepatan 1
L/menit dengan takaran 15 – 25 mmHg sampai volume 2 L.15. Pneumoperitoneum dikatakan berhasil jika pekak hati menghilang dan perut
mengembung secara simetris.16. Dengan tangan asisten masih memegang kedua klem Allis, jarum veres dicabut, trokar
dengan selubungnya dimasukkan dengan arah hampir tegak lurus hingga menembus peritoneum.
17. Trokar dicabut, laparoskop dimasukkan melalui selubung yang ditinggalkan.
18. Sumber cahaya dihubungkan dengan laparoskop dan pemeriksaan organ pelvis dapat dimulai.
19. Untuk visualisasi lebih jelas dapat digerakkan kanula uterus.20. Untuk tindakan operasi sesuai dengan jenis operasi.
Salpingektomi (pada kehamilan Ektopik Terganggung)- Kenali tuba Falopii yang akan dimanipulasi.- Dilakukan elektrokoagulasi yang dilanjutkan insisi pada mesosalping, dimulai
dari ujung fimbrae.- Dilakukan reseksi tuba di bagian proksimal- Potongan tuba selanjutnya diangkat dengan mocelator- Evaluasi perdarahan
Linier salpingotomi (pada Kehamilan Ektopik Belum Terganggu)- Kenali tuba Falopii beserta massanya- Dilakukan insisi secara linier pada massa tuba di daerah yang berlawanan
dengan mesosalping.- Sebelumnya dilakukan elektrokoagulasi pada daerah sekitar massa.- Untuk mencegah perdarahan dapat digunakan injeksi vasopressin.- Digunakan forsep untuk membuka luka insisi.- Dengan menggunakan aspirator massa hasil konsepsi pada tuba dibersihkan.- Jika luka insisi kecil tidak perlu ditutup, perdarahan yang terjadi dirawat.- Jika luka insisi cukup lebar, dijahit dengan benang kromik 4,0- Dieksplorasi adanya perdarahan.
Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke
Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP HISTEREKTOMI
Tujuan :1. Mengelola penderita tumor ginekologi yang memerlukan pengangkatan tumor
secara per-abdominam.2. Memberikan pedoman bagi tenaga medis pelaksana dalam pengelolaan penderita
tumor ginekologi.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :
1. Penderita Mioma uteri.2. Penderita Kistoma Ovarii.3. Penderita dengan kecurigaan keganasan ovarium.
Peralatan : terlampir PROSEDUR
1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dalam keadaan general anestesi.2. Desinfeksi daerah abdomen dan sektiarnya secara sistematik.3. Dipasang doek, kecuali pada daerah tindakan4. Dilakukan insisi kulit pada linea mediana mulai tepi atas simfisis ke atas sepanjang
10 cm, insisi diperdalam sampai peritoneum secara tumpul dan tajam.5. Setelah peritoneum terbuka, dilakukan eksplorasi organ abdomen dengan megngunakan
tangan operator.6. Jika diperlukan insisi dapat diperlebar ke arah atas.7. jika ditemukan, dapat diambil cairan dalam rongga abdomen untuk pemeriksaan
sitologi pada Bagian Patologi Anatomi.8. Bila memungkinkan massa tumor dikeluarkan dari rongga abdomen dengan cara
meluksirnya atau jika terlalu besar dilakukan pengecilan massa tumor dengan melakukan pungsi.
9. Dipasang darm gaas untuk melindungi usus dan organ sekitarnya.10. Dikenali ligamentum ovarii proprium dan ligamentum infundibulo pelvikum pada
daerah dengan tumor, dilakukan klem-ikat-potong-jahit dengan benang kromik no. 1.11. Dari massa diambil sedikit jaringan untuk dilakukan pemeriksaan frozen section ke
Bagian Patologi Anatomi, perdarahan dikontrol dan ditunggu hasil frozen section.12. Pada frozen section jinak, dilakukan pengangkatan masa tumor dan pembersihan
rongga abdomen dari sisa-sisa darah dan cairan.13. Pada frozen section ganas, dilakukan panhisterektomi dan omentektomi14. Dikenali ligamentum rotundum, dilakukan klem-potong-jahit dengan benang kromik
no.1.15. Ligamentum latum ditembus secara tumpul.16. Dilakukan pada kedua sisi uterus.17. Plika vesikouterina dilepaskan dari uterus secara tajam dan tumpul.
18. Dikenali ligamentum kardinale, dilakukan klem-potong-ikat dengan benang kromik no. 1.
19. Pada daerah forniks anterior setinggi porsio, dijepit dengan 2 buah tenakulum, dilakukan insisi menembus diantara kedua tenakulum
20. Diberikan cairan desinfeksi kedalam lubang, dilanjutkan memotong forniks sekeliling porsio hingga uterus terlepas.
21. Dilakukan jahitan hemostasis pada tunggul vagina dan ditautkan bagian depan dan belakang dengan benang kronik no. 1.
22. Tunggul ligamentum-ligamentum ditautkan dengan tunggul vagina dengan cara mengaitkan ikatannya, dilanjutkan dengan reperitonealisasi tunggul.
23. Dilakukan pemotongan omentum pada daerah seproksimal mungkin, klem-potong-ikat dengan benagn sutra no. 1.0.
24. Dilakukan eksplorasi dengan membersihkan rongga abdomen dari sisa darah dan dilihat apakah timbul perdarahan baru.
25. Peritoneum ditutup secara jelujur terkunci dengan menggunakan plain catgut no. 1.0, otot ditautkan dengan menggunakan plain catgut no. 1, fascia ditutup dengan jahitan silang angka delapan menggunakan benang sutra no. 1, jaringan lemak subkutis ditutup dengan jahitan simple terputus menggunakan plain catgut no. 1.0 atau 2.0, dan kulit ditutup secara matras menggunakan benang sutra no. 1.0.
26. Jaringan massa yang diangkat, dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi.
Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke
PROSEDUR TETAP PENGELOLAAN PENDERITA
MIOMA UTERI
Tujuan :
Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan mioma uteri,
supaya tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ruang Lingkup :
Pengelolaan mioma uteri meliputi :
Dasar diagnosis, terapi dan komplikasinya
Uraian Umum :
Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berasal dari otot uterus.
Jenis mioma uteri meliputi :
- Mioma uteri submukosum
- Mioma uteri intramural
- Mioma uteri subserosum
- Mioma serviks uteri
Terapi mioma uteri meliputi :
1. Konservatif
2. Pembedahan
KEBIJAKSANAAN
Gejala dan tanda klinis :
1. Benjolan diperut bagian bawah
Keadaan ini dirasakan oleh penderita dan pada pemeriksaan bimanual ditemukan
benjolan di bagian bawah perut dan terletak di tengah.
2. Perdarahan tidak normal
Perdarahan bersifat hipermenore, menoragi, metroragi atau menometroragi.
3. Nyeri
Dapat terjadi karena :
- Dismenore
- Mioma menyempitkan kanalis servikalis
- Mioma submukosum yang sedang dikeluarkan dari rahim
- Torsi pada mioma subserosum
- Degenerasi merah
4. Tanda-tanda penekanan
- Penekanan pada kandung kemih : gangguan miksi
- Penekanan pada uretra : retensio urinae.
- Penekanan pada ureter : hidroureter
- Penekanan pada rektum : obstipasi, nyeri defekasi.
- Penekanan pada pembuluh darah panggul : rasa nyeri panggul
5. Infertilitas dan abortus.
Mioma uteri pada kehamilan
1. Pengaruh mioma uteri pada kehamilan dan persalinan
- Mengurangi kemungkinan menjadi hamil
- Abortus dan partus prematurus.
- Kelainan letak janin
- Menghalangi jalan lahir
- Inertia uteri dan atonia uteri
- Mempersulit lepasnya plasenta
2. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri
- Cepat membesar selama kehamilan
- Degenerasi merah
- Torsi mioma uteri subserosum
Diagnosis :
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan :
A. Anamnesis
- Adanya benjolan di perut bagian bawah
- Perdarahan haid tidak normal
B. Pemeriksaan fisik :
- Palpasi abdomen
- Pemeriksaan bimanual
- Sondage
- Ultrasonografi
- Kuretase
- Histerografi / histerokopi
Terapi :
Beberapa hal yang mempengaruhi terapi mioma uteri, yaitu : usia, paritas, keinginan punya
anak, keluhan dan gejala serta gangguan yang ditimbulkan.
1. Terapi konservatif
Mioma uteri pada menopause tidak ada keluhan, dan besar uterus tidak melebihi
kehamilan 12 minggu.
Terapi hormonal; dengan gonadotrophin releasing hormone, terutama untuk persiapan
operasi.
2. Pembedahan
- Miomektomi ; pada mioma uteri subserosum bertangkai
- Histerektomi
- Histerektomi vaginal; pada mioma uteri dengan uterus sebesar kehamilan kurang dari
12 minggu.
- Laparoskopik histerektomi.
Keuntungan :
Pemulihan pasca bedah lebih cepat
Jaringan perut sedikit
Terhindar dari kesakitan yang berlebihan.
Persiapan pembedahan :
Laboratorium darah rutin
Laboratorium urine rutin
Tes fungsi hati
Tes fungsi ginjal
Faktor pembekuan
Pap’s smear
X-foto toraks
Ultrasonografi
Kerokan endometrium
PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA
NEOPLASMA OVARIUM
Tujuan :
Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan neoplasma
ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ruang lingkup :
Pengelolaan penderita neoplasma ovarium yang meliputi :
- Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut
- Kebijaksanaan pengelolaan neoplasma ovarium yang disertai kehamilan
Uraian umum :
Neoplasma ovarium adalah pertumbuhan jaringan ovarium yang bersifat neoplastik.
Sesuai dengan klasifikasi histopatologis, neoplasma ovarium dapat berasal dari epitel
ovarium atau stromanya.
Diagnosis meliputi jenis hispatologis, ukuran dan konsistensinya.
Terapi utama neoplasma ovarium adalah pembedahan pada tumor dengan konsistensi
solid atau tumor kistik dengan ukuran > 15 cm (> telur angsa).
KEBIJAKSANAAN
Kriteria diagnostik :
A. Anamnesis :
1. Tanpa gejala awal
sampai massa tumor cukup besar untuk memberikan tekanan pada vesika urinaria
dan rektum atau rasa sakit hebat, seperti pada torsi dan ruptur.
2. Tingkat lanjut :
- Kembung
- Hilang nafsu makan
- Rasa penuh pada perut
- Rasa sakit pada dinding perut
- Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu relatif lama.
B. Pemeriksaan fisik :
1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut,
mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi.
2. Permukaan tumor rata, konsistensi padat atau kistik, atau kistik dengan bagian
padat.
3. Mobilisasi cukup
4. Dapat disertai asites.
C. Pemeriksaan penunjang :
1. Ultrasonografi untuk menilai ukuran konsistensi tumor, adanya asites, kelainan non-
ginekologi lain serta diagnosis banding keganasan ovarium.
2. X-foto pelvis jika dicurigai terdapat kelainan saluran kemih yang menyertainya.
3. Barium enema (bila pada anamnesis dan pemeriksaan dicurigai adanya neoplasma
colon).
4. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritonei.
Diagnosis :
Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, yang didapat dari
pembedahan.
Standard persiapan pra-bedah :
Laboratorium darah dan urine
Tes fungsi hati dan ginjal
X-foto toraks
Ultrasonografi
Pap’s smear.
PENATALAKSANAAN
Pembedahan :
Pembedahan dilakukan untuk mengambil tumor primer dengan insisi vertikal (median)
dibawah pusat. Pemeriksaan potongbeku dilakukan untuk menentukan tindak lanjut
(macam pembedahan) pada neoplasma ovarium, disamping itu dilakukan pencucian
abdomen untuk pemeriksaan sitologi.
Indikasi pembedahan : (kriteria Johnson)
Konsistensi padat 5 cm.
Konsistensi kistik 15 cm.
Pembesaran ovarium 1 tahun sebelum menars / 1 tahun setelah menopause / kehamilan
trimester II-III / setelah terapi supresi hormonal
Neoplasma dengan aktivitas hormonal
Pembesaran ovarium fungsional yang membesar setelah terapi supresi hormonal.
Tanda-tanda torsi / ruptur kista ovarium.
Asites yang tidak diketahui penyebabnya.
Kecurigaan keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan bila :
Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat
Pertumbuhan tumor pada kapsula
Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor
Terdapat asites terutama bila hemoragis
Perlekatan dengan organ lain
Metastase pada omentum atau peritoneum.
Macam pembedahan :
1. Ooforektomi unilateral ; dilakukan pada penderita muda yang masih mempertahankan
fertilitasnya dan neoplasma ovarium bersifat jinak. Pada wanita hamil pembedahan
dilakukan pada umur kehamilan 16 minggu karena plasenta telah terbentuk sampai
dengan umur kehamilan < 28 minggu (7 bulan) sehingga penyembuhan luka operasi
telah sempurna dan tidak mengganggu saat persalinan. Pada pra-bedah dilakukan
pemberian Depo Progestin 50 mg/hari selama 3 hari mulai 1 hari menjelang
pembedahan.
2. Ooforektomi bilateral; dilakukan bila usia penderita 45 tahun atau telah menopause
untuk mengurangi risiko keganasan ovarium dikemudian hari.
3. Panhisterektomi dan omentektomi; dilakukan bila didapatkan hasil pemeriksaan potong
beku menunjukkan keganasan.
Pengamatan lanjut :
Penderita neoplasma ovarium pasca bedah, perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk
melihat :
Komplikasi terapi bedah
Timbulnya kembali tumor pasca bedah
Timbulnya keganasan pasca pembedahan.
PROSEDUR TETAP
PELAYANAN PENDERITA KARSINOMA OVARIUM
Tujuan :
Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan karsinoma
ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ruang lingkup :
Pengelolaan penderita karsinoma ovarium yang meliputi :
- Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut/evaluasi
- Kebijaksanaan pengelolaan karsinoma ovarium yang disertai kehamilan.
Uraian umum :
Karsinoma ovarium adalah tumor ganas pada ovarium. Sesuai dengan klasifikasi
histopatologis karsinoma ovarii dapat berupa primer berasal dari epitel ovarium, germ
cell, stroma, dan sekunder berasal dari metastase karsinoma di bagian tubuh yang lain.
Diagnosis meliputi jenis hispatologis dan stadium
Terapi utama karsinoma ovarii adalah pembedahan dengan radiasi dan sitostatika
sebagai terapi adjuvant.
KEBIJAKSANAAN
Kriteria diagnostik :
A. Anamnesis
1. Tanpa gejala awal :
Sampai massa tumor ini besarnya cukup memberikan tekanan pada vesika urinaria
dan rektum atau rasa sakit hebat seperti torsi.
2. Tingkat lanjut :
a. Kembung
b. Hilangnya nafsu makan
c. Rasa penuh di perut
d. Sakti pada dinding perut
e. Haid tidak teratur
f. Perdarahan pervaginam baik pada premenopause atau postmenopause
g. Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu yang relatif cepat.
B. Pemeriksaan fisik
1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut,
mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi.
2. Permukaan tumor tidak rata, konsistensi padat atau kistik dengan bagian padat.
3. Mobilitas terbatas karena perlekatan
4. Sering disertai asites
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi kalau perlu menilai hepar, ginjal, omentum dan asites.
2. Barium enema, bila pada anamnesis dan pemeriksaan ada kecurigaan invasi ke
rektum atau sigmoid.
3. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritoneum.
Diagnosis :
Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan hispatologi yang didapat dari pembedahan.
Standard persiapan pra-bedah :
1. Laboratorium darah dan urine
2. Tes fungsi hepar dan ginjal
3. Faktor pembekuan
4. X-foto toraks
5. Ultrasonografi
6. Pap’s smear.
7. Kerokan endometrium
8. Petanda tumor
Pelaksanaan pengobatan :
A. Pembedahan
Dengan pembedahan diharapkan dapat menentukan diagnosis, stadium dan mengangkat
jaringan tumor sebanyak mungkin, serta mengevaluasi seluruh permukaan rongga
pelvis/abdomen. Cara pembedahan yang dianjurkan adalah melakukan insisi vertikal
(median/paramedian) melewati pusat untuk mempermudah pengangkatan tumor dan
memungkinkan melakukan penilaian ke dalam rongga abdomen terutama dibawah
diafragma.
Perlu dicurigai adanya keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan
bila :
1. Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat
2. Adanya pertumbuhan tumor pada kapsul
3. Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor
4. Gambaran hematoma
5. Terdapat asites, terutama bila hemoragis
6. Adanya perlekatan dengan organ lain.
7. Adanya metastasis pada peritoneum/omentum
Pemeriksaan potong beku perlu untuk menentukan tindak lanjut (macam pembedahan)
dari karsinoma ovarium.
Ada 3 macam pembedahan pada pengelolaan karsinoma ovarium :
1. Pembedahan konservatif.
Disini hanya dilakukan ooforektomi unilateral. Jenis pembedahan ini hanya
dilakukan pada penderita wanita muda yang masih berusaha mempertahankan
fertilitasnya dan baru dilakukan pengangkatan uterus, ovarium kontralateral dan
omentum setelah berhasil mendapatkan keturunan (memenuhi kriteria Morrow).
2. Pembedahan baku
Prinsip dasar pembedahan baku adalah pengangkatan lesi primer dan tempat
potensial untuk metastasis, yang meliputi histerektomi total, salfingo ooforektomi
bilateral dan omentektomi. Pada stadium lanjut dimana sudah banyak metastasis
dan perlekatan, sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi total dan salfingo-
ooforektomi bilateral, maka dilakukan pengangkatan jaringan tumor sebanyak
mungkin/sebisa mungkin, dilanjutkan tempat-tempat metastasis dan omentektomi,
untuk kemudian dilanjutkan dengan terapi tambahan, yaitu kemoterapi dan jika
perlu radioterapi.
3. Pembedahan dengan penentuan stadium secara pembedahan
Prosedur penentuan stadium secara pembedahan (comprehensive staging
laparotomy). Disini selain dilakukan pembedahan baku, juga dilakukan pencucian
utnuk pemeriksaan sitologi tempat-tempat yang potensial menjadi tempat metastasis
dan biopsi tempat-tempat yang dicurigai ada metastasis serta limfadenektomi
terbatas.
Prosedur operasi dengan comprehensive staging laparatomy pada karsinoma
ovarium stadium awal :
a. Insisi abdomen pada linea mediana.
b. Pencucian rongga abdomen untuk pemeriksaan sitologi
- Asites
- Pelvis
- Pericolic gutters
- Diafragma
c. Histerektomi total dan salfingo-ooforektomi bilateral
d. Omentektomi
e. Eksplorasi peritoneum
- Biopsi daerah perlekatan/lesi yang dicurigai
Dinding kavum Douglasi
Dinding pelvis
Pericolic gutters
Serosa usus halus dan mesenterium
Diafragma
f. Limfadenektomi pelvis dan para-aortal secara selektif.
B. Kemoterapi
Penggunaan kemoterapi pada karsinoma ovarium sebagai terapi tambahan, yang
diberikan pasca bedah/pasca radioterapi. Tujuan kemoterapi ini adalah untuk
memberantas sel-sel kanker yang secara mikroskopis tidak terangkat saat pembedahan
atau tidak terbunuh saat terapi radiasi.
Perlu diperhatikan beberapa faktor dalam pemberian kemoterapi seperti ; status klinis,
status performance, respon tumor, metode pemberian obat dan macam obat yang
dipakai.
Macam obat sitostatika yang digunakan adalah (lihat protokol kemoterapi).
1. Karsinoma ovarium jenis epitelial.
a. Risiko rendah; terpai tunggal dengan Klorambusil atau Siklofosfamit.
b. Risiko tinggi; terapi kombinasi dengan Siklofosfamit + Sis-platinum (CP).
2. Karsinoma + Aktinomisin-D + Siklofosfamit (VAC)
C. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dianjurkan untuk neoplasma ovarium ganas jenis disgerminoma serta
tumor stroma gonad yang tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Terapi radiasi ini
tidak diberikan secara sendiri melainkan diberikan sebagai terapi tambahan setelah
terapi pengangkatan jaringan tumor.
Tujuan terapi radiasi antara lain :
1. Memberantas sel ganas yang tertinggal/tidak terangkat saat tindakan pembedahan
2. Memberantas metastasis yang tersembunyi, misalnya pada kelenjar limfe-pelvis,
para-aortal, peritoneum dan diafragma.
Karsinoma ovarium yang disertai kehamilan
Pengelolaan karsinoma ovarium dengan kehamilan tergantung dari stadium klinik, tingkat
keganasa, paritas dan umur kehamilan. Bila paritas, stadium klinik dan tingkat keganasan
rendah serta umur kehamilan cukup bulan/mendekati cukup bulan maka dilakukan
pembedahan konservatif (salfingo-ooforektomi unilateral), baru dilakukan pembedahan
baku setelah anak lahir. Jika tingkat keganasan tinggi, maka tanpa memandang umur
kehamilan harus dilakukan tindakan pembedahan baku (histerektomi total, salfingo-
ooforektomi bilateral dan omentektomi).
Pengamatan lanjut
Penderita karsinoma ovarium pasca bedah baik dengan ataupun tanpa terapi tambahan
perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk melihat :
1. Respon terapi
2. Kemungkinan terjadinya residif
3. Komplikasi dari terapi yang diberikan
Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan :
1. Pemeriksaan pelvis yang teratur
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ultrasonografi
4. Petanda tumor
5. Laboratorium
6. Second look operation, yaitu tindakan laparotomi eksploratif setelah pemberian
kemoterapi dengan tujuan :
a. Mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan
b. Menetapkan terapi selanjutnya (apakah pemberian kemoterapi dapat diteruskan,
dihentikan atau diganti).
c. Mengangkat jaringan tumor sebisa mungkin bila ditemukan
Umumnya Second look operation dilakukan 5-8 bulan pasca kemoterapi.
STRATEGI PENGOBATAN KANKER SERVIKS UTERI INVASIF
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Kanker serviks
uteri invasif
Radiasi : Intrakaviter Eksterna
Khemoterapi Radiasi : Intrakaviter Eksterna
Konisasi atau histerektomi total
Histerektomi radikal
Penentuan Skor Prioritas
Khemoterapi
Radiasi Eksternal
Stadium LanjutStadium IB atau IIA
Mikroinvasif (lesi 3 mm)
Penentuan stadium
PROSEDUR PENGGUNAAN SITOTATIKA
PADA KANKER GINEKOLOGI
Tujuan :
Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah penggunaan sitostatika
pada kanker ginekologi, sehingga penggunaan sitostatika memberikan hasil seperti
yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ruang lingkup :
Penderita-penderita kanker ginekologi yang mendapatkan terapi sitostatika
Uraian umum :
Tujuan utama pemberian sitostatika pada penderita kanker ginekologi adalah untuk
meningkatkan harapan hidup, akant etapi dipihak lain efek samping obat-obat ini
kadang-kadang begitu hebat sehingga mengancam jiwa penderita.
Perlu pengetahuan dasar dan manfaat klinik dari penggunaan obat-obat sitostatika,
sehingga tujuan pengobatan yang diberikan akan tercapai baik secara paliatif maupun
kuratif.
PROSEDUR
A. Kriteria persiapan
Syarat-syarat pemberian sitostatika
1. Syarat-syarat penderita :
a. Diagnosis pasti secara histopatologis
b. Keadaan umum penderita baik (penilaian keadaan umum menggunakan derajat
status performance menurut IUCC 1991).
c. Memenuhi skor prioritas pemberian sitostatika
d. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan efek samping obat yang mungkin
terjadi.
e. Fungsi hati dan fungsi ginjal baik
f. Hb > 10 gr%
g. Lekosit > 3500/l
h. Trombosit > 150.000/l
2. Syarat-syarat pengelola
a. Mempunyai pengetahuan tentang sitostatika dan pengelolaan kanker pada
umumnya.
b. Tersedianya sarana laboratorium yang memadai.
B. Kriteria pemilihan sitostatika :
Pemilihan sitostatika yang dipergunakan tergantung macam diagnosis kanker
ginekologi.
1. Kanker serviks uterus
a. Terapi adjuvant
- Mitomisin-C; pemberian satu kali disertai terapi radiasi.
Cara :
Simultan :
25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara dua aplikasi radium
intrakaviler.
Atau
25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara radiasi eksterna yang
ke-5 dan ke-6
Induksi :
25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan sebelum terapi radiasi.
Cara ini diberikan pada keadaan tertentu, seperti pada infiltrasi tumor
pada serviks terlalu luas sehingga menyulitkan aplikasi radium.
Pada kanker serviks dengan respon radiasi moderat dan jelek diberikan
Mitomisin-C 10 mg IV, diulang setiap 3-4 minggu sampai tiga kali.
- Hidroksi urea; disertai radiasi
Cara pemberian :
Hidroksi urea 40-80 mg/KbBB atau 1-2 gram/m2 oral tiap tiga hari mulai
hari pertama radiasi. Hidroksi urea diberikan sampai 4 minggu setelah
pemberian terapi radiasi selesai atau diberikan sampai 12 minggu.
b. Terapi paliatif :
Untuk yang residif, resisten, metastasis
- Rejimen MIYAMOTO
Cara pemberian :
Hari I Bleomisin 5 mg IV
Hari II Bleomisin 5 mg IV
Hari III Bleomisin 5 mg IV
Hari IV Bleomisin 5 mg IV
Hari V Bleomisin 5 mg IV tambah Mitomisin-C 10 mg IV.
Diulang tiap 4 minggu sampai tercapai hasil terapi.
Perhatian terhadap radang paru-paru dan ekstravasasi.
- Sis-platinum
50-100 mg/m2 IV; diulang tiap 3 minggu
perhatian terhadap payah jantung dan gagal ginjal
2. Kanker korpus uterus
a. Kanker endometrium terapi adjuvant
- Megace (Megestrol 40 mg) 3 x 1 tablet, atau
- Provera 3 x 100 mg, atau
- Farlutal 3 x 100 mg
Preparat progesteron diberikan paling sedikit selama 1 tahun
- CP (Siklofosfamit + Sis-platinum) atau
- CEP (Siklofosfamit + Epirubisin/Adriamisin + Sis-platinum)
Cara pemberian dapat dilihat pada kanker ovarium.
b. Sarkoma uterus terapi adjuvant
- Epirubisin 60-100 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu
- Doksorubisin 60-90 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu
dengan maksimum dosis total 800 mg.
Perhatian terhadap kardiomiotoksisitas.
3. Penyakit trofoblas ganas terapi kuratif
a. Koriokarsinoma risiko rendah
Ada beberapa pilihan terapi dengan sitostatika tungal
- Metotreksat (Ametopterin)
0,4 mg /KgBB/hari IM atau IV selama 5 hari
10-20 mg/m2 IV hari I-V ; diulang setiap 2-3 minggu
- Aktinomisin-D (Cosmegen)
0,010 – 0,012 mg/KgBB/hari IV selama 5 hari; diulang tiap 2-3
minggu.
- Etoposide (VP-16)
200 mg/m2/hari oral selama 5 hari, diulang setiap 2 minggu.
Pemberian terapi sampai tidak tanda-tanda kegiatan trofoblas, antara lain
sampai -hCG (-) atau hCG 5 ml/CC; dilanjutkan 3 kali.
b. Koriokarsinoma risiko tinggi
- Rejimen MAC
Rejimen I :
Etoposide 100 mg/m2 IV hari I dan II
Metotreksat 100 mg/m2 IV hari I
Metotreksat 200 mg/m2 IV (melalui infus dalam 12
jam) hari I.
Aktinomisin-D 0,5 mg IV hari I dan II
Folinic acid (Leukovorin kalsium) 2 x 15 mg/hari oral/IM
untuk 4 dosis, dimulai 24 jam setelah pemberian Metotreksat
pertama.
Rejimen II :
Vinkristin 1mg/m2 IV hari VIII
Siklofasfamit 600 mg/m2 IV hari VIII
Pemberian rejimen I dan II diulang dengan interval 6 hari, kecuali
terjadi mukositis. Terapi diberikan sampai terlihat complete response
atau terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya metastasis ke
kranium, Metotreksat diberikan pada hari I dan II dengan dosis 12,5
mg intratekal.
4. Kanker vulva dan vagina
Terapi adjuvant dan paliatif :
a. Bleomisin 5 mg IV/IM selama 5 hari
b. Siklofasfamit (endoksan) 200 mg IV
Diulang tiap 2-4 minggu sampai hasil terapi tercapai, atau :
c. Bleomisin 2 x 7,5 mg/minggu IV/IM
d. Siklofofamit 3 x 1 table/hari
5. Kanker ovarium
a. Jenis epitelial
- Risiko rendah :
Stadium I dan II dengan pengangkatan lengkap
Derajat histologi bukan keganasan tinggi
Bukan yang resisten/residif
Pilihan I
Klorambusil (Leukeran) 2 x 5 mg/hari oral selama 1 bulan.
Dilanjutkan 2 x 5 mg/hari oral selama 10 hari. Istirahat 20 hari
sampai hasil terapi tercapai.
Pilihan II
Siklofosfamit 3 x 1 tablet oral sampai hasil terapi tercapai.
- Risiko tinggi terapi adjuvant
Yang tidak termasuk dalam kriteria risiko rendah
Rejimen CP (Siklofosfamit + Sis-platinum)
Siklofosfamit 750 mg/m2 IV
Sis-platinum 750 mg/m2 IV diulang setiap minggu
Catatan : CP dengan tujuan terapi diberikan 4-8 seri disusul dengan second
look operation.
b. Jenis germinatif terapi adjuvant
Rejimen VAC :
- Vinkristin 1,5 mg/m2 IV hari I dan VIII
- Aktinomisin 0,3 mg/m2 IV hari I-V (maks. Dosis sekali 0,5 mg)
- Siklofosfamit 5-7 mg/KgBB IV hari I-V.
Diulang setiap 4 minggu; lama terapi 2-3 tahun.
C. Kriteria evaluasi :
Evaluasi pengobatan dinilai dari 3 hal :
1. Respon pengobatan yang objektif :
a. Respon lengkap (complete response)
Menghilangnya massa tumor dari 2 kali pemeriksaan dengan jarak waktu
kurang dari 4 minggu.
b. Respon sebagian (partial response)
Menghilangnya 50% atau lebih dari massa tumor dan tidak didapatkan lesi baru.
c. Tidak ada respon (no response)
Pengecilan massa tumor kurang dari 50% atau massa tumor membesar kurang
dari 25% dari lesi yang diukur.
d. Menjadi progresif (progressive disease)
Terjadi pembesaran tumor 25% atau lebih dari lesi yang diukur atau timbul lesi
baru.
2. Gejala/keluhan penderita
Hasil yang baik diharapkan keluhan atau gejala akan mengurang atau menghilang
sama sekali.
3. Kelangsungan hidup
Keberhasilan pengobatan adalah memperpanjang kelangsungan hidup tanpa
penurunan kualitas hidup.